bab ii kajian pustaka 2.1. hakikat peranan guru 2.1.1...

25
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakikat Peranan Guru 2.1.1 Pengertian Peranan Guru Dunia pendidikan, guru merupakan faktor penting dan utama, karena guru adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, terutama di sekolah, untuk mencapai kedewasaan peserta didik sehingga ia menjadi manusia yang paripurna dan mengetahui tugas-tugasnya sebagai manusia. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru terletak tanggung jawab untuk membawa siswanya kearah kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka itu guru tidak semata-mata sebagai “pendidik” yang transfer of knowledge, tapi juga seorang “pendidik” yang transfer of values dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya mengantarkan siswa ketaraf yang dicita- citakan. Untuk memperkuat kajian tentang peranan guru, perlu ditelaah juga tentang pengertian peranan. Soekanto (2001:48) mengemukakan bahwa peranan adalah sesuatu yang jadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa). Peranan juga dikatakan perilaku atau

Upload: vananh

Post on 10-Aug-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Hakikat Peranan Guru

2.1.1 Pengertian Peranan Guru

Dunia pendidikan, guru merupakan faktor penting dan utama, karena guru

adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani

peserta didik, terutama di sekolah, untuk mencapai kedewasaan peserta didik

sehingga ia menjadi manusia yang paripurna dan mengetahui tugas-tugasnya

sebagai manusia. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru

terletak tanggung jawab untuk membawa siswanya kearah kedewasaan atau taraf

kematangan tertentu. Dalam rangka itu guru tidak semata-mata sebagai

“pendidik” yang transfer of knowledge, tapi juga seorang “pendidik” yang

transfer of values dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan

pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka

sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam

proses belajar mengajar, dalam usahanya mengantarkan siswa ketaraf yang dicita-

citakan.

Untuk memperkuat kajian tentang peranan guru, perlu ditelaah juga

tentang pengertian peranan. Soekanto (2001:48) mengemukakan bahwa peranan

adalah sesuatu yang jadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama (dalam

terjadinya sesuatu hal atau peristiwa). Peranan juga dikatakan perilaku atau

lembaga yang punya arti penting bagi struktur sosial. Dalam hal ini maka, kata

peranan lebih banyak mengacu pada penyesuain diri pada suatu proses.

Friedman (2003:286) struktur peran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

(a) peran formal (peran yang nampak jelas) yaitu sejumlah perilaku yang bersifat

homogen. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga. (b) Peran Informal

(peran tertutup) yaitu suatu peran yang bersifat implisit (emosional) biasanya

tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan

emosional individu dan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa peran

adalah suatu bentuk tindakan dalam kehidupan sosial yang diharapkan untuk

menerangkan apa yang akan dilakukan dalam suatu kondisi tertentu.

Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. “Guru adalah figur

manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam

pendidikan ”Syaiful (dalam Catarts, 2012:1). Disekolah guru adalah orang tua

kedua bagi anak didik. Sebagai orang tua, guru harus menganggapnya sebagai

anak didik bukan menganggapnya sebagai “peserta didik”. Dalam Undang-undang

Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 Pasal 2, guru dikatakan sebagai tenaga

profesional yang mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan

oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi

pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan

tertentu.

Djamarah (2010:43) yang mengemukakan bahwa banyak peranan yang

diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri

menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru seperti diuraikan di

bawah ini.

1) Guru sebagai Pendidik dan Pembimbing

Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” suatu materi yang

akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seorang yang memegang

memiliki “kepribadian guru”, dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Dengan

kata lain bahwa untuk menjadi pendidik atau guru, seorang harus berpribadi.

Masalahnya yang penting adalah mengapa guru itu dikatakan sebagai

”pendidik”. Guru memang seorang “pendidik” sebab dalam pekerjaannya ia tidak

hanya “mengajar” seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatihkan

beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. “Mendidik” sikap

mental seseorang tidak cukup hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi

bagaimana pengetahuan itu bisa dididikan dengan guru sebagai idolanya.

Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai

tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pribadi

guru itu sendiri merupakan perwujudan dari nilai yang akan ditransfer. Mendidik

adalah mengantarkan anak didk agar menemukan dirinya, menemukan

kemanusiaannya. Mendidik adalah memanusiakan manusia. Dengan demikian

secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai

“pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of

value. Ia bukan saja membawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh

bagi seorang pribadi manusia.

Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai

pendidik, maka harus berfungsi pula sebagai pembimbing. Pengertian pendidik

dalam hal ini lebih luas dari fungsi “membimbing”. Bimbingan adalah termasuk

sarana dan serangkaian usaha pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik bearti

sekaligus menjadi pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai

“pendidik” dan “pengajar” seringkali akan melakukan pekerjaan bimbingan.

Misalnya bimbingan belajar, bimbingan tentang sasuatu keterampilan dan

sebagainya. Jadi yang jelas dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik,

mengajar dan bimbingan” sebagai suatu yang tidak dapat dipisahkan.

Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun

anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan

arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku

membimbing, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan

mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan,

termasuk dalam hal ini yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau

kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan dapat

menciptakan perkembangan yang lebih baik dari pada siswa, baik perkembangan

fisik maupun mental dalam hubungannya dengan hasil dan tujuan pendidikan

yang ingin dicapai.

2) Guru sebagai Demonstrator

Melalui peranannya sebagai Demonstrator, lecturer atau pengajar, guru

hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan

diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan

kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat

menentukan hasil belajar yang dicapai oleh anak didik.

Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah

pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Dengan cara yang

demikian ia akan memperkaya dirinya denganberbagai ilmu pengetahuan sebagai

bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga

mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya agar

apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.

Juga seorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam merumuskan

TPK, memahami kurikulum, dan dia sendiri sebagai sumber belajar terampil

dalam membrikan informasi kepada kelas. Sebgai pengajar ia pun harus

membantu perkembangan anak didik untuk dapat menerima memahami, serta

menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya dapat mencari cela untuk

menggabungkan antara pendidikan moral dan mata pelajaran lainnya untuk

membentuk manusia yang bermoral.

3) Guru sebagai Pengelola Kelas

Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru

hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan

aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan

diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.

Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana

lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik

ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan

rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.

Kualitas dan kuantitas belajar siswa didalam kelas bergantung pada

banyak faktor, antara lain adalah guru, hubungan pribadi antara siswa didalam

kelas, serta kondisi umum dan suasana didalam kelas. Tujuan umum pengelolaan

kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-

macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan

tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan

alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja

dan belajar serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

4) Guru sebagai Mediator

Suru sebagai mediator dapat diartikan sebagia penengah dalam kegiatan

belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan keluar kemacetan

dalam kegiatan diskusi siswa. Mediator juga diartikan penyedia media.

Bagaimana cara memakai dan mengorganisasi penggunaan media.

5) Guru sebagai Inspirator

Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi

kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik.

Guru harus dapat memberikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik.

Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari

pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang

penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi oleh

anak didik.

6) Guru sebagai Informator

Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran

untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi

yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi

anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan

bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan

diberikan kepada anak didik, informator yang baik adalah guru yang mengerti apa

kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik.

7) Guru sebagai Motivator

Menurut Sujiono (2008:5.30) mengemukakan bahwa guru sebagai

motivator artinya guru harus mampu menjadi motivator anak dalam membangun

pengetahuan. Dalam hal ini guru harus mampu memotivasi anak dalam

melakukan kegiatan, agar anak tidak mudah menyerah. Sama halnya yang

dikemukakan oleh Djamarah (2010:45) sebagai motivator guru hendaknya dapat

mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan

motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik

malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus

bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di

antara anak didik yang malas belajar dan sebagainya.

8) Guru sebagai Fasilitator

Menurut Djamarah (2010:46) mengemukakan sebagai fasilitator, guru

hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan

belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang

kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang

tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas

guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar

yang menyenangkan anak didik. Sama halnya yang dikemukakan oleh Sujiono

(2008:5.32) bahwa guru sebagai fasilitator artinya guru mampu memfasilitasi

seluruh kebutuhan anak pada saat kegiatan belajar dan bermain langsung.

(Catarts, 2012:5) mengemukakan bahwa dalam Undang-Undang No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidik dan

tenaga kependidikan berkewajiban: (a) menciptakan suasana pendidikan yang

bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis, (b) mempunyai

komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c)

memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai

dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. UU ini memberikan kepercayaan

penuh kepada pendidik agar dapat menciptakan pendidikan yang mempunyai

makna, menyenangkan, kreatif dan dinamis bagi peserta didik.Guru merupakan

faktor penentu dalam proses penyelenggaraan pendidikan, karena hakekat guru

adalah untuk mendidik, yakni mengupayakan seluruh potensi anak didik, baik

potensi psikomotor, kognitif maupun potensi afektif. Di samping itu,

tanggungjawab perkembangan peserta didik yang paling utama adalah peran

orang tua dalam keluarga baik perkembangan jasmaninya maupun perkembangan

rohaninya.

(Catarts, 2012:7) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan operasional

mendidik, seorang guru melakukan rangkaian proses mengajar, memberikan

dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan. Batasan ini

memberi arti bahwa tugas guru bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana

pendapat kebanyakan orang, tetapi pendidik juga bertugas sebagai motivator dan

fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik

dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.

Pelaksanaan hakekat guru membutuhkan jabatan atau profesi yang

memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan demikian tidak dapat

dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan

atau pekerjaan sebagai seorang guru. Keahlian sebagai guru profesional harus

menguasai seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu

pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa

pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Memahami konsep ini, pendidik

juga dituntut mempunyai profesi atau keahlian yang prodesional handal dalam

semua komponen pendidikan. Komponen pendidikan yang dimaksud adalah

mulai dari perangkat tujuan pendidikan sampai kepada pelaksanaan pendidikan

dalam proses belajar mengajar.

2.1.2. Fungsi Guru

Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik

dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Seorang guru menjadi pendidik yang

sekaligus sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan

pengajar sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan

belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk lebih jelasnya proses

pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membimbing sebagai yang taka

dapat dipisahkan. Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan

menuntun anak didik dalam perkembanganya dengan jelas dmemberikan langkah

dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti menuntun

sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik

sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang terpenting

ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak

didik. Dengan demikian diharapkan menciptakan perkembangan yang lebih baik

pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.

Satori (2011:1.20) mengemukakan bahwa ada beberapa fungsi dari

seorang guru antara lain :

1. Guru sebagai manager

Guru mengelola lingkungan pembelajaran secara keseluruhan. Kegiatan

ini melibatkan siswa sebagai individu dan sebagai kelompok, program

pembelajaran, lingkungan dan sumber-sumber pembelajaran.

2. Guru sebagai observer

Kemampuan guru untuk meneliti secara cermat peserta didik, tindakan

mereka, reaksi dan interaksi mereka.

3. Guru sebagai diagnostician

Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap peserta didik termasuk

merencanakan program bagi peserta didik.

4. Guru sebagai educator

Kegiatan ini melibatkan pembuatan tujuan dan sasaran sekolah, sifat dan

isi dari kurikulum dan program pembelajaran.

5. Guru sebagai organizer

Kemampuan guru untuk mengorganisir program pembelajaran. Sebagai

organizer adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan guru, dalam bidang ini

guru memiliki kegiatan pengelolaan, kegiatan akademik dan sebagainya. Semua

diorganisasikan sehingga seperti mencapai efektifitas dan efisiensi dalam belajar

pada siswa.

6. Guru sebagai decision-maker

Memilih bahan/ materi pembelajaran yang sesuai, memutuskan topik dan

proyek yang akan dilaksanakan serta membuat program pribadi.

7. Guru sebagai presenter

Guru sebagai pembuka, narator, penanya, penjelas dan peneliti dari setiap

diskusi.

8. Guru sebagai communicator

Kemampuan guru untuk berkomunikasi dengan peserta didik maupun

rekan kerja.

9. Guru sebagai mediator

Guru berfungsi sebagai mediator antara peserta didik/ kelas dan masalah-

masalah yang timbul. Seorang pengajar/guru berperan sebagai mediator yang

membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik. Tugas guru sebagai

seorang mediator antara lain:

menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid

bertanggungjawab dalam mebuat rancangan, proses, dan penelitian.

Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang

keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan

gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide mereka.

Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran si anak

didik berjalan atau tidak.

Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa

yang suddah mereka ketahui dan pikirkan.

Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan

kebutuhan siswa.

Guru perlu mempunyai pemikiran yang lebih fleksibel untuk dapat

mengerti dan menghargai pemikiran siswa.

10. Guru sebagai motivator

Guru memberikan motivasi kepada peserta didik. Sebagai motivator, guru

hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar.

11. Guru sebagai counsellor

Guru sebagai konselor bagi siswa dibidang pendidikan, personal, sosial

dan emosional.

12. Guru sebagai evaluatorn

Guru mengevaluasiikm , menilai, mencatat kemampuan, pencapaian dan

kemajuan siswa. Guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik, kegiatan

ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu

tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua

pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.

Dengan penialaian guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk

kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang atau cukup baik dikelasnya jika

dibandingkan dengan teman-temanya. Oleh karena itu, guru seharusnya terus

menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai siswa dari waktu ke waktu.

Informasi yang diperoleh merupakan feedback terhadap proses belajar mengajar.

Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan

proses belajar mengajar selanjutnya.

Dilihat dari dirinya sendiri, seorang guru harus berperan sebagai berikut :

1. Petugas sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan

masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa

merupakan petugas-petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi

didalamnya.

2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu

pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap saat guru senantiasa belajar

untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan

3. Orang tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan

anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga,

sehingga dalam arti luas sekolah merupakan keluarga, guru berperan

sebagai orang tua bagi siswanya.

4. Pencari teladan, yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik untuk

siswa. Guru menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah laku.

5. Pemberi keamanan, yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi

siswa. Guru menjadi tempat berlindung bagi siswa untuk memperoleh rasa

aman dan puas di dalamnya.

2.2. Hakikat Media Audio visual

Apabila dilihat dari etimologi “kata media berasal dari bahasa latin dan

merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti perantara

atau pengantar, maksudnya sebagai perantara atau alat menyampaikan sesuatu.

Terkait dengan hal tersebut, Djamarah dan Zain (2010:120) mengemukakan

bahwa kata media berasal dari bahasa latin, medius,yang secara harfiah berarti

“tengah”,”perantara”,atau “pengantar”. Dengan demikian media merupakan

wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.

Daryanto (2010:4) mengemukakan bahwa kata media merupakan bentuk

jamak dari kata medium yang dapat didefinisikan sebagai perantara atau

pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima”. Djamarah dan

Zain (2010:120) mengemukan media secara terminologi berasal dari bahasa latin

yang merupakan bentuk jamak dari’’medium’’Yang berarti perantara, dengan

demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur

pesan. Pernyataan ini nampaknya tidak hanya sekedar memberi arti dan fungsi,

tetapi lebih dikhususkan pada pengertian media mengajar ataupun media

pendidikan.

Slameto (2010:73) mengemukakan pengertian media pendidikan itu yaitu

media dalam arti umum adalah semua bentuk perantaraannya dipakai orang

menyebarkan ide, sehingga gagasan itu sampai pada penerima. Lebih lanjut

Djamarah dan Zain (2010:121) menambahkan bahwa media adalah alat bantu apa

saja yang dapat disajikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan

pengajaran.

Gagne (dalam Nunuk Suryani, 2012:135) lebih mengartikan media sebagai

berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa

untuk belajar. Pernyataan tersebut di tambahkan kembali oleh Gerlach (dalam

Azhar Arsyad, 2011:3) menyatakan bahwa media adalah manusia, materi, atau

kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh

pengetahuan, keterampilan, atau sikap.

Dari beberapa definisi para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

media merupakan perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan

terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide

(gambar), foto, gambar, grafik, televisi dan komputer yang berisi kejadian yang

membangun kondisi agar siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan

atau sikap sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan sempurna.

Zul dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia (2008:859) mendefinisikan

bahwa media audio visual adalah dapat dilihat dan didengar, dapat dinikmati

dengan indera penglihatan dan indera pendengaran. Media audio visual adalah

merupakan media perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui

pandangan dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat

siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.

1. Meningkatkan keterampilan kognitif, maksudnya adalah kemampuan anak

dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.

2. Melatih kemampuan nalar.

3. Meningkatkan keterampilan sosial.

Suprijanto (2005:171) menambahkan bahwa media audio visual

merupakan sebuah alat bantu audiovisual yang berarti bahan atau alat yang

dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang

diucapkan dalam menularkan pengetahuan, sikap, dan ide.

Djamarah dan Zain (2010:124) mengemukakan bahwa media audio visual

adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Selain itu media ini

dalam batas-batas tertentu dapat juga menggantikan peran dan tugas guru. Dalam

hal ini guru tidak selalu berperan sebagai penyaji materi. Penyaji materi dapat

digantikan oleh media. Peran guru beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu

memudahkan bagi para siswa untuk belajar. Contoh dari media audio visual

diantaranya program vidio/ televisi pendidikan, vidio/ televisi instruksional, dan

program slide suara (suodslide) dan pembelajaran dengan komputer.

Berbicara mengenai bentuk media, disini media memiliki bentuk yang

bervariasi sebagaiman dikemukakan oleh tokoh pendidikan, baik dari segi

penggunaan, sifat bendanya, pengalaman belajar siswa, dan daya jangkauannya,

maupun dilihat dari segi bentuk dan jenisnya.

Dalam pembahasan ini akan dipaparkan sebagian dari bentuk media audio

visual yang dapat diklasifikasikan oleh Nurbiana Dhieni (2009:11.31) menjadi

delapan kelas yaitu:

1. Media audio visual gerak contoh, televisi, video tape, film dan media

audio pada umumnaya seperti kaset program, piringan, dan sebagainya.

2. Media audio visual diam contoh, filmastip bersuara, slide bersuara, komik

dengan suara.

3. Media audio semi gerak contoh, telewriter, mose, dan media board.

4. Media visual gerak contoh, film bisu

5. Media visual diam contoh microfon, gambar, dan grafis, peta globe, bagan,

dan sebagainya

6. Media seni gerak

7. Media audio contoh, radio, telepon, tape, disk dan sebagainya

8. Media cetak contoh, televisi.

Hal tersebut di atas adalah merupakan gambaran media sebagai sumber

belajar, memberikan suatu alternatif dalam memilih dan mengguanakan media

pengajar sesuai dengan karakteristik siswa. Media sebagai alat bantu mengajar

diakui sebagai alat bantu auditif, visual dan audio visual. Ketiga jenis sumber

belajar ini tidak sembarangan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kriteria pemilihan media

pengajaran antara lain “tujuan pengajaran yang diingin dicapai, ketepatgunaan,

kondisi siswa, ketersediaan perangkat keras dan perangkat lunak, mutu teknis, dan

biaya” (Basyiruddin, 2002: 15). Oleh sebab itu, beberapa pertimbangan yang

harus diperhatikan sesuai dengan pendapat lain yang mengemukakan bahwa

pertimbangan pemilihan media pengajaran sebagai berikut:

1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan

instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada

salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif dan

psikomotor. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus

dikerjakan atau dipertunjukkan oleh siswa seperti menghafal, melakukan

kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik dan pemikiran prinsip-prinsip

seperti sebab akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman

konsep-konsep atau hubungan-hubungan perubahan dan mengerjakan

tugas-tuigas yang melibatkan pemikiran tingkat yang lebih tinggi.

2. Tepat untuk mendukung sis pelajaran yang yang sifatnya fakta, konsep,

prinsip yang generalisasi agar dapat membantu proses pengajaran secara

efektif, media harus selaras dan menunjang tujuan pengajaran yangt telah

ditetapkan serta sesuai dengan kebutuhan tugas pengajaran dan

kemampuan mental siswa.

3. Aspek materi yang menjadi pertimbangan dianggap penting dalam

memilih media sesuai atau tidaknya antara materi dengan media yang

digunakan atau berdampak pada hasil pengajaran siswa.

4. Ketersediaan media disekolah atau memungkinkan bagi guru mendesain

sendiri media yang akan digunakan merupakan hal yang perlu menjadi

pertimbangan seorang guru.

5. Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kerlompok besar belum

tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecilatau perorangan.

Ada media yang tepat untuk kelompoik besar, kelompok sedang,

kelompok kecil, dan perorangan.

6. Mutu teknis pengembangan visual, baik gambar maupun fotograf harus

memenuhi persaratan teknis tertentu misalnya visual pada slide harus jelas

dan informasi pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh

terganggu oleh elemen yang berupa latar belakang (Arsyad, 2011 : 72

Dengan adanya gambaran di atas, kriteria pemilihan media audio visual

memiliki kriteria yang merupakan sifat-sifat yang harus dipraktekan oleh pemakai

media, kriteria tersebut antara lain:

1. Ketersediaan sumber setempat. Artinya bila media yang bersangkutan

tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau

dibuat sendiri.

2. Efektifitas biaya, tujuan serta suatu teknis media pengajaran.

3. Harus luwes, keperaktisan, dan ketahan lamaan media yang bersangkutan

untuki waktu yang lama, artinya bisa digunakan dimanapun dengan

peralatan yang ada disekitarnya dan kapanpun serta mudah dijinjing dan

dipindahkan (Sardiman, 2001:84)

Adapun Kelemahan Alat Peraga Pembelajaran Jenis Audiovisual

1) Harga lebih mahal

2) Membutuhkan persiapan lebih matang

Sedangkan Kelebihan Alat Peraga Pembelajaran Jenis Audiovisual

1) Berkesan Menarik

2) Mudah dioperasikan

3) Bisa digunakan untuk presentasi dalam jumlah audiens yang banyak.

2.3 Peranan Guru Dalam Menggunakan Media Audio Visual

Pada awalnya guru hanya menganggap media sebagai alat bentu mengajar

(teching aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, berupa gambar,

model, objek, dan lainnya yang dapat memberikan pengalaman konkrit dan

motivasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Dengan

masuknya pengaruh teknologi audio sekitar abad ke-20, berupa alat bantu visual

yang digunakan dan dilengkapi dengan alat audio yang kemudian dikenal debgan

alat audio visual, mulai mempengaruhi penggunaan alat-alat dalam proses

pembelajaran

Perkembangan teori belajar dan ilmu psikologi berimplikasi pula pada cara

dan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Banyak sekali diklat

pemanfaatan teknologi pendidikan dilaksanakan baik oleh lembaga pendidikan

maupun asosiasi pendidikan. Itu semua dalam rangka menyadarkan dan

membekali guru kompetensi pedagogi yang pada gilirannya akan memperoleh

hasil pembelajaran yang maksimal. Meskipun guru sudah mengetahui akan

pentingnya pemakaian atau pemanfaatan media pembelajaran dalam proses

pembelajaran, masih benyak yang enggan menggunakan media dalam proses

belajar mengajar. Ada beberapa alasan guru tidak menggunakan media dalam

proses pembelajaran yang dilakukan, antara lain menggnakan media repot, media

itu canggih dan mahal, tidak bisa menggunakan media, anggapan bahwa media itu

hiburan sedangkan belajar serius, tidak tersedia media, dan kebiasaan menikmati

bicara saat mengajar.

Guru adalah pekerjaan profesional. Oleh karena itu diperlukan

kemampuan dan kewenangan. Kemampuan itu dapat dilihat pada kesanggupannya

menjalankan perannya sebagaipengajar, pendidik, pembimbing, mediator dan

sebagainya.salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah

penguasaan metodologi media pengajaran di sekolah untuk kepentingan anak

didiknya sehingga memudahkan pencapaian tujuan pendidikan.

Dalam kaitannya dengan penguasaan metodologi media ini, setiap

pengajar akan berhadapan dengan lima tantangan menurut Satori (2011:6.14)

yaitu:

1. Pengajar memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media

pengajaran

Media pengajaran merupakan salah satu penunjang dalam pencapaian

tujuan pengajaran. Oleh karena itu, pengajar dalam hal ini guru diharapkan

mengetahui dan memahami kesesuaian antara penggunaan media dengan materi

yang diajarkan.

2. Pengajar memiliki keterampilan memilih dan cara menggunakan media dalam

proses belajar mengajar

Guru melalui media yang telah disediakan, diharapkan mampu

menggunakan dan mengoperasikan media dengan baik sehingga siswa mampu

memahami materi yang diajarkan

3. Pengajar memilki kemampuan membuat sendiri media pengajaran yang

dibutuhkan

Dalam hal ini, guru sebagai pengajar bisa memanfaatkan apa saja yang ada

di lingkungan untuk dijadikan sebagai media pengajaran yang efektif dan cepat

dipahami oleh siswa.

4. Pengajar mampu melakukan evaluasi terhadap media yang akan atau telah

digunakan

Setelah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media

pengajaran, guru mampu mengevaluasi teknik penggunaan media dengan

kemampuan siswa memahami dan menggunakan media dengan baik

5. Pengajar memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang administrasi

media pengajaran

Administrasi sangat penting untuk mengatur sistem yang berjalan. Begitu

pula dengan media pengajaran, guru harus terampil dalam membuat administrasi

media pengajaran sehingga media tersebut awet dan terencana penggunaannya.

Seperti kata Alfin Toffler, bahwa abad ini adalah abad informasi. Media

sebagai alat penyalur informasi sudah memasuki lembaga pendidikan sejak

pertengahan abad ini. Pemanfaatan media tersebut telah diupayakan oleh setiap

lembaga pendidikan melalui penataran dan pelatihan. Berdasarlan hal tersebut ada

tiga tipe guru dalam kaitannya dengan media, yaitu:

1. Guru yang hanya tahu akan nama-nama media

2. Guru mengetahui nama-nama media, kegunaanmedia, dan alasan mengapa media

itu digunakan

3. Guru yang mengetahu nama-nama media, kegunaan, alasan, dan trampil dalam

menggunakan media. Hal ini dapat ditempuh dengan syarat guru harus tahu

spesifikasi alat/media pengajaran, bersikap modern dan inovatif kreatif, dan dapat

menempatkan dirinya sebagai siswa yang belajar.

Setiap pengajar dituntut memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup

tentang media pembelajaran, meliputi:

1. Media sebagai alat komunikasi yang dapat digunakan untuk lebih mengefektifkan

proses belajar.

2. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan

3. Situasi proses belajar

4. Hubungan antara metode dan media pembelajaran

5. Nilai atau manfaat media pembelajaran dalam pendidikan

6. Memilih dan menggunakan media pembelajaran

7. Berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran

8. Usaha inovasi media pembelajaran, dll

Selain itu, guru harus memiliki pula kemampuan untuk memehami jenis media

dan sumber belajar, yaitu:

1. Mengenal, memilih, dan menggunakn media serta sumber belajar secara tepat,

2. Membuat alat-alat bantu pembelajaran sederhana

3. Menggunakan alat-alat konvensional untuk media pembelajaran

4. Menggunakan, mengelola, dan mengembangkan laboratorium sebagai media

pembelajaran

5. Menggunakan perpustakaan dalam pembelajaran

6. Menggunakan mecro-teeching dalam program pengalaman lapangan

7. Menggunakan fenomena ala dan realitas lingkungan sebagai media

pembelajaran

8. Perilaku dan penampilan yang baik di depan kelas sebagai media

pembelajaran.

2.4 Kajian Yang Relevan

Penelitian Silfia Fatiha Yusuf (2011) dengan judul : “Penerapan media

audio visual dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep daur air melalui

di kelas V SDN 2 Tohupo Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo, dapat

diambil kesimpulan bahwa :

Berdasarkan analisis data dapat dijelaskan : 1) Penerapan media audio

visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep daur air melalui di

kelas V SDN 2 Tohupo Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo melalui

angket yang disebar pada sejumlah responden. 2) Guru semakin mudah

menanamkan konsep daur air melalui hasil wawancara yang dilakukan.

3) Siswa semakin termotivasi dengan pembelajaran menggunakan media Audio

Visual karena menurut mereka media ini menampilkan secara detail siklus air

dengan unik. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan media audio visual

sangat baik digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPA tentang konsep daur air di kelas V.

Adapun hubungan penelitian Silfia Fatiha Yusuf dengan penelitian ini

adalah memiliki persamaan pada salah satu variabel yakni media audio visual,

akan tetapi antara penelitian tersebut dengan penelitian ini memiliki perbedaan

pada konteks variabel lainnya dan kelas yang menjadi obyek penelitian.