dasar ekologi dalam pengelolaan hama terpadu
Post on 26-Jun-2015
912 Views
Preview:
TRANSCRIPT
REKONSTRUKSI TUGAS II
DASAR EKOLOGI DALAM PENGELOLAAN HAMA
TERPADU
DISUSUN OLEH :
NAMA : PRATIWI NOVIAYANTI
NIM : H0708137
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
DASAR EKOLOGI DALAM PENGELOLAAN HAMA TERPADU
A. Lingkup Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara
utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit
biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan
lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik
tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme.
Makhluk hidup dalam ekosistem membentuk tatanan atau organisasi
tertentu. Organisasi terkecil dalam ekosistem disebut individu. Individu-
individu sejenis berkumpul dan berinteraksi membentuk organisasi yang lebih
besar yang disebut populasi. Beberapa populasi makhluk hidup dalam suatu
lingkungan berinteraksi membentuk komunitas. Komunitas dan
lingkungannya selalu berhubungan timbal balik membentuk ekosistem.
Beberapa ekosistem membentuk bioma dan keseluruhan ekosistem yang ada
di bumi merupakan biosfer.
1. Individu
Individu adalah makhluk hidup tunggal yang dapat hidup secara
fisiologis. Seekor kerbau, seekor rusa, sebatang pohon meranti, sebatang
pohon kelapa, dan seorang manusia merupakan individu dalam ekosistem.
Individu merupakan satuan fungsional terkecil penyusun ekosistem.
2. Populasi
Populasi dapat dikatakan sebagai kumpulan individu suatu spesies
organisme hidup yang sama. Populasi dipandang sebagai suatu sistem
yang dinamis daripada gejala individu yang selalu melakukan
hubungan. Populasi merupakan kumpulan individu sebuah spesies yang
mempunyai potensi untuk berbiak silang antar satu individu dengan
individu yang lain. Tentu saja individu dalam sebuah populasi itu tidak
hanya berinteraksi melalui biak silang, tetapi juga berhubungan secara
dinamis dalam hal-hal lain. Kalau jumlah individu per unit luas bertambah
dalam perjalanan waktu, maka kepadatan populasi naik. Kalau kepadatan
populasi itu sedemikian rupa naikknya sehingga kebutuhan populasi itu
akan bahan makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan hidup lain-lain
menjadi di luar kemampuan alam lingkungan untuk menyediakan atau
menyokong secukupnya, timbullah persaingan atau kompetisi. Persaingan
ini menimbulkan dua akibat, 1) dalam jangka waktu yang singkat akan
menimbulkan akibat (efek) ekologi dan 2) dalam jangka waktu yang
panjang akan menimbulkan akibat evolusi.
Ada dua faktor lingkungan yang dapat menurunkan daya biak
populasi, yaitu faktor bergantung pada kepadatan populasi itu sendiri,
misalnya kekurangan bahan pangan, kekurangan ruang untuk hidup karena
populasi terlampau padat dan faktor yang tidak tergantung pada kepadatan
populasi misalnya terdapat penurunan suhu lingkungan secara drastis dan
mendadak.
3. Komunitas
Komunitas biotik adalah kumpulan populasi-populasi organisme
apapun yang hidup dalam daerah atau habitat fisik yang telah. ditentukan.,
sehingga hal tersebut merupakan satuan yang diorganisasi sedemikian rupa
bahwa komunitas mempunyai sifat-sifat tambahan terhadap komponen
individu beserta fungsi-fungsinya. Berdasarkan sifat komunitas dan fungsi
tersebut, komunitas biotik dapat terbagi menjadi komunitas utama /mayor,
dan komunitas minor. Komunitas mayor adalah komunitas yatrg cukup
besar kelengkapannya sehingga relatif. tidak tergantung pada komunitas
lain. Sedangkan komunltas minor adalah komunitas yang kurang lebih
masih tergantung pada komunitas lain.
Komunitas tidak hanya mempunyai kesatuan fungsional tertentu
dengan struktur trofik dan arus energi khas saja, tetapi juga merupakan
kesatuan yang di dalamnya terdapat peluang bagi jenis tertentu untuk
dapat hidup dan berdampingan. walaupun demikian tetap masih ada
kompetisi diantaranya, sehingga akan ditemukan populasi tertentu
berperan sebagai dominansi suatu komunitas. Populasi yang mendominasi
tersebut terutama adalah populasi yang dapat mengendalikan sebagian
besar arus energi dan kuat sekali mempengaruhi lingkungan pada semua
jenis yang ada di dalam komunitas yang sama.
4. Ekosistem
Ekosistem merupakan interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungan abiotiknya. Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan pada
suatu ekosistem bersifat khusus. Artinya interaksi komunitas di
lingkungan kutub berbeda dengan interaksi komunitas di lingkungan
tropis. Komunitas yang dipengaruhi oleh lingkungan abiotik yang spesifik
menghasilkan ekosistem yang spesifik pula. Berdasarkan proses
terbentuknya ekosistem dibedakan menjadi dua, yaitu ekosistem alami dan
ekosistem buatan.
a. Ekosistem alami, yaitu ekosistem yang terbentuk secara alamiah.
Misalnya ekosistem hutan, laut, sungai, dan rawa.
b. Ekosistem buatan, yaitu ekosistem yang dibentuk secara sengaja oleh
manusia. Misalnya ekosistem sawah, kolam, perkebunan dan hutan
budidaya.
Ekosistem adalah tatanan satuan secara utuh dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi. Ekosistem tidak hanya mencakup serangkaian spesies
tumbuhan, tetapi juga dalam bentuk materi yang melakukan siklus dalam
sistem itu dan energi yang menjadi sumber kekuatan bagi ekosistem.
Ekosistem dibentuk oleh komponen hidup dan tak hidup, disuatu tempat
dan beriteraksi dalam satu kesatuan yang teratur. Ditinjau dari segi
komponen-komponennya, ekosistem dapat dibedakan menjadi :
a. Autotrofik, yaitu organisme yang dapat mensintesiskan makanannya
sendiri atau dapat menyediakan makanannya sendiri. Organisme
tersebut mengubah bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik
dengan bantuan energi matahari dalam butir-butir hijau daun
atau klorofil
b. Heterotrofik, yaitu organisme yang hanya dapat memanfaatkan bahan
makanan yang disediakan oleh organisme lain.
5. Bioma dan Biosfer
Ekosistem darat yang ada di bumi dipengaruhi oleh posisi letak
geografis dan astronomis. Jadi ekosistem-ekosistem yang terdapat
Indonesia (daerah tropis) berbeda dengan ekosistem yang terdapat di hutan
Kanada (daerah subtropis). Ekosistem di daerah pegunungan juga berbeda
dengan ekosistem di daerah padang rumput. Ekosistem-ekosistem yang
terbentuk karena perbedaan letak geografis dan astronomis disebut bioma,
dan keseluruhan ekosistem/bioma yang ada di bumi membentuk biosfer.
Di bumi terdapat 6 bioma utama yaitu bioma gurun, padang rumput, hutan
basah, hutan gugur, taiga, dan tundra. Masing-masing bioma mempunyai
sifat yang khas yang dipengaruhi oleh kondisi komponen abiotiknya.
B. Sifat Ekosistem
Berdasarkan sifatnya, ekosistem terbagi menjadi ekosistem alami dan
buatan (agroekosistem):
1. Ekosistem Alami
Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat
dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air
tawar dan ekosistem air Laut.
a. Ekosistem darat
Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya
berupa daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya),
ekosistem darat dibedakan menjadi beberapa bioma, yaitu sebagai
berikut.
a) Bioma gurun
Beberapa Bioma gurun terdapat di daerah tropika
(sepanjang garis balik) yang berbatasan dengan padang rumput.
Ciri-ciri bioma gurun adalah gersang dan curah hujan rendah (25
cm/tahun). Suhu slang hari tinggi (bisa mendapai 45°C) sehingga
penguapan juga tinggi, sedangkan malam hari suhu sangat rendah
(bisa mencapai 0°C). Perbedaan suhu antara siang dan malam
sangat besar. Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun
berukuran kecil. Selain itu, di gurun dijumpai pula tumbuhan
menahun berdaun seperti duri contohnya kaktus, atau tak berdaun
dan memiliki akar panjang serta mempunyai jaringan untuk
menyimpan air. Hewan yang hidup di gurun antara lain rodentia,
ular, kadal, katak, dan kalajengking.
b) Bioma padang rumput
Bioma ini terdapat di daerah yang terbentang dari daerah
tropik ke subtropik. Ciri-cirinya adalah curah hujan kurang lebih
25-30 cm per tahun dan hujan turun tidak teratur. Porositas
(peresapan air) tinggi dan drainase (aliran air) cepat. Tumbuhan
yang ada terdiri atas tumbuhan terna (herbs) dan rumput yang
keduanya tergantung pada kelembapan. Hewannya antara lain:
bison, zebra, singa, anjing liar, serigala, gajah, jerapah, kangguru,
serangga, tikus dan ular
c) Bioma Hutan Basah
Bioma Hutan Basah terdapat di daerah tropika dan
subtropik. Ciri-cirinya adalah, curah hujan 200-225 cm per tahun.
Species pepohonan relatif banyak, jenisnya berbeda antara satu
dengan yang lainnya tergantung letak geografisnya. Tinggi pohon
utama antara 20-40 m, cabang-cabang pohon tinngi dan berdaun
lebat hingga membentuk tudung (kanopi). Dalam hutan basah
terjadi perubahan iklim mikro (iklim yang langsung terdapat di
sekitar organisme). Daerah tudung cukup mendapat sinar matahari.
Variasi suhu dan kelembapan tinggi/besar; suhu sepanjang hari
sekitar 25°C. Dalam hutan basah tropika sering terdapat tumbuhan
khas, yaitu liana (rotan), kaktus, dan anggrek sebagai epifit.
Hewannya antara lain, kera, burung, badak, babi hutan, harimau,
dan burung hantu.
d) Bioma hutan gugur
Bioma hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang,
Ciri-cirinya adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Terdapat
di daerah yang mengalami empat musim (dingin, semi, panas, dan
gugur). Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat.
Hewannya antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk,
dan rakoon (sebangsa luwak).
e) Bioma taiga
Bioma taiga terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di
pegunungan daerah tropik. Ciri-cirinya adalah suhu di musim
dingin rendah. Biasanya taiga merupakan hutan yang tersusun atas
satu spesies seperti konifer, pinus, dap sejenisnya. Semak dan
tumbuhan basah sedikit sekali. Hewannya antara lain moose,
beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang bermigrasi ke selatan
pada musim gugur.
f) Bioma tundra
Bioma tundra terdapat di belahan bumi sebelah utara di
dalam lingkaran kutub utara dan terdapat di puncak-puncak gunung
tinggi.Pertumbuhan tanaman di daerah ini hanya 60 hari. Contoh
tumbuhan yang dominan adalah Sphagnum, liken, tumbuhan biji
semusim, tumbuhan kayu yang pendek, dan rumput. Pada
umumnya, tumbuhannya mampu beradaptasi dengan keadaan yang
dingin.
Hewan yang hidup di daerah ini ada yang menetap dan ada
yang datang pada musim panas, semuanya berdarah panas. Hewan
yang menetap memiliki rambut atau bulu yang tebal, contohnya
muscox, rusa kutub, beruang kutub, dan insekta terutama nyamuk
dan lalat hitam.
b. Ekosistem Air Tawar
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak
menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan
cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang,
sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat
dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya
telah beradaptasi. Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai berikut.
Adaptasi tumbuhan: Tumbuhan yang hidup di air tawar
biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat seperti beberapa alga biru
dan alga hijau. Air masuk ke dalam sel hingga maksimum dan akan
berhenti sendiri. Tumbuhan tingkat tinggi, seperti teratai (Nymphaea
gigantea), mempunyai akar jangkar (akar sulur). Hewan dan tumbuhan
rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama dengan
tekanan osmosis lingkungan atau isotonis.
Adaptasi hewan: Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton.
Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan
otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air
tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis
melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam
tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan.
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat
darat. Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran
energi dan kebiasaan hidup.
1) Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof
(tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora
predator, parasit, dan saprotrof atau organisme yang hidup pada
substrat sisa-sisa organisme.
2) Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai
berikut. a. Plankton: terdiri alas fitoplankton dan
zooplankton, biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti
gerak aliran air; b. Nekton: hewan yang aktif berenang dalam air,
misalnya ikan; c. Neuston: organisme yang mengapung atau
berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air,
misalnya serangga air; d. Perifiton: merupakan tumbuhan atau
hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain,
misalnya keong; e. Bentos: hewan dan tumbuhan yang hidup di
dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau
bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air
mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa,
termasuk ekosistem air mengalir adalah sungai.
a) Danau
Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan
luasnya mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter
persegi. Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi
cahaya matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari
sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang
tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau
juga terdapat daerah perubahan temperatur yang drastis
atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah yang hangat di atas
dengan daerah dingin di dasar.
Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai
dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi. Berdasarkan hal tersebut
danau dibagi menjadi 4 daerah sebagai berikut.
Daerah litoral: Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya
matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat
berdekatan dengan tepi.Tumbuhannya merupakan tumbuhan air
yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas
permukaan air. Komunitas organisme sangat beragam termasuk
jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya diatom),
berbagai siput dan remis, serangga, krustacea, ikan, amfibi,
reptilia air dan semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan
angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di
danau.
Daerah limnetik: Daerah ini merupakan daerah air bebas yang
jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari. Daerah
ini dihuni oleh berbagai fitoplankton, termasuk ganggang dan
sianobakteri. Ganggang berfotosintesis dan bereproduksi
dengan kecepatan tinggi selama musim panas dan musim semi.
Zooplankton yang sebagian besar termasuk Rotifera dan
udang-udangan kecil memangsa fitoplankton. Zooplankton
dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan
yang lebih besar, kemudian ikan besar dimangsa ular, kura-
kura, dan burung pemakan ikan.
Daerah profundal: Daerah ini merupakan daerah yang dalam,
yaitu daerah afotik danau. Mikroba dan organisme lain
menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah
mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah limnetik.
Daerah ini dihuni oleh cacing dan mikroba.
Daerah bentik: Daerah ini merupakan daerah dasar danau
tempat terdapatnya bentos dan sisa-sisa organisme mati.
Danau juga dapat dikelompokkan berdasarkan produksi
materi organik-nya, yaitu sebagai berikut :
Danau Oligotropik: Oligotropik merupakan sebutan untuk
danau yang dalam dan kekurangan makanan, karena
fitoplankton di daerah limnetik tidak produktif. Ciricirinya,
airnya jernih sekali, dihuni oleh sedikit organisme dan di dasar
air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun.
Danau Eutropik: Eutropik merupakan sebutan untuk danau
yang dangkal dan kaya akan kandungan makanan, karena
fitoplankton sangat produktif. Ciri-cirinya adalah airnya keruh,
terdapat bermacam-macam organisme, dan oksigen terdapat di
daerah profundal.
Danau oligotrofik dapat berkembang menjadi danau
eutrofik akibat adanya materi-materi organik yang masuk dan
endapan. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh aktivitas
manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan
timbunan sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan
sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi
ganggang atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus yang
berlebihan yang akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau
tersebut. Pengkayaan danau seperti ini
disebut "eutrofikasi". Eutrofikasi membuat air tidak dapat
digunakan lagi dan mengurangi nilai keindahan danau.
b) Sungai
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah.
Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikit sedimen dan
makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan
oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan
garis lintang.
Komunitas yang berada di sungai berbeda dengan danau.
Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan
komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus.
Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat
dan tanaman berakar, sehingga dapat mendukung rantai makanan.
Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai,
anak sungai, dan hilir. Di anak sungai sering dijumpai Man air
tawar. Di hilir sering dijumpai ikan kucing dan gurame. Beberapa
sungai besar dihuni oleh berbagai kura-kura dan ular. Khusus
sungai di daerah tropis, dihuni oleh buaya dan lumba-lumba.
Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena
mengalami adaptasi evolusioner. Misalnya bertubuh tipis
dorsoventral dan dapat melekat pada batu.
Beberapa jenis serangga yang hidup di sisi-sisi hilir
menghuni habitat kecil yang bebas dari pusaran air.
c. Ekosistem air laut
Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari, dan
terumbu karang.
a) Laut
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam)
yang tinggi dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut
tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah
tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan
bawah tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas
dengan air yang dingin di bagian bawah disebut daerah termoklin.
Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat
bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak
plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah
menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya,
sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang
berlangsung balk. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan
kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal.
Menurut kedalamannya, ekosistem air laut dibagi sebagai
berikut.
o Litoral merupakan daerah yang berbatasan dengan darat.
o Neretik merupakan daerah yang masih dapat ditembus
cahaya matahari sampai bagian dasar dalamnya ± 300
meter.
o Batial merupakan daerah yang dalamnya berkisar
antara 200-2500 m
o Abisal merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam
dari pantai (1.500-10.000 m).
Menurut wilayah permukaannya secara horizontal, berturut-
turut dari tepi laut semakin ke tengah, laut dibedakan sebagai
berikut.
o Epipelagik merupakan daerah antara permukaan dengan
kedalaman air sekitar 200 m.
o Mesopelagik merupakan daerah dibawah epipelagik dengan
kedalaman 200-1000 m. Hewannya misalnya ikan hiu.
o Batiopelagik merupakan daerah lereng benua dengan
kedalaman 200-2.500 m. Hewan yang hidup di daerah ini
misalnya gurita.
o Abisalpelagik merupakan daerah dengan kedalaman
mencapai 4.000m; tidak terdapat tumbuhan tetapi hewan
masih ada. Sinar matahari tidak mampu menembus daerah
ini.
o Hadal pelagik merupakan bagian laut terdalam (dasar).
Kedalaman lebih dari 6.000 m. Di bagian ini biasanya
terdapat lele laut dan ikan Taut yang dapat
mengeluarkan cahaya. Sebagai produsen di tempat ini
adalah bakteri yang bersimbiosis dengan karang tertentu.
Di laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki
tekanan osmosis sel yang hampir sama dengan tekanan osmosis air
laut. Hewan tingkat tinggi beradaptasi dengan cara banyak minum
air, pengeluaran urin sedikit, dan pengeluaran air dengan cara
osmosis melalui insang. Garam yang berlebihan diekskresikan
melalui insang secara aktif.
b) Ekosistem pantai
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem
darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi
oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di
pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di
substrat keras.
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik
tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska,
dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai.
Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang
rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut,
remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak
laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam
terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh
beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang
surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut.
Formasi pes caprae
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di
gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang
tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini
menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex
littorius (rumput angin), Vigna,Euphorbia atoto, dan Canaualia
martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum
asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola
Fruescens (babakoan).
Formasi baringtonia
Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di
dalamnya Wedelia, Thespesia, Terminalia, Guettarda,
dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur,
maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar
napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah
berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk
mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai
penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk
tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa,
Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut
tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh
adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
c) Estuari
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai
dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur
intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara
bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga
dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya. Nutrien
dari sungai memperkaya estuari.
Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain
rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas
hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan.
Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang
menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk
menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari
makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
d) Terumbu karang
Di laut tropis, pada daerah neritik, terdapat suatu komunitas
yang khusus yang terdiri dari karang batu dan organisme-
organisme lainnya. Komunitas ini disebut terumbu karang. Daerah
komunitas ini masih dapat ditembus cahaya matahari sehingga
fotosintesis dapat berlangsung.
Terumbu karang didominasi oleh karang (koral) yang
merupakan kelompok Cnidaria yang mensekresikan kalsium
karbonat. Rangka dari kalsium karbonat ini bermacammacam
bentuknya dan menyusun substrat tempat hidup karang lain dan
ganggang.
Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme
mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata,
mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang.
Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi
gurita, bintang laut, dan ikan karnivora.
2. Agroekosistem
Agroekosistem (ekosistem pertanian) ditandai oleh komunitas yang
monospesifik dengan kumpulan beberapa gulma. Ekosistem pertanian
sangat peka akan kekeringan, frost, hama/penyakit sedangkan pada
ekosistem alam dengan komunitas yang kompleks dan banyak spesies
mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap gangguan iklim dan
makhluk perusak. Dalam agroekosistem, tanaman dipanen dan diambil
dari lapangan untuk konsumsi manusia/ternak sehingga tanah pertanian
selalu kehilangan garam-garam dan kandungan unsur-unsur antara lain N,
P, K, dan lain-lain. Untuk memelihara agar keadaan produktivitas tetap
tinggi kita menambah pupuk pada tanah pertanian itu. Secara fungsional
agroekosistem dicirikan dengan tingginya lapis transfer enersi dan nutrisi
terutama di grazing food chain dengan demikian hemeostasis kecil.
Kesederhanaan dalam struktur dan fungsi agroekosistem dan
pemeliharaannya untuk mendapatkan hasil yang maksimum, maka
menjadikannya mudah goyah dan peka akan tekanan lingkungan seperti
kekeringan, frost, meledaknya hama dan penyakit dan sebagainya.
Peningkatan produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan
penduduk yang semakin meningkat akhir-akhir ini dihasilkan satu
tehnologi antara lain: mekanisasi, varietas baru, cara pengendalian
pengganggu, pemupukan, irigasi dan perluasan tanah dengan membuka
hutan dan padang rumput. Semua aktivitas pertanian itu menyebabkan
implikasi ekologi dalam ekosistem dan mempengaruhi struktur dan fungsi
biosfer.
Peningkatan hasil tanaman dimungkinkan melalui cara-cara
genetika tanaman dan pengelolaan lingkungan dengan menyertakan
peningkatan masukan materi dan enersi dalam agroekosistem. Varietas
baru suatu tanaman dikembangkan melalui program persilangan dan saat
akan datang dapat diharapkan memperoleh varietas baru melalui rekayasa
genetika yang makin baik. Varietas baru mempunyai syarat-syarat
kebutuhan lingkungan dan ini penting untuk diketahui ekologinya sebelum
disebarkan ke masyarakat dengan skala luas. Pengelolaan lingkungan
menimbulkan beberapa persoalan pada erosi tanah, pergantian iklim, pola
drainase dan pergantian dalam komponen biotik pada ekosistem.
Struktur agroekosistem ada 5, yaitu:
a. Struktur Biotik
Kebanyakan tanaman merupakan tanaman semusim,
baik anual maupun bianual. Tanaman dipelihara dengan populasi
murni, biarpun beberapa gulma tumbuh bersama-sama tanaman.
Benih gulma, selalu ada di lapangan, tumbuh pada kondisi
yang biarpun kadang-kadang kurang menguntungkan. Kebanyakan
gulma, disebarkan dalam bentuk biji pada waktu penebaran dan juga
melalui air irigasi dan binatang perantara. Tanaman dan gulma
merupakan produsen dan konsumennya terutama herbivora, terdiri atas
beberapa spesies serangga, burung dan mamalia kecil. Populasi
dekomposer (pembusuk) kebanyakan bangsa fungi, bakteri dan
nematoda dan sebagainya.
b. Produsen Primer
Untuk mengendalikan gulma terbaik antara lain adalah dengan
mengatur daur hidup bersama dengan tanaman. Penelitian di lapangan
menunjukkan bahwa ada indikasi bahwa gulma sangat bervariasi dari
lapangan ke lapangan tergantung tipe tanaman dan musim
pertumbuhan. Sifat fisik dan kimia tanah, faktor iklim mikro di dekat
permukaan tanah, dominasi benih gulma memungkinkan adanya
variasi kualitatif dan kuantitatif dalam flora gulma di lapangan
pertanian.
Gulma berkompetisi dengan tanaman pokok untuk faktor
pertumbuhannya dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hasil.
Biomas merupakan yang baik untuk struktur komunitas. Tidak seperti
komunitas alam, biomas tanaman tetap bertambah dari permulaan,
stadium pertumbuhan vegetatif sampai panen.
c. Konsumen
Karena produsen yang homogen maka hanya beberapa
binatang yang sesuai saja mengambil bagian dari ekosistem tersebut.
Rantai makanan sangat sederhana dengan 2 - 3 tingkatan trofik. Lebih-
lebih dengan beberapa aktivitas pengolahan tanah, irigasi, penyiangan
dan sebagainya yang mempengaruhi binatang dalam tanah dan kadang-
kadang hal ini pengaruhnya sangat tegas sehingga tercipta kondisi
baru. Komunitas tanaman hanya dapat dijadikan tempat tinggal
binatang kecil yang hanya datang secara temporer.
d. Pengurai
Karena praktek-praktek pemeliharaan antara lain pemupukan,
penggunaan pestisida serta kecilnya kandungan bahan organik maka
mempersempit aktivitas dekomposer/pengurai dalam ekosistem
pertanian.
e. Abiotik
Praktek bercocok tanam yang berbeda dapat menyebabkan
komposisi fisik dan kimiawi tanah yang berbeda. Pemupukan kimia,
irigasi dan pola drainase menyebabkan perbedaan kualitas tanah. Ciri-
ciri tanah pertanian :
mudah tererosi
lapisan kesuburan ± 30 cm
akumulasi garam di lapisan bawah (pelindian)
miskin bahan organik
Untuk mengevaluasi struktur abiotik agroekosistem kita dapat
mengestimasi jumlah nutrien (N, P, K, dan sebagainya) yang ada
dalam biomas dan tanah pada setiap waktu dengan demikian dapat
untuk mempertimbangkan pemupukan dan irigasi yang tepat.
C. Komponen Agroekosistem
a. Komponen Biotik
Merupakan bagian hidup dari lingkungan, termasuk seluruh
populasi yang berinteraksi dengannya. Contoh dampak faktor biotik pada
suatu lingkungan adalah penyerbukan bunga oleh angin. Komponen biotik
apat dibagi berdasarkan fungsinya, adalah
Produsen, semua makhluh hidup yang dapat membuat makanannya
sendiri. Contohnya: makhluk hidup autotrof, seperti tumbuhan
berklorofil.
Konsumen, semua makhluk hidup yang bergantung pada produsen
sebagai sumber energinya. Berdasarkan jenis makannya konsimen
dibagi menjadi:
o Herbivor, konsumen yang memakan tumbuhan. Contohnya:sapi,
kambing, dan kelinci.
o Karnivor, konsumen yang memakan hewan lain. Contohnya:
harimau, serigala, dan macan.
o Omnivor, konsumen yang memakan tumbuhan dan hewan.
Contohnya: manusia dan tikus.
Dekomposer atau pengurai, semua makhluk hidup yang memperoleh
nutrisi dengan cara menguraikan senyawa-senyawa organik yang
berasal dari makhluk hidup yang telah mati. Contohnya: bakteri,
jamur, dan cacing.
b. Komponen Abiotik
Merupakan semua bagian tidak hidup dari ekosistem. Peranan
komponen abiotik untuk makhluk hidup adalah sebagai berikut,
Kemampuan organisme untuk hidup dan berkembang biak bergantung
pada beberapa factor fisika dan kimia di lingkungannya.
Sebagai faktor pembatas, faktor yang membatasi kehidupan
organisme. Contohnya, jumlah kadar air sebgai faktor pembatas yang
menentukan jenis organisme yang hidup di padang pasir.
Abiotik atau komponen tak hidup adalah komponen fisik dan kimia
yang merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan,
atau lingkungan tempat hidup. Sebagian besar komponen abiotik
bervariasi dalam ruang dan waktunya. Komponen abiotik dapat berupa
bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang mempengaruhi
distribusi organisme, yaitu:
Suhu. Proses biologi dipengaruhi suhu. Mamalia dan unggas
membutuhkan energi untuk meregulasi temperatur dalam tubuhnya.
Air. Ketersediaan air mempengaruhi distribusi organisme. Organisme
di gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
Garam. Konsentrasi garam mempengaruhi kesetimbangan air dalam
organisme melalui osmosis. Beberapa organisme terestrial beradaptasi
dengan lingkungan dengan kandungan garam tinggi.
Cahaya matahari. Intensitas dan kualitas cahaya mempengaruhi proses
fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air,
fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau cahaya
matahari. Di gurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan
suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan.
Tanah dan batu. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur
fisik, pH, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme
berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di tanah.
Iklim. Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam
suatu area. Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal.
Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas
tertentu.
D. Karakter Agroekosistem
Individu yang menyusun populasi dalam ekosistem selalu tumbuh dan
berkembang. Komponen abiotik yang memengaruhi ekosistem juga terus-
menerus mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini menyebabkan
terjadinya perubahan pada komunitas dan ekosistem. Perubahan ekosistem
akan berakhir setelah terjadi keseimbangan ekosistem. Perkembangan
ekosistem dari ekosistem yang sederhana menjadi ekosistem yang kompleks
dan seimbang disebut suksesi. Ekosistem yang seimbang adalah ekosistem
yang komponen penyusunnya memiliki komposisi yang seimbang. Komposisi
seimbang bukan berarti jumlahnya sama. Misalnya pada waktu musim hujan,
jumlah rumput (produsen) di suatu padang rumput meningkat sehingga dapat
mencukupi kebutuhan makan populasi rusa. Ketika musim kemarau, jumlah
rumput berkurang sehingga menyebabkan jumlah rusa juga menurun. Apabila
perubahan komposisi itu terjadi secara seimbang dari waktu ke waktu, maka
ekosistem itu dikatakan seimbang dan dapat bertahan lama. Daya lenting
ekosistem adalah kemampuan ekosistem untuk pulih kembali dalam keadaan
seimbang.
Apabila ekosistem yang seimbang mendapat gangguan, keseimbangan
ini dapat mengakibatkan perubahan yang dapat menyebabkan terbentuknya
keseimbangan baru. Sifat ekosistem sangat dinamis, sehingga dapat terjadi
perubahan jumlah komposisi komponen biotik dari waktu ke waktu. Tidak
semua gangguan ekosistem dapat diatasi dengan daya lenting ekosistem secara
alami. Kebakaran hutan atau penebangan hutan yang berlebihan dapat
mengakibatkan keseimbangan ekosistem tidak dapat pulih dengan segera.
Manusia merupakan komponen ekosistem yang dapat berpotensi
sebagai penyelamat dan perusak ekosistem. Banyak contoh berbagai aktivitas
manusia yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan ekosistem dan
lingkungan hidup. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan
keanekaragaman hayati. Namun kekayaan keanekaragaman hayati ini
terancam rusak dan punah akibat aktivitas alamiah maupun karena campur
tangan manusia. Perubahan lingkungan yang mengancam kelestarian
keanekaragaman hayati akibat campur tangan manusia misalnya penebangan
hutan, penangkapan ikan di laut dengan cara-cara terlarang, penambangan liar,
dan pendirian berbagai industri berat. Oleh karena itu diperlukan berbagai
upaya untuk melestarikan sumber daya alam hayati di Indonesia.
Dinamika di alam adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari.
Segala sesuatu yang sekarang ada sebenarnya hanyalah merupakan suatu
stadium dari deretan proses perubahan yang tidak pernah ada akhirnya.
Keadaan keseimbangan yang tampaknya begitu mantap, hanyalah bersifat
relatif karena keadaan itu segera akan berubah jika salah satu dari
komponennya mengalami perubahan. Lucy E. Braun (1956) mengatakan
bahwa vegetasi merupakan sistem yang dinamik, sebentar menunjukkan
pergantian yang kompleks kemudian nampak tenang, dan bila dilihat
hubungan dengan habitatnya, akan nampak jelas pergantiannya setelah
mencapai keseimbangan. Pengamatan yang lama pada pergantian vegetasi di
alam menghasilkan konsep suksesi. Suksesi vegetasi menurut Odum adalah:
urutan proses pergantian komunitas tanaman di dalam satu kesatuan habitat,
sedangkan menurut Salisbury adalah kecenderungan kompetitif setiap individu
dalam setiap fase perkembangan sampai mencapai klimaks, dan menurut
Clements adalah proses alami dengan terjadinya koloni yang bergantian,
biasanya dari koloni sederhana ke yang lebih kompleks. Odum (1971)
mengatakan bahwa adanya pergantian komunitas cenderung mengubah
lingkungan fisik sehingga habitat cocok untuk komunitas lain sampai
keseimbangan biotik dan abiotik tercapai. Clements (1974) membedakan 6
sub komponen dalam proses suksesi yaitu:
1. Nudasi : terbukanya lahan, bersih dari vegetasi
2. Migrasi : tersebarnya biji
3. Eksesis : proses perkecambahan, pertumbuhan dan reproduksi
4. Kompetisi : adanya pergantian spesies
5. Reaksi : perubahan habitat karena aktivitas spesies
6. Klimaks : komunitas stabil
Suksesi merupakan proses yang menyeluruh dan kompleks dengan
adanya permulaan, perkembangan dan akhirnya mencapai kestabilan pada fase
klimaks. Klimaks merupakan fase kematangan yang final, stabil memelihara
diri dan berproduksi sendiri dari suatu perkembangan vegetasi dalam suatu
iklim. Beberapa ahli mengatakan bahwa proses suksesi selalu progresif artinya
selalu mengalami kemajuan, sehingga membawa pengertian ke dua hal:
1. Pergantian progresif pada kondisi tanah (habitat) yang biasanya pergantian
itu dari habitat yang ekstrim ke optimum untuk pertumbuhan vegetasi.
2. Pergantian progresif dalam bentuk pertumbuhan (life form).
Namun demikian perubahan-perubahan vegetasi tersebut bisa
mencakup hilangnya jenis-jenis tertentu dan dapat pula suatu penurunan
kompleksitas struktural sebagai akibat dari degradasi setempat. Keadaan
seperti itu mungkin saja terjadi misalnya hilangnya mineral dalam tanah.
Perubahan vegetasi seperti itu dapat dikatakan sebagai suksesi retrogresif atau
regresi (suksesi yang mengalami kemunduran). Penyebab Suksesi yaitu:
1. Iklim
Tumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar
dalam waktu yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang membawa
akibat rusaknya vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya
suatu tempat yang baru (kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya
adaptasinya besar) dan mengubah kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air
dan kilat seringkali membawa keadaan yang tidak menguntungkan pada
vegetasi.
2.Topografi
Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara lain:
Erosi.
Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam proses
erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran biji oleh angin
(migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai.
Pengendapan (denudasi):
Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu tempat tanah
diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang ada dan merusakkannya.
Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi berulang kembali di tempat
tersebut.
3.Biotik
Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu di
lahan pertanian demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi.
Di padang penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan
tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi.
Suksesi tanaman merupakan perubahan keadaan tanaman. Suksesi
yang menempati habitat utama disebut Sere. Sedangkan variasi yang terjadi
diantaranya disebut Seral. Komunitas yang timbul pada susunan itu disebut
Komunitas Seral. Biasanya komunitas seral itu tidak tampak dengan jelas,
mereka kenal hanya karena beberapa spesies tanaman dominan tumbuh
diantaranya. Tumbuhan pertama yang tumbuh di habitat yang kosong disebut
tanaman Pioner. Lazimnya suksesi tanaman tidak menunjukkan suatu seri
tingkat-tingkat atau tahap-tahap tetapi terus menerus dan merupakan
pergantian yang lambat dan kompleks. Penempatan individu vegetasi ini
individu per individu, dan tidak merupakan loncatan-loncatan dari suatu
komunitas dominan ke komunitas dominan yang lain. Spesies dominan dari
suatu komunitas akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama. Kemudian
akan bercampur dengan vegetasi baru. Vegetasi baru ini mungkin
menggantikan vegetasi yang telah ada tetapi mungkin juga tidak (bila
komunitas yang baru itu tidak menghendaki kondisi yang diciptakan menjadi
dominan terutama dari segi kondisi pencahayaan).
Jika habitat menjadi ekstrem tidak memenuhi syarat untuk tumbuhnya
tanaman-tanaman maka timbul tanaman dari komunitas berikutnya yang
sesuai dengan lingkungan yang baru, kemudian tanaman ini menjadi dominan.
Setelah beberapa kali mengalami pergantian semacam itu, suatu saat habitat
akan terisi oleh spesies-spesies yang sesuai dan mampu bereproduksi dengan
baik. Sehingga proses ini mencapai komunitas klimaks yang matang,
dominan, dapat memelihara dirinya sendiri dan selanjutnya bila ada
pergantian, maka pergantian itu relatif sangat lambat.
Di dalam kondisi klimaks ini spesies-spesies itu dapat mengatur
dirinya sendiri dan dapat mengolah habitat sedemikian rupa sehingga
cenderung untuk melawan inovasi baru. Di dalam konsep klimaks ini
Clements berpendapat:
1. Suksesi dimulai dari kondisi lingkungan yang berbeda, tetapi akhirnya
punya klimaks yang sama.
2. Klimaks hanya dapat dicapai dengan kondisi iklim tertentu, sehingga
klimaks dengan iklim itu saling berhubungan. Dan kemudian klimaks ini
disebut klimaks klimatik.
3. Setiap kelompok vegetasi masing-masing mempunyai klimaks.
Karena iklim sendiri menentukan pembentukan klimaks maka dapat
dikatakan bahwa klimaks klimatik dicapai pada saat kondisi fisik di sub
stratum tidak begitu ekstrem untuk mengadakan perubahan terhadap kebiasaan
iklim di suatu wilayah. Kadang-kadang klimaks dimodifikasi begitu besar oleh
kondisi fisik tanah seperti topografi dan kandungan air. Klimaks seperti ini
disebut klimaks edafik. Secara relatif vegetasi dapat mencapai kestabilan lain
dari klimatik atau klimaks yang sebenarnya di suatu wilayah. Hal ini
disebabkan adanya tanah habitat yang mempunyai karakteristik yang
tersendiri.
Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks, oleh karena
beberapa faktor selain iklim. Misalnya adanya penebangan, dipakai untuk
penggembalaan hewan, tergenang dan lain-lain. Dengan demikian vegetasi
dalam tahap perkembangan yang tidak sempurna (tahap sebelum klimaks yang
sebenarnya) baik oleh faktor alam atau buatan. Keadaan ini disebut sub
klimaks. Komunitas tanaman sub klimaks akan cenderung untuk mencapai
klimaks sebenarnya jika faktor-faktor penghalang/penghambat dihilangkan.
Gangguan dapat menyebabkan modifikasi klimaks yang sebenarnya
dan ini menyebabkan terbentuknya sub klimaks yang berubah (termodifikasi).
Keadaan seperti ini disebut disklimaks (Ashby, 1971). Sebagai contoh
vegetasi terbakar menyebabkan tumbuh dan berkembangnya vegetasi yang
sesuai dengan tanah bekas terbakar tersebut. Odum (1961) mengistilahkan
klimaks tersebut dengan pyrix klimaks. Tumbuh-tumbuhan yang dominan
pada pyrix klimaks antara lain: Melastoma polyanthum, Melaleuca
leucadendron dan Macaranga sp.
Jika pergantian iklim secara temporer menghentikan perkembangan
vegetasi sebelum mencapai klimaks yang diharapkan disebut pra klimaks (pre
klimaks). Berhubungan dengan berbagai klimaks maka terdapat kekaburan arti
klimaks. Oleh karena terjadi ketidak sepakatan kemudian berkembang tiga
teori klimaks dengan argumentasi masing-masing.
1. Teori monoklimaks:
Teori ini dipelopori oleh Clements yang menyatakan bahwa teori
klimaks berkembang dan terjadi hanya satu kali. Hal ini merupakan klimaks
klimatik di suatu wilayah iklim utama.
2. Teori poliklimaks:
Klimaks merupakan keadaan komunitas yang stabil dan mandiri
sehingga pada suatu habitat dapat terjadi sejumlah klimaks karena kondisi
selain iklim yang berbeda.
3. Teori informasi:
Teori ini dikemukakan oleh Odum dan merupakan teori sebagai jalan
tengah antara teori mooklimaks dan teori poliklimaks.
Odum berpendangan bahwa suatu komunitas baik hewan maupun
vegetasi selalu memerlukan enersi dan informasi dan pada saatnya akan
menghasilkan enersi dan informasi. Suatu sistem berkembang, pada
permulaannya memerlukan enersi dan informasi sehingga disebut sistem
tersubsidi. Pada suatu saat setelah dewasa akan menghasilkan enersi dan
informasi. Sistem ini dikatakan mencapai klimaks bila perbandingan masukan
dan keluaran enersi dan informasi sama dengan satu. Artinya hasil enersi dan
informasi sama besar dengan masukan enersi dan informasi. Sistem yang
demikian ini oleh Odum disebut Klimaks. Pengertian ini berlaku sampai
sekarang. Odum (1971) mengatakan bahwa komunitas untuk mencapai
klimaks akan bervariasi tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan iklim
dan situasi fisiografis, tetapi ditentukan juga oleh sifat-sifat ekosistem yang
berbeda. Whittaker (1953) merupakan penyokong monoklimaks, mengatakan
bahwa teori monoklimaks menekankan esensialitas (pentingnya) kesatuan
vegetasi yang mencapai klimaks di suatu habitat. Ahli-ahli lain seperti
Oosting, Henry, mengatakan bahwa teori poliklimaks lebih praktis. Hal ini
disokong oleh Michols, Tansley dan ahli-ahli Rusia. Smitthusen (1950),
Whittaker (1951 - 1953) dan ahli ekologi Amerika yang lain menyokong
konsep poliklimaks dan semuanya percaya karena ada fakta bahwa tingkatan
klimaks dinyatakan oleh lingkungan individu serta komunitas tanaman dan
bukannya oleh iklim setempat.
Berdasarkan kondisi habitat pada awal proses suksesi, suksesi
dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. Suksesi primer:
Suksesi yang terjadi belum ada vegetasinya atau di daerah yang
tadinya sudah ada vegetasi, kemudian terganggu (misalnya terbakar),
sehingga daerah tersebut menjadi kosong sama sekali. Pada habitat
tersebut tidak ada lagi organisme dan komunitas asal yang tertinggal
sehingga pada substrat yang baru ini akan berkembang suatu komunitas
yang baru pula.
2. Suksesi sekunder:
Suksesi yang terjadi pada habitat yang pernah ditumbuhi vegetasi
kemudian mengalami gangguan, tetapi gangguan tersebut tidak merusak
total organisme sehingga dalam komunitas tersebut, substrat lama dan
kehidupan masih ada. Perbedaan suksesi sekunder dan primer terletak
pada kondisi habitat awal. Proses kerusakan komunitas disebut denudasi.
Denudasi dapat disebabkan oleh api, pengolahan, angin kencang, hujan,
gelombang laut dan penebangan hutan.
E. Aliran Energi
Cahaya matahari merupakan sumber utama energi bagi kehidupan.
Energi cahaya matahari masuk ke dalam komponen biotik melalui produsen.
Oleh produsen, energi cahaya matahari diubah menjadi energi kima Energi
kimia mengalir dari produsen ke konsumen dari berbagai tingkat trofik
melalui jalur rantai makanan. Energi kimia yang diperoleh organisme
digunakan untuk kegiatan hidupnya sehingga dapat tumbuh dan berkembang.
Pertumbuhan dan perkembangan organisme menunjukan energi kimia yang
tersimpan dalam organisme tersebut. Jadi, setiap organisme melakukan
pemasukan dan penyimpanan energi. Pemasukan dan penyimpanan energi
dalam suatu ekosistem disebut sebagai Produktifitas ekosistem. Produktifitas
ekosistem terdiri dari produktifitas primer dan produktifitas sekunder.
Semua organisme memerlukan energi untuk pertumbuhan,
pemeliharaan, reproduksi, dan pada beberapa spesies,pengaturan energi suatu
ekosistem bergantung pada produktivitas primer. Produktifitas primer adalah
kecepatan mengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam
bentuk bahan organik oleh organisme autotrof.
Produktifitas sekunder adalah kecepatan energi kimia mengubah bahan
organik menjadi simpanan energi kimia baru oleh organisme heterotrof. Bahan
organik yang tersimpan pada organisme atotrof dapat digunakan sebagai
makanan bagi organisme heterotrof. Dari makanan tersebut, organisme
heterotrof memperoleh energi kimia yang akan digunakan untuk kegiatan
kehidupan dan disimpan. Aliran energi dalam ekosistem tersebut sumber
utama dan proses pertamanya adalah cahaya matahari.
Aliran energi merupakan rangkaian urutan pemindahan bentuk energi
satu ke bentuk energi yang lain dimulai dari sinar matahari lalu ke produsen,
konsumen primer, konsumen tingkat tinggi, sampai ke saproba di dalam tanah.
Siklus ini berlangsung dalam ekosistem.
Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya
tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-
herbivora-carnivora-omnivora). Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–
90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam
rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin
pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia.
Ada dua tipe dasar rantai makanan:
1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalnya: tumbuhan-
herbivora-carnivora- omnivora.
2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme
(detrivora = organisme pemakan sisa) predator dan bangkai.
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk
hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai makanan ada makhluk hidup yang
berperan sebagai konsumen, dan produsen. Konsumen yaitu makhluk hidup
yang tidak dapat membuat makanan sendiri. Konsumen tergantung pada
makhluk hidup lain. Contohnya manusia dan hewan. Produsen adalah
makhluk hidup yang dapat membuat makanannya sendiri. Contohnya
tumbuhan hijau.
Konsumen yang memperoleh makanan langsung dari produsen disebut
konsumen tingkat satu (Konsumen I). Sementara itu, konsumen yang
menmperoleh makanan dari konsumen I dinamakan konsumen tingkat dua
(Konsumen II) dan seterusnya. Contoh Rantai makanan adalah:
Elang akan mati dan diuraikan oleh mikro organisme pengurai menjadi
mineral. Mineral ini diserap akar tanaman sebagai zat hara untuk tumbuh dan
berkembang. Padi, tikus, ular, dan burung elang membentuk suatu rantai
makanan. Dalam rantai makanan, herbivora (konsumen I) memerlukan
tanaman (produsen). Sementara karnivora (konsumen II) memerlukan
karnivora lain dan herbivora. Jadi, secara tidak langsung karnivora
memerlukan produsen.
Siklus dalam rantai makanan dapat berjalan seimbang apabila semua
komponen tersedia. Apabila salah satu komponen, misalnya konsumen I tidak
ada, maka akan terjadi ketimpangan dalam urutan makan dan dimakan dalam
rantai makanan tersebut. Agar rantai makanan dapat berjalan terus menerut
maka jumlah produsen harus lebih banyak daripada konsumen I. Jumlah
konsumen I harus lebih banyak daripada jumlah konsumen II dan seterusnya.
Kumpulan dari beberapa rantai makanan akan membentuk jaring-jaring
makanan.
Piramida makanan adalah suatu piramida yang menggambarkan
perbandingan komposisi jumlah biomassa dan energi dari produsen sampai
konsumen puncak dalam suatu ekosistem. Komposisi biomassa terbesar
terdapat pada produsen yang menempati dasar piramida. Demikian pula
jumlah energi terbesar terdapat pada dasar piramida. Komposisi biomassa dan
energi ini semakin ke atas semakin kecil karena selama proses perpindahan
energi terjadi penyusutan jumlah energi pada setiap tingkat trofik.. Dalam
ekosistem seringkali terdapat dua konsumen atau lebih yang menempati
puncak piramida, sehingga ada piramida makanan dengan satu puncak dan
piramida makanan dengan dua puncak. Piramida makanan dengan satu puncak
berarti hanya terdapat satu jenis karnivora yang menempati puncak piramida
(konsumen puncak). Piramida makanan dengan dua puncak berarti pada
puncak piramida ditempati oleh dua jenis karnivora yang keduanya tidak
saling memakan.
F. Manipuilasi Agroekosistem Guna Mengurangi Resiko Pertumbuhan
Populasi Hama
Manipulasi agroekosistem guna mengurangi resiko pertumbuhan
populasi hama merupakan tindakan yang penting dalam pengendalian hama
terpadu. Manipulasi agroekosistem diperlukan karena hama merupakan bagian
dari agroekosistem tersebut. Manipulasi agroekosistem yang dilakukan bisa
melalui jenis tanaman, pemupukan dan musuh alami.
1. Jenis Tanaman
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menerapkan
kaidah pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) yang meliputi
pengelolaan varietas, pengaturan kultur serta tanaman sehat. Pengelolaan
varietas yang tahan terhadap hama tersebut. Sehingga serangan hama
tersebut tidak mempengaruhi hasil produksi panen. Tanaman yang sehat
akan lebih mampu menahan serangan berbagai spesies hamanya. Cara
mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat mencakup berbagai
aspek kultur teknik yaitu: pola tanam, pergiliran tanaman, sanitasi,
pemangkasan, waktu tanam, pemupukan, pengelolaan tanah dan
pengairan, tanaman perangkap, dan penggunaan mulsa. Pengaturan kultur
ini yang dimaksud adalah melakukan sistem tanam yang polikultur atau
tumpang sari. Sistem tanam ini akan mempersempit ruang lingkup hama
tersebut. Beberapa contoh pengendalian hama terpadu dengan manipulasi
jenis tanaman.
a. Pengendalian Hama Penggerek Batang (Sundep atau Beluk)
Cara Mekanis
- Mengairi sawah lebih awal sehingga mendorong semua ulat
menjadi kupu – kupu yang pada saat itu padi belum ada
- Pengambilan dan pemusnahan kelompok telur pada persemaian
- Pengambilan dan pemusnahan kelompok telur pada tanaman muda
b. Pengendalian Wereng Coklat
Cara Kultur Teknis
- Tanaam serempak, selang waktu tanam sehamparan tidak lebih dari
3 minggu
- Setiap varietas tidak ditanam lebih dari 2 kali berturut –
turut/tahun, diselinggi palawija
- Pembuatan pesemaian dan penyediaan bibit yang sehat
- Pemupukan berimbang, hindarkan pemupukan N yang berlebihan
pupuk K dapat menggurangi keparahan akibat serangan hama
wereng coklat
- Pada tanaman terserang keringkan petakan 3-4 hari
- Segera setelah panen tunggul jerami dibakar atau segera dibajak
2. Pemupukan
Pemupukan pun perlu pemberian dosis yang tepat. Karena apabila
tidak tepat, akan mempermudah serangan hama. Sebagai conyoh pada
kasus ini, kutu Tembakau (Myzus persicae). Kutu ini merusak tanaman
tembakau karena mengisap cairan daun tanaman, menyerang di
pembibitan dan pertanaman, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat.
Kutu ini menghasilkan embun madu yang menyebabkan daun menjadi
lengket dan ditumbuhi cendawan berwarna hitam. Kutu daun secara fisik
mempengaruhi warna, aroma dan tekstur dan selanjutnya akan mengurangi
mutu dan harga. Secara Khemis kutu daun mengurangi kandungan
alkoloid, gula, rasio gula alkoloid dan maningkatkan total nitrogen daun.
Kutu daun dapat menyebabkan kerugian sampai 50 %, kutu daun dapat
menyebabkan kerugian 22 – 28 % pada tembakau flue-cured. Cara
pengendalian hama ini adalah dengan mengurangi pemupukan N dan
melakukan penyemprotan insektisida yaitu apabila lebih besar dari 10 %
tanaman dijumpai koloni kutu tembakau (setiap koloni sekitar 50 ekor
kutu). Pestisida yang digunakan yaitu jenis imidaklorid.
3. Musuh alami
Manipulasi dengan musuh alami merupakan tindakan pengendalian
yang berjalan sendiri tanpa kesengajaan yang dilakukan manusia. Dilihat
dari hubungan populasi hama dan musuh alaminya ketidakmampuan
musuh alami dalanm mengendalikan populasi hama di suatu
agroekosistem dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain:
a. Di ekosistem itu tidak ada jenis musuh alami yang efektif mengatur
poppulasi hama karena musuh alami yang ada kurang memiliki sifat
tergantung kepadatan yang tinggi. Dalam komunitas terjadi
kesenjangan atau kekosongan dalam susunan kompoen mush alami
maupun pada jejaring komunitas secra keseluruhan. Keadaan ini terjadi
terutama pada komunitas yang komponennya mungkin merupakan
serangga hama yang bukan asli dari ekosistem setempat
b. Kepadatan populasi musuh alami setempat rendah sehingga tidak
mampu membeikan resp;ons numeric cepat dalam mengimbangi
peningkatan populasi hama
c. Sebagai akibat terjadinya perubahan cuaca yang lebih menguntungkan
perkembgan populasi hama dan merugikan perkembangan populasi
hama dan merugikan perkembangan populasi musuh alami
Dalam PHT ini kita memerlukan adanya cara untuk memelihara
musuh alami tersebut. TErdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk
memodifikasi ekosistem. Menurut Stehr, cara yangb dapat dilakuakan
adalah:
a. Perlindungan ekosistem dari penggunaan pestisida kimiawi
b. Pengembangan atau penjagaan stadia tidak aktif musuh alami (pupa)
atau fase diapauses
c. Menghindari praktek budidaya tanaman yang merugikan kehidupan
musuh alami
d. Pengembangan musuh alami yang tahan terhadap pestisida
e. Penjagaan keanekaragaman komunitas setempat dan inang yang
diperlukan
f. Penyediaan inang alternative
g. Penyediaan makanan alami
h. Penyediaan suplemen makanan tambahan
i. Pembuatan tanaman berlindung musuh alami
j. Pengurangan populasi predator yang tidak diinginkan
k. Pengendalian semut pemakan madu
l. Pengaturan suhu yang mendukung perkembangan musuh alami
m. Menghindarkan debu-debu yang mengganggu efektivitas musuh alami
Pengendalian hayati sebagai komponen utama PHT pada dasarnya
adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan
populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi
oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan
populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami
yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali alami
utama hama yang bekerja secara "terkait kepadatan populasi" sehingga tidak
dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya
populasi hama yang meningkat sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi
bagi petani disebabkan karena keadaan lingkungan yang kurang memberi
kesempatan bagi musuh alami untuk menjalankan fungsi alaminya. Apabila
musuh alami kita berikan kesempatan berfungsi antara lain dengan introduksi
musuh alami, memperbanyak dan melepaskannya, serta mengurangi berbagai
dampak negatif terhadap musuh alami, musuh alami dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik.
Memodifikasikan lingkungan yang mengakibatkan pertumbuhan
tanaman menjadi baik dan pertumbuhan tanaman menjadi baik dan
pertumbuhan gulma menjadi buruk adalah cara lain dalam pengendalian
gulma. Misalnya mengubah kedudukan air dan nutrisi dalam tanah saat
tertentu (pada saat ada atau tiada tanaman yang tumbuh pada suatu lahan),
dengan cara pemberoan setelah suatu tanaman dipanen, ataupun pemberoan
yagn diberi genangan. Di lain pihak membuat drainase bagi tanah berair dapat
membantu pengendalian gulma dan pengolahan lebih awal dapat
dilaksanakan.
Sesuai dengan konsepsi dasar PHT pengendalian hayati memegang
peranan yang menentukan karena semua usaha teknik pengendalian yang lain
secara bersama ditujukan untuk mempertahankan dan memperkuat
berfungsinya musuh alami sehingga populasi hama tetap berada di bawah aras
ekonomik. Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang lain
terutama pestisida kimia, pengendalian hayati memiliki tiga keuntungan utama
yaitu permanen, aman, dan ekonomi.
Arti permanen di sini karena apabila pengendalian hayati berhasil,
musuh alami telah menjadi lebih mapan di ekosistem dan selanjutnya secara
alami musuh alami akan mampu menjaga populasi hama dalam keadaan yang
seimbang di bawah aras ekonomi dalam jangka waktu yang panjang.
Pengendalian hayati aman bagi lingkungan karena tidak memiliki
dampak samping terhadap lingkungan terutama terhadap serangga atau
organisme bukan sasaran. Karena musuh alami biasanya adalah khas inang.
Meskipun pernah dilaporkan kasus terjadinya ketahanan suatu jenis hama
terhadap musuh alami antara lain dengan membentuk kapsul dalam tubuh
inang, namun kejadian tersebut sangat langka.
Pengendalian hayati juga relatif ekonomis karena begitu usaha tersebut
berhasil petani tidak memerlukan lagi tambahan biaya khusus untuk
pengendalian hama, petani kemudian hanya mengupayakan agar menghindari
tindakan-tindakan yang merugikan perkembangan musuh alami.
G. Kesimpulan
Ekosistem merupakan kesatuan struktural dan fungsional antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem dibentuk oleh kumpulan
berbagai macam makhluk hidup beserta benda-benda tak hidup. Berdasarkan
sifatnya, ekosistem terbagi menjadi ekosistem alami dan buatan
(agroekosistem). Komponen agroekosistem terdiri dari dua komponen yaitu
komponenn abiotik dan biotik. Dan agroekosistem tersebut meiliki karakter
yang berbeda antara ekosistem alami dan buatan. Suksesi adalah
perkembangan ekosistem dari ekosistem yang sederhana menjadi ekosistem
yang kompleks dan seimbang. Suksesi di bagi menjadi suksesi primer dan
suksesi sekunder. Aliran energi dalam ekosistem ini tersalurkan melalui
adanya rantai makanan dan jaring – jaring makanan. Rantai makanan adalah
peristiwa makan dan dimakan yang digambarkan secara skematis dalam
bentuk garis lurus searah dan tidak bercabang. Dengan adanya ekosistem
tersebut dapat dilakukan manipulasi agroekosistem guna mengurangi resiko
pertumbuhan populasi hama merupakan tindakan yang penting dalam
pengendalian hama terpadu. Manipulasi agroekosistem diperlukan karena
hama merupakan bagian dari agroekosistem tersebut. Manipulasi
agroekosistem yang dilakukan bisa melalui jenis tanaman, pemupukan dan
musuh alami.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Ekosistem dan pelestarian Sumber Daya Hayati. Crayonpedia.com. Diakses tanggal 13 Oktober 2010 pukul 15.00 WIB.
Anonim. 2009. Suksesi vegetasi. Agriculture Uniska Karawang. Blogspot.com. Diakses tanggal 13 Oktober 2010 pukul 15.00 WIB.
Anonim. 2010. Agroekosistem. http://fp.uns.ac.id/~hamasains/ekotan%208.htm. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.
Anonim. 2010. Ekosistem. http://id.wikipedia.org/wiki/Ekosistem. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.
Praweda. 2000. Susunan dan Macam Ekosistem. http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/ Biologi/0034%20Bio%201-7e.htm. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.
Riswan. 2008. Mahluk Hidup dan Ekosistem Alami. http://irfanzizi.multiply.com/journal/item/6. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.
Sofa. 2008. Sejarah dan Ruang Lingkup Ekologi dan Ekosistem. http://massofa.wordpress.com/2008/09/23/sejarah-dan-ruang-lingkup-ekologi-dan-ekosistem/. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.
Untung, Kasumbogo. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, UGM Press. Yogyakarta
Wasis. 2010. Ekosistem dan Pelestarian Sumber Daya Hayati. http://www.crayonpedia.org/mw/Ekosistem_dan_Pelestarian_Sumber_Daya_Hayati_-_wasis. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.
top related