pengelolaan terpadu hama dan penyakit tumbuhan komoditi karet
DESCRIPTION
Pengendalian Komoditi KaretTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia,
sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan
produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi
budidayanya (Anwar, 2001).Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa
pohon batang lurus.Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika
Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini
berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini
banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet
alami.Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba
dibudidayakan pada tahun 1876.Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di
Kebun Raya Bogor (Deptan, 2006).
Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi
Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand.Lebih dari
setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta
ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan
penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer (Maryadi, 2005).
Tanaman karet ( Hevea brasilliensis Muell Arg ) adalah tanaman getah-getahan.
Dinamakan demikian karena golongan ini mempunyai jaringan tanaman yang
banyak mengandung getah ( lateks ) dan getah tersebut mengalir keluar apabila
jaringan tanaman terlukai (Santosa, 2007).
Tanaman karet berupa pohon dengan ketinggian bisa mencapai 15 m sampai 25
m. Batang tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi keatas. Batang
tersebut berbentuk silindris atau bulat, kulit kayunya halus, rata-rata berwarna
pucat hingga kecoklatan, sedikit bergabus (Siregar,1995).
1
BAB II
KONSEPSI PHT LEVEL IV
Pengelolaan perkebunan karet sering mengalami kendala, antara lain
masalah organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terutama masalah penyakit.
Hampir seluruh bagian tanaman karet menjadi sasaran infeksi dari sejumlah
penyakit tanaman, mulai dari jamur akar, penyakit bidang sadap, jamur upas
sampai pada penyakit gugur daun. Penyakit karet telah mengakibatkan kerugian
ekonomis dalam jumlah miliaran rupiah karena tidak hanya kehilangan produksi
akibat kerusakan tanaman tetapi juga mahalnya biaya yang diperlukan dalam
pengendaliannya. Diperkirakan kehilangan produksi setiap tahunnya akibat
kerusakan oleh penyakit karet mencapai 5-15%. Sesuai dengan undang-undang
tentang sistem budidaya tanaman nomor 12 tahun 1992 dan peraturan pemerintah
no 6 tahun 1995 bahwa kegiatan perlindungan tanaman merupakan tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat yang dilaksanakan dengan
mengimplementasikan pengendalian hama terpadu (PHT) yang aman terhadap
manusia dan lingkungan.
Dalam mengimplementasikan PHT ada 4 prinsip yang harus dilakukan
mulai dari budidaya tanaman sehat, konservasi dan pemanfaatan musuh alami,
pengamatan berkala dan berkesinambungan serta pemilik lahan/petani secara
individu dan kelompoknya telah menjadi ahli PHT atau mandiri dalam pengambilan
keputusan di dalam pengelolaan kebunnya. Peran perlindungan perkebunan
sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang semakin besar dan kompleks ini.
Sampai saat ini, cara-cara penanggulangan hama pada karet yang
dianjurkan dapat berupa kombinasi dari aspek kultur teknis, manipulasi lingkungan
dan atau penggunaan pestisida, atau masing-masing aspek tersebut. Khusus
2
dalam penggunaan pestisida, perlu diperhatikan akan dampak negatifnya
terhadap manusia, lingkungan, tanaman, dan organisme pengganggunya sendiri.
Jenis-jenis hama pada tanaman karet dan pengendaliannya:
1. Kutu lak (laccifer greeni Chamberlis)
Menyerang dan menghisap cairan jaringan tanaman karet sehingga ranting-
rantingnya jadi lemah dan daunnya berguguran , membentuk jelaga hitam
pada permukaan daun sehingga menghambat fotositesis.
Pemberantasan menggunakan kimiawi (Anthio 3 EC=0,15%+Surfaktan
Citrowett=0,025%, Albolineum 2%, Formalin 0,15%) atau rotansi 3 minggu
sampai dengan serangga habis dibasmi.
2. Kutu Scalle Insect (Saissetia nigru)
Kutu ini juga menghisap cairan tanaman.
Pemberantasan menggunakan Albolineum (2%) disemprot dengan rotasi 1-
2mg, Tamorun (0.05- 0.1%) disemprot dengan rotasi 1-2 minggu sampai
serangga hilang.
3. Mealy Bugs (Ferrisana Virgata)
Menyerang pucuk daun tanaman muda & bagian bawah helaian daun
tanaman di pembibitan. sehingga tanaman melengkung dan daun-
daunnya menjadi keriting.
Pemberantasannya menggunakan Albolineum dan Tamorun.
4. Tarsonemus translucens (tungau karet)
Menghisap cairan sel yang membentuk bintik-bintik kuning pada daun
muda tanaman bibit dipersemian sehingga daun muda tersebut akan
gugur.
Tindakan kuraktif dilakukan dengan blowing (serbuk belerang 5-10
kg/hektar), model 1% (dosis 300-400 liter/hektar), Endrin 19.2%, EC kadar
0.1% dengan volum cairan 500 liter/hektar.
3
BAB III
TINJAUAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN
Penyakit Kering Alur Sadap
Kering alur sadap (KAS) atau dikenal dengan istilah kulit dalam cokelat
(bruine binnenbast atau brown bark atau bark dryness atau brown bast) yang
sering disingkat menjadi BB merupakan penyakit yang sampai saat ini belum
diketahui secara pasti penyebab utamanya.
Penyakit ini telah diketahui sejak awal budidaya karet dilakukan dan
akhir-akhir ini mulai menimbulkan masalah serius di beberapa negara penghasil
karet alam (Fairuzah, 2011).
Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) mengakibatkan kekeringan alur sadap
sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan
tanaman (Anwar, 2006).
Gejala KAS ditandai dengan terdapatnya bagian-bagian alur sadap yang
tidak mengeluarkan lateks. Bagian-bagian tersebut kemudian meluas dan akhirnya
seluruh pohon tidak mengeluarkan lateks sama sekali. Kulit sebelah dalam bagian
yang sakit berubah warna menjadi cokelat (Semangun, 2000).
Akibat perubahan hormon di sekitar kulit yang mati adakalanya terbentuk
kambium sekunder sehingga menjadi pecah-pecah atau terbentuk tonjolan-
tonjolan yang tidak teratur, sehingga penyadapan sulit
dilakukan (Fairuzah, 2011).
4
Cara Pengendalian
Usaha-usaha untuk mencegah penyakit kekeringan kulit dapat dilakukan
dengan cara penanaman klon tahan, kultur teknis yang sesuai dan eksploitasi
yang tepat (Fairuzah, 2011).
Dalam hubungannya dengan pengobatan, bagian kulit yang terserang
sebaiknya diisolasi dengan membuat batas antara yang sakit dan yang sehat baik
secara vertikal dan horizontal. Batas yang sakit selanjutnya ditoreh sampai
menyentuh kambium. Jaringan yang sakit kemudian dikerok dan ditutup dengan
obat penutup luka (Fairuzah, 2011).
Menurut Fairuzah, 2011 batasan-batasan dalam hubungannya dengan
frekuensi sadap dan penggunaan stimulant dibuat sebagai berikut:
a. Jika jumlah tanaman yan terinfeksi mencapai 25% pada suatu areal
dilakukan penurunan intensitas sadap.
b. Jika jumlah tanaman yang terinfeksi sekitar 10% penyadapan normal tetap
dilakukan tetapi tanpa menggunakan stimulant
c. Jika terdapat infeksi 1/8S maka penyadapan normal tetap dilaksanakan dan
penggunaan stimulant tetap dilakukan
d. Jika infeksi sekitar antara 1/8S-3/8S pemakaian stimulant dihentikan selama
6 bulan dan kulit terinfeksi dikerok serta dibuat alur isolasi antara batas kulit
sakit dan sehat
e. Jika infeksi mencapai 4/8S atau lebih penyadapan dihentikan selama 6
bulan atau lebih
5
f. Tanaman-tanaman yang terserang berat dimana pembuatan parit isolasi
tidak mungkin dilakukan lagi, disarankan untuk disadap berat pada bagian
yang masih mengeluarkan lateks. Mengistirahatkan tanaman tersebut tidak
akan menyembuhkan penyakit.
Penyakit bidang sadap mouldy rot ( busuk kapang )
Penyebab penyakit . Penyakit ini disebabkan oleh cendawan
Ceratostomella fimbriata ( E l l . e t Hals) Ell. Dengan sinonim Sphaeronema
fimbriata (EU. e t Hals) Sacc, (Semangoen,, L971). Cendawan ini termasuk klas
Ascomycetes, sub klas Plectomycetidae, ordo Micraascales, famili
Ophiostomateceae (Alexopoulus, 1981).
Penyebaran penyakit. Penyakit ini disebarkan oleh spora yang terbawa angin,
serangga, pisau sadap,, tangan dan pakaian penyadap (Hilton, 1975).
Gejala serangan. Pada bidang sadap yang terserang tampak bercak-bercak
cekung yang letaknya dekat sekali di atas irisan sadap. Bercak meluas menjadi
garis hitam yang sejajar dengan irisan sadap {Hilton, 1975). Jika udara sangat
lembab, garis-garis hitam tersebut ditutupi oleh cendawan seperti beludru,
berwarna putih keabu-abuan (Semangoen, 1971).
Jika serangan cendawan penyebab mouldy rot telah meluas (berarti
cendawan telah masuk ke dalam kambium) pada kulit timbul luka-luka yang
menyebabkan pohon tidak dapat disadap lagi (Soedarso, 1956).
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit. Spora cendawan
penyebab mouldy rot memerlukan banyak air untuk pertumbuhannya, oleh karena
itu penyakit tersebut meluas pada musim penghujan. Pertanaman karet yang rapat
dan lembab dengan tanaman penutup tanah yang terlalu tinggi menunjang
perkembangan penyakit tersebut (Soedarso,1956).
Sistim penyadapan yang terlalu dalam juga membantu mempermudah timbulnya
mouldy rot. Selain itu klon karet yang peka (WR 101 dan LCB 1320) menambah
beratnya penyakit bidang sadap (Anonim, 1977).
6
Pengendalian. Penyakit mouldy rot dapat di kendalikan secara preventif
dengan pembabadan atau pengurangan tanaman. penutup tanah sehingga
keadaan pertananan tidak terlalu lembab. Selain itu dilakukan. Penghentian
penyadapan sementara waktu untuk mencegah penyebaran spora melalui pisau
sadap. Pisau sadap yang digunakan sebaiknya diidentifikasi terlebih dahulu
dengan fungisida I z a l 5 96 (Anonim,1977).
Untuk tindakan kuratif dapat dilakukan dengan pengolesan fungisida seperti
Difolatan, Fylomac 90 96, I z a l 5 % dan Benlate (Prawirosoemardjo, 1977 dan
Anonim, 1.977).
Pengolesan fungisida dilakukan dengan interval waktu 7 hari dan caranya
pengolesan membentuk jalur sejajar irisan sadap, setiaggi lebih kurang 5 cm di
atas irisan sadapnya (Widjanarko, 1.971).
7
BAB IV
FORMULASI (SOP) PHT
1. Hayati
Pengendalian hayati dilakukan ketika sudah nampak serangan dilahan,
pengendalian secara hayati yakni pengendalian dengan menggunakan makhluk
hidup lain untuk mengendalikan hama penyakit. Misalnya seperti Pengendalian
JAP menggunakan Agensia Hayati yaitu musuh alami Trichodherma koningii
sangat baik. Disebabkan agensia hayati tidak merusak lingkungan dan berefek
menyembuhkan dan memusnahkan JAP. Musuh alami JAP berupa Trichoderma
koningii yaitu jamur antagonis yang tumbuh di dalam tanah pada lapisan tanah
yang sama dengan JAP. Jamur ini secara alami berkembang biak di dalam tanah,
namun tidak semua wilayah ditumbuhi. Untuk itu perlu kita kembangkan,
khususnya pada kebun-kebun karet. JAP akan mati apabila Trichoderma
ditumbuhkan dan dikembangkan.
2. kultur teknis
Pengendalian secara kultur teknis (Cultural control), pada prinsipnya merupakan
cara pengendalian dengan memanfaatkan lingkungan untuk menekan
perkembangan populasi hama. Contoh :
a. Pengelolaan Tanah
Pengolahan tanah setelah panen larva-larva hama yang hidup di dalam tanah
akan mati terkena alat-alat pengolahan seperti cangkul. Di samping itu akibat lain
dari pengolahan tanah ini akan menaikkan larva dan telur dari dalam tanah ke
permukaan tanah. Dengan demikian larva-larva dan telur larva akan dimakan
burung atau mati terkena cahaya matahari langsung.
8
b. Sanitasi
Dengan membersihkan tempat-tempat yang kemungkinan digunakan oleh opt
untuk berkembang biak, berlindung, berdiapause, maka perkembangan opt
tanaman dapat dicegah.
c. Pemupukan
Penggunaan pupuk menjadikan tanaman sehat dan lebih mudah mentoleransi
serangan opt tanaman.
d. Irigasi
Pengolahan air dapat menghalangi perkembangan opt tertentu. Akan tetapi bila
cara pengolahan air kurang tepat dapat mengakibatkan peningkatan
perkembangan populasi hama tanaman.
e. Strip farming
Serangan opt tertentu dapat di atasi dengan cara “catch crop” yaitu bercocok
tanam secara berselang seling, antara tanaman yang berumur panjang dan
tanaman berumur pendek.
f. Rotasi tanaman dan pengaturan waktu tanam
Menanam tanaman yang berbeda-beda jenisnya dalam satu tahun dapat memutus
atau memotong daur hidup opt terutama hama yang sifatnya monofagus (satu
jenis makanan).
9
BAB V
REKOMENDASI IMPLEMENTASI PHT DI KALTIM
Tanaman karet adalah tanaman iklim tropis yang hidup baik pada daerah
dataran rendah dengan curah hujan optimal antara 2500-4000 mm/tahun dan
kelembaban nisbi (Rh) berkisar antara 75-90%. Maka bila kita lihat, daerah
Kalimantan Timur lingkungannya cocok dengan yang dikehendaki oleh tanaman
karet. Namun faktor lingkungan hanyalah salah satu dari sekian faktor pendukung
tumbuh baiknya tanaman karet. Hama dan penyait tanaman juga merupakan
salah satu hal penting yang harus diperhatikan dlam suatu proses budidaya.
Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman karet adalah Kutu lak
(Laccifer), Pscudococcus Citri, penyakit embun tepung, penyakit daun
Colletotrichum, penyakit kanker garis, penyakit jamur upas, penyakit bidang
sadapan, penyakit cendawan akar putih dan hama penyakit tanaman karet lainnya.
Ditinjau dari formulasi PHPT yang telah dijelaskan pada halaman
sebelumnya maka rekomendasi implementasi terhadap formulasi PHPT yang
cocok dan sesuai di terapkan di Kalimantan Timur adalah
1. Kultur Teknis
Memilih lahan atau Geografis
Pada prinsipnya ini adalah memilih lahan yang tidak mengandung penyebab
penyakit atau dikatakan juga “Non-Infested Soil”, atau Non-Infested Area artinya
tanah atau areal yang bebas dari infeksi dari infeksi dari pathogen penyebab
penyakit. Pemilihan lahan secara geografis bertujuan memilih lahan untuk
menumbuhkan atau menanam suatu tanaman yang memenuhi persyaratan
tumbuh yang baik terutama tanah dan iklim atau ekologinya. Baik jenis serta sifat
tanahnya, topografi, kesesuaian tanah dan lain sebagainya, serta factor iklim
10
seperti suhu, kelembapan, cahaya matahari, curah hujan, maupun tinggi tempat
dari permukaan laut.
Pemakain bibit atau benih yang tidak berpenyakit
Cara-cara pengendaliannya sebagai berikut:
1. Bibit atau biji serta benih yang sehat atau bebas sejak semula
2. Melakukan disinfested dari bibit (biji)
3. Pembersihan benih
4. Pengaturan waktu tanam bagi tanaman untuk menghasilkan benih
5. Kultutr jaringan
Usaha lain termasuk pemeliharaan tanaman untuk mencegah penyakit
1. Pemilihan tempat
2. Menyiapkan tanah (pengolahan tanah yang baik)
3. Pemeliharaan tanaman lainnya ( tanaman penutup tanah)
4. Penyebaran benih atau biji yang tepat
5. Penyianangan tanaman penggangu/pengendalian gulma
6. Pemangkasan tanaman.
Menghilangkan tanaman atau bagian tanaman yang tidak disenangi (sanitasi
lapangan dan tanaman)
1. Mengatur penyiangan gulma dan tanaman-tanaman pembantu
11
2. Membongkar tanaman inang penganti lainya
3. Membinasakan tanaman yang sakit
4. Menghilangkan bagian-bagian tanaman yang sakit
5. Pencegahan dan tindakan kultur teknis lain
2. Penggunaan Varietas / Klon Tahan
Mouldy Rot
Di daerah beriklim basah atau daerah yang sering mengalami serangan
penyakit mouldy rot tidak dianjurkan menanam klon karet yang peka terhadap
penyakit tersebut, seperti PR 107, LCB 479, LCB 1320,atau WR 101. Sebaiknya
ditanami klon yang tahan tyerhadap penyakit ini seperti, GT 1 atau AVROS 2037.
Jamur Upas
Pada daerah yang rawan penyakit ini ditanam klon yang resisten seperti
AVROS 2037, BPM 1, BPM 24, dan PR 261
3. Fisik/Mekanis
Secara fisik dapat dilakukan pembongkaran tanaman yang sudah terifeksi,
kemudian diiringi dengan pengendalian secara kimia ataupun biologi. Selain itu
juga dengan memotong akar yang terserang, kemudian mengoleskan fungisida
pada luka bekas pemotongan.
4. Biologi
Sebelum penanaman, lubang tanam ditaburi biakan jamur Trichoderma
harzianum yang telah dicampur dengan kompos sebanyak 200 gram per lubang
tanam (1 kg T. harzianum dicampur dengan 50 kg kompos/pupuk kandang).
Menanam bibit tanaman yang sehat bebas dari jamur akar putih. Pada radius 30-
100 cm di sekeliling tanaman (seluas tajuk tanaman) dilakukan penaburan 100-150
12
gram serbuk belerang yang dibenamkan ke dalam tanah dengan menggunakan
garpu. Kegiatan ini diulang setiap 6 sampai 12 bulan sampai tanaman karet
berumur 6 tahun. Sebagai pengganti belerang dapat digunakan pupuk Ammonium
Sulfat (ZA) sesuai dosis anjuran dengan cara ditaburkan di sekitar tanaman.
Diantara tanaman karet tidak dianjurkan ditanami tanaman sela yang merupakan
inang jamur penyebab penyakit seperti ubi jalar, ubi kayu dan sebagainya.
5. Kimia
Pengendalian secara kimia menggunakan pestisida dilakukan ketika
serangan dilapangan sangat tinggi dan jika tidak dikendalikan akan menyebabkan
kerugian secara ekonomi, namun jika intensitas serangan tidak tinggi dan dapat
ditoleransi maka pengendalian kimia tidak perlu dilakukan sekalipun digunakan
dalam jumlah yang sedikit.
Cara pengendalian penyakit jamur akar putih pada areal pertanaman karet
yang sudah terserang adalah:
a. Dari hasil pemeriksaan leher akar tanaman yang dicurigai dapat
diketahui tingkat serangan jamur akar putih. Tanaman yang terserang berat atau
telah mati/tumbang harus segera dibongkar secara menyeluruh dan dibakar di luar
areal pertanaman. Sisa-sisa akar harus dibersihkan kemudian bekas lubang dan 4
tanaman di sekitarnya ditaburi dengan Trichoderma harzianum yang telah
dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 200 gram per lubang atau tanaman.
Menanam tanaman marygold (Tithonia diversifolia) di dalam bekas lubang yang
dibongkar dan di sekitar tanaman karet dengan jarak 1 meter diantara 2 barisan
tanaman. Bila masih memungkinkan untuk penyulaman, dibuat lubang tanam baru
berukuran 40 x 40 x 30 cm. Lubang ini ditaburi T. harzianum kemudian ditanam
bibit karet stum tinggi. Di sekitar bibit ditaburi serbuk belerang atau pupuk ZA
sebanyak 100 gram.
13
b. Tanaman sakit dengan tingkat serangan ringan masih dapat diselamatkan
dengan cara membuka dan membuat lubang tanam 30 cm di sekitar leher akar
dengan kedalaman sesuai serangan jamur. Benang-benang jamur yang menempel
pada akar dikerok dengan alat yang sudah tumpul agar tidak melukai akar, bagian
akar yang sudah busuk dipotong dan dikumpulkan untuk dibakar. Bekas kerokan
dan potongan ditutup dengan ter dan Izal kemudian seluruh permukaan akar
diolesi dengan fungisida yang direkomendasikan. Setelah luka mengering, akar
ditutup kembali dengan tanam. Empat tanaman jiran di sekitar tanaman sakit,
ditaburi dengan T. harzianum dan pupuk ZA.
Tanaman yang telah diobati diperiksa kembali 6 bulan setelah pengolesan
dengan membuka leher akar. Bila masih terdapat benang-benang jamur, maka
dilakukan pengobatan kembali. Pengolesan atau penyiraman akar dilakukan setiap
6 bulan sekali sampai tanaman menjadi sehat. Metode penyiraman dilakukan pada
tanaman muda dengan cara membuka tanah di sekitar tanaman sedalam 8-10 cm
sesuai umur tanaman.
Agar pertanaman karet tidak musnah diserang oleh penyakit
tanaman terutama penyakit akar putih maka perlu dicari metoda pengendalian
yang efektif dan efisien yang aman terhadap lingkungan dengan
mengkombinasikan pemanfaatan pestisida nabati dan agensia hayati.
Dari pengendalian memanfaatkan agensia hayati adalah alternatif pengendalian
yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, terutama pemanfaatanbakteri
Rhizobakteria Indigenus diantaranya pseudomonad fluoresen (Nasrun dkk, 2005
dan Nasrun dkk, 2007) dan Bacillus spp (Chrisnawati dkk, 2009) yang akhir-
akhir ini sebagai mikroorganisme antagonis telah banyak dimanfaatkan untuk
pengendalian penyakit tanaman.
Pseudomonad fluoresen merupakan bakteri pengkolonisasi akar melalui
penginduksi ketahanan tanaman dan antagonisme melalui antibiosis dan
kompetisi dapat mengendalikan berbagai penyakit tanaman secara efektif dan
14
efisien. Seperti Pseudomonas fluorescens strain CHAO melalui siderofor yang
dihasilkan, diantaranya pyoverdine (Defago et al., 1990 cit. Han et al., 1994),
asam salisilad (Meyer et al., 1992 cit. Han et al., 1994), dan indol asetat
(Defago et al., 1990 cit. Han et al., 1994) dapat menginduksi ketahanan
terhadap Gaeumannomyces graminis var tritici penyebab penyakit take – all pada
gandum di lapangan secara efektif (Wuthrich, 1991 cit. Han et al., 1994) dan
patogen lain terbawa tanah di rumah kaca (Defago et al., 1990 cit. Han et al.,
1994).
Kombinasi penggunaan fungisida nabati (cengkeh dan nimba) dan agensia
hayati Bacillus spp, Trichoderma sp dan Cytopaga sp dapat menekan serangan
penyakit busuk akar putih anatara 47-80% pada jambu mete (Tombe, 2008).
Pestisida nabati ektrak daun Neem, bawang dan African mari gold dan
Pseudomonas fluorescens dan P. Aeruginosa dapat mengendalikan nematoda
Meloidogyne incognita pada tanaman tomat (Abo-Elyouusr et al, 2010). Formulasi
Pestisida nabati ekstrak daun Datura metel dan agensia hayati Pseduomonas
fluoresen 1,PF1 dan Bacillus subtilis TRC54 dapat mengendalikan penyakit layu
fusarium tanaman pisang (Akila, et al. 2011).
15
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, S., 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta.
Andoko, A dan Setawan. 1997. Petujuk Lengkap Budidaya Karet. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Dwijoseputro.1994.Pengantar Fisiologi Tumbuhan.PT.Gramedia, Pusataka Jaya.
Hartman, H, W.Kracker., M.Anton.1981. Plant Science. Prentice and Hall.Inc, Mew
Jersey.
http://ginaukim.com. 2010. Klon Unggul Tnaman Karet. Dakses Pada Tanggal 26
April 2010.
http://ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpmedan/berita-248-teknologi-pengendalian-
penyakit-kering-alur-sadap-kas.html
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/29532/A85srd
http://www.icraf.org. 2008. Karet Budidaya. Diakses Pada Tanggal 13 April. 2010.
Musa, L. 2006. Dasar Ilmu Tanah. USU Press, Medan.
Sadjad, M. 1993. Budidaya Tanaman Perkebunan. Rajawali Press, Jakarta.
Sianturi, H. 2001. Budidaya Tanaman Karet. USU Press, Medan.
16
Simamora dan Salundik. 2006. Menigkatakan Kualitas Kompos. PT. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Steenis. 1975. Flora. Paramitha, Jakarta.
Sutanto, R. 2005. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Kanisius, Yogyakarta.
Syamsulbahri.1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM
Press, Yogyakarta.
Tim Penulis PS. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wudianto, R.2004. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Kanisius, Yogyakarta
17