232594709 case-bronkopneumonia

41
1 Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : An M Umur : 1 tahun 8 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Seterio Kebangsaan : Indonesia Agama : Islam MRS : 6 April 2013 II. ANAMNESIS (alloanamnesis dengan ibu penderita, tanggal 6 April 2013) Keluhan Utama Sesak napas sejak 1 hari SMRS

Upload: homeworkping2

Post on 08-Apr-2017

414 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 232594709 case-bronkopneumonia

1

Homework Help https://www.homeworkping.com/

Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/

Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : An M

Umur : 1 tahun 8 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Seterio

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

MRS : 6 April 2013

II. ANAMNESIS

(alloanamnesis dengan ibu penderita, tanggal 6 April 2013)

Keluhan Utama

Sesak napas sejak 1 hari SMRS

Keluhan tambahan

Batuk berdahak, pilek, dan demam

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 4 hari SMRS, ibu os mengeluh anaknya menderita batuk. Batuk

berdahak warna putih. Pilek ada, demam ada tidak terlalu tinggi, dan hilang

Page 2: 232594709 case-bronkopneumonia

2

timbul. Os dibawa berobat ke dokter umum, mendapat 3 macam obat, ibu os

lupa nama obatnya. Keluhan tidak berkurang.

Sejak 1 hari SMRS ibu os mengeluh anaknya mengalami sesak napas

hingga bibir tampak biru. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan

cuaca. Keluhan sesak napas tidak disertai adanya suara napas berbunyi

(mengi) atau mengorok, demam ada tidak terlalu tinggi, batuk berdahak ada

warna putih, pilek ada, buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.

Ibu os kemudian membawa os berobat ke RSUD Banyuasin.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.

Riwayat terlihat biru sebelumnya disangkal.

Riwayat berhenti-berhenti saat disusui disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Riwayat penyakit dengan keluhan batuk serta sesak napas dalam keluarga

disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah anak pertama dari pasangan Tn. R usia 26 tahun dengan

pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai buruh dengan Ny. M usia 21

tahun dengan pendidikan terakhir SD tidak bekerja. Kesan: status ekonomi

kurang.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum (6 April 2013)

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis

Denyut jantung : 108x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Page 3: 232594709 case-bronkopneumonia

3

Pernapasan : 44x/menit

Temperatur : 37,0 0C

Berat Badan : 12 kg

Pemeriksaan Khusus

Kepala : normocephali

Mata : konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,

isokor, reflek cahaya +/+, ɵ 3 mm

Telinga : sekret (-/-)

Hidung : napas cuping hidung (+/+), sekret (-/-)

Mulut : sianosis (-)

Tenggorok : dinding faring tidak hiperemis, T1-T1 tidak hiperemis

Leher : pembesaran KGB (-)

Thoraks

Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (+) intercostal

Cor

Inspeksi : pulsasi, iktus cordis dan voussour cardiaque tidak

terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas kanan linea midsternalis

batas kiri linea midklavikularis sinistra

Auskultasi : HR 108x/menit, S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Pulmo

Inspeksi : statis dan dinamis simetris

Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri simetris.

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+) meningkat, ronki basah halus nyaring (+)

di seluruh lapangan paru, wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan (-).

Page 4: 232594709 case-bronkopneumonia

4

Auskultasi: bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Extermitas : akral sianosis (-/-), edema - /- , CRT <3”

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium (6 April 2013)

Darah rutin

Hb : 13,8 g/dl

Ht : 41 %

Leukosit : 23.200/mm3

LED : 56 mm/jam

Trombosit : 190.000/mm3

DC : 0/0/1/59/26/14

V. RENCANA PEMERIKSAAN

Rontgen thoraks AP

VI. RESUME

Seorang bayi laki-laki berusia 1 tahun 8 bulan, dengan berat badan

12 kg, beralamat dalam kota datang dengan keluhan utama sesak napas.

Dari alloanamnesis dengan ibu penderita sejak 4 hari SMRS ibu os

mengeluh anaknya menderita batuk. Batuk berdahak warna putih, pilek ada,

demam ada tidak terlalu tinggi, dan hilang timbul. Os dibawa berobat ke

dokter umum, mendapat 3 macam obat, ibu os lupa nama obatnya. Keluhan

tidak berkurang. Sejak 1 hari SMRS ibu os mengeluh anaknya mengalami

sesak napas hingga bibir tampak biru. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh

aktivitas dan cuaca. Keluhan sesak napas tidak disertai adanya suara napas

berbunyi (mengi) atau mengorok, demam ada tidak terlalu tinggi, batuk

berdahak ada warna putih, pilek ada. Buang air besar dan buang air kecil

Page 5: 232594709 case-bronkopneumonia

5

tidak ada keluhan. Ibu os kemudian membawa os berobat ke RSUD

Banyuasin.

Pada pemeriksaan umum didapatkan peningkatan frekuensi pernapasan

44x/menit. Dari pemeriksaan spesifik didapatkan napas cuping hidung (+),

retraksi (+) di intercostal, vesikuler (+) meningkat, ronki basah halus nyaring

(+) di seluruh lapangan paru.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Bronkopneumonia

Bronkiolitis akut

VIII. DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia

IX. PENATALAKSANAAN

1. O2 nasal canul 4 liter/ menit

2. Infus RL gtt x (makro)

3. Ceftriaxon inj 1 x 1 g/hari iv (skin test)

4. Ambroksol syr 3 x 1 cth

5. Paracetamol syr 3 x 1 cth

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Page 6: 232594709 case-bronkopneumonia

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang

mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

Pneumonia lobaris

Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Pneumonia intertisial (bronkiolitis)

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu

atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak

infiltrat.1 Proses peradangan pada bronkopneumonia menyebar

membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan

dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.2 Penyakit ini bersifat sekunder

yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan

Atas), demam infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan

tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak

dan orang tua.3

2.2. Klasifikasi

WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :

1. Usia kurang dari 2 bulan

a. Pneumonia berat

Page 7: 232594709 case-bronkopneumonia

7

- Chest indrawing (subcostal retraction)

- Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)

b. Pneumonia sangat berat

- tidak bisa minum

- kejang

- kesadaran menurun

- hipertermi / hipotermi

- napas lambat / tidak teratur

2. Usia 2 bulan-5 tahun

a. Pneumonia

- bila ada napas cepat

b. Pneumonia Berat

- Chest indrawing

- Napas cepat dengan laju napas

> 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun

> 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun

c. Pneumonia sangat berat

- tidak dapat minum

- kejang

- kesadaran menurun

- malnutrisi.4,5

2.3. Epidemiologi

Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian

dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus

baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang

terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan

(pneumonia nosokomial/ PN). 6

Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian

tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut

termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di

Page 8: 232594709 case-bronkopneumonia

8

Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan

penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.

Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika

dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.

Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa

hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat

menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan

awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.7

2.4. Etiologi

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus

merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.

Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :

a. Usia

b. Status imunologis

c. Status lingkungan

d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

e. Status imunisasi

f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).8

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan

kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran

klinis dan strategi pengobatan.

Page 9: 232594709 case-bronkopneumonia

9

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20

hari

Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus

pneumonie

Virus

CMV

HMV

3 miggu – 3

bulan

Bakteri Bakteri

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus

pneumonia

Haemophillus influenza

tipe B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5

tahun

Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

tipe B

Mycoplasma

pneumonia

Moraxella catharalis

Streptococcus

pneumonia

Staphylococcus aureus

Page 10: 232594709 case-bronkopneumonia

10

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza

Parainfluenza

5 tahun –

remaja

Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma

pneumonia

Legionella sp

Streptococcus

pneumonia

Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr

Rinovirus

Varisela zoster

Influenza

Parainfluenza

2.5. Patogenesis dan Patofisiologi

Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui

inhalasi, aspirasi, hematogen dr fokus infeksi atau penyebaran langsung.

Sehingga terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami

peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah

merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk ke dalam alveoli.

Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi

dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri

dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus bahkan seluruh

paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan

dan sisa-sisa sel.9

Page 11: 232594709 case-bronkopneumonia

11

Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di

nasopharing dan bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang

sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan Streptococcus pneumoniae

berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus

pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II.

Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan

menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus

pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari

Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang

berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel

PMN.10,11

Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan

Page 12: 232594709 case-bronkopneumonia

12

dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.

Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen

bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan

otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang

interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler

dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus

meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling

berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi

padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,

pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga

anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,

yaitu selama 48 jam.

Page 13: 232594709 case-bronkopneumonia

13

Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi

(netrofil)

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan

fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.

Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi

oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.12

Page 14: 232594709 case-bronkopneumonia

14

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi

kuman atau penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya

sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia

atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai

dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat,

tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini

disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan

lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan

menimbulkan penyakit.10

Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :

Filtrasi partikel di hidung

Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis

Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk

Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar

Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar

Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal

Drainase melalui sistem limfatik.13

2.6. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab,

usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestasi

klinis bisa sangat berbeda, bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala.

Gejala dan tanda pneumonia meliputi gejala infeksi pada umumnya

demam, menggigil, sefalgia, rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin

mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau

sakit perut.4

Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-

tanda itu tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi

nafas cuping hidung (neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu

nafas interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya

Page 15: 232594709 case-bronkopneumonia

15

dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda

pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi

redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronkhi. 13

Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan

pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal,

pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru

dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan

bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis.

Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit

dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.6,8,14,15

Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk

mengetahui beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung

diagnosis dan memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas

dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak

bernilai diagnostik karena umumnya kelainan patologisnya menyebar.

Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.

Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi.

Ronkhi basah halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak

terdengar pada bayi. Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya volume

thorak biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.13

2.7. Diagnosis

1. Anamnesis

Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan

infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk,

demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil

(pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih

suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering

menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan

Page 16: 232594709 case-bronkopneumonia

16

kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri

kepala, nyeri abdomen disertai muntah.16,17

2. Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan

kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu,

retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang

lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat

adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.17

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk

(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan

retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat

dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri

kepala, dehidrasi dan letargi.17

Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :

Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma

Anamnesis

Umur Berapapun, bayi Berapapun Usia sekolah

Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata

Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang

Batuk Produktif Nonproduktif kering

Gejala penyerta Toksik Mialgia, ruam,

organ bermukosa

Nyeri kepala, otot,

tenggorok

Page 17: 232594709 case-bronkopneumonia

17

Fisik

Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan

Demam Umumnya ≥ 39ºC Umumnya < 39ºC Umumnya < 39ºC

Auskultasi Ronkhi ±, suara

Napas melemah

Ronkhi bilateral,

Difus, mengi

Ronkhi unilateral,

mengi. 14

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :

Suhu tubuh ≥ 38,5o C

Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,

suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Takipneu berdasarkan WHO:

Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit

Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit

Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit

Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.

Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang

terkena.

Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun.

Fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar

bisa tidak ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga

suara bronkial.8

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan

Lekositosis hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi

netrofil pada hitung jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi

netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis >

500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih

mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan cara yang

spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak-

anak kecil.4,13

Page 18: 232594709 case-bronkopneumonia

18

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit

dalam batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan

leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan

predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju

endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil

pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat

membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.8,14

C-Reactive Protein

Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh

hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi

CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1

dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan

sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan

non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan

profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan

bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon

terapi antibiotik.5

Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang

pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia

karena pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120 mg/l dan

prokalsitonin ≥ 5 ng/ml.7

b. Pemeriksaan radiologis

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar

diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada

pneumonia ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat

yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk,

ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen

toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran

klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang

Page 19: 232594709 case-bronkopneumonia

19

diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk

mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen

toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan

diagnosis.7,8,14

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila

berat terjadi pachy consolidation karena atelektasis.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air

bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut

dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal

yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang

tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut

sebagai round pneumonia

Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada

kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas

hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan

peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri,

atipik, atau virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat

membantu mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan

peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung

terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi

segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat

mungkin disebabkan oleh bakteri.8

c. Uji serologis

Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada

infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang

rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat

dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti

antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM

Page 20: 232594709 case-bronkopneumonia

20

dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi

pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma

pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna

pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang

cepat.7,8

d. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia

anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan

jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan

mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret

nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan

definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau

aspirasi paru.8

2.8. Kriteria Diagnosis

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993

adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

a. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan

dinding dada

b. Panas badan

c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan

limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang

predominan)

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis

dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi,

penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan

laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada gejala distress

pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat

menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik,

interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada

Page 21: 232594709 case-bronkopneumonia

21

bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa

lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti

pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis.

Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-

bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar

hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.7,8

Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,

upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan

tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria

diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan

klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada

anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil.8

Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun :

Pneumonia berat

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit,

Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

- Adanya retraksi

- Sianosis

- Anak tidak mau minum

- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)

- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik

Pneumonia

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit,

Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

- Adanya retraksi

- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik

Bayi berusia di bawah 2 bulan

Page 22: 232594709 case-bronkopneumonia

22

Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih

bervariasi. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai

berikut :

Pneumonia

- Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

2.9. Diagnosa Banding

a. Bronkiolitis

b. Aspirasi pneumonia

c. Tb paru primer1

2.10. Penatalaksanaan

Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.

Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :

1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring.

Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin

diperlukan terutama dalam 24-48 jam

2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan

mengandung gula dan elektrolit yang cukup.

3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.

4. Mengatasi penyakit penyerta.

5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata

laksana rutin yang harus diberikan.4

Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya.

Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien

pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun sebenarnya

Page 23: 232594709 case-bronkopneumonia

23

pneumonia viral tidak memerlukan antibiotik, tapi pasien tetap diberi

antibiotik karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri.4

Usia Rawat jalan Rawat Inap Bakteri Patogen

0-2

minggu

1. Ampisillin +

Gentamisin

2. Ampisillin +

Cefotaksim

- E. Coli

- Streptococcus B

- Nosokomial

enterobacteria

>2-4

minggu

1. Ampisillin +

Cefotaksim atau

Ceftriaxon

2. Eritromisin

- E. Coli

- Nosokomial

Enterobacteria

- Streptococcus B

- Klebsiella

- Enterobacter

- C. trachomatis

>1-2 1. Ampisillin + - E. Coli and other

Page 24: 232594709 case-bronkopneumonia

24

bulan Gentamisin

2. Cefotaksim atau

Ceftriaxon

Enterobacteria

- H. influenza

- S. pneumonia

- C. trachomatis

>2-5

bulan

1. Ampisillin

2. Sefuroksim

Sefiksim

1. Ampisillin

2. Ampisillin +

Kloramfenikol

Sefuroksim

Ceftriaxon

- H. influenza

- S. pneumonia

>5 bulan 1. Penisillin A

2. Amoksisilin

Eritromisin

1. Penisillin G

2. Sefuroksim

Seftriakson

Vankomisin

- S. pneumonia

- Mycoplasma4

Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas

turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila

diduga penyebab pneumonia adalah S. Aureus, kloksasilin dapat segera

diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin,

klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokokkus

adalah 3-4 minggu.17

2.11. Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran

bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan

perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi.2

2.12. Prognosis

Page 25: 232594709 case-bronkopneumonia

25

Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan

anak kecil berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua

dari 3% sampai 5%.13 Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan

adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, anak dalam

keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan

mortalitas yang lebih tinggi.9

2.13. Pencegahan

Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian

imunisasi/vaksinasi. saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah

pneumonia. Setiap vaksin mencegah infeksi bakteri/virus tertentu sesuai

jenis vaksinnya. Berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat

mencegah pneumonia :

1. vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus

(Invasive Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah

tersedia adalah PCV-7 dan PCV-10. PCV 13 belum tersedia di

Indonesia

2. vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b

3. vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis

4. vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak

5. vaksin influenza untuk mencegah influenza14

BAB III

ANALISIS KASUS

Pada laporan kasus ini seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 8 bulan

datang dengan keluhan utama sesak napas. Dari alloanamnesis dengan ibu

penderita didapatkan sejak 4 hari SMRS ibu os mengeluh anaknya menderita

batuk. Batuk berdahak warna putih, pilek ada, demam ada tidak terlalu tinggi, dan

hilang timbul. Os dibawa berobat ke dokter umum, mendapat 3 macam obat, ibu

os lupa nama obatnya. Keluhan tidak berkurang. Sejak 1 hari SMRS ibu os

Page 26: 232594709 case-bronkopneumonia

26

mengeluh anaknya mengalami sesak napas hingga bibir tampak biru. Sesak napas

tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca. Keluhan sesak napas tidak disertai

adanya suara napas berbunyi (mengi) atau mengorok, demam ada tidak terlalu

tinggi, batuk berdahak ada warna putih, pilek ada. Buang air besar dan buang air

kecil tidak ada keluhan. Ibu os kemudian membawa os berobat ke RSUD

Banyuasin.

Pada pemeriksaan umum didapatkan peningkatan frekuensi pernapasan

44x/menit. Dari pemeriksaan spesifik didapatkan napas cuping hidung (+),

retraksi (+) di intercostal, vesikuler (+) meningkat, ronki basah halus nyaring (+)

di seluruh lapangan paru.

Penderita datang dengan keluhan utama sesak napas. Dari keluhan ini

dapat dipikirkan adanya kelainan pada paru-paru, jantung, kelainan metabolik

seperti asidosis metabolik dan uremia. Dari alloanamnesis tidak didapatkan

riwayat terlihat biru saat lahir ataupun menangis serta riwayat berhenti-berhenti

saat disusui disangkal, dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sehingga

kemungkinan kelainan jantung dapat disingkirkan. Kelainan metabolik dapat

disingkirkan karena tidak ditemukan napas hembus dan BAK tidak ada keluhan.

Oleh karena itu dapat dipastikan sesak napas pada kasus ini merupakan kelainan

pada paru.

Dari alloanamnesis didapatkan pasien mengalami batuk serta demam,

sehingga dapat dipikirkan adanya suatu penyakit infeksi. Selain itu, didapatkan

pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada, dan ronki basah halus nyaring

yang merupakan gejala klinis bronkopneumonia, sehingga diagnosis

bronkopneumonia pada pasien ini dapat ditegakkan.

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan laboratoris LED 56 mm/jam

dan leukositosis yang menunjukkan adanya suatu proses inflamasi. Dari studi

epidemiologi, inflamasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri dangan

kuman penyebab tersering pada usia > 5 bulan yaitu Clamydia pneumonia,

Mycoplasma pneumonia, dan Streptococcus pneumonia.

Terapi untuk pasien ini diberikan O2 nasal 4 liter/menit karena pasien

mengalami sesak napas. Diberikan antibiotik spektrum luas berupa injeksi

Page 27: 232594709 case-bronkopneumonia

27

ceftriaxone untuk membantu mengeliminasi kuman penyebab. Diberikan pula

ambroxol sirup untuk mengatasi keluhan batuk.

Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam untuk quo ad vitam dan

functionam karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat serta

belum ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong, D.L Whalley. Clinical MManual of Peiatric Nursing. 4th Edition. Philadelphia: Mosby Company; 1996

2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC; 2005; 804.

3. Coder, J. Bronkopneumonia. 2008. Available at

http:/www.IyaLaMedicalInformation.com4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Simposium Penatalaksanaan Penyakit

Paru Pada Anak Terkini. Jember; 20075. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI; 2008

Page 28: 232594709 case-bronkopneumonia

28

6. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1999; 695-05

7. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010

8. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak. Bandung: Universitas Padjajaran; 2005

9. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta: 2002

10. Alsagaff, Hood dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair; 2004

11. Sarma, S. Pneumonia Bacterial. 2005. Available at http:/www.emedicine.com.

12. Soegijanto, Soegeng. Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2002

13. PP IDAI UKK Pulmologi. Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik pada Anak. Medan: IKA FK USU/RS HAM Medan; 2003

14. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000; 883-9

15. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI; 2000;465.

16. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: FK Unair; 2006

17. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004

18. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Bandung: PDPI; 2005