lapsus bronkopneumonia

Upload: sanitya-dwiyuli

Post on 09-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

i

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN KASUSI.1. IDENTITAS PASIENNama

: Tn.GNomor RM: 053984-2014Umur

: 66 tahun

Status Marital: Menikah

Pekerjaan

: PetaniAgama : IslamAlamat

: Coblong, 1/2 Pakopen BandunganTanggal masuk : 1 Maret 2014I. Data dasar

ANAMNESA

Keluhan utama : demam Keluhan tambahan : : batuk (-) pilek (-) pusing (-) lemas (+) mual (+) muntah (-) perut sakit (-) panas (-) BAB/BAK (+) normal darah (-) lendir (-) nyeri dada (-) dada berdebar (-) nafsu makan berkurang (+), mimisan (-), gusi berdarah (-).Riwayat Penyakit Sekarang : demam sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak terlalu panas, naik turun selama seminggu. Demam timbul pertama kali akibat kelelahan sebelumnya sering memacul di sawah.Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat hipertensi

: tidak tahub. Riwayat DM

: tidak tahuc. Riwayat penyakit jantung

: disangkald. Riwayat sesak sebelumnya

: disangkale. Riwayat opname sebelumnya : disangkalRiwayat Penyakit Keluarga : tidak adaRiwayat Pengobatan : sebelumnya berobat kedokter namun tidak ada perubahan dan jenis obatnya tidak tahu.Riwayat Sosial dan Ekonomi :

1. Riwayat pekerjaan : petani . 2. Tempat tinggal : Di daerah perumahan yang cukup padat penduduk. Riwayat kebiasaan :

1. Punya kebiasaan makan tidak teratur.2. Jarang melakukan olahraga.3. Pasien tidak merokokTinjauan Sistem : Demam disangkal, pusing (-) mual (-) muntah (-) BAK tidak nyeri, darah (-) , BAB tidak cair, tidak sulit. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 1 Maret 2014Keadaan umum: tampak lemas

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: Tekanan darah = 110/85 mmHg

Nadi = 98 x/menit, reguler.

Suhu = 390C

RR = 18 x/menit, reguler SpO2 = 98%

Kulit: akral teraba hangat. Capillary refill < 2 detik.

Kepala : Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

Wajah: Simetris, ekspresi wajar

Mata: Edema palpebra -/-, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-,

Mulut: Bibir normal, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang

Leher: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kgb, JVP tidak meningkat.

Thorak: Pulmo: I= tidak menggunakan otot tambahan,

simetris kanan kiri

P = Fremitus taktil tidak menurun

P=sonor di kedua lapang paru

A=ronkhi (-/-), wheezing (-/-)Cor :I= Tidak tampak ictus cordis

P = Iktus cordis tidak teraba

P = batas atas : ICS 3 midclaviculakiri

batas bawah : ICS 5 midclavicula kiri

batas kanan : ICS 4 parastrenal kanan

batas kiri : ICS 5 axillaris anterior

A=BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen

: I=datar

P=Dinding perut supel, turgor kulit baik

Hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-).

P=Timpani

A=Bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Edema tungkai (+), turgor baik.

A: Obs.Febris H + 7TERAPI:

Inf. D5 12 tpm

Primadol 3 x 1 tab

Stabactam 3 x 1 tab

Biobran 3 x 1 tabPLANNING: EKG Darah RutinI.3. RESUMES : Tn.M berumur 66 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa dengan keluhan demam, demam sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak terlalu panas, naik turun selama seminggu. Demam timbul pertama kali akibat kelelahan sebelumnya sering memacul di sawah. Batuk (-) pilek (-) pusing (-) lemas (+) mual (+) muntah (-) perut sakit (-) panas (-) BAB/BAK (+) normal darah (-) lendir (-) nyeri dada (-) dada berdebar (-) nafsu makan berkurang (+), mimisan (-), gusi berdarah (-).O : Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak lemas dengan kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/85 mmHg, nadi 98x/menit, suhu: 390C dan respirasi 18x/menit. Pada pemeriksaan fisik kepala, wajah, hidung, telinga, mulut, leher, dan jantung DBN, pada abdomen terdapat nyeri tekan pada bagian epigastrium dan hipokondria dekstra, pada ekstremitas DBN. A : Obs.feb H + 7P : - Inf. D5 12 tpm

Primadol 3 x 1 tab

Stabactam 3 x 1 tab

Biobran 3 x 1 tab

I.4. PENELUSURAN (FOLLOW UP)Tanggal 2 MARET 2014 S: Pinggang pegal, nafsu makan menurun.

O: compos mentis, TD: 110/70mmHg, N : 99x/menit, RR : 18x/menit, S : 36C, mata CA -/- SI -/-, hidung DBN, tenggorokan & leher DBN, jantung DBN, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), abdomen DBN, ekstremitas DBN.

A: Obs. Febris H+7 perawatan hari pertama

P: terapi lanjutPemeriksaanHasilNilai RujukanSatuanMetode

Hematologi Darah Lengkap

Darah Lengkap

Hemoglobin12,311,5-14,5g/dLSpectrophometry

Leukosit11,44,0-10,0RibuSpectrophometry

Eritrosit3,934,5-5,8JutaSpectrophometry

Hematokrit35,840-50%Spectrophometry

Trombosit232130-400RibuSpectrophometry

MCV91,182-98Makro m3Spectrophometry

MCH31,3 27PgSpectrophometry

MCHC34,432-36g/dLSpectrophometry

RDW13,810-16%Spectrophometry

MPV8,07-11Mikro m3Spectrophometry

Limfosit1,41,0-4,5103/mikroLPilih Metode

Monosit0,80,2-1,0103/mikroLPilih Metode

Eosinofil0,00,04-0,8103/mikroLPilih Metode

Basofil0,10-0,2103/mikroLPilih Metode

Neutrofil9,21,8-7,5103/mikroLPilih Metode

Limfosit12,125-40%Pilih Metode

PemeriksaanHasilNilai RujukanSatuanMetode

Monosit6,92-8%Pilih Metode

Eosinofil0,12-4%Pilih Metode

Basofil0,50-1%Pilih Metode

Neutrofil90,450-70%Pilih Metode

PCT0,1850,2-0,5%Pilih Metode

RDW11,910-18%E.Impedance

Kimia Klinik

SGPT460-50IU/LIFCC

Tanggal 3 MARET 2014 S: Batuk (+) dahak susah dikelurkan, nafsu makan menurun.

O: compos mentis, TD: 100/60 mmHg, N : 98x/menit, RR : 18x/menit, S : 36C, mata CA -/- SI -/-, hidung DBN, tenggorokan & leher DBN, jantung DBN, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), abdomen DBN, ekstremitas DBN

A: Obs.febris H+7 Perawatan hari ke 2

P: Terapi lanjut + Inf.Cumafusin botol; Foto thoraks PA

Tanggal 4 MARET 2014 S: Batuk (+) dahak tidak bisa keluar, jika batuk dada terasa sakit, nafsu makan menurun.

O: compos mentis, TD: 110/70 mmHg, N : 96x/menit, RR : 18x/menit, S : 36,5C, mata CA -/- SI -/-, hidung DBN, tenggorokan&leher DBN, jantung DBN, ronkhi (-/-), wheezing (-/-) abdomen DBN, ekstremitas DBN. Hasil foto thoraks PA :

Kesan : Ksrdiomegali moderate (LV), CTR 62,5%; Peningkatan corakan Bronkovaskular dan infiltrat pada seluruh lapang paru merupakan gambaran Bronkopneumonia; Tak tampak kelainan pada tulang. A: Bronkopneumonia.

P: terapi lanjut + Kuminta sirup 3 x 1 sendok tehTanggal 5 MARET 2014 S: batuk (+) dahak bisa keluar warna putih, BAK tidak terasa, tidak dapat ditahan, BAK tergesa-gesa, tiba-tiba keluar di tempat tidur.

O: compos mentis, TD: 90/70mmHg, N : 90x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,8C mata CA -/- SI -/-, hidung DBN, tenggorokan & leher DBN, jantung DBN, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), abdomen DBN, ekstremitas DBN

A: Bronkopneumonia, BPH

P: Terapi dilanjutkan + Reproston 1 x 2, hari selanjutnya 1 x 1

Tanggal 6 MARET 2014 S: batuk (+), BAK sudah tidak seperti kemarin.

O: compos mentis, TD: 110/70 mmHg, N : 86x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,5 C, mata CA -/- SI -/-, hidung DBN, tenggorokan & leher DBN, jantung DBN, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), abdomen DBN, ekstremitas DBN

A: Bronkopneumonia, BPH

P: Pulang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BRONKOPNEUMONIA

II.1. DEFINISI

Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Bila parenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada anak anak.II.2. EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju. Menurut survei kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.

Gambar 5. Penyebab Kematian Pada Balita Pada Tahun 2008 ( WHO/Child Health Epidemiology Reference Group (CHERG) )II.3. ETIOLOGI

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ( virus, bakteri, jamur, parasit ) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug or radiation induced pneumonitis.6,9 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. 1Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses persalinan sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes simpleks ( TORCH ), Varisela Zoster, dan Listeria monocytogenes.

Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama disebabkan oleh virus, di samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah Respiratory Synctial Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun. Namun, secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data di negara maju dapat terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara majuUSIAETIOLOGI YANG SERINGETIOLOGI YANG JARANG

Lahir 20 hariBAKTERIBAKTERI

E. colliBakteri anaerob

Streptococcus group BStreptococcus group D

Listeria monocytogenesHaemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

VIRUS

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu 3 bulanBAKTERIBAKTERI

Chlamydia trachomatisBordetella pertussis

Streptococcus pneumoniaeHaemophillus influenzae tipe B

VIRUSMoraxella catharalis

Virus AdenoStaphylococcus aureus

Virus InfluenzaUreaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1, 2, 3VIRUS

Respitatory Syncytical VirusVirus Sitomegalo

4 bulan 5 tahunBAKTERIBAKTERI

Chlamydia pneumoniaeHaemophillus influenzae tipe B

Mycoplasma pneumoniaeMoraxella catharalis

Streptococcus pneumoniaeNeisseria meningitidis

VIRUSStaphylococcus aureus

Virus AdenoVIRUS

Virus InfluenzaVirus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Synncytial virus

5 tahun remajaBAKTERIBAKTERI

Chlamydia pneumoniaeHaemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniaeLegionella sp

Streptococcus pneumoniaeStaphylococcus aureus

VIRUS

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

II.4. FAKTOR RISIKO

Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang, antara lain: pneumonia yang terjadi pada masa bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) tidak mendapat imunisasi tidak mendapat ASI yang adekuat malnutrisi defisiensi vitamin A tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring tingginya pajanan terhadap polusi udara ( polusi industri atau asap rokok) imunodefisiensi dan imunosupresi ( HIV, penggunaan obat imunisupresif ) adanya penyakit lain yang mendahului, seperti campak intubasi, trakeostomi abnormalitas anatomiII.5. PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru antara lain, mekanisme pertahanan awal yang berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus dan mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas: aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulomonal. Dari ketiga cara tersebut, aspirasi dan inhalasi agen agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria, atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung, orofaring ) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dan sebagian sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur ( 50% ) juga pada keadaan penurunan kesadaran. Sekret dari faring tersebut mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8 10 /mL, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret ( 0,001 1,1 mL ) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama dengan saluran napas bagian bawah, tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.II.6. PATOLOGI

Gambaran patologi tergantung dalam batas tertentu tergantung pada agen etiologinya. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan eksudat intraalveolar supuratif disertai konsolidasi. Awalnya, mikroorganisme yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Kemudian, disusul dengan konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimaakan.

Secara garis besar terdapat 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium hepatisasi, dan stadium resolusi. Pada stadium prodromal, yaitu 4 12 jam pertama, alveolus alveolus mulai terisi sekret dari pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor yang ditimbulkan infeksi dengan kuman patogen yang berhasil masuk. Pada 48 jam berikutnya, paru tampak merah dan bergranulasi, seperti hati, dimana alveoli terisi dengan sebukan sel sel leukosit terutama sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman, yang disebut dengan stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, selama 3 8 hari, terjadi konsolidasi di dalam alveoli akibat deposit fibrin dan leukosit yang semakin bertambah, yang disebut dengan hepatisasi kelabu.

Sebagai akibat dari proses ini, secara akut salah satu lobus tidak lagi dapat menjalankan fungsi pernapasan ( jadi merupakan gangguan restriksi ). Di samping itu, pada saat yang bersamaan juga ada peningkatan kebutuhan oksigen sehubung dengan panas yang tinggi. Proses radang juga akan mengenai pleura viseralis yang membungkus lobus tersebut. Dengan demikian akan timbul pula rasa nyeri setempat. Nyeri dada ini juga akan menyebabkan ekspansi paru terhambat. Ketiga faktor ini akan menyebabkan penderita mengalami sesak napas, tetapi karena tak ada obstruksi bronkus, maka tidak akan terdengar wheezing.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi akut ini, maka pada hari ke 7 sampai 11 terjadi stadium resolusi dimana jumlah makrofag mingingkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang, dan isi alveolus akan melunak untuk berubah menjadi dahak dan yang akan dikeluarkan lewat batuk, dan jaringan paru kembali kembali pada struktur semulanya.

Proses infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, dimanan pada pneumonia lobaris konsolidasi ditemuka pada seluruh lobus dan pada bronkopneumonia terjadi penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3 4 cm yang mengelilingi bronki. Pada pneumonia akibat virus atau Mycoplasma pneumoniae, gambaran patologi ditandai dengan peradangan interstisial yang disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun rongga alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi. 1,6,7,8II.7. KLASIFIKASI PNEUMONIA

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:

a. Pneumonia komuniti ( community acquired pneumonia ) : pneumonia yang didapat di masyarakat dan sering disebabkan oleh kokus Gram positif ( Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram negatif ( Haemophillus influenzae ), dan bakteri atipik.

b. Pneumonia nosokomial ( hospital acquired pneumonia ) : pneumonia yang timbul setelah 72 jam dirawat di rumah sakit, yang lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus ) dan jarang oleh pneumokokus atau Mycoplasma pneumoniae.

c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain makanan dan asam lambung

d. Pneumonia pada penderita immunocompramised2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal

b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Clamydiac. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan predileksi pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah ( immunocompromised )

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris

b. Bronkopneumonia

c. Pneumonia interstisialII.8. MANIFESTASI KLINIS

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut: Gambaran infeksi umum : demam: suhu bisa mencapai 39 40 oC sakit kepala gelisah malaise penurunan nafsu makan keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare kadang kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner Gambaran gangguan respiratori:

batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif

sesak nafas

retraksi dada

takipnea

napas cuping hidung

penggunaan otat pernafasan tambahan

air hunger

merintih

sianosis

Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak anak. Bila terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup pada daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1,7,111. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi KecilGambaran klinis pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, grunting, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Pada bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.1,12Infeksi oleh Chlamydia trachomatis sering terjadi pada bayi berusia di bawah 2 bulan, dimana gejala baru timbul pada usia 4 12 minggu dan pada beberapa kasus pada usia 2 minggu, tetapi jarang setelah usia 4 bulan. Gejala timbul perlahan lahan, dan dapat berlangsung hingga berminggu minggu. Gejala umum berupa gejala infeksi respiratori ringan sedang, ditandai dengan batuk staccato ( inspirasi diantara setiap satu kali batuk ), kadang kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Bila berkembang menjadi pneumonia berat yang juga dikenal sebagai sindroma pneumonitis, terdapat gejala klinis ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis.2. Pneumonia pada Balita dan Anak Pada anak anak prasekolah, keluhan meliputi demam, menggigil, batuk ( nonproduktif/produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai oleh retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja dapat dijumpai demam, batuk ( nonproduktif/produktif ), nyeri dada, sakit kepala, anoreksia, dan kadang kadang keluhan gastrointestinal seperti mual atau diare, dan juga dehidrasi. Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta ( chest indrawing ), sianosis, dan napas cuping hidung. Ronki basah halus ( fine crackles ) khas pada anak besar dapat tidak dijumpai pada bayi. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Iritasi pleura dapat mengakibatkan nyeri dada dan bila berat gerakan dada akan menurun waktu inspirasi. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut. Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Bula efusi pleura bertambah, sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.Kadang kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis. Abdomenn mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin teraba karena tertekan oleh diafragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia.3. Pneumona Akibat Infeksi Mycoplasma pneumoniaeInfeksi diperoleh melalui droplet dari kontak dekat. Masa inkubasi kurang lebih 3 minggu. Gambaran klinis pneumonia atipik didahului dengan gejala menyerupai influenza ( influenza like syndrome ) seperti demam, malaise, sakit kepala, mialgia, tenggorokan gatal, dan batuk. Suhu tubuh jarang mencapai 38,5 C. Batuk terjadi setelah awitan penyakit, awalnya tidak produktif tetapi kemudian menjadi produktif. Sputum mungkin berbercak darah dan batuk dapat menetap hingga berminggu minggu.4. Pneumona Akibat Infeksi Clamidia pneumoniaeClamidia pneumoniae merupakan penyebab tersering infeksi saluran napas atas, seperti faringitis, rinosinusitis, dan otitis, tetapi dapat menyebakan pnumonia juga. Gejala klinis awalnya berupa gejala seperti flu, yaitu batuk kering, mialgia, sakit kepala, malaise, pilek, dan demam tidak tinggi. Pada pemeriksaan auskultasi dada tidak ditemukan kelainan. Gejala respiratori umumnya tidak mencolok. Leukosit darah tepi biasanya normal. Gambaran foto toraks menunjukan infiltrat difus atau gambaran peribronkial nonfokal yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis.1II.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Perifer LengkapPada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000 / mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Clamydia pneumoniae kadang kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relatif lebih rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat. Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.12. C Reaktive Protein ( CRP ) dan LEDCRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL 6, IL 1, dan TNF. Meskipun fungsinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda.13. Uji SerologisUji serologis untukj mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri atipik.14. Pemeriksaan MikrobiologisPemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Pemeriksaan sputum kurang berguna. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam darah, cairan pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif.5. Analisa Gas DarahAnalisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.6. Pemeriksaan Rontgen ThoraxFoto toraks dengan proyeksi antero posterior merupakan dasar diagnosis untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang kadang bercak bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tidak lanjut. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari: Pneumonia / infiltrat interstisial: ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi patchy consolidation karena atelektasis Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. Biasanya disebabkan oleh bakteri pnuemokokus atau bakteri lain. Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak bercak infiltrat halus yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial

Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia KlasikGambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan pneumonia pada anak terbanyakk di paru kanan, terutama lobus atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia, dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses abses kecil dan pneumoatokel dengan berbagai ukuran.

Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen toraks pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus bawah, inflitrat interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya gambaran foto toraks yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis. Meskipun tidak terdapat gambaran foto toraks yang khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh infeksi Mikoplasma. Demikian pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation.

II.10. DIAGNOSIS

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan / atau serologis merupakan dasar yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium menunjang yang memadai. Oleh karena itu pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1 menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas ( retraksi epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:

Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan 5 Tahun.Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun

Pneumonia berat

bila ada sesak napas

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

bila tidak ada sesak napas

ada napas cepat dengan laju napas

> 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun

> 40 x/menit untuk anak > 1 5 tahun

tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.1Bayi di bawah 2 bulan

Pneumonia

bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:

a. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:

b. pada usia 2 bulan 11 bulan : 50 kali / menit

c. pada usia 1 tahun 5 tahun : 40 kali / menit

2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:

a. kepala terangguk angguk

b. pernapasan cuping hidung

c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

Napas cepat

anak umur < 2 bulan : 60 kali / menit

anak umur 2 11 bulan : 50 kali / menit

anak umur 1 5 tahun : 40 kali / menit

anak umur 5 tahun : 30 kali / menit

Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda Pada auskultasi terdengar

crackles ( ronki )

suara pernapasan menurun

suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya

kejang, letargi, atau tidak sadar

sianosis

distress pernapasan beratII.11. DIAGNOSIS BANDING1. Pneumonia lobarisBiasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39 40 oC dan biasanya tipe kontinua. Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. 2. BronkioloitisDiawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia darah menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.3. Aspirasi benda asingAda riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba tiba, wheezing atau suara pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.4. Tuberkulosis

Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif ( > 10 mm atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih, batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun, pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang/sendi punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.5. Atelektasis

Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan dangkal, takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser dan letak diafragma mungkin meninggi. II.12. TATALAKSANA

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asm basa dan elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Karena identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris yang didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidiemiologis.

1. Pneumonia Rawat JalanPada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP dan 20 mg/kgBB sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik.Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan anak memburuk atau tidak dapat minum atau menyusui. Bila pernapasannya membaik ( melambat ), demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia berat.2. Pneumonia Rawat Inap

Terapi AntibiotikPemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan beta laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan selama 7 10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam / klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga.WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari untuk 5 hari berikutnya.Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat maka ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam. Bila pasien datang dengan keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin kloramfenikol atau ampisilin gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson 80 100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak membaik dalan 48 jam, maka bila mungkin foto toraks.Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin 7,5 mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau klindamisin oral selama 2 minggu.Terapi Oksigen

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen ( berikan pada anak dengan saturaso < 90%, anak yang tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.Terapi Penunjang

Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri antipiretik seperti parasetamol. Bila ditemukaan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang sesuai, tetapi hati hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama. II.13. KOMPLIKASI

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta, pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah empiema apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung ( bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi, gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada ). Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.

Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.II.14. PENCEGAHAN

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. Efektivitas vaksin pneumokok adalah sebesar 70% dan untuk H. influenzae sebesar 95%. Infeksi H. influenzae dapat dicegah dengan rifampicin bagi kontak di rumah tangga atau tempat penitipan anak.II.15. PROGNOSIS

Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %. Mortalitas dapa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri. Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.BAB III

ANALISIS KASUS1. S : Tn.M berumur 66 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa dengan keluhan demam, demam sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak terlalu panas, naik turun selama seminggu. Demam timbul pertama kali akibat kelelahan sebelumnya sering memacul di sawah. Batuk (-) pilek (-) pusing (-) lemas (+) mual (+) muntah (-) perut sakit (-) panas (-) BAB/BAK (+) normal darah (-) lendir (-) nyeri dada (-) dada berdebar (-) nafsu makan berkurang (+), mimisan (-), gusi berdarah (-).2. O : Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak lemas dengan kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/85 mmHg, nadi 98x/menit, suhu: 390C dan respirasi 18x/menit. Pada pemeriksaan fisik kepala, wajah, hidung, telinga, mulut, leher, dan jantung DBN, pada abdomen terdapat nyeri tekan pada bagian epigastrium dan hipokondria dekstra, pada ekstremitas DBN. 3. A : Obs.feb H + 74. P : - Inf. D5 12 tpm Primadol 3 x 1 tab

Stabactam 3 x 1 tab

Biobran 3 x 1 tab

DAFTAR PUSTAKA

Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.Hudoyo A. Anatomi Saluran Napas.[ internet ]. 2009 April.[ cited 18 Januari 2014 ]. Available from: http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e4e3ff458efaa961c32c1e9163a77a24964c5c0a.pdfEllis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior Doctors. 11th ed. [ e book ]. Massachussets : Blackwell Publishing. 2006Sherwood L. Human Physiology. 6th ed. China: Thomson Brooks/Cole; 2007. hal. 451 - 455

Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et. al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004. hal. 351 - 354.

Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002.

Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000. Hal. 74 92

Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses proses Penyakit. Vol 2. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 810

Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. [ e book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. Hal 984.

Iwantono HS. Bronkopneumoni.[ internet ]. 2008 Mar.[ cited 18 Januari 2014 ]. Available from: http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/bronkopneumonia.htmlTim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 113

Bennett NJ, Steele RW. Pediatric Pneumonia.[ internet ]. 2010 May.[ cited 18 Januari 2014 ]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/967822-medicationUNICEF. The Challange: Pneumonia is the Leading Killer of Children. .[ internet ]. 2011 Mar.[ cited 18 Januari 2014 ]. Available from: http://www.childinfo.org/pneumonia.html

5