tuli neuronal kongenital

22

Click here to load reader

Upload: diana-atmadja

Post on 21-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

special senses

TRANSCRIPT

Page 1: Tuli Neuronal Kongenital

Tuli Kongenital Sensorineural pada Bayi

et causa Infeksi Rubella pada Kehamilan

Diana Atmaja

102012047*

*mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510

E-mail: [email protected]

Abstrak

Gangguan pendengaran sensorineural genetik meliputi berbagai gangguan yang

mempengaruhi bayi, anak-anak, dan orang dewasa. Individu yang terkena mungkin

memiliki gangguan pendengaran unilateral atau bilateral mulai dari yang ringan

sampai sangat berat. Pada masa kanak-kanak gangguan pendengaran dengan

pertimbangan beberapa bentuk onset dewasa gangguan pendengaran.

Banyak bayi yang lahir tuli setiap tahun, lebih dari setengah memiliki gangguan

menurun. Penyakit keturunan harus dibedakan dari gangguan pendengaran yang

diperoleh. Tidak semua gangguan pendengaran keturunan hadir pada saat lahir;

beberapa anak mewarisi kecenderungan untuk mengembangkan gangguan

pendengaran di kemudian hari.

Kata kunci : anak, gangguan pendengaran, sensorineural, genetik.

Abstract

Genetic sensorineural hearing loss include a variety of disorders that affect infants,

children, and adults. Affected individuals may have unilateral or bilateral hearing loss

ranging from mild to very severe. In childhood hearing loss with consideration of

some form of adult-onset hearing loss.

Many babies are born deaf every year, more than half have a hereditary disorder.

Hereditary diseases should be distinguished from acquired hearing loss. Not all

descendants hearing loss is present at birth; some children inherit a tendency to

develop hearing loss later in life.

Key Words : child, hearing loss, sensorineural, genetic.

Page 2: Tuli Neuronal Kongenital

I. Pendahuluan

Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir

yang disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat

kelahiran. Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total

(deaf). Tuli kongenital dibagi menjadi genetik herediter dan non genetik. Tuli

kongenital merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada

perkembangan bicara, sosial, kognitif dan akademik. Masalah makin bertambah bila

tidak dilakukan deteksi dan intervensi secara dini.

Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran pada anak diperlukan

pemeriksaan fungsi pendengaran yang lebih sulit dibandingkan orang dewasa. Proses

pendengaran pada anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut aspek

tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi, dan

audiologi. Pada sisi lain pemeriksa diharapkan dapat mendeteksi gangguan pada

kelompok usia sedini mungkin.

Penilitian terakhir menyebutkan bahwa anak dengan kelainan pendengaran

membutuhkan tindakan rehabilitasi sesegera mungkin, bahkan juga anak usia 6 bulan

yang telah diidentifikasi memiliki kelainan pendengaran. Pemberian amplifikasi perlu

dipertimbangkan untuk memberikan rangsang stimulus pendengaran namun harus

diperhatikan faktor penguatannya sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang

permanen. Sedangkan di negara maju penggunaan implant koklear sudah banyak

diterapkan pada anak dengan kelainan kongenital.

II. Pembahasan

ANAMNESIS

Anamnesis pada bayi atau anak didapatkan dengan cara alloanamnesa dari

orangtuanya, untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini

perlu dilakukan pada bayi baru lahir sebelum keluar dari rumah sakit.1 Tujuannya

untuk mengetahui sedini mungkin kejadian gangguan pendengaran pada bayi karena

tuli berat sejak lahir memiliki dampak luas pada perkembangan berbicara berbahasa,

gangguan kognitif perilaku sosial emosi dan kesempatan bekerja.

Dengan demikian tuli sejak dini dapat diintervensi dapat dilakukan sedini

mungkin dan bukti memberikan peluang perkembangan yang lebih baik daripada

ketulian yang ditemukan pada anak yang lebih lanjut. Skrining sebaiknya pada semua

Page 3: Tuli Neuronal Kongenital

bayi yang baru lahir normal maupun bayi normal tanpa resiko. Negara bagian

Montana di AS merekomendasikan program 3-6 bulan untuk deteksi dan intervensi

dini yaitu skrining yang dilakukan sampai umur 1 bulan, diagnosis dilakukan sebelum

3 bulan dan intervensi dilakukan pada umur 6 bulan dan program ini disebut juga

Joint Committe on Infant Hearing (2000) menetapkan pedoman penegakan diagnosa

terhadap ketulian sebagai berikut :1

Untuk bayi 0-28 hari :

1. Riwayat keluarga dengan tuli sensori neural sejak lahir

2. Infeksi masa hamil (TORCHS)

3. Kelainan kraniofasialis termasuk kelainan pada pinna dan Hang telinga

4. Berat badan lahir < ISOOgr

5. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar

6. Obat ototoksik

7. Meningitis bakterial

8. Nilai apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit kelima

9. Ventilasi mekanik 5 hari lebih di NICU

10. Sindroma yang berhubungan sengan riwayat keluarga dengan tuli sensorineural

sejak lahir

Untuk bayi 29 hari - 2 tahun :

1. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran,

keterlambatan bicara, berbahasa tau keterlambatan perkembangan.

2. Riwayat keluarga dgn gangguan pendengaran yang menetap sejak anak-anak.

3. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang

diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan tuli sensorineural, konduktif

dan gangguan tuba eustachius.

4. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural

termasuk meningitis bakterial.

5. Infeksi intrauterin seperti toksoplasmosis, rubella, cytomegallo, herpes dan sifillis

1 Soepriadi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Ed 6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014. 30-5

Page 4: Tuli Neuronal Kongenital

6. Adanya faktor resiko tertentu pada masa neonatus terutama hiperbilirubinemia

yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang membutuhkan

ventilator serta kondisi lainnya yang memerlukan extracorporeal membrane

oxygenation (ECMO)

7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang

progresif usher syndrome neurofibromatosis dan osteoporosis

8. Adanya kelainan neurogeneratif seperti Hnter syndrome dan kelainan neuropathy

sensomotorik misalnay Freiderick ataxia, Charrot Marie Tooth Syndrome.

9. Trauma kapitis

10. Otitis media yang berulang dan menetap disertai effusi telinga tengah minimal 3

bulan

WORKING DIAGNOSIS

Congenital Disease Sensorineural Hearing Loss

Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli

sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri

atau virus) dan intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina,

asetosal, atau alcohol). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh tuli mendadak (sudden

deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons

serebelum, myeloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak

lainnya. Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan

menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea.

Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut. Pada trauma

kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan

pendengaran

Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir

yang disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat

kelahiran. Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total

(deaf).

PEMERIKSAAN FISIK

Penilaian APGAR Score

Page 5: Tuli Neuronal Kongenital

Pemeriksaan ini bertujuan menilai kemampuan laju jantung, kemampuan bernapas,

kekuatan tonus otot, kemampuan refieks dan warna kulit.

Cara:

a. Lakukan penilaian Apgar score dengan cara jumlahkan hasil penilaian tanda

seperti laju jantung, kemampuan bernapas, kekuatan tonus otot, kemampuan

refleks dan warna kulit.

b. Tentukan hasil penilaian, sebagai berikut:

         Adaptasi baik : skor 7-10         Asfiksia ringan-sedang : skor 4-6         Asfiksia berat : skor 0-3

Gambar 1. APGAR Score

PERKEMBANGAN AUDITORIK PRANATAL

Koklea mencapai fungsi normal seperti orang dewasa setelah usia gestasi 20

minggu. Pada masa tersebut janin dalam kandungan telah dapat memberikan respons

terhadap suara yang ada di sekitarnya, namun reaksi janin masih bersifat reflex seperti

reflex Moro, terhentinya aktivitas (cessation reflex) dan reflex Aropalpebral. Respons

terhadap suara berupa reflex auropalpebral yang konsisten pada janin normal usia 24-

25 minggu.

ETIOLOGI

1. Masa pranatal

Faktor Genetik.

Gangguan pendengaran karena factor genetic pada umumnya berupa gangguan

pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis

maupun progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan

kromosom X (contoh : Hunter’s syndrome, Alport syndrome, Norrie’s disease )

Page 6: Tuli Neuronal Kongenital

kelainan mitokondria ( contoh : Kearns- Sayre syndrome) merupakan suatu

malformasi pada satu atau beberapa organ telinga (contoh : stenosis atau atresia

kanal telinga eksternal sering dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai

osukler yang menimbulkan tuli konduktif).

Faktor Didapat.

Antara lain dapat disebabkan :

o Infeksi

Rubela kongenital , Cytomgealovirus, Toksoplsma virus herpes simpleks,

meningitis bakteri. Otitis media kronik purulenta, mastoiditis, endolabirintis,

kongenital sifilis. Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus menyebabkan

gangguan pendengaran pada 18 % dari seluruh kasus gangguan pendengaran

dimana gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi Cytomegalovirus

sebesar 50%, infeksi Rubela kongenital 50%, dan Toksoplasma kongenital 10-

15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan

pendengaran yang terjadi bersifat tuli sensorineural.

o Neonates hiperbilirubinemia

o Masalah perinatal

Prematuritas, anoksia berat, hiperbilirubinemia, obat ototoksik.

o Obat ototoksik

Obat-obatan yang dapat menyebaban gangguan pendengerana adalah :

Golongan antibiotika : Erythromycin, Gentamicin, Streptomycin, Netilmicin,

Amikacin, Neomycin (pada pemakaian tetes telinga), Kanamyycin, Etiomycin,

Vancomycin. Gologan diuretika : furosemide.

o Trauma

Fraktur tulang temporal, perdarahan pada telinga tengah atau koklea,

dislokasi osikular, trauma suara.

o Neoplasma

Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis 2), cerebellopontine tumor,

tumor pada telingah tengah (contoh : rhabdomyosarcoma, glomus tumor).

2. Masa perinatal

3. Masa postnatal

Page 7: Tuli Neuronal Kongenital

Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubella, campak, parotis, infeksi

(meningitis, ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal juga

dapat menyebabkan tuli saraf atau tuli konduktif.

Tabel1. Karateristik gambaran klinis infeksi perinatal

Organisme

(jalur transmisi)Manifestasi klinis

Cytomegalovirus

(transmisi melalui transplasenta lebih

sering daripada jalur transmisi

intrapartum)

Intra Uterine Growth Retardation

(IUGR), Hepatosplenomegali,

korioetinitis, petekie, mikroftlamia,

kalsifikasi serebral, mikrosefali, dan

kelainan pada struktur koklea serta

kerusakan sel organ korti dan nervus

kedelapan.

Rubela (Transplasenta)

Penyakit jantung kongenital, IUGR,

hepatosplenomegali, ikterik, purpura,

katarak, glaucoma, korioretinitis,

retinopati, bone lesions, mikrosefali, dan

reaksi inflamasi dan lesi destruktif pada

koklea.

Herpes simpleks

(Ascending intrapartal infection)

Vesikel pada kulit, keratokonjungtivitis

pada masa neonates, meningoensefalitis,

mikrosefali, retardasi mental,

mikroftalmia, dysplasia retina.

Toksoplasma

(hanya melalui transplasenta)Korioretinitis, hidrosefalus, mikrosefali.

PATOFISIOLOGI 2

Tuli kongenital paling sering mempengaruhi sel-sel rambut koklea dan

menyebabkan kehilangan pendengaran. Kehilangan pendengaran umumnya bilateral

dan frekuensi tinggi lebih sering daripada frekuensi rendah meskipun audiogram

2 Adams GL, Boeis, LR. Higler A. Boeis. Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Jakarta.

Page 8: Tuli Neuronal Kongenital

menunjukkan hasil yang berbeda. Kebanyakan penyebab tuli kogenital tidak diketahui

, tetapi kondisi lain dapat terjadi selama kehanilan karena infeksi Rubella atau CMV

yang menyebabkan terjadinya tuli kogenital.

Tuli kogenital dapat memburuk setelah kelahiran dantingkat keparahan

bervariasi. Kehilangan pendengaran juga dapat gangguan genetic. Faktor genetik

berperan setidaknya 50% dari semua tuli kogenital. Jarang terjadi malformasi

kogenital termasuk atresia meatus auditory internal. Sangat penting untuk

mendiagnosa ini karena anak-anak dengan kehilangan pendengaran tidak menerima

implant koklea. Mereka seharusnya memiliki auditory brainstem implant dimana

saraf-saraf pendengaran di bypass perangsangan langsung nucleus koklear. Sejak

kebanyakan masalah tuli kogenital mempengaruhi sel-sel rambut bagian luar, bayi

yang baru lahir sekarang perlu diskrinig dengan menggunakan rekaman otoucustic

emission.

Infeksi sering mengenai telinga bagian tengah dan koklea. bakterial menginitis salah

satu penyebab gangguan pendengaran pada anak-anak sebelum imunisasi. Bakteri

menyebabkan meningitis dan kehilangan pendengaran akibat inflamasi pada labirin

yang mengganggu sel rambut dan mengganti labirin membrane dan jaringan ikat

yamg biasanya bilateral dan permanen.

MANIFESTASI KLINIS

Bayi dan anak dengan gangguan pendengaran sering memberikan gejala berupa

keterlambatan bicara (speech delayed). Gagal atau tidak berkembangnya kemampuan

berbicara dan berbahasa merupakan tanda yang menunjukkan adanya gangguan

pendengaran dan perlu dievaluasi. Adapun beberapa gejala atau tanda lain pada anak

yang mengalami gangguan pendengaran antara lain:3

Tidak ada respon pada bunyi yang keras pada bayi umur 3-4 bulan atau bayi

tidak dapat mengetahui asal dari sumber bunyi.

Bayi hanya melihat ketika dia melihat ibu atau orang lain yang berhadapan

dengannya, sedangkan dia tidak akan melihat apabila tidak berhadapan

dengannya atau meskipun dengan memanggil namanya.

Pada bayi umur 15 bulan yang mengalami keterlambtan berbicara, tidak akan

dapat mengucapkan kata-kata mama.

3 University of Virginia. Hearing loss in Babies. Http://www.healthysystem.virginia.com. [diakses 20 Maret 2015]

Page 9: Tuli Neuronal Kongenital

Bayi atau anak tidak selalu respon ketika dipanggil.

Anak-anak dapat mendengar beberapa bunyi tetapi bunyi yang lainnya tidak.

FAKTOR RISIKO

1) Riwayat keluarga ditemukan ketulian

2) Infeksi intrauterine

3) Abnormalitas pada kraniofasial

4) Hiperbilirubinemia yang memerluka transfuse tukar

5) Penggunan obat ototoksis aminoglikosida lebih dari 5 hari atau penggunanan

antibiotic tersebut dengan obat golongan loop diuretic

6) Meningitis bakteri

7) APGAR skor <4 pada saat menit tertama setelah dilahirkan, atau APGAR skor <6

pada menit kelima

8) Memerlukan penggunan ventilasi mekanik lebih dari 5 hari

9) Berat lahir <1500 gram

10) Manifestasi dari suatu sindroma yang melibatkan ketulian

SCREENING PENDENGARAN PADA BAYI /ANAK

Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini mungkin.

Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang bayi/anak hanya bersifat ringan,

namun dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan bericara

dan berbahasa. Dalam keadaan normal seorag bayi telah memiliki kesiapan

berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan, berarti saat tersebut merupakan

periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.

Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan anak; 4

1. Oto Acoustic Emission (OAE)

OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar

yang tiba di sel-sel rambut luar koklea. OAE bermanfaat untuk mengetahui apakah

koklea berfungsi normal, berdasarkan prinsip elektrofisiologik yang objektif, cepat,

mudah, otomatis, non-invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Kerusakan

yang terjadi pada sel-sel rambut luar koklea, misalnya akibat infeksi virus, obat

4 Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Ed 6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 33-7.

Page 10: Tuli Neuronal Kongenital

ototoksik, kurangnya aliran darah yang menuju koklea menyebabkan sel-sel

rambut luar koklea tidak dapat memproduksi OEA.Pemeriksaan ini dapat

dilakukan untuk bayi yang baru berusia 2 hari. Selain juga untuk orang dewasa.

Pada bayi, pemeriksaan ini dapat dilakukan saat beristirahat/tidur. Tesnya

tergolong singkat dan tidak sakit, namun memberi hasil akurat. Hasilnya dapat

dikategorikan menjadi dua, yakni pass dan refer. Pass berarti tidak ada masalah,

sedangkan refer artinya ada gangguan pendengaran hingga harus dilakukan

pemeriksaan berikut.

Tes ini melibatkan penempatan sebuah ear-piece kecil ke dalam telinga luar

bayi yang mengirim keluar suara clicking yang lembut. Respons “echo” kemudian

diukur oleh komputer dan menunjukkan berfungsinya tlinga tengah dan dalam

(koklea) bayi. Tes ini dilakukan oleh seorang yang terlatih untuk skrining bayi

yang baru lahir dalam beberapa minggu pertama kehidupan, sering dilakukan

sebelum bayi meninggalkan rumah sakit, tapi kadang-kadang di rumah atau di

sebuah klinik setempat oleh sebuah kesehatan terlatih pengunjung.

Orang tua tetap dengan bayi mereka sementara tes dilakukan dan dibutuhkan

hanya beberapa menit untuk memberikan hasil. Partisipasi tidak diperlukan dari

bayi, dan mereka seringkali tertidur saat menjalani tes. Jika tes tidak menunjukkan

jawaban yang jelas, maka akan diulang. Ini tidak berarti mereka memiliki

pendengaran karena kadang-kadang kondisi saat pemutaran tidak benar; mungkin

bayi tidak tenang atau mungkin masih terdapat cairan di saluran telinga saat

kelahiran. Jika setelah percobaan kedua AOAE, bayi masih tidak menunjukkan

reaksi, mereka akan dialihkan untuk jenis tes pendengaran kedua yang disebut

automated auditory brainstem response (AABR).

2. Automated Auditory Brainstem Response (AABR) atau Automated Brain Evoked

Response Audiometri (BERA)

Tes BERA dapat menggambarkan reaksi yang terjadi sepanjang jaras-jaras

pendengaran, dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan dimulai pada

saat pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang.

Pemeriksaan BERA mempunyai nilai objektifitas yang tinggi, penggunaannya

mudah, tidak invasif, dan dapat dipakai untuk pemeriksaan anak yang tidak

kooperatif, yang tidak bisa diperiksa secara konvensional.

Page 11: Tuli Neuronal Kongenital

Cara kerjanya: perangkat dekat telinga membuat suara “click”. Earpieces di

telinga semisirkularis melakukan suara dan elektroda di kulit kepala / earlobes jalur

suara bergerak melalui telinga untuk otak.

3. Auditory Steady-State Response (ASSR)

Dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang sebuah teknik pemeriksaan

pendengaran objektif yang dapat menentukan ambang dengar pada frekuensi

tertentu secara spesifik, yaitu auditory steady-state response (ASSR). Pemeriksaan

tersebut merupakan pemeriksaan elektrofisiologis terhadap respons sistem

pendengaran berupa gelombang di otak yang dibangkitkan oleh stimulasi suara.

Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan ambang dengar dengan teknik ASSR

ini lebih cepat karena dapat secara simultan memeriksa empat frekuensi masing-

masing pada kedua telinga. ASSR dapat memberikan informasi frekuensi spesifik

dibandingkan click ABR yang telah lebih dulu dikenal luas. Dengan pemeriksaan

ASSR intensitas dapat diberikan sampai 127,8 dB, sehingga dapat mengidentifikasi

ambang dengar pada subjek dengan gangguan pendengaran sangat berat atau

dengan kata lain dapat menentukan sisa pendengaran. Pemeriksaan ASSR tidak

dipengaruhi oleh soundfield speaker atau hearing aid amplifier karena respons

pada ASSR sifatnya steady-state dan stimulusnya simultan, sehingga ASSR dapat

digunakan untuk memperkirakan ambang dengar pada pasien implan koklea atau

untuk kepentingan pemasangan alat bantu dengar.

Kelemahan pemeriksaan ASSR ini adalah tidak dapat menentukan lokasi lesi

dan belum banyak data yang dipublikasikan mengenai pemeriksaan hantaran

tulang. Sampai saat ini penelitian mengenai ASSR masih banyak dilakukan di

sentra-sentra pendengaran terkemuka, namun belum ada data mengenai sensitivitas

dan spesifisitas pemeriksaan ini.

4. Timpanometri

Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi

(tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk

membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur ini tidak

memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-

anak. Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang

terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga. Dengan alat ini

Page 12: Tuli Neuronal Kongenital

bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak

suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.

5. Play Audiometry

Pemeriksaan yang juga berfungsi mengetahui ambang dengar anak ini dapat

dilakukan pada anak usia 2,5-4 tahun. Caranya dengan menggunakan audiometer

yang menghasilkan bunyi dengan frekuensi dan intensitas berbeda. Bila anak

mendengar bunyi itu berarti sebagai pertanda anak mulai bermain misalnya harus

memasukkan benda ke kotak di hadapannya.

PENATALAKSANAAN

Alat Bantu Dengar

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan

batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa

berjalan dengan lancar.

Alat bantu dengar terdiri dari:

- Sebuah mikrofon untuk menangkap suara

- Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara

- Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.

Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan

apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah

seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya

gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu proses

pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi

pendengaran sensorineural.

Alat Bantu Dengar Hantaran Udara

Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga

dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan

Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.

Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan

sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga.Alat ini seringkali dipakai

oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah

rusak.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga

Page 13: Tuli Neuronal Kongenital

Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai

berat.Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang

lain.

CROS (contralateral routing of signals)

Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi

pendengaran pada salah satu telinganya.Mikrofon dipasang pada telinga yang

tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui

sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.Dengan alat ini,

penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.

BICROS (bilateral CROS)

Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penurunan fungsi pendengaran

yang ringan,maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.

Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang

Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar

hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika

dari telinganya keluar cairan otore. Alat ini dipasang di kepala, biasanya di

belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis.Suara dihantarkan melalui

tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang

bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.

Pencangkokan koklea

Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang

tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini

dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:

Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar

Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara

yang tertangkap oleh mikrofon

Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal

dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik

Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan

mengirimnya ke otak.

Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran

yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli

dan membantu mereka dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat

berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras

Page 14: Tuli Neuronal Kongenital

suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang

mengalami kerusakan.

Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang

listrik oleh telinga dalam.Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita

menerimanya sebagai suara. Implan koklea bekerja dengan cara yang sama.

Secara elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian

mengirimnya ke otak.

III. Kesimpulan

Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir dan

merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada perkembangan

bicara, sosial, kognitif dan akademik. Pada prinsipnya tuli kongenital harus diketahui

sedini mungkin. Untuk menegakkan diagnosis sedini mungkin maka diperlukan

skrining pendengaran pada anak. Pemeriksaan pendengaran anak secara komprehensif

yang mencakup penilaian tingkah laku (behavioral), elektrofisiologis, serta

perkembangan motorik, wicara dan bahasa. Skrining pendengaran bayi baru lahir

merupakan usaha untuk deteksi terjadinya tuli kongenital. Deteksi dini tuli kongenital

menggunakan alat oto acoustic emission (OAE) dan brainstem evoked response

audiometry (BERA). Deteksi dini akan meyakinkan diagnosis tuli kondenital,

sehingga intervensi dapat segera dilakukan.

IV. Daftar Pustaka

1. University of Virginia. Hearing loss in Babies.

Http://www.healthysystem.virginia.com. [diakses 20 Maret 2015]

2. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Ed 6.

Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 33-7.

3. Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis

fundamentals of otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC, hal; 174,

240-247, 2007

4. Greenberg I Michael, Kedokteran Kedaruratan, Jilid I, Penerbit Erlangga: Jakarta,

hal;124, 2004 .

5. Scott Olivia. Congenital Deafness. Http://www.patient.co.uk. [diakses 20 Maret

2015].