tuli kongenital

32
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuli kongenital adalah salah satu masalah pada anak- anak yang akan berdampak pada perkembangan bicara, sosial, kognitif dan akademik. Masalah akan makin bertambah apabila tidak dilakukan deteksi dan intervensi dini. Tuli kogenital adalah tuli yang terjadi pada seorang bayi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat lahir. Ketulian ini dapat berupa ketulian sebahagian (hearing impaired) atau tuli total (deaf). Tuli kogenital dibagi menjadi genetic herediter dan non genetic. Untuk mencegah terjadinya tuli kogenital maka dihindari kawin sedarah. Pada kelahiran terjadi ketulian pada anak karena kegagalann dari perkembangan sistem pendengaran akibat faktor genetik, kerusakan dari mekanisme pendengaran dari masa embrional, kehidupan janin di dalam kandungan atau selama proses kehamilan. Faktor-faktor diatas akan menyebabkan anak tuli sebelum lahir atau tuli pada saat lahir sehingga anak tersebut tidak akan pernah mendengar suara maka dia akan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Anak yang lahir tuli meskipun tidak pernah mendengar tetapi dapat juga tersenyum bahkan berteriak-teriak hanya saja suara yang dihasilkan tidak berguna untuk komunikasi. 1

Upload: gpicauly

Post on 13-Aug-2015

295 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

Page 1: Tuli Kongenital

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuli kongenital adalah salah satu masalah pada anak-anak yang akan berdampak

pada perkembangan bicara, sosial, kognitif dan akademik. Masalah akan makin

bertambah apabila tidak dilakukan deteksi dan intervensi dini. Tuli kogenital adalah tuli

yang terjadi pada seorang bayi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi

kehamilan maupun pada saat lahir. Ketulian ini dapat berupa ketulian sebahagian

(hearing impaired) atau tuli total (deaf).

Tuli kogenital dibagi menjadi genetic herediter dan non genetic. Untuk

mencegah terjadinya tuli kogenital maka dihindari kawin sedarah. Pada kelahiran terjadi

ketulian pada anak karena kegagalann dari perkembangan sistem pendengaran akibat

faktor genetik, kerusakan dari mekanisme pendengaran dari masa embrional, kehidupan

janin di dalam kandungan atau selama proses kehamilan. Faktor-faktor diatas akan

menyebabkan anak tuli sebelum lahir atau tuli pada saat lahir sehingga anak tersebut

tidak akan pernah mendengar suara maka dia akan acuh tak acuh terhadap lingkungan

sekitarnya. Anak yang lahir tuli meskipun tidak pernah mendengar tetapi dapat juga

tersenyum bahkan berteriak-teriak hanya saja suara yang dihasilkan tidak berguna untuk

komunikasi.

Gangguan pendengar pada bayi dan anak kadang-kadang disertai

keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan. Umumnya

sebahagian bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran lebih dahulu

diketahui keluarganya sebagai pasien yang terlambat bicara. Pada prinsipnya gangguan

pendengaran pada bayi haras diketahui sedini mungkin. Walaupun derajat ketulian yang

sedang dialami seorang bayi bersifat ringan namun dalam keadaan normal seorang bayi

memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan dimana pada saat itu

merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dan manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah untuk

memenuhi tugas dalam kepaniteraan klinik senior ilmu penyakit Telinga Hidung

Tenggorokan-Kepala Leher (THT-KL) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

1

Page 2: Tuli Kongenital

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Telinga

Sistem auditorius terdiri dari tiga komponen yaitu telinga luar, tengah dan

dalam. Telinga taar terdiri dari daun telinga, liang telinga dan membran timpani. Daun

telinga terdiri dari tnlang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S

dengan rangka tulang rawan sepertiga luar sedangkan dua pertiga bagian dalamnya

terdiri dari tulang. Panjang dari lian telina ini berkisar 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian

luar liang telinga banyak terdapat kelenjar serumen dan rambut kelenjar keringat

terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam liang telinga sedikit

dijumpai kelenjar serumen.

Telinga tengah berbentuk kubus yang dibatasi oleh bagian-bagian seperti

berikut:

1. Batas luar : membran timpani

2. Batas depan : tuba eustachius

3. Batas bawah : venajugularis (bulbus jugularis)

4. Batas belakang : aditus adantrum, kanalis fasialis pars vertikalis

5. Batas atas : tegmen timpani

6. Batas dalam : berturut rurut dari atas kebawah kanalis semisirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan

promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung apabila dilihat dari arah liang telinga

dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida,

sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida hanya berlapis dua yaitu

bagian luar yaitu lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam adalah epitel

saluran nafas. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri

serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan sebagai radier dibagian luar dan

sirkuler di bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran

timpani disebut sebagai umbo. Dari bagian umbo bermula suatu reflek cahaya yaitu

pada pukul 7 pada telinga kiri dan pukul 5 pada telinga kanan. Membran timpani dibagi

menjadi 4 kuadran dengan menarik garis tengah pada longus maleus dan garis tegak

2

Page 3: Tuli Kongenital

lurus pada garis itu di umbo sehingga didapati bagian atas-depan, atas-belakang,

bawah-depan dan bawah-belakang. Tulang pendengaran pada telinga teagah saling

berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus nekkat

pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes berhubungan dengan tingkap bnpong

yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang pendengaran ini adalah

posendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat

andftus ad antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum

mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan

nasofaring dan telinga tengah

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan

vestibuler fang terdiri 3 buah kanalis semisirkularis ujung atau puncak dari koklea

disebut helikotrema yang menghubungkan perilimfa skala timfani dengan skala

vestibuli. Kanalis semisirkularis berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, pada sebelah atas terlihat

skala vestibuli, bawah tampak skala timpani dan dukrus koklearis pada skala media atau

diantaranya. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli sedangkan dasar

skala media disebut membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala

media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada

membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam dan luar dan

kanalis corti yang membentuk organ korti.

3

Page 4: Tuli Kongenital

2.2 Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya gelombang bunyi dari daun

telinga yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut

memggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengamflikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran

dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

Energi energi getar yang telah diamfilikasi ini akan diteruskan ke tulang stapes

yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak.

Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa sehingga

akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses

ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan defleksi stereosillia sel-sel rambut

sehingga kanal ion terbukadan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik ke badan sel.

Keadaan ini menyebabkan depolarisasi sel rambur sehingga menyebabkan pelepasan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di

lobus temporalis.

Persarafan pada pendengaran dan keseimbangan berasal dari Nervus Akustikus

dan Nervus Fasialis yang masuk ke porus dari meatus acusticus internus dan bercabang

dua membentuk Nervus vestibularis dan Nervus Koklearis. Sedangkan perdarahan dari

telinga diperdarahi oleh Arteri Labirinti yang berasal dari Arteri Serebelli inferior dan

langsung dari Arteri Basilaris dan masuk ke meatus internus yang kemudian bercabang

menjadi:

1. Ramus Vestibularis : "bagian atas vestibulum kanalis semisirkularis

dan koklea bagian basal.

2. Ramus Vestibulocochlearis : bawah vestibulum, kanalis semisirkularis dan

koklea bagian basal.

3. Ramus Koklearis : bagian koklea lainnya

4

Page 5: Tuli Kongenital

2.3 Perkembangan Auditorik

Perkembangan auditorik pada manusia sangat erat hubungannya dengan

perkembangan otak. Neuron di bagian korteks mengalami proses pematangan dalam

waktu 3 tahun pertama kehidupan, dan 12 bulan pertama kehidupan terjadi

perkembangan otak yang sangat cepat.

Berdasarkan penepitian bahwa koklea mencapai fungsi normal seperti orang

dewasa pada usia gestasi 20 minggu. Pada masa tersebut janin dalam kandungan sudah

dapat memberikan respon pada suara yang ada disekitarnya namun reaksi janin masih

reaksi seperti refleks moro, terhentinya aktivitas, dan refleks auropalpebral. Kuccwara

membuktikan respon terhadap suara berupa refleks aurpalpebral yang konsisten pada

janin usia 24-25 minggu.

2.4 Defmisi

Tuli kongenital ialah ketulian yang terjadi pada seorang bayi yang disebabkan

faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat lahir.

2.5 Insidensi

Di negara maju angka tuli kogenital berkisar antara 0,1-0,3% kelahiran hidup,

sedangkan di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan Depkes di 7 propinsi pada

tahun 1994-1996 yaitu sebesar 0,1% . di Indonesia diperkirakan 214.000 orang bila

jumlah penduduk sebesar 214.100.000 juta.

Jumlah ini akan bertambah setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah

penduduk akibat tingginya angka kelahiran sebesar 0,22%. Hal ini akan berdampak

pada penyediaan sarana pendidikan dan lapangan pekerjaan di masa mendatang.

Pertemuan WHO di Colombo pada tahun 2000 memutuskan bahwa tuli kogenital

sebagai salah satu penyebab ketulian yang angka prevalensinya harus diturunkan. Ini

tentu saja memerlukan kerja sama dengan bidang lainnya dan masyarakat selain tenaga

kesehatan.

5

Page 6: Tuli Kongenital

2.6 Etiologi

Gangguan pendengaran pada anak dapat berkembang dari penyebab yaitu

prenatal, perinatal dan post natal.

• Prenatal

Selama kehamilan periode yang paling penting adalah trimester pertama sehingga setiap

gangguan yang terjadi pada masa itu akan menyebabkan ketulian pada bayi. Infeksi

bakteri maupun virus pada masa tersebut dapat berakibat buruk pada pendengaran bayi

yang akan dilahirkan. Beberapa jenis obat yang ototoksik dan teratogenik yang dapat

mengganggu organogenesis dan merusak sel silia seperti salisilat, kina, neomisin,

barbiturat, gentamisin dan lain-lain. Adapun yang mempengaruhi masa prenatal ini

adalah

I. Infant faktor

Janin dapat lahir dengan kelainan pada telinga dalam yang dapat disebabkan genetik

maupun faktor nongenetik. Kelainan yang muncul dapat sendiri maupun dapat

merupakan bagian dari suatu syndrome. Kelainan pada telinga dalam dapat berupa

kelainan membranous labyrinth atau kombinasi dari kelainan membranous labyrinth dan

tulang labyrinth. Yang termasuk dari gangguan ini adalah

Sheibe's dysplasia

Alexander's dysplasia

Bing-Siebeman dysplasia

Michel dysplasia

Mondini's dysplasia

Enlarge vestibular aqueduct

Semicircular canal malformation

II. Maternal faktor

Adapun yang termasuk dari maternal faktor adalah

Infeksi

Penggunaan obat-obatan semasa kehamilan

Terpapar radiasi pada trimester pertama

6

Page 7: Tuli Kongenital

• Perinatal

Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor resiko

terjadinay gangguan pendengaran. Umumnya ketulian yang terjadi akibat factor pranatal

dan perinatal adalah tuli sensorineural bilateral dengan derajat ketulian berat atau sangat

berat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tuli kongenital saat kelahiran adalah :

Anoxia

Prematuritas dan berat badan lahir yang rendah

Trauma lahir

Jaundice neonatus

Meningitis neonates

Penggunaan obat-obat ototoksik sewaktu terapi meningitis

• Postnatal

Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi selaput otak,

perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal juga menyebabkan tuli saraf dan

konduktif.

Adapun faktor yang mempengaruhi tuli kogenital setelah kelahiran adalah

I. Genetik

Pada keadaan ini tuli yang dialami akan muncul pada masa kanak-kanak dan dewasa

dimana didapati anggota keluarga yang mengalami tuli sensorineural yang progresif

atau adanya sindrome yang berhubungan.

II. Nongenetik

Bagian ini juga terjadi pada saat dewasa yang dapat disebabkan oleh :

Infeksi virus

Sekret otitis media

Obat yang bersifat ototoksik

Trauma

Noise-induced deafness

7

Page 8: Tuli Kongenital

2.7 Patoflsiologi

Tuli kongenital paling sering mempengaruhi sel-sel rambut koklea dan menyebabkan

kehilangan pendengaran. Kehilangan pendengaran umumnya bilateral dan frekuensi

tinggi lebih sering daripada frekuensi rendah meskipun audiogram menunjukkan hasil

yang berbeda. Kebanyakan penyebab tuli kogenital tidak diketahui , tetapi kondisi lain

dapat terjadi selama kehanilan karena infeksi Rubella atau CMV yang menyebabkan

terjadinya tuli kogenital.

Tuli kogenital dapat memburuk setelah kelahiran dantingkat keparahan

bervariasi. Kehilangan pendengaran juga dapat gangguan genetic. Faktor genetik

berperan setidaknya 50% dari semua tuli kogenital. Jarang terjadi malformasi kogenital

termasuk atresia meatus auditory internal. Sangat penting untuk mendiagnosa ini karena

anak-anak dengan kehilangan pendengaran tidak menerima implant koklea. Mereka

seharusnya memiliki auditory brainstem implant dimana saraf-saraf pendengaran di

bypass perangsangan langsung nucleus koklear. Sejak kebanyakan masalah tuli

kogenital mempengaruhi sel-sel rambut bagian luar, bayi yang baru lahir sekarang perlu

diskrinig dengan menggunakan rekaman otoucustic emission.

Infeksi sering mengenai telinga bagian tengah dan koklea. bakterial menginitis

salah satu penyebab gangguan pendengaran pada anak-anak sebelum imunisasi. Bakteri

menyebabkan meningitis dan kehilangan pendengaran akibat inflamasi pada labirin

yang mengganggu sel rambut dan mengganti labirin membrane dan jaringan ikat yamg

biasanya bilateral dan permanen.

2. 8 Gejala klinis

Gejala awal yang dijumpai pada bayi atau anak didapat alloanamnesa dari

orangtuanya, biasanaya apabila orang tua bersuara maka tidak ada reaksi dari anaknya

dan apabila dipanggil tidak ada reaksi. Lambat laun jika bayi bertambah besar maka

perkembangannya menjadi aneh dimana ada variasi dalam pengucapan kata-kata, tidak

dapat berbicara yang keras yang dihasilkan dari perbendaharaan kata dimana pada usia

9 bulan bayi sudah dapat mengucapkan 4 perbendaharaan kata.

Pada anak yang muda tidak dapat perhatian penuh, bingung terus meneras, tidak

adanya perhatian seolah-olah tidak mendengar dan tidak mau mendengarkan. Terkadang

anak dituduh nakal, malas dan lambat perkembangannya. Banyak gejala dari ketulian

8

Page 9: Tuli Kongenital

ini seperti adanya kemunduran mental, gangguan emosi, psikotik, kesalahan orientasi

sekeliling kelainan saraf, cerebral palsy, gangguan fisik dan belajar berbicara yang sulit.

Gamgguan diketahui rata-rata 18-24 bulan 50% tanpa faktor resiko terhadap ketulian.

Anak yang lahir tuli atau tuli sebelum dapat berbicara dapat dicurigai apabila anak

tersebut:

• Tidak ada tanggapan suara terutama suara ibunya

• Tidak terkejut ataupun tidak menoleh apabila ada suara keras disampingnya.

• Tidak menunjuknya ada ekspresi pada wajahnya.

Adanya gangguan perkembangan dari bahasa dan bicara yaitu pada usia 12 bulan anak

belum bisa berbicara dan usia 18 bulan tidak bisa menyahut satu kata

2.9 Diagnosis

Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini perlu

dilakukan pada bayi baru lahir sebelum keluar dari rumah sakit dengan tujuan untuk

mengetahui sedini mungkin kejadian gangguan pendengaran pada bayi karena tuli berat

sejak lahir memiliki dampak luas pada perkembangan berbicara berbahasa, gangguan

kognitif perilaku sosial emosi dan kesempatan bekerja.

Dengan demikian tuli sejak dini dapat diintervensi dapat dilakukan sedini

mungkin dan bukti memberikan peluang perkembangan yang lebih baik daripada

ketulian yang ditemukan pada anak yang lebih lanjut. Skrining sebaiknya pada semua

bayi yang baru lahir normal maupun bayi normal tanpa resiko. Negara bagian Montana

di AS merekomendasikan program 3-6 bulan untuk deteksi dan intervensi dini yaitu

skrining yang dilakukan sampai umur 1 bulan, diagnosis dilakukan sebelum 3 bulan dan

intervensi dilakukan pada umur 6 bulan dan program ini disebut juga Joint Committe on

Infant Hearing (2000) menetapkan pedoman penegakan diagnosa terhadap ketulian

sebagai berikutu

Untuk bayi 0-28 hari :

1. Riwayat keluarga dengan tuli sensori neural sejak lahir

2. Infeksi masa hamil (TORCHS)

3. Kelainan kraniofasialis termasuk kelainan pada pinna dan Hang telinga

4. Berat badan lahir < ISOOgr

5. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar

9

Page 10: Tuli Kongenital

6. Obat ototoksik

7. Meningitis bakterial

8. Nilai apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit kelima

9. Ventilasi mekanik 5 hari lebih di NICU

10. Sindroma yang berhubungan sengan riwayat keluarga dengan tuli sensorineural

sejak lahir

Untuk bayi 29 hari - 2 tahun

1. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran, keterlambatan

bicara, berbahasa tau keterlambatan perkembangan.

2. Riwayat keluarga dgn gangguan pendengaran yang menetap sejak anak-anak.

3. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui

mempunyai hubungan yang erat dengan tuli sensorineural, konduktif dan gangguan

tuba eustachius.

4. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural

termasuk meningitis bakterial.

5. Infeksi intrauterin seperti toksoplasmosis, rubella, cytomegallo, herpes dan sifillis

6. Adanya faktor resiko tertentu pada masa neonatus terutama hiperbilirubinemia

yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang membutuhkan

ventilator serta kondisi lainnya yang memerlukan extracorporeal membrane

oxygenation (ECMO)

7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif

usher syndrome neurofibromatosis dan osteoporosis

8. Adanya kelainan neurogeneratif seperti Hnter syndrome dan kelainan neuropathy

sensomotorik misalnay Freiderick ataxia, Charrot Marie Tooth Syndrome.

9. Trauma kapitis

10. Otitis media yang berulang dan menetap disertai effusi telinga tengah minimal 3

bulan.

Bayi yang mempunyai salaha satu faktor resiko tersebut mempunyai

kemungkinan mengalami ketulian 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang

tidak memiliki faktor resiko. Bila terdapat 3 faktor resiko kecendrungan menderita

10

Page 11: Tuli Kongenital

ketulian diperkirakan 63 kali lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai

faktor resiko. Pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang intensif resiko mengalami

ketulian 10 kali dibandingkan bayi normal.

Namun indikator risiko gangguan pendengaran tersebut hanya mendeteksi

sekitar 50% gangguan pendengaran karena banyaknya bayi yang mengalami gangguan

pendengaran tanpa memiliki faktor resiko dimaksud. Berdasarkan pertimbangan

tersebut makas saat ini upaya melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi

ditetapkan melalui program Newborn Hearing Screening (NHS).

Saat ini baku emas pemeriksaan skrining pendengaran pada bayi adalah

pemeriksaan otoacoustic emission dan automated ABR.

2.10 Pemeriksaan pendengaran pada bayi

Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini

mungkin. Walaupun derajat ketulian yang dialami anak atau bayi masih ringan namun

dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan anak untuk

berbicara dan berbahasa.

Dibandinkan dengan orang dewasa pemeriksaan pendengaran pada anak dan

bayi jauh lebih sulit dan memerlukan ketelitian dan kesabaran. Selain itu pemeriksa

harus mengetahui usia anak atau bayi dengan taraf perkembangan motorik dan

audotorik. Untuk itu oerlu dilakukan pemeriksaan ulangan atau pemeriksaan tambahan

untuk melaksanakan konfirmasi hasil pemeriksaan sebelumnya. Beberapa pemeriksaan

yang dapat di;ajukan pada bayi dan anak adalah :

1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)

Tes ini berdasarkan respon aktif pasien terhadap stimulus bunyi dan merupakan

respon yang disadari. Metoda ini dapat mengetahui sistem auditorik termasuk kognitif

yang lebih tinggi. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang cukup tenang idealnya

dilakukan pada ruangan kedap suara. Sumber bunyi sederhana dapat dilakukan dengan

tepukan tamngan tembur, bola plastik berisik pasir, remasan kertas minyak, bel,

terompet karet dan mainan dengan bunyi yang berfrekuensi tinggi. Lalu dinilai

kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap sumber bunyi tersebut.

11

Page 12: Tuli Kongenital

2. Timpanometri

Pemeriksaan ini diperlukan unrtuk menilai kondisi dari telinga tengah.

Gambaran timpanometri yang abnormal merupakan petunjuk adanya gangguan

pendengaran yang konduktif.

Melalui probe tone yang dipasang di Hang telinga maka dapat diketahui

besarnya tekanan di Hang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali

oleh gendang telinga. Pada bayi diatas usia 7 bulan maka digunakan probe tone dengan

frekuensi suara 226 Hz. Khusus bayi di bawah 6 bulan tidak digunakan frekuensi diatas

karena akan menimbulkan resonansi di telinga sehingga yang digunakan dengan

frekuensi 668, 678 dan lOOOHz. Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu :

• Tipe A (normal)

• Tipe AD (diskontinuitas tulang pendengaran)

• Tipe AS (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)

• Tipe B (cairan di telinga tengah)

• Tipe C ( gangguan tuba eustachius)

Pada bayi usia kurang dari 6 bulan ketentuan jenis timpaninogram tidak

mengikuti ketentuan diatas. Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan

sebelum OAE dan apabila ada gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE

harus ditunda samapai telinga tengah tidak bermasalah.

Refleks akustikus pada bayi juga berbeda dengan dengan orang dewasa. Dengan

menggunakan probe tone frekuensi tinggi, reflek akustik bayi usia 4 bulan atau lebih

sudah mirip dengan dewasa.

3. Audiometri Nada Murni

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil

pencatatannya disebut audiogram. Dapat dilakukan pada anak yang usianya diatas 4

tahun yang koperatif. Sebagai sumber suara digunakan suara yang murni yang hanya

terdiri dari satu frekuensi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan kedap suara dengan

menilai hantaran suara oleh udara melalui headphone dengan frekuensi 5000, 1000,

2000, 4000 dan SOOOHz.hantaran suara melalui tulang diperiksa dengan menggunakan

bone vibrator pada prosesus mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500, 1000, 2000,

4000 Hz. Intensitas yang biasa digunakan biasanya antara 10-100dB secara bergantian

12

Page 13: Tuli Kongenital

pada kedua telinga. Suara dengan intensitas rendah yang dapat didengar dicatat di

audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian.

4. Oto Acoustic Emission (OAE)

Suara yang berasal dari dunia luar akan diproses koklea menjadi stimulus listrik,

selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran sebahagian energi bunyik

tidak diteruskan ke saraf pendengaran melainkan kembali ke Hang telinga. Produk

sampingan ini disebut emisi otoaukustik. Koklea tidak hanya menerima dan memproses

bunyi tetapi juga memproses bunyi menjadi energi dengan intensitas rendah yang

berasal dari sel rambut luar koklea.

Terdapat 2 jenis OAE yaitu spontaneus OAE, evoked OAE . pada yang spontan,

mekanisme koklea untuk menghasilkan OAE tanpa harus diberikan stimulus namun

tidak semua orang nonnal memilikinya. Seedangkan pada Evoked maka harus diberikan

stimulus terlebih dahulu.

Pemeriksaan OAE merapakan pemeriksaan yang elektofisiologik untuk menilai

fungsi koklea yang onjektif, otomatis, tidak invasi, murah tidak membutuhkan waktu

lama dan praktis sehingga efisien untuk program skrining pendengaran pada bayi.

5. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

BERA merupakan cara pengukuran evoked potensial sebagai respon terhadap

stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang dugunakan berupa bunyi clik atau toneburst

yang diberikan melalui headphone pada pemeriksaan ini perlu dipertimbangkan faktor

maturitas jaras saraf auditorik pada bayi dan anak yang usianya kurang dari 12-18 bulan

karena tersapat perbedaan masa laten, amplitude, dan morfologi gelombang

dibandingkan anak yang lebih besar maupun dewasa.

2.11 Penatalaksanaan

Ada atau tidaknya ketulian sebenarnya bisa dideteksi sejak bayi berusia 3 bulan.

Pada pendengaran normal suara masuk akan diproses masuk dalam kokhlea, sebuah

saluran atau tuba yang berputar spiral mirip rumah siput dan berisi organ-organ

pendengaran. Getaran gelombang suara digetarkan ke kokhlea sehingga terjadi gerakan

pada cairan sel-sel rambut dam membrane-membrane di dalamnya. Sel-sel rambut

inilah yang mengirim sinyal saraf ke otak. Jika terjadi kerusakan dan gangguan otomatis

suara tidak dapat ditangkap dan diterjemahkan otak.

13

Page 14: Tuli Kongenital

Perlu untuk mengetahui derajat dan jenis dari tuli yang diperoleh dan kelainan

yang mengikuti seperti retardasi mental atau kebutaan serta kehilangan pendengaran

yang bersifat prelingual atau post lingual. Tujuan dari habilitasi pada anak-anak dengan

gangguan pendengaran adalah perkembangan bahasa dan berbicara, bersosialisasi dan

dapat mengeluarkan suara. Adapun penatalaksanaan tuli kogenital adalah

1. Pengawasan orang tua

Orang tua yang mempunyai anak yang tuli haruslah secara emosional menerima

kekurangan yang dihadapi anak mereka. Mereka haruslah diberitahu tentang

kekurangan yang dihadapi anak mereka dan bagaimana cara menanganinya. Peran

orang tua dalam habilitasi sangat penting dimana untuk penjagaan dan pemakaian dari

alat bantu dengar, pemasangan telinga palsu selama pertumbuhan menjadi dewasa,

sering melakukan pemeriksaan, memberikan pendidikan di rumah dan pemilihan dalam

besuara.

2. Habilitasi

Orang yang terdeteksi gangguan pendengaran biasanya diberikan terapi alat

bantu dengar atau hearing aids sekitar enam bulan. Selama ini pula dilakukan

serangkaian tes untuk mengetahui respon pendengaran dan kemampuan berkomunikasi.

Jika tidak berpengaruh signifikan implantasi kokhlea menjadi solusi berikutnya tuli

akibat infeksi dan tuli konduktif atau gangguan luar dan tengah umumnya bisa diobati

atau dibantu dengan alat bantu dengar begitupun tuli kogenital.

3. Pengembangan berbicara dan berbahasa

Komunikasi adalah merupakan proses dua arah, tergantung dari kemampuan

menerima dan mengekspresi. Penerimaan informasi melalui visual, pendengaran atau

perabaan sementara ekspresi secara oral atau bahasa sinyal. Pada penderita gangguan

pendengaran, fungsi auditorik jelek atau tidak ada sama sekali. Oleh sebab itu untuk

mendapatkan informasi yang baik, mereka perlu untuk meningkatkan kualitas

pendengaran dengan amplifikasi pendengaran atau implan koklea.

• Komunikasi oral auditorik

Metode ini digunakan orang yang normal dan cara komunikasi yang paling baik.

Metode ini dapat digunakan pada gangguan pendengaran sedang hingga berat atau

penderita dengan tuli post lingual. Alat bantu dengar digunakan untuk

menambahkan penerimaan auditori. Pada masa yang sama, latihan untuk

14

Page 15: Tuli Kongenital

komunikasi melalui pembacaan bicara diterapakan seperti membaca gerakan bibir,

muka dan gerakan alami dari tangan dan tubuh. Kemampuan ekspresi dirangsang

dengan pembicaraan oral.

• Komunikasi manual

Komunikasi ini dengan bahasa isyarat atau metode penulisan jari tetapi mempunyai

kekurangan dimana ide yang sangat abstrak untuk diekspresikan dan masyarakat

umum tidak mengerti.

• Komunikasi total

Komunikasi ini memerlukan semua kemampuan input sensorium. Dimana anak

diajarkan untuk mengembangkan fungsi berbicara, membaca bahasa bibir dan

bahasa isyarat. Semua anak dengan tuli prelingual harus menjalani ini. Alat bantu

dengar berguna untuk penderita yang tuli total dan buta.

4. Pendidikan untuk orang yang tuli ?

Anak dengan penderita tuli sedang atau total dapat dimasukkan ke sekolah anak

dimana mereka diberikan tempat khusus di dalam kelas. Denagan menggunakan

alat batu dengar guru memakai mikrofon dan transmitter dan anak yang tuli dapat

mendengarkan suara guru mereka dengan lebih baik tanpa gangguan kebisingan

lingkungan

5. Pembedahan

Tergantung pada tuli kogenital yang tipe dan beratnya ketulian dan adanya

gangguan lain seperti cogenital stapes fixation, choloesteatoma dan lain-lain. Atau

dengan tindakan implan kokhlea untuk gangguan pendengaran karena kerusakan

dan efek dari fungsi kokhlea. Cranya dengan menanamkan sejenis peranti digital di

dalam telinga untuk menggantikan fungsi kokhlea yang rusak. Lalu disambungkan

dengan perangkat pengatur digital dan mikrofon di bagian luar. Alat bekerja dengan

menghindari bagian-bagian yang rusak di telinga bagian dalam untuk menstimulasi

serta pendengaran yang masih tersisa kemudian mengirim sinyal ke otak sehingga

pendengar tidak hanya mampu mendengar kembali namun dapat juga

mendengarkan musik. Teknologi implan kookhlea juga sebenarnya sudah

15

Page 16: Tuli Kongenital

dilakukan 40 tahun yang lalu. Orang dengan implan kokhlea biasanya dapat

mendengarkan percakapan dengan baik tetapi musik pendengaran masih buruk.

16

Page 17: Tuli Kongenital

BAB III

KESIMPULAN

Tuli kogenital merupakan ketulian yang terjadi pada seorang bayi yang

disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat lahir.

Ketulian ini dapat berupa tuli sebahagian dan tuli total. Tuli kogenital dibagi menjadi

genetic herediter dan non genetic

Etiologi gangguan pendengaran pada bayi dan anak dibedakan berdasarkan

terjadinya gangguan pendengaran yaitu masa prenatal, perinatal dan postnatal. Adapun

gejala klinik tuli kogenital antara lain tidak ada tanggapan suara terutama suara ibunya,

tidak terkejut ataupun menoleh bila ada suara keras disampingnya, tidak menunjukkan

adanya ekspresi wajah, adanya gangguan perkembangan dari berbahasa dan berbicara.

Untuk melakukan pemeriksaan pendengaran yaitu behavioral observation

audiometry (BOA), timpanometri, audimetri nada murni, oto acoustic emission (OAE),

brainstem evoked respones audiometry (BERA). Penatalaksanaan dengan edukasi, alat

bantu dengar dengan atau tanpa implan kok.

17

Page 18: Tuli Kongenital

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibisono S. Tuli Congenital. 2008. Available from URL :

http://www.viblitze.com

2. Soepardjo H. Soetomo, sebab-sebab ketulian. 2008. Available from URL :

http://www.kalbe.co.id

3. Suwento R. Rizlavsky S. Hendarmin H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorokan. In: Soeparti EA, IskandarN. Edisi 6. Jakarta : 2001, hal 31-41

4. Willems P.J. Genetic Causes of Hearing Loss, New England Journal of Medicine,

Updated on April 13 2000. Available from URL

: http://www.neim.org.ogl.content/short/354/20/2151

5. Wikipedia, Telinga. 2000. Available from URL : http://www.wikipedia.com

6. Adams GL, Boeis, LR. Higler A. Boeis Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Jakarta

7. Maran AGO, Diseases of The Nose, Throat and Ear, Edisi 10 New Delhu, PG.

1990, P.410-416

8. Maqbool M Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. Edisi 6. New Delhi:

JBMP; 1993, P. 167-171

9. Marton C.C et. Al, Newborn Hearing Screening ; New England Journal of

Medicine, Updated on May 18 2006, Available from URL :

http://content.neim.org/ogt.content/short/354/20/21/2151

10. Moller AR. Hearing Anatomy, Physiology and of The Auditory System. Edisi 2

UK : Elsevier; 2006, P.233-234

11. Katz. J. Handbook of Clinical Audiology, Edisi 5, USA : Lippinecott William &

Wilkins, 2002, P.762

12. Dhingra P. L. The Deaf Child in Diseases of Ear, Nose and Throat. 4 Edition.

Elsevier, New Delhi, 2006. Page 113-124

13. Atlas Ketulian dengan Implantasi Kokhlea, 2008 Available from ;

http://www.lifestyle.okezone.com

18

Page 19: Tuli Kongenital

Makalah Ilmiah

TULI KONGENITAL

DWI FENNY AMIR

060100035

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER (THT LEHER)

FK USU

Saya yang bertanda tangah di bawah ini telah mneyerahkan hard copy dan soft copy makalah ilmiah kepada dr. Debi

Nama Tudul Full Teks Power Point

Soft Copy Tanda Tangan

Dwi Fenny Amir

Tuli Kongenital

Yang Menerima : Telah Disetujui :

Tanggal : Tanggal :

PPDS Pembiming

Dr. Debi

19

Page 20: Tuli Kongenital

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan

rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Harapan saya agar makalah

ini dapat memberikan manfaat bagi staf di rumah sakit, masyarakat umumnya, dan diri

saya sendiri.

Tujuan saya adalah untuk memberikan yang terbaik bagi semua orang,tetapi

saya menyadari makalah ini memiliki banyak kekurangan yang harus disempurnakan

karena itu saya amat menghargai segala kritik dan saran untuk menyempurnakan

makalah ini.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih bagi semua pihak yang turut serta

dalam menyelesaikan makalah ini dan semoga semua yang kita lakukan menjadi ibadah.

Penulis

20i

Page 21: Tuli Kongenital

DAFTAR ISI

Judul Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1

1.2Tujuan............................................................................................... 1

BAB II ISI.......................................................................................................... 2

2.1 Anatomi Telinga.............................................................................. 2

2.2 Fisiologi Pendengaran...................................................................... 4

2.3 Perkembangan Auditorik................................................................. 5

2.4Definisi.............................................................................................. 5

2.5 Insidensi........................................................................................... 5

2.6EtioIogi.............................................................................................. 5

2.7 Patofisiologi..................................................................................... 7

2.8 Gejala Klinis.................................................................................... 8

2.9 Diagnosis.......................................................................................... 9

2.10 Pemeriksaan pendengaran pada bayi............................................. 11

2.11 Penatalaksanaan............................................................................. 13

BAB III PENUTUP............................................................................................. 16

Daftar Pustaka....................................................................................................... 17

21ii