tppl chlo&nanno

23
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pakan alami adalah sumber pakan yang penting dalam usaha pembenihan ikan, udang, kepiting, dan kerang. Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, sedangkan untuk pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari beberapa macam bahan yang kemudian diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan yang dikehendaki. Pemberian pakan yang berkualitas akan memperkecil persentase kematian larva. Dalam budidaya terutama dalam usaha pembenihan, pakan merupakan salah satu faktor pembatas. Secara umum pakan terdiri dari pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami terbagi atas fitoplankton, zooplankton dan benthos. Salah satu fitoplankton yang banyak digunakan sebagai pakan utama dalam pembenihan ikan air laut adalah Nannochloropsis sp. karena memiliki syarat yang dibutuhkan sebagai pakan larva yaitu mudah dicerna, berukuran kecil, nutrisi tinggi mudah dibudidayakan dan cepat berkembang biak (Isnansetyo, 1995). Hal yang dapat dilakukan untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat menunjang kelangsungan hidup larva selama budidaya ikan, mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan untuk mangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya pembudidayaan yang relatif murah. Upaya untuk memperoleh

Upload: arni-khurnia-suci

Post on 01-Oct-2015

225 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPakan alami adalah sumber pakan yang penting dalam usaha pembenihan ikan, udang, kepiting, dan kerang. Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, sedangkan untuk pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari beberapa macam bahan yang kemudian diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan yang dikehendaki. Pemberian pakan yang berkualitas akan memperkecil persentase kematian larva. Dalam budidaya terutama dalam usaha pembenihan, pakan merupakan salah satu faktor pembatas. Secara umum pakan terdiri dari pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami terbagi atas fitoplankton, zooplankton dan benthos. Salah satu fitoplankton yang banyak digunakan sebagai pakan utama dalam pembenihan ikan air laut adalah Nannochloropsis sp. karena memiliki syarat yang dibutuhkan sebagai pakan larva yaitu mudah dicerna, berukuran kecil, nutrisi tinggi mudah dibudidayakan dan cepat berkembang biak (Isnansetyo, 1995).Hal yang dapat dilakukan untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat menunjang kelangsungan hidup larva selama budidaya ikan, mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan untuk mangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya pembudidayaan yang relatif murah. Upaya untuk memperoleh persyaratan dan memenuhi pakan alami yang baik adalah dengan melakukan kultur fitoplankton misalnya adalah fitoplankton genus Nannochloropsis.Dilihat dari kandungan senyawa bermanfaat dalam selnya, Chlorella memiliki 55,6% protein; 13,3% lemak; 15% karbohidrat; 4,7% serat; 4,2% klorofil dan sisanya terdiri dari Ca, P, Fe, karoten, asam askorbat, thiamin, riboflavin, niasin, asam panthotenat, asam folat, biotin, vitamin B6, vitamin B12 dan vitamin E. Asam amino yang terkandung dalam Chlorella pun sangat lengkap, bahkan melebihi asam amino dalam telur atau bahan-bahan lainnya. Oleh karena kaya akan senyawa- senyawa bermanfaat, Chlorella spp dimanfaatkan sebagai pakan untuk ikan, larva teripang dan larva mutiara dalam budi daya perikanan yang dapat meningkatkan hasil budi daya tersebut (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).Pasokan Chlorella spp sebagai pakan alami bagi berbagai budidaya perikan- an ini tidak dapat hanya dengan mengandalkan alam sebagai satu-satunya sumber utama tetapi dapat dipenuhi dengan pengkulturan sebagai usaha untuk meningkat- kan produksi Chlorella spp sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhan. Pertumbuhan Chlorella spp yang dikultur sangat ditentukan oleh ketersediaan nutrien (unsur hara) dan kondisi lingkungan (Sylvester et al. 2002). Selain nutrien dan kondisi lingkungan, inokulum juga merupakan faktor yang sangat penting di dalam kultur Chlorella spp karena kultur tidak mungkin dilaksanakan tanpa adanya inokulum (Sapta et al. 2002).Kepadatan inokulum pun ternyata merupakan suatu faktor yang mempen- garuhi pertumbuhan kultur Chlorella spp karena penggunaan kepadatan inokulum yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula dalam waktu pencapaian kepadatan sel maksimum maupun tingkat kepadatan sel maksimum (Sutomo 2005). Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh kepadatan inokulum dalam kultur Chlorella spp sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi Chlorella spp dalam peranannya sebagai pakan alami bagi berbagai budi daya perikanan.1.2. Tujuan Mahasiswa dapat melakukan kultur Nannochloropsis sp. dan Chorella sp. pada skala laboratorium dan mendapat hasil yang optimal.1.3. ManfaatManfaat dari praktikum kultur fitoplankton ini adalah agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara kultur fitoplankton dengan baik dan benar serta mendapatkan hasil yang optimal, kemudian hasil dari kultur fitoplankton ini akan digunakan sebagai pakan larva ikan.

II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Marine Phytoplankton Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme air lainnya yang membentuk rantai makanan (Barus, 2004). Menurut Wibisono (2005), fitoplankton yang berfungsi sebagai produsen awal ini merupakan umpan (prey) bagi organisme pada tingkat trofik kedua, yakni zooplankton (plankton hewani), sehingga kedudukan zooplankton bisa disebut sebagai konsumer pertama atau produsen kedua.Fitoplankton menggunakan energi solar untuk menghasilkan oksigen dan makanan organik yang sebagian besar bahan bakar sisa hidup di laut. Fitoplankton membentuk jaring makanan yang paling dasar. Cyanobacteria adalah satu-satunya anggota dari fitoplankton bakteri tersebut. Semua fitoplankton lainnya eukariotik (Sverdrup and Armbrust, 2008). Fitoplankton mungkin bentuk individu yang paling penting dari kehidupan di laut. Organisme ini, yang oleh fotosintesis mengubah air dan karbon dioksida menjadi bahan organik, adalah dasar dari rantai makanan laut. Distribusi dan pola pertumbuhan fitoplankton (sebagai tumbuhan mereka harus tinggal di zona eufotik) menunjukkan variasi vertikal dan musiman (Ross, 1982). Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kepadatan fitoplankton di suatu perairan lotik adalah kecepatan arus air. Secara umum kepadatan fitoplankton akan berkurang drastis pada kecepatan arus yang lebih besar dari 1 m/detik. Selain itu kekeruhan air juga sangat mempengaruhi keberadaan fitoplankton (Barus, 2004).Peranan fitoplankton dalam ekosistem perairan marin demikian penting, yakni selain sebagai penyedia energi, beberapa jenis di antaranya Gymnodinium mikroadriaticum (Dinoflagellata/Pyrrophyta) membentuk simbiont sebagai zoox (zooxanthelae) yang mampu bersimbiosis dengan hewan koral (Coelenterata). Zoox inilah yang memberi warna-warni exotic pada koral hidup. Peranan lain dalam ekosistem perairan marin adalah pada kasus-kasus kematian ikan/udang secara mendadak dalam jumlah besar di tambak-tambak di wilayah pantai, tidak bisa dijawab dengan hanya analisis fis-kim kualitas air semata (Wibisono, 2005).2.2. Chlorella sp.Klasifikasi Chlorella sp. menurut Bold dan Wynne (1985) adalah sebagai berikut:Divisi: ChlorophytaKelas : ChlorophyceaeOrdo : ChlorococcalesFamili : OocystaceaeGenus : ChlorellaSpesies : Chlorella sp. Bentuk umum sel-sel Chlorella adalah bulat atau elips (bulat telur), termasuk fitoplankton bersel tunggal (unicellular) yang soliter, namun juga dapat dijumpai hidup dalam koloni atau bergerombol. Diamater sel umumnya berkisar antara 2-12 mikron, warna hijau karena pigmen yang mendominasi adalah klorofil (Bold 1980). Chlorella sp. merupakan organisme eukariotik (memiliki inti sel) dengan dinding sel yang tersusun dari komponen selulosa dan pektin sedangkan protoplasmanya berbentuk cawan (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).Reproduksi Chlorella adalah aseksual dengan pembentukan autospora yang merupakan bentuk miniatur dari sel induk. Tiap satu sel induk (parrent cell) akan membelah menjadi 4, 8, atau 16 autospora yang kelak akan menjadi sel-sel anak (daughter cell) dan melepaskan diri dari induknya (Bold dan Wynne 1985). Proses reproduksi Chlorella dapat dibagi menjadi 4 tahap Kumar dan Singh (1979) yaitu:1. Tahap pertumbuhan, pada tahap ini sel Chlorella tumbuh membesar.2. Tahap pemasakan awal saat terjadi peningkatan aktivitas sintesa yang merupakan persiapan awal pembentukan autospora.3. Tahap pemasakan akhir, pada tahap ini autospora terbentuk.4. Tahap pelepasan autospora, dinding sel induk akan pecah dan diikuti oleh pelepasan autospora yang akan tumbuh menjadi sel induk mudaPertumbuhan Chlorella spp yang dikultur sangat ditentukan oleh ketersediaan nutrien (unsur hara) dan kondisi lingkungan (Sylvester et al. 2002). Selain nutrien dan kondisi lingkungan, inokulum juga merupakan faktor yang sangat penting di dalam kultur Chlorella spp karena kultur tidak mungkin dilaksanakan tanpa adanya inokulum (Sapta et al. 2002). Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0-3 ppt. Salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhannya. Fitoplankton ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 40 oC tetapiu tidak mengalami pertumbuhan. Kisaran suhu 25-30 oC merupakan kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan alga Chlorella (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995)2.3. Nannochoropsis sp.Menurut Ekawiguna (2009) Nannochloropsis sp. merupakan sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola, berukuran kecil dengan diamater 4-6 mm. Organisme ini merupakan divisi yang terpisah dari Nannochloris karena tidak adanya chlorophyl b. Merupakan pakan yang populer untuk rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan organisme filter feeder (penyaring). Sedangkan Erlina (1989) menyatakan Nannochloropsis sp. adalah alga bersel satu yang termasuk dalam kelas Eustigmatophyceae yang di kenal sebagai marine chlorella dan umumnya dibudidayakan di pembenihan-pembenihan ikan sebagai pakan rotifer. Nannochloropsis sp. mempunyai peranan penting dalam suatu kegiatan pembenihan karena kandungan nutrisinya yang tinggi dan memiliki kemampuan memproduksi bahan-bahan yang sangat penting seperti pigmen (zeaxanthin dan astaxanthin) dan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA). Nannochloropsis sp. (marine chlorella) adalah makanan yang baik untuk rotifer (Brachionus plicatilis) karena mempunyai kandungan asam lemak (HUFA) cukup tinggi sehingga baik bagi larva ikan.Menurut Adehong dan Kevin Fitz Simon (2001) dalam Tjahjo dkk. (2002), klasifikasi dari Nannochlorophsis oculata sebagai berikut: Kingdom : ProtistaSuper Divisi : EukaryotesDivisi : ChromophytaKelas : EustigmatophyceaeGenus : NannochoropsisSpesies : Nannochloropsis oculataNannochlorophsis oculata merupakan sel yang mempunyai warna kehijauan , tidak motil dan tidak berflagel. Sel chlorella Jepang ini berbentuk bola dengan ukuran sekitar 2-4 m, dengan chloropas berbentuk cangkir dan nucleus yang dilapisi membran.chloropas pada mikroalga ini memiliki bintik mata (stigma) yang sensitive terhadap cahaya. Mikroalga ini berwarna hijau karena memiliki chlorofil sehingga dapat menghasilkan energy sendiri melalui proses fotosintesis . Siklus reproduksi mikroalga ini akan membentuk dua sampai delapan sel anak di dalam sel induk yang akan dilepas. Salah satu keunikan dari mikroalga ini adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari selulosa (Hirayama et al 1979). Nannochloropsis oculata ini memiliki sifat kosmopoli yaitu dapat tumbuh dimana saja kecuali pada tempat yang kritis bagi kehidupan seperti gurun dan kutub atau salju. Presscott (1978) menyatakan bahwa Nannochloropsis oculata berkembang biak dengan membelah diri membentuk autospora. Sedangkan pada waktu membelah diri membentuk autospora, Nannochloropsis oculata melalui empat fase siklus hidup (Hase, 1962). Keempat fase tersebut adalah :1. Fase pertumbuhan (growth), periode perkembangan aktif sel massa yaitu autospora tumbuh menjadi besar.2. Fase pematangan awal (early revening), autospora yang telah tumbuh menjadi besar mengadakan persiapan untuk membagi selnya menjadi sel-sel baru.3. Fase pematangan akhir (late revening), sel-sel yang baru tersebut mengadakan pembelahan menjadi dua.4. Fase autospora (autospora liberation), pada fase ini sel induk akan pecah dan akhirnya terlepas menjadi sel-sel baru.Pertumbuhan Nannochloropsis oculata dapat diukur dengan cara mengamati dan menghitung perkembangan jumlah sel dari waktu ke waktu (Bold, 1985; Wyne, 1985). Habitat Nannochloropsis oculata bersifat kosmopolit dengan salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ppt, suhu 25-30 C merupakan kisaran suhu yang optimal (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Fitoplankton ini dapat tumbuh baik pada kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya 100-10.000 lux (Hirata et al., 1981).

III. MATERI DAN METODE3.1. Materi3.1.1. AlatAlat alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol air mineral 600 ml, mikroskop, haemositometer, hand tally counter, aerator, kapas, cover glass, glass object3.1.2. BahanBahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah inokulum Nannochloropsis dan Chlorella, air laut, media Conwey dan Guillard.3.2. MetodeMetode yang digunakan dalam praktikum ini adalah eksperimental laboratoris. Praktikum budidaya Nannchloropsis dan Chlorella skala lab, dengan menggunakan botol air mineral 600 ml. Sedangkan, dalam praktikum ini melakukan budidaya Nannochloropsis dan Chlorella dengan volume 400 ml. Media yang digunakan adalah pupuk conwey dan guillard. Praktikum ini mengamati pertumbuhan Nannochloropsis dan Chlorella selama 10 hari.3.3. Pelaksanaan Praktikum1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan2. 2 botol air mineral diisi air laut dengan volume 350 ml3. Botol yang sudah diisi air laut ditambahkan 50 ml inokulum Nannocloropsis dan Chlorella, pada masing masing botol4. Ditambahkan media Guillard dan Conwey pada masing masing botol dengan perbandingan 1 ml : 1 l volume pemeliharaan5. Diberi aerasi kuat6. Diamati kepadatannya selama 10 hari pemeliharaan.3.4. Waktu dan TempatPraktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 11 November 2014. Bertempat di laboratorium Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soediraman, Purwokerto.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. HasilNo.HariKepadatan Chlorella sp.Kepadatan Nannochloropsis sp.

1. 14.875.00010.062.500

2. 215.062.5009.375.000

3. 33.875.00013.187.500

4. 49.375.00014.312.500

5. 518.937.50011.437.500

6. 64.374.0008.125.000

7. 761.875.00019.562.500

8. 88.312.5005.562.500

9. 913.000.00011.687.500

10. 1015.000.0009.937.500

Gambar 4.1.1 Chorella Gambar 4.1.2 Nannochloropsis sp.(buat tabel hasil perhitungan kepadatan, tabel pengukuran faktor fisika kimia phytoplankton, lampirkan foto) 4.2. PembahasanPada praktikum acara Kultur Mikroalga Nannochloropsis sp. skala Laboratorium dilaksanakan dengan dua perlakuan, dimana perlakuan pertama pada medium Walne dan perlakuan kedua dengan medium Guillard f/2. Kandungan yang terdapat pada medium Walne adalah macroelement, trace element dan vitamin. Untuk medium Guillard f/2 terdapat kandungan NaNO3, NaH2PO4, H2O, Trace element dan vitamin. Macronutrien adalah nutrien yang dibutuhkan oleh Chorella sp. dan Nannochloropsis sp. dalam jumlah yang besar, sedangkan Trace element adalah element yang dibutuhkan oleh Chorella sp. dan Nannochloropsis sp. dalam jumlah yang sangat kecil, namun element ini sangat sering digunakan (merupakan elemen yang penting bagi pertumbuhan Nannochloropsis sp.Keberhasilan suatu pertumbuhan dalam kultur mikroalga dapat dilihat dari kecepatan tumbuh dan waktu generasi. Kecepatan tumbuh () adalah Pertambahan sel dalam waktu tertentu untuk pertumbuhan mikroalga, secara umum dapat dibagi menjadi lima fase meliputi fase lag, fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasioner, dan fase kematian. Pada fase lag, pertambahan densitas populasi hanya sedikit bahkan cenderung tidak ada karena sel melakukan adaptasi secara fisiologis sehingga metabolisme untuk pertumbuhan lamban. Pada fase eksponensial pertambahan kepadatan sel (N) dalam waktu (t) dengan kecepatan tumbuh () sesuai dengan rumus funsi eksponensial. Pada fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Pada fase stasioner faktor pembatas dan kecepatan pertumbuhan sama karena jumlah sel yang membelah dan yang mati seimbang. Pada fase kematian kualitas fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami pembelahan. Hal tersebut dapat dilihat dari generasi (G) adalah Waktu yang diperlukan suatu mikroalga untuk membelah sel dari satu sel menjadi beberapa sel dalam pertumbuhan. Semakin tinggi kecepatan tumbuh mikroalga maka waktu generasi dari mikroalga tersebut juga semakin cepat (Sumarsih, 2007).Dalam satu siklus pertumbuhan Chorella sp. dan Nannochlorophsis sp. ini diketahui memiliki beberapa fase pertumbuhan. Menurut Cahyaning (2003) fase pertumbuhna dibagi 4 yaitu yang pertama fase lag (istirahat), fase ini tidak mengalami perubahan namun ukuran sel meningkat karena proses fotosintesis dan metabolisme berlangsung namun tidak membelah serta terjadinya penurunan enzim. Fase ini diperlihatkan pada kurva hari k-1 menuju k-2. Fase ke dua yaitu fase Logaritmik (pertumbuhan eksponensial), diman pada fase ini terjadi pertumbuhan yang meningkat pesat. Kurva menunjukan fase ini terjadi di hari ke 2-3 hal ini tergantung kepada intensitas cahaya yang disupai dan tergantung pada parameter-parameter sseperti Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan yaitu kami mendapatkan hasil sebagai berikut, kepadatan Chorella sp. Pada hari 1 sebesar 4.875.000, hari ke 2 sebesar 15.062.500, hari ke 3 sebesar 3.875.000, hari ke 4 sebesar 9.375.000, hari ke 5 sebesar 18.937.500, hari ke 6 sebesar 4.374.000, hari ke 7 61.875.000, hari ke 8 sebesar 8.312.500, hari ke 9 sebesar 13.000.000, hari ke 10 sebesar 15.000.000. Sedangkan kepadatan Nannochlorophsis sp. Pada hari 1 sebesar 10.062.500, hari ke 2 sebesar 9.375.000, hari ke 3 sebesar 13.187.500 hari ke 4 sebesar 14.312.500, hari ke 5 sebesar 11.437.500, hari ke 6 sebesar 8.125.000, hari ke 7 sebesar 19.562.500, hari ke 8 sebesar5.562.500, hari ke 9 sebesar11.687.500, hari ke 10 sebesar 9.937.500. Hasil tersebut tidak sesuai pustaka, hal ini terjadi karena berbagai faktor yaitu,Salinitas, pH, dan CO2 yang merupakan faktor utama pada pertumbuhan Nannochlorophsis oculata. seperti dikatakan Cheng (2001) pH ideal ada pada kisaran 7.5-8.5 cenderung basa, suhunya 19-20, salinitas 20-25 promil dan nutrisi makro dan mikro nutrient ter cukupi. Fase ke empat ada fase stasioner (pertumbuhan stabil), fase ini dicirikan dengan menurunnya pertumbuhan dibanding pada fase logaritmik dan survival dan mortality cenderung seimbang di perlihatkan pada fase antara hari 4-5. Pada fase ini kemampuan sel mikroalga untuk memanfaatkan nutrisi yang ada pada lingkungan sudah menurun. Terakhir ada fase kematian yang ditandai dengan turun derastis populasi yang ada dan laju reproduksi terhenti. Fase ini terlihat pada hari ke-5. Fase ini seluruh metabolism, fotosintesis, kerja enzim dan semua komponen yang mendukung hidup mikroalga telah berhenti bekerja.1. Kesalahan saat perhitungan menggunakan mikroskop. Praktikan kurang teliti saat melihat dan menghitung, serta praktikan kurang memahami metode perhitungan fitoplankton dengan baik dan benar.2. Aerasi pada saat kultur fitoplankton skala lab, kelompok kami dari hari pertama tidak diberikan aerasi. Sehingga fitoplankton mengendap didasar, dan tidak dapat tumbuh dengan optimal. Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah dari pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium. (Taw, 1990).3. Cahaya, pada penempatan botol-botol kultur kurang mendapatkan cahaya. Cahaya berfungsi untuk fotosintesis. Intensitas cahaya 1.000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5.000-10.000 lux untuk volume yang lebih besar (Coutteau, 1996).Adapun parameter yang berpengaruh pada pertumbuhan dari microalga Chorella sp. dan Nannochloropsis sp. adalah sebagai berikut,1. pHpH akan mempengaruhi toksisitas semua senyawa kimia. Variasi pH dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan fitoplankton dalam beberapa hal, antara lain mengubah keseimbangan dari karbon organik, mengubah ketersediaan nutrient, dan dapat mempengaruhi fisiologis sel. Secara umum kisaran pH yang optimum pada kultur Nannochloropsis sp. antara 7 - 9 (Effendi, 2003).2. SalinitasKisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan dari mikroalga. Beberapa mikroalga dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga mikroalga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah. Pengaturan salinitas pada medium yang diperkaya dapat dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar. Kisaran salinitas yang dimiliki oleh Nannochloropsis sp. antara 32 36 ppt, tetapi salinitas paling optimum untk pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah 33 - 35 ppt (Effendi, 2003).3. SuhuSuhu optimal dalam kultur mikroalga Nannochloropsis sp. secara umum antara 20-24 C. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada medium yang digunakan. Suhu diatas dari 36 C akan menyebabkan kematian pada jenis fitoplankton tertentu, sedangkan apabila suhu kurang dari 16C akan menyebabkan kecepatan dari pertumbuhan fitoplanton menurun.4. CahayaCahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organic. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1.000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5.000-10.000 lux untuk volume yang lebih besar (Coutteau, 1996).5. NutrienMikroalga mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dengan kultur dapat mencapai optimum dengan mencampurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan mikronutrien, makronutrien meliputi nitrat dan fosfat. Makronutrien merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronurien tersebut digunakan mikroalga untuk berfotosintesis (Taw, 1990).6. AerasiAerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah dari pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium. (Taw, 1990).Hasil pun menunjukkan bahwa kultur untuk kedua kepadatan inokulum yang diujikan tidak mengalami peningkatan yang berarti lagi setelah mencapai kepadatan sel maksimum. Artinya, pertumbuhannya kultur untuk kedua kepadatan inokulum ini relatif stabil dari waktu pencapaian kepadatan sel maksimum sampai hari ke-10 umur kultur sebelum akhirnya mengalami fase kematian. Hasil yang kami peroleh tidak sesuai dengan pustaka.Setiap kultur Chlorella sp. dan Nannochlorophsis sp. membutuhkan nutrisi, baik hara makro maupun hara mikro untuk menunjang pertumbuhannya dan semuanya itu akan dipenuhi oleh media kultur (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Hal ini berarti ketersediaan nutrisi pada media kultur dalam jumlah tertentu mutlak diperlukan (Sylvester et al 2002). Kelebihan atau kekurangan nutrisi dalam media kultur akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, misalnya dalam waktu pencapaian puncak. Sebagai contoh dalam kultur Chlorella pyrenoidosa yang medianya mengalami penambahan 400 mg urea mencapai puncak pada hari ke-9, kultur dengan media yang mengalami penambahan 400 mg urea dan 0,56 mg besi mencapai puncak pada hari ke-18 sedangkan kultur yang medianya mengalami penambahan 400 mg urea; 0,56 mg besi; dan 8 mg kalsium mencapai puncak pada hari ke-14 (Leone 1963).Ketersediaan nutrisi akan menjadi faktor pembatas bila nutrisi dalam media mengalami penurunan dan telah habis dikonsumsi. Akibatnya, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati dan akan aktif lagi jika memperoleh tambahan nutrisi kembali. Dengan kata lain, pertumbuhan Chlorella spp terhenti karena sokongan nutrisi pada media sudah tidak memadai lagi sehingga terjadi kompetisi nutrisi dan akhirnya, kemerosotan jumlah sel pun terjadi akibat banyak sel yang sudah tidak mendapatkan nutrisi lagi.

V. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKACahyaningsih S dan Mei AN. 2003. Petunjuk Teknis Produksi Pakan Alami. Balai Benih Air Payau (BBAP), SitubondoBarus, T.A, 2004. Pengantar Limnologi: Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, Medan.Cheng Wu, Z., O. Zmora., 2001. An industrial size Falt Plate Glass Reaktor for Mass Production of Nannochloropsis. Aquacultur, 195 : 35 49Coutteau, P., 1996. Micro-algae. In:Manual on Production and Use of Live Food foa Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Lavens, P and P. Sorgeloos Edition. Rome. Italia.Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta.Ekawiguna, 2009. Nannochloropsis sp. http://ekawiguna.wordpress.com/2009/ 12/13/. Diakses pada tanggal 7 Juni 2011. Mataram.Erlina, A., 1986. Kultur Plankton-BBAP. Dirjen Perikanan. Jepara.Hase, E. 1962. Cell Division. Physiologys and Biochemistry of Algae. Academic Press. New York and London.Hirata, H., Ishak, A and S. Yamashaki. 1981. Effect of Salinity and Temperature on The Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella saccharophila. Vol. 30. Mem. Fac. Kagoshima University. Japan.Hirayama,K., K. Takagi and H. Kimura. 1979. Bull.Jap.Soc.Sci.Fish, 45 :11-16Isnansetyo Alim dan Kurniastuty (1995), Teknik Kultur Phytoplankton Zooplankton. Pakan Alam untuk pembenihan organism laut, Kanisius, Yokyakarta.Prescott, G. W. 1978. How to Know The Freshwater Algae. Brown Company Publisher.Ross, D.A, 1982. Text Book of: Introduction Oceanography. Third Edition. Prentice-Hall, Inc., USA.Sapta AIM, Rusyani E, Erawati L. 2002. Budidaya fitoplankton skala laboratorium. Budidaya Fitoplankton & Zooplankton 10:49-56.Sumarsih. 2007. Pertumbuhan Mikrobia. . Diakses pada tanggal 20 Desember 2008.Sutomo. 2005. Kultur tiga jenis mikroalaga (Tetraselmis sp, Chlorella sp, dan Chaetoceros gracilis) dan pengaruh kepadatan awal terhadap pertumbuhan C. gracilis di laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 37:43-58.Sverdrup, K.A., and E.V. Armbrust, 2008. Text Book of: An Introduction to the Worlds Oceans. Ninth Edition. McGraw-Hill Companies, Inc., New York.Sylvester B, Nelvy D, Sudjiharno. 2002. Persyaratan budidaya fitoplankton. Budidaya Fitoplankton & Zooplankton 10:24-36.Taw, Nyan. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga. Proyek Pengembangan udang, United nations development Programme, Food and Agriculture Organizations of the United Nations.Wibisono, M.S, 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo, Jakarta.

Bold dan Wynne (1985)(Bold 1980).(Kumar dan Singh 1979 )Adehong dan Kevin Fitz Simon (2001) dalam Tjahjo dkk. (2002),Leone 1963).