tindak pidana pemilihan umum (tinjauan yuridis · pdf filesubjek hukum dan jenis tindak pidana...

305
TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu Dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif) Oleh: HANIFAN PRASNA VERDI E1A001202 SKRIPSI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2009

Upload: phungnga

Post on 02-Feb-2018

258 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM

(Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Sanksi Tindak

Pidana Pemilu Dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif)

 

 Oleh:

HANIFAN PRASNA VERDI E1A001202

 

SKRIPSI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO 2009

Page 2: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

iii

Penguji II/Pembimbing II

H. Komari, S.H.,M.Hum. NIP. 19540606 198011 1 001

SKRIPSI

TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (TINJAUAN YURIDIS

TENTANG PENERAPAN SANKSI TINDAK PIDANA PEMILU DALAM

UNDANG-UNDANG PEMILU LEGISLATIF)

Oleh

HANIFAN PRASNA VERDI

E1A 001 202

Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan disahkan

Pada Tanggal 05 September 2009

Para Penguji/Pembimbing

Mengetahui,

Dekan FH UNSOED

Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S.

NIP. 19520603 198003 2 001

Penguji I /Pembimbing I

Dr.Agus Raharjo, S.H.,M.Hum

NIP. 19710810 199802 1 001

Penguji III,

Hj. Ruby Hardianti, S.H.,M.H. NIP. 19531004 198303 2 001

Page 3: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya :

Nama : HANIFAN PRASNA VERDI

NIM : E1A001202

Judul Skripsi : TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM

(Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Sanksi

Tindak Pidana Pemilu Dalam Undang-

Undang Pemilu Legislatif) Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil

karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan

oleh orang lain

Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana

tersebut di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.

Purwokerto, 25 Agustus 2008 Hanifan Prasna Verdi

NIM. E1A 001 202

Page 4: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

  

v  

ABSTRAK

Penelitian ini mengangkat tema tindak pidana pemilu (tinjauan yuridis tentang penerapan sanksi tindak pidana pemilu dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif). Perbuatan tindak pidana pemilu merupakan ancaman terhadap kualitas kemurnian demokrasi. Sangat penting untuk mendapatkan kejelasan dan kelengkapan kebijakan formulasi perumusan tindak pidana pemilu di dalam UU No 10 Tahun 2008 dan penerapan sanksi tindak pidana Pemilu tersebut di dalam UU No.10 Tahun 2008 dalam proses demokrasi di Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundangan-undangan dan pendekatan kasus yang bersifat kualitatif dengan metode yuridis normatif. Pengumpulan data melalui inventarisasi peraturan perundang-undangan, putusan badan peradilan dan studi pustaka. Penelitian dilakukan di Kecamatan Purwokerto, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara. Ketentuan pidana pemilu dalam KUHP termuat 5 (lima) pasal di dalam Buku II bab IV yang mengatur tentang 5 (lima) jenis tindak pidana pemilu, sedangkan UU No.12 Tahun 2003 terdiri dari 5 (lima) pasal yang terdiri dari 27 jenis tindak pidana pemilu. UU No.10 Tahun 2008 menambahkan beberapa bab baru yang dalam UU Pemilu sebelumnya. Di antara pasal-pasal baru, UU No.10 Tahun 2008 memuat bab khusus tentang ketentuan pidana yaitu dalam bab XXI yang terdiri dari 51 pasal, dari Pasal 260 hingga Pasal 311. UU No.10 Tahun 2008 mengalami perkembangan yang cukup baik dibandingkan UU Pemilu sebelumnya. Hal bisa dilihat dari bertambahnya subjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya pidana tambahan dan sanksi bersifat kumulatif. Sedangkan ketentuan jenis tindak pidana pemilu berupa pelanggaran larangan kampanye pada Pasal 269, 270 dan Pasal 271 UU No 10 Tahun 2008 dalam putusan badan peradilan di Kecamatan Purwokerto, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara tidak mampu menjerat si terdakwa.

Page 5: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

  

vi  

ABSTRACK

The themed of this research is the election crimes (juridical review about the application of criminal sanctions in the law legislative elections). Criminal act is the threat to the quality of democracy. It is important to have clarity and completeness of the crime elections policy, formulation in State Law No. 10 Year 2008 and the criminal sanctions in state No.10 of 2008 in the Indonesia’s democratic process.

The research using statue and case approach which are qualitative with normative juridical methods. Inventory data by collection through legislation, judiciary decisiens and the literature study. Research conducted in Purwokerto district, District and County Banjarnegara Kebumen.

Criminal provisions of the election contained in the Penal Code 5 (five) article in the Book II, chapter IV, which regulates about 5 (five) types of election crimes, while the Law No.12 of 2003 consists of 5 (five) chapters consisting of 27 types of crime election. Act No.10 of 2008 added several new chapters in the previous election law. Among the new provisions, the Act No.10 Year 2008 contains a special chapter on the criminal provisions of chapter XXI consists of 51 chapters, from Article 260 to Article 311. Law No.10 Year 2008 have a relatively good growth compared to previous elections law. It can be seen from the increasing legal subject and the type of election crimes. But there's Election Law weakness compared to the Penal Code, such as the absence of additional criminal and sanctions are cumulative. While the provisions of criminal violations of the election campaign ban on Article 269, 270 and Article 271 of Law No. 10 Year 2008 in the verdict of the judiciary in Purwokerto district, District and County Banjarnegara Kebumen unable to entrap the defendant.

Page 6: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

vii  

PRAKATA

Segala puji bagi Allah Azza Wa Jal atas segala nikmat yang tiada terhingga. Atas Izin dan Ridha-Nyalah penyusun bisa menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam tak lupa pula selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu memberi inspirasi dan semangat untuk tidak berputusa asa.

Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada beliau-beliau yang telah membantu dan membimbing penyusun dalam penelitian ilmiah ini.

1. Ibu Hj.Rochani Urip Salami, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

2. Bapak Dr. Agus Raharjo, S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing I yang telah bersabar dan banyak memberikan bimbingan, masukan dan bantuan yang menyita waktu selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Hj. Komari S.H.,M.Hum. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan serta nasihatnya demi terselesainya skripsi ini.

4. Ibu Hj. Ruby Hardianti Johny S.H.,M.H. selaku dosen penguji dalam seminar dan pendadaran yang mengkritisi dan memberikan masukan yang sangat berharga.

5. Bapak Setya Wahyudi S.H.,M.H. atas kebaikannya bersedia selaku dosen penguji dalam seminar dan pendadaran yang mengkritisi dan memberikan masukan yang sangat berharga.

6. Bapak I Ketut Karmi Nurjaya, S.H.,M.H. selaku pembimbing akademis yang selalu memberikan kemudahan dan semangat kepada penulis untuk segera lulus kuliah dari Fakultas Hukum Unsoed.

7. Kepada Ibu Eny selaku Kasubbag Pendidikan FH Unsoed yang selalu memudahkan proses birokrasi dan nasihat-nasihat yang sangat berharga selama berproses perkuliahan.

8. Kepada Bapak Gio selaku penanggung jawab angkatan 2001 terima kasih atas ketelitian keuletan dan kesabarannya selama ini.

9. Kepada Bapak Teguh yang memudahkan proses seminar dan pendadaran sehingga dapat terlaksana dengan baik.

10. Kepada Bapak “Dwi Putra” sekeluarga terima kasih atas bimbingan sekaligus guru spritual sehingga hanif bisa mengarungi kehidupan dengan bijak, semoga apa yang dicita-citakan bapak tercapai dengan gemilang dan diridhai Allah Azza Wa Jal.Amiin.

11. Kepada Saudara seiman dan seperjuangan dalam satu lingkaran LIQA yang selalu memberikan support dan doanya. Baik Akh Eko terima kasih atas pembelian sabuknya serta support tenaga waktunya bahkan finansial semoga

Page 7: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

viii  

antum cepat lulus juga, akh Ageng terima kasih atas pemberian contoh dan motivasi untuk segera lulus semoga sukses selalu, akh Agung “Senyum Muslim” terima kasih atas nasihat dan semangatnya sehingga hanif terbentuk mental kuat, akh Rasikin “Alfamart” terima kasih atas kegigihannya dalam memberikan contoh gambaran lain setelah lulus semoga cepat mendapatkan “Aisyah”, akh Widi tentunya juga terima kasih telah memberikan inspirasi yang sangat berharga semoga sehat selalu.

12. Kepada Akhina seangkatan Hermawan Prasojo,S.H. dan sekeluarga syukron Jazakallah khair atas konsistensinya mendampingi dan memberikan nasihat, semangat, doa dan bantuan pinjaman buku buku, skripsi bahkan ilmu yang sangat berguna dalam mempermudah proses penulisan skripsi, Insha Allah ana kembalikan semuanya, dan semoga antum sekeluarga selalu tercurah keberkahan hidup.

13. Kepada Alumni SMU 1 Depok yg selalu setia dalam persaudaraan, Akh Purwo, Akh Hasan syukron katsir atas dukungannya selama ini, khusus Akh Andree P. S.H Depok syukron atas bantuan “password member” serta ilmunya yang sangat berguna, semoga “setengah dien” antum itu terlaksana dengan baik.

14. Kepada Akh Legi “biologi 04” terima kasih atas kesabarannya untuk menjadi “asisten pribadi” baik di setiap kesempatan maupun kesempitan, semoga antum cepat lulus kuliah dengan nilai Sangat Memuaskan.

15. Kepada Akh Syamsuri “perikanan” sekeluarga terima kasih atas supportnya selama ini, semoga cepat lulus juga dengan Nilai Sangat Memuaskan.

16. Kepada Bapak Priambodo “Griya Zakat” dan sekeluarga terima kasih atas nasihat yang memberikan gambaran utuh tentang kehidupan, semoga apa yang di harapkan selama ini menjadi Pengusaha Sukses terwujudkan.

17. Kepada sahabat seperjuangan Sandar 02 terima kasih atas segala bantuan info dan supportnya untuk bersama sama untuk bisa lulus kuliah.

18. Kepada teman teman seangkatan 2001 yang masih berjuang untuk mendapatkan gelar sarjana hukum, ukh Rahmi, ukh Siska, Bobby semoga dapat lulus dengan nilai Sangat Memuaskan.

19. Kepada Teman teman yang bersedia hadir di dalam undangan seminar, akh Aryo Bintoro, akh Aryo Vespa, akh Ce’u, akh Cecep, akh Mediono, akh Cakra, akh Dedy “ekonomi”, akh Nuhiman “tetangga rumah”, ukh Rahmi, ukh Seli dan masih banyak lagi, terima kasih atas supportnya semoga cepat lulus kuliah.

20. Kepada ukh Rini “Sunaryo Junior” yang selalu memberikan informasi tentang bapaknya semoga sehat selalu.

21. Kepada akh Dimas Dwi Novari S.H yang selalu silahturahmi dan memberikan support lewat telepon semoga cepat mendapatkan “Aisyah”nya.

Page 8: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

ix  

22. Kepada “Tim Pembajak” Facebook Ukh Khusnul semoga cepat kelar S2 UI nya dan Ukh Eni semoga cepat cepat punya “anak-anak” juga, syukron atas bantuannya selama ini dalam memberikan motivasi.

23. Kepada Aisyah Anita sepupuku yg masih skripsi semoga cepat menyusul yah. 24. Kepada Mas Zainal sekeluarga yang selalu memberikan semangat, semoga

dapat rumah idaman dan momongan. 25. Kepada Bapak Sigit dan keluarga besar Smart-Net yang selalu memberikan

kemudahan akses informasi dan bantuan ketika sangat mendesak. 26. Kepada Saudaraku di UKI FH UNSOED, KAMMI, UKKI, dan “Tarbiyah”

serta Tim Futsal ASASI terima kasih atas seluruh dukungannya. 27. Kepada saudara dan teman teman Facebook.com yang saya cintai karena

Allah SWT, yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas support dan doanya sehingga hanif bisa lulus, semoga persahabatan kita melebihi dan memenuhi jagad raya ini dan tidak sekedar teman biasa.

28. Terkhususkan kepada yang tersayang dan tercinta Alm.Ibunda Endang Retno Pancawati Ningsih S.Sos…Inilah persembahan karya dari anak bunda dan inilah harapan bunda yang telah hanif tunaikan dengan mengharu biru, Allahumma firlana wali walidayna warhamhuma kama Rabbayaani saghiraa.Allahumma Amiin. Ya Allah Taqabbal Du’a.

29. Kepada Bapakku Adjrun Mukrohan tersayang adikku Miranti serta keponakanku Valdan dan Farhan tercinta terima kasih atas semuanya, dengan adanya kalian rumah bagaikan surga.

30. Dan kepada semua pihak yang tentunya tidak bisa disebutkan satu persatu tentunya terima kasih yang setulus tulusnya hanif haturkan.

Sesungguhnya kesuksesan hanif bukanlah apa apa tanpa sharing cinta dan pengorbanan dari semua pihak. Mohon maaf atas segala khilaf, Semoga Allah Azza wa Jal membalas dengan Ar Rahim-Nya yang berlipat ganda. Allahumma Amiin.

Purwokerto, 2 September 2009

Penulis

Page 9: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

  

x  

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………. i

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….. iii

SURAT PERNYATAAN ……………………………………………………….. iv

ABSTRAKSI …………………………………………………………………….. v

ABSTRACK ……………………………………………………………………... vi

PRAKATA ……………………………………………………………………… vii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………… 1

B. Perumusan Masalah ……………………………………………………… 9

C. Maksud Dan Tujuan Penelitian …………………………………………. 9

D. Kegunaan Penelitian ………………………………………….………… 10

E. Kerangka Pemikiran …………………………………….……………… 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Demokrasi …………………………………….………………... 14

1. Pengertian Demokrasi ……………………………………………… 14

2. Model - Model Demokrasi ……………………….…………………. 16

3. Demokrasi Di Indonesia…………………………………………….. 21

B. Pemilu Pada Umumnya ……………………………..………………….. 23

1. Pengertian Pemilu …………………………….…………………… 23

2. Asas Pemilihan Umum ……………………….…………………….. 26

3. Sistem Pemilu ……………………….………………………………. 29

C. Tindak Pidana ………………………………………………………….. 34

Page 10: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

  

xi  

1. Pengertian Umum Tindak Pidana ………………………………… 34

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ……………………………………… 37

3. Jenis- Jenis Tindak Pidana ………………………………………... 40

D. Tindak Pidana Pemilu Menurut Hukum Pidana Nasional ………….. 45

1. Pengertian Tindak Pidana Pemilu ………………………………… 45

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemilu Dalam KUHP ……………... 47

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan …………………………………………….……….. 52

B. Spesifikasi Penelitian …………………………………………….……… 53

C. Sumber Bahan Penelitian ……………………………………….……… 53

D. Metode Pengumpulan Bahan Penelitian ……………………….……… 55

E. Lokasi Penelitian Hukum ………………………………………….…… 56

F. Metode Penyajian Bahan Penelitian Hukum ………………….……… 56

G. Metode Analisis Bahan Penelitian Hukum …………………….……… 56

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian …………………………………………………..……… 59

1. Bahan Hukum Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945……………………………………………….. 59

2. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang

Penyelenggara Pemilihan Umum …………………………...……… 60

3. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah …….. 61

4. Putusan Putusan Hakim Berkaitan dengan Tindak Pidana Pemilu

Page 11: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

  

xii  

• Putusan Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Bjn ………………………. 76

• Putusan Nomor 129/Pid/2009/P.T.Smg ……….…..…………. 102

• Putusan Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt …………..………… 110

• Putusan Nomor : 142/PID/2009/PT.SMG ………...…………. 120

• Putusan Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Kbm ……………..…….. 128

B. Pembahasan ……………………………………………………..…….. 182

1. Criminal Policy

a. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana ………………..……….. 184

b. Ruang Lingkup Kebijakan Hukum Pidana …………..……….. 191

2. Subjek Tindak Pidana Pemilu ……………………………..……… 200

2.1 Subjek Hukum Setiap Orang …………………………..…….. 202

2.2 Subjek Hukum Badan Hukum Atau Korporasi ……….…... 210

3. Jenis Tindak Pemilu ………………………………………………. 213

3.1 Tindak Pidana Pemilu Yang Mengadopsi Delik Dalam KUHP.

………………………………………………………………….. 213

3.2 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Tahapan Pemilu …….. 215

3.3 Tindak Pidana Pemilu Yang Dilakukan Di Luar Teritorial

Negara Republik Indonesia …………………………………… 229

3.4 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Asas-Asas Pemilihan

Umum ………………………………………………………….. 237

4. Beberapa Perbandingan Ketentuan Khusus Hukum Pidana Pemilu

yang Menyimpang atau Berbeda Dari Ketentuan Hukum Pidana

Umum ……………………………………………………………… 250

Page 12: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

  

xiii  

a. Perluasan Subjek Hukum Pidana (Pemidanaan Badan Hukum)

…………………………………………………………………… 250

b. Perbedaan Delik Pemilu Berupa Pelanggaran ………………. 252

c. Stelsel Pemidanaan Pemilu Berbentuk Kumulatif …………... 252

d. Jenis Jenis Sanksi Hukum Pidana Pemilu …………………… 254

e. Jumlah Atau Lamanya Ancaman Pidana Pemilu …………… 255

5. Tinjauan Tentang Peringanan dan Pemberatan dalam Tindak

Pidana Pemilu ……………………………………….…………….. 260

6. Tinjauan Tentang Percobaan, Pembantuan, dan Pemufakatan

dalam Tindak Pidana Pemilu ………………….….……………… 261

7. Kajian Analisis Kasus Penerapan Saksi Tindak Pidana Pemilu

dalam Empat Putusan Badan Peradilan ……..………………….. 261

7.1 Tindak Pidana Kampanye di Luar Jadwal Kampanye Peserta

Pemilu ………………………………….………………………. 262

7.2 Tindak Pidana Kampanye Dan Merusak Alat Peraga Kampanye

Peserta Pemilu ……………………….……………………….. 268

7.3 Tindak Pidana Mengikutsertakan Pihak Yang Dilarang Di

Dalam Kegiatan Kampanye dan Politik Uang .……………… 274

8. Tinjauan Ketentuan Pidana Pemilu Dalam Empat Kasus Tindak

Pidana Pemilu …………………………………………..………….. 279

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ……………………………………………….……………… 284

B. Saran ………………………………………………….……………….. 286

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….... 287 

Page 13: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

 

B A B I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV menyebutkan

bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, maka setiap tindak

pidana yang terjadi seharusnya diproses melalui jalur hukum, jadi hukum

dipandang sebagai satu-satunya sarana bagi penyelesaian terhadap suatu tindak

pidana. Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang

oleh suatu aturan hukum, yang mana larangan tersebut disertai dengan ancaman

(sanksi) yang berupa pidana tertentu. Dalam hal ini ada hubungannya dengan asas

legalitas, yang mana tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan telah diatur

dalam undang-undang, maka bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut

dan larangan tersebut sudah diatur dalam undang-undang, maka bagi para pelaku

dapat dikenai sanksi atau hukuman, sedangkan ancaman pidananya ditujukan

kepada orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula.

Eksistensi suatu negara yang disebut sebagai negara hukum antara lain tercermin

dari beberapa hal, yang biasanya disebut-sebut sebagai ciri negara hukum

(rechstaat) yang terdapat juga dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :

a. Adanya jaminan hak asasi manusia b. Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara c. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus

mendasarkan atas hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis d. Adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka.

Page 14: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

 

Tujuan dibentuknya negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD

1945 alinea IV adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan negara tersebut akan

tercapai salah satunya adalah melalui pembangunan demokrasi yang

berkesinambungan. Demokrasi Indonesia dalam kaitannya dengan Indonesia

sebagai negara hukum adalah bagaimana melindungi masyarakatnya dalam hak-

hak asasi manusia yakni kebebasan untuk berbicara termasuk dalam masalah

Pemilihan Umum.

Konsep negara hukum yang berkedaulatan rakyat pada intinya mengandung

dua dimensi, yakni:

1. Dimensi kedaulatan hukum yang menghendaki seluruh aktifitas kehidupan ketatanegaraan harus tunduk pada hukum. Hukum harus menjadi landasan bagi setiap sikap tindak negara (asas legalitas). Hukum membawahkan negara.

2. Dimensi kedaulatan rakyat yang menghendaki rakyat-lah yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam negara dan menentukan aturan main melalui perangkat-perangkat hukum yang ada.1

Berdasarkan dua dimensi tersebut di atas kedaulatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia selanjutnya disebut NKRI adalah berada di tangan rakyat

dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, hal ini terdapat dalam

ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 :

“Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

                                                            1 B.Hestu Cipto Handoyo,Hukum Tata Negara, Kewarganegraan & Hak asasi Manusia,Cetakan I, Universitas Atmajaya, Yogyakarta,2003, hal 200 

Page 15: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

 

Sedangkan NKRI sebagai negara hukum, sebagaimana juga tercermin dalam

perintah UUD 1945, Indonesia sebagai negara hukum (pasal 1 ayat (3)) UUD

1945. Pemilihan Umum (PEMILU) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan

rakyat harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Undang –

Undang Dasar dan pelanggaran terhadap aturan hukum haruslah ditindak dan

diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam penyelenggaraan PEMILU

diadakan setiap lima tahun sekali, hal ini tercermin di dalam Pasal 22E ayat (1)

UUD 1945 :

“Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”

Kemudian berdasarkan pasal tersebut di atas terdapat Asas-asas Pemilu yang

kemudian ditegaskan kembali di dalam Pasal 1 Ayat (1) UU No 10 Tahun 2008

Tentang Pemilu Legislatif :

“Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Untuk itu, Warga Negara yang telah menjadi peserta pemilih memiliki hak dan

dijamin undang-undang untuk menentukan aspirasinya lewat Pemilu.

Sistem pemilu menurut Ramlan Surbakti secara umum mengandung empat

dimensi yaitu :

1. Besaran daerah pemilihan. 2. Pola pencalonan tertutup atau terbuka, 3. Sistem zigzag caleg perempuan

Page 16: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

 

4. Model pemberian suara kepada parpol atau caleg dan berdasarkan suara terbanyak.2

Pelaksanaan pemilu yang berkualitas dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-

faktor tersebut diantaranya kesadaran politik, tingkat pendidikan, sosial ekonomi

masyarakat, keberagaman ideologi, etnik dan suku, kematangan partai dan

kondisi geografis dimana faktor-faktor itu memiliki implikasi-implikasi yang

khas terkait perilaku memilih masyarakat sebagaimana sistem pemilu itu sendiri.3

Sejarah perkembangan Peraturan Pelaksanaan Pemilihan Umum dari tahun ke

tahun mengalami kemajuan seiring dengan perkembangan demokrasi itu sendiri.

Indonesia telah mengalami sembilan kali Pemilihan Umum. Pemilihan Umum

pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 dan terbaru pada tahun 2009. Sejak

tahun 2004 Pemilihan Umum diselenggarakan terjadi perubahan yang signifikan

terhadap sistem pemilu yang dianut di Indonesia. Pemilihan Umum tahun 2004

diselenggarakan pertama kali dimana peserta dapat memilih langsung anggota

DPD selain anggota DPR dan DPRD. Pemilihan Umum 2004 menggunakan

sistem proporsional dengan daftar calon terbuka untuk pemilihan anggota DPR

dan DPRD serta sistem distrik berwakil banyak untuk pemilihan anggota DPD.

Berdasarkan dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV

pasal 28G ayat (1) bahwa di dalam negara demokrasi:

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa

                                                            2 Ramlan, Subakti, Putusan MK Suara Terbanyak Amburadul, http://www.inilah.com/rubrik/politik diakses tanggal 13 Januari 2009 3 Joko J, Ptihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal 32‐33 

Page 17: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

 

aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan, dengan merujuk pada asas kodifikasi,

bahwa (di samping hukum keperdataan, hukum acara perdata, hukum acara

pidana) juga hukum pidana harus diatur oleh undang-undang, yang dirangkum

dalam suatu kitab undang-undang. Dalam KUHP telah memuat beberapa pasal

yang secara substansi dapat digunakan untuk menjerat pelaku yang melakukan

tindak pidana yang berkaitan dengan Pemilu.

Kemurnian hasil pemilu adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan di dalam

negara demokrasi, oleh karena itu untuk menjamin pemilihan umum yang jujur

dan adil yang sangat penting diperlukan perlindungan bagi para pemilih, bagi

setiap pihak yang mengikuti pemilu maupun bagi rakyat umumnya dari segala

ketakutan, intimidasi, penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik curang lainnya,

yang akan mempengaruhi kemurnian hasil pemilihan umum. Jika pemilihan

umum dimenangkan dengan cara-cara curang, sulit dikatakan bahwa para

legislator yang terpilih merupakan wakil-wakil rakyat.

Pemilihan Umum yang jujur dan adil memang mahal. Meski demikian tak ada

satupun Pemerintah Negara, yang mengaku menganut paham demokrasi, mau

menghapus hajatan massal ini dengan alasan biaya.4 Pemerintah transisi Habibie,

harus diakui telah berupaya keras mempersiapkan segala sesuatunya, sehingga

mempersembahkan pemilu yang berkualitas pada tahun 1999. Dia tak segan

membuka pintu lembaga-lembaga independen dari dalam dan luar negeri untuk

                                                            4 Ishak Rafik,Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia,Cetakan I,Ufuk Publishing House,2008, hal 319  

Page 18: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

 

ikut menyaksikan dan mengawasi jalannya pemilihan. Tak heran lembaga-

lembaga internasional pun ikut berdatangan, termasuk dana tentunya. Begitulah

di samping menyediakan anggaran Rp 1,3 Triliun buat hajatan besar itu, dana dari

luar pun ikut membanjiri republik.5

Dana yang sangat besar tersebut, pemilu menjadi proyek bisnis yang banyak

peminatnya, jika tidak hati-hati hal ini akan memunculkan konflik yang bisa

merugikan jalannya pemilu itu sendiri sehingga mengakibatkan ketidakmurnian

hasil pemilu. Persaingan ketat antara perusahaan dalam pemenangan tender

pelaksanaan pemilu dapat menimbulkan potensi berbagai praktik kecurangan

hingga dapat merusak tujuan sebenarnya, yakni pemilu yang Jujur dan adil dan

mendapatkan hasil yang berkualitas dan murni.

Untuk melindungi kemurnian hasil pemilu yang sangat penting tersebut bagi

negara demokrasi, para pembuat undang-undang telah menjadikan sejumlah

perbuatan curang dalam pemilihan umum sebagai tindak pidana. Dengan

demikian, undang-undang tentang pemilu di samping mengatur tentang

bagaimana pemilu itu diselenggarakan juga melarang sejumlah perbuatan yang

dapat menghancurkan hakikat kebebasan dan keadilan pemilu itu serta

mengancam pelakunya dengan sanksi pidana.

Dalam pelaksanaan pemilu tahun 2004 banyak terjadi kasus pelanggaran

aturan pemilu. Dasar hukum serta sistem pemilu 2004 diatur dalam UU No. 12

Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam                                                             5 Idem, hal 334 

Page 19: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

 

penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran tersebut ternyata mengalami

banyak kendala.

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2009 diselenggarakan secara

serentak untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132

anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia

periode 2009-2014. Hal ini tentu merupakan kerja yang berat dalam

penyelenggaraannya, sehingga pelanggaran peraturan pemilu sangat berpontensi

terjadi. Selain itu batasan waktu yang ketat untuk penyelesaian kasus pelanggaran

pidana aturan pemilu menyebabkan banyaknya kasus yang tidak selesai pada

waktunya.

KUHP sebagai hukum umum (lex generalis) sebenarnya bisa dipakai sebagai

dasar hukum untuk menindak pelanggaran yang berkaitan dengan pemilihan

umum. Dasar hukum tersebut dimuat dalam Pasal 148 sampai dengan Pasal 153.

Namun demikian, pembuat undang-undang rupanya punya paradigma dan pola

pikir (frame of mind) yang intinya bahwa KUHP tidak cukup potensial sebagai

jerat untuk menindak pelaku pelanggaran/kejahatan dalam rangkaian pemilu.

Walaupun kalau kita cermati UU tentang Parpol dan UU tentang Pemilu yang ada

sekarang ini, klausul-klausul pasal yang mengaturnya juga kurang lengkap dan

tidak cukup komprehensif.

Page 20: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

 

Saat ini telah ada undang-undang (UU) yang mengatur secara tegas tindak

pidana pelanggaran pemilu. Salah satunya adalah Undang-undang No.10 Tahun

2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang di undangkan tanggal

31 Maret 2008 mencabut UU Pemilu sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Undang-undang

tersebut merupakan pedoman bagi penyelenggara pemilu dan semua pihak-pihak

yang terlibat didalamnya serta memberikan sanksi pihak-pihak yang terlibat

didalamnya serta memberikan sanksi kepada yang menyelenggarakannya dan

sanksi pidana tersebut pada hakikatnya adalah untuk mengawal pemilu yang

luber dan jurdil.

Selain itu, penyelesaian tindak pidana pemilu mengalami perkembangan yang

cukup pesat. Perkembangan itu mencakup semakin luasnya jenis tindak pidana

pemilu, dan peningkatan sanksi pidana. Dari segi jenis tindak pidana, 15 tindak

pidana pemilu pada UU No. 3 Tahun 1999, menjadi 26 tindak pidana pemilu

pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan bertambah menjadi 55 tindak

pidana pemilu pada Undang-Undang nomor 10 tahun 2008. Sedangkan, berkaitan

dengan sanksi, UU yang baru memuat ancaman minimal pada setiap tindak

pidana pemilu dan denda yang bisa dijatuhkan sekaligus.

Namun dalam konsepsi penerapan sanksi pidana pemilu tersebut masih perlu

dikritisi dan dikaji lebih mendalam dan komprehensif tentang penerapan sanksi

tindak pidana pemilu. Hal ini terkait dengan banyaknya jenis pelanggaran serta

kendala di lapangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dan masyarakat.

Page 21: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

 

Selain itu apakah juga adakah konsistensi dan kesesuaian antara UU pemilu

dengan regulasi yang lain menyangkut Tindak Pidana Pemilu tersebut, sehingga

mempengaruhi penerapan sanksi pidana Pemilu di Indonesia pada tingkatan

Putusan badan peradilan tingkat Pengadilan yang memiliki kekuatan hukum

tetap.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul : Tindak Pidana Pemilihan Umum (Tinjauan Yuridis

Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu Dalam Undang-Undang

Pemilu Legislatif)

B. Perumusan Masalah

Berdasar hal-hal yang telah diuraikan tersebut di atas, maka dapat dinyatakan

dalam pertanyaan penelitian yaitu :

1. Bagaimana kebijakan formulasi dalam perumusan tindak pidana pemilu

pada Undang-undang No.10 Tahun 2008 ?

2. Bagaimana penerapan ketentuan tindak pidana Pemilihan Umum

sebagaimana tersebut di dalam Undang-undang No.10 Tahun 2008 ?

C. Maksud Dan Tujuan Penelitian

1. Maksud Penelitian

Penelitian ini untuk mendapatkan jawaban tentang kebijakan

formulasi perumusan tindak pidana pemilu di dalam Undang-undang No 10

Tahun 2008 dan penerapan sanksi tindak pidana Pemilihan Umum tersebut di

dalam Undang-undang No.10 Tahun 2008.

Page 22: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

10 

 

2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan maksud penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk mendapatkan kejelasan dan kelengkapan kebijakan formulasi

perumusan tindak pidana pemilu di dalam Undang-undang No 10 Tahun 2008

dan penerapan sanksi tindak pidana Pemilihan Umum tersebut di dalam

Undang-undang No.10 Tahun 2008.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan teoritis dan

operasional.

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan konsep ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum

pada khususnya.

2. Kegunaan Operasional

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

kepada penegak hukum dalam penjatuhan Pidana Pemilu, Pembuat Undang-

undang Tindak Pidana Pemilu ke depan, maupun sebagai bahan referensi

bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Page 23: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

11 

 

KERANGKA PEMIKIRAN

Pembukaan UUD 1945: Indonesia merupakan Negara berdasarkan atas Hukum 

Indonesia adalah negara berdasarkan Demokrasi dan kedaulatan berada di 

tangan rakyat. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 

Salah satu bentuk implementasi demokrasi dan kedaulatan rakyat adalah melalui pemilu 

Pasal 22E UUD 1945 

UU No 22 th 2007  UU No 10 Th 2008 KUHP  Peraturan Lain 

Statute Approach, Tindak Pidana Pemilu dan penerapannya secara Konsep 

Case Approach, Penerapan Sanksi Pidana Pemilu Pada Praktek 4 Perkara Putusan Peradilan Tahun 2009 

Kesimpulan 

UUD 1945 

Page 24: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

12 

 

Bagan I. Kerangka Berpikir

Pemikiran teoritis sebagai penuntun penulis dalam penelitian ini diawali

dengan pemahaman bahwa UUD 1945 merupakan dasar Negara Indonesia serta

konstitusi Negara Indonesia. Kekuasaan tertinggi negara ini secara tegas diatur dalam

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Sedangkan demokrasi adalah suatu pemerintahan dimana

rakyat ikut serta memerintah baik secara langsung yang terdapat pada masyarakat-

masyarakat yang masih sederhana (demokrasi langsung), maupun secara tidak

langsung karena rakyat diwakilkan (demokrasi tidak langsung) yang terdapat di

dalam negara negara modern.

Implementasi dari demokrasi perwakilan tercermin pada salah satu kegiatan

yang bernama Pemilihan Umum, yang merupakan bentuk perwujudan kekuasaan

rakyat dalam negara Indonesia. Pemilu merupakan sarana demokrasi yang dapat

menentukan siapa yang berhak menduduki kursi di lembaga politik negara baik

legislatif maupun eksekutif. Pemilu sendiri diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.

Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 22E ayat (6) UUD 1945 bahwa

ketentuan lebih lanjut mengenai pemilu diatur dengan undang-undang. Maka, dalam

Hukum Positif Indonesia telah diatur Pemilu 2009 di atur di dalam UU No.10 Tahun

2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk menjaga kualitas

kemurnian dari proses dan hasil pemilu itu sendiri telah diatur beberapa ketentuan

yang menyangkut tindak pidana pemilu baik di dalam KUHP maupun di dalam UU

No 10 tahun 2008, yang kemudian ditelaah dengan peraturan-peraturan yang lainnya

Page 25: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

13 

 

baik secara vertikal maupun horizontal. Sehingga dapat diketahui konsep Penerapan

Sanksi Tindak Pidana Pemilu secara abstrak.

Konsep Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu belumlah lengkap hingga

dapat dipraktekkan dalam kasus kasus tindakan pidana pemilu yang real terjadi dalam

masyarakat yang kemudian mencapai pada Putusan-Putusan Badan Peradilan yang

memiliki kekuatan hukum tetap. Sehingga dapat diketahui Sejauh mana

pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara-perkara yang terkait

dengan tindak pidana pemilu itu dapat diterapkan sanksinya sesuai dengan

Perundang-undangan yang ada. Berdasarkan pemahaman di atas, penelitian ini akan

melakukan pendekatan perundang-undangan dengan pendekatan kasus.

Page 26: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

14 

 

B A B I I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

Konsepsi atas pemikiran mengenai demokrasi telah mengalami proses

perkembangan sejak ratusan tahun silam. Perkembangan demokrasi sejalan

dengan peradaban manusia itu sendiri. Istilah demokrasi berasal dari

bahasa Yunani yang terdiri dari kata Demos (Rakyat) dan Kratos/Kratein

(Berkuasa/kekuasaan). Secara harfiah kata demokrasi dapat diartikan

sebagai rakyat berkuasa.

Demokrasi pada saat ini telah berkembang menjadi asas dan sistem

dalam pemerintahan di tiap-tiap negara yang menganutnya dan berbeda

penerapannya satu sama lain. Perkembangan pengertiannya sendiri dari

istilah demokrasi pada asasnya tidak terjadi perubahan, yaitu suatu sistem

pemerintahan di mana dipegang oleh rakyat atau setidak-tidaknya rakyat

diikutsertakan di dalam pembicaraan masalah-masalah pemerintahan.6

Henry B. Mayo memberikan definisi mengenai demokrasi sebagai sistem

politik sebagai berikut :

“A democratie political system is one in which public policies are made on a majority basis, by representative subject to effective popular control at periode elections which are conducted on the

                                                            6 Joeniarto, Demokrasi Dan Sistem Pemerintahan Negara,  Cetakan II, Bina Aksara, Jakarta, 1984, hal 22.  

Page 27: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

15 

 

principle of political equality and under conditions of political freedom”. (sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar meyoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang berdasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik).7 Lebih lanjut, Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi didasari

oleh beberapa nilai, yakni :

1) Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalized peaceful settlement of conflict);

2) Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah (peaceful change in changing society);

3) Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur (orderly succession of rulers);

4) Membatasi pemakaian-pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum of coercion);

5) Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity) dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, serta tingkah laku;

6) Menjamin tegaknya keadilan.8

Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan

beberapa lembaga, yakni :

1) Pemerintahan yang bertanggung jawab; 2) Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan

kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi;

3) Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik; 4) Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat; 5) Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan

mempertahankan keadilan.9

                                                            7 Henry B. Mayo,An Introduction to Demokratic Theory,  Oxford University Press, 1960, hal 70 dalam Ni’matul, Huda,Hukum Tata Negara Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 244. 8 Ibid, hal 245. 9 Ibid. 

Page 28: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

16 

 

2. Model-Model Demokrasi

Dalam sistem demokrasi modern dewasa ini, sistem kekuasaan dalam

kehidupan bersama biasa dibedakan dalam tiga wilayah atau domain, yaitu

negara (state), pasar (market), dan masyarakat (civil society). Ketiga

wilayah atau domain kekuasaan itu mempunyai logika dan hukum-

hukumnya sendiri. Ketiganya diidealkan harus berjalan seiring dan sejalan,

sama-sama kuat dan sama-sama saling mengendalikan satu sama lain,

tetapi tidak boleh saling mencampuri atau dicampuradukkan.10

Jika kekuasaan negara melampaui kekuatan masyarakat (civl society)

dan pasar (market), demokrasi dinilai tidak akan tumbuh karena terlalu

didikte dan dikendalikan oleh kekuasaan negara. Jika kekuatan pasar

terlalu kuat, melampaui kekuatan ‘civil society’ dan negara, berarti

kekuatan uanglah atau kaum kapitalislah yang menentukan segalanya

dalam peri kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Tetapi, jika kekuasaan yang dominan adalah ‘civil society’, sementara

negara dan pasar lemah, maka yang akan terjadi adalah kehidupan bersama

yang ‘chaos’, ‘messy’, ‘governmen-less’, yang berkembang tanpa arah

yang jelas.11

Dalam sejarah teori demokrasi terletak suatu konflik yang sangat tajam

mengenai apakah demokrasi harus berarti suatu jenis kekuasaan rakyat

(suatu bentuk politik di mana warga negara terlibat dalam pemerintahan                                                             10 Jimly Asshiddiqie,Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Cetakan III, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal 43. 11 Ibid. 

Page 29: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

17 

 

sendiri dan pengaturan sendiri) atau suatu bantuan bagi pembuatan

keputusan (suatu cara pemberian kekuasaan kepada pemerintah melalui

pemberian suara secara periodik). Menurut David Held, konflik inti

tersebut telah memunculkan tiga jenis atau model pokok demokrasi, yakni :

1) Demokrasi Langsung atau Demokrasi Partisipasi, suatu sistem pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah publik di mana warganegara terlibat secara langsung. Ini adalah demokrasi “asli” yang terdapat di Athena kuno.12 Sistem demokrasi yang terdapat di negara kota (city state) Yunani Kuno abad ke-6 sampai abad ke-3 S.M merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.13 Demokrasi Athena sudah lama diambil sebagai sumber inspirasi fundamental bagi pemikiran politik barat modern.

2) Demokrasi Liberal atau Demokrasi Perwakilan (representative democracy), suatu sistem pemerintahan yang mencakup “pejabat-pejabat” terpilih yang melaksanakan tugas “mewakili” kepentingan-kepentingan atau pandangan-pandangan dari para warganegara dalam daerah-daerah yang terbatas sambil tetap menjunjung tinggi “aturan hukum”.14

3) Demokrasi yang didasarkan atas model Satu Partai.15 Partai tersebut merupakan instrumen yang bisa menciptakan landasan bagi sosialisme dan komunisme. Dalam prakteknya, partai harus memerintah; dan hanya pada “era Gorbachev” di Uni Soviet (dari tahun 1984 sampai agustus 1991), dari kekuasaan pusat sampai ke kekuasaan di tingkat desa dan sekitarnya diberi sesuatu yang lebih dari sekedar peranan simbolik atau ritualistik pada periode pasca revolusioner.16 Demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme, mencita-citakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya (machtsstaat) dan yang bersifat totaliter.17

                                                            12 David Held,Demokrasi dan Tatanan Global Dari Negara Modern Hingga Pemerintahan Kosmopolitan, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hal 5. 13 Ni’matul Huda, Op. cit., hal 239. 14 David Held, Op. cit.,hal 6. 15 Ibid. 16 Ibid.,hal 17  17 Ni’matul Huda, Op. cit., hal 243. 

Page 30: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

18 

 

Menurut Soehino, dalam representative democracy terdapat beberapa

tipe yakni :

1) Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas atau sistem presidensiil,

2) Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan di mana badan-badan yang diserahi kekuasaan masing-masing ada hubungan timbal balik antara badan legislatif dengan eksekutif atau sistem demokrasi parlementer,

3) Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan dan dengan kontrol langsung oleh rakyat dalam suatu sistem referendum atau sistem badan pekerja.18

Berdasarkan model demokrasi tidak langsung inilah, maka hubungan

demokrasi dengan sistem pemerintahan negara akan berkisar kepada

hubungan antara badan-badan perwakilan rakyat dengan badan pemegang

kekuasaan eksekutif.19

Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah

demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak

dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya.

Kekuasaan negara dibagi sedemikan rupa sehingga kesempatan

penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada

beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan

dalam satu tangan atau satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip

ini terkenal dengan Negara Hukum (Rechtsstaat) dan Rule of Law.20

Adapun asas-asas demokratis yang melandasi rechtsstaat menurut S.W.

Couwenberg meliputi lima asas, yakni:                                                             18 Soehino, Ilmu Negara, cetakan III, Liberty, yogyakarta, 2000, hal 258. 19 Hestu Cipto Handoyo,Op. cit., hal 100‐101. 20 Ni’matul Huda, Op. cit.,hal 243. 

Page 31: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

19 

 

1) Asas hak-hak politik (het beginsel van de politieke grondrechten); 2) Asas mayoritas; 3) Asas perwakilan; 4) Asas pertanggungjawaban; 5) Dan asas publik (open baarheidsbeginsel).21

Atas dasar sifat-sifat tersebut, yaitu liberal dan demokratis, ciri-ciri

rechtsstaat adalah :

a. Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;

b. Adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi : kekuasaan pembuatan undang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas yang tidak ahanya menangani sengketa antara individu rakyat, tetapi juga antara peguasa dan rakyat, dan pemerintah yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang.

c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.22

Ciri-ciri di atas menunjukan dengan jelas bahwa ide sentral rechtsstaat

adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang

bertumpu atas dasar prinsip kebebasan dan persamaan.23

Sedangkan menurut M.Topan memberikan penjelasan mengenai model-

model demokrasi berdasarkan prinsip pembagiannya yakni:

a. Prinsip Historis atau Sifat Penyaluran Aspirasi

Menurut sejarah pertumbuhan dan perkembangan yang ditandai

dengan sifat tata cara penyaluran kehendak dan aspirasi rakyat, maka

pemerintah demokrasi dapat digolongkan menjadi:

1. Demokrasi Langsung Model demokrasi ini lahir di negara kota Athena yang jumlah penduduknya terbatas. Karena itu mereka wajib menghadiri rapat yang diadakan pemerintah, rakyat dapat menyalurkan aspirasinya secara langsung dalam rapat tersebut.

2. Demokrasi Tidak Langsung                                                             21 Ibid., hal 246 22 Ibid. 23 Ibid,hal 247. 

Page 32: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

20 

 

Demokrasi ini juga disebut dengan demokrasi perwakilan atau demokrasi parlementer. Demokrasi ini diwujudkan dengan adanya pemerintahan yang bersendikan perwakilan rakyat, yang kekuasaannya dan wewenangnya berasal dari rakyat dan dilaksanakan melalui wakil-wakil rakyat serta bertanggung jawab penuh kepada rakyat.

b. Prinsip Idiologis

Pemerintah demokrasi dapat digolongkan menurut macam-macam

idiologis atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa-bangsa yang

bersangkutan seperti :

(1) Demokrasi Individual

Demokrasi yang dijiwai oleh paham individualisme Yunani Kuno

sehingga dapat juga disebut demokrasi Langsung.

(2) Demokrasi Liberal

Jenis demokrasi ini dijiwai oleh paham liberalisme yakni paham

yang menekankan kepada kebebasan yang pada akhirnya bermuara

pada prinsip materialisme/individualisme. Demokrasi yang

berdasarkan paham liberal disebut sebagai demokrasi parlementer

dengan ciri-ciri sebagai berikut :

- Sistem voting atau pemungutan suara yang berakhir dengan menang – kalah

- Sistem oposisi, yaitu reaksi golongan yang dikalahkan dengan voting, dengan kegiatan yang bertujuan memblokade kebijakan pemerintah yang didukung oleh golongan mayoritas pemenang.

- Sistem mosi tidak percaya, yaitu suatu tindakan parlemen untuk menjatuhkan pemerintahan karena kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak memperoleh dukungan mayoritas pemenang.

- Sistem demonstrasi, yaitu kegiatan pihak oposan yang menghimpun dan menggunakan kekuatan masa pendukung untuk memaksakan kehendaknya kepada pemerintah.

- Sistem Pemisahan kekuasaan. - Sistem Multi Partai, yaitu adanya kebebasan untuk mendirikan

banyak partai.

Page 33: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

21 

 

(3) Demokrasi Rakyat

Jenis demokrasi ini didasarkan oleh paham sosialisme komunisme

yakni paham yang mengutamakan kepentingan negara/komune dan

mengabaikan kepentingan individu/perorangan. Bukan rakyat yang

berdaulat atau memegang kekuasaan tertinggi melainkan segelintir

orang yang menguasai partai.

Ciri – ciri demokrasi rakyat yang menonjol adalah :

- sistem mono partai atau partai tunggal yaitu partai komunis. - sistem pimpinan rangkap yaitu pimpinan partai jga rangkap

pimpinan negara - sistem pemusatan kekuasaan yakni pemusatan kekuasaan di

tangan penguasa tertinggi di dalam negara/partai sistem otoriter yaitu penguasa dapat dipaksakan kepada rakyat.

(4) Demokrasi Pancasila

Demokrasi ini dijiwai oleh paham Pancasila yakni falsafah hidup

asli bangsa Indonesia. Demokrasi Pancasila berasaskan

musyawarah untuk mencapai mufakat dengan mengutamakan

prinsip keseimbangan kepentingan.24

3. Demokrasi Di Indonesia

Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat) dalam perkembangannya

tidak dapat dipisahkan dari paham demokrasi (kerakyatan). Sebab pada

akhirnya, hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau

pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar kekuasaan

atau kedaulatan rakyat.25

                                                            24 Topan, Demokrasi Pancasila Analisa Konsepsional Aplikatif,1989, hal 29. 25 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 245. 

Page 34: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

22 

 

Menurut Miriam Budiardjo, dipandang dari sudut perkembangan

demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa yaitu :

1) Masa Republik Indonesia I, yaitu masa demokrasi (konstitusionil) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan yang karena itu dapat dinamakan demokrasi parlementer.

2) Masa Republik Indonesia II, yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formil merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.

3) Masa Republik Indonesia III, yaitu masa Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusionil yang menonjolkan sistem presidensiil.26

Berbicara mengenai demokrasi di Indonesia tidak bisa lepas dari alur

periodesasi sejarah politik di Indonesia, yaitu periode pemerintahan masa

revolusi kemerdekaan, pemerintahan Parlementer (representative

democracy), pemerintahan Demokrasi Terpimpin (guided democracy),

dan pemerintahan Orde Baru (Pancasila Democracy).27

Setiap periodisasi sejarah demokrasi Indonesia memiliki kelebihan dan

kelemahan masing-masing. Era reformasi telah menggantikan rezim Orde

Baru membawa dampak perkembangan demokrasi itu sendiri. Derap

reformasi yang mengawali lengsernya Orde Baru pada awal tahun 1998

pada dasarnya, merupakan gerak kesinambungan yang merefleksikan

komitmen bangsa Indonesia yang secara Rasional dan sistematis bertekad

untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi.28

                                                            26 Miriam, Budiardjo, Dasar‐Dasar Ilmu Politik, Cetakan VII, PT Gramedia, Jakarta, 1982, hal 57. 27 Afan, Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi,Cetakan V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 10. 28 Ni’matul, Huda, Op.cit.,hal 252 

Page 35: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

23 

 

Reformasi sebagai suatu era dalam pengertian politis sebagai tatanan

atau rezim, harus diartikan sebagai usaha sistematis dari bangsa Indonesia

untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi; atau lebih luas lagi

untuk mengaudit dan mengaktualisasikan indeks demokrasi yang pada

orde lalu telah dimanipulasi.29

B. Pemilu Pada Umumnya

Pemilu mempunyai hubungan erat dengan prinsip demokrasi dan prinsip

hukum sebagai prinsip-prinsip fundamental yang banyak dipergunakan di

negara-negara modern. Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena

sebenarnya pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi.

Dalam prinsip negara hukum, melalui pemilu rakyat dapat memilih wakil-

wakilnya yang berhak membuat produk hukum dan melakukan pengawasan atau

pelaksanaan kehendak-kehendak rakyat yang digariskan oleh wakil-wakil rakyat

tersebut.30

1. Pengertian Pemilu

Menurut Hendarman Ranadireksa kaitan antara pemilu dengan prinsip

demokrasi yaitu bahwa pemilu adalah sarana demokrasi yang daripadanya

dapat ditentukan siapa yang berhak menduduki kursi lembaga politik negara,

legislatif dan/atau eksekutif. Melalui pemilu rakyat memilih figur yang

dipercaya yang akan mengisi jabatan legislatif dan/atau eksekutif. Dalam

                                                            29 Muladi,Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, 2002, dalam Ni’matul Huda, Op. cit., hal 262 30 Moh.Mahfud, MD, Hukum dan Pilar‐Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999 

Page 36: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

24 

 

pemilu rakyat yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih secara bebas,

dan rahasia, menjatuhkan pilihan figur yang dinilai sesuai dengan

aspirasinya. Tentu tidaklah mungkin seluruh aspirasi dapat ditampung. Dari

sekian banyak pilihan aspirasi maka suara terbanyak pemilih dinyatakan

sebagai pemenang karena ia mewakili kehendak rakyat yang terbanyak pula.

Aspek terpenting dalam demokrasi adalah mengakui dan menghormati suara

mayoritas. Namun demikian teramat penting untuk dipahami bahwa arti

mayoritas, dalam demokrasi bukan lahir dari asumsi atau sekedar kuantitas

yang bersifat konstanta. Klaim mayoritas, tanpa pemilu, atas nama suku,

agama, ras atau golongan (buruh, tani, nelayan, dll), jelas bukan demokrasi

melainkan tirani.31 Pemilihan umum pada dasarnya adalah suatu kegiatan

politik yang bertujuan untuk menetapkan siapa-siapa dapat mewakili rakyat

sesuai keputusan bebas dari rakyat pemilih.32

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008

tentang Pemilu, Pemilihan umum diartikan sebagai :

“Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksnakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”33

Salah satu agenda yang penting dalam proses perubahan politik adalah

menyelenggarakan pemilihan umum. Makna pemilihan umum yang paling

                                                            31 Hendarmin, Ranadireksa, Visi Bernegara Aksitektur Konstitusi Demokratik,Cetakan I, Fokusmedia, Bandung, 2007, hal 31. 32 Topan, M, Demokrasi Pancasila analisa Konsepsional Aplikatif, 1989, hal 29. 33 Undang‐Undang No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Legislatif, hal 3. 

Page 37: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

25 

 

esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai

institusi untuk melakukan menduduki kekuasaan (pengaruh) yang dilakukan

dengan regulasi, norma dan etika sehingga sirkulasi elit politik (pergantian

kekuasaan) dapat dilakukan secara damai dan beradab.

Pemilihan umum bertujuan mengimplementasikan kedaulatan rakyat dan

kepentingan rakyat dalam lembaga politik negara. Melalui pemilihan umum,

rakyat mempunyai kesempatan untuk memilih wakil-wakilnya yang akan

duduk dalam lembaga perwakilan. Secara ideal wakil yang duduk di

lembaga perwakilan adalah mereka yang dipilih sendiri oleh rakyat melalui

pemilihan menurut hukum yang adil. Dengan demikian, pemilihan umum

merupakan komponen penting dalam negara demokrasi karena berfungsi

sebagai alat penyaring bagi mereka yang akan mewakili dan membawa suara

rakyat dalam lembaga perwakilan.34

Perwujudan kedaulatan rakyat yang dimaksud dilaksanakan melalui

Pemilu secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-

wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan,

menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai

landasan bagi semua pihak Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam

menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan anggaran

pendapatan dan belanja dalam membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi

tersebut.

                                                            34 Moh Mahfud, MD,Hukum dan Pilar‐Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal 221‐222. 

Page 38: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

26 

 

Menurut Aurell Croissant, dalam perspektif politik sekurangnya ada tiga

fungsi pemilihan umum, yakni :

1) Fungsi Keterwakilan. Fungsi Keterwakilan merupakan urgensi di negara demokrasi baru dalam beberapa pemilu.

2) Fungsi Integrasi. Fungsi ini menjadi kebutuhan negara yang mengkonsolidasikan demokrasi.

3) Fungsi Mayoritas. Fungsi Mayoritas merupakan kewajiban bagi negara yang hendak mempertahankan stabilitas dan kepemerintahan (governability).35

Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota

DPR, DPD, dan DPRD Pasal 1 ayat (1) Pemilihan Umum yang selanjutnya

disebut Pemilu adalah Sarana Pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

dilaksanakan secara langsung, Umum, bebas, Rahasia, Jujur dan Adil, dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Definisi tersebut

juga bisa diketemukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007

Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.

2. Asas Pemilihan Umum

Asas pemilihan umum dalam Pasal 2 UU No.10 Tahun 2008 dinyatakan

bahwa pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

                                                            35 Joko J,Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis,Cetakan I, Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2008, hal 18  

Page 39: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

27 

 

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka Pemilu diselenggarakan

berlandaskan :

1) Asas Langsung, dengan asas langsung rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

2) Besifat umum, berarti menjamin kesempatan yang belaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan pekerjaan dan status sosial.

3) Bebas, berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.

4) Rahasia, berarti di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihanya tidak akan diketahui oleh pihak manapun.

5) Jujur dan adil berarti pemilih memberikan suaranya pada surat suara bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.36

Menurut Sukarna pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan secara bebas.

Syarat agar pemilu berlangsung secara bebas ada sepuluh, yakni:

a. Aman. Dalam suatu negara yang tidak aman tidak akan dapat dilakukan pemilihan umum.

b. Tertib. Suatu pemilihan umum yang tidak berjalan tertib tidak akan menjamin suatu hasil yang baik.

c. Adil. Suatu pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi harus tetap menjunjung tinggi keadilan yaitu tidak adanya penindasan dan paksaan.

d. Kemerdekaan Perorangan. Pemilihan umum yang bebas hanya akan dapat dilakukan apabila setiap orang sebagai warga negara dilindungi atau dijamin kemerdekaannya oleh undang-undang.

e. Kesejahteraan Masyarakat. Suatu masyarakat yang sejahtera yaitu bebas dari kemiskinan dan ketakutan akan dapat melakukan pilihannya secara bebas tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mengganggu kemerdekaannya untuk memilih.

f. Pendidikan. Dalam masyarakat yang warga negaranya sebagaian besar buta huruf akan sukar untuk dijalankan pemilihan umum secara bebas karena komunikasi dua arah tidak bisa dijalankan secara sempurna.

                                                            36 Penjelasan Umum Undang‐Undang  Nomor 10 Tahun 2008 

Page 40: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

28 

 

g. Terdapat partai politik dari satu. Pemilihan umum yang bebas hanya dapat terselenggara apabila dalam negara itu terdapat lebih dari satu partai politik, sehingga rakyat dapat memilih mana yang lebih cocok dengan pendiriannya masing-masing.

h. Terdapat media pers yang bebas. Pers yang bebas merupakan syarat untuk alat komunikasi antara pemimpin politik dengan rakyat sehingga pemimpin politik dapat mengemukakan tujuan dari partainya tadi, maka rakyat akan dapat menilai mana yang paling baik untuk menentukan pilihannya.

i. Terdapat open management. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat terselenggara apabila negara itu menjalankan open management yaitu adanya free social support atau dukungan yang bebas dari masyarakat terhadap pemerintahan dan adanya free social control atau pengawasan yang bebas dari masyarakat terhadap aparatur pemerintahan dan adanya free social responsibility atau pertanggungjawaban yang bebas dari kebohongan oleh pihak pemerintah.

j. Terdapat Rule of law. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat dilakukan dalam negara yang menjalankan rule of law yaitu baik pemerinta maupun rakyat sama-sama taat menjalankan undang-undang.37

Pada saat Pemilu dijadikan manifestasi prinsip kedaulatan rakyat, maka

mulai saat itulah rakyat diberikan kebebasan dalam memilih dan menentukan

calon-calon wakil yang tergabung dalam Partai Politik. Berkaitan dengan

asas pemilu Pasal 21 ayat (3) Piagam tentang Pernyataan HAM sedunia

menentukan :

“Kehendak rakyat ialah dasar kekuasaan pemerintah; kehendak itu akan dilahirkan dalam pemilihan-pemilihan berkala dan jujur yang dilakukan dalam Pemilihan Umum dan berkesamaan atas pengaturan suara yang rahasia dengan cara pemungutan suara yang bebas dan yang sederajat dengan itu”.

Dengan demikian, kebebasan, kejujuran, rahasia dan kesamaan merupakan

hal-hal yang esensiil dalam penyelenggaraan pemilu.38

                                                            37 Sukarna,Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981, hal 83 38 B.Hestu Cipto Handoyo, Op. cit.,hal 217 

Page 41: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

29 

 

Pengertian dan makna asas-asas Pemilu Indonesia yang sedemikan

komplek tersebut di atas, kalau diterjemahkan lebih singkat pada hakikatnya

dipergunakan untuk memberikan landasan filosofis bagi seluruh rangkaian

proses penyelenggaraan Pemilu.

3. Sistem Pemilihan Umum

Salah satu yang paling penting dalam pelaksanaan pemilu adalah sistem

pemilu yang representatif di dalam negara demokrasi. Penyebab utama hingga

terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu adalah selain Implementasi

Asas Pemilu yang belum mantap dan pengawasan atas jalannya pemilu tidak

berjalan secara efektif adalah karena sistem pemilu yang tidak representatif.39

Sistem pemilu menurut Lijphart, dalam Ilmu Politik dimaknai sebagai

suatu kumpulan metode atau cara warga masyarakat memilih para wakil

mereka. Manakala sebuah Lembaga Perwakilan Rakyat-apakah itu DPR atau

pun DPRD-dipilih maka sistem pemilihan mentransfer jumlah suara ke dalam

jumlah kursi, sementara itu pemilihan presiden, gubernur, dan bupati yang

merupakan representasi tunggal dalam sistem pemilihan, dasar jumlah suara

yang diperoleh menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, dengan

melihat kenyataan seperti itu, maka betapa pentingnya sistem pemilihan dalam

sebuah demokrasi.40

                                                            39 B.Hestu Cipto Handoyo, Op. cit., hal 199 40 Afan, Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Cetakan V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 10. 

Page 42: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

30 

 

Sistem pemilu menurut Joko J. Prihatmoko, berkaitan erat di antara dua

faktor internal dan eksternal terhadap kinerja legislatif. Termasuk faktor

eksternal adalah partisipasi aktif dan kontrol masyarakat, kelompok

kepentingan, LSM, pers bebas dan mandiri, solidaritas masyarakat madani,

dan atmosfer makro kepolitikan. Faktor internalnya antara lain kualitas

anggota dan kapasitas sistem serta mekanisme kelembagaan legislatif

sendiri.41

Di antara kedua faktor itu, yang bahkan merupakan faktor berpengaruh

adalah faktor perantara atau penghantar, yakni prosedur atau mekanisme yang

menjadikan sesorang sebagai legislatif dan karenanya derajat keterikatan

anggota legislatif dengan pemilih ditentukan, faktor itu adalah sistem

pemilu.42

Selanjutnya masih menurut Joko J. Prihatmoko, ada enam prinsip yang

menjadi petunjuk dalam memilih sistem pemilu, yakni :

1) Sistem pemilu sangat berpengaruh terhadap watak atau persaingan konstestan.

2) Sistem pemilu dapat dengan mudah dimanipulasi, khususnya oleh partai-partai besar, untuk memperlancar perilaku politik tertentu.

3) Sistem pemilu dapat mempengaruhi jumlah dan ukuran relatif partai politik di parlemen.

4) Sistem pemilu juga menentukan keterpaduan internal dan disiplin masing-masing partai. Sebagian sistem mendorong faksionalisme dan sebagian lainnya memaksa partai-partai untuk bersatu suara dan menekan pembangkangan (disobedience).

5) Sistem pemilu bisa mengarahkan pada pembentukan koalisi atau pemerintahan satu partai dengan kendala yang dihadapi partai mayoritas.

6) Sistem pemilu dapat mendorong atau menghambat pembentukan aliansi di antara partai-partai, dan bisa pula memberi rangsangan kepada

                                                            41 Joko J,Prihatmoko,Op. cit., hal 69 42 Ibid. 

Page 43: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

31 

 

beberapa kelompok agar lebih bersikap akomodatif atau memberi dorongan kepada partai-partai untuk menghindari konflik berdasarkan ikatan etnik, kesukuan atau kekerabatan.43

Menurut pendapat Muh.Nur Sadik mengenai sistem pemilihan umum

yang berkaitan erat dengan pembangunan politik di Indonesia mengacu

kepada dua hal pokok yakni:

1. Bagaimana mengimplementasikan demokrasi, 2. Menemukan sistem yang unggul dan handal dalam melaksanakan

pemilu di Indonesia yang cocok dengan masyarakat majemuk atau pluralitas di Indonesia.44

Pendapat lain mengenai sistem pemilu yang berkaitan dengan proses

pemilihan umum yaitu menurut TA. Legowo dan Sebastian Salang yang

menyatakan pada pemilu 2009 yang akan datang terdapat perubahan sistem

yang berkaitan dengan :

1. Ambang batas (threshold), 2. Daerah Pemilihan (DaPil) 3. Jumlah kursi DPR dan DPRD Kabupaten/Kota, 4. Penghitungan sisa suara kursi, 5. Teknis pemberian suara, 6. Dan calon perempuan.45

Penerapan sistem pemilu dalam setiap pemilu di mana saja menurut

Sukarna, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Social culture (education of the people), 2. The position of political party, 3. Press and public opinion, 4. The law of general election, 5. The role of armed forces in politics, 6. The man in position, 7. Order,

                                                            43 Ibid,hal 34. 44 Muh Nur Sadik,Jurnal Ilmiah Hukum Legality, Vol 13 Nomor 2, Fakultas Hukum UMM, hal 249 45 TA Legowo dan Sebastian Salang, Panduan Menjadi Calon Anggota DPR/DPD/DPRD Mengahadapi Pemilu, cetakan I, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hal 18. 

Page 44: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

32 

 

8. Security, 9. Social economy.46

Sistem pemilihan umum berbeda-beda tergantung dari sudut mana

pandangan ditujukan kepada rakyat. Salah satu fungsi utama pemilihan umum

dalam negara demokratis tidak lain adalah untuk menentukan kepemimpinan

nasional secara konstitusional. Oleh sebab itu dalam bentuk dan jenis sistem

pemerintahan apa pun, pemilu menduduki posisi yang sangat strategis dalam

rangka melaksanakan tujuan pemilihan umum.47

Untuk melaksanakan pemilihan umum guna menentukan seseorang

menjadi pejabat negara (Presiden dan Wakil Presiden), dapat ditempuh

melalui dua alternatif, yakni :

1. Pemilihan secara langsung, artinya pemilih melakukan pemilihan orang atau kontestan (peserta) yang disukai; dan

2. Pemilihan secara bertingkat (tidak langsung), yaitu para pemilih melakukan pemilihan orang-orang untuk menjadi anggota suatu lembaga kenegaraan yang mempunyai wewenang untuk memilih orang yang akan menjadi pejabat negara tersebut. Contoh cara seperti ini pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang dilakukan oleh MPR sebelum Amandemen UUD 1945.48

Mekanisme untuk menentukan anggota-anggota di Lembaga Perwakilan

Rakyat dapat digolongkan ke dalam dua sistem, yakni :

1. Sistem Pemilihan Organis, yakni mengisi keanggotaan Lembaga Perwakilan Rakyat melalui pengangkatan atau penunjukan.

2. Sistem Pemilihan Mekanisme, Sistem ini sering disebut juga Pemilihan Umum.49

                                                            46 Sukarna,Op. cit.,hal 88. 47 Hestu Cipto, Handoyo, Op. Cit., hal 208. 48 Ibid,hal 209. 49  Bintan  R,  Saragih,  Lembaga  Perwakilan  dan  Pemilihan  Umum  Indonesia, Gaya Media  Pratama, Jakarta, 1998, hal 171. 

Page 45: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

33 

 

Menurut Wolhoff, sistem Pemilihan Organis ini dilandasi oleh pokok

pikiran bahwa :

a. Rakyat dalam suatu negara dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup bersama dalam beraneka ragam persekutuan hidup, seperti genealogi (keluarga), teritorial (daerah), fungsional spesialis (cabang industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tani) dan lembaga-lembaga sosial (LSM/Ornop).

b. Persekutuan-persekutuan hidup inilah yang bertindak sebagai pengendali hak pilih. Artinya yang mempunyai kewenangan atau hak untuk mengutus wakil-wakilnya duduk sebagai anggota Lembaga Perwakilan Rakyat adalah persekutuan-persekutuan hidup tersebut.

c. Partai-partai politik dalam struktur kehidupan kemasyarakatan seperti ini tidak dibutuhkan keberadaanya. Hal ini disebabkan mekanisme pemilihan diselenggarakan dan dipimpin sendiri oleh masing-masing persekutuan hidup tersebut.50

Sistem Pemilihan Mekanis berpangkal tolak dari pemikiran bahwa :

a. Rakyat di dalam suatu negara dipandang sebagai massa-massa individu-individu yang sama.

b. Individu-individu inilah yang bertindak sebagai pengendali hak pilih aktif.

c. Masing-masing individu berhak mengeluarkan satu suara dalam setiap pemilihan untuk satu Lembaga Perwakilan Rakyat.

d. Dalam negara Liberal mengutamakan individu-individu sebagai kesatuan otonom dan masyarakat sebagai suatu kompleks hubungan-hubungan antar individu yang bersifat kontraktual. Sedangkan di dalam negara Sosialis-Komunis lebih mengutamakan totaliteit kolektif masyarakat dan mengecilkan peranan individu-individu dalam totaliteit koletif ini.

e. Partai politik atau organisasi politik berperan dalam mengorganisir pemilih sehingga eksistensinya (keberadaannya) sangat diperlukan, baik menurut sistem satu partai, dua partai atau pun multi partai.51

                                                            50 Wolhoff, dalam Hestu Cipto, handoyo, Op. cit., hal 210. 51 Ibid, hal 211. 

Page 46: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

34 

 

C. Tindak Pidana

1. Pengertian Umum Tindak Pidana

Instrumen Hukum (pidana) secara efektif dilaksanakan dengan law

enforcement atau penegakan hukum merupakan antisipasi atas kejahatan.

Melalui instrumen hukum, diharapkan perilaku yang melanggar hukum

ditanggulangi secara preventif bahkan represif. Mengajukan ke depan sidang

pengadilan dan selanjutnya penjatuhan pidana bagi anggota masyarakat yang

terbukti melakukan perbuatan pidana, merupakan tindakan yang represif.

Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam. Yang

paling penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman

sekaligus kepada masyarakat dan kepada terpidana sendiri agar menjadi insyaf

dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik.

Menurut Zainal Abidin Farid, istilah hukum pidana bermakna jamak. Dalam

arti obyektif, yang juga sering disebut ius poenale atau meliputi :

1) Perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya atau pengabaiannya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan negara yang berwenang; peraturan-peraturan yang harus ditaati dan diindahkan oleh setiap orang;

2) Ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara apa atau alat apa dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan itu; d.k.l. hukum penentiair atau hukum sanksi;

3) Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturan-peraturan itu pada waktu dan di wilayah negara tertentu. 52

Berbicara tentang hukum pidana tidak terlepas dari masalah pokok yang

menjadi titik perhatiannya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut

                                                            52 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I,Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 1. 

Page 47: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

35 

 

meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta

korban.53

Istilah tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang – Undang Hukum

Pidana (KUHP) Indonesia karena bersumber dari W.v.S Belanda maka memakai

istilah strafbaarfeit. Alasan pembuat undang-undang Belanda menggunakan

istilah strafbaarfeit dengan alasan pengertian feit mencakup omne qound fit jadi

keseluruhan kejadian (perbuatan) termasuk didalamnya kelalaian.54

Perkataan feit itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu

kenyataan atau een gedelte van de werkelijhid sedang strafbaarfeit dapat

diterjemahkan sebagai bagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang

sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak kita akan mengetahui bahwa

yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan

kenyataan perbuatan atau tindakan.55 Pembentuk undang-undang kita tidak

memberikan suatu penjelasan tentang apa yang dimaksud strafbaarfeit, sehingga

di dalam doktrin telah menimbulkan berbagai pendapat tentang apa yang

dimaksud strafbaarfeit tersebut.56

Secara doktrinal, di antara para pakar hukum tidak terjadi kesatuan pendapat

tentang pengertian dan unsur-unsur tindak pidana. Sebagian ahli hukum

menganut pandangan monistis yang tidak memisahkan antara criminal act dan

criminal responsibility. Dan sebagian yang lain menganut pandangan dualistis

                                                            53 Usfah Moch Najih dan Togat,Pengantar Hukum Pidana,UMM Press, Malang, 2004, hal 32. 54 Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hal 45. 55 Lamintang, Dasar‐Dasar Hukum Pidana Indonesia,Sinar Baru, Bandung ,1990, hal 172 56 Ibid. 

Page 48: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

36 

 

yang memisahkan antara criminal act dan criminal responsibility.57

Pendapat sarjana yang berpandangan monistis antara lain :

a. Menurut Simon, Strafbaarfeit itu sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atau tindakan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.58 Pendapat ini juga disetujui oleh pengarang Indonesia, seperti Zainal Abidin Farid.59

b. Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

c. Profesor van Hattum berpendapat bahwa seusatu tindakan itu tidak dapat dipisahkan dari orang yang telah melakukan tindakan tersebut. Menurut beliau, perkataan “strafbaar” itu berarti mempunyai arti sebagai “pantas untuk dihukum”, sehingga perkataan strafbaarfeit seperti yang telah digunakan oleh pembentuk undang-undang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu secara “eliptis” haruslah diartikan sebagai suatu “tindakan, yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang enjadi dapat dihukum”.60 Pendapat para sarjana yang menganut pandangan dualistis adalah :

a. Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.61

b. Menurut W.P.J. Pompe, strafbaarfeit adalah tidak lain daripada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang. Menurut teori strafbaarfeit itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.62

c. Sedangkan menurut Soedarto, tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi syarat – syarat tertentu, dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana.63

                                                            57 Usfah Moch Najih dan Togat, Op.cit, hal 34‐35. 58 Lamintang,Op. cit.,Hal 176 59 Zainal Abidin Farid, Op. cit.,hal 3 60 Van Hattum, Hand‐en Leerboek, 1953, hal 112 dalam Drs. P.A.F Lamintang S.H.,Dasar‐Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan III, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,1997, hal 184. 61 Usfah Moch Najih dan Togat, Op.cit, hal 35 62 Soedarto, Pengantar Kuliah Hukum Pidana Jilid IA – IB, Fakultas Hukum UNSOED, Purwokerto , 2001, hal 40‐41. 63 Ibid. 

Page 49: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

37 

 

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan hukum

yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang

beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku. Pengertian

tersebut merupakan pengertian Hukum Pidana Materiil.

Dalam pengertian yang lengkap dinyatakan oleh Satochid Kartanegara

bahwa hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang berikut ini :

1) Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman (Strafbaar feiten) misalnya :

a. mengambil barang milik orang lain; b. dengan sengaja merampas nyawa orang lain.

2) Siapa-siapa yang dapat dihukum atau dengan perkataan lain : mengatur

pertanggungan jawab terhadap hukum pidana.

3) Hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Atau juga disebut

hukum Penetentair.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana itu menurut Lamintang pada umumnya dapat kita jabarkan ke dalam

unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni

unsur-unsur Subyektif dan unsur-unsur Obyektif.64 Yang dimaksud dengan unsur-

unsur Subyektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang

berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala

                                                            64 P.A.F Lamintang,Dasar‐Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan III, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,1997, hal 193. 

Page 50: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

38 

 

sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.65 Sedang yang dimaksud dengan

unsur-unsur Obyektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan

keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si

pelaku itu harus dilakukan.66

Masih menurut Lamintang, unsur-unsur Subyektif dari sesuatu tindak pidana

itu adalah :

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa); 2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang

dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP; 3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di

dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;

4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte read seperti yang misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

5) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.67

Unsur-unsur Obyektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah :

1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid; 2. Kualitas dari si pelaku, misalnya “Keadaan sebagai seseorang pegawai

negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.68

Di antara pakar hukum tidak terjadi kesamaan pendapat mengenai unsur-

unsur tindak pidana. Sebagian pakar hukum menganut pandangan monistis dan

sebagian yang lain menganut pandangan dualistis.

                                                            65 Ibid. 66 Ibid. 67 Ibid.,Hal 194. 68 Ibid. 

Page 51: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

39 

 

Pendapat para sarjana yang berpandangan monistis:

a. Simons Unsur-unsur strafbaarfeit adalah :

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan);

2. Diancam dengan pidana (strafbaarfeit); 3. Melawan Hukum (onrechmatig); 4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verbanstaand); 5. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsuatbaar

person).

Simon menyebutkan adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari

Strafbaarfeit.

Unsur subjektif dari strafbaarfeit adalah :

1. Perbuatan orang 2. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu 3. Mungkin ada keadaan-keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu

seperti dalam Pasal 28 KUHP sifat “openbaar” atau di muka umum.

Unsur Objektif dari Strafbaarfeit adalah:

1. Orang yang mampu bertanggung jawab 2. Adanya kesalahan (dolus dan Culpa) perbuatan harus dilakukan dengan

kesalahan.69

b. van Hamel

Unsur-unsur Strafbaarfeit adalah :

1. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang; 2. Bersifat melawan hukum 3. Dilakukan dengan kesalahan 4. Patut dipidana.70

                                                            69 Soedarto, Op.cit.,Hal 37 70 Ibid. 

Page 52: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

40 

 

Pendapat sarjana hukum yang manganut pandangan dualistis antara lain :

a. Moeljatno

Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :

1. Perbuatan (manusia) 2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat

formil), dan 3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).71

b. Soedarto

Unsur-unsur tindak pidana adalah :

1. Perbuatan

a.) Memenuhi rumusan undang-undang; b.) Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar).

2. Orang

a.) Mampu bertanggungjawab b.) Dolus atau Culpa (tidak ada alasan pemaaf).72

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Para guru besar telah membuat suatu pembagian dari tindakan-tindakan

melawan hukum itu ke dalam dua macam “onrecht”, yaitu yang mereka sebut

“criminal onrecht” dan ke dalam apa yang mereka sebut “policie onrecht”.73

Yang mereka maksudkan sebagai “crimineel onrecht” itu adalah setiap tindakan

melawan hukum yang menurut sifatnya adalah bertentangan dengan “rechtsorde”

atau “tertib hukum” dalam arti yang lebih luas daripada sekadar “kepentingan-

kepentingan”. Sedangkan yang mereka maksudkan sebagai “policie onrecht” itu

                                                            71 Ibid.,Hal 39 72 Ibid., Hal 45 73 Lamintang, Op. cit.,Hal 209 

Page 53: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

41 

 

adalah setiap tindakan melawan hukum yang menurut sifatnya adalah

bertentangan dengan “kepentingan-kepentingan yang terdapat dalam

masyarakat”.74

Pembagian yang dewasa ini kita kenal sebagai pembagian di dalam tindakan-

tindakan yang oleh para pembentuk dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana

kita telah disebut sebagai kejahatan-kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran-

pelanggaran (overtredingen).75 Menurut van Hamel, pembagian dari tindak

pidana menjadi tindak pidana “kejahatan” dan tindak pidana “pelanggaran” itu

telah mendapat pengaruh dari pembagian dari tindak pidana yang disebut

“rechtsdelicten” dan “wetsdelicten”. 76 Yang dimaksud dengan “rechtsdelicten”

adalah delik-delik yang terdapat sejumlah tindakan-tindakan yang mengandung

suatu “onrecht” hingga orang pada umumnya memandang bahwa pelaku-

pelakunya itu memang pantas untuk dihukum, walaupun tindakan-tindakan

tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai tindakan-

tindakan yang terlarang di dalam undang-undang, karena delik-delik semacam itu

adalah bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis. Sedangkan yang dimaksud

dengan “wetsdelicten” itu adalah delik-delik yang memperoleh sifatnya sebagai

tindakan-tindakan yang pantas untuk dihukum, oleh karena dinyatakan demikian

di dalam peraturan-peraturan undang-undang.77

                                                            74 Ibid. 75 Ibid.,Hal 210 76 Ibid., Hal 211 77 Ibid., Hal 210 

Page 54: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

42 

 

Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran ini disebut dalam Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) buku kedua memuat delik-delik yang disebut

kejahatan, dan dalam buku ketiga delik-delik yang disebut pelanggaran.78

Pembagian delik pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran bukan hanya

merupakan dasar bagi pembagian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita

menjadi buku kedua dan buku ketiga melainkan juga merupakan dasar bagi

seluruh sistem hukum pidana sebagai keseluruhan.79

Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran mempunyai

konsekuensi-konsekuensi tersendiri. Ada beberapa prinsip yang hanya berlaku

untuk kejahatan dan tidak berlaku untuk pelanggaran, seperti :

1. Percobaan 2. Membantu Melakukan 3. Daluwarsa 4. Delik Aduan 5. Gabungan Tindak Pidana 6. Peraturan Daerah.80

Percobaan melakukan kejahatan merupakan tindak pidana, untuk pelanggaran

umumnya bukan merupakan tindak pidana. Membantu melakukan kejahatan

merupakan tindak pidana sedangkan membantu melakukan pelanggaran bukan

merupakan tindak pidana. Dan tindak pidana yang mungkin dimuat dalam

peraturan legislatif di daerah otonom semuanya masuk pelanggaran.81

                                                            78 Soedarto, Op.cit.,Hal 50. 79 Lamintang,Op. cit.,Hal 211. 80 Topo Santoso,Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan syariat Dalam Wacana dan Agenda, Asy Syamil, Gema Insani, Jakarta, 2000, Hal 42. 81 Ibid. 

Page 55: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

43 

 

Di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana selanjutnya masih terdapat

sejumlah pembagian-pembagian lainnya dari tindak pidana-tindak pidana sebagai

berikut:

1) Delik Formal dan Delik Materiil (Delik dengan perumusan secara formil dan

delik dengan perumusan secara materiil)

a. Delik Formal itu adalah delik yang perumusanya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan yang seperti tercantum dalam rumusan delik.

b. Delik materiil adalah delik yang perumusanya bertitik tolak pada akibat yang tidak dikehendaki. Delik ini baru selesai setelah akibat yang dikehendaki itu telah terjadi.82

2) Delik commissionis, delik ommissionis dan delik commissionis per

ommissionis commissa.

a. Delik commissionis: delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan.

b. Delik ommissionis: delik yang berupa pelanggaran terhadap pemerintah, misal yang terdapat dalam Pasal 522 KUHP.

c. Delik commissionis per ommmisssionis commmisa: delik yang berupa pelanggaran larangan (dua delik commmissionis), akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misal yang terdapat dalam Pasal 338 dan 340 KUHP.83

3) Delik dolus dan delik culpa

a. Delik dolus: delik yang memuat semua unsur kesengajaan, misal Pasal 187, 197 KUHP.

b. Delik culpa: delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur, misal Pasal 195, 201 KUHP.84

4) Delik tunggal dan delik berganda

a. Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali. b. Delik berganda: delik yang baru yang merupakan delik, apabila dilakukan

beberapa kali perbuatan, misal Pasal 481 KUHP.85                                                             82 Soedarto,Op.cit., hal 51. 83 Ibid.,Hal 51. 84 Ibid.,Hal 52. 85 Ibid. 

Page 56: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

44 

 

5) Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus.

Delik yang berlangsung terus: delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan

terlarang itu berlangsung terus, misal Pasal 333 KUHP.86

6) Delik aduan dan bukan delik aduan

Delik aduan: delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada

pengaduan dari pihak yang terkena, misal Pasal 284 KUHP.

Delik aduan dibedakan menurut sifatnya :

- Delik aduan absolut - Delik aduan yang relatif 87

7) Delik sederhana dan delik yang ada pembenarannya

a. Delik sederhana: misal penganiayaan (Pasal 351 KUHP) b. Delik yang ada pembenarannya: misal penganiayaan yang menyebabkan

luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat 2,3 KUHP).88

8) Delik ekonomi (biasanya disebut tindak pidana ekonomi)

Tindak pidana ekonomi terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Darurat No. 7

Tahun 1995 tentang tindak pidana ekonomi.89

9) Kejahatan ringan

Dalam KUHP ada kejahatan-kejahatan ringan: Pasal 364, 375, 373, 482, 384,

352, 302 (1), 315, 40.90

                                                            86 Ibid. 87 Ibid. 88 Ibid.,Hal 53 89 Ibid. 90 Ibid. 

Page 57: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

45 

 

D. Tindak Pidana Pemilu Menurut Hukum Pidana Nasional

1. Pengertian Tindak Pidana Pemilu

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang

merupakan peninggalan Belanda telah dimuat lima pasal yang

substansinya adalah tindak pidana pemilu tanpa menyebutkan sama sekali

apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu.91 Pembentuk Kitab

Undang-undang Pidana kita tidak memberikan suatu penjelasan tentang

apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu, sehingga di dalam

doktrin menimbulkan berbagai pendapat tentang apa yang dimaksud

dengan tindak pidana pemilu.

Menurut Djoko Prakoso, memberikan pengertian Tindak Pidana

Pemilu dengan:

“Setiap orang, badan hukum ataupun organisasi yang dengan sengaja melanggar hukum, mengacaukan, menghalang-halangi atau mengganggu jalannya pemilihan umum yang diselenggarakan menurut undang-undang.”92

Menurut Topo Santoso, berbagai buku yang menjadikan tindak

Pidana Pemilu sebagai sorotan tampaknya belum ada yang secara

mendalam membahas mengenai pengertian dan cakupan dari tindak

pidana pemilu. Sintong Silaban misalnya ketika memberi pengertian

tindak pidana pemilu, ia menguraikan apa yang dimaksud dengan tindak

                                                            91 Topo Santoso, Tindak Pidana Pemilu,Cetakan I,Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hal 1. 92 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Pemilu,Sinar Harapan, Jakarta, 1987, Hal 148.  

Page 58: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

46 

 

pidana secara umum, kemudian menerapkannya dalam kaitannya dengan

pemilu.93

Sedangkan menurut Topo Santoso memberikan pengertian Tindak

Pidana Pemilu yakni :

“Semua tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu maupun di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pemilu.”94

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum terdapat juga istilah Tindak Pidana pemilu dalam pasal

29, 31, 74, 76, 78, 80, 82, 84, 99, dan pasal 102. Namun tidak ada satupun

pasal yang memberikan definisi apa itu tindak pidana pemilu. Sedangkan

Undang-Undang No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah telah memiliki definisi ruang lingkup apa yang

disebut dengan tindak pidana pemilu. Dalam Pasal 252 berbunyi :

“Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.” Berdasarkan fokus penulisan ini adalah tindak pidana pemilu, dengan

demikian berbagai kecurangan yang terkait dengan penyelenggaraan

pemilu, tetapi bukan termasuk tindak pidana yang di atur dalam Undang-

Undang No.10 Tahun 2008 tidak menjadi objek yang dikaji. Seperti

diketahui bahwa tidak semua kecurangan atau praktik curang dalam                                                             93 Topo Santoso, Op. cit.,Hal 3 94 Ibid.,Hal 5. 

Page 59: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

47 

 

pemilu oleh pembuat undang-undang dikualifikasi sebagai tindak pidana

pemilu.95

Berdasarkan Pengertian Tindak Pidana Pemilu pada Pasal 252 UU

No.10 Tahun 2008, istilah yang digunakan adalah pelanggaran tindak

pidana pemilu, dengan demikian maka tidak ada pemisahan atau

pengkategorisasian antara kejahatan dan pelanggaran, sumber tindak

pidana pemilu hanya berada di dalam UU No 10 Tahun 2008.

Berkaitan dengan Peradilan, dengan tidak adanya pemisahan antara

kejahatan dan pelanggaran dalam tindak pidana pemilu UU No.10 Tahun

2008, kemudian tidak ada ketentuan atau penjelasan acara apa yang akan

digunakan untuk mengadili. Berbeda dengan dalam KUHAP pelanggaran

dalam KUHP menggunakan hukum acara singkat dan kejahatan dalam

KUHP dengan hukum acara biasa.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemilu dalam KUHP

KUHP tidak memberi definisi atas berbagai tindak pidana itu,

sedangkan pengertiannya akan diketahui dari rumusan unsur-unsur tindak

pidana. Dengan demikian, pengertian tindak pidana pemilu di dalam

KUHP dapat dilihat dari rumusan unsur-unsur dari pasal-pasal yang

mengaturnya.96

                                                            95 Ibid.,Hal 6. 96 Ibid.,Hal 2. 

Page 60: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

48 

 

Menurut Wirjono Prodjodikoro tidak kurang dari lima pasal dari

titel IV ini mengenai tindak-tindak pidana yang ada hubungan dengan

suatu pemilihan umum yang diadakan berdasar atas undang-undang.97

Lima pasal yang terdapat dalam Bab IV Buku Kedua KUHP mengenai

tindak pidana “Kejahatan terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak

Kenegaraan”, adalah Pasal 148, 149, 150, 151, dan 152 KUHP.98

Perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut pasal-pasal tersebut

adalah sebagai berikut :

1) Merintangi Orang menjalankan Haknya dalam Memilih

Pasal 148 KUHP menyatakan :

“Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan sengaja merintangi seseorang memaki hak pilihnya dengan bebas dan tidak terganggu diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”

Tindak pidana menghalangi orang lain mempergunakan hak

pilihnya dalam suatu pemilihan dengan bebas dan secara tidak

terganggu yang diatur dalam pasal 148 KUHP itu terdiri dari unsur-

unsur sebagai berikut :

a. Unsur subjektif : opzettelijk, artinya dengan sengaja

b. Unsur objektif :

1. pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan sesuatu peraturan umum;

2. dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan; 3. menghalangi atau merintangi seseorang;

                                                            97 Wirjono Prodjodikoro, Tindak‐Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Cetakan I, Refika Aditama, Bandung,  2003, Hal 215. 98 Topo Santoso, Op. cit.,Hal 11. 

Page 61: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

49 

 

4. mempergunakan hak pilihnya dengan bebas dan secara tidak terganggu.99

Merintangi seseorang akan melakukan hak pilihnya secara bebas

dan tak terganggu meliputi segala perbuatan yang dapat mengganggu

seseorang dalam melaksanakan hak pilihnya, hingga ia tidak dapat

melaksanakan secaa bebas dan terganggu. Melaksanakan hak pilih

secara bebas dan tidak terganggu berarti melakukan pilihan menurut

pendapatnya sendiri menurut hati nuraninya sendiri tanpa pengaruh,

tekanan atau paksaan dengan cara apapun dan dari siapapun dan

pemilih dijamin kerahasiaan atas suaranya.100

2) Penyuapan

Pasal 149 KUHP menyatakan :

“(1) Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya, atau supaya memakai hak itu menurut cara yang tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap supaya memakai atau tidak memakai haknya seperti di atas.”

Tindak pidana yang diatur dalam pasal 149 KUHP itu hanya

terdiri dari unsur-unsur objektif, masing-masing yakni :

1. Pada waktu diselenggarakan pemilihan berdasarkan sesuatu peraturan umum;

2. Menyuap orang lain dengan pemberian atau janji;                                                             99 Lamintang, Delik‐Delik Khusus:Kejahatan‐Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara,Cetakan I, Sinar Baru, Bandung, 1987, Hal 344. 100 Moch.Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) Jilid 1,Cetakan VII, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, Hal 275. 

Page 62: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

50 

 

3. Agar orang lain tersebut tidak mempergunakan hak pilihnya atau agar ia mempergunakan hak pilihnya dengan cara tertentu.101

3) Perbuatan Tipu Muslihat

Pasal 150 KUHP menyatakan :

“Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, melakukan tipu muslihat sehingga suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan orang lain daripada yang dimaksud oleh pemilih itu menjadi terpilih, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.”

Tindak pidana yang diatur dalam pasal 150 KUHP tersebut di atas

hanya terdiri dari unsur-unsur objektif, masing-masing yakni :

1. Pada waktu diselenggarakan suatu pemilihan berdasarakan suatu peraturan umum;

2. Melakukan sesuatu tindakan yang sifatnya menipu; 3. Hingga suara seorang pemilih menjadi tidak sah atau; 4. Hingga orang lain daripada yang dimaksudkan oleh pemilih

menjadi terpilih.102

4) Mengaku Sebagai Orang Lain

Pasal 151 KUHP menyatakan :

“Barangsiapa dengan sengaja memakai nama orang lain untuk ikut dalam pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”

                                                            101 Lamintang, Op.cit.,Hal 357. 102 Ibid.,Hal 373. 

Page 63: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

51 

 

Tindak pidana yang diatur dalam pasal 151 KUHP tersebut di atas

terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

a. Unsur subjektif : opzettelijk atau dengan sengaja

b. Unsur-unsur objektif :

1. Mengaku dirinya sebagai orang lain 2. Turut serta dalam suatu pemilihan yang diadakan

berdasarkan suatu peraturan umum.103

5) Menggagalkan Pemungutan Suara yang Telah Dilakukan atau

Melakukan Tipu Muslimat

Pasal 152 KUHP menyatakan :

“Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara yang telah diadakan atau melakukan tipu muslihat yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain dari yang seharusnya diperoleh berdasarkan kartu-kartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan secara sah, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.”

Tindak pidana yang diatur dalam pasal 152 KUHP tersebut di

atas terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

a. Unsur subjektif : opzettelijk atau dengan sengaja

b. Unsur-unsur objektif :

1. pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum;

2. menggagalkan pemungutan suara yang telah diadakan; 3. melakukan sesuatu tindakan yang bersifat menipu; 4. yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain; 5. lain dari yang seharusnya diperoleh berdasarkan kartu-

kartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan secara sah.104

                                                            103 Ibid.,Hal 377 104 Ibid.,Hal 382 

Page 64: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

52 

 

B A B I I I

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu pendekatan yang

menggunakan konsepsi legis positivistis. Konsep ini memandang hukum identik

dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga dan

pejabat yang berwenang.

Dalam pendekatan yuridis normatif, berdasarkan pendapat Peter Mahmud

Marzuki dalam buku Penelitian Hukum penulis memfokuskan dengan

pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yaitu penelitian yang

beranjak dari legislasi dan regulasi dengan melihat hirarki, asas-asas dalam

peraturan perundang-undangan. Dan kemudian dengan pendekatan kasus atau

case approach, dengan melihat pada putusan-putusan badan peradilan yang telah

memiliki kekuatan hukum yang tetap. dengan melihat ratio decidendi atau

reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam

pemecahan isu hukum.

Page 65: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

53 

 

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu penelitian yang hanya

menggambarkan obyek atau masalah tanpa bermaksud menggambarkan secara

umum.

C. Sumber Bahan Penelitian Hukum

Menurut Peter Mahmud Marzuki, sumber –sumber penelitian hukum dapat

dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum.

Bahan-bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder.

Bahan hukum pada penelitian ini adalah meliputi :

a. Bahan Hukum Primer yaitu :

Bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa :

1. Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana;

3. Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian;

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

Page 66: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

54 

 

5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi

6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

7. Undang-undang No 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik

Dalam Masalah Pidana;

8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum (PEMILU);

9. Undang_Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;

10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

11. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty

On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang

Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana);

12. Putusan Mahkamah Konstitusi RI Perkara Nomor 9/PUU-VII/2009,

Tentang Pokok Perkara Pengujian Undang-undang Nomor 10 Tahun

2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

13. Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Nomor Perkara : 01/Pid.S.

/2009/PN.Bjn.

Page 67: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

55 

 

14. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara : 129/Pid

/2009/P.T.Smg.

15. Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara :

01/Pid.S/Pid.Lu/ /2009/PN.Kbm

16. Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara No : 02

/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm

17. Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor Perkara : 02/Pid.S

/2009/PN.Pwt.

18. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara : 142/PID

/2009/PT.SMG.

b. Bahan hukum sekunder yaitu :

Bahan hukum yang berupa penjelasan mengenai bahan hukum primer

meliputi hasil-hasil penelitian, buku literatur, dokumen-dokumen resmi,

majalah, kliping, koran, brosur, makalah, jurnal, dan website yang

berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

D. Metode Pengumpulan Bahan Penelitian Hukum

Bahan Hukum

Metode pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

menggunakan metode penelitian kepustakaan untuk mendapatkan lendasan

teori berupa pendapat para ahli/pihak yang berwenang serta untuk

memperoleh informasi baik dalam keterangan formal maupun data melalui

Page 68: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

56 

 

naskah resmi yang ada serta berkaitan dengan pokok permasalahan yang

diteliti dan selanjutnya dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh.

E. Lokasi Penelitian Hukum

Studi pustaka dilakukan di Kecamatan Purwokerto, Kabupaten Kebumen, dan

Kabupaten Banjarnegara.

F. Metode Penyajian Bahan Penelitian Hukum

Bahan-bahan yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun

secara sistematis. Dalam arti keseluruhan bahan yang diperoleh akan

dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan

yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.

G. Metode Analisis Bahan Penelitian Hukum

Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dideskripsikan

yaitu uraian mengenai hukum positif terhadap persoalan dalam penerapan sanksi

tindak pidana pemilu. Selanjutnya dilakukan sistematisasi secara vertikal

terhadap peraturan perundang-undangan. Sistematisasi secara vertikal yaitu

mengurutkan secara konsistensi hierarki peraturan perundang-undangan dari

peraturan tertinggi sampai peraturan yang terendah atau dengan regulasi lainnya.

Dari Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,

Undang-Undang nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang hukum

Pidana, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara

Page 69: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

57 

 

Pemilihan Umum (PEMILU), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Selain sistematisasi secara vertikal, juga dilakukan sistematisasi secara

horizontal. Sistematisasi secara horizontal adalah merujuk kepada dua atau lebih

peraturan perundang-undangan yang secara hierarkis memiliki kedudukan sejajar

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah akan tetapi ruang lingkup materi muatan antara kedua

atau lebih peraturan perundang-undangan itu tidak sama.

Selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan memperhatikan kedudukan

peraturan perundang-undangan yang sejajar dan mengatur permasalahan yang

sama tentang tindak pidana pemilu yaitu antara Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penelitian ini hanya dikhususkan pasal-pasal

yang berkaitan langsung dengan Tindak Pidana Pemilu.

Langkah selanjutnya penelitian dilakukan interpretasi gramatikal yaitu

mengartikan suatu term hukum atau suatu bagian kalimat menurut bahasa sehari-

hari atau bahasa hukum terhadap bahan hukum primer. Interpretasi gramatikal

terhadap bahan hukum sekunder dilakukan dengan mengartikan kalimat dari

pendapat para ahli/pihak yang berwenang. Sehingga diketemukan penerapan

Page 70: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

58 

 

sanksi tindak pidana pemilu. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan saran dengan

menggunakan bahan-bahan hukum maupun bahan non-hukum sebagai

penunjang.

Page 71: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

59 

 

B A B I V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu sarana implementasi

kedaulatan rakyat. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar. Makna dari “kedaulatan berada di tangan rakyat”

dalam hal ini adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hal dan

kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk

pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta

memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.105

Bahan Hukum Primer

1. Bahan Hukum Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Negara Indonesia berdasarkan atas kedaulatan rakyat:

Pasal 1

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang dasar.

                                                            105 Penjelasan Umum UU No. 10 Tahun 2008 

Page 72: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

60 

 

Pemilihan Umum

Pasal 22E

(1) Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima thun sekali.

(2) Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum di atur dengan undang-undang.

2. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

Pemilihan Umum

Pasal 1

(1) Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(2) Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 73: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

61 

 

Asas Penyelenggara Pemilu:

Pasal 2

Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:

a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. kepastian hukum; e. tertib penyelenggara Pemilu; f. kepentingan umum; g. keterbukaan; h. proporsionalitas; i. profesionalitas; j. akuntabilitas; k. efisiensi; dan l. efektivitas.

3. Bahan Hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Asas-Asas Pemilu Legislatif :

Pasal 2 Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pelarangan Dalam Pengumuman hasil perhitungan cepat. Pasal 245 (1) Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu, pendidikan politik

bagi pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu, dan penghitungan cepat hasil Pemilu wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU.

(2) Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tidak boleh dilakukan pada masa tenang.

(3) Pengumuman hasil penghitungan cepat hanya boleh dilakukan paling cepat pada hari berikutnya dari hari/tanggal pemungutan suara.

(4) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat wajib memberitahukan metodologi yang digunakannya dan hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilu.

(5) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) merupakan tindak pidana Pemilu.

Page 74: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

62 

 

Pelanggaran Pidana Pemilu. Pasal 252 Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Sengaja menyebabkan Orang Lain Kehilangan Hak Pilih. Pasal 260 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Memberi Keterangan Tidak Benar. Pasal 261 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Dengan Kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi orang terdaftar sebagai pemilih. Pasal 262 Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Penyelenggara Pemilu sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara. Pasal 263 Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Page 75: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

63 

 

Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara Pengawas Pemilihan tentang data pemilih yang merugikan warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih. Pasal 264 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Perbuatan Curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD. Pasal 265 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Memalsu Surat. Pasal 266 Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara Pengawas Pemilihan dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3). Pasal 267

Page 76: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

64 

 

Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara Pengawas Pemilihan dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3). Pasal 268 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan penyelenggara pemilihan. Pasal 269 Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) atau paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i. Pasal 270 Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Page 77: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

65 

 

Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2). Pasal 271 Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2), dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3). Pasal 272 Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dikenai pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5). Pasal 273 Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5) dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87. Pasal 274 Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit

Page 78: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

66 

 

Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Penyelenggara Pemilihan yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1). Pasal 275 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 276 Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139. Pasal 277 Pelaksana kampanye yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu. Pasal 278 Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Page 79: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

67 

 

Pelaksana kampanye yang kelalaiannya mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105. Pasal 279 (1) Pelaksana kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya

tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu. Pasal 280 Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 281 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Mengumumkan hasil survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang. Pasal 282 Setiap orang atau lembaga survei yang mengumumkan hasil survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Page 80: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

68 

 

Sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). Pasal 283 Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah). Sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh Penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1). Pasal 284 Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1). Pasal 285 Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah. Pasal 286 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh

Page 81: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

69 

 

enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara. Pasal 287 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang. Pasal 288 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain. Pasal 289 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS. Pasal 290 Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Page 82: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

70 

 

Sengaja menggagalkan pemungutan suara. Pasal 291 Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara. Pasal 292 Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel. Pasal 293 Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2). Pasal 294 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Page 83: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

71 

 

Sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2). Pasal 295 Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Pidana Tentang Pemungutan Suara Ulang. Pasal 296 (1) Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di

TPS sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2), anggota KPU kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketetapan KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Lalai menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel . Pasal 297 Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara. Pasal 298 Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Page 84: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

72 

 

Penyelenggara Pemilihan Lalai atau sengaja mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara. Pasal 299 (1) Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK yang karena

kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (duabelas juta rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu. Pasal 300 Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3). Pasal 301 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3). Pasal 302

Page 85: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

73 

 

Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5). Pasal 303 Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Penyelenggara Pengawas Pemilu tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6). Pasal 304 Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181. Pasal 305 Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Page 86: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

74 

 

Tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2). Pasal 306 Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2), anggota KPU dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara. Pasal 307 Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu. Pasal 308 Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). Tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257. Pasal 309 Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Page 87: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

75 

 

Penyelanggara Pengawas Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan. Pasal 310 Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Penyelenggara Pemilu melanggar pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300. Pasal 311 Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300, maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut.

Page 88: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

76 

 

4. Putusan Putusan Hakim Berkaitan dengan Tindak Pidana Pemilu :

PUTUSAN

Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Bjn

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA;

Pengadilan Negeri Banjarnegara yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara

pidana dalam Peradilan tingkat pertama dengan cara pemeriksaan singkat,

menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara atas nama terdakwa:

Nama : GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO;

Tempat lahir : Banjarnegara;

Umur/tanggal lahir : 17 tahun/20 Juli 1992;

Jenis kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Desa Adipasir Rt 007 Rw 002, Kecamatan Rakit, Kabupaten

Banjarnegara;

Agama : Islam;

Pekerjaan : Pelajar;

- Di dalam perkara ini terhadap terdakwa tidak dilakukan penahanan;

- Terdakwa dalam menghadapi perkaranya didampingi oleh Penasihat Hukum

bernama HERI MULYONO, SH Advokat dan Konsultan Hukum, beralamat di

Desa Kedawung Rt 01 Rw IV, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara

Page 89: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

77 

 

berdasarkan Surat Penetapan Penunjukkan tertanggal 10 Maret 2009 No.

01/Pen.Pid./2009/PN.Bjn;

PENGADILAN NEGERI tersebut;

- Telah membaca Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi Semarang No. 21/SK/LPT-

KP/II/2009 tertanggal 5 Pebruari 2009 tentang Penunjukkan Hakim Khusus

Perkara Pemilu pada Pengadilan Negeri se Jawa Tengah;

- Telah membaca Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Banjarnegara

No.01/Pen./Pid./S/2009PN.Bjn tertanggal 6 Maret 2009 tentang Penunjukkan

Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini;

- Telah membaca berkas perkara pidana yang bersangkutan;

- Telah membaca laporan Penelitian Kemasyarakatan oleh BAPAS;

- Telah mendengar Pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum;

- Telah mendengar keterangan para saksi dan terdakwa;

- Telah memeriksa barang bukti yang diajukan ke persidangan;

- Telah mendengar tuntutan Penuntut Umum yang pada pokoknya menuntut supaya

Hakim Pengadilan Negeri Banjarnegara yang memeriksa dan mengadili perkara

ini memutuskan:

1. Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO

terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

Pemilu Pembakaran Bendera Partai Demokrat sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dalam

Surat Dakwaan;

2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 (enam) bulan

Penjara dan Denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidir 1

(satu) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa segera ditahan apabila

Putusan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht);

3. Menetapkan agar barang bukti:

a. 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek;

Page 90: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

78 

 

b. 5 (lima) batang bambu sebagai tiang bendera panjang kurang lebih tiga

meter;

c. Serpihan/lelehan kain dari Partai Demokrat yang terbakar;

Dikembalikan kepada saksi MOMO SUTARMO;

4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua

ribu lima ratus rupiah);

- Telah mendengar Pembelaan Penasihat Hukum/terdakwa yang disampaikan

secara tertulis dipersidangan tertanggal 16 Maret 2009 yang pada pokoknya

memohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Banjarnegara yang mengadili dan

memeriksa perkara ini agar membebaskan terdakwa dari dakwaan;

- Telah mendengar Repliek Jaksa Penuntut Umum dan Dupliek dari Penasihat

Hukum/terdakwa yang pada pokoknya masing-masing tetap pada pendirianyya;

Menimbang, bahwa terdakwa diajukan oleh Penuntut Umum ke persidangan

ini dengan dakwaan sebagai berikut:

Bahwa ia terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO

pada hari Selasa, tanggal 10 Pebruari 2009 sekira pukul 01.00 WIB atau setidak-

tidaknya pada waktu lain dalam bulan Pebruari 2009, bertempat di depan rumah sdr.

SUBUR Ketua Rt 07 Rw II Jalan Raya Desa Adipasir Kec. Rakit Kab. Banjarnegara

atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk di dalam daerah

hukum Pengadilan Negeri Banjarnegara, dengan sengaja melanggar larangan

kampanye Pemilu dengan merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye

peserta Pemilu, peristiwa tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut:

- Pada hari Senin malam tanggal 09 Pebruari 2009 pukul 18.30 WIB terdakwa

sedang berada di dalam rumah dan sedang tidur, kemudian sekitar jam 19.30 WIB

terdakwa bangun dan tidak lama kemudian datang teman terdakwa yaitu saksi

ANDRI SEPTIADI yang meminta terdakwa untuk membetulkan karbulator

sepeda motor milik saksi ANDRI SEPTIADI. Selanjutnya terdakwa mengendarai

sepeda motor bersama dengan saksi ANDRI SEPTIADI keluar bersama dengan

Page 91: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

79 

 

saksi ANDRI SEPTIADI menuju pertigaan Desa Adipasir arah utara dari rumah

terdakwa dan sesampainya di sana terdakwa membetulkan karbulator sepeda

motor milik saksi ANDRI SEPTIADI sampai selesai sekitar jam 23.30 WIB.

- Setelah itu sekitar jam 24.00 WIB terdakwa diajak oleh saksi ANDRI SEPTIADI

untuk dibuatkan nasi goreng sebagai imbalan telah memperbaiki karbulator

sepeda miliknya, dan setelah selesai makan nasi goreng terdakwa menyalakan

rokok Sampurna Mil merah dan memberikan 1 (satu) batang roko pada saksi

ANDRI SEPTIADI dan bersama-sama keluar ke jalan raya di depan rumah sdr.

SUBUR selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara dan duduk-

duduk sekitar 3 (tiga) jam menit di dek jembatan selokan kecil di pinggir jalan

raya sebelah timur menghadap barat di jalan gang depan rumahnya sdr. SUBUR

sambil menghisap rokok bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI.

- Selanjutnya terdakwa melakukan pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut

sebanyak 1 (satu) buah dengan menggunakan korek api gas yang dinyalakan

dengan menggunakan tangan kanannya dengan posisi berdiri menghadap ke arah

utara yaitu dengan cara terdakwa menghadap ke arah bendera dengan

menjulurkan tangan kanannya dan menyalakan korek api gas ke arah bendera

Partai Demokrat tersebut, sehingga menyebabkan terbakar dan meleleh dan tiang

bendera yang terbuat dari batang bambu juga sampai hangus dan di bawah tiang

bendera tersebut terdapat serpihan/lelehan dari bendera Partai Demokrat yang

terbakar tersebut;

- Akibat dari perbuatan terdakwa menyebabkan 2 (dua) buah bendera partai politik

milik Partai Demokrat dengan ukuran panjang 135 cm dan lebar 90 cm yang

rusak akibat dibakar tinggal serpihan dan tiang saja dan ada 5 (lima) buah bendera

yang rusak akibat disobek/ditarik paksa masing-masing ada 2 (dua) bendera yang

agak utuh sedangkan yang 3 (tiga) bendera tinggal tiangnya saja yang berada di

bahu jalan dengan posisi tegak lurus yang terletak di depan rumah sdr. SUBUR

selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara;

- Setelah kejadian tersebut terdakwa kemudian pulang dengan menggunakan

sepeda motor bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI menuju rumahnya;

Page 92: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

80 

 

- Bahwa berdasarkan PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)

PUSAT NOMOR 20 TAHUN 2008 TANGGAL 04 JULI 2008 Tentang

Perubahan Terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Nomor 09

Tahun 2008 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL

PENYELENGGARAAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD

TAHUN 2009, waktu kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun

2009 berlangsung dari sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 05 April 2009,

di mana setiap Partai Politik termasuk Partai Demokrat yang merupakan salah

satu peserta/Kontestan Pemilu 2009 mempunyai hak untuk berkampanye, di mana

bendera partai politik dalam hal ini bendera Partai Demokrat adalah termasuk alat

peraga kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 15 PERATURAN KPU

PUSAT NOMOR 19 TAHUN 2008 TANGGAL 30 JUNI 2008 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILU ANGGOTA DPR, DPD,

DAN DPRD, yaitu alat peraga kampanye adalah semua bendera atau bentuk lain

yang memuat visi, misi, program, simbol-simbol, atau tanda gambar peserta

Pemilu yang dipasang untuk keperluan kampanye Pemilu yang bertujuan untuk

mengajak orang memilih Peseta Pemilu dan atau Calon Anggota DPR, DPD, dan

DPRD tertentu;

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 270

jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu

Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya tersebut Penuntut

Umum mengajukan barang bukti di persidangan yaitu:

- 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek;

- 5 (lima) batang bambu tiang bendera masing-masing berukuran kurang lebih 3

(tiga) meter;

- Serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang terbakar;

Page 93: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

81 

 

Menimbang, bahwa selain telah mengajukan barang bukti sebagaimana

tersebut, Penuntut Umum juga telah mengajukan para saksi yang telah memberikan

keterangan di bawah sumpah, yaitu:

Saksi ke-I : MOMO SUTARMO Bin SUWARDJO;

- Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 07.00 WIB saksi yang

berada di rumah menerima laporan dari Supriyadi melalui SMS yang isinya

bendera Partai Demokrat yang ada di Desa Adipasir dibakar;

- Saksi sebagai Pengurus Partai Demokrat dan juga sebagai Caleg dari Partai

Demokrat untuk Wilayah Rakit, Wanadadi dan Banjarmangu;

- Setelah menerima laporan dari Supriyadi bendera Partai Demokrat dibakar saksi

menuju ke lokasi di Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara

mengecek kebenaran laporan tersebut ternyata di tempat kejadian saksi melihat

bekas pembakaran bendera Partai Demokrat;

- Saksi menuju tempat kejadian pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar

jam 10.00 WIB;

- Saksi di Desa Adipasir bertemu dengan Supriyadi dan Suli kemudian bersama-

sama mengecek bendera Partai Demokrat;

- Bendera yang dibakar sejumlah 2 (dua) buah dan 5 (lima) buah bendera Partai

Demokrat rusak akibat ditarik dengan paksa;

- Bendera yang dibakar di 2 (dua) lokasi yaitu 1 (satu) buah di depan rumah Ketua

RT dam 1 (satu) buah bendera lainnya yang dibakar di depan Conter arah timur

dengan jarak kurang lebih 300 meter sedangkan 5 (lima) bendera yang rusak

diantara bendera yang dibakar yang 1 (satu) dengan satunya lagi;

- Bendera dipasang dengan jarak kurang lebih 12 (dua belas) meter yang dipasang

menggunakan tiang bambu yang ditancapkan pada tanah dengan cara tiang bambu

dicor;

- Menurut keterangan Supriyadi dan Fajar yang memperoleh keterangan dari Andri

yang membakar bendera Partai Demokrat tersebut adalah terdakwa Ginanjar;

- Dari keterangan Supriyadi dan Fajar saksi yakin pelakunya adalah terdakwa;

Page 94: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

82 

 

- Setelah mengetahui pelaku pembakaran bendera Partai Demokrat adalah terdakwa

kemudian pada Rabu malam tanggal 11 Pebruari 2009 saksi melapor kepada PL

Panwas dan pada hari Kamis tanggal 12 Pebruari 2009 sekitar jam 15.00 WIB

saksi melaporkan kepada Panwas Kecamatan bersama Andri, Supriyadi, dan Fajar

dalam mobil Andri bilang bahwa Andri melihat terdakwa membakar bendera

Partai Demokrat dan Andri meminta jangan diketemukan dengan terdakwa;

- Saksi tidak menanyakan alasan Andri meminta jangan diketemukan dengan

terdakwa;

- Bendera Partai Demokrat dipasang pada tahun baru 2009;

- Saksi tidak tahu masa kampanye karena saksi belum mendapat jadwal kampanye;

- Saksi mengenal barang bukti berupa 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat yang

rusak, batang bambu yang digunakan untuk tiang bendera dan lelehan bendera

yang terbakar;

- Saksi tidak mengambil bendera yang rusak;

- Panwas Kecamatan pada saat saksi menghadap mengatakan akan menindak

lanjuti kejadian pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut;

Saksi ke-II : FAJAR YULIANTO, SH Bin INDARTO

- Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 01.00 WIB bertempat di

jalan raya tepatnya di depan rumah Subur turut Desa Adipasir Kecamatan Rakit

Kabupaten Banjarnegara terdakwa telah membakar bendera Partai Demokrat;

- Bendera Partai Demokrat yang dibakar sebanyak 2 (dua) buah dan 5 (lima) buah

bendera Partai Demokrat rusak jarak bendera satu dengan lannya radius 5 (lima)

sampai 10 (sepuluh) meter;

- Saksi tahu bendera Partai Demokrat terbakar dari informasi Momo kemudian

pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari sekitar jam 10.00 WIB saksi bersama Momo

mengecek ke lokasi dan saksi melihat ada bekas bendera terbakar;

- Saksi tahu pembakaran bendera Partai Demokrat dilakukan oleh terdakwa

Ginanjar karena saksi mendapat informasi dari Andri pada hari Selasa tanggal 10

Pebruari 2009 sekitar jam 16.30 Wib saat saksi berangkat main badminton ke

Page 95: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

83 

 

GOR Mandiraja karena turun hujan saksi berteduh dan di tempat tersebut ada

Supri dan Andri kemudian Andri tanpa ditanya saksi, Andri mengatakan bahwa

pelaku pembakaran bendera Partai Demokrat adalah Ginanjar dan Andri juga

mengatakan pada saat Ginanjar melakukan pembakaran bendera tersebut Andri

bersama Ginanjar, selain informasi dari Andri saksi juga mendapat informasi dari

Hardiman yang mengatakan bahwa benderap Partai Demokrat dibakar oleh

Ginanjar;

- Saksi tidak tahu alasan terdakwa membakar bendera Partai Demokrat;

- Atas dasar informasi dari Andri tersebut saksi menginformasikan kepada Momo;

- Bendera Partai Demokrat terpasang di pinggir jalan dengan ketinggian sekitar 3

(tiga) meter dan ujung bendera pada bagian bawah dapat disentuh oleh terdakwa;

- Jarak rumah saksi dengan rumah terdakwa sekitar 500 (lima ratus) meter;

- Bahwa keluarga terdakwa terutama ayah terdakwa simpatisan partai PDIP dan

ayah terdakwa sebagai pengurus DPC Partai PDIP;

- Saksi tidak pernah mendengar Partai Demokrat dengan Partai PDIP terjadi

konflik;

- Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat dan batang bambu

yang digunakan sebagai tiang bendera Partai Demokrat serta lelehan bendera

Partai Demokrat yang terbakar;

- Saksi melihat ada bendera Partai Demokrat yang rusak sedangkan 2 (dua) buah

terbakar habis;

- Saksi mendatangi tempat kejadian dan di tempat tersebut saksi melihat bekas

pembakaran bendera Partai Demokrat;

- Bendera Partai Demokrat rusak bersamaan dengan bendera yang terbakar yaitu di

hari yang sama;

- Supriyadi adalah anak dari paman saksi dan Supriyadi bekerja dengan Momo;

- Saksi sebagai pengurus Posko Partai Demokrat termasuk bertanggungjawab

keamanan bendera Partai Demokrat.

- Saksi tidak menanyakan pelaku pembakaran Partai Demokrat kepada Pak Subur

atau Pak Ketu Rt;

Page 96: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

84 

 

Saksi ke-III : HARDIMAN Bin SAMIDI

- Saksi mengetahui pembakaran bendera Partai Demokrat yang dilakukan pada hari

Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 00.30 WIB di depan rumah Pak

Subur sebagai Ketua Rt turut Desa Adipasir Kecamatan Rakit Kabupaten

Banjarnegara;

- Pembakaran bendera Partai Demokrat dilakukan oleh terdakwa;

- Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 00.30 WIB saksi keluar

rumah mencari sinyal hand phone dan pada saat di luar rumah saksi melihat

terdakwa dengan posisi terdakwa berdiri menghadap utara yaitu menghadap tiang

bendera dengan menjulurkan tangan kanan membakar bendera Partai Demokrat

sedangkan Andri berada di dekat terdakwa;

- Jarak rumah saksi dengan posisi terdakwa membakar bendera sekitar 30 (tiga

puluh) meter;

- Dari arah selatan saksi melihat terdakwa membakar bendera partai;

- Saksi melihat terdakwa membakar bendera dengan jelas karena keadaan terang

ada penerangan jalan berupa lampu;

- Saksi melihat bendera Partai Demokrat dibakar oleh terdakwa sampai habis;

- Saksi melihat terdakwa membakar bendera hanya satu buah;

- Saksi tidak menegur terdakwa membakar bendera dan saksi juga tidak melapor

karena saksi tidak tahu ada sanksinya;

- Pada saat terdakwa membakar bendera, terdakwa dan Andri tidak melihat saksi;

- Bahwa sebelumnya saksi mengenal terdakwa dan Andri karena sama-sama

penduduk Desa Adipasir;

- Pada saat di jalan saksi bertemu dengan Fajar sepulang dari Panwas Kecamatan

Rakit yang memberitahukan kepada saksi bahwa Andri baru diintrogasi kaitannya

dengan pembakaran bendera, pada saat itu saksi memberitahukan kepada Fajar

dalam bahasa “saksi tahu yang membakar bendera partai pelakunya adalah

Ginanjar”;

- Pekerjaan saksi Swasta;

Page 97: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

85 

 

- Saksi bukan simpatisan salah satu partai;

- Bendera yang ada di depan rumah Pak Subur sebanyak 5 (lima) buah bendera

Partai Demokrat untuk bendera partai lainnya saksi tidak tahu;

- Bendera paling ujung barat yang dibakar oleh terdakwa sedangkan bendera

lainnya masih utuh dan pada pagi harinya saksi tidak memperhatikan bendera

lainnya;

- Pada saat terdakwa membakar bendera partai saksi tidak melihat ada sepeda

motor;

- Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat, batang bambu

yang digunakan sebagai tiang bendera dan lelehan bendera Partai Demokrat yang

dibakar;

- Pada saat terdakwa membakar bendera Andri berada di seberang jalan;

- Keadaan terang karena ada penerangan jalan berupa lampu berwarna putih

sehingga dengan jelas melihat terdakwa membakar bendera;

- Bendera partai habis dibakar kurang lebih selama 3 (tiga) menit;

- Setelah terdakwa membakar bendera terdakwa duduk-duduk di jalan dan saksi

tidak tahu perginya terdakwa karena saksi masuk rumah;

- Saksi tidak memperhatikan warna pakaian yang dipakai terdakwa pada saat

terdakwa membakar bendera partai;

- Setiap malam saksi selalu keluar rumah;

- Saksi tidak menegur terdakwa pada saat terdakwa membakar bendera karena

saksi tidak tahu membakar bendera partai ada sanksinya yang saksi tahu kena

marah oleh yang punya bendera dan itu urusan orang lain yang kena marang

orang yang melakukan pembakaran oleh yang punya bendera;

Saksi ke-IV : SUPRIYADI Bin WIRYA SUDARMO

- Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari sekitar jam 24.00 WIB saksi ke rumah istri

di depan rumah Pak Subur Ketua Rt saksi melihat terdakwa dan Andri sedang

duduk di jembatan dan saksi melihat di dekat rumah Andri ada sepeda motor,

kemudian saksi di rumah istri kurang lebih 30 (tiga puluh) menit dan saksi pulang

Page 98: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

86 

 

di rumah orang tua saksi di rumah tersebut saksi mendengar ada suara motor

dengan suara yang keras;

- Adanya suara sepeda motor yang cukup keras saksi keluar rumah bersama adik

saksi yang bernama Toro pada saat di luar rumah saksi melihat ada bendera

terbakar kemudian saksi menyuruh Toro untuk mencegat sepeda motor tersebut

namun tidak diketemukan;

- Saksi tidak melihat orang yang mengendarai sepeda motor tersebut;

- Saksi mengenal sepeda motor tersebut dari suara sepeda motor tersebut saksi

mengetahui sepeda motor tersebut milik Andri jenis Jet Cool dan saksi pernah

mengendarai sepeda motor milik Andri karena Andri masih saudara saksi;

- Bendera yang terbakar sejumlah 1 (satu) buah;

- Jarak antara rumah orang tua saksi dengan bendera yang terbakar sekitar 50 (lima

puluh) meter;

- Saksi tidak mendekati bendera yang terbakar dan saksi juga tidak memadamkan

apinya karena takut dianggap saksi yang membakar bendera;

- Saksi tidak melihat pelaku yang membakar bendera;

- Dari tempat bendera terbakat antara rumah saksi dengan rumah Hardiman jauh

rumah saksi;

- Pada saat bendera terbakar saksi tidak melihat Hardiman meskipun Hardiman

berada di luar rumahpun Hardiman bisa tidak kelihatan karena antara rumah

orang tua saksi dengan rumah Hardiman sekitar 35 (tiga puluh lima) meter;

- Bahwa pada hari Rabu tanggal 11 Pebruari 2009 sekitar 16.30 WIB pada saat

saksi berangkat badminton ke GOR Mandiraja turun hujan saksi berteduh

bersama Andri dan saksi menanyakan kepada Andri tentang bendera yang dibakar

kemudian Andri menjelaskan bahwa yang membakar bendera adalah Ginanjar

dan Andri hanya menemani Andri juga pernah mengatakan kepada saksi untuk

membeli saksi;

- Saksi bekerja kepada Momo untuk mengecat dan memasang bendera Partai

Demokrat;

Page 99: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

87 

 

- Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat dan batang bambu

yang digunakan sebagai tiang bendera Partai Demokrat serta lelahan bendera

Partai Demokrat yang terbakar;

- Saksi mengenal terdakwa dan keluarga terdakwa;

- Orang tua terdakwa yaitu ayah terdakwa simpatisan PDIP dan Caleh PDIP;

- Saksi tidak tahu hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 masa kampanye;

- Pada saat saksi berangkat ke rumah istri saksi, saksi belum melihat bendera yang

terbakar;

- Saksi pernah dimintai keterangan oleh Panwas dan keterangan yang saksi berikan

sama seperti keterangan yang saksi sampaikan di persidangan ini;

- Benar pada saat saksi ke rumah sakit saksi melihat terdakwa dan Andri berada di

depan rumah Pak Subur;

Saksi ke-V : NOFIAN DIANTORO AL. TORO Bin WIRYA SUDARMO

- Pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 23.00 WIB saksi di rumah

Agus selama kurang lebih 30 (tiga puluh) menit dan saksi pulang diantar Agus

sekitar jam 23.30 WIB, sesampai di rumah saksi nonton acara TV kemudian

kakak saksi yang bernama Supriyadi pulang juga nonton TV pada saat saksi dan

Supriyadi nonton TV tiba-tiba mendengar suara motor yang bunyinya kencang

sekali pada saat itu saksi dan Supriyadi keluar rumah dan saksi melihat di sebelah

utara ada bendera Partai Demokrat yang terbakar;

- Bendera Partai Demokrat habis terbakar dan pada pagi harinya saksi melihat ada

bekas-bekas bendera terbakar;

- Pada saat saksi dan Supriyadi melihat bendera Partai Demokrat yang terbakar

saksi disuruh mencegat sepeda motor tersebut namun saksi tidak dapat mencegat

sepeda motor tersebut;

- Sepeda motor tersebut tidak membalik lagi;

- Saksi paham motor tersebut milik Andri dan saksi tahu dari suara motor tersebut;

- Saksi tidak mendekati bendera yang terbakar karena saksi takut dituduh saksi

yang membakar bendera tersebut;

Page 100: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

88 

 

- Saksi tidak tahu pelaku yang membakar bendera tersebut;

- Pada saat bendera terbakar saksi tidak melihat terdakwa dan Andri;

- Antara rumah terdakwa dengan rumah saksi cukup jauh;

- Bendera Partai Demokrat terbakar pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009

sekitar jam 01.00 WIB di dekat rumah Pak Subur turut Desa Adipasir Kecamatan

Rakit Kabupaten Banjarnegara;

- Saksi pernah diperiksa dihadapan Penyidik dan saksi menandatangani berita acara

pemeriksaan keterangan yang saksi berikan benar;

- Sekarang saksi tahu pembakaran bendera Partai Demokrat dilakukan oleh

terdakwa dan saksi tahu dari Supriyadi;

- Saksi mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat dan batang bambu

yang digunakan sebagai tiang bendera Partai Demokrat serta lelehan bendera

Partai Demokrat yang terbakar;

- Pada hari Selasa tanggal 24 Pebruari 2009 sekitar jam 10.00 WIB Andri datang di

rumah saksi kepada saksi Andri sekitar jam 10.00 WIB Andri datang di rumah

saksi kepada saksi Andri mengatakan “pelaku membakar bendera adalah

Ginanjar” Andri juga meminta kepad saksi dengan kata”kamu jangan jadi saksi

agar kamu dan kakak kamu aman”;

- Pada saat ada suara motor yang cukup keras saksi dan Supriyadi keluar rumah

tujuannya meminta jangan mengendarai sepeda motor kencang-kencang;

- Saksi pernah diperiksa dihadapan Penyidik dan keterangannya sama dengan

keterangan yang saksi berikan dipersidangan ini;

- Pada saat diperiksa dihadapan Penyidik tidak ada penekanan;

Saksi ke-VI : ANDRI SEPTIYADI Bin SUTIARJO

- Pada hari Senin tanggal 9 Pebruari 2009 sekitar jam 19.30 WIB saksi bersama

Poniman pergi ke Mandiraja makan nasi goreng menggunakan sepeda motor

milik Poniman kemudian kembali lagi di Desa Adipasir dan sekitar jam 20.30

saksi datang di rumah terdakwa meminta terdakwa untuk memperbaiki sepeda

motor milik saksi yang mengalami kerusakan;

Page 101: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

89 

 

- Sepeda motor milik saksi jenis Jet Cool;

- Sepeda motor diperbaiki dipertigaan jalan dekat rumah Ali sekitar 50 (lima puluh)

meter dari rumah sakit setelah motor selesai diperbaiki saksi mengajak terdakwa

ke rumah saksi untuk membuat nasi goreng;

- Setelah sepeda motor selesai diperbaiki sepeda motor milik saksi tersebut dicoba

untuk dihidupkan;

- Setelah makan nasi goreng saksi bersama terdakwa merokok dan keluar rumah

tepatnya di depan rumah Pak Ketua Rt;

- Saksi bersama terdakwa di depan rumah Pak Ketua Rt sekitar 3 (tiga) menit

menghabiskan rokok.

- Saksi dan terdakwa di depan rumah Ketua Rt tujuannya duduk-duduk;

- Depan rumah pak Ketua Rt saksi melihat ada bendera partai;

- Saksi tidak tahu ada pembakaran bendera partai;

- Saksi tahu ada bendera Partai Demokrat yang dibakar pada saat saksi diajak oleh

Fajar ke GOR Mandiraja dalam keadaan hujan saksi membonceng Fajar dan saksi

diberi rokok oleh Fajar tidak lama kemudian datang 2 (dua) orang yang mengaku

Polisi dengan menanyakan dengan kata “kamu lihat Ginanjar membakar bendera”

karena saksi takut saksi menjawab “ya”.

- Saksi percaya karena saksi takut;

- Saksi tidak diancam oleh orang yang mengaku Polisi tetapi saksi dibentak;

- Alat untuk memperbaiki sepeda motor di bawa oleh terdakwa;

- Sepeda motor diperbaiki selesai sekitar jam 24.00 WIB;

- Korek untuk menyalakan rokok didapat di dapur rumah saksi;

- Saksi melihat bendera Partai Demokrat di dekat rumah pak Ketua Rt dengan jelas

karena keadaannya terang dari sinar lampu penerangan jalan;

- Saksi bersama terdakwa di depan rumah Ketua Rt tidak melakukan aktifitas

kemudian saksi dan terdakwa pulang;

- Saksi percaya orang yang mengaku Polisi;

- Saksi percaya orang yang mengaku Polisi dari potongan badan;

Page 102: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

90 

 

- Saksi hanya dapat membedakan dari bentuk potongan badan antara Polisi dengan

bukan Polisi;

- Saksi pernah datang di Panwas 1 (satu) hari setalah saksi diajak Fajar ke

Mandiraja;

- Saksi pernah datang di rumah Supriyadi;

- Saksi datang di rumah isteri Supriyadi tujuannya meminta tanda tangan surat

pernyataan yang dibawa oleh saksi;

- Isi surat pernyataan berbunyi “tidak tahu perkara pembakaran Partai Demokrat;

- Selain Supriyadi saksi juga mendatangi Yanto untuk meminta tanda tangan dalam

surat pernyataan;

- Hubungan saksi dengan terdakwa sebagai teman dekat;

- Saksi tidak pernah mengatakan untuk membeli saksi;

- Benar pada saat saksi duduk di pertigaan tidak ada pembakaran bendera;

Saksi Ahli : NURUL HUDA, S. Th. 1 Bin HASIM HASAN

- Bahwa saksi pernah memberikan keterangan dihadapan Penyidik dan keterangan

yang diberikan Penyidik tersebut benar dan tanpa adanya penekanan;

- Saksi bekerja sebagai Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten

Banjarnegara sejak bulan Oktober 2008;

- Tugas saksi sebagai Divisi dan Pengawasan di KPU membantu apabila ada

pelanggaran Pemilu dan saksi mengadakan koordinasi dengan lembaha terkait;

- Pemasangan bendera partai tanggal 10 Pebruari 2009 sudah diperbolehkan karena

masa kampanye secara umum dimulai sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 5

April 2009 sedangkan secara khusus dari tanggal 16 Maret 2009 sampai dengan

tanggal 5 April 2009;

- Pemasangan bendera partai termasuk kampanye karena bendera partai merupakan

alat peraga peserta pemilu sebagaimana Pasal 1 ayat 1 Peraturan KPU Nomor 19

tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum anggota

DPR, DPD, DPRD “alat peraga kampanye adalah semua benda atau bentuk lain

yang memuat visi, misi, program, simbol-simbol atau tanda gambar peserta

Page 103: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

91 

 

Pemilu yang dipasang untuk keperluan kampanye pemilu yang bertujuan untuk

mengajak orang memilih peserta pemilu dan atau calon anggota DPR, DPD dan

DPRD tertentu;

- Partai demokrat termasuk peserta Pemilu tahun 2009;

- Merusak alat peraga berupa bendera termasuk pelanggaran kampanye;

- Bendera partai dapat dipasang di jalan-jalan kecuali jalan protokol;

- Jalan Kecamatan Rakit diperbolehkan untuk dipasang gambar atau bendera partai;

- Masa kampanye dari tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan tanggal 5 April 2009

Peraturan dari KPU Pusat yang tertuang dalam Peraturan KPU No. 19 tahun

2008;

- Pemasangan tanda gambar peserta pemilu tidak diatur kecuali tempat-tempat

tertentu dan setelah tanggal 5 April 2009 dilarang memasang gambar peserta

pemilu bahkan setelah tanggal 5 April harus dibersihkan dari tanda gambar

peserta pemilu;

- KPU mengadakan koordinasi dengan Pengawas dan Instansi terkait apabila ada

pelanggaran administrasi KPU berkoordinasi dengan Pengawas sedangkan

pelanggaran yang bersifat pidana diserahkan kepada Polisi Pasal 10 Peraturan

KPU Nomor 19 ada kaitannya dengan pidana dan polisi dapat langsung

menangani tentang pelanggaran yang bersifat pidana;

- Pengerusakan bendera partai bukan termasuk pelanggaran administrasi melainkan

pelanggaran yang bersifat pidana yang penanganannya dilakukan oleh Polisi;

- Panwas Kecamatan belum ada koordinasi dengan saksi sebagai KPU;

Menimbang, bahwa terdakwa menyatakan keberatan atas keterangan seluruh

saksi, kecuali atas keterangan saksi ANDRI SEPTIYADI Bin EDI SUTIARJO dan

saksi ahli NURUL HUDA, S.Thi;

Menimbang, bahwa di persidangan telah didengar pula keterangan terdakwa

yang pada pokoknya sebagai berikut;

Page 104: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

92 

 

- Terdakwa pernah diperiksa dihadapan Penyidik pada Kepolisian Resort

Banjarnegara berkaitan terdakwa diduga melakukan pengerusakan bendera Partai

Demokrat;

- Keterangan terdakwa yang diberikan dihadapan Penyidik tidak ada penekanan;

- Terdakwa pernah memperbaiki sepeda motor milik Andri;

- Terdakwa memperbaiki sepeda motor milik Andri pada hari Senin tanggal 9

Pebruari 2009 sekitar jam 20.30 WIB pada saat itu terdakwa baru bangun tidur

karena terdakwa tidur sekitar jam 18.00 WIB dan bangun tidur jam 20.00 WIB

Andri datang meminta terdakwa untuk memperbaiki sepeda motor;

- Terdakwa memperbaiki sepeda motor di pertigaan jalan turut Desa Adipasir

Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara, terdakwa dibantu bersama Andri,

Bejo, Indro;

- Jarak pertigaan jalan dengan rumah terdakwa sekitar 30 (tiga puluh) meter;

- Jalan keadaan terang karena ada penerangan jalan berupa lampu;

- Sepeda motor dapat diperbaiki karena kerusakan hanya pada karbulator;

- Terdakwa memperbaiki sepeda motor sampai jam 23.30 WIB setelah selesai

terdakwa ngobrol tentang Hand Phone dan lain-lain;

- Terdakwa di pertigaan jalan tidak membicarakan partai;

- Setelah sepeda motor diperbaiki kurang lebih 15 (lima belas) menit dicoba dengan

suara dikeras-keraskan;

- Terdakwa di pertigaan jalan sampai jam 24.00 WIB kemudian terdakwa diajak ke

rumah Andri membuat nasi goreng dan memakan nasi goreng dan merokok;

- Rokok disediakan oleh terdakwa sebanyak 3 (tiga) batang 1 (satu) batang untuk

Andri 1 (satu) batang untuk terdakwa dan sisanya 1 (satu) batang di rokok di

rumah terdakwa;

- Terdakwa tidak membawa korek api karena terdakwa merokok menyulut rokok

Andri dan korek milik Andri;

- Seletah makan nasi goreng terdakwa keluar rumah bersama Andri ke pertigaan

dekat rumah Pak Subur;

Page 105: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

93 

 

- Sepeda motor dibawa ke rumah Andri, terdakwa dan Andri ke pertigaan dekat

rumah Pak Subur jalan kaki dan terdakwa bersiul memanggil Toro namun Toro

tidak keluar rumah;

- Jarak rumah Andri dengan pertigaan jalan dekat rumah Pak Subur sekitar 10

(sepuluh) meter;

- Terdakwa bersama Andri ke pertigaan jalan dekat rumah Pak Subur pada hari

Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekitar jam 01.00 WIB;

- Terdakwa bersama Andri ke pertigaan jalan dekat rumah Pak Subur tujuanna

untuk duduk-duduk di jembatan dek;

- Pada saat terdakwa bersama Andri, terdakwa melihat bendera Partai Demokrat;

- Di tempat yang sama tidak ada bendera partai lainnya kecuali bendera Partai

Demokrat;

- Bendera Partai Demokrat sejumlah 4 (empat) buah;

- Jarak bendera Partai Demokrat dengan tempat duduk terdakwa sekitar 4 (empat)

meter;

- Terdakwa tidak mendekati bendera Partai Demokrat dan terdakwa juga tidak

menyeberang jalan tempat bendera partai dipasang;

- Di pertigaan jalan terdakwa masih merokok dan setelah rokok habis diisap

terdakwa pulang nonton acara sepakbola di TV bersama ayah sampai jam 03.00

WIB dan terdakwa tidur;

- Terdakwa mendengar bendera Partai Demokrat dibakar empat hari kemudian dari

Pak Widi;

- Terdakwa pernah dipanggil Panwas untuk cerita dari awal;

- Bendera Partai Demokrat yang rusak seluruhnya 7 (tujuh) buah;

- Bendera partai yang rusak dekat rumah Pak Subur turut Desa Adipasir Kecamatan

Rakit Kabupaten Banjarnegara;

- Ayah terdakwa simpatisan PDIP, terdakwa dan kakak terdakwa yang bernama

Yuni pernah disuruh ayah untuk memasang bendera PDIP;

- Ayah terdakwa pengurus PDIP dan Caleg dari PDIP dan mantan anggota DPRD;

- Terdakwa tidak pernah jengkel dengan partai lainnya;

Page 106: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

94 

 

- Terdakwa sudah keluar dari sekolah karena nakal sering membolos atau tidak

berangkat sekolah karena sering terlambat;

- Terdakwa membolos sekolah karena terdakwa sering terlambat sekolah akibat

terdakwa bangun tidurnya pada siang hari dan terdakwa keinginannya sekolah di

Cokroaminoto Banjarnegara sedangkan oleh ayah terdakwa di sekolahkan di STM

Panca Bhakti Banjarnegara;

- Andri sering datang di rumah terdakwa dari sebelum dipanggil Panwas maupun

sesudah dipanggil Panwas;

- Terdakwa tidak pernah membuat surat pernyataan;

- Pada saat Andri datang di rumah terdakwa, Andri mengatakan kamu yang

melakukan pembakaran bendera karena Andri takut;

- Terdakwa kenal dengan Hardiman;

- Terdakwa menginginkan untuk melanjutkan sekolah di Cokroaminoto

Banjarnegara;

- Terdakwa mengenal barang bukti berupa bendera Partai Demokrat, batang bambu

sebagai tiang bendera Partai Demokrat dan lelehan bendera yang dibakar;

- Terdakwa keluar sekolah pada saat masih kelas 1 (satu) semester 1 (satu) dan

terdakwa disuruh pindah oleh ayah terdakwa tetapi terdakwa tidak mau daripada

pindah terdakwa minta keluar saja dari sekolahan;

- Terdakwa tidak tahu fungsi Pemilu;

- Ayah terdakwa Caleg PDIP dan ayah terdakwa Pengurus DPC PDIP Kecamatan

Rakit;

- Terdakwa tidak pernah disuruh oleh ayah terdakwa untuk mencari masa;

- Terdakwa tidak pernah memasang bendera partai selain bendera PDIP;

- Terdakwa merokok menyulut dari rokok Andri;

Menimbang, bahwa dari barang-barang bukti yang diajukan di persidangan,

keterangan para saksi dan terdakwa serta adanya hasil Penelitian Kemasyarakatan

oleh BAPAS, dalam kaitan satu dengan lainnya, diperoleh fakta-fakta dan keadaan

sebagai berikut:

Page 107: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

95 

 

- Bahwa pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009, sekitar jam 01.00 WIB

diketahui oleh saksi Hardiman Bin Samidi, saksi Supriyadi Bin Wirya Sudarmo

dan saksi Nofian Diantoro alias Toro Bin Wirya Sudarmo bahwa sebuah bendera

Partai Demokrat yang dipasang di depan rumah Ketua Rt bernama SUBUR di

jalan raya Desa Adipasir Rt 07 Rw II, Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara

terbakar sampai habis;

- Bahwa saksi Hardiman Bin Samidi yang malam itu sinyal HP-nya kurang bagus,

keluar rumah untuk mendapat sinyal HP karena mau menelepon;

- Bahwa ketika berada di halaman rumahnya saksi Hardiman melihat jarak sekitar

30 (tiga puluh) meter sebuah bendera Partai Demokrat sedang disulut dengan

korek api gas oleh terdakwa Ginanjar Saputra hingga terbakar habis;

- Bahwa selain ada terdakwa Ginanjar di tempat tersebut saksi Hardiman juga

melihat ada teman terdakwa yaitu saksi Andri Septiadi;

- Bahwa menurut saksi Hardiman ia bisa memastikan yang sedang membakar

bendera Partai Demokrat tersebut adalah Ginanjar karena lampu penerangan jalan

cukup terang, tetapi saat itu saksi tidak berusaha mencegah karena saksi merasa

tidak peduli dan mengira bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak

pidana;

- Bahwa saksi Supriyadi dan saksi Nofian Diantoro Bin Wirya Sudarmo

mengetahui bendera Partai Demokrat terbakar juga dari depan rumahnya yang

berjarak sekitar 50 (lima puluh) meter dari tempat kejadian, semula karena

mendengar suara sepeda motor yang melaju dengan kencang melintas depan

rumahnya, ketika ke luar dari rumah kedua saksi tersebut melihat adanya bendera

Partai Demokrat yang ada di depan rumah Ketua Rt Subur sedang terbakar, tetapi

tidak melihat orang berada di tempat tersebut;

- Bahwa kira-kira setengah jam sebelum kejadian bendera Partai Demokrat terbakar

saksi Supriyadi sempat melewati tempat tersebut dengan mengendarai sepeda

motor dan melihat ada saksi Andri Septiadi dan terdakwa Ginanjar sedang duduk-

duduk di bek jembatan seberang jalan di mana bendera Partai Demokrat tersebut

dipasang;

Page 108: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

96 

 

- Bahwa saksi Fajar Yulianto, SH Bin Indarto dan saksi Supriyadi mengetahui

bahwa yang membakar bendera Partai Demokrat tersebut adalah terdakwa

Ginanjar Saputra karena mendengar dari saksi Andri Septiadi;

- Bahwa saksi Momo Sutarmo Bin Suwardjo mengetahui bendera Partai Demokrat

tersebut terbakar karena diberi informasi oleh saksi Supriyadi;

- Bahwa saksi Momo Sutarmo adalah Pengurus Partai Demokrat serta Caleg dari

Partai Demokrat untuk Daerah Pemilihan Kecamatan Wanadadi, Rakit dan

Kecamatan Banjarmangu;

- Bahwa saksi Andri Septiadi membenarkan pernah mengatakan di depan saksi

Fajar dan saksi Supriyadi, bahwa pelaku pembakaran bendera Partai Demokrat

tersebut adalah terdakwa Ginanjar Saputra, tetapi hal tersebut saksi Andri lakukan

karena ketika ditanyai saksi dibentak-bentak oleh dua orang teman saksi Fajar

yang perawakan dan gayanya seperti Polisi sehingga Andri takut;

- Bahwa menurut saksi Andri memang benar malam itu saksi bersama terdakwa

Ginanjar Saputra berada di dekat tempat kejadian, tetapi saksi melihat ada

bendera Partai Demokrat yang terbakar dan tidak mengetahui terdakwa Ginanjar

membakar bendera Partai Demokrat;

- Bahwa saksi Andri dan terdakwa malam itu berada di dekat tempat bendera Partai

Demokrat berada karena sedang duduk-duduk sambil merokok karena habis

makan nasi goreng bersama terdakwa setelah sebelumnya terdakwa memperbaiki

motor saksi;

- Bahwa saksi dan terdakwa berada di tempat tersebut sekitar 3 (tiga) menit dan

setelah rokok habis lalu pulang ke rumah masing-masing;

- Bahwa ketika berada di tempat tersebut baik saksi maupun terdakwa tidak

membawa korek api karena rokoknya dinyalakan dengan korek api yang ada di

dapur rumah saksi dan tidak dibawa ke tempat tersebut;

- Bahwa terdakwa Ginanjar menolak dakwaan dan menyangkal telah membakar

bendera Partai Demokrat tersebut;

- Bahwa benar ayah dan kakak terdakwa Ginanjar adalah Caleg dari Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), tetapi terdakwa menyatakan bahwa

Page 109: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

97 

 

dirinya tidak punya perhatian terhadap Pemilu maupun partai dan terdakwa juga

belum mempunyai hak pilih;

- Bahwa kampanye umum dimulai sejak tanggal 12 Juli 2008, tetapi kampanye

khusus dimulai sejak tanggal 16 Maret 2009 sampai dengan tanggal 5 April 2009;

- Bahwa menurut peraturan KPU No. 19 Tahun 2008, bendera partai politik

merupakan alat peraga peserta pemilu;

- Bahwa terdakwa Ginanjar adalah seorang yang masih anak-anak karena lahir

pada tanggal 20 Juli 1992, sehingga sekarang belum genap berusia 17 tahun;

- Bahwa terdakwa masih sekolah di STM Panca Bhakti Kelas I, tetapi sekarang

sudah keluar karena merasa tidak cocok di sekolahan sejak dulu terdakwa ingin

sekolah di STM Cokroaminoto Banjarnegara;

- Bahwa pada tahun ajaran yang akan datang terdakwa masih menginginkan

melanjutkan sekolah di STM Cokroaminoto Banjarnegara yang dimintainya;

Menimbang, bahwa apakah dari fakta-fakta dan keadaan tersebut di atas,

terdakwa dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang

didakwakan kepadanya, Pengadilan akan mempertimbangkan lebih lanjut;

Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu

melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam menurut ketentuan Pasal

270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu

Anggota DPR, DPD, dan DPRD;

Menimbang, bahwa unsur-unsur dari Pasal yang didakwakan di dalam

dakwaan Penuntut Umum tersebut adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Dengan sengaja;

3. Melanggar larangan kampanye Pemilu berupa merusak dan/atau

menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu;

Page 110: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

98 

 

Menimbang, bahwa agar terdakwa dapat dipersalahkan dan dijatuhi pidana,

maka seluruh unsur dari Pasal yang didakwakan tersebut harus terpenuhi oleh

perbuatan terdakwa sebagaimana yang didakwakan tersebut;

Menimbang, bahwa pertama-tama Pengadilan akan mempertimbangkan unsur

pertama, yaitu “setiap orang”;

Menimbang, bahwa secara umum “setiap orang” dapat diartikan sebagai siapa

saja yang merupakan subyek hukum sebagai penyandang hak dan kewajiban, baik

orang laki-laki maupun orang perempuan, anak-anak ataupun orang dewasa, yang

perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan dihadapan hukum;

Menimbang, bahwa pengertian “setiap orang” di dalam Pasal 270 jo Pasal 84

ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR,

DPD, dan DPRD mempunyai pengertian yang khusus sehingga merupakan Le

Specialis dari pengertian “setiap orang” dalam pengertian yang umum tersebut di

atas;

Menimbang, bahwa Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008

menentukan bahwa “setiap orang” yang dilarang melanggar larangan kampanye

Pemilu termasuk yang tersebut di dalam huruf g adalah setiap orang yang merupakan

: “Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye”;

Menimbang, bahwa untuk menilai apakah terdakwa Ginanjar Saputra Bin

Sapari Puji Yuwono sebagaimana tersebut di dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut

Umum dapat diartikan/dikategorikan sebagai “setiap orang” yang dimaksud dalam

Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g maka sebelumnya harus dilihat terlebih dahulu

apakah terdakwa tersebut merupakan Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye;

Menimbang, bahwa Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang tersebut Pelaksana

Pemilu terdiri atas Pengurus Partai Politik, Calon Anggota DPR, DPRD, Juru

Kampanye, orang seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu Anggota

Page 111: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

99 

 

DPR dan DPRD, sedangkan menurut Pasal 79 Undang-Undang tersebut Pelaksana

Kampanye harus didaftarkan pada KPU;

Menimbang, bahwa dari fakta-fakta di persidangan terdakwa Ginanjar Saputra

Bin Sapari Puji Yuwono tersebut tidak ternyata sebagai Pelaksana Kampanye

menurut ketentuan tersebut di atas;

Menimbang, bahwa selanjutnya apakah terdakwa Ginanjar Saputra Bin Sapari

Puji Yuwono tersebut merupakan Peserta Kampanye;

Menimbang, bahwa menurut Pasal 1 Undang-Undang Pemilu tersebut yang

merupakan Ketentuan Umum pada angka 26, bahwa Kampanye Pemilu adalah

kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarakan visi,

misi dan program peserta Pemilu;

Menimbang, bahwa menurut Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Pemilu,

Kampanye Pemilu, diikuti oleh peserta kampanye, sedangkan menurut ketentuan

Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Pemilu, Peserta Kampanye terdiri atas anggota

masyarakat;

Menimbang, bahwa pengertian Peserta Kampanye terdiri atas anggota

masyarakat, tidak berarti bahwa setiap warga anggota masyarakat otomatis

merupakan peserta kampanye, karena anggota masyarakat yang merupakan peserta

kampanye haruslah anggota masyarakat yang mempunyai perhatian terhadap partai

politik tertentu dan secara aktif dan sadar mengikuti suatu kegiatan pelaksanaan

kampanye;

Menimbang, bahwa di persidangan tidak terungkap bahwa terdakwa

mempunyai perhatian terhadap partai politik tertentu walaupun ada keluarganya yang

menjadi Caleg pada partai tertentu;

Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas

Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa tidak terbukti sebagai peserta kampanye;

Page 112: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

100 

 

Menimbang, bahwa demikian pula dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan,

terdakwa Ginanjar tersebut bukanlah merupakan petugas kampanye;

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa Ginanjar Saputra bukan merupakan

pelaksana, peserta maupun petugas kampanye sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008, maka Pengadilan berpendapat

bahwa unsur “setiap orang” dari Pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum

tidak terpenuhi;

Menimbang, bahwa oleh karena salah satu unsur dari Pasal yang didakwakan

tidak terpenuhi maka terhadap terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti secara sah

dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dan

karenanya harus dibebaskan dari dakwaan tersebut;

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dibebaskan dari dakwaan maka

terhadap terdakwa harus dipulihkan harkat dan martabatnya pada kedudukannya

semula, serta biaya yang ditumbulkan dari adanya perkara ini dibebankan kepada

negara, sedangkan barang bukti bendera masing-masing berukuran panjang kurang

lebih 3 (tiga) meter, serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang terbakar

dikembalikan kepada dari siapa barang bukti tersebut disita yaitu HA. Supawi, SH

Bin Dasuki;

Mengingat Pasal 197 KUHP, Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-

Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta

Pasal-Pasal lain yang berkenaan dengan hal tersebut;

MENGADILI

- Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO

tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana sebagaimana yang didakwakan;

- Membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan tersebut;

- Mengembalikan kedudukan terdakwa pada harkat dan martabatnya semula;

Page 113: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

101 

 

- Memerintahkan barang bukti berupa 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas

dirobek, 5 (lima) batang bambu tiang bendera masing-masing berukuran panjang

kurang lebih 3 (tiga) meter, serpihan/lelehan kain bendera Partai Demokrat yang

terbakar dikembalikan kepada HA. Supawi Bin Dasuki;

- Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara sebesar Nihil.

Demikian diputuskan pada hari ini SENIN tanggal 16 Maret 2009, putusan

mana diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh

TARYAN SETIAWAN, SH sebagai Hakim Tunggal, dibantu oleh SUTARMO,

sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut dengan dihadiri oleh

YULIANTO, SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banjarnegara serta

terdakwa dan Penasihat Hukumnya.

Penitera Pengganti,

Ttd

SUTARMO

Hakim,

Ttd

TARYAN SETIAWAN, SH.

Untuk Salinan Resmi

Pengadilan Negeri Banjarnegara

Panitera

KISWANDI, SH.

NIP. 040 049 829

Page 114: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

102 

 

Untuk Dinas:

PUTUSAN

Nomor 129/Pid/2009/P.T.Smg.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Tinggi di Semarang, yang memeriksa dan mengadili perkara-

perkara pidana dalam peradilan tingkat banding yang dilakukan oleh Majelis Hakim

berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Semarang tanggal 25 Maret 2009

Nomor 127/Pen.Pid/2009/PT. Smg dalam sidangnya telah menjatuhkan putusan

sebagaimana tertera di bawah ini dalam perkara terdakwa:

Nama lengkap : GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO;

---------------------------------------------------------------------

Tempat lahir : Banjarnegara; ----------------------------------------------------

Umur/tanggal lahir : 17 tahun / 20 Juli 1992; -----------------------------------------

Jenis kelamin : Laki-laki; ---------------------------------------------------------

Kebangsaan : Indonesia;---------------------------------------------------------

Tempat tinggal : Desa Adipasir Rt 07 Rw 02, Kecamatan Rakit Kabupaten

Banjarnegara; ----------------------------------------------------

Agama : Islam; -------------------------------------------------------------

Pekerjaan : Pelajar; ------------------------------------------------------------

Terdakwa tidak ditahan ---------------------------------------------------------------------

Page 115: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

103 

 

PENGADILAN TINGGI TERSEBUT;

Telah membaca; -----------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Berkas perkara dan berita acara pemeriksaan persidangan Pengadilan Negeri

Banjarnegara dalam perkara terdakwa tersebut beserta putusannya tanggal 16

Maret 2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn yang amarnya berbunyi sebagai

berikut:

- Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI

YUWONO tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan; --------------------

- Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan tersebut; -------------

- Mengembalikan kedudukan terdakwa pada harkat dan martabatnya semula;

----------------------------------------------------------------------------------------

- Memerintahkan barang bukti berupa 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat

bekas dirobek, 5 (lima) batang bambu tiang bendera masing-masing

berukuran panjang kurang lebih 3 (tiga) meter, serpihan/lelehan kain bendera

Partai Demokrat yang terbakar dikembalikan kepada HA. Supawi Bin Dasuki;

----------------------------------------------------------------------------------------

- Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara sebesar

Nihil; ---------------------------------------------------------------------------------

2. Akta permintaan banding yang dibuat dan ditandatangani Panitera Pengadilan

Negeri Banjarnegara, yang menerangkan bahwa pada tanggal 18 Maret 2009

Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan permintaan banding terhadap putusan

Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009 Nomor

01/Pid.S/2009/PN.Bjn; -----------------------------------------------------------------

Page 116: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

104 

 

3. Akta pemberitahuan permintaan banding tanggal 19 Maret 2009 yang dibuat dan

ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Negeri Banjarnegara yang menerangkan

bahwa terdakwa telah diberitahu adanya permintaan banding dari Jaksa Penuntut

Umum tersebut;--------------------------------------------------------------------------

4. Memori banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum tertanggal 18 Maret

2009 telah diberitahukan kepada terdakwa oleh Jurusita Pengadilan Negeri

Banjarnegara; ----------------------------------------------------------------------------

Menimbang bahwa terdakwa diajukan dalam persidangan Pengadilan Negeri

Banjarnegara dengan dakwaan sebagai berikut: -----------------------------------------

Bahwa ia terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO

pada hari Selasa tanggal 10 Pebruari 2009 sekira pukul 01.00 WIB atau setidak-

tidaknya pada waktu lain dalam bulan Pebruari 2009, bertempat di depan rumah sdr.

SUBUR Ketua Rt 07 Rw II Jalan Raya Desa Adipasir Kec. Rakit Kab. Banjarnegara

atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk di dalam daerah

hukum Pengadilan Negeri Banjarnegara dengan sengaja melanggar larangan

kampanye Pemilu dengan merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye

peserta Pemilu, peristiwa tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut;

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Pada haru Senin malam tanggal 09 Pebruari 2009 pukul 18.30 WIB terdakwa

sedang berada di dalam rumah dan sedang tidur, kemudian sekitar jam 19.30 WIB

terdakwa bangun dan tidak lama kemudian datang teman terdakwa yaitu saksi

ANDRI SEPTIADI yang meminta terdakwa untuk membetulkan kalburator sepeda

motor milik saksi ANDRI SEPTIADI selanjutnya terdakwa mengendarai sepeda

motor bersama dengan saksi ANDRI SEPTIADI keluar bersama dengan saksi

ANDRI SEPTIADI menuju pertigaan Desa Adipasir arah utara dari rumah terdakwa

dan sesampainya di sana terdakwa membetulkan kalburator sepeda motor milik saksi

ANDRI SEPTIADI sampai selesai sekitar jam 23.30 WIB; ---------------------------

Page 117: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

105 

 

- Setelah itu sekitar jam 24.00 WIB terdakwa diajak oleh saksi ANDRI SEPTIADI

untuk dibuatkan nasi goreng sebagai imbalan telah memperbaiki kalbulator

sepeda miliknya, dan setelah selesai makan nasi goreng terdakwa menyalakan

rokok Sampurna Mild merah dan memberikan 1 (satu) batang rokok pada saksi

ANDRI SEPTIADI dan bersama-sama keluar ke jalan raya di depan rumah sdr.

SUBUR selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara dan duduk-

duduk sekitar 3 (tiga) menit di dek jembatan selokan kecil di pinggir jalan raya

sebelah timur menghadap barat di jalan gang depan rumahnya sdr. SUBUR

sambil menghisap rokok bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI;-----

- Selanjutnya terdakwa melakukan pembakaran bendera Partai Demokrat tersebut

sebanyak 1 (satu) buah dengan menggunakan korek api gas yang dinyalakan

dengan menggunakan tangan kanannya dengan posisi berdiri menghadap ke arah

utara yaitu dengan cara terdakwa menghadap ke arah bendera dengan

menjulurkan tangan kanannya dan menyalakan korek api gas ke arah bendera

Partai Demokrat tersebut, sehingga menyebabkan terbakar dan meleleh dan tiang

bendera yang terbuat dari batang bambu juga sampai hangus dan di bawah tiang

bendera tersebut serpihan/lelehan dari bendera Partai Demokrat yang terbakar

tersebut; -----------------------------------------------------------------------------------

- Akibat dari perbuatan terdakwa menyebabkan 2 (dua) buah bendera Partai Politik

milik Partai Demokrat dengan ukuran panjang 135 cm dan lebar 90 cm yang

rusak akibat dibakar tinggal serpihan dan tiang saja dan ada 5 (lima) buah bendera

yang rusak akibat disobek/ditarik paksa masing-masing ada 2 (dua) bendera yang

agak utuh sedangkan yang 3 (tiga) bendera tinggal tiangnya saja yang berada di

bahu jalan dengan posisi tegak lurus yang terletak di depan rumah sdr. SUBUR

selaku Ketua Rt 07 Rw II Kec. Rakit Kab. Banjarnegara; -------------------------

- Setelah kejadian tersebut terdakwa kemudian pulang dengan menggunakan

sepeda motor bersama-sama dengan saksi ANDRI SEPTIADI menuju rumahnya;

---------------------------------------------------------------------------------------------

- Bahwa berdasarkan PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)

PUSAT NOMOR 20 TAHUN 2008 TANGGAL 04 JULI 2008 Tentang

Page 118: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

106 

 

Perubahan Terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Nomor 09

Tahun 2008 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL

PENYELENGGARAAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD

TAHUN 2009, waktu kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun

2009 berlangsung dari sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 05 April 2009,

dimana setiap Partai Politik termasuk Partai Demokrat yang merupakan salah satu

peserta/Kontestan Pemilu 2009 mempunyai hak untuk kampanye, dimana bendera

Partai Politik dalam hal ini bendera Partai Demokrat adalah termasuk alat peraga

kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 15 PERATURAN KPU

PUSAT NOMOR 19 TAHUN 2008 TANGGAL 30 JUNI 2008 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILU ANGGOTA DPR, DPD

DAN DPRD, yaitu alat peraga kempanye adalah semua bendera atau bentuk lain

yang memujat visi, misi, program, simbol-simbol atau tanda gambar peserta

Pemilu yang bertujuan untuk mengajak orang memilih Peserta Pemilu dan atau

Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu; ------------------------------------

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan dianam pidana dalam Pasal 270

jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu

Anggota DPR, DPD dan DPRD.-----------------------------------------------------------

Menimbang bahwa Jaksa Penunut Umum dalam persidangan tanggal 12

Maret 2009 telah mengajukan tuntutan, yang pada pokoknya sebagai berikut: -----

1. Menyatakan terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO

terbukti seara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemiu

Pembakaran Bendera Partai Demokrat sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam surart

Dakwaan; ----------------------------------------------------------------------------

2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 (enam) bulan

penjara dan Denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) subsidir 1

Page 119: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

107 

 

(satu) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa segera ditahan apabila

putusan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkraht); --------------

3. Menetapkan agar barang bukti; ---------------------------------------------------

a. 2 (dua) buah bendera Partai Demokrat bekas dirobek; --------------------

b. 5 (lima) batang bambu sebagai tiang bendera panjang kurang lebih 3 (tiga)

meter; ----------------------------------------------------------------------------

c. Serpihan/lelehan kain dari Partai Demokrat yang terbakar dikembalikan

kepada saksi MOMO SUTARMO; ------------------------------------------

4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua

ribu lima ratus rupiah); -------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum telah

diajukan dalam tenggang waktu dan menurt cara-cara serta memenuhi syarat-syarat

yang ditentukan oleh Undang-Undang, maka permintaan banding tersebut dapat

diterima; ---------------------------------------------------------------------------------------

Menimban, bahwa Pengadilan tingkat banding setelah memeriksa dengan

seksama berkas perkara tersebut yang terdiri dari berita acara pemeriksaan

persidangan, salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret

2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjr, memori banding yang diajukan oleh Jaksa

Penuntut Umum dan surat-surat lainnya yang berkaitan dengan perkara tersebut,

maka Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa segala alasan dan pertimbangan

Pengadilan tingkat pertama tersebut sudah tepat dan benar menurut hukum, oleh

karenanya dapat diambil alih sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam

mengadili perkara ini dalam tingkat banding;--------------------------------------------

Menimbang, berdasarkan pertimbangan tersebut, maka putusan Pengadilan

Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009 Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn tersebut

patut untuk dikuatkan; ----------------------------------------------------------------------

Menimbang, oleh karena terdakwa tidak terbukti dalam dakwaannya, maka

biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan dibebankan kepada Negara; ----------

Page 120: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

108 

 

Mengingat, Pasal 197 KUHP, Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta

segala peraturan hukum dan perundang-undangan yang berhubungan; --------------

MENGADILI :

Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum; ------------------

Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret 2009

nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjn, yang dimintakan banding tersebut; ----------

Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada Negara;

----------------------------------------------------------------------------------------

Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan pada hari SENIN,

tanggal 30 Maret 2009 oleh Majelis Hakim yang terdiri dari MUDZAKIR, SH.

Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Semarang selaku Ketua Majelis, NY. Hj.

KOES WIDAYATI, SH dan SUDJONO, SH masing-masing Hakim Tinggi pada

Pengadilan Tinggi Semarang selaku para Hakim Anggota, putusan tersebut pada hari

dan tanggal itu juga diuapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis

dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota seta Panitera Pengganti SOENARNO, SH,

tetapi dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa. ------------------------------

Page 121: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

109 

 

Hakim Anggota

Ttd

NY. Hj. KOES WIDAYATI, SH

Ttd

SUDJONO, SH

Hakim Ketua

Ttd

MUDZAKIR, SH

Panitera Pengganti

Ttd

SOENARNO, SH

Untuk Salinan Resmi

PENGADILAN NEGERI BANJARNEGARA

PANITERA

KISWANDI, SH.

NIP. 040 049 829

Page 122: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

110 

 

PUTUSAN

Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Pengadilan Negeri Purwokerto yang mengadili perkara-perkara pidana pada

peradilan tingkat pertama dengan aara pemeriksaan singkat telah menjatuhkan

putusan seperti tersebut di bawah ini dalam perkara terdakwa; -----------------------

Nama lengkap : TRI MULYONO;

Tempat lahir : Banyumas;

Umur/tanggal lahir : 41 Tahun/26 Juni 1968;

Jenis kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Ds. Banteran, Rt 03 Rw 01 Kec. Wangon Kab. Banyumas;

Agama : Islam;

Pekerjaan : Wiraswasta

Dalam perkara ini terdakwa tidak ditahan; --------------------------------------

Terdakwa didampingi ARIF BUDI CAHYONO, SH., Advokat, beralamat di

Bancarkembar Estate Blok D No. 3 Purwokerto;----------------------------------------

Pengadilan Negeri tersebut; -------------------------------------------------------

Telah membaca surat-surat dalam berkas perkara; -----------------------------

Page 123: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

111 

 

Telah mendengar pembacaan catatan dakwaan Penuntut Umum; ------------

Telah meneliti barang bukti; ------------------------------------------------------

Telah mendengar tuntutan Penuntut Umum; ------------------------------------

Telah mendengar pembelaan/Pledoi Penasihat Hukum Terdakwa; ----------

Telah mendengar replik dan duplik kedua belah pihak; -----------------------

Menimbang, bahwa terdakwa diajukan di depan persidangan dengan dakwaan

tunggal sebagaimana tersebut dalam catatan dakwaan Penuntut Umum yang pada

pokoknya Terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 269 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2008 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; ------------------------------------------

Menimbang, bahwa atas surat dakwaan tersebut terdakwa maupun Penasihat

Hukumnya tidak mengajukan Eksepsi, sehingga dilanjutkan dengan pembuktian; -

Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan 5 (lima) orang

saksi, masing-masing bernama DANI SALIMIN, DJONO, UNGGUL WARSIDI,

SH, TIMBUL, S.Pd. dan ANDI HARSONO, S.Pd., yang telah memberikan

keterangan dipersidangan di bawah sumpah dan 3 (tiga) orang saksi yang bernama

SUKARWAN, SAHIR, SUJADI dan SENO SUDIYONO yang karena tidak hadir di

persidangan sedangkan di BAP Penyidikan telah memberikan keterangan di bawah

sumpah, keterangan saksi-saksi tersebut telah dibacakan dipersidangan dan

dibenarkan atau tidak dibantah oleh terdakwa, telah didengar keterangan terdakwa,

telah diperiksa surat dan barang bukti yang pada pokoknya bersesuaian satu dengan

lainnya, yang untuk mempersingkat putusan ini, maka segala apa yang dicatat dalam

berita acara persidangan dianggap termasuk pula dalam putusan ini; ----------------

Menimbang, bahwa setelah acara pembuktian selesai, kemudian Penuntut

Umum membacakan tuntutan pidananya tertanggal 19 Maret 2009, yang pada

pokoknya menuntut supaya Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan:

Page 124: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

112 

 

1. Menyatakan terdakwa TRI MULYONO terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan kampanye di luar

jadwal waktu sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 269 UU No. 10

Tahun 2008 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; --------------------------------------

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa TRI MULYONO dengan pidana penjara

selama 3 (tiga) bulan dengan perintah agar Terdakwa segera menjalani hukuman

dan denda sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) subsidir 1 (satu) bulan

kurungan pengganti; --------------------------------------------------------------------

3. Menyatakan barang bukti berupa: -----------------------------------------------------

Dua lembar surat undangan tetap terlampir dalam berkas perkara; ---------------

Satu buah mik dan satu buah amplifier dikembalikan kepada yang berhak; ----

4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,-

(dua ribu lima ratus rupiah); -----------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa terhadap tuntutan pidana tersebut Terdakwa melalui

Penasihat Hukumnya mengajukan pembelaan atau pledoi pada tanggal 19 Maret 2009

yang pada pokoknya berpendapat bahwa Terdakwa tidak terbukti bersalah karena

unsur “sengaja” tidak dapat dibuktikan, oleh karenanya minta agar terdakwa

dibebaskan dari segala tuntutan hukum, atau terdakwa dibebaskan dari sanki pidana

cukup dikenakan denda karena adanya unsur pemaaf yaitu: karena terdapat

kelemahan aturan dan sistem sosialisasi PEMILU yang tidak baik; ------------------

Menimbang, bahwa terhadap pledoi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut,

Penuntut Umum menyatakan tetap pada tuntutan pidananya, sedangkan Penasihat

Hukum Terdakwa menyatakan tetap pada permohonannya; ---------------------------

Menimbang, bahwa setelah pemeriksaan ditutup selanjutnya Majelis Hakim

bermusyawarah untuk mengambil putusan; ----------------------------------------------

Menimbang, bahwa terhadap hal-hal yang relevan sebagaimana termuat dan

tercatat dalam berita acara persidangan diambil alih dan dianggap telah termuat dalam

putusan ini; -----------------------------------------------------------------------------------

Page 125: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

113 

 

Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan karena terdakwa telah

melakukan tindak pidana dan setelah melalui proses pemeriksaan di muka sidang,

selanjutnya Penuntut Umum berkesimpulan Terdakwa telah terbukti bersalah, oleh

karena itu dituntut agar dijatuhi pidana; --------------------------------------------------

Menimbang, bahwa untuk memidana seseorang, harus dibuktikan tentang

adanya tindak pidana dan Terdakwalah yang harus bertanggungjawab atas tindak

pidana tersebut; ------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa mengenai hal adanya perbuatan pidana harus dibuktikan

dengan dipenuhinya semua unsur Pasal-Pasal dari peraturan perundang-undangan

yang didakwakan kepadanya dan tidak ditemukan adanya alasan pembenar,

sedangkan mengenai pertanggungjawaban pidana kepada Terdakwa harus dibuktikan

adanya kesalahan pada diri terdakwa atas terjadinya tindak pidana tersebut dan tidak

ditemukan alasan pemaaf yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana; ----

Menimbang, bahwa terlebih dahulu akan dipertimbangkan mengenai ada

tidaknya tindak pidana dengan cara menghubung-hubungkan fakta hukum yang ada

dengan semua unsur Pasal-Pasal dari peraturan perundang-undangan yang

didakwakan kepada Terdakwa, apabila terpenuhi semua maka terdakwa telah terbukti

melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan kepadanya, selanjutnya akan

dipertimbangkan lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban pidana dengan cara

menghubung-hubungkan fakta hukum yang ada dengan semua unsur

pertanggungjawaban pidana; ---------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan hasil persidangan terungkap fakta hukum

sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------

1. Bahwa Terdakwa TRI MULYONO sebagai Calon Legislatif Daerah Kabupaten

Banyumas dari Partai Gerindra; -----------------------------------------------------

2. Bahwa Terdakwa dan Sadar Subagyo pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari

2009 telah melakukan kampanye tertutup di Grumbul Karangtengah, Desa

Page 126: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

114 

 

Jambu, Rt 1 Rw 9 Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas yang masuk

dalam daerah pemilihan Banyumas 1 (satu); --------------------------------------

3. Bahwa pada saat Terdakwa berkampanye, dihadiri sekitar 70 orang, termasuk

ada satu orang anggota PANWAS CAM dan PPL Pemilu 2009; ---------------

4. Bahwa sesuai dengan Keputusan KPU Kabupaten Banyumas tanggal 30

Desember 2008 No. 01/Pileg/2008 Tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi

kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tahun

2009, pada tanggal 16-22 Februari 2009 tedakwa dijadwalkan berkampanye di

daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang, Rawalo,

Kebasen, Patikraja dan Purwojati; --------------------------------------------------

5. Bahwa sesuai dengan Keputusan KPU Kabupaten Banyumas No.

13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009, kampanye

tertutup/terbatas/pertemuan tetap/non rapat umum Partai Politik pemilu 2009

dapat dilaksanakan setiap hari di semua Daerah Pemilihan; --------------------

Menimbang, bahwa Pasal 269 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Jo.

Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan kepada Terdakwa mengandung

unsur-unsur tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana sebagai berikut: -------

1. Unsur Tindak Pidana; -------------------------------------------------------------------

Melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU

Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing Peserta Pemilu; ---------

Penyertaan; -------------------------------------------------------------------------------

Alasan Pembenar (tidak ditemukan); -------------------------------------------------

2. Unsur Pertanggungjawaban Pidana; --------------------------------------------------

Setiap orang; -----------------------------------------------------------------------------

Sengaja; -----------------------------------------------------------------------------------

Alasan pemaaf (tidak ditemukan); ----------------------------------------------------

Menimbang, bahwa semua unsur tersebut harus dibuktikan, untuk itu akan

dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan, apabila terbukti

Page 127: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

115 

 

seluruhnya maka terdakwa harus dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana

yang didakwakan kepadanya dan harus dijatuhi hukuman; ----------------------------

Ad. 1.1. Unsur melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan

oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing

Peserta Pemilu; -------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum nomor 2 dan

dihubungkan dengan fakta hukum nomor 4, telah terungkap bahwa

Terdakwa melakukan kampanye tertutup pada hari Sabtu, tanggal 21

Februari 2009 di Grumbul Karangtengah, Desa Jambu, Rt 01 Rw 9

Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas yang masuk dalam daerah

pemilihan Banyumas 1 (satu), seharusnya sesuai jadwal KPU Kabupaten

Banyumas, pada tanggal 16-22 Februari 2009 Terdakwa berkampanye di

daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang,

Rawalo, Kebasen, Patikraja, dan Purwojati menurut jadwal kampanye KPU

Kabupaten Banyumas; ----------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut telah menjadi jelas

bahwa Terdakwa melakukan kampanye di luar lokasi yang telah ditentukan

KPU Kabupaten Banyumas, dengan demikian unsur ini telah terbukti dan

terpenuhi; -------------------------------------------------------------------------

Ad. 1.2. Penyertaan; -----------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa “penyertaan” dimaksud adalah turut melakukan

atau dengan kata lain bersama-sama melakukan, berarti sedikitnya harus

ada 2 (dua) orang yang melakukan tindak pidana tersebut. Keduanya harus

melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen

tindak pidana; --------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa dari persidangan telah terungkap fakta

sebagaimana fakta hukum nomor 4, bahwa Terdakwa dan Sadar Subagyo

Page 128: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

116 

 

pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2009 telah melakukan kampanye

tertutup di Grumbul Karangtengah, Desa Jambu, Rt 01 Rw 09 Kecamatan

Wangon Kabupaten Banyumas; -----------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut, telah nyata

bahwa yang melakukan kampanye tertutup pada hari Sabtu, tanggal 21

Februari 2009 di Grumbu Karangtengah, Desa Jambu Rt 01 Rw 09

Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas tidak hasnya Terdakwa saja,

tetapi juga ada orang lain yaitu Sadar Subagyo, dengan demikian unsur ini

telah terbukti dan terpenuhi menurut hukum; --------------------------------

Ad 1.3. Alasan Pembenar; ----------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa alasan pembenar yang tertulis sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP, Pasal 50 KUHP dan Pasal 51 ayat

1 KUHP sedangkan alasan pembenar yang tidak tertulis berupa ketiadaan

sifat melawan hukum materiil dan eksepsi kedokteran; --------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Unggul Warsidi,

SH., selaku anggpta KPU Kabupaten Banyumas, dan surat keputusan KPU

Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009

Tentang Perubahan Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten

Banyumas Nomor : 01/PILEG/2009, memutuskan: -------------------------

1. Menetapkan perubahan atas keputusan Komisi Pemilihan Umum

Kabupaten Banyumas Nomor 01/PILEG/2009 Tanggal 2 Januari 2009

tentang Jadwal Kampanye Rapat Umum menjadi sebagaimana tersebut

dalam lampiran keputusan ini; ---------------------------------------------

2. Menetapkan penghapusan jadwal kampanye pertemuan

terbatas/pertemuan tetap sebagaimana dimaksud dalam keputusan

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor :

01/PILEG/2009 Tanggal 2 Januari 2009; --------------------------------

Page 129: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

117 

 

3. Memberikan kesempatan kepada partai politik peserta Pemilu 2009

untuk melaksanakan kampanye pertemuan terbatas/pertemuan tatap

muka setiap hari di semua Daerah Pemilihan Kabupaten Banyumas;

Menimbang, bahwa dari fakta tersebut berkaitan dengan fakta

hukum nomor 5, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa sejak keluarnya

keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13

Maret 2009, kampanye tertutup/terbatas/pertemuan tetap/non rapat umum

Partai Politik peserta Pemilu 2009 dapat dilaksanakan setiap hari di semua

Daerah Pemilihan; ---------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa Pasal 1 ayat (2) KUHP menentukan : “jika ada

perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka

terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan

baginya”; --------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa ketika terdakwa melakukan kampanye tertutup

Tanggal 21 Februari 2009 masih berlaku bagi terdakwa keputusan Komisi

Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor : 01/PILEG/2009 Tanggal

2 Januari 2009, dan telah terbukti melanggar tempat berkampanye, namun

sesudah perbuatan tersebut ada perubahan peraturan kampanye dengan

keluarnya keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009

Tanggal 13 Maret 2009, yang meniadakan jadwal dan tempat kampanye

tertutup/terbatas; -----------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa dengan mendasarkan kepada ketentuan Pasal 1

ayat (2) KUHP, terhadap perbuatan terdakwa a quo harus diberlakukan

peraturan yang menguntungkan bagi terdakwa, yaitu harus diberlakukan

keputusan KPU Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13

Maret 2009, dengan ukuran peraturan yang baru tersebut, perbuatan

terdakwa melakukan kampanye tertutup/terbatas dibolehkan disetiap waktu

Page 130: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

118 

 

dan setiap tempat, dengan demikian tidak ada pelanggaran jadwal dan

tempat kempanye tertutup/terbatas yang dilakukan oleh terdakwa; -------

Menimbang, bahwa karena tidak ada pelanggaran jadwal dan tempat

kampanye yang dilanggar oleh terdakwa, maka tidak ada tindak pidana

sebagaiman yang diancamkan kepada terdakwa dalam Pasal 269 UU No. 10

Tahun 2008; ----------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menurut

Majelis Hakim terdapat alasan pembenar yang tidak tertulis berupa

ketiadaan sifat melawan hukum materiil; -------------------------------------

Menimbang, bahwa karena pada perbuatan terdakwa ditemukan alasan

pembenar berupa ketiadaan sifat melawan hukum materiil, maka tidak perlu lagi

dipertimbangkan unsur-unsur lainnya dan terdakwa harus dinyatakan lepas dari

segala tuntutan hukum; ---------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa mengenai barang bukti masing-masing dipertimbangkan

sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------

1. Surat undangan sebanyak dua lembar terbukti milik “Penyelenggara Silaturahmi

Kader Partai GERINDRA, maka harus dikembalikan kepada Ketua

Penyelenggara yaitu saksi Dani Salimin; ------------------------------------------

2. Amplifier sebanyak satu buah dan mix sebanyak satu buah disita dari

Tuhadiyanto, maka harus dikembalikan kepada Tuhadiyanto; -----------------

Mengingat Pasal 1 ayat (2) KUHP, Pasal 191 (2) KUHP serta Pasal-Pasal dari

Undang-Undang yang bersangkutan; -----------------------------------------------------

MENGADILI

1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO

terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana; ----------------------------

Page 131: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

119 

 

2. Melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum atau

ontslag van ale rechtvervolging; ------------------------------------------------------

3. Menetapkan barang bukti; -------------------------------------------------------------

Surat undangan sebanyak dua lembar dikembalikan kepada Ketua Penyelenggara

yaitu saksi Dani Salimin; -------------------------------------------------------------------

Amplifier sebanyak satu buah dan mix sebanyak satu buah dikembalikan kepada

Tuhadiyanto; ---------------------------------------------------------------------------------

4. Membebankan biaya perkara kepada Negara; ---------------------------------------

Demikian diputus dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Purwokerto pada hari Jum’at Tanggal 20 Maret 2009, oleh SUDIRA, SH.,

sebagai Hakim Ketua Majelis, DEDY HERMAWAN, SH., dan PRAYITNO IMAN

SANTOSA, SH., MH., masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada

hari Senin, Tanggal 23 Maret 2009 diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk

Umum oleh Ketua Majelis Hakim tersebut, dengan didampingi hakim-hakim anggota,

dibantu WAHID HASYIM, SH., Panitera Pengganti dihadiri SUNARWAN, SH.,

MHum., dan AGUS FIKRI, SH., Penuntut Umum serta terdakwa dan Arif Budi

Cahyono, SH., Penasihat Hukum Terdakwa; --------------------------------------------

Hakim Ketua Sidang,

SUDIRA, SH

Hakim Anggota I,

DEDI HERMAWAN, SH

Hakim Anggota II

PRAYITNO IMAN SANTOSA, SH.,

MH.

Panitera,

WAHID HASYIM, SH.

Page 132: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

120 

 

PUTUSAN

Nomor : 142/PID/2009/PT.SMG

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Tinggi Semarang myang memeriksa dan mengadili perkara-

perkara pidana dalam pemeriksaan tingkat banding telah menjatuhkan putusan

sebagaimana tersebut di bawah ini dalam perkara terdakwa; --------------------------

Nama Lengkap : TRI MULYONO; ----------------------------------------------------

Tampat lahir : Banyumas; ------------------------------------------------------------

Umur/Tgl. Lahir : 41 Tahun/26 Juni 1968; ---------------------------------------------

Jenis kelamin : Laki-laki; --------------------------------------------------------------

Kebangsaan : Indonesia; -------------------------------------------------------------

Tempat tinggal : Ds. Banteran, Rt 03 Rw 01 Kec. Wangon Kab. Banyumas; ---

Agama : Islam; ------------------------------------------------------------------

Pekerjaan : Wiraswasta; -----------------------------------------------------------

Terdakwa tidak ditahan; --------------------------------------------------------------------

PENGADILAN TINGGI TERSEBUT; --------------------------------------------------

Telah membaca berturut-turut; -------------------------------------------------------------

I. Berkas perkara dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini; --------

II. Surat catatan Penuntut Umum untuk tindak pidana yang didakwakan No. Reg

Perkara;PDM-02/0.3.14/Pemilu/03/2009 tanggal 17 Maret 2009 sebagai berikut;

-------------------------------------------------------------------------------------------

Bahwa mereka ia terdakwa TRI MULYONO dan SADAR SUBAGYO (dalam

daftar pencarian orang/DPO) pada hari Sabtu 21 Februari 2009 sekitar jam 14.30

Page 133: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

121 

 

WIB atau setidak-tidaknya disekitar waktu itu di bulan Februari 2009 atau

setidak-tidaknya pada tahun 2009 bertempat di Grumbul Karang Tengah Desa

Jambu Rt 01 Rw 09 Kec. Wangon Kab. Banyumas atau setidak-tidaknya di

tempat lain yang masih dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto,

telah melakukan, menyuruh, melakukan atau turut melakukan perbuatan yakni

dnegan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan

oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing

Peserta Pemilu sebagaimana myang dimaksud dalam Pasal 82 Undang-Undang

No. 10 Tahun 2008, perbuatan tersebut dilakukan mereka para terdakwa dengan

cara-cara lain sebagai berikut: -------------------------------------------------------

- Pada waktu dan tempat seperti tersebut di atas, mula-mula saksi DANI

SALIMIN dan saksi KIRUN membuat undangan tertulis kepada warga

masyarakat melalui surat undangan nomor:

02/PAC/GERINDRA/Wng/II/2009 tertanggal 20 Februari 2009 yang berisi

ajakan (undangan) kepada masyarakat untuk hadir pada acara silaturahmi

bersama dengan Kader Partai Gerindra yang akan dilaksanakan pada hari

Sabtu, 21 Februari 2009 sekitar jam 13.00 WIB bertempat di rumah

seseorang warga bernama SENO yang beralamat di Grumbul Karang Tengah

Rt 01 Rw 09 Desa Jambu Kec. Wangon Kab. Banyumas. Dalam surat

undangan tersebut saksi DANI SALIMIN membubuhkan tanda tangannya

dan bertindak selaku Ketua Penyelenggara sedang saksi KIRUN

membubuhkan tanda tangannya dan bertindak selaku Sekretaris

Penyelenggara. Surat Undangan tersebut dibuat oleh saksi DANI SALIMIN

dan saksi KIRUN sebanyak kurang lebih 100 surat undangan; -------------

- Bahwa selanjutnya pada hari Sabtu 21 Februari 2009 sekitar jam 14.30 WIB

ada sekitar 150 orang hadir di tempat sebagaimana yang tertera dalam

undangan, lalu setelah berkumpul terdakwa TRI MULYONO dan SADAR

SUBAGYO (DPO) bergantian melakukan orasi kampanye di hadapan sekitar

150 orang tersebut; ----------------------------------------------------------------

Page 134: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

122 

 

- Bahsa SADAR SUBAGYO (DPO) melakukan kampanye dengan sekitar 10

menit yang isinya memperkenalkan diri Caleg DPR RI nomor urut 2 dari

Partai Gerindra dan mengajak untuk memilihnya dengan menyampaikan visi

dan misi yang seandainya terpilih nanti maka dirinya akan menampung

aspirasi masyarakat yang berasal dari daerah pilihannya yaitu Banyumas dan

Cilacap; -----------------------------------------------------------------------------

- Demikian pula dnegan terdakwa TRI MULYONO juga melakukan orasi

sekitar 10 menit yang isinya sama yakni memperkenalkan diri sebagai Caleg

DPRD Kab. Banyumas dari Partai Gerindra nomor urut 2 Daerah Pemilihan

1 dan mengajak untuk memilihnya pada Pemilu Tanggal 9 April 2009

dengan menyampaikan visi dan misi yakni seandainya terpilih nanti maka

dirinya akan menampung aspirasi masyarakat Grumbul Karang Tengah

berupa pemekaran Desa Karang Tengah; --------------------------------------

- Padahal sesuai dengan Keputusan KPU Kab. Banyumas No. 01/Pileg/2008

Tanggal 30 Desember 2008 tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi Kampanye

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kab.

Banyumas Tahun 2009 telah diatur jadwal kampanye yakni pada tanggal 16-

22 Februari 2009 di Daerah Pemilihan 8 (Kab. Banyumas dan Kab. Cilacap)

adalah bukan merupakan jadwal kampanye untuk Caleg DPR-RI dari Partai

Gerindra. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Caleg DPR-RI nomor urut

2 dari Partai Gerindra yaitu Sadar Subagyo tidak berhak untuk melakukan

kampanye di daerah Banyumas; -------------------------------------------------

- Demikian pula terdakwa TRI MULYONO selaku Caleg DPRD Kab.

Banyumas sesuai dengan keputusan KPU Kab. Banyumas No. 1/Pileg/2008

Tanggal 30 Desember 2008 pada tanggal 16-22 Februari 2009 seharusnya

terdakwa melakukan kampanye di daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang

meliputi daerah Jatilawang, Rawalo, Kebasen, Patikraja dan Purwojati,

namun terdakwa TRI MULYONO justru melakukan kampanye di Grumbul

Karang Tengah Desa Jambu Rt 01 Rw 09 Kec. Wangon Kab. Banyumas

yang termasuk daerah pemilihan Banyumas 1 (satu) yang meliputi wilayah

Page 135: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

123 

 

Lumbir, Wangon, Ajibarang, Gumelar dan Pekuncen sehingga dengan

demikian perbuatan terdakwa TRI MULYONO dan SADAR SUBAGYO

telah melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh

KPU; --------------------------------------------------------------------------------

- Perbuatan mereka para terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 269 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,

DPD dan DPRD jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; ----------------------------

III. Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 19 Maret 2009

No.Reg.Perk;PDM-02/PKRTO/Pemilu/2009 yang pada pokoknya menuntut

Terdakwa sebagai berikut; ------------------------------------------------------------

1. Menyatakan terdakwa TRI MULYONO terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana bersama-sama melakukan

kempanye di luar jadwal waktu sebagaimana diatur dan diancam pidana

Pasal 269 UU Nomor : 10 Tahun 2008 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa TRI MULYONO dengan pidana

penjara selama 3 (tiga) bulan dengan perintah agar para terdakwa segera

menjalani hukuman dan denda sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah)

subsidir 1 (satu) bulan kurungan pengganti; ---------------------------------

3. Menyatakan barang bukti berupa; ---------------------------------------------

- Dua lembar surat undangan tetap terlampir dalam berkas perkara; ---

- Satu buah mix dan satu buah amplifier dikembalikan kepada yang

berhak; ------------------------------------------------------------------------

4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.

2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah); ------------------------------------------

IV. Salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Tanggal 23 Maret 2009

Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt., dalam perkara terdakwa yang amarnya

berbunyi sebagai berikut: -------------------------------------------------------------

1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO

terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana; ----------------------

Page 136: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

124 

 

2. Melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum

atau ontslaag van ale rechtvervolging; -----------------------------------------

3. Menetapkan barang bukti; --------------------------------------------------------

Surat undangan sebanyak dua lembar dikembalikan kepada Ketua

Penyelenggara yaitu saksi Dani Salimin; --------------------------------

Amplifier sebanyak satu buah dan mix sebanyak satu buah

dikembalikan kepada Tuhadiyanto; ---------------------------------------

4. Membebankan biaya pekara kepada Negara; ----------------------------------

V. Akta permintaan Banding Nomor : 7/Akta.Pid/2009/PN.Pwt., yang dibuat da

ditanda tangani oleh Panitera Pengadilan Negeri Purwokerto yang isinya

menerangkan bahwa pada tanggal 25 Maret 2009 Jaksa Penuntut Umum

mengajukan permintaan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri

Purwokerto Tanggal 23 Maret 2009 Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt dan

permintaan banding tersebut telah diberitahukan kepada terdakwa melalui

Penasehat Hukumnya Arif Budi Cahyono, SH., pada tanggal 27 Maret 2009;

VI. Memori bading dari Jaksa Penuntut Umum tertanggal 25 Maret 2009 yang

diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 27 Maret 2009,

dan memori banding tersebut telah diberitahukan dan diserahkan dengan cara

seksama kepada terdakwa melalui Penasehat Hukumnya Arif Budi Cahyono, SH

tanggal 27 Maret 2009; ---------------------------------------------------------------

VII. Kontra memori banding dari Penasihat Hukum terdakwa tertanggal 27 Maret

2009 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 30

Maret 2009, dan Kontra memori banding tersebut telah diberitahukan dan

diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum tanggal 30 Maret 2009; -------------

VIII. Surat pemberitahuan untuk mempelajari berkas perkara tertanggal tidak ada

Maret 2009 yang isinya memberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk

mempelajari berkas perkara banding di Kepaniteraan Pengadilan Negeri

Purwokerto sebelum berkas perkara tersebut dikirim ke Pengadilan Tinggi

Semarang; -------------------------------------------------------------------------------

Page 137: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

125 

 

Menimbang, bahwa permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum telah

diajukan dalam tenggang waktu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 255 Undang-

Undang RI No. 10 tahun 2008 khususnya ayat (2), maka permintaan banding tersebut

dapat diterima; -------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa terhadap putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal

23 Maret 2009 Nomor: 02/Pid.S/2009/PN.Pwt di mana terdakwanya diputus lepas

dari segala tuntutan hakim, sedangkan Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya

hukum banding, dalam hal ini apakah Pengadilan Tinggi Semarang berwenang untuk

memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini; ----------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 252, 254, 255 dan Pasal 256

UU RI No. 10 Tahun 2008 jo Surat Ketua Mahkamah Agung RI Tanggal 17 Maret

2009 No. 030/KMA/III/2009 yang ditujukan kepada Jaksa Agung RI di Jakarta

periha; permohonan Fatwa atas ketentuan Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD angka 4, angka 6, Majelis Hakim

Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa Pengadilan Tinggi Semarang berwenang untuk

memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, karena mengacu dari ketentuan di

atas dalam hal putusan pengadilan tingkat pertama berupa putusan bebas dalam

konteks Undang-Undang No. 10 Tahun 2008, maka upaya hukum yang ditempuh

oleh Jaksa Penuntut Umum adalah “banding”, dan hal inipun berlaku pula terhadap

putusan lepas dari segala tuntutan hukum; -----------------------------------------------

Dan putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan terakhir dan mengikat

serta tidak ada upaya hukum lain; ---------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi membaca dan

mempelajari dengan seksama berkas perkara, berita acara sidang, salinan resmi

putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009 Nomor:

02/Pid.S/PN.Pwt, serta memori banding dari Jaksa Penuntut Umum, kontra memori

banding dari Penasihat Hukum Terdakwa, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi

sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama dalam putusannya

Page 138: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

126 

 

bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa TRI MULYONO terbukti tetapi

perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, oleh karena itu terdakwa

dilepaskan dari segala tuntutan hukum, dan pertimbangan Hakim tingkat pertama

tersebut dapat disetujui serta diambil alih untuk dijadikan sebagai pertimbangan

Pengadilan Tinggi sendiri dalam memutus perkara ini di tingkat banding; ----------

Menimbang, bahwa sehubungan dengan penerapan ketentuan Pasal 1 ayat (2)

KUHP dalam perkara ini, juga berdasarkan Yurisprodensi yaitu : Putusan HOGE

RAAD tanggal 27 Oktober 1902, Nomor : 7823 menentukan bahwa jika sesuatu

peraturan itu telah diganti dengan suatu peraturan yang baru sehingga peraturan yang

lama itu telah kehilangan kekuatan hukumnya, untuk diperlakukan sebelum perkara

itu diadili, maka tersangka/terdakwa tidak dapat dihukum. Kiranya Yurisprodensi ini

masih relevan; --------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa oleh karena putusan Majelis Hakim tingkat pertama

sudah tepat dan benar, maka untuk memori banding dari Jaksa Penuntut Umum tidak

perlu dipertimbangkan lagi; ----------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka

putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009 Nomor :

02/Pid.S/2009/PN.Pwt, dapat dipertahankan dalam tingkat banding dan haruslah

dikuatkan; -------------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa akan dinyatakan lepas dari segala

tuntutan hukum maka biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan dibebankan

kepada Negara; -------------------------------------------------------------------------------

Mengingat Pasal 241 ayat (1), Pasal-Pasal lain dalam Undang-Undang RI

No.8 tahun 1981 tentang KUHP, Pasal 252, Pasal 254, Pasal, 255, Pasal-Pasal lain

dalam Undang-Undang RI No. 10 tahun 2008, Surat Ketua Mahkamah Agung

Republik Indonesia tanggal 17 Maret 2009 No. 030/KMA/III/2009, Pasal 1 ayat (2)

KUHP, dan ketentuan hukum lain yang berlaku; ----------------------------------------

Page 139: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

127 

 

MENGADILI

- Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umuml; ---------------------

- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret 2009

Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt, yang dimintakan banding; ----------------------

- Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada Negara; --

Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim

Pengadilan Tinggi Semarang pada hari JUMAT, tanggal 3 April 2009 oleh Kami I

WAYAN PADANG PUDJAWAN, SH., Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Semarang

sebagai Ketua Majelis dengan NY. KOES WIDAYATI, SH dan H. SYAMSUL

BACHRI BAPUTUA, SH., Hakim Pengadilan Tinggi Semarang sebagai Hakim-

Hakim Anggota, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Semarang tanggal

31 Maret 2009 Nomor: 129/PEND.PID/2009/PT.SMG., ditunjuk untuk memeriksa

dan mengadili perkara tersebut untuk umum oleh Hakim Ketua dengan dihadiri

Hakim-Hakim Anggota serta SUTRISNO, SH., Panitera Pengganti pada Pengadilan

Tinggi tersebut, tanpa dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa; ---------------

Hakim Anggota

Ttd

NY. Hj. KOES WIDAYATI, SH

Ttd

H. SYAMSUL BACHRI BAPATUA, SH

Ketua Majelis

Ttd

I WAYAN PADANG PUDJAWAN, SH

Panitera Pengganti:

Ttd

SUTRISNO, SH

UNTUK SALINAN/TURUNAN RESMI

Page 140: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

128 

 

PUTUSAN PENGADILAN TINGGI SEMARANG

PANITERA

H. SAHRUDDIN SAMAD, SH

NIP. 040 044 959

PUTUSAN

Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Kbm

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Pengadilan Negeri Kebumen yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara

pelanggaran Pidana Pemilu dengan acara pemeriksaan singkat, telah menjatuhkan

putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa:

Nama : SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH;

Tempat lahir : Kebumen;

Umur/tanggal lahir : 44 tahun/13 Oktober 1965;

Jenis kelamin : Perempuan;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Desa Ngabean Rt 04 Rw I, Kecamatan Mirit, Kabupaten

Kebumen;

Agama : Islam;

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga;

Terdakwa tidak didampingi oleh Penasihat Hukum;

Page 141: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

129 

 

Terdakwa tidak ditahan;

Majelis Hakim Pengadilan Negara tersebut;

Setelah membaca:

1. Pendapatan Ketua Pengadilan Negeri Kebumen tanggal 09 Februari 2009 No :

01/Pen.Pid.S/Pidlu/2009/PN.Kbm., tentang penunjukkan Majelis Hakim yang

mengadili perkara ini;

2. Berkas perkara atas nama terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH beserta

seluruh lampirannya;

Setelah mendengar catatan Penuntut Umum;

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa;

Setelah melihat dan memperhatikan barang bukti yang diajukan

dipersidangan;

Setelah mendengar tuntutan pidana yang disampaikan oleh Penuntut Umum

yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini

agar memutuskan:

1. Menyatakan terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dan

diancam dalam Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 dalam dakwaan tunggal;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH

selama 9 (sembilan) bulan dan denda sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah)

subsider 4 (empat) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa ditahan;

3. Menyatakan barang bukti berupa:

1 (satu) buah stiker bergambar Caleg Nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang

an Triyono; dirampas untuk tetap dilampirkan dalam berkas perkara ini.

4. Menetapkan supaya terdakwa SITI ROKHYAH binti SUBAWEH dibebani

membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah);

Page 142: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

130 

 

Setelah mendengar permohonan terdakwa melalui pembelaan (pledoi) yang

pada pokoknya:

1. Banyak layakkah keberadaan terdakwa yang bukan calon legistatif dan juga

bukan sebagai anggota dari Tim Kampanye untuk menjadi subjek/terdakwa di

dalam satu kasus pelanggaran Pemilu; kalau tidak mohon Terdakwa dibebaskan;

2. Bahwa hasil pemeriksaan dari persidangan maka jelas dan tegas bahwa Terdakwa

tidak terbukti telah dengan sengaja membagikan kartu pengenal tetapi hanya

melayani permintaan dari para anggota Yasinan yang lain dengan tanpa diniatkan

sebelumnya bahkan para peserta Yasinan terbukti mengambil sendiri dan

mengedarkan sendiri di antara mereka; bahwa oleh karena tidak terbukti

membagikan secara sengaja maka dakwaan atas diri Terdakwa melanggar

aturan/UU Pemilu harus dibatalkan;

3. Bahwa di dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum tidak dapat dan tidak pernah

menghadirkan seorangpun saksi yang langsung dan atau mendengar secara

langsung peristiwa yang diperkarakan oleh karena itu apakah dengan demikian

sudah memadai untuk memenuhi syarart bagi pelaksanaan proses peradilan?

4. Bahwa barang bukti yang diajukan dalam perkara ini tidak jelas asal usulnya

sehingga dengan demikian apakah telah layak dan memenuhi syarat sebagai alat

bukti yang syah?

Menimbang, bahwa terhadap pembelaan terdakwa, Penuntut Umum tetap

pada tuntutannya begitu juga terdakwa tetap pada pembelaanya;

Menimbang, bahwa terdakwa oleh Penuntut Umum didakwa dengan dakwaan

sebagai berikut:

Bahwa Ia terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH pada hari Jum’at

tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu

tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat di Masjid At Thoyib Ngabean Rt

03 Rw I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen atau setidak-tidaknya pada suatu

tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen,

Page 143: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

131 

 

dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f,

huruf g, huruf h, huruf I, perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai

berikut:

- Mula-mula pada waktu tersebut di atas, ketika SITI ROKHAYAH binti terdakwa

lakukan dengan cara-cara sebagai berikut : SUBAWEH sedang melakukan

yasinan yang biasa dilakukan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I

Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen setiap hari Jum’at sehabis Sholat Jum’at

yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten

Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang maka kesempatan

tersebut telah dipergunakan oleh terdakwa SITI ROKHAYATI binti SUBAWEH

untuk melakukan kampanye dengan cara membagikan stiker bergambar suaminya

yang bernama TRIYONO sebagi calon anggota legistatif nomor urut 1 dari partai

Bulan Binatang Daerah Pemilihan 3 meliputi Wilayah Kecamatan Ambal,

Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan

Prembun kepada 10 (sepuluh) orang warga peserta yasinan tersebut padahal

pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah.

Melanggar Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Menimbang, bahwa atas pembacaan surat dakwaan tersebut terdakwa

menyatakan telah mengerti:

Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksi-saksi yang

diajukan oleh Penuntut Umum yang masing-masing menerangkan di bawah sumpah

pada pokoknya sebagai berikut:

1. Saksi SUSENO AKYO SUDIBYO

Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa;

Page 144: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

132 

 

Bahwa saksi adalah Ketua Pawaslucam Mirit dengan tugas pokok mengawasi

semua tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 di wilayah

Kecamatan Mirit;

Bahwa saksi selaku Ketua Panwaslucam pada hari Senin tanggal 19 Januari

2009 mendapat laporan dari Petugas Pengawas Lapangan (PPL) tentang

adanya dugaan pelanggaran Pemilu dalam bentuk membagi-bagikan stiker

bergambar caleg nomor urut 1 dapil 3 pada acara Yasinan di Masjid At

Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit;

Bahwa mengenai peristiwa tersebut saksi tidak mengetahui secara langsung

hanya dari laporan yang masuk;

Bahwa setelah mendapat laporan tersebut saksi mengambil tindakan dengan

mencatat laporan tersebut dalam buku register laporan dan kemudian

memerintahkan kepada saksi Margiyatun selaku anggota Panwaslucam untuk

melakukan penyelidikan;

Bahwa kemudian berdasarkan laporan saksi Margiyatun setelah yang

bersangkutan menghubungi salah seorang anggota kelompok yasinan Masjid

At Thoyib di Desa Ngabean menerangkan bahwa ia telah menerima stiker

bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono

dari terdakwa Siti Rohayah pada acara yasinan rutin di Masjid At Thoyib;

Bahwa dari hasil penyelidikan tersebut saksi melakukan proses pengkajian

dengan anggota panwaslucam yang lainnya yaitu : sdri. Margiyatun dan sdr.

Chafaat Ismail untuk menentukan apakah kasus tersebut ada unsur tindak

pidananya sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2008 dari hasil

pengkajian tersebut disimpulkan telah terjadi pelanggaran pemilu tentang

pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah selanjutnya

dilakukan klarifikasi terhadap terdakwa;

Bahwa klarifikasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2009

bertempat di kantor Sekretariat Panwaslucam Mirit dan hasilnya bahwa

terdakwa Siti Rohayah pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 telah

Page 145: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

133 

 

membagikan kartu tanda gambar caleg nomor 1 Dapil 3 dari Partai Bulan

Bintang atas nama Triyono;

Bahwa terhadap temuan tersebut saksi melaporkan ke Polisi;

Bahwa terdakwa adalah isteri dari caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang

atas nama Triyono;

Bahwa menurut saksi kampanye adalah pengumpulan orang untuk

menyampaikan program misi dan visi partai atau caleg guna mendapat

dukungan;

Bahwa menurut keterangan terdakwa pada waktu proses klarifikasi terdakwa

setelah membagi kartu tanda gambar suaminya hanya menyampaikan pesan

mohon dukungan untuk suara suaminya (Triyono);

Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diperhatikan di persidangan;

Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa menyatakan

keberatan yaitu bahwa saksi tidak ada merasa membagikan stiker gambar caleg

nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang tetapi karena diminta anggota yasinan maka

saksi memberikannya;

2. Saksi CHASFAAT ISMAIL BIN ISMAIL

Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga;

Bahwa saksi adalah Anggota Panwaslucam Mirit dengan tugas pokok

mengawasi semua tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 di

wilayah Kecamatan Mirit;

Bahwa saksi selaku Anggota Panwaslucam mendapat laporan dari sdri. Hj.

Muryati tentang adanya dugaan pelanggaran pemilu dalam bentuk membagi-

bagikan stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 yang meliputi Kecamatan

Mirit, Kecamatan Prembun, Kecamatan Ambal, Kecamatan Bonorowo, dan

Kecamatan Padureso pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean

Kecamatan Mirit, Kebumen;

Bahwa mengenai peristiwa tersebut saksi tidak mengetahui secara langsung

hanya dari laporan yang masuk;

Page 146: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

134 

 

Bahwa saksi mendapat laporan pada hari Senin, 19 Januari 2009 sekira pukul

09.00 WIB di kantor kesekretariatan Kecamatan Mirit;

Bahwa laporan tersebut dicatat dalam buku register laporan dan kemudian

memerintahkan kepada saksi Margiyatun selaku anggota Panwaslucam untuk

melakukan penyelidikan;

Bahwa kemudian berdasarkan laporan saksi Margiyatun setelah yang

bersangkutan menghubungi salah seorang anggota kelompok Yasinan Masjid

At Thoyib di Desa Ngabean menerangkan bahwa ia telah menerima stiker

bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas nama Triyono

dari terdakwa Siti Rohayah pada acara Yasinan rutin di Masjid At Thoyib;

Bahwa dari hasil penyelidikan tersebut saksi melakukan proses pengkajian

dengan anggota Panwaslucam yang lainnya yaitu: sdri. Margiyatun dan sdr

Suseno Akyo Sudibyo untuk menentukan apakah kasus tersebut ada unsur

tindak pidananya sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2008 dari

hasil pengkajian tersebut disimpulkan telah terjadi pelanggaran pemilu

tentang pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah

selanjutnya dilakukan klarifikasi terhadap terdakwa;

Bahwa klarifikasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2009

bertempat di kantor Sekretariat Panwaslucam Mirit terhadap Sdri. Hj. Muryati

dan Sdr. Triyono serta terdakwa dan hasilnya bahwa terdakwa Siti Rohayah

pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekira pukul 15.30 WIB. Pada acara

Yasinan bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit

Kebumen, telah membagikan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai

Bulan Bintang atas nama Triyono;

Bahwa temuan tersebut kemudian dilaporkan ke Polisi;

Bahwa terdakwa adalah istri dari caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang

atas nama Triyono;

Bahwa menurut saksi arti kampanye adalah mengumpulkan orang untuk

menyampaikan visi Partai atau Caleg guna mendapat dukungan;

Page 147: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

135 

 

Bahwa menurut saksi terdakwa termasuk pelaksana kampanye karena menjadi

team sukses suaminya menjadi caleg;

Bahwa saksi tidak tahu apakah terdakwa sebagai team sukses suaminya

(Triyono) sudah terdaftar di KPU Kabupaten Kebumen;

Bahwa menurut saksi pesan yang disampaikan terdakwa setelah membagikan

stiker tersebut pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib pada pokoknya minta

dukungan jama’ah Yasinan terhadap suaminya (Triyono) yang mencalonkan

diri menjadi caleg DPRD II Kabupaten Kebumen;

Bahwa benar stiker yang menjadi barang bukti merupakan salah satu bentuk

kampanye;

Bahwa benar Hj. Muryati merupakan salah satu Jama’ah Yasinan pada saat

itu;

Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diperlihatkan di persidangan;

Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa menyatakan

keberatan yaitu bahwa saksi tidak ada merasa sengaja membagikan stiker gambar

caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang tetapi karena diminta anggota Yasinan

maka saksi memberikannya;

3. Saksi MARGIYATUN

Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga;

Bawa saksi adalah Anggota Panwaslucam Mirit dengan tugas pokok

mengawasi semua tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 di

wilayah Kecamatan Mirit;

Bahwa saksi selaku Anggota Panwaslucam Mirit mendapat laporan dari sdri.

Hj. Muryati tentang adanya dugaan pelanggaran pemilu dalam bentuk

membagi-bagikan stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 yang meliputi

Kecamatan Mirit, Kecamatan Prembun, Kecamatan Ambal, Kecamatan

Bonorowo dan Kecamatan Padureso pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib

Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kebumen;

Page 148: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

136 

 

Bahwa mengenai peristiwa tersebut saksi tidak mengetahui secara langsung

hanya dari laporan yang masuk;

Bahwa saksi mendapat laporan pada hari Senin, 19 Januari 2009 sekira pukul

09.00 WIB di kantor kesekretariatan Kecamatan Mirit;

Bahwa setelah ada laporan tersebut Ketua Panwaslucam yaitu saksi Suseno

Akyo Sudibyo menugaskan saksi selaku anggota Panwaslucam untuk

melakukan penyelidikan;

Bahwa kemudian saksi menghubungi salah seorang anggota kelompok

Yasinan Masjid At Thoyib di Desa Ngabean menerangkan bahwa ia telah

menerika stiker bergambar caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang atas

nama Triyono dari terdakwa Siti Rokhayah pada acara Yasinan rutin di

Masjid At Thoyib;

Bahwa dari hasil penyelidikan tersebut saksi melakukan proses pengkajian

dengan anggota Panwaslucam yang lainnya yaitu : sdr. Chasfaat dan sdr

Suseno Akyo Sudibyo untuk menentukan apakah kasus tersebut ada unsut

tindak pidananya sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2008 dari

hasil pengkajian tersebut disimpulkan telah terjadi pelanggaran Pemilu

tentang pelaksanaan kampanye dilarang dilakukan di tempat ibadah

selanjutnya dilakukan klarifikasi terhadap terdakwa;

Bahwa klarifikasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2009

bertempat di kantor Sekretariat Panwaslucam Mirit terhadap Sdri Hj. Muryati

dan Sdr. Triyono serta terdakwa dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara

Pemeriksaan yang ditandatangani oleh terdakwa yang terdakwa Siti Rohayah

pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekira pukul 15.30 WIB. Pada acara

Yasisnan bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit

Kebumen, telah membagikan stiker gambar caleg nomor 1 Dapil 3 dari Partai

Bulan Bintang atas nama Triyono;

Bahwa pada saat itu terdakwa telah mengakui perbuatannya namun bukan atas

perintah suaminya (Triyono) sambil memperlihatkan stiker gambar caleg

nomor 1 Dapil 3 dari Partai Bulan Bintang atas nama Triyono;

Page 149: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

137 

 

Bahwa terdakwa adalah istri dari caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang

atas nama Triyono;

Bahwa menurut saksi arti kampanye adalah mengumpulkan orang untuk

menyampaikan visi Partai atau caleg guna mendapat dukungan;

Bahwa pada waktu diklarifikasi terdakwa mengakui sebagai team sukses

suaminya yang menjadi caleg tetapi saksi tidak tahu apakah terdakwa sudah

terdaftar di KPU Kabupaten Kebumen;

Bahwa pesan yang disampaikan terdakwa setelah membagi-bagikan stiker

pada acara Yasinan di Masjid At Thoyib adalah pilihlah yang terbaik dan

mohon do’a restunya atas pencalonan caleg suaminya;

Bahwa pada saat kejadian sudah memasuki tahap kampanye non rapat

umum/tertutup;

Bahwa pelaksanaan kampanye sudah dibuatkan jadwa-jadwal tahapan

kampanye dari masing-masing partai dan KPUD;

Bahwa benar pembagian stiker seperti barang bukti yang diperlihatkan di

persidangan merupakan salah satu bentuk dari kampanye;

Bahwa saksi kurang memahami aturan untuk menjadi team sukses kampanye;

Bahwa benar team sukses bertindak sebagai pelaksana kampanye dan

dilengkapi dengan surat tugas;

Bahwa stiker yang telah dibagi adalah 23 (dua puluh tiga) sampai 25 (dua

puluh lima) orang;

Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diperlihatkan di persidangan;

Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut bahwa menyatakan

keberatan yaitu bahwa saksi tidak ada merasa sengaja membagikan stiker gambar

caleg nomor 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang tetapi karena diminta anggota Yasinan

maka saksi memberikannya;

4. Saksi TEGUH PURNOMO, SH, M.Hum. bin KAHONO

Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa;

Page 150: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

138 

 

Bahwa berdasarkan peraturan KPU No. 20 tahun 2008 untuk menindak lanjuti

Pasal 82 UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu, saat ini adalah tahapan

kampanye non rapat umum;

Bahwa kampanye non rapat umum dimulai dari tanggal 13 Juli 2008 sampai

dengan tanggal 5 April 2009;

Bahwa peraturan KPU No. 20 tahun 2008 diberlakukan tanggal 4 Juli 2008;

Bahwa peraturan KPU tersebut telah disosialisasikan sejak ditetapkan antara

lain lewat website www.KPU.go.id lalu dilanjutkan pembagian kepada para

ketua/pimpinan Parpol tingkat nasional dan daerah serta ditempel/dipasang

pada papan warta pengumuman kantor KPU;

Bahwa bentuk yang dimaksud kampanye non rapat umum adalah : pertemuan

terbatas, pertemuan tatap muka, media masa cetak dan elektronik, penyebaran

bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum dan

kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan

perundang-undangan;

Bahwa yang dimaksud dengan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan

kampanye dan peraturan perundang-undangan adalah acara ulang

tahun/milad, kegiatan sosial dan budaya, perlombaan olahraga, istighotsah,

jalan santai, tabligh akhbar, kesenian, bazaar dan tidak dibenarkan dalam

bentuk rapat umum;

Bahwa benar pembagian stiker di tempat ibadah dilarang sesuai dengan

peraturan KPU No. 19 tahun 2008;

Bahwa jadwal kampanye non rapat umum Partai Bulan Bintang bersamaan

dengan partai lain yaitu tanggal 8 Desember 2008, 14 Desember 2008 s/d 8

Januari 2009 dan 16 Februari 2009;

Bahwa pelaksanaan kampanye harus ada izin kepada polisi dengan tembusan

kepada KPUD dan Panwas Kabupaten;

Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa mengatakan

belum tahu tentang adanya aturan tersebut;

Page 151: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

139 

 

Menimbang, bahwa di persidangan telah didengar keterangan terdakwa yang

pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

Bahwa benar di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit

Kabupaten Kebumen setiap hari Jum’at sehabis Sholat Jum’at biasa

dilakukan Yasinan yang diikuti oleh Ibu-Ibu warga Desa Ngabean Kecamatan

Mirit Kabupaten Kebumen;

Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00

WIB bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean RT 03 Rw I Kecamatan

Mirit Kabupaten Kebumen seperti biasanya sedang melakukan Yasinan yang

diikuti oleh Ibu-Ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten

Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang;

Bahwa benar pada acara Yasinan tersebut terdakwa turut menghadirinya;

Bahwa benar sebelum berangkat ke Masjid tersebut, dengan disimpan dalam

tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya

yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari

Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi Kecamatan Ambal,

Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan

Kecamatan Prembun;

Bahwa benar pada saat acara Yasinan tersebut, terdakwa membuka tas untuk

mengambil uang sebanyak Rp. 500 untuk keperluan kas, di mana pada saat

terdakwa membuka tas, beberapa ibu-ibu melihat stiker dalam tas terdakwa

dan kemudian ibu-ibu tersebut meminta stiker tersebut;

Bahwa atas permintaan ibu-ibu tersebut, terdakwa memberikan kepada salah

seorang ibu peserta Yasinan selanjutnya sisa stiker tersebut diletakkan di

samping terdakwa namun diminta dan diambil oleh ibu-ibu peserta Yasinan

kecuali Ibu Muryati;

Bahwa terdakwa sama sekali tidak bermaksud untuk membagi-bagi stiker

tersebut kepada peserta Yasinan dan adapun terdakwa membawa beberapa

stiker tersebut hanya persediaan saja;

Page 152: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

140 

 

Bahwa adapun stiker gambar caleg yang beredar tersebut kepada sekitar 10

(sepuluh) orang dari kelompok Yasinan antara lain kepada Bu …

Bahsa Sdr. Triyono caleg nomor urut 1 Dapil 3 dari Partai Bulan Bintang

adalah suami terdakwa;

………terdakwa mendukung dan berusaha untuk mensukseskan suaminya

yaitu sdr. Triyono menjadi seorang anggota legislatif di Kabupaten Kebumen;

Bahwa pada saat itu terdakwa tidak tahu kalau kampanye di tempat ibadah,

gedung/kantor pemerintah, di sekolah adalah tidak dibenarkan;

Bahwa karena sdr. Triyono adalah suami dari terdakwa maka terdakwa

mendapatkan stiker gambar caleg di rumah terdakwa sendiri;

Bahwa stiker gambar tersebut disimpan di dalam tas terdakwa dan dibawa

oleh terdakwa bepergian kemanapun;

Bahwa terdakwa tidak diperintahkan oleh sdr. Triyono untuk mengambil dan

membagikan stiker gambar caleg an. Triyono kepada kelompok Yasinan

Masjid At Thoyib Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen;

Menimbang, bahwa terdakwa telah pula mengajukan saksi ad charge di

persidangan yang keterangannya di bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut:

Saksi IBU MANIS

Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00

WIB, bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan

Mirit Kabupaten Kebumen ada acara rutin Yasinan myang dihadiri sekitar 20

orang;

Bahwa saksi adalah anggota tetap pengajian Yasinan di Masjid At Thoyib

Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen begitu

juga terdakwa yang bertugas mengumpulkan uang iuran Rp. 500,- (lima ratus

rupiah);

Bahwa ketika terdakwa sedang mengumpulkan uang iuran Rp. 500,- / orang

dan akan menyimpan uang tersebut ke dalam tas salah seorang peserta

Yasinan yang bernama Bu Satar melihat stiker bergambar suami terdakwa

Page 153: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

141 

 

yang bernama Triyono sebagai caleg no urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang

sehingga Bu Satar memintanya yang diikuti ibu-ibu lainnya oleh terdakwa

stiker tersebut dikeluarkan dari tas dan diletakkan begitu saja sehingga ibu-ibu

yang berada disitu mengambilnya sendir;

Bahwa saksi tidak ada mendengar terdakwa mengucapkan apapun

sehubungan dengan pencalonan suaminya karena begitu selesai membayar

iuran acara dilanjutkan pengajian Yasinan;

Bahwa semua anggota Yasinan mendapat stiker gambar tersebut keculai Hj.

Muryati;

Menimbang, bahwa di persidangan telah diajukan barang bukti berupa: 1

(satu) buah stiker bergambar caleg nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an

Triyono;

Menimbang, bahwa dengan adanya keterangan saksi dihubungkan dengan

keterangan terdakwa serta saksi A de charge dan dengan adanya barang bukti, maka

Majelis Hakim telah memperoleh fakta hukum yang secara yuridis relevan dengan

dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu sebagai beriku:

Bahwa benardi Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit

Kabupaten Kebumen setiap hari Jum’at sehabis sholat Jum’at biasa dilakukan

Yasinan yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit

Kabupaten Kebumen;

Bahwa benar suami terdakwa bernama Triyono telah mencalonkan diri

sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan Bintang

Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit,

Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun;

Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekitar u114.00 WIB

bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw I Kecamatan Mirit

Kabupaten Kebumen seperti biasanya sedang melakukan Yasinan yang diikuti

oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen

sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima) orang;

Page 154: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

142 

 

Bahwa benar pada acara Yasinan tersebut terdakwa turut menghadirinya;

Bahwa benar sebelum berangkat ke Masjid tersebut, dengan cara disimpan

dalam tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar

suaminya yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut

1 dari Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan

Ambal, Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan

Kecamatan Prembun;

Bahwa benar pada saat Yasinan tersebut, terdakwa membuka tas untuk

mengambil uang sebanyak Rp. 500,- (lima ratus rupiah) untuk keperluan kas,

di mana pada saat terdakwa membuka tas, beberapa ibu-ibu melihat stiker

dalam tas terdakwa dan kemudian ibu-ibu tersebut meminta stiker tersebut;

Bahwa atas permintaan ibu-ibu tersebut, terdakwa memberikan kepad seluruh

ibu-ibu peserta Yasinan kecuali kepada seorang peserta yaitu Hj. Muryati.

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut di atas, Majelis

Hakim akan mempertimbangkan Dakwaan Penuntut Umum;

Menimbang, bahwa terdakwa dihadapkan ke depan persidangan oleh Penuntut

Umum dengan Dakwaan tunggal melanggar Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. ….

3. Melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 84 ayat (1) huruf, a, b, c, d, e, f, g; h; I;

Unsur Kesatu “setiap orang”

Menimbang, bahwa unsur “setiap orang” menunjukkan adanya subjek …yang

didakwakan terhadap dirinya, maka dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana

yang didakwakan terhadap dirinya;

Page 155: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

143 

 

Menimbang, bahwa oleh karena itu pula, dalam membuktikan unsur “setiap

orang” tersebut di dalam Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 Majelis Hakim akan

mempertimbangkan setelah unsur-unsur lainnya dipertimbangkan terlebih dahulu;

Unsur Kedua “dengan sengaja”

Menimbang, bahwa unsur sengaja dapat diartikan bahwa sipelaku

menyadari/menghedaki suatu akibat dari perbuatannya;

Menimbang, bahwa dengan pengertian di atas dihubungkan dengan perkara

ini maka dimaksudkan adalah bahwa terdakwa menyadari dan menghendaki suatu

kampanye yang dilaksanakan di rumah ibadah berupa perbuatan penyebaran bahan

kampanye kepada umum;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum antara lain bahwa pada hari

Jum’at tanggal 16 Januari 2009 sekita u114.00 WIB bertempat di Masjid At Thoyib

Desa Ngabean Rt 03 RW I Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen seperti biasanya

sedang melakukan Yasinan yang diikuti oleh ibu-ibu warga Desa Ngabean

Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen sebanyak kurang lebih 25 (dua puluh lima)

orang;

Bahwa pada acara Yasinan tersebut terdakwa turut menghadirinya;

Bahwa benar sebelum berangkat ke Masjid tersebut, dengan cara disimpan

dan dalam tasnya, terdakwa membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya

yang bernama Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan

Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal, Kecamatan Mirit,

Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan Kecamatan Prembun;

Bahwa benar pada saat acara Yasin tersebut, beredar stiker kepada peserta

Yasinan kecuali kepada seorang peserta yaitu Hj. Muryati;

Page 156: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

144 

 

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut maka yang menjadi

pertanyaan adalah apakah dengan beredarnya stiker dimaksud di atas merupakan

suatu kehendak yang timbul dari terdakwa?

Menimbang, bahwa saksi Suseno Akyo Sudibyo, saksi Chasfaat Ismail dan

saksi Margiyatun di persidangan memberikan keterangan bahwa saksi-saksi tidak

mengetahui peristiwa tersebut secara langsung, bahwa semua yang diterangkan di

persidangan berawal dari laporan Hj. Muryati yang melaporkan bahwa hari Jum’at

tanggal 16 Januari 2009 sekitar pukul 14.00 WIB, bertempat di Masjid At Thoyib

Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen terdakwa telah

memberikan stiker gambar caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang an. Triyono

kepada sekitar 10 (sepuluh) orang kepada kelompok Yasinan, bahwa terdakwa juga

minta do’a restu dan dukungannya pada saat membagikan stiker gambar caleg No. 1

Dapil 3 Partai Bulan Bintang an. Triyono tersebut;

Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini semua saksi adalah dari

Panitia Pengawas Pemilu dan bukan dari saksi yang melihat sendiri atau yang

mengalami sendiri atau mendengar sendiri akan peristiwa ini maka Majelis Hakim

perlu mempertimbangkan nilai dari hasil kajian Panitia Pengawas Pemilu mengenai

adanya tindak pidana pelanggaran Pemilu;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 247 ayat 6 Undang-Undang

Nomor 10 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa dalam hal laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 terbukti kebenarannya, Bawaslu, Panwaslu, Propinsi, Panwaslu

Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas

Pemilu Luar Negeri Wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah

laporan diterima;

Menimbang, bahwa sekalipun laporan yang diterima oleh Panwas Kecamatan

yang selanjutnya atas hasil kajian Panwas Kecamatan laporan tersebut dinilai terbukti

kebenarannya akan tetapi untuk membuktikan apakah terdakwa bersalah haruslah

Page 157: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

145 

 

tetap mengacu kepada ketentuan KUHAP khususnya Pasal 183 KUHAP yaitu apabila

terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;

Menimbang, bahwa menurut Pasal 184 salah satu alat bukti tersebut adalah

keterangan saksi yaitu salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa

keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat

sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu;

Menimbang, bahwa di dalam perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi dari

Panitia Pengawas Kecamatan Mirit yang di persidangan memberikan keterangan di

mana keterangan para saksi tersebut bukanlah atas pengetahuan sendiri, bukan

mendengar sendiri atau melihat sendiri dan bukan mengalami sendiri akan tetapi

adalah hasil informasi dari pihak lain sehingga keterangan saksi dari Panitia

Pengawas Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan

saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185

ayat (5) KUHAP) sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan bahwa yang diperkuat dengan

keterangan saksi Bu Manis diperoleh fakta hukum antara lain pada tanggal 16 Januari

2009 sekitar pukul 14.00 WIB, bertempat di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03

Rw 01 Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen ada acara rutin Yasinan yang dihadiri

sekitar 20 orang termasuk terdakwa, bahwa saksi Bu Manis adalah anggota tetap

pengajian Yasinan di Masjid At Thoyib Desa Ngabean Rt 03 Rw 01 Kecamatan Mirit

Kabupaten Kebumen begitu juga terdakwa yang bertugas mengumpulkan uang iuran

Rp. 500,- (lima ratus rupiah) / orang dan akan menyimpan uang tersebut ke dalam tas

salah seorang peserta Yasinan yang bernama Bu Satar melihat stiker bergambar

suami terdakwa yang bernama Triyono sebagai caleg no urut 1 Dapil 3 Partai Bulan

Bintang sehingga Bu Satar memintanya yang diikuti ibu-ibu lainnya oleh terdakwa

stiker tersebut dikeluarkan dari tas dan diletakkan begitu saja sehingga ibu-ibu yang

berada disitu mengambilnya sendiri dan saksi Bu Manis tidak ada mendengar

Page 158: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

146 

 

terdakwa mengucapkan apapun sehubungan dengan pencalonan suaminya karena

begitu selesai membayar iuran acara dilanjutkan pengajian Yasinan sampai selesai;

Menimbang, berdasarkan fakta-fakta tersebu di atas Majelis berpendapat

unsur kesengajaan atas perbuatan terdakwa tidaklah dapat dibuktikan karena

terdakwa tidak bermaksud untuk membagikan stiker gambar caleg no. 1 Dapil 3

Partai Bulan Bintang an Triyono dan terdakwa tidak terbukti mengucapkan kata-kata

yang bertujuan agar para peserta Yasinan memilih suaminya (Triyono) sebagai caleg

No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang;

Menimbang, bahwa acara pada haru Jum’at tanggal 16 Januari 2009 adalah

acara rutin pengajian Yasinan yang diselenggarakan tiap hari Jum’at oleh ibu-ibu di

wilayah tersebut dan bukan disengaja untuk melakukan kampanye;

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “dengan sengaja” tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan unsur

“setiap orang”;

Menimbang, bahwa selanjutnya yang dimaksud dengan unsur “setiap orang”

dalam Pasal ini menunjuk kepada Pasal 84 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 yaitu

pelaksana, peserta, petugas kampanye;

Menimbang, bahwa berdasarkan catatan Penuntut Umum tidak secara tegas

menyebutkan status terdakwa apakah pelaksana, peserta atau petugas kampanye akan

tetapi hanya menyebutkan bahwa terdakwa adalah isteri dari Triyono yang

merupakan caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang;

Menimbang, bahwa oleh karena itu selanjutnya Majelis akan

mempertimbangkan apakah terdakwa dalam perkara ini termasuk kategori pelaksana,

peserta atau petugas kampanye;

Page 159: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

147 

 

Menimbang, bahwa majelis akan mempertimbangkan apakah terdakwa masuk

dalam kategori pelaksana kampanye;

Menimbang, berdasarkan Pasal 78 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 merupakan

pengertian bahwa yang dimaksud dengan pelaksana kampanye pemilu terdiri atas

pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota,

juru kampanye, orang – seorang, dan organisasi yang ditunjuk peserta pemilu anggota

DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Teguh Purnomo, SH., yang

Ketua KPU Kabupaten Kebumen yang menerangkan bahwa pelaksana kampanye

kategori orang seorang sebagaimana yangdiatur Pasal 78 ayat (1) UU No 10 tahun

2008 adalah setiap orang di luar tim kampanye yang ditunjuk oleh peserta Pemilu dan

berdasarkan Pasal 79 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 bahwa pelaksana kampanye

seharusnya didaftarkan di KPU;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Teguh Purnomo, SH bahwa KPU

Kabupaten Kebumen saat ini baru menerima satu Partai yang mendaftarkan pelaksana

kampanyenya dari 22 Partai yaitu Partai Golkar;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Margiyatun bahwa setelah

ada laporan masuk ke Panwascam Kecamatan Mirit dilakukan pengecekan ke KPU

Kabupaten Kebumen apakah terdakwa termasuk dalam pelaksana kampanye tetapi

terdakwa tidak terdaftar di KPU Kebumen;

Menimbang, berdasarkan hal tersebut di atas maka majelis berkesimpulan

terdakwa bukanlah masuk dalam kategori pelaksana kampanye;

Menimbang, bahwa selanjutnya majelis akan mempertimbangkan apakah

terdakwa termasuk dalam kategori pekersta kampanye;

Menimbang, bahwa pengertian peserta kampanye menurut Pasal 78 ayat (3)

UU No. 10 tahun 2008 terdiri atas anggota masyarakat;

Page 160: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

148 

 

Menimbang, bahwa dikatakan menjadi peserta kampanye apabila ada suatu

penyelenggara kampanye yang diadakan pelaksana kampanye;

Menimbang, bahwa dalam perkara ini tidak terbukti adanya kampanye

sebagaimana dipertimbangkan dalam unsur “dengan sengaja”, bahwasanya acara

pada hari Jum’at tanggal 16 Januari 2009 adalah acara pengajian Yasinan yang secara

rutin diselenggarakan tiap hari Jum’at;

Menimbang, berdasarkan hal tersebut majelis berkesimpulan terdakwa juga

tidak termasuk dalam kategori sebagai peserta kampanye;

Menimbang, bahwa majelis akan mempertimbangkan apakah terdakwa

termasuk dalam kategori petugas kampanye;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 78 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2008

yang dimaksud dengan petugas kampanye terdiri atas seluruh petugas yang

memfasilitasi pelaksanaan kampanye;

Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas oleh karena pada hari

Jum’at tanggal 16 Januari 2009 adalah acara rutin pengajian Yasinan dan bukan acara

kampanye, maka tidak ada pembentukan petugas-petugas kampanye;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Majelis

berkesimpulan terdakwa bukanlah subyek hukum baik sebagai pelaksana, peserta

maupun petugas kampanye sebagaimana yang diatur dalam Pasal 84 ayat (1) UU No.

10 Tahun 2008;

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “setiap orang” juga tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur-unsur yang didakwakan oleh

Jaksa Penuntut Umum tidak terpenuhi maka Majelis Hakim berkeyakinan bahwa

terdakwa tidak terbukti secara sah and meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

dalam dakwaan tersebut;

Page 161: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

149 

 

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan tersebut maka

terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum;

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa;

1 (satu) buah stiker bergambar caleg nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan

Bintang an Triyono; tetap terlampir dalam berkas perkara;

Menimbang, bawa oleh karena terdakwa dibebaskan dari dakwaan Jaksa

Penuntut Umum, maka biaya perkara dibebankan kepada negara;

Menimbang, bahwa karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana

sebagaimana yang didakwakan maka harus dipulihkan hak terdakwa dalam

kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;

Mengingat, Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan-peraturan lain yang bersangkutan;

MENGADILI:

1. Menyatakan terdakwa SITI ROKHAYAH BINTI SUBAWEH tersebut di atas tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“Pelanggaran Pelaksanaan Kampanye Pemilu” sebagaimana dakwaan Jaksa

Penuntut Umum;

2. Membebaskan terdakwa SITI ROKHAYAH binti SUBAWEH oleh karena itu dari

dakwaan Jaksa Penuntut Umum;

3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta

martabatnya;

4. memerintahkan agar barang bukti berupa:

Page 162: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

150 

 

1 (satu) buah stiker bergambar caleg nomor urut 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang

an Triyono, tetap terlampir dalam berkas perkara;

5. Membebankan biaya perkara ini kepada negara;

Dengan diputuskan dalam rapat Musyawarah Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Kebumen pada HARI SELASA TANGGAL 17 PEBRUARI 2009 oleh kami

BARMEN SINURAT, SH. selaku Ketua Majelis, BAMBANG SUNANTO, SH dan

RIYA NOVITA, SH. Masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana

diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh

Hakim Ketua Majelis tersebut didampingi oleh Hakim-Hakim Anggota dengan

dibantu oleh PURWATNO sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri

tersebut, serta dihadiri oleh AJI SUSANTO, SH Jaksa Penuntut Umum pada

Kejaksaan Negeri Kebumen dan dihadapkan terdakwa.

HAKIM ANGGOTA,

Ttd

BAMBANG SUNANTO, SH.

Ttd

RIYA NOVITA, SH

HAKIM KETUA,

Ttd

BARMEN SINURAT, SH

PANITERA PENGGANTI,

Ttd

PURWATNO

Page 163: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

151 

 

P U T U S A N

No : 02 /Pid.S/PIDLU/20091PN.Kbm

" DEMI KEADILAN BERGASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA "

Pengadilan Negeri Kebumen yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara

Pelanggaran pidana Pemilu dengan acara pemeriksaan secara singkat telah rrienjatuhkan

putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa : ---------------------------------------------

Nama Lengkap : GITO PRASETYO, ST bin MUFID ;

Tempat Lahir : Kebumen ;

Umur/Tgi. Lahir : 38 Tahunl,1 April 1971 ;

Jenis Kelamin :Laki-laki ;

Kebangsaan : Indonesia ;

Tempat tinggal : Gang Tumbakkeris RT 01 RW Ill Desa Petanahan Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen ;

Agama : Islam ;

Pekerjaan : Anggofa DPRD kabupaten Kebumen ;

Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum Anita Nosa, SH, MH Advokat-

Pengacara dari Kantor Advokat Anita Nosa, SH, MH dan Rekan yang beralamat di Griya

Wahyu Permai Blok A No. 2 Pajagoan, Kebumen, berdasarkan surat kuasa khusus

No.SKK/08/ll/2009 tertanggal 11 februari 2009 dan telah terdaftar di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Kebumen No : 03/SK/2009/PN Kbm tertanggal 12 Februari 2009 ; -

Terdakwa tidak ditahan; ------------------------------------------------------------------

Pengadilan Negeri tersebut ; ------------------------------------------------------------

Setelah membaca : ------------------------------------------------------------------------

Page 164: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

152 

 

Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Kebumen tanggal 11 Februari 2009 No :

Pen.Pid/2009/Pn.Kbm tentang penunjukan Majelis Hakim yang mengaaoi perkara ini

; ------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Berkas perkara atas nama terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID GITO

PRASETYO, ST bin MUFID beserta seluruh lampirannya ; ---------------------

2. Putusan Sela Nomor 02/Pid.S/PidIu/2009/PN.Kbm.. tertanggal 13 Pebruari 2009;

---------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah mendengar catatan Penuntut Umum; ----------------------------------

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa Setelah

melihat dan memperhatikan barang bukti yang diajukan dipersidangan : -----------

Setelah mendengar tuntutan pidana yang disampaikan oleh Penuntut Umum

yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini

agar memutuskan : ---------------------------------------------------------------------------

1. Menyatakan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID terbukti bersalah

melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dan diancam pidana

melanggar Pasal 271 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah sesuai dengan dakwaan aftenatif kedua ; -------------------------

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID

dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dan denda sebesar Rp.

35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) subsider 4 (empat) bulan kurungan;

3. Menyatakan barang bukti berupa : ---------------------------------------------------

2 (dua) buah amplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; Dirampas

untuk tetap terlampir dalam berkas perkara ini ; -----------------------------------

4. Menetapkan supaya terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID dibebani

membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah); ----------------------

Page 165: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

153 

 

Setelah mendengar nota pembelaan (pledoi) dari Penasihat Hukum Terdakwa

yang pada pokoknya menyatakan: --------------------------------------------------------

1. Mengabulkan dan menerima Eksepsi Terdakwa ; ----------------------------------

2. Menyatakan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Tidak dapat diterima atau

dakwaan Harus dibatalkan; ------------------------------------------------------

3. Menyatakan Terdakwa Gito Prasetyo ST Bin Mufid tidak terbukti bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam melanggar Pasal

271 UU Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota

DPR,DPD dan DPRD ; -----------------------------------------------------------

4. Menyatakan Terdakwa Gito Prasetyo ST Bin Mufid bebas demi hukum atau

setidaknya menyatakan Terdakwa lepas dari segala Dakwaan (Vrijspraak);

---------------------------------------------------------------------------------------

5. Mamulihkan Hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta

martabatnya ; ----------------------------------------------------------------------

6. Menetapkan biaya pada Negara ; ------------------------------------------------

Setelah mendengar tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas Nota pembelaan

(Pledoi) Penasihat Hukum Terdakwa, yang pada pokoknya sebagai berikut : --

1 . Bahwa dalam UU No. 10 Tahun 2008 tidak ada satu Pasalpun yang mengatur

mergenai tenggang waktu suatu temuan. Bahwa oleh karena tidak diatur,

maka bisa ditafsirkan bahwa terhadap suatu temuan tidak ada tenggang

waktu kadaluwarsanya.Bahwa oleh karena tidak ada tenggang waktu

kadaluwarsanya maka yang bisa dihitung sebagai tenggang waktu adalah

sejak Panwaslu Kabupaten Kebumen menerima laporan tertulis dari

Panwascam Klirong yaitu sejak tanggal 14 Januari 2009 sampai dengan

Panwaslu Kabupaten Kebumen melaporkan secara resmi kepada Penyidik

Polres Kebumen pada tanggal 20 Januari 2009 sehingga dengan demikian

masih sesuai dengan ketentuan waktu yang dipersyaratkan dalam UU No. 10

tahun 2008 ; ------------------------------------------------------------------------

Page 166: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

154 

 

2. Unsur Setiap Pelaksana Kampanye telah terbukti dalam perkara ini. Bahwa

Terdakwa adalah merupakan Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat

Nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 Nomor urut;

Bah wa so s i a l i s a s i disini jelas adalah merupakan suatu bentuk

kampanye non rapat umum dan sifatnya adalah pertemuan baik terbatas

maupun tatap muka; ----------------------------------------------------------------

Bahwa berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa Pledoi Penasehat Hukum

Terdakwa sangatlah tidak tepat dan keliru maka oleh karena itu Jaksa Penuntut

Umum dalam perkara ini menyatakan tetap pada tuntutan semula; -----------

Setelah mendengar tanggapan Penasihat Hukum Terdakwa atas

Tanggapan Jaksa Penuntut Umum tersebut yang pada pokoknya tetap pada Nota

Pembelaan (Pledoi) yang telah disampaikan semula ; --------------------------

Menimbang, bahwa terdakwa oleh Penuntut Umum didakwa dengan

dakwaan; -----------------------------------------------------------------------------

PERTAMA

PRIMER

Bahwa ia terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID pada hari

Selasa tanggal 6 Januari 2009 sekitar pukul 22.00 WIB atau setidak-tidaknya

pada suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat dirumah

saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa Tambakprogaten Kecamatan

Klirong Kabupaten Kebumen atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu

yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen, dengan

sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai

imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar

tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu

tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu

Page 167: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

155 

 

sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87,

perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut : -------

- Mula-mula pada waktu tersebut dialas, ketika terdakwa GITO PRASETYO,

ST bin NIUFID menghadiri undangan pembentukan Struktur/Panitia

Konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat Ranting Desa

Tambakprogaten di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa

Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang dihadiri

kurang lebih 60 sampai 70 orang baik didalam maupun diluar rumah,

terdakwa selaku calon legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) nomor

urut 1 (satu) telah memberikan sambutan dan arahan agar ranting PAN

tingkat Desa juga membentuk Rayon tingkat RT. -----------------------------

- Pada kesempatan tersebut terdakwa telah mengenalkan diri kepada peserta

undangan yang hadir bahwa terdakwa sebagai calon legislatif dari Partai

Amanat nasiunal (PAN) Daerah Jemilihan 4 (empat) nomor urut 1 (satu) dan

urtuk itu terdakwa mohon doa restunya serta terdakwa juga memberikan

uang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada saksi Samhudi bin

juremi selaku Ketua Panitia Konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN)

tingkat ranting desa Tambakprogaten yang mana uang tersebut kernudian

dibagikan kepada peserta undangan yang hadir sebagai …; ------------------

- Jatah uang makan masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)

dengan mempergunakan amplop bertuliskan nama terdakwa padanal

terdakwa selaku pelaksana kampanye dilarang melakukan hal tersebut. ----

Melanggar Pasal 274 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

Perwakilan rakyat Daerah. ------------------------------------------------------------

SUBSIDER

Bahwa ia terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID pada hari Selasa

tanggal 6 Januari 2009, sekitar pukul 22.00 WIB atau setidak-tidaknya pada

Page 168: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

156 

 

suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009, bertempat dirumah saksi

Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong

Kabupaten Kebumen atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang

termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kebumen, dengan sengaja

menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada

peszrta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak

menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau

menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat

suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 namun perbuatan

terdakwa tidak selesai bukan semata-mata karena diri terdakwa, perbuatan

mana terdakwa lakukan dengan cara-cara sebagai berikut: -----------------

- Mula-mula pada waktu tersebut di atas, ketika terdakwa GITO

PRASETYO, ST. bin MUFID menghadiri undangan pembentukan

Struktur/Panitia Konsolidasi Fartai Amanat Nasional (PAN) tingkat

Ranting Desa Tambakprogaten di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang

terletak di desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten

Kebumen yang dihadiri kurang lebih 60 sampai 70 orang baik di dalam

maupun di luar rumah, terdakwa selaku calon legistatif dari Partai

Amanat Nasional (PAN) nomor urut 1 (satu) telah memberikan sambutan

dan arahan agar ranting PAN tingkat Desa juga membentuk Rayon

tingkat RT. -------------------------------------------------------------------

- Pada kesempatan tersebut terdakwa telah mengenalkan diri kepada

peserta undangan yang hadir bahwa terdakwa sebagai calon legislatif

dari Partai Amanat nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) nomor

urut 1 (satu) dan untuk itu terdakvva mohon doa restunya serta terdakwa

juga memberikan uang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada

saksi Samhudi bin Juremi selaku Ketua Panitia Konsolidasi Parlai

Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting Desa Tambakprogaten yang

mana uang tersebut kemudian dibagikan kepada peserta undangan yang

Page 169: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

157 

 

hadir sebagai jatah uang makan masing-masing sebesar Rp. 10.000,-

(sepuluh ribu rupiah) dengan mempergunakan amplop bertuliskan nama

terdakwa padahal terdakwa selaku pelaksana kampanye dilarang

melakukan hal tersebut dan perbuatan terdakwa keburu ketahuan oleh

Panitia Pengawas Kecamatan Klirong sehingga dilaporkan oleh Panitia

Pengawas Pemilu Kabupaten Kebumen diteruskan kepada penyidik

Polres Kebumen. ------------------------------------------------------------

Melanggar Pasal 274 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jo. Pasal 53 KUHP. ---------------------

ATAU

KEDUA

Bahwa ia terdakwa GITO PRASETYO, ST. bin MUFID pada hari

Selasa tanggal 6 Januari 2009, sekitar pukul 22.00 WIB atau setidak-

tidaknya pada suatu waktu tertentu dalam bulan Januari tahun 2009,

bertempat di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang terletak di Desa

Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen atau setidak-

tidaknya pada suatu tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum

Pengadilan Negeri Kebumen, telah melanggar larangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) yaitu dalam kegiatan kampanye telah

mengikut sertakan perangkat Desa Tambakprogaten yang bernama Samhudi

bin Juremi selaku Kepala Dusun IV, perbuatan mana terdakwa lakukan

dengan cara-cara sebagai berikut: ----------------------------------------------

- Mula-mula pada waktu tersebut di atas, ketika terdakwa GITO

PRASETYO, ST. bin MUFID menghadiri undangan pembentukan

Struktur/Panitia Konsolidasi Partai Arrianat Nasional (PAN) tingkat

Ranting Desa Tambakprogaten di rumah saksi Samhudi bin Juremi yang

terletak di desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten

Page 170: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

158 

 

Kebumen yang dihadiri kurang lebih 60 snmpai 70 orang baik di dalam

maupun di luar rumah, padahal Samhudi bin Juremi adalah seorang

perangkat desa Tambakprogaten yaitu selaku Kepala Dusun IV. -------

- Pada kesempatan tersebut terdakwa telah mengenalkan diri kepada

peserta undangan yang hadir bahwa terdakwa sebagai calon legislatif

dari Partai Amanat nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat) nomor

urut 1 (satu) dan untuk itu terdakwa mohon doa restunya serta terdakwa

juga memberikan uang sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada

saksi Samhudi bin Juremi selaku Ketua Panitia Konsolidasi Partai

Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting desa Tambakprogaten yang mana uang

tersebut kemudian dibagikan kepada peserta undangan yang hadir sebagai jatah

uang makan masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dengan

mempergunakan amplop bertuliskan nama terdakwa padahal terdakwa selaku

pelaksana kampanye dilarang melakukan hal tersebut. ---------------------------

Melanggar Pasal 271 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

Perwakilan rakyat Daerah. ----------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksisaksi

yang diajukan oler Penuntut Umum yang masing-masing menerangkan di bawah

sumpah pada pokoknya sebagai berikut: ------------------------------------------------

1. Saksi KASRAN, SH bin LA KATJINA: -------------------------------

- bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kabuapten Kebumen bagian divisi

pelaporan. --------------------------------------------------------------------------

- bahwa selain selain menangani bidang pelaporan saksi juga melaksanakan

pengawasan terhadap tahapan pemilu bedasarkan UU No. 10 tahun 2008.

- bahwa saksi mengetahui perkara ini adalah menyangkut dugaan adanya

poltik uang. ------------------------------------------------------------------------

- bahwa kejadian tersebut pada hari Selasa tanggal 06 Januari 2009 di desa

Tambakprogaten Rt. 1 Rw. 05 Kec. Klirong Kab. Kebumen. ---------------

Page 171: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

159 

 

- bahwa saksi pertama kali mengetahui masalah tersebut karena awalnya pada

tanagal 12 Januari 2009 mendapat laporan dari Panwaslu Kecamatan

Klirong meminta bantuan untuk melakukan klarifikasi terhadap terlapor. -

- Bahwa pada tanggal 13 Januari 2009 saksi mengundang terlapor (Gito

Prasetyo, ST) untuk klarifikasi di Panwaslu Kabupaten Kebumen. ---------

- bahwa dalam klarifikasi tersebut saksi menanyakan seputar kehadiran terlapor

dalam acara konsolidasi Partai Amanat Nasional di desa Tambakprogaten

Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang berkaitan dengan pembagian

uang dengan menggunakan amplop bercap lambang PAN dan bertuliskan

GITO PRASETYO. ST, akan tetapi terlapor tidak mengetahui siapa yang

mengisi uang dalam amplop tersebut, dan saksi mengakui memberikan

bantuan kepada panitia acara tersebut karena adanya proposal yang masuk ke

DPD PAN Kab. Kebumen. -------------------------------------------------------

- bahwa acara konsolidasi tersebut dilaksanakan di dalam rumah. -----------

- bahwa dalam acara tersebut terlapor memberikan sambutan yang isinya

sosialisasi dan pengenalan nama caleg PAN untuk DAPIL IV. ------------

- bahwa pada acara tersebut yang hadir kurang lebih 80 (delapan puluh)

orang. -------------------------------------------------------------------------------

- bahwa yang hadir pada acara tersebut mereka menerima uang masing-

masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). --------------------------

- bahwa pada acara tersebut ada perangkat desa yang hadir yaitu saudara

Samhudi selaku Kadus IV desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong

Kabupaten Kebumen. --------------------------------------------------------------

- bahwa hasil klarifikasi tersebut kenudian saksi serahkan kepada Panwaslu

Kecamatan Klirong, dan pada tanggal 14 Januari 2009 Panwaslu Kecamatan

Klirong melaporkan kepada Panwaslu Kabupaten Kebumen yang selanjutnya

Panwaslu Kabupaten Kebumen melakukan kajian. ----------------------------

- bahwa hasil kajian tersebut pada tanngal 20 Januari 2009 diserahkan kepada

penyidik Polres Kebumen. --------------------------------------------------------

2. Saksi ISMAIL, SE bin SUHUDI: ---------------------------------------------------

Page 172: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

160 

 

- bahwa saksi pernah di periksa oleh penyidik. -----------------------------------

- bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kecamatan Klirong. ------------------

- bahwa saksi membawahi bidang pengawasan . ---------------------------------

- bahwa saksi melaksanakan tugas tersebut sejak dilantik yaitu pada tanggal

28 Nopember 2008. -------------------------------------------------------------

- bahwa saksi mengetahui masalah ini karena pada tanggal 07 jam Januari

2009 jam 15.00 WIB mendapat cerita melalui telpon dari Panwaslu

Kabupaten Kebumen yang mangatakan telah terjadi dugaan pelanggaran

Pemilu di Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen.

bahwa yang menelpon adalah saudara Kasran, SH. -------------------------

- bahwa saksi kemudian datang kelokasi Desa Tambakprogaten menuju ke

rumah Sekretaris Desa tersebut, dan pada tanggal 08 Januari 2009

mengundang saksi-saksi yaitu saudara Solekhan, A. Syafi'i dan Samhudi

untuk dilakukan kIarifikasi. ----------------------------------------------------

- bahwa pada saat klarifikasi saksi menemukan uang sebesar Rp. 40.000,-

(empat puluh ribu rupiah) dan amplop 2 (dua) biji

- bahwa saksi tidak melihat terlapor membagi-bagikan uang. ---------------

- bahwa hasil klarifikasi tersebut adalah dugaan adanya politik uang yang

dilakukan oleh terlapor. ---------------------------------------------------------

- bahwa saksi membuat kajian dan kemudian kesimpulannya diserahkan

kepada Panwaslu Kabupaten Kebumen. --------------------------------------

- bahwa pada tanggal 12 Januari 2009 Panwaslu Kecamatan Klirong

meminta bantuan kepada Panwaslu Kabupaten Kebumen untuk melakukan

klarifikasi terhadap terlapor. ---------------------------------------------------

- bahwa setelah itu yang menindak lanjuti adalah Panwaslu Kabupaten

Kebumen. -------------------------------------------------------------------------

3. Saksi SAMHUDI bin JUREMI; --------------------------------------------------

- bahwa saksi mengarti diajukan dalam persidangan ini. --------------------

- bahwa saksi mengetahui masalah ini karena adanya dugaan politik uang.

-------------------------------------------------------------------------------------

Page 173: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

161 

 

- bahwa kejadiannya di rumah Pak Juremi di Desa Tambakprogaten Rt. 01 Rw.

05 Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. ----------------------------------

- bahwa saksi adalah anak kandung Pak Juremi. ---------------------------------

- bahwa benar Saksi adalah Kepala Dusun IV Desa Tambakprogaten. -------

- bahwa saksi hadir dalam acara tersebut karena sebagai pengurus Partai

Amanat Nasional. -------------------------------------------------------------------

- bahwa acara tersebut dimulai pada jam 21.00 WIB. ---------------------------

- bahwa acara tersebut adalah konsolidasi dan pembentukan pengurus baru

PAN tingkat ranting desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten

Kehumen. ----------------------------------------------------------------------------

- bahwa saksi tidak mencalonkan diri lagi sebagai pengurus Partai Amanat

Nasional karena menjadi perangkat desa. ---------------------------------------

- bahwa acara tersebut dilaksanakan atas inisiatif dan pengurus yang lama. -

- bahwa saksi menjadi pengurus partai selama 5 (lima) tahun. -----------------

- bahwa setiap 5 (!ima) tahun sekali diadakan pergantian pengurus. ----------

- bahwa untuk menyelenggarakan acara tersebut panitia mengajukan proposal

kepada DPD PAN Kabupaten Kebumen dan DPD PAN memberikan

sumbangan sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). -------------------

- bahwa uang tersebut yang rencana semula untuk jamuan makan akhirnya

dibagi-bagi kepada yang hadir karena acara tersebut tidak ada jamuan makan.

----------------------------------------------------------------------------------------

- bahwa pembagian uang tersebut menggunakan amplop. ----------------------

- bahwa saat itu panitia kekurangan amplop, kekurangan tersebut ternyata

didengar oleh Terdakvra dan Terdakwa mengatakan coba di lihat dalam mobil

di sana ada amplop yang selanjutnya Yadi dengan ditemani Saksi melihat ke

dalam mobil Terdakwa ternyata memang ada amplop lalu Yadi mengambilnya

kurang lebih 10 (sepuluh) lembar yang bentuknya kecil. ----------------------

- bahwa saksi sama sekali tidak mengetahui apakah pada sampul amplop

tersebut terdapat nama Bapak Gito Prasetyo, ST. atau cap lambang Partai

PAN. ----------------------------------------------------------------------------------

Page 174: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

162 

 

- bahwa dalam acara tersebut panitia mengundang Bapak Gito Prasetyo, ST.

untuk hadir karena beliau adalah pembina wilayah Kecamatan Klirong,

Petanahan dan Puring. --------------------------------------------------------------

- bahwa dalam acara tersebut Bapak Gito Prasetyo, ST. memberikan sambutan

yang intinya mensosialisasikan Pemilu 2009 dan juga memperkenalkan

Caleg-caleg dari Partai PAN Kebumen namun sama sekali saksi tidak ada

rnendengar agar Peserta memilih Terdakwa pada pemilu tahun 2009. ------

- bahwa benar pada tanggal 4 Januari 2009 Saksi dan Yadi datang dan bertemu

dengan Katua DPD PAN Kebumen dan juga dengan Terdakwa di rumah

Ketua DPD PAN Kebumen dan pada saat itu Saksi dan Yadi menyampaikan

Proposal pertemuan Tanggal 6 Januari 2009 sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu juta

Rupiah) kepada DPD PAN Kebumen akan tetapi yang dikabulkan adalah Rp.

500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). -----------------------------------------------

- Bahwa benar uang yang dibagi kepada peserta tersebut berasal dari

sumbangan Rp. 5C0.000.- (lima ratus ribu rupiah) dan memang ternyata

kurang sehingga Saksi dan Yadi secara patungan mengeluarkan uang pribadi.

----------------------------------------------------------------------------------------

4. Saksi SUGENG UTOYO, SE. bin KARSONO : --------------------------------

- bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten

Kebumen. ----------------------------------------------------------------------------

- bahwa saksi mengetahui kejadian tersebut pada tanggal 07 Januari 2009

setelah ada telepon dari panwaslu Kabupaten Kebumen. ---------------------

- bahwa berdasarkan informasi kejadiannya pada tanggal 06 Januari 2009

di rumah saudara Juremi di Desa Tambakprogaten Rt. 01 Rw. V

Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen

- bahwa saksi bersama saudara Ismail melakukan koordiansi dengan

Panwaslu Kabupaten Kebumen. -------------------------------------------

- bahwa hasil koordinasi tersebut saksi disarankan untuk melakukan

klarifikasi. -------------------------------------------------------------------

Page 175: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

163 

 

- bahwa saksi melakukan klarifikasi terhadap saudara Solekhan, Daeroji

dan Samhudi. ----------------------------------------------------------------

- bahwa hasil klarifikasi tersebut diperoleh fakta pada acara tersebut telah

dibagi-bagikan uang sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). -----

- bahwa saksi tidak melakukan klarifikasi terhadap terlapor, dan yang

melakukan klarifikasi adalah Panwaslu Kabupaten Kebumen. --------

- bahwa yang hadir pada acara tersebut kurang lebih 60 sampai dengan 80

orang. ------------------------------------------------------------------------

5. Saksi SURATNO, S.Pd. bin MAD MARSO : ------------------------------

- bahwa saksi adalah anggota Panwaslu Kabupaten Kebumen bagian

divisi pengawasan. ----------------------------------------------------------

- bahwa selain tugas pengawasan, saksi juga bisa menerima pelaporan

terhadap pelanggaran tahapan Pemilu berdasarkan UU No. 10 tahun

2008. -------------------------------------------------------------------------

- bahwa saksi mengetahui kejadian tersebut sejak menerima laporan dari

Panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen. -------------------

- bahwa selanjutnya saksi menyerahkan kepada Panwaslu Kecamatan

Klirong urituk melakukan klarifikasi terhadap saksi-saksi yang hadir

dalam acara tersebut. -------------------------------------------------------

- bahwa hasil klarifikasi tersebut termasuk pelanggaran Pemilu namun

Panwaslu Kabuapten Kebumen masih memerlukan bukti tambahan. -

- Bahwa untuk melengkapi berkas tersebut Panwaslu Kabupaten Kebumen

memanggil terlapor untuk dilakukan klarifikasi; ------------------------

- Bahwa hasil klarifikasi tersebut terlapor mengakui telah memberikan

sumbangan kepada panitia konsolidasi dan pembentukan pengurus

rating Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen.

--------------------------------------------------------------------------------

- bahwa hasil kajian Panwaslu Kabuapten Kebumen menyimpulkan terlapor telah

terbukti melakukan pelanggaran politik uang yang didasarkan pada barang bukti

uang dan dilakukan pada masa kampanye. ------------------------------------------

Page 176: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

164 

 

Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan terdakwa yang

pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : ---------------------------------------------

TERDAKWA GITO PRASETYO, ST. Bin MUFID : ------------------------------------

- Bahwa terdakwa pernah diperiksa oleh penyidik Polres Kebumen ; ------------

- Bahwa pada tanggal 04 Januari 2009 pada saat Terdakwa berada di rumah Ketua

DPD PAN Kebumen telah datang Pengurus PAN Ranting Desa Tambakprogaten

Kecamatan Klirong yang menyampaikan bahwa pengurus Ranting bermaksud

mengadakan acara Konsolidasi Partai tingkat ranting dan sekaligus

menyampaikan Proposal Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) ; --------------------

- Bahwa atas Proposal tersebut oleh Ketua DPD PAN Kebumen menyetujui

sebesar Rp. 500.000.- (lima ratus ribu rupiah ) dan Terdakwa sebagai Seksi

Bendahara DPD PAN Kebumen menyerahkan bantuan tersebut disertai tanda

terima oleh Pengurus ranting tersebut ; ----------------------------------------------

- Bahwa selain menyampaikan proposal tersebut, Pengurus Ranting tersebut juga

meminta agar DPD PAN Kebumen dapat hadir dan sekaligus memberikan kata

sambutan dan atas permohonan tersebut Ketua DPD PAN Kebumen

menghunjuk Terdakwa untuk memenuhi undangan pengurus Ranting tersebut

dengan alasan bahwa Terdakwa selaku Pengurus DPD PAN Kebumen,

Terdakwa juga sebagai Pembina Cabang Kebumen Partai PAN; ------------

- Bahwa benar Terdakwa datang dan memenuhi undangan untuk menghadiri

acara pembentukan pengurus baru Partai Amanat Nasional tingkat ranting

Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen yang

dilaksanakan pada tanggal 06 Januari 2009; -----------------------------------

- Bahwa terdakwa adalah bendahara DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten

Kebumen; ----------------------------------------------------------------------------

- Bahwa sepengetahuan tardakwa undangan yang hadir pada acara tersebut

kurang lebih antara 30 sampai dengan 40 orang; -------------------------------

- Bahwa benar pada acara tersebut juga dihadiri oleh Kepala Desa

Tambakprogaten Kecamatan Klirong dan memberikan Kata sambutan yang

Page 177: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

165 

 

pada intinya agar pertemuan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan

meminta agar masyarakat Desa Tambakprogaten dapat menciptakan suasana

yang kondusif menjelang Pemilu Tahun 2009; --------------------------------

- Bahwa benar setelah selesai Kepala Desa menyampaikan kata sambutan

dilanjutkan kata sambutan Terdakwa;--------------------------------------------

- Bahwa kata-kata Sambutan Terdakwa pada intinya sosialisasi Undang-

Undang Pemilu dengan mengatakan bahwa Azas Pemilu adalah LUBER dan

Terdakwa juga memperkenalkan nama-nama Caleg-caleg PAN Kebumen;

- Bahwa pada acara tersebut, Terdakwa sama sekali tidak mengetahui adanya

peredaran uang kepada peserta; ---------------------------------------------------

- Bahwa benar pada malam acara tersebut secara kebetulan Terdakwa

mendengar keluhan panitia tentang perlunya amplop dan mendengar hal itu

Terdakwa mengatakan bahwa di dalam mobil sisa-sisa amplop kosong

untuk pemberian Zakat,THR pada hari Raya Idul Fitri tahun lalu; ------

- Bahwa terdakwa tidak mengetahui panitia acara tersebut membagi-

bagikan uang kepada undangan yang hadir karena setelah acara selesai

terdakwa langsung pulang; ---------------------------------------------------

- Bahwa terdakwa tidak mengetahui kalau ternyata Samhudi adalah

seorang Kepala Dusun IV Desa Tambakprogaten Kecamatan Klirong,

setahu Terdakwa Samhudi adalah Ketua Partai PAN Ranting Desa

TambakProgaten; --------------------------------------------------------------

- bahwa pada tanggal 13 Januari 2009 terdakwa memenuhi undangan

Panwaslu Kabupaten Kebumen untuk klarifikasi terkait kehadirannya

pada acara tanggal 06 Januari 2009 di desa Tabakprogaten Kecamatan

Klirong Kabupaten Kebumen; -----------------------------------------------

Menimbang, bahwa terdakwa telah pula mengajukuan saksi ade charge di

persidangan yang keterangannya di bawah sumpah pada pokoknya sebagai

berikut: ----------------------------------------------------------------------------------

1. Saksi ACHMAD SAFINGI

Page 178: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

166 

 

- bahwa pada tanggal 06 Januari 2009 saksi diundang secara lisan oleh

saudara Samhudi untuk menghadiri acara yang dilaksanakan di rumah

Pak Juremi; ---------------------------------------------------------------------

- bahwa saksi tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah yang hadir pada

acara tersebut, karena saksi datangnya terlambat dan acara sudah dimulai;

-----------------------------------------------------------------------------------

- bahwa oleh karena datang terlambat, saksi hanya mendengar dari orang

bahwa acara tersebut adalah pengenalan Caleg dari Partai Amanat

Nasional; ------------------------------------------------------------------------

- bahwa sepengetahuan saksi ketua panitia acara tersebut adalah Saudara

Samhudi; ------------------------------------------------------------------------

- bahwa pada malam acara tersebut saksi ikut menerima uang sebesar Rp.

10.000,- ( sepuluh ribu rupiah); ------------------------------------------------

- bahwa pada tanggal 09 Januari 2009 saksi mendapat undangan dari

Panwaslu Kecamatan Klirong untuk dilakukan klarifikasi; ----------------

- bahwa yang melakukan klarifikasi tersebut adalah saudara Ismail anggota

Panwaslu Kecamatan klirong Kabupaten Kebumen; ------------------------

2. Saksi SUNAKYO HS : -------------------------------------------------------------

- bahwa saksi adalah Ketua panwaslu Kecamatan Klirong Kabupaten

Kebumen; -------------------------------------------------------------------------

- bahwa pada tanggal 09 Januari 2009 Panwaslu Kecamatan Klirong

Kabupaten Kebumen melakukan klarifikasi terhadap saudara Solekhan, A.

Syafi'i dan Samhudi; ------------------------------------------------------------

- bahwa sepengetahuan saksi acara tersebut adalah pengenalan Caleg dari

Partai Amanat Nasional; --------------------------------------------------------

- bahwa sepengetahuan saksi ketua panitia acara tersebut adalah saudara

Samhudi, perangkat desa (Kadus IV) Desa Tambakprogaten Kecamatan

Klirong Kabupaten Kebumen; -------------------------------------------------

Page 179: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

167 

 

- bahwa Panwsalu Kecamatan Klirong tidak melakukan klarifikasi terhadap

terlapor karena terlapor merupakan anggota DPRD Kubupaten Kebumen

dari Partai Amanat Nasional; --------------------------------------------------

Menimbang, bahwa di persidangan telah diajukan barang bukti berupa 2

(dua) buah arnplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; ----------

Menimbang, bahwa melalui Penasihat Hukumnya, Terdakwa telah

mengajukan surat-surat bukti berupa foto copy yang telah disesuaikan dengan

aslinya dan di bubuhi materai secukupnya yaitu: ------------------------------------

1 ) Surat Nomor 280/I/Panwascam/I/2009 tertanggal 08 Januari 2008 yang

diterbitkan oleh Panitia Pengawas Pemilu Umum Kecamatan Klirong; -----

2 ) Surat Panggilan No. Pol.SP/82/I/2009/Reskrim tertanggal 31 Januari 2009; ---------

3) S y r a t N o . … … … … … … … . . oleh Panitia Pengawas Pemilu Umum

Kecamatan Klirong perihal Klarifikasi; ---------------------------------------------------

4) Surat Nomor 60/Panwaslu-Kab/2009 tertanggal 12 Januari 2009 yang diterbitkan oleh

Panitia Pengawas Pemilu Umum Kabupaten Kebumen perihal Undangan; ----------

5) Surat Tanda Terima tertanggal 04-01-2009 yang diterbitkan oleh DPD PAN

Kabupaten Kebumen; -------------------------------------------------------------------------

6) Buku Laporan Keuangan DPD PAN Kab.Kebumen tahun 2009 bulan Januari 2009;

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut, Majelis Hakim akan

mempertimbangkan Eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa sebagai berikut; ---------------

Menimbang, bahwa Penasihat Hukum Terdakwa mendalilkan Bahwa terjadinya

Pelanggaran Pemilu yang telah dilaporkan oleh Panwascam yang selanjutnya

diteruskan oleh Panwaskab ke Penyidik Polres Kebumen adalah melebihi batas

waktu yang ditetapkan oleh Pasal 247 dan Pasal 253 Undang-undang Nomor 10

Tahun 2008; ------------------------------------------------------------------------------

Bahwa oleh karena Laporan Panwaskab telah melebihi batas waktu atau

Kadaluwarsa yang telah ditetapkan oleh Pasal 247 dan Pasal 253 Undang-

Page 180: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

168 

 

undanq Nomor 10 Tahun 2008 maka dimohon agar memutuskan Menyatakan

Dakwaan Penuntut Umum TlDAK DAPAT DITERIMA ATAU DAKWAAN HARUS

DIBATALKAN; ---------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa atas Eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut, Jaksa

Penuntut Umum telah memberikan tanggapan yang pada pokoknya sebagai berikut: ----

Bahwa Untuk membuktikan laporan dari Panwaslu Kabupaten Kebumen

kepada Penyidik Polres Kebumen telah Kadaluwarsa atau tidak maka harus

memeriksa saksi-saksi dari anggota Panwas itu sendiri baik dari anggota

Panwascam Klirong maupun dari anggota Panwaslu Kabupaten Kebumen dan

juga harus memeriksa surat-surat yang berkaitan dengan itu yang mana hal

tersebut merupakan ranah dari materi pokok perkara dan di luar materi eksepsi;

----------------------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa atas eksepsi tersebut Majelis Hakim telah memberikan

pertimbangan dalam putusan sela No. 02/Pid.S/Pidlu/2009/PN.Kbm dengan

mengatakan akan dipertimbangkan bersama pokok perkara; --------------------------

Menimbang, bahwa terlepas dari pertimbangan apakah laporan Panwaslu telah

melebihi batas waktu atau Kadaluwarsa sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 247

dan Pasal 253 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Majelis Hakim berpendapat

sebagaimana dalam pertimbangan berikut; -----------------------------------------------

Menimbang, bahwa bahwa dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Umum Anggota DPR.,DPD,dan DPRD telah diatur jangka waktu bagi Panwaslu

untuk menindaklanjuti, suatu laporan yang diduga telah terjadi pelanggaran atas

Pelaksanaan Kampanye akan tetapi Undang-undang tersebut; ------------------------

Menimbang, bahwa oleh karena Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tidak

mengatur akibat hukum dalam hal terjadi suatu tindakan yang diduga telah melebihi

batas waktu dalam penanganan Perkara pelanggaran Pemilu maka dalil Penasihat

Hukum Terdakwa yang menyatakan Dakwaan Penuntut Umum TIDAK DAPAT

Page 181: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

169 

 

DITERIMA ATAU DAKWAAN HARUS DIBATALKAN tidak beralasan menurut

hukum dan oleh karena itu Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa harus ditolak; ----

Menimbang, berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa serta

dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan selanjutnya

Majelis akan mempertimbangkan apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi

sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum; --------------------------------

Menimbang, bahwa memperhatikan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah

ternyata, dakwaan bersifat alternatif subsidaritas yaitu: --------------------------------

KESATU

Primair : Pasal 274 UU No. 10 tahun 2008

Subsidair : Pasal 274 UU No. 10 tahun 2008 jo Pasal 53 KUHP

ATAU

KEDUA : Pasal 271 UU No 10 Tahun 2008

Menimbang, bahwa sekalipun Jaksa Penuntut Umum di dalam Surat

Tuntutannya memilih salah satu dakwaan yang dipandang paling sesuai dengan fakta

yang terungkap di persidangan yaitu terbukti dakwaan alternatif kedua, Majelis

Hakim lehih dahulu mempertimbangkan Dakwaan alternatif kesatu primair yaitu

Pasal 274 UU No 10 Tahun 2008 yang unsur-unsurnya sebagai berikut: ---------

1. Pelaksana kampanye; -------------------------------------------------------------------

2. Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada

peserta kampanye; -----------------------------------------------------------------------

3. Secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya. untuk

memilih atau memilih peserta tertentu atau menggunakan haknya untuk memilih

dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;

Ad. 1. Unsur: PELAKSANA KAMPANYE; --------------------------------------------

Page 182: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

170 

 

Menimbang, bahwa Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 telah

secara tegas menyebutkan secara limitatif pelaksana kampanye Pemilu Anggota DPR,

DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas Pengurus Partai Politik,

Calon anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juru Kampanye, Orang

seorang dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu anggota DPR, DPRD

Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota; ---------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa Terdakwa adalah salah seorang Pengurus Partai Politik

PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah Calon

Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah Pemilihan 4 (empat)

Nomor urut 1; --------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa dengan memperhatikan Status Terdakwa tersebut di atas,

maka Terdakwa termasuk unsur sebagai Pelaksana Kampanye; ----------------------

AD.2. Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya

kepada peserta kampanye: ------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah bahwa si

pelaku mengetahui akan perbuatannya dan menghendaki akibat perbuatannya;

-------------------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa dihubungkan dengan unsur di atas maka yang

diumaksudkan dalam hal ini adalah bahwa Terdakwa mengetahui adanya janji

atau pemberian uang kepada peserta dan menghendaki agar peserta menerima

pemberian uang tersebut; --------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa di

persidangan terungkap fakta bahwa benar pada tanggal 6 Januari 2009 bertempat

di rumah Juremi yang beralamat di Tambakprogaten Kec. Klirong Kab.

Kebiamen telah dilangsungkan rapat pembentukan struktur organisasi dan

konsolidasi Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat Ranting dan terdakwa ikut

hadir dalam acara tersebut; -----------------------------------------------------------

Page 183: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

171 

 

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Samhudi selaku

pengurus ranting PAN sekaligus panitia penyelenggara menerangkan bahwa

untuk menyelenggarakan acara pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut saksi

Samhudi bersama temannya bernama Yadi telah mengajukan permohonan

bantuan dana kepada DPD PAN Kab. Keaumen sebesar Rp. 1.000.000,- (satu

juta rupiah) akan tetapi oleh DPD PAN Kab Kebumen hanya mengabulkan

sebesar Rp 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) selanjutnya dana bantuan tersebut

oleh saksi Samhudi dan Yadi digunakan untuk kepentingan acara dan oleh karena

pada acara tersebut tidak ada jamuan makan maka dana bantuan yang diperoleh

dari DPD PAN Kab Kebumen oleh saksi dibagikan kepada orang-orang yang

hadir dalam acara tersebut masing-masing sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu

rupiah) sebagai pengganti uang makan; ---------------------------------------------

Menimbang, bahwa besarnya dana bantuan dari DPD PAN Kab.

Kebumen kepada saksi Samhudi selaku Panitia Penyelenggara dibenarkan oleh

keterangan terdakwa dan dikuatkan dengan bukti surat yang diajukan Penasehat

Hukum terdakwa berupa kwitansi pembayaran uang sebesar Rp. 500.000,- (lima

ratus ribu rupiah) dari DPD PAN Kebumen kepada penerima atas nama Samhudi

untuk keperluan konsolidasi Partai tingkat ranting tertanggal 4 Januari 2009; -

Menimbang, bahwa berdasarkan saksi yang diajukan Jaksa Penuntut

Umum tidak ada satupun saksi yang melihat terdakwa dalam acara pada tanggal

6 Januari 2009 membagikan uang kepada orang-orang yang hadir dan tidak ada

saksi yang menerangkan bahwa sumber dana untuk menyelenggarakan acara

tersebut berasal dari uang pribadi terdakwa; ----------------------------------------

Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini saksi adalah dari

Panitia Pengawas Pemilu dan bukan saksi yang melihat sendiri atau yang

mengalami sendiri atau mendengar sendiri akan peristiwa ini maka Majelis

Hakim perlu mempertimbangkan nilai dari hasil kajian Panitia Pengawas Pemilu

mengenai adanya tindak pidana pelanggaran Pemilu; ----------------------------

Page 184: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

172 

 

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 247 ayat 6 Undang-

undang Nomor 10 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa dalam hal laporan

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terbukti kebenarannya, Bawaslu, Panwaslu

Propinsi Panwaslu Kabupaten/kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu

Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri Wajib menindaklanjuti laporan

paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima; ---------------------------------

Menimbang, bahwa sekalipun laporan yang diterima oleh Panwas

Kecamatan yang selanjutnya atas hasil kajian Panwas Kecamatan laporan

tersebut dinilai terbukti kebenarannya akan tetapi untuk membuktikan apakah

terdakwa bersalah haruslah tetap mengacu kepada ketentuan KUHAP khususnya

Pasal 183 KUHAP yaitu apabila terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah;---------------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa menurut Pasal 184 salah satu alat bukti tersebut

adalah keterangan saksi yaitu berupa keterangan dari saksi mengenai suatu

peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri

dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu; ----------------------------------

Menimbang, bahwa di dalam perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi

dari Panitia Pengawas Kecamatan Klirong yang di persidangan memberikan

keterangan dimana keterangan para saksi tersebut bukanlah atas pengetahuan

sendiri, bukan mendengar sendiri atau melihat sendiri dan bukan mengalami

sendiri akan tetapi adalah hasil informasi dari pihak lain sehingga keterangan

saksi dari Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat

dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan

yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP) sehingga tidak

mempunyai nilai pembuktian; ----------------------------------------------------

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa amplop yang ada

tulisan atas nama terdakwa sebagai caleg DPRD II PAN Kab. Kebumen

diperoleh fakta dari keterangan saksi Samhudi selaku panitia penyelenggara

Page 185: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

173 

 

bahwa acara pada tanggal 6 Januari 2009 dan keterangan terdakwa yang

menerangkan bchwa karena panitia kekurangan amplop maka saksi Samhudi

dan temannya Yadi mengeluh karena kekurangan amplop, keluhan mana

didengar oleh Terdakwa dan selanjutnya Terdakwa menyatakan bahwa

terdakwa mempunyai amplop dan oleh terdakwa saksi Samhudi disuruh

mengambil dari dalam mobil terdakwa dan terdakwa tidak mengetahui

maksud saksi Samhudi meminta amplop tersebut; -----------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas maka menurut

Majelis unsur dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi

lainnya kepada peserta kampanye yang dilakukan terdakwa tidak terbukti dan

oleh karena itu terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam

dakwaan alternatif kesatu primair; -------------------------------------------------

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan

mempertimbangkan Dakwaan alternatif kesatu Subsidair yaitu Pasal 274 UU

No 10 Tahun 2008 jo Pasal 53 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

---------------------------------------------------------------------------------------

1. Pelaksana kampanye; ------------------------------------------------------------------

2. Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada

peserta kampanye; ---------------------------------------------------------------------

3. Secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk

memilih, atau memilih peserta tertentu atau menggunakan haknya untuk

memilih dengan cara tartentu sehingga surat suaranya tidak sah; ---------------

4. Perbuatan mana tidak selesai bukan semata-mata atas kehendak Terdakwa; --

Menimbang, bahwa sepanjang Unsur ke 1, unsur ke 2 dan Unsur ke 3 pada

intinya adalah sama dengan Unsur-unsur dalam dakwaan alternatif Pertama Primair;

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Page 186: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

174 

 

Menimbang, bahwa oleh karena pada intinya adalah sama, maka dengan

mengambil alih segala pertimbangan dalam Dakwaan Alternatif Pertama Primair

menjadi pertimbangan dalam Dakwaan Alternatif Subsidair; -------------------------

Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut maka Unsur dengan

sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta

kampanye yang dilakukan terdakwa tidak terbukti menurut hukum; -----------------

Ad.4 Unsur Perbuatan mana tidak selesai bukan semata-mata atas kehendak

Terdakwa; -------------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa

di persidangan terungkap fakta bahwa benar pada tanggal 6 Januari 2009 bertempat di

rumah Juremi yang beralamat di Tambakprogaten Kec. Klirong Kab. Kebumen telah

dilangsungkan rapat pembentukan struktur organisasi dan konsolidasi Partai Amanat

Nasional (PAN) tingkat Ranting dan terdakwa ikut hadir dalam acara tersebut ; ---

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Samhudi selaku pengurus

ranting PAN sekaligus panitia penyelenggara menerangkan bahwa untuk

menyelenggarakan acara pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut saksi Samhudi bersama

temannya bernama Yadi telah mengajukan permohonan bantuan dana kepada DPD

PAN Kab. Kebumen sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) akan tetapi oleh DPD

PAN Kab Kebumen hanya mengabulkan sebesar Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu

rupiah) selanjutnya dana bantuan tersebut oleh saksi Samhudi dan Yadi digunakan

untuk kepentingan acara dan oleh karena pada acara tersebut tidak ada jamuan makan

maka dana bantuan yang diperoleh dari DPD PAN Kab Kebumen oleh saksi dibagikan

kepada orang-orang yang hadir dalam acara tersebut masing-masing sebesar Rp.

10.000,- (sepuluh rihu rupiah) sebagai pengganti uang makan; -------------------------

Menimbang, bahwa besarnya dana bantuan dari DPD PAN Kab. Kebumen

kepada saksi Samhudi selaku Panitia Penyelenggara dibenarkan oleh keterangan

terdakwa dan dikuatkan dengan bukti surat yang diajukan Penasehat Hukum terdakwa

Page 187: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

175 

 

berupa kwitansi pembayaran uang sebesar Rp. 500.000,- (lima-ratus ribu rupiah) dari

DPD. PAN Kebumen kepada penerima atas nama Samhudi untuk keperluan

konsolidasi Partai tingkat ranting tertanggal 4 Januari 2009; ----------------------------

Menimbang, bahwa di dalam perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi dari

Panitia Pengawas Kecamatan Klirong yang di persidangan memberikan keterangan

dimana keterangan para saksi tersebut bukanlah atas pengetahuan sendiri, bukan

mendengar sendiri atau melihat sendiri dan bukan mengalami sendiri akan tetapi adalah

hasil informasi dari pihak lain sehingga keterangan saksi dari Panitia Pengawas Pemilu

Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi

adalah hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP)

sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian; ----------------------------------------------

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa amplop yang ada tulisan atas

nama terdakwa sebagai caleg DPRD II PAN Kab. Kebumen diperoleh fakta dari

keterangan saksi Samhudi selaku panitia penyelenggara acara pada tanggal 6 Januari

2009 karena panitia kekurangan amplop maka saksi Samhudi dan temannya Yadi

mengeluh karena kekurangan amqlop, keluhan mana didengar oleh Terdakwa dan

selanjutnya Terdakwa menyatakan bahwa terdakwa mempunyai amplop dan

oleh terdakwa saksi Samhudi disuruh mengambil dari dalam mobil terdakwa

dan terdakwa tidak mengetahui maksud saksi Samhudi meminta amplop

tersebut; -------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut maka tidak terbukti

menurut hukum Terdakwa melakukan perbuatan pendahuluan memberikan

uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye dan tidak terbukti menurut

hukum adanya fakta berupa tindakan pihak lain yang mencegah perbuatan

Terdakwa sehingga perbuatan Terdakwa tidak sampai selesai; ----------------

Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut, maka Terdakwa

haruslah dibebaskan dari Dakwaan Kesatu baik Primair maupun Subsidair; -

Page 188: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

176 

 

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan

mempertimbangkan Dakwaan Alternatif kedua yaitu melanggar Pasal 271 UU

No. 10 Tahun 2008 yang unsur-unsurnya sebagai berikut :

1. Pelaksana Kampanye; ----------------------------------------------------------------

2. Dalam Keyiatan Kampanye; ---------------------------------------------------------

3. Mengikut sertakan Perangkat Desa -------------------------------------------------

Ad. 1 . PELAKSANA KAMPANYE; ------------------------------------------

Menimbang, bahwa Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008

telah secara tegas menyebutkan secara limitatif pelaksana kampanye Pemilu

Anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas

Pengurus Partai Politik, Calon anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD

Kabupaten/Kota, juru kampanye, orang seorang dan organisasi yang ditunjuk

oleh peserta pemilu anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota ;

Menimbang, bahwa Terdakwa adalah salah seorang Pengurus Partai

Politik PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah

Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah

Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1; -----------------------------------------------

Menimbang, bahwa dengan memperhatikan Status Terdakwa tersebut di atas,

maka berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Terdakwa

termasuk unsur sebagai Pelaksana Kampanye sehingga karenanya Terdakwa

berwenang dan berhak mengadakan Kampanye; ----------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (2) UU No. 10

Tahun 2008 menyebutkan bahwa pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye

dilarang mengikutsertakan pihak-pihak tertentu salah satunya perangkat desa (huruf

h); ----------------------------------------------------------------------------------------------

Page 189: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

177 

 

Menimbang, bahwa apabila unsur kesatu dihubungkan dengan Unsur

berikutnya maka yang dimaksudkan adalah si Pelaku yaitu Pelaksana Karnpanye

melakukan suatu kegiatan Kampanye dengan mengikut sertakan Aparat Desa; ----

Menimbang, bahwa guna menperjelas uraian pertimbangan lebih lanjut maka

perlu dijawab dalam perkara ini yaitu: ----------------------------------------------------

- Apakah Terdakwa yang menyelenggarakan Pertemuan tersebut; ----------------

- Apakah Terdakwa telah melakukan kegiatan Kampanye pada Pertemuan tersebut?

---------------------------------------------------------------------------------------------

- Apakah Pertemuan Terbatas pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut merupakan

Kampanye? -------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Samhudi dan keterangan

terdakwa saling bersesuaian bahwa acara pembentukan struktur dan konsolidasi

Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat ranting di Desa Tambakprogaten yang

diselenggarakan tanggal 6 Januari 2009 di laksanakan oleh pengurus ranting Partai

Amanat Nasional (PAN) karena masa jabatan pengurus rantirg yang lama telah

berakhir sedangkan kehadiran terdakwa dalam acara tersebut karena di undang oleh

panitia atau pengurus ranting Partai Amanat Nasional sebagai Pembina Partai Amanat

Nasional Cabang Klirong; ------------------------------------------------------------------

Menimbang, banwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas sebagaimana

juga yang telah disebutkan Jaksa Penuntut Umum dalam catatan Penuntut Umum yang

menyebutkan Ketika Terdakwa Gito Prasetyo ST Bin Mufid manghadiri Undangan

Pembentukan Struktur/Panitia Konsolidasi PAN tingkat ranting, maka Terdakwa

bukanlah orang yang menyelenggarakan acara pada tanggal 6 Januari 2009 sehingga

tidak berhak mengikutsertakan pihak lain termasuk perangkat desa karena posisi

terdakwa hanya sebagai pihak yang diundang akan tetapi yang menyelenggarakan

Page 190: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

178 

 

pertemuan tersebut adalah Pengurus PAN Ranting Desa Tambakprogaten yaitu Saksi

Samhudi; -----------------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa acara pada tanggal 6 Januari 2009 yang diselenggarakan

pengurus ranting Partai Amanat Nasional di Desa Tambakprogaten apakah dapat

dikatakan sebagai kegiatan kampanye akan dipertimbangkan seperti di bawah ini; -

Menimbang, bahwa pengertian kampanye menurut Ketentuan umum dalam UU

No. 10 tahun 2008 adalah kegiatan peserta pemilu untuk 'meyakinkan para pemilih

dengan menawarkan visi, misi, dam program peserta pemilu; ---------------------------

Menimbang, bahwa selanjutnya menurut Pasal 81 UU No. 10 Tahun 2008

tersebut menyebutkan metode Kampanye dapat dilakukan antara lain melalui

Pertemuan Terbatas, Pertemuan Tatap Muka dan kegiatan lain yang tidak melanggar

larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan; ---------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan saksi Samhudi, saksi saksi Achmad Safi’i dan

keterangan terdakwa yang membenarkan pada acara pada tanggal 6 Januari 2009

tersebut terdakwa benar ada memberikan sambutan tetapi sambutan isi hanya

memperkenalkan diri selaku Pembina Cabang Partai Amanat Nasioanal (PAN) Kec.

Klirong, dan juga memperkenalkan caleg-caleg DPRD II Kebumen dari Partai Amanat

Nasioanal dan tidak terbukti bahwa pada pertemuan tersebut Terdakwa meyakinkan

para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Partai maupun

Terdakwa mengajak peserta untuk memilih Terdakwa pada Pemilu Tahun

2009; ---------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Ismail, saksi Sugeng dan saksi

Sunaryo HS dari Panwaslucam Klirong dan juga saksi Kasran, SH dan saksi

Suratno dari PanwasluKab Kebumen yang menerangkan bahwa acara pada

tanggal 6 Januari 2009 adalah termasuk kegiatan kampanye sedangkan saksi

tersebut tidak hadir sehingga tidak mendengar dan melihat sendiri pada acara

pada tanggal 6 Januari 2009 melainkan hanya mendapat laporan dari pihak

Page 191: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

179 

 

lain, hal ini bertentangan dengan keterangan saksi Samhudi dan saksi Achmad

Safi’i yang hadir pada acara tanggal 6 januari 2009 yang menerangkan bahwa

sambutan terdakwa hanya berisi perkenalan diri; -------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut menurut Majelis

didapat fakta yaitu: -----------------------------------------------------------------------

1. Bahwa benar pada tanggal 6 Januari 2009 terdapat percemuan terbatas

yang dihadiri kurang lebih 60 orang dan dihadin Terdakwa; ------------

2. Bahwa benar pada pertemuan terbatas tersebut adalah dalam rangka

konsolidasi Partai Pemilihan Pengurus ranting yang baru, pertemuan

mana dilaksanakan di rumah Juremi ayah dari Saksi Samhudi; ---------

3. Bahwa kehadiran Terdakwa tersebut adalah atas undangan Pembentukan

Struktur/Panitia Konsolidasi PAN tingkat ranting Desa Tambakprogaten;

---------------------------------------------------------------------------------

4. Bahwa benar pada pertemuan terbatas tersebut selain Kepala Desa

Tambakprogaten, Terdakwa turut memberikan kata-kata sambutan yang

pada intinya memperkenalkan diri selaku Pemhina Cabang Partai Amanat

Nasioanal (PAN) Kec Klirong, dan juga memperkenalkan caleg-caleg

DPRD II Kebumen dari Partai Amanat Nasional; ------------------------

5. Bahwa pada pertemuan terbatas tersebut, tidak terbukti terdakwa

menyampaikan visi misinya, tidak terbukti terdakwa mengajak peserta

rapat untuk memilih terdakwa pada Pemilu Tahun 2009

Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut maka acara

konsolidasi Partai Amanat nasional ranting Desa Tambakprogaten Kec Klirong

yang diselenggarakan pada tanggal 6 Januari 2009 tersebut bukan termasuk

kegiatan kampanye; -----------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas Majelis

berkesimpulan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif kedua dan oleh karena itu

Page 192: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

180 

 

terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan alternatif kedua Jaksa Penuntut

Umum; --------------------------------------------------------------------------------------

Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas Majelis

berkesimpulan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan tindak pidana dalam dakwaan Kesatu maupun Dakwaan Kedua;

Menimbang, bahwa dengen pertimbangan diatas maka terdakwa harus

dibebaskan dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum; ----------------------

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa: ----------------------

2 (dua) buah amplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST;

tetap terlampir dalam berkas perkara; --------------------------------------------

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dibebaskan dari dakwaan

Jaksa Penuntut Umum, maka biaya perkara dibebankan kepada negara; ------

Menimbang, bahwa karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak

pidana sebagaimana yang didakwakan maka harus dipulihkan hak terdakwa

dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; ----------------

Mengingat Pasal 271 dan Pasal 274 UU No 10 Tahun 2008, Undang--

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan-peraturan lain

yang bersangkutan; -----------------------------------------------------------------

MENGADILI:

1. Menyatakan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID tidak terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif

Kesatu maupun dakwaan altenatif Kedua sebagaimana di dakwaan Jaksa Penuntut

Umum; ------------------------------------------------------------------------------------

Page 193: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

181 

 

2. Membebaskan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID tersebut di atas dari

seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum; --------------------------------------------

3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta

martabatnya dalam keadaan semula; -------------------------------------------------

4. Memerintahkan agar barang bukti berupa: -------------------------------------------

2 (dua) buah amplop putih terdapat cap/tulisan nama Gito Prasetyo, ST; tetap

terlampir dalam berkas perkara; -------------------------------------------------------

5. Membebankan biaya perkara ini kepada negara; ------------------------------------

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Kebumen pada hari Kamis tanggal 19 Februari 2009 oleh kami

BARMEN SINURAT,SH. selaku Ketua Majelis, BAMBANG SUNANTO, SH dan

RIYA NOVITA, SH masing-masing sebagai Hakim anggota, putusan mana

diucapkan pada hari Itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh

Hakim Ketua Majelis tersebut didampingi oleh Hakim - Hakim Anggota yang

dibaritu oleh M. KHOZIN, SH sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh AJI

SUSANTO, SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kebumen dan

dihadapan terdakwa serta Penasehat hukum terdakwa.

HAKIM ANGGOTA,

Ttd

BAMBANG SUNANTO, SH.

Ttd

RIYA NOVITA, SH

HAKIM KETUA,

Ttd

BARMEN SINURAT, SH

PANITERA PENGGANTI,

Ttd

M. KHOZIN, SH.

Page 194: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

182 

 

B. Pembahasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu diundangkan tanggal

31 Maret 2008 mencabut UU pemilu sebelumnya yakni UU 12 tahun 2003,

merupakan pedoman bagi penyelenggaraan pemilu dan semua pihak yang terkait di

dalamnya serta memberikan sanksi kepada yang melanggarnya dan sanksi pidana

tersebut pada hakikatnya adalah untuk mengawal pemilu yang luber dan jurdil

tersebut. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 terdiri dari 24 (dua puluh empat)

bab yang terdiri dari 240 Pasal. UU No.10 Tahun 2008 menambahkan beberapa bab

baru yang dalam UU Pemilu sebelumnya hanya merupakan Pasal atau bagian dari

suatu atau bebarapa bab, atau karena beberapa ketentuan telah diatur dalam

perundang-undangan lain. Di samping itu, banyak Pasal-Pasal baru ditambahkan

untuk memberikan pengaturan yang lebih rinci. Di antara Pasal Pasal baru, UU No.10

Tahun 2008 memuat bab khusus tentang ketentuan pidana yaitu dalam bab XXI yang

terdiri dari 51 Pasal, dari Pasal 260 hingga Pasal 311.106

Secara garis besar jenis pelanggaran dalam UU No.10 Tahun 2008, menurut

Aldri Frinaldi terbagi menjadi tiga jenis. Yakni :

1. pelanggaran administrasi, 2. pidana, dan 3. perselisihan hasil.107

Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan perbuatan yang termasuk dalam

pelanggaran administrasi pemilu berbunyi:

                                                            106 Muchsin,Tindak pidana pemilu serta tugas peradilan umum, dalam http://id.shvoong.com/law‐and‐politics/law/1859793‐tindak‐pidana‐pemilu‐serta‐tugas/, diakses tanggal 18 April 2009. 107 Aldri Frinaldi, Pelanggaran Pemilu Hanya Tiga Jenis, dalam http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?mod=detail_berita.php&id=1030, diakses tanggal 18 April 2009. 

Page 195: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

183 

 

“Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan Undang- Undang ini yang bukan merupakan ketentuan pidana Pemilu dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan KPU.”

Dengan demikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan

sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi. Contoh

pelanggaran administratif tersebut misalnya ; tidak memenuhi syarat-syarat untuk

menjadi peserta pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat

pendidikan untuk berkampanye, tidak melaporkan rekening awal dana kampanye,

pemantau pemilu melanggar kewajiban dan larangan.

Pasal 252 UU Pemilu mengatur tentang tindak pidana pemilu sebagai

pelanggaran pemilu yang mengandung unsur pidana. Pasal 252 UU Pemilu berbunyi :

“Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.”

Pelanggaran ini merupakan tindakan yang dalam UU Pemilu diancam dengan sanksi

pidana. Sebagai contoh tindak pidana pemilu antara lain adalah sengaja

menghilangkan hak pilih orang lain, menghalangi orang lain memberikan hak suara

dan merubah hasil suara. Seperti tindak pidana pada umumnya, maka proses

penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang ada

yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Perselisihan hasil pemilu menurut Pasal 258 UU Pemilu adalah perselisihan

antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan jumlah perolehan suara hasil

pemilu secara nasional. Pasal 258 UU Pemilu berbunyi:

Page 196: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

184 

 

“Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional”

Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap

perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan

kursi peserta pemilu. Sesuai dengan amanat Konstitusi yang dijabarkan dalam UU

No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka perselisihan mengenai hasil

perolehan suara diselesaikan melalui peradilan konstitusi di MK.108

1. Criminal Policy

a. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana

Pembentukan hukum, dalam hal ini hukum tertulis atau undang-undang, pada

dasarnya merupakan suatu kebijakan politik negara yang dibentuk oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dan Presiden (di Indonesia atau pada umumnya di negara lain).

Kebijakan di atas merupakan kesepakatan formal antara Dewan Perwakilan Rakyat

dan Pemerintah, dalam hal ini Presiden, untuk mengatur seluruh kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kedua badan tersebut mengatasnamakan

negara dalam membentuk hukum atau undang-undang. Termasuk suatu kebijakan

politik negara adalah pada saat Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden menentukan

suatu perbuatan yang dapat dikenakan sanksi atau tidak (sanksi pidana, administrasi,

dan perdata).

Aristoteles memandang negara sebagai bentuk masyarakat yang paling

sempurna. Jika masyarakat dibentuk demi suatu kebaikan, maka demikian juga

                                                            108 Anonimous, Tata cara penyelesaian pelanggaran (Tindak Pidana Pemilu) pada Pemilu 2009, dalam http://www.kizatox.wordpress.com/2009/01/13/tata‐cara‐penyelesaian‐pelanggaran‐ tindak‐pidana‐pemilu‐pada‐pemilu‐2009 diakses tanggal 18 April 2009 

Page 197: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

185 

 

halnya sebuah negara atau masyarakat politik. Setiap orang dalam hidup

bermasyarakat selalu berbuat dengan maksud untuk mencapai apa yang mereka

anggap baik, dan negara dibentuk dengan sasaran kebaikan pada taraf yang lebih

tinggi. Pembentuk undang-undang dengan mengatasnamakan negara, seharusnya

memandang bahwa negara dibentuk, melalui undang-undang, dengan sasaran

kebaikan pada taraf yang lebih tinggi, yakni demi kesejahteraan, ketertiban, keadilan,

dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.

Moh. Mahfud MD selanjutnya berpendapat bahwa hukum merupakan produk

politik yang memandang hukum sebagai formalisasi atau kristalisasi dari kehendak-

kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan. Ia juga menekankan

bahwa politik hukum merupakan bagian dari ilmu hukum. Jika ilmu hukum

diibaratkan sebagai sebuah pohon, maka filsafat merupakan akarnya, sedangkan

politik merupakan pohonnya yang kemudian melahirkan cabang-cabang berupa

berbagai bidang hukum seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara,

hukum administrasi negara, dan bidang hukum lainnya.

Pandangan Mahfud di atas menggambarkan keadaan pembentukan undang-

undang di Indonesia yang menitikberatkan pada politik daripada hukum, walaupun

produk akhir politik tersebut tetap sebagai produk hukum yang harus dipatuhi oleh

seluruh masyarakat. Hal inilah yang belum disadari oleh pembentuk undang-undang

bahwa keputusan politik yang dituangkan dalam suatu undang-undang merupakan

produk hukum yang secara yuridis, isinya harus dilaksanakan, walaupun kemudian

disadari bahwa undang-undang tersebut sulit dilaksanakan karena substansinya sarat

Page 198: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

186 

 

dengan elemen-elemen politik. Mahfud sendiri menyatakan bahwa hukum

terpengaruh oleh politik karena subsistem politik memiliki konsentrasi energi yang

lebih besar daripada hukum.109 Oleh karena itu, dengan politik hukum ini, negara

diberikan kewenangan merumuskan atau menentukan suatu perbuatan yang dapat

dikategorikan sebagai tindak pidana, dan kemudian dapat menggunakannya sebagai

tindakan represif terhadap setiap orang yang melanggarnya. Inilah salah satu fungsi

penting hukum pidana, yakni memberikan dasar legitimasi bagi tindakan represif

negara terhadap seseorang atau kelompok orang yang melakukan perbuatan yang

dirumuskan sebagai tindak pidana.110

Ketentuan pidana yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum di

dalam KUHP adalah menarik karena ketika WvS mulai berlaku di tahun 1917, Pasal-

Pasal tersebut sudah ada, padahal Indonesia masih dijajah oleh Belanda sehingga

pemilihan umum belum ada. Tampaknya ketentuan WvS Belanda diambil begitu saja

untuk Hindia Belanda. Di negeri Belanda, pemilihan umum memang sudah ada

dilaksanakan pada masa itu. Di negara yang memiliki sistem bicameral system itu,

Konstitusi 1815 menentukan adanya pemilihan langsung yang dilakukan untuk

memilih Second Chamber. Sementara The First Chamber dipilih secara tidak

langsung. Adapun di Indonesia sendiri meskipun di masa penjajahan Belanda sudah

ada wakil-wakil bangsa Indonesia di Lembaga Perwakilan saat itu (Volksraad),

khususnya sejak 1918-1942, namun pemilihan masih dilakukan oleh pemilih yang

                                                            109 Suhariyono AR, Proses Legislasi Dalam Pengembangan Sistem Hukum, dalam http://www.legalitas.org/?q=Proses+Legislasi+Dalam+Pengembangan+Sistem+hukum diakses tanggal 23 Juni 2009. 110 Yasmil Anwar & Adang, Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana, Grasindo, 2008, hal 59. 

Page 199: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

187 

 

sangat terbatas. Pemilihan umum nasional barulah dilaksanakan sesudah Indonesia

merdeka, tepatnya tahun 1955 yang merupakan pemilu nasional pertama.111 Lagipula

penting untuk dicatat bahwa Pasal-Pasal tindak pidana pemilu dalam KUHP tidak

pernah diterapkan atas tindak pidana pemilu mengingat ketika pemilu pertama

diadakan di tahun 1955, sudah ada tindak pidana pemilu yang diatur dalam UU No. 7

Tahun 1953.112

Jimly Asshiddiqie meyakini bahwa potensi problem hukum lebih besar pada

Pemilu 2009 dibanding Pemilu 2004 silam. Potensi timbulnya lebih banyak masalah

hukum bukan tanpa alasan. Pertama, jumlah partai peserta pemilu 2009 lebih banyak

dibanding Pemilu 2004, malah hampir dua kali lipat. Empat tahun lalu, jumlah

peserta adalah 24 partai, sementara pada Pemilu 2009 mencapai 40 peserta. Kalau

terjadi sengketa mengenai hasil pemilu, pihak yang terlibat akan semakin banyak.

Potensi kedua adalah objek yang bisa dipersengketakan partai politik dan KPU.

Sebaliknya, ini juga menjadi tugas berat bagi Mahkamah Konstitusi untuk

menyelesaikannya. Pada Pemilu 2004, yang bisa diajukan ke Mahkamah terbatas

pada perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Menurut Jimly, pada Pemilu 2009,

kemungkinan sengketa meluas ke persoalan perolehan suara yang menentukan

terpilihnya seorang calon anggota DPR, dan persoalan electoral threshold.113

Persoalan tindak pidana pemilu ini, sebenarnya UU Nomor 10 tahun 2008

sudah mengakomodasi banyak hal bila terjadi tindak pidana. Artinya, dengan

                                                            111 Topo Santoso, Op.Cit Hal 13. 112 Ibid.,Hal 41 113 Anonymous, Problem Hukum Pemilu 2009 Akan Lebih Rumit dalam http://hukumonline.com/ diakses tanggal 23 Juni 2009. 

Page 200: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

188 

 

menggunakan UU Nomor 10 tahun 2008 sudah bisa menjerat banyak tindak pidana

yang terjadi dengan sanksi pidana (penal). Meskipun dalam UU Nomor 10 Tahun

2008 tidak mencantumkan tentang tujuan dan pedoman pemidanaan untuk tindak

pidana pemilu ini, tetapi UU ini tetap diharapkan bisa berfungsi sebagaimana

mestinya, yakni memberikan keadilan pada masyarakat. Pentingnya tujuan dan

pedoman pemidanaan ini, menurut Barda Nawawi Arief yakni sebagai pemberi arah

agar digunakannya sarana penal ini dapat bermanfaat dan sesuai dengan tujuan yang

hendak dicapai, serta memberikan landasan filosofis mengapa dan bagaimana pidana

itu diberikan.114 Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab bagi hukum pidana untuk

melindungi kepentingan umum dan kepentingan hukum masyarakat.

Dari segi politik hukum, sejak di dalam KUHP, para pembuat undang-undang

telah melihat adanya sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan pemilihan umum

yang berbahaya bagi pencapaian tujuan pemilihan sehingga harus dilarang dan

diancam dengan pidana. Terlihat kecenderungan peningkatan cakupan dan

peningkatan ancaman pidana dalam beberapa undang-undang pemilu yang pernah ada

di Indonesia. Ini dapat dipahami sebagai suatu politik hukum dari pembuat undang-

undang guna mencegah terjadinya tindak pidana. Artinya, tindak pidana pemilu

ditinjau dari rasa keadilan masyarakat dianggap suatu perbuatan yangs serius dan

pelakunya harus ditindak agar perbuatan yang sangat merugikan demokrasi ini tidak

berkembang atau dapat dicegah.115

                                                            114 Ahmad Irzal Fardiansyah, Kebijakan Hukum Pidana Pemilu, dalam http://www.lampungpost.com diakses tanggal 23 Juni 2009. 115 Topo Santoso,Op.Cit.,Hal 111. 

Page 201: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

189 

 

Istilah “kebijakan” diambil dari istilah policy (Inggris) atau politiek (Belanda).

Bertolak dari kedua istilah tersebut, maka istilah “kebijakan hukum pidana” dapat

juga disebut dengan istilah “politik hukum pidana”. Dalam kepustakaan asing istilah

“politik hukum pidana” ini sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal

policy, criminal law policy atau strafrechtspolitiek.116

Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan hukum pidana diartikan

bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundang-

undangan pidana yang baik. Sedangkan menurut Sudarto memberikan beberapa

definisi tentang kebijakan hukum pidana, yaitu :

1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat.

2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.

3. Usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.

4. Usaha untuk mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perudang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.

Sedangkan menurut Marc Ancel yang dimaksud dengan kebijakan hukum pidana

adalah suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan

hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya

kepada pembuat undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana

putusan pengadilan.

Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang lebih baik

pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi,                                                             116 Barda Nawawi Arief,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, Hal.24. 

Page 202: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

190 

 

kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal.

Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana

identik dengan pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum

pidana”.117 Perumusan tindak pidana pemilu harus berdasarkan tujuan adanya

pemidanaan itu sendiri selain tujuan menjaga kedaulatan rakyat lewat pemilu, seperti

menurut Barda Nawawi Arief :

a. Sanksi hukum pidana, pengobatan simptomatik dan bukan pengobatan kausatif; b. Sifat/fungsi pemidanaan, individual / personal dan bukan struktural/fungsional. c. Sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan di luar jangkauan hukum pidana; d. Hukum pidana, bagian kecil dari sistem sosial e. Sanksi hukum pidana, remedium yang kontradiktif dan mengandung unsur-unsur

serta efek samping yang negatif. f. Perumusan sanksi pidana, kaku dan imperatif. g. Berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih berfariasi

dan memerlukan biaya tinggi.118 Sedangakan A. Mulder berpendapat bahwa politik hukum pidana

(strafrechtspolitiek) adalah garis kebijakan untuk menentukan :

1. seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui.

2. apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana, dan 3. bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidanaharus

dilaksanakan.119

Permasalahan yang ada dalam politik hukum pidana terletak pada garis-garis

kebijakan atau pendekatan yang bagaimanakah sebaiknya ditempuh dalam

menggunakan hukum pidana tersebut? Hal ini dikemukakan sehubungan dengan

pendapat dari Herberet L. Packer.

                                                            117 Ibid. 118 Didik Endro Purwoleksono, Op.cit. 119 Yasmil Anwar & Adang,Op.Cit. 

Page 203: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

191 

 

1. The criminal sanction is indispensable; who could not, now or in the foreseeble future get along without it. Sanksi pidana sangatlah diperlukan; kita tidak dapat hidup, sekarang maupun pada masa depan tanpa pidana.

2. The criminal sanction is the best available device we have for dealing with gross and immediate haarms and threats of harm. Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera serta untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya.

3. The criminal sanction is at once prime guarantor and prime threatener of human fredom. Used providently and humanely, it is guarantor; used indiscrimnaately and coercively, it is threateber. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama, dan suatu ketika merupakan pengancam utama dari kebebasan manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat cermat dan secara manusiawi. Ia merupakan pengancam apabila digunakan secara sembarangan dan secara paksa.120 b. Ruang Lingkup Kebijakan Hukum Pidana

Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah

politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Perhatikan bagan

penanggulangan kejahatan dengan pendekatan kebijakan di bawah ini :

Bagan II121

Pencegahan dan Penanggulangan Kriminal (Criminal Policy) tidak terlepas dari

kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya

                                                            120 Ibid, Hal 60. 121 Barda Nawawi Arief Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT Citra Aditya, 2001, Hal 74. 

Page 204: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

192 

 

upaya untuk kesejahteraan sosial (Social welfare (SW) policy) dan kebijakan/upaya-

upaya untuk perlindungan masyarakat (Social Defence (SD) Policy). Dengan

demikian, sekiranya kebijakan penangggulanagan kejahatan (Polkrim) dilakukan

dengan menggunakan sarana-sarana penal hukum pidana, khususnya pada tahapan

kebijakan yudikatif/Aplikatif (penagakkan hukum inconcerto) harus memperhatikan

dan mangarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu Social Welfare dan

Social Defence.122 Dengan kata lain, penggunaan kebijakan yang dilaksanakan hanya

demi terpenuhinya keefisienan dalam penanggulangan kejahatan. Pendekatan

kebijakan seperti ini, jelas merupakan pendekatan yang rasional karena karakteristik

dari suatu politik kriminal yang rasional tidak lain daripada penerapan metode-

metode yang rasional. Hal ini menurut Hoefnagel, suatu politik kriminal haruslah

rasional; kalau tidak demikian, tidak sesuai dengan definisinya sebagai “a rational

total of the respinse to crime”. Di samping itu, hal ini penting karena konsepsi

mengenai kejahatan dan kekuasaan atau proses untuk melakukan kriminalisasi sering

ditetapkan secara emosional.123

Kriminalitas secara definisi mengandung pengertian suatu perilaku yang semula

dikualifikasikan sebagai peristiwa bukan pidana dan tidak dikenakan sanksi negatif

dibidang pidana, kemudian diberikan kualifikasi pidananya dan sanksi negatifnya.

Bahkan kejahatan itu hadir (timbul) berkat adanya ketegangan yang dirasakan

masyarakat (strain theory), selanjutnya berkat sesuatu yang dipelajari (learning

theory) atau berkat lemahnya pengawasan oleh masyarakat (control theory).

                                                            122 Ibid. Hal 73 123 Ibid.Hal 62 

Page 205: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

193 

 

Secara harfiah kriminalitas bukan merupakan peristiwa heriditer (biologis

semata), juga bukan merupakan warisan biologis. Indikatornya terbentuk dari

tindakan kejahatan secara holistik, bisa dilakukan oleh siapa saja, seperti anak-anak,

orang dewasa, dan orang tua. Tindakan kejahatan tidak terbatas hanya satu golongan

atau person tertentu, karena tanpa disadari atau tidak kita terkadang telah berbuat

kriminalitas. Intinya tindakan kriminalitas dilakukan seseorang tidak dibatasi oleh

umur. Tindakan kriminalitas dapat dilakukan secara sadar - sudah direncanakan - ,

atau dipikirkan untuk tujuan tertentu sacara sadar. Tindakan kejahatan dapat pula

dilakukan dalam keadaan setengah sadar, misalnya karena di dorong oleh tekanan-

tekanan, inspul-inspul, dan oleh obsesi-obsesi yang kuat. Kejahatan dapat pula

dilakukan secara tidak sadar sama sekali, misalnya karena terpaksa untuk dapat

mempertahankan hidup.

Keadaan masyarakat yang heterogen dan kompleksitas dalam sistem sosialnya

sering menawarkan dan menumbuhkan aspirasi-aspirasi material tinggi, dan sering

disertai oleh ambisi-ambisi yang tidak sehat. Dambaan pemenuhan kebutuhan

material yang melimpah, misalnya keinginan untuk memiliki harta kekayaan dan

barang-barang mewah, tanpa memiliki kemampuan untuk memenuhinya maka akan

mencapainya dengan jalan yang tidak wajar, mendorong individu untuk melakukan

tindakan kriminal. Adanya ketidaksesuaian atau pertentangan (diskrepansi) antara

ambisi dengan kemampuan pribadi, maka peristiwa demikian ini mendorong orang

untuk melakukan tindak kejahatan. Atau jika terjadi diskrepansi antara aspirasi-

aspirasi dengan kemampauan personal, maka akan terjadi malajusment ekonomis

Page 206: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

194 

 

(ketidakmampuan menyesuaiakan diri secara ekonomis) yang mendorong orang

untuk melakukan tindakan kriminalitas.124

Di sisi lain faktor akselerator adalah kejadian di luar parameter model, kejadian

umpan balik yang dengan cepat meningkatkan level signifikan situasi umum yang

paling mengandung kekerasan. Akselerator juga bisa mempengaruhi kegagalan

sistem atau perubahan-perubahan mendasar dalam kausalitas politik, dan seringkali

dipahami sebagai katalisator dalam proses eskalasi konflik. Selain itu akselerator

dipahami sebagai kejadian yang tidak berhubungan langsung dengan indikator

penyebab konflik, akan tetapi bisa meningkatkan secara cepat proses eskalasi dan de-

eskalai konflik. Sedangkan faktor Trigger adalah kejadian tiba-tiba yang memicu

pecahnya konflik, misalnya pembunuhan tokoh atau pemimpin kelompok tertentu,

dan perusakan simbol-simbol indetitas. Namun faktor trigger ini bersifat jangka

pendek, sporadis, dan merupakan data ordinasi yang nilainya dipengaruhi peluang

sekuritisasi terhadap peristiwa.

Ruang lingkup pembahasan dalam hal ini difokuskan kepada kebijakan

hukum pidana (penal-policy) dalam hal kaitannya dengan ketentuan - ketentuan

pelanggaran tindak pidana pemilihan umum yang berada di dalam UU No. 10 Tahun

2008 tentang Pemilu Legislatif sebagai formulasinya dengan tahapan kebijakan

hukum pidana yang bersifat yudikatif yaitu tahapan pemberian pidana oleh badan

yang berwenang (pengadilan). Sistematika ketentuan pidana dalam UU No 10 Tahun

                                                            124 Aryos Nivada, Analitis Kriminalitas Menjelang Pemilu, dalam www.achehpress.com diakses tanggal 23 Juni 2009.  

Page 207: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

195 

 

2008 dimuat dalam bab XXI terdiri dari 51 Pasal yang bisa diketahui dari Pasal,

perbuatan dan sanksi pidana dalam tabel berikut :

Tabel 1

Perumusan Tindak Pidana Pemilihan Umum dalam UU No 10 Tahun 2008

No Pasal Perbuatan Sanksi/Pidana Penjara Min/Max

Denda Min/Max (Rp)

1 260 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya

12 Bln - 24 Bln

12.000.000 - 24.000.000

2 261 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

3 262 Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

4 263 Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5)

3 Bln - 6 Bln

3.000.000 - 6.000.000

5 264 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2)

6 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

6 265 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

7 266 Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai

36 Bln - 72 Bln

36.000.000 - 72.000.0000

Page 208: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

196 

 

atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73

8 267 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3)

6 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

9 268 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3)

6 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

10 269 Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

11 270 Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

12 271 Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2)

3 Bln - 12 Bln

30.000.000 - 60.000.000

13 272 Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3)

6 Bln - 24 Bln

25.000.000 - 50.000.000

14 273 Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5)

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

15 274 Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

Page 209: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

197 

 

menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87

16 275 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1)

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

17 276 Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2)

6 Bln - 24 Bln

1.000.000.000 - 5.000.000.000

18 277 Pelaksana kampanye yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

19 278 Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

20 279 ayat 1 Pelaksana kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

21 279 ayat 2 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan

6 Bln - 18 Bln

6.000.000 - 18.000.000

22 280 Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

23 281 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2)

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

24 282 Setiap orang atau lembaga survei yang mengumumkan hasil survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

25 283 Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)

12 Bln - 24 Bln

120.000.000 - 240.000.000

26 284 Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1)

24 Bln - 48 Bln

500.000.000 - 1.000.000.000

27 285 Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal

24 Bln - 48 Bln

500.000.000 - 1.000.000.00-

Page 210: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

198 

 

146 ayat (1) 28 286 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat

pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah

12 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

29 287 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

30 288 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

31 289 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain

6 Bln - 18 Bln

6.000.000 - 18.000.000

32 290 Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS

6 Bln - 18 Bln

6.000.000 - 18.000.000

33 291 Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara

24 Bln - 60 Bln

24.000.000 - 60.000.000

34 292 Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan

6 Bln - 12 Bln

6.000.000 - 12.000.000

35 293 Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

36 294 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2)

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

37 295 Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2)

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000,-

38 296 ayat 1 Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2), anggota KPU kabupaten/kota

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

39 296 ayat 2 Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja 3 Bln - 12 3.000.000 -

Page 211: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

199 

 

tidak melaksanakan ketetapan KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS

Bln 12.000.000

40 297 Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel

12 Bln - 60 Bln

500.000.000 – 1.000.000.000

41 298 Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara

12 Bln - 60 Bln

500.000.000 – 1.000.000.000,-

42 299 ayat 1 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara

6 Bln - 12 Bln

6.000.000 - 12.000.000

43 299 ayat 2 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan

12 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 12.000.000

44 300 Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu

60 Bln - 120 Bln

500.000.000 - 1.000.000.000

45 301 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3)

12 Bln - 24 Bln

12.000.000 - 24.000.000

46 302 Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3)

3 Bln - 12 Bln

3,000,000 - 12,000,000

47 303 Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5)

6 Bln - 18 Bln

6,000,000 - 18,000,000

48 304 Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6)

6 Bln - 24 Bln

6,000,000 - 24,000,000

49 305 Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181

3 Bln - 12 Bln

3,000,000 - 12,000,000,-

50 306 Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil 24 Bln - 60 240,000,000 -

Page 212: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

200 

 

Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2), anggota KPU

Bln 600,000,000

51 307 Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara

6 Bln - 18 Bln

6,000,000 - 18,000,000

52 308 Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu

6 Bln - 18 Bln

6,000,000 - 18,000,000

53 309 Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257

12 Bln - 24 Bln

12,000,000 - 24,000,000

54 310 Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu

3 Bln - 36 Bln

3,000,000 - 36,000,000

55 311 Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300,

maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut.

2. Subjek Tindak Pidana Pemilu

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 terdapat 24 ketentuan pidana

ditujukan kepada setiap orang, 19 ketentuan secara langsung ditujukan ke

penyelenggara, 2 ketentuan untuk pengawas, 11 ketentuan dilakukan pelaksana,

peserta, dan petugas kampanye. Selebihnya dilakukan oleh aparat pemerintah (3),

Page 213: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

201 

 

perusahaan percetakan (2), lembaga survei (3), dan petugas pembantu pemilih

(1)125

Sedangkan menurut Topo Santoso, subjek hukum pidana pemilu, itu macam-

macam, dari perorangan, partai politik, hingga perusahaan yang menjadi rekanan

KPU.126 Menurut Abdul Fickar Hadjar subjek yang dapat dikenai tindak

pidana Pemilu antara lain: setiap orang (umum), Pelaksana Kampanye (orang

partai atau event organizer), Pejabat Negara (seperti Ketua/Wakil Ketua/Ketua

Muda/Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Ketua/Wakil Ketua, Hakim

Mahkamah Konstitusi, Hakim pada semua badan peradilan, Ketua / Anggota

BPK, Gubernur/Deputi Gubernur BI, serta Pejabat Badan Usaha Milik negara ),

PNS/TNI/POLRI, Lembaga-lembaga Survey baik perorangan maupun institusi,

Perusahaan Percetakan, dan Badan Pengawas Pemilu.127

Lebih detil lagi menurut Marsudin Nainggolan, subjek hukum dari tindak

pidana pemilu terdiri dari :

– Setiap Orang – Pejabat Yudikatif. – Pejabat BPK. – Pejabat Bank Indonesia. – Pejabat BUMN / BUMD – PNS – TNI – Polri – Kepala Desa / Perangkat,BPD.

                                                            125 Veri Junaedi, Penegakkan Pidana Pemilu Rawan Dipecundangi,dalam www.reformasihukum.org, diakses tanggal 25 April 2009.  126 Topo Santoso, Banyak Salah Kaprah Penerapan Pidana Pemilu, dalam http://www.republika.co.id/berita/31876/Banyak_Salah_Kaprah_Penerapan_Pidana_Pemilu, diakses tanggal 25 April 2009.  127 Abdul Fickar Hadjar, Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu, www.fickar15.blog.friendster.com, diakses tanggal 25 April 2009. 

Page 214: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

202 

 

– WNI yang tidak memiliki hak pilih. – Petugas PPS atau PPLN – KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten / Kota. – Pegawai KPU Setjen KPU, Sekretaris KPU Prop, Sekretaris KPU Kabupaten /

Kota. – Ketua KPPS / KPPSLN. – Setiap Pelaksana, Peserta atau Petugas Kampanye. – Pengawas Pemilu (Bawaslu , Panwaslu). – Orang/ Lembaga Penghitungan Cepat. – Setiap Perusahaan Percetakan Surat Suara. – Setiap Majikan atau Atasan.128

Dari jumlah subjek hukum di atas bisa dikelompokkan lebih umum menjadi 2

(dua) kategori yaitu subjek hukum setiap orang atau naaturlijk person dan

subjek hukum berupa Badan hukum atau korporasi.

2.1 Subjek Hukum Setiap Orang

Subjek hukum setiap orang berarti mengacu pada setiap orang, tidak berbeda

dengan “barang siapa”. Dalam hal ini subyek hukum sebagai pembawa hak dan

kewajiban, atau siapa saja yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.

Termasuk subjek hukum setiap orang adalah setiap orang yang mempunyai hak

dan kewajiban yang diberikan jabatannya atau kedudukannya melakukan

pelanggaran pidana pemilu, sehingga pejabat negara atau atasan dapat dikatakan

sebagai subjek hukum naturlijk persoon. Sedangkan subjek hukum pejabat

negara yang dimaksud di dalam tindak pidana pemilu adalah sebagai natuurlijk

persoon bukan dilihat dari subjek hukum badan hukum Negara atau

Pemerintahan.

                                                            128 DR. Marsudin Nainggolan, SH., MH, Pelanggaran Pidana Pemilu Dalam UU Pemilu No. 10 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008, di dalam www.pakpakbharatkab.go.id, diakses tanggal 27 April 2009.  

Page 215: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

203 

 

Yang termasuk subjek hukum setiap orang di dalam tindak pidana pemilu

adalah Pejabat Yudikatif, Pejabat BPK, Pejabat Bank Indonesia, Pejabat BUMN /

BUMD, PNS, TNI, Polri, Kepala Desa / Perangkat, BPD, WNI yang tidak

memiliki hak pilih, Petugas PPS atau PPLN, KPU, KPU Propinsi, KPU

Kabupaten / Kota, Pegawai KPU Setjen KPU, Sekretaris KPU Prop, Sekretaris

KPU Kabupaten / Kota, Ketua KPPS / KPPSLN, Setiap Pelaksana, Peserta atau

Petugas Kampanye, Pengawas Pemilu, dan Majikan atau atasan. Lebih detail lagi

subjek hukum tindak pidana pemilu terdiri dari :

a) Setiap Orang

Pasal Pasal yang memuat Subjek Hukum Setiap Orang dalam UU No

10 Tahun 2008 adalah Pasal 260, 261, 262, 265, 266, 269, 270, 276, 278, 281,

282, 286, 287, 288, 289, 290, 291, 293, 295, 297, 298, 300, 307, dan 308 .

Dalam undang-undang tersebut tidak diketemukan adanya Pasal dalam

menyebutkan maksud dari subjek hukum setiap orang secara definitif.129 Jika

diperbandingkan dengan UU lain seperti Undang-Undang No 20 Tahun 2001

tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 1 ayat (3), yang dimaksud setiap orang

adalah perorangan atau termasuk korporasi. Dalam Undang-undang No.37

tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dalam Pasal 1 ayat (11) definisi

setiap orang termasuk juga orang perseorangan atau korporasi termasuk

korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum

dalam likuidasi.

                                                            129 Topo santoso, Ketentuan Pidana Diarahkan ke Penyelenggara Pemilu, www.hukumonline.com, diakses tanggal 25 April 2009. 

Page 216: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

204 

 

Perumusan Setiap orang di dalam UU Pemilu tidak disebutkan

termasuk korporasi atau badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban.

Dengan demikian setiap orang di dalam UU Pemilu hanya ditujukan kepada

“persoon” atau “natuurlijk persoon”.

b) Penyelenggara Pemilu

Definisi penyelenggara Pemilu bisa kita temukan dalam Pasal 1 ayat 5

Undang-undang No.22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

yang berbunyi :

“Penyelenggara Pemilihan Umum adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat.”

Berdasarkan Pasal 1 ayat 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan ayat 12 Undang-undang

Nomor 10 Tahun 2008, yang disebut dengan Penyelenggara Pemilu adalah:

1. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

2. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, adalah penyelenggara Pemilu di provinsi dan kabupaten/kota.

3. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan atau sebutan lain, yang selanjutnya disebut kecamatan.

4. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa atau sebutan lain/kelurahan, yang selanjutnya disebut desa/kelurahan.

5. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disebut PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri.

Page 217: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

205 

 

6. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disebut KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.

7. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disebut KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar negeri.

c) Pengawas Penyelenggara Pemilu

Berdasarkan Pasal 1 ayat 15, 16, 17, 18, dan ayat 19 Undang-undang

Nomor 10 Tahun 2008, yang disebut dengan Pengawas Penyelenggara Pemilu

adalah:

1. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

3. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu kabupaten/kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan.

4. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan.

5. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.

d) Peserta Pemilu Perseorangan

Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 23, disebutkan

definisi peserta pemilu yang berbunyi :

“Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD.”

Perseorangan

Page 218: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

206 

 

Perseorangan sebagai peserta Pemilu menurut Pasal 1 ayat 25 UU No.10

Tahun 2008 adalah :

“Perseorangan Peserta Pemilu adalah perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.”

e) Pejabat Negara

Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek

hukum Pejabat Negara hanya termuat dalam satu Pasal yaitu Pasal 272 yang

berbunyi :

“Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dikenai pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).”

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian

Pasal 1 ayat 4 berbunyi :

“Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.”

Selanjutnya masih dalam UU Pokok Kepegawaian tersebut dalam

Pasal 11 disebutkan yang termasuk Pejabat Negara terdiri atas :

a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyarawatan Rakyat; c. Ketua, Wakil ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;

Page 219: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

207 

 

d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;

e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung; f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri; h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan

sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh. i. Gubernur dan Wakil Gubernur; j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.

Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut di atas sesuai dengan asas Lex

specialis Derogat Legi Generalis dimana Undang-Undang Kepegawaian

sebagai undang undang pokok, maka dapat diketahui bahwa tidak semua

pejabat negara sebagai subjek hukum pidana pemilu dapat dikenai sanksi

tindak pidana pemilu. Pejabat Negara yang dapat dikenai sanksi pidana pemilu

adalah:

a. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda hakim Agung; b. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda hakim Konstitusi ; c. Hakim-hakim pada semua badan peradilan; d. Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; e. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur Bank Indonesia; f. Pejabat BUMN, BUMD.

f) Pegawai Negeri dan Pemerintah Desa Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek

hukum Pegawai Negeri dan Pemerintah Desa hanya termuat dalam satu Pasal

yaitu Pasal 273 yang berbunyi :

“Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5) dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan

Page 220: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

208 

 

paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

Sebenarnya, di dalam KUHP tidak terdapat ketentuan tentang apa

yang dimaksud dengan Pegawai Negeri (ambtenaar), tetapi hanya terdapat

ketentuan yang maksudnya memperluas130 apa yang dimaksud dengan

pegawai negeri, yaitu Pasal 92 KUHP yang menentukan :

1. Termasuk ke dalam Pegawai Negeri adalah juga orang yang terpilih di dalam pemilihan umum yang diadakan berdasarkan peraturan umum, demikian juga semua orang anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintah atau badan perwakilan yang diadakan oleh atau atas nama pemerintah, selanjutnya juga semua anggota dari seluruh Dewan Pengairan dan semua pemimpin orang-orang pribumi serta pemimpin orang-orang Timur Asing yang secara sah melaksanakan kekuasaan dan yang tidak dipilih dai dalam suatu pemilihan.

2. Termasuk ke dalam pengertian Pegawai Negeri dan hakim adalah juga seorang wasit,…dewan-dewan agama.

3. Semua orang yang termasuk di dalam Angkatan Bersenjata dianggap sebagai pegawai negeri.131

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian

Pasal 1 ayat 1 berbunyi :

“Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) UU Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri

terdiri dari :

1. Pegawai Negeri Sipil;                                                             130 Putusan Mahkamah Agung RI No.81 K/Kr/1962 tanggal 1 Desember 1962. 131 P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia,cetakan III, Bandung, Sinar Baru, 1990, Hal. 82. 

Page 221: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

209 

 

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia 3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan Pemerintah Desa di dalam ketentuan Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 202 ayat 1, 2, dan 3

yang berbunyi:

(1) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. (2) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. (3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari

pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut di atas maka Pegawai Negeri yang

dapat dikenai sanksi pidana pemilu sudah disebutkan secara definitif di dalam

UU No 10 Tahun 2008 adalah:

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah; b. Anggota Tentara Nasional Indonesia c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; d. Sekretaris Desa. Sedangkan pemerintah desa yang dapat dikenai sanksi tindak pidana pemilu

adalah :

a. Kepala Desa; b. Perangkat Desa; c. Badan Permusyawaratan Desa.

g) Majikan/Atasan

Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek

hukum Majikan/Atasan terdapat dalam Pasal 292 yang berbunyi :

“Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling

Page 222: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

210 

 

sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

2.2 Subjek Hukum Badan Hukum atau Korporasi

Badan Hukum adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat

oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subyek hukum badan

hukum mempunyai syarat syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :

(teori kekayaan bertujuan) : 1.Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan

anggotanya. 2. Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan

kewajiban para anggotanya.

a) Peserta Pemilu Partai Politik

Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 23, disebutkan

definisi peserta pemilu yang berbunyi :

“Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD.”

Partai Politik

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang

Partai Politik, Definisi Partai Politik adalah :

“Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warganegara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Sedangkan Partai politik menurut Pasal 1 ayat (24) UU No 10 Tahun

2008 adalah :

Page 223: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

211 

 

“Partai Politik Peserta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.”

Jadi, Partai Politik digolongkan dalam Organisasi, bukan persoon

secara biologis, dan dapat dikenai sanksi pidana pemilu.

b) Lembaga Survei atau Penyelenggara Penghitungan Cepat

Terdapat tiga Pasal yang ketentuan subjek hukum pidana pemilu

adalah Lembaga Survei atau Penyelenggara Penghitungan Cepat secara

definitif yaitu Pasal 282, 307 dan Pasal 308 yaitu :

Pasal 282 yang berbunyi : “Setiap orang atau lembaga survei yang mengumumkan hasil survei atau hasil jejak pendapat dalam masa tenang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

Pasal 307 yang berbunyi :

“Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).”

Pasal 308 yang berbunyi :

“Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah). “

Dalam perkembangannya, Pasal 282 dan Pasal 307 diputuskan tidak

memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945

Page 224: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

212 

 

oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam Amar Putusannya Mahkamah

Konstitusi memiliki dasar hukum di dalam UUD RI Tahun 1945 dan

mengingat Pasal 56 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), serta Pasal 57 ayat (1)

dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);132

Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,

menyatakan:

“Bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”

Berkenaan dengan jurisdiksi Mahkamah Konstitusi tersebut di atas

maka Mahkamah Konstitusi berhak dan berwenang untuk melakukan

pengujian Pasal 245, Pasal 282, dan Pasal 307 UU Nomor 10 Tahun 2008

terhadap UUD 1945.

Dengan demikian secara definitif subjek Hukum Lembaga Survei atau

Penyelenggara Perhitungan cepat hanya terdapat di dalam Pasal 308 UU

Nomor 10 Tahun 2008.

                                                            132 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 9/PUU‐VII/2009, Tentang Pokok Perkara Pengujian Undang‐undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Undang‐Undang Dasar 1945, 2009 Hal.66 ‐ 67  

Page 225: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

213 

 

c) Perusahaan Pencetak Surat Suara

Ketentuan Pidana Pemilu dalam UU Pemilu Legislatif terkait subjek

hukum Perusahaan Pencetak Surat Suara secara definitif terdapat di dalam

2 Pasal yaitu Pasal 284 dan Pasal 285.

Pasal 284 yang berbunyi : “Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Pasal 285 yang berbunyi :

“Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

3. Jenis Tindak Pidana Pemilu

Dari tabel 1 (satu) di atas tentang Tindak Pidana Pemilu dalam UU No.10

Tahun 2008 dapat dikelompokkan jenis tindak pidana pemilu sebagai berikut :

3.1 Tindak Pidana Pemilu Yang Mengadopsi Delik Dalam KUHP

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008, delik-delik

KUHP diadopsi ke dalam batang tubuh, dengan cara menuliskan dan

menyebutkan unsur-unsur tindak pidana pemilunya.

Dalam Pasal 286, 287, 288,289,dan Pasal 291 UU No.10 Tahun 2008

rumusannya diubah, sehingga tidak lagi mengacu kepada Pasal 148, 149,

Page 226: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

214 

 

150, 151, dan 152 KUHP, akan tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur

yang terdapat dalam masing-masing Pasal KUHP seperti Merintangi

Orang Menjalankan Haknya dalam Memilih dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan yang dinyatakan dalam Pasal 148 KUHP, juga

diadopsi dalam Pasal 287 UU No.10 Tahun 2008. Perubahan tersebut

selain memudahkan pemahaman terhadap materi muatan yang

dikandungnya juga memberikan penjelasan terhadap objek atau lingkup

yang diaturnya.

Ketentuan Pasal-Pasal KUHP yang diadopsi ke dalam Ketentuan UU

No.10 Tahun 2008 terkait Ketentuan Tindak pidana pemilu bisa dilihat

perbandingannya dalam tabel 2 (dua) berikut ini dengan mengkategorikan

jenis-jenis tindak pidana pemilunya :

Tabel 2 Perbandingan Perumusan Tindak Pidana Pemilu antara KUHP dengan UU

Nomor 10 Tahun 2008

No Tindak Pidana Pemilu

Ketentuan Pasal Ketentuan Sanksi

KUHPUU

No.10 Th.08

KUHP

UU No 10 Th. 2008

Penjara Min/Max

Denda Min/Max (Rp)

1 Merintangi Orang menjalankan Haknya dalam Memilih

148 287 Pidana penjara Max. 16 Bulan

6 Bln – 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

2 Penyuapan dan menerima suap 149 286

pidana penjara Max. 9 Bulan atau pidana

denda max.Rp 4500,-

12 Bln – 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

3 Perbuatan Tipu Muslihat 150 288 pidana penjara Max. 9 bulan

12 Bln – 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

4 Mengaku sebagai orang lain 151 289 pidana penjara Max

16 Bulan 6 Bln – 18 Bln

6.000.000 - 18.000.000

5 Menggagalkan Pemungutan Suara yang Telah Dilakukan atau Melakukan Tipu Muslihat yang menybabkan hasil

152 291 pidana penjara Max 24 tahun.

24 Bln – 60 Bln

24.000.000 - 60.000.000

Page 227: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

215 

 

pemungutan suara menjadi lain dari yang seharusnya

6. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan tersebut dalam Pasal 147 – 152

153 ayat 2 -

Pencabutan Hak Hak yang tersebut didalam Pasal 35 ke-3

-

Dilihat dari letak pasal pasal ketentuan pidana yang berada di KUHP

yaitu di Buku II Bab IV maka tindak pidana pemilu dalam KUHP

dianggap sebagai kejahatan. Hal ini bisa dilihat dari ancaman hukumannya

12 bulan ke atas. Kecuali dalam hal Tindak Pidana mengaku sebagai

orang lain walau di kategorikan sebagai kejahatan namun ancaman

hukumannya di bawah 12 tahun. Kalau dibandingkan dengan perumusan

ancaman sanksi pidana pada UU pemilu maka ancaman sanksi pidana

pemilu di dalam KUHP masih lebih ringan. Sebagai contoh ketentuan

pidana “Menggagalkan Pemungutan Suara yang Telah Dilakukan atau

Melakukan Tipu Muslihat yang menyebabkan hasil pemungutan suara

menjadi lain dari yang seharusnya” di dalam Pasal 152 KUHP hanya

diancam hukuman penjara maksimal 24 bulan, sedangkan di dalam Pasal

291 UU Pemilu diancam paling lama 60 bulan dan denda paling besar Rp

60.000.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas maupun kuantitas

sanksi di dalam UU Pemilu lebih berat di banding KUHP.

3.2 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Tahapan Pemilu

Menurut Topo Santoso, Pada tahapan – tahapan pemilu dimulai dari

tahapan pendaftaran baik pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta,

maupun pendaftaran DPR, DPRD, dan DPRD Provinsi, serta DPRD

Page 228: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

216 

 

Kabupaten/Kota. Kemudian tahapan kampanye pemilu, tahapan

pemungutan suara, dan yang terakhir tahapan pasca pemungutan suara.

Berdasarkan ketentuan UU No 10 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2)

Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi :

1. pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; 2. pendaftaran Peserta Pemilu; 3. penetapan Peserta Pemilu; 4. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; 5. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota; 6. masa kampanye; 7. masa tenang; 8. pemungutan dan penghitungan suara; 9. penetapan hasil Pemilu; dan 10. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,

dan DPRD kabupaten/kota.

Kalau dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan umum penyelenggara pemilu

berdasarkan Pasal tersebut di atas, yaitu tahapan sebelum pemungutan

suara, tahapan saat pemungutan suara, dan tahapan pasca pemungutan

suara, maka tindak pidana pemilu berdasarkan 3 tahapan tersebut terdiri

dari :

1) Tahapan sebelum Pemungutan suara :

Tindak pidana yang berkaitan dengan tahapan sebelum

pemungutan suara yaitu :

a. pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; b. pendaftaran Peserta Pemilu; c. penetapan Peserta Pemilu; d. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; e. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota; f. masa kampanye; g. masa tenang;

Page 229: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

217 

 

Pasal-Pasal ketentuan tindak pidana yang terkait tahapan

sebelum pemungutan suara bisa di lihat dalam tabel berikut :

Tabel 3 Perumusan Tindak Pidana Berdasarkan tahapan sebelum pemungutan suara

No

Tahapan Sebelum Pemungutan suara Psl Perbuatan

Sanksi/Pidana

Penjara Min/Max

Denda Min/Max

(Rp) 1 pemutakhiran data

pemilih dan penyusunan daftar pemilih

260 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya

12 Bln - 24 Bln

12.000.000 - 24.000.000

261 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

262 Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

263 Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5)

3 Bln - 6 Bln 3.000.000 - 6.000.000

264 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan

6 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

Page 230: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

218 

 

pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2)

2 pendaftaran Peserta Pemilu

265 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

266 Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73

36 Bln - 72 Bln

36.000.000 - 72.000.0000

3 Penetapan Peserta Pemilu

267 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3)

6 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

268 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3)

6 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

4 penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan

- - - -

Page 231: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

219 

 

5 pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD, kabupaten/kota

- - - -

6 masa kampanye 271 Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2)

3 Bln - 12 Bln

30.000.000 - 60.000.000

272 Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3)

6 Bln - 24 Bln

25.000.000 - 50.000.000

273 Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5)

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

274 Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

275 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

Page 232: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

220 

 

dalam pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1)

276 Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2)

6 Bln - 24 Bln

1.000.000.000 - 5.000.000.000

277 Pelaksana kampanye yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

278 Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

279

ayat

1

Pelaksana kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

279

ayat

2

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan

6 Bln - 18 Bln

6.000.000 - 18.000.000

280 Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

281 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2)

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

7 masa tenang 280 Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

Dilihat dari tahapan pemilu pada tahapan masa kampanye,

lamanya masa kampanye berdasarkan Lampiran I, Peraturan KPU

Nomor: 19 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kampanye

Page 233: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

221 

 

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Dan Perwakilan Rakyat Daerah, bahwa

(Kampanye dalam bentuk pertemuan terbatas mulai (tgl 12 Juli 2008

sampai dengan tgl 5 April 2009), kampanye untuk calon anggota DPR,

DPD dan DPRD (Kampanye dalam bentuk rapat umum tgl 16 Maret

2009 sampai dengan 5 April 2009). Sedangkan antara tanggal 6 April

2009 sampai dengan 8 April 2009 adalah masa tenang dimana tidak

boleh ada kegiatan kampanye pemilihan umum.

Jika dilihat dari definisi kampanye pemilu berdasarkan Pasal 1

ayat (26) UU No 10 Tahun 2008, kampanye pemilu adalah kegiatan

Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan

visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Dan Pasal 1 ayat (26) tersebut

dikaitkan dengan ketentuan pidana pada tahapan masa kampanye maka

definisi tersebut masih sangat sempit. Akibatnya jika terjadi pada masa

kampanye peserta pemilu melakukan kegiatan kampanye yang sudah

sesuai prosedur tentang pelaksanaan kampanye pemilu baik ke KPU

dan Kepolisian, namun dalam isinya tidak pernah menawarkan visi,

misi, dan program peserta pemilu seperti contoh : “contreng nomor 60

!!!”. Maka, hal tersebut bukanlah dikatakan kampanye pemilu yang

dimaksud dalam Pasal 1 ayat (26). Akibatnya Pasal Pasal tentang

ketentuan tindak pidana pada tahapan masa kampanye tidak dapat

diterapkan. Namun definisi kampanye pemilu diperluas di dalam

Page 234: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

222 

 

Lampiran Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2009 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Perwakilan Rakyat Daerah, di

dalam Ketentuan Umum angka 7 yaitu . Kampanye pemilihan umum

adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan

menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu termasuk

mengajak memilih seseorang atau partai tertentu.

2) Tahapan Saat Pemungutan Suara :

Tindak pidana yang berkaitan dengan tahapan saat pemungutan

suara adalah :

a. tahapan pemungutan; dan b. penghitungan suara.

Pasal-Pasal ketentuan tindak pidana yang terkait tahapan saat

pemungutan suara bisa di lihat dalam tabel berikut :

Tabel 4 Perumusan Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan tahapan saat pemungutan

suara No Tahapan Saat

Pemungutan suara Pasal Perbuatan Sanksi/Pidana

Penjara Min/Max

Denda Min/Max (Rp)

1 tahapan pemungutan Suara

286 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah

12 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

Page 235: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

223 

 

287 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara

6 Bln - 24 Bln 6.000.000 - 24.000.000

288 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

289 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain

6 Bln - 18 Bln 6.000.000 - 18.000.000

290 Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS

7 Bln - 18 Bln 6.000.000 - 18.000.000

291 Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara

24 Bln - 60 Bln

24.000.000 - 60.000.000

292 Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan

6 Bln - 12 Bln 6.000.000 - 12.000.000

294 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak

3 Bln - 12 Bln 3.000.000 - 12.000.000

Page 236: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

224 

 

memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2)

295 Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2)

3 Bln - 12 Bln 3.000.000 - 12.000.000

2 penghitungan suara 288 Setiap orang yang

dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

Dilihat dari tahapan tahapan pemilu, ketentuan tindak pidana

pemilu yang terdapat dalam KUHP jika diperbandingkan dengan Pasal

Pasal UU No 10 Tahun 2008 dalam tabel 2 dan tabel 4 nomor (1)

adalah berada dalam tahapan pada saat pemungutan suara.

Berdasarkan Peraturan KPU No.03 Tahun 2009 tentang Pedoman

Teknis Pelaksanaan Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat

Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan

Page 237: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

225 

 

Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota Tahun 2009, bahwa tahapan pelaksanaan pemilu dari

pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.00 adalah tahapan pemungutan

suara. Pukul 12.00 sampai selesai adalah tahapan penghitungan suara

yang dilakukan KPPS.

3) Tahapan Pasca Pemungutan Suara :

Tindak pidana yang berkaitan dengan tahapan pasca pemunguta suara

adalah :

a. penetapan hasil Pemilu; dan b. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,

dan DPRD kabupaten/kota.

Pasal-Pasal ketentuan tindak pidana yang terkait tahapan pasca

pemungutan suara bisa di lihat dalam tabel berikut :

Tabel 5 Perumusan Tindak Pidana Berdasarkan tahapan sesudah pemungutan suara

No Tahapan Pasca

Pemungutan suara Psl Perbuatan Sanksi/Pidana

Penjara Min/Max

Denda Min/Max (Rp)

1 penetapan hasil Pemilu

288 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

297 Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel

12 Bln - 60 Bln

500.000.000 - 120.000.000

298 Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil

13 Bln - 60 Bln

500.000.000 -

Page 238: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

226 

 

penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara

120.000.001

299

ayat

1

Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara

6 Bln - 12 Bln

6.000.000 - 12.000.000

299

ayat

2

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan

12 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 12.000.000

300 Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu

60 Bln - 120 Bln

500.000.000 - 1.000.000.000

301 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3)

12 Bln - 24 Bln

12.000.000 - 24.000.000

302 Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3)

3 Bln - 12 Bln

3,000,000 - 12,000,000

303 Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5)

6 Bln - 18 Bln

6,000,000 - 18,000,000

304 Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang

6 Bln - 24 Bln

6,000,000 - 24,000,000

Page 239: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

227 

 

tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6)

305 Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181

3 Bln - 2 Bln

3,000,000 - 12,000,000

306 Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2), anggota KPU

24 Bln - 60 Bln

240,000,000 - 600,000,000

2 pengucapan

sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota

- - - -

Dilihat dari ketiga tabel 3, 4, dan tabel 5 tersebut di atas, ada

beberapa tahapan pemilu yang tidak ada ketentuan pidana pemilu

secara definitif berdasarkan tahapan pemilu. Tahapan-tahapan Pemilu

yang tidak ada ketentuan pidana pemilu tersebut adalah :

1. Tahapan penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;

2. Tahapan pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD, kabupaten/kota; dan

3. Tahapan pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Kemudian jika dilihat lebih jauh tentang tindak pidana money

politic berdasarkan tahapan di atas yang terdapat dalam Pasal 265

(tahapan pendaftaran pemilih untuk dukungan Pencalonan Anggota

DPD) , Pasal 274 (tahapan masa kampanye), dan Pasal 286 (tahapan

Page 240: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

228 

 

pemungutan suara). Maka, di luar ketiga tahapan tersebut tidak ada

ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana pemilu money politic.

Tindak pidana Pasal 265 adalah tindak pidana money politic

tahapan pendaftaran pemilih untuk dukungan calon anggota DPD

walau subjek hukumnya adalah setiap orang, namun hanya

dikhususkan untuk pemilihan dukungan caleg DPD sedangkan

pendaftaran pemilih untuk caleg DPR, DPRD kabupaten maupun

propinsi tidak diatur tentang money politic.Walau memang jika dilihat

ketentuan persyaratan untuk menjadi caleg DPR, DPRD berbeda

dengan DPD karena untuk jadi peserta caleg DPR,DPRD dalam Pasal

7 UU pemilu adalah partai politik. Sedangkan tindak pidana money

politic dalam Pasal 274 subjek hukum yang hanya bisa dikenai adalah

pelaksana kampanye, sedangkan pelaksana kampanye adalah orang

yang terdaftar di dalam daftar pelaksana kampanye di KPU secara

resmi. Di luar itu yang tidak terdaftar sebagai pelaksana kampanye

resmi dari daftar KPU, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang

money politic. Pasal 286 adalah tindak pidana money politic yang

hanya bisa diterapkan pada masa pemungutan suara yaitu tanggal 9

April tahun 2009 dari jam 07.00 sampai dengan jam 12.00. Akibatnya

di luar jam tersebut Pasal ini tidak bisa diterapkan.

Page 241: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

229 

 

3.3 Tindak Pidana Pemilu Yang Dilakukan Di Luar Teritorial Negara Republik Indonesia Menurut ketentuan UU No 10 Tahun 2008 Pasal 1 ayat (22) Pemilih

adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh

belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Dan Penduduk Warga

Negara Indonesia ada yang berdomisili di dalam negeri maupun di luar

negeri, hal ini di sebutkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (20) UU No 10

Tahun 2008. Sehingga dapat diartikan ada Pemilih Pemilu Tahun 2009

yang berdomisili di luar negeri.

Ketentuan tindak pidana pemilu yang dapat terjadi di luar teritorial

Negara Republik Indonesia sudah diatur di dalam UU Nomor 10 Tahun

2008. Hal ini bisa dilihat dalam tabel 6 :

Tabel 6 Perumusan Tindak Pidana Pemilu Yang dilakukan di Luar Teritorial NKRI

No Pasal Perbuatan Sanksi/Pidana Penjara Min/Max

Denda Min/Max (Rp)

1 260 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya

12 Bln - 24 Bln

12.000.000 - 24.000.000

2 261 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

3 262 Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

4 263 Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5)

3 Bln - 6 Bln

3.000.000 - 6.000.000

Page 242: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

230 

 

5 264 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2)

6 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

6 265 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

7 266 Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73

36 Bln - 72 Bln

36.000.000 - 72.000.0000

8 269 Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

9 270 Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

10 271 Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2)

3 Bln - 12 Bln

30.000.000 - 60.000.000

11 274 Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

Page 243: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

231 

 

12 276 Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2)

6 Bln - 24 Bln

1.000.000.000 - 5.000.000.000

13 277 Pelaksana kampanye yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

14 278 Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

15 280 Setiap pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

16 281 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2)

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

17 286 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah

12 Bln - 36 Bln

6.000.000 - 36.000.000

18 287 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara

6 Bln - 24 Bln

6.000.000 - 24.000.000

19 288 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

20 289 Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain

6 Bln - 18 Bln

6.000.000 - 18.000.000

21 290 Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS

7 Bln - 18 Bln

6.000.000 - 18.000.001

22 291 Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara

24 Bln - 60 Bln

24.000.000 - 60.000.000

23 292 Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan

6 Bln - 12 Bln

6.000.000 - 12.000.000

24 293 Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang

12 Bln - 36 Bln

12.000.000 - 36.000.000

Page 244: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

232 

 

sudah disegel 25 294 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan

sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2)

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.000

26 295 Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2)

3 Bln - 12 Bln

3.000.000 - 12.000.001

27 297 Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel

12 Bln - 60 Bln

500.000.000 - 120.000.000

28 298 Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara

13 Bln - 60 Bln

500.000.000 - 120.000.001

29 300 Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu

60 Bln - 120 Bln

500.000.000 - 1.000.000.000

30 301 Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3)

12 Bln - 24 Bln

12.000.000 - 24.000.000

31 302 Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3)

3 Bln - 12 Bln

3,000,000 - 12,000,000

32 303 Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5)

6 Bln - 18 Bln

6,000,000 - 18,000,000

33 305 Setiap PPS/PPLN yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS/TPSLN di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181

3 Bln - 2 Bln

3,000,000 - 12,000,000

34 307 Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara

6 Bln - 18 Bln

6,000,000 - 18,000,000

35 308 Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan

6Bln - 18 Bln

6,000,000 - 18,000,000

Page 245: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

233 

 

hasil resmi Pemilu 36 310 Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi,

Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu

3 Bln - 36 Bln

3,000,000 - 36,000,000

37 311 Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Psl 289, Psl 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300.

maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut.

Dilihat dari Pasal-Pasal tersebut di atas tidak ada satu pasalpun yang

menyebutkan secara umum dan tegas apa yang disebut tindak pidana

yang dapat diterapkan di luar teritorial NKRI. Namun terdapat 36 pasal

yang secara tidak langsung terdapat ketentuan perumusan tindak pidana

pemilu yang dapat diterapkan di luar teritorial NKRI. Ketentuan tindak

pidana tersebut menurut subjek hukumnya yang dapat melakukan tindak

pidana pemilu di luar Teritorial NKRI adalah :

1. Setiap Orang yang di luar teritorial NKRI; 2. Panitia Pemilihan LN; 3. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara LN; 4. Pengawas Pemilu LN; dan 5. Pelaksana, Petugas, Peserta Kampanye yang di luar Teritorial NKRI. Karena Tindak pidana pemilu tersebut dapat terjadi di luar teritorial

NKRI sedangkan sistem hukum di luar negeri berbeda dengan sistem

Hukum Indonesia maka bisa terjadi dalam Undang-undang No 10 Tahun

2008 disebut tindak pidana pemilu namun di luar negeri tidak ada

Page 246: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

234 

 

ketentuan yang menyebutkan hal tindak pidana pemilu tersebut. Tindak

pidana pemilu yang bersifat transnasional atau lintas negara

mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum suatu negara dengan

negara lain yang memerlukan penanganan melalui hubungan baik

berdasarkan hukum di masing-masing negara.

Berdasarkan asas hukum pidana secara umum yaitu asas personalitas

atau nasional aktif, maka pangkal diadakannya asas personalitas ialah

kewarganegaraan pembuat delik. Asas tersebut terdapat di dalam Pasal 5

KUHP Indonesia yang mengandung sistem, bahwa Hukum Pidana

Indonesia mengikuti warganegaranya ke luar Indonesia.133 Dengan

demikian setiap warganegara Indonesia yang berada di luar negeri berlaku

UU No 10 Tahun 2008 khususnya tentang ketentuan tindak pidana

pemilu.

Sedangkan asas nasional pasif atau asas perlindungan berlaku bagi

seorang asing di luar negeri menipu seorang warga negara Indonesia,

orang itu tidak akan di tuntut pidana bilamana ia kemudian berkunjung ke

Indonesia. Pemerintah Indonesia menaruh kepercayaan kepada negara

asing untuk menuntut dan memidana warganegaranya yang menipu warga

negara Indonesia, sebagaimana kita di Indonesia akan melindungi hak

individual orang asing yang ditipu dan sebagainya.134

                                                            133 H.A.Zainal Abidin Farid,Hukum Pidana I,Cetakan II,Jakarta,Sinar Grafika, 2007, Hal 155. 134 Idem.,Hal 157 

Page 247: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

235 

 

Berdasarakan asas nasional pasif dalam hukum pidana maka bagi

pelaku tindak pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008 yang dilakukan orang

asing yang bukan warganegara Indonesia di luar wilayah teritorial NKRI

bisa diterapkan dengan melakukan kerja sama dengan negara asing yang

bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang No 1 Tahun 2006 tentang

Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana yang berbunyi :

“Undang-Undang ini bertujuan memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam meminta dan/atau memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan pedoman dalam membuat perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan negara asing.”

Maka, dalam hal kerjasama tindak pidana pemilu yang terjadi di luar

wilayah teritorial NKRI, pemerintah membuat perjanjian bantuan timbal

balik dalam masalah pidana.

Perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana yang sudah ada

adalah Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dan sudah disahkan

dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty

On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang

Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana), selanjutnya disebut UU

No.15 Tahun 2008.

Adapun negera negara asing yang ikut mengesahkan MLA tersebut

adalah negara tertuang dalam Penjelasan Umum UU No.15 Tahun 2008

yakni :

Page 248: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

236 

 

1. Brunei Darussalam, 2. Kamboja, 3. Laos, 4. Malaysia, 5. Filipina, 6. Singapura, dan 7. Vietnam135

Namun Tidak semua negara telah membuat perjanjian MLA dengan

Indonesia, seperti Arab Saudi dan Jepang dan negara negara asing lainnya

sehingga penerapan tindak pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008 di

negara asing tidak semuanya bisa dilakukan.

Menurut Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana, ada

perbedaan kewajiban antara negara yang sudah membuat perjanjian MLA

dengan yang belum. Kalau dengan negara yang belum memiliki

perjanjian MLA dengan Indonesia, sifat perbantuan yang diberikan

negara setempat hanya berdasarkan kesukarelaan. Berbeda jika perjanjian

MLA itu telah dikukuhkan kedua belah pihak (negara), “Sudah menjadi

kewajiban dari negara setempat untuk memperbolehkan Indonesia

melakukan penyidikan itu.” 136

Dengan demikian berdasarkan UU No.1 Tahun 2006 dan UU No 15

Tahun 2008, semua tindak pidana termasuknya tindak pidana pemilu UU

No.10 Tahun 2008 bisa diterapkan di luar wilayah teritorial NKRI baik

secara wajib oleh negara negara yang telah efektif sepakat dengan MLA

                                                            135 Penjelasan UU No 15 Tahun 2008 Tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana) 136 Hikmahanto Juwana, Sulitnya menindak Pelaku Pelanggar Pidana Pemilu Di Luar Negeri, di dalam www.hukumonline.com, diakses tanggal 28 April 2009. 

Page 249: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

237 

 

dan secara sukarela terhadap negara yang belum sepakat dengan

perjanjian MLA.

3.4 Tindak Pidana Pemilu Berdasarkan Asas-Asas Pemilihan Umum

Seperti diketahui asas-asas penyelenggara pemilihan Umum bisa

diketemukan dalam ketentuan UU No 22 Tahun 2007 Pasal 2 yang

berbunyi :

Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:

a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. kepastian hukum; e. tertib penyelenggara Pemilu; f. kepentingan umum; g. keterbukaan; h. proporsionalitas; i. profesionalitas; j. akuntabilitas; k. efisiensi; dan l. efektivitas. Sedangkan asas-asas pemilihan Umum Legislatif dalam UU No 10

Tahun 2008 Pasal 2 berbunyi :

“Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.” Tindak pidana pemilu yang di atur dalam Bab XXI UU No 10 tahun

2008 tentang Ketentuan Pidana Pemilu merupakan satu kesatuan baik

dengan asas penyelenggara pemilu yang tertuang dalam UU No 22 Tahun

2007 maupun asas-asas pemilu Legislatif di dalam UU No 10 Tahun 2008.

Sehingga Ketentuan Pidana Pemilu tidak bisa bertentangan dengan asas-

asas tersebut. Karena di dalam konsiderans UU No 10 Tahun 2008 salah

Page 250: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

238 

 

satu dasar hukum rasio legis dibuatnya UU No 10 Tahun 2008 adalah UU

No 22 tahun 2007.

Dalam hal ini yang akan dibahas hanyalah mengenai asas-asas

pemilihan umum legislatif yaitu asas Langsung, Umum, Bebas, rahasia,

Jujur dan Adil.

a. Asas Langsung

Dalam penjelasan UU No 10 Tahun 2008 pengertian asas

Langsung adalah Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk

memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati

nuraninya, tanpa perantara. Pemilihan umum secara langsung oleh

rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna

menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Asas ini berusaha melindungi WNI dari tahapan pendaftaran

untuk mendapatkan hak suara atau menjadi pemilih hingga pada

tahapan saat pemungutan suara. Maksud dengan “pemilih mempunyai

hak untuk memberikan suaranya” berati setiap pemilih memiliki nilai

satu suara dan setiap orang tidak diperbolehkan menghilangkan secara

sengaja hak orang lain untuk memberikan suaranya, dengan

kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi orang untuk menjadi

Page 251: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

239 

 

pemilih untuk mendapatkan hak memberikan suara. Tindakan tersebut

merupakan tindakan pidana pemilu.

Maksud dengan kehendak hati nuraninya berarti tanpa paksaan,

ancaman kekerasan atau dengan kekerasan atau pengaruh dari orang

lain. Apabila perbuatan tersebut dilakukan, hal tersebut dikatakan

sebagai tindak pidana pemilu Pasal 260 yang berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”;

Pasal 262 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”;

Pasal 286 yang berbunyi :

“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Pasal 287 yang berbunyi :

“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang

Page 252: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

240 

 

yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”

Pasal 288 yang berbunyi :

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Online137 kata perantara

mengandung makna:

1. orang (negara dsb) yg menjadi penengah (dl perselisihan, perbantahan, dsb) atau penghubung (dl perundingan);

2. pialang; makelar; calo (dl jual beli dsb);

Sistem Pemilu Indonesia menjamin setiap WNI memiliki wakil

yang duduk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi

rakyat disetiap tingkatan pemerintahan pusat hingga daerah secara

langsung tanpa perantara. Berarti berdasarkan asas ini setiap orang

WNI yang mempunyai hak pilih dilarang menggunakan perantara

seperti makelar suara, calo suara, orang yang mengaku orang lain

bukan dirinya dan sebagainya.

                                                            137 Kamus Besar Bahasa Indonesia, didalam http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 29 April 2009. 

Page 253: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

241 

 

Hal ini dilindungi dalam ketentuan tindak pidana pemilu dalam

Pasal 289 yang berbunyi :

“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).”

Adapun bagi pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang

mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS

dijamin oleh pemerintah untuk tetap memberikan suaranya tanpa

perantara dan sesuai hati nurani. Hal ini diatur dalam Pasal 156 ayat

(1) UU No 10 Tahun 2008 yang berbunyi :

“Adapun bagi pemilih tunanetra, tunadaksa , dan yang mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.”

Pasal tersebut di atas disebutkan adanya pembantu pemilih,

pembantu pemilih diperbolehkan oleh undang-undang selama atas

permintaan pemilih Pembantu pemilih bukanlah disebut sebagai

perantara jika selama berfungsi hanya sebagai pembantu tidak dalam

posisi sebegai pemegang hak memilih. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia Pembantu hanya berfungsi sebagai memberi sokongan

(tenaga dsb) supaya kuat (kukuh, berhasil baik, dsb); menolong: kita

wajib - orang yg lemah;. Sehingga pembantu pemilih berfungsi

sebagai membantu memberikan sokongan tenaga supaya pemilih kuat

berhasil baik menggunakan hak pilihnya secara maksimal.

Page 254: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

242 

 

b. Asas Umum

Penjelasan UU NO.10 Tahun 2008 yang dimaksud dengan asas

umum adalah berarti menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh

bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku,

agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan pekerjaan dan status

sosial. Berdasarkan pengertian pemilih adalah Warga Negara

Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih

atau sudah/pernah kawin. Maka pengertian tersebut tidak bertentangan

dengan asas umum, karena yang didiskrimanisikan adalah berdasarkan

umur. Bagi warga negara Indonesia yang belum berumur genap 17

Tahun belum dijamin kesempatannya dalam menjadi pemilih dalam

pemilu kecuali sudah/pernah kawin.

Sesuai ketentuan Bab VI tentang Penyusunan Daftar Pemilih

dalam UU No 10 tahun 2008, pemilih baru bisa menggunakan hak

pilihnya jika sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap. Daftar

Pemilih Tetap merujuk kepada Daftar Pemilih Sementara yang di

umumkan ke masyarakat yang diambil dari data penduduk baik dari

data nama, umur, jenis kelamin, status keluarga, pekerjaan, yang

diberikan pemerintah pusat maupun daerah. Sehingga Daftar Pemilih

Tetap adalah seluruh data Penduduk Warga Negara Indonesia baik

berdomisili di Dalam Negeri maupun Luar Negeri yang sudah berumur

genap 17 Tahun ke atas atau sudah/pernah menikah. Dengan demikian

Page 255: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

243 

 

data penduduk yang masih berumur di bawah 17 tahun tidak terdaftar

dalam DPT dan di luar daftar pemilih tetap tidak bisa melaksanakan

hak pilihnya.

Perihal demikian tentu berpotensi menimbulkan beberapa

kemungkinan permasalahan seperti :

1. Ada warga negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 tahun atau sudah/pernah menikah tidak terdaftar di dalam DPT.

2. Ada warga negara Indonesia yang belum mempunyai hak pilih atau belum memiliki kriteria sebagai pemilih terdaftar dalam DPT.

3. Adanya data pemilih fiktif yang sebenarnya tidak ada warga negara Indonesia tersebut namun terdaftar dalam DPT.

Hal ini tentu jika terjadi akan sangat merugikan semua pihak,

dan akan mencederai kualitas demokrasi yang menginginkan hasil

yang murni. Dengan demikian rawan dan pentingnya DPT karena

menentukan jumlah total pemilih yang bisa menggunakan hak pilihnya

sesuai dengan asas umum maka hal ini perlu diadakan ketentuan

pidana pemilu yang mengaturnya. Hal ini terdapat di dalam Pasal :

Sengaja menyebabkan Orang Lain Kehilangan Hak Pilih. Pasal 260 “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain

kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”

Memberi Keterangan Tidak Benar. Pasal 261 “Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang

tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas)

Page 256: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

244 

 

bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

Dengan Kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi orang terdaftar sebagai pemilih. Pasal 262 “Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman

kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Penyelenggara Pemilu sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara. Pasal 263 “Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar

pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).”

Penyelenggara Pemilihan tidak menindaklanjuti temuan Penyelenggara Pengawas Pemilihan tentang data pemilih yang merugikan warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih. Pasal 264 “Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,

PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Page 257: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

245 

 

c. Asas Bebas

Dalam penjelasan UU NO 10 Tahun 2008 yang dimaksud

dengan asas bebas adalah berarti setiap warga negara yang berhak

memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari

siapapun.

Menurut Sukarna pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan

secara bebas. Syarat agar pemilu berlangsung secara bebas ada

sepuluh, yakni:

1. Aman. Dalam suatu negara yang tidak aman tidak akan dapat dilakukan pemilihan umum.

2. Tertib. Suatu pemilihan umum yang tidak berjalan tertib tidak akan menjamin suatu hasil yang baik.

3. Adil. Suatu pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi harus tetap menjunjung tinggi keadilan yaitu tidak adanya penindasan dan paksaan.

4. Kemerdekaan perorangan. Pemilihan umum yang bebas hanya akan dapat dilakukan apabila setiap orang sebagai warga negara dilindungi atau dijamin kemerdekaannya oleh undang-undang.

5. Kesejahteraan Masyarakat. Suatu masyarakat yang sejahtera yaitu bebas dari kemiskinan dan ketakutan akan dapat melakukan pilihannya secara bebas tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mengganggu kemerdekaannya untuk memilih.

6. Pendidikan. Dalam masyarakat yang warga negaranya sebagaian besar buta huruf akan sukar untuk dijalankan pemilihan umum secara bebas karena komunikasi dua arah tidak bisa dijalankan secara sempurna.

7. Terdapat partai politik dari satu. Pemilihan umum yang bebas hanya dapat terselenggara apabila dalam negara itu terdapat lebih dari satu partai politik, sehingga rakyat dapat memilih mana yang lebih cocok dengan pendiriannya masing-masing.

8. Terdapat media pers yang bebas. Pers yang bebas merupakan syarat untuk alat komunikasi antara pemimpin politik dengan rakyat sehingga pemimpin politik dapat mengemukakan tujuan dari partainya tadi, maka rakyat akan dapat menilai mana yang paling baik untuk menentukan pilihannya.

Page 258: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

246 

 

9. Terdapat open management. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat terselenggara apabila negara itu menjalankan open management yaitu adanya free social support atau dukungan yang bebas dari masyarakat terhadap pemerintahan dan adanya free social control atau pengawasan yang bebas dari masyarakat terhadap aparatur pemerintahan dan adanya free social responsibility atau pertanggungjawaban yang bebas dari kebohongan oleh pihak pemerintah.

10. Terdapat Rule of law. Suatu pemilihan umum yang bebas hanya dapat dilakukan dalam negara yang menjalankan rule of law yaitu baik pemerinta maupun rakyat sama-sama taat menjalankan undang-undang.138

Terkait dengan tindak pidana pemilu, Asas bebas tercermin

kepada ketentuan Pasal :

Pasal 265 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang

untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Pasal 274 yang berbunyi : “Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau

memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”

Pasal 278 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau

mengganggu jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan pidana                                                             138 Sukarna,Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981, hal 83 

Page 259: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

247 

 

penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”

Pasal 286 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara

menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Pasal 287 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau

ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”

Pasal 292 yang berbunyi : “Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada

seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

Pasal 295 yang berbunyi : “Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja

memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

Page 260: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

248 

 

d. Asas Rahasia

Rahasia, berarti di dalam melaksanakan haknya, setiap warga

negara dijamin keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih

sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dalam memberikan suaranya,

pemilih dijamin bahwa pilihanya tidak akan diketahui oleh pihak

manapun.

Hal ini tercermin di dalam ketentuan Pasal 285 dalam hal

kewajiban perusahan pencetak surat suara untuk menjaga surat suara.

Pasal 285 berbunyi : “Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga

kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

e. Asas Jujur dan Adil

Jujur dan adil berarti pemilih memberikan suaranya pada surat

suara bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama,

serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

Menurut Aristoteles, Keadilan itu terdiri dari keadilan

distributif dan keadilan kumutatif. Keadilan Distributif adalah keadilan

yang memberikan kepada setiap orang jatah sesuai jasanya. Sedangkan

keadilan kumutatif yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap

Page 261: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

249 

 

orang jatah yang sama banyaknya, tanpa mengingat jasa masing-

masing.

Hal asas adil dalam pemilu yang dimaksud adalah keadilan

kumutatif, di mana setiap orang memiliki satu suara tanpa

membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama.

Asas ini tercermin dan dilindungi oleh ketentuan pidana pemilu

Pasal 289 dan Pasal 290 :

Pasal 289 yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara

mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).”

Pasal 290 yang berbunyi : “Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja

memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).”

Jika ditinjau lebih jauh dari segi pelakunya, tindak pidana pemilu dalam UU

No. 10 Tahun 2008 dapat dibagi menjadi dua jenis tindak pidana (delik), yaitu

delik komun (tindak pidana yang bisa dilakukan setiap orang/siapa saja) dan delik

Propia (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai

jabatan tertentu, jadi tidak setiap orang). Dalam undang-undang ini sebanyak 24

Pasal yang disebut dengan delik komun yang bisa dilakukan oleh siapa saja, ini

tercermin dari kata “setiap orang”. Adapun seperti Pasal 292 tergolong delik

Page 262: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

250 

 

propia karena pelaku tindak pidananya hanya mereka yang tergolong

“majikan/atasan”. Jadi, tidak setiap orang dapat melakukan tindak pidana di

dalam Pasal 292 itu.

4. Beberapa Perbandingan Ketentuan Khusus Hukum Pidana Pemilu yang

Menyimpang atau Berbeda Dari Ketentuan Hukum Pidana Umum

Hukum Pidana Pemilu sebagai hukum pidana khusus mempunyai watak

tersendiri, yang menyimpang dari hukum pidana umum.

a. Perluasan Subjek Hukum Pidana (Pemidanaan Badan Hukum)

Bahwa kalau hukum pidana umum hanya mengenal orang perseorang

sebagai subyek hukum, hukum pidana pemilu telah memperluas tidak hanya

orang perseorang yang dapat dituntut karena melakukan tindak pidana

pemilu, akan tetapi badan hukum pun dapat dituntut karena melakukan

tindak pidana pemilu.

Menurut Fully Handayani R yang dapat dikategorisasikan sebagai

subjek hukum adalah Manusia (Natuurlijk Persoon) dan Badan Hukum

(Recth Persoon). Sedangkan Badan Hukum adalah suatu perkumpulan atau

lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai

subyek hukum badan hukum mempunyai syarat syarat yang telah ditentukan

oleh hukum yaitu : (teori kekayaan bertujuan) : 1.Memiliki kekayaan yang

terpisah dari kekayaan anggotanya. 2. Hak dan kewajiban badan hukum

terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya. Badan hukum terbagi

menjadi dua macam yaitu badan hukum privat (seperti PT, Koperasi,

Page 263: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

251 

 

Yayasan), dan badan hukum publik (seperti Negara dan Instansi

Pemerintah).139

Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 284 dan Pasal 285 UU No

10 tahun 2008 :

Pasal 284 yang berbunyi : “Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Pasal 285 yang berbunyi :

“Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Ada dua cara untuk memidana korporasi, yaitu :

1. Korporasi dapat dikenakan pidana atas dasar asas strict liability atas kejahatan yang dilakukan oleh pegawainya;

2. Korporasi dapat dikenakan pidana atas dasar teori identifikasi. Teori Identifikasi sebagaimana disebutkan di atas adalah salah satu teori yang menjustifikasi pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana. Teori ini menyebutkan bahwa tindakan dan kehendak dari direktur adalah juga merupakan tindakan dan kehendak dari korporasi (the acts and state of mind of the persooan are the acts and state of mind of the corporation).140

                                                            139 Fully Handayani,Pengantar Ilmu Hukum,di dalam  http://repository.ui.ac.id , diakses pada tanggal 05 Juni 2009. 140 Setya Wahyudi, Pembaharuan Hukum Pidana,Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2006, Hal 40. 

Page 264: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

252 

 

Namun badan hukum yang dimaksud dalam kedua Pasal tersebut di

atas adalah badan hukum atau perusahaan yang berkaitan dengan pencetak

surat suara pemilu yang subjek hukumnya bersifat hanya khusus untuk

perusahaan pencetak surat suara pemilu yang ditunjuk. Akibatnya tidak

semua perusahaan bisa dikenai sanksi tindak pidana pemilu.

b. Perbedaan Delik Pemilu Berupa Pelanggaran.

Tindak pidana pemilu dalam hal ini melakukan hal pembaharuan

tindak pidana terkait dengan masalah kualifikasi dan klasifikasi tindak

pidana. Menurut KUHP (WvS) tindak pidana dibagi dalam dua bentuk yaitu

Pelanggaran (tindak pidana yang ancaman hukumannya kurang dari 12 bulan

) dan kejahatan (ancaman hukumannya 12 bulan ke atas). Sedangkan dalam

tindak pidana pemilu tidak membedakan Kejahatan dan Pelanggaran, namun

lebih menggunakan istilah pelanggaran tindak pidana pemilu. Hal ini dapat

dilihat dalam ketentuan Pasal 252 UU No 10 Tahun 2008 yang berbunyi :

“Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.”

c. Stelsel Pemidanaan Pemilu Berbentuk Kumulatif

Dalam KUHP maupun dalam UU lain ada beberapa rumusan bentuk

sanksi :

1. Stelsel Alternatif Ciri khas suatu UU mengatur stelsel pemidanaan yang alternatif yaitu norma dalam UU ditandai dengan kata “atau”. Misalnya ada norma dalam UU yang berbunyi “… diancam dengan pidana penjara atau

Page 265: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

253 

 

pidana denda …”. Contoh UU yang menganut stelsel ini yaitu KUHP, UU Merek.

2. Stelsel Kumulatif Stelsel kumulatif ini ditandai dengan cirri khas adanya kata “dan”. UU Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu contoh UU yang menganut stelsel ini. Dengan adanya kata “dan”, maka hakim harus menjatuhkan pidana dua-duanya.

3. Stelsel Alternatif Kumulatif

Berbeda halnya dengan dua stelsel di atas, berdasarkan stelsel alternatif kumulatif ini, ditandai dengan ciri “dan/atau”. Suatu UU yang menganut stelsel ini, memberikan kebebasan hakim untuk menjatuhkan pidana apakah alternatif (memilih) ataukah kumulatif (menggabungkan). UU yang menganut stelsel ini antara lain UU Merek.141

Dalam KUHP Bentuk sanksi Pidana pemilu terdiri dari :

• pidana tunggal = penjara • pidana alternative= penjara atau denda • pidana kumulatif= penjara dan denda • pidana alternative kumulatif= penjara dan atau denda

Kalau dilihat lebih khusus lagi ketentuan pidana Umum yang berkaitan

dengan Pasal Pasal pidana pemilu dalam KUHP yaitu Pasal 148, 149, 150,

151 dan Pasal 152, bentuk sanksi pidana pemillu hanya terdiri dari :

• pidana tunggal yaitu Pasal : 148, 150, 151, dan Pasal 152; • pidana alternatif yaitu Pasal : 149.

Namun di dalam ketentuan hukum pidana khusus pemilu dalam UU

No 10 Tahun 2008 dipersempit hanya menggunakan bentuk Sanksi pidana

Pemilu Stelsel Kumulatif dengan rentang perbedaan sanksi minimal dan

                                                            141 Didik Endro Purwoleksono, Pengaturan Sanksi Pidana dalam Ketentuan UU (Bagian III), di dalam http://gagasanhukum.wordpress.com, diakses pada tanggal 6 Mei 2009. 

Page 266: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

254 

 

maksimal yang cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dengan ciri ciri

menggunakan kata-kata “dan” dalam sanksi pemidanaannya.

d. Jenis Jenis Sanksi Hukum Pidana Pemilu

Jenis- jenis sanksi hukum tindak pidana yang diatur dalam KUHP,

terdiri dari : 1). Pidana Pokok; 2). Pidana Tambahan. Hal ini bisa diuraikan

lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

“Pidana terdiri atas:

a. Pidana Pokok: 1. Pidana Mati 2. Pidana penjara 3. Kurungan 4. Denda

b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim.”

Dilihat dari ketentuan Pasal KUHP yang mengatur tentang pidana pemilu

hanya terdiri dari pidana pokok penjara dan denda dan pidana tambahan

hanya berupa pencabutan hak-hak tertentu.

Sedangkan dalam Ketentuan pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008

kalau berdasarkan pembagian di atas, hanya terdiri dari Pidana Pokok berupa

pidana penjara dan pidana denda. Pidana tersebut tidak dimuat atau dibatasi

dalam satu Pasal seperti di dalam Pasal 10 KUHP, namun tersebar di setiap

ketentuan pidana pemilu UU No 10 Tahun 2008.

Jenis sanksi selama ini dalam produk kebijakan legislasi masih

dijadikan “sanksi utama”. Dilihat dari sudut kebijakan kriminal, wajah

Page 267: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

255 

 

perundang-undangan seperti ini banyak mengandung kelemahan karena

pendekatan sanksi yang dipakai dalam upaya menanggulangi suatu kejahatan

bersifat terbatas dan terarah pada pidananya si pelaku saja. Dengan kata lain,

jenis sanksi pidana bila dilihat dari aspek tujuannya lebih mengarah pada

“pencegahan agar orang tidak melakukan kejahatan”, bukan bertujuan “

mencegah agar kejahatan tidak terjadi”. Jadi lebih bersifat individual.142

e. Jumlah atau Lamanya Ancaman Pidana Pemilu

Dalam hal ini yang dibahas hanyalah Pidana penjara dan pidana denda

dalam KUHP maupun UU No 10 Tahun 2008. Secara garis besar lamanya

ancaman pidana terdiri dari :

a. Ancaman Pidana Paling Lama

Ciri suatu UU mengatur sanksi pidana dengan ancaman pidana paling

lama, hal ini nampak dari normanya yang berbunyi “Setiap orang yang

… diancam dengan pidana penjara paling lama …”. Berdasarkan

ketentuan UU yang mengatur dengan ancaman pidana paling lama ini,

maka salah satu kelemahannya yakni memberikan peluang bagi hakim

untuk menjatuhkan pidana yang berbeda kepada pelaku yang melakukan

tindak pidana yang sama.

Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) KUHP, lamanya pidana penjara di

Indonesia dikenal :

1) Algemeene Straf Minima Artinya, secara umum pidana penjara paling singkat 1 hari.

2) Algemeene Straf Maxima Artinya, secara umum pidana penjara paling lama 15 tahun.

                                                            142 Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, Cetakan I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 170. 

Page 268: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

256 

 

b. Ancaman Pidana Paling Singkat

Patut dicatat di sini, bahwa hakim terikat dengan ketentuan tersebut

yaitu hakim harus menjatuhkan pidana paling singkat sebagaimana

diatur oleh UU tersebut. Dengan perkataan lain, hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana penjara kurang dari yang sudah ditetapkan oleh UU

tersebut, yang diperbolehkan adalah menjatuhkan pidana penjara lebih

lama dari pidana paling singkat yang diancamkan.

c. Ancaman Paling Singkat dan Paling Lama

UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, dalam Pasal-Pasalnya

mengancam dengan ancaman pidana penjara paling singkat … tahun

dan paling lama … tahun. Sepertinya huruf c di atas, maka dengan

adanya ketentuan ini, rentang lamanya pidana sudah ditentukan yaitu

diantara paling singkat dan paling lama.

Dilihat dari pembagian tersebut UU Nomor 10 Tahun 2008 masih

menganut sistem absolut (indefinite/ sistem maksimum dan minimum).

Sistem absolut adalah sistem penetapan jumlah ancaman pidana untuk setiap

tindak pidana ditetapkan bobot/kualitasnya sendiri-sendiri, yaitu dengan

menetapkan ancaman pidana maksimum (dapat juga ancaman minimum)

untuk tiap-tiap tindak pidana.143

Tidak ada pola baku dalam pembagian lamanya ancaman pidana

pemilu, namun secara sederhana bisa kita lihat dari ketentuan ketentuan

Pasal tindak pidana pemilu yang menerapkan lamanya ancaman pidana.                                                             143 Setya Wahyudi,Op.cit.,Hal 61. 

Page 269: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

257 

 

Dalam hal ini dikategorisasikan berdasarkan minimal ancaman pidana. Hal

ini bisa dilihat dalam Tabel 7 tentang penerapan lamanya ancaman pidana :

Tabel 7 Penerapan lamanya ancaman pidana

No Ancaman Tindak Pidana Penjara

Denda Dalam Rupiah

1 Minimal 3 bulan

sampai dengan

maksimal 36 bulan

3 – 6 Bulan

3 – 12 bulan

3 - 36 bulan

3 – 6 juta

3 - 12 juta

30 – 60 juta

3 – 36 juta

2 Minimal 6 Bulan

sampai dengan

maksimal 36 bulan

6 - 12 bulan

6 – 18 bulan

6 - 24 bulan

6 – 36 bulan

6 – 12 juta

6 – 18 juta

6 – 24 juta

25 – 30 juta

1 – 5 miliar

6 – 36 juta

3 Minimal 12 Bulan

sampai dengan 60

bulan

12 - 24 bulan

12 - 36 bulan

12 – 60 bulan

12 - 24 juta

120 - 240 juta

6 – 36 juta

12 - 36 juta

500 – 1 miliar

4 Minimal 24 Bulan

sampai dengan 60

bulan

24 – 48 Bulan

24 – 60 Bulan

500jt – 1 miliar

24 – 60 juta

5 Minimal 36 Bulan 36 – 72 Bulan 36 – 72 juta

Page 270: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

258 

 

sampai dengan 72

bulan

6 Minimal 60 Bulan

sampai dengan 120

bulan.

60 – 120 Bulan 500 jt – 1 miliar

Berdasarkan tabel 7 tersebut di atas dapat diketahui bahwa penerapan

pidana penjara yang paling ringan minimal 3 bulan, sedangkan pidana

penjara yang paling berat adalah maksimal 120 bulan. Sedangkan Sanksi

pidana denda paling ringan adalah sebesar Rp 3.000.000,- (Tiga Juta

Rupiah), dan pidana denda yang paling besar adalah sebesar Rp Rp

1.000.000.000,- (Satu Miliar rupiah).

Kemudian masih berdasarkan tabel 7 tersebut di atas dapat diketahui

bahwa penerapan pidana minimal maksimal dan denda minimal dan

maksimal mempunyai jarak interval yang sangat jauh sehingga dapat

menimbulkan disparitas penerapan sanksi pidana.

Sehubungan dengan masalah kebijakan legislatif, maka sanksi pidana

denda juga menjadi fokus pembahasan. Sanksi pidana denda menjadi sanksi

kumulatif bersama pidana penjara. Sering diungkapkan bahwa berdasar

hasil-hasil penelitian, pidana denda merupakan jenis sanksi pidana yang

Page 271: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

259 

 

lebih efektif dan lebih penting sebagai alternatif daripada pidana pencabutan

kemerdekaan.144

Dalam sistem KUHP yang sekarang berlaku, pidana denda dipandangi

sebagai jenis pidana pokok yang paling ringan. Hal ini dikarenakan dari

kedudukan urut-urutan pidana pokok di dalam Pasal 10 KUHP, pada

umumnya pidana denda dirumuskan sebagai pidana alternatif daripada

pidana penjara atau kurungan, dan jumlah ancaman pidana denda di dalam

KUHP pada umunya relatif ringan.145 Namun dengan demikian, maka pidana

denda menjadi jarang diterapkan oleh hakim berdasarkan KUHP.

Untuk mengefektifkan pidana denda, UU No 10 Tahun 2008 telah

mengalami peningkatan jumlah ancaman pidana denda bahkan

dikumulatifkan dengan pidana penjara. Namun demikian kebijakan tentang

ancaman pidana tersebut di dalam UU No 10 Tahun 2008 tidak dibarengi

dengan kebijakan lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan ancaman

pidana denda.

Permasalahan yang timbul adalah apabila ancaman pidana tidak

dibayar, lalu diganti dengan ancaman pidana alternatif lainnya namun di

dalam sistem UU No 10 Tahun 2008 tidak diatur adanya pidana alternatif,

atau batas waktu pidana denda dibayar. Jika dibandingan dengan Pasal 30

KUHP maka dapat dilihat bahwa pidana denda dapat diganti dengan pidana

kurungan. Hal itu dapat dilaksanakan apabila ancaman pidana dalam sistem

                                                            144 Muladi & Barda Nawawi, Teori‐teori dan Kebijakan Pidana,Alumni, Bandung, 1984, Hal 175. 145 Ibid. Hal 178 

Page 272: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

260 

 

KUHP hanya bersifat alternatif. Sedangkan di dalam UU No 10 Tahun 2008

ancaman pidana denda bersifat kumulatif dan tidak ada sama sekali yang

bersifat alternatif. Dengan demikian betapapun tingginya ancaman pidana

denda dijatuhkan, apabila terpidana tidak mau membayar hal ini terjadi

kekosongan hukum di dalam kebijakan hukum pidana pemilu di dalam UU

No 10 Tahun 2008.

5. Tinjauan Tentang Peringanan dan Pemberatan dalam Tindak Pidana

Pemilu

Ketentuan pidana pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 tidak terdapat Pasal

Pasal peringanan. Hal ini tidak diketemukan kata-kata “dikurangi…” dalam

Pasal-Pasal pidana tersebut. Sedangkan untuk pemberatan hanya terdapat dalam

satu Pasal yaitu Pasal 311 UU Nomor 10 Tahun 2008 yang berbunyi :

“Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300, maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut.”

Tentang hal–hal yang dapat memberatkan pidana dalam ketentuan Pasal

tersebut di atas hanya dibebankan kepada Penyelenggara Pemilu yang melanggar

suatu pidana pemilu. Hal ini menunjukkan bahwa pemberatan pidana memang

dikhususkan untuk penyelenggara pemilu dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan

Umum Baik Tingkat Pusat, Daerah baik di Dalam Negeri maupun Luar Negeri.

Page 273: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

261 

 

Sedangkan bentuk pemberatannya adalah ditambah 1/3 (satu pertiga) dari

ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal tersebut.

6. Tinjauan Tentang Percobaan, Pembantuan, dan Pemufakatan dalam

Tindak Pidana Pemilu

Dalam KUHP Tindak Pidana Percobaan diatur dalam Pasal 53, kemudian

Tindak pidana Pembantuan diatur dalam Pasal 56, dan Tindak Pidana

Pemufakatan diatur dalam Pasal 88. Dengan demikian hal tersebut ketentuan

pidana pemilu yang terdapat di dalam Pasal 148,149, 150, 151 dan Pasal 152

KUHP dapat diperluas perbuatan pidana pemilu menyangkut percobaan,

pembantuan dan pemufakatan.

Tidak demikian halnya Tindak Pidana pemilu dalam UU No. 10 Tahun 2008

tidak secara tegas mengatur tentang Tindak Pidana Pemilu percobaan,

Pembantuan, dan pemufakatan. Sehingga bagi setiap orang yang berusaha

melakukan perbuatan percobaan, pemufakatan dan pembantuan dalam kaitannya

dengan Tindak Pidana Pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 tidak dapat dikenai

sanksi pidana pemilu.

7. Kajian Analisis Kasus Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pemilu dalam

Empat Putusan Badan Peradilan

Kajian berikut ini merupakan analisis lebih dalam terhadap empat kasus

penerapan sanksi tindak pidana pemilu yang dilakukan pada pemilu legislatif

tahun 2009. Keempat kasus tersebut merupakan kasus yang telah memasuki

tahapan pengadilan dan sudah memperoleh putusan hakim. Yang menjadi fokus

Page 274: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

262 

 

analisis terhadap empat kasus tersebut adalah sejauh mana ketentuan-ketentuan

tindak pidana pemilu dalam UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu telah

dilaksanakan dan diterapkan sanksi sanksinya. Sejauh mana argumentasi hakim

dalam memberikan putusan pada kasus kasus itu.

Keempat kasus sebagai bahan hukum tersebut sengaja diambil dari beberapa

daerah kabupaten yang terjangkau oleh peneliti yaitu Kabupaten Banyumas

dalam hal ini PN Purwokerto terdiri dari satu kasus yaitu Putusan Nomor :

02/Pid.S/2009/PN.Pwt, Kabupaten Banjarnegara terdiri dari satu kasus dalam hal

ini Putusan PN Banjarnegara Putusan Nomor : 01/Pid.S./2009/PN.Bjn diteruskan

hingga Putusan PT Semarang Nomor : 129/Pid/2009/P.T.Smg, dan Kabupaten

Kebumen terdiri dari 2 kasus dalam hal ini putusan PN Kebumen Nomor:

01/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm dan Putusan Nomor : 02/Pid.S/Pid.Lu /2009/

PN.Kbm. Sedangkan ketentuan tindak pidana pemilu dalam UU No 10 Tahun

2008 tentang Pemilu Legislatif yang akan dikaji lebih dalam terkait putusan

pengadilan dalam keempat kasus tersebut adalah ketentuan Pasal 270 UU No.10

Tahun 2008 sebanyak 2 kasus, Pasal 269 UU No 10 Tahun 2008 jo. Pasal 55 ayat

(1) ke-1 KUHP sebanyak 1 kasus, dan Pasal 271 jo. Pasal 274 UU No 10 Tahun

2008 sebanyak 1 kasus.

7.1 Tindak Pidana Kampanye di Luar Jadwal Kampanye Peserta Pemilu

Ketentuan Pasal yang dikaji adalah Pasal 269 UU No.10 Tahun 2008

di dalam Putusan Perkara Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt dan diteruskan ke

Pengadilan Tinggi Semarang dengan Putusan Perkara Nomor : 142

Page 275: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

263 

 

/PID/2009/PT.SMG, dengan Terdakwa yang mengaku bernama TRI

MULYONO.

a) Putusan Tingkat Pertama

Sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 269 UU No.10 Tahun 2008 jo.

Pasal 55 ayat (1) maka unsur-unsur dari tindak pidana pemilu yang

dituduhkan kepada terdakwa adalah :

1. Unsur Setiap Orang;

Bahwa yang dimaksud setiap orang adalah pelaku yang melakukan

tindak pidana dan cakap serta mampu bertindak sebagai pendukung hak

dan kewajiban, sehingga dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Penggunaan terminologi hukum “barang siapa” atau “setiap orang”

menunjukkan bahwa hukum pidana berlaku untuk semua perbuatan yang

dilakukan siapa saja, dalam konteks hukum adalah subjek hukum

(memiliki kedudukan yang sama).

Hukum pidana tidak ditujukan kepada orang tertentu atau orang yang

menjalankan profesi tertentu. Jika ditujukan kepada subjek hukum

tertentu, norma hukum pidana menyebutkan secara khusus untuk subjek

hukum tertentu, karena tindak pidana tersebut secara substantif hanya

mungkin dilakukan oleh orang tertentu atau terkait dengan suatu profesi

tertentu. Ketentuan tersebut sebagai pengecualian dari rumusan tindak

pidana yang berlaku untuk umum. Perumusan tidak pidana tertentu

tersebut hanya ditujukan untuk perbuatan orang dalam menjalankan

Page 276: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

264 

 

profesi tertentu, karena profesi tersebut terkait dengan pelanggaran

hukum pidana.146

Hal tuntutan pidana kampanye di luar jadwal kampanye resmi, maka

harus dilihat subjek hukum setiap orang yang dapat melakukan kampanye

pemilu. Berdasarkan Pasal 77 ayat (1) kampanye pemilu dilaksanakan

oleh pelaksana kampanye. Sedangkan lebih dalam lagi pelaksana

kampanye berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (1) Pelaksana kampanye

Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri

atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD

kabupaten/kota, juru kampanye, orang-seorang, dan organisasi yang

ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota.

Bahwa dalam perkara ini jaksa penuntut umum telah menghadirkan

seorang terdakwa yang mengaku bernama TRI MULYONO yang selama

sidang majelis hakim mengamati dan berkesimpulan bahwa terdakwa

dalah orang yang berakal sehat sehingga mampu mempertanggung-

jawabkan perbuatannya. Kemudian berdasarkan fakta hukum terdakwa

TRI MULYONO merupakan sebagai calon Legislatif Daerah Kabupaten

Banyumas yang ditunjuk oleh peserta pemilu Partai Gerindra.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka unsur setiap orang khususnya

                                                            146 Mudzakkir, Pendapat Hukum Tentang Hukum Pidana dan Pers, di dalam http://www.anggara.wordpress.com, diakses pada tanggal 07 Juni 2009. 

Page 277: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

265 

 

pelaksana kampanye Pemilu calon legislatif yang ditunjuk oleh peserta

pemilu dapat dibuktikan.

2. Unsur Sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah

ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk

masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82.

Sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 82 UU No 10 tahun 2008 adalah :

(1) Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf a sampai dengan huruf e dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah calon Peserta Pemilu ditetapkan sebagai Peserta Pemilu sampai dengan dimulainya masa tenang.

(2) Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf f dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.

(3) Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara.

Jaksa Penuntut Umum mendasarkan jadwal waktu kampanye yang

diputusakan oleh KPU kabupaten/kota Banyumas. Berdasarkan

Keputusan KPU Kabupaten Banyumas tanggal 30 Desember 2008 No.

01/Pileg/2008 Tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi kampanye

Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tahun 2009,

pada tanggal 16-22 Februari 2009 tedakwa dijadwalkan berkampanye di

daerah pemilihan Banyumas 2 (dua) yang meliputi daerah Jatilawang,

Rawalo, Kebasen, Patikraja dan Purwojati;

Bahwa berdasarkan fakta terdakwa TRI MULYONO dan Sadar

Subagyo pada hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2009 telah melakukan

kampanye tertutup di Grumbul Karangtengah, Desa Jambu, Rt 1 Rw 9

Page 278: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

266 

 

Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas yang masuk dalam daerah

pemilihan Banyumas 1 (satu).

Kemudian pada tanggal 13 Maret 2009 keluarlah keputusan KPU

Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tentang Perubahan Atas

Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor :

01/PILEG/2009, yang menetapkan bahwa Memberikan kesempatan

kepada partai politik peserta Pemilu 2009 untuk melaksanakan kampanye

pertemuan terbatas/pertemuan tatap muka setiap hari di semua Daerah

Pemilihan Kabupaten Banyumas.

Terdakwa TRI MULYONO melakukan kampanye tertutup sesuai

dengan jadwal yang ditetapkan Keputusan KPU Banyumas tanggal 30

Desember 2008 No. 01/Pileg/2008 Tentang Penetapan Jadwal dan Lokasi

kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Banyumas

Tahun 2009, dan tidak sesuai jadwal kampanye yang ditetapkan

berdasarkan tempat berkampanye di daerah pemilihan Banyumas 2 (dua).

Namun berdasarkan dengan keputusan KPU Kabupaten Banyumas No.

13/PEMILU/2009 tanggal 13 Maret 2009 Tentang Perubahan Atas

Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas Nomor :

01/PILEG/2009. Jadwal kampanye yang dilakukan terdakwa TRI

MULYONO adalah sesuai.

Bahwa majelis hakim berpendapat berdasarkan Pasal 1 ayat (2) KUHP

terhadap perbuatan terdakwa a quo harus diberlakukan peraturan yang

Page 279: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

267 

 

menguntungkan bagi terdakwa, yaitu harus diberlakukan keputusan KPU

Kabupaten Banyumas No. 13/PEMILU/2009 Tanggal 13 Maret 2009,

dengan ukuran peraturan yang baru tersebut, perbuatan terdakwa

melakukan kampanye tertutup/terbatas dibolehkan disetiap waktu dan

setiap tempat, dengan demikian tidak ada pelanggaran jadwal dan tempat

kempanye tertutup/terbatas yang dilakukan oleh terdakwa.

Sesuai dengan uraian tersebut di atas unsur sengaja melakukan

kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU

provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, tidak terpenuhi.

Karena semua unsur dalam dakwaan tidak terbukti, Majelis Hakim

Pada kasus ini berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada

terdakwa TRI MULYONO terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan

tindak pidana dan melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari

segala tuntutan hukum atau ontslag van ale rechtvervolging.

b) Putusan Pada Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Semarang

Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding atas Putusan Pengadilan

Negeri Purwokerto Perkara Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt. Permintaan

banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dapat diterima karena

diajukan masih dalam tenggang waktu dengan cara serta memenuhi

syarat-syarat lain menurut undang-undang.

Page 280: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

268 

 

Setelah mempelajari dengan seksama berkas perkara yang dimintakan

banding, Pengadilan Tinggi Semarang berpendapat bahwa Putusan

Pengadilan Negeri Purwokerto telah didasarakan pada pertimbangan-

pertimbangan yang sudah tepat dan benar menurut hukum. Oleh karena

itu pertimbangan Pengadilan Negeri Purwokerto oleh Pengadilan Tinggi

Semarang dijadikan pertimbangan sendiri sehingga Putusan Pengadilan

Negeri Banjarnegara Perkara Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt dapat

dikuatkan.

Dengan demikian, Pengadilan Tinggi Semarang memutuskan untuk

Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 23 Maret

2009 Nomor : 02/Pid.S/2009/PN.Pwt, yang dimintakan banding.

7.2 Tindak Pidana Kampanye Dan Merusak Alat Peraga Kampanye Peserta

Pemilu

Dalam hal ini ketentuan Pasal yang dikaji adalah Pasal 270 UU No.10

Tahun 2008 terhadap dua putusan peradilan, yaitu di dalam Putusan Perkara

Nomor 01/Pid.S./2009/PN.Bjn diteruskan hingga Putusan PT Semarang

Nomor : 129/Pid/2009/P.T.Smg, dengan Terdakwa yang mengaku bernama

GINANJAR SAPUTRA BIN SAPARI PUJI YUWONO. Kemudian

dibandingkan dengan Putusan Perkara Nomor 01/Pid.S/Pid.Lu/2009/

PN.Kbm, dengan terdakwa yang mengaku bernama SITI ROKHAYAH

BINTI SUBAWEH.

Page 281: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

269 

 

I. Kasus GINANJAR SAPUTRA BIN SAPARI PUJI YUWONO

a) Putusan Tingkat Pertama

Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 270 UU No.10 Tahun

2008 maka unsur-unsur dari tindak pidana pemilu yang dituduhkan kepada

terdakwa adalah :

1. Setiap Orang

Menurut Majelis hakim secara umum “setiap orang” dapat diartikan

sebagai siapa saja yang merupakan subyek hukum sebagai penyandang

hak dan kewajiban, baik orang laki-laki maupun orang perempuan, anak-

anak ataupun orang dewasa, yang perbuatannya dapat dipertanggung

jawabkan dihadapan hukum. Bahwa pengertian “setiap orang” di dalam

Pasal 270 jo Pasal 84 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 10 Tahun

2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mempunyai

pengertian yang khusus sehingga merupakan Le Specialis dari pengertian

“setiap orang” dalam pengertian yang umum tersebut di atas. Bahwa

Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 menentukan

bahwa “setiap orang” yang dilarang melanggar larangan kampanye

Pemilu termasuk yang tersebut di dalam huruf g adalah setiap orang yang

merupakan : “Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dan berdasarkan saksi saksi dan

fakta hukum yang ada, dengan Terdakwa yang mengaku bernama

Page 282: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

270 

 

GINANJAR SAPUTRA BIN SAPARI PUJI YUWONO tidak terbukti

sebagai baik Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye. Maka Unsur

setiap orang menurut Majelis hakim tidak terpenuhi.

2. Dengan Sengaja. Dengan tidak terpenuhinya unsur setiap orang dalam

pengertian khusus tersebut, maka majelis hakim tidak menimbang unsur

dengan sengaja yang di tuntut oleh Jaksa Penuntut umum.

3. Kemudian juga Majelis Hakim tidak menimbang unsur melanggar

larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf

g, huruf h, atau huruf I yang diajukan Jaksa Penuntut Umum.

Karena semua unsur dalam dakwaan tidak terbukti, Majelis Hakim

Pada kasus ini berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada

terdakwa GINANJAR SAPUTRA Bin SAPARI PUJI YUWONO

tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Dengan demikian Majelis

Hakim tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum dan

membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan tersebut.

b) Putusan Pada Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Semarang

Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding atas Putusan Pengadilan

Negeri Banjarnegara Perkara Nomor 01/Pid.S/2009/PN.Bjr. Permintaan

banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dapat diterima oleh Majelis

Page 283: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

271 

 

Hakim, karena diajukan masih dalam tenggang waktu dengan cara serta

memenuhi syarat-syarat lain menurut undang-undang.

Setelah mempelajari dengan seksama berkas perkara yang dimintakan

banding, Pengadilan Tinggi Semarang berpendapat bahwa Putusan

Pengadilan Negeri Banjarnegara telah didasarakan pada pertimbangan-

pertimbangan yang sudah tepat dan benar menurut hukum. Oleh

karenanya dapat diambil alih sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi

sendiri dalam mengadili perkara ini dalam tingkat banding. Oleh karena

itu pertimbangan Pengadilan Negeri Banjarnegara oleh Pengadilan

Tinggi Semarang dijadikan pertimbangan sendiri sehingga Putusan

Pengadilan Negeri Banjarnegara nomor 01/Pid.S/2009/ PN.Bjn dapat

dikuatkan.

Dengan demikian, Pengadilan Tinggi Semarang memutuskan untuk

Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara tanggal 16 Maret

2009 Nomor : 01/Pid.S/2009/PN.Bjn, yang dimintakan banding.

II. Kasus SITI ROKHAYAH BINTI SUBAWEH

Atas perbuatannya terdakwa yang mengaku bernama SITI ROKHAYAH

BINTI SUBAWEH pada didakwa oleh jaksa penuntut umum Pasal 270

UU Nomor 10 Tahun 2008 Jo. Pasal 84 huruf i UU Nomor 10 Tahun

2008 tentang pelarangan membawa atau menggunakan tanda gambar

dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta

pemilu yang bersangkutan. Dengan demikian benar sebelum berangkat

Page 284: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

272 

 

ke Masjid tersebut, dengan cara disimpan dan dalam tasnya, terdakwa

membawa beberapa lembar stiker bergambar suaminya yang bernama

Triyono sebagai calon anggota legislatif nomor urut 1 dari Partai Bulan

Bintang Daerah Pemilihan 3 meliputi wilayah Kecamatan Ambal,

Kecamatan Mirit, Kecamatan Bonorowo, Kecamatan Padureso dan

Kecamatan Prembun. Bahwa benar pada saat acara Yasin tersebut,

beredar stiker kepada peserta Yasinan kecuali kepada seorang peserta

yaitu Hj. Muryati.

Menurut Majelis hakim, bahwa terdakwa dihadapkan ke depan

persidangan oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan tunggal melanggar

Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

(1) Setiap orang; (2) Dengan Sengaja; (3) Melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf, a, b, c, d, e, f, g; h; i;

(1) Unsur Kesatu “setiap orang”

Menurut majelis hakim bahwa unsur “setiap orang” menunjukkan

adanya subjek yang didakwakan terhadap dirinya, maka dapat disebut

sebagai pelaku dari tindak pidana yang didakwakan terhadap dirinya.

Kemudian bahwa oleh karena itu pula, dalam membuktikan unsur “setiap

orang” tersebut di dalam Pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 Majelis Hakim

Page 285: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

273 

 

akan mempertimbangkan setelah unsur-unsur lainnya dipertimbangkan

terlebih dahulu.

Bahwa selanjutnya yang dimaksud dengan unsur “setiap orang” dalam

Pasal ini menunjuk kepada Pasal 84 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 yaitu

pelaksana, peserta, petugas kampanye. Menimbang, bahwa berdasarkan

catatan Penuntut Umum tidak secara tegas menyebutkan status terdakwa

apakah pelaksana, peserta atau petugas kampanye akan tetapi hanya

menyebutkan bahwa terdakwa adalah isteri dari Triyono yang merupakan

caleg No. 1 Dapil 3 Partai Bulan Bintang.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dan berdasarkan saksi saksi dan

fakta hukum yang ada, dengan Terdakwa yang mengaku bernama SITI

ROKHAYAH BINTI SUBAWEH tidak terbukti sebagai baik Pelaksana,

Peserta dan Petugas Kampanye. Maka Unsur setiap orang menurut Majelis

hakim tidak terpenuhi.

(2) Unsur Kedua “dengan sengaja”

Majelis hakim berpendapat bahwa unsur sengaja dapat diartikan

bahwa si pelaku menyadari/menghendaki suatu akibat dari perbuatannya.

Bahwa dengan pengertian di atas dihubungkan dengan perkara ini maka

dimaksudkan adalah bahwa terdakwa menyadari dan menghendaki suatu

kampanye yang dilaksanakan di rumah ibadah berupa perbuatan penyebaran

bahan kampanye kepada umum.

Page 286: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

274 

 

Berdasarkan saksi saksi dan alat bukti yang ada, majelis hakim

berpendapat bahwa bahwa dengan demikian unsur “dengan sengaja” tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh karenanya Majelis hakim akan

mempertimbangkan unsur “setiap orang”

Karena semua unsur dalam dakwaan tidak terbukti, Majelis Hakim Pada

kasus ini berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

ROKHAYAH BINTI SUBAWEH tersebut tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pelanggaran Pelaksanaan

Kampanye Pemilu” sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dengan

demikian Majelis Hakim tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum

dan membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan tersebut.

7.3 Tindak Pidana Mengikutsertakan Pihak Yang Dilarang Di Dalam

Kegiatan Kampanye dan Politik Uang

Dalam hal ini yang dikaji adalah ketentuan Pasal 271 jo. Pasal 274 UU

No.10 tahun 2008 terhadap Putusan Perkara Nomor :

02/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm, dengan terdakwa yang mengaku bernama

GITO PRASETYO, S.T. BIN MUFID sebagai salah seorang Pengurus Partai

Politik PAN yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa

adalah Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah

Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1. Pada kasus ini Majelis Hakim

menyatakan tindak pidana pada dakwaan Alternatif Pertama Primer dan

Page 287: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

275 

 

Subsider, yaitu Pasal 274 UU No. 10 Tahun 2008 jo. Pasal 53 KUHP ini

tidak terbukti. Adapun unsur-unsurnya adalah:

1. Unsur Pelaksana Kampanye

Menurut Majelis hakim berdasarkan Pasal 78 UU Nomor 10

Tahun 2008 bahwa yang disebut Pelaksana Kampanye adalah salah

satunya adalah Pengurus Partai Politik atau Calon Anggota Legislatif.

Dengan melihat uraian tersebut di atas maka Unsur Pelaksana

Kampanye dapat dibuktikan.

2. Unsur dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi

lainnya kepada peserta kampanye

Menurut Majelis Hakim yang dimaksud dengan sengaja adalah

pelaku mengetahui akan perbuatannya dan menghendaki akibat

perbuatannya. Berdasarkan keterangan saksi saksi dan bukti yang ada,

diketahui bahwa keterangan saksi yang berasal dari Panitia Pengawas

Pemilu Kecamatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai

keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan yang diperoleh

dari pihak ketiga sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian.

Berdasarkan fakta tersebut di atas maka menurut Majelis unsur

dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi

lainnya kepada peserta kampanye yang dilakukan terdakwa tidak

terbukti dan oleh karena itu terdakwa tidak terbukti melakukan tindak

Page 288: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

276 

 

pidana dalam dakwaan. Dengan demikian menurut Majelis hakim

Unsur tersebut tidak dapat dibuktikan.

3. Unsur Secara langsung atau tidak langsung agar tidak menggunakan

haknya untuk memilih, atau memilih peserta tertentu atau menggunakan

haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak

sah.

Menurut Majelis Hakim pada prinsipnya Unsur ke-3

berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yang

dihubungkan bukti yang ada dan melihat unsur ke-1 dan unsur ke-2

yang tidak terbukti. Maka, Majelis Hakim menganggap unsur ke tiga

pada intinya adalah sama. Dengan demikian Unsur ke tiga pada kasus

ini tidak dapat dibuktikan.

4. Unsur Perbuatan mana tidak selesai bukan semata-mata atas kehendak

Terdakwa.

Menurut Majelis hakim dengen pertimbangan keterangan

saksi-saksi dan keterangan terdakwa dengan dikaitkan dengan bukti

yang ada. Bahwa dengan pertimbangan tersebut maka tidak terbukti

menurut hukum Terdakwa melakukan perbuatan pendahuluan

memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye dan

tidak terbukti menurut hukum adanya fakta berupa tindakan pihak lain

yang mencegah perbuatan Terdakwa sehingga perbuatan Terdakwa

tidak sampai selesai. Dari uraian unsur-unsur tersebut di atas yang di

Page 289: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

277 

 

mana tidak dapat dibuktikan, maka majelis hakim mempertimbangkan

bahwa maka Terdakwa haruslah dibebaskan dari Dakwaan Kesatu

baik Primair maupun Subsidair.

Untuk dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 271 UU No.10 Tahun 2008 maka unsur-unsur dari tindak

pidana pemilu yang dituduhkan kepada terdakwa adalah :

1. Setiap Pelaksana Kampanye

Menurut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 10

tahun 2008 telah secara tegas menyebutkan secara limitatif pelaksana

kampanye Pemilu Anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota terdiri atas Pengurus Partai Politik, Calon anggota DPR,

DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, juru kampanye, orang seorang

dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu anggota DPR, DPRD

Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota.

Bahwa Terdakwa adalah salah seorang Pengurus Partai Politik PAN

yaitu selaku Bendahara DPD PAN Kebumen dan Terdakwa adalah Calon

Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah

Pemilihan 4 (empat) Nomor urut 1. Maka dari uraian tersebut di atas

maka Unsur “pelaksana kampanye” dapat dibuktikan.

2. Dalam Kegiatan Kampanye

Berdasarkan pengertian Kampanye menurut ketentuan Umum dalam

UU No.10 tahun 2008 adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan

Page 290: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

278 

 

para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu.

Menurut Majelis hakim pertemuan acara konsolidasi Partai Amanat

Nasional ranting desa Ambakprogaten Kec.Klirong yang dihadiri

Terdakwa beserta saksi saksi dan perangkat desa tersebut bukanlah

termasuk kegiatan kampanye. Karena terdakwa tidak terbukti

menyampaikan visi misi dan program peserta pemilu di dalam acara

tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka unsur kegiatan kampanye

tidak dapat dibuktikan. Dengan demikian tidak ada larangan akan

hadirnya perangkat desa pada acara tersebut. berdasarkan seluruh

pertimbangan di atas Majelis berkesimpulan bahwa terdakwa tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dalam

dakwaan alternatif kedua dan oleh karena itu terdakwa harus dibebaskan

dari dakwaan alternatif kedua Jaksa Penuntut Umum.

Dengan demikian, Pengadilan Negeri Kebumen memutuskan untuk

menyatakan terdakwa GITO PRASETYO, ST bin MUFID tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam

dakwaan alternatif kesatu maupun dakwaan alternatif kedua

sebagaimana di dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Membebaskan

terdakwa tersebut di atas dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Page 291: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

279 

 

8. Tinjauan Ketentuan Pidana Pemilu Dalam Empat Kasus Tindak Pidana

Pemilu

Penyelesaian pidana pemilu oleh Majelis Hakim dalam putusan badan

peradilan yang berkekuatan hukum tetap baik pada tingkat Pengadilan

Negeri maupun tingkat Pengadilan Tinggi pada keempat kasus akhirnya

tetap dan konsisten menggunakan ketentuan pidana di UU No. 10 Tahun

2008 sebagai dakwaan pidana pemilu, dengan tetap mempertimbangkan

asas-asas dalam pidana umum. Sedangkan jaksa penuntut umum berusaha

dengan hati-hati menggunakan ketentuan KUHP dengan ketentuan yang

berada di dalam UU No 10 tahun 2008 sebagai dakwaan pidananya.

Perbedaan sikap antara Majelis Hakim yang menggunakan UU No 10

Tahun 2008 sebagai dakwaan pemilu dengan Jaksa Penuntut Umum dengan

menambah penggunaan ketentuan di dalam KUHP sebagai dakwaan pidana

pemilu. Dalam hal ini menurut penulis jika diperhatikan lebih jauh

berdasarakan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis maka, dalam

dakwaan pemilu ketentuan yang digunakan adalah hanya di dalam ketentuan

UU No.10 Tahun 2008. Apa yang dilakukan majelis hakim dengan

konsisten menggunakan UU No 10 Tahun 2008 sebagai dakwaan pemilu

adalah sudah tepat.

Page 292: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

280 

 

Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana

pemilu, Unsur-Unsur tindak pidana pemilu yang menjadi pertimbangan

Majelis Hakim berdasarkan UU No.10 Tahun 2008 tidak terpenuhi

pembuktiannya secara keseluruhan berdasarkan saksi-saksi dan alat bukti

yang sah. Sehingga sanksi tindak pidana pemilu yang dituntut jaksa penuntut

umum pada keempat perkara tersebut tidak dapat diterapkan.

Pengajuan saksi-saksi oleh jaksa penuntut umum, terdapat

kelemahannya yaitu bahwa saksi–saksi yang diajukan bukanlah saksi yang

berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 148 KUHAP. Saksi yang diajukan

Jaksa Penuntut Umum hampir di keempat kasus tersebut adalah saksi dari

Pengawas Pemilu yang berdasarkan laporan masyarakat kepada Pengawas

Pemilu. Hal ini mengakibatkan bahwa saksi Panwas yang berdasarkan

laporan tidak bisa disebut saksi karena tidak berdasarkan apa yang di dengar

sendiri, pengetahuan sendiri. Pengawas Pemilu tersebut tidak dapat

dikategorikan sebagai keterangan saksi akan tetapi adalah hasil kesimpulan

yang diperoleh dari pihak ketiga (Pasal 185 ayat (5) KUHAP) sehingga tidak

mempunyai nilai pembuktian. Menurut penulis seharusnya Panwas

mengajukan saksi-saksi yang melihat, mendengar dan mengetahui secara

langsung kejadian yang diduga pidana pemilu. Dalam hal ini adalah pihak

Panwas sendiri yang melihat secara langsung atau pihak yang melaporkan

kejadian kepada Panwas karena melihat secara langsung. Sehingga

keterangan saksi tersebut dapat dikategorikan sebagai bukti.

Page 293: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

281 

 

Unsur subjek hukum “setiap orang” pada ketentuan Pasal 269 dan

Pasal 270 UU No.10 Tahun 2008, Majelis Hakim memberikan pengertian

khusus daripada pengertian umum, Subjek hukum yang dimaksud pada Pasal

269 dan 270 adalah terbatas pada Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye.

Dengan demikian hal tersebut Majelis Hakim menganggap di luar subjek

hukum Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye pada ketentuan Pasal 269

dan Pasal 270 UU No.10 Tahun 2008, penerapan sanksi tindak pidana

pemilu tidak dapat diterapkan. Sedangkan yang disebut dengan Pelaksana

dan Petugas Kampanye adalah mereka yang terdaftar secara resmi di dalam

Daftar Resmi Pelaksana dan Petugas di KPU. Di luar daftar resmi KPU

tersebut tidak disebut di dalam pengertian khusus, walau mereka bertindak

dan berperan sebagai Pelaksana dan Petugas Kampanye di lapangan.

Sekilas pengertian khusus tersebut seperti menggunakan metode

interpretasi penafsiran menyempit di dalam ilmu hukum. Padahal penafsiran

menyempit tidak lazim di dalam metode interpretasi ilmu hukum. Majelis

hakim menggunakan beberapa Pasal yang berkaitan dengan pengertian

khusus tersebut. Hal ini berarti majelis hakim, menurut penulis

menggunakan metode interpretasi penafsiran restriktif. Penafsiran restriktif

adalah penafsiran yang bersifat membatasi. Untuk menjelaskan suatu

ketentuan undang-undang ruang lingkunp ketentuan itu dibatasi. Sehingga

berdasarkan pasal-pasal yang berkaitan dalam pengertian khusus tersebut,

menurut penulis sudah tepat.

Page 294: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

282 

 

Pada unsur “Kegiatan Kampanye “ pada ketentuan Pasal 269, 270,

271 dan Pasal 274 UU No.10 Tahun 2008. Majelis hakim mengacu kepada

pengertian Kegiatan kampanye pada ketentuan umum UU No 10 Tahun

2008. Berdasarkan pengertian Kampanye menurut ketentuan Umum dalam

UU No.10 tahun 2008 adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan

para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu.

Dengan demikian hal tersebut di atas, Majelis Hakim menganggap bahwa

setiap kegiatan yang diadakan oleh Pelaksana, Petugas, Peserta Kampanye

yang tidak meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan

program peserta pemilu tidak disebut sebagai kegiatan kampanye. Akibatnya

tidak ada larangan-larangan dalam kegiatan kampanye yang diatur dalam

ketentuan Pasal 269, 270, 271 dan Pasal 274 UU.No 10 Tahun 2008 dan

sanksinya, yang bisa diterapkan kepada kegiatan bukan kampanye yang

dilaksanakan oleh petugas, peserta, pelaksana kampanye.

Berbeda dengan Jaksa Penuntut Umum dalam pengertian Kampanye

Pemilu lebih menggunakan metode interpretasi penafsiran extensif/luas.

Penafsiran luas adalah memberikan penafsiran dengan memperluas arti kata-

kata dalam ketentuan undang-undang, sehingga suatu peristiwa dapat

dimasukkan artinya.

Menurut penulis, apa yang dilakukan majelis hakim sudah tepat

dengan mempertahankan pengertian yang sesuai dengan undang-undang.

Karena jika dikaitkan dengan salah satu aspek asas legalitas yaitu tidak ada

Page 295: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

283 

 

penerapan undang-undang hukum pidana secara analogi. Sedangkan

penafsiran luas menurut penulis lebih memilih pendapat bahwa sebenarnya

penafsiran luas merupakan “analogi yang terselubung” sehingga

dikhawatirkan akan merusak eksistensi asas legalitas.

Page 296: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

284 

 

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, terkait dengan

formulasi kebijakan hukum pidana dalam pemilu dan penerapan sanksi tindak

pidana pemilu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu

Legislatif di Indonesia. Maka, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kebijakan formulasi dalam perumusan tindak pidana pemilu pada

Undang-undang No.10 Tahun 2008 mengalami perkembangan yang

cukup baik dibandingkan dengan KUHP maupun dengan UU Pemilu

sebelumnya. Hal ini bisa dilihat dari bertambahnya subjek hukum baik

untuk setiap orang maupun korporasi, bertambahnya jenis tindak

pidana pemilu, bertambahnya jumlah atau lamanya sanksi tindak

pidana pemilu, dan diaturnya pasal pemberatan tindak pidana pemilu.

Di sisi lain UU No.10 Tahun 2008 masih ada kelemahannya dibanding

dengan KUHP. Hal ini bisa dilihat dari tidak diaturnya tentang jenis

pidana tambahan dan ketentuan sanksi pidana hanya bersifat

kumulatif.

2. Ditinjau dari kebijakan hukum pidana dalam tahapan yudikatif, yaitu

beberapa kasus tindak pidana pemilu yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap. Penerapan ketentuan Tindak Pidana Pemilu berdasarkan

Page 297: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

285 

 

UU No 10 Tahun 2008 pada ke empat kasus tersebut dijatuhkan

putusan bebas. Sehingga penerapan ketentuan tindak pidana pemilu

tersebut belumlah cukup untuk menjangkau beberapa kasus yang

berkembang di dalam masyakarat yang dianggap sebagai tindak

pidana pelanggaran pemilu. Beberapa kelemahan di dalam UU No 10

Tahun 2008 berdasarkan keempat kasus tersebut bisa dilihat dari

definisi khusus unsur “setiap orang” di dalam pasal 269 dan pasal 270

UU No.10 Tahun 2008 sehingga tidak setiap orang dapat dikenai

sanksi pidana berdasarkan pasal-pasal tersebut. Selain itu ruang

lingkup definisi “kampanye pemilu” dalam ketentuan tindak pidana

pemilu yang masih sempit sehingga walau disebut dengan kegiatan

kampanye pemilu oleh KPU dan Kepolisian maupun Masyarakat

namun tidak termasuk pengertian sempit tersebut maka, tidak bisa

disebut dengan kampanye pemilu.

Page 298: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

286 

 

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat diberikan

saran sebagai berikut :

1. Pembuat undang-undang perlu mengkaji ulang Undang-Undang No 10

Tahun 2008 khususnya masalah ketentuan pelanggaran tindak pidana

pemilu berdasarkan kasus-kasus pemilu yang semakin berkembang di

masyarakat. Hal yang perlu dikaji adalah sistematika dan kategorisasi

yang cukup jelas dan lengkap baik masalah tujuan filosofis dari tindak

pidana, unsur-unsur perbuatan pidana pemilu, pembagian subjek

hukum, jenis tindak pidana, jenis sanksi ancaman pidana dan lain

sebagainya. Sehingga pembuat undang-undang dapat

memformulasikan undang-undang khusus tentang tindak pidana

pemilu yang jelas dan lengkap yang dapat mengikuti dan menjangkau

pelanggaran pidana pemilu yang berkembang di masyarakat.

2. Majelis Hakim, Kejaksaan, Panwaslu, dan semua pihak yang

berkepentingan di dalam pemilu perlu meningkatkan kerja sama serta

sosialisasi antara semua pihak dalam penyamaan persepsi tentang

Tindak Pidana Pemilu sehingga semua pihak dapat singkron

menerapkan ketentuan Tindak Pidana Pemilu dalam UU Pemilu baik

di dalam masyarakat maupun di dalam peradilan dapat diselesaikan

dengan cepat dan tepat.

Page 299: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

287 

 

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anwar, H.A.K. Moch. 1994. Cetakan VII. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHPBuku II) Jilid 1. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti;

Anwar & Adang. 2008. Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana. Grasindo;

Anwar, Yasmil & Adang. 2008. Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana. Grasindo;

Arief, Barda Nawawi. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti;

_________________.2001.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti;

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Cetakan III. Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI;

Budiardjo, Miriam.1982. Cetakan VII. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia;

Farid, Zainal Abidin. 2007. Cetakan II. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika;

Gaffar, Afan. 2005. Cetakan V. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;

Hamzah, Andi. 1994. Asas – Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta;

Handoyo,B.Hestu Cipto. 2003. Cetakan I. Hukum Tata Negara, Kewarganegraan & Hak asasi Manusia. Yogyakarta: Universitas Atmajaya;

Hattum, Van. 1953. Hand-en Leerboek. hal 112 dalam Lamintang, P.A.F. 1997. Cetakan III. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti;

Held, David. 2004. Cetakan I. Demokrasi dan Tatanan Global Dari Negara Modern Hingga Pemerintahan Kosmopolita. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;

Hendarmin, Ranadireksa. 2007. Cetakan I. Visi Bernegara Aksitektur Konstitusi Demokratik. Bandung: Fokusmedia;

Huda, Ni’matul. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada;

Page 300: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

288 

 

Joeniarto. 1984. Cetakan II. Demokrasi Dan Sistem Pemerintahan Negara. Jakarta: Bina Aksara;

Lamintang , P.A.F. 1987. Cetakan I. Delik-Delik Khusus:Kejahatan-Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara. Bandung:Sinar Baru;

_______________. 1990. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru;

_______________.1997. Cetakan III. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti;

Legowo, TA dan Salang, Sebastian. 2008. Cetakan I. Panduan Menjadi Calon Anggota DPR/DPD/DPRD Mengahadapi Pemilu. Jakarta :Forum Sahabat;

Mayo, Henry B. 1960. An Introduction to Demokratic Theory. Oxford University Press; hal 70 dalam Huda, Ni’matul. 2006. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada;

MD, Moh. Mahfud. 1999. Hukum dan Pilar-Pilar Demokras. Yogyakarta: Gama Media;

M, Topan. 1989. Demokrasi Pancasila analisa Konsepsional Aplikatif;

Moch Najih, Usfah dan Togat. 2004. Pengantar Hukum Pidana. Malang: UMM Press;

Muladi & Nawawi, Barda. 1984. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni;

Prakoso, Djoko. 1987. Tindak Pidana Pemilu, Jakarta: Rajawali;

Prihatmoko,Joko J. 2008. Cetakan I. Mendemokratiskan Pemilu Dari Sistem Sampai Elemen Teknis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;

Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Cetakan I. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: Refika Aditama;

Rafik,Ishak. 2008. Cetakan I. Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia. Ufuk Publishing House;

Sadik, Muh Nur. Vol 13 Nomor 2. Jurnal Ilmiah Hukum Legality. Fakultas Hukum UMM;

Santoso, Topo. 2000. Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan syariat Dalam Wacana dan Agenda. Jakarta:Asy Syamil, Gema Insani;

Page 301: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

289 

 

_____________.2006. Cetakan I. Tindak Pidana Pemilu. Jakarta: Sinar Grafika;

Saragih, Bintan R. 1998. Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama;

Sholehuddin. 2003. Cetakan I. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System & Implementasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada;

Soedarto. 2001. Pengantar Kuliah Hukum Pidana Jilid IA – IB. Purwokerto: Fakultas Hukum UNSOED;

Soehino. 2000. Cetakan III. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty;

Sukarna. 1981. Sistem Politik. Bandung: Alumni;

Wahyudi, Setya. 2006. Pembaharuan Hukum Pidana. Purwokerto:Universitas Jenderal Soedirman;

B. Peraturan Perundang-undangan

Amandemen ke IV Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana;

Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok

Kepegawaian;

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-undang No 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam

Masalah Pidana;

Page 302: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

290 

 

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum (PEMILU);

Undang_Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On

Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang

Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana);

Peraturan KPU No.03 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan

Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan

Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota Tahun 2009.

Peraturan KPU Nomor: 19 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Perwakilan Rakyat

Daerah.

Page 303: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

291 

 

C. Putusan

Putusan Mahkamah Agung RI No.81 K/Kr/1962 tanggal 1 Desember 1962

Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 9/PUU-VII/2009, Tentang

Pokok Perkara Pengujian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Nomor Perkara : 01/Pid.S.

/2009/PN.Bjn.

Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara : 129/Pid

/2009/P.T.Smg.

Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara : 01/Pid.S/Pid.Lu/

/2009/PN.Kbm

Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor Perkara No : 02

/Pid.S/Pid.Lu/2009/PN.Kbm

Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor Perkara : 02/Pid.S

/2009/PN.Pwt.

Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor Perkara : 142/PID

/2009/PT.SMG.

Page 304: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

292 

 

D. Artikel Online

Abdul Fickar Hadjar, Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu, www.fickar15.blog.friendster.com, diakses tanggal 25 April 2009

Ahmad Irzal Fardiansyah, Kebijakan Hukum Pidana Pemilu, dalam http://www.lampungpost.com diakses tanggal 23 Juni 2009

Aldri Frinaldi, Pelanggaran Pemilu Hanya Tiga Jenis, dalam http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?mod=detail_berita.php&id=1030, diakses tanggal 18 April 2009

Anonimous, Tata cara penyelesaian pelanggaran (Tindak Pidana Pemilu) pada Pemilu 2009, dalam http://www.kizatox.wordpress.com/2009/01/13/tata-cara-penyelesaian-pelanggaran- tindak-pidana-pemilu-pada-pemilu-2009 diakses tanggal 18 April 2009

Anonimous, Problem Hukum Pemilu 2009 Akan Lebih Rumit, dalam http://hukumonline.com/ diakses tanggal 23 Juni 2009

Didik Endro Purwoleksono, Pengaturan Sanksi Pidana dalam Ketentuan UU (Bagian III), di dalam http://gagasanhukum.wordpress.com, diakses pada tanggal 6 Mei 2009

Marsudin Nainggolan, Pelanggaran Pidana Pemilu Dalam UU Pemilu No. 10 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008, di dalam www.pakpakbharatkab.go.id, diakses tanggal 27 April 2009

Hikmahanto Juwana, Sulitnya menindak Pelaku Pelanggar Pidana Pemilu Di Luar Negeri, di dalam www.hukumonline.com, diakses tanggal 28 April 2009

Kamus Besar Bahasa Indonesia, di dalam http://pusatbahasa.diknas. go.id/ kbbi/index.php, diakses pada tanggal 29 April 2009

Mudzakkir, Pendapat Hukum Tentang Hukum Pidana dan Pers, di dalam http://www.anggara.wordpress.com, diakses pada tanggal 07 Juni 2009

Muchsin, Tindak pidana pemilu serta tugas peradilan umum, dalam http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1859793-tindak-pidana-pemilu-serta-tugas/, diakses tanggal 18 April 2009

Page 305: TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM (Tinjauan Yuridis · PDF filesubjek hukum dan jenis tindak pidana pemilu. Namun UU Pemilu masih ada kelemahan dibandingkan dengan KUHP, seperti tiadanya

293 

 

Ramlan, Subakti, Putusan MK Suara Terbanyak Amburadul, http://www.inilah.com/rubrik/politik diakses tanggal 13 Januari

2009.

Suhariyono AR, Proses Legislasi Dalam Pengembangan Sistem Hukum, dalam http://www.legalitas.org/?q=Proses+Legislasi+Dalam+Pengembangan+Sistem+hukum diakses tanggal 23 Juni 2009.

Topo Santoso, Banyak Salah Kaprah Penerapan Pidana Pemilu, dalam http://www.republika.co.id/berita/31876/Banyak_Salah_Kaprah_Penerapan_Pidana_Pemilu, diakses tanggal 25 April 2009

____________, Ketentuan Pidana Diarahkan ke Penyelenggara Pemilu, www.hukumonline.com, diakses tanggal 25 April 2009

Veri Junaedi, Penegakkan Pidana Pemilu Rawan Dipecundangi,dalam www.reformasihukum.org, diakses tanggal 25 April 2009