ringkasan anggaran pendapatan dan belanja daerah · kata pengantar anggaran pendapatan dan belanja...

Download Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah · Kata Pengantar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan pemerintah daerah selama satu tahun yang

If you can't read please download the document

Upload: lamlien

Post on 20-Jul-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Kementerian Keuangan Republik Indonesia

    Ringkasan Anggaran

    Pendapatan dan Belanja

    Daerah

    Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

    2017

  • 2

    Kata Pengantar

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan pemerintah daerah

    selama satu tahun yang ditetapkan oleh peraturan daerah. APBD dapat dijadikan sebagai sarana

    komunikasi pemerintah daerah kepada masyarakatnya mengenai prioritas pengalokasian yang dilakukan

    oleh pemerintah daerah setelah berkoordinasi dengan pihak legislatif, DPRD.

    APBD terdiri dari tiga komponen utama yaitu pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.

    Pendapatan daerah terdiri dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD), pos Dana Perimbangan, dan pos Lain-

    Lain Pendapatan Daerah yang Sah. Di dalam pos PAD ada komponen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

    yang merupakan sumber pendapatan utama dari pemerintah daerah itu sendiri yang diperoleh dari wajib

    pajaknya. Selanjutnya untuk Dana Perimbangan merupakan dana yang diperoleh pemerintah daerah dari

    pemerintah pusat sebagai perwujudan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal. Selain sumber pendapatan

    yang diperoleh dari daerah tersebut dan pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memperoleh

    pendapatan dari daerah lain yang berupa komponen Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan pemda lainnya

    yang ada di dalam pos Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah.

    Komponen belanja daerah merupakan perwujudan pemerintah daerah dalam mengeluarkan uangnya untuk

    pelayanan publik. Terdapat empat pos utama di dalam belanja daerah yaitu pos Belanja Pegawai, pos

    Belanja Barang dan Jasa, pos Belanja Modal, dan pos Belanja lainnya. Melalui belanja daerah ini diperoleh

    informasi prioritas belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang dapat berdampak pada

    kesejahteraan warganya.

    Dalam APBD, Pemda dapat merencanakan defisit atau surplus APBD. Pada kenyataannya, di dalam

    dokumen APBD seringkali terjadi defisit daerah. Defisit daerah dapat ditutup dengan pembiayaan daerah.

    Pembiayaan daerah terdiri dari dua pos yaitu penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

    Pemerintah daerah memiliki kecenderungan untuk menutup defisit daerah dari Sisa Lebih Penghitungan

    Anggaran (SiLPA) Tahun Anggaran sebelumnya atau dengan melakukan pinjaman daerah atau obligasi

    daerah yang berada di pos penerimaan pembiayaan. Pos pengeluaran pembiayaan juga memiliki dua

    komponen utama yang banyak digunakan oleh pemda yaitu penyertaan modal (investasi daerah) dan

    pembayaran pokok utang.

    Guna melihat penganggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama satu tahun ini, Direktorat

    Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

    menyusun ringkasan APBD Tahun 2017 untuk memberikan informasi/gambaran mengenai APBD di 542

    pemerintah daerah. Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

    yang telah bekerja sama dan berkontribusi dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat

    bagi semua pihak yang membutuhkannya.

    Jakarta 2017

    Direktur Evaluasi Pengelolaan

    dan Informasi Keuangan Daerah

    Ria Sartika Azahari

  • 3

    Gambaran Umum APBD 2017

    Pendapatan dan Belanja daerah dalam APBD tahun 2017 mengalami

    peningkatan dibandingkan dengan APBD tahun 2016. Persentase

    peningkatan pendapatan adalah sebesar 1,9 persen, dimana

    peningkatan tersebut lebih tinggi daripada peningkatan belanja yang

    hanya sebesar 0,5 persen. Hal ini kemudian terlihat dari jumlah defisit

    pada tahun 2017 yang lebih rendah 13,4 Triliun Rupiah, jika

    dibandingkan tahun 2016. Sementara itu anggaran pembiayaan tahun

    2017 lebih rendah dibandingkan dengan anggaran tahun 2016

    dengan selisih sebesar 12,5 Triliun Rupiah atau 20,28 persen.

  • 4

    Gambaran Umum Pendapatan

    Daerah

  • 5

    Komposisi Pendapatan Daerah

    Komposisi pendapatan daerah pada APBD secara nasional dibagi

    menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD),

    Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah.

    Dana Perimbangan masih mendominasi sumber pendapatan daerah

    yaitu sebesar 66,1 persen atau 664,5 triliun rupiah dari total

    pendapatan daerah sebesar 1.005,2 triliun rupiah.

  • 6

    Komposisi PAD pada APBD TA 2017

    secara nasional dapat dibagi ke dalam 4

    (empat) bagian utama yaitu Pajak

    Daerah, Retribusi Daerah, Hasil

    Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

    Dipisahkan, dan Lain-Lain PAD yang

    Sah. Pajak Daerah merupakan sumber

    pendapatan tertinggi dari PAD yaitu

    sebesar 69,5 persen atau 168,8 triliun

    rupiah dari PAD sebesar 243,1 triliun

    rupiah.

    Komposisi Dana Perimbangan pada

    APBD TA 2017 secara nasional dapat

    dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian utama

    yaitu Dana Bagi Hasil (DBH), Dana

    Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi

    Khusus (DAK). DAU merupakan sumber

    pendapatan tertinggi dari Dana

    Perimbangan yaitu sebesar 61,6 persen

    atau 409,2 triliun rupiah dari Dana

    Perimbangan sebesar 664,5 triliun

    rupiah.

    Komposisi Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah pada APBD TA 2017 secara nasional dapat dibagi ke dalam 4 (empat)

    bagian utama yaitu Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, Pendapatan Lain-Lain, Pendapatan Hibah, Pendapatan

    Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya, dan Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Pemda

    lainnya. Komponen pendapatan tertinggi pada pos Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah adalah Dana Penyesuaian

    dan Otonomi Khusus yaitu sebesar 73,7 persen atau 71,9 triliun rupiah dari 97,6 triliun rupiah .

    Komposisi Pendapatan Asli Daerah

    Komposisi Dana Perimbangan

    Komposisi Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

  • 7

    Rasio kemandirian daerah menggambarkan tingkat kemandirian suatu daerah terhadap bantuan pihak

    eksternal, baik yang bersumber dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lain. Rasio ini

    ditunjukkan oleh rasio PAD terhadap total pendapatan daerah. Semakin besar angka rasio PAD maka

    semakin tinggi kemandirian daerah tersebut. Sebaliknya, semakin kecil angka rasio PAD maka semakin

    rendah kemandirian daerah tersebut. Rasio kemandirian daerah nasional sebesar 24,2 persen. Wilayah

    yang memiliki rasio kemandirian daerah di atas rasio kemandirian nasional adalah wilayah Jawa dengan

    persentase sebesar 34,8 persen, sedangkan sisanya berada di bawah rasio nasional, dengan wilayah

    Papua memiliki rasio terkecil sebesar 6,0%.

    Pada rasio kemandirian daerah agregat se-provinsi, daerah yang rasionya

    tertinggi adalah DKI Jakarta dengan besaran rasio sebesar 66,4 persen,

    sedangkan yang memiliki rasio terkecil adalah Papua Barat dengan besaran

    rasio 4,8 persen.

    16,5%

    34, 8%

    17,6%

    14,2%

    22,6%

    6,0%

    Rasio Kemandirian Daerah

    Nasional:

  • 8

    Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep untuk mengukur fleksibilitas yang dimiliki oleh

    pemerintah daerah dalam mengalokasikan APBD untuk membiayai kegiatan yang menjadi prioritas

    daerah. Ruang fiskal daerah diperoleh dengan menghitung total pendapatan daerah dikurangi dengan

    pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya dan belanja yang sifatnya mengikat (DAK, Dana

    Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus, Pendapatan Hibah, Dana Darurat, 25 persen DBH dan DAU,

    Belanja Pegawai, Pegawai dan Belanja Bunga) dibagi dengan total pendapatannya. Ruang fiskal daerah

    saat ini masih sangat terbatas karena sebagian besar anggaran digunakan untuk belanja rutin dan belanja

    yang sudah ditentukan penggunaannya. Diharapkan ke depannya pemda dapat efektif dan efisien dalam

    menggunakan anggarannya sehingga dapat tercipta ruang fiskal yang lebih besar.

    Kalimantan merupakan wilayah dengan ruang fiskal terbesar, sedangkan Sulawesi merupakan wilayah

    dengan ruang fiskal terkecil.

    Ruang fiskal nasional yaitu sebesar 16,3 persen. Wilayah yang memiliki ruang

    fiskal di atas rata-rata nasional yaitu di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku dan

    Papua. Ruang fiskal untuk agregat se-provinsi yang tertinggi yaitu di DKI Jakarta

    dengan besaran ruang fiskal sebesar 45,6 persen, sedangkan ruang fiskal

    agregat se-provinsi terkecil yaitu di Nusa Tenggara Timur dengan besaran ruang

    fiskal sebesar 7,7 persen.

    17,4%

    23, 0%

    23,1%

    13,4%

    16,0%

    21,0%

    Ruang Fiskal

    Nasional :

  • 9

    Gambaran Umum Belanja Daerah

  • 10

    Komposisi Belanja Daerah

    Komposisi belanja daerah pada APBD secara nasional dibagi ke dalam

    4 (empat) bagian utama yaitu Belanja pegawai, belanja modal,

    belanja barang dan jasa dan belanja lainnya. Total Belanja APBD

    tahun 2017 adalah sebesar 1.052,6 triliun rupiah dengan proporsi

    terbesar adalah belanja pegawai sebesar 38,5 persen, disusul belanja

    barang dan jasa sebesar 22,2 persen, kemudian belanja modal

    sebesar 21,1 persen, dan terakhir belanja la innya sebesar 18,2

    persen.

  • 11

    Daerah se-provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang memiliki porsi belanja

    pegawai tertinggi dalam APBD Tahun 2017 dengan porsi sebesar 41,9 persen,

    disusul oleh daerah se-provinsi Jawa Tengah (41,1 persen) dan daerah se-provinsi

    Daerah Istimewa Yogyakarta (41,1 persen). Adapun daerah dengan porsi belanja

    pegawai terkecil berturut -turut adalah daerah se-provinsi Papua Barat (24,0

    persen), daerah se-provinsi Papua (25,5 persen), dan daerah se-provinsi Banten

    (31,3 persen).

    Rasio belanja pegawai digunakan untuk mengukur porsi belanja pegawai terhadap total belanja daerah.

    Semakin membaiknya kualitas belanja daerah dapat dilihat dari semakin menurunnya porsi belanja

    pegawai dalam APBD. Semakin sedikit porsi belanja APBD yang digunakan untuk belanja aparatur maka

    APBD dapat dioptimalkan untuk mendukung jenis belanja lain yang lebih terkait dengan pelayanan publik

    seperti belanja modal untuk pembangunan fasilitas masyarakat atau untuk mendukung belanja yang

    efektif mendorong roda perekonomian daerah seperti peningkatan konektivitas dengan pembangunan

    jalan dan jembatan baru.

    Rasio belanja pegawai secara nasional adalah 38,5 persen. Berdasarkan wilayah Sulawesi merupakan

    wilayah dengan porsi belanja pegawai tertinggi yakni mencapai 39,5 persen dari keseluruhan belanja

    daerah. Adapun porsi belanja pegawai terendah adalah Maluku-Papua yang hanya sebesar 27,2 persen.

    Rasio Belanja Pegawai

    37,7%

    37,8%

    36,7%

    39,5%

    37,8%

    27,2%

  • 12

    Rasio belanja barang dan jasa digunakan untuk mengukur porsi belanja barang dan jasa terhadap total

    belanja daerah. Belanja barang dan jasa merupakan jenis belanja yang digunakan untuk pembelian

    barang dan jasa yang memiliki masa manfaat kurang dari 12 (dua belas) bulan dalam melaksanakan

    program dan kegiatan pemerintahan daerah, contohnya pembelian barang pakai habis, perjalanan

    dinas, dan pemeliharaan gedung.

    Rasio belanja barang dan jasa secara nasional adalah 22,2 persen. Berdasarkan wilayah, Maluku-Papua

    merupakan wilayah dengan porsi belanja barang dan jasa tertinggi yakni mencapai 24,2 persen dari

    keseluruhan belanja daerah. Adapun porsi belanja barang dan jasa terendah adalah Sulawesi yang

    hanya sebesar 20,4 persen.

    Daerah se-provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah yang memiliki porsi

    belanja barang dan jasa tertinggi dalam APBD Tahun 2017 dengan porsi sebesar

    28,2 persen, disusul oleh provinsi DKI Jakarta (26,1 persen) dan daerah se-

    provinsi Riau (24,7 persen). Adapun daerah dengan porsi belanja barang dan

    jasa terkecil berturut -turut adalah daerah se-provinsi Sulawesi Tenggara (15,7

    persen), daerah se-provinsi Lampung (17,1 persen) dan daerah se-provinsiJawa

    Tengah (18,0 persen).

    Rasio Belanja Barang dan Jasa

    21,2%

    21,0%

    21,6%

    20,4%

    20,4%

    24,2%

  • 13

    Rasio belanja modal digunakan untuk mengukur porsi belanja modal yang dibelanjakan terhadap total

    belanja daerah dalam rangka pemberian layanan kepada masyarakat. Belanja modal merupakan jenis

    belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap

    berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam

    kegiatan pemerintahan, contohnya pembelian tanah, pembangunan gedung, dan peningkatan jalan.

    Salah satu sumber belanja modal adalah dari Dana Transfer Umum (DAU&DBH). Guna mempercepat

    pelayanan publik, mulai tahun 2017 pemerintah daerah harus mengalokasikan penggunaan 25 persen

    dari DTU untuk belanja infrastruktur pelayanan publik, yang merupakan bagian dari belanja modal.

    Rasio belanja modal secara nasional adalah 21,1 persen. Berdasarkan wilayah, Kalimantan merupakan

    wilayah dengan porsi belanja modal tertinggi yakni mencapai 23,3 persen dari keseluruhan belanja

    daerah. Adapun porsi belanja modal terendah adalah Jawa yang hanya sebesar 20,4 persen.

    Daerah se-provinsi Kalimantan Utara merupakan daerah yang memiliki porsi

    belanja modal tertinggi dalam APBD Tahun 2017 dengan porsi sebesar 31,3%,

    disusul oleh provinsi Maluku Utara (27,7 persen), dan daerah se-provinsi

    Sulawesi Barat (25,8 persen). Adapun daerah dengan porsi belanja modal terkecil

    berturut -turut adalah daerah se-provinsi Jawa Barat (15,4 persen), daerah se-

    provinsi Jawa Tengah (15,8 persen), dan daerah se-provinsi Jawa Timur (17,4

    persen).

    Rasio Belanja Modal

    21,1%

    18,0%

    23,3%

    21,6%

    19,9%

    22,6%

  • 14

    Gambaran Umum Surplus/Defisit &

    Pembiayaan

  • 15

    Pendapatan APBD

    Rp1.005,2 triliun

    Belanja APBD

    Rp1.052,6 triliun

    Defisit Rp 47,4 triliun

    Daerah dalam penyusunan anggaran cenderung Defisit, dari 542 dari propin si/kabupaten/kota sebanyak 84,9

    persen (460 daerah) APBD defisit, 13,1 persen (71 daerah) surplus dan hanya 2,0 persen (11 daerah) yang

    menyusun anggaran berimbang

    Keterangan DaerahRupiah

    (Miliar)

    Defisit 49 -6.404,87

    Surplus 9 191,90

    Berimbang 3

    Kalimantan

    Keterangan DaerahRupiah

    (Miliar)

    Defisit 46 -4.223,70

    Surplus 16 1.178,75

    Berimbang 5

    Maluku & Papua

    Keterangan DaerahRupiah

    (Miliar)

    Defisit 39 -3.794,59

    Surplus 5 89,47

    Berimbang 0

    Bali & Nusa TenggaraKeterangan DaerahRupiah

    (Miliar)

    Defisit 114 -21.504,05

    Surplus 5 155,13

    Berimbang 0

    Jawa

    Keterangan DaerahRupiah

    (Miliar)

    Defisit 73 -3.541,89

    Surplus 13 192,31

    Berimbang 1

    SulawesiKeterangan Daerah

    Rupiah

    (Miliar)

    Defisit 139 -12.034,47

    Surplus 23 2.294,78

    Berimbang 2

    Sumatera

    Rata-rata Defisit Propinsi adalah

    444,52 miliar rupiah. Untuk

    propinsi defisit terbesar adalah

    Prov. Riau (2,15 triliun rupiah)

    defisit terkecil Prov. Gorontalo

    (7,84 miliar rupiah)

    Rata-rata Defisit Kabupaten

    adalah 84,08 miliar rupiah. Defisit

    terbesar Kab. Badung (790,5

    miliar rupiah), Defisit terkecil

    Kab. Penukal Abad Lematang Ilir

    53,24 juta rupiah)

    Rata-rata Defisit kota adalah

    121,27 miliar rupiah. Defisit

    Terbesar Kota Surabaya (979,76

    miliar rupiah) Defisit terkecil

    Kota Banda Aceh (700,00 juta

    rupiah)

    Surplus/ Defisit

    Defisit daerah merupakan selisih kurang pendapatan daerah dengan belanja daerah.

    Defisit daerah ditutup oleh pembiayaan daerah yang meliputi Penggunaan SILPA,

    Pinjaman Daerah, Penggunaan Dana Cadangan, Penggunaan Hasil Penjualan Kekayaan

    Daerah yang Dipisahkan, Penerimaan Kembali Penerimaan Pinjaman. Defisit Tahun 2017

    sebesar 47,4 triliun rupiah lebih kecil 13 tril iun rupiah dibanding defisit APBD tahun 2016

    sebesar 60,7 triliun rupiah.

  • 16

    Pembiayaan Daerah

    Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

    pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang berjalan

    maupun pada tahun anggaran berikutnya.

    Sumber penerimaan pembiayaan daerah terbesar berasal dari

    SILPA tahun sebelumnya yaitu mencapai 85,3 persen,

    sehingga walaupun angka defisit daerah terlihat besar, namun

    tidak mengindikasikan bahwa risiko fiskal daerah juga besar.

    Porsi terbesar untuk pengeluaran pembiayaan adalah untuk

    penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah yaitu

    mencapai 68,4 persen

  • 17

    Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Sebelumnya yang dimaksud disini adalah selisih lebih

    realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran pada periode tahun sebelumnya, sedangkan Sisa Lebih

    Pembiayaan Anggaran (SILPA) Tahun Berkenaan adalah selisih antara surplus/defisit anggaran dengan

    pembiayaan netto di tahun berkenaan. Adapun faktor yang mendorong terjadinya SiLPA antara lain

    pelampauan target pendapatan daerah dan penyerapan belanja daerah yang kurang optimal.

    Nilai SiLPA pada tahun sebelumnya akan digunakan dalam APBD tahun berjalan sebagai salah satu

    sumber penerimaan pembiayaan terbesar dalam rangka menutup defisit daerah.

    Penerimaan pembiayaan yang bersumber dari SiLPA Tahun Anggaran sebelumnya pada tahun 2017 sebesar 85,3 persen lebih kecil 9 persen dari tahun 2016 yang mencapai 94,1 persen. Rata-rata SiLPA Propinsi adalah 508,6 miliar rupiah. Untuk propinsi SiLPA terbesar adalah Prov. DKI (5,7 triliun rupiah) SiLPA terkecil Prov. Gorontalo (10,4 miliar rupiah).

    Rata-rata SiLPA Kabupaten adalah 68,1 miliar rupiah. SiLPA terbesar Kab. Badung (790,5 miliar rupiah), SiLPA terkecil Kab. Lanny Jaya (244,3 juta rupiah).

    Rata-rata SiLPA kota adalah 108,7 miliar rupiah. SiLPA Terbesar Kota Surabaya (998,8 miliar rupiah) SiLPA terkecil Kota Pekan Baru (1,5 miliar rupiah).

    Rasio SiLPA Tahun Sebelumnya Terhadap Penerimaan Pembiayaan

  • 18

    Secara umum, pinjaman daerah dan obligasi daerah belum menjadi sumber utama dalam pembiayaan

    daerah, dimana jumlah daerah yang menganggarkan penerimaan pinjaman dan obligasi daerah hanya

    mencapai 66 daerah atau 12 persen dari total pemerintah daerah.

    Jika dilihat dari agregat daerah (provinsi, kabupaten, dan kota dalam satu provinsi), daerah yang

    menganggarkan penerimaan pinjaman dan obligasi daerah terbesar adalah Provinsi DKI Jakarta

    (2,03 triliun rupiah).

    Untuk kategori provinsi, hanya 3 provinsi yang menganggarkan penerimaan pinjaman dan obligasi

    daerah yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi Kalimantan Utara. Untuk kategori

    kabupaten dan kota se-provinsi, kabupaten dan kota se-Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah

    dengan nilai penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah terbesar yaitu 728,2 miliar rupiah.

    Rasio Pinjaman Daerah Terhadap Penerimaan Pembiayaan

  • 19

    Pengeluaran pembiayaan digunakan untuk Pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi)

    pemerintah daerah), pembayaran pokok utang, pemberian pinjaman daerah, pembayaran kegiatan

    lanjutan, pengeluaran perhitungan pihak ketiga.

    Secara agregat nasional pengeluaran pembiayaan sebesar 68,4 persen digunakan untuk penyertaan modal, dan pengeluaran kedua terbesar adalah untuk pembayaran pokok utang sebesar 21,0 persen, dan pengeluaran ketiga terbesar adalah pembentukan dana cadangan sebesar 5,7 persen.

    Rata-rata penyertaan modal APBD propinsi 229,5 miliar rupiah, provinsi terbesar Prov DKI sebesar 6,6 triliun rupiah.

    Rata-rata penyertaan modal APBD Kabupaten 5,5 miliar rupiah, kabupaten terbesar Kab Gunung mas sebesar 48,5 miliar rupiah. Rata-rata penyertaan modal APBD Kota 9,8 miliar rupiah, kota terbesar Kota Bandung sebesar 103,0 miliar rupiah.

    Rasio Penyertaan Modal (investasi) Pemeri ntah Daerah Terhadap Pengeluaran Pembiayaan

  • 20

    Rata-rata pembayaran pokok utang APBD propinsi 48,4 miliar rupiah, propinsi terbesar Prov Sumatera

    Selatan sebesar 1,37 triliun rupiah.

    Rata-rata pembayaran pokok utang APBD Kabupaten 3,0 miliar rupiah, kabupaten terbesar Kab. puncak

    sebesar 100,0 miliar rupiah.

    Rata-rata pembayaran pokok utang APBD Kota 5,3 miliar rupiah, kota terbesar Kota Bandar Lampung

    sebesar 166,0 miliar rupiah.

    Rasio Pembayaran Pokok Utang Terhadap Pengeluaran Pembiayaan