resume

25
BAB VI ULUMUL HADITS : PENGERTIAN, SEJARAH, PERKEMBANGANNYA DAN CABANG-CABANGNYA A. Pengertian Ilmu Hadits Kata ‘ilmu hadits’ merupakan kata serapan dari bahasa arab, “ilmu al-hadits”, yang terdiri dua kata, yaitu “ilmu” dan “hadits”, berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang disandarkan kepada Nabi Saw., baik berupa perkatan, perbuatan, takrir maupun lainnya. Secara terminologis , ulama merumuskan bahwa ilmu hadits ialah : “ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasul Saw, dari segala hal ihwal para perawinya yang menyangkut ke-dhab-an dan keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.” Pembagian ilmu hadits seperti berikut ini : 1. Ilmu Hadits Riwayah a. Pengertian ilmu hadits riwayah Kata riwayah, artinya periwayatan atau cerita, maka ilmu hadits riwayah artinya ilmu hadits berupa periwayatan. Secara terminologi yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah : “Ilmu yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi Saw. Dan perbuatannya, dan peguraian lafalnya. b. Objek dan Kegunaannya Yang menjadi objek ilmu hadits ini ialah membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, memindahkan dan men-tadwin-kan hadits. Adapun kegunaan atau signifikansi mempelajari ilmu hadits ini ialah untuk menghindari adanya penukilan yang salah. 2. Ilmu Hadits Dirayah a. Pengertian ilmu hadits dirayah Secara terminologi, yang dimaksud dengan ilmu hadits dirayah ialah : Undang-undang atau kaidah-kaidah

Upload: bkm-karya-mandiri-panongan

Post on 11-Jul-2016

30 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

hgdytf7f67tg6

TRANSCRIPT

BAB VI

ULUMUL HADITS : PENGERTIAN, SEJARAH, PERKEMBANGANNYA DAN CABANG-CABANGNYA

A. Pengertian Ilmu HaditsKata ‘ilmu hadits’ merupakan kata serapan dari bahasa arab, “ilmu al-hadits”, yang terdiri dua kata, yaitu “ilmu” dan “hadits”, berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang disandarkan kepada Nabi Saw., baik berupa perkatan, perbuatan, takrir maupun lainnya. Secara terminologis , ulama merumuskan bahwa ilmu hadits ialah : “ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasul Saw, dari segala hal ihwal para perawinya yang menyangkut ke-dhab-an dan keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.” Pembagian ilmu hadits seperti berikut ini :1. Ilmu Hadits Riwayah

a. Pengertian ilmu hadits riwayahKata riwayah, artinya periwayatan atau cerita, maka ilmu hadits riwayah artinya ilmu hadits berupa periwayatan. Secara terminologi yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah : “Ilmu yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi Saw. Dan perbuatannya, dan peguraian lafalnya.

b. Objek dan KegunaannyaYang menjadi objek ilmu hadits ini ialah membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, memindahkan dan men-tadwin-kan hadits. Adapun kegunaan atau signifikansi mempelajari ilmu hadits ini ialah untuk menghindari adanya penukilan yang salah.

2. Ilmu Hadits Dirayaha. Pengertian ilmu hadits dirayah

Secara terminologi, yang dimaksud dengan ilmu hadits dirayah ialah : Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui sanad dan matan. Haqiqat ar-riwayah artinya penukilan hadits dan penyandaran kepada sumber hadits atau sumber berita itu sendiri, yaitu Nabi Saw. Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara penerimaan qira’ah (pembacaan), al-wasiyah (berwasiat), al-ijazah (pemberian izin perawi).

b. Objek dan SignifikansinyaObjek ilmu dirayah ialah sanad rawi dan matan/marwi dari sudut diterima (maqbul) atau ditolaknya (mardud-nya) suatu hadits. Kegunaan yang diperoleh antara lain pertama dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa sejak masa Rasulullah Saw sampai dengan masa sekarang; kedua dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits; ketiga dapat mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut;keempat dapat mengetahui

istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria hadits sebagai pedoman dalam menetapkan suatu hukum syarak.

B. Cabang-cabang ilmu hadits1. Ilmu Rijalil Hadits

Ilmu yang membahas tentang para perawi hadits, baik dari sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya.

2. Ilmu Talfiqil HaditsIlmu yang membahas tentang cara mengumpulkan hadits-hadits yang isinya berlawanan. Cara mengumpulkannya dengan menakhsiskan yang ‘amm, atau menaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyaknya terjadi.

3. Ilmu ‘Ilal al-HaditsMenurut bahasa artinya al-marad (penyakit atau sakit).menurut ulama ahli hadits, ialah berarti sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang dapat mencemarkan hadits sehingga pada hadits tersebut tidak terlihat adanya kecacatan.

4. Ilmu Asbab Wurud al-haditsMenurut bahasa ialah sebab-sebab adanya hadits itu. Ada juga mendefinisikan dengan suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh apapun dalam hukum itu. Sedangkan kata wurud bisa berarti sampai, muncul dan mengalir.

5. Ilmu Mukhtalif al-HaditsIalah bertentangan atau berlawanan, kemudian pertentangan tersebut dihilangkan atau dikompromikan antara keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang sulit dipahami kandungannya, dengan menghilangkan kesulitan serta menjelaskan hakikatnya.

C. Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Hadits1. Pertumbuhan Ilmu Hadits

Ilmu hadits dirayah lahir dari pemikiran hadits dari kehilangan dan pemalsuan, sehingga tidak boleh ada satu hadits yang palsu yang dianggap shahih atau yang masuk pendukungnya.

2. Perkembangan Ilmu haditsPada masa tabiin ulama yag pertama kali menetapkan dasar-dasar ilmu hadits ialah Syihab az-Zuhri dengan keahliannya dalam bidang hadits dan kedudukan dirinya sebagai pengumpul hadits atas perintah resmi khalifah Umar bin Abd Al-Aziz. Pada perkembanngan berikutnya diabad keedua dan ketiga Hijriyah para ulama/imam mazhab fikih yang juga turut membicarakan dan menyusun ilmu ini. Kemudian lebih berkembang lagi hadirnya para ulama mudawwin. Setelah itu muncul Abu Nu’aim ahmad bin Abdillah al-Asfahani dengan kitabnya al-Mustakhraj ‘ala Ma’rifah ‘Ulama al-Hadits. Berikutnya la-Khitab al-Bagdadi Abu bakar ahmad bin Ali dengan kitabnya yang terkrnal Al-Kifayah fi Quwwanin ar-Riwayah.

BAB VII

PEMBAGIAN HADITS

A. Sebab Yang Melatar Belakangi Terjadinya Pembagian HaditsHadits yang dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini

kebenarannya. Untuk mendapat hadits yang diyakini kebenarannya tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah banyak sumbernya berasal dari berbagai kalangan. Melihat problematika perlu kiranya pengkajian mengenai pembagian hadits yang dilihat dari berbagai tinjauan dan segi pandangan agar pemahaman kita lebih terarah berkenaan dengan kebenaran hadits yang muncul dengan berbagai jenisnya. Lebih jauh lagi agar kita dapat mengamalkan suatu ibadah dengan pemantapan dalil.

B. Pembagian Hadits Ditinjau dari Kualitas Perawi1. Hadits Mutawatir

a. Ta’rif Hadits MutawatirKata mutawatir menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-

iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut istilah ialah : “Suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.

b. Syarat-syarat Hadits MutawatirSuatu hadits dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :1. Hadits yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan

tanggapan (daya tangkap) pancaindera.2. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil

mereka untuk berdusta.3. Adanya keseimbangan jumlah para perawi sejak dalam thabaqah

(lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqah berikutnya.c. Klasifikasi hadits Mutawatir

Hadits mutawatir menjadi tiga macam :1. Hadits mutawatir lafzhi adalah hadits yang sama bunyi lafazh, hukum dan

maknanya. 2. Hadits mutawatir ma’nawi yakni hadits yang lafazh dan maknanya

berlainan antara satu riwayat dan riwayat lainnya, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum.

3. Hadits mutawatir amali bersumber dari perbuatan dan pengalaman syariah yang dilakukan Nabi secara terbuka kemudian disaksikan dan diikuti oleh para sahabat.

2. Hadits AhadHadits ahad adalah hadits yang jumlah perawinya tidak sampai pada jumlah tidak memenuhi syarat dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir. Klasifikasi hadits ahad ialah :a. Hadits mansyur merupakan hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau

lebih pada setiap thabaqah dan tidak mencapai derajat mutawatir.b. Hadits ‘aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua

orang perawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian orang-orang meriwayaatkannya.

3. Hadits GharibHadits gharib adalah yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, dimana saja penyendiriannya itu terjadi.Kedudukan hadits ahad dan pendapat ulama tentang hadits ahad, sebagian ulama Dhahiriyah dan Ibnu Dawud mengatakan, bahwa kita tidak wajib beramal dengan hadits ahad. Jumhur ulama Ushul menetapkan bahwa hadist ahad wajib diamalkan sesudah diakui keshahihanya. Sebagian ulama menetapkan bahwa hadits ahad diamalkan dalam segala bidang. Imam Syafi’i berpendapat bahwa hadits ahad tidak dapat menghapus suatu hukum dari hukum-hukum Al-Qur’an.

C. Pembagian Hadits Ditinjau dari Kualitas Sanad dan Matan1. Hadits Shahih

Hadits shahih menurut bahasa berarti hadits yang bersih dari cacat, hadits yang benar berasal dari Rasulullah SAW. Batasan hadits shahih yang diberikan oleh ulama antara lain :“Hadits shahih adalah hadits yang susunan lafadznya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (Al-Quran), hadits mutawatir, serta para perawi adil dan dhabit.”

2. Hadits HasanMenurut bahasa hasan berarti bagus atau baik. Menurut istilah, hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang adil, kurang sedikit kedhabitannya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.

3. Hadits Dha’if4. Hadits menurut bahasa berarti hadits yang lemah, para ulama memberi batasan

bagi hadits : “Hadits dhaif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan.”

D. Pembagian Hadits Berdasarkan Bentuk dan Penisbatan MatanDari segi bentuk atau wujud matannya :1. Qauli : hadits yang matannya berupa perkataan yang pernah diucapkan.

2. Fi’li : hadits yang matannya berupa perbuatan sebagai penjelas praktis terhadap peraturan syariat.

3. Taqriri : hadits yang matannya berupa taqrir, sikap atau keadaan mendiamkan, tidak menggandaan tanggapan atau menyetujui apa yang telah dilakukan.

4. Qawni : hadits yang matannya berupa keadaan hal ihwal dan sifat tertentu.5. Hammi : hadits yang matannya berupa rencana atau cita-cita yang belum

dikerjakan, sebetulnya berupa ucapan.Dari penyandaran terhadap matan, hadits dapat dibagi pada :a. Qudsi : hadits yang matannya dinisbahkan pada nabi Muhammad dalam lafadz

pada Allah dalam makna.b. Marfu’ : hadits yang matannya dinisbahkan pada nabi Muhammad, baik

berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi Muhammad.c. Mauquf : hadits yang matannya dinisbahkan pada sahabat, baik berupa

perkataan, perbuatan atau taqrir.d. Maqtu’ : hadits yang matannya dinisbahkan pada tabiin, baik berupa

perkataan, perbuatan, atau taqrir.

E. Pembagian hadits Berdasarkan Persambungan dan Keadaan SanadHadits ditinaju dari segi persambungan sanad terbagi pada :1. Hadits Muttasil : hadits yang sanadnya bersambung sampai akhir, baik marfu’

maupun mauquf2. Hadits musnad : hadits yang bersambung sanadnya dari awal sampai akhir, tetapi

sandarannya hanya kepada Nabi, tidak pada sahabat dan tidak pula pada tabiin.

Hadits ditinjau dari sifat sanad dan cara penyampaian terbagi menjadi :

1. Hadits mu’an’an : hadits yang disebutkan dalam sanadnya memakai lafadz “an” (dari), dengan tidak menyebutkan perkataan memberitaakan, mengabarkan, dan atau mendengar.

2. Hadits muannan : hadits yang diriwayatkan dengan sanad yang memakai lafadz “anna” (bahwasanya) pada sanadnya.

3. Hadits musalsal : hadits secara berturut-turut sanadnya sama dalam satu sifat atau dalam satua keadaan dan atau dalam satu periwayatan.

4. Hadits Ali : hadits yag sedikit jumlah para perawinya sampai kepada Rasulullah dibandingkan dengan sanad lain.

5. Hadits nazil : hadits yag sedikit banyak jumlahnya perawinya sampai kepada Rasulullah dibandingkan dengan sanad lain.

BAB VIII

SYARAT-SYARAT HADITS SHAHIH

A. Pengertian Hadits ShahihShahih menurut lughat adalah as-shahih yang berarti sehat lawan dari saqim atau sakit. Sedangkan menurut istilah, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang adil dan dhabith dari oranng yang sesamanya, sampai berakhir kepada Rasulullah SAW atau sahabat atau tabiin, selamat dari syadz (kejengkelan) dan ‘illat (cacat) yang menyebabkan cacat dalam penerimaanya.

B. Sebab Teajadinya Penentuan Syarat-Syarat Hadits SahihHadits ahad yang memberikan faedah “dhanny” (prasangka yang kuat akan kebenarannya), mengharuskan kepada kita untuk mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan yang seksama agar hadits ahad tersebut diterima sebagai hujjah atau ditolak, bila ternyata terdapat cacat-cacat yang menyebabkan penolakannya. Dari segi hadits ini, hadits ahad terbagi menjadi tiga bagian, yaitu hadits shahih, hasan, dan dha’if. Jadi hal inilah yang menyebabkan munculnya penentuan Hadits Shoheh dalam Ilmu Hadits.

C. Syarat-Syarat Hadits Shahih1. Sanadnya bersambung

Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada diatasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.Sanad hadits dapat dinyatakan bersambung apabila seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit).

2. Keadilan Rawi (‘adalah ar-ruwah)Syarat keadilan rawi sebagai berikut :a. Islam, periwatan orang kafir tidak diterimab. Mukallaf, periwatanya anak yang belum dewasa menurut pendapat yang lebih

shahih tidak diterima.c. Selamat dari sebab-sebab yang menjadikan seorang fisik dan cacat pribadi.

3. Tidak terjadi kejanggalan (syadz)Kejanggalan hadits terlatak pada adanya perlawanan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) denga hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat (rajih) daripadanya, disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam kedhabitan atau adanya segi tarjih yang lain.

4. Kedhabitan rawi (dhabth ar-ruwah)Dabhit adalah orang yang terpelihara, kuat ingatannnya, ingatannya lebih banyak dari kesalahannya.

5. Terhindar dari ‘illatArti ‘illat disini adalah suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat keabsahan suatu hadits padahal selamat dari cacat tersebut.

D. Macam-Macam Hadits Shahih1. Shahih li dzatih (sahih dengan sendirinya) adalah hadits shahih yang memenuhi

syarat-syarat secara maksimal.2. Shahih li ghairih (shahih karena yang lain) adalah hadits yangb keshahihannya

disebabkan oleh faktor lain karena tidak memenuhi syarat-syarat secara maksimal.

E. Derajat Keshahihan Hadits dari yang Paling Tinggi ke Paling Rendah 1. Ashahhu’l-asanid

Hadits yag bersanad ashahhu’l-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakam dengan istilah silsilatuz-zahab.

2. Muttafaq-‘alaihiYaitu hadits shahih yang disepakati keshahihannya oleh kedua imam hadits, Bukhari dan Muslim.

3. Infrada bihi’i BukhariHadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkannya.

4. Infrada bihi’i MuslimHadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhari tidak meriwayatkannya.

5. Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhari wa MuslimHadits shahih yang tidak secara langsung dishahihkan oleh Bukhari-Muslim, melainkan hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukahri-Muslim.

6. Shahihun ‘ala syarthi’i’l-BukhariHadits Shahih yang menurut syarat Bukhary sedang beliau tidak meriwayatkannya.

7. Shahihun ‘ala syarthi’i’l-MuslimHadits shahih yang menurut syarat Muslim sedang beliau tidak meriwayatkannya.

8. Hadits Shahih lainnyaYaitu yang tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim, seperti Ibn Khuzaifah, Ibn Hibban, dan lain-lain.

BAB IXAL-JARH WA TA’DIL DAN PERMASALAHANNYA

A. Pengertian Al-Jarh Wa Ta’dilAl-jarh menurut bahasa, berarti melukakan badan yang karenanya

megeluarkan darah. Sedangkan menurut istilah ahli hadist adalah Tampak suatu sifat pada perawi yang merusakkan keadillannya, hafalannya, karena gugurlah riwayatnya atau dipandang lemah. Pengertian ta’dil dalam masalah periwayatannya, dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :

1. Ta’dil dalam arti al-Tawsiyah (menyamakan)2. Ta’dil menurut istilah hadis, adalah :

Menafsirkan para perawi dengan sifat-sifat yang menetapkan kebersihannya, maka tampaklah keadilannya, dan diterima riwayatnya. Dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan ilmu jarh wa al ta’dil adalah sebagai berikut :Ilmu yang mempelajari keadaan para perawi dari segi diterima atau ditolaknya riwayatnya.

B. Pertumbuhan Ilmu Al-Jarh Wa Al Ta’dilIlmu aljarh wa ta’dil tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan

tumbuhnya periwayatan, untuk menentukan bobot dan kualitas dari pada suatu hadis. Sejak dahulu para ulama menerangkan tentang cacat atau tidaknya seorang perawi hadis, sehingga membuka tabir kegelapan dalam menentukan niali atau kualitas hadis bagi ulama berikutnya.

C. Sifat-sifat yang Menyebabkan Seoranng Perawi Dinilai Jarh1. Dusta

Yang dimaksud dengan dusta dalam hal ini ialah bahwa orang itu pernah berbuat dusta terhadap sesuatu atau beberapa hadis.

2. Tertuduh Berbuat DustaYang dimaksud dengan tertuduh dengan dusta adalah seorang perawi sudah tenar dikalangan masyarakat sebagai seorang yang berdusta.

3. Fasik (Melanggar Ketentuan Syarak)Yang dimaksud dengan fasik disini ialah fasik dalam perbuatan yang tampak secara lahiriah, bukan dalam hal i’tiqiyah, nama tetap periwayatannya ditolak.

4. Jahalah Yang dimaksud dengan jahalah adalah perawi hadist itu tidak diketahui kepribadiannya, apakah ia sebagai orang yang atau tercacat (jarih).

5. Ahli bid’ahYang dimakasud dengan ahli bid’ah yaitu perawi yang tergolong melakukan bid’ah, dalam hali’tikad yang menyebabkan ia kufur, maka riwayatnya ditolak.

6. Hukum men-jarh Seorang PerawiMencacat atau men-jarh tidaklah termasuk mengumpat atau mencela orang lain, melainkan dianggap sebagai nasihat yang harus diterima dengan lapang dada dan sesuatu yang kita lakukan demi kepentingan agama.

Martabat jarh dan ta’dil serta lafal-lafal yang digunakan adalah sebagai berikut.a. Dengan kata-kata yang menunjukan tercelanya seorang perawi, yakni mensifati

perawi dengan suatu sifat yang menunjukkan sangat dusta atau menuduh memalsukan hadis dengan kata-kata sebagai berikut: Dia dajjal atau perusak Dia orang yang banya memalsukan hadis. Dia orang yang sangat dusta.

b. Me-nafsihi perawi dengan salah satu sifat dusta dan memalsukan hadis, tetapi tidak terlalu menekankan atau bersifat dengan yang agak kurang atau rigan keburukannya dari dusta dan memalsukan hadis.

c. Memakai dengan sebutan sebagai berikut :Fulan membuang hadisnya, fulan dha’if sekali, dan fulan orang yang ditolak.

d. Memakai sebutan-sebutan sebagai berikut :Fulan tidak diambil hujjah-nya, fulan munkirul hadis, dan fulan melemahkannya.

e. Menggunakan kata-kata sebagai berikut :Fulan dilemahkan, fulan pada hadisya ada kelemahan dan fulan padanya ada cacat.

D. Khalifah tentang Al-Jarh Wa Al-Ta’dilPertama : Jumhur ulama berpendapat bahwa apabila terjadi seperti itu, maka harus

didahulukan jarh, walaupun jumlahnya lebih sedikit daripada ulama yang men-ta’dil-kannya, sebab biasanya orang yang mencela lebih mengetahui apa yang tidak diketahuhi oleh orang yang memujanya.

Kedua : Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa apabila orang yang men-ta’dil-kan lebih banyak, maka hendaklah didahulukan ta’dil. Sebab, orang yang diakkui keilmuan dan keadilannya serta banyak yang memujinya. Sedikit sekali orang yag mencelanya, tidaklah dapat diterima penjarahannya (celaannya)

BAB XHADITS MAUDHU’

A. Pengertian Hadits Maudhu’1. Menurut Bahasa

Merupakan isim maf’ul (objek) dari kata wadha’a Asy-syaia, yang berarti menurunkannya. Dinamakan seperti itu, karena memang menurunkan derajatnya.

2. Menurut IstilahAdalah kedustaan yang dibuat dan direka-reka yang disandarkan atas nama Rasulullah dan ia termasuk periwayatannya yang paling jelek.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Hadits Maudhu’Menurut satu pendapat, bahwa pemalsuan itu telah terjadi sejak masa Rasulullah SAW, menurut pendapat lain, terjadi sejak tahun 40 hijriah, dan bahkan ada juga yang berpendapat, pada masa sepertiga akhir abad pertama hijriah.

C. Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu’1. Pertentangan Politik

Perpecahan umat islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, yaitu antara Ali dan Mu’awiyah yang masing-masing didukung oleh para pengikutnya, merupakan faktor yang pertama munculnya Hadits-Hadits palsu.

2. Usaha kaum ZindiqGolongan zindiq adalah golongan yang berusaha merusak islam dari dalam, dengan berpura-pura masuk islam.

3. Persilihan dalam Ilmu KalamDalam masalah ilmu kalam ini, sebagaimana dalam ilmu fiqh, juga terdapat beberapa mahzab. Karena sikap fanatik dan untuk memperkuat pandangan-pandangan dan kedudukan madzhabnya, para pengikutnya melakukan pemalsuan Hadits.

4. Menarik Simpati kaum Awam5. Membangkitkan Gairah Beribadah, dalam Rangka Mendekatkan diri Kepada

AllahIni dilakukan terutama oleh ahli tasawuf. Mereka membuat hadits palsu dengan tujuan agar bisa lebih dekat dengan Allah, melalui amalan-amalan yang diciptakannya, atau dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal.

6. Menjilat atau Mencari Muka kepada PengusahaUntuk memperoleh penghargaan yang baik dari para pembesar, istimewa para khulafa, mereka membuat hadits-hadits yang dipergunakan untuk membaikan sesuatu perbuatan pembesar-pembesar itu.

D. Usaha penyelamatan Hadits Maudhu’1. Cara Mengetahui Hadits Maudhu’

a. Atas dasar pengakuan para pembuatnyab. Makna atau lafazhnya rusak

c. Matan-nya bertentangan dengan akal sehatd. Matan-nya bertentangan dengan ayat Al-Quran, Hadits Mutawatir, Hadits

shahih, dan hal-hal yang mudah dipahami dalam agama.e. Matan-nya menyebutkann janji yang sangat besar atas perbuatan kecil atau

ancaman yang sangat besar atas perkara kecil.f. Pe-rawi-nya dikenal seorang pendusta, dan Hadits-hadits yang

diriwayatkannya tidak diriwayatkan oleh para pe-rawi terpercaya.g. Adanya indikasi, bahwa pe-rawi itu memalsukan Hadits.

2. Kitab-kitab yang memuat Hadits Maudhu’Dengan menggunakan berbagai kaidah dalam ilmu hadits, para ulama telah berhasil menghimpun berbagai Hadits palsu dalam kitab-kitab secara khusus.a. Al-Maudhu’ al-Kubra, karya Abu al-fajri’ Abd ar-Rahman bin Ali bin al-jauzib. Tanzih as-Syari’ah al-Marfu’ah min al-Akhbar as-Asyani’ah al-Maudhu’ahj,

karya Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Kannani (wafat 963 H)c. Al-fawa’id al-Majmu’ah fi al-Ahadits al-Maudlu’ah, oleh Muhammad bin Ali

asy-Syaukani.

BAB XIPENGENALAN TAKHRIJ

A. Pengertian Takhrij HadisTakhrij secara bahasa berarti Berkemupulnya dua hal yang bertentangan dalam satu masalah. Secara terminologi, takhrij berarti mengembalikan (menelusuri kembali keasalnya) hadis-hadis yang terdapat didalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari segi shahih atau dha’if, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumber)-nya.

B. Sejarah Ilmu TakhrijPada mulanya, menurut Al-Thahan, ilmu takhrij al-hadits tidak dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti hadis karena pengetahuan mereka tentang sumber hadis ketika itu sangat luas dan baik.Ketika para ulama mulai merasa kesulitan unntuk mengetahui dari sumber hadis, yaitu berjalan beberapa periode tertentu dan setelah perkembangannya karya-karya ulama dalam bidang fikih, tafsir dan sejarah, yang memuat hadis-hadis Nabi saw. Yang kadang-kadanng tidak menyebutkan sumbernya, maka ulama hadis terdorong untuk melakukan takhrij terhadap karya-karya tersebut.

C. Tujuan dan Manfaat Takhrij HaditsAda dua hal yang menjadi tujuan Takhrij, yaitu ;1. Untuk mengetahui dari sumber hadist,dan2. Mengetahui kualitas dari suatu hadis, apakah dapat diterim (sahih atau hasan) atau ditolak (dha’if).

Manfaat takhrij banyak sekali diantaranya :

1. Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dari suatu hadis beserta ulama yang meriwayatkannya.

2. Memperjelas hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis dha’if melalui suatu riwayat, maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.

3. Mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadis.4. Memperjelas perawi hadis yang samar karena adanya takhrij, dapat diketahui

nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.5. Dapat menghilagkan kemungkinan terjadinya pencampuran riwayat.6. Dapat membrdakan hadis yang mumraj (yang mengalami penyusupan sesuatu)

dari yag lainnya.7. Dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya hadits.

D. Kitab-kitan yang Diperlukan dalam men-takhrijDiantara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah

ushul al-takhrij wa Dirasat al-asanid oleh Muhammad Thahan, Hushul ak-tafrij bi Ushul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Shiddiq al-Gharami, Thuruq Takhrij Hadist Rasulullah saw. Karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn ‘Abd al-Qadir ibn ‘Abd al-Hadi, Metedologi Penelitian Hadist Nabi tulisan Syuhudi Ismail, dan lain-lain.

E. Cara Pelaksanaan dan Metode TakhrijDidalam melakuakan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai

pedoman, yaitu sebagai berikut :1. Takhrij menurut lafal pertama matan hadis2. Takhrij mennurut lafal-lafal yang terdapat didalam matan hadis3. Takhrij menurut perawi pertama4. Takhrij menurut klasifikasi (status) hadis.

BAB XII

IKHTISAR AL-SANAD DAN MATAN

A. Pengertian SanadSanad adalah sandaran atau jalan yang dapat menghubungkan matan hadits kepada Rasulullah SAW. Penelitian sanad yang popular disebut kritik (naqd) sanad yang dimaksudkan untuk mendukung penelitain hadits dengan tujuan utamanya menilai dan membuktikan secara historis bahwa apa yang disebut hadits itu memang benar dari Rasulullah SAW.1. Kebersambungan sanad

Prosedur untuk mengetahui kebersambungan sanad adalah; mencatat semua perawi dalam sanad, mempelajari biografi dan keilmuawan setiap perawi, meneliti kata-kata yang menghubungkan antara perawi dengan perawi terdekat dengan sanad (perawi diatas atau dibawah) untuk memastikan bahwa satu perawi pernah bertemu dengan perawi sebelumnya.

2. Perawi bersifat adilMetode kritikusnya pertama popularitas keutamaan perawi dikalangan ulama hadits kedua penilaian dari kritikus perawi yang mengungkapkan aspek kelebihan dan kekurangan yang ada pada rawi yang bersangkutan ketiga penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil yang dipakai ketika kritikus tidak sepakat dalam menilai kualitas seorang pertawi.

3. Perawi bersifat dhabitMetode kritik dalam menetapkan kedhabitan seseoranng rawi hadits dapat diterapkan dengan cara pertama berdasarkan kesaksian riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh perawi lain yang dikenal kedhabitannya meyangkut makna dan harfiahnya.

4. Terhindar dari syadz dan illat

Gambar bagan

Sederetan nama-nama diatas sejak abu hurairah sampai dengan imam muslim, itulah yang disebut sanad, merekalah yang menghubungkan matan hadits tersebut sampai kepada Rasulullah SAW. Dengan demikian maka imam muslim menjadi sanad pertama dan rawi terakhir.

B. Tinggi Rendahnya Rangkaian Sanad1. Ashahhu Al-Asanid

Penilaian Ashahhu Al-Asanid ini hendaklah secara Muqayyad, artinya dikhususkan kepada sahabat tertentu, misalnya Abu Hurairah.

2. Ahsanu-AsanidHadits yang bersanad Ahsanu-Asanid lebih rendah derajatnya daripada Ashahhu Al-Asanid.

3. Adh’afu Al-Asanid

Rangkaian sanad yang paling rendah derajatnya.

C. Pengertian MatanIalah perkataan yang disebut pada akhir sanad, yaitu sabda Nabi Muhammad SAW. Kritik matan yaitu :1. Meniliti matan dengan melihat kualitas sanad2. Memenuhi susunan lafadz3. Meneliti kandungan makna

D. Kedudukan Sanad dan Matan HaditsKedudukan sanad dalam hadits sangat penting, karena hadits yang diperoleh atau diriwayatkan akan mengikuti siapa yang diriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadits shahih atau tidak, untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum islam.

E. Prosedur Penelitian dan Transformasi Hadits1. Penelitian Sanad

Tahapan-tahapanya adalah :a. Melakukan takhrij al-hadits berdasarkan penggalan lafadz atau topic hadits.b. Menelusuri letak hadits pada kitab hadits (al-kutub al-tis’ah) berdasarkan

informasi kitab kamus hadits.c. Menulis hadits lengkap dengan sanad, matan dan mukharij al-haditsnya.d. Meyusun ranji sanad hadits (silsilah ruwat al-hadits)e. Meneliti kebersambungan sanad hadits berdasarkan data biografi perawi.f. Meneliti keadailan dan kedhabitan perawi berdasarkan nilai al-jarh wa al-

ta’dil.g. Mengambil natijah (kesimpulan) tentang nilai sanad hadits (apakah shahih,

hasan atau dha’if)2. Penelitian Matan

Tahapan-tahapannya adalah :a. Membandingkan hadits dengan ayat al-quran yang sesuai.b. Membandingkan hadits yang diteliti dengan hadits lain yang shahih atau lebih

shahih.c. Membandingkan hadits dengan fakta sejarahd. Membandingkan hadits dengan rasio dan perkembangan ilmu pengetahuan.e. Mengambil kesimpula tentang nilai matan hadits (shahih atau dha’if)f. Mengambil kesimpulan akhir.

BAB XIV

INGKAR SUNNAH

A. Pengertian Ingkar SunnahKata inkar berasal dari ankara, yunkiru, inkaaran, yang berarti sulit, tidak mengakui atau mengingkari. Sedangkan sunnah ialah segala yang dinuklilkan dari Nabi Saw, baik berupa perkataan, takrirnya atau selain itu. Sehingga yamg dimaksud dengan ingkar sunnah adalah orang-orang yang tidak mengakui (mengingkari) akan keberadaan al-sunnah atau al-hadist sebagai sumber hukum dalam islam.a. Argumen-Argumen NaqliArgumen dari ayat-ayat al-quran yang mereka gunakan antara lain sebagai berikut :1. Al-Quran (Q.S. Al-Nahl : 89)

Dan kami datangkan kamu (muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu (Hasbi al-Shiddieqi, 1992:414).

2. Alquran (Q.S. Al-An’am 38)Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (Hasbi al-Shiddieqi, 1992:192).

b. Argumen-argumen non-naqliDiantara argumrn non-naqli yang diungkapakan oleh pengingkar sunah tersebut ialah sebagai berikut :1. Alquran diwahyukan oleh Allah oleh nabi Muhammad (melalui malaikat

jibril) dalam bahasa arab. Orang-orang mengerti secara langsung, tanpa harus bantuan penjelasan dari hadits nabi. Dengan demikian, hadits nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk alquran.

2. Dalam sejarah, umat islam telah mengalami kemunduran. Umat islam mundur karena umat islam terpecah-pecah. Perpecahan ini terjadi karena umat islam berpegangan pada hadits nabi. Jadi, menurut pengingkar sunnah, hadist nabi merupakan sumber kemunduran umat islam. Agar umat islam maju, maka umat islam harus meninggalkan hadits nabi.

3. Asal mula hadits nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadits adalah dongeng-dongeng semata. Dinyatakan demikian, karena hadits-hadits nabi lahir setelah nabi wafat

B. Perkembangan Ingkar SunnahAda beberapa golangan yang menyikapi sunnah nabi secara universal, dan ada pula yang menolak hadits karena oleh sahabat tertentu.a. Sikap Khawarij terhadap sunah

Golongan Khawarij memakai sunah dan mempercayainya sebagai sumber hukum islam, hanya saja ada sumber-sumber yang menyebutkan bahwa mereka menolak hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat tertentu, khususnya peristiwa tahkim.

b. Sikap Syi’ah terhadap sunahMereka menolak as-sunnah umumnya dari sahabat, kecuali yang diturunkan oleh para pengikut ‘Ali

c. Ingkar sunah masa kiniDi irak muncul orang yang menolak as-sunnah, sedang di mesir, hal itu muncul pada masa Muhammad Abduh. Imam Muhammad Abduh mengatakan bahwa umat islam saat ini tidak mempunyai pimpinan lain, kecuali Al-Quran. Islam yang benar adalah islam tempo dulu, sebelum munculnya perpecahan dalam tubuh muslimin.

C. Penyebab Ingkar Sunnah 1. Salah paham terhadap penafsiran Alquran.2. Adanya larangan nabi, yang notabennya adalah sabda nabi (yang berarti) al-hadits.

Jadi, mereka sesungguhnya termasuk orang-orang yang kebingungan. Di satu sisi, mereka tidak berpedoman pada al-sunnah (al-hadits), namun menjadikan al-hadits sebagai salah satu argumen.

3. Mereka merasa angkuh dan gengsi, karena pada prinsipnya para pengingkar sunnah tidak mengakui ayat lain atau hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu.

D. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pengingkaran Sunah1. Alquran surat al-Hasyr ayat 7:

Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

2. Alquran surat Ali-imran ayat 32:Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”

3. Alquran surat al-Nisa ayat 80:Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.