refrat mata siska.docx

18
BAB I PENDAHULUAN Alasan paling umum bahwa dokter mata memilih untuk melebarkan pupil adalah untuk memudahkan pemeriksaan keadaan segmen belakang bola mata dan untuk persiapan tindakan operasi katarak ekstraksi yang baik.. 1 Melihat melalui pupil yang tidak berdilatasi dapat disamakan dengan mengintip melalui lubang kunci, dengan situasi diperparah oleh miosis dip cahaya tingkat tinggi yang dihubungkandengan sebagianbesar teknik pemeriksaan. Pada keadaanseperti ini tentu mungkin untuk mendapatkan pandangan melalui pupilyang tidakberdilatasi pada kebanyakanpasien, setidaknya dengan satu mata, tetapi pelebaran selalu memberikan pandangan lebih baik dengan meningkatkan cakupan dan kejelasan. Secara khusus, tanp dilatasi tidak mungkin untuk secara optimal memvisualisasikan reti vitreous, atau untuk mencapai apresiasi stereoscopic dari saraf optik ata apat dikatakan bahwa pemeriksaan dilatasi okular merupakan hal yang idea dokter mata harus tawarkan pada setiap pasien. ! "ris mempunyai dua otot polos yaitu otot sfingter pupil dan dilator yang embriologinya berasal dari neuro ektoderm. #tot sfingter pupil diper oleh parasimpatis, bila terangsang akan dilepaskan transmiter aset menyebabkan konstriksi pupil. Sedang otot dilator pupil dipersarafi oleh simpatis, perangsangan pada saraf tersebut akan dilepaskan norefinefrin. 1, ! alam keadaan normal diameter pupil kedua mata sama lebar, sekitar ! & mm. iameter pupil ditentukan oleh keseimbangan rangsangan saraf simpat dan parasimpatis pada otot%otot iris. #leh karena, itu untuk dapat mempen agar diameter pupil melebar diperlukan obat yang berefek pada saraf otono yang bersifat simpatomimetik'midriatikum( misalnya fenilefrin dan 1

Upload: meilisasiska

Post on 04-Nov-2015

254 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Alasan paling umum bahwa dokter mata memilih untuk melebarkan pupiladalah untuk memudahkan pemeriksaan keadaan segmen belakang bola mata dan untuk persiapan tindakan operasi katarak ekstraksi yang baik..1Melihat melalui pupil yang tidak berdilatasi dapat disamakan dengan mengintip melalui lubang kunci, dengan situasi diperparah oleh miosis dipicu oleh cahaya tingkat tinggi yang dihubungkan dengan sebagian besar teknik pemeriksaan. Pada keadaan seperti ini tentu mungkin untuk mendapatkan pandangan melalui pupil yang tidak berdilatasi pada kebanyakan pasien, setidaknya dengan satu mata, tetapi pelebaran selalu memberikan pandangan yang lebih baik dengan meningkatkan cakupan dan kejelasan. Secara khusus, tanpa dilatasi tidak mungkin untuk secara optimal memvisualisasikan retina perifer, vitreous, atau untuk mencapai apresiasi stereoscopic dari saraf optik atau makula.. Dapat dikatakan bahwa pemeriksaan dilatasi okular merupakan hal yang ideal dokter mata harus tawarkan pada setiap pasien.2Iris mempunyai dua otot polos yaitu otot sfingter pupil dan dilator pupil yang embriologinya berasal dari neuro ektoderm. Otot sfingter pupil dipersarafi oleh parasimpatis, bila terangsang akan dilepaskan transmiter asetilkolin yang menyebabkan konstriksi pupil. Sedang otot dilator pupil dipersarafi oleh saraf simpatis, perangsangan pada saraf tersebut akan dilepaskan norefinefrin. 1, 2Dalam keadaan normal diameter pupil kedua mata sama lebar, sekitar 2,5-4 mm. Diameter pupil ditentukan oleh keseimbangan rangsangan saraf simpatis dan parasimpatis pada otot-otot iris. Oleh karena, itu untuk dapat mempengaruhi agar diameter pupil melebar diperlukan obat yang berefek pada saraf otonom yaitu yang bersifat simpatomimetik (midriatikum) misalnya fenilefrin dan parasimpatolitik (siklopegik) misalnya sulfas atropin, skolopamin hidrobromid, homatropin hidrobromid, siklopentolat hidroklorid dan tropikamid .3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2. 1 ANATOMI DAN FISIOLOGI IRIS DAN PUPIL Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat di tengahnya yang disebut dengan pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior, yang masing-masing berisi humor aqueus. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator.3, 4 Gambar 1. Anatomi iris dan pupilSecara histologis terdiri dari stroma yang jarang dan diantaranya terdapat lekukan-lekukan di permukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta. Di dalam stroma terdapat sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Di permukaan anterior ditutupi oleh endotel, terkecuali pada kripta, di mana pembuluh darah pada stroma dapat berhubungan langsung dengan kamera okuli anterior. Di bagian posterior dilapisi oleh dua lapisan epitel, yang merupakan lanjutan epitel pigmen retina. Warna dari iris tergantung dari sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang jumlahnya dapat berubah-ubah dan juga epitel pigmen yang jumlahnya tetap.1Ada 2 otot yang ada di dalam iris antara lain otot sfingter pupil (M. sphincter pupillae) yang berjalan sirkuler, yang terletak di dalam dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis (N. III), dan otot dilatator pupil (M. dilatator pupillae) yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, terletak di bagian posterior stroma dan disarafi oleh saraf simpatis.1Pasokan darah ke iris berasal dari circulux major iris. Kapiler-kapiler iris memiliki lapisan endotel yang tak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresin yang disuntikkan secara intravena. Persyarafan iris adalah melalui serat-serat nervus siliare. Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatik yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktifitas simpatik.3Cahaya yang mengenai mata diterima oleh sel-sel batang dan kerucut di retina, diteruskan oleh N. II ke kiasma optikum, radiasio optika, setinggi korpus genikulatum lateral, serat pupilomotor melepaskan diri ke brachium kolikulus superior, ke midbrain, komisura posterior di daerah pretektalis, kemudian mengadakan semidikusasi dan keduanya menuju ke nucleus Edinger Westphal di kedua sisi. Dari sini keluar saraf eferen (saraf parasimpatis) yang memasuki N. III, ke ganglion siliaris, serat saraf postganglioner melalui Nn. siliaris brevis.1,3Diameter pupil orang dewasa normal 2,5-4 mm rata-rata 3,5 mm. Dilingkungan dengan penerangan ruangan, pupil disebut miosis bila ukuran diameter pupil kurang dari 2 mm, dan disebut midriasis bila ukuran diameter lebih besar dari 5 mm, dapat mencapai sekitar 9 mm pada saat dilatasi maksimal.Pada posisi primer ukuran kedua pupil sama, meskipun beda variasinya kurang lebih 1 mm satu dengan lainnya.Ukuran pupil bervariasi tergantung umur, status refraksi dan iluminasi. Pada bayi umumnya pupil kecil dan semakin melebar dengan bertambahnya umur dan mengecil lagi pada orang tua. Pupil relatif lebih besar pada penderita miopia, iris berwarna dan pada ruangan gelap. Sedangkan pada saat tidur, diruangan terang dan inflamasi iris pupil mengecil.3

2.2 SARAF OTONOM Saraf otonom dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu saraf preganglioner, ganglioner dan saraf post ganglioner yang menghubungkan dengan sel efektor . serabut post ganglioner parasimpatis menuju ke otot sfingter pupil dan otot siliaris melalui saraf nasosiliaris dan saraf siliaris longus.5Serat eferen dari saraf otonom yang terbagi menjadi sistem simpatis dan parasimpatis mempunyai fungsi antagonis. Bila yang satu menghambat suatu fungsi, maka yang lain memacu fungsi tersebut. contoh yang jelas adalah persarafan pupil dengan saraf simpatis menyebabkan midriasis dan saraf parasimpatis untuk menyebabkan miosis. Dengan keseimbangan kedua sistem tersebut maka tonus otot iris dapat mempertahankan keadaan pupil yang normal.Serat preganglioner simpatis maupun parasimpatis dan saraf ganglioner parasimpatis bersifat kolinergik. Ini berarti bahwa saraf tersebut pada ujungnya melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmiter. Serat postganglion simpatis bersifat adrenergik. Ini berarti bahwa disini norepinefrin yang berperan.5

2.2.1 Transmisi kolinergikAsetilkolin merupakan neurotransmiter, zat ini berdifusi dan mencapai bagian distal dari sinaps, yang kemudian bergabung dengan reseptor pada membran pasca sambungan yang mengakibatkan depolarisai saraf post ganglioner, atau disebut potensial eksitasi post sinaps. Sehingga akan terjadi aksi potential yang mempengaruhi otot atau sel efektor dengan jalan melalui pelepasan transmiter. Bila transmiter tidak diinaktifkan maka transmisi sinaps akan berlangsung terus pada sel efektor, oleh karena itu mekanisme ini dihentikan oleh suatu enzim kolinesterase dengan cara menghidrolisa asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat secara cepat. Kolinesterase ini terdapat disemua tempat asetilkolin dilepaskan, baik dijaringan maupun dicairan tubuh.42.2.2 Transmisi adrenergik Norepinefrin disintesa dalam saraf post ganglioner simpatis, dan di sinaps pada ujung akson saraf simpatis. Norepinefrin yang dilepas pada perangsangan saraf akan mengalami beberapa perubahan yaitu, 60% akan diambil kembali oleh saraf, 20% hilang dalam jaringan ekstrasel, 15% dimetabolisme oleh enzim katekol O- metiltransferase (COMT) dan 5% akan diambil oleh sel efektor. Mekanisme ini juga terjadi bila norepinefrin di berikan dari luar, dan pengambilan ini dapat dihambat oleh obat seperti kokain dan imipramin.4

2.3 OBAT OTONOM Obat otonom merupakan obat yang berefek pada berbagai susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai sel efektor dan mempengaruhi secara spesifik serta bekerja pada dosis kecil. Dapat mempengaruhi transmisi neurohumoral dengan cara menghambat atau mengintensifkan. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik yaitu penghambat pelepasan neurotransmiter, penyebab pelepasan transmiter, penghambat destruksi transmiter, perangsangan atau penghambatan pasca sambungan.4Menurut efek utamanya maka obat otonom dapat dibagi 5 golongan1. Parasimpatomimetik atau kolinergik, efeknya menyerupai aktifitas sususnan saraf parasimpatis.2. Simpatomimetik atau adrenergik, efeknya menyerupai aktifitas susunan saraf simpatis.3. Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik, kerjanya menghambat timbulnya efek aktifitas saraf parasimpatis.4. Simpatolitik atau penghambat adrenergik, menghambat timbulnya efek aktifitas saraf simpatis.5. Penghambat ganglion, dengan kerja menghambat penerus impuls pada sinap yang terdapat dalam ganglion.

2.4 MIDRIATIK DAN SIKLOPLEGIKObat-obat midriatik adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil mata. Selain itu, digunakan untuk sikloplegik dengan melemahkan otot akomodasi (pasien tidak dapat melihat benda-benda dekat). Obat ini biasa dipakai dalam oftalmologi, sendiri atau dikombinasi. Kegunaan utamanya adalah : melebarkan pupil untuk keperluan oftalmoskopi; melumpuhkan otot-otot akomodasi, terutama pada pasien muda, untuk membantu pemeriksaan refraksi; dan melebarkan pupil dan melumpuhkan otot akomodasi pada uveitis untuk mencegah pembentukan sinekia serta meredakan nyeri dan fotofobia. Karena midriatik dan sikloplegik melebarkan pupil, pemakaiannya harus hati-hati pada mata dengan sudut bilik mata depan yang sempit, baik midriatik maupun sikloplegik dapat menimbulkan glaucoma sudut sempit pada mata yang demikian.52.4.1 KLASIFIKASI OBAT MIDRIATIK DAN SIKLOPLEGIKa. Agen parasimpatolitik ( sikloplegik)Contoh: atropin, homatropin, skopolamin, siklopentolat, tropikamid, oxipenonium

b. Agen simpatomimetik (midriatik)Kerja langsung: epinefrin, penilefrin, Kerja tidak langsung: hidroxiamfetamin, kokain, efedrin

2.4.2 AGEN PARASIMPATOLITIK2.4.2.1 ATROPIN5Atropin adalah alkaloid derivat solanasid dari atropa belladonna yaitu suatu ester organik asam tropik dan tropin. Atropin merupakan anti muskarinik pertama yang digunakan sebagai obat. Atropin bekerja dengan memblokade aksi saraf parasimpatis dan kerja obat kolinergik. Atropine merupakan sikloplegik yang efektif dan bekerja lama. Selain sebagai sikloplegik pada anak, atropine dipakai secara topical dua atau tiga kali sehari dalam pengobatan iritis. Obat ini juga dipakai untuk mempertahankan pupil agar tetap lebar setelah tindakan operasi intraocular.Mulai kerja obat dalam 30-40 menit. Efek maksimum tercapai kira-kira dalam 2 jam. Efek obat bertahan sampai 2 minggu pada mata normal; pada radang akut, obat harus diteteskan dua sampai tiga kali sehari untuk mempertahankan efeknya.

Gambar 2. Atropin sulfat

a. Indikasi1. Atropin digunakan sebagai agen midriatik dan sikloplegik. atropin sangat berguna pada orang muda yang mempunyai daya akomodasi sangat aktif2. Berguna dalam iritis untuk:a. Mencegah rasa sakitb. Rilis sinekiac. Mengistirahatkan jaringan yang meradang3. Atropin berguna dalam terapi glaukoma4. Penggunaan pre operasi dan pasca operasi pada banyak operasi intraokular5. Atropin digunakan untuk mencegah respon vagal yang tidak semestinya dalam tes tensilon6. Atropin digunakan untuk mengobati amblyopia dengan metode yang disebut penalisasi7. Berguna dalam kasus spasme akomodatif

b. Sediaan larutan tetes mata konsentrasi 0,5% sampai 4%, sediaan yang biasa digunakan adalah 1%, atropin sulfat dalm bentuk salep. suntikan intramuskular tersedia 0, 3, 0,4 dan 0,6 mg /ml.

c. Efek sampingTetesan atropine harus dipakai dengan hati-hati untuk menghindari reaksi toksik akibat absorbsi sistemik. Gelisah, kulit muka kering dan kemerahan, mulut kering, demam, kurang berkeringat dan takikardi adalah gejala-gejala toksik, khususnya pada anak.

d. PerhatianSolusio atropin tidak boleh digunakan pada anak-anak karena menyebabkan penyerapan sistemik melalui nasolakrimalis mukosa. penggunaan atropin salep lebih baik. atropin tidak boleh digunakan pada pasien dengan glaukoma sudut sempit.

2.4.1.2 HOMATROPIN5Homatropin adalah alkaloid semisintetik yang dibuat dari kombinasi asam mandelat dengan tropin. Durasi kerja homatropin lebih pendek dibanding dengan atropin. Kerja dari homatropin dimulai dalam 30 menit, berlangsung selama 24 jam hingga 48 jam.

Gambar 3. Homatropin

a. Indikasi Homatropin terutama digunakan dalam refraksi. Dan juga berguna dalam tatalaksana iritis dan pada kondisi post operasi untuk meringankan spasme siliaris.b. SediaanTersedia dalam larutan tetes mata homatropin hidrobromida konsentrasi 2%.

2.4.2.2 SIKLOPENTOLATSiklopentolat adalah agen spasmolitik sintetis yang mempunyai efek sikloplegik dengan waktu kerja dalam 20 sampai 45 menit. Durasi kerja juga pendek mulai dari 12 sampai 24 jam. Siklopentolate lebih sering digunakan daripada homatropin karena durasi kerjanya lebih pendek.a. IndikasiSiklopentolat digunakan terutama untuk refraksi siklopegik dan untuk meringankan spasme ciliary pada kasus pasca operasi dan iridosiklitis. Pada pasien dengan perubahan lensa sentral, siklopentolat dapat diberikan untuk penggunaan sehari-hari sampai pasien siap untuk operasi.

b. Efek sampingEfek samping yang umum setelah penggunaan larutan tetes mata 2%, efek neurotoksik sementara, halusinasi visual dan inkoherensi sangat jarang terjadi.

c. Kontraindikasi Hindari penggunaan obat ini pada pasien yang menderita glaukoma sudut sempit.

d. Sediaan Biasa digunakan larutan tetes mata konsentrasi 1%. Orang dengan pigmentasi yang berat mungkin memerlukan larutan konsentrasi 2%.

2.4.2.3 TROPIKAMID5Tropikamid adalah derivat sintetik dari asam tropik, tersedia sebagai obat mata pada akhir tahun 1950-an. tropikamid merupakan obat yang sering digunakan untuk melebarkan pupil dengan tujuan diagnostik atau persiapan operasi. Tropikamid mempunyai waktu kerja dan lama kerja lebih pendek dibandingkan dengan antimuskarinik lainnya, sehingga mempunyai daya serapnya (difusi) terbesar dan proporsi obat yang tersedia untuk penetrasi ke kornea lebih tinggi. Cara kerjanya sebagai kompetitif antagonis dengan acetylcholin binding pada reseptor muskarinik.Efek midriasis dari tropikamid 0,5% lebih cepat atau paling tidak sama cepat dengan fenilefrin 10%, dan tropikamid 1% efek midriasisnya lebih kuat dan cepat dari efek sikloplegiknya. Efek maksimal akan tercapai dalam 10-20 menit dan akan bertahan sampai sekitar 15-20 menit, dan kembali normal setelah 5-6 jam. Karena masa kerja tropikamid ini pendek maka ia tidak terpengaruh atau hanya berpengaruh sangat sedikit pada sistemik.Midriasis yang dihasilkan oleh satu tetes tropikamid 0,5% sebesar 2,7 mm.

Gambar 4. Tropikamida. Indikasi Pada saat diperlukannya efek midriasis cepat dan efek sikloplegik pendek, tropikamid dapat digunakan dalam refraksi, pemeriksaan fundus dan fundus fotografib. SediaanTersedia dalam larutan tetes mata 0,5% dan 1%

2.4.3 AGEN SIMPATOMIMETIK 52.4.3.1 Epinefrin Epinefrin dan norepinefrin yang terjadi secara alami agen simpatomimetik yang bekerja langsung pada sel efektor. Epinefrin adalah agen vasokonstriktor yang mampu menghasilkan hipotensi dan efek midriatik di mata. Hal itu menyebabkan efek simpatomimetik pada konsentrasi yang sangat rendah seperti 0,000001% yang cukup untuk menghasilkan relaksasi siliaris. Epinefrin merangsang baik alpha dan beta adrenergik reseptor, sediaan komersial tersedia dalam konsentrasi 0,5%, 1% dan 2%. 2.4.3.2. FenilefrinDiperkenalkan sejak tahun 1936, merupakan suatu sintesa amin dan 1 adrenergik agonis, yang secara prinsip sebagai vasokonstriktor dan midriatikum. Kerjanya sebagai simpatomimetik pada reseptor alfa, mengakibatkan pupil midriasis. Terjadinya midriasis maksimal dalam waktu 30 menit dipertahankan selama 30 menit, kemudian efeknya akan hilang dalam 2-3 jam dengan diameter pupil bertambah sebesar 2,3 mm.Pemberian fenilefrin 10% tetes mata pada anak muda dan orang tua tidak ada perbedaan yang bermakna. Penetrasi pada kornea baik, dan kerjanya lebih efektif pada mata biru dari pada mata iris berwarna. Hal ini belum jelas hubungannya dengan absorbsi atau pengikatannya pada reseptor atau enzim simpatomimetik. Efek terhadap susunan saraf pusat sangat minimal, oleh karena tidak ditransport ke dalam adrenergik.Fenilefrin pada dosis yang rendah menunjukkan aktivitas reseptor alfa yang hampir 100%, sedikit sekali mempengaruhi reseptor beta, oleh karena itu hampir tidak mempunyai efek inotropik dan kronotropik pada jantung sehingga sedikit sekali mempengaruhi jantung. Tetapi menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan splanknikus sehingga dapat meningkatkan tekanan darah.Fenilefrin berbeda secara kimia dengan epinefrin yaitu tidak adanya gugus OH pada posisi 4 dari cincin benzen, karena posisi gugus OH pada cincin benzen sangat menentukan dari kerja langsung non katekolamin. Bila gugus OH pada posisi 3 seperti pada fenilefrin kerjanya langsung pada sel efektor. Sebaliknya bila gugus OH pada posisi 4 kerjanya tidak langsung. Kerja utamanya sama dengan norepinefrin yaitu terutama pada reseptor, bedanya dengan norepinefrin kurang poten dan daya kerjanya lebih lamaSelain digunakan untuk midriatikum dapat juga digunakan untuk: obat kompetitif dengan miotikum, pengobatan untuk ptosis yang disebabkan denervasi simpatis seperti pada horners sindrom atau reader sindrom dapat membaik bila diterapi 3 sampai 4 kali sehari fenilefrin 0,125%. Dan untuk tes provokatif penderita sickle sel anemia yaitu dengan ditetesi akan terlihat dengan slit lamp, dilatasi vena konjungtiva yang berbentuk sakus atau segmen, mikroaneurisma kapiler dan aliran darahnya tampak seperti lumpurFenilefrin mempunyai beberapa efek samping, yaitu:a. Toksisitas sistemikHipertensi akut yang beratb. Serangan akut glaukomaHal ini bisa terjadi bila sebelumnya penderita ini mempunyai predisposisi glaukoma sudut tertutup atau bilik mata depan dangkatc. Lepasnya pigmen irisDiduga karena stimulasi langsung m. Dilator oleh obat tersebut sehingga menyebabkan ruptur sel epitel pigmen disertai tersebarnya granul-granul pigmen dari neuroepitel iris. Ini terutama terdapat pada penderita tua yang dianggap sudah mengalami degenerasi senilis.d. Miosis post dilatasiTerutama terjadi pada orangtua dimana pupilnya menjadi kurang responsif

e. Toksik pada endotelKornea menjadi keruh terutama terjadi bila ada kerusakan epitel, hal ini karena dengan adanya kerusakan epitel sehingga penetrasi fenilefrin lebih cepat dan tidak dapat dinetralisir sistem buffer kornea, sehingga merusak endotel dan kornea keruh.f. Psikotik efekBeberapa kasus terjadi halusinasi pada pemkaaian yangberlebihan dan berkepanjangan terutama sebagai tetes hidungg. Efek lainGatal karena alergi, rasa tidak nyaman dan kemerahan pada mata karena iritasi

BAB IIIKESIMPULAN

Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat di tengahnya yang disebut dengan pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior, yang masing-masing berisi humor aqueus. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator.1Diameter pupil ditentukan oleh keseimbangan rangsangan saraf simpatis dan parasimpatis pada otot-otot iris. Oleh karena, itu untuk dapat mempengaruhi agar diameter pupil melebar diperlukan obat yang berefek pada saraf otonom yaitu yang bersifat simpatomimetik (midriatikum) misalnya fenilefrin dan parasimpatolitik (siklopegik) misalnya sulfas atropin, skolopamin hidrobromid, homatropin hidrobromid, siklopentolat hidroklorid dan tropikal.Obat-obat midriatik dan sikloplegik terdiri dari: agen parasimpatolitik ( sikloplegik) Contoh: atropin, homatropin, skopolamin, siklopentolat, tropikamid, oxipenonium dan agen simpatomimetik (midriatik), Kerja langsung: epinefrin, penilefrin, Kerja tidak langsung: hidroxiamfetamin, kokain, efedrin.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Obat Obat dalam Penyakit Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. FK UI. Jakarta. 2008. Hal 286-7.2. Johnson, M. Ophtalmic drugs. Midriatic drugs-which ones to use when and how they work. Optician online. 2012.3. Vaughan. Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC. Jakarta. 2009.4. American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and principles of ophthalmology. Section 2. Basic and Clinical science Course; 2008-2009.5. Katzung, G. Farmakologi Dasar dan Terapi. Edisi VI. Jakarta. 2010. Hal: 699-737.6. Sivakumar R.Ocular Pharmacology and Therapeutics. Aravind eye hospitals. India. 2006

18