refrat mata shaza

26
 BAB I PENDAHULUAN Keratit is Herpes simplek s merup akan radang korne a yang disebabk an oleh infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Dinegara-negara barat 90% dari populasi orang dewasa memi li ki anti bodi ter hada p vi rus herpes simpleks. Namun demikian, hanya kurang dari 1% yang mengalami kelainan  pada mata. Sebagian besar bersifat subklinis dan tidak terdiagnosis. Sekita r 500 .00 0 ora ng di Ame rik a Ser ika t men der ita pen yak it her pes simple ks mat a. Sekita r 20. 000 kas us bar u dar i ker ati tis her pes oku lar terj adi setiap tahunnya di AS, dan lebih dari 28.000 mengalami reaktivasi. Biasanya hanya mempengaruhi satu mata dan merupakan salah satu penyebab kebutaan kornea yang paling sering di AS. Kera tit is her pes simple ks dap at mer upa kan inf eks i pri mer dan ben tuk kambuh an (rek ure ns) . Inf eks i pri mer bia san ya ter jadi pad a ora ng yang tid ak mempunyai antibodi terhadap virus herpes simpleks, yaitu pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Sedangkan infeksi herpes kambuhan terjadi pada seseorang yang telah mempunyai antibodi terhadap virus herpes simpleks dan dicetuskan oleh  berbagai keadaan seperti demam, daur haid, dan sinar ultraviolet. Ge ja la kli ni s bia sanya mir ip de ngan kon ju ngt iv it is se hin gga menyamarkan diagnosis infeksi herpes simpleks. Infeksi dapat sembuh sendiri. Jik a inf eksi akt if, dapat mempen gar uhi kornea lebih luas, dan gej ala yan g ditimbulkan lebih berat. Gejala reaktivasi antara lain mata nyeri, penglihatan kabur, kemerahan dan fotofobia. Terapi keratitis herpes simpleks bertujuan untuk menghentikan replikasi vir us di kornea dan men gurangi ker usa kan aki bat per ada nga n. Cara efek tif mengobat i ke rat it is dendri ti k adal ah de br idement epith el ial , ka ren a vi rus  be rlo kas i di dal am epi tel. Age n ant ivi rus top ika l yan g ser ing dip akai yai tu ido xur idi ne, tri fluridine , vid arab in, dan acyclovir . Ter api bed ah ker ato pla sti 1

Upload: shaza-fadila

Post on 12-Jul-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 1/26

 

BAB I

PENDAHULUAN

Keratitis Herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan

oleh infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Dinegara-negara barat

90% dari populasi orang dewasa memiliki antibodi terhadap virus herpes

simpleks. Namun demikian, hanya kurang dari 1% yang mengalami kelainan

 pada mata. Sebagian besar bersifat subklinis dan tidak terdiagnosis.

Sekitar 500.000 orang di Amerika Serikat menderita penyakit herpes

simpleks mata. Sekitar 20.000 kasus baru dari keratitis herpes okular terjadisetiap tahunnya di AS, dan lebih dari 28.000 mengalami reaktivasi. Biasanya

hanya mempengaruhi satu mata dan merupakan salah satu penyebab kebutaan

kornea yang paling sering di AS.

Keratitis herpes simpleks dapat merupakan infeksi primer dan bentuk 

kambuhan (rekurens). Infeksi primer biasanya terjadi pada orang yang tidak 

mempunyai antibodi terhadap virus herpes simpleks, yaitu pada usia 6 bulansampai 5 tahun. Sedangkan infeksi herpes kambuhan terjadi pada seseorang yang

telah mempunyai antibodi terhadap virus herpes simpleks dan dicetuskan oleh

 berbagai keadaan seperti demam, daur haid, dan sinar ultraviolet.

Gejala klinis biasanya mirip dengan konjungtivitis sehingga

menyamarkan diagnosis infeksi herpes simpleks. Infeksi dapat sembuh sendiri.

Jika infeksi aktif, dapat mempengaruhi kornea lebih luas, dan gejala yang

ditimbulkan lebih berat. Gejala reaktivasi antara lain mata nyeri, penglihatan

kabur, kemerahan dan fotofobia.

Terapi keratitis herpes simpleks bertujuan untuk menghentikan replikasi

virus di kornea dan mengurangi kerusakan akibat peradangan. Cara efektif 

mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena virus

  berlokasi di dalam epitel. Agen antivirus topikal yang sering dipakai yaitu

idoxuridine, trifluridine, vidarabin, dan acyclovir. Terapi bedah keratoplasti

1

Page 2: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 2/26

 

 penetrans diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai

sikatrik kornea berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah infeksi

non-aktif. Infeksi herpes rekurens pasca bedah timbul akibat trauma bedah dan

 penggunaan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan

transplantasi kornea.

2

Page 3: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 3/26

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

Gambar 1. Anatomi kornea

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

transparan, tembus cahaya dan menutupi bola mata sebelah depan. Bentuknya hampir 

sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada arah transversal (12 mm) dibanding

arah vertikal. Batas kornea dan sklera disebut limbus.

Tebal kornea (0.6-1.0) mm terdiri atas lima lapisan, yaitu:

1. Epitel

2. Membran Bowman

3. Stroma

4. Membran Descement

5. Endotel

3

Page 4: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 4/26

 

Gambar 2. Penampang melintang kornea

1. Epitel

Epitel kornea merupakan lapisan paling luar kornea dan berbentuk epitel berlapis

gepeng tanpa tanduk. Epitel berasal dari ektoderm permukaan. Bagian terbesar 

ujung saraf kornea berakhir pada epitel ini. Setiap gangguan epitel akan

memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa rasa sakit atau mengganjal.

Daya regenerasi epitel cukup besar, sehingga apabila terjadi kerusakan epitel,

akan diperbaiki dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut.

2. Membran Bowman

Membran Bowman yang terletak dibawah epitel merupakan suatu membran tipis

yang homogen terdiri atas susunan serat kolagen kuat yang mempertahankan

 bentuk kornea. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Apabila terjadikerusakan pada membran Bowman maka akan berakhir dengan terbentuknya

4

Page 5: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 5/26

 

 jaringan parut.

3. Stroma

Lapisan paling tebal dari kornea dan terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun

dalam lamel-lamel dan berjalan sejajar dengan permukaan kornea. Diantara serat-

serat kolagen ini terdapat matriks. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air 

dari bilik mata depan. Kadar air di dalam stroma relatif tetap sekitar 70% yang

diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan epitel. Apabila fungsi sel

endotel kurang baik, maka akan terjadi kelebihan air sehingga timbul sembab

kornea (edema kornea). Serat di dalam stroma teratur sehingga menampilkan

gambaran kornea yang jernih atau transparan. Bila terjadi gangguan dari serat di

dalam stroma seperti edema kornea dan sikatriks kornea akan mengakibatkan

sinar yang melalui kornea terpecah dan kornea terlihat keruh.

4. Membran Descement

Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak teratur dan

 bening. Terletak di bawah stroma. Lapisan ini merupakan pelindung atau barrier 

infeksi dan masuknya pembuluh darah.

5. Endotel

Terdiri atas satu epitel yang merupakan jaringan terpenting untuk 

mempertahankan kejernihan kornea. Sel endotel adalah sel yang mengatur cairan

didalam stroma kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi sehingga bila

terjadi kerusakan, endotel tidak akan normal lagi. Endotel dapat rusak atau

terganggu fungsinya akibat trauma bedah dan penyakit intraokular. Usia lanjut

akan mengakibatkan jumlah endotel berkurang.

Kornea tidak mengandung pembuluh darah, jernih dan bening. Selain sebagai

dinding, juga berfungsi sebagai media penglihatan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan

oleh kornea yaitu sekitar 40-50 dioptri. Kornea dipersarafi oleh N. V (nervus

trigeminus).

Dalam keadaan normal kornea adalah transparan. Transparansi ini disebabkan

oleh tidak adanya pembulih darah dan jaringan kornea yang strukturnya seragam;

serta berfungsinya mekanisme pompa sel endotel.

5

Page 6: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 6/26

 

Gangguan transparansi kornea pada dasarnya disebabkan oleh gangguan pada

tiga hal tersebut diatas, yaitu:

• Tumbuhnya vaskularisasi kedalam jaringan kornea.

•Gangguan pada integritas struktur jaringan kornea. Misalnya oleh adanyakelainan congenital dan herediter, infeksi kornea, ulkus kornea dan

komlikasinya.

• Edema kornea yang pada dasarnya disebabkan oleh disfungsi endotel.

• Penyakit kornea yang serius karena penanganan yang tidak sempurna atau

terlambat akan mengakibatkan gangguan penglihatan permanen berupa

 penglihatan yang kabur hingga kebutaan.

HSV adalah anggota virus herpes keluarga, Herpesviridae, yang menginfeksi

manusia. Kedua HSV -1 dan -2 adalah menular. Mereka dapat disebarkan ketika orag

yang terinfeksi adalah memproduksi shedding virus.

Kadang-kadang, virus menyebabkan gejala sangat ringan atau atipikal. Namun,

seperti virus dan neuroinvasive Neurotropik, HSV-1 dan -2 bertahan dalam tubuh

dengan menjadi laten dan bersembunyi dari sistem kekebalan tubuh yaitu dalam sel

tubuh saraf. Setelah atau infeksi awal, beberapa orang yang terinfeksi mengalami

episode reaktivasi virus. Saat itu, virus dalam sel saraf menjadi aktif dan diangkut

melalui saraf akson pada kulit, dimana virus bereplikasi dan menyebabkan luka baru.

2.2 DEFINISI

Keratitis Herpes simpleks adalah peradangan kornea akibat infeksi  Herpes

Simpleks Virus (HSV). HSV adalah parasit intraseluler obligat yang menempati

manusia sebagai host. HSV merupakan virus rantai ganda yang termasuk kedalam

famili herpesviridae. Mengandung 3 komponen pembentuk utama. Bagian inti

yang mengandung DNA virus, membran sel dan kapsid. Tegument terletak 

diantara kapsid dan selubung serta berbagai protein yang dikirim ke dalam sel

yang terinfeksi selama fusi.

Virus ini termasuk golongan virus herpes yang antara lain

 beranggotakan virus varicella zoster, virus sitomegali dan virus Epstein barr.

Ada 2 tipe virus herpes simpleks berdasarkan perbedaan antigen dan

6

Page 7: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 7/26

 

sitopatologi yang timbul pada jaringan, yaitu herpes simpleks tipe 1 dan 2.

HSV tipe 1 (HSV-1) infeksinya terutama pada daerah orofasial dan ocular,

sementara HSV tipe 2 (HSV-2) umumnya ditularkan melalui hubungan

seksual dan menyebabkan penyakit genitalia. HSV-2 jarang namun dapat

menginfeksi mata melalui kontak orofasial dengan lesi genitalia dan secara

tidak sengaja ditularkan kepada neonatus ketika neonatus lahir secara normal

 pada ibu yang terinfeksi HSV-2.

Gambar 3. Struktur HSV

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di negara barat 90% dari populasi orang dewasa dilaporkan rnemiliki antibodi

terbadap herpes simpleks. Namun demikian, hanya kurang dari 1% yang

menimbulkan kelainan pada mata. Sebagian besar bersifat subklinis dan tidak 

terdiagnosis Frekuensi keratitis herpes simpleks di Amerika Serikat sebesar 5%

di antara seluruh kasus kelainan mata.

Sekitar 500.000 orang di AS menderita penyakit herpes simpleks mata. Sekitar 

20.000 kasus baru dari herpes okular terjadi di AS setiap tahunnya, dan lebih dari

28.000 mengalami reaktivasi. Biasanya hanya terjadi pada satu mata dan

merupakan salah satu penyebab kebutaan kornea paling umum di AS.Di Negara-negara berkembang insidensi keratitis herpes simpleks berkisar 

7

Page 8: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 8/26

 

antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Di Tanzania 35-60% ulkus kornea

disebabkan oleh keratitis herpes simpleks. Keratitis herpes simplek dapat terjadi

sepanjang tahun, kasus pada laki – laki kurang lebih dua kali perempuan, masa

inkubasi 2 hari hingga 2 minggu. Keratitis herpes simpleks didominiasi oleh

kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.

2.4 KLASIFIKASI

Keratitis herpes simpleks berdasarkan mekanisme kerusakannya terbagi atas 2

 bentuk, yaitu:

a. Tipe epitelial

Bentuk epitelialnya ialah bentuk dendritik. Terjadi akibat pembelahan

virus di dalam sel epitelial yang mengakibatkan kerusakan epitel dan

membentuk tukak (ulkus) kornea superfisial yang biasanya menetap lebih

dari 1 tahun.

 b. Tipe stromal

Terjadi akibat reaksi imunologi tubuh terhadap virus yang menyerang

yaitu terjadi reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam

stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak 

virus tetapi juga untuk merusak jaringan stroma disekitarnya. Bentuk ini

dapat sembuh sendiri setelah beberapa minggu sampai bulan.

Biasanya infeksi herpes simpleks ini berupa campuran antara epitel dan

stroma. Hal ini sangat berkaitan dengan pengobatan dimana pada epithelial

dilakukan terhadap virus dan pembelahan virus, sedangkan pada tipe stromal

ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi radangnya.

Keratitis herpes simpleks terdapat dua bentuk, yaitu:

a. Infeksi Primer

Merupakan suatu infeksi pada seseorang yang tidak mempunyai

antibodi terhadap herpes simpleks. Biasanya terdapat pada usia 6 bulan

sampai 6 tahun. Dapat terjadi tanpa gejala klinik atau dengan gejala klinik 

yang ringan, dapat pula berupa erupsi kulit atau anogenital. Kelainan

 primer di mata berupa:

8

Page 9: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 9/26

 

• Vesikel di kelopak mata atau margo pelpebra

• Konjungtivitis folikularis

• Keratitis pungtata superficial yang dapat berkembang menjadi

liniaris, fasikularis dan dendritikus.

• Terdapat pula pembesaran dari kelenjar preauricular 

Terjadinya infeksi primer menyebabkan pembentukan antibodi dalam

tubuh. Infeksi primer ini dapat sembuh atau menjadi infeksi laten (carrier 

virus), yang sewaktu-waktu dapat kambuh bila terdapat trigger mechanism

seperti demam, haid, terkena sinar ultraviolet, sinar matahari dan stres

 psikis.

Adanya antibodi dalam badan tidak mencegah kekambuhan, tapi dapatmengubah manifestasi di kulit dan konjugtiva, tetapi tidak di kornea.

Kalau pada serangan pertama mengenai konjungtiva dan kornea, maka

 pada serangan kekambuhan konjugtiva tidak diserang lagi. Setelah infeksi

 primer, virus tersembunyi di salah satu tempat di badan, diantaranya di

radix dan ganglion dorsalis.

b. Infeksi Rekuren (kekambuhan)

Merupakan infeksi pada seseorang yang telah mempunyai antibodi

terhadap virus herpes simpleks dan dicetuskan oleh berbagai trigger 

mechanism. Kelainannya di mata dapat berupa kelainan epitel dan stromal,

meliputi:

• Ulkus denditikus

• Ulkus geografik 

• Keratitis intersisial (termasuk keratitis profunda ulseralis)

Keratitis disiformis (termasuk keratitis profunda non ulseralis)

• Uveitis

Dengan adanya pencetus, maka virus yang bersembunyi akan berkembang

 baik, menjadi aktif dan menimbulkan serangan kekambuhan. Karateristik 

untuk keratitis herpes simpleks adalah bentuk dendrit.

 

2.5 PATOFISIOLOGI

9

Page 10: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 10/26

 

Ketidakseimbangan imunitas penderita dapat menyebabkan terjadinya aktivasi

virus herpes dan selanjutnya dapat menimbulkan keratitis. Kondisi imunosupresi

dapat terjadi akibat penggunaan kortikosteroid sistemik yang menimbulkan

aktivasi keratitis herpes simpleks. Pada infeksi virus mula-mula kadar IgM

meningkat, kemudian kadar IgG dalam darah juga meningkat dan akhimya

tampak antibodi IgA dalam sekresi mukosa. Selanjutnya dikatakan, bahwa

antibodi menghancurkan virus ekstraseluler. Virus yang bergabung dengan

antibodi terutama dengan IgA akan dicegah perlekatannya dengan sel membran

dan menginfeksi jaringan.

Reaksi hipersensitivitas tipe II (sitotoksik) yang ditingkatkan oleh IgG

antibodi memudahkan fagositosis dan netralisasi virus. Virus herpes simpleks

yang stromal disertai oleh reaksi tipe IV dapat terjadi pada penderita yang

rnengalami depresi sistem imun akibat penggunaan kortikosteroid, karena usia

lanjut, atau karena penyakit sistemik. Keratitis disciformis dapat merupakan hasil

reaksi tipe IV terhadap antigen virus herpes.

2.6 MANIFESTASI KLINIK 

Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan, bermanifestasi sebagai

  blefarokonjugtivitis vesikular, kadang-kadang mengenai kornea dan umumnya

terdapat pada anak-anak muda. Bentuk ini umumnya dapat sembuh sendiri, tanpa

menimbulkan kerusakan yang berarti.

Serangan keratitis herpes jenis rekurens umumnya dipicu oleh demam,

 pajanan sinar yang berlebihan terhadap cahaya sinar UV, trauma, stress psikis,

awal menstruasi, atau keadaan imunosupresi lokal atau sistemik lainnya.

Umumnya unilateral, namun lesi bilateral dapat terjadi pada 4-6% kasus dan

 paling sering pada kasus atopik.

1. Gejala

Gejala utama umumnya iritasi, fotofobia, mata berair. Bila kornea

  bagian sentral terkena akan terjadi sedikit gangguan penglihatan. Karena

anastesi kornea umumnya timbul pada awal infeksi, gejalanya minimal dan

 pasien tidak datang berobat. Sering ada riwayat lepuh-lepuh demam atau

10

Page 11: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 11/26

 

infeksi herpes lain, tetapi ulkus kornea terkadang merupakan satu-satunya

gejala pada infeksi herpes rekurens.

2. Lesi

Lesi kornea dapat digolongkan menjadi 5 jenis, yaitu:

a. Ulserasi dendritik 

Paling khas, yang ditandai oleh percabangan linear khas dengan tepian

kabur, dan memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya, yang akan

terwarnai oleh fluoresin dan berkurangnya sensasi kornea.

a

11

Page 12: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 12/26

 

b

Gambar 4. a) Keratitis Dendritik tanpa flourescin; b) Keratitis

Dendritik yang diwarnai dengan fluoresin

b. Ulserasi geografik (ameboid)

Bentuk ulkus dendritik kronik dengan lesi dendritik halus yang bentuknya

lebih lebar. Tepian ulkus tidak terlalu kabur. Sensasi kornea menurun

seperti pada penyakit kornea lainnya. Keadaan ini terutama terjadi pada

mata yang diobati dengan steroid topikal secara kurang hati-hati.

Gambar 5. Ulkus geografik 

c. Keratitis trofik 

Terjadi jika ulkus geografik tidak mengalami penyembuhan epitel.

d. Keratitis disiformis

Terjadi karena hipersensitivitas terhadap virus herpes yang ditandai

dengan penebalan stroma pada zona sentral dan edema epitel yang disertai

iritis dan presipitat keratik.

12

Page 13: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 13/26

 

Gambar 6. Keratitis Disiformis

e. Keratitis nekrotik (infiltratif)

Bentuk ini jarang terjadi, tetapi sangat serius karena dapat menimbulkan

 perforasi dan pembentukan parut kornea. Stroma kornea menjadi seperti

keju dan keruh akibat infiltrasi aktif dan destruksi.

2.7 PEMERIKSAAN

Pemeriksaan pada Kornea :

1. Uji Fluoresein

Uji untuk melihat adanya defek pada epitel kornea. Caranya kertas

fluoresein dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian

diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu

 penderita diberi anestesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama

20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna

hijau sebagai uji fluoresein positif.

2. Uji Fistel

Uji untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea. Pada

13

Page 14: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 14/26

 

konjungtiva inferior ditaruh kertas fluoresein. Bila terdapat fistel kornea

akan terlihat pengaliran cairan mata berwarna hijau.

3. Uji Placido

Untuk melihat kelengkungan kornea. Caranya dengan memakai papan

 plasido yaitu papan dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam

yang menghadap pada sumber cahaya, sedang pasien berdiri

membelakangi sumber cahaya. Melalui lubang di tengah dilihat gambaran

  bayangan plasido pada kornea. Normal bayangan plasido pada kornea

 berupa lingkaran konsentris.

4. Uji Sensibilitas Kornea

Uji untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea. Caranya dengan

meminta penderita melihat jauh ke depan, kemudian dirangsang dengan

kapas basah dari bagian lateral kornea. Bila terdapat refleks mengedip,

rasa sakit atau mata berair berarti fungsi saraf trigeminus dan fasial baik.

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis keratitis herpes simpleks kadang-kadang sulit dibedakan

dengan kelainan kornea yang lain. Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium

 perlu dilakukan untuk membedakan dengan keratitis lain, misalnya keratitis

 bakteri, jamur, dan trauma kimia. Virus herpes dapat ditemukan pada vesikel

dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak terdapat lesi dapat diperiksa antibodi

HSV. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pusat-pusat penelitian

adalah :

1. Mikroskop cahaya

Sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, atau apusan pada permukaanmukosa, atau dari biopsi, mungkin ditemukan intranuklear inklusi

(Lipshutz inclusion bodies). Sel-sel yang terinfeksi dapat menunjukkan sel

yang membesar menyerupai balon (balloning) dan ditemukan fusi.

2. Kultur virus

Sampel berasal dari cairan vesikel pada lesi (+) untuk HSV adalah cara

yang paling baik karena paling sensitif dan spesifik dibanding dengan

cara-cara lain. HSV dapat berkembang dalam 2-3 hari. Jika tes ini (+),

14

Page 15: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 15/26

 

hampir 100% akurat, khususnya jika cairan virus dalam sel ditunjukkan

dengan terjadinya granulasi sitoplasmik, degenerasi balon dan sel raksasa

 berinti banyak. Sejak virus sulit untuk berkembang, hasil tesnya sering (-).

 Namun cara ini memiliki kekurangan karena waktu pemeriksaan yang

lama dan biaya yang mahal.

3. Mikroskop elektron

Mikroskop elektron tidak sensitif mendeteksi HSV, kecuali pada kasus

dengan cairan pada vesikel mengandung 108 atau lebih partikel per 

millimeter.

4. Pemeriksaan antigen langsung

Sel-sel dari spesimen dimasukkan dalam aseton yang dibekukan. Tapi

yang lebih sensitif adalah dengan menggunakan cahay elektron (90%

sensitif, 90% spesifik) tetapi tidak dapat dicocokkan dengan kultur virus.

5. Serologi

Menggunakan Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (ELISAs) dan HSV-

II serologic assay, immunofluoresensi, immunoperoksidasi dapat

mendeteksi antibodi yang melawan virus. Tes ini dilakukan secara

imunologik memakai antibodi poliklonal atau monoklonal. Deteksi antigen

secara langsung dari spesimen sangat potensial, cepat dan dapat

merupakan deteksi paling awal pada infeksi HSV. Pemeriksaan

imunoperoksidase tak langsung dan imunofluoresensi langsung memakai

antibodi poliklonal memberikan kemungkinan hasil positif palsu dan

negatif palsu. Dengan memakai antibodi monoklonal pada pemeriksaan

imunofluoresensi, dapat ditentukan tipe virus. Pemeriksaan antibodi

monoklonal dengan cara mikroskopik imunofluoresein tidak langsung dai

kerokan lesi, sensitifitasnya 78% - 88%. Pemeriksaan dengan cara ELISA

adalah pemeriksaan untuk menemukan antigen HSV. Pemeriksaan ini

sensitifitasnya 95% dan sangat spesifik, tapi dapat berkurang jika

spesimen tidak segera diperiksa. Tes ini memerlukan waktu 4,5 jam. Tes

ini juga dapat dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap HSV dalam

serum penderita. Tes ELISA ini merupakan tes alternatif yang terbaik di

15

Page 16: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 16/26

 

samping kultur karena mempunyai beberapa keuntungan seperti hasilnya

cepat dibaca, dan tidak memerlukan tenaga ahli.

6. Deteksi DNA HSV

Menggunakan PCR dari cairan vesikel. Cairan vesikel mengandung sel

manusia dan partikel virus. PCR adalah teknik yang mendeteksi jumlah

kecil dari DNA dan dapat menginformasikan bahwa virus herpes terdapat

 pada vesikel.

7. Kultur Virus

Pada percobaabn Tzank dengan pewarnaan Giemsa atau Wright, dapat

ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear. Tes

Tzank dari lesi kulit dapat menunjukkan hasil yang konsisten dengan

infeksi herpes virus.

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Tabel 1. Perbedaan antara Keratitis Herpes Simpleks dan Herpes Varisella Zoster 

Herpes Simpleks Virus Herpes Zoster Virus

Distribusi dermatom Lengkap Lengkap

Sakit Sedang Parah

Morfologi dendrit Ulserasi sentral dengan

lampu terminal; geografis

dihadapan kortikosteroid

Kecil tanpa ulserasi pusat

atau lampu terminal; plak 

lendir dendritiform terjadi

kemudian

16

Page 17: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 17/26

 

Kulit bekas luka Tidak ada Umum

Post herpetic neuralgia Tidak ada Umum

Atrofi iris Setengah-setengah sektoral

Keterlibatan bilateral Luar biasa Tidak ada

Keratitis epitel berulang Umum Jarang

Hipostesia kornea Sektoral atau menyebar Bisa berat

2.9 PENATALAKSANAAN

Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus

didalam kornea, sambil memperkecil replikasi efek merusak akibat respon radang.

1. Debridement

Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial,

karena virus berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban

antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea,

namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan

aplikator berujung kapas khusus. Yodium atau eter topikal tidak banyak 

manfaat dan dapat menimbulkan keratitis kimiawi.

Obat siklopegik seperti atropi 1 % atau homatropin5% diteteskan

kedalam sakus konjugtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien hars

diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh

umumnyadala 72 jam. Pengobatan tabahan dengan anti virus tpikal

mempercepat pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel

 pada keratitis epitel memberi keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun

ada kemungkinan pasien menghadapi berbagai keracunan obat.

2. Terapi obat

A. Anti virus topikal

• Idoxuridine

Sering digunakan untuk infeksi pada epitel kornea. Infeksi yangditandai dengan timbulnya gambaran dendritik lebih memberikan

17

Page 18: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 18/26

 

respon yang baik dengan menggunakan obat ini daripada infeksi pada

stroma. Idoxuridine merupakan analog dari thymidine. Obat ini

menghambat sintesis DNA virus dan manusia, sehingga toksik untuk 

epitel normal dan tidak boleh digunakan lebih dari 2 minggu. Terdapat

dalam larutan1% dan diberikan setiap jam. Salep 0,5% diberikan setiap

4 jam. Resistensi terhadap obat ini dilaporkan terdapat pada 1,5 – 4%

kasus. Obat ini sering menimbulkan efek samping antara lain keratitis

  pungtata, dermatitis kontakta, konjungtivitis folikularis, dan oklusi

 pungtum lakrimalis.

• Vidarabine

Suatu turunan dari adenin yang cara kerjanya dengan menghambat

sintesis DNA virus pada tahap awal. Hanya terdapat dalam bentuk 

salep 3% yang diberikan lima kali sehari. Apabila tidak ada tanda

  perbaikan setelah 7 hari pemakaian atau dalam 21 hari proses

reepitelisasi tidak sempurna maka pertimbangkan untuk memakai obat

lain.

• Trifluridine

Merupakan analog dari thymidine, menghambat DNA polymerase

virus. Trifluridine dapat berpenetrasi dengan baik melalui kornea dan

lebih manjur ( tingkat kesembuhan 95% dibandingkan dengan obat

topikal yang lain. Obat ini jauh lebih efektif untuk penyakit stroma

daripada yang lain. Terdapat dalam larutan 1% diberikan setiap 4 jam.

Apabila tidak ada respon setelah 7 – 14 hari pemakaian obat ini makadapat dipertimbangkan untuk menggunakan obat lain. Seperti

Idoxuridine, obat ini sering menimbulkan reaksi toksik.

• Acyclovir 

Obat ini merupakan derivat guanin. Di dalam sel yang terinfeksi

virus herpes, acyclovir mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir – trifosfat, 30 – 100 kali lebih cepat dari pada di dalam sel

18

Page 19: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 19/26

 

yang tidak terinfeksi. Acyclovir trifosfat bekerja sebagai penghambat

dan sebagai substrat dari herpes secified DNA polymerase sehigga

mencegah sintesis DNA dari virus lebih lanjut tapa mempengaruhi

 proses sel yang normal.

Acyclovir oral ada manfaatnya utuk pengobatan penyakit herpes

mata berat, khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap

 penyakit herpes mata dan kulit agresif ( aczema herpeticum ). Terdapat

dalam betuk tablet 400mg 5x/hari per oral, dan topikal dalam bentuk 

salep 3 % yang diberikan tiap 4jam. Sama efektifnya dengan antivirus

lain akan tetapi dengan efek samping yang minimal.

Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif untuk penyakit stroma dari

 pada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering kali menimbulkan reaksi

toxik. Acyclovir oral ada manfaatnya untuk pengobatan penyakit herpes mata

 berat, khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata

dan kulit agresif (eczema herpeticum). Study multicenter terhadap efektivitas

acyclovir untuk pengobatan keratouveitis herpes simpleks dan pencegahan

 penyakit rekurens kini sedang dilaksanakan (herpes eye disease study).

B. KORTIKOSTEROID

Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila

terbatas pada epitel kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan

 parut minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu,

  bahkan berpotensi sangat merusak. Kortikosteroid topikal dapat juga

mempermudah perlunakan kornea, yang meningkatkan risiko perporasi

kornea. Jika memang perlu memakai kortikosteroid topikal karena hebatnya

respon peradangan, penting sekali ditambahkan obat anti virus

secuukupnya untuk mengendalikan replikasi virus.

3. Bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi

 penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya

dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah,

19

Page 20: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 20/26

 

infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid

topikal yang diperlukanuntuk mencegah penolakantransplantasi kornea. Juga

sulit dibedakan penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens.

Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi

  bakteri atau fungi mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat.

Pelekat jaringan sianokrilat dapat dipakai secara efektif untuk menutup perfosi

kecil dan graft “petak” lamelar berhasil baik pada kasus tertentu. Keratoplasi

lamelar memiliki keuntungan dibanding keratoplasti penetrans karena lebih

kecil kemungkinan terjadi penilakan transparant. Lensa kontak lunak untuk 

terapi atau mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat

 pada keratitis herpes simplek.

4. Pengendalian infeksi keratitis herpes simpleks berulang

Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira – kira sepertiga

kasus dalam 2 tahun serangan pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme

 pemicunya. Setelah dengan teliti mewawancarai pasien. Begitu ditemukan,

 pemicu itu dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai untuk mencegah demam,

  pajanan berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar UV dapat dihindari.

Keadaan – keadaan yang dapat menimbulkan strea psikis dapat dikurangi. Dan

aspirin dapat diminum sebelum menstruasi.

2.10 KOMPLIKASI

HSV mempengaruhi semua lapisan kornea. Epitelisasi dipengaruhi

oleh pengobatan antiviral topikal yang berkepanjangan, dan tingkat keparahan

dan durasi secara langsung berkaitan dengan durasi penggunaan antivirus.

Toksisitas topikal antivirus paling sering muncul sebagai diffuse punctata

dengan injeksi konjugtiva. Keratopati neurotropic dapat berkembang pada

  pasien dengan infeksi herpes sebelumnya. Erosi punctata epitelial, tampak 

  pada pewarnaan flouresin, pada keadaan yang lebih kronis tampak pula

generasi epitel dan ulkus neurotropik yang merupakan ciri keratopatineurotropik. Ulkus ini dapat dibedakan dari keratitis epitel herpetik dan

20

Page 21: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 21/26

 

relative tidak berubah dengan pewarnaan. Ulkus neurotropik biasanya bulat

atau oval dan terletak di kornea pusat atau lebih rendah.

Keratitis disiform berat atau lama dapat mengakibatkan keratopati

 bulosa persisten. Peradangan stroma pada umumnya, apakah intersisial atau

nekrosis, umumnya mengarah ke jaringan parut kornea permanen dan

astigmatisme irregular. Baik jaringan parut dan astigmatisme dapat diperbaiki

dengan berjalannya waktu pada beberapa pasien. Pemakaian lensa kontak 

 biasanya meningkatkan ketajaman penglihatan.

2.11 PROGNOSIS

Bila diobati sedini mungkin dan dengan pengobatan yang baik maka

  prognosisnya akan baik. Penyakit ini dapat kambuh kembali, bila terdapat

 bermacam-macam trigger mechanism seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya. Antibodi yang terbentuk dalam tubuh tidak mencegah adanya

kekambuhan, hanya mengubah manifestasi di kulit dan konjugtiva, namun

tidak dikornea. Tidak ada obat yang dapat mematikan virus dengan tuntas,

sehingga kekambuhan dapat terjadi berulang-ulang.

BAB III

KESIMPULAN

Keratitis Herpes Simpleks adalah peradangan kornea akibat infeksi  Herpes

Simpleks Virus (HSV). Ada dua tipe virus herpes simpleks berdasarkan perbedaan

antigenik dan perbedaan sitopatologi yang timbul pada jaringan, yaitu HSV tipe 1

(HSV-1) dan HSV tipe 2 (HSV-2). Infeksi HSV pada kornea lebih banyak disebabkan

oleh HSV-1 (penyebab herpes labialis), tetapi beberapa kasus pada bayi dan dewasa

disebabkan oleh HSV-2. Keratitis herpes simpleks berdasarkan mekanisme kerjanya

dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal. Sedangkan berdasarkan akibat

21

Page 22: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 22/26

 

infeksinya dapat dibedakan atas 2 bentuk, yaitu infeksi primer dan infeksi rekuren

(kekambuhan).

Gejala klinis yang dapat ditimbulkan pada herpes simplek primer yaitu

 blefarokonjungtivitis vesicular (jarang) dan biasa terjadi pada anak-anak yang dapat

sembuh sendiri. Serangan keratitis herpes jenis rekurens umumnya dipicu oleh

demam, pajanan sinar yang berlebihan terhadap cahaya sinar UV, trauma, stress

  psikis, awal menstruasi, atau keadaan imunosupresi lokal atau sistemik lainnya.

Umumnya unilateral, namun lesi bilateral dapat terjadi dengan gejala iritasi, fotofobia,

mata berair. Bila kornea bagian sentral terkena akan terjadi sedikit gangguan

  penglihatan. Lesi yang khas pada keratitis herpes simpleks yaitu ulkus dendritik.

Selain itu juga terdapat lesi yang lain berupa ulkus geografik, keratits trofik, keratitis

disiformis dan keratitis nekrotik (infiltratif).

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan uji flouresin dan uji sensibilitas

kornea. Sedangkan pemeriksaan penunjangnya dengan menggunakan kultur virus dan

PCR. Penatalaksanaan keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi

virus didalam kornea, serta memperkecil replikasi efek merusak akibat respon radang.

Terapinya mencakup debridemenet, obat (antivirus dan kortikosteroid), bedah dan

  pengendalian infeksi keratitis herpes simpleks berulang. Komplikasi dari keratitis

herpes simpleks dapat berupa keratopati neurotropik, keratopati bulosa persisten,

  jaringan parut kornea permanen dan astigmatisme irregular. Bila diobati sedini

mungkin maka prognosis yang dihasilkan akan baik. Penyakit ini dapat kambuh

kembali jika terdapat trigger mechanism. Tidak ada obat yang dapat mematikan virus

secara tuntas, sehingga kekambuhan dapat terjadi. Antibodi yang telah terbentuk tidak 

mencegah kekambuhan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. Hal 150-151.

2. James, Bruce, et al. 2003.  Lecture Note On Ophtalmology, 9th Edition. USA:

Blackwell Publishing. Page 71-74.

3. Jay, Woody Robert.   Eye Herpes (Herpes Simplex Keratitis). American

Academy Of Ophtalmology. Available at October 15 2011.

http://www.emedicinehealth.com/eyeherpes/article em.htm

22

Page 23: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 23/26

 

4. Vaughan & Asbury. General Ophtalmology, 17 th Edition. Mc Graw-Hill.

London: 2007.

5. Melvin, I Roat MD. Herpes Simplex Keratitis. Available at October 15 2011.

http//www.merckmanuals.com/professional/sec09/ch102d.html6. Vaughan, Daniel G, Asbury Tylor, dkk. 2000. Oftalmologi Umum, Edisi 14.

Jakarta: Widya Medika. Hal: 131-134.

7. Ilyas, Sidarta. 2008. Sari   Ilmu Penyakit Mata, Edisi keempat . Jakarta: Balai

Penerbit FKUI. Hal: 46-48.

8. Douglas J Coster. 2002. Fundamental of Clinical Ophtalmology- Cornea. BMJ

Books. Tavistock Square, London. Page 102-107.

9. Mansjoer, Arif M. 2001.   Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI. Hal: 56

10. American Academy of Ophthalmology.   Externa disease and cornea, San

Fransisco 2006-2007 : 8-12, 157-60.

11. Ilyas, Sidarta. 2003.   Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Penyakit Mata.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

REFERAT

23

Page 24: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 24/26

 

Pembimbing :

Dr. Wawin Wilman, Sp.M

Dr. Juniani

Disusun Oleh :

Shaza Fadhilah

1102005242

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MATA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARJAWINANGUN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 17 OKTOBER 2011 – 19 NOVEMBER 2011

24

Page 25: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 25/26

 

25

Page 26: REFRAT mata shaza

5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 26/26

 

26