psikologi aliran behaviorisme

58
PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME 1.1. Konsep Behaviorisme 1.1.1. Pengertian Teori Behaviorisme Psikologi Behaviorisme adalah ilmu psikologi yang mempelajari tentang tingkah laku manusia. Sistem psikologi behaviorisme ini merupakan transisi dari system sebelumnya. Psikologi Behaviorisme memakna psikologi sebagai studi tentang prilaku dan system ini mendapat dukungan kuat dalam perkembangannya di abad ke-20 di Amerika Serikat. Dalam pandangannya, perilaku yang dapat diamati dan kuantifikasi memiliki maknanya sendiri, bukan hanya berfungsi sebagai perwujudan peristiwa-peristiwa mental yang mendasarinya. Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons organisme terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan

Upload: anitadwi

Post on 01-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

BEHAVIORISME

TRANSCRIPT

PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME1.1. Konsep Behaviorisme

1.1.1. Pengertian Teori BehaviorismePsikologi Behaviorisme adalah ilmu psikologi yang mempelajari tentang tingkah laku manusia. Sistem psikologi behaviorisme ini merupakan transisi dari system sebelumnya. Psikologi Behaviorisme memakna psikologi sebagai studi tentang prilaku dan system ini mendapat dukungan kuat dalam perkembangannya di abad ke-20 di Amerika Serikat. Dalam pandangannya, perilaku yang dapat diamati dan kuantifikasi memiliki maknanya sendiri, bukan hanya berfungsi sebagai perwujudan peristiwa-peristiwa mental yang mendasarinya.Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons organisme terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek danmanajemenkelas. Adaahli yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep manusia mesin (Homo Mechanicus).1.1.2. Latar Belakang Munculnya Behaviorisme

Awal mula adanya Psikologi Behaviorisme yaitu pada abad ke-20 di Amerika. Dan gerakan ini secara formal diawali oleh seorang psikolog Amerika bernama John Broadus Watson (1878-1958)dengan makalahnya berjudul Psychology as the Behaviorist Views It dan dipublikasikan pada tahun 1913. Watson mengusulkan peralihan dari pemikiran radikal yang membahas perkembangan psikologi berdasarkan kesadaran dan proses mental. Watson mendukung perilaku tampak yang dapat diamati sebagai satu-satunya subjek pembahasan yang masuk akal bagi ilmu pengetahuan psikologi. Sistem Watson yang memfokuskan pada kemampuan adaptasi perilaku terhadap stimuli lingkungan, menawarkan ilmu psikologi yang positif dan objektif dan pada tahun 1930 behaviorisme menjadi sistem dominan dalam psikologi Amerika.Psikologi behaviorisme sebagai disiplin empiris yang mempelajari perilaku sebagai adaptasi terhadap stimuli lingkungan. Inti utama behaviorisme adalah bahwa organisme mempelajari adaptasi perilaku dan pembelajaran tersebut dikendalikan oleh prinsip-prinsip asosiasi. Pendekatan empiris berdasarkan pengkajian asosiasi dalam psikologi behavioristic yang secara umum mengikuti pendapat para filsuf Inggris dan juga konsep locke tentang kepasifan mental yang bermakna bahwa isi pikiran bergantung pada lingkungan.Psikologi behaviorismejuga berfundamental pada refleksiologi. Meskipun penelitian tentang perolehan refleks dilakukan sebelum diterbitkannya tulisan-tulisan Watson, karena penelitian ini sebagian besar dilakukan oleh peneliti berkebangsaan Rusia seperti Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936). Tetapi kelompok ilmuwanRusia tersebut memberikan dampak besar bagi behaviorisme setelah publikasi tulisan-tulisan Watson dan berperan sebagai kekuatan untuk memperluas formulasi aslinya.

1.1.3. Ciri Dari Teori Belajar BehaviorismeUntuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yaitu :1. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)2. Mementingkan bagian-bagian daripada keseluruhan (elentaristis)3. Mementingkan peranan reaksi atau respon (psikomotor)4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu6. Mementingkan pembentukan kebiasaan.7. Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan mencoba dan gagal (trial and error).Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimanareinforcementdanpunishmentmenjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran sepertiTeaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi atau dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.1.1.4. Prinsip dalam Teori Belajar Behaviorisme1. Reinforcement and PunishmentReinforcement dan Punishmentmerupakan perlakuan pendidik kepada anak didiknya. reinforcement dan punishment juga merupakan strategi untuk mengajar dan mendidik siswa.Reinforcementdalam dunia pendidikan anak diartikan sebagai penghargaan yang diharapkan bisa meningkatkan sikap dan perkembangan positif pada anak didik. Biasanya reinforcement berupa hadiah dan pujian. Berikut adalah contohnya:Hadiah kejutan untuk kesuksesan ulangan harian.Misalnya, anda adalah seorang ibu atau ayah yang sedang menjemput pulang anak anda. Di dalam perjalanan pulang atau boleh juga pada saat tiba di rumah, tanyakan pada anak anda apakah hari ini ada ulangan atau tidak, jika ada ulangan bagaimana hasilnya. misalnya anak anda mendapatkan nilai 8 atau 9, maka ajaklah anak anda untuk merayakan keberhasilannya mencapai nilai tersebut. Langkah ini telah terbukti mampu memacu semangat belajar siswa, maka di sinilah terjadi reinforcement. perlu diketahui bahwa untuk melakukan reinforcement tidak harus menunggu anak mendapatkan nilai 8 atau 9, namun berapapun nilainya, orang tua harus mensupport anak didik.Ada beberapa wujud reinforcement yang sering dilakukan oleh pendidik. Pertama, reinforcement perayaan keberhasilan dengan memberikan hadiah berupa makanan, kedua, berupa ucapan selamat, dan ketiga berupa hadiah yang lain seperti menonton film kesukaannya, pergi piknik dan sebagainya.Punishment atau hukumanbukan hal yang baru lagi dalam dunia pendidikan. hukuman sudah terlalu mengakar tunggang dalam benak para pendidik dari jaman pendidikan yang penuh kekerasan hingga sekarang yang meskipun sudah di sana sini digembar gemborkan penghapusan kekerasan pada siswa tetap saja hukuman yang tidak membangun baik berupa kekerasan dan lainnya diterapkan dalam proses pembelajaran dan pendidikan.Contoh dari bentuk punishment yang tidak membangun banyak sekali ditemukan di sekolah, sebut saja siswa kena strap, harus berdiri dibawah tiang bendera. hukuman seperti demikian itu sama sekali tidak membangun. mestinya, ketika siswa melakukan sebuah pelanggaran, hukumlah mereka dengan sesuatu yang justru memberikan manfaat yang positif bagi mereka, misalnya dengan menghafalkan kosa kata bahasa inggris dengan jumlah tertentu dan masih banyak hukuman lainnya yang jauh lebih memberikan kontribusi positif.

2. Primary and Secondary ReinforcementReinforcement primerhampir selalu nyata. Mereka biasanya terdiri dari sesuatu yang anak bisa memegang atau merasa tapi mereka selalu melibatkan keinginan langsung. Contohnya termasuk bola favorit, terowongan, mainan, video, atau hal-hal lain yang membangkitkan indra seperti gelembung, menggelitik, pelukan atau meremas, tekstur, atau musik. Salah satu penguat utama yang paling mendasar adalah makanan. Makanan bisa menjadi penguat bahkan ketika anak Anda tidak lapar, jika camilan yang disukai. Strategi ini adalah untuk hanya memberikan jumlah yang sangat kecil dari makanan setelah menetapkan jumlah tanggapan sukses atau tugas. Camilan favorit bisa pergi sepanjang jalan jika dikelola dengan tepat. Hal ini juga penting untuk tidak membiarkan hal itu camilan atau objek menjadi terlalu memanjakan.Reinforcement sekunder, sebagaimana disebutkan di atas dipelajari. Mereka intrinsik dan bermanfaat pada tingkat internal, memberikan siswa perasaan atau anticiaption sesuatu yang mereka akhirnya bergaul dengan suatu kegiatan. Sebagai contoh, pembacaan cerita pengantar tidur dapat dikaitkan dengan perasaan mengantuk jika selalu membaca pada sekitar waktu yang sama, di tempat tidur, sebelum tidur. Beberapa contoh lain dari penguatan sekunder meliputi pujian verbal, tersenyum, token, thumbs up, dan bertepuk tangan. Untuk siswa yang khas, pujian lisan biasanya cukup. Anak-anak menyadari bahwa mereka melakukan sesuatu yang baik ketika mereka mendapatkan kegembiraan dan senyum dari orang dewasa atau teman sebaya di sekitar mereka. Dengan anak-anak yang kekurangan empati sosial dan kemampuan untuk berhubungan dengan perasaan orang lain, pujian lisan ini perlu dipasangkan dengan sesuatu yang lain. Jika anak suka dipeluk atau diperas, Anda mungkin ingin memasangkan pujian lisan dengan pelukan besar untuk menciptakan yang baik, perasaan hangat.

3. Schedules of ReinforcementJadwal penguatanadalah aturan yang tepat yang digunakan untuk menyajikan (atau menghapus) reinforcement (atau punishment) mengikuti perilaku operant tertentu. Aturan-aturan ini didefinisikan dalam hal waktu dan / atau jumlah tanggapan yang diperlukan dalam rangka untuk menyajikan (atau menghapus) sebuah penguat (atau Punisher). Jadwal yang berbeda jadwal penguatan menghasilkan efek berbeda pada perilaku instrumental.

4. Contingency ManagementManajemen kontingensiataupenggunaan sistematis Penguatanadalah jenis perawatan yang digunakan di bidang kesehatan atau penyalahgunaan zat mental. Perilaku pasien dihargai (atau, lebih jarang, dihukum), umumnya, kepatuhan terhadap atau kegagalan untuk mematuhi aturan program dan peraturan atau rencana pengobatan mereka. Sebagai pendekatan untuk pengobatan, manajemen kontingensi muncul dariterapi perilakudanditerapkan analisis perilakutradisi dalam kesehatan mental. Dengan sebagian besar evaluasi, prosedur manajemen kontingensi memproduksi salah satu efek ukuran terbesar dari semua kesehatan mental dan intervensi pendidikan.5. Stimulus Control in Operant LearningKontrol stimulusdikatakan terjadi ketika organisme berperilaku dalam satu cara dengan adanya stimulus yang diberikan dan cara lain dalam ketiadaan. Misalnya, adanya tanda berhenti meningkatkan kemungkinan bahwa "pengereman" perilaku akan terjadi. Biasanya perilaku tersebut disebabkan olehmemperkuatperilaku di hadapan satu stimulus dan menghilangkan penguatan dengan adanya stimulus lain. Banyak teori percaya bahwa semua perilaku berada di bawah beberapa bentuk kontrol stimulus.perilaku verbaladalah berbagai rumit perilaku dengan berbagai rangsangan pengendali.Kekurangan pendekatan behaviorisme

Kekurangan dari pendekatan behavioristik adalah ; kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulatif dan mengabaikan hubungan antar pribadi, lebih terkonsentrasi kepada teknik, seringkali pemilihan tujuan ditentukan oleh konselor, konstruk belajar yang dikembangkan dan digunakan tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan belajar dan hanya dipandang sebagai suatu hipotesis yang harus di tes, serta perubahan pada konseli hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku lain.

Kritik terhadap Terapi Behavior

Corey (2005) memberikan kritik terahadap terapi behavior, yaitu :

1. Terapi behavior hanya mengubah perilaku bukan mengubah perasaan2. Terapi behavior gagal menghubungkan faktor-faktor penting dalam terapi/konseling3. Terapi behavior tidak memberikan proses pemahaman4. Terapi behavior berusaha menghilangkan simptom daripada mencari penyebab5. Terapi behavior dikontrol dan dimanipulasi oleh terapis. 1.2. Tokoh-tokoh Behaviorisme

1.2.1Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)

Ivan Petrovich Pavlov lahir pada tanggal 14 September 1849 dan wafat pada Februari 1936. Ivan Petrovich Pavlov adalah tokoh psikologi Rusia yang mempelopori aliran behaviorisme, terutama untuk karyanya dalampengkondisian klasik. Dari masa-masa kecilnya Pavlov menunjukkan tingkat intelektual yang cemerlang dan memiliki energi yang luar biasa yang ia sebut sebagai "Naluri untuk Penelitian". Behaviorisme merupakan aliran dalam psikologi yang timbul sebagai perkembangan dari psikologi pada umumnya. Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti psikologi secara obyektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran merupakan hal yang dubious, sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung, secara nyata.Menurut Pavlov, aktivitas organisme dapat dibedakan atas:1) Aktivitas yang bersifat reflektif, yaitu aktivitas organisme yang tidak disadari oleh organisme yang bersangkutan. Organisme membuat respon tanpa disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.2) Aktivitas yang disadari, yaitu aktivitas atas kesadaran organisme yang bersangkutan. Aktivitas ini merupakan respon atas dasar kemauan sebagai suatu reaksi terhadap rangsangan yang diberikan. Rangsangan yang diterima oleh organisme akan diteruskan ke pusat kesadaran, baru kemudian memberikan respon. Dengan demikian aktivitas yang disadari memiliki jalur yang lebih panjang daripada aktivitas yang bersifat reflektif.

Berkaitan dengan hal itu, Pavlov sangat memusatkan perhatiannya pada masalah refleks, karena itu pula, psikologi Pavlov sering disebut sebagai psikologi refleks atau psychoreflexology.

Pavlov kurang setuju dengan metode instropektif dalam psikologi, karena menurut Pavlov, metode instropektif tidak dapat diukur secara obyektif. Pavlov memiliki pemikiran objective psychology, sehingga ia mendasarkan eksperimentalnya pada observed fact yaitu pada keadaan yang benar-benar dapat diobservasi. Eksperimental Pavlov berkontribusi pada pembelajaran, misalnya pada pembentukan kebiasaan (habit formation).

Konsep Pavlov yang terkenal adalah "respon berkondisi/ conditioned response (yang oleh dirinya sendiri disebut sebagai refleks bersyarat) pada tahun 1901. Dia melakukan eksperimental pada kontrol salivasi pada anjing.Menurut Pavlov, apabila anjing lapar dan melihat makanan, kemudian mengeluarkan air liur, hal ini merupakan respon alami, yang bersifat reflektif dan disebut sebagai respon yang tidak berkondisi (unconditioned response). Demikian halnya dengan anjing apabila mendengar suara bel maka akan menggerakkan telinganya. Pavlov memiliki pemikiran apakah anjing dapat mengeluarkan liur jika mendengarkan bel. Kemudian hal ini dijadikan penelitian eksperimental yang memberikan kesimpulan bahwa perilaku tersebut dapat dibentuk dengan cara memberikan stimulus yang berkondisi (conditioned stimulus) berbarengan atau sebelum diberikan stimulus alami (unconditioned stimulus) secara berulang, sehingga pada akhirnya akan terbentuk respons berkondisi (conditioned response). Respon ini pun dapat dikembalikan dengan memberikan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa disertai stimulus alami sebagai reinforcement, sehingga pada akhirnya anjing tidak mengeluarkan air liur apabila mendengar bunyi bel. Keadaan ini disebut sebagai experimental extinction. Tetapi apabila dalam kondisi tersebut sekali waktu diberikan stimulus alami sebagai reinforcement, maka respons berkondisi dapat terbentuk secara cepat, hal ini yang disebut sebagai spontaneous recovery.Karya Pavlov dikenal di Barat, terutama melalui tulisan-tulisanJohn B. Watson, gagasan "conditioning" sebagai bentuk otomatis belajar menjadi konsep kunci dalam spesialisasi pengembanganpsikologi komparatif, dan pendekatan umum untuk psikologi yang mendasari itu,behaviorisme.Pavlov sering diklasifikasikan ke dalam behavioris yang asosiatif.

Karya Pavlov dengan pengkondisian klasik adalah pengaruh yang sangat besar untuk bagaimana manusia memandang diri mereka sendiri, perilaku dan pembelajaran mereka. Penelitian Pavlov pada refleks bersyarat sangat dipengaruhi tidak hanya ilmu pengetahuan, tetapi juga budaya populer.The Pavlov Institut Fisiologi Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia didirikan oleh Pavlov pada tahun 1925 dan dinamai menurut namanya setelah kematiannya.

1.2.2Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Thorndike dilahirkan di Williamsburg pada tahun 1874. Thorndike merupakan tokoh yang mengadakan penelitian mengenai animal psychology. Kemudian penelitiannya ini dijadikan disertasi doktornya dengan judul Animal Intelligence: An Experimental Study of Associative Processes in Animal, yang diterbitkan tahun 1911 dengan judu Animal Intelligence. Dalam bukunya inilah tercermin ide-ide fundamental Thorndike, termasuk pula teori tentang belajar.Menurut Thorndike, asosiasi antara sense of impression dan impuls of action, disebut sebagai koneksi (connection), yaitu usaha untuk menggabungkan antara kejadian sensoris dan perilaku. Thorndike menitikberatkan pada aspek fungsional dari perilau, yaitu bahwa proses mental dan perilaku berkaitan dengan penyesuaian diri organisme tersebut terhadap lingkungannya. Karena itu Thorndike diklasifikasikan ke dalam behavioris yang fungsional.

Menurut Thorndike, dasar dari belajar adalah trial and error (atau disebutnya sebagai learning by selecting and connnecting). Dari eksperimennya, Thorndike mengajukan adanya tiga macam hukum yang sering dikenal dengan hukum primer dalam hal belajar, yaitu:

1) Hukum kesiapan (the law of readiness)

Menurut Thorndike, belajar yang baik harus ada kesiapan dari organisme yang bersangkutan. Hasil belajar ditentukan juga dari kesiapan, jika dijabarkan secara terperinci, maka:

a. Apabila organisme memilki kesiapan belajar, dan organisme tersebut dapat melaksanakan aktivitas tersebut, maka akan muncul sebuah kepuasan.b. Apabila organisme memilki kesiapan belajar, namun organisme tersebut tidak dapat melaksanakan aktivitas tersebut, maka akan muncul kekecewaan atau frustasic. Apabila organisme tidak memilki kesiapan belajar tetapi dipaksa untuk melakukan aktivitas tersebut, maka akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.

2) Hukum latihan (the law of exercise)

Thorndike mengemukakan adanya dua aspek dalam hukum latihan, yaitu

a. The law of use

Dalam hukum ini dijelaskan bahwa dengan latihan, hubungan antara stimulus dengan respon akan menjadi kuat

b. The law of disuse

Dinyatakan bahwa hubungan antara stimulus dengan respon akan menjadi lemah jika tidak ada latihan.

3) Hukum efek (the law of effect)

Hukum ini menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon juga dipengaruhi oleh efek yang ditimbulkan. Hubungan keduanya akan menjadi kuat, jika stimulus memberikan hasil yang menyenangkan/ membawa reward. Demikian sebaliknya apabila stimulus memberikan hasil yang tidak menyenangkan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan melemah.

Pada tahun 1929 di International Congress of Psychology di New Heaven, Thorndike mengadakan revisi terhadap hukum yang ia kemukakan sebelumnya. Aspek yang direvisi adalah berkaitan dengan hukum latihan dan hukum efek. Menurut pandangan Thorndike yang baru, bahwa untuk memperkuat hubungan stimulus dan respon, tidak semata-mata dengan adanya pengulanagan/ latihan saja. Namun ia tetap mempertahankan bahwa latihan mengakibatkan adanya kemajuan, tetapi tidak berarti bahwa tidak ada latihan akan menyebabkan kelupaan, hubungan tidak simetris. Sedangkan pada hukum efek, Thorndike berpendapat bahwa reward akan meningkatkan kekuatan hubungan antara stimulus dan respon, namun punishment belum tentu mengakibatkan menurunnya hubungan stimulus respon. Karena itu reward dan punishment tidak menunjukkan efek yang simetris.

Hukum yang dikemukakan Thorndike merupakan hukum belajar yang masih digunakan hingga saat ini. Adanya revisi yang pernah dilakukan Thorndike, menyebabkan teori ini dikenal dengan teori sebelum tahun 1930 dan teori setelah tahun 1930.

1.2.3John Broadus Watson (1878-1958)

J.B. Watson lahir di Greenville pada tanggal 9 Januari 1878 dan meninggal pada tanggal 25 September 1958 di New York. Universitas Furman merupakan tempat pertama kali Watson masuk dalam dunia akdemis. Perkenalan pertama Watson dengan psikologi melalui mata kuliah Introspeksi, menyusul filsafat dan behaviorisme. Kemudian Watson melanjutkan pendidikannya di University of Chicago. Watson mulai memustakan perhatian pada psikologi eksperimental Karya pertama dari Watson dituangkan dalam makalah terkenal yang diterbitkan di jurnal psikologi ternama, Psychological Review, pada 1913. Selanjutnya Watson aktif dalam penyampaian kuliah umum dan menerbitkan buku Watsons Behavior pada 1914. Menurut Watson, penekanan ilmu psikologi adalah pada perilaku yang tampak (observable) dan menolak penggunaan instrospeksi (mengobservasi kondisi mental seseorang) sebagai metode penelitian. Introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya karena psikologi merupakan suatu ilmu, datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson berpendapat bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku) menjadikan psikologi menjadi ilmu yang obyektif.

Watson terkenal dengan teorinya yang disebut Watson Behaviorism (Behaviorisme Watson). Watson mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang tingkah laku. Sasaran behaviorisme adalah kemampuan meramalkan reaksi melalui pengenalan kondisi lingkungan dan sebaliknya juga mengenali reaksi agar dapat meramalkan kondisi lingkungan yang mendahuluinya. Watson mencatat empat metode khusu yang dapat digunakan oleh para behavioris dalam penyelidikan mereka, yakni :

1) Observasi dengan atau tanpa kontrol instrument

2) Metode refleks bersyarat yang dikembangkan oleh Pavlov

3) Metode laporan lisan/verbal

4) Metode testing

(Naisaban, 2004)

Watson menolak konsep sebelumnya dimana pikiran menjadi subyek dalam psikologi. Menurut pedapatnya, perilaku pelaku yang menjadi sunjek psikologi. Perilaku yang observable atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan bebrabagi cara baik pada aktivitas manusia maupun hewan.

Menurut pendapat Watson, tiga prinsip dalam aliran behaviorisme yakni :

1) Menekankan respon terkondisi sebagai elemen pembangun pelaku. Kondisi merupakan lingkungan eksternal yang ada dalam kehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang ada disekitar manusia dan hewan.

2) Perilaku merupakan elemen yang dapat diobservasi dan dapat dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan, dengan demikian perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan dapat berasal dari pengalaman baik masa lalu ataupun yang baru terjadi, fisik, maupun social. Lingkungan nantinya akan memberikan contoh yang akan dipelajari oleh individu tersebut.

3) Pusat perhatian aliran behaviorisme ada pada perilaku hewan. Pada dasarnya perilaku manusia dan hewan dianggap sama, sehingga observasi terhadap perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

(Atkinson & Rita, 1999)

1.2.4Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)

Burrhus Frederic Skinner lahir pada tanggal 20 Maret 1904 dan wafat pada 18 Agustus 1990. Ia adalah seorang psikologi Amerika,tokoh behaviorisme, penulis, penemu, danfilsuf sosial.Ia aktif menulis dan telah menerbitkan 21 judul buku dan 180 artikel. Bukunya yang berjudul The Behaviour of Organism yang diterbitkan dalam tahun 1938 memberikan dasar dari sistemnya. Sedangkan bukunya pada tahun 1953 yang berjudul Science and Human Behavior Psychology merupakan buku teksnya untuk Behavior Psychology.

Skinner membedakan perilaku menjadi 2 hal, yaitu:

1) Perilaku yang alami (innate behavior/ respondent behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas, perilaku yang bersifat reflektif

2) Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, tetapi semata-mata ditimbulkan oleh organisme yang bersangkutan. Perilaku operan belum tentu didahului adanya stimulus dari luar.

Berkaitan dengan adanya perilaku responden dan operan, maka dikenal adanya kondisioning responden dan kondisioning operan. Burrhus Frederic Skinner adalah tokoh kondisioning operan sama halnya dengan Thorndike, sedangkan Pavlov adalah tokoh kondisioning klasik. Menurut Skinner, ada dua prinsip umum yang berkaitan dengan kondisioning operan, yaitu:

1) Setiap respon yang diikuti oleh reward (sebagai reinforcement stimuli) akan cenderung diulangi

2) Reward atau reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan (rate) terjadinya respons.

Pada kondisioning operan, titik berat berada pada respon atau perilaku dan konsekuensinya. Dalam kondisioning operan, organisme harus membuat respon sedemikian rupa untuk memperoleh reinforcement yang merupakan reinforcement stimuli. Disinilah perbedaan kondisioning operan dengan kondisioning klasik. Pada kondisioning klasik, organisme tidak perlu membuat respon atau aktivitas untuk memperoleh reward atau reinforcement.

Menurut Skinner reinforcement dibedakan menjadi reinforcement positif dan reinforcement negatif. Reinforcement positif, yaitu reinforcement yang apabila diberikan akan meningkatkan probabilitas respon, sedangkan reinforcement negatif, yaitu sesuatu apabila ditiadakan akan menyebabkan probabilitas respon lebih kecil, atau dengan kata lain merupakan punishment atau hukuman. Namun demikian, menurut Skinner, yang dimaksud dengan hukuman yaitu dengan menyingkirkan reinforcement positif atau mengenakan reinforcement negatif.

Menurut Skinner baik reinforcement positif maupun reinforcement negatif ada yang primer dan ada yang sekunder. Reinforcement primer berkaitan dengan keadaan yang alami, misalnya makanan merupakan reinforcement positif primer, dan aliran listrik merupakan reinforcement negatif primer (dalam eksperimental Skinner). Reinforcement positif sekunder misalnya bunyi bel, karena bunyi bel merupakan fore signal datangnya makanan, sedangkan sinar lampu adalah reinforcement negatif sekunder, karena sinar lampu sebagai fore signal datangnya aliran listrik (dalam eksperimental Skinner).

Menurut Skinner, perilaku itu merupakan rangkaian perilaku-perilaku yang lebih kecil atau lebih sederhana. Misalnya untuk datang ke sekolah tidak terlambat, maka ini merupakan rangkaian perilaku bangun lebih pagi, mandi lebih pagi, makan lebih pagi, dan seterusnya. Karena itu, untuk membentuk sebuah perilaku, perlu dianalisis bentuk perilaku-perilaku kecil yang mengarah pada perilaku yang ingin dibentuk, kemudian dipikirkan reward yang akan diberikan jika perilaku yang dimaksud terbentuk. Pemberian reward dapat dimulai sejak satu perilaku kecil terbentuk, kemudian bergeser pada perilaku berikutnya, demikian seterusnya hingga pada akhirnya reward hanya diberikan jika perilaku yang dimaksud terbentuk. Misalnya untuk membentuk perilaku datang ke sekolah tidak terlambat, maka saat anak dapat bangun lebih pagi perlu diberikan reward. Apabila perilaku bangun pagi telah terbentuk, maka reward diberikan setelah anak mau mandi lebih pagi. Apabila perilaku makan pagi telah terbentuk, maka reward diberikan setelah perilaku yang akan dibentuk selanjutnya, demikian seterusnya hingga reward hanya diberikan jika anak tidak terlambat datang ke sekolah. Hal ini disebut sebagai metode shaping dari Skinner.1.2.5Albert Bandura

Albert Bandura lahir di Alberta, kanada pada tahun 1925. Bandura menjalankan pendidikannya di University of British Columbia dan lowa, tempat Bandura memperoleh gelarPh.D pada tahun 1952.

Salah satu pandangan Bandura memiliki penekanan peran sentral pembelajaran observasional. Bandura menemukan bahwa anak-anak dapat belajar dari mengamati seorang dewasa yang bertindak agresif. Anak-anak yang melihat orang dewasa dihukum karena melakukan agresi, kemungkinan kecil sekali untuk mencontoh bila ada kesempatan, tapi bila dijanjikan ganjaran untuk meniru model tersebut, maka mereka tidak berbeda dengan anak-anak lain. Indikasi ini menunjukkan bahwa anak-anak dapat belajar melakukan sesuatu, dengan mengamati seseorang yang tidak diberi ganjaran. Dalam hal ini, Bandura membedakan antara imitation (peniruan) dan identification (identifikasi). Imitation mencakup peniruan benar-benar dari tingkah laku orang lain, sedangkan identification mencakup usaha untuk sepenuhnya mirip atau sebisa mungkin mirip dengan orang lain. Berbeda dengan pendapat Skinner, Bandura memandang individu sebagai orang yang memiliki kemampuan otonomi untuk mengatur lingkungan sesuai dengan kebaikannya atau penderitaannya.

Bandura juga mengembangkan teknik-teknik modeling dalam modifikasi kekacauan-kekacauan fobi yang menghasilkan suatu teknik terapi untuk mengembalikan tingkah laku fobi, melalui cara :

1) Mengatur kondisi-kondisi sehingga klien menampilkan gairah tingkah laku yang mahir atau cakap tanpa rasa takut2) Melihat pengalaman-pengalaman pokok dalam kesuksesan3) Membantu para klien untuk menampilkan kegiatan-kegiatan yang semakin lama semakin maju dari yang sederhana dan mudah hingga yang sulit, hasilnya bukan hanya perubahan perilaku tetapi juga keyakinan untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan.

Sebagai contoh teknik modeling terapi fobi, supaya seorang penderita fobi dapat mengatasi ketakutan pada ular, orang itu dimasukkan dalam kamar bersama dengan seseorang yang tidak takut ular. Didalam kamar itu juga ditempatkan ular, orang yang fobi ular berada dalam kamar bersama dengan orang yang tidak takut ular. Kedua orang tersebut mendekati ular secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit mendekat hingga menyentuh ular dengan tangannya. Pada mulanya, menyentuh ular dalam waktu yang singkat, tapi kemudian makin lama, hingga ia terbiasa menyentuh ular. Dan akhirnya orang yang fobi ular akan terbiasa menyentuh ular sendiri.

(Naisaban, 2004)

1.2.6John Dollard dan Neal E. Miller

Dollard dan Miller bekerjasama di Institute of Human Relations Universitas Yale. Teori yang mereka ciptakan banyak dipengaruhi oleh teori Hull-Spence, yang terutama menangani peran motivasi dalam tingkah laku dan bagaimana motivasi belajar dapat diperoleh. Menurut Dollard dan Miller, bentuk sederhana dari teori belajar adalah mempelajari keadaan di mana terjadi hubungan antara respon dengan cue-stimulusnya.

Habit atau kebiasaan adalah satu-satunya elemen dalam teori Dollard dan Miller yang memiliki sifat struktural. Habit merupakan ikatan antara stimulus dengan respon yang relatif stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Namun, susunan kebiasaan itu bersifat sementara karena dapat berubah dengan adanya pengalaman baru.

Dari eksperimen eksperimennya, Dollard dan Miller menyimpulkan sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari melalui belajar rasa takut dan anxiety. Mereka juga menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar, seseorang harus menginginkan sesuatu, mengenali sesuatu, mengerjakan sesuatu, dan mendapatkan sesuatu (want something, notice something, do something, get something). Ini selanjutnya menjadi 4 komponen utama belajar menurut Dollard dan Miller, yakni :

1) Drive adalah stimulus dalam diri organisme yang mendorong terjadinya kegiatan tetapi tidak menentukan bentuk kegiatan. Kekuatan drives tergantung pada kekuatan stimulus yang memunculkannya. Semakin kuat drivenya, semakin keras usahan tingkah laku yang dihasilkannya. Drive sekunder atau drive yang dipelajari diperoleh berdasarkan drive primer; rasa takut (sekunder) diperoleh atau dibangun di atas rasa sakit (primer). Setelah drive sekunder dimiliki, akan memotivasi untuk mempelajari respon baru seperti fungsi dari drive primer. Kekuatan drive sekunder tergantung pada kekuatan drive primer dan jumlah reinforcement yang diperoleh.

2) Cue adalah stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan respon yang sesungguhnya. Jenis dan kekuatan cue bervariasi dan variasi itu memnetukan bagaimana reaksi terhadapnya.

3) Response adalah aktifitas yang dilakukan seseorang. Menurut Dollard dan Miller, sebelum suatu respon dikaitkan dengan sutu stimulus, respon itu harus terjadi lebih dahulu.

4) Reinforsemen atau hadiah adalah drive pereda dorongan (drive reduction). 1.3 PERILAKU ABNORMAL

1.3.1 DEFINISI

Perilaku manusia disikapi sebagai respon yang akan muncul kalau ada stimulus tertentu yang berupa lingkungan. Akibatnya, perilaku manusia dipandang selalu dalam bentuk hubungan karena suatu stimulus tertentu akan memunculkan perilaku yang tertentu pula pada manusia (Endraswara,2008 :57).

Seseorang yang tingkah lakunya berbeda dari norma yang berlaku dalam masyarakat disebut abnormal. Normanorma tersebut berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Suatu perilaku yang dianggap normal pada suatu masyarakat belum tentu dianggap normal oleh masyarakat lain. Namun demikian, tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki norma sosial bagi tingkah laku, norma moral, etis maupun hukum. Oleh karena itu satu kriteria untuk mendefinisikan perilaku abnormal adalah pelanggaran terhadap norma.

Skinner berpendapat bahwa tingkah laku abnormal berkembang dengan prinsip yang sama dengan perilaku normal. Oleh karena itu, menurutnya tingkah laku abnormal dapat diganti dengan tingkah laku normal dengan cara sederhana, yakni dengan memanipulasi lingkungan. Konsep impuls id yang tertekan, inferiority complexes, anxiety, ego defence, krisis identitas, konflik ego-super ego adalah penjelasan yang mengkhayal. Kelainan tingkah laku tersebut adalah kegagalan belajar membuat seperangkat respon yang tepat. Kelainan tersebut antara lain :1. Kekurangan tingkah laku (behavior deficit)

Tidak memiliki repertoire respon yang dikehendaki karena miskin reinforcement2. Kesalahan penguatan (schedule reinforcement error)Pilihan responnya tepat tetapi reinforcement diterima secara tidak benar sehingga organisme cenderung memakai respon yang tidak dikehendaki.3. Kesalahan memahami stimulus (failure in discriminating stimulus)Sering terjadi pada penderita skizoprenik dan psikotik lainnya, yakni orang yang gagal memilah tanda-tanda yang ada pada stimulus sehingga stimulus yang benar dihubungkan dengan hukuman dan yang salah dihubungkan dengan reinforcement. Akibatnya akan terjadi pembentukan tingkah laku yang tidak dikehendaki

4. Merespon secara salah (inapropiate set of response)

Terkait dengan ketidakmampuan mengenali penanda spesifik suatu stimulus, orang akhirnya mengembangkan respon yang salah. Karena justru respon itu yang mendapat reinforcement.Dapat disimpulkan bahwa tingkah laku abnormal harus dipahami melalui sejarah reinforcement yang diterima seseorang. Tingkah laku abnormal itu dapat diganti dengan cara sederhana, yakni dengan memanipulasi reinforcement lingkungan,, mengikuti kondisioning operan dan kondisioning responden.

1.3.2 KRITERIA PERILAKU ABNORMAL

Kriteria terkenal untuk mendefinisikan perilaku abnormal adalah pelanggaran norma sosial, disamping penyimpangan dari norma-norma statistik, ketidaksenangan pribadi, perilaku maladaptif, gejala salah suai, tekanan batin dan ketidakmatangan.

1. Pelanggaran norma sosial

Pada dasarnya, setiap masyarakat mempunyai seperangkat norma yang lengkap atau aturan untuk perilaku, yang meliputi hampir semua aspek kehidupan. Sebagai contoh, dalam masyarakat kita, norma menetapkan bahwa kita harus mengenakan pakaian didepan umum. Masyarakat lain mempunyai aturan yang berbeda, karena norma relatif terhadap waktu dan tempat. Tetapi pada umumnya kita mengganggap norma itu tidak relatif tetapi mutlak, Oleh karena itu pelanggaran terhadap norma dipandang sangat serius, dan orang-orang yang berjalan dengan telanjang dianggap sebagai orang yang abnormal.

2. Penyimpangan dari Norma Statistik

Menurut kriteria ini, kata abnormal berarti menyimpang dari normal, yaitu setiap hal yang luar biasa, tidak lazim, atau secara harfiah menyimpang dari hal-hal yang biasa. Dalam kaitan ini, banyak karakteristik, seperti tinggi badan, berat badan, kecerdasan atau intelegensi, mencakup suatu rentang nilai jika diukur pada suatu populasi. Sebagian besar orang berada didalam rentang pertengahan tinggi badan, sementara sedikit individu adalah jangkung secara abnormal atau pendek secara abnormal. Salah satu definisi abnormalitas didasarkan pada frekuensi statistik : perilaku abnormal adalah perilaku yang secara statistik jarang atau menyimpang dari normal. Akan tetapi menurut definisi ini, orang yang sangat cerdas atau sangat gembira diiklasifikasikan sebagai abnormal. Begitupula sebaliknya, orang yang sangat bodoh atau selalu tampak sedih akan diklasifikasikan sebagai abnormal. Contoh yang lain atas dasar patokan tersebut, orang dapat didiagnosis bermental terbelakang (idiot, moron atau embicile) apabila nilai IQ jauh dibawah rata-rata. Nilai IQ normal sekitar 100, nilai batasnya 69 apabila jauh dibawah rata-rata dianggap abnormal. 3. Ketidaksenangan Pribadi (Personal Discomfort)

Apabila seorang mengatakan sangat tidak bahagia, perilaku ini dinamakan abnormal dan memerlukan bantuan. Ini adalah ukuran yang lebih bebas ketimbang pelanggaran norma social atau penyimpangan dari norma statistik, karena memperbolehkan orang menilai kenormalannya sendiri. Aturan ketidaksenangan pribadi sekarang secara luas digunakan untuk gangguan neurolik seperti fobia, yaitu anggapan bahwa orang yang menderita dan keluarganya adalah satu-satunya yang merasa tidak bahagia. Akan tetapi, kriteria ketidaksenangan pribadi sosial mengganggu.

4. Perilaku Maladaptif

Menurut kriteria ini perilaku dianggap abnormal jika bersifat maladaptif, memiliki pengaruh buruk pada individu atau masyarakat. Beberapa jenis perilaku menyimpang yang mengganggu kesejahteraan individu seorang pria yang sangat takut ditempat keramaian sehingga ia tidak dapat menumpang bus ketempat kerjanya, selain itu pecandu alkohol yang minum sampai mabuk berat sehingga ia tidak dapat mempertahankan pekerjaanya, atau seorang wanita yang mencoba bunuh diri. Bentuk lain dari penyimpangan perilaku adalah perilaku yang berbahaya bagi masyarakat seperti remaja yang memiliki kemarahan agresif dan menyerang, individu paranoid yang merencanakan pembunuhan terhadap pemimpin nasional. Jika kita menggunakan kriteria maladaptivitas, semua perilaku harus dianggap abnormal.

5. Gejala Salah Suai (Maladjustment)

Abnormalitas disini dipandang sebagai ketidakefektifan individu dalam menghadapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkugan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari berbagai kebutuhannya sendiri. Kriteria semacam ini jelas bersifat negatif, dalam arti tidak memperhitungkan fakta bahwa seorang individu dapat berpenyesuaian baik (well-adjusted) tanpa memanfaatkan dan mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Tidak sedikit orang yang secara umum disebut berhasil dalam menjalani hidup, dalam arti hidup secara lumrah-baik, maupun sebagai pribadi, ia tidak pernah berkembang secara maksimal-optimal.

6. Ketidakmatangan

Seseorang dikatakan abnormal apabila perilakunya tidak sesuai dengan tingkat usianya, tidak selaras dengan situasinya. Masalahnya sering sulit menemukan patokan tentang kepantasan dan kematangan.

7. Tekanan Batin

Abnormalitas di sini dipandang berwujud perasaan cemas, depresi atau sedih, atau rasa bersalah yang mendalam. Namun ini bukan patokan yang baik untuk membedakan perilaku normal dari yang abnormal atau sebaliknya. Tekanan batin yang kronik seperti tak berkesudahan, mungkin memang merupakan indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Sebaliknya, sangat normal bila orang merasa sedih atau tertekan manakala mengalami musibah, kekecewaan atau ketidakadilan. Ketabahan memang suatu indikator dalam menghadapi bencana, namun dalam kondisi biasa, misalnya akan terkesan aneh bila orang merasa gembira menghadapi ketika menghadapi kematian seseorang yang dikasihi.1.3.3 BENTUK-BENTUK PERILAKU ABNORMAL

Penggolongan bentuk-bentuk perilaku abnormal selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Bentuk-bentuk perilaku abnormal yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari antara lain :

1. Neurosis

Gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan emosi yang sangat berat tetapi gangguan tersebut tidak menghalangi penderita mengadakan hubungan dengan orang lain secara nyata. Penderita neurotik mungkin tidak dapat meninggalkan rumah atau tetap bekerja, tetapi dia masih mengetahui apa yang ada disekelilingnya. Kaum behavioris berpendapat bahwa sumber neurosis adalah cara belajar yang keliru (faulty learning) dalam menghindari kecemasan. Menurut kacamata behavioristik, inti neurosis adalah gaya hidup maladaptive yang berupa tingkah laku bersifat defensif dengan tujuan menghindari atau mengurangi rasa cemas.

Pola-pola gangguan neurosis antara lain ;

a. Gangguan Kecemasan

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang ternyata menemui kesulitan dalam memberikan suatu dikotomi yang jelas dan tepat antara kecemasan dan ketakutan. Rasa cemas selalu dicampur adukkan dengan rasa takut. Aliran behaviorisme beralasan bahwa kecemasan yang tidak realistis dan yang realistis merupakan akibat yang lazim. Jika seseorang dilanda suatu kecemasan panjang dan tanpa akhir, secara psikologis sebenarnya sudah berada dalam bahaya kehancuran diri.

b. Gangguan Fobia

Fobia diartikan sebagai ketakutan pada suatu objek atau keadaan yang tidak dapat dikendalikan, yang biasanya disertai dengan rasa sakit yang perlu diobati. Pendapat lain menyebut fobia sebagai rasa takut terhadap hal-hal yang dianggap mengancam, misalnya rasa takut pada tempat-tempat yang tinggi. Supratiknya menjelaskan bahwa fobia sebagai perasaan takut yang bersifat menetap terhadap objek atau situasi tertentu yang sesungguhnya tidak menimbulkan ancaman nyata bagi yang bersangkutan atau yang bahayanya terlalu dibesar-besarkan.

Beberapa contoh fobia yang penting antara lain :

1) Akrofobia yaitu takut berada di ketinggian

2) Agorafobia yaitu takut berada ditempat terbuka

3) Klaustrofobia yaitu takut berada ditempat tertutup

4) Hematofobia yaitu takut melihat darah

5) Monofobia yaitu takut berada sendirian disuatu tempat

6) Niktofobia yaitu takut pada kegelapan

7) Pirofobia yaitu takut melihat api

8) Zoofobia yaitu takut pada binatang pada umumnya atau hanya jenis binatang tertentu.

Fobia pada umumnya memiliki beberapa sifat khusus, antara lain :

1) Perasaan takutnya intens dan mengganggu kegiatan sehari-hari, misalnya seorang pemuda harus kehilangan pekerjaanya sebagai perawat karena takut melihat darah.

2) Biasanya disertai simtom-simtom lain seperti pusing, sakit punggung maupun sakit perut.

3) Kadang-kadang disertai kesulitan membuat keputusan. Gejala ini disebut desidofobio atau takut membuat keputusan.

c. Gangguan Kompulsif Obsesif

Gangguan kompulsif obsesif yaitu penderita berulang-ulang memikirkan pemikiran yang mengganggu atau merasa terpaksa berulang-ulang melakukan tindakan yang tidak penting, dorongan kompulsif atau keduanya. Seperti para penderita fobia yang umumnya menyadari tidak ada alasan dari ketakutan mereka, penderita gangguan kompulsif obsesif menyadari bahwa tidak ada kepentingan objektif untuk tetap mengunci atau mengecek apapun. Meskipun demikian, mereka terpaksa melakukan, dan mungkin mengalami kecemasan luar biasa apabila mereka tidak memenuhi dorongan kompulsif itu. Pada umumnya gangguan kompulsif obsesif biasanya diderita oleh orang-orang yang minder dan merasa tidak aman, mudah merasa bersalah dan mudah merasa terancam.

2. Gangguan Psikosis

Merupakan suatu gejala terjadinya denial of major aspects of reality dengan gejala dan pola-pola berikut :

a. Reaksi Schizophrenic yang menyangkut proses emosional dan intelektual. Gejalanya sama sekali tidak mengacuhkan apa yang terjadi disekitarnya.

b. Reaksi Paranoid dimana seseorang selalu dibayangi oleh hal-hal yang seolah-olah mengancam dirinya. Oleh karena itu dia akan menyerang terlebih dahulu.

c. Reaksi afektif dan involutional, dimana seseorang merasakan adanya depresi yang sangat kuat.

3. Bunuh Diri

Para ilmuwan sosial mencatat bahwa kebanyakan percobaan bunuh diri, baik dikalangan perempuan maupun laki-laki biasanya dilalukan ditengah suasana percekcokan antara pribadi atau tekanan hidup berat lainnya. Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-orang yang berpisah atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok profesional tertentu seperti dokter, pengacara dan psikolog.

Pada umumnya bunuh diri dilakukan karena stress yang ditimbulkan oleh berbagai sebab, antara lain :

a. Depresi

Ada indikasi bahwa sebagian besar orang yang berhasil melakukan bunuh diri sedang dilanda depresi pada saat tindakan tersebut dilakukan

b. Krisis dalam hubungan interpersonal

Konflik dan pemutusan hubungan seperti perceraian, konflik dalam perkawinan, perpisahan, kehilangan orang terkasih akibat kematian dapat menimbulkan stress berat yang mendorong dilakukannya tindakan bunuh diri.

c. Kegagalan dan devaluasi diri

Perasaan bahwa dirinya telah gagal dalam suatu urusan penting, biasanya menyangkut pekerjaan, dapat menimbulkan devaluasi diri atau rasa kehilangan harga diri yang mendorong tindakan bunuh diri.

d. Konflik batin

Stress bersumber dari konflik batin atau pertentangan didalam pikiran. Misalnya seorang wanita lajang merasa cemas, bingung, ragu-ragu antara memilih hidup atau mati, dan akhirnya memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan teka teki itu dengan melakukan bunuh diri.

e. Kehilangan makna dan harapan hidup

Kehilangan makna dan harapan hidup seseorang merasa hidupnya sia-sia, akibatnya memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Perasaan semacam ini sering dialami oleh orang-orang yang menderita penyakit kronik atau terminal.DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Jakarta : UMM Press

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Medpress

Sobur, A. 2013. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung : CV Pustaka Setiaa. Psikoterapi Behavioristik

1.4.1 Modifikasi Tingkah Laku Skinner

Behaviorisme masih tetap berkembang luas dalam bentuk modifikasi tingkah laku (behavior modification). B-mod (sebutan behavior modification) adalah senjata atau strategi untuk mengubah tingkah laku bermasalah. Beberapa teknik berikut dikemukakan oleh skinner tetapi mungkin juga dikembangkan dari pakar lain atau disempurnakan oleh pakar lain.

1. Pembanjiran (Flooding)

Membuat situasi klien menjadi cemas yang berlebih atau bertingkah laku yang tidak dikehendaki, bertahan disana sampai klien menyadari bahwa malapetaka yang dicemaskan tidak terjadi. Flooding harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena emosi yang berlebih bisa menimbulkan akibat tertentu, bahkan pada penderita gangguan jantung flooding bisa berakibat fatal. Tapi dampak flooding bisa sangat luar biasa bahkan penderita fobia bisa sembuh. Penjenuhan (satiation) adalah varian flooding yang dipakai organisme untuk mengontrol tingkah lakunya (self control).

1) Terapi Aversi

Pada kontrol diri, aversi dilakukan oleh individu sendiri, sedang pada terapi aversi pengaturan kondisi aversi diciptakan oleh terapis. Misalnya remaja yang senang berkelahi, kepadanya ditunjukkan foto teman yang kesakitan. Pada saat yang sama remaja tersebut dikenai kejut listrik yang menimbulkan rasa sakit. Diharapkan terjadi proses pembalikan reinforsemen positif (perasaan senang/bangga) karena menyakiti teman lain, berubah menjadi reinforsemen negatif (perasaan iba, berdosa, takut) karena melihat luka dan merasakan sakit karena kejut listrik. Keberhasilan suatu treatmen menuntut kerja keras dari pihak klien dan bantuan yang optimal dari terapis.

a. Pemberian hadiah/hukuman secara selektif (Selective Reward/Punishment)

Strategi terapi ini untuk memperbaiki tingkah laku anak dengan melibatkan figur disekeliling anak sehari-hari., khususnya orang tua dan guru. Terapis meneliti klien dalam setting aktual, bekerjasama dengan orang tua dan guru untuk memberi hadiah ketika anak melakukan tingkah laku yang dikehendaki, dan menghukum kalau muncul tingkah laku yang tidak dikehendaki. Tingkah laku dan bentuk hadiah/hukuman direncanakan secara teliti, dipilih yang paling memberi dampak efektif.

b. Latihan ketrampilan sosial (Social skill training)

Banyak yang dipakai untuk membantu penderita depresi. Teori depresi yang populer memandang depresi sebagai akibat dari perasaan tidak mendapat hadiah (perhatian) yang memadai dari lingkungan, mungkin karena tidak memiliki ketrampilan untuk memperolehnya. Kepada penderita diajarkan teknik-teknik khusus dalam berinteraksi sosial.

c. Kartu berharga (Token Economy)

Teknik yang didasarkan pada prinsip kondisioning operan, didesain untuk mengubah tingkah laku klien. Intervensi ini bisa dipakai untuk mendidik anak dirumah dan disekolah khususnya pada anak yang mengalami keterlambatan, autistik dan delinkuen. Hadiah dalam bentuk berharga diberikan kepada klien setiap kali klien memunculkan tingkah laku yang dikehendaki, misalnya memakai pakaian sendiri, makan sendiri, mengatur tempat tidur, menyapu lantai dan sebagainya. Pemberian reinforsemen diatur dalam interval atau rasio, bisa divariasikan dengan memberi hukuman, yakni mengambil kartu yang sudah dimiliki klien kalau dia melakukan kesalahan. Sesudah kartu ditangan klien mencapai jumlah tertentu, dapat ditukar dengan reinforsemen primer yang disukainya. Strategi kartu berharga pada dasarnya memakai prinsip Premack Kumpulkan kartu dulu, nanti (sesudah jumlahnya cukup) kamu boleh/mendapat....

d. Efek obat-obatan terhadap tingkah laku

Skinner box merupakan alat isolasi yang efisien, sehingga alat ini pas untuk meneliti pengaruh farmakologi terhadap tingkah laku. Misalnya, penelitian pengaruh chlorpromazine untuk mengobati anxiety pada penderita psikosis. Ternyata terbukti pada tikus chlorpromazine dapat menurunkan rasa takut pada tikus, namun juga dapat terbukti berperan dalam depresan umum, mengurangi semua jenis respon, bukan hanya respon takut. Gambaran efek obat itu menjadi sangat kompleks karena efeknya berbeda pada tingkat dosis yang berlainan. Pada dosis yang sangat ringan efeknya justru meningkatkan respon. Memakai skinner box dapat diteliti kompleksitas itu secara akurat.

4.1 PSIKOTERAPI JOHN DOLLARD

Jika tingkah laku neurotik itu hasil belajar, seharusnya itu dapat dihilangkan dengan beberapa kombinasi prinsip-prinsip yang dipakai ketika mempelajarinya. Psikoterapi memantapkan seperangkat kondisi dengan mana kebiasaan neurotik mungkin dapat dihilangkan dan kebiasaan yang tidak neurotik dipelajari. Terapis bertindak layaknya seorang guru dan pasien sebagai siswa.

Meskipun istilah-istilahnya berbeda, Dollard dan Miller memakai kondisi dan prosedur kondisi terapeutik konvensional; terapis yang simpatetik dan permisif mendorong pasien untuk berasosiasi bebas dan mengungkapkan perasaanya. Terapis kemudian berusaha membantu pasien untuk memahami perasaanya sendiri dan bagaimana perasaan itu berkembang. Pembarharuan Dollard dan Miller terhadap psikoterapi tradisional adalah pemakaian analisis teori belajar mengenai apa yang telah terjadi.

a. Displacement

Adalah merubah arah impuls yang dicegah agar tidak diekspresikan (baik oleh event eksternal maupun oleh kecaman dari diri sendiri). Displacement dapat berperan sebagai defense, orang yang takut mengekspresikan rasa marah, menekan rasa marah itu dan mengekspresikannya nanti dalam situasi yang lain. Tampak ada 2 respon bertentangan yakni marah dan respon kedua biasannya takut.

b. Sublimasi

Adalah bentuk displasemen yang lebih adaptif karena energi yang ada tidak ditumpahkan pada bentuk asli yang dicegah, tetapi disalurkan ke dorongan lain yang bisa diterima.

c. Belajar (menguasai) sistem saraf otonom

Eksperimen Dollard dan Miller menunjukkan bahwa binatang dan manusia pada tahap tertentu dapat belajar mengontrol respon sistem saraf otonom; mereka dapat belajar mempercepat dan memperlambat denyut jantungnya atau kontraksi ususnya. Ini memberi peluang teknik kondisioning instrumental untuk dipakai mengobati gangguan fisik seperti denyut jantung dan tekanan darah. Fenomena ini mengembangkan ransh biofeedback dalam hal penanganan masalah gangguan fisik (Alwisol, 2014).

Aplikasi Teori Behaviorisme/Behavioristik dalam Konseling

Menurut Ivey (1987), dalam pendekatan behavorisme yang paling utama dalam mengawali konseling adalah menciptakan kehangatan, empati dan hubungan supportif. Corey (2005) menjelaskan bahwa proses konseling yang terbangun dalam pendekatan behavioristik terdiri dari empat hal yaitu :

1. Tujuan terapis diarahkan pada memformulasikan tujuan secara spesifik, jelas, konkrit, dimengerti dan diterima oleh konseli dan konselor

2. Peran dan fungsi konselor adalah mengembangkan keterampilan menyimpulkan, reflection, clarification, dan open-ended questioning3. Kesadaran konseli dalam melakukan terapi dan partisipasi konselor ketika proses terapi berlangsung akan memberikan pengalaman positif pada konseli dalam terapi

4. Memberi kesempatan pada konseli karena kerjasama dan harapan positif dari konseli akan membuat hubungan terapis lebih efektif.

Sedangkan menurut Ivey (1987), kesuksesan dalam melakukan konseling dengan pendekatan behavioristik didasarkan pada :

1. Hubungan antara konselor dengan konseli

2. Operasionalisasi perilaku (making the behavior concrete and observable)

3. Analisis fungsional (the A-B-Cs of behavior)

4. Menetapkan tujuan perubahan perilaku (making the goals concrete).

Woolfe dan Dryden (1998) menegaskan bahwa dalam kerangka hubungan antara konselor-konseli secara bersama-sama harus konsisten dalam beberapa hal diantaranya : 1. Konseli diharapkan untuk memiliki perhatian positif (minat), kompetensi (pengalaman) dan aktivitas (bimbingan)

2. Konselor tetap konsisten dalam perhatian positif, self-disclosure (engagement) dan kooperatif (berorientasi pada tujuan konseli).

Bagian dari proses konseling yang tidak dapat ditinggalkan adalah assessment. Dalam behavioral proses ini dapat dilakukan dengan memakai instrumen assessment, self-report, behavior rating scales, format self monitoring, teknik observasi sederhana. Perangkat instrumen tersebut merupakan bagian dari upaya konseling behavioral, sedangkan teknik-teknik behavioral yang dapat digunakan dalam konseling adalah :

1. Teknik operant conditioning, prinsip-prinsip kunci dalam behavioral adalah penguatan positif, penguatan negatif, extinction, hukuman positif dan hukuman negatif (Corey, 2005).

2. Model asesmen fungsional, merupakan blueprint bagi konselor dalam memberikan intervensi yang diperlukan oleh konseli. Langkah-langkah yang disiapkan konselor dilakukan tahap demi tahap dalam memberikan perlakuan (Corey, 2005).

3. Relaxation training and related methods, adalah teknik yang dipakai untuk melatih konseli agar melakukan relaksasi. Dalam pelaksanaannya konselor dapat memodifikasi teknik ini dengan systematic desentisization, asertion training, self management programs. Teknik ini tepat digunakan untuk terapi-terapi klinis (Corey, 2005).

4. Systematic desentisization merupakan teknik yang tepat untuk terapi bagi konseli yang mengalami phobia, anorexia nervosa, depresi, obsesif, kompulsif, gangguan body image (Corey, 2005).

5. Exposure therapies. Teknik terapi ini dengan memaksimalkan kecemasan/ketakutan konseli (Corey, 2005).

6. Eye movement desentisization and reprocessing, didesain dalam membantu konseli yang mengalami post traumatic stress disorder (Corey, 2005).

7. Assertion training, metode ini didasarkan pada prinsip-prinsip terapi kognitif perilaku. Ditujukan bagi konseli yang tidak dapat mengungkapkan ketegasan dalam dirinya (Corey, 2005).

8. Self-management programs and self-directed behavior, terapi bagi konseli untuk membantu terlibat dalam mengatur dan mengontrol dirinya (Corey, 2005).

9. Multimodal therapy merupakan jenis terapi yang dikembangkan dengan berdasar pada pendekatan secara holistik dari teori belajar sosial dan terapi kognitif kemudian sering disebut dengan technical eclecticism (Corey, 2005).

Dalam proses konseling, pendekatan behaviorisme merupakan suatu proses di mana konselor membantu konseli untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional dan keputusan tertentu yang bertujuan ada perubahan perilaku pada konseli. Pemecahan masalah dan kesulitannya dengan keterlibatan penuh dari konselor. Pendekatan behavioristik dalam konseling dipengaruhi oleh :

1. Kelebihan dan perilaku konseli

2. Jenis problematika

3. Jenis penguatan yang dilakukan

4. Orang lain yang memiliki arti tertentu bagi kehidupan konseli dalam perubahan perilakuknya.

Dalam pelaksanaannya, pendekatan behavioristik memiliki kontribusi yang cukup berarti dalam konseling dan psikoterapi. Surya (2003) mengemukakan bahwa beberapa sumbangan terapi behavior adalah secara epistemologis menjadikan sebagai salah satu komponen dalam mengembangkan konseling, mengembangkan perilaku spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur sebagai manifestasi dari penetapan tujuan yang konkrit, memberikan ilustrasi bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan, serta penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan kepada perilaku yang terjadi pada masa lalu. Peran konselor dalam pendekatan behavioristik adalah aktif dan direktif, aktif untuk melakukan intervensi dan membawa konseli dalam perubahan perilaku yang diharapkan, sedangkan direktif dimaknai sebagai upaya konselor untuk memberikan arahan secara langsung kepada konseli. Peran sentral dari pola ini berimplikasi pada intervensi krisis yang dilakukan oleh konselor kepada konseli sehingga konselor diharapkan memahami tentang coping skills, problem solving, cognitive restructuring dan structural cognitif therapy. Pendekatan krisis yang dilakukan oleh konselor merupakan realisasi dari clinical therapeutic menjadi ciri utama dalam pendekatan behavioristik.

DAFTAR PUSTAKAAlwilsol. 2014. Psikologi Kepribadian edisi revisi. Malang: UMM PressAtkinson, Rita L. 1999. Pengantar Psikologi Jilid I. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Bell Gredler, E. Margaret. 1991.Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali

Corey, G. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Seventh Edition. Belmont : Brooks Cole-Thomson Learning.

Degeng, I Nyoman Sudana. 1989.Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: DepdikbudGage, N.L., & Berliner, D. 1979.Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally

Light, G. and Cox, R. 2001.Learning and TeacTeori Belajar BehavioristikIvey, AE., Ivey, MB and Simek-Downing, L., 1987. Counseling and Psychotherapy : Integrating Skills. Theory and Practice. Second Edition. New Jersey : Prentice Hall.

Naisaban, Ladislaus. 2004. Para Psikolog Terkemuka Dunia : Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, dan Karya. Jakarta: PT. Grasindo Gramedia Widuasarana Indonesia.

Paul Chapman Publising Slavin, R.E. 1991.Educational Psychology. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon

Slavin, R.E. 2000.Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and BaconSurya. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung : CV Pustaka Bani Quraisy.Woolfe, R., and Dryden, W. 1998. Handbook of Counseling Psychology. London : SAGE Publications, Ltd. Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Medpress

Sobur, A. 2013. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung : CV Pustaka Setia