pewujudan gaya bahasa dalam novel tetralogi …

296
i PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI LASKAR PELANGI DAN NOVEL TRILOGI NEGERI 5 MENARA: ANALISIS STILISTIKA REALIZATION STYLE LANGUAGE IN THE NOVEL TETRALOGY LASKAR PELANGI AND NOVEL TRILOGY NEGERI 5 MENARA: ANALYSIS STILISTIKA RAVIQA P1200215301 PROGRAM STUDI BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

i

PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI

LASKAR PELANGI DAN NOVEL TRILOGI NEGERI 5 MENARA:

ANALISIS STILISTIKA

REALIZATION STYLE LANGUAGE IN THE NOVEL TETRALOGY

LASKAR PELANGI AND NOVEL TRILOGY NEGERI 5 MENARA:

ANALYSIS STILISTIKA

RAVIQA

P1200215301

PROGRAM STUDI BAHASA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

ii

PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI

LASKAR PELANGI DAN NOVEL TRILOGI NEGERI 5 MENARA:

ANALISIS STILISTIKA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Bahasa Indonesia

Disusun dan diajukan oleh

RAVIQA

kepada

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

iii

Page 4: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Raviqa

Nomor mahasiswa : P1200215301

Program Studi : Magister Bahasa Indonesia

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan

tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut.

Makassar, 10 Agustus 2017

Yang menyatakan

Raviqa

Page 5: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

v

KATA PENGANTAR

“Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”

Puji dan syukur patut dipanjatkan ke hadirat Allah Swt berkat

rahmat-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pewujudan Gaya Bahasa

dalam Novel Tetralogi Laskar Pelangi dan Novel Trilogi Negeri 5

Menara: Analisis Stilistika” ini dapat dirampungkan. Tesis ini disusun

sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Bahasa

Indonesia pada Program Studi Bahasa Indonesia Sekolah

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Proses penyusunan tesis ini tidak terlepas dari berbagai

rintangan, mulai pengumpulan literatur, pengumpulan data,

pengolahan data sampai pada proses analisis data. Namun, berkat

semangat dan ketekunan yang dilandasi rasa tanggung jawab sebagai

mahasiswa akhirnya tesis ini terselesaikan.

Sebuah penelitian tentu tidak akan terlaksana tanpa bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sewajarnyalah penulis

menyampaikan terima kasih yang setinggi-tinggi kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Darwis, M.S. selaku Ketua Komisi

Penasihat yang telah membimbing dan memberikan motivasi

kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Beliau telah

membimbing sebagaimana tugas dan tanggung jawab seorang

Page 6: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

vi

pembimbing, bahkan lebih daripada itu. Tidak terhitung banyakya

pengetahuan yang telah beliau berikan. Penulis mengucapkan

terima kasih.

2. Dr. Kaharuddin, M.Hum selaku anggota komisi penasihat yang

dengan ikhlas dan sabar membimbing penulis secara intensif mulai

dari proses penyusunan proposal sampai hasil penelitian. Terima

kasih atas setiap nasihat, baik yang berhubungan dengan

penyusunan tesis maupun berhubungan dengan hal-hal yang tidak

berhubungan dengan penyusunan tesis. Penulis mengucapkan

banyak terima kasih.

3. Dr. Hj. Asriani Abbas, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Bahasa

Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin yang

telah memberikan memotivasi yang membangun kepada penulis.

4. Dr. H. Fatu Rahman, M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Hasanuddin yang telah memberikan motivasi

kepada penulis.

5. Kedua orang tua penulis, bapak Anton Mulyadi dan ibu Haniah

yang dengan ketulusan hati, siang dan malam mendoakan

kebaikan untuk anak-anaknya. Terima kasih telah menjadi orang

tua terhebat yang telah mencurahkan seluruh cinta, kasih sayang,

cucuran keringat, dan mungkin air mata. Tanpa kalian, penulis

(Raviqa) tidak akan menjadi apa-apa. Nenek Hj. Puttiri, Adik

Jazirah AM., Majida, AM., dan Muh.Aksa Arsyad. Kakak Ipar

Page 7: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

vii

Muhaimin Baso dan cucu pertama dalam keluarga Muh.Abid

Arsyad Baso. Kalian adalah motivasi terbesar penulis. Semoga

kalian dalam lindungan kasih Allah SWT.

6. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) RI sebagai pemberi

beasiswa penuh Program Magister kepada penulis. Tanpa

beasiswa LPDP, penulis tidak akan melanjutkan pendidikan

Magister.

7. Dr. Ikhwan M.Said, M.Hum., Prof. Dr.Lukman, M.S., dan

Dr.Hj. Kamsinah, M.Hum serta dosen-dosen pengampu mata

kuliah Program Studi Bahasa Indonesia Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin lainnya. Terima kasih atas ilmu yang telah

diberikan, baik di dalam ruang kelas maupun di luar kelas, sejak

kuliah perdana sampai proses penyusunan tesis berakhir.

8. Drs. H. Hasan Ali, M.Hum. yang senantiasa memberikan motivasi

dan saran-saran kepada penulis. Beliau layaknya ayah bagi

penulis, sosok yang menjadi tempat mengadu segala hal yang

berkaitan dengan penyusunan tesis ini. Terima kasih atas setiap

nasihat yang telah diberikan kepada penulis sejak S1 hingga saat

ini. Terima kasih untuk kesempatan belajar sebagai asisten dosen.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih.

9. Dosen Dr. Gusnawaty Anwar, M.Hum, beliau adalah dosen

sekaligus ibu kedua penulis. Terima kasih telah menjadi tempat

Page 8: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

viii

berkeluh kesah segala hal baik itu akademik, keluarga, maupun

asmara.

10. Teman-teman Program Studi Bahasa Indonesia Sekolah

Pascasarjana Universitas Hasanuddin angkatan 2015. Taufik, Nur

Sariati, Nur Rahma Alhaqq, Muhammad Nawir, Sutrisno, Andi.

Yusdianti Tenriawali, Sumiaty, Andi. Aryana, Harziko, Rima,

Susiati, Karim, Risman Iye, dan Asrifal Kamaluddin. Kalian telah

menjadi saudara beda ibu bagi penulis.

11. Mutahharah Nemin Kaharuddin, Amanda Pratiwi Ismail, Fauzan

Ahyar F., Andi. M. Yusuf, Muhammad Ali, Wahyuddin, La Ode

Ahmad Suherman, Nahliah Hasanuddin, dan teman-teman

program Magister angkatan 2015 lainnya. Kalian adalah teman dan

kakak terbaikku.

12. Teman berjuang sejak SD sampai jenjang perkuliahan, Hasniar

S.E, Nurul Ilmi, S.Gz, Fitriani R., S.P, Fadliah, S.Pt, , Fadliah, S.T,

dan Andi. Jusniati, Amd.Kep, Zulfiah, S.T. Belum saya temukan

persahabatan seindah persahabatan kita ini.

13. Teman-teman “Argumentasi 10”, terkhusus kepada Fitria

Ramadhani, S.S. dan Isnawati, S.S. Terima kasih atas perhatian

dan kepedulian kalian. Penulis bahagia telah mengenal kalian.

14. Teman-teman KKN Unhas Gel.85 dan HIMA LDPD Sul-Sel. Terima

kasih atas doa dan dukungan kalian.

Page 9: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

ix

15. Pak Muhtar, Pak Mullar, dan Daeng Nai’ yang telah banyak

membantu penulis selama menempuh pendidikan di Pascasarjana

Unhas. Penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik

dan saran untuk perbaikan di lain kesempatan. Namun demikian,

besar harapan penulis agar tesis ini dapat memberi manfaat kepada

siapa pun yang membacanya.

Sekian dan terimakasih

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 10 Agustus 2017

Penulis

Page 10: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ............................................................. iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xiii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv

ABSTRAK ................................................................................................ xv

ABSTRACT .............................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 17

C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 17

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 19

A. Hasil Penelitian yang Relevan ....................................................... 19

B. Landasan Teori ............................................................................. 26

1. Stilistika .................................................................................... 26

a. Sejarah Stilistika ................................................................. 27

b. Pengertian Stilistika ............................................................ 30

c. Tujuan Stilistika .................................................................. 35

d. Stilistika dan Kritik Sastra ................................................... 37

Page 11: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

xi

2. Novel sebagai Objek Kajian Stilistika ....................................... 39

a. Ciri-ciri Novel ...................................................................... 40

b. Unsur-unsur Novel .............................................................. 42

3. Gaya Bahasa ........................................................................... 47

a. Pengertian Gaya Bahasa ................................................... 47

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa .................................................... 49

4. Kata, Frasa, dan Klausa .......................................................... 77

5. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia ....................................... 78

C. Kerangka Pikir ............................................................................... 94

D. Definisi Operasional ...................................................................... 97

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 99

A. Jenis Penelitian ............................................................................. 99

B. Sumber Data ................................................................................. 99

C. Populasi dan Sampel .................................................................. 100

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 101

E. Teknik Analisis Data .................................................................... 101

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 103

A. Hasil Penelitian ........................................................................... 103

B. Pembahasan ............................................................................... 107

1. Pewujudan Gaya Bahasa dalam Novel Tetralogi Laskar

Pelangi dan Novel Trilogi Negeri 5 Menara ............................... 107

a. Gaya bahasa kiasan .............................................................. 107

1) Gaya bahasa simile ............................................................. 107

Page 12: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

xii

2) Gaya bahasa personifikasi ................................................. 164

3) Gaya bahasa metafora ........................................................ 177

4) Gaya bahasa metonimi ....................................................... 196

5) Gaya bahasa sarkasme ...................................................... 198

6) Gaya bahasa antonomasia ................................................. 199

7) Gaya bahasa eponim .......................................................... 204

8) Gaya Bahasa Paronomasia ................................................ 206

b. Gaya bahasa retoris............................................................... 206

1) Gaya bahasa hiperbola ....................................................... 206

2) Gaya bahasa litotes ............................................................ 219

3) Gaya bahasa asidenton ...................................................... 220

4) Gaya bahasa polisindenton ................................................ 221

5) Gaya bahasa erotesis ......................................................... 223

6) Gaya bahasa koreksio ........................................................ 224

2. Persamaan dan Perbedaan Pewujudan Gaya Bahasa

dalam Novel Tetralogi Laskar Pelangi dan Novel Trilogi Negeri

5 Menara .................................................................................... 225

BAB V PENUTUP .................................................................................. 237

A. Simpulan ..................................................................................... 237

B. Saran........................................................................................... 241

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 243

LAMPIRAN............................................................................................. 247

Page 13: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

xiii

DAFTAR SINGKATAN

NTLP : Novel Tetralogi Laskar Pelangi

NTNLM : Novel Trilogi Negeri Lima Menara

LP : Laskar Pelangi

SP : Sang Pemimpi

EDS : Edensor

MK : Maryamah Karpov

NLM : Negeri Lima Menara

RTW : Ranah Tiga Warna

RSM : Rantau Satu Muara

Page 14: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

xiv

DAFTAR TABEL

1.1 : Tabel perbandingan pewujudan gaya bahasa simile

1.2 : Tabel perbandingan pewujudan gaya bahasa personifikasi

1.3 : Tabel perbandingan pewujudan gaya bahasa metafora

1.4 : Tabel perbandingan pewujudan gaya bahasa antonomasia

1.5 : Tabel perbandingan pewujudan gaya bahasa metonimi

1.6 : Tabel perbandingan pewujudan gaya bahasa eponim

1.7 : Tabel perbandingan pewujudan gaya bahasa hiperbola

1.8 : Tabel perbandingan pewujudan gaya bahasa erotesis

Page 15: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

xv

ABSTRAK

RAVIQA. Pewujudan Gaya Bahasa dalam Novel Tetralogi Laskar Pelangi dan Novel Trilogi Negeri 5 Menara: Analisis Stilistika (dibimbing oleh Muhammad Darwis dan Kaharuddin)

Penelitian ini bertujuan, yaitu (1) menjelaskan pewujudan gaya bahasa dalam NTLP dan NTNLM dan (2) mengungkap persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa dalam NTLP dan NTNLM

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan satuan-satuan lingual yang mengandung gaya bahasa kiasan dan gaya bahasa retoris yang terdapat dalam kedua novel berseri tersebut. Metode pengumpulan data, yaitu metode simak dengan teknik catat. Data dianalisis dengan metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut ini.(1) Dalam NTLP ditemukan delapan jenis gaya bahasa kiasan, yaitu (a) simile, (b) personifikasi, (c) metafora, (d) metonimi, (e) sarkasme, (f) antonomasia, (g) eponim, dan (h) paronomasia dan enam jenis gaya bahasa retoris yang terdiri atas (a) hiperbola, (b) litotes, (c) asidenton, (d) polisindenton, (e) erotesis, dan (f) koreksio. Adapun dalam NTNLM ditemukan enam jenis gaya bahasa kiasan, yaitu (a) simile, (b) personifikasi, (c) metafora, (d) metonimi, (e) antonomasia, dan (f) eponim dan dua jenis gaya bahasa retoris, yaitu (a) hiperbola dan (b) erotesis. Gaya bahasa tersebut diwujudkan melalui sembilan jenis kelas kata, yaitu (a) nomina, (b) verba, (c) adjektiva, (d) pronomina, (e) interogatif, (f) numeralia, (g) artikula, (h) konjungsi, dan (i) adverbia. (2) Analisis pewujudan gaya bahasa pada kedua novel berseri tersebut menunjukkan kesamaan pada penggunaan empat gaya bahasa yang paling dominan dengan persentase pada NTLP, yaitu (a) gaya bahasa simile 50%, (b) gaya bahasa personifikasi 11%, (c) gaya bahasa metafora 28%, dan (d) gaya bahasa hiperbola 11% sedangkan pada NTNLM, yaitu (a) gaya bahasa simile 33%, (b) gaya bahasa personifikasi 25%, (c) gaya bahasa metafora 21%, dan (d) gaya bahasa hiperbola 21%. Adapun perbedaan keduanya ialah dari segi keketatan dan kekreatifan pengarangnya. Analisis ini menunjukkan bahwa Andrea Hirata tampak bersimile lebih ketat daripada Ahmad Fuadi. Keketatan tersebut dapat dilihat berdasarkan intensitas penggunaan pilihan kata yang berkelas kata nomina fauna dan penggunaan kata yang menandai perbandingan. Di samping itu, Andrea Hirata mengungkap ide dan gagasannya melalui gaya bahasa yang kreatif daripada Ahmad Fuadi. Kekreatifan tersebut dapat dilihat berdasarkan variasi jenis gaya bahasa kiasan dan gaya bahasa retoris yang ditemukan dalam NTLP.

Kata Kunci : Pewujudan, gaya bahasa kiasan dan retoris, pilihan kata,

kelas kata

Page 16: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

xvi

ABSTRACT

RAVIQA. Realization Style Language in the Novel Tetralogy Laskar Pelangi and Novel Trilogy Negeri 5 Menara: Analysis Stilistika (supervised by Muhammad Darwis and Kaharuddin)

The aims of study were (1) describes the realization of style in NTLP and NTNLM and (2) reveal similarities and differences in the realization of style in NTLP and NTNLM.

This research is a qualitative research. This research data in the form of units containing lingual style of figurative language and rhetorical style of language contained in the novel. Data collection methods, namely methods refer to the technical note. Data were analyzed with descriptive methods.

The results showed the following. (1) In NTLP found eight kinds of style of speech, namely (a) simile, (b) personification, (c) metaphor, (d) metonym, (e) sarcasm, (f) antonomasia, (g) the eponymous, and (h) paronomasia and six kinds of style rhetorical consisting of (a) hyperbole, (b) litotes, (c) asidenton, (d) polisindenton, (e) erotesis, and (f) koreksio. As in NTNLM found six kinds of style of figurative language, namely (a) simile, (b) personification, (c) metaphor, (d) metonym, (e) antonomasia, and (f) the eponymous, as well as two kinds of style rhetorical, that (a) The hyperbole and (b) erotesis. The literary style is realized through nine types of speech, namely: (a) nouns, (b) verb, (c) adjectives, (d) pronouns, (e) interrogative, (f) numeralia, (g) article, (h) conjunctions, and (i) adverbs. (2) Analysis of the realization of style on the second novel series shows the similarity in the use of four style that is most dominant in the percentage in NTLP, namely (a) the language style simile 50%, (b) style personified 11%, (c) the language style metaphor 28%, and (d) 11% hyperbolic language style while in NTNLM namely (a) the language style simile 33%, (b) style personified 25%, (c) the language style metaphor 21%, and (d) 21% hyperbolic language style. The difference in the two is that in terms of rigor and creativity of its author. This analysis indicates that Andrea Hirata looked bersimile tighter than Ahmad Fuadi. The stringency can be seen by the intensity of the use of the word classy choice of noun word fauna and use of the word mark comparison. In addition, Andrea Hirata reveal his ideas through creative style rather than Ahmad Fuadi. The creativity can be seen based on variations in the type of style language figurative language and rhetorical styles found in NTLP.

Keywords: realization, figurative language and rhetorical style, word choice, word class

Page 17: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebuah karya sastra diciptakan sebagai bentuk ekspresi,

pengungkapan ide dan gagasan yang diperoleh dari pengalaman dan

penghayatan hidup pengarangnya. Karya sastra hadir sebagai hasil

perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai

karya fiktif memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya

sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud

dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang

ada dalam pikirannya. Melalui karyanya, pengarang ingin mengungkapkan

masalah manusia dan kemanusiaan, penderitaan, perjuangan, kasih

sayang, kebencian, nafsu, dan segala sesuatu yang dialami manusia di

dunia ini. Karya sastra tersebut meliputi novel, cerpen, puisi, pantun, syair,

dan lain-lain.

Jika dicermati, perkembangan sastra Indonesia telah memasuki

angkatan 2000-an atau dikenal dengan istilah angkatan pascareformasi.

Lahirnya sastrawan angkatan 2000-an diprakarsai oleh Korrie Layun

Rampan. Pada tahun 2002, penerbit Gramedia menerbitkan sebuah buku

tebal tentang angkatan 2000-an. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis,

eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam angkatan 2000.

Lahirya angkatan 2000-an mempunyai benang merah dengan kondisi

1

Page 18: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

2

sosial politik Indonesia pada tahun 1970, yaitu pergantian kekuasaan.

Runtuhnya sebuah rezim diktator membawa iklim perubahan yang cukup

ekstrim. Perubahan tersebut dapat dilihat pada semua bidang, termasuk

sastra. Hampir semua yang sudah terbangun pada angkatan sebelumnya

didobrak dengan dalih perubahan. Karya sastra yang bernafaskan

perubahan pun bermunculan dengan dalih kebebasan berekspresi.

Perbedaan angkatan 2000-an dengan angkatan sebelum 2000-an sangat

terlihat pada karya-karya sastra yang tercipta. Karya sastra angkatan

2000-an secara lebih bebas menyindir keadaan di sekitar kita, baik sosial,

budaya, politik, pendidikan, agama, lingkungan, jender maupun

seksualitas. Kebebasan tersebut dapat dilihat dari penggunaan bahasa

dalam karya sastra yang lebih terbuka.

Bahasa merupakan unsur terpenting dalam sebuah karya sastra.

Sebagai salah satu unsur terpenting tersebut, bahasa berperan sebagai

sarana pengungkapan dan penyampaian pesan dalam karya sastra.

Penggunaan bahasa dalam karya sastra berbeda dengan penggunaan

bahasa dalam wacana lain, misalnya dalam pidato-pidato, karya-karya

ilmiah, dan perundang-undangan. Dasar penggunaan bahasa dalam karya

sastra tidak hanya sekadar paham, tetapi yang lebih penting adalah

keberdayaan pilihan kata yang dapat mengusik dan meninggalkan kesan

terhadap sensitivitas pembaca. Bahasa dalam karya sastra adalah bahasa

yang telah dimanipulasi melalui gaya tertentu. Dengan kata lain, dapat

Page 19: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

3

dikatakan bahwa bahasa dalam karya sastra adalah bahasa yang

bergaya.

Gaya bahasa dalam karya sastra sangat menentukan kualitas

karya tersebut. Gaya bahasa menjadi salah satu sarana kesusasteraan

yang sangat berperan dalam menentukan nilai seni dan estetika sebuah

karya sastra. Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa yang berbeda

dari bahasa sehari-hari oleh pengarang dalam mengungkapkan gagasan

yang ada dalam pikirannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa cara

pengarang membungkus pikirannya dengan cara yang tidak biasa itulah

yang disebut gaya. Hal ini dapat dilihat dalam pengungkapan gagasan

atau ide yang dimuat dalam novel tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea

Hirata dan Novel Tetraogi Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.

Selanjutnya, gaya melibatkan pilihan, tanpa pilihan tidak mungkin

ada gaya (Junus,1989: 57). Kekuatan sebuah gaya bahasa ada pada

pilihan kata (diksi) baik kata, frasa maupun ungkapan. Strategi bergaya

bahasa itu diwujudkan melalui pilihan kata. Pilihan kata adalah

penggunaan kata secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang

ingin dinyatakan dalam pola suatu kalimat. Kemampuan pengarang dalam

memilih kata pada karyanya sangat dipengaruhi oleh penguasaan bahasa

yang dimilikinya. Penguasaan bahasa yang dimaksudkan adalah

kemampuan mengolah dan memanipulasi kata sehingga tampil lain atau

berbeda dari penggunaan bahasa pada umumnya, yang pada akhirnya

Page 20: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

4

muncul sebagai gaya yang mencirikan diri pengarang (ciri pribadi) atau

mencirikan sebuah kelompok (ciri sosial).

Setiap pengarang mempunyai gaya bahasa sendiri dalam

menciptakan karya sastra yang dipengaruhi oleh latar belakang

pendidikan, kondisi sosial masyarakat, lingkungan tempat tinggal, dan

sebagainya. Gaya bahasa merupakan cap jempol pengarang. Middleton

Mury (dalam Rismayanti, 2015: 8) mengatakan bahwa “gaya itu

merupakan idiosyncracy (keiistimewahan, kekhususan) seorang penulis”.

Sejalan dengan itu, Buffon (dalam Junus, 1989: 20) berpendapat bahwa

“gaya adalah orang (penulis) itu sendiri”. Dengan mengatakan gaya

sebagai serangkaian ciri pribadi, pengarang dalam membuat karyanya

akan memperlihatkan penggunaan bahasa yang khas dengan ciri atau

karakteristik tersendiri yang berbeda dari pengarang lainnya. Pengarang

akan menurunkan tanda tangannya pada setiap karya sastra yang

ditulisnya. Di samping gaya sebagai ciri pribadi, konsep gaya menurut

Envikst (dalam Junus,1989: 31) adalah sebagai sekumpulan ciri kolektif.

Pemahaman tentang gaya sebagai sekumpulan ciri kolektif adalah

keberadaan gaya bersama yang dimiliki oleh dua orang pengarang atau

lebih. Jika dalam pengungkapan ciri pribadi yang ditonjolkan adalah

perbedaan antara pengarang yang satu dengan pengarang lainnya, maka

pada persoalan gaya sebagai ciri kolektif atau gaya sosial yang harus

dicari adalah sekumpulan teks yang ditekankan pada hakikat persamaan

(Junus, 1989: 34).

Page 21: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

5

Sekaitan dengan penggunaan bahasa yang khas oleh pengarang,

pada penelitian ini akan dianalisis pewujudan gaya bahasa dalam tetralogi

Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan trilogi Negeri 5 Menara karya

Ahmad Fuadi. Novel Tetralogi Laskar Pelangi (NTLP) adalah novel serial

dari empat buah novel, yaitu Laskar Pelangi (2005), Sang Pemimpi

(2006), Edensor (2007), dan Maryamah Karpov (2008) sedangkan Novel

Trilogi Negeri 5 Menara (NTNLM) adalah novel serial dari tiga buah novel,

yaitu Negeri 5 Menara (2009), Ranah 3 Warna (2011) dan Rantau 1

Muara (2013). Alasan pemilihan dua novel berseri tersebut berangkat dari

sebuah asumsi bahwa kedua novel berseri tersebut adalah novel yang

lahir pada era yang sama, yakni era 2000-an dan memiliki tema utama

yang sama, yakni pendidikan. Kesamaan keduanya terletak pada ide-ide

yang dituangkan dalam cerita yang banyak menyinggung perihal upaya

dan kerja keras tokoh dalam kisah demi mencapai cita-cita dan impian

masa kecil. Kedua karya tersebut banyak memotivasi generasi muda

melalui deskripsi kisah yang menggugah dan membangkitkan semangat.

Atas dasar kesamaan tersebut, cara atau strategi kedua pengarang dalam

mengungkapkan gagasan atau idenya dalam novel menjadi hal yang

sangat menarik untuk diteliti. Analisis pewujudan gaya bahasa pada dua

novel berseri tersebut sangat penting dilakukan untuk mengetahui

persamaan atau perbedaan kedua pengarang dalam membungkus

pikirannya. Hal ini akan terlihat melalui pilihan kata yang digunakan oleh

pengarang. Penelitian ini tidak berhenti pada upaya mengungkap jenis-

Page 22: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

6

jenis gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang, melainkan sampai

pada analisis cara pengarang mewujudkan gaya bahasa tersebut

berdasarkan pilihan kata yang digunakannya.

Selanjutnya, alasan memilih kedua pengarang novel berseri

tersebut yakni kedua pengarang tersebut masuk ke dalam deretan nama-

nama pengarang yang banyak meraih penghargaan melalui prestasi yang

diperoleh dalam menulis novel. Andrea Hirata dan Ahmad Fuadi adalah

pengarang yang mampu menggugah dunia kesusastraan Indonesia

dewasa ini. Penggambaran tema, tokoh, dan alur pada dua karya tersebut

sama. Tema yang diusung keduanya sangat menarik, yaitu seputar

kehidupan sehari-hari di sekitar penulis, mulai dari kisah sulitnya

memperoleh pendidikan sampai dengan usahanya meraih cita-cita.

Sebuah perjuangan di dalam dunia pendidikan serta kegigihan dalam

menjalani hidup, mereka kisahkan dengan bahasa yang memikat.

Tetralogi Laskar Pelangi mengisahkan perjuangan dan kegigihan

sepuluh anak Melayu Belitong yang dinamai Laskar Pelangi, yaitu Lintang,

Ikal, Mahar, Kucai, Trapani, A Kiong, Sahara, Syahdan, Harun, dan

Samson. Andrea Hirata memunculkan ide tentang semangat, perjuangan,

mimpi, dan cita-cita melalui potret-potret hidup Ikal dan kawan-kawannya

sejak duduk di bangku sekolah dasar sampai melanjutkan pendidikan di

perguruan tinggi. Kisahnya dimulai dari kehidupan di pedalaman Melayu di

Pulau Belitong hingga ke Prancis yang selanjutnya berakhir pada kisah

kehidupan dan pecarian A Ling, yaitu cinta sejati Ikal. Adapun, trilogi

Page 23: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

7

Negeri 5 Menara berawal dari kisah tentang enam orang sahabat yang

bersekolah di Pondok Madani Ponorogo Jawa Timur. Mereka menamai

diri sebagai anggota Sahibul Menara yang terdiri atas Alif, Raja, Said,

Dulmajid, Atang, dan Baso. Mereka datang dari tanah kelahiran untuk

menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren. Semangat Alif bersama

anggota sahibul dalam mengejar cita-cita dikemas secara apik dalam

novel berseri ini. Ahmad Fuadi dalam karyanya mengisahkan secara

runtut mulai dari masuknya Alif bersama anggotanya ke pondok Madani,

kemudian melanjutkan perjalanannya mewujudkan mimpi menjadi

Habibie di sebuah perguruan tinggi di Bandung, sampai pada kisah

perjalanan Alif dalam pencarian besar seorang manusia, yakni minat,

belahan jiwa, dan makna hidup. Alif yang mulai bekerja tidak berhenti

untuk berusaha menggapai benua impiannya, Amerika, hingga dia benar-

benar menjadi mahasiswa George Washington University dan

dipertemukan dengan Dinara lalu menikah dengan belahan jiwanya itu.

Keberhasilan Andrea Hirata dan Ahmad Fuadi dalam novel-novel

yang ditulisnya dapat dilihat dari penghargaan-penghargaan yang

diberikan kepada keduanya sejak novel pertama dari novel berseri itu

ditulis sampai novel terakhir. Novel Laskar Pelangi (buku pertama tetralogi

Laskar Pelangi) menjadi buku sastra Indonesia terlaris yang dibaca oleh

jutaan pembaca dan memperoleh penghargaan seperti Khatulistiwa

Literaly Award, Paramadina Award, dan Netpac Critics Award. Novel

Laskar Pelangi selain menjadi novel dengan penjualan terlaris di

Page 24: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

8

Indonesia juga telah terjual laris di luar negeri seperti di Malaysia dan

Singapura. Novel ini juga telah digarap menjadi sebuah tontonan di dunia

perfilman di Indonesia pada tahun 2008 dengan judul yang sama dengan

judul novelnya. Film Laskar Pelangi diproduksi oleh Miles Films dan Mizan

Production, digarap oleh sutradara Riri Riza. Skenario adaptasi ditulis oleh

Salman Aristo dan dibantu oleh Riri Riza dan Mira Lesmana. Ketika

difilmkan, novel ini mendapat respon yang sangat baik dari penontonnya.

Hal ini menunjukkan bahwa isi dan amanat dari novel ini sangat

menggugah dan karakter para tokoh-tokohnya begitu erat dengan

kenyataan hidup sehingga membuat penontonnya terkesima.

Keberhasilan yang diperoleh Andrea Hirata pada novel pertama tetralogi

Laskar Pelangi juga diraih pada novel kedua, ketiga, dan keempat.

Kesuksesan yang diraih oleh Andrea Hirata, juga diraih oleh Ahmad

Fuadi melalui seri trilogi Negeri 5 Menara . Novel Negeri 5 Menara yang

sarat dengan nilai-nilai religiusitas dan pendidikan menjadikan novel

inspiratif karya Ahmad Fuadi ini sebagai novel dengan penjualan terlaris

pada tahun 2009 dengan jumlah kopian mencapai 170.000 eksamplar. Di

samping itu, novel Negeri 5 Menara juga mencatat rekor baru sebagai

buku lokal paling banyak dicetak sepanjang 36 usia penerbit Gramedia

pada tahun 2009, peraih penghargaan buku terfavorit Anugerah Pembaca

Indonesia 2010, dan menjadi nominasi Khatulistiwa Literary Award 2010.

Selain itu, sebuah film yang diadaptasi dari novel Negeri 5 Menara

berhasil digarap oleh Kompas Gramedia Production bersama Million

Page 25: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

9

Pictures. Skenario ditulis oleh Salman Aristo yang juga penulis naskah film

Laskar Pelangi yang disutradarai oleh Affandi Abdul.

Andrea Hirata dan Ahmad Fuadi mendayagunakan kemampuan

berbahasa yang dimilikinya dengan menggunakan jenis-jenis gaya bahasa

yang membungkus pikiran sehingga tampil dengan bahasa yang tidak

biasa. Konsep gaya sebagai bungkusan menurut Envikst (dalam Junus,

1898: 9) berawal dari pengertian dari Kenneth Burke dan Paul Goodman

yang melihat ada „tulisan yang bergaya‟ di samping tulisan kebanyakan

tidak bergaya. Perbedaan kedua tulisan tersebut terletak pada

bungkusannya. Tulisan yang bergaya adalah tulisan yang mengandung

ketidaklangsungan makna. Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan

makna oleh Keraf (1990: 129) disebut juga figure of speech yang terdiri

atas gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa tersebut

meliputi personifikasi, simile, metafora, hiperbola, dan lain-lain. Gaya

bahasa ini digunakan oleh Andrea Hirata dan Ahmad Fuadi dalam

mengungkapkan gagasan dan pikiran motivasi inspiratif mereka melalui

karyanya. Selanjutnya, pada penelitian ini akan dibandingkan wujud dari

jenis-jenis gaya bahasa yang digunakan dalam tetralogi Laskar Pelangi

dan trilogi Negeri 5 Menara. Wujud gaya bahasa tersebut menyangkut

pilihan kata yang digunakan dalam bergaya bahasa. Analisis terhadap

pilihan kata dalam bergaya bahasa yang digunakan kedua pengarang

tersebut dilakukan dengan mengklasifikasikan pilihan kata berdasarkan

kelas katanya.

Page 26: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

10

Hal-hal yang telah dikemukakan sebelumnya menjadi latar

belakang dilakukannya penelitian secara lebih mendalam pada dua buah

novel dengan judul “Pewujudan Gaya Bahasa dalam Novel Tetralogi

Laskar Pelangi dan Novel Trilogi Negeri 5 Menara: Analisis Stilistika”.

Adapun yang menjadi persoalan pokoknya ialah mendeskripsikan jenis

gaya bahasa dan menganalisis pewujudan gaya bahasa dalam NTLP dan

NTNLM, serta mengungkap persamaan dan perbedaan pewujudan gaya

bahasa dari kedua novel berseri tersebut.

Beberapa contoh pemakaian gaya bahasa dalam novel Laskar

Pelangi karya Andrea Hirata dapat dilihat berikut ini:

1. Gaya Bahasa Simile berdasarkan Pilihan Kata yang Berkelas Kata

Nomina Anggota Tubuh

(1) Wajahnya coreng moreng seperti emban bagi permaisuri. (LP: 2)

(2) Kepala Lintang berputar-putar seperti burung hantu. (LP: 12)

(3) Walaupun bola mata jenakanya telah menjadi kusam seperti kelereng diamplas namun intuisi kecerdasannya tetap tajam seperti alap-alap mengintai anak ayam. (LP: 470)

Berdasarkan contoh (1) sampai dengan (3) yang ditampilkan

tersebut, tampak penggunaan gaya bahasa simile yang ditandai dengan

adanya kata seperti. Contoh (1) menceritakan keadaan wajah yang penuh

dengan coret-coret yang tidak karuan dan ini diasosiasikan dengan bentuk

seperti emban. Wajah sebagai terbanding berkelas kata nomina khusus

anggota tubuh sedangkan emban sebagai pembanding juga berkelas kata

nomina. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, kata

Page 27: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

11

emban berarti inang pengasuh. Seorang emban pasti berpenampilan yang

sangat sederhana sehingga wajah coreng moreng diidentikkan dengan

wajah seorang emban permaisuri.

Pada contoh (2) kepala Lintang berputar-putar diibaratkan sebagai

burung hantu. Kata kepala sebagai terbanding berkelas kata nomina

khusus anggota tubuh sedangkan burung hantu sebagai pembanding juga

berkelas kata nomina. Burung hantu adalah salah satu jenis burung yang

memiliki kemampuan menggerakkan kepala secara berputar-putar.

Begitulah Lintang yang menggerak-gerakkan kepalanya secara berputar-

putar.

Berikutnya yakni contoh (3) bola mata yang diibaratkan kelereng

diamplas. Kata mata sebagai terbanding berkelas kata nomina khusus

anggota tubuh sedangkan kelereng sebagai pembanding juga berkelas

kata nomina. Bola mata diibaratkan kelereng karena dilihat dari bentuknya

yang bulat. Selanjutnya, kelereng yang diamplas berarti bola mata yang

dalam keadaan lusuh dan usang itu diamplas atau digosok (dilicinkan)

dijadikan cerah kembali.

2. Gaya Bahasa Hiperbola berdasarkan Pilihan Kata yang Berkelas Kata

Nomina Anggota tubuh.

(4) Kami menanti liku demi liku cerita dalam detik-detik menegangkan dengan dada berkobar-kobar ingin membela perjuangan para penegak Islam. (LP: 23)

(5) Aliran darah di sekujur tubuhku menjadi dingin, jantungku berhenti berdetak sebentar kemudian berdegub kencang sekali dengan ritme yang kacau seperti kode morse meletup-letupkan pesan SOS. (LP: 209)

Page 28: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

12

(6) Kurasakan seluruh tubuhku menggigil. Rangka badanku seakan runtuh dan setiap persendian di tubuhku seakan terlepas. (LP: 453)

Contoh (4) sampai dengan (6) menunjukkan adanya penggunaan

gaya bahasa hiperbola. Kata dada, jantung, rangka badan dan persendian

berkelas kata nomina anggota tubuh yang dihiperbolakan melalui bentuk

verba berkobar-kobar , berdetak, runtuh, dan terlepas. Bentuk dada

berkobar-kobar pada contoh (4) mendeskripsikan bahwa semangat yang

dimiliki pelaku dalam cerita itu begitu menggebu-gebu sehingga

dihiperbolakan dengan berkobar-kobar. Contoh (5) penghiperbolaan

digunakan untuk menyatakan sebuah keadaan tokoh aku yang sangat

menegangkan sehingga dilukiskan seolah-olah jantungnya berhenti

berdetak. Jantung yang berhenti berdetak adalah penanda hilangnya

nyawa seorang manusia. Adapun contoh (6) tokoh aku mengalami

perasaan yang kalut dan pedih digambarkan seolah-olah rangka

badannya akan runtuh dan persendiannya terlepas.

Selanjutnya, gaya bahasa dalam novel Negeri 5 Menara karya

Ahmad Fuadi dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

1. Gaya Bahasa Simile berdasarkan Pilihan Kata yang Berkelas Kata

Nomina Anggota Tubuh

(7) …aku melihat seorang laki-laki berbaju putih, bersorban Arafat, berdiri diam kami dihentikan Tyson tadi. Bagai elang mengancam ayam kampung, matanya tajam mengawasi kami (NLM:68)

(8) Mukaku centang perenang, rambut awut-awutan, dan badan kotor seperti kerbau dari kubangan. (NLM:137)

Page 29: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

13

(9) Raja yang paling ekspresif, tampak mengayun-ayunkan tinjunya di udara sambil berteriak “Allahu Akbar!”. Mukanya seperti kepiting rebus dari keringat memercik dikeningnya yang lebar. (NLM:108)

Contoh (7) sampai dengan (9) tampak menggunakan gaya bahasa

simile yang ditandai dengan kata bagai dan seperti . Pada contoh (7) kata

mata, sebagai terbanding berkelas kata nomina khusus anggota tubuh.

Demikian halnya kata rambut dan badan pada contoh (8), dan kata muka

pada contoh (9) sebagai terbanding yang berkelas kata nomina khusus

nomina anggota tubuh. Adapun kata elang, kerbau, dan kepiting sebagai

pembanding juga berkelas kata nomina, yakni nomina khusus binatang.

Pada contoh (7) mata yang dimaksudkan adalah mata para penjaga

pondok yang dengan ketat mengawasi para santri. Mata Tyson

diibaratkan elang yang memiliki kemampuan melihat secara tajam dan

jelas jika menghadapi mangsanya. Pada contoh (8) kata muka, rambut,

dan badan diibaratkan kerbau dari kubangan. Kerbau yang baru saja

keluar dari kubangan itu sangat kotor karena penuh lumpur. Hal ini

disamakan dengan muka Alif yang sedang kusut. Adapun contoh (9) kata

muka disamakan dengan kepiting rebus. Kepiting yang jika direbus akan

berubah warna menjadi kemerah-merahan. Muka Raja yang digambarkan

memerah ini mewakili perilaku Raja yang sangat ekspresif, penuh dengan

semangat yang berkobar-kobar. Begitulah tokoh Raja digambarkan

dengan muka yang merah layaknya kepiting rebus.

2. Gaya Bahasa Hiperbola berdasarkan Pilihan Kata yang Berkelas Kata

Nomina Anggota Tubuh

Page 30: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

14

(10) Perawakannya pendek gempal. Menyerupai sang juara tinju kelas berat dunia Mike Tyson- tapi dengan ukuran lebih kecil. Gerakannya sigap dan memburu. Matanya tidak lepas menusuk kami (NLM:65)

(11) Sejurus kemudian, sebuah kepala muncul dari balik pintu dan membacakan giliran siapa yang harus masuk. “Alif Fikri…tafadhal”. Jantungku berdebur (NLM:201)

(12) Pelan-pelan aku merasa badanku semakin mengecil dan mengecil dan mengkerut hanya menjadi setitik debu yang melayang-layang di semesta luas yang diciptakanNya. (NLM:197)

Contoh (10) sampai dengan (12) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa hiperbola berdasarkan pilihan kata nomina

anggota tubuh seperti mata, jantung, dan badan yang dihiperbolakan atau

dilebih-lebihkan dengan verba menusuk, berdebur, dan melayang-layang.

Kata menusuk dalam KBBI V luring berarti mencocok dengan barang yang

runcing, sementara pada contoh (10) yang dimaksudkan adalah mata,

mata seolah-olah mampu menusuk layaknya benda tajam dan ini

dianggap sebagai bentuk yang berlebih-lebihan.

Contoh (11) kata berdebur dalam KBBI V luring berarti

mengeluarkan bunyi debur. Debur adalah tiruan bunyi barang besar jatuh

ke air, ombak memecah. Pada contoh (11), jantung yang berdebur juga

dianggap berlebih-lebihan karena suara detak jantung tidaklah sekeras

deruan ombak yang memecah.

Adapun contoh (12) badan yang semakin mengecil, mengkerut dan

bisa melayang seperti debu juga dianggap bergaya bahasa hiperbola.

Sekecil apapun tubuh manusia tidak akan mampu melayang-layang

dengan sendirinya tanpa bantuan alat khusus.

Page 31: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

15

Selain contoh-contoh yang telah dipaparkan sebelumnya, juga

ditemukan contoh dengan bentuk hiperbola yang menarik .

(13) Leherku rasanya layu. (NLM :8) (14) Dimulai dengan ayunan ringan kepalanya kearah depan,

lalu ayunannya semakin berat sampai lehernya layu dan dagunya menyentuh dada. (NLM:69)

(15) Sayang, kumisnya kali ini tampak layu, kalah wibawa dengan kumis para kakak keamanan. (NLM:74)

Contoh (13) sampai dengan (15) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa hiperbola. Pernyataan leherku rasanya layu

pada contoh (13) mendeskripsikan sebuah keadaan badan, yaitu leher

yang dalam keadaan tidak sehat. Pilihan kata layu yang digunakan oleh

Ahmad Fuadi pada konstruksi tersebut menjadi tidak biasa. Jika kalimat

tersebut diutarakan dengan leherku rasanya lelah, tentu tidak akan

menghasilkan reaksi apa-apa dari pembaca. Kata layu yang berkelas kata

adjektiva yang menjelaskan nomina anggota tubuh seperti leher dan

kumis dikatakan berlebih-lebihan. Pada umumnya, kata layu hanya

diperuntukkan untuk tanaman seperti bunga yang sudah tidak segar lagi.

Berdasarkan contoh dalam NTLP dan NTNLM yang diuraikan

tersebut, terlihat Andrea Hirata dan Ahmad Fuadi sama-sama

menggunakan bentuk gaya bahasa kiasan simile dan gaya bahasa retoris

hiperbola. Penggunaan gaya bahasa simile merupakan ciri pribadi gaya

kedua pengarang tersebut. Dengan begitu, jika keduanya memiliki ciri

pribadi yang sama berarti tidak ada ciri pribadi diantara keduanya karena

ciri pribadi didasarkan pada perbedaan. Yang terlihat jelas dalam kedua

novel berseri itu hanyalah ciri sosial atau ciri kelompok. Namun, dari

Page 32: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

16

contoh yang ditemukan terlihat perbedaan dari segi cara bersimile

keduanya. Dalam NTNLM , Ahmad Fuadi tampaknya bersimile lebih ketat.

Keketatan Ahmad Fuadi dalam novelnya terlihat pada pola yang mulai

dibangun dengan penggunaan kata pembanding dengan wujud kelas kata

nomina khusus binatang. Jadi, pada beberapa contoh ditemukan wujud

gaya bahasa itu berkelas kata nomina dengan mengkhususkan pada

nomina binatang sedangkan dalam NTLP gaya bahasa simile yang

digunakan Andrea Hirata bersifat lebih longgar. Kelonggaran tersebut

terlihat pada penggunaan unsur pembanding yang tidak hanya

mengkhususkan pada kelas kata nomina binatang saja, tetapi juga

mengkhususkan pada kelas kata nomina yang lain.

Melalui penelitian ini akan diungkap persamaan dan perbedaan

gaya bahasa yang digunakan dalam dua novel berseri oleh dua orang

pengarang yang memiliki tema novel yang sama. Melalui penelitian ini,

jenis gaya bahasa dan cara mewujudkan gaya bahasa yang digunakan

oleh Andrea Hirata dalam NTLP dan Ahmad Fuadi dalam NTNLM akan

terlihat. Perbedaan jenis dan wujud gaya bahasa kedua pengarang akan

melahirkan ciri pribadi masing-masing. Adapun persamaan keduanya

akan melahirkan ciri sosial atau ciri kelompok.

Page 33: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

17

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan

sebelumnya, terdapat beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pewujudan gaya bahasa dalam NTLP dan NTNLM?

2. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan pewujudan gaya

bahasa dalam NTLP dan NTNLM?

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian mempunyai tujuan tertentu dan ada sasaran yang

ingin dicapai. Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan pewujudan gaya bahasa dalam NTLP dan NTNLM.

2. Mengungkap persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa

dalam NTLP dan NTNLM.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik

manfaat secara teoretis maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

a. Memberi sumbangan yang bermakna bagi pengembangan studi

stilistika di Indonesia, khususnya di Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin. Studi stilistika di Indonesia perlu dikaji

secara lebih intensif, terutama pengkajian stilistika terhadap

Page 34: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

18

kepengarangan sastrawan-sastrawan Indonesia untuk

menjelaskan perbedaan gaya pengarang yang satu dengan

pengarang lainnya (menyingkap ciri pribadi) dan persamaan

gaya pengarang yang satu dengan pengarang lainnya sebagai

ciri kolektif (menyingkap ciri sosial) berdasarkan aspek linguistik.

Disamping itu, penelitian ini juga bertujuan mengungkap nilai

estetika karya sastra berdasarkan fakta-fakta kebahasaan yang

sengaja dibuat berbeda dari yang biasa atau lazim.

b. Studi ini juga diharapkan dapat memberi manfaat untuk

meningkatkan apresiasi sastra di kalangan masyarakat.Telaah

linguistik sebuah novel diharapkan dapat memberikan masukan-

masukan yang berharga terhadap keperluan kritik sastra.

c. Memberi manfaat terhadap kepustakaan studi sastra yang

berorientasi linguistik. Kajian ini memerikan keunikan atau

kekhasan pewujudan gaya bahasa pada dua buah novel berseri

oleh pengarang yang berbeda.

2. Manfaat Praktis

a. Menumbuhkan minat peneliti lain untuk ikut menggali dan

melestarikan karya-karya sastra Indonesia secara stilistika.

b. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya dan

pembaca umumnya, serta pemerhati sastra mengenai analisis

stilistika pada karya sastra.

Page 35: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian pada novel dengan kajian stilistika telah banyak

dilakukan, baik dalam bentuk makalah penelitian, skripsi, tesis, maupun

disertasi. Begitu pun objek kajian novel Laskar Pelangi dan Negeri 5

Menara juga telah banyak dipilih karena kepopuleran dan nilai kualitas

yang tinggi dari kedua novel berseri tersebut. Hasil penelitian yang telah

diperoleh pada penelitian sebelumnya dapat menjadi referensi sekaligus

menjadi bahan perbandingan agar penelitian ini menjadi peneltian yang

berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya.

Di antara penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah peneltian yang telah

dilakukan oleh Rahmawati (2012) dengan judul “Gaya Bahasa Andrea

Hirata dalam Dwilogi Padang Bulan: Kajian Stilistika”. Penelitian tersebut

berupaya menjelaskan gaya bahasa Andrea Hirata dalam novel dwilogi

“Padang Bulan” berdasarkan tiga fokus, yaitu pilhan leksikal, struktur

kalimat, dan langsung tidaknya makna. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya ialah sama-sama melihat

gaya bahasa. Perbedaannya terletak pada fokus gaya bahasa yang akan

diteliti. Penelitian sebelumnya, memfokuskan pada tiga gaya bahasa, yaitu

gaya bahasa berdasarkan pilihan leksikal, gaya bahasa berdasarkan

19

9

Page 36: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

20

struktur kalimat, dan gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna.

Adapun penelitian yang akan dilakukan ini, fokus pada analisis jenis gaya

bahasa dan wujud gaya bahasa dalam NTLP dan NTNLM. Jadi, berbeda

dengan penelitian sebelumnya yang telah meneliti gaya bahasa dari tiga

fokus penelitian pada sebuah novel dwilogi “Padang Bulan”, pada

penelitian ini akan dianalisis cara pengarang mewujudkan gaya bahasa

berdasarkan ketidaklangsungan makna pada dua novel berseri yang

bertema sama karya Andrea Hirata dan Ahmad Fuadi.

Pada penelitian sebelumnya, terungkap bahwa pada gaya bahasa

berdasarkan pilihan leksikal dalam novel yang ditulis oleh Andrea Hirata,

pengarang memperlihatkan kemampuan sebagai seorang saintis

sekaligus sastrawan. Selanjutnya, gaya bahasa dalam struktur kalimat,

Andrea Hirata dalam novelnya memperlihatkan kekhususan dalam

mendeskripsikan secara detail latar maupun penokohan. Adapun gaya

bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna meliputi gaya bahasa

retoris dan gaya bahasa kiasan.

Adapun penelitian yang juga relevan dengan penelitian ini ialah

“Gaya Bahasa dalam Novel Khadijah Karya Sibel Eraslan Terjemahan

Ahmad Saefuddin dan Kawan-kawan: Tinjauan Stilistika”. Penelitian

tersebut ditulis oleh Rismayanti (2016). Penelitian ini menggunakan

tinjauan stilistika yang berfokus pada penelitian gaya bahasa kiasan

berdasarkan pilihan leksikal dan berupaya mengungkap karakteristik

kebahasaannya melalui gaya bahasa kiasan. Hubungan penelitian

Page 37: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

21

tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan ini terletak pada

pengungkapan karakteristik kebahasaan seorang pengarang berdasarkan

pilihan leksikal. Perbedaannya, penelitian yang dilakukan Rismayanti

mengkhususkan pada gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel

“Khadijah” sedangkan pada penelitian ini akan diteliti gaya bahasa kiasan

dan gaya bahasa retoris yang digunakan oleh Andrea Hiarata dan Ahmad

Fuadi dalam karyanya masing-masing. Hasil penelitian Rismayanti

menunjukkan bahwa ada lima belas bentuk gaya bahasa kiasan

berdasarkan pilihan leksikal yang ditemukan di dalam novel “Khadijah”

dan yang paling sering muncul, yaitu (a) gaya bahasa simile, (b) gaya

bahasa personifikasi, dan (c) gaya bahasa metafora. Kemudian pilihan

leksikal yang digunakan ada sebelas kelas kata dan yang paling dominan

digunakan ialah kelas kata nomina.

Objek utama penelitian ini adalah dua buah novel berseri dari dua

orang pengarang. Pengarang tersebut adalah pengarang novel dengan

tingkat popularitas karya yang tinggi sejak awal kemunculan karyanya

sampai sekarang. Penelitian tentang gaya bahasa pada novel-novel dari

kedua pengarang tersebut telah banyak dilakukan dengan fokus penelitian

yang berbeda-beda. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh

Dwi Jalu Prasetyo (2014) dengan judul “Studi Komparasi Novel Laskar

Pelangi karya Andrea Hirata dan Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi

(Pendekatan Strukturalisme Robert Stanton)”. Hubungannya dengan

penelitian yang akan dilakukan ini, yaitu sama-sama menggunakan studi

Page 38: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

22

komparatif. Namun, pendekatan yang digunakan berbeda. Pada penelitian

sebelumnya digunakan pendekatan strukturalisme Robert Stanton

sedangkan pada penelitian ini digunakan pendekatan stilistika. Penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya lebih fokus pada persamaan dan

perbedaan yang dibentuk oleh fakta cerita berupa alur, tokoh, latar,

sarana cerita berupa sudut pandang dan gaya bahasa, serta persamaan

dan perbedaan yang diajarkan melalui tema cerita dalam novel Laskar

Pelangi dan Negeri 5 Menara. Adapun penelitian ini, fokus pada upaya

mengungkap persamaan dan perbedaan kedua pengarang dalam dua

novel berseri berdasarkan cara pengarang mewujudkan gaya bahasa

tersebut melalui pilihan kata yang digunakan.

Penelitian relevan berikutnya yang menggunakan objek penelitian

yang sama dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang telah dilakukan

oleh Ganik Arianti (2011) dengan judul “Hubungan Intertekstual antara

Novel Negeri Lima Menara Karya A. Fuadi dan Laskar Pelangi Karya

Andrea Hirata”. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh Ganik

Arianti (2011) ini ialah mendeskripsikan struktur yang membangun novel

Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dan novel Laskar Pelangi karya Andrea

Hirata serta mendeskripsikan bentuk intertekstual yang terdapat dalam

kedua novel tersebut. Perbedaannya dengan penelitian yang akan

dilakukan ini terletak pada sudut pandang analisis yang akan dilakukan.

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Ganik Arianti, kedua novel

tersebut (Laskar Pelangi dan Negeri 5 Menara) dianalisis berdasarkan

Page 39: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

23

hubungan intertekstualnya sedangkan pada penelitian ini digunakan

analisis stilistika yakni analisis pada kedua novel berseri berdasarkan jenis

gaya bahasa dan cara gaya bahasa tersebut diwujudkan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ganik Arianti

menunjukkan bahwa (1) struktur yang terjalin dalam novel Laskar Pelangi

dan Negeri 5 Menara memiliki aspek-aspek yang saling berkaitan dan

menguatkan satu sama lain. Aspek-aspek struktur tersebut secara padu

membangun peristiwa dan makna cerita novel. (2) Analisis bentuk

intertekstual dalam penelitian ini memasuki wilayah hipogram. Hipogram

merupakan karya sastra yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra yang

berikutnya. Hipogram tersebut meliputi tiga hal, yaitu (a) hipogram

ditemukan dalam penokohan yang terbagi menjadi dua, yaitu Ikal (LP)

ditransformasikan sebagai Alif (NLM) dan Lintang (LP) ditransformasikan

sebagai Baso (NLM), (b) hipogram ditemukan dalam sudut pandang, (c)

hipogram ditemukan dalam masalah pendidikan, yang dikhususkan pada

pendidikan yang berbasis religi. Dengan demikian, bentuk intertekstual

novel Laskar Pelangi dan Negeri 5 Menara dapat dilihat dari segi struktur

yang terdapat dalam setiap novel.

Penelitian yang relevan berikutnya ialah penelitian dengan judul

“Analisis Gaya Bahasa Hiperbola dan Personifikasi pada Novel Negeri 5

Menara Karya Ahmad Fuadi” oleh Inieke Kusuma Putri (2013). Hubungan

antara penelitian yang telah dilakukan oleh Ineke Kusuma Putri dan

penelitian yang akan dilakukan ialah keduanya sama-sama melihat gaya

Page 40: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

24

bahasa. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Inieke Kusuma Putri

bertujuan mendeskripsikan gaya bahasa dan makna gaya bahasa

hiperbola dan personifikasi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara

karya Ahmad Fuadi. Adapun pada penelitian yang akan dilakukan ini,

tidak berhenti pada upaya mendeskripsikan jenis gaya bahasa yang

digunakan, melainkan sampai kepada upaya menganalisis cara gaya

bahasa tersebut diwujudkan. Disamping itu, fokus peneltian ini tidak hanya

pada gaya bahasa Ahmad Fuadi dalam satu novel saja, tetapi novel

pertama, kedua dan ketiga dari novel berseri trilogi Negeri 5 Menara

akan menjadi objek penelitian.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ineke Kusuma Putri

menunjukkan bahwa gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam novel

Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi sebanyak 37 buah dan gaya bahasa

personifikasi sebanyak tiga puluh buah. Adapun makna gaya bahasa

hiperbola dan personifikasi pada novel Negeri 5 Menara karya Ahmad

Fuadi hanyalah sebagai penegasan dan untuk memperindah gaya

bahasa. Sebagai bentuk penegasan dimaksudakan agar pembaca bisa

turut merasakan dan menciptakan imajinasi berdasarkan hiperbola dan

personifikasi yang ditulis oleh Ahmad Fuadi.Selain itu, penegasan pada

novel Negeri 5 Menara digunakan untuk menciptakan image dari penulis

itu sendiri agar muncul ciri khas kesusastraan atas karyanya.

Penelitian yang relevan berikutnya ialah penelitian yang dilakukan

oleh Eko Marini (2010) dengan judul penelitian “Analisis Stilistika Novel

Page 41: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

25

Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”. Hubungan antara penelitian yang

telah dilakukan oleh Eko Marini dan penelitian ini ialah keduanya

menggunakan analisis yang sama, yaitu stilistika. Perbedaannya hanya

terletak pada salah satu objek penelitian. Pada penelitian yang akan

dilakukan, objeknya adalah dua novel berseri sedangkan pada penelitian

yang telah dilakukan oleh Eko Marini hanya salah satu dari novel berseri

tetralogi Laskar Pelangi yaitu novel pertama yang berjudul Laskar Pelangi.

Penelitian yang yang telah dilakukan oleh Eko Marini bertujuan

mendeskripsikan keunikan pemilihan dan pemakaian kosakata,

kekhususan aspek morfologis dan sintaksis, dan pemakaian gaya bahasa

figuratif yang meliputi: idiom, arti kiasan, konotasi, metafora, metonimia,

simile, personifikasi, dan hiperbola yang terdapat dalam novel Laskar

Pelangi sedangkan penelitian yang akan dilakukan bertujuan menganalisis

jenis-jenis gaya bahasa dan cara mewujudkan gaya bahasa pada kedua

novel berseri tersebut. Tidak berhenti di situ saja, pada penelitian yang

akan dilakukan ini juga akan diungkap persamaan dan perbedaan dari

kedua novel berseri tersebut. Perbedaan keduanya menunjukkan ciri

pribadi setiap pengarang. Adapun persamaan keduanya menjadi ciri

sosial atau ciri kolektif dari setiap pengarang.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian relevan yang telah

dipaparkan, dapat dikatakan bahwa penelitian dengan analisis stilistika

bukanlah penelitian yang baru. Telah banyak penelitian analisis stilistika

yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Selain itu,

Page 42: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

26

penelitian dengan objek kajian novel Laskar Pelangi dan Negeri 5 Menara

juga telah dilakukan sebelumnya. Namun, penelitian yang akan dilakukan

ini adalah penelitian dengan analisis stilistika yang lebih mendalam

dengan ruang lingkup objek penelitian yang lebih luas. Pada penelitian ini,

analisis tidak hanya sampai pada pendeskripsian jenis-jenis gaya bahasa

melainkan sampai pada analisis pewujudan gaya bahasa berdasarkan

pilihan kata yang digunakan. Tidak hanya itu saja, berdasarkan analisis

pewujudan gaya bahasa pada dua novel berseri tersebut akan terungkap

persamaan atau perbedaan cara kedua pengarang mendayagunakan

kemampuan berbahasa yang dimilikinya melalui pilihan kata yang

digunakan dalam bergaya bahasa. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini

menjadi penelitian yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya

dan dianggap sangat penting untuk dilakukan.

B. Landasan Teori

1. Stilistika

Stilistika secara umum dikenal sebagai studi pemakaian bahasa

dalam karya sastra. Stilistika mengkaji wacana sastra dengan orientasi

linguistik. Stilistika mengkaji cara sastrawan memanipulasi potensi dan

kaidah yang terdapat dalam bahasa sehingga memberikan efek tertentu.

Berikut ini uraian lebih lengkap tentang stilistika.

Page 43: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

27

a. Sejarah Stilistika

Benih-benih stilistika sudah ada sejak zaman Plato (427-347

SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Cikal bakal itu semacam kajian

linguistik tentang proses kreatif dalam kesusasteraan. Teori-teori

mengenai style telah dikembangkan. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu

aliran Platonik dan aliran Aristoteles. Aliran Platonik menganggap style

sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut mereka ada ungkapan yang

memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style. Adapun aliran

Aristoteles menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang

inheren, yang ada dalam setiap ungkapan. Dengan demikian, menurut

Keraf (1990: 112) aliran Plato mengatakan bahwa ada karya yang

memiliki gaya dan ada pula karya yang sama sekali tidak memiliki gaya.

Sebaliknya, aliran Aristoteles mengatakan bahwa semua karya memiliki

gaya, tetapi ada karya yang memiliki gaya yang tinggi dan ada yang

rendah.

Sejarah perkembangan stilistika di dunia Barat tidak bisa

dilepaskan dengan sejarah perkembangan retorika. Secara etimologis

retorika berasal dari akar kata rhetor (Latin), berarti ahli berpidato. Jadi,

retorika adalah seni dan teori berbicara di depan publik. Dalam

pengertian luas retorika diartikan sebagai seni, teknik penguasaan

sekaligus penggunaan bahasa, baik lisan maupun tulisan.Tujuannya

bukan semata-mata melukiskan gagasan tertentu, melainkan untuk

membangkitkan emosi, mendorong, memengaruhi agar pendengar

Page 44: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

28

mengambil sikap pertentu. Atas dasar ciri-ciri persuasi ini, Hough dalam

(Ratna, 2016: 26) menyimpulkan bahwa “asal usul stilistika adalah

retorika bukan puitika”.

Zaman Plato dan Aristoteles sudah terlalu jauh dari zaman kita.

Pada tahun 1916 telah terbit sebuah buku hasil kerjasama sastrawan

dan ahli bahasa beraliran Formalisme Rusia dengan buku yang berjudul

The Study ini Theory of Puitics Language. Selanjutnya disusul oleh

tulisan Roman Jakobson pada tahun 1923. Ia menulis tentang puisi

Ceko yang menerapkan kriteria semantik modern dalam pengkajian

struktur dan pola puisi. Menurut Abrams dalam (Ratna, 2016: 37)

popularitas stilistika baru tampak pada tahun 1950-an untuk

menggantikan ciri-ciri subjektif dan impresif dengan ciri-ciri objektif

saintifik dalam analisis teks sastra.

Di Indonesia, analisis terhadap gaya atau style sastra telah

mulai diterapkan sejak tahun 1950-an. Sastra tidak lagi berbicara kaidah

tetapi lebih pada perkembangan, khususnya gaya bahasa. Dalam

rangka menemukan sejarah perkembangan stilistika di Indonesia,

penelusuran buku-buku yang dapat diimplikasikan baik terhadap gaya

bahasa maupun stilistika itu harus dilakukan. Buku pertama yang

berkaitan dengan gaya bahasa ditulis oleh Slametmuljana. Meskipun

tidak secara eksplisit menyebutkan gaya bahasa dan stilistika, tetapi

dikaitkan dengan judulnya yaitu Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra

(1956) dapatlah dikatakan bahwa buku tersebut mengawali studi

Page 45: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

29

stilistika Indonesia. Menurut Slametmuljana dalam (Ratna, 20016: 39)

“perkembangan mengenai kata-kata berjiwa inlah yang disebut sebagai

stilistika”.

Adapun Panuti Sudjiman dalam bukunya yang berjudul Bunga

Rampai Stilistika (1993) secara jelas telah menyinggung makna stilistika,

yaitu mengkaji ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra.

Secara singkat, stilistika mengkaji fungsi puitika suatu bahasa. Menurut

Sudjiman, stilistika menjembatani analisis bahasa dan sastra.

Selanjutnya, Gorys Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya

Bahasa (1990) sama sekali tidak menyinggung istilah stilistika tetapi

dilihat dari isinya secara keseluruhan mengarah pada pemahaman

stilistika yaitu tentang gaya bahasa. Namun, sepanjang buku yang ditulis

para ahli tersebut hanya buku Umar Junus yang dapat disebut sebagai

buku teks mengenai stilistika dan disajikan dalam satu kesatuan. Buku

tersebut berjudul Stilistik Suatu Pengantar (1989) diterbitkan oleh Dewan

Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur.

Pembahasan ini hanya mengemukakan gaya bahasa dan

stilistika dalam bentuk buku yang sudah diterbitkan dengan maksud

mengetahui seberapa jauh stilistika menjadi pusat perhatian bagi kritikus

sastra Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir stilistika

sebagai ilmu interdisipliner mulai ditekuni oleh beberapa ahli bahasa. Ini

dibuktikan dengan meningkatnya jumlah penelitian tentang stilistika baik

berupa jurnal, makalah, skripsi, tesis, disertasi maupun buku.

Page 46: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

30

b. Pengertian Stilistika

Secara etimologi stilistika berasal dari bahasa Inggris stylistic

yang berarti studi mengenai style „gaya bahasa‟ atau „bahasa yang

bergaya‟. Adapun secara istilah, stilistika (stylistics) adalah ilmu tentang

penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam karya sastra. Style secara

umum adalah cara-cara yang khas dalam mengungkap sesuatu dengan

cara-cara tertentu sehingga tujuan yang dimaksudkan tercapai secara

maksimal.

Adapun beberapa pengertian stilistika menurut beberapa ahli.

Kridalaksana (2008: 227) memberikan batasan tentang stilistika, yaitu

(1) Ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya

sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan; (2)

penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Adapun menurut

Junus (1989: 17) bahwa hakikat stilistika adalah studi mengenai

pemakaian bahasa dalam karya sastra. Senada dengan pendapat

Junus, Ratna (2016:9) menyatakan bahwa stilistika merupakan ilmu

yang menyelidiki cara-cara penggunaan bahasa yang khas dalam karya

sastra sehingga menimbulkan efek-efek tertentu. Konsep kekhasan

penggunaan bahasa dalam karya sastra berhubungan dengan

penggunaan bahasa yang tidak biasa atau berbeda dari konstruksi

bahasa sehari-hari. Konsep ini dapat dibawa kepada konsep yang ada

pada estetik. Kekhasan penggunaan bahasa dalam karya sastra

tersebut adalah gaya yang berupaya dibangun oleh pengarang. Gaya

Page 47: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

31

menghasilkan keindahan dalam karya sastra sekaligus merupakan

estetik. Dalam hubungan ini, Junus (1989: 14) mengungkapkan bahwa

ini akan berhubungan dengan metafora, simile atau perbandingan

karena ini dianggap mendatangkan keindahan kepada sesuatu

pengucapan bahkan bahasa. Pengucapan dan kumbang berdatangan

untuk menghisap madu bunga itu dianggap jauh lebih indah dan lebih

berseni dari pada ucapan dan pemuda berdatangan untuk memikat

gadis itu. Perbedaan antara keduanya adalah perbedaan bungkusan.

Bungkusan pertama dikatakan lebih indah, lebih berseni atau lebih

estetik dibandingkan dengan bungkusan kedua.

Lebih lanjut, Shipley (dalam Ratna, 2016:8) menjelaskan bahwa

stilistika (stylistics) adalah ilmu tentang gaya (style). Style berarti alat

berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang yang

berlapis lilin. Bagi mereka yang dapat menggunakan alat tersebut secara

baik disebut sebagai praktisi gaya bahasa yang sukses. Sebaliknya, bagi

mereka yang tidak dapat menggunakan alat dengan baik disebut praktisi

gaya yang kasar atau gagal. Benda runcing sebagai alat untuk menulis

dapat diartikan bermacam-macam. Salah satu diantaranya adalah

menggores, melukai, menembus, menusuk, bidang datar sebagai alat

tulisan. Konotasi lain adalah „menggores‟ atau „menusuk‟ perasaan

pembaca, bahkan juga penulis sendiri sehingga menimbulkan efek

tertentu. Inilah yang dijadikan sebagai dasar pemaknaan stilus sebagai

Page 48: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

32

gaya bahasa yang sekaligus berfungsi sebagai penggunaan bahasa

yang khas.

Kemudian, Sudjiman (1993: 3) berpendapat bahwa “stilistika

mengkaji cara sastrawan memanipulasi dengan arti memanfaatkan

unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang

ditimbulkan oleh penggunaannya itu”. Sekaitan dengan pengertian yang

dikemukakan Sudjiman tersebut, Darwis (2009) dalam sebuah artikel

jurnal yang berjudul “Kelainan Ketatabahasaan dalam Puisi Indonesia:

Kajian Stilistika” telah mengungkap bahwa kelainan-kelainan

ketatabahasaan itu merupakan suatu strategi di dalam penulisan puisi

Indoesia. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan bentuk bahasa yang

paling kreatif, makna yang lebih dalam, dan/atau kalau dapat

menghasilkan rima yang sesuai. Dengan cara demikianlah, bahasa puisi

itu memiliki karakteristik tersendiri, berkontras dengan ragam bahasa

nonsastra (bahasa public), dan tidak terkesan klise. Selanjutnya hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa kelainan ketatabahasaan

tersebut ternyata berpola, yang berarti dilakukan sedemikian rupa

sebagai realisasi kesanggupan ber(tata)bahasa, bukan akibat kelainan

ataupun ketidakpedulian penyair terhadap kaidah-kaidah tata bahasa

Indonesia.

Pada penelitian Darwis tersebut, salah satu pola yang

ditemukan adalah pola pelesapan yakni dilesapkannya afiks-afiks

tertentu yang biasanya terdapat dalam penggunaan bahasa Indonesia

Page 49: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

33

sehari-hari. Adapun afiks-afiks yag kerap dilesapkan, yaitu sufiks –i dan

sufiks –kan yang dapat dilihat penggunaannya pada larik kasih

tersembelih dan doa membeku // memekat, menghamil dendam

(Nostalgi, 21). Yang sesungguhnya larik tersebut berasal dari konstruksi

wajar, yaitu tersembelih dan doa membeku // memekat, menghamili

dendam. Adapun contoh larik, jangan resah. Jangan membasah. Bumi

kan masih tetap membisu untukku (Nyanyian, 19), yang jika

dikonstruksikan sesuai kaidah maka yang seharusnya adalah

membasahi bukan membasah. Adapun pelesapan sufiks –kan dapat

dilihat pada konstruksi di tubuhku ada luka sekarang, bertambah lebar

juga, mengeluar darah (Deru, 40) yang seyogyanya kata mengeluar,

tersebut berasal dari konstruksi mengelurkan.

Berdasarkan tulisan tersebut, dapat dikatakan bahwa

kemampuan pengarang memanipulasi dalam arti memanfaatkan unsur

dan kaidah yang terdapat dalam bahasa itu, diwujudkan dengan yang

disebut Darwis sebagai kelainan ketatabahasaan. Kelainan

ketatabahasaan menurut Darwis (2009) merupakan hal yang lazim

dijumpai dalam penulisan puisi. Di dalamn perpuisian dikenal adanya

licenci poetika yaitu kebebasan penyair untuk menyalahi kebiasaan

berbahasa sehari-hari, termasuk menyalahi kaidah-kaidah gramatika.

Tambahan lagi juga dikenal adanya estetika penyimpangan, yaitu suatu

dorongan untuk senantiasa melakukan penyimpangan dari hal-hal yang

sudah dianggap mapan. Dengan berbuat demikian, puisi yang dihasilkan

Page 50: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

34

akan senantiasa mengandung kelainan, kebaruan, sekurang-kurangnya

terkesan berkontras atau beroposisi dengan bahasa masyarakat umum

(publik). Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa inilah

salah satu hakikat dari stilistika.

Adapun pendapat lain mengenai stilistika yang dikemukakan

oleh Leech dan Short (1984: 13) bahwa “stilistika adalah studi tentang

wujud performansi kebahasaan khususnya yang terdapat dalam karya

sastra”. Terakhir, pengertian stilistika yang dikemukakan oleh Aminuddin

(1995:46) adalah “studi tentang cara pengarang dalam menggunakan

sistem tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan dari

kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk itu yang dijadikan sasaran

kajian pada wujud penggunaan sistem tandanya”.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa stilistika adalah ilmu yang mengkaji wacana sastra dengan

orientasi linguistik atau dengan kata lain dikatakan bahwa stilistika

adalah ilmu yang melihat penggunaan bahasa yang bergaya dalam

karya sastra. Stilistika mengkaji cara sastrawan memanipulasi potensi

dan kaidah yang terdapat dalam bahasa serta memberikan efek tertentu.

Stilistika merupakan bagian dalam disiplin ilmu linguistik terapan dengan

mengkaji sastra dari perspektif linguistik.

Page 51: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

35

c. Tujuan Stilistika

Analisis stilistika digunakan untuk menemukan suatu tujuan

estetika umum yang tampak dalam sebuah karya sastra dari

keseluruhan unsurnya. Analisis stilistika bertujuan menemukan prinsip-

prinsip artistik yang mendasari pemilihan bahasa seorang pengarang,

sebab setiap penulis memiliki kualitas individu masing-masing (Leech &

Short, 1993: 74). Analisis style tidak sama dengan analisis bahasa yang

lazimnya berhenti pada deskripsi berbagai aspek bahasa. Tujuan kajian

stilistika adalah menemukan dan menjelaskan ketepatan penggunaan

bentuk-bentuk bahasa, baik secara estetis maupun efektivitasnya

sebagai sarana komunikasi. Intinya, tujuan stilistika menurut

Nurgiyantoro (2014: 100) adalah menemukan fungsi estetis penggunaan

bentuk-bentuk bahasa yang mengandung teks.

Menurut Darwis (2009: 2) stilistika dapat dibagi menjadi dua

subbidang, yaitu stilistika linguistik dan stilistika sastra. Persamaan

antara stilistika linguistik maupun stilistik sastra terletak pada objek

kajiannya yakni bahasa dalam karya sastra karena stilistika adalah

kajian terhadap bahasa sastra. Perbedaan keduanya terletak pada

tujuan akhir kajian atau penelitian. Orientasi akhir kajian stilistika

linguistik berbeda dengan stilistika sastra.

Stilistika linguistik menekankan pada pentingnya

menyodorkan fakta-fakta kebahasaan bukan untuk menilai

segi estetika yang dikandungnya, melainkan untuk

menemukan ciri pribadi atau ciri sosial penyair,

sekurangnya[sic]-kurangnya menunjukkan adanya kontras

Page 52: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

36

antara bahasa puisi dan bahasa sehari-hari. Adapun

stilistika sastra menekankan pada pentingnya

pengungkapan nilai estetika karya sastra berdasarkan fakta-

fakta kebahasaan yang sengaja dibuat berbeda dari bahasa

yang berlaku umum dalam masyarakat. (Darwis, 2009: 2)

Darwis (2002: 91) menyatakan bahwa dalam stilistika linguistik

tidak terdapat kewajiban untuk menjelaskan keterkaitan antara pilihan

kode bahasa (bentuk linguistik) dan fungsi atau efek estetika atau artistik

karya sastra. Stilistika linguistik tidak lain hanyalah berupa penerapan

teori linguistik untuk mengungkap berbagai unsur kebahasaan dalam

teks sastra.

Adapun stilistika sastra selain mengungkap atau

mendeskripsikan berbagai struktur dan bentuk linguistik, yang lebih

utama lagi adalah deskripsi efek estetika dan kandungan makna di balik

berbagai struktur dan bentuk linguistik tersebut. Yang ditekankan dalam

stilistika sastra adalah bagaimana menemukan fungsi sastra, yaitu

memberikan efek estetika (puitis). Dalam hal ini, stilistika sastra

bertujuan mengungkap hakikat yang terselubung dibalik berbagai

fenomena kebahasaan tersebut, hakikat yang menjadi tujuan utama dari

sastra, yaitu dulce et utile (menghibur dan bermanfaat) atau dalam istilah

Bressler (1999: 12) disebut to teach (mengajar) dan to entertain

(menghibur). Dengan demikian, penelitian stilistika sastra selain dapat

mengungkap efek estetika sebagai buah kreativitas pengarang, juga

mampu mengungkap makna di balik bahasa yang estetis tersebut.

Page 53: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

37

d. Stilistika dan Kritik Sastra

Pada bagian sebelumnya, telah diberikan pemahaman mengenai

pengertian stilistika. Stilistika adalah ilmu pemanfaatan bahasa dalam

karya sastra. Adapun kritik sastra adalah salah satu bagian ilmu sastra

disamping teori sastra dan sejarah sastra yang bertujuan memberi

penilaian dan memutuskan bermutu tidaknya sebuah karya yang

sedang dikritik. Kritik sastra yang sesungguhnya bukan hanya menilai

saja, melainkan masih ada aktivitas kritikus yang lain yakni

menganalisis karya tersebut.

Abrams dalam buku Pengkajian Sastra (2005: 57)

mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu yang

berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian

karya sastra. Stilistika merupakan bagian dari linguistik yang

memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa, terutama

bahasa dalam kesusastraan. Stilistika dianggap menjembatani kritik

sastra disatu pihak dan linguistik dipihak lain (Sudjiman, 1993: 3).

Hubungan tersebut tercipta karena (1) stilistika mengkaji cara

sastrawan memanipulasi dengan arti memanfaatkan unsur dan kaidah

yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh

penggunaannya itu, (2) stilistika mengkaji wacana sastra dengan

orientasi linguistik, (3) stilistika meneliti ciri-ciri yang membedakan atau

mempertentangkan wacana sastra dengan wacana nonsastra, dan (4)

stilistika meneliti deviasi dan distorsi terhadap pemakaian bahasa yang

Page 54: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

38

normal (dengan metode kontras) dan berusaha menemukan tujuan

estetisnya sebagai sarana literer. Dengan kata lain, stilistika meneliti

fungsi puitik bahasa.

Analisis kritik sastra terhadap sebuah novel biasanya dimulai dari

analisis terhadap unsur instrinsik dan ekstrinsik yang membangun karya

sastra tersebut kemudian sampai pada penilaian isi novel. Kritik sastra

sebagai penilaian terhadap sebuah karya sastra tidak hanya menilai

dari bentuk, isi, dan makna, melainkan juga melihat proses pembuatan

karya sastra dengan psikologi pengarang yang menghasilkan sebuah

karya (Hermoyo, 2015). Analisis stilistika tidak sampai kepada

mengungkap isi maupun makna dari karya sastra tersebut. Analisis

stilistika adalah analisis yang melihat cara pengarang mengungkap ide

atau gagasan melalui media bahasa. Analisis stilistika berada pada

analisis pengungkapan cara pengarang membungkus ide atau gagasan

melalui fakta-fakta kebahasaan yang ditampilkan dalam karyanya.

Sudjiman (1993: 5) mengatakan bahwa hubungan kritik sastra

dengan analisis stilistika bukan berarti berpretensi menggantikan kritik

sastra. Justru sebaliknya, stilistika tidak berpretensi menggantikan kritik

sastra. Stilistika membuka jalan untuk kritik sastra yang efektif.

Pengkajian stilistik tidak bermaksud mematikan intuisi karya sastra.

Kajian sastra dengan memanfaatkan teori stilistika hakikatnya

berangkat dari pendekatan objektif seperti yang dibicarakan oleh

Abrams dalam bukunya The Mirror and The Lamp (1976: 8).

Page 55: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

39

Pendekatan objektif merupakan pendekatan dalam kajian sastra yang

menitikberatkan pada hubungan antarunsur karya sastra. Fokus

pendekatan objektif adalah karya sastra itu sendiri.

Analisis stilistik berusaha menggantikan subjektivitas dan

impresionisme yang digunakan oleh kritikus sastra. Analisis stilistika

dapat dijadikan pedoman dalam mengkaji karya sastra dengan suatu

pengkajian yang relatif lebih objektif dan ilmiah. Dengan demikian,

stilistika berupaya menujukkan bagaimana unsur-unsur suatu teks

berkombinasi membentuk suatu pesan dan menemukan ciri yang

benar-benar memberikan efek tertentu kepada pembaca (pendengar),

tidak hanya sekadar menghitung frekuensi penggunaan sarana-sarana

stilistik dalam suatu karya sastra.

2. Novel sebagai Objek Kajian Stilistika

Novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa

Jerman disebut novella, dan dalam bahasa Yunani disebut novellus.

Istilah tersebut kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi

novel. Dewasa ini istilah novella mengandung pengertian yang sama

dengan istilah Indonesia novelette (Inggris: novelette) yang berarti sebuah

karya prosa fiksi yang cakupannya, tidak terlalu panjang juga tidak terlalu

pendek. Johson dalam (Faruk, 1994: 46) menyatakan bahwa novel

merupakan salah satu jenis karya sastra yang cenderung realistik. Dalam

arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas

(Sumardjo, 1997: 29). Ukuran yang luas berarti cerita dengan plot (alur)

Page 56: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

40

yang kompleks, susunan cerita yang beragam, dan setting cerita yang

beragam pula.

Adapun menurut Aminuddin (2002: 66) menyatakan bahwa novel

merupakan bagian dari prosa fiksi yang disebut juga karya fiksi yang berisi

kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan

pemeranan, latar dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil

imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Berdasarkan

beberapa pendapat, dapat disimpulkan bahwa novel adalah karya fiksi

berupa prosa yang di dalamnya mengandung rangkaian cerita dari

kehidupan pribadi penulis dan kehidupan orang-orang yang berada di

sekitar penulis. Novel termasuk salah satu bentuk karya sastra yang di

dalamnya terdapat nilai-nilai budaya, sosial, moral dan pendidikan. Novel

menjadi sebuah media penuangan pikiran, perasaan, dan gagasan

penulis dalam merespon kehidupan di sekitarnya.

a. Ciri-ciri Novel

Sebagai salah satu bentuk karya sastra, novel memiliki ciri khas

tersendiri bila dibandingkan dengan karya sastra lain. Dari segi jumlah

kata atau kalimat, novel lebih banyak mengandung kata dan kalimat.

Dari segi panjang cerita, novel lebih panjang dari pada cerpen sehingga

novel dapat mengemukakan sesuatu secara lebih lengkap, lebih rinci,

lebih detail. dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang

kompleks. Berikut ini termasuk ciri-ciri novel yang diperoleh dari situs

http://www.seputarilmu.com/html.

Page 57: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

41

1) Ditulis dengan gaya narasi, yang terkadang dicampur deskripsi

untuk menggambarkan suasana.

2) Bersifat realistis, artinya merupakan tanggapan pengarang

terhadap suasana lingkungannya.

3) Bentuknya lebih panjang, biasanya lebih dari 10.000 kosakata.

4) Alur ceritanya cukup kompleks

5) Novel menyajikan lebih dari satu impresi, efek, dan emosi.

Lebih lanjut akan diuraikan ciri bahasa sastra. Bahasa sastra

(puisi dan prosa) adalah bahasa yang bersumber dari ragam bahasa

standar yang penggunaannya diatur dalam kaidah tata bahasa standar.

Selanjutnya, hasil dari proses manipulasi penggunaan bahasa tersebut

itulah yang disebut bahasa sastra. Hubungan antara bahasa sastra dan

bahasa sehari-hari adalah bahasa sastra menggunakan bahasa sehari-

hari yang selanjutnya dikonstruksi secara tidak biasa dengan gaya yang

khas.

Secara garis besar, ciri ragam bahasa sastra menurut Suharjono

yang diakses pada laman www.mercubuana.ac.id sebagai berikut:

1) ragam bahasa sastra lebih mengutamakan unsur-unsur keindahan

seni, penulis cenderung menekankan gaya pengungkapan simbolik

dengan memadukan unsur instrinsik dan ekstrinsik. Artinya bahasa

sastra tidak saja mengungkapkan yang tersurat tetapi juga

mengungkapkan makna yang tersirat;

Page 58: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

42

2) pilihan kata dan tata bahasa yang digunakan disesuaikan dengan

suasana yang akan dibangun, memainkan bahasa sedemikian rupa

agar muatan emosi yang terkandung dalam karya sastra dapat

tersampaikan kepada penikmat sastra;

3) bahasa sastra menggunakan bahasa yang konotatif. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) laring, konotasi berarti ‟makna

yang ditambahkan pada makna denotasi‟. Nilai konotasi yang lebih

luas dari pengertian denotasi sangat penting dalam karya sastra.

Setiap kata yang dipilih dapat diasosiasikan dengan berbagai

pengertian.

b. Unsur-unsur novel

Secara tradisional Nurgiyantoro (2009: 23) membagi unsur-unsur

pembangun novel menjadi dua, yaitu unsur ekstrinsik dan unsur

intrinsik.

Berikut penjelasan tentang unsur-unsur tersebut.

1) Unsur Intrinsik

Unsur instrinsik merupakan unsur utama yang membangun

novel dari dalam. Unsur Intrinsik ini terdiri atas:

a) Tema

Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari

sebuah novel (Nurgiyantoro, 2009: 70). Adapun menurut

Stanton (2007: 7) bahwa “tema memberi kekuatan dan

menegaskan kebersatuan kejadian-kejadian yang sedang

Page 59: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

43

diceritakan sekaligus mengisahkan kehidupan dalam

konteksnya yang paling umum”. Dengan kata lain, tema

merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang

mendasari atau menjiwai jalan cerita novel secara umum.

b) Latar (Setting)

Latar (Setting) menurut Abrams (dalam Nurgiantoro,

2009: 216) adalah landasan atau tumpuan yang memiliki

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial

tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dengan

kata lain, latar adalah segala keterangan, pengacuan, atau

petunjuk yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi

terjadinya peristiwa dalam suatu cerita. Latar berfungsi sebagai

pemberi kesan realistis kepada pembaca.

c) Sudut Pandang

Menurut Nurgiyantoro (2009: 246) “sudut pandang

adalah cara penyajian cerita, peristiwa-peristiwa, dan tindakan-

tindakan pada karya fiksi berdasarkan posisi pengarang di

dalam cerita”. Sudut pandang menurut Nurgiyantoro (2009: 256)

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sudut pandang persona

ketiga dia dan sudut pandang persona pertama aku. Berikut ini

penjabaran tentang sudut pandang tersebut.

(1) Sudut Pandang Persona Ketiga Dia

Page 60: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

44

Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang

persona ketiga adalah penceritaan yang meletakkan posisi

pengarang sebagai narator dengan menyebutkan nama-

nama tokoh atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan

mereka.

(2) Sudut Pandang Persona Pertama Aku

Sudut pandang persona pertama aku merupakan

sudut pandang yang menempatkan pengarang sebagai aku

yang ikut dalam cerita.

(3) Sudut Pandang Campuran

Sudut pandang campuran adalah sudut pandang

yang menggabungkan antara sudut pandang orang ketiga

dia dan sudut pandang orang pertama aku.

d) Alur (Plot)

Alur (plot) merupakan hubungan antarperistiwa yang

bersifat sebab akibat, tidak hanya berupa jalinan peristiwa

secara kronologis (Nurgiyantoro, 2009: 112). Adapun menurut

Stanton (2007: 26) secara umum menyatakan bahwa “alur

merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita”.

Dengan kata lain, alur (plot) merupakan rangkaian peristiwa

atau kejadian dalam novel untuk mencapai efek tertentu. Alur

dibedakan menjadi dua bagian, yaitu alur maju (progresif) dan

alur mundur (flash back progresif). Disebut alur maju (progresif)

Page 61: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

45

apabila peristwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan

kronologis menuju alur cerita dan disebut alur mundur (flash

back progresif) apabila peristiwa yang terjadi ada kaitannya

dengan peristiwa yang sedang berlangsung.

e) Tokoh dan Penokohan

Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku dalam

sebuah cerita sedangkan penokohan adalah cara seorang

penulis menampilkan sifat dan watak dari suatu tokoh.

Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa

diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, dan

lingkungan tempat tinggal.

f) Gaya Bahasa

Gaya bahasa (style) merupakan cara pengucapan

pengarang dalam mengemukakan sesuatu terhadap pembaca

(Abrams, dalam [Nurgiyantoro, 2009: 276]). Adapun menurut

Stanton (2007: 61) menyatakan bahwa dalam sastra, gaya

adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Dengan

kata lain, gaya bahasa adalah alat atau sarana utama

pengarang untuk melukiskan, menggambarkan dan

menghidupkan cerita secara estetika. Gaya bahasa juga dapat

diartikan sebagai cara pengarang mengungkapkan ceritanya

melalui bahasa yang digunakan dalam cerita untuk

memunculkan nilai keindahan.

Page 62: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

46

g) Amanat

Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya

fiksi yang mengacu pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan

sopan santun pergaulan yang dihadirkan pengarang melalui

tokoh-tokoh di dalamnya (Kenny, dalam [Nurgiyantoro, 2009:

321]). Amanat adalah pesan moral yang disampaikan seorang

pengarang melalui cerita. Amanat juga disebut sebagai pesan

yang mendasari cerita yang ingin disampaikan pengarang

kepada pembaca.

2) Unsur Ekstrinsik

Unsur Ekstrinsik menurut Nurgiyantoro (2009: 23) adalah unsur

yang berada di luar karya fiksi yang memengaruhi lahirnya karya

tetapi tidak menjadi bagian di dalam karya fiksi itu sendiri. Biasanya

bisa berupa latar pribadi penulis maupun nilai-nilai dari luar. Wellek

dan Werren (dalam Nurgiyantoro, 2009: 24) mengatakan bahwa unsur

ekstrinsik terdiri dari sejumlah unsur antara lain:

a) Biografi pengarang adalah keadaan subjektivitas individu

pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan

hidup yang dapat memengaruhi karya tulisnya dengan kata lain

pengarang juga akan turut menentukan corak karya yang

dihasilkannya.

b) Psikologi berupa psikologi pengarang (yang mencakup proses

kreatifnya), psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip

Page 63: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

47

psikologi dalam karya yang dapat memengaruhi sebuah karya

fiksi.

c) Keadaan lingkungan pengarang meliputi ekonomi, politik dan

sosial yang juga akan berpengaruh terhadap karya sastra.

d) Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni yang lain

yang juga dapat memengaruhi sebuah karya sastra.

3. Gaya Bahasa

Istilah gaya dikenal dalam semua bidang kehidupan. Dalam

kaitannya dengan karya sastra, gaya tidak dapat dipisahkan hubungannya

dengan pemakaian atau penggunaan bahasa. Bahasa merupakan media

utama bagi karya sastra. Bahasa sastra sebagai media ungkapan

perasaan, pikiran, dan batin pengarang berkaitan erat dengan gaya.

Berikut ini penjelasan secara lengkap tentang gaya bahasa.

a. Pengertian Gaya Bahasa

Terdapat sejumlah pengertian gaya bahasa menurut ahli.

Pertama, pengertian gaya bahasa menurut Keraf (1990: 113) yang

menyatakan bahwa “gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara

mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”.

Adapun Aminuddin (1995: 4) memberi penjelasan bahwa gaya bahasa

atau style merupakan teknik serta bentuk gaya bahasa seseorang

dalam memaparkan gagasan sesuai dengan ide dan norma yang

digunakan dan mencirikan pribadi pemakainya. Menurut Dale (dalam

Page 64: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

48

Tarigan, 2009:4) berpendapat bahwa gaya bahasa adalah bahasa

indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan

memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu

dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat

penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta

menimbulkan konotasi tertentu.

Sejalan dengan pendapat beberapa ahli yang lain,

Kridalaksana (2008: 63) memberikan pengertian gaya bahasa atau

style adalah (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang

dalam bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk

memperoleh efek-efe tertentu; (3) keseluruhan ciri-ciri bahasa

sekelompok penulis sastra. Adapun pengertian gaya bahasa menurut

Sudjiman (1993: 13) adalah “cara menggunakan bahasa dalam

konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu”. Terakhir,

gaya bahasa menurut Nuryadi (2010) adalah cara seseorang

berbahasa, baik secara lisan atau tertulis yang berbeda dengan orang

lain. Gaya bahasa ditentukan oleh dua unsur yaitu pilihan kata (diksi)

dan pilihan kalimat (sintaksis). Ada seseorang yang kalimatnya

tersusun panjang-panjang tetapi ada yang tersusun pendek-pendek.

Contoh dalam bahasa Indonesia, ada seseorang yang lebih senang

menggunakan kata senantiasa daripada selalu, ada orang yang lebih

senang menggunakan kata sudah daripada telah.

Page 65: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

49

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa gaya bahasa adalah penggunaan bahasa yang khas dalam

karya sastra yang berbeda dari penggunaan bahasa pada umumnya

untuk menimbulkan efek tertentu bagi pembaca. Gaya bahasa

berkaitan dengan cara pengarang memilih, menata, dan menempatkan

kata dalam susunan kalimat sehingga memiliki pengaruh atau efek

tertentu bagi pembaca. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan

leksikal, struktur kalimat, pola rima, matra yang digunakan seorang

sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra

(Sudjiman,1993: 13).

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Sebelum berkembangnya konsep gaya dalam pandangan

modern, jauh sebelum itu tepatnya pada masa sebelum Masehi telah

ada konsep tentang gaya. Konsep tersebut dikemukakan oleh Envikst

(dalam Junus, 1989: 5). Menurut Envikst gaya meliputi: (1) gaya

sebagai bungkusan, (2) gaya sebagai pilihan kemungkinan, (3) gaya

sebagai serangkaian ciri pribadi, (4) gaya sebagai penyimpangan, (5)

gaya sebagai sekumpulan ciri kolektif, (6) gaya sebagai hubungan

antara satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas

daripada sebuah kalimat. Menurut Rahmawati (2012: 30) bahwa

definisi gaya menurut Enkvist tersebut memperlihatkan pembaharuan

dalam konsep modern di definisi 2, 4, dan 6. Definisi 1 merupakan

pengaruh dari definisi klasik. Definisi 3 dan 5 merupakan definisi yang

Page 66: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

50

diakui kebenarannya dari periode klasik hingga modern. Berikut ini

uraian tentang gaya menurut Enkvist.

1) Gaya sebagai Bungkusan

Terdapat beberapa pengertian gaya sebagai bungkusan dari

beberapa ahli yang dikemukakan oleh Envikst. Pertama, Enkvist

(dalam Junus, 1989: 9) mengambil pengertian dari Stendhal yang

mengatakan adanya suatu fikiran yang lebih dulu yang kemudian

diucapkan dengan cara tertentu, atau dibungkus dengan cara

tertentu. Ini dilanjutkan dengan pengertian dari Kenneth Burke dan

Paul Goodman yang melihat ada „tulisan yang bergaya‟ disamping

tulisan kebanyakan yang tidak bergaya. Pengertian gaya ini

bermula dengan memisahkan (a) fikiran yang diucapkan dan (b)

„bungkusan atau cara menyampaikannya‟. Menurut Hendricks

dalam (Junus, 1989: 10) (a) lebih dulu daripada (b), dan (b) hanya

bertugas untuk membungkusnya. Dengan kata lain, memang akan

ada „pengucapan tidak bergaya‟ yang biasanya dihubungkan

dengan pengucapan bukan sastera, meskipun dapat dihubungkan

dengan sebuah karya sastera.

Sekaitan dengan hal tersebut, lebih lanjut Barthes (dalam

Junus, 1989: 10 ) menjelaskan pula bahwa pengertian „gaya

sebagai bungkusan‟ itu membawa kita kepada hubungan yang

mesti ada antara signifiant dan signifie, atau antara „penanda‟ dan

„pertanda‟. Dengan (a) lebih dulu daripada (b), maka petanda lebih

Page 67: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

51

dulu daripada penanda. Dengan kata lain, suatu petanda tidak

mungkin ada, atau tidak berarti, kalau sebelumnya tidak dibentuk

melalui suatu penanda. Suatu penanda dianggap punya petanda

yang pasti, yang tidak berubah. Petanda menetukan segalanya.

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa gaya sebagai bungkusan

berarti penggunaan bentuk-bentuk bahasa sedemikian rupa dalam

mengungkap gagasan atau fikiran. Penggunaan bentuk-bentuk

bahasa yang bergaya menjadi sebuah bungkusan terhadap hal

yang ada dalam pikiran yang diungkapkan melalui bahasa. Dengan

mengatakan „gaya sebagai bungkusan‟, berarti suatu gaya

dibedakan dari gaya lain karena bungkusannya.

Kesusasteraan adalah sesuatu yang indah yang juga

dihubungkan dengan pengertian seni yang halus. Konsep ini

selanjutnya membawa kepada konsep yang ada pada estetik.

Dengan begitu, gaya adalah sesuatu yang mesti menghasilkan

keindahan dalam karya sastera yang sekaligus merupakan unsur

estetik. Gaya yang mengandung unsur estetik ini berhubungan

dengan metafora, simile atau perbandingan karena ini dianggap

akan mendatangkan keindahan pada suatu pengucapan bahasa,

contoh :

Dan kumbang berdatangan untuk menghisap madu bunga itu.

Page 68: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

52

Pengucapan tersebut jauh lebih indah dan lebih berseni

daripada ucapan berikut ini:

Dan pemuda berdatangan untuk memikat gadis itu.

Perbedaan antara keduanya adalah perbedaan bungkusan

dan perbedaan nilai estetik. Bungkusan pertama dikatakan lebih

indah, lebih berseni atau lebih estetik dibandingkan dengan

bungkusan kedua.

2) Gaya sebagai Pilihan Kemungkinan

Pengertian gaya sebagai pilihan kemungkinan berawal dari

peryataan bahwa gaya melibatkan pilihan. Menurut Pavel (1980)

dan Dillon (1980) dalam (Junus,1989: 57) bahwa “tanpa pilihan

tidak mungkin ada gaya”. Gaya itu ada karena ada pilihan. Kita

memilih kemungkinan yang disediakan bahasa. Persoalan pilihan

ada hubungannya dengan persoalan variasi dalam pembicaraan

linguistik.

Ada berbagai pengertian variasi. Pertama, berhubungan

dengan beberapa bentuk yang dianggap tidak berbeda arti atau

memiliki arti yang sama. Ini terkait dengan kata-kata yang

bersinonim. Pemakai bahasa bebas memilih salah satunya. Hal

kedua, suatu bentuk hanya dipakai dalam posisi tertentu. Biasanya

dikatakan variasi terikat. Misalnya antara bentuk afiks mem- dan

me- dalam bahasa Melayu. Hal ketiga, variasi bebas. Misalnya

antara kata tak dan tidak. Ada orang yang menganggap ini tidak

Page 69: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

53

melibatkan perbedaan arti. Dengan begitu, untuk sementara kedua

bentuk tersebut berbeda dari variasi. Fenomena keempat,

perbedan antara saya dan aku. Hal kelima, perbedaan antara kata

utuh dan tak pincang. Dalam konteks itu, tidak ada perbedaan arti

dari keduanya. Fenomena keenam, perbedaan dialek. Ini terlihat

pada perbedaan antara tinta dan dakwat. Fenomena ketujuh,

terkait dengan perbedaan masa. Ada kata yang hanya digunakan

dahulu dan kini sudah jarang digunakan. Misalnya kata hatta dan

beradu.

3) Gaya sebagai Serangkaian Ciri Pribadi

Pengertian „gaya sebagai serangkaian ciri pribadi‟ berasal

dari dunia penulis. Oleh karena itu, Enkvist (dalam Junus, 1989: 20)

mulai dengan mengambil pernyataan Buffon Le style, c‟est

I‟homme meme yang berarti „gaya adalah orang (penulis) itu

sendiri‟. Dengan mengatakan demikian, seorang penulis akan

menurunkan tanda tanggannya pada setiap karya yang ditulisnya.

Berdasarkan konsep tersebut dengan mudah pembaca dapat

mengenali karya yang dibacanya dengan hanya melihat

penggunaan bahasa yang menandai pengarang tersebut tanpa

harus mencari tahu siapa pengarangnya. Gaya seorang pengarang

yang mampu mengingatkan pembacanya memperlihatkan

keakraban pembaca dengan gaya pengarang itu.

Page 70: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

54

Dengan mengatakan „gaya sebagai serangkaian ciri pribadi‟,

terdapat pemakaian bahasa yang khas yang hanya dimiliki oleh

pengarang tersebut dan tidak ditemukan pada pengarang lainnya.

Disamping mengungkap gaya pribadi pengarang tertentu, tugas

yang lebih berat ialah menerangkan hakikat pribadi yang berarti

tidak mungkin dipunyai oleh orang lain, kecuali kalau orang lain itu

meniru. Tidak sampai disitu saja, analisis gaya pribadi tersebut

sampai pada seberapa jauh penggunaan bahasa pengarang

tersebut berbeda dari yang digunakan oleh pengarang lainnya.

Dengan begitu, berbicara tentang gaya yang merupakan

serangkain ciri pribadi, harus juga berbicara tentang gaya orang

lain sebagai perbandingan.

4) Gaya sebagai Penyimpangan

Ada berbagai pengertian tentang „gaya sebagai

penyimpangan‟. Hakikat utama dari pengertian gaya ini adalah

gaya dianggap sebagai pemakaian bahasa yang „berbeda‟ dari

pemakaian bahasa biasa. Menurut Junus (1989: 36) “gaya

dipahami sebagai pemakaian bahasa yang lain, tetapi mungkin

juga dipahami sebagai pemakaian bahasa yang menyalahi

tatabahasa”. Dalam hal ini, gaya biasa dihubungkan dengan

konsep licentia poetika (kebebasan penyair) yang dipahami

sebagai kebebasan penyair atau penulis untuk melanggar hukum

tatabahasa.

Page 71: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

55

Sebenarnya, pengertian gaya sebagai penyimpangan

bahasa adalah sesuatu artifisial (diciptakan dengan sengaja).

Namun, konsep itu telah hidup dalam pemikiran karena lahir

bersama-sama dengan kelahiran sastera modern. Sastera modern

dianggap sebagai mitos pembebasan yang berteraskan kebebasan

dan pemberontakan terhadap segala ikatan. Dengan kata lain,

kebebasan adalah kata kunci untuk kesusasteraan modern itu.

Kebebasan dari segala macam ikatan, termasuk ikatan bahasa

sehingga kebebasan penyair dipahami sebagai kebebasan

menyalahi kebiasaan bahasa. Atas hal tersebut dapat dikatakan

bahwa kesusasteraan sebagai manifestasi kebebasan.

5) Gaya sebagai Sekumpulan Ciri Kolektif

Gaya sebagai sekumpulan ciri kolektif adalah kebalikan dari

gaya sebagai serangkaian ciri pribadi. Pembuktian terhadap

adanya gaya kolektif diberikan dengan mengatakan bahwa tulisan

si A tidak berbeda dari tulisan si B dan C. Jadi, yang diperlihatkan

adalah hal yang sama antara A, B, dan C. Semua penulis dipahami

menulis dengan menggunakan gaya yang sama dan gaya itu

tentunya dianggap berbeda dari pemakaian bahasa biasa.

Pengertian ciri kolektif atau gaya sosial tidak berhubungan dengan

konsep tidak ada gaya. Tetap ada gaya, hanya saja semua penulis

dipahami menulis dengan gaya yang sama (Junus, 1989: 32).

Page 72: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

56

Persoalan gaya dengan ciri kolektif atau gaya sosial mesti

dicari pada sekumpulan teks dengan menekankan kepada hakikat

persamaan. Perbedaan dianggap tidak ada atau mesti ditiadakan

dengan menegaskan kemungkinan persamaan yang mungkin ada

antara dua atau lebih teks. Jadi, ini adalah proses kebalikan dari

penentuan gaya peribadi. Jika pada penentuan gaya pribadi

berusaha mencari perbedaan, maka pada bagian ini berusaha

mencari persamaan.

6) Gaya sebagai Hubungan antara Satuan Bahasa yang Dinyatakan

dalam Teks yang Lebih Luas daripada sebuah Kalimat.

Sesuai dengan pengertian stilistik yang berikan yakni

mempelajari penggunaan unsur bahasa dalam karya sastra maka

sebenarnya dalam hubungan ini berhadapan dengan penggunaan

bahasa. Menurut Halliday & Ruqaiva Hasan dalam (Junus, 1989:

75) “penggunaan mengambil tempat dalam wacana”. Tidak ada

penggunaan bahasa di luar wacana. Dengan begitu, wacana

merupakan lapangan penelitian stilistik yang sebenarnya.

Pengertian wacana yang digunakan dalam pembicaraan ini

menurut Junus (1989: 76) yaitu pertama, wacana adalah

pengucapan bahasa yang melebihi satu ayat. Kedua, wacana

berbeda dari teks, dipahami terikat pada unsur bahasa. Ketiga,

wacana juga berbeda dari teks, punya kemungkinan hubungan

dengan genre. Dengan demikian, tumpuan tidak hanya kepada

Page 73: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

57

ayat tetapi juga kepada unsur bahasa lainnya bahkan juga pada

sistem tulisan. Dengan begitu, pengertian wacana pada stilistik

lebih luas dari linguistik. Keseluruhan pemakaian bahasa dan ini

memperlihatkan pentingnya wacana pada stilistika.

Selain penjelasan tentang gaya yang dikemukakan Envikst,

gaya bahasa menurut Keraf (1990: 115) dapat ditinjau dari segi

nonbahasa dan segi bahasa. Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-

unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan

berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan, yaitu:

1) Gaya Bahasa berdasarkan Pilihan Kata

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata

mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu

dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat

dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Gaya

berdasarkan pilihan kata terdiri atas :

(a) Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang

lengkap, gaya yang digunakan dalam kesempatan-kesempatan

resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan

mempergunakannya dengan baik dan terpelihara.

(b) Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang digunakan

dalam bahasa nonstandar, khususnya dalam kesempatan-

kesempatan yang tidak formal atau kurang formal.

Page 74: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

58

(c) Gaya bahasa percakapan adalah gaya bahasa yang digunakan

dalam percakapan yang didalamnya memuat kata-kata popular

dan kata-kata percakapan.

2) Gaya bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada terdiri atas:

(a) Gaya sederhana adalah gaya yang sangat cocok untuk

digunakan dalam memberi instruksi, perintah, pelajaran,

perkuliahan, dan sejenisnya.

(b) Gaya mulia dan bertenaga, gaya ini penuh dengan vitalitas

energi, biasanya digunakan untuk menggerakkan sesuatu.

(c) Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha

untuk menimbulkan suasana senang dan damai.

3) Gaya Bahasa berdasarkan Struktur Kalimat

Struktur kalimat yang dimaksud adalah struktur yang

mempertimbangkan letak sebuah unsur kalimat yang dipentingkan

dalam kalimat tersebut. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat

terdiri atas:

(a) Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung

urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat

kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.

(b) Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang

terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.

Page 75: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

59

(c) Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai

kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang

menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang

sama.

(d) Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung

gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan

kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.

(e) Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian

kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam

sebuah konteks yang sesuai.

4) Gaya Bahasa berdasarkan Ketidaklangsungan Makna

Gaya bahasa berdasarkan makna diukur berdasarkan

langsung tidaknya makna. Sebuah acuan dilihat berdasarkan tetap

tidaknya makna denotatif kata tersebut. Jika makna denotatif tidak

dipertahankan lagi, berarti ada penyimpangan makna. Gaya

bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna sering disebut

trope atau figure of speech. Istilah trope sebenarnya berarti

„pembalikan‟ atau „penyimpangan‟. Menurut Keraf (1990: 129),

gaya bahasa yang disebut trope atau figure of speech terdiri atas

gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.

Page 76: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

60

(a) Gaya bahasa retoris

Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang menyimpang

dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu (Keraf, 1990: 129).

Macam-macam gaya bahasa retoris, yaitu:

(1) Asindeton

Asindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan, yang

bersifat padat dan mampat. Kata, frasa, atau klausa yang sederajat

tidak dihubungkan dengan kata sambung.

Contoh:

Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-

detik penghabisan orang melepaskan nyawa.

Contoh gaya bahasa asindeton yang ditunjukkan di atas

menjelaskan tentang penderitaan orang yang melepaskan nyawa.

Antara kata yang satu dan kata yang lain tidak dihubungkan dengan

konjungsi melainkan hanya dipisahkan dengan tanda koma.

(2) Polisindenton

Polisindenton adalah gaya bahasa yang merupakan

kebalikan dari asindeton.

Contoh:

Dan kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak

berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang

bakal merontokkan bulu-bulunya?

Page 77: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

61

Berbeda halnya dengan gaya bahasa asindenton, gaya

bahasa polisindenton adalah gaya bahasa berupa acuan yang

memisahkan kata, frasa dan klausa dengan sebuah konjungsi. Pada

contoh di atas, penggunaan gaya bahasa polisindeton ditandai

dengan kata penghubung atau konjungsi dan.

(3) Eufemisme

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti

ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan atau

tidak menyenangkan. Eufemisme itu sendiri diturunkan dari kata

Yunani euphemizein yang berarti „mempergunakan kata-kata dengan

arti yang baik atau dengan tujuan yang baik‟. Berdasarkan etimologi

tersebut, dapat dikatakan bahwa eufemisme adalah ungkapan-

ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapan-

ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang

mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau

mensugesti sesuatu yang tidak menyenangkan.

Contoh:

Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (= mati).

Contoh gaya bahasa eufemisme di atas menunjukkan

penggunaan ungkapan yang lebih halus terhadap kata mati. Jadi,

kata mati diganti dengan konstruksi tak ada di tengah-tengah

mereka. Penggunaan kata mati dianggap lebih kasar karena secar

Page 78: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

62

langsung mengungkap maksud sedangkan ungkapan tak ada di

tengah-tengah mereka ungkapannya tidak secara langsung.

(4) Litotes

Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan

sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, litotes juga dikatakan sebagai

pernyataan yang memperkecil sesuatu atau melemahkan, dan

menyatakan kebalikannya.

Contoh:

Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.

Penggunaan gaya bahasa litotes di atas menunjukkan

ungkapan yang merendahkan sesuatu hal. Contoh di atas

menjelaskan tentang kedudukan yang dikatakan tidak ada artinya

sama sekali. Padahal, pernyataan tersebut menyatakan hal yang

berlawanan dari maksud yang sebenarnya.

(5) Pleonasme dan Tautologi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

pleonasme berarti pemakaian kata-kata yang lebih daripada yang

diperlukan sedangkan tautologi adalah pengulangan gagasan,

pernyataan, atau kata yang berlebih yang tidak diperlukan. Adapun

menurut Keraf (1990: 133) menyatakan “Pleonasme dan tautologi

adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada

yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan”.

Page 79: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

63

Contoh:

Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.

Contoh di atas, menunjukkan penggunaan gaya bahasa

pleonasme melalui penggunaan kata yang berlebihan daripada yang

diperlukan. Contoh tersebut menggunakan kata telinga di samping

kata mendengar. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa

mendengar adalah fungsi dari telinga sehingga tanpa menggunakan

kata telinga pun, informasi dari kalimat tersebut dapat dipahami.

Adapun contoh tautologi dapat dilihat berikut.

Ia tiba pukul 20.00 malam waktu setempat.

Contoh tersebut dikatakan bergaya bahasa tautologi karena

terdapat kata yang mengulang kembali gagasan yang sudah disebut

sebelumnya. Penggunaan kata malam dianggap sudah tercakup

dalam pukul 20.00 sehingga ini dianggap mengandung gaya bahasa

tautologi

(6) Erotesis

Erotesis/pertanyaan retoris adalah gaya bahasa yang

wujudnya semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan

atau lisan dengan tujuan melakukan penekanan yang wajar dan

sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.

Contoh:

Rakyat yang harus menanggung akibat semua korupsi dan

manipulasi Negara ini ?

Page 80: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

64

Penggunaan gaya bahasa retoris terlihat pada penggunaan

bentuk pertanyaan yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban.

Contoh di atas menunjukkan pertanyaan yang tidak secara langsung

memerlukan jawaban. Bentuk pertanyaan di atas sebenarnya telah

memperoleh jawaban, yang dibutuhkan hanyalah dukungan terhadap

hal yang telah dipertanyakan. Perihal yang menanggung akibat

semua korupsi dan manipulasi Negara ini adalah rakyat.

(7) Koreksio

Koreksio/epanotesis adalah gaya bahasa yang berwujud,

mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

Contoh :

Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan,

sudah lima kali .

Contoh gaya bahasa koreksio tersebut menunjukkan

konstruksi yang mula-mula menjelaskan tentang kuantitas

mengunjungi suatu daerah yakni sebanyak empat kali. Selanjutnya,

pernyataan tersebut dikoreksi atau diperbaiki yang ditunjukkan

dengan penggunaan frasa ah bukan lalu diikuti jumlah yang benar

yaitu sudah lima kali.

(8) Hiperbola

Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu

pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu

hal. Gaya bahasa hiperbola biasa dipakai jika seseorang bermaksud

Page 81: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

65

melebihkan sesuatu yang dimaksudkan dibandingkan keadaan yang

sebenarnya dengan maksud untuk menekankan penuturannya.

Makna sesuatu yang ditekankan atau dilebih-lebihkan itu sering

menjadi tidak masuk akal untuk ukuran nalar yang biasa.

Contoh :

Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir

meledak aku.

Berdasarkan contoh gaya bahasa hiperbola di atas, terlihat

penggunaan bentuk yang berlebih-lebihan pada kata meledak. Ini

dianggap berlebih-lebihan karena sebuah kemarahan tidak akan

sampai meledakkan seseorang, sementara pada contoh

digambarkan demikian.

(9) Paradoks

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

paradoks adalah pernyataan yang seolah-olah bertentangan

(berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran tetapi

kenyataannya mengandung kebenaran. Paradoks adalah gaya

bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-

fakta yang ada.

Contoh :

Musuh sering merupakan kawan yang akrab.

Penggunaan gaya bahasa paradoks yang ditunjukkan pada

contoh di atas menggambarkan pertentangan maksud antara musuh

Page 82: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

66

dan kawan. Kedua kata tersebut menyatakan pertentangan. Namun,

pada gaya bahasa paradoks hal tersebut bisa terjadi. Faktanya,

musuh sering kali menjadi kawan untuk hal-hal tertentu. Jadi, dari

segi makna denotatif kedua kata tersebut dianggap berlawanan,

namun pada kenyataannya mengandung kebenaran.

(10) Oksimoron

Oksimoron adalah gaya bahasa yang berusaha untuk

menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan.

Dengan kata lain, oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung

pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan

dalam frasa yang sama. Oleh sebab itu, sifatnya lebih padat dan

tajam dari paradoks.

Contoh :

Keramah-tamahan yang bengis.

Gaya bahasa oksimoron pada contoh di atas ditunjukkan

melalui frasa keramah-tamahan yang bengis. Pada contoh ini, terlihat

adanya pengontrasan antara kata keramah-tamahan dengan kata

bengis yang disusun secara lebih padat melalui sebuah frasa. Makna

kata ramah-tamah sangat berlawanan dengan bengis. Dalam KBBI

laring, kata ramah bermakna „baik hati dan menarik budi bahasanya;

manis tutur kata dan sikapnya suka bergaul dan menyenangkan

sedangkan kata bengis bermakna „bersifat keras tanpa belas kasihan

kepada manusia atau binatang; suka berbuat aniaya; kejam‟.

Page 83: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

67

Berdasarkan makna kedua kata tersebut, terlihat pertentangan

makna yang dikandung keduanya.

(b) Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya

mengalami penyimpangan yang lebih jauh. Menurut Keraf (1990: 138-

145) gaya bahasa kiasan meliputi:

(1) Simile

Nurgiyantoro (2014: 219) menyatakan bahwa simile adalah

sebuah majas yang mempergunakan kata-kata pembanding

langsung atau eksplisit untuk membandingkan sesuatu yang

dibandingkan dengan pembandingnya. Antara sesuatu yang

dibandingkan dan pembandingnya itu tidak sama, baik secara

kualitas, karakter, sifat, maupun sesuatu yang lain sehingga yang

antara pembanding dan yang terbanding kelihatan sama. Ada

beberapa kata tugas tertentu yang berfungsi sebagai penanda

keeksplisitan pembandingan, yaitu seperti, sama, sebagai, bagaikan,

laksana, baik, dan sebagainya.

Contoh :

Bibirnya seperti delima merekah.

Contoh di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa

simile dengan penanda linguistik kata seperti. Contoh ini

membandingkan secara eksplisit kata bibir dan delima. Bibir yang

merah berasosiasi dengan delima yang merekah.

Page 84: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

68

(2) Metafora

Metafora adalah bentuk pembandingan yang bersifat tidak

langsung atau tidak eksplisit. Menurut Baldic dalam Nurgiyantoro

(2014: 224), metafora adalah bentuk pembandingan antara dua hal

yang dapat berwujud benda, fisik, ide, sifat, atau perbuatan dengan

benda, fisik, ide, sifat, atau perbuatan lain yang bersifat implisit.

Contoh :

Perpustakaan gudang ilmu.

Penggunaan gaya bahasa metafora pada contoh di atas

menunjukkan adanya perbandingan antara kata perpustakaan dan

gudang ilmu. Hubungan yang erat antara perpustakaan dan gudang

ilmu diwujudkan tanpa menggunakan penanda linguistik yang

menyatakan perbandingan. Hal inilah yang membedakan gaya

bahasa simile dengan gaya bahasa metafora.

(3) Personifikasi

Personifikasi merupakan bentuk pemajasan yang memberi

sifat-sifat benda mati seperti sifat-sifat kemanusiaan. Artinya sifat

yang diberikan itu sebenarnya hanya dimiliki oleh manusia dan tidak

untuk benda-benda atau makhluk nonhuman yang tidak bernyawa

dan tidak berakal (Nurgiyantoro, 2014: 235). Personifikasi adalah

jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insan kepada barang yang

tidak bernyawa.

Page 85: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

69

Contoh :

Mentari mencubit wajahku

Adanya pelekatan sifat manusia pada benda-benda tidak

bernyawa menjadi sebuah penanda adanya gaya bahasa

personifikasi. Contoh di atas menunjukkan mentari sebagai benda

tidak bernyawa seolah-olah mampu melakukan aktivitas mencubit

layaknya manusia sehingga contoh ini tergolong bergaya bahasa

personifikasi.

(4) Antonomasia

Antonomasia merupakan bentuk khusus dari sinekdoke yang

berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri,

gelar resmi, atau jabatan dari nama diri atau nama yang sebenarnya.

Contoh :

Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.

Contoh di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa

antonomasia yang ditandai dengan penggunaan frasa Yang Mulia.

Frasa tersebut menggantikan nama diri, gelar resmi, atau jabatan

dari nama diri atau nama yang sebenarnya.

(5) Alusio

Alusio adalah semacam acuan yang berusaha

mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa.

Biasanya, alusio ini adalah satu referensi yang eksplisit atau implisit

kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam

Page 86: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

70

kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang

terkenal.

Contoh :

Kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan haknya.

Berdasarkan penggunaan contoh gaya bahasa alusio

tersebut terlihat penggunaan kata Kartini. Kartini merupakan satu

referensi eksplisit yang dibandingkan dengan sosok yang memiliki

kesamaan karakter dengan tokoh Kartini. Kartini adalah sosok

perempuan yang mempelopori kebangkitan perempuan pribumi.

Frasa Kartini kecil yang dimaksudkan pada contoh tersebut merujuk

kepada sosok yang memiliki karakter yang sama dengan Kartini.

(6) Eponim

Eponim adalah suatu gaya bahasa seseorang yang

namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga

nama itu dipakai untuk menyatakan sifat orang tersebut.

Contoh :

Semua pekerjaan menjadi mudah berkat Hercules.

Gaya bahasa eponim ditandai dengan adanya kata

Hercules. Hercules digunakan untuk menyatakan kekuatan.

Berdasarkan contoh tersebut semua pekerjaan dikatakan menjadi

mudah jika ada Hercules. Hercules merujuk kepada orang atau

sosok yang memiliki kekuatan yang sama dengan Hercules.

Page 87: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

71

(7) Epitet

Epitet adalah gaya bahasa yang menyatakan suatu sifat

atau ciri khusus dari seseorang atau suatu hal. Keterangan itu adalah

suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama

seseorang atau suatu barang.

Contoh :

Putri malam itu tampak sangat indah menghiasi langit

malam.

Gaya bahasa epitet ditandai dengan penggunaan frasa putri

malam. Frasa putri malam digunakan untuk menyatakan bulan. Pada

contoh tersebut, bulan dikatakan tampak sangat indah menghiasi

langit malam .

(8) Sinekdoke

Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata

Yunani synekdechesthai yang berarti „menerima bersama-sama‟.

Sinekdoke adalah bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian

dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau

mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum

pro parte).

Contoh :

Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,00.

Page 88: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

72

Gaya bahasa sinekdoke pada contoh menunjukkan

sebagian dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro

toto) . Hal ini ditandai dengan penggunaan frasa setiap kepala.

(9) Metonimia

Metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti

„menunjukan perubahan‟ dan onoma yang berarti „nama‟. Dengan

demikian, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang

mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain

karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.

Contoh :

Ibu ke pasar naik Toyota.

Contoh di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa

metonimia yang ditandai dengan penggunaan kata toyota yang

menyatakan nama atau merek sebuah mobil. Pada contoh tersebut,

dijelaskan bahwa ibu ke pasar naik Toyota. Kata mobil yang

seyogyanya melekat pada kata Toyota dilesapkan sehingga yang

tampil hanyalah nama atau merek mobil tersebut.

(10) Hipalase

Hipalase adalah gaya bahasa yang menggunakan kata

tertentu untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya

dikenakan pada sebuah kata yang lain.

Contoh

Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah.

Page 89: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

73

Gaya bahasa hipalase ditandai dengan adanya penggunaan

sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang

lain. Gaya bahasa hipalase pada contoh tersebut ditandai dengan

penggunaan kata gelisah sebagai keterangan dari kata bantal.

Sebenarnya yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya.

(11) Alegori dan Parabel

Alegori adalah cerita yang dikisahkan oleh alam dengan

lambang-lambang dan merupakan metafora yang diperluas dan

berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan

yang diperlambangkan. Adapun parabel (cerita yang berkaitan

dengan Kitab Suci) juga merupakan alegori singkat yang

mengandung pengajaran mengenai moral dan kebenaran. Parabel

merupakan metafora yang diperluas.

Contoh :

Cerita Adam dan Hawa

Cerita Abraham

Cerita Yusuf

(12) Fabel

Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai

dunia binatang. Binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang

tidak bemyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia.

Page 90: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

74

Contoh :

Kancil dengan buaya

Contoh tersebut menunjukkan penggunaan gaya bahasa

fabel. Hal ini ditandai dengan penggunaan nomina binatang kancil

dan buaya.

(13) Ironi

Ironi atau sindiran adalah gaya bahasa yang mengatakan

sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang

terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu

upaya literer yang efektif karena menyampaikan impresi yang

mengandung pengekangan yang besar.

Contoh :

Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di

dunia ini yang perlu mendapat tempat terhormat!

Penggunaan gaya bahasa ironi berdasarkan contoh yang

diberikan menunjukkan adanya maksud yang berlainan dari

penggunaan kalimat seorang gadis yang paling cantik. Seorang

gadis yang dikatakan paling cantik tersebut sebenarnya mengandung

maksud yang berlainan. Gadis paling cantik memiliki maksud gadis

yang tidak cantik atau gadis yang jelek.

(14) Sarkasme

Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar

daripada ironi. Sarkasme adalah suatu acuan yang mengandung

Page 91: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

75

kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bersifat ironis,

dapat juga tidak, tetapi yang jelas bahwa gaya bahasa ini selalu akan

menyakiti hati dan kurang enak didengar. Kata sarkasme diturunkan

dan kata Yunani sarkasmos, yang lebih jauh diturunkan dan kata

kerja sakasein yang berarti „merobek-robek daging seperti anjing‟,

„menggigit bibir karena marah‟, atau „berbicara dengan kepahitan‟.

Contoh :

Dasar otak udang, disuruh melakukan pekerjaan yang

sangat mudah seperti ini saja kau tidak bisa. Lalu apa yang

kaubisa?

Penggunaan gaya bahasa sarkasme ditandai dengan

penggunaan kata atau frasa yang menunjukkan celaan yang bersifat

sangat kasar. Berdasarkan contoh yang diberikan, gaya bahasa

sarkasme ditandai dengan bentuk ungkapan dasar otak udang.

(15) Inuendo

Inuendo adalah gaya bahasa sindiran dengan mengecilkan

kenyataan yang sebenarnya.

Contoh :

Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena

terlalu kebanyakan minum.

Berdasarkan contoh yang diberikan, terlihat pengecilan

kenyataan yang sebenarnya. Frasa sedikit mabuk merupakan bentuk

pengecilan kenyataan dari kebanyakan minum. Jadi kenyataan yang

Page 92: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

76

sesungguhnya adalah jika banyak minum, tentu akan menyebabkan

mabuk besar.

(16) Antifrasis

Antifrasis adalah gaya bahasa ironi yang berwujud

penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa

saja dianggap sebagai ironi sendiri atau kata-kata yang dipakai untuk

menangkal kejahatan roh jahat, dan sebagainya.

Contoh :

Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol!)

Gaya bahasa antifrasis hampir sama dengan ironi melalui

pembalikan makna sebuah kata. Berdasarkan contoh yang diberikan,

terlihat penggunaan frasa sang raksasa dengan maksud sebenarnya

adalah si cebol.

(17) Paronomasia/pun

Paronomasia/pun adalah kiasan dengan mempergunakan

kemiripan bunyi.

Contoh :

Tanggal dua gigi saya tinggal dua

“Engkau orang kaya!”“Ya, kaya monyet!”

Kemiripan bunyi yang ditunjukkan berdasarkan contoh yang

diberikan adalah penggunaan kata tanggal dan tinggal serta

penggunaan kata kaya yang dianggap sama bunyi dengan kata

kayak.

Page 93: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

77

4. Kata, Frasa, dan Klausa

Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar dan

satuan terkecil adalah morfem. Adapun dalam tataran sintaksis, kata

merupakan satuan terkecil yang secara hierarkial menjadi komponen

pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frasa. Kata merupakan

pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, dan

kalimat. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai

pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai

perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan

sintaksis. Menurut Ramlan (1989: 23) “Kata adalah satuan bahasa yang

paling kecil yang merupakan lambang atau tanda bahasa yang bersifat

mandiri secara bentuk dan makna”.

Selanjutnya, frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang

bersifat nonpredikatif. Frasa juga lazim disebut gabungan kata yang tidak

melebihi batas fungsi. Adapun menurut Ramlan (2001: 139) frasa adalah

satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui

batas fungsi atau jabatan. Artinya, sebanyak apapun kata tersebut asal

tidak melebihi jabatannya sebagai subjek, predikat, objek, pelengkap, atau

pun keterangan, maka masih bisa disebut frasa. Berdasarkan definsi itu

dapat dikemukakan bahwa frasa mempunyai dua ciri, yaitu (1) merupakan

satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih, dan (2) tidak

melebihi batas fungsi unsur klausa.

Page 94: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

78

Berikutnya, unsur kebahasaan yang berada pada tataran lebih

rendah daripada kalimat dan berada pada tataran yang lebih tinggi

daripada frasa disebut klausa. Klausa ialah satuan gramatikal berupa

kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek (S) dan

predikat (P), dan berpotensi menjadi kalimat. Unsur inti klausa adalah

subjek dan predikat. Klausa merupakan unsur kalimat. Klausa hanya

memiliki unsur segmental yang menjadi subjek dan predikat dan tidak

memiliki unsur prosodi yang berupa intonasi. Yang membedakan klausa

dan kalimat adalah intonasi final pada akhir satuan bahasa itu. Kalimat

diakhiri dengan intonasi final sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final.

Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, dan perintah. Bila

sudah ada intonasi, maka fenomena itu bukan lagi klausa, melainkan

sudah merupakan kalimat.

5. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia

Menurut Kridalaksana (2008: 116), kelas kata (word class, part of

speech) adalah golongan kata yang mempunyai kesamaan dalam

berperilaku formal, klasifikasi atas nomina, adjektiva, verba, dsb. Itu

diperlukan untuk membuat pengungkapan kaidah gramatikal secara

sederhana. Ciri-ciri formal kelas kata berbeda dari satu bahasa ke bahasa

lain; misalnya dalam bahasa Indonesia, verba memiliki fungsi utama

sebagai predikat, verba mengandung makna inheren perbuatan, proses

atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas, verba khususnya yang

bermakna keadaan tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti „paling‟,

Page 95: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

79

pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang

menyatakan makna kesangatan. Adapun adjektiva adalah kata yang

memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang

dinyatakan oleh nomina dalam kalimat (Alwi dkk, 2003: 171). Selanjutnya,

nomina memperoleh batasan salah satunya adalah tidak dapat

diingkarkan dengan kata tidak .

Pembagian kelas kata menurut Kridalaksana (1994: 51) ada tiga

belas jenis, yaitu (1) verba (kata kerja), (2) adjektiva (kata sifat), (3)

nomina (kata benda), (4) pronominal (kata ganti), (5) numeralia (kata

bilangan), (6) adverbial (kata keterangan), (7) interogatif (kata tanya), (8)

demonstrative (kata tunjuk), (9) artikula (kata sandang/sebutan), (10)

preposisi (kata depan), (11) konjungsi (kata penghubung), (12) kategori

fatis, (13) interjeksi (kata seru). Berikut ini dijelaskan satu per satu.

a. Verba

Verba adalah kata atau kelompok kata yang digunakan untuk

menggambarkan atau menyatakan suatu perbuatan, kejadian,

peristiwa, eksistensi, pengalaman, keadaan, dan pertalian antara dua

benda. Kata dikatakan berkategori verba jika dalam frasa dapat

didampingi bentuk ingkar tidak dalam konstruksi dan tidak dapat

didampingi kata depan di, ke, dan dari atau kata-kata yang

menunjukkan superlatif seperti: sangat, lebih, dan agak.

Berdasarkan bentuknya, verba dapat dibagi menjadi beberapa

bagian, yaitu:

Page 96: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

80

1) Verba Dasar Bebas

Verba dasar bebas merupakan verba yang berupa morfem dasar

bebas.Contoh: tidur, duduk, makan, minum, dsb.

2) Verba Turunan

Verba turunan merupakan verba yang telah mengalami proses

morfologis (afiksasi,reduplikasi, gabungan proses). Bentuk turunannya,

yaitu:

a) Verba berafiks, antara lain: bernyanyi, bertaburan, bersentuhan,

berdandan, kerinduan, kecelakaan, memasak, bekerja.

b) Verba bereduplikasi, antara lain: lari-lari, maju-maju, dan pergi-

pergi.

c) Verba berproses gabungan, antara lain: bercanda-canda,

terbayang-bayang, berandai-andai.

d) Verba majemuk, antara lain: cuci mata, campur tangan, unjuk

gigi.

b. Adjektiva

Dalam bahasa Indonesia adjektiva memiliki ciri-ciri yang

memungkinkanya untuk (1) bergabung dengan kata tidak, (2)

mendampingi nomina atau (3) didampingi kata-kata yang menunjukkan

arti superlatif seperti lebih, sangat, agak, (4) dapat hadir berdampingan

dengan kata lebih...daripada... atau paling untuk menyatakan tingkat

Page 97: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

81

perbandingan, (5) mempunyai ciri-ciri morfologis seperti –i, –er, -if,

(6) dapat dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, (7) dapat

berfungsi predikatif, atributif, dan pelengkap.

Adjektiva berdasarkan bentuknya terdiri atas tiga, yaitu:

1) Adjektiva dasar, antara lain: besar, cantik, cerdas, dsb.

2) Adjektiva turunan, antara lain: elok-elok, insani, manusiawi, dsb.

3) Adjektiva majemuk. antara lain: murah hati, baik buruk, tua muda,

dsb.

Subkategorisasi adjektiva, dibagi ke dalam dua macam kategori,

yakni:

1) Ajektiva predikatif adalah ajektiva yang dapat menempati posisi

predikat dalam klausa. Contohnya susah, hangat, sulit, mahal.

2) Ajektiva atributif adalah ajektiva yang mendampingi nomina dalam

frase nomina. Contohnya nasional.

Pada umumnya adjektiva predikatif dapat berfungsi secara

atributif sedangkan adjektiva atributif tidak dapat berfungsi secara

predikatif.

1) Ajektiva bertaraf adalah adjektiva yang dapat berdampingan

dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya pekat, makmur.

2) Ajektiva tak bertaraf yakni adjektiva yang tidak dapat berdampingan

dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya nasional,

interen.

Page 98: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

82

c. Nomina

Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai

potensi untuk bergabung dengan kata tidak dan mempunyai potensi

untuk didahului oleh kata depan dari. Menurut Waridah (dalam

Rismayanti, 2016: 36) , “Nomina atau kata benda adalah kata yang

mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau

pengertian.”

1) Bentuk Nomina

a) Nomina dasar, seperti: batu, kertas, manga, kemarin, udara.

b) Nomina turunan

(1) Nomina berafiks seperti keuangan, keadilan dan perpaduan.

(2) Nomina reduplikasi seperti rumah-rumah, batu-batu, buku-

buku.

(3) Nomina hasil gabungan proses, seperti batu-batuan,

kesinambungan.

c) Nomina yang berasal dari berbagai kelas kata karena proses,

yaitu: (1) deverbalisasi, seperti: permandian, penganggur,

pelajaran, pengajaran; (2) deakjetivalisasi, seperti: ketinggian

dan leluhur; (3) denumeralisasi, seperti: kesatuan dan

kesebelasan,(4) deadverbialisasi, seperti: keterlaluan, kelebihan

d) Nomina paduan leksem, seperti daya juang, loncat indah, tertib

acara.

Page 99: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

83

e) Nomina paduan leksem gabungan, seperti pengambilalihan,

pendayagunaan, ketatabahasaan.

2) Subkategorisasi

a) Nomina Bernyawa dan Tak Bernyawa

Nomina bernyawa dapat disubtitusikan dengan ia atau

mereka sedangkan yang tak bernyawa tidak dapat.

Kridalaksana (1994: 69) membagi nomina bernyawa menjadi

nomina persona (insan) dan flora dan fauna. Nomina persona

diartikan sebagai nomina yang memiliki ciri sintaksis dapat

disubtitusikan dengan ia, dia, atau mereka dan dapat didahului

partikel si sedangkan nomina flora dan fauna memiliki ciri

sintaksis tidak dapat disubtitusikan dengan ia, dia, dan mereka

dan tidak dapat didahului partikel si kecuali yang

dipersonifikasikan seperti si kancil, si kambing.

Kelompok dalam nomina persona, yaitu (1) nama diri

seperti Ismai Yusanto, Hilmi Aminuddin, Said Aqil Siradj, dsb;

(2) nomina keakraban (hubungan darah) seperti nenek, ibu,

bapak, paman, adik, kakak;(3) nomina yang menyatakan orang

atau yang diperlakukan sebagai orang seperti tuan, raksasa,

malaikat, hantu ; (4) nama kelompok manusia seperti Jepang,

Melayu, Minangkabau, Asmat; (5) nomina tak bernyawa yang

dipersonifikasikan seperti DPR (nama lembaga).

Page 100: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

84

Nomina nonpersona atau nomina tak bernyawa terdiri

atas beberapa bagian, yaitu (1) nama lembaga seperti DPR,

MPR, KPK ; (2) nama geografis seperti Bali, Jogja, Jawa,

Timur, hulu, utara; (3) waktu seperti Sabtu, Agustus, tahun

1991, pukul 24, sekarang, dulu, nanti, besok, kemarin; (4) nama

bahasa seperti bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa Jawa,

bahasa Ibrani; (5) ukuran atau takaran seperti karung, kardus,

kotak, kilometer, kiloliter; (6) tiruan bunyi seperti: dentum,

desing, gelegar, denting, kokok.

b) Nomina Terbilang dan Tak Terbilang

Yang dimaksud dengan nomina terbilang ialah nomina

yang dapat dihitung dan dapat pula didampingi oleh numeralia

seperti kantor, kampung, kandang, meja, kursi, buku, pensil,

air, biji jagung (catatan : biji-bijian dan cairan serta tepung-

tepungan harus dihitung dengan menggunakan takaran).

Nomina tak terbilang adalah nomina yang tidak dapat

didampingi oleh numeralia seperti udara, kemanusiaan,

keberhasilan; termasuk juga nama diri: Gayus Tambunan dan

nama geografis : Gaza, Palestina.

c) Nomina Kolektif dan Bukan Kolektif

Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubtitusikan

dengan mereka atau data diperinci atas anggota atau atas

bagian-bagian. Nomina kolektif terdiri atas nomina dasar:

Page 101: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

85

tentara, keluarga, dan nomina turunan seperti wangi-wangian,

tepung-tepungan, biji-bijian. Nomina bukan kolektif adalah

nomina yang tidak dapat diperinci atas bagian-bagiannya

seperti orang, Hatta Rajasa.

3) Pemakaian Nomina

a) Penggolong benda yang dipakai bersama dengan numeralia

untuk menandai kekhususan nomina tertentu. Orang adalah

nomina penuh sedangkan seorang dalam seorang manusia

adalah penggolongan untuk manusia.

b) Nomina tempat dan arah, seperti: kanan, depan, belakang,

barat, timur.

c) Nomina bunyi, seperti: denting, dentum, deru, deram, desis,

dengung.

d) Makian, seperti: anjing, monyet, setan

e) Sapaan, seperti:

(1) Nama diri seperti mari ke sini Ali

(2) Nomina kekerabatan: Pak, apa artinya ini ?

(3) Gelar dan pangkat seperti selamat pagi, Prof .

(4) Kata pelaku yang berbentuk pe- + V seperti pendengar yang

terhormat.

(5) Bentuk nomina + -ku: seperti Oh, Tuhanku, sayangilah

hamba.

(6) Nomina lain seperti Yang Mulia mau ke mana ?

Page 102: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

86

f) Kuantita seperti jengkal, langkah, ikat, onggok, tusuk.

g) Ukuran, seperti: gram, liter, meter, inci.

h) Penunjuk waktu seperti: pagi, siang, sore, petang, malam,

minggu, tahun, bulan, abad.

d. Pronomina

Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan

nomina. Apa yang digantikan itu disebut anteseden. Berikut ini adalah

subkategorisasi pronomina.

1) Dilihat dari hubungannya dengan nomina, yaitu ada atau tidaknya

anteseden dalam wacana. Berdasarkan hal itu, pronomina dibagi

menjadi:

a) Pronomina Intertekstual

Bila anteseden terdapat sebelum pronomina itu dikatakan

anaforis tetapi bila anteseden muncul sesudah pronomina, hal

itu disebut kataforis.

Contoh anaforis: Pak Arif sepupu Bapak. Rumahnya dekat.

b) Pronomina ekstratekstual

Pronomina ekstratekstual merupakan pronomina yang

menggantikan nomina yang terdapat di luar wacana, bersifat

deiktis.

Contoh: Itu yang kukatakan.

Page 103: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

87

2) Dilihat dari jelas atau tidaknya referen, pronomina dapat dibagi

atas:

a) Pronomina Taktrif

Pronomina taktrif menggantikan nomina yang referennya jelas.

Pronomina ini terbatas pada pronomina persona. Contoh : saya,

kamu, ia, dsb.

b) Pronomina Tak Takrif

Pronomina tak taktrif menggantikan nomina yang referennya

tidak jelas. Contoh: sesuatu, seseorang, barang siapa, siapa,

apa, apa-apa.

e. Numeralia

Numeralia adalah kategori yang dapat (1) mendampingi nomina

dalam konstruksi sintaksis, (2)mempunyai potensi untuk mendampingi

numeralia lain, (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau sangat.

Subkategorisasi numeralia itu yakni:

1) Numeralia Takrif

Numeralia takrif adalah numeralia yang menyatakan jumlah

yang tentu.

a) Numeralia utama (kardinal)

Numeralia utama terdiri atas (1) bilangan penuh seperti satu,

dua, tiga, dst, (2) bilangan pecahan seperti dua pertiga, tiga

perempat, lima perdua, (3) bilangan gugus seperti bilangan

antara 20 dan 30, selikur = 21.

Page 104: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

88

b) Numeralia tingkat adalah numeralia takrif yang melambangkan

urutan dalam jumlah dan berstruktur ke + Num.

Contoh: Catatan ketiga sudah diperbaiki.

c) Numeralia Kolektif adalah numeralia takrif yang berstruktur ke +

Num, ber- + N, ber- + NR, ber- + Num R atau Num + -an.

Contoh : ketiga perkara itu telah disidangkan. (ke + Num)

2) Numeralia Tak Takrif

Numeralia tak takrif adalah numeralia yang menyatakan

jumlah yang tak tentu. Misalnya berapa, sekalian, semua, segenap.

f. Adverbia

Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva,

numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Adverbia tidak

boleh dikacaukan dengan keterangan karena adverbia merupakan

konsep kategori sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi.

Bentuk adverbia ada enam, yakni:

1) Adverbia dasar bebas, contoh: alangkah, agak, akan, belum, bisa.

2) Adverbia turunan, yang terbagi atas:

a) Adverbia turunan yang tidak berpindah kelas terdiri atas:

adverbia bereduplikasi, seperti jangan-jangan, lagi-lagi dan

adverbia gabungan, misalnya belum boleh, tidak boleh tidak.

b) Adverbia turunan yang berasal dari pelbagai kelas terdiri atas:

adverbia berafiks, seperti terlampau, sekali dan adverbia dari

Page 105: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

89

kategori lain karena reduplikasi, misalnya akhir-akhir, sendiri-

sendiri

c) Adverbia deajektiva, misalnya benar-benar dan lambat-lambat.

d) Adverbia denumeralia, misalnya dua-dua

e) Adverbia deverbal, misalnya kira-kira, tahu-tahu

3) Adverbia yang terjadi dari gabungan kategori lain dan pronomina,

misalnya rasanya, rupanya, sepertinya.

4) Adverbia deverbal gabungan, misalnya ingin benar, tidak

terkatakan lagi.

5) Adverbia deajektival gabungan, misalnya tidak lebih, kerap kali.

6) Gabungan proses, misalnya : se- + A + -nya: sebaiknya,

sebenarnya, sesungguhnya.

g. Interogatif

Interogatif adalah kategori yang berfungsi menggantikan

sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa

yang telah diketahui pembicara. Apa yang ingin diketahui dan apa

yang dikukuhkan itu disebut antesenden (ada di luar wacana) dan

karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.

1) Interogatif dasar: apa, bila, kapan, mana.

2) Interogatif turunan: bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa,

bilamana, bilakah, bukankah, dengan apa, di mana, ke mana,

manakah, mengapa, siapa, yang mana.

3) Interogatif terikat: kah dan tah.

Page 106: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

90

h. Demonstratif

Demonstratif adalah kategori yang berfungsi untuk

menunjukkan sesuatu (antesenden) di dalam maupun di luar wacana.

Berdasarkan hal itu, demonstratif dibagi atas:

1) Demonstratif intratekstual (demonstrative endoforis) menunjukkan

sesuatu yang terdapat dalam wacana. Contohnya, itu, begitu, ini,

begini.

2) Demonstratif ektratekstual (demonstrative eksoforis) menunjukkan

sesuatu yang ada di luar bahasa, dan dibagi atas jauh dekatnya

anteseden dari pembicara. Contoh :sini, situ, di sini, di sana.

i. Artikula

Artikula dalam bahasa Indonesia adalah kategori yang

mendampingi nomina dasar misalnya si kancil, sang matahari, para

pelajar. Misalnya pada nomina deverbal (si terdakwa, si tertuduh),

pronomina (si dia), dan verba pasif (kaum tertindas, si tertindas).

Berdasarkan ciri semantis gramatikal artikula dibedakan

menjadi:

1) Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan nomina singularis.

(Si, Sang, Sri, Hang dan Dang)

2) Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan suatu kelompok.

(Para, Kaum, Umat).

Page 107: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

91

j. Preposisi

Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain

(terutama nomina) sehingga terbentuk frasa eksosentris direktif. Ada

tiga jenis preposisi, yaitu:

1) Preposisi dasar (tidak dapat mengalami proses morfologis) contoh :

di, ke, dan dari.

2) Preposisi turunan, terbagi atas: gabungan preposisi dan preposisi

(di atas gedung, di muka bumi, di tengah-tengah kota), serta

gabungan preposisi dan nonpreposisi (...dari...ke...;

sejak...hingga...; dari...sampai...; antara...dan...).

3) Preposisi yang berasal dari kategori lain (misalnya pada dan tanpa)

termasuk beberapa preposisi yang berasal dari kelas lain yang

berafiks se- (selain, semenjak, sepanjang, sesuai, dsb).

k. Konjungsi

Konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan

satuan lain dalam kontruksi hipotaktis dan selalu menghubungkan dua

satuan lain atau lebih dalam kontruksi. Konjungsi menghubungkan

bagian-bagian ujaran yang setataran maupun yang tidak setataran.

Menurut posisinya konjungsi dapat dibagi menjadi dua bagian,

yaitu.

1) Konjungsi Intrakalimat adalah konjungsi yang menghubungkan

satuan-satuan kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa

dengan klausa. Contoh : dan, atau , tetapi, sedangkan, dsb.

Page 108: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

92

2) Konjungsi Ektrakalimat

a) Konjungsi intratekstual, yaitu konjungsi yang menghubungkan

antara kalimat dan kalimat atau antara paragraf dan paragraf,

yaitu: akan tetapi, bahkan, sementara itu, dsb.

b) Konjungsi ektratekstual, yaitu konjungsi yang menghubungkan

antara dunia di luar bahasa dan wacana, yaitu: alkisah.

l. Kategori Fatis

Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai,

mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara

dan lawan bicara. Kelas kata ini terdapat dalam dialog atau wawancara

bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara

dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam

bahasa lisan. Ragam bahasa lisan pada umumnya merupakan ragam

nonstandar sehingga kebanyakan kalimat-kalimat nonstandar banyak

mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.

Bentuk-bentuk kategori fatis misalnya pada awal kalimat “Kok

kamu melamun?”, di tengah kalimat, misalnya “Dia kok bisa ya menulis

puisi seindah ini?”, dan di akhir kalimat, misalnya “Aku juga kok!”.

Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh,

atau selamat, dan wujud bentuk terikat, misalnya –lah atau pun.

Bentuk dan Jenis kategori fatis, dapat diuraikan berikut ini :

1) Partikel dan Kata Fatis Contoh: (Ah, ding, halo, deh, kek, kok, dll.)

2) Frase Fatis. Contoh: terima kasih, insya Allah.

Page 109: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

93

m. Interjeksi

Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan

perasaan pembicara dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan

kata-kata lain dalam ujaran. Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu

mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri.

Jenis-jenis interjeksi dapat diuraikan berikut:

1) Interjeksi seruan atau panggilan minta perhatian: ahoi, ayo, eh, hai,

halo, dsb.

2) Interjeksi keheranan atau kekaguman seperti aduhai, amboi,

astaga, asoi, wah,dsb.

3) Interjeksi kesakitan dan kesedihan seperti aduh.

4) interjeksi kekecewaan dan sesal seperti ah, brengsek, buset.

5) Interjeksi kekagetan, seperti lho, masyaallah, astagfirullah.

6) Interjeksi kelegaan seperti alhamdulillah, nah, syukur.

7) Interjeksi kejijikan seperti bah, cih, idih, ih.

Page 110: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

94

B. Kerangka Pikir

Objek dari penelitian ini adalah NTLP karya Andrea Hirata dan

NTNLM karya Ahmad Fuadi. Kedua novel berseri tersebut termasuk

dalam jenis novel motivasi yang di dalamnya memuat nilai-nilai

pendidikan. Kemudian, dalam penelitian ini dianalisis jenis-jenis gaya

bahasa dan pewujudan gaya bahasa dalam NTLP dan NTNLM.

Penelitian ini menggunakan analisis stilistika. Peran stilistika dalam

penelitian ini sangatlah penting dalam memahami cara pembentukan gaya

bahasa tersebut. Pada penelitian ini, dianalisis strategi bergaya bahasa

yang dilakukan pengarang dalam dua novel berseri yang telah dipilih

tersebut. Strategi bergaya bahasa yang dimaksud adalah pilihan kata

yang membentuk gaya bahasa yang digunakan dalam kedua novel berseri

tersebut.

Pilihan kata bukan hanya berupa kata, bisa saja frasa, ungkapan,

atau bahkan kalimat. Pada penelitian ini dijelaskan jenis-jenis gaya

bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna yang dikemukakan oleh

Keraf. Jenis gaya bahasa tersebut adalah gaya bahasa kiasan dan gaya

bahasa retoris. Selanjutnya, analisis dilanjutkan pada pewujudan gaya

bahasa yang digunakan dalam mengungkap gagasan atau pikiran.

Pewujudan gaya bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pemilihan kata berdasarkan kelas kata yang dikemukakan oleh

Kridalaksana. Melalui analisis pilihan kata dalam gaya bahasa pada kedua

novel berseri tersebut, selanjutnya akan terungkap persamaan dan

Page 111: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

95

perbedaan cara bergaya bahasa Andrea Hirata dalam NTLP dan Ahmad

Fuadi dalam NTNLM

Perbedaan penggunaan pilihan kata dalam gaya bahasa NTLP dan

NTNLM mengarah pada pengungkapan ciri atau gaya pribadi dari setiap

pengarang. Selanjutnya, persamaan penggunaan pilihan kata dalam gaya

bahasa kedua novel berseri tersebut mengarah pada terungkapnya ciri

bersama (sosial) atau ciri kolektif pengarang.

Page 112: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

96

BAGAN KERANGKA PIKIR

Teks NTLP Karya Andrea Hirata dan NTNLM Karya Ahmad Fuadi

Persamaan dan Perbedaan Pewujudan Gaya Bahasa dalam NTLP dan NTNLM

Gaya Bahasa

Bentuk Pilihan Kata

NTLP

Bentuk Pilihan Kata

NTNLM

Gaya Bahasa Kiasan

Simile Personifikasi Metafora Antonomasia Eponim Epitet Koreksio Metonimia Paradoks Alegori Ironi Sarkasme Satire Inuendo Antifrasis Paronomasia/pun

Stilistika

Gaya Bahasa Retoris

Asidenton Polisindenton Eufemisme Litotes Pleonasme Tautologi Erotesis Koreksio Hiperbola Paradoks Oksimoron

Jenis Gaya Bahasa Pewujudan Gaya Bahasa

Kelas Kata

Verba Adjektiva Nomina Pronomina Numeralia Adverbia Interogatif Demonstratif Artikula Preposisi Konjungsi Kategori Fatis Interjeksi

Page 113: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

97

C. Definisi Operasional

Untuk lebih mengarahkan penelitian ini, berikut dikemukakan

beberapa istilah strategis yang digunakan dalam tulisan ini beserta

batasannya.

a. Gaya bahasa

Gaya bahasa yang digunakan dalam tulisan ini adalah gaya

bahasa yang berkaitan dengan ciri khas penggunaan bahasa oleh

seorang pengarang yang berbeda daripada penggunaan bahasa

sehari-hari.

b. Gaya sebagai ciri pribadi

Gaya sebagai ciri pribadi dalam tulisan ini adalah pilihan

seorang pengarang untuk menggunakan bentuk bahasa tertentu yang

berbeda dengan pengarang lainnya yang akan menjadi ciri pribadi atau

kekhasan bahasa pengarang tersebut.

c. Gaya sebagai sekumpulan ciri kolektif

Maksud gaya sebagai sekumpulan ciri kolektif dalam tulisan ini

adalah pilihan bentuk-bentuk bahasa yang mencirikan sebuah

kelompok pengarang.

d. Pewujudan gaya bahasa

Pewujudan gaya bahasa dalam tulisan ini adalah cara atau

strategi yang digunakan oleh pengarang dalam mewujudkan gaya

bahasa teroris dan gaya bahasa kiasan.

Page 114: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

98

e. Pilihan kata

Pilihan kata dalam tulisan ini adalah pemakaian kata yang tepat

untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan pada imajinasi

pembaca atau pendengar. Pilihan kata meliputi penggunaan kata

(perihal kelas kata), persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan

yang memiliki nilai artistik tinggi.

f. Kelas Kata

Kelas kata adalah golongan kata yang mempunyai kesamaan

dalam perilaku formalnya. Di antara kelas kata yang dimaksud dalam

tulisan ini, yaitu: nomina, verba, adjektiva, pronominal, numeralia, dll.

g. NTLP

NTLP adalah novel seri Laskar Pelangi karya Andrea Hirata

yang terdiri atas empat novel, yaitu Laskar Pelangi (2005), Sang

Pemimpi (2006), Edensor(2007) , dan Maryamah Karpov(2008). Novel-

novel tersebut diterbitkan oleh Bentang Pustaka.

h. NTNLM

NTNLM adalah novel seri Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi

yang terdiri atas tiga novel, yaitu Negeri 5 Menara (2009), Ranah 3

Warna(2011), dan Rantau 1 Muara(2013). Novel-novel tersebut

diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 115: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

99

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan jenis penelitian,

sumber data, populasi, sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data, dan teknik penyajian hasil penelitian.

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan jenisnya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif

kualitatif. Penelitian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta-

fakta kebahasaan berupa gaya bahasa dalam NTLP karya Andrea Hirata

dan NTNLM karya Ahmad Fuadi. Menurut Sudaryanto (1988: 62),

deskriptif dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta yang ada atau

fenomena yang memang hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang

dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan

sifatnya sebagai potret, paparan seperti apa adanya.

B. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini ialah karya sastra berupa novel

berseri dari dua orang pengarang, yaitu NTLP karya Andrea Hirata dan

NTNLM karya Ahmad Fuadi. NTLP terdiri atas empat buah novel, yaitu

novel Laskar Pelangi berjumlah 529 halaman, novel Sang Pemimpi

berjumlah 289 halaman, novel Edensor berjumlah 294 halaman dan novel

Maryamah Karpov berjumlah 290 halaman. Adapun NTNLM terdiri atas

99

Page 116: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

100

tiga buah novel, yaitu novel Negeri 5 Menara berjumlah 423 halaman,

novel Ranah 3 Warna berjumlah 473 halaman dan novel Rantau 1 Muara

berjumlah 407 halaman.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan atau sekelompok, gejala, peristiwa

atau objek yang memiliki sifat atau karakteristik untuk diteliti. Populasi

dalam penelitian ini adalah keseluruhan bentuk penggunaan gaya bahasa

yang terdapat dalam dua novel berseri, yaitu NTLP dan NTNLM yang

diperoleh melalui pembacaan teks-teks novel secara keseluruhan.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2008: 116) “sampel adalah sebagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Penarikan

sebagian dari populasi disebut sampel. Sampel penelitian ini diambil

sebanyak 3-5 data untuk tiap pengategorian wujud gaya bahasa

berdasarkan klasifikasi jenis gaya bahasa. Pengambilan sampel dilakukan

secara purposif. Pengambilan data secara purposif menurut Sugiyono

adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa

pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya

bisa lebih representatif. Data yang diambil ialah data yang dapat mewakili

populasi yang ada.

Page 117: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

101

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dengan teknik

catat. Metode simak digunakan dengan mencermati dan memahami

kalimat-kalimat dalam NTLP dan NTNLM yang menunjukkan adanya

penggunan gaya bahasa. Selanjutnya, teknik catat sebagai lanjutan dari

metode simak digunakan untuk mencatat data yang telah diperoleh. Data

tersebut dicatat pada kartu data yang telah disiapkan untuk dianalisis lebih

dalam. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dilakukan sebagai

berikut:

1) Membaca dengan cermat teks NTLP dan NTNLM untuk menemukan

kalimat yang mengandung gaya bahasa.

2) Menandai kalimat yang mengandung gaya bahasa dengan

menggunakan pensil.

3) Mencatat kalimat yang telah ditandai tersebut ke dalam kartu data.

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh melalui teknik catat selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan metode deskriptif dan komparatif, yakni melukiskan

dan menggambarkan apa adanya data yang diperoleh dari penelitian

kemudian membandingkan penggunaan gaya bahasa dan pewujudan

gaya bahasa. Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan cara

pengkajian setiap teks novel. Hal ini dimaksudkan untuk melihat

Page 118: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

102

persamaan dan perbedaan jenis-jenis gaya bahasa berdasarkan pilihan

kata yang ada pada NTLP dan NTNLM

Data yang telah teridentifikasi atau yang telah dicatat pada kartu

data akan diklasifikasikan berdasarkan jenis gaya bahasa yang

digunakan. Analisis pewujudan gaya bahasa dilakukan berdasarkan

pilihan kata yang digunakan sehingga diperoleh gambaran persamaan

dan perbedaan gaya bahasa yang digunakan dalam NTLP karya Andrea

Hirata dan NTNLM karya Ahmad Fuadi. Perbandingan tersebut berupa

persamaan dan perbedaan jenis-jenis gaya bahasa bahasa dan

pewujudan gaya bahasa NTLP karya Andrea Hirata dan NTNLM karya

Ahmad Fuadi.

Page 119: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

103

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian pewujudan gaya bahasa dalam NTLP karya Andrea

Hirata dan NTNLM karya Ahmad Fuadi merupakan upaya menelaah jenis

gaya bahasa (gaya bahasa kiasan dan gaya bahasa retoris) dan

pewujudan gaya bahasa (pilihan kata berdasarkan kelas kata) yang

digunakan dalam kedua novel berseri tersebut. Di samping itu, penelitian

ini juga berupaya mengungkap persamaan dan perbedaan pewujudan

gaya bahasa pada kedua novel berseri tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam NTLP ditemukan

delapan jenis gaya bahasa kiasan, yaitu (1) simile, (2) personifikasi, (3)

metafora, (4) metonimi, (5) sarkasme, (6) antonomasia, (7) eponim, dan

(8) paronomasia, serta enam jenis gaya bahasa retoris, yaitu (1)

hiperbola, (2) litotes, (3) asindeton , (4) polisindenton, (5) erotesis, dan (6)

koreksio. Adapun dalam NTNLM ditemukan enam jenis gaya bahasa

kiasan, yaitu (1) simile, (2) personifikasi, (3) metafora, (4) metonimi, (5)

antonomasia, dan (6) eponim, serta dua jenis gaya bahasa retoris, yaitu

(1) hiperbola dan (2) erotesis. Gaya bahasa tersebut diwujudkan melalui

sembilan jenis kelas kata yang digunakan sebagai pilihan katanya.

Sembilan jenis kelas kata tersebut adalah (1) nomina, (2) verba, (3)

adjektiva, (4) pronomina, (5) interogatif, (6) numeralia (7) artikula, (8)

konjungsi, dan (9) adverbia.

103

Page 120: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

104

Persamaan dan perbedaan kedua novel berseri tersebut akan

dilihat berdasarkan jenis gaya bahasa (kiasan dan retoris) dan pilihan kata

(kelas kata) yang digunakan dalam mewujudkan gaya bahasa tersebut.

Berikut ini uraian tentang pewujudan gaya bahasa kiasan dan gaya

bahasa retoris tersebut.

Pada NTLP, gaya bahasa simile diwujudkan melalui (1) pilihan kata

yang berkelas kata verba yang terdiri atas verba dasar bebas, verba tak

transitif, verba reduplikasi berubah bunyi dan verba berproses gabung (2)

pilihan kata yang berkelas kata nomina terdiri atas nomina anggota tubuh,

nomina bunyi, nomina persona, dan nomina fauna, (3) pilihan kata yang

berkelas kata adjektiva hanya berupa adjektiva dasar, dan (4) pilihan kata

yang berkelas kata pronomina terdiri atas pronomina persona pertama

tunggal, pronomina persona pertama jamak, pronomina persona ketiga

tunggal, dan pronomina persona ketiga jamak. Adapun pada NTNLM gaya

bahasa simile diwujudkan melalui (1) pilihan kata yang berkelas kata

verba yang terdiri atas verba intransitif dan verba berproses gabung, (2)

pilihan kata yang berkelas kata nomina yang terdiri atas nomina anggota

tubuh, nomina bunyi, dan nomina persona, dan (3) pilihan kata yang

berkelas kata pronomina yang hanya terdiri atas pronomina persona

pertama jamak.

Selanjutnya, gaya bahasa personifikasi pada NTLP hanya

diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas kata nomina yang terdiri

atas nomina anggota tubuh, nomina benda alam, nomina benda langit,

Page 121: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

105

dan nomina tidak konkret. Adapun pada NTNLM, gaya bahasa

personifikasi juga hanya diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas

kata nomina yang terdiri atas nomina anggota tubuh, nomina benda alam,

nomina benda langit, dan nomina fenomena alam.

Berikutnya, gaya bahasa metafora pada NTLP diwujudkan melalui

(1) pilihan kata yang berkelas kata nomina yang terdiri atas nomina

anggota tubuh, nomina benda alam, nomina benda langit, nomina abstrak,

nomina nama diri, nomina sapaan jenis kelamin, nomina tempat, dan

nomina wilayah dan (2) pilihan kata yang berkelas kata pronominal yang

terdiri atas pronomina persona pertama tunggal, pronomina persona

pertama jamak, dan pronomina persona ketiga tunggal. Adapun pada

NTNLM, gaya bahasa metafora juga diwujudkan melalui (1) pilihan kata

yang berkelas kata nomina yang terdiri atas nomina nama diri, nomina

sapaan kekerabatan, dan nomina tempat dan (2) pilihan kata yang

berkelas kata pronomina yang terdiri atas pronominal persona pertama

tunggal, pronomina persona pertama jamak, dan pronominal persona

ketiga tunggal.

Untuk gaya bahasa metonimi pada NTLP dan NTNLM, keduanya

diwujudkan dengan pilihan kata yang berkelas kata nomina khusus

nomina yang menyatakan merek dan nama kendaraan. Demikian halnya

gaya bahasa eponim pada kedua novel berseri tersebut diwujudkan

melalui pilihan kata yang berkelas kata nomina. Berikutnya, gaya bahasa

antonomasia diwujudkan melalui (1) pilihan kata yang berkelas kata

Page 122: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

106

nomina, (2) pilihan kata yang berkelas kata pronominal, dan (3) pilihan

kata yang berkelas kata artikula. Adapun gaya bahasa sarkasme dan

gaya bahasa paranomasia yang hanya ditemukan pada NTLP, diwujudkan

melalui pilihan kata yang berkelas kata verba dan adjektiva.

Selain gaya bahasa kiasan, pada kedua novel berseri tersebut juga

terdapat gaya bahasa retoris. Gaya bahasa hiperbola termasuk salah satu

gaya bahasa retoris. Gaya bahasa hiperbola pada NTLP diwujudkan

melalui (1) pilihan kata yang berkelas kata nomina yang terdiri atas

nomina anggota tubuh dan nomina tidak konkret dan (2) pilihan kata yang

berkelas kata pronomina persona pertama tunggal sedangkan pada

NTNLM, gaya bahasa hiperbola diwujudkan melalui (1) pilihan kata kelas

kata nomina yang terdiri atas nomina anggota tubuh dan nomina bunyi

dan (2) pilihan kata yang berkelas kata verba.

Adapun gaya bahasa erotesis pada kedua novel berseri tersebut

diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas kata interogatif.

Selanjutnya, gaya bahasa asindeton dan polisindenton yang hanya

ditemukan pada NTLP diwujudkan melalui pilihan kata yang menunjukkan

paralelisme.

Page 123: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

107

B. Pembahasan

Pada bagian ini akan dibahas tentang pewujudan gaya bahasa

serta persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa dalam NTLP

dan NTNLM.

1. Pewujudan Gaya Bahasa dalam NTLP dan NTNLM

Pada bagian ini akan dibahas tentang pewujudan gaya bahasa,

baik gaya bahasa kiasan maupun gaya bahasa retoris pada kedua novel

berseri tersebut. Pembahasan tentang pewujudan gaya bahasa itu dapat

dilihat berikut dengan uraian tentang gaya bahasa kiasan terlebih dahulu.

a. Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang dilihat dari segi

makna tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan kata-kata yang

membentuknya. Makna tersebut harus dicari di luar rangkaian kata atau

kalimat. Jenis gaya bahasa kiasan yang ditemukan, yaitu gaya bahasa

simile, personifikasi, metafora, metonimi, sarkasme, antonomasia,

eponim, dan paranomasia. Berikut uraian tentang gaya bahasa kiasan

tersebut.

1) Gaya Bahasa Simile

Simile adalah salah satu jenis gaya bahasa kiasan yang

membandingkan dua hal yang secara hakiki berbeda tetapi dianggap

mengandung segi yang serupa. Simile merupakan gaya bahasa

perbandingan yang bersifat eksplisit. Perbandingan yang bersifat

eksplisit berarti perbandingan yang langsung menyatakan sesuatu yang

Page 124: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

108

dibandingkan sama dengan hal yang lain. Simile dinyatakan secara

eksplisit dengan kata-kata seperti, bagai, umpama, laksana, bak, ibarat,

seolah-olah, seakan-akan, sebagai, dan sebagainya. Penanda-penanda

gaya bahasa simile tersebut menghubungkan kata yang berada pada

ranah sumber dengan kata yang berada pada ranah sasaran. Dengan

kata lain, kata yang menjadi terbanding dan pembanding dipisahkan

oleh penanda-penanda pembanding dalam gaya bahasa simile

tersebut. Pewujudan gaya bahasa simile dalam NTLP dan NTNLM

dapat dilihat pada klasifikasi berikut:

a) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Verba

Verba atau kata kerja adalah kata yang menyatakan proses,

perbuatan, keadaan atau tindakan. Berikut uraian pewujudan gaya

bahasa simile dalam NTLP dan NTNLM berdasarkan pilihan kata yang

berkelas kata verba.

(1) Verba Dasar Bebas

Verba dasar bebas adalah verba yang berupa morfem dasar

bebas. Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata verba

dasar bebas dapat dilihat pada contoh dalam NTLP berikut:

(1) Ia menyelimuti dirinya dengan dahan-dahan kelapa dan tidur melingkar seperti tupai di bawah pohon nifa selama dua hari dua malam.(LP: 91)

(2) Simon tinggi besar dan berewokan, santai tapi angker, duduk menekuri meja seperti burung pemakan bangkai menunggui mangsa. (EDS: 59)

(3) “kalau salah arah, kita akan terdampar di Teluk Hauraki, Selandia Baru, mati kering seperti ikan asin.” (EDS: 7)

Page 125: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

109

Contoh (1) sampai dengan (3) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile yang ditandai dengan adanya

penggunaan kata seperti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) V luring, kata seperti bermakna (1) serupa dengan; sebagai;

semacam, (2) sama halnya dengan; tidak ubahnya, (3) sebagaimana;

sesuai dengan; menurut, (4) seakan-akan; seolah-olah, (5) misalnya,

umpamanya, dan (6) apapun yang sebagai; akan hal.

Contoh (1) ini menceritakan perbuatan yang dilakukan oleh

seorang tokoh, yakni ia yang posisi tidurnya diasosiasikan dengan

seekor tupai . ia dalam cerita ini berkelas kata 109ronominal yang

berperan sebagai terbanding sedangkan tupai berkelas kata nomina

fauna yang berperan sebagai pembanding. Adapun yang

dibandingkan dalam contoh (1) ini adalah cara atau posisi tidur

terbanding dan pembanding yaitu ia dan tupai. Cara atau posisi yang

dibandingkan antara terbanding dan pembanding menggunakan

verba dasar bebas, yaitu tidur. Contoh tersebut menunjukkan

perbuatan yang dilakukan tokoh yakni tidur melingkar yang

disamakan dengan tupai. Seekor tupai jika sedang tidur memiliki

bentuk tubuh melingkar yakni dengan cara ujung ekor naik

menyentuh bagian muka persis seperti lingkaran sehingga posisi

tidur tokoh dalam cerita ini diidentikkan dengan seekor tupai.

Contoh (2) menunjukkan tokoh Simon yang dalam keadaan

duduk diidentikkan dengan burung. Dalam Kamus Besar Bahasa

Page 126: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

110

Indonesia (KBBI) V luring, duduk adalah meletakkan tubuh atau letak

tubuhnya dengan bertumpu pada pantat (ada bermacam-macam

cara dan namanya seperti bersila dan bersimpuh), sedangkan

burung adalah binatang berkaki dua, bersayap dan berbulu, dan

biasanya dapat terbang. Simon yang sedang duduk menekuri meja

yang diibaratkan burung pemakan bangkai yang menunggui mangsa

berkelas kata nomina dan berperan sebagai terbanding. Adapun

burung sebagai pembanding berkelas kata nomina khusus fauna.

Kemudian, perbuatan duduk sebagai hal yang dibandingkan antara

Simon dan burung berkelas kata verba, yakni berupa verba dasar

bebas. Pada cerita ini, Simon yang duduk menekuri meja,

memandang ke bawah (meja), dan diam dianggap bagaikan burung

yang sedang menanti mangsa.

Kemudian contoh (3) tokoh kita (Ikal dan Weh)

mengibaratkan bahwa jika mereka salah arah dan terdampar di Teluk

Hauraki maka mereka akan mati kering seperti ikan asin. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, mati adalah

keadaan sudah hilangnya nyawa; tidak hidup lagi, sedangkan ikan

adalah binatang bertulang belakang yang hidup dalam air, bernapas

dengan insan, tubuhnya biasanya bersisik. Kata kita sebagai

terbanding berkelas kata pronominal, sedangkan ikan sebagai

pembanding berkelas kata nomina khusus fauna. Adapun kata mati

sebagai hal yang menjadi objek perbandingan berkelas kata verba,

Page 127: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

111

yakni verba dasar bebas. Pada cerita ini, jika tokoh Ikal dan Weh

terdampar maka mereka akan mati kering layaknya ikan asin karena

tidak akan ditemukan oleh siapapun hingga akhirnya mongering

seperti ikan asin.

Adapun dalam NTNLM, tidak ditemukan contoh pewujudan

gaya bahasa simile berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata

verba dasar bebas.

(2) Verba Intransitif

Verba Intransitif adalah verba yang tidak membutuhkan

kehadiran objek yang berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata verba

intransitif dalam NTLP dapat dilihat sebagai berikut:

(a) Verba Intransitif ber-

Contoh yang menunjukkan pewujudan gaya bahasa

simile berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata verba

intransitive ber- dapat dilihat sebagai berikut:

(4) Menjelang pukul tujuh, dengan membersihkan diri seadanya- karena itu kami selalu berbau seperti ikan pari- kami tergopong-gopoh ke sekolah. (SP: 70)

(5) Nurmala bersikap seperti harimau karena ingin merobohkan bangunan hipotesis Arai terhadap sifat-sifat perempuan. (SP: 188)

(6) Maka dari posisi ini aku dapat melihatnya langsung berjalan anggun seperti burung sekretaris menuju kearahku. (LP: 266)

Contoh (4) sampai dengan (6) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile. Penanda linguistik gaya bahasa

Page 128: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

112

simile yang terlihat adalah penggunaan kata seperti. Contoh (4)

menunjukkan perbandingan secara eksplisit antara kata kami dan

ikan pari dari segi bau. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) V luring, berbau berarti mempunyai bau; mengeluarkan

bau (harum, busuk, dan sebagainya), sedangkan ikan pari adalah

ikan laut bertulang rawan, badannya pipih, berbentuk seperti

laying-layang. Kata kami yang merujuk kepada Ikal, Arai dan

Jimbro pada cerita ini berperan sebagai terbanding dan berkelas

kata pronominal. Adapun pari sebagai pembanding berkelas kata

nomina khusus nomina fauna. Selanjutnya, hal yang menjadi

bahan perbandingan atau yang dibandingkan, yakni kata berbau

berkelas kata verba khusus verba intransitif ber-. Pada contoh (4)

diceritakan tentang tokoh kami (Ikal, Arai dan Jimbro) yang berbau

atau memiliki bau seperti ikan pari. Karakter bau pesing pada ikan

pari tidak langsung mengikuti kata berbau, melainkan

menggunakan nomina fauna yang memiliki sifat berbau pesing

yaitu ikan pari.

Contoh (5) menunjukkan perbandingan eksplisit antara

Nurmala dan harimau dari segi sikap. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, bersikap berarti mengambil

sikap (pendirian), sedangkan harimau adalah binatang buas,

pemakan daging, wujud seperti kucing besar. Nurmala sebagai

tebanding berkelas kata nomina, sedangkan harimau sebagai

Page 129: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

113

pembanding berkelas kata nomina khusus nomina fauna. Adapun

hal yang menjadi perbandingan, yakni sikap. Kata bersikap

sebagai bahan perbandingan ini berkelas kata verba khusus verba

intransitif. Contoh (5) bercerita tentang tokoh Nurmala yang

bersikap atau memiliki sikap yang garang, buas, ganas layaknya

seekor harimau. Pada penceritaan tersebut, tokoh Nurmala tidak

langsung digambarkan sebagai tokoh yang memiliki sikap buas

atau garang, melainkan diasosiasikan seperti harimau yang juga

memiliki karakter buas dan garang.

Kemudian contoh (6) menunjukkan perbandingan secara

langsung antara bentuk –nya yang merujuk kepada A Ling dan

burung sekretaris dalam hal berjalan. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) V luring, berjalan berarti (1) melangkahkan kaki

bergerak maju; (2) bergerak maju dari suatu titik (tempat) ke titik

(tempat) lain. Adapun burung sekretaris adalah sejenis burung

pemangsa berukuran besar yang hidup terrestrial, berburu

mangsa dengan jalan kaki, dengan langkah-langkah panjang.

Bentuk –nya sebagai terbanding berkelas kata pronomina,

sedangkan burung sekretaris berkelas kata nomina khusus

nomina fauna. Adapun kata berjalan sebagai perihal yang

dibandingkan ini berkelas kata verba khusus verba intransitif.

Contoh (6) bercerita tentang tokoh aku yang melihat A Ling

berjalan layaknya burung sekretaris. Cara berjalan anggun dengan

Page 130: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

114

langkah panjang A Ling tidak secara langsung diungkapkan, tetapi

diasosiasikan dengan seekor burung sekretaris yang memiliki

karakter langkah-langkah yang panjang.

(b) Verba Intransitif meng-

Contoh yang menunjukkan pewujudan gaya bahasa simile

berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata verba intransitif meng-

dapat dilihat sebagai berikut:

(7) Aku meronta sejadi-jadinya dari kuncian Arai, menggelinjang seperti belut sehingga lemari raksasa itu limbung dan tiba-tiba…(SP: 48)

(8) Mulut mungilnya yang dari tadi berkicau kini terkunci lalu pelan-pelan menganga seperti ikan mas koki. (SP: 49)

(9) Aku sering melihat sepatuku yang menganga seperti buaya berjemur tahu-tahu sudah rekat kembali,…(SP: 185)

Salah satu penanda linguistik yang menunjukkan gaya

bahasa simile ialah kata seperti. Contoh (7) sampai dengan contoh

(9) menunjukkan gaya bahasa simile. Contoh (7) menunjukkan

perbandingan antara kata aku dan belut tentang perbuatan

menggelinjang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V

luring, kata menggelinjang adalah bergerak-gerak karena geli,

sedangkan belut adalah ikan air tawar dan payau, berbentuk

memanjang mencapai 100 cm, hidup di dasar perairan tropis dan

berlumpur. Kata aku sebagai terbanding berkelas kata pronominal,

sedangkan belut sebagai pembanding berkelas kata nomina

khusus nomina fauna. Adapun kata menggelinjang sebagai

Page 131: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

115

perbuatan yang dibandingkan berkelas kata verba khusus verba

intransitif. Contoh (7) menceritakan tokoh aku yang bergerak-gerak

(menggelinjang) karena geli. Perbuatan menggelinjang tersebut

dianggap sama dengan belut yang mempunyai karakter gerakan

yang lincah dan cepat.

Selanjutnya, contoh (8) dibandingkan secara eksplisit

antara mulut yang menganga dan ikan mas koki. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, menganga adalah

membuka lebar (tentang mulut); terbuka lebar, sedangkan mas koki

adalah ikan hias yang hidup di air tawar, bermata besar melotot,

berkulit keemas-emasan. Kata mulut sebagai terbanding berkelas

kata nomina, sedangkan kata mas koki sebagai pembanding

berkelas kata nomina khusus nomina fauna. Adapun perbuatan

yang menjadi hal yang dibandingkan, yakni menganga berkelas

kata verba khusus verba intransitif. Contoh (8) tersebut

membandingkan mulut yang menganga seperti ikan mas koki. Ikan

mas koki adalah salah satu jenis ikan yang memiliki ciri unik yakni

mulut menganga secara lebar sehingga mulut tokoh yang

menganga pada cerita dianggap memiliki kesamaan dengan ikan

mas koki.

Adapun contoh (9), kata sepatu dibandingkan dengan kata

buaya perihal dalam keadaan menganga. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, buaya adalah binatang melata

Page 132: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

116

(reptilian) berdarah dingin bertubuh besar dan berkulit keras,

sedangkan menganga adalah membuka lebar (tentang mulut);

terbuka lebar. Kata sepatu sebagai terbanding berkelas kata

nomina, sedangkan kata buaya sebagai pembanding berkelas kata

nomina khusus nomina fauna. Adapun kata menganga sebagai

keadaan yang dibandingkan tersebut berkelas kata verba khusus

verba intransitif. Pada contoh (9) tersebut, diceritakan tentang

sepatu yang tampak menganga. Kondisi sepatu ini dibandingkan

dengan buaya karena adanya kesesuaian perbuatan yang sering

dilakukan buaya. Kebiasaan membuka mulut oleh buaya pada saat

di darat dilakukan untuk menjaga agar suhu badannya tetap stabil

dan bisa beradaptasi dengan suhu disekitarnya. Atas dasar

kesamaan inilah sepatu yang menganga tersebut dianggap sama

dengan seekor buaya yang sedang berjemur.

Adapun pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas

kata verba intransitif juga dapat dilihat pada kutipan NTNLM

berikut.

(10) Hanya Said yang tinggi besar leluasa melihat tanpa berjinjit seperti penguin sedang kasmaran. (NLM: 173)

(11) Bagai kijang, lima orang berlompatan dengan lincah dan mengurung sosok hitam tadi. (NLM: 248)

(12) Ustad yang berasal dari Lintau, Sumatera Barat ini keperawakan sedang tapi liat. Kalau berjalan seperti kucing, ringan, dan lincah. (NLM: 246)

Contoh (10) sampai dengan (12) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile yang diwujudkan melalui verba

Page 133: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

117

intransitif ber-. Penanda linguistik gaya bahasa simile yang terlihat

adalah penggunaan kata seperti dan bagai. Contoh (10)

menunjukkan perbandingan secara eksplisit antara kata Said dan

penguin. Contoh (10) ini membandingkan Said dan penguin dalam

hal perbuatan berjinjit. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) V luring, berjinjit adalah berdiri atau berjalan dengan jari kaki

yang berjejak; berjengket sedangkan penguin adalah burung laut

keluarga Spheniscidae yang tidak dapat terbang, terdapat di

daerah Kutub Selatan dengan sayap yang dapat digunakan untuk

berenang, kaki berselaput renang, di darat berjalan tegak. Kata

Said sebagai terbanding berkelas kata nomina sedangkan penguin

sebagai pembanding berkelas kata nomina khusus nomina fauna.

Adapun kata berjinjit sebagai hal yang dibandingkan berkelas kata

verba khusus verba taktransitif. Perbandingan eksplisit antara

kedua kata tersebut terjadi karena penguin memiliki salah satu ciri

yakni berjalan tegak di darat. Berjinjit adalah salah satu hal yang

dilakukan penguin saat berjalan di darat sehingga pada contoh

(10), tokoh Said diceritakan tinggi besar leluasa melihat tanpa

berjinjit seperti penguin sedang kasmaran.

Kata bagai juga merupakan penanda linguistik gaya bahasa

simile. Ini dapat dilihat pada contoh (11) yang membandingkan

frasa lima orang dengan kijang dalam hal perbuatan berlompatan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

Page 134: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

118

berlompatan berarti melompat beramai-ramai; melompat kesana

kemari sedangkan kijang adalah binatang menyusui, sebangsa

rusa, kecil, cepat larinya, dan bertanduk pendek. Lima orang

sebagai terbanding menduduki frasa nomina sedangkan kijang

sebagai pembanding berkelas kata nomina khusus nomina fauna.

Adapun kata berlompatan sebagai perbuatan yang dibandingkan

berkelas kata verba khusus verba taktransitif. Pada contoh (11)

sosok lima orang dikatakan berlompatan dengan lincah bak kijang.

Karakter melompat kesana-kemari adalah salah satu karakter dari

seekor kijang. Atas hubungan tersebut sehingga frasa lima orang

dibandingkan dengan kijang dari segi perbuatan berlompatan.

Adapun contoh (12) tokoh Ustad yang diceritakan memiliki

ciri berjalan seperti kucing. Hubungan atau pertalian yang terjalin

antara kedua kata tersebut adalah seekor kucing memiliki karakter

saat berjalan yakni terlihat ringan dan lincah sehingga hal ini

dianggap sama dengan tokoh ustad pada saat berjalan. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, berjalan berarti

melangkahkan kaki bergerak maju. Kata Ustad sebagai terbanding

berkelas kata nomina sedangkan kucing sebagai pembanding

berkelas kata nomina khusus nomina fauna. Adapun berjalan

sebagai perbuatan atau hal yang dibandingkan berkelas kata verba

khusus verba taktransitif.

Page 135: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

119

(c) Verba Reduplikasi Berubah Bunyi

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata

verba reduplikasi berubah bunyi hanya dapat dilihat pada kutipan

NTLP berikut:

(13) Siang ini ia berbincang dengan pria yang gerak-geriknya seperti beruk karena ia seorang pemanjat . (EDS: 21)

(14) Repot bukan main, aku pontang-panting seperti kucing tak sengaja menduduki Rheumason!! Hi…hi…hi. (SP: 194)

(15) “Kalau bisa, jika menyanyi, wajahmu jangan cengar-cengir seperti unta begitu, Boi, hi…hi…hi…,” saran Bang Zaitun. (SP: 209)

Berdasarkan contoh (13) sampai dengan (15) terlihat

penggunaan gaya bahasa simile dengan adanya kata seperti

sebagai penanda gaya bahasa tersebut. Contoh (13) menceritakan

tokoh pria yang gerak-geriknya seperti beruk. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, gerak-gerik adalah (1) berbagai-

bagai gerak (pada anggota tubuh); (2) tingkah laku sedangkan

beruk adalah kera besar yang berekor pendek dan kecil, dapat

diajar memetik buah kelapa. Kata pria sebagai terbanding berkelas

kata nomina sedangkan beruk sebagai pembanding berkelas kata

nomina khusus nomina fauna. Selanjutnya, gerak-gerik sebagai hal

yang dibandingkan berkelas kata verba reduplikasi berubah bunyi.

Gerak-gerik yang diperankan tokoh pria pada contoh (13) dianggap

sama dengan beruk. Seekor beruk atau kera memiliki kemampuan

Page 136: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

120

memanjat pohon karena dapat diajar memetik buah kelapa. Atas

dasar kesamaan kemampuan inilah sehingga tingkah laku tokoh

pria dianggap sama dengan beruk karena pria dalam cerita

tersebut adalah seorang pemanjat.

Adapun contoh (14) tokoh aku yang pontang-panting

dibandingkan secara eksplisit dengan kucing. Tokoh aku sebagai

terbanding menduduki kelas kata pronominal sedangkan kucing

sebagai pembanding menduduki kelas kata nomina khusus fauna.

Bentuk verba pontang-panting menjadi hal atau perbuatan yang

dibandingkan. Verba pontang-panting bermakna „berlari lintang

pukang‟ sedangkan kucing memiliki makna „binatang mamalia

pemakan daging, berukuran kecil sampai sedang, cakar berbentuk

arit, bermata sangat tajam, dan mempunyai perilaku kewilayahan

yang sangat kuat‟. Kata pontang-panting sebagai hal yang

dibandingkan pada perbandingan antara kata aku dan kucing

tersebut berkelas kata verba reduplikasi berubah bunyi. Adapun

kata aku sebagai terbanding berkelas kata pronominal dan kucing

sebagai pembanding berkelas kata nomina khusus nomina fauna.

Selanjutnya contoh (15), frasa wajahmu dibandingkan

secara eksplisit dengan kata unta dalam hal perbuatan cengar-

cengir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

cengar-cengir adalah „tersenyum-senyum kecil; tertawa-tawa kecil

(karena malu dan sebagainya)‟ sedangkan unta adalah „binatang

Page 137: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

121

berkuku belah, berleher panjang, dan punggungnya berpunuk‟.

Perbuatan cengar-cengir adalah perbuatan yang biasanya

dilakukan oleh unta sehingga frasa wajahmu dibandingkan dengan

unta dalam hal perbuatan cengar-cengir. Frasa wajahmu sebagai

terbanding menduduki frasa nomina sedangkan kata unta sebagai

pembanding berkelas kata nomina khusus nomina fauna. Adapun

cengar-cengir sebagai hal yang dibandingkan berkelas kata verba

reduplikasi berubah bunyi.

(d) Verba Berproses Gabung

Gaya bahasa simile yang diwujudkan berdasarkan pilihan kata

yang berkelas kata verba berproses gabung ditemukan pada NTLP

dan NTNLM. Berikut uraian pewujudan gaya bahasa simile

tersebut:

(1) Verba Berproses Gabung (prefiksasi ber- + reduplikasi)

Gaya bahasa simile dalam NTLP diwujudkan melalui

verba berproses gabung (prefiksasi ber- + reduplikasi). Contoh

pewujudan gaya bahasa simile tersebut dapat dilihat berikut:

(16) …penguasa laut itu menggelinjang berguling-guling seperti buaya mematahkan leher lembu. (EDS: 6)

(17) Selalu berkoar-koar seperti angsa trumpeter, tak lain orang-orang Inggris, The Britis. (EDS: 96)

(18) Dari puncak bahu ini tampak rumah-rumah penduduk terurai-urai mengikuti pola anak-anak Sungai Langkang yang berkelak-kelok seperti ular. (LP: 286)

Contoh (16) sampai dengan (18) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile yang ditandai dengan kata

Page 138: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

122

seperti. Contoh (16) bercerita tentang penguasa laut yang

menggelinjang berguling-guling. Perbandingan secara eksplisit

ditunjukkan pada frasa penguasa laut dan buaya. Adapun hal

yang dibandingkan yakni perihal perbuatan berguling-guling.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

berguling-guling adalah „bergulung atau berputar bolak-balik‟.

Kata berguling-guling sebagai hal yang dibandingkan ini berkelas

kata verba proses gabungan. Perbuatan berguling-guling yang

dilakukan oleh penguasa laut itu dianggap sama dengan buaya .

Seekor buaya dalam mematahkan leher lembu akan melakukan

proses berguling-guling sama seperti yang dilakukan oleh

penguasa laut yang diceritakan pada contoh (16) tersebut.

Contoh (17) menunjukkan perbandingan antara frasa

orang-orang Inggris dan angsa trumpeter. Adapun hal yang

dibandingkan, yakni berkoar-koar. Kata berkoar-koar berarti

„berkata-kata dengan suara keras (dengan maksud menantang,

mengkritik, menghina, dan sebagainya)‟ sedangkan angsa

trumpeter atau angsa terompet adalah salah satu jenis angsa

dengan salah satu ciri yaitu bersuara besar dan tampak galak

jika memiliki anak. Frasa orang-orang Inggris sebagai terbanding

menduduki bentuk frasa nomina sedangkan angsa trumpeter

sebagai pembanding menduduki kelas kata nomina khusus

nomina fauna. Adapun kata berkoar-koar sebagai perbuatan

Page 139: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

123

yang dibandingkan ini, menduduki kelas kata verba khusus verba

proses gabungan. Contoh (17) mengasosiasikan orang-orang

Inggris yang selalu berkoar-koar layaknya angsa trumpeter.

Angsa trumpeter atau angsa terompet, sesuai namanya memiliki

karakter sering berkoar-koar layaknya sebuah terompet yang

berbunyi.

Adapun contoh (18) menggambarkan bentuk pola anak-

anak Sungai Langkang yang berliku-liku layaknya ular. Kata

berkelok-kelok adalah kata yang merujuk pada perbuatan yang

menjadi bahan perbandingan antara bentuk pola anak-anak

Sungai Langkang dan kata ular. Kata berkelok-kelok berarti

„banyak keloknya; berkeluk-keluk; berliku-liku‟ sedangkan ular

adalah binatang melata, tidak berkaki, tubuhnya agak bulat

memanjang, dan kulitnya bersisik. Kata berkelok-kelok sebagai

hal yang dibandingkan ini menduduki kelas kata verba proses

gabungan sedangkan kata ular sebagai pembanding menduduki

kelas kata nomina khusus nomina fauna. Perbandingan antara

ular dan pola anak-anak Sungai Langkang yang berkelok-kelok

ini dimungkinkan karena ular memiliki karakter gerakan yang

berliku-liku atau berkelok-kelok sama halnya dengan pola anak-

anak Sungai Langkang yang digambarkan pada cerita.

(2) Verba Berproses Gabung (prefiksasi meng- + reduplikasi)

Page 140: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

124

Pewujudan gaya bahasa simile dalam NTLP tidak

hanya melalui verba berproses gabung dengan prefiksasi ber-,

tetapi juga melalui verba berproses gabung dengan prefiksasi

meng- Contoh pewujudan gaya bahasa simile tersebut dapat

dilihat berikut:

(19) Ia menjerit-jerit seperti burung prigantil yang dicabuti bulunya. (SP: 48)

(20) Jimbron mendengus-dengus keras seperti kucing berahi.(SP: 103)

(21) …Arai beraksi semakin menjadi-jadi, meliuk-liuk seperti ikan lele terlempar ke darat. (SP: 212)

Salah satu penanda linguistik yang menunjukkan gaya

bahasa simile ialah kata seperti. Contoh (19) sampai dengan

(21) menunjukkan gaya bahasa simile. Contoh (19) menunjukkan

perbandingan antara kata ia dan burung prigantil. Adapun hal

yang dibandingkan, yakni perihal menjerit-jerit. Kata menjerit-jerit

berarti „berteriak berulang kali‟. Menjerit-jerit sebagai hal yang

dibandingkan berkelas kata verba khusus verba berproses

gabung. Kata ia sebagai pembanding berkelas kata pronominal

sedangkan burung prigantil sebagai pembanding berkelas kata

nomina fauna. Contoh (19) bercerita tentang tokoh yang

berteriak-teriak layaknya burung prigantil. Burung prigantil akan

menjerit-jerit jika bulunya dicabuti, demikian hal tersebut

diasosiasikan dengan tokoh dalam contoh (19) tersebut.

Selanjutnya contoh (20) membandingkan kata Jimbron

dan kata kucing dalam hal mendengus-dengus. Contoh tersebut

Page 141: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

125

bercerita tentang tokoh Jimbron yang mendengus-dengus

layaknya kucing berahi. Kata mendengus-dengus sebagai

perbuatan yang dibandingkan berkelas kata verba khusus verba

berproses gabungan. Adapun kata Jimbro sebagai terbanding

berkelas kata nomina sedangkan kucing sebagai pembanding

menduduki kelas kata nomina khusus nomina fauna.

Perbandingan pada contoh (20) ini, mengasosiasikan perbuatan

yang dilakukan oleh kucing berahi sama dengan aktivitas Jimbro

yang mendengus-dengus. Kucing berahi akan mengeluarkan

bunyi napas yang kuat-kuat, demikian hal tersebut terjadi pada

Jimbron.

Kata meliuk-liuk pada contoh (21) menjadi hal yang

dibandingkan pada perbandingan antara Arai dan ikan lele.

Kesamaan yang dimaksudkan adalah aktivitas meliuk-liuk yang

dilakukan Arai merupakan karakter gerakan yang juga dimiliki

ikan lele. Secara denotatif, kata meliuk-liuk berarti „berkelok-

kelok (tentang gerak ular yang melata dan sebagainya)‟

sedangkan ikan lele adalah ikan air tawar, berpatil, dan

badannya licin. Kata meliuk-liuk sebagai hal yang dibandingkan

tersebut berkelas kata verba berproses gabung. Adapun Arai

sebagai terbanding berkelas kata nomina sedangkan ikan lele

sebagai pembanding berkelas kata nomina fauna. Pada contoh

(21) ini diceritakan tokoh Aria meliuk-liuk persis ikan lele. Tekstur

Page 142: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

126

badan ikan lele yang licin dengan gerakan yang sangat cepat

menjadikannya sangat susah dipegang. Demikian karakter ikan

lele tersebut sehingga dikatakan Arai meliuk-liuk seperti ikan lele.

Adapun pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan

kelas kata verba berproses gabung pada NTNLM dapat dilihat

pada contoh berikut:

(22) “Iya, Bang,” kataku mengangguk-angguk seperti burung kakatua. (RTW: 145)

(23) Begitu kau tekan tombol ON, mesin ini merengek-rengek seperti kucing jantan lapar, lalu dilayarnya yang hitam itu berkedip-kedip kursos berwarna hijau. (RTW: 175)

(24) “Oui…oui, yes…very fast,” katanya mengangguk-angguk senang seperti burung beo. (RTW: 274)

Gaya bahasa simile pada contoh (22), (23), dan (24)

diwujudkan melalui kelas kata verba berproses gabung prefiksasi

meng-. Kata mengangguk-angguk pada contoh (22) sebagai hal

yang dibandingkan berkelas kata verba berproses gabung.

Adapun aku sebagai terbanding berkelas kata pronomina dan

burung kakatua sebagai pembanding berkelas kata nomina

fauna. Kata mengangguk-angguk dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) V luring, berarti „berkali-kali mengangguk

(karena sangat setuju)‟ sedangkan kakaktua adalah burung yang

paruhnya kuat dan bagian atasnya melengkung ke bawah,

berwarna putih, bisa diajar berbicara. Pertalian antara aku dan

burung kakaktua dalam hal mengangguk-angguk ini terjadi

karena karakter burung kakatua yang pandai sehingga

Page 143: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

127

memungkinkan mengangguk-angguk. Berdasarkan kemampuan

tersebut, tokoh aku dianalogikan dengan burung kakak tua.

Adapun contoh (23), kata mesin dibandingkan secara

eksplisit dengan kata kucing. Perbandingan ini sekaitan dengan

verba merengek-rengek. Kata merengek-rengek berarti

„merengek berkali-kali‟. Pada contoh (22) tersebut, mesin yang

merengek-rengek dianggap sama dengan kucing jantan yang

dalam keadaan lapar. Suara merengek atau meminta sesuatu

dengan mendesak biasanya dilakukan oleh seekor kucing yang

sedang kelaparan dan hal tersebut dainggap sama dengan yang

terjadi pada mesin yang diceritakan pada contoh (23). Kata

mesin sebagai terbanding berkelas kata nomina sedangkan

kucing sebagai pembanding berkelas kata nomina khusus

nomina fauna. Adapun kata merengek-rengek sebagai perbuatan

yang dibandingkan berkelas kata verba berproses gabung.

Selanjutnya, pada contoh (24) bentuk–nya dibandingkan

dengan burung beo. Perbandingan tersebut perihal perbuatan

mengangguk-angguk. Kata mengangguk-angguk sebagai

perbuatan yang dibandingkan berkelas kata verba berproses

gabung. Adapun bentuk –nya sebagai terbanding berkelas kata

pronomina sedangkan burung beo sebagai pembanding

menduduki kelas kata nomina khusus nomina fauna. Karakter

pandai dan lincah yang dimiliki seekor burung beo menjadikan

Page 144: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

128

perbuatan mengangguk-angguk yang dilakukan tokoh (-nya)

pada contoh (24) dianggap sama dengan burung beo.

b) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Nomina

Nomina atau kata benda adalah kata yang mengacu pada

manusia, binatang, benda, tumbuhan, dan konsep atau pengertian.

Berikut uraian pewujudan gaya bahasa simile pada NTLP dan NTNLM

berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata nomina.

(1) Nomina Anggota Tubuh

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata

nomina anggota tubuh dalam NTLP dapat dilihat pada contoh

berikut:

(25) Nyonya Pho bertubuh tinggi besar. Rambutnya tebal, disemir hitam pekat dan kaku seperti sikat. Alisnya seperti kucing tandang. (SP: 17)

(26) Stansfield yang tetap cantik meski pipinya seperti ikan mas koki dan matanya melotot, termasuk dalam dua orang itu. (EDS: 174)

(27) Sebab sejak tiba tadi mulut Ayah beberapa kali terbuka bulat seperti ikan mas koki dan bola matanya berlari-lari kian kemari. (MK: 91)

Salah satu penanda linguistik yang menunjukkan adanya

gaya bahasa simile adalah kata seperti. Contoh (25) sampai dengan

(27) menunjukkan bahwa terbanding menduduki kelas kata nomina

khusus nomina anggota tubuh sedangkan pembanding menduduki

kelas kata nomina khusus nomina fauna.

Contoh (25) menunjukkan perbandingan secara eksplisit

antara kata alis dan kucing. Kata alis berarti „bulu di dahi di atas

Page 145: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

129

mata; kening‟ sedangkan kucing tandang berarti kucing liar, berekor

pendek bertelinga pendek, berdahi datar, warna bulu cokelat tua

sampai kelabu dengan ujung bulu putih. Alis tokoh yang dikisahkan

pada contoh (25) dianggap sama dengan kucing tandang. Alis

Nyonya Pho diibaratkan kucing tandan, yakni berukuran pendek dan

berwarna cokelat tua.

Selanjutnya pada contoh (26), pipi dianggap mirip dengan

ikan mas koki. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V

luring, pipi adalah sisi muka (di bawah pelipis) sedangkan ikan mas

koki adalah salah satu jenis ikan hias air tawar yang hidup

diperairan dangkal yang berudara sejuk dan airnya mengalir tenang

dengan bercak warna-warna sisik yang indah. Pada contoh (26) ini,

tampak bahwa pipi tokoh Stansfield yang merah merona disamakan

dengan ikan mas koki yang memiliki warna cerah merona cantik.

Adapun contoh (27) menunjukkan perbandingan antara kata

mulut dan ikan mas koki. Kata mulut bermakna „rongga di muka,

tempat gigi dan lidah untuk memasukkan makanan (pada manusia

atau binatang)‟ sedangkan ikan mas koki adalah salah satu jenis

ikan hias air tawar yang hidup diperairan dangkal yang berudara

sejuk dan airnya mengalir tenang dengan bercak warna-warna sisik

yang indah. Pertalian antara kedua nomina tersebut berkaitan

dengan bentuk mulut tokoh ayah yang dianggap sama dengan ikan

mas koki. Bentuk mulut ikan mas koki sangat unik, terutama pada

Page 146: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

130

saat terbuka. Pada kondisi ini, mulut ikan mas koki akan berbentuk

bulat dan hal ini diasosiasikan dengan mulut tokoh ayah pada

contoh (27).

Selain contoh yang dijelaskan sebelumnya, pada NTLP juga

ditemukan contoh pembanding berupa kelas kata nomina khusus

flora. Berikut contohnya:

(28) Lintang komat-kamit tak jelas dan matanya merah seperti buah naga. (LP: 242)

(29) Jika diamati dengan seksama, di balik kedua bola matanya yang gelap cokelat seperti buah hamlam tersembunyi kebaikan yang sangat besar. (LP: 354)

(30) Aku melihat pelajar-pelajar wanita berbisik-bisik, tertawa cekikikan, dan terus menerus meliriknya karena semakin remaja Trapani semakin tampan. Ia ramping, berkulit putih, bersih, tinggi, berambut hitam lebat, di wajahnya mulai tumbuh kumis-kumis tipis dan matanya seperti buah kenari muda: teduh, dingin, dan dalam. (LP: 366)

Pada contoh (28) sampai dengan (30) terlihat bahwa kata-

kata yang berperan sebagai terbanding diisi oleh kosakata mata

yang berkelas kata nomina khusus nomina anggota tubuh

sedangkan kata-kata yang berperan sebagai pembanding diisi oleh

nomina khusus flora. Contoh (28) menunjukkan perbandingan

antara kata mata dan buah naga. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) V luring, mata adalah indra untuk melihat; indra

penglihat sedangkan buah naga adalah buah dari beberapa jenis

kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus, memiliki warna

kulit merah cerah dengan ujung sisik berwarna kehijauan. Contoh

(28) menceritakan mata tokoh Lintang yang merah seperti buah

Page 147: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

131

naga. Pemilihan kata buah naga bertujuan membandingkan secara

eksplisit kata mata dan buah naga. Perbandingan tersebut

berdasarkan ciri yang dimiliki buah naga yaitu merah terang

sehingga mata Lintang diasosiasikan dengan buah naga.

Pada contoh (29), kata mata dianggap sama dengan buah

hamlam. Buah hamlam yang disebut juga ceri hita adalah salah satu

jenis buah yang memiliki rasa asam manis. Buah hamlam yang

berwarna hitam dianggap sama dengan bola mata yang berwarna

cokelat gelap.

Adapun pada contoh (30), perbandingan secara eksplisit

diperlihatkan pada kata mata dan buah kenari. Buah kenari adalah

buah dari kenari yaitu pohon yang batangnya abu-abu keputih-

putihan, daunnya kecil-kecil, buahnya berwarna hijau tua, berkulit

keras, dan bijinya dibuat minyak. Bentuk buah kenari muda yang

bulat belum terlalu besar. Demikian ciri buah kenari tersebut yang

dianggap memiliki kesamaan dengan mata tokoh pada contoh (30).

Adapun pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan pilhan

kata yang berkelas kata nomina anggota tubuh pada NTNLM dapat

dilihat pada contoh berikut:

(31) Mukaku centang perenang, rambut awut-awutan dan badan kotor seperti kerbau dari kubangan. (NLM: 137)

(32) Muka Roni seperti kepiting rebus karena disindir dengan telak. (RTW: 221)

(33) Mukanya merah, mulutnya seperti mas koki, megap-megap mencari udara, tapi matanya bersinar. (NLM: 235)

Page 148: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

132

Salah satu penanda linguistik yang menunjukkan adanya

gaya bahasa simile adalah penggunaan kata seperti. Contoh (31)

sampai dengan (33) menunjukkan bahwa ranah sumber atau

terbanding diisi oleh kelas kata nomina khusus nomina anggota

tubuh sedangkan ranah sasaran atau pembanding diisi oleh kelas

kata nomina khusus fauna.

Perbandingan secara langsung pada contoh (31)

membandingkan antara kata badan dan kerbau. Kata badan

bermakna „tubuh (jasad manusia keseluruhan); jasmani; raga; awak‟

sedangkan kerbau adalah binatang memamah biak yang biasanya

diternakkan untuk diambil dagingnya atau untuk dipekerjakan. Pada

contoh (31), badan yang dalam keadaan kotor dianggap sama

dengan seekor kerbau yang baru keluar dari kubangan. Kubangan

adalah tanah lekuk yang berisi air dan lumpur (tempat kerbau

berendam dan berguling-guling) sehingga badan yang kotor

disamakan dengan kerbau dari kubangan.

Adapun pada contoh (32), perbandingan terjadi antara kata

muka dan kepiting. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V

luring, muka adalah bagian depan kepala, dari dahi atas sampai ke

dagu dan antara telinga yang satu dan telinga yang lain sedangkan

kepiting adalah ketam yang hidup di pantai, berkaki sepuluh, dua di

antaranya berupa supit tajam, punggungya keras berwarna hijau

kehitam-hitaman selebar telapak tangan, dapat dimakan. Contoh

Page 149: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

133

(32) menunjukkan pertalian antara muka Roni dan kepiting rebus.

Muka Roni yang memerah karena malu dianggap sama dengan

kepiting rebus. Kepiting rebus adalah kepiting yang telah dimasak

dan pada saat tersebut terjadi perubahan warna kepiting menjadi

orange kemerah-merahan.

Kemudian pada contoh (33), kata mulut dianggap sama

dengan mas koki. Mas koki memiliki ciri khas, yakni dapat

disembulkan (protaktil) dengan ujung mulut yang memiliki dua

pasang sungut. Contoh (33) ini bercerita tentang mulut tokoh yang

dianggap sama dengan mas koki yang megap-megap mencari

udara. Pada situasi tersebut, mas koki akan membuka mulut lalu

menutup lagi kemudian membukanya lagi. Hal yang terjadi pada

mas koki inilah yang dianggap sama seperti yang terjadi pada tokoh

dalam cerita.

Selain contoh pembanding yang diisi oleh kelas kata nomina

khusus fauna, pada NTNLM juga ditemukan pembanding yang diisi

oleh nomina khusus flora. Pewujudan gaya bahasa simile dalam

NTNLM berdasarkan kelas kata nomina anggota tubuh dengan

pembanding yang diisi oleh nomina khusus flora, dapat dilihat

sebagai berikut:

(34) Mungkin dia merasa harus menggosok giginya yang kuning seperti jagung muda. (RTW: 123)

(35) Hidungku mekar bagai bunga bakung. (RTW: 150) (36) Kakinya masih dibalut gips sehingga tampak sebesar

batang pohon kelapa. (RTW: 252)

Page 150: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

134

Contoh (34) sampai dengan (36) adalah contoh penggunaan

gaya bahasa simile. Ini ditandai dengan penggunaan kata seperti.

Ranah sumber atau terbanding diisi oleh kelas kata nomina anggota

tubuh sedangkan ranah sasaran atau pembanding diisi oleh kelas

kata nomina khusus flora. Contoh (34) membandingkan secara

eksplisit antara kata gigi dan jagung. Secara denotatif, gigi adalah

tulang keras dan kecil berwarna putih yang tumbuh tersusun berakar

di dalam gusi dan kegunaannya untuk mengunyah atau menggigit

sedangkan jagung adalah tanaman yang termasuk keluarga

Gramineae, batangnya pejal mencapai 2 m, buahnya dapat dimakan

sebagai makanan pokok. Pertalian antara kata gigi dan jagung

berhubungan dengan bentuk persegi kecil gigi yang hampir serupa

dengan jagung. Adapun warna gigi yang kuning tentu akan hampir

sama dengan warna jagung muda.

Adapun contoh (35) menunjukkan perbandingan antara kata

hidung dan bunga bakung. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) V luring, hidung adalah alat pencium, penghirup yang

lletaknya di sebelah atas bibir sedangkan bunga bakung adalah

tanaman hias yang bunganya berwarna putih atau merah, akarnya

digunakan untuk mengobati luka dan dianggap sebagai penawar

racun. Bunga bakung memiliki mahkota berjumlah enam dan sangat

indah saat mekar. Hidung tokoh aku pada contoh (35) dianggap

Page 151: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

135

sama dengan bunga bakung. Kesamaan yang dimaksud adalah

bentuk hidung dan bunga bakung yang sama-sama mekar.

Kemudian pada contoh (36), kaki dibandingkan secara tidak

langsung dengan batang pohon kelapa. Kaki adalah anggota badan

yang menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan (dari pangkal

paha ke bawah) sedangkan pohon kelapa adalah tumbuhan palem

yang berbatang tinggi. Contoh (36) menunjukkan kaki yang dibalut

gips sama dengan batang pohon kelapa. Gips biasanya dipakai

untuk membalut bagian tubuh yang tulangnya retak atau patah agar

tida berubah posisinya. Kaki yang dibalut gips tentu akan tampak

lebih besar dari biasanya dan pada kondisi tersebut, kaki itu

dikatakan sebesar batang pohon kelapa.

Kemudian, pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan

kelas kata nomina anggota tubuh dengan pembanding yang

berkelas kata verba dalam NTNLM dapat dilihat pada contoh di

bawah ini.

(37) Telunjuknya seperti menusuk-nusuk tabloid bola, saking bersemangatnya. (RTW: 13)

(38) Hanya setengah kerjapan mata kemudian, bagai punya ilmu terbang, badan raksasa Schemeichel mencelat ke udara untuk merenggut bola di udara. (RTW: 22)

(39) Kali ini jantungku seperti lupa untuk berdetak. (RTW: 224)

Contoh (37) sampai dengan (39) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile yang ditandai dengan kata seperti

dan bagai. Contoh (37) menunjukkan perbandingan antara kata

Page 152: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

136

telunjuk dan menusuk-nusuk. Kata telunjuk pada contoh (37)

bermakna „jari tangan antara jari tengah dan ibu jari yang biasa

digunakan untuk menunjuk‟ sedangkan menusuk-nusuk bermakna

„mencocok dengan barang yang runcing‟. Adapun contoh (38), kata

badan sebagai terbanding berkelas kata nomina sedangkan kata

punya sebagai pembanding berkelas kata verba. Selanjutnya,

contoh (39) membandingkan antara kata jantung dan lupa. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, jantung adalah

bagian tubuh yang menjadi pusat peredaran darah (letaknya di

dalam rongga dada sebelah atas) sedangkan lupa adalah lepas dari

ingatan; tidak dalam pikiran (ingatan) lagi.

Selain contoh-contoh yang telah diuraikan sebelumnya,

pada NTNLM ditemukan penggunaan gaya bahasa simile dengan

penanda linguistik berupa penggunaan afiks se- yang melekat pada

kata yang berkelas kata adjektiva. Berikut contoh yang menunjukkan

adanya penggunaan gaya bahasa simile tersebut.

(40) Dengan menyeret-nyeret kaki yang rasanya seberat sekarung beras, akhirnya aku sampai juga di pintu rumah kos. (RTW: 124)

(41) Said terpana melihat idolanya berkacamata hitam memegang senapan dan otot bertonjolan hampir sebesar sapi bunting. (NLM: 129)

(42) Aku gelagapan dan memaksa mengungkit kelopak mata yang terasa seberat batu. (NLM: 245)

Contoh (40) sampai dengan (42) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile yang ditandai dengan

penggunaan prefiks se- yang melekat pada kata sifat. Penggunaan

Page 153: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

137

prefiks se- tersebut mengandung makna „sama seperti‟ kata dasar.

Contoh (40) bercerita tentang tokoh aku yang melakukan perbuatan

menyeret-nyeret kaki. Kata kaki dibandingkan secara eksplisit

dengan bentuk sekarung beras. Kata kaki pada contoh ini

bermakna „anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk

berjalan (dari pangkal paha ke bawah)‟ sedangkan sekarung beras

berarti satu karung beras. Kaki sebagai terbanding berkelas kata

nomina khusus anggota tubuh sedangkan sekarung beras sebagai

pembanding berkelas kata frasa nomina. Pada contoh (40), berat

kaki dikatakan sama dengan berat sekarung beras. Berat satu

karung beras biasanya mencapai 20 kg dan inilah yang dirasakan

oleh tokoh aku sebagai pelaku dalam cerita tersebut.

Adapun pada contoh (41), otot dianggap sama dengan sapi

bunting. Kata otot bermakna „jaringan kenyal dalam tubuh manusia

dan hewan yang berfungsi menggerakkan organ tubuh‟ sedangkan

sapi bunting adalah sapi yang dalam keadaan mengandung anak

dalam perut. Kata otot sebagai terbanding menduduki kelas kata

nomina khusus anggota tubuh. Otot yang bertonjolan dianggap

sama besar dengan sapi bunting. Perut sapi yang dalam keadaan

bunting tentu menonjol atau tampak bertonjolan. Demikian sapi

bunting dikatakan sama dengan otot yang bertonjolan.

Selain contoh (41), contoh (42) membandingkan kelopak

mata dengan batu. Keduanya dikatakan sama dalam hal berat.

Page 154: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

138

Secara denotatif, kelopak mata adalah kulit penutup mata; pelupuk

mata sedangkan batu adalah benda keras dan padat yang berasal

dari bumi atau planet lain, tetapi bukan logam. Kata kelopak mata

sebagai terbanding menduduki kelas kata nomina khusus anggota

tubuh sedangkan batu sebagai pembanding menduduki kelas kata

nomina khusus benda-benda padat dan berat. Pada contoh (42),

tokoh aku bercerita tentang kelopak mata yang dianggap sama

beratnya dengan batu.

(2) Nomina Bunyi

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan pilhan kata

yang berkelas kata nomina bunyi dalam NTLP dapat dilihat pada

contoh berikut ini.

(43) Mendengar lengkingan Benyamin S. pendukung kami melonjak-lonjak seperti orang kesurupan. Suara mereka riuh rendah laksana kawanan kumbang kawin. (LP: 370)

(44) Syair demi syair lagu itu merambati dinding-dinding papan tua kelas kami, hinggap di daun-daun kecil linaria seperti kupu-kupu cantik thistle crescent, lalu terbang hanyut di bawa awan-awan tipis menuju ke utara. (LP: 137)

(45) Namun, biola sama sekali tak sudi takzim mematuhi mauku. Suaranya seperti anak kucing dicekik. (MK: 306)

Penanda linguistik gaya bahasa simile pada contoh (43)

sampai dengan (45) adalah kata laksana dan seperti. Pada contoh

(43), kata suara dibandingkan dengan kawanan kumbang. Kata

suara pada contoh tersebut bermakna „bunyi binatang, alat

perkakas‟ dan sebagainya‟ sedangkan kumbang bermakna

„serangga yang besar dan hitam berkilap warnanya‟. Suara sebagai

Page 155: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

139

terba nding berkelas kelas kata nomina khusus nomina bunyi

sedangkan kumbang sebagai pembanding berkelas kata nomina

khusus nomina fauna. Contoh (43) membandingkan suara para

tokoh dalam kisah layaknya kawanan kumbang yang sedang

kawin. Kawanan kumbang yang kawin akan mengeluarkan suara

bising sama seperti suara tokoh (mereka) yang digambarkan dalam

contoh (43).

Selanjutnya, contoh (44) membandingkan secara tidak

langsung kata lagu dan kupu-kupu. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) V luring, lagu berarti „ragam suara yang berirama

(dalam bercakap, bernyanyi, membaca, dan sebagainya)‟

sedangkan kupu-kupu bermakna „serangga bersayap lebar,

umumnya berwarna cerah‟. Lagu sebagai terbanding berkelas kata

nomina khusus nomina bunyi sedangkan kupu-kupu sebagai

pembanding berkelas kata nomina khusus nomina fauna. Contoh

(44) bercerita tentang syair lagu yang dianggap sama dengan

kupu-kupu. Hubungan keduanya terjalin karena syair lagu yang

merambat ke segela arah dan tempat dianggap sama dengan

kupu-kupu yang terbang ke sana ke mari. Contoh (45)

membandingkan kata suara (biola) dengan frasa anak kucing.

Suara yang dihasilkan oleh biola tersebut dianggap tidak sopan

atau tidak takzim mengikuti keinginan pemain biola sehingga suara

yang dihasilkan layaknya anak kucing yang dicekik. Suara yang

Page 156: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

140

dihasilkan dari anak kucing yang dicekik itu tidak merdu, melainkan

terdengar parau.

Adapun pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan pilhan

kata yang berkelas kata nomina bunyi dalam NTNLM dapat dilihat

pada contoh dibawah ini.

(46) Dengungan suara ribuan orang mendaras Al-Quran malah menjadi seperti dendang pengantar tidur yang mujarab. (NLM: 69)

(47) Dibagian imigrasi, suara baritone petugas imigrasi berbadan raksasa terasa bagai nyanyian merdu. (RTW: 256)

(48) Printer dotmatrix ini memekik-mekik gaduh. Tapi suara itu bagai nyanyian merdu di kupingku. (RTW: 71)

Berbeda halnya dengan contoh yang diperoleh pada novel

tetralogi “Laskar Pelangi, pada NTNLM ranah sumber dan ranah

sasaran sama-sama diisi oleh nomina khusus bunyi. Contoh (46)

sampai dengan (48) menunjukkan adanya penggunaan kata suara

sebagai terbanding yang menduduki kelas kata nomina bunyi

sedangkan kata dendang dan nyanyian sebagai pembanding juga

menduduki kelas kata nomina khusus nomina bunyi.

Contoh (46) menceritakan suara ribuan orang mendaras Al-

Quran layaknya dendang pengantar tidur yang mujarab. Kata

dendang dalam contoh ini maksdunya adalah nyanyian ungkapan

rasa senang, gembira dan sebagainya. Jadi, suara pendaras Al-

Quran yang dimaksud pada contoh (46) sama dengan nyanyian

pengantar tidur. Adapun suara baritone pada contoh (47) dianggap

Page 157: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

141

sama dengan nyanyain merdu. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) V luring, nyanyian adalah komponen musik

pendek yang terdiri atas lirik dan lagu. Berdasarkan arti nyanyian

ini, dapat dikatakan bahwa suara yang dihasilkan oleh printer

dotmatrix pada contoh (48) menjadi suara yang tidak biasa.

Namun, suara tersebut bak nyanyian merdu di telinga

pendengarnya.

(3) Nomina Persona

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan pilhan kata

yang berkelas kata nomina persona pada NTLP dapat dilihat pada

contoh di bawah ini.

(49) Mahader sudah seperti cacing kepanasan dari tadi. Seperti aku, Arai, dan Jimbron, ia termasuk dalam gelombang besar endemik kemiskinan yang melanda

anak‐anak para kuli timah ketika perusahaan itu mulai diintai kolaps pertengahan 80‐an. (SP: 74)

(50) Dari kejauhan aku dan Arai sering terpingkal-pingkal melihat Jimbro bertingkah seperti kelinci berdiri. (SP: 80)

(51) Ia menindihku rapat-rapat, tubuhnya yang gempal berenang-renang penuh gairah di atasku yang terjepit berdengik-dengik, dan Arai yang berdiri di bangku seperti tupai melolong-lolong panjang dan merdu, “Aufffhhhh…auuuuuuufffhhh…aauuuuuuffffffhhh…” (SP: 125)

Contoh (49) sampai dengan (51) menunjukkan gaya bahasa

simile yang ditandai dengan kata seperti. Pada contoh (49), kata

Mahader sebagai terbanding berkelas kata nomina persona

sedangkan pembanding diisi dengan sebuah peribahasa cacing

kepanasan. Mahader dianggap sama dengan cacing kepanasan.

Page 158: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

142

Peribahasa cacing kepanasan memiliki arti seseorang yang tidak

tenang atau gelisah. Mahader pada contoh (48) diceritakan tengah

dalam keadaan gelisah. Kegelisahan tersebut berkenaan dengan

kesulitan hidup yang dialami oleh semua warga belitong pada saat

itu.

Adapun contoh (50) membandingkan secara eksplisit antara

kata Jimbro dan kelinci. Kelinci adalah binatang mamalia yang

mengunggis, mempunyai telinga panjang dan ekor pendek,

rupanya seperti marmot besar. Pada contoh (50) ini, Jimbro

sebagai terbanding berkelas kata nomina khusus nomina persona

sedangkan kelinci sebagai pembanding berkelas kata nomina

khusus nomina fauna. Contoh (50) menjelaskan tingkah Jimbro

yang seperti kelinci berdiri. Kelinci memiliki kebiasaan memantau

lingkungan sekitarnya dengan cara berdiri dengan kedua kaki

belakang dan kaki depannya terlihat menggantung, bahkan hal

tersebut dapat kelinci lakukan sambil makan. Hal ini menjadi sifat

alamiah kelinci untuk melindungi diri. Demikian hal tersebut juga

terjadi pada Jimbro sehingga kelinci dan Jimbro dianggap punya

pertalian.

Terakhir, contoh (51) juga membandingkan nomina persona

dengan nomina binatang yaitu antara kata Arai dan tupai. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, tupai adalah

binatang pengunggis buah-buahan, berbulu halus, berwarna kuning

Page 159: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

143

atau cokelat, dan hidup di atas pohon. Contoh (51) menceritakan

Arai yang berdiri layaknya tupai yang melolong-lolong panjang dan

merdu. Tupai memiliki kebiasaan melolong dimalam hari. Demikian

Arai yang berdiri dibangku dianggap sama dengan tupai yang

melolong. Aria sedang memainkan peran layaknya pemain film

dihadapan banyak penonton (siswa) sebagai bentuk hukuman atas

pelanggaran yang dilakukannya bersama Jimbro.

Selain itu, dalam NTLP juga ditemukan contoh pewujudan

gaya bahasa berdasarkan kelas kata nomina persona dengan

pembanding yang berkelas kata nomina persona nama diri.

(52) Lintang dan Mahar seperti Faraday kecil dan Warhol mungil dalam satu kelas, atau laksana Thomas Alva Edison muda dan Rabindranath Tagore junior yang berkumpul. (LP: 140)

(53) Bang Zaitun hadir di depan kami seumpama reinkarnasi Frank Sinatra. (SP: 198)

(54) Maka Tuk tak ubahnya Robin Hood, pahlawan yang mencuri untuk menolong kaum papa, atau orang yang berbuat baik dengan cara yang salah. (LP: 314)

Contoh (52) sampai dengan (54) adalah contoh penggunaan

gaya bahasa simile. Adapun penanda lingustik gaya bahasa simile

pada contoh tersebut, yaitu kata seperti, laksana, dan tak ubahnya.

Ranah sumber atau terbanding diisi oleh kelas kata nomina

persona sedangkan ranah sasaran atau pembanding juga diisi oleh

nomina persona. Contoh (52) membandingkan secara eksplisit

antara Lintang dan Faraday serta Mahar dan Warhol. Michael

Faraday adalah salah satu penemu yang banyak menghasilkan

Page 160: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

144

temuan-temuan yang bermanfaat bagi dunia. Penemuan Faraday

pertama yang penting dibidang listrik terjadi tahun 1821. Adapun

Andy Warhol adalah seorang seniman yang terkenal sebagai tokoh

“The Visual Art Movement” atau Gerakan Seni Rupa yaitu Seni Pop

(Pop Art). Pada contoh (52), Mahar yang memiliki bakat dibidang

seni, dianggap sama dengan tokoh Warhol sedangkan Lintang

yang memiliki keahlian dalam bidang studi matematika dianggap

sama dengan Faraday. Selain itu, keduanya juga dibandingkan

dengan Thomas Alva Edison dan Rabindranath Tagore. Thomas

Alva Edison sebagai penemu pertama lampu pijar dianggap sama

dengan Lintang, sementara Rabindranath Tagore sebagai seorang

pelukis dan penyair dianggap sama dengan Mahar. Keberadaan

Mahar dan Lintang di sekolah Muhammadiyah dianggap sama

dengan para tokoh dunia tersebut berkat keahlian dan kecerdasan

yang mereka miliki.

Contoh (53) membandingkan tokoh Bang Zaitun dengan

Frank Sinatra. Frank Sinatra adalah penyanyi terkenal Amerika dan

seorang aktor pemenang Oscar. Contoh (53) menceritakan tokoh

Bang Zaitun sebagai seorang seniman musik dan pimpinan orkes

melayu yang dianggap reinkarnasi dari Frank Sinatra. Keduanya

dianggap memiliki hubungan karena sama-sama menggeluti bidang

yang sama, yakni musik.

Page 161: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

145

Adapun contoh (54), tokoh Tuk Bayan Tula atau Tuk

dianggap sama dengan Robin Hood. Robin Hood adalah pahlawan

rakyat Inggris yang awalnya merupakan seorang penjahat yang

akhirnya menjadi pencari keadilan dan menjadi sosok yang

memperjuangkan kaum miskin. Adapun Tuk dianggap ahli

menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh praktik klenik jahat

untuk mencelakakan orang. Demikian sosok keduanya sehingga

Tuk dianggap sama dengan Robin Hood.

Adapun pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan pilihan

kata yang berkelas kata nomina persona dalam NTNLM dapat

dilihat pada contoh di bawah ini.

(55) Dikananku, Wira si kera ngalam yang berparas putih ini telah menjelma seperti udang direbus matang. Merah padam.Matanya tidak lepas menantang telunjuk Jumbo yang menghardiknya. (RTW: 55)

(56) Seperti gajah jinak ditepuk-tepuk pawangnya, Jumbo hanya kuyu dan pucat. Kegarangannya telah raib ditelan angin. (RTW: 57)

(57) Kalau sudah begini, Said yang juara ngantuk di kelas kami menjelma menjadi seperti seekor singa yang siaga dan siap menerkam. (NLM: 106)

Contoh (55) membandingkan secara eksplisit antara kata

Wira dan udang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V

luring, udang adalah binatang tidak bertulang, hidup dalam air,

berkulit keras, berkaki sepuluh, berekor pendek, dan bersepit dua

pada kaki depannya. Wira sebagai terbanding berkelas kata

nomina khusus nomina persona sedangkan udang sebagai

pembanding berkelas kata nomina khusus nomina fauna. Contoh

Page 162: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

146

(55) menceritakan tokoh Wira yang dalam keadaan jengkel, marah

sehingga paras wajahnya menjelma menjadi merah padam

layaknya udang yang direbus matang.

Selanjutnya, pada contoh (56) kata Jumbo yang berkelas

kata nomina persona dibandingkan dengan kata gajah yang

berkelas kata nomina fauna. Contoh (56) menceritakan tokoh

Jumbo yang dianggap sama dengan gajah jinak yang ditepuk-tepuk

pawangnya. Dalam keadaan tersebut, gajah biasanya

menunjukkan muka yang muram dan lesu. Demikian keadaan

tersebut dianggap sama dengan wajah Jumbo yang tampak kuyu

dan pucat.

Adapun contoh (57), tokoh Said dibandingkan dengan singa.

Perbandingan kedua kata tersebut didasarkan pada sifat dasar

yang dimiliki oleh seekor singa yaitu buas dan selalu menerkam

mangsanya. Sifat tersebut diasosiaikan ke dalam karakter Said

yang secara tiba-tiba menjelma menjadi penuh semangat. Contoh

(57) menceritakan Said sebagai juara mengantuk di kelas

menjelma menjadi sosok yang bersemangat dengan gairah

menggebu-gebu layaknya seekor singa yang siaga dan siap

menerkam.

(4) Nomina Fauna

Penggunaan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata

nomina khusus nomina fauna hanya ditemukan pada NTLP dan

Page 163: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

147

tidak ditemukan pada NTNLM . Contoh penggunaan gaya bahasa

simile berdasarkan kelas kata nomina fauna tersebut dapat dilihat

sebagai berikut:

(58) Ganjil sekali, buaya itu seperti takluk, mengibas-ngibaskan ekornya laksana seekor anjing yang ingin mengambil hati tuannya…(LP: 89)

(59) Burung yang konon sangat cantik dengan dominasi warna biru dan kuning ini berukuran seperti burung bayan. (LP: 184)

(60) Sungguh di luar dugaanku seekor kuda Australia ternyata amat besar seperti gajah dan ia demikian mengagumkan. (SP: 171)

Contoh (58) sampai dengan (60) menunjukkan

perbandingan tidak langsung yang ditandai dengan penggunaan

kata laksana dan seperti. Contoh (58) membandingkan kata buaya

dan frasa seekor anjing yang keduanya menduduki kelas kata

nomina khusus nomina fauna. Contoh (58) bercerita tentang buaya

yang takluk (menyerah kalah; tunduk) mengibas-ngibaskan ekor

layaknya seekor anjing yang ingin mengambil hati tuannya. Anjing

yang berupaya mengambil hati tuannya biasanya tampak jinak dan

berupaya memperoleh hati tuannya dengan mendekat berharap

perhatian. Hal serupa tampaknya dilakukan oleh buaya pada

contoh (58) tersebut.

Adapun contoh (59), kata burung dibandingkan dengan frasa

burung bayan. Terbanding dan pembanding sama-sama berkelas

kata nomina fauna. Burung sebagai terbanding pada contoh (59) ini

disebut sebagai burung pelintang pulau. Dalam Kamus Besar

Page 164: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

148

Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, bayan adalah burung yang

termasuk keluarga kakaktua, membuat sarang di lubang pohon,

yang jantan sebagian besar bulunya berwarna hijau terang

sedangkan yang betina berwarna merah campur biru. Burung

bayan juga dikenal sebagai burung nuri. Burung pelintang pulau

dianggap memiliki kesamaan dengan burung bayan. Kesamaan

keduanya terletak pada kecantikan warna bulu keduanya.

Selanjutnya, contoh (60) membandingkan frasa kuda

Australia dengan gajah. Kuda Australia adalah salah satu jenis

kuda yang masuk ke Australia dengan ukuran tubuh yang cukup

besar. Ukuran tubuh kuda Australia yang tegap besar dianggap

memiliki kesamaan dengan gajah yang juga memiliki ukuran tubuh

yang besar.

c) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Adjektiva

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

adjektiva adalah kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan

secara umum dapat bergabung dengan kata lebih dan sangat. Gaya

bahasa simile berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata adjektiva

hanya ditemukan pada NTLP. Uraian pewujudan gaya bahasa simile

berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata adjektiva dengan

pembanding yang diisi oleh beberapa jenis kelas kata, dapat dilihat

sebagai berikut:

Page 165: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

149

(1) Nomina Benda Alam

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata

adjektiva dengan pembanding yang diisi oleh nomina benda alam

dapat dilihat pada contoh berikut:

(61) Diberandanya, dahan-dahan bantan merunduk kuyu menekuri nasib anak-anak nelayan yang terpaksa bekerja. Salah satunya aku kenal: Laksmi. Seperti laut, mereka diam. (SP: 3)

(62) Rendah, tinggi, pelan, kencang, berbisik laksana awan, marah laksana topan, memekakkan laksana ledakan gunung berapi, lalu diam tenang laksana danau di tengah rimba raya. (LP: 141)

(63) Pilihan nada itu demikian indah hingga terdengar laksana aliran sungai-sungai di bawah taman surga. (LP: 150)

Contoh (61) sampai dengan (63) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile. Adapun penanda linguistik yang

menandai gaya bahasa tersebut, yaitu kata seperti dan laksana.

Contoh-contoh yang ditampilkan menunjukkan bahwa terbanding

diisi oleh kelas kata adjektiva sedangkan pembanding diisi oleh

kelas kata nomina benda alam seperti kata laut, awan, topan,

danau, dan sungai. Contoh (61) membandingkan secara eksplisit

kata diam dan laut. Laut sebagai benda alam yang tidak bernyawa,

yang mampu menciptakan ketenangan dianggap memiliki hubungan

dengan kata diam. Jadi, tokoh mereka yang dimaksud pada contoh

(61) diumpamakan seperti laut karena mereka diam.

Contoh (62), kata rendah, tinggi, pelan, kencang

dibandingkan dengan kata awan. Kata rendah, tinggi, pelan,

Page 166: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

150

kencang merupakan kata sifat yang saling berlawanan. Kedua

pasangan kata antonim tersebut menjadi sifat yang dimiliki awan.

Tinggi-rendah berkenaan dengan letak atau posisi awan tersebut di

atas langit, pelan-kencang berkenaan dengan gerakan awan di atas

langit. Adapun kata marah dibandingkan dengan kata topan. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, topan bermakna

„siklon tropis yang berkecepatan sangat tinggi; angin ribut; badai‟.

Pada contoh (62) ini, kata adjektiva marah dianggap sama dengan

topan. Hal ini dimungkinkan karena topan dianggap sama dengan

angin ribut yang berkekuatan melebihi 12 skala Beaufort sehingga

kemarahan diidentikkan dengan topan. Selanjutnya, kata diam pada

contoh (62) diibaratkan danau di tengah rimba raya. Tentu saja

ketenangan danau di tengah hutan lebat sangat terpelihara.

Berdasarkan hal tersebut sehingga kedua kata tersebut dianggap

punya pertalian. Kemudian, contoh (63) kata indah dibandingkan

dengan frasa aliran sungai –sungai. Nada yang indah dianggap

sama dengan aliran sungai-sungai di bawah taman surga. Sungguh

apapun itu jika di berada di surga tentu akan indah.

(2) Nomina Fauna

Di samping nomina benda alam, pewujudan gaya bahasa

simile berdasarkan kelas kata adjektiva juga diisi oleh kelas kata

nomina fauna sebagai pembanding. Pewujudan gaya bahasa simile

dalam NTLP tersebut dapat dilihat di bawah ini:

Page 167: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

151

(64) Pasti bahasa Belanda, karena seluruhnya dibunyikan dari kerongkongan, berat seperti beruang menderam-deram. (EDS: 58)

(65) Hitam pekat berminyak-minyak, serupa kayu mahoni yang dipernis tebal, licin mengilap seperti seekor kumbang jantan. (SP: 170-171)

(66) Sebaliknya yang mereka saksikan adalah gerakan rancak tanpa pola dan ekspresi bebas spontan dari tubuh-tubuh muda yang lentik meliuk-liuk seperti gelombang samudra, garang seperti luak, dan menyengat laksana lebah tanah. (LP: 238)

(67) Aku jadi berantakan dan basah seperti kucing kehujanan, namun aku tak berkutik karena mereka sangat kompak, cepat, terencana, dan sistematis. (LP: 307)

Contoh (64) menunjukkan adanya penggunaan gaya bahasa

simile dengan penanda linguistik kata seperti. Pada contoh (64) kata

berat dibandingkan dengan kata beruang. Berat sebagai terbanding

berkelas kata adjektiva sedangkan beruang sebagai pembanding

berkelas kata nomina khusus nomina fauna. Contoh (64)

menggambarkan bahasa Belanda yang dibunyikan dari

kerongkongan memiliki sifat berat sama dengan beruang yang

menderam-deram. Beruang memiliki vokalisasi, termasuk geraman,

merengek, mengaum, suara menyeruput dan kehaduhan yang

mengerikan. Atas kesamaan inilah sehingga bahasa Belanda

dianggap berat sama dengan beruang yang menderam-deram.

Adapun contoh (65) sampai dengan (67) masih

menunjukkan adanya penggunaan gaya bahasa simile dengan

penanda linguistik kata seperti. Berdasarkan contoh yang

ditampilkan, kata yang menduduki posisi terbanding diisi oleh kelas

Page 168: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

152

kata adjektiva, yaitu licin, garang, dan basah sedangkan kata yang

menduduki posisi pembanding diisi oleh kelas kata nomina fauna,

yaitu kumbang jantan, luak, dan kucing.

Contoh (65) membandingkan secara eksplisit antara kata

licin dan kumbang jantan. Secara denotatif, licin berarti „tidak kasar,

halus‟ sedangkan kumbang adalah serangga yang besar dan hitam

berkilap warnanya. Pada contoh (65), licin sebagai kata yang

berkelas kata adjektiva dianggap mempunyai korelasi dengan

kumbang jantan. Kata sifat licin termaktub ke dalam karakter warna

kumbang jantan yang berkilap sehingga kedua kata terlihat

dibandingkan.

Selanjutnya, contoh (66) kata garang dibandingkan dengan

luak. Kata garang berarti „pemarah lagi bengis; galak; ganas‟

sedangkan luak adalah musang. Musang adalah salah satu jenis

binatang menyusui dengan karakter galak. Sifat galak dan liar yang

ada pada musang atau luak tersebut menjadikan dua kata yaitu

garang dan luak ini dianggap sama.

Contoh (67) membandingkan kata basah dan kucing. Kata

basah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring

bermakna „mengandung air atau barang cair‟. Berdasarkan makna

kata tersebut, keadaan tokoh aku yang dalam keadaan basah

dianggap sama dengan kucing kehujanan. Seekor kucing bila

Page 169: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

153

terkena hujan, bulunya menjadi berantakan sehingga tampak tidak

rapi. Begitulah tokoh aku dideskripsikan pada contoh (67).

(3) Nomina Berkarakter Keras

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata

adjektiva dengan pembanding yang diisi oleh nomina berkarakter

keras dalam NTLP dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(68) “Itulah kalau kau mau tahu watak ibumu! Keras seperti kawat! Aku marah besar!” (EDS: 15)

(69) Ayahku yang pendiam, tak pernah sekolah, puluhan tahun menjadi kuli tambang. Paru-paru disesaki gas-gas beracun, napasnya berat, tubuhnya keras seperti kayu. (EDS: 48)

(70) Aku menjadi kurus tapi keras berisi, hitam legam seperti aspal. (SP: 242)

Contoh (68) sampai dengan (70) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile yang ditandai dengan kata seperti.

Berdasarkan contoh yang ditampilkan, kata yang menduduki posisi

terbanding diisi oleh kelas kata adjektiva yaitu keras dan hitam

sedangkan kata yang menduduki posisi pembanding diisi oleh kelas

kata nomina yang memiliki karakter dasar keras seperti kata kawat,

kayu dan aspal.

Contoh (68) menceritakan watak tokoh ibu yang dianggap

keras layaknya kawat. Penggunaan perbandingan ini berangkat dari

hubungan yaitu sebuah sifat yang menjadi bagian atau karakter dari

kata yang lain. Sifat keras menjadi karakter dari sebuah kawat yang

terbuat dari logam. Adapun contoh (69) menceritakan tubuh yang

keras seperti kayu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V

Page 170: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

154

luring, kayu adalah pohon yang batangnya keras. Tubuh ayah Ikal

yang keras diasosiasikan sebagai kayu. Selanjutnya contoh (70)

menceritakan tokoh aku yang hitam legam seperti aspal. Kata hitam

pada contoh (70) ini berarti „warna dasar yang serupa dengan warna

arang‟ sedangkan aspal berarti „campuran hidrokarbon alam yang

amorf dan berwarna cokelat hitam‟. Ada hubungan yang bersifat

tidak langsung antara kata hitam dan aspal sehingga dianggap

bertalian. Untuk mengungkap warna hitam bisa digunakan kata

aspal karena aspal mengandung sifat atau berwarna hitam.

d) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Pronomina

Pronomina adalah kelas kata yang berfungsi untuk

menggantikan nomina. Berikut uraian pewujudan gaya bahasa simile

pada NTLP dan NTNLM berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata

pronomina.

(1) Pronomina Persona Pertama Jamak

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata

pronomina persona pertama jamak pada NTLP dapat dilihat pada

contoh berikut ini.

(71) Semua ini sangat kontradiktif dengan kemiskinan turun temurun penduduk asli Melayu Belitong yang hidup berserakan di atasnya. Kami seperti sekawanan tikus yang paceklik di lumbung padi. (LP: 38-39)

(72) Kami adalah sepuluh umpan nasib dan kami seumpama kerang-kerang halus yang melekat erat satu sama lain dihantam deburan ombak ilmu.(LP: 85)

(73) Kami seperti anak-anak bebek. Tak terpisahkan dalam susah dan senang. Induknya adalah Bu Mus.(LP: 85)

Page 171: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

155

(74) Bak sekeluarga lumba-lumba, kami beradu berenang sampai ke ujung Semenanjung. (MK: 81)

Penggunaan gaya bahasa simile ditunjukkan pada contoh

(71) sampai dengan (74). Contoh tersebut membandingkan secara

eksplisit kata yang berkelas kelas kata pronomina persona pertama

jamak, yaitu kami dengan frasa yang berkelas kata nomina fauna,

yaitu sekawanan tikus, kerang-kerang, dan anak-anak bebek.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, kata

kami berarti „yang berbicara bersama dengan orang lain (tidak

termasuk yang diajak berbicara); yang menulis atas nama kelompok,

tidak termasuk pembaca‟. Kata kami pada contoh (71) merujuk

kepada para laskar pelangi (Ikal, Lintang, Mahar,dll) yang dianggap

sama dengan sekawanan tikus. Sekawanan tikus berarti

„sekumpulan binatang (tikus) yang berkawan‟. Pemilihan kata tikus

untuk menggambarkan tokoh kami yang dikisahkan pada contoh

(71), berhubungan dengan kondisi yang dihadapi atau dialami tokoh

tersebut. Kemiskinan yang melanda tokoh kami dalam contoh ini

sama halnya dengan kondisi yang dialami sekawanan tikus yang

paceklik di lumbung padi. Jadi, untuk menggambarkan kemiskinan

yang dihadapi tidak secara terang-terang diungkapkan, melainkan

dengan menggunakan gaya bahasa perbandingan tersebut.

Pada contoh (72) dan (73), kata kami juga merujuk kepada

para laskar pelangi dan secara berturut-turut dianggap sama dengan

kerang-kerang dan anak-anak bebek. Pemilihan kata kerang-kerang

Page 172: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

156

untuk menggambarkan kebersaman para laskar pelangi yang sama

dengan kerang-kerang yaitu saling melekat satu sama lain meskipun

dihantam debur ombak. Begitupun dengan contoh (73). Tokoh

Lintang, Ikal, Mahar, dan lain-lain dianggap sama dengan anak-anak

bebek. Karakter mendasar dari bebek adalah selalu jalan bersama

mengikuti induknya. Demikian pilihan kata tersebut dianggap mampu

menggambarkan kebersamaan para laskar pelangi yang tak

terpisahkan baik susah maupun senang dengan induk bernama Bu

Mus.

Selanjutnya, pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan

pilihan kata yang berkelas kata pronomina persona pertama jamak

dalam NTNLM dapat dilihat pada contoh sebagai berikut:

(75) Bagai kawanan singa yang berburu mangsa di gurun Afrika, malam itu kami langsung beroperasi secara berkelompok, berkeliling dari asrama ke asrama. (NLM: 80)

(76) Setelah lelah bermain, kami tidak ubahnya seperti kerbau keluar dari kubangan. (NLM: 162)

(77) Kami bagai ribuan semut ribut mengelilingi sebutir gula mungil. (NLM: 183)

Contoh (75) sampai dengan (77) menunjukkan gaya bahasa

simile dengan penanda linguistik, yaitu kata bagai dan seperti. Ketiga

contoh tersebut menunjukkan perbandingan antara kata kami yang

berkelas kata pronomina persona pertama jamak dan kata kerbau,

frasa kawanan singa dan ribuan semut yang berkelas kelas kata

nomina khusus nomina fauna. Contoh (75) kawanan singa dianggap

sama dengan kami yang merujuk kepada para anggota sahibul

Page 173: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

157

menara yang bertugas sebagai jasus (penjaga malam) pondok

Madani. Para sahibul menara dianggap seperti kawanan singa

karena mereka berkeliling asrama mengintai keamanan asrama

layaknya singa yang berburu mangsa di gurun Afrika.

Adapun pada contoh (76) kata kami diibaratkan kerbau.

Kami yang juga merujuk kepada para anggota sahibul menara ini

dianggap sama dengan kerbau keluar dari kubangan. Kerbau yang

baru saja keluar dari kubangan itu sangat kotor karena penuh

lumpur. Demikian hal tersebut disamakan dengan para sahibul

menara yang usai bermain. Contoh (77) menunjukkan perbandingan

antara kata kami dan frasa ribuan semut. Berkenaan dengan sifat

semut yang cenderung berkerumun pada makanan yang manis, para

sahibul menara yang berkumpul mendongak ke pesawat televisi

dianggap sama dengan ribuan semut yang mengelilingi sebutir gula

mungil. Gula mungil ini diibaratkan pesawat televisi.

(2) Pronomina Persona Pertama Tunggal

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata

pronomina persona pertama tunggal hanya ditemukan pada NTLP.

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata pronomina

persona pertama tunggal tersebut dapat dilihat pada contoh sebagai

berikut:

(78) Aku merasa seperti tupai yang sibuk menggendong pinangnya, kura-kura yang mengerut ke dalam tamengnya, atau siput yang sembunyi di balik cangkangnya. (EDS: 42)

Page 174: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

158

(79) Di Sorbonne, setiap hari aku diracuni ilmu meski aku tak ubahnya anaknya burung puyuh yang tersuruk-suruk mengejar induk belibis. (EDS: 129)

Contoh (78) dan (79) menunjukkan adanya penggunaan

gaya bahasa simile dengan penanda linguistic, yaitu kata seperti dan

tak ubahnya. Penanda linguistik yang menunjukkan pilihan kata yang

berkelas kata pronomina persona pertama ialah kata aku. Kata aku

menduduki posisi terbanding sedangkan tupai, kura-kura, siput dan

anaknya burung puyuh menduduki posisi pembanding. Pada contoh

(78), tokoh aku (Ikal) dianggap sama dengan tupai, kura-kura, dan

siput. Perbandingan ini didasarkan pada kondisi yang sedang

dihadapi Ikal dalam cerita. Ikal pada contoh ini diceritakan sedang

dalam keadaan bosan sebab menjalani rutinitas yang begitu-begitu

saja seperti halnya tupai yang sibuk menggendong pinangnya. Pada

keadaan ini, tupai yang sibuk menggendong pinang, kura-kura yang

mengerut ke dalam tamengnya dan siput yang sembunyi di balik

cangkangnya adalah rutinitas yang dilakukan oleh binatang-binatang

tersebut secara terus menerus dan hal itulah yang diperbandingkan

dengan perasaan yang sedang dihadapi Ikal.

Selanjutnya, contoh (79) membandingkan aku dengan

bentuk anaknya burung puyuh. Contoh ini menceritakan proses

belajar yang dilalui Ikal di Sorbonne yang diasosiasikan dengan anak

burung puyuh yang meninggalkan tempat untuk mengejar induk

belibis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

Page 175: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

159

belibis adalah burung (liar) yang rupanya seperti itik. Berdasarkan

perbandingan tersebut, contoh (79) yang mengisahkan sebuah

proses belajar yang sangat ketat dan keras yang dilalui Ikal di

Sorbonne dianggap sama dengan anak burung puyuh yang mengejar

induk belibis. Pekerjaan mengejar induk belibis adalah sebuah

pekerjaan yang membutuhkan perjuangan besar.

(3) Pronomina Persona Ketiga Tunggal

Di samping pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan

kelas kata pronomina persona pertama tunggal, pada NTLP juga

ditemukan contoh pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas

kata pronomina persona ketiga tunggal sebagai berikut:

(80) Lalu masih sempat ia menutupi kepalanya dengan sarung. Ia seperti anak ayam yang ingin bersembunyi di depan hidung elang. Pak Mustar menyentak sarungnya sambil berteriak. (SP: 112)

(81) Ia menoleh padaku tapi tubuhnya tak berbalik, hanya lehernya yang berputar dengan ukuran derajat yang tidak masuk akal. Hampir seratus delapan puluh derajat! Ia seperti burung hantu. (SP: 159)

(82) Ia amat berbeda dengan kami dalam semua hal. Ia seumpama bangau Hokaido yang anggun tersasar ke kandang itik. (LP: 358)

Contoh (80) sampai dengan (82) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile yang ditandai dengan kata seperti

dan seumpama. Penanda linguistik yang menunjukkan pilihan kata

yang berkelas kata pronomina persona ketiga tunggal ialah kata ia.

Kata ia menduduki posisi terbanding sedangkan frasa anak ayam,

burung hantu dan bangao Hokaido menduduki posisi pembanding.

Page 176: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

160

Pada contoh (80), ia yang dimaksud adalah Jimbro yang dianggap

sama dengan anak ayam. Perbandingan yang mendasari bentuk ia

(Jimbro) dengan frasa anak ayam yakni berkaitan dengan kondisi

atau situasi yang dihadapi tokoh dalam cerita. Pada keadaan

tersebut, Jimbro dianggap sama seperti anak ayam yang

bersembunyi di depan hidung elang. Jimbro diibaratkan sebagai anak

ayam karena Jimbro merupakan salah seorang murid dari sekolah

Muhammadiyah sedangkan elang yang dimaksud adalah Pak

Mustar. Ia dikatakan seperti anak ayam yang ingin bersembunyi di

depan hidung elang karena Jimbro tidak mengetahui keberadaan

Pak Mustar yang telah berada di depan mata.

Adapun contoh (81) kata ia merujuk kepada Jimbro. Jimbro

kembali diasosiasikan sebagai binatang yaitu burung hantu.

Perbandingan tersebut didasarkan pada hal atau perbuatan yang

dilakukan Jimbro. Jimbro yang memutar lehernya hampir seratus

delapan puluh derajat dianggap sama dengan burung hantu yang

juga memiliki kemampuan tersebut. Selanjutnya, pada contoh (82)

kata ia merujuk kepada Flo. Flo dianggap seumpama bangau

Hokaido. Bangau Hokaido atau disebut juga bangau Jepang atau

bangau mahkota merah adalah jenis bangau paling langka kedua.

Bangau ini menjadi simbol keberuntungan. Flo yang bernasib baik

jika dibandingkan dengan teman-teman kelasnya yang lain dianggap

seperti bangau Hokaido yang anggun dan tersasar ke kandang itik.

Page 177: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

161

Selain pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas

kata pronomina persona ketiga tunggal dengan pembanding yang

diisi oleh kelas kata nomina fauna, juga ditemukan pembanding yang

diisi oleh kelas kata nomina nama diri. Berikut contoh pewujudan

gaya bahasa tersebut.

(83) Dalam mata ayah, jelas kubaca ia tak tega kepadaku. Posisinya serbasalah.Ia bak Ibrahim yang diperintah Tuhan menyembelih anaknya. (EDS: 23)

(84) Bu Mus memandangi Flo dari samping Mahar yang baru saja dimarahinya habis-habisan dan Flo yang berandal berdiri tegak di depan kelas seperti orang mengambil pose untuk peragaan kaus kaki Italia model terbaru. Meskipun seperti laki-laki tapi ia sesungguhnya gadis remaja yang menawan, dan kulitnya indah luar biasa. Di kelas ini ia laksana Winona Ryder yang diutus UNICEF untuk membesarkan hati para penderita lepra di sebuah kampung kumuh di Sudan. (LP: 354)

Contoh (83) dan (84) menunjukkan adanya penggunaan

gaya bahasa simile dengan penanda linguistic, yaitu bak dan

laksana. Pada contoh (83), kata ia merujuk kepada ayah yang

diibaratkan sebagai Ibrahim. Perbandingan tersebut didasarkan pada

situasi bimbang yang sedang dihadapi ayah ketika hendak

menghukum Ikal. Kebimbangan yang hadapi ayah dianggap sama

dengan kebimbangan Ibrahim yang diperintah oleh Allah SWT untuk

menyembelih anaknya. Selanjutnya, contoh (84) membandingkan

kata ia yang merujuk kepada Flo dengan Winona Ryder. Winona

Ryder adalah seorang aktris Amerika Serikat unggulan Academy

Award dengan paras yang cantik serta kulit yang putih bersih. Atas

Page 178: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

162

dasar kesamaan ciri fisik itulah sehingga tokoh ia (Flo) dianggap

sama dengan Winona Ryder.

(4) Pronomina Persona Ketiga Jamak

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata

pronomina persona ketiga jamak hanya ditemukan pada NTLP.

Pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan kelas kata pronomina

persona ketiga jamak tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(85) Dalam sekejap jalan raya dipenuhi para kuli yang pulang sebentar. Lapar membuat mereka tampak seperti semut-semut hitam yang sarangnya terbakar. (LP: 52)

(86) Ada keindahan yang unik dalam interaksi masing-masing sifat para sahabatku. Tersembunyi daya tarik pada cara mereka mengartikan sekstan untuk mengukur diri sendiri,…Tak jarang mereka seperti kelelawar yang tersasar masuk ke kamar, menabrak-nabrak kaca ingi keluar dan frustasi.(LP: 84)

(87) Mereka juga seperti seekor parkit yang terkurung di dalam gua kebingungan dengan suaranya sendiri.(LP: 84)

Contoh (85) sampai dengan (87) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa simile dengan penanda linguistik seperti.

Mereka sebagai terbanding menduduki kelas kata pronominal

persona ketiga jamak sedangkan semut-semut hitam, kelelawar, dan

seekor parkit menduduki kelas kata nomina khusus nomina fauna.

Contoh (85), mereka yang merujuk kepada para kuli dianggap sama

dengan semut-semut hitam. Perbandingan tersebut berdasarkan

aktivitas semut-semut hitam yang sarangnya terbakar. Pada kondisi

tersebut, semut-semut akan berhamburang meninggalkan sarang.

Page 179: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

163

Demikian hal tersebut dianggap memiliki kesamaan dengan para kuli

yang dalam keadaan lapar. Pada contoh (86) dan (87), kata mereka

sebagai terbanding merujuk kepada para sahabat Ikal (anggota

Laskar Pelangi) dan dianggap sama seperti kelelawar dan seekor

parkit.

Adapun contoh pewujudan gaya bahasa simile berdasarkan

kelas kata pronomina persona ketiga jamak dengan posisi

pembanding yang diisi oleh kelas kata nomina wilayah, dapat dilihat

sebagai berikut:

(88) …beberapa gelintir mahasiswa Jerman: Marcus Holdvessel, Christian Diedrich, dan yang paling istimewa, seorang wanita Bavaria nan semlohai, Katya Kristanaema…Mereka sangat tenang, quite, sepi, tentram, persis kota kecil Purbalingga, pukul sepuluh malam. (EDS: 98-99)

(89) Jarang ada suara bersumber dari kedua perempuan Netherland itu. Mereka seperti Purbalingga pada pukul dua belas, malam jumat Kliwon. (EDS: 101)

Penanda linguistik gaya bahasa simile pada contoh (88) dan

(89) yakni kata persis dan seperti. Pada contoh (88), kata mereka

sebagai terbanding merujuk kepada Katya, Marcus, dan Christian

dan dianggap sama dengan Purbalingga pada pukul sepuluh malam.

Pada saat itu, Purbalingga tampak sepi dan tentram sehingga

keadaan atau situasi demikian dianggap sama dengan tiga

mahasiswa jerman itu. Adapun contoh (89) menunjukkan

perbandingan antara mereka yang merujuk kepada dua mahasiswa

asal Netherlands yakni Saskia de Rooijs dan Marike Ritsema.

Page 180: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

164

Keduanya dianggap sama dengan kota Purbalingga pukul dua belas,

artinya bahwa dua mahasiswa ini jauh lebih tenang dari pada

mahasiswa jerman sebelumnya yang dianggap sama dengan

Purbalingga pada pukul sepuluh malam.

2) Gaya Bahasa Personifikasi

Personifikasi adalah salah satu jenis gaya bahasa kiasan yang

meletakkan sifat-sifat insan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide

yang abstrak. Dengan kata lain, personifikasi adalah pengumpamaan atau

pelambangan benda mati seolah-olah hidup seperti orang atau manusia.

Pewujudan gaya bahasa personifikasi dalam NTLP dan NTNLM dapat

dilihat pada uraian berikut:

a) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Nomina

Nomina atau kata benda adalah kata yang mengacu pada

manusia, binatang, benda, tumbuhan, dan konsep atau pengertian.

Berikut contoh pewujudan gaya bahasa personifikasi pada NTLP dan

NTNLM berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata nomina.

(1) Nomina Aggota Tubuh

Pewujudan gaya bahasa personifikasi berdasarkan kelas

kata nomina anggota tubuh pada NTLP hanya ditemukan pada

nomina anggota tubuh yang berpersonifikasi dengan verba transitif

berprefiks meng-. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut:

(90) Hatiku bersikeras tak ingin melihat, aku menunduk, tapi mata dan leherku rupanya telah bersekongkol melawan tuannya. (EDS: 178)

Page 181: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

165

(91) Aku tak sanggup beranjak. Wanita ini memiliki aura yang melumpuhkan. Tatapan matanya itu mencengkeram hatiku. (LP: 210)

(92) Berbeda seperti langit dan bumi dibanding kuku-kuku A Ling yang bertahun-tahun menyihir pandanganku .(LP: 296)

Contoh (90) sampai dengan (92) tergolong ke dalam gaya

bahasa personifikasi karena memiliki unsur-unsur penginsanan

terhadap kelas kata nomina anggota tubuh. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, leher adalah bagian tubuh

(manusia atau binatang) yang menghubungkan kepala dengan tubuh

yang lain. Adapun mata, adalah indra untuk melihat sedangkan kuku-

kuku adalah zat tanduk tipis yang tumbuh melekat pada ujung jari

tengah atau kaki. Ketiga kata tersebut merupakan kata yang berkelas

kata nomina khusus anggota tubuh yang dianggap mampu melakukan

aktivitas seperti manusia dengan penanda verba transitif berprefiks

meng- , yaitu melawan, mencengkeram, dan menyihir. Melawan

adalah 1.menghadapi (berperang, bertinju, bergulat, dan sebagainya);

2. Menentang; menyalahi. Adapun mencengkeram adalah memegang

erat-erat dengan cakar (kuku), dan menyihir adalah menggunakan

sihir. Berdasarkan makna tersebut, verba transitif melawan yang

menjelaskan perbuatan nomina leher, mencengkeram yang

menjelaskan aktivitas mata, serta menyihir yang menjelaskan aktivitas

kuku-kuku merupakan bentuk-bentuk penggunaan gaya bahasa

personifikasi karena perbuatan melawan, mencengkeram, dan

menyihir seyogyanya hanya dilakukan oleh manusia (person).

Page 182: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

166

Adapun pewujudan gaya bahasa personifikasi berdasarkan

kelas kata nomina anggota tubuh pada novel NTNLM, dapat dilihat

pada klasifikasi berikut:

(a) Nomina anggota tubuh yang berpersonifikasi dengan verba

berproses gabung (prefiksasi meng- + reduplikasi)

Pada NTNLM ditemukan gaya bahasa personifikasi yang

diwujudkan dengan nomina anggota tubuh yang berpersonifikasi

dengan verba berproses gabung prefiksasi meng-. Contohnya dapat

dilihat berikut:

(93) …Kepala Sekolahku memberi selamat karena nilai ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam. Tepuk tangan murid, orang tua dan guru riuh mengepung aula. Muka dan kupingku bersemu merah tapi jantungku melonjak-lonjak girang. (NLM: 5)

(94) Tidak sia-sia aku memaksakan diri dan berpura-pura bisa berbahasa Arab. Rasanya luar biasa dan kepalaku berdendang-dendang. (NLM: 136)

(95) Randai seperti biasa, berbicara seraya tangannya menari-nari di udara. (RTW: 186)

Contoh (93) sampai dengan (95) menunjukkan gaya bahasa

personifikasi dengan penanda verba berproses gabung, yaitu

melonjak-lonjak, berdendang-dendang, dan menari-nari yang

didahului oleh nomina anggota tubuh jantung, kepala, dan tangan.

Kelas kata nomina anggota tubuh jantung, kepala, dan tangan

dianggap mampu melakukan aktivitas seperti manusia dengan

penanda verba melonjak-lonjak, berdendang-dendang, dan menari-

nari.

Page 183: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

167

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

melonjak-lonjak adalah melonjak berkali-kali karena kegirangan.

Melonjak itu sendiri adalah melonjat ke atas (dengan kedua belah

kaki) hendak mencapai sesuatu. Aktivitas meloncat dengan kaki ini,

hanya biasa dilakukan langsung oleh manusia. Berdendang-

dendang berarti bernyayi-nyanyi untuk bersenang-senang. Adapun

menari-nari adalah memainkan tari (menggerak-gerakkan badan

dan sebagainya dengan mengikuti irama dan sering diiringi dengan

bunyi-bunyian). Jadi, pada contoh-contoh yang disajikan terlihat

adanya penginsanan pada benda-benda tertentu.

(b) Nomina anggota tubuh yang berpersonifikasi dengan verba

transitif berprefiks meng-

Nomina anggota tubuh yang berpersonifikasi dengan verba

transitif berprefiks meng- pada NTNLM dapat dilihat pada contoh

berikut:

(96) Telunjuknya lurus teracung tinggi ke udara, suaranya menggelegar, sorot matanya berkilat-kilat menikam kami satu persatu. (NLM: 40)

(97) Menyerupai sang juara tinju kelas berat dunia Mike Tyson- tapi denga ukuran yang lebih kecil. Geraknya sigap dan memburu. Matanya tidak lepas menusuk kami. (NLM: 65)

(98) Tahu-tahu, kakinya menghajar lutut dan tangannya menetak pergelangan tangan si hitam. (NLM: 248)

Contoh (96) sampai dengan (98) menunjukkan gaya bahasa

personifikasi. Penginsanan terhadap nomina anggota tubuh

tersebut dilakukan dengan verba transitif berprefiks meng-. Nomina

Page 184: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

168

anggota tubuh tersebut dianggap sebagai subjek atau pelaku yang

seolah-olah mampu melakukan aktivitas seperti yang dilakukan

makhluk bernyawa manusia dengan penanda kelas kata verba

transitif yang berprefiks meng-, yaitu menikam, menusuk,

menghajar, dan menetak.

Makna kata menikam pada contoh (96) adalah „menusuk

dengan senjata tajam‟. Adapun menusuk adalah „mencocok

dengan barang yang runcing; mencoblos, menghajar adalah

memukuli dan sebagainya supaya jera‟. Selanjutnya, menetak

berarti „memotong dan sebagainya dengan barang yang tajam yang

dipukulkan keras-keras; membacok‟. Berdasarkan makna verba-

verba berprefiks meng- tersebut, dapat dikatakan bahwa aktivitas

menikam, menusuk, menghajar, dan menetak pada umumnya

hanya dapat dilakukan oleh makhluk bernyawa, yaitu manusia

bukan dapat dilakukan oleh mata, kaki, dan tangan yang semuanya

merupakan bagian dari tubuh manusia.

(c) Nomina anggota tubuh yang berpersonifikasi dengan verba

intransitif berprefiks ber-

Gaya bahasa personifikasi pada NTNLM juga diwujudkan

melalui nomina anggota tubuh. Nomina anggota tersebut

berpersonifikasi dengan verba intransitif berprefiks ber-. Berikut

contoh gaya bahasa personifikasi tersebut.

(99) Aku dan Ayah menarik napas lega. Kami masih punya waktu untuk mendaftar sesuai waktu, walau

Page 185: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

169

perjalanan bus smpat tertahan. Degup jantungku berlomba. (NLM: 28)

(100) “Rusdi, kayaknya kita harus bersyukur dengan apa yang kita terima sekarang,” kataku sok bijak, mengumbar kata-kata penghibur. Hatiku berontak tidak sepakat dengan lidahku. (RTW: 293)

Dari segi makna, berlomba berarti „beradu kecakapan

(kemampuan dan sebagainya)‟. Contoh (99) menunjukkan bahwa

jantung seolah-olah melakukan aktivitas berlomba layaknya

makhluk hidup seperti manusia. Sebuah perlombaan tentu hanya

diperuntukkan kepada apa saja yang memiliki kecakapan

(kemampuan). Telah menjadi pengetahuan bersama bahwa

kecapakan (kemampuan) itu hanya dimiliki oleh makhluk hidup

seperti manusia. Jantung hanya menjadi bagian dari anggota tubuh

manusia. Adapun contoh (100) menunjukkan bahwa hati seolah-

olah melakukan aktivitas berontak layaknya manusia. Adapun

verba intransitif berontak bermakna „meronta-ronta hendak

melepaskan diri‟. Berdasarkan maknanya, verba intransitif berontak

hanya dapat dilakukan oleh manusia tetapi pada contoh (100)

aktivitas berontak seakan-akan dilakukan oleh hati.

(d) Nomina anggota tubuh yang berpersonifikasi dengan verba

intransitif berprefiks meng-

Pada penelitian ini juga dijumpai contoh gaya bahasa

personifikasi yang diwujudkan melalui nomina anggota tubuh yang

berpersonifikasi dengan verba intransitif berprefiks meng-. Contoh

gaya bahasa personifikasi tersebut, yaitu:

Page 186: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

170

(101) Jantungku mulai berdegup lebih cepat. Jariku menari ligat di keyboard. (NLM: 3)

(102) Mulutnya berkomat-kamit sendiri dan matanya berbinar menyapu kesegala arah. (RTW: 255)

Contoh (101) dan (102) menunjukkan bahwa gaya bahasa

personifikasi dengan penanda verba intransitif berprefiks meng-

yaitu menari dan menyapu yang dilekatkan atau mengikuti nomina

jari dan mata. Kata jari dan mata menduduki kelas kata nomina

khusus nomina anggota tubuh dan dianggap mampu melakukan

aktivitas seperti manusia dengan penanda verba menari dan

menyapu. Makna verba intransitif menari adalah „memainkan tari

(menggerak-gerakkan badan dan sebagainya dengan mengikuti

irama dan biasanya diiringi oleh bunyi-bunyian)‟. Adapun menyapu

bermakna „membersihkan dengan sapu‟. Berdasarkan maknanya,

aktivitas menari dan menyapu seyogyanya hanya dapat dilakukan

oleh manusia. Berdasarkan hal tersebut, kedua contoh ini dianggap

menggunakan gaya bahasa personifikasi.

(2) Nomina Benda Alam

Pewujudan gaya bahasa personifikasi berdasarkan kelas kata

nomina benda alam juga ditemukan pada NTLP dan NTNLM .

Pewujudan gaya bahasa personifikasi berdasarkan kelas kata nomina

benda alam pada NTLP akan diuraikan terlebih dahulu, sebagai berikut:

(103) “Adalah ekor puting beliung yang sepanjang hari ini menyapu Selat Gaspar…” (EDS: 8)

(104) Embusan uap es dari Laut Utara menyapu Semenanjung Zeebruggae di perbatasan Belanda, melesat bebas bersiu-siut…(EDS: 63)

Page 187: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

171

(105) …maka badai laut akan menyapu pulau tersebut dan saat itulah mereka menghindar menuju pesisir lain. (LP: 184) Contoh (103) sampai dengan (105) menunjukkan penggunaan

gaya bahasa personifikasi yang diwujudkan dengan nomina benda

alam yang berpersonifikasi dengan verba intransitif berprefiks meng-.

Verba intransitif menyapu menjelaskan perbuatan nomina benda alam,

yaitu puting beliung, uap es, dan badai laut. Frasa puting beliung, uap

es, dan badai laut dianggap seolah-olah mampu melakukan aktivitas

seperti manusia dengan perbuatan menyapu. Berdasarkan contoh

yang diberikan, kata menyapu mengandung makna „membersihkan

dengan sapu‟. Adapun puting beliung adalah „udara yang bergerak

dengan cepat dan bertekanan tinggi‟ dan uap es adalah „gas yang

terbentuk dari cairan dalam hal ini (es) apabila dipanaskan; bentuk gas

dari es. Adapun badai adalah „angin kencang yang menyertai cuaca

buruk (yang datang dengan tiba-tiba) berkecepatan sekitar 64-72 knot‟.

Ketiga nomina benda alam tersebut merupakan nomina tidak

bernyawa yang digunakan pada contoh (103) sampai dengan contoh

(105). Ketiga nomina benda alam tersebut seolah-olah menjadi subjek

atau pelaku yang melakukan aktivitas atau perbuatan menyapu

layaknya manusia. Atas perlakuan tersebut, contoh-contoh itu

dianggap bergaya bahasa personifikasi.

Selanjutnya, pewujudan gaya bahasa personifikasi berdasarkan

kelas kata nomina benda alam pada NTNLM , dapat dilihat pada

contoh berikut:

Page 188: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

172

(106) …merapi yang kepundan aktifnya mengeluarkan asap dan Singgalang yang puncaknya dipeluk awan. (NLM: 15)

(107) Helaan napasnya seperti hanyut dimakan alunan ombak Danau Maninjau. (RTW: 95)

(108) Di bawah tampak hamparan gurun pasir berwarna kuning kemerahan disapu seulas sinar matahari pagi. (RTW: 237)

(109) Begitu terasa ada yang mendesak kerongkongan, aku hadapkan muka ke laut lepas dan aku relakan isi perut ditelan laut. (NLM: 23)

Gaya bahasa personifikasi berdasarkan nomina benda alam

pada NTNLM diwujudkan melalui bentuk verba pasif di-. Contoh (106)

sampai dengan (109) menunjukkan bahwa nomina benda alam yaitu

awan, ombak, sinar matahari dan laut menduduki fungsi subjek

dengan predikat berupa verba pasif di- seperti dipeluk, dimakan,

disapu, dan ditelan. Keempat aktivitas tersebut seyogyanya hanya

dapat dilakukan oleh manusia dengan bentuk aktif memeluk,

memakan, menyapu, dan menelan. Namun, contoh yang ada

menunjukkan bahwa aktivitas tersebut dilakukan oleh nomina benda

alam. Jadi, berdasarkan contoh-contoh yang ditunjukkan terlihat

adanya penginsanan pada nomina tidak bernyawa.

(3) Nomina Benda Langit

Di samping nomina anggota tubuh dan nomina benda alam,

gaya bahasa personifikasi pada NTLP dan NTNLM juga diwujudkan

melalui nomina benda benda langit. Contoh gaya bahasa personifikasi

pada NTLP dapat dilihat berikut:

(110) Pancaran matahari menikam lubang-lubang dinding papan seperti batangan baja stainless,…(SP: 4)

Page 189: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

173

(111) …kurasakan seakan langit mengutukku dan bangunan sekolah rubuh menimpaku. (SP: 152)

(112) Capo yang terkejut ketika membuka peti mengutuki kami: ikan duyung! Bertahun lewat, langit yang menyimpan kutukan itu, hari ini mengguyurkannya ke sekujur tubuh kami. (EDS: 187)

Contoh (110) sampai dengan (112) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa personifikasi yang diwujudkan melalui

nomina benda langit yang berpersonifikasi dengan verba transitif

berprefiks meng. Sebenarnya, matahari dan langit tergolong nomina

yang tidak bernyawa, akan tetapi contoh (110), (111), dan (112)

menunjukkan adanya gaya bahasa personifikasi yang

menggambarkan benda-benda langit seolah-olah mampu melakukan

aktivitas seperti manusia dengan penanda verba transitif berprefiks

meng-, yaitu menikam, mengutuk, dan menyimpan.

Makna verba aktif transitif menikam adalah „menusuk

dengan senjata tajam‟ sedangkan mengutuk adalah „mengatakan

(mengenakan) kutuk kepada; menyumpahi; melaknati. Adapun

menyimpan bermakna „mengandung atau ada sesuatu di dalamnya‟.

Berdasarkan makna kata menikam, mengutuk, dan menyimpan yang

diuraiakn tersebut, fungsi predikat yang diisi oleh verba-verba transitif

itu seyogyanya menjelaskan fungsi subjek yang menduduki kelas kata

nomina bernyawa. Namun, contoh (110) sampai dengan contoh (112)

menunjukkan fungsi subjek yang diisi oleh kelas kata nomina benda

langit (nomina tidak bernyawa). Berdasarkan hal tersebut, pada

contoh-contoh yang ditunjukkan terlihat adanya penginsanan terhadap

Page 190: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

174

benda-benda langit sehingga dikategorikan mengandung gaya bahasa

personifikasi.

Adapun pewujudan gaya bahasa personifikasi berdasarkan

kelas kata nomina benda langit pada NTNLM, dapat dilihat pada

contoh berikut.

(113) Aku baca surat Pak Etek Gindo dengan penerangan sinar matahari yang menyelinap dari sela-sela dinding kayu.(NLM: 12)

(114) Sepotong rembulan pucat mengintip dari jendela. (NLM: 57)

(115) Di luar pesawat, matahari pagi sudah mengintip di balik horizon. (RTW: 255)

Gaya bahasa personifikasi berdasarkan nomina benda langit

pada NTNLM diwujudkan melalui verba intransitif berprefiks meng-.

Contoh (113) sampai dengan (115) menunjukkan penggunaan gaya

bahasa personifikasi dengan penanda verba intransitif, yaitu

menyelinap dan mengintip. Kedua verba tersebut menjelaskan

nomina benda alam matahari dan rembulan. Menyelinap di sini

maksdunya adalah „menyuruk atau menyusup secara cepat-cepat‟.

Adapun mengintip adalah „melihat melalui lubang kecil, dari celah-

celah, semak-semak, dan sebagainya sambil bersembunyi‟. Adapun

matahari adalah „benda angkasa, titik pusat tata surya berupa bola

berisi gas yang mendatangkan terang dan panas ke bumi pada siang

hari‟ sedangkan rembulan adalah „benda langit yang mengitari bumi,

bersinar pada malam hari karena pantulan sinar matahari‟.

Berdasarkan makna nomina benda langit dan verba yang

Page 191: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

175

mengikutinya, dapat dikatakan bahwa ketiga contoh tersebut

menunjukkan penginsanan atau pemanusiaan pada benda-benda

langit yang dianggap seolah-olah dapat melakukan aktivitas seperti

manusia.

(4) Nomina Fenomena Alam

Pewujudan gaya bahasa personifikasi berdasarkan kelas

kata nomina fenomena alam hanya ditemukan pada NTNLM .

Beberapa contohnya dapat dilihat sebagai berikut:

(116) Angin bersiut-siutan melontarkan tempias air laut yang terasa asin di mulut. (NLM: 22)

(117) Angin segar dari jendela yang terbuka dan meniup-niup muka dan rambutku. (NLM: 28)

(118) Tidak lama kemudian guruh kembali bersahut-sahutan mengepung langit. (NLM: 276)

Gaya bahasa personifikasi berdasarkan nomina fenomena

alam pada NTNLM diwujudkan melalui verba reduplikasi dengan

kombinasi afiks. Contoh (116) sampai dengan (118) menunjukkan

adanya penggunaan gaya bahasa personifikasi yang ditandai oleh

adanya penginsanan terhadap nomina tidak bernyawa melalui verba

berproses gabung, yaitu bersiut-siutan, meniup-niup, dan bersahut-

sahutan. Reduplikasi bersiut-siutan, meniup-niup, dan bersahut-

sahutan menunjukkan pengulangan proses seperti yang disebutkan

pada kata dasar. Makna reduplikasi bersiut-siutan adalah „saling

bersiut secara nyaring atau saling berbunyi seperti peluit nyaring‟.

Adapun meniup-niup bermakna „berkali-kali meniup‟. Selanjutnya,

makna bersahut-sahutan adalah „saling menyahut-nyahut‟.

Page 192: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

176

Kemudian, nomina fenomena alam angin adalah „gerakan

udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan

rendah‟ sedangkan guruh adalah „suara menggelegar di udara yang

disebabkan oleh halilintar‟. Berdasarkan makna dari kedua kata

tersebut, dapat dikatakan bahwa angin dan guruh tergolong ke dalam

kelas kata nomina tidak bernyawa. Aktivitas bersiut-siutan, meniup-

niup, dan bersahut-sahutan pada umumnya hanya dapat dilakukan

oleh manusia sehingga contoh-contoh tersebut dikatakan

menggunakan gaya bahasa personifikasi.

(5) Nomina tidak Konkret

Pewujudan gaya bahasa personifikasi berdasarkan kelas

kata nomina tidak konkret hanya ditemukan pada NTLP. Beberapa

contohnya dapat dilihat sebagai berikut:

(119) …lebih dari itu ia berharap Lintang dapat mengeluarkan mereka dari lingkaran kemiskinan yang telah lama mengikat mereka hingga sulit bernafas.(LP: 95)

(120) Mereka selalu berbicara keras-keras karena takut akan kegelapan yang mengepung mereka. (LP: 113)

(121) Kesepian tiba-tiba menusukku dari segala penjuru. (MK: 84)

Gaya bahasa personifikasi berdasarkan nomina tidak

konkret pada NTLP diwujudkan melalui verba transitif berprefiks

meng-. Adapun nomina tidak konkret seperti kemiskinan, kegelapan,

dan kesepian dianggap mampu melakukan aktivitas seperti manusia

dengan penanda verba transitif, yaitu mengikat, mengepung, dan

menusuk. Berdasarkan makna denotatifnya, kata mengikat berarti

Page 193: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

177

„menyatukan sesuatu dengan mengebat dan mengeratkan dengan

menggunakan tali‟. Kata mengepung bermakna „mengelilingi sesuatu

sehingga yang dikelilingi atau yang ada di dalamnya tidak dapat

meloloskan diri‟. Adapun menusuk berarti „mencocok dengan barang

yang runcing; mencoblos‟.

Berdasarkan makna dari ketiga kata yang tergolong nomina

tidak konkret tersebut, dapat dikatakan bahwa contoh (119), (120),

dan (121) menunjukkan adanya penggunaan gaya bahasa

personifikasi. Kata kemiskinan, kegelapan, dan kesepian termasuk

nomina tidak bernyawa yang wujudnya tidak konkret. Berdasarkan hal

tersebut, tentu ketiga kata tersebut tidak memiliki daya atau

kemampuan untuk melakukan perbuatan layaknya manusia sehingga

dalam penggunaannya dikategorikan bergaya bahasa personifikasi.

3) Gaya Bahasa Metafora

Metafora adalah gaya bahasa yang berupa perbandingan

analogis dengan penghilangan kata seperti, layaknya, bagaikan, dan lain-

lain. Pewujudan gaya bahasa metafora dalam NTLP dan NTNLM dapat

dilihat pada contoh-contoh berikut:

a) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Nomina

Nomina atau kata benda adalah kata yang mengacu pada

manusia, binatang, benda, tumbuhan, dan konsep atau pengertian.

Berikut contoh pewujudan gaya bahasa personifikasi pada NTLP dan

NTNLM berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata nomina.

Page 194: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

178

(1) Nomina Anggota Tubuh

Pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan pilihan kata

yang berkelas kata nomina anggota tubuh hanya ditemukan dalam

NTLP. Berikut ini contohnya:

(122) Guru mana pun yang melihat wajahnya akan tertekan

jiwanya, membayangkan betapa susahnya menjejalkan

ilmu ke dalam kepala aluminiumnya itu. (LP: 68)

(123) Tapi tak dinyana, sekian lama waktu berlalu, rupanya

kepala kalengnya cepat juga menangkap ilmu. (LP: 69)

(124) Alisnya panjang tebal, bulu matanya lentik, hidung

jambu airnya telah disulap, dan pandangan matanya

lendut: malu tapi menggoda, syahdu tapi bergairah, tak

acuh tapi minta dilihat. (EDS: 185)

Contoh (122) sampai dengan (124) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa metafora yang membandingkan dua hal

tanpa menggunakan penanda linguistik perbandingan. Contoh (122)

membandingkan kata kepala dengan aluminium. Kepala dianalogikan

dengan aluminium sehingga dikatakan kepala aluminiumnya. Kata

kepala di sini bermakna „bagian tubuh yang di atas leher tempat

tumbuhnya rambut‟ sedangkan aluminium bermakna „logam putih

perak, ringan, dan mulur‟. Penggunaan metafora tersebut bertujuan

menggambarkan sosok A Kiong yang memiliki karakter cuek dan tidak

peduli. Baginya dunia adalah hitam putih dan hidup adalah sekeping

jembatan papan lurus yang harus dititi sehingga ia tidak memedulikan

apapun yang ada di sekitranya. A Kiong dalam cerita ini tidak banyak

memikirkan hal-hal di sekelilingnya. Semuanya dijalani apa adanya.

Page 195: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

179

Adapun contoh (123), kata kepala dianalogikan dengan

kaleng. Kata kaleng dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V

luring, kaleng bermakna „besi tipis berlapis timah yang berbentuk

bundar atau kotak‟. Analogi ini ditujukan kepada sosok A Kiong yang

memiliki penampilan tidak meyakinkan untuk dikategorikan sebagai

orang pintar. Metafora kepala kaleng yang ditujukan kepada kepala A

Kiong sungguh tidak dapat dinyana sebab dengan cepat dapat

menangkap ilmu. Justru teman yang berpenampilan layaknya orang

pintar ternyata lemot menangkap ilmu.

Selanjutnya, contoh (124) metafora hidung jambu air

ditujukan kepada hidung tokoh Arai. Secara semantik hidung adalah

bagian anggota tubuh yang berfungsi sebagai alat pencium. Adapun

jambu air bermakna „tumbuhan suku jambu-jambuan yang bentuknya

seperti lonceng atau gasing dengan panjang kira-kira sekitar 3 sampai

5 cm‟. Contoh (124) menganalogikan hidung Arai yang besar dan

tidak mancung layaknya jambu air.

(2) Nomina Benda Alam

Selain kelas kata nomina anggota tubuh, pewujudan gaya

bahasa metafora juga ditemukan pada kelas kata nomina benda

alam. Pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan pilihan kata

yang berkelas kata nomina khusus nomina alam dalam NTLP dapat

dilihat sebagai berikut:

(125) Sekolah PN adalah sebutan untuk sekolah milik PN

(Perusahaan Negara) Timah, sebuah perusahaan yang

Page 196: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

180

paling berpengaruh di Belitong, bahkan sebuah

hegemoni lebih tepatnya, karena timah adalah denyut

nadi pulau kecil itu. (LP: 36)

(126) Pantulan cahaya itu adalah citra yang lebih kemilau dari

riak-riak gelombang laut dan membentuk semacam

fatamorgana pelangi sebagai mercusuar yang

menuntun para nahkoda. (LP: 37)

(127) Karena sesungguhnya setiap butir pasir itu adalah milik

ulayatnya, setiap bongkah kuarsa, topas, dan galena itu

adalah harkat dirinya sebagai orang Melayu asli, tetapi

semuanya mereka muat sendiri ke atas tongkang untuk

mengendutkan perut para cukong di Jakarta atau

pejabat yang kongkalikong. (SP: 68)

Gaya bahasa metafora berdasarkan kelas kata nomina

benda alam tampak pada contoh (125) sampai dengan (127). Kata

timah, cahaya, kuarsa, topas, dan galena menduduki kelas kata

nomina khusus nomina benda alam. Contoh (125) membandingkan

antara kata timah dan frasa denyut nadi. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) V luring, timah adalah logam tidak keras, digunakan

sebagai campuran untuk kertas bungkus, perkakas dapur, bahan

solder, dan sebagainya sedangkan denyut nadi adalah detak nadi

yang dapat dirasakan dengan meraba pergelangan tangan. Contoh

tersebut menunjukkan betapa timah itu memiliki peranan penting bagi

kehidupan masyarakat Belitong. Tuhan memberkahi Belitong dengan

timah untuk menjadi mercusuar bagi penduduk pulau Belitong. Timah

dianggap sebagai denyut nadi pulau kecil tersebut.

Pada contoh (126), kata cahaya dibandingkan dengan kata

citra. Cahaya di sini maksudnya adalah sinar atau terang (dari

Page 197: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

181

sesuatu yang bersinar seperti matahari, bulan, lampu) yang

memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda di

sekitarnya. Adapun citra adalah rupa, gambar, atau gambaran.

Contoh tersebut menjelaskan pantulan cahaya dari biji-biji timah dan

kuarsa itu sebagai gambaran yang lebih berkilau dari riak-riak

(ombak-ombak kecil) gelombang laut .

Adapun contoh (127) menunjukkan bahwa kata kuarsa,

topas, dan galena itu sebagai harkat. Kata harkat pada contoh (127)

bermakna „derajat, kemuliaan atau harga diri seseorang‟. Jadi, setiap

bongkahan-bongkahan tersebut dianalogikan sebagai sebuah taraf

atau mutu dari orang Melayu asli. Dikatakan demikian karena Belitong

adalah pulau yang dianugerahi timah sehingga kualitas hidup

masyarakatnya sangat ditentukan oleh benda-benda alam tersebut.

(3) Nomina Benda Langit

Gaya bahasa metafora yang diwujudkan dengan nomina

benda langit juga hanya ditemukan dalam NTLP. Contoh pewujudan

gaya bahasa tersebut adalah sebagai berikut:

(128) Mendebarkan! Langit adalah kitab yang terbentang, kata Weh. Laki-laki uzur ini memiliki indra keenam untuk membagi lapisan langit menjadi halaman-halaman ilmu. (EDS: 9)

(129) Matahari adalah tukang tenun. Jika bangun subuh, selempang merah membujur di langit timur menjelmakan atap-atap bangunan sepanjang L‟Avenue de la Baurdonnais menjadi sayap-sayap burung starling yang mengibas sisa es dibibir talang, di rongga-rongga pancuran dan topi-topi ceropong asap. (EDS: 145)

Page 198: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

182

(130) Bagi kami pelangi adalah lukisan alam, sketsa Tuhan yang mengandung daya tarik mencengangkan. (LP: 160)

Gaya bahasa metafora juga ditunjukkan pada contoh (128)

sampai dengan (130). Metafora tersebut diwujudkan melalui kelas

kata nomina khusus benda langit seperti langit, matahari, dan pelangi.

Pada contoh (128), secara denotatif kata langit bermakna „ruang luas

yang terbentang di atas bumi, tempat beradanya bulan, bintang,

matahari dan planet lainnya‟. Langit dianalogikan sebagai kitab yang

terbentang. Kitab itu sendiri adalah buku; wahyu Tuhan yang

dibukukan; kitab suci. Pada contoh (128) tersebut, luasnya langit

dianggap sama dengan kitab yang terbentang.

Pada contoh (129), kata matahari dibandingkan dengan

frasa tukang tenun. Matahari adalah benda angkasa, titik pusat tata

surya berupa bola berisi gas yang mendatangkan terang dan panas

pada bumi pada siang hari. Sementara tukang tenun berarti „orang

yang mempunyai kepandaian dalam suatu pekerjaan tangan (dalam

hal ini menenun)‟. Matahari dianalogikan layaknya manusia yang

mampu menenun dan sedang menenun selempang merah (yang

dalam hal ini cahaya atau sinar) yang membujur di langit timur.

Selanjutnya, contoh (130) menunjukkan perbandingan

antara kata pelangi dan frasa lukisan alam. Pelangi adalah lengkung

spektrum warna di langit yang tampak karena pembiasan sinar

matahari oleh titik-titik hujan atau embun. Pelangi dianggap sebagai

Page 199: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

183

lukisan alam atau hasil melukis atau gambaran yang indah yang

dihasilkan oleh fenomena alam. Pelangi dianggap sebagai sketsa

Tuhan yang mengandung daya tarik yang mencengangkan.

(4) Nomina Abstrak

Nomina abstrak juga menjadi salah satu kelas kata

pewujudan gaya bahasa metafora. Gaya bahasa metafora yang

diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas kata nomina abstrak

hanya ditemukan dalam novel tetralog Laskar Pelangi . Contohnya

dapat dilihat sebagai berikut:

(131) “Cita-cita adalah doa, Dan,“ begitulah nasihat bijak dari Sahara. (LP: 343)

(132) Aku masih seekor pungguk buta dan mimpi-mimpi itu masih rembulan, namun sebenderang rembulan dini hari ini, mimpi-mimpi itu masih bercahaya dalam dadaku. (SP: 268-269)

Kata cita-cita dan mimpi-mimpi pada contoh (131) dan (132)

termasuk nomina abstrak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) V luring, cita-cita adalah keinginan (kehendak) yang selalu ada

di dalam pikiran. Adapun mimpi-mimpi adalah segala sesuatu yang

terlihat atau dialami pada saat tidur. Contoh (131) menunjukkan

perbandingan antara kata cita-cita dan doa. Kata doa juga merupakan

nomina abstrak yang memiliki makna permohonan (harapan,

permintaan, pujian) kepada Tuhan dengan maksud untuk dikabulkan.

Pada contoh tersebut, tokoh Sahara menyatakan perbandingan

antara cita-cita dan doa. Adapun contoh (132) perbandingan terjadi

antara kata mimpi-mimpi dan rembulan. Kata rembulan berarti „benda

Page 200: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

184

langit yang mengitari bumi, bersinar pada alam hari karena pantulan

sinar matahari‟. Rembulan ini dibandingkan langsung dengan kata

mimpi-mimpi. Contoh (132) ini menunjukkan sosok aku (Ikal) yang

tampak merendahkan dirinya sendiri. Namun, dibalik itu semua masih

ada harapan besar dalam dirinya untuk mencapai mimpi-mimpi.

Semangat diri Ikal masih bersinar bak rembulan.

(5) Nomina Nama Diri

Pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan kelas kata

nomina nama diri ditemukan dalam NTLP dan NTNLM. Contoh

pewujudan gaya bahasa metafora dalam NTLP dapat dilihat sebagai

berikut:

(133) Ibu Muslimah yang beberapa menit yang lalu sembab,

gelisah, dan coreng moreng kini menjelma menjadi

sekuntum crinum gigantium. (LP: 9)

(134) Lintang, bulan purnama di atas Dermaga Olivir, indah

sekali! … (LP: 107)

(135) Lintang yang miskin duafa adalah mutiara, galena,

kuarsa, dan topas yang paling berharga bagi kelas

kami. (LP: 109)

Contoh (133) sampai dengan (135) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa metafora yang diwujudkan melalui kelas

kata nomina khusus nomina nama diri. Contoh (133) membandingkan

antara nomina nama diri Ibu Muslimah dan frasa sekuntum crinum

gigantium. Crinum gigantium adalah salah satu jenis bunga crinum

yang mengeluarkan aroma seperti aroma vanili. Keharuman yang

dikeluarkan Crinum gigantium sama halnya dengan segala bentuk

Page 201: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

185

ketulusan dan kebaikan yang diberikan oleh Ibu Muslimah kepada para

muridnya di sekolah Muhammadiyah.

Adapun contoh (134) Lintang dimetaforakan sebagai bulan

purnama. Bulan Purnama adalah keadaan bulan pada saat berada di

arah yang bertentangan dengan matahari (tanggal 14 dan 15 bulan

Hijriah) sehingga bagian yang kena sinar dapat terlihat sepenuhnya;

bulan penuh. Berdasarkan hal tersebut, kemampuan intelektual

Lintang yang berada di atas rata-rata anak seusianya menjadi alasan

mengapa Lintang dianggap sama dengan bulan purnama yang

sinarnya terlihat sempurna. Lintang bersinar di tengah-tengah kondisi

sekolah Muhammadiyah melalui pretasi yang diraihnya.

Selanjutnya, contoh (135) Lintang dibandingkan dengan

mutiara, galena, kuarsa, dan topas. Secara denotatif kata mutiara

bermakna „sejenis kerang laut yang salah satu organ tubuhnya

dijadikan sebagai perhiasan yang bernilai tinggi‟. Perbandingan

tersebut didasarkan pada keberhargaan Lintang di kelas sekolah

Muhammadiyah yang dianggap sama dengan mutiara.

Adapun pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan

pilihan kata yang berkelas kata nomina nama diri dalam NTNLM

dapat dilihat sebagai berikut:

(136) Ayahnya atau kakekku yang aku panggil Buya Sutan Mansur adalah orang alim yang berguru langsung kepada Inyiak Canduang atau Syekh Sulaiman Ar-Rasuly. (NLM: 7)

(137) Kala itu aku menganggap Habibie adalah seperti profesi tersendiri. (NLM: 8)

Page 202: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

186

(138) Kiai Rais adalah sosok yang bisa menjelma menjadi apa saja. Setiap Jumat sore, di depan ribuan muridnya, sambil mengelus-elus jenggotnya yang rapi, dia dengan telaten membimbing kami menafsirkan ayat –ayat Al-Quran de ngan cara yang sangat memikat. Pada kesempatan ini dia memakai pakaian jubah putih panjang, kopiah haji dan sorban tersampir di bahu, l a.yaknya seorang syaikh pengajar di Masjid Nabawi.

(NLM: 150)

Gaya bahasa metafora juga ditunjukkan pada contoh (136)

sampai dengan (138). Metafora tersebut diwujudkan melalui kelas

kata nomina nama diri seperti Buya Sutan Mansur, Habibie, dan Kiai

Rais. Pada contoh (136) nomina nama diri Buya Sutan Mansur yang

dimetaforakan sebagai orang alim. Contoh (137), kata Habibie

dianggap seperti profesi. Metafora tersebut didasarkan pada prestasi

dan kecerdasan yang dimiliki oleh bapak Habibie. Pada contoh (137)

tersebut, tokoh Alif menganggap Habibie sebagai sebuah profesi

tersendiri dan Alif ingin berprofesi seperti bapak Habibie, yaitu kuliah

di UI, ITB dan terus ke Jerman seperti Pak Habibie. Adapun contoh

(138), Kiai Rais dimetaforakan sebagai seorang syaikh pengajar di

Masjid Nabawi. Hal tersebut berdasarkan pada ciri berpakaian yang

ditunjukkan oleh Kiai Rais serta ketelatennya dalam membimbing

dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran de ngan cara yang sangat

memikat.

Page 203: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

187

(6) Nomina Khas Jenis Kelamin

Gaya bahasa metafora dalam NTLP diwujudkan dengan

nomina khas jenis kelamin. Contoh pewujudan gaya bahasa

metafora tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

(139) Mereka tersenyum lebar dan kulihat ayah Lintang,

pria cemara angin itu, wajahnya berseri-seri penuh

kebanggaan pada anaknya, matanya yang kuning

keruh berkaca-kaca. (LP: 371)

(140) Trapani agak pendiam, otaknya lumayan, dan selalu

menduduki peringkat tiga. Aku sering cemburu karena

aku kebanjiran salam dari sepupu-sepupuku untuk

disampaikan pada laki-laki muda flamboyan ini. (LP:

75)

(141) Tanpa banyak cincong, Bang Zaitu membantuku

mengangkat tas. Aku terpana. Bagaimana pria

flamboyan ini bisa menjadi seperti ini? Berakhir

sebagai supir bus kampung?. (MK: 60)

Perbandingan ditunjukkan pada contoh (139) sampai

dengan (141). Gaya bahasa metafora diwujudkan melalui kelas kata

nomina khas jenis kelamin seperti pria dan laki-laki. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, laki-laki adalah orang atau

manusia mempunyai zakar, kalau dewasa mempunyai jakun dan

adakalanya berkumis, adapun pria adalah laki-laki dewasa. Contoh

(139) menunjukkan perbandingan antara pria (yang merujuk kepada

ayah Lintang) dan cemara angin. Cemara angin adalah salah satu

jenis cemara (Casuarina eqnisetifolia) yang penampakannya sangat

seram, tinggi, meranggas, sekeras batu. Metafora pria cemara angin

merupakan bentuk penganalogian terhadap ayah Lintang yang

Page 204: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

188

memiliki karakter sama dengan pohon cemara angin. Adapun contoh

(140), laki-laki muda flamboyan merujuk kepada Trapani dan pada

contoh (141), pria flamboyan merujuk kepada Bang Zaitu.

Flamboyan maksudnya di sini adalah pohon yang tingginya hingga

28 m, kayu terasnya keras dan berat, digunakan sebagai tiang dan

balok lantai, bunganya indah berwarna jingga hingga kemerah-

merahan. Perbandingan tersebut berdasarkan pada karakter fisik

yang dimiliki oleh Bang Zaitu dan Trapani yang layaknya flamboyan.

(7) Nomina Tempat

Dalam NTLP juga ditemukan gaya bahasa metafora yang

diwujudkan dengan nomina tempat. Berikut contoh yang

menunjukkan penggunaan gaya bahasa tersebut:

(142) Akan menerangi nebula yang melingkupi sekolah miskin ini sebab ia akan berkembang menjadi manusia paling genius yang pernah kujumpai seumur hidup. (LP: 15)

(143) Kemudian muncul para tokoh seperti K.A. Abdul Hamid dan Ibrahim bin Zaidin yang berkorban habis-habisan melanjutkan sekolah kandang itu menjadi sekolah Muhammadiyah. (LP: 23)

(144) Ada keindahan di sekolah Islam melarat ini. Keindahan yang tak kan kutukar dengan seribu kemewahan sekolah lain. (LP:25)

Gaya bahasa metafora pada contoh (142) sampai dengan

(144) diwujudkan melalui kelas kata nomina khusus nomina tempat.

Secara denotatif, kata sekolah bermakna „bangunan atau lembaga

untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi

pelajaran‟. Contoh (142) sampai dengan (144) menunjukkan

Page 205: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

189

perbandingan secara langsung antara kata sekolah dan miskin serta

kandang dan melarat. Penggunaan kata miskin, kandang, dan

melarat yang mengikuti nomina tempat sekolah tersebut

menunjukkan sebuah analogi atau penggambaran terhadap keadaan

sekolah Muhammadiyah yang tidak terurus dengan penuh

keterbatasan. Sekolah yang kondisinya layaknya kandang kambing.

Atas dasar keterbatasan-keterbatasan inilah sehingga dijumpai pula

bentuk metafora sekolah Islam melarat.

(8) Nomina Wilayah

Pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan kelas kata

nomina wilayah hanya ditemukan dalam NTLP. Contoh gaya bahasa

metafora tersebut adalah:

(145) Dalam waktu singkat berhasil terkumpul dua ratus lima

puluh Euro! Jumlah yang membuat kami optimis dapat

menaklukkan Eropa sebagai manusia patung. (EDS:

186)

(146) Baru kali ini kutemukan rutinitas yang tak

membosankan, karena Paris adalah gelimang pesona.

(EDS: 86)

(147) Belitong menjelang malam adalah semburan warna

dari seniman impresi yang melukis spontan, tak

dibuat-buat, dan memikat. (EDS: 25)

Gaya bahasa metafora juga diwujudkan melalui kelas kata

nomina wilayah seperti Eropa, Paris, dan Belitong. Ketiga nomina

wilayah tersebut dibandingkan secara langsung dengan frasa

manusia patung, gelimang pesona, dan semburan warna. Contoh

(145) menunjukkan perbandingan Eropa sebagai manusia patung.

Page 206: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

190

Manusia patung adalah sebuah seni pementasan jalanan yang

banyak dipentaskan di Eropa sehingga Eropa dianalogikan sebagai

manusia patung. Adapun contoh (146) Paris dianggap sebagai

gelimang pesona yang berarti bahwa Paris sebagai kota yang

memiliki daya tarik besar, khususnya pada bidang seni. Penduduk

Prancis memiliki culture litterair, melek budaya, dan bercita rasa

tinggi sehingga dikatakan Paris layaknya gelimang pesona.

Selanjutnya, contoh (147) Belitong dianalogikan sebagai semburan

warna. Perbandingan tersebut dilakukan berdasarkan fenomena

yang terjadi di Belitong saat menjelang malam yaitu munculnya

sejumlah lukisan dari seniman impresi yang melukis secara spontan,

tidak dibuat-buat, dan memikat.

b) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Pronomina

Di samping pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan

pilihan kata yang berkelas kata nomina, pada NTLP dan NTNLM juga

ditemukan pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan pilihan kata

yang berkelas kata pronomina. Berikut uraian pewujudan gaya bahasa

tersebut.

(1) Pronomina Persona Pertama Tunggal

Pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan pilihan kata yang

berkelas kata pronomina persona pertama tunggal dalam NTLP dapat

dilihat pada contoh di bawah ini:

(148) Sejak seminggu yang lalu aku telah menjadi sekuntum daffodil yang gelisah. (LP: 249)

Page 207: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

191

(149) Lihatlah aku, aku anak sungai, bumi, api, dan anginmu, pulang, pulang untukmu. (MK: 81)

(150) Aku masih seekor pungguk buta dan mimpi-mimpi itu masih rembulan, namun sebenderang rembulan dini hari ini, mimpi-mimpi itu masih bercahaya dalam dadaku. (SP: 268-269)

Perbandingan ditunjukkan pada contoh (148) sampai dengan

(150) yang diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas kata

pronomina persona pertama tunggal aku yang merujuk kepada Ikal.

Contoh (148) menunjukkan perbandingan aku (Ikal) dengan sekuntum

daffodil. Bunga daffodil adalah bunga yang melambangkan semangat

baru, kehormatan dan penghargaan. Adapun contoh (149)

menganalogikan tokoh Ikal sebagai anak sungai, bumi, api, dan angin

yang pulang demi seorang perempuan berkuku indah. Pada contoh

(150), Ikal dibandingkan secara langsung sebagai seseorang yang

merindukan kekasihnya, tetapi cintanya tidak terbalas. Namun, kekasih

yang dirindukan Ikal ialah sebuah mimpi untuk melanjutkan sekolah di

Sorbonne yang akan segera ia wujudkan.

Adapun contoh penggunaan gaya bahasa metafora dalam

NTNLM yang diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas kata

pronominal persona pertama tunggal adalah:

(151) Aku adalah anak kesayangan yang selalu patuh sepenuh hati pada Amak. (NLM: 127)

(152) Tapi aku adalah seekor garuda yang terbang tinggi dan mendarat di bulan. (NLM: 216)

Pada contoh (151) dan (152) pronomina persona pertama

tunggal aku dimetaforakan sebagai anak kesayangan dan seekor

Page 208: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

192

garuda. Kata aku pada kedua contoh tersebut merujuk kepada Alif.

Pada contoh (151), Alif digambarkan sebagai anak kesayangan. Alif

dimetaforakan sebagai anak kesayangan karena kepatuhannya

terhadap semua perintah dan keinginan ibunya. Kemudian, pada

contoh (152), kata aku dimetaforakan dengan seekor garuda.

Penggunaan metafora seekor garuda ialah untuk menggambarkan

kehebatan Alif dalam cerita yang dianalogikan layaknya seekor garuda

yang terbang tinggi. Keberhasilan Alif berfoto bersama keluarga Ust ad

Khalid adalah sebuah nilai lebih yang Alif peroleh dibanding teman-

teman sahibul menara yang lain.

(2) Pronomina Persona Pertama Jamak

Selain pronomina persona pertama tunggal, gaya bahasa

metafora dalam NTLP dan NTNLM juga diwujudkan melalui kelas kata

pronominal persona pertama jamak. Contoh gaya bahasa metafora

dalam NTLP adalah:

(153) Kami adalah kanon yang siap meledak kapan saja. (SP: 109)

(154) Momen itu hanya sekilas, yaitu ketika beliau bergantian menatap kami dan dengan jelas menyiratkan bahwa kami adalah pahlawan baginya. (SP: 94)

(155) Kami adalah lapisan-lapisan pelangi terindah yang pernah diciptakan Tuhan. (LP: 434)

Gaya bahasa metafora juga diwujudkan melalui kelas kata

pronomina pesona pertama jamak kami. Pada contoh (153), kata kami

merujuk kepada Ikal, Arai, dan Jimbro. Ketiganya dianalogikan sebagai

kanon. Maksud kata kanon di sini adalah meriam. Perbandingan

Page 209: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

193

tersebut didasarkan pada perkembangan psikologi dari ketiga tokoh

tersebut yang telah menginjak usia balig dan pada saat itulah segala

hal bisa saja dilakukan oleh mereka. Kondisi kejiwaan mereka yang

belum stabil ini dianalogikan seperti meriam. Karakter meriam yang

mudah meledak, tidak dapat terkontrol dianggap sama dengan Ikal,

Arai, dan Jimbro. Adapun contoh (154), kami dibandingkan dengan

nomina pahlawan. Pahlawan adalah orang yang menonjol karena

keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang

yang gagah berani; hero. Ikal dan Arai dianalogikan sebagai pahlawan

bagi sosok ayah. Selanjutnya, kami pada contoh (155) merujuk kepada

para anggota Laskar Pelangi. Pelangi adalah lengkung spektrum

warna di langit, dan ini dianalogikan sebagai. lapisan-lapisan pelangi

terindah. Mereka adalah kumpulan murid yang memiliki watak atau

karakter yang berbeda-beda seperti laskar tentara dan juga seperti

pelangi dengan warna yang berbeda-beda hadir menghiasi tanah

Belitong.

Adapun contoh pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan

kelas kata pronomina persona pertama jamak dalam NTNLM adalah:

(156) K.ami berenam adalah anak baru yang pertama mendapat kehormatan menjadi pesakitan di mahkamah keamanan pusat (NLM: 64)

(157) Hanya Amak sendiri yang berani angkat tangan dan berkata “Kita di sini adalah pendidik dan ini tidak mendidik. (NLM: 125)

(158) Boleh disebutkan dengan bangga, kami manusia pilihan untuk ukuran PM. (NLM: 240)

Page 210: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

194

Contoh (156) sampai dengan (158) menunjukkan

perbandingan secara langsung yang diwujudkan melalui kelas kata

pronomina persona pertama jamak, yaitu kata kami dan kita. Pada

contoh (156), kata kami merujuk kepada anggota sahibul menara yang

dimetaforakan sebagai anak baru. Adapun contoh (157), kata kita

dibandingkan dengan pendidik. Kata kita merujuk kepada Amak .

Dalam KBBI V luring, pendidik berarti „orang yang mendidik‟. Jadi, kita

adalah para pendidik yang menganggap bahwa perbuatan yang

dibicarakan dalam cerita itu dianggap tidak mendidik. Selanjutnya,

contoh (158) kata kami merujuk kepada anggota sahibul menara yang

selanjutnya dimetaforakan sebagai manusia pilihan. di PM. Dikatakan

demikian karena untuk lolos masuk PM bukanlah hal mudah. Para

santri yang belajar di PM telah melewati sejumlah seleksi sehingga

para sahibul menara dianggap sebagai manusia pilihan.

(3) Pronomina Persona Ketiga Tunggal

Contoh pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan kelas

kata pronomina persona ketiga tunggal dalam NTLP dapat dilihat pada

contoh berikut:

(159) Ia adalah buah akal yang jernih, bibit jenius asli, yang lahir di sebuah tempat nun jauh di pinggir laut, dari sebuah keluarga yang tak satu pun bisa membaca. (LP: 109)

(160) Sahara menyeringai, setelah sekian lama menghilang ke alam lain kini ia kembali dalam penjelmaan seekor leopard, alisnya bertemu. (LP: 380)

(161) Ia sedih, tapi tak setitik pun air matanya luruh. Karena, ia adalah perempuan naga. (MK: 106)

Page 211: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

195

Contoh (159) sampai dengan (160) menunjukkan perbandingan

secara langsung yang diwujudkan melalui kelas kata pronominal

persona ketiga tunggal ia. Kata ia pada contoh (161) merujuk kepada

Lintang yang dianalogikan sebagai buah akal. Buah akal adalah ilmu

pengetahuan. Tokoh ia dianggap sebuah ilmu pengetahuan yang

jernih karena kecerdasan intelektual yang dimilikinya. Adapun contoh

(160) kata ia merujuk kepada Sahara yang dianalogikan sebagai

seekor Leopard. Leopard adalah macan tutul. Perbandingan secara

langsung ini didasarkan pada karakter ganas penuh semangat yang

dimiliki oleh Sahara. Selanjutnya, contoh (161) menunjukkan

perbandingan kata ia yang merujuk kepada Dokter Budi Ardiaz yang

dianggap sebagai seorang perempuan naga. Dokter Budi Ardiaz

adalah perempuan keturunan Tionghoa yang memiliki karakter

tangguh dan kuat.

Adapun contoh pewujudan gaya bahasa metafora berdasarkan

kelas kata pronomina persona ketiga tunggal dalam NTNLM adalah:

(162) Kalau ini film koboi, dia adalah sheriff berwajah keras yang siap mengokang pistolnya. (NLM: 57)

(163) Seperti fungsinya di bagian keamanan, di dalam lapangan dia adalah bek yang penuh disiplin, sulit ditembus dan tidak kompromi. (NLM: 228)

(164) Begitu aku menyebut Ustad Salman, dia langsung berseru, “beruntung sekali ya akhi”. Dia adalah legenda hidup dalam mempelajari bahasa. Dia menguasai bahasa Arab, Inggris, Perancis dan Belanda. Dan semuanya, katanya dilakukan otodidak.” (NLM: 218)

Gaya bahasa metafora pada contoh (162) sampai dengan (164)

diwujudkan melalui kelas kata pronomina persona ketiga tunggal dia.

Page 212: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

196

Pada contoh (162), kata dia merujuk kepada Kismul Amni (bagian

keamanan PM). Kismul Amni dimetaforakan sebagai Sheriff. Sheriff

adalah tokoh dalam cerita di zaman cowboy Amerika. Sheriff adalah

penegak hukum yang menjadi benteng bagi warga dari aksi-aksi brutal

bandit-bandit cowboy di zaman itu. Atas kesamaan karakter inilah

sehingga keduanya diperbandingkan. Selanjutnya, contoh (163) kata

dia merujuk kepada staf bagian keamanan yang dianalogikan sebagai

bek. Adapun contoh (164) kata dia yang merujuk kepada Ustad

Salman dianggap sebagai legenda hidup terutama dalam mempelajari

bahasa. Penggunaan bentuk legenda hidup didasarkan pada lamanya

Ustad Salman mengenyam pendidikan khusus ilmu bahasa.

4) Gaya Bahasa Metonimi

Metonimi diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti

„menunjukan perubahan‟ dan onoma yang berarti „nama‟. Dengan

demikian, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan

sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai

pertalian yang sangat dekat. Pewujudan gaya bahasa metonimi dalam

NTLP dapat dilihat pada contoh berikut:

(165) Suatu hari seorang gentlemen keluar dari balik tembok itu untuk berkeliling kampung dengan sebuah Chevrolet Corvette, lalu esoknya di depan sebuah majelis ia mencibir. (LP: 36)

(166) Pasti itulah yang dialami Jimbron.Seperti kata ibuku:gila memang ada empat puluh empat macam. BINTANG LAUT SELATAN merapat. Pintu utamanya dipaskan pada ujung pelataran sehingga tercipta jembatan antara dermaga dengan kapal. (SP: 169)

Page 213: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

197

(167) Sampai jauh masih kudengar sorak-sorai . Mimpi-Mimpi Lintang menyelusuri delta, menelan seluruh sisa-sisa muara, lalu memasrahkan dirinya dalam pelukan samudra. (MK: 359) Contoh (165) sampai dengan (167) adalah contoh pewujudan

gaya bahasa metonimi pada NTLP. Ketiga contoh ini menunjukkan

adanya penggunaan gaya bahasa metonimi. Pemakaian ciri atau nama ini

ditautkan dengan barang sebagai penggantinya. Contoh (165) Chevrolet

Corvette menunjukkan penggantian terhadap nama atau merek sebuah

mobil. Contoh (166) Bintang Laut Selatan merupakan penggantian untuk

nama sebuah kapal. Begitu pun halnya dengan contoh (167) Mimpi-mimpi

Lintang merupakan penggantian untuk nama sebuah perahu yang sengaja

dibuat Ikal untuk menelusuri laut mencari A Ling. Berdasarkan ketiga

contoh tersebut, pewujudan gaya bahasa metonimi dapat dilihat

berdasarkan penggantian nama atau merek barang melalui pilihan kata

Chevrolet Corvette, Bintang Laut Selatan, dan Mimpi-mimpi Lintang

sebagai penandanya.

Adapun pewujudan gaya bahasa metonimi pada NTNLM, dapat

dilihat sebagai berikut:

(168) Selain Said, aku melihat Saleh, teman sekelasku dari Jakarta juga dijemput orang tua dan adik-adiknya dengan Toyota Kijang biru. (NLM: 215)

(169) Tapi aku melihat Ayah menyerahkan seperangkat kunci, bersalaman, dan tamu itu pergi. Sejak hari itu bebek yang setiap hari dilap Ayah dengan kasih sayang itu tidak pernah pulang pulang lagi ke rumah kami. (RTW: 38)

(170) Tanpa menunda lagi, aku menggas bebek kurus ini secepatnya mendaki Jalan Ciumbuleuit sambil berkali-kali berbisik, “Alhamdulillah…Alhamdulillah…” (RTW: 113)

Page 214: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

198

Pewujudan gaya bahasa metonimi pada contoh (168) sampai

dengan (170) dilakukan oleh pengarang melalui penggantian nama atau

merek barang. Pilihan kata Toyota Kijang, bebek, dan bebek kurus

merupakan penggantian atas merek mobil dan motor. Contoh (168),

Toyota Kijang biru menggantikan sebuah benda, yakni mobil dengan

merek Toyota Kijang berwarna biru. Contoh (169) dan (170) kata bebek

bukan berarti nomina fauna melainkan merek sebuah motor. Motor bebek

adalah sepeda motor kecil yang dibangun di atas kerangka yang sebagian

besar terdiri atas pipa berdiameter besar.

5) Gaya Bahasa Sarkasme

Sarkasme merupakan gaya bahasa yang lebih kasar daripada

ironi dan sinisme. Sarkasme adalah suatu gaya bahasa yang

mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja

bersifat ironis dan dapat juga tidak bersifat ironis. Akan tetapi, yang jelas

bahwa gaya bahasa ini akan selalu menyakiti hati dan kurang enak

didengar. Pewujudan gaya bahasa sarkasme dalam NTLP dapat dilihat

pada contoh berikut:

(171) “Jangan mandikan mayatnya di masjid! Biar dia hangus di neraka berdaki-daki!”. (EDS: 2)

(172) Sementara penonton wanita menyumpah-nyumpah, “Anjing Kurap!! Biar nanti kau dan majikan botakmu itu dibakar di neraka!!” (SP: 111)

(173) Tapi jika Anda seorang religius maka Anda tahu bahwa teori evolusi itu palsu, dan ketika Anda tak kunjung mempersiapkan diri untuk dihisab nanti dalam hidup setelah mati, maka dalam hal ini anda tak lebih dari seorang sekuler oportunis yang akan dibakar di dasar neraka!. (LP: 92)

Page 215: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

199

Contoh (171) sampai dengan (173) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa sarkasme. Contoh (171) menunjukkan pilihan

kata hangus yang berkelas kata adjektiva serta penggunaan penunjukan

nomina tempat, yaitu neraka. Adapun contoh (172) dan (173),

penggunaan verba dibakar yang juga diikuti keterangan tempat neraka

menandai penggunaan gaya bahasa sarkasme. Neraka dalam contoh

kalimat ini maknanya adalah alam akhirat tempat orang kafir dan orang

durhaka mengalami siksaan dan kesengsaraan. Berdasarkan arti kata

neraka tersebut, tidak seorang pun ingin dikatakan kafir dan tidak seorang

pun menginginkan masuk neraka sehingga penggunaan kata neraka

dianggap kasar.

6) Gaya Bahasa Antonomasia

Antomonasia merupakan bentuk gaya bahasa yang digunakan

dengan menyebut suatu objek bukan dengan nama aslinya, melainkan

menggunakan salah satu sifat dari objek tersebut. Pewujudan gaya

bahasa antonomasi dalam NTLP dan NTNLM dapat dilihat pada contoh

dari uraian berikut:

a) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Nomina

Nomina adalah kata yang mengacu kepada manusia, binatang,

benda, dan konsep atau suatu pengertian. Salah satu penanda linguistik

yang menunjukkan gaya bahasa antonomasia, yaitu raja dan putri.

Pilihan kata raja dan putri tergolong kelas kata nomina. Pewujudan gaya

Page 216: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

200

bahasa antonomasia berdasarkan kelas kata nomina dalam NTLP dapat

dilihat sebagai berikut:

(174) Muharam tetap saja termangu persis raja lutung yang mabuk jengkol. (MK: 187)

(175) Buntat adalah masterpiece dunia jampi-jampian. Rupanya macam batu dan ia diambil dari perut raja kelabang. Raja kelabang amat langka, ialah raksasa kelabang. Saking besarnya, warnanya berubah dari merah jadi ungu kehijau-hijauan. Jika menggigit Jangankan manusia, kerbau pun almarhum. (MK: 403)

(176) Dan Bu Mus tak berani melihat wajah kami. Wajahnya dipalingkan ke lampu besar di tengah ruangan yang berjuntai junta laksana raja gurita. (LP: 272)

Contoh (174) sampai dengan (176) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa antonomasia dengan pilihan kata raja yaitu

raja kelabang, raja lutung, dan raja gurita. Dalam contoh (174), (175)

dan (176) kata raja diartikan sebagai binatang (jin dan sebagainya)

yang dianggap berkuasa terhadap sesamanya. Ketiga contoh tersebut

menunjukkan pilihan kata yang berkelas kata nomina khusus fauna

yang ditandai dengan kata kelabang, lutung, dan gurita yang

mendampingi kata raja.

Adapun pewujudan gaya bahasa antonomasia berdasarkan

pilihan kata yang berkelas kata nomina pada NTNLM, dapat dilihat

pada contoh berikut:

(177) “Nama tuan putri itu Sarah,” katanya puas dengan imbalan yang dia dapat dari informasi ini. (NLM: 191)

(178) “Masih ingat tuan putri yang aku ceritakan kemarin? Yang anak Ustad Khalid?” tanya Kurdi retoris di tengah kamar suatu sore. (NLM: 192)

Page 217: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

201

Gaya bahasa antonomasia pada NTNLM juga diwujudkan

melalui pilihan kata nomina tuan putri. Frasa tuan putri merujuk kepada

Sarah.

b) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Artikula

Artikula adalah kategori yang mendampingi nomina dasar,

seperti si, sang, para, dsb. Pewujudan gaya bahasa antonomasia

berdasarkan kelas kata artikula dalam NTLP dan NTNLM dapat dilihat

sebagai berikut:

(1) Artikula Sang

Berdasarkan makna denotatifnya, artikula sang berarti kata

yang dipakai di depan nama orang, binatang, atau benda yang

dianggap hidup atau dimuliakan. Pewujudan gaya bahasa

antonomasia berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata artikula

sang dalam NTLP dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.

(179) Jika kita mengatakan bahwa dunia akan kiamat besok maka ia pasti akan bergegas pulang untuk menjual satu-satunya ayam yang ia miliki, bahkan meskipun sang ayam sedang mengeram. (LP: 54)

(180) Saat itulah aku melihat Bodenga mendesak maju di antara pengunjung. Lalu ia bersimpuh di samping sang buaya. (LP: 71)

(181) Maka dalam sebuah penampilan, keranya itu memerintahkannya untuk melakukan sesuatu yang dalam pertunjukan biasa hal itu seharusnya dilakukan sang kera. Sang kera dengan gaya seorang instruktur menyuruh Mahar bernyanyi, menari-nari, dan berakrobat. (LP: 110)

Penggunaan artikula sang menjadi penanda gaya bahasa

antonomasia. Contoh (179) sampai dengan (181) menunjukkan

Page 218: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

202

adanya penggunaan artikula sang yang diikuti oleh nomina khusus

fauna seperti sang ayam, sang buaya, dan sang kera.

Adapun pewujudan gaya bahasa antonomasia berdasarkan

pilihan kata kelas kata artikula sang pada NTNLM, dapat dilihat pada

contoh berikut:

(182) Pengumuman sang kapten mengalir ke (Ma|3| sumpalkan di kedua daun telinga, (NLM: 237)

(183) Hanya dua pertanyaan yang sempat aku ajukan sebelum para wartawan lain kembali mengambil alih sang Panglima. Pertanyaanku, “Apa yang mengesankan di PM? dan Apakah siswa PM bisa masuk ABRI?” (NLM: 278)

Contoh (182) dan (183) menunjukkan adanya penggunaan

gaya bahasa antonomasia berdasarkan pilihan kata yang berkelas

kata artikula sang yang diikuti oleh nomina yang berhubungan

dengan pangkat seperti sang kapten dan sang panglima.

(2) Artikulas Si

Artikula atau kata sandang si adalah kata yang dipakai di

depan nama diri (pada ragam akrab atau kurang hormat). Kata yang

dipakai di depan nama kata sifat yang berhubungan dengan timang-

timangan, pujian, panggilan, ejekan dan sebagainya menyatakan

bahwa yang disebutkan itu mempunyai atau menyerupai sifat atau

karakter yang sama dengan sebutan itu. Pewujudan gaya bahasa

antonomasia berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata artikula si

dalam NTLP dapat dilihat pada contoh-contoh berikut:

Page 219: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

203

(184) Tapi menghadapi anak perempuan kecilnya, si tomboi

gasing yang tak bisa diatur ini, beliau hampir

menyerah. (LP:

(185) "Beginilah akibatnya kalau bergaul dengan si sinting

Mahar itu." Tawa ejekan berderai-derai. (MK: 172)

(186) Kamsir si buta dari Gua Hantu menaruh Jumiadi

Setengah Tiang. (MK: 173)

Gaya bahasa antonomasia yang ditunjukkan pada contoh

(184) sampai dengan (186) diwujudkan melalui pilihan kata yang

berkelas kata artikula si. Artikula si tersebut diikuti oleh kata yang

berkelas kata adjektiva tomboi, sinting, dan buta. Penggunaan

adjektiva yang mengikuti artikula tersebut menunjukkan ejekan

yang menyatakan bahwa yang disebut itu mempunyai sifat yang

sama dengan sebutan itu.

Adapun contoh berikut menunjukkan adanya gaya bahasa

antonomasia yang diwujudkan melalui artikula si yang dipakai di

depan nama orang seperti si Mahdar dan si Ikal.

(187) Pasti punya anak si Mahdar yang duduk di kelas

dua SMP. (MK: 235)

(188) Aku dipanggil si Ikal, lantaran rambutku Ikal. Mereka

tak pernah tahu nama asliku, tak mau tahu lebih

tepatnya, dan mereka tak paham bahwa nama asliku

itu tidak main-main. (MK: 96)

(189) Ketua Karmun, kembali berseru, "Kalian dengar

itu? Hebat bukan buatan si Ikal ini!". (MK: 250)

Adapun pewujudan gaya bahasa antonomasia berdasarkan

pilihan kata yang berkelas kata artikula si pada NTNLM, dapat

dilihat pada contoh berikut:

Page 220: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

204

(190) “Tadi, ketika aku jadi piket asrama siang, aku melihat pemandang. an yang sangat jarang. Tidak lain dan

tidak bukan, si Sarah berkeliling PM dengan keluarganya. (NLM: 197)

(191) Tiga hari tiga malam, perbincangan kami sekamar tidak pernah jauh dari saudari-saudari bening si Zamzam ini. (NLM: 270)

(192) Ya salam, beruntung sekali si Zamzam ini, punya keluarga cantik-cantik,” kata Atang. (NLM: 270)

Contoh (190) sampai dengan (192) menunjukkan adanya

gaya bahasa antonomasia yang diwujudkan melalui artikula si yang

dipakai di depan nama orang seperti si Sarah dan si Zamzam.

7) Gaya Bahasa Eponim

Eponim adalah suatu gaya seseorang yang namanya begitu

sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk

menyatakan sifat itu. Pewujudan gaya bahasa eponim dalam NTLP dapat

dilihat sebagai contoh berikut:

(193) Seorang pria berjenggot lebat dengan tatapan syahdu meradang, memegang gitar seperti Rambo menenteng peluncur roket Jubahnya melayang-layang di atas sederet tulisan judul film: Rhoma Irama Berkelana. (MK: 67)

(194) Muslimat selalu sok jago dan sering mengikat kepalanya dengan bandana, jadilah dia Muslimat Rambo. (MK: 98)

(195) Tapi uang itu meluncur saja seperti menggenggam lele, hanya numpang lewat di telapak Marhaban Hormat Grak II lantaran ia kalah bertaruh dalam jumlah yang sama pada Muslimat Rambo. (MK: 187) Contoh (193) sampai dengan (195) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa eponim yang diwujudkan melalui pilihan kata

yang berkelas kata nomina khusus nama orang. Contoh tersebut

menunjukkan adanya penggunaan frasa Muslimat Rambo . Rambo adalah

ikon fiksi „pahlawan‟ Amerika Serikat dalam peperangan yang diperankan

Page 221: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

205

oleh aktor kawakan AS, Sylvester Stallone. Sosok Rambo yang memiliki

kekuatan dan kehebatan dihubungkan dengan karakter tokoh Muslimat

sehingga nama Rambo-lah yang dipakai untuk menyatakan sifat, karakter,

atau kekuatan yang dimiliki Muslimat.

Adapun pewujudan gaya bahasa eponim pada NTNLM dapat

dilihat pada contoh berikut:

(196) Sret…sret…sarungku berdesau-desau seiring langkah cepat supaya tidak ditangkap Tyson. (NLM: 87)

(197) Dengan gaya otoritatif dan suara tegas seperti perwira brimob, Tyson mengingatkan bahwa malam ini keamanan PM ada di bahu kita, karena itu tidak seorang pun boleh tidur sepicing pun. (NLM: 239)

(198) Sosok tak diundang ini horor nomor satu kami: Tyson. (NLM: 257)

Gaya bahasa eponim ditunjukkan pada contoh (196) sampai

dengan (198). Gaya bahasa tersebut diwujudkan melalui pilihan kata

Tyson. Michael Gerard Tyson atau Malik Abdul Azis lebih dikenal dengan

Tyson adalah petinju profesional dan mantan juara kelas berat. Pilihan

kata Tyson digunakan untuk menggantikan tokoh Rajab Sujai yang

memiliki tugas untuk mengawasi para santri yang baru memasuki Pondok

Madani. Pilihan kata Tyson digunakan berdasarkan kesesuaian karakter

yang dimiliki oleh sosok Rujab Sujai dengan Tyson dalam cerita, yakni

berperawakan gempal dengan gerakan sigap dan memburu yang

senantiasa siap memberikan peringatan maupun hukuman kepada siapa

saja yang melanggar qanun (tata tertib) pondok Madani.

Page 222: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

206

8) Gaya Bahasa Paronomasia

Paronomasia/pun adalah gaya bahasa yang mempergunakan

kemiripan atau kesamaan bunyi. Pewujudan gaya bahasa paranomasia

dalam NTLP dapat dilihat pada contoh berikut:

(199) Di negeriku banyak sekali orang pintar, pintar mencuri uang negara.” (EDS: 133)

(200) Kegiatan ayah berikutnya ditandai lima hal saja: shalat, mengaji, mendengarkan radio, mencukur rambut ke Pasar Jenggo, dan diam, diam tak bersuara. (MK: 14) Gaya bahasa paronomasia/pun pada contoh (199) dan (200)

diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas kata adjektiva pintar dan

diam.

b. Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang menyimpang dari

konstruksi biasanya untuk mencapai efek tertentu. Gaya bahasa retoris

yang ditemukan dalam NTLP dan NTNLM , yaitu gaya bahasa hiperbola,

litotes, asindeton , polisindenton, erotesis, dan koreksio. Berikut uraian

gaya bahasa retoris tersebut.

1) Gaya Bahasa Hiperbola

Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung

suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu

hal. Pewujudan gaya bahasa hiperbola dalam NTLP dan NTNLM dapat

dilihat sebagai berikut:

Page 223: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

207

a) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Nomina

Nomina atau kata benda adalah kata yang mengacu pada

manusia, binatang, benda, tumbuhan, konsep atau pengertian. Berikut

uraian pewujudan gaya bahasa hiperbola pada NTLP dan NTNLM.

(1) Nomina Anggota Tubuh

Pewujudan gaya bahasa hiperbola pada NTLP berdasarkan

pilihan kata yang berkelas kata nomina anggota tubuh dapat dilihat

sebagai berikut:

(201) Bahkan Jimbro hampir dimandikan dengan kembang tujuh rupa untuk menghilangkan baying-bayang kuda yang terus menerus menghantuinya. Kini dadaku ingin meledak rasanya. (SP: 139)

(202) Dadaku ingin meledak memandangi punggung ayahku perlahan-lahan meninggalkan halaman sekolah. (SP: 153)

(203) Kulirik Jimbron, ia menutup wajahnya dengan tangan. Mungkin dadanya ingin meledak, tapi yang pasti, ia menangis. (SP: 172-173)

Gaya bahasa hiperbola berdasarkan nomina anggota tubuh

pada NTLP diwujudkan melalui verba intransitif berprefiks meng-.

Contoh (201) sampai dengan (203) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa hiperbola yang diwujudkan melalui nomina

dada. Ketiga contoh tersebut menggambarkan keadaan tubuh tokoh

yakni dada secara berlebih-lebihan melalui verba intransitif meledak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, meledak

adalah pecah dan mengeluarkan bunyi sangat keras; meletus.

Berdasarkan makna kata tersebut, pilihan kata meledak yang melekat

pada kata dada dianggap melebih-lebihkan sesuatu. Seyogyanya,

Page 224: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

208

benda yang biasa meledak adalah balon atau benda-benda lain yang

mengandung gas. Sementara contoh-contoh yang ditampilkan

menjelaskan bahwa yang meledak adalah dada. Dada adalah bagian

tubuh sebelah depan di antara perut dan leher. Dada bukanlah

nomina yang memiliki sifat mudah meledak.

Selanjutnya, pewujudan gaya bahasa hiperbola berdasarkan

pilihan kata yang berkelas kata nomina anggota tubuh pada NTNLM

terdiri atas:

(a) Nomina anggota tubuh yang berhiperbola dengan verba

intransitif berprefiks meng-

(204) Darahku menggelegak. Baru sejam yang lalu kami squat jump karena ada teman yang terlambat. (RTW: 54)

(205) Beliau berhenti sebentar untuk menarik napas. Aku cuma mendengarkan. Kepalaku kini terasa melayang . (NLM: 8)

(206) Aku mengangguk tersipu-sipu. Mataku beradu sekejap dengan Sarah. Otot jantungku mengencang. (NLM: 255)

Contoh (204) sampai dengan (206) menunjukkan

penggunaan gaya bahasa hiperbola. Gaya bahasa tersebut

diwujudkan melalui nomina khusus nomina anggota tubuh. Ketiga

contoh tersebut menggambarkan keadaan tubuh tokoh, yakni: darah,

kepala, dan otot jantung yang secara berlebih-lebihan diwujudkan

melalui verba intransitif menggelegak, melayang, dan mengencang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

menggelegak adalah berbual-bual dan berbunyi (seperti air mendidih

Page 225: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

209

pada waktu direbus). Berdasarkan makna kata tersebut, contoh (204)

dianggap berlebih-lebihan dengan menyatakan darahku

menggelegak. Darah yang mengalir dalam tubuh tidak pernah

menghasilkan bunyi seperti air mendidih. Namun, pada contoh (204)

dikatakan bahwa darahku menggelegak. Kata menggelegak

seyogyanya mengikuti nomina air, bukanlah kata darah. Namun,

pengarang memilih kata menggelegak yang mengikuti kata darah

untuk menggambarkan kekesalan tokoh aku (Alif).

Pada contoh (205), pilihan kata nomina anggota tubuh

kepala yang diikuti verba melayang merupakan bentuk penggunaan

bahasa yang berlebih-lebihan. Secara denotatif kata melayang

berarti „terbang karena diembus angin‟. Aktivitas terbang atau

melayang di udara hanya dapat terjadi pada makhluk hidup bersayap

seperti burung, benda-benda ringan seperti debu, benda-benda

elektronik seperti pesawat main-mainan dan layang-layang sehingga

kepala yang melayang dianggap bergaya bahasa hiperbola.

Adapun contoh (206), otot sebagai nomina anggota tubuh

digambarkan secara berlebih-lebihan melalui verba intransitif

mengencang. Sebenarnya kata mengencang secara denotatif berarti

„melaju secara cepat atau menjadi lebih erat‟. Akan tetapi, pada

contoh (206) kata mengencang dianggap berlebih-lebihan karena

hanya dengan mata tokoh aku (Alif) yang beradu sekejap dengan

Page 226: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

210

mata Sarah (perempuan yang ia kagumi) jantungnya menjadi

mengencang.

(b) Nomina anggota tubuh yang berhiperbola dengan adjektiva

Beberapa contoh nomina anggota tubuh yang berhiperbola

dengan adjektiva dapat dilihat sebagai berikut:

(207) Aku mengejap-ngejap terkejut. Leherku rasanya layu. (NLM: 8)

(208) Dimulai dengan ayunan ringan kepalanya ke arah depan, lalu ayunannya semakin berat sampai lehernya layu dan dagunya menyentuh dada. (NLM: 69)

(209) Tidak ampun lagi, leher layu Atang jadi tegak dan mata yang 5 watt menadi 100 watt. (NLM: 239)

Contoh (207) sampai dengan (209) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa hiperbola. Gaya bahasa tersebut

diwujudkan melalui nomina anggota tubuh leher yang diikuti adjektiva

layu. Penggunaan frasa leher layu pada ketiga contoh tersebut

mendeskripsikan sebuah kondisi tubuh yakni bagian leher yang

dalam keadaan tidak sehat. Pilihan kata layu yang mengikuti nomina

leher pada konstruksi tersebut menjadi tidak lazim. Jika kalimat-

kalimat tersebut dinyatakan dengan konstruksi leherku rasanya lelah,

lehernya lelah atau leher lelah Atang tentu tidak akan menghasilkan

reaksi apapun dari pembaca. Kata layu yang berkelas kata adjektiva

yang menjelaskan nomina anggota tubuh leher dianggap berlebih-

lebihan. Pada umumnya, kata layu hanya diperuntukkan untuk

tanaman seperti bunga yang sudah tidak segar lagi sehingga

Page 227: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

211

penggunaan kata layu yang mengikuti nomina leher tersebut

dianggap bergaya bahasa hiperbola.

Selain itu, pewujudan gaya bahasa hiperbola berdasarkan

nomina anggota tubuh yang berhiperbola dengan adjektiva pada

NTNLM juga dapat dilihat pada contoh berikut:

(210) “Tapi Amak, ambo tidak berbakat dengan ilmu agama. Ambo ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,” tangisku sengit. Mukaku merah dan mata terasa panas. (NLM: 9)

(211) Semoga aku bisa saja bersabar walau badan dan otakku rasanya remuk. (RTW: 141)

(212) Badanku rasanya ringan terbang melayang, meresapi sensasi yang sulit aku lukiskan. (RTW: 228)

(213) Apakah riwayat kami akan berakhir tragis seperti ini? Setiap detak jantung dan aliran darah terasa kencang di kupingku, di ujung hidung, di sekitar mata, di setiap ujung badan. (RTW: 249)

Contoh (210) sampai dengan (213) menunjukkan adanya

penggunaan bahasa yang berlebih-lebihan. Gaya bahasa hiperbola

tersebut diwujudkan melalui kata-kata yang berkelas kata nomina

anggota tubuh yang dijelaskan dengan kata-kata berkelas kata

adjektiva. Pada contoh (210), kata mata yang diikuti adjektiva panas

dianggap berlebih-lebihan. Pada umumnya, mata hanya

digambarkan memerah sehingga dengan adanya konstruksi mata

terasa panas dianggap sebagai bentuk gaya bahasa hiperbola.

Selanjutnya, contoh (211) kata otak yang diikuti adjektiva

remuk dianggap bergaya bahasa hiperbola. Kata remuk bermakna

„hancur luluh; luluh lantah; hancur berkeping-keping‟. Sebuah otak

Page 228: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

212

tidaklah hancur berkeping-keping dalam kondisi atau situasi tubuh

yang hanya kelelahan. Pada contoh (212), kalimat Badanku rasanya

ringan terbang melayang, juga dianggap bergaya bahasa hiperbola

karena sekecil apapun berat badan manusia atau seringan apapun

itu, tidak akan bisa terbang layaknya benda-benda ringan seperti

kertas atau debu. Atas kenyataan tersebut, contoh (212) dianggap

berlebih-lebihan. Begitupun contoh (213) setiap detak jantung dan

aliran darah yang terdengar terasa kencang di kuping juga dianggap

berlebihan karena suara detak jantung dan aliran darah,

kenyataannya tidak dapat terdengar tanpa menggunakan alat bantu

kedokteran.

(c) Nomina anggota tubuh yang berhiperbola dengan verba

berproses gabung (prefiksasi meng- + reduplikasi)

Beberapa contoh pewujudan gaya bahasa hiperbola

berdasarkan nomina anggota tubuh yang berhiperbola dengan

adjektiva dapat dilihat sebagai berikut:

(214) Air matanya melimbak-limbak, membentuk sungai kecil yang seakan-akan tidak mau putus dan tidak ingin kering. (RTW: 95)

(215) Kesibukan naik-turun bangunan bersejarah ini membuat perutku menderu-deru lapar. (RTW: 245)

(216) Sambal khas dapur kami ini memang membuat air liur meleleh-leleh. (NLM: 277)

Kata melimbak-limbak, menderu-deru, dan meleleh-leleh

merupakan verba berproses gabung dengan prefiksasi meng- yang

menjelaskan nomina anggota tubuh sehingga tampak berlebih-

Page 229: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

213

lebihan. Pada contoh (214), frasa air matanya yang dijelaskan oleh

verba melimbak-limbak termasuk penggunaan gaya bahasa

hiperbola. Sebenarnya makna melimbak-limbak secara denotatif

berarti berlimbak-limbak yaitu bertimbun-timbun; bertumpuk-tumpuk.

Air mata yang bertumpuk-tumpuk membentuk sungai kecil dianggap

bergaya bahasa hiperbola. Menjadi sebuah kemustahilan, air mata

yang ditimbun atau ditumbuk-tumbuk itu akhirnya menjadi sebuah

sungai. Pilihan kata melimbak-limbak menjadikan kalimat (214)

bergaya bahasa hiperbola.

Pada contoh (215), kata menderu-deru adalah bunyi-bunyi

angin keras yang bergemuruh seperti bunyi angin ribut (gelombang

besar, mesin, dan sebagainya). Kata menderu-deru yang mengikuti

nomina anggota tubuh perut pada contoh (215) dianggap berlebih-

lebihan karena suara gemuruh biasanya hanya terdengar dari

sebuah ombak besar atau mesin yang sedang dijalankan. Perut yang

lapar tidak sampai menghasilkan bunyi menderu-deru seperti yang

dinyatakan pada contoh (215). Pilhan kata menderu-deru menjadikan

konstruksi pada kalimat (215) menjadi bergaya bahasa hiperbola.

Jika kata menderu-deru hanya digunakan untuk maksud berbunyi,

tentu reaksi yang diperoleh pembaca akan biasa saja.

Adapun contoh (216) menceritakan tentang air liur yang

meleh-leleh. Penggunaan bentuk verba reduplikasi meleleh-leleh

menjadikan contoh (216) tampak berlebih-lebihan karena meleh-leleh

Page 230: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

214

berarti berlelehan. Berlelehan adalah meleleh banyak-banyak.

Padahal, kehadiran kata meleleh-leleh pada konteks kalimat (216)

berarti terasa ingin sekali menikmati. Berdasarkan makna tersebut,

air liur yang meleh-leleh itu dianggap bergaya bahasa hiperbola.

(2) Nomina tidak Konkret

Pewujudan gaya bahasa hiperbola berdasarkan kelas kata

nomina tidak konkret hanya ditemukan pada NTLP dan tidak ditemukan

dalam NTNLM. Adapun uraian pewujudan gaya bahasa hiperbola

berdasarkan kelas kata nomina tidak konkret dapat dilihat sebagai

berikut:

(a) Nomina tidak konkret yang berhiperbola dengan verba intransitif

berprefiks meng-

Contoh pewujudan gaya bahasa hiperbola berdasarkan

nomina yang berhiperbola dengan verba intransitif berprefiks meng-

dapat dilihat sebagai berikut:

(217) Kepedihan yang menghujam dalam diri mereka menyebabkan Laksmi kehilangan senyumnya, dan Jimbro kehilangan suaranya. (SP: 79)

(218) Kegilaan yang menggelembung, meluap-luap, dan tersedu sedan itu kini memandangi pita jingga yang bergelombang mengalun kaki langit. (SP: 174)

(219) Kepercayaan diri kami meroket. (LP: 227)

Verba intransitif menghujam, menggelembung, dan meroket

yang mengikuti nomina tidak konkret seperti kepedihan, kegilaan, dan

kepercayaan diri juga dianggap sebagai bentuk yang berlebih-lebihan

karena menyimpang dari makna sebenarnya. Sebenarnya, kata

Page 231: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

215

menggelembung bermakna „menjadi besar karena berisi udara dan

sebagainya‟, kata meroket bermakna „membubung atau meluncur

seperti roket, membubung dengan pesat‟ dan menghujam artinya

„menusuk‟. Pada contoh (217), konstruksi kepedihan yang menghujam

yang menyebabkan Laksmi kehilangan senyumnya dan Jimbro

kehilangan suaranya dianggap berlebihan. Adapun contoh (218),

kegilaan yang menggelembung juga dianggap berlebih-lebihan. Pilihan

kata menggelembung menjadikan konstruksi (218) menjadi tidak lazim.

Jika contoh tersebut disusun dengan konstruksi kegilaan yang

meningkat atau kegilaan yang bertambah besar tentu tidak akan

menimbulkan reaksi apapun. Sama halnya dengan contoh (219),

kepercayaan diri yang diikuti verba meroket menjadikan konstruksi

tersebut menjadi berlebihan. Namun, dengan pilihan kata meroket,

contoh (219) menjadi bergaya bahasa. Jika kalimat kepercayaan diri

kami meroket hanya dibentuk dengan kalimat kepercayaan diri kami

meningkat, maka itu akan menjadi kalimat yang tidak bergaya bahasa.

b) Nomina tidak konkret yang berhiperbola verba berproses gabung

(prefiksasi ber- + reduplikasi)

Contoh gaya bahasa hiperbola yang diwujudkan melalui

nomina yang berhiperbola dengan verba intransitif berprefiks ber- dapat

dilihat sebagai berikut:

(220) Ada kerinduan yang terpecah berurai-urai. (SP: 178)

Page 232: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

216

Contoh (200) menunjukkan adanya penggunaan gaya

bahasa hiperbola. Gaya bahasa tersebut diwujudkan dengan pilihan

kata nomina tidak konkret seperti kerinduan yang berhiperbola dengan

verba proses gabungan seperti berurai-urai. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) V luring, berurai-urai berarti (menjadi, dalam

keadaan) lepas terbuka (tidak terikat); bercerai-cerai; berderai-derai.

Contoh (235), kerinduan yang terpecah berurai-urai dianggap bergaya

bahasa hiperbola. Perasaan rindu mendalam yang dilukiskan pada

contoh tersebut akhirnya terobati atau dilepaskan melalui pilihan kata

terpecah berurai-urai. Jadi, rindu yang selama ini mengikat akhirnya

lepas terbuka.

(3) Nomina Bunyi

Pewujudan gaya bahasa hiperbola berdasarkan kelas kata

nomina bunyi hanya ditemukan pada NTNLM. Adapun contoh pewujudan

gaya bahasa hiperbola berdasarkan kelas kata nomina bunyi itu sebagai

berikut:

(221) “Qif ya akhi…BERHENTI SEMUA!” suara keras mengguntur membuat kami terpaku kaget. (NLM: 65)

(222) “Jangan lari kau. Diam dan berdiri di sana!” suaranya mengguntur mengalahkan klakson yang heboh. (RTW: 113)

(223) Lantunan suaranya mendinginkan udara kelas kami yang panas di musim kemarau. (NLM: 113)

Gaya bahasa hiperbola pada contoh (221) sampai dengan (223)

diwujudkan melalui nomina bunyi yang dijelaskan dengan verba intransitif

berprefiks meng-. Kedua contoh tersebut menunjukkan adanya

Page 233: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

217

penggunaan frasa suara keras dan suaranya yang diikuti verba

mengguntur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V luring,

mengguntur adalah berbunyi seperti guntur. Jika kedua kalimat tersebut

diungkapkan hanya dengan konstruksi suaranya keras sekali atau

suaranya keras, maka tidak akan menimbulkan reaksi apa-apa bagi

pembaca. Penggunaan verba mengguntur seolah menggambarkan suara

yang sangat menggelegar dan ini dianggap berlebih-lebihan.

Penggunaan kata yang berlebih-lebihan inilah yang menjadikan dua

contoh tersebut menjadi bergaya bahasa. Adapun contoh (223), kata

mendinginkan yang mengikuti nomina suara juga dianggap bergaya

bahasa hiperbola. Sungguh menjadi hal yang sangat berlebihan jika

dikatakan bahwa lantunan suaranya mendinginkan udara kelas yang

panas di musim kemarau. Adanya karakter mampu mendinginkan atau

menyejukkan pada lantunan suara tersebut menjadikan contoh (223)

dianggap bergaya bahasa hiperbola.

b) Pilihan Kata yang berkelas Kata Verba

Verba atau kata kerja adalah kata atau kelompok kata yang

digunakan untuk menggambarkan atau menyatakan suatu perbuatan,

kejadian, atau peristiwa. Pewujudan gaya bahasa hiperbola

berdasarkan kelas kata verba hanya ditemukan pada NTNLM. Dan

tidak dijumpai pada NTLP. Beberapa contohnya dapat dilihat sebagai

berikut:

(224) Sepotong syair Arab yang diajarkan di hari pertama masuk kelas membakar tekadku. (NLM: 82)

Page 234: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

218

(225) Ini yang membakar semangat, selalu menjadi finalis, tidak pernah juara. (NLM: 159)

Gaya bahasa hiperbola pada contoh (224) dan (225) diwujudkan

melalui verba transitif berprefiks meng- yang berhiperbola dengan nomina

tidak konkret. Contoh tersebut menunjukkan adanya penggunaan gaya

bahasa hiperbola yang ditandai dengan penggunaan bahasa yang berlebih-

lebihan dari segi kualitas. Gaya bahasa tersebut diwujudkan melalui verba

transitif membakar yang dihiperbolakan dengan penambahan nomina tidak

konkret seperti tekad dan semangat. Kata membakar dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) V luring bermakna „membuat supaya berapi-api;

mengobarkan (tentang semangat)‟. Pilihan kata membakar yang mengikuti

kata semangat dan tekad menjadikan contoh-contoh tersebut bergaya

bahasa, tidak lazim digunakan dalam berbahasa sehari-hari.

c) Pilihan Kata yang Berkelas Kata Pronomina

Pronomina atau kata ganti adalah kelas kata yang berfungsi

menggantikan nomina. Pewujudan gaya bahasa hiperbola berdasarkan

kelas kata pronomina hanya ditemukan pada NTLP dan tidak ditemukan

dalam NTNLM . Contoh-contoh pilihan kata yang berkelas kata pronomina

adalah:

(226) Akhirnya batu karang kesabaranku terbelah. Aku meledak. (SP: 133)

(227) Dadaku sesak karena rindu dan demi menyadari bahwa rindu itu tak „kan pernah terobati, aku rasanya ingin meledak.(LP: 304)

Gaya bahasa hiperbola pada contoh (226) dan (227) diwujudkan

melalui kelas kata pronomina yang berhiperbola dengan verba intransitif

Page 235: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

219

berprefiks meng-. Kedua contoh tersebut menunjukkan adanya

penggunaan bahasa yang berlebih-lebihan dari segi kualitas. Gaya

bahasa tersebut diwujudkan melalui pronomina persona pertama aku

yang dihiperbolakan dengan verba intransitif seperti meledak. Kata

meledak mengacu pada makna „pecah dan mengeluarkan bunyi yang

sangat keras karena adanya tekanan; meletus‟. Verba intransitif meledak

yang mengikuti kata aku pada kedua contoh tersebut dianggap berlebih-

lebihan. Verba meledak biasanya hanya terjadi pada nomina tidak

bernyawa dengan skala ledakan yang besar, sementara subjek pada

ketiga contoh tersebut adalah manusia.

2) Gaya Bahasa Litotes

Gaya bahasa litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk

menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Pewujudan gaya

bahasa litotes hanya ditemukan dalam NTLP dan pada NTNLM tidak

ditemukan. Contohnya adalah:

(228) Namun sekali lagi, walaupun sudah berhari-hari

mengumpulkan keberanian untuk bertanya langsung

ketika tangannya menjulur, aku menjadi bisu dan tuli. Aku

begitu kerdil di depannya. Maka kutugaskan Syahdan

mencari informasi. (LP: 253)

(229) Aku sadar diri, dari seluruh kemungkinan logis ketertarikan

pria wanita secara fisik, materialistic, filosofik, idealism,

kultur, ekspektasi, kemistri, gengsi, atau apa pun, tak secuil

pun aku memenuhi kualifikasi Katya. (EDS: 113)

(230) Aku senang telah mengenal Katya, terutama karena

perempuan canggih dari Eropa itu telah memberiku

pelajaran moral nomor dua belas yaitu: kemana pun tempat

telah kutempuh, apa pun yang telah kucapai, dan dengan

Page 236: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

220

siapa pun aku berhubungan, aku tetaplah seorang lelaki

udik, tak dapat kubasuh-basuh. (EDS: 160)

Contoh (228) sampai dengan (230) menunjukkan adanya

penggunaan gaya bahasa litotes. Pada contoh (228), gaya bahasa litotes

tersebut diwujudkan melalui pilihan kata kelas kata adjektiva kerdil.

Contoh tersebut menunjukkan sebuah kerendahan hati tokoh aku (Ikal)

yang menganggap bahwa dirinya kecil, tidak memiliki kekuatan apa-apa di

hadapan A Ling. Adapun contoh (229), penanda gaya bahasa yang

digunakan adalah frasa tak secuil yang berarti tak sedikit. Contoh tersebut

memperlihatkan kerendahan hati Ikal yang menganggap bahwa tak sedikit

pun ia memenuhi kualifikasi Katya. Selanjutnya, pada contoh (230) gaya

bahasa diwujudkan melalui frasa lelaki udik. Tokoh aku (Ikal) menganggap

dirinya hanyalah lelaki udik. Kata udik maksudnya di sini adalah kiasan

yang berarti bodoh. Berdasarkan arti kata udik tersebut, terlihat bahwa

contoh (230) menggunakan gaya bahasa litotes.

3) Gaya Bahasa Asindeton

Gaya bahasa asindeton adalah suatu gaya bahasa pengungkapan

frasa, klausa, kalimat atau wacana yang tidak dihubungkan oleh kata

sambung (konjungsi). Pewujudan gaya bahasa asindeton dalam NTLP

dapat dilihat pada contoh berikut.

(231) Aku membaca buku sambil menyortir surat, sambil makan,

sambil minum, sambil tiduran mendengarkan wayang golek

di radio AM. (LP: 458)

(232) Dihadapan kitab suci itu ia seperti orang mengadu, seperti

orang yang takluk, seperti orang yang kelelahan berjuang

Page 237: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

221

melawan rasa kehilangan seluruh orang yang dicintainya.

(SP: 33)

(233) Dengan kaki tenggelam di dalam lumpur sampai ke lutut

kami tak surut menggantungkan cita-cita di bulan; ingin

sekolah ke Prancis, ingin menginjakkan kaki-kaki miskin

kami di atas altar suci almamater Sorbonne, ingin

menjelajahi Eropa sampai ke Afrika. (SP: 268)

Contoh (231) sampai dengan (233) menunjukkan adanya gaya

bahasa asindeton . Acuan yang padat tersebut tidak dihubungkan oleh

konjungsi. Gaya bahasa asindeton pada contoh (231) diwujudkan secara

paralel. Pada contoh (231), terlihat kesejajaran penggunaan preposisi

(kata depan) sambil yang menjelaskan rentetan aktivitas tokoh aku (Ikal).

Adapun contoh (232), terlihat kesejajaran penggunaan bentuk frasa

nomina seperti orang, dan contoh (233), kesejajaran tersebut terlihat

melalui penggunaan adverbial (kata keterangan) ingin. Acuan yang padat

tersebut merupakan uraian tentang keinginan-keinginan Ikal dan Arai.

4) Gaya Bahasa Polisindenton

Gaya bahasa polisindenton adalah suatu gaya bahasa yang

merupakan kebalikan dari asindeton . Gaya bahasa polisindenton adalah

gaya bahasa dengan pengungkapan frasa, klausa, kalimat atau wacana

yang dihubungkan oleh kata sambung (konjungsi). Beberapa contoh

pewujudan gaya bahasa polisidenton dalam NTLP adalah:

(234) Aku merasa kenal dengan gerbang desa berukir ayam

jantan itu, dengan pohon-pohon willow di pekarangan itu,

dengan bangku-bangku batu itu, dengan jajaran bunga

daffodil dan asturia di pagar peternakan itu. (EDS: 288)

(235) Sedangkan aku dan agaknya juga anak-anak yang lain

merasa amat pedih: pedih pada orangtua kami yang tak

Page 238: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

222

mampu, pedih menyaksikan detik-detik terakhir sebuah

sekolah tua yang tutup justru pada hari pertama kami ingin

sekolah, dan pedih pada niat kuat kami untuk belajar tapi

tinggal selangkah lagi harus terhenti hanya karena

kekurangan satu murid. (LP: 5)

(236) Yang kutahu, ketika melihat matanya yang bening dan

kesakitan, hatiku ngilu, ketika melihat jalannya timpang

karena burut mengisap air dalam tubuhnya, mengupul di

selangkang, kubuang pandanganku karena hatiku perih,

dan ketika melihatnya tidur, memasrahkan tubuhnya

dikhianati nasib pada senyap sungai payau, aku gelisah

sepanjang malam. (EDS: 4)

Sebagai kebalikan dari gaya bahasa asindeton , penggunaan gaya

bahasa polisindenton terlihat pada contoh (234) sampai dengan (236).

Acuan yang padat pada contoh-contoh tersebut ditandai oleh kata, frasa,

klausa yang sederajat yang dihubungkan oleh konjungsi yang menyatakan

penambahan, yakni dan. Pewujudan gaya bahasa polisindenton pada

contoh (234) terihat melalui kesejajaran penggunaan preposisi dengan,

yang pada akhir uraian ditandai oleh konjungsi penambahan dan. Sama

halnya contoh (235) dan (236) yang diwujudkan melalui paralelisme,

penggunaan bentuk adjektiva sedih dan konjungsi ketika, yang pada akhir

uraian dihubungkan dengan konjungsi dan.

5) Gaya Bahasa Erotesis

Gaya bahasa erotesis/pertanyaan retoris adalah gaya bahasa

berupa semacam pertanyaan yang biasanya dipergunakan dalam pidato

atau tulisan dengan tujuan mencapai efek yang lebih mendalam dan

penekanan yang sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.

Pewujudan gaya bahasa erotesis dalam NTLP dapat dilihat berikut:

Page 239: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

223

(237) Menduga–duga: apa ya yang dikerjakan kalau tidak sedang

bermain film tolol? Anjing siapakah yang digendongnya?

Apakah dia bisa mengaji? (SP: 99)

(238) Pulau Belitong tumpah darahku, terapung-apung tegar, tak

pernah lindap diganyang ombak dua samudera dahsyat

yang bergelora mengurungmu, Belitong yang kukuh tak

terkalahkan, kapankah aku akan melihatmu lagi? (SP: 221)

Gaya bahasa erotesis yang ditunjukkan contoh (237) dan (238)

diwujudkan melalui penggunaan pilihan kata yang berkelas kata interogatif

apa, siapa dan kapan yang ditambahkan dengan partikel -kah yang

berfungsi untuk memberi penegasan. Selain penggunaan kata interogatif,

gaya bahasa erotesis juga diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas

kata verba adakah dan adverbial akankah, contoh:

(239) Demikian indahkah hidup dilihat dari mata Arai? Beginikah

seorang pemimpi melihat dunia? (SP: 21)

(240) Adakah merekah telah semena-mena pada rezeki Tuhan

sehingga nanti terlunta-lunta seperti di kala Tuhan menguji

bangsa Lemuria? (LP: 38)

(241) Akankah bahasa mereka yang indah hilang ditelan zaman?

(LP: 165)

Ketiga bentuk pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang tidak

memerlukan jawaban secara langsung. Pertanyaan tersebut dilontarkan

tokoh aku untuk ditanyakan kepada dirinya sendiri sebagai bentuk

kepasrahan, kekecewaan, dan harapan.

Adapun pewujudan gaya bahasa erotesis pada NTNLM, juga dapat

dilihat pada contoh berikut:

(242) Ya Tuhan, apakah Ayah telah pergi? Apa ini kefanahan yang Engkau janjikan? Bahwa mati adalah kepastian paling pasti dalam hidup? Aku terpekur dengan perasaan berkecamuk. (RTW: 96)

Page 240: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

224

(243) Ya Tuhan, apakah memang sesusah ini mencari sesuap nasi ? (RTW: 113)

(244) Ya Tuhan, kenapa Engkau beri aku ujian berlipa-berlipat seperti ini? Di manakah kemudahan yang Engkau janjikan setelah kesukaran itu? Aku lelah sekali .(RTW: 140)

Gaya bahasa erotesis yang ditunjukkan pada contoh (242) sampai

dengan (244) diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas kata

interogatif apa, kenapa, dan di mana yang ditambahkan dengan partikel

-kah yang berfungsi untuk memberi penegasan. Penggunaan gaya

bahasa eretosis bertujuan mencapai efek yang lebih mendalam.

Pertanyaan-pertanyaan pada contoh-contoh tersebut, sebenanrnya

ditujukan kepada Allah SWT.

6) Gaya Bahasa Koreksio

Gaya bahasa koreksio/epanotesis adalah suatu gaya bahasa

yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian

memperbaikinya. Pewujudan gaya bahasa koreksio dalam NTLP dapat

dilihat pada contoh berikut.

(245) “Lima belas pesawat jet tempur F-16 musuh menderu-deru mencari helikopter! Ah, aku keliru, bukan lima belas! Dua puluh enam! Suaranya dahsyat, sesekali mereka menembakkan roket, bumi bergetar-getar!” (MK: 144)

(246) Ketika pingsan, aku tak sadar. Ah, bodoh sekali. Maksudku ketika pingsan, aku tahu bahwa aku sedang pingsan. Bodoh lagi. (MK: 475)

Contoh (245) dan (246) menunjukkan adanya penggunaan gaya

bahasa koreksio. Gaya bahasa tersebut diwujudkan dengan cara

memberikan pernyataan terlebih dahulu kemudian memberikan koreksi

terhadap hal yang telah dinyatakan. Contoh (245) menunjukkan koreksi

Page 241: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

225

yang diwujudkan melalui kelas kata numeralia sedangkan contoh (246)

koreksi diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas kata adjektiva.

2. Persamaan dan Perbedaan Pewujudan Gaya Bahasa dalam NTLP dan

NTNLM

Pada bagian ini akan diuraikan persamaan dan perbedaan

pewujudan gaya bahasa pada NTLP dan NTNLM. Kedua novel berseri

tersebut menunjukkan kesamaan, yakni ditemukannya empat jenis gaya

bahasa yang merupakan bagian dari gaya bahasa kiasan dan gaya

bahasa retoris dengan klasifikasi tertentu dan dengan jumlah penggunaan

yang lebih besar dari pada gaya bahasa lainnya. Pada NTLP ditemukan

gaya bahasa simile sebanyak 57 contoh, personifikasi sebanyak 12

contoh, metafora sebanyak 32 contoh, antonomasia sebanyak 12 contoh,

metonimi sebanyak 3 contoh, eponim sebanyak 3 contoh, gaya bahasa

hiperbola sebanyak 12 contoh dan erotesis sebanyak 3 contoh. Adapun

pada NTNLM ditemukan gaya bahasa simile sebanyak 24 contoh,

personifikasi sebanyak 18 contoh, metafora sebanyak 15 contoh,

antonomasia sebanyak 8 contoh, metonimi sebanyak 3 contoh, eponim

sebanyak 3 contoh, gaya bahasa hiperbola sebanyak 15 contoh, erotesis

sebanyak 3 contoh. Di samping kesamaan jenis gaya bahasa, terdapat

pula gaya bahasa yang hanya ditemukan pada salah satu novel berseri

tersebut. Gaya bahasa tersebut, yaitu gaya bahasa sarkasme,

paronomasia, litotes, asindeton, polisindeton dan koreksio masing-masing

sebanyak 3 contoh.

Page 242: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

226

Selanjutnya, berdasarkan persamaan dan perbedaan

penggunaan jenis gaya bahasa pada kedua novel berseri tersebut,

terdapat pula persamaan dan perbedaan dalam mewujudkan gaya bahasa

pada NTLP dan NTNLM. Persamaan dan perbedaan pewujudan gaya

bahasa kiasan dan gaya bahasa retoris pada NTLP dan NTNLM dapat

dilihat melalui tabel.

a. Gaya Bahasa Kiasan

1) Gaya Bahasa Simile

Berikut ini persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa

simile dalam NTLP dan NTNLM.

Page 243: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

227

Tabel 1.1 Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa Simile

Kelas Kata

Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa dalam Novel

NTLP NTNLM

Terbanding/

Hal yang dibandingkan

Pembanding

Terbanding/

Hal yang dibandingkan

Pembanding

Verba

Dasar bebas

Nomina fauna - -

Verba intransitif

(ber- dan meng-)

Nomina fauna Verba intransitif ber-

Nomina fauna

Verba reduplikasi

berubah bunyi

Nomina fauna - -

Verba berproses

gabung

Nomina fauna Verba berproses gabung

Nomina fauna

Nomina

Nomina anggota

tubuh

Nomina fauna Nomina anggota Nomina fauna

Nomina flora

Tubuh

Nomina flora

Verba

Penggunaan

afiks se-

Nomina bunyi Nomina fauna Nomina bunyi Nomina bunyi

Nomina persona

Nomina fauna Nomina persona Nomina fauna

Nomina nama

diri

- -

Nomina fauna Nomina fauna - -

Pronomina Pronomina

persona pertama

tunggal

Nomina fauna -

-

Pronomina

persona pertama

jamak

Nomina fauna Pronomina persona pertama jamak

Nomina fauna

Pronomina

persona ketiga

tunggal

Nomina fauna -

- Nomina nama

diri

Pronomina

persona ketiga

jamak

Nomina fauna -

- Nomina

wilayah

Adjektiva

Adjektiva

Nomina fauna - -

Nomina benda

alam

- -

Nomina

berkarakter

keras

-

-

Page 244: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

228

Persamaan pewujudan gaya bahasa simile kedua novel berseri

tersebut terlihat pada pilihan kata yang berkelas kata verba, nomina, dan

pronomina. Gaya bahasa simile berdasarkan pilihan kata yang berkelas

kata verba diwujudkan melalui verba intransitif (ber- dan meng-) dan

verba berproses gabung (prefiksasi ber- dan meng- + reduplikasi) sebagai

terbanding sedangkan pembanding diisi oleh nomina fauna. Selanjutnya,

gaya bahasa simile berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata nomina

diwujudkan melalui nomina anggota tubuh, nomina bunyi, dan nomina

persona sebagai terbanding. Adapun pewujudan gaya bahasa simile

berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata pronomina, yakni dengan

pronomina persona pertama jamak sebagai terbanding dan nomina fauna

sebagai pembanding.

Perbedaan pewujudan gaya bahasa simile kedua novel berseri

tersebut terlihat pula pada pilihan kata yang berkelas kata verba, nomina,

pronominal, dan adjektiva. Pada NTLP, tampak gaya bahasa simile

berdasarkan kelas kata verba itu diwujudkan melalui verba dasar bebas

dan verba reduplikasi berubah bunyi sebagai terbanding dan nomina

fauna sebagai pembanding dan ini tidak ditemukan dalam NTNLM.

Selanjutnya, berdasarkan kelas kata nomina, perbedaan itu juga terlihat

melalui pewujudan gaya bahasa berdasarkan nomina fauna sebagai

terbanding dan nomina fauna sebagai pembanding yang hanya ditemukan

pada NTLP tidak pada NTNLM. Adapun berdasarkan pilihan kata

pronomina, perbedaan itu tampak melalui keketatan pewujudan gaya

Page 245: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

229

bahasa simile pada NTLP. Pada NTLP gaya bahasa simile diwujudkan

melalui pronomina persona pertama tunggal, pronomina persona ketiga

tunggal, dan pronominal persona ketiga jamak sebagai terbanding dan

nomina fauna serta nomina nama diri dan nomina wilayah sebagai

pembanding dan ini tidak dijumpai pada NTNLM. Begitu pun halnya pada

pilihan kata yang berkelas kata adjektiva, gaya bahasa simile tersebut

diwujudkan melalui adjektiva sebagai terbanding dan nomina fauna,

benda alam, dan nomina berkarakter keras sebagai terbanding dan hanya

ditemukan dalam NTLP .

2) Gaya Bahasa Personifikasi

Persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa

personifikasi dalam NTLP dan NTNLM dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.2 Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa Personifikasi

Kelas Kata

Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa dalam Novel

Cara Berpersonifikasi

dalam NTLP

Cara Berpersonifikasi

dalam NTNLM

Nomina

Nomina anggota tubuh

Verba transitif meng-

Verba transitif meng-

Verba intransitif ber-

dan meng-

Verba proses gabungan

Nomina benda alam Verba intransitif meng-

Verba pasif di-

Nomina benda langit Verba transitif meng- Verba intransitif meng-

Nomina tidak konkret Verba transitif meng- -

Nomina fenomena alam

- Verba berproses gabung

Persamaan pewujudan gaya bahasa personifikasi pada NTLP dan

NTNLM terlihat pada pilihan kata yang berkelas kata nomina. Gaya

Page 246: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

230

bahasa personifikasi diwujudkan melalui nomina anggota tubuh, nomina

benda alam, dan nomina benda langit. Namun, ada perbedaan yang

ditemukan dari segi cara kedua pengarang novel berseri tersebut

berpersonifikasi. Pada NTLP, gaya bahasa personifikasi yang diwujudkan

melalui kelas kata nomina tersebut dipersonifikasikan secara ketat, yakni

melalui verba transitif dan intransitif meng-. Adapun pada NTNLM, gaya

bahasa personifikasi yang diwujudkan melalui kelas kata nomina tersebut

dipersonifikasikan lebih longgar tetapi lebih kreatif melalui verba transitif

meng-, intransitif ber- dan meng-, verba berproses gabung, dan verba

pasif di-.

Selain perbedaan cara berpersonifikasi, perbedaan lain yang

ditemukan, yakni perihal pilihan kata nomina yang digunakan. Pada NTLP

gaya bahasa personifikasi juga diwujudkan melalui kelas kata nomina

tidak konkret sedangkan pada NTNLM gaya bahasa personifikasi juga

diwujudkan melalui kelas kata nomina fenomena alam.

Page 247: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

231

3) Gaya Bahasa Metafora

Persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa metafora

dalam NTLP dan NTNLM dapat dilihat melalui tabel berikut.

Tabel 1.3 Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa Metafora

Kelas Kata

Pewujudan Gaya Bahasa

NTLP NTNLM

Nomina

Nomina anggota tubuh -

Nomina benda alam -

Nomina benda langit -

Nomina abstrak -

Nomina nama diri Nomina nama diri

Nomina sapan khas jenis

kelamin

-

Nomina tempat -

Nomina wilayah -

- Nomina sapaan kekerabatan

Pronomina

Pronomina persona

pertama tunggal

Pronomina persona

pertama tunggal

Pronomina persona

pertama jamak

Pronomina persona

pertama jamak

Pronomina persona

ketiga tunggal

Pronomina persona

ketiga tunggal

Persamaan pewujudan gaya bahasa metafora antara NTLP dan

NTNLM, yaitu keduanya sama-sama diwujudkan melalui pilihan kata yang

berkelas kata nomina khusus nomina nama diri, pilihan kata yang berkelas

kata pronomina, yaitu pronomina persona pertama tunggal, pronomina

persona pertama jamak, dan pronomina persona ketiga tunggal, serta

pilihan kata yang berkelas kata demonstratif.

Adapun perbedaan kedua novel berseri tersebut terletak pada

pilihan kata yang berkelas kata nomina. Pada NTLP, Andrea Hirata terlihat

Page 248: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

232

lebih kreatif dalam mewujudkan gaya bahasa metafora berdasarkan

pilihan kata yang berkelas kata nomina dibandingkan Ahmad Fuadi.

Andrea Hirata dalam NTLP mewujudkan gaya bahasa metafora

berdasarkan pilihan kata yang berkelas kata nomina yang tampak

berbeda dari NTNLM, yaitu melalui nomina anggota tubuh, benda alam,

benda langit, nomina abstrak, nomina sapaan jenis kelamin, nomina

tempat dan nomina wilayah.

4) Gaya Bahasa Antonomasia

Persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa

antonomasia dalam NTLP dan NTNLM dapat dilihat melalui tabel berikut.

Tabel 1.4 Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa Antonomasia

Kelas Kata

Pewujudan Gaya Bahasa

NTLP NTNLM

Nomina Nomina Nomina

Artikula

Sang + nomina fauna Sang + nomina pangkat

Si + adjektiva nomina nama orang

Si + nomina nama orang

Gaya bahasa antonomasia kedua novel berseri tersebut memiliki

persamaan pada pewujudan gaya bahasa berdasarkan pilihan kata yang

berkelas kata artikula. Pada kedua novel berseri tersebut, kelas kata

artikula sama-sama diwujudkan melalui bentuk kata sang dan si. Namun,

artikula tersebut diikuti nomina serta adjektiva yang berbeda.

Perbedaan NTLP dan NTNLM tersebut terletak pada kekreatifan

Andrea Hirata dalam bergaya bahasa. Andrea Hirata dalam NTLP

mewujudkan gaya bahasa antonomasia secara lebih kreatif melalui pilihan

Page 249: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

233

kata yang berkelas kata nomina, pronomina. dan artikula sedangkan

Ahmad Fuadi dalm NTNLM mewujudkan gaya bahsa antonomasia melalui

pilihan kata yang berkelas kata artikula.

5) Gaya Bahasa Metonimi

Persamaan pewujudan gaya bahasa metonimi dalam NTLP dan

NTNLM dapat dilihat melalui tabel berikut.

Tabel 1.5 Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa Metonimi

Kelas kata

Pewujudan Gaya Bahasa

NTLP NTNLM

Nomina Nomina transportasi Nomina transportasi

6) Gaya Bahasa Eponim

Persamaan pewujudan gaya bahasa eponim dalam NTLP dan

NTNLM dapat dilihat melalui tabel berikut.

Tabel 1.6 Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa Eponim

Kelas kata

Pewujudan Gaya Bahasa

NTLP NTNLM

Nomina Nomina nama orang Nomina nama orang

Adapun persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa

retoris pada dua novel berseri Laskar Pelangi dan Negeri 5 Menara dapat

dilihat melalui tabel dan uraian di bawah ini.

Page 250: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

234

b. Gaya Bahasa Retoris

1) Gaya Bahasa Hiperbola

Persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa

hiperbola dalam NTLP dan NTNLM dapat dilihat melalui tabel berikut.

Tabel 1.7 Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa Hiperbola

Kelas kata

Pewujudan Gaya Bahasa

NTLP NTNLM

Nomina

Nomina anggota tubuh

Verba intransitif meng

Verba intransitif meng-

Verba berproses gabung

Adjektiva

Nomina tidak konkret

Verba intransitif meng- -

Verba berproses gabung

-

Nomina bersuara - Verba intransitif meng-

Pronomina

Pronomina persona pertama tunggal

Verba intransitif meng-

-

Verba - Nomina tidak konkret

Persamaan pewujudan gaya bahasa hiperbola pada kedua novel

berseri, yakni keduanya sama-sama diwujudkan melalui pilihan kata yang

berkelas kata nomina anggota tubuh. Akan tetapi pengungkapannya

dengan cara berhiperbola yang berbeda. Pada NTLP, pilihan kata yang

berkelas kata nomina anggota tubuh berhiperbola dengan verba intransitif

meng- sedangkan pada NTNLM, Ahmad Fuadi terlihat lebih kreatif dengan

mewujudkan nomina anggota tubuh yang berhiperbola melalui verba

intransitif meng-, verba berproses gabung, dan adjektiva. Di samping itu,

perbedaan lain yang tampak adalah pada NTLP gaya bahasa hiperbola

juga diwujudkan melalui pilihan kata nomina tidak konkret yang

Page 251: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

235

berhiperbola dengan verba intransitif meng- dan proses berproses

gabung sedangkan pada NTNLM gaya bahasa hiperbola hanya

diwujudkan melalui pilihan kata nomina bunyi yang berhiperbola dengan

verba intransitif meng-.

Perbedaan selanjutnya terlihat pada pewujudan gaya bahasa

hiperbola melalui pilihan kata kelas kata verba yang hanya ditemukan

pada NTNLM. Gaya bahasa hiperbola yang diwujudkan melalui kelas kata

verba ini berhiperbola dengan nomina tidak konkret. Adapun gaya bahasa

hiperbola yang diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas kata

pronomina, hanya ditemukan pada NTLP yang berhiperbola melalui

nomina intransitif meng-.

2) Gaya Bahasa Erotesis

Persamaan dan perbedaan pewujudan gaya bahasa erotesis dalam

NTLP dan NTNLM dapat dilihat melalui tabel berikut.

Tabel 1.8 Perbandingan Pewujudan Gaya Bahasa Erotesis

Pewujudan Gaya Bahasa

NTLP NTNLM

Interogatif Interogatif

Persamaan pewujudan gaya bahasa erotesis dalam NTLP dan

NTNLM yakni sama-sama diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas

kata interogatif. Adapun perbedaan yang tampak pada novel berseri

Laskar Pelangi, yakni ditemukan gaya bahasa erotesis yang bukan hanya

Page 252: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

236

diwujudkan dengan kata tanya penanda interogatif melainkan juga dengan

pilihan kata yang berkelas kata verba dan adverbial.

Page 253: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

237

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Karya sastra merupakan karya hasil imajinasi, ekspresi, pikiran,

dan perasaan pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan melalui

media bahasa. Setiap pengarang mendayagunakan kemampuan

berbahasa yang dimilikinya secara berbeda-beda. Persamaan dan

perbedaan penggunaan bahasa Andrea Hirata dan Ahmad Fuadi dapat

dilihat dalam NTLP dan NTNLM.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dalam

NTLP ditemukan delapan jenis gaya bahasa kiasan, yaitu (1) simile, (2)

personifikasi, (3) metafora, (4) metonimi, (5) sarkasme, (6) antonomasia,

(7) eponim, dan (8) paronomasia dan enam jenis gaya bahasa retoris,

yaitu (1) hiperbola, (2) litotes, (3) asindeton, (4) polisindenton, (5) erotesis,

dan (6) koreksio. Selanjutnya, dalam NTNLM ditemukan enam jenis gaya

bahasa kiasan, yaitu (1) simile, (2) personifikasi, (3) metafora,

(4) metonimi, (5) antonomasia, dan (6) eponim, dan dua jenis gaya

bahasa retoris, yaitu (1) hiperbola dan (2) erotesis. Gaya bahasa tersebut

diwujudkan melalui sembilan jenis kelas kata yang digunakan sebagai

pilihan katanya. Sembilan jenis kelas kata tersebut, yaitu (1) nomina, (2)

verba, (3) adjektiva, (4) pronomina, (5) interogatif, (6) numeralia (7)

artikula, (8) konjungsi, dan (9) adverbia.

237

Page 254: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

238

Berdasarkan analisis pewujudan gaya bahasa pada kedua novel

berseri yang memiliki tema utama yang sama tersebut, secara umum

dapat disimpulkan bahwa Andrea Hirata dalam NTLP dan Ahmad Fuadi

dalam NTNLM sama-sama menggunakan gaya bahasa simile,

personifikasi, metafora, dan hiperbola dengan intensitas pemakaian yang

lebih tinggi daripada gaya bahasa kiasan dan gaya bahasa retoris lainnya.

Persentase penggunaan gaya bahasa pada NTLP, yaitu gaya bahasa

simile sebesar 50%, personifikasi 11%, metafora 28%, dan hiperbola 11%

sedangkan pada NTNLM, yaitu gaya bahasa simile sebesar 33%,

personifikasi 25%, metafora 21%, dan hiperbola 21%.

Berdasarkan persentase tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pada kedua novel berseri itu, gaya bahasa simile merupakan gaya bahasa

dengan intensitas penggunaan yang lebih besar daripada gaya bahasa

lainnya. Gaya bahasa kiasan simile dalam NTLP dan NTNLM sama-sama

diwujudkan melalui kelas kata verba, nomina, dan pronomina. Namun,

berdasarkan pewujudan gaya bahasa simile tersebut, Andrea Hirata

dalam NTLP terlihat bersimile lebih kreatif daripada Ahmad Fuadi dalam

NTNLM. Andrea Hirata mewujudkan gaya bahasa simile melalui kata-kata

yang menyatakan perbandingan, yaitu: seperti, laksana, seumpama, tak

ubahnya, bak, dan persis sedangkan Ahmad Fuadi mewujudkan gaya

bahasa simile melalui kata-kata yang menyatakan perbandingan, yaitu

kata seperti, bagai, dan penggunaan prefiks se-. Selain itu, Andrea Hirata

dalam NTLP secara lebih ketat mewujudkan gaya bahasa simile dengan

Page 255: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

239

posisi pembanding yang dominan diisi oleh nomina fauna yakni sebesar

69% sedangkan Ahmad Fuadi dalam NTNLM mewujudkan gaya bahasa

simile dengan posisi pembanding yang diisi oleh nomina fauna secara

lebih longgar.

Adapun gaya bahasa kiasan personifikasi juga ditemukan dalam

NTLP dan NTNLM yang diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas

kata nomina. Perbedaan kedua novel berseri tersebut terletak pada cara

pengarang berpersonifikasi. Andrea Hirata dalam NTLP berpersonifikasi

secara lebih ketat sedangkan Ahmad Fuadi berpersonifikasi lebih longgar.

Keketatatan yang dimaksud adalah penggunaan verba transitif dan

intransitif meng- yang terwujud secara konsisten. Selanjutnya, Ahmad

Fuadi berpersonifikasi secara lebih kreatif daripada Andrea Hirata. Ini

dapat dikatakan demikian karena gaya bahasa personifikasi tersebut tidak

hanya diwujudkan melalui verba transitif dan intransitif meng- tetapi juga

melalui verba transitif dan intransitif meng- dan ber-, verba pasif di- dan

verba berproses gabung.

Selanjutnya, gaya bahasa metafora pada kedua novel berseri

tersebut juga sama-sama diwujudkan melalui pilihan kata yang berkelas

kata nomina dan pronomina. Namun, Andrea Hirata dalam NTLP terlihat

bermetafora dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Ahmad Fuadi dalam NTNLM. Pada pilihan kata nomina tersebut, Andrea

Hirata bermetafora secara lebih variatif daripada Ahmad Fuadi. Gaya

bahasa metafora dalam NTLP diwujudkan melalui nomina anggota tubuh,

Page 256: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

240

nomina benda alam, nomina benda langit, nomina abstrak, nomina nama

diri, nomina sapaan khas jenis kelamin, nomina tempat, dan nomina

wilayah. Adapun dalam NTNLM gaya bahasa metafora diwujudkan

melalui nomina nama diri dan nomina sapaan kekerabatan.

Selain gaya bahasa kiasan, pada NTLP dan NTNLM juga

ditemukan gaya bahasa retoris, yaitu gaya bahasa hiperbola. Pada kedua

novel berseri tersebut, gaya bahasa hiperbola sama-sama diwujudkan

dengan hiperbola yang bersifat kualitatif melalui pilihan kata yang berkelas

kata nomina khusus dan nomina anggota tubuh. Pada kelas kata nomina

anggota tubuh tersebut, Ahmad Fuadi dalam NTNLM terlihat berhiperbola

secara lebih variatif melalui verba intransitif meng-, verba berproses

gabung dan adjektiva sedangkan Andrea Hirata dalam NTLP hanya

berhiperbola melalui verba intransitif meng-.

Selanjutnya, gaya bahasa kiasan dan gaya bahasa retoris

dengan intensitas penggunaan yang tidak terlalu tinggi, yang ditemukan

dalam NTLP dan NTNLM, yaitu gaya bahasa metonimi, antonomasia,

eponim, dan erotesis. Adapun gaya bahasa kiasan dan gaya bahasa

retoris dengan intensitas penggunaan yang tidak terlalu tinggi dan hanya

ditemukan dalam NTLP, yaitu gaya bahasa sarkasme, paranomasia,

litotes, asindeton , polisindenton, dan koreksio.

Berdasarkan simpulan penelitian yang telah diuraiakan tersebut,

dapat dikatakan bahwa Andrea Hirata dalam gaya bahasa simile

mengisahkan ide-ide ceritanya melalui pilihan kata yang berkelas kata

Page 257: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

241

nomina fauna secara ketat. Keketatan ini dapat dilihat berdasarkan

intensitas penggunaan nomina fauna yang lebih besar dibandingkan

nomina yang lain, yaitu sebesar 69%. Kekhasan pemakaian bahasa

tersebut tentu saja tidak terlepas dari faktor sosiokultural dan pendidikan

pengarangnya. Selain itu, Andrea Hirata mengungkap ide dan

gagasannya melalui gaya bahasa yang kreatif. Kekreatifan tersebut dapat

dilihat pada variasi jenis gaya bahasa yang ditemukan dalam NTLP.

Andrea Hirata berupaya mengeksplorasi kemampuan bergaya bahasa

yang dimilikinya melalui penggunaan gaya bahasa yang lebih variatif.

Adapun Ahmad Fuadi menunjukkan kekreatifannya melalui gaya

bahasa personifikasi yang diwujudkan melalui kelas kata verba yang

bervariasi. Ahmad Fuadi dalam NTNLM tampak mendayagunakan

kemampuan berbahasa yang dimilikinya dengan menggunakan pilihan

kata yang lebih mudah dipahami oleh pembaca.

B. Saran

Kajian stilistika terhadap karya sastra novel dan puisi memiliki

peranan yang sangat penting bagi kemajuan studi stilistika di Indonesia,

khususnya di Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Studi

stilistika ini mampu menemukan perihal pendayagunaan kemampuan

berbahasa yang dimiliki oleh pengarang dalam menuliskan karya-

karyanya. Kajian stilistika berupaya menemukan ciri kebahasaan yang

khas dari pengarang dengan objek berupa novel atau puisi. Terkait

Page 258: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

242

dengan kajian stilistika ini, terdapat beberapa hal yang menjadi saran

untuk pembaca dan untuk penelitian selanjutnya. Beberapa saran yang

dimaksudkan adalah:

1. Kajian stilistika terhadap karya sastra NTLP dan NTNLM masih

terbuka untuk diteliti lebih lanjut, terutama pada pewujudan gaya

bahasa berdasarkan pembagian jenis gaya bahasa lainnya.

2. Karya sastra, khususnya NTLP terdiri atas empat buah novel, yaitu

Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.

Adapun NTNLM terdiri atas tiga buah novel, yaitu: Negeri 5 Menara,

Ranah 3 Warna, dan Rantau 1 Muara. Kedua novel berseri tersebut

sangat kaya dengan unsur-unsur kebahasaan dan sangat

memungkinkan untuk diteliti lebih lanjut dengan penangan yang lebih

dalam dan luas, terutama mengenai analisis jenis gaya bahasa dan

pewujudan gaya bahasa tersebut.

Page 259: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

243

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. 1976. The Mirror and The Lamp : Romantic Theory and The Critical Tradition. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Ali, Sopyan. ”Kajian Stilistika Pragmatik Gaya Bahasa pada Puisi Shaykh

Hamza Yusuf Hanson”. Jurnal Ilmiah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Diunduh pada tanggal 23 Maret 2017 pada situs https://Www.Academia.Edu/12171715/Kajian_Stilistika_Pragmatik_Gaya_Bahasa_Pada_Puisi_Shaykh_Hamza_Yusuf_Hanson .

Aminuddin. 1995. Stilistika : Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.

Anonim. 2016. ”Pengertian, Jenis, Ciri-ciri dan Unsur-unsur Novel” . http://www.seputarilmu.com/2016/02/pengertian-11-jenis-ciri-ciri-dan-unsur.html . Diunduh pada tanggal 02 Maret 2017.

_________. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru.

Arianti, Ganik. 2011. Hubungan Intertekstual antara Novel Negeri Lima Menara Karya A. Fuadi dan Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata.Skripsi. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bressler, Charles E. 1999. Literary Criticism : An Introduction to Theory and Practice. Second Edition. New Jersey: Prentice Hall, Upper Saddle River.

Child, Peter and Roger Fowler. 2006. The Routledge Dictionary of Literary Terms. London and New York: Routledge.

Crystal, David. 2000. New Perspectives of Language Study 1 : Stylistics. University of Reading: Department of Linguistiks Science.

Darwis, Muhammad. 1998. “Penyimpangan Gramatikal dalam Puisi Indonesia”.(Disertasi). Makassar: PPS.Unhas.

________________. 2002. “Pola-Pola Gramatikal dalam Puisi Indonesia”. Jurnal ilmiah nasional terakreditasi Dikti. Mayarakat Linguistik Indonesia volume 20. Nomor.1

________________.2009.“Kelainan Ketatabahasaan dalam Puisi Indonesia: Kajian Stilistika”. Diunduh pada pukul 14.00, tanggal 17 Februari 2017 pada situs www.respository.unhas.ac.id.

Fuadi, Ahmad. 2009. Negeri 5 Menara. Jakarta: Gramedia.

____________. 2011. Ranah 3 Warna. Jakarta: Gramedia.

Page 260: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

244

____________.2013. Rantau 1 Muara. Jakarta: Gramedia.

Faruk.1994. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik Sampai Post Modernisme.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hermoyo, Panji. 2015. ”Analisis Kritik Sastra Puisi Surat Kepada Bunda:Tentang Calon Menantunya Karya W.S. Rendra”. Didaktis, Vol 15, No.1.

Hirata A. 2005. Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

_______. 2006. Sang Pemimpi. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

_______. 2007. Edensor. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

_______. 2008. Maryamah Karpov. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Jassin, H.B. 1979. Tifa Penyair dan Daerahnya. Jakarta: Gunung Agung.

Junus, Umar. 1989. Stilistik: Suatu Pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia.

Keraf, Gorys. 1990. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

__________________. 2008. Kamus Linguistik. Ed. IV. Jakarta: PT Gramedia Pustka Utama.

Leech, Geoffrey dan Michael H.Short. 1993. (diterjemahkan oleh umar Junus). Gaya dalam Cerita Rekaan: Penerapan Linguistik dalam Prosa Cereka Inggris. Dewan Bahasa dan Pustaka: Selangor.

Marini, Eko. 2010. “Analisis Stilistika Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”.(Tesis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Missikova, Gabriela. 2003. Linguistiks Stylistics. Nitra: Filozoficka Fakulta Univerzita Konstantina Filozofa.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa Tahap Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grapindo Persada.

Muslich, Masnur. 2010. Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 261: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

245

_________________2014.Stilitika.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nuryadi. 2011. “Bahasa dalam Masyarakat: Suatu Kajian Sosiolinguistik”. Jurnal Makna, Volume 1. Nomor 2.

Pradopo, Rahmat Djoko. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Univeristas Gajah Mada.

____________________. 1997. Prinsip-prinsip Kritik Sastra: Teori dan Penerapannya.Yogyakarta: Gadja Mada University Press.

Prasetyo, Dwi Jalu. 2014. “Studi Komparasi Novel Lakar Pelangi karya Andrea Hirata dan Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi (Pendekatan Strukturalisme Robert Stanton)”. (Skripsi). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Putri, Inieke Kusuma. 2013. “Analisis Gaya Bahasa Hiperbola dan Personifikasi pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi”. (Skripsi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rahmawati. 2012. “Gaya Bahasa Andrea Hirata dalam Dwilogi Padang

Bulan: Kajian Stilistika”. (Tesis). Makassar: PPS. Unhas. Ramlan. 2001. Morfologi Suatu Tinjauan Deskripsi. Yogyakarta: CV

Karyono Ratna, Nyoman Kutha. 2016. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan

Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rismayanti. 2016. “Gaya Bahasa dalam Novel “Khadijah” Karya Sibel Eraslan”.(Tesis). Makassar. PPS Unhas.

Sayuti, Suminto A. 2001. ”Penelitian Stilistika : Beberapa Konsep

Pengantar”. Dalam Jabrohim (Ed) Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita.

Shipley, Joseph T. 1979. Dictionary of World Literature: Forms,

Technique, Critics. USA: Boston The Writer, Inc. Simpson, Paul. 2004. Stylistics : A Resource Book for Student. New York:

Roudledge. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yoyakarta: Duta Wacana University Press.

Page 262: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

246

Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&d. Bandung: Alfabeta.

Suharjono, Dadi Waras. “Ragam Bahasa dalam Bahasa Indonesia”. Universitas Mercu Buana. Diakses melalui website www.mercubuana.ac.id pada tanggal 25 Juli 2017.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa.Bandung:

Angkasa

Teeuw, A. 1984. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan.

Diterjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta: Gramedia. Widdowson H.G. 1997. Stilistika dan Pengajaran Sastra. Diterjemahkan

oleh Sudijah. Surabaya: Airlangga University Press.

Page 263: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

247

LAMPIRAN

A. Tentang pengarang

ANDREA HIRATA

Andrea Hirata Seman Said Harun yang lebih dikenal dengan nama

Andrea Hirata merupakan anak keempat dari pasangan Seman Said

Harunayah dan NA Masturah. Andrea lahir di sebuah desa yang letaknya

cukup terpelosok di pulau Belitong, pada 24 Oktober Oktober 1982.

Tinggal di sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup

mempengaruhi pribadi Andrea sedari kecil. Andrea mengaku lebih banyak

mendapatkan motivasi dari keadaan di sekelilingnya yang banyak

memperlihatkan keperihatinan.

Seperti yang diceritakannya dalam novel Laskar Pelangi, Andrea

kecil bersekolah di sebuah sekolah yang kondisi bangunannya sangat

mengenaskan dan hampir rubuh yang bernama SD Muhamadiyah.

Kondisi SD Muhamadiyah cukup memperihatinkan, di sekolah tersebut

Andrea bertemu dengan seorang guru yang hingga kini sangat

dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah. Perubahan dalam kehidupan

Page 264: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

248

Andrea terjadi karena motivasi dan hasil didikan Bu Muslimah. Sosok

Muslimah menurut Andrea sangat menginspirasi hidupnya. Menjadi

seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok Bu Muslimah. Sejak

kelas 3 SD, Andrea telah membulatkan niat untuk menjadi penulis yang

menggambarkan perjuangan Bu Muslimah sebagai seorang guru.

Setelah tamat dari SMA Negeri di Belitong, Andrea merantau ke

jawa untuk menggapai cita-citanya sebagai seorang penulis dan

melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Saat berada di kapal laut,

Andrea mendapatkan saran dari sang nahkoda untuk tinggal di daerah

Ciputat. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus

agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah

mengantarkan dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas

memulai kehidupan barunya di kota hujan tersebut. Beruntung bagi

dirinya, Andrea mampu memperoleh pekerjaan sebagai penyortir surat di

kantor pos Bogor.

Dengan penuh perjuangan, Andrea berhasil masuk ke Universitas

Indonesia di Fakultas Ekonomi. Setelah menamatkan dan memperoleh

gelar sarjana di UI, Andrea kemudian mendapatkan beasiswa Uni Eropa

untuk studi Master of Science di Université de Paris, Sorbonne, Perancis

dan Sheffield Hallam University, United Kingdom. Tesis Andrea dalam

bidang ekonomi telekomunikasi mendapatkan penghargaan dari kedua

Universitas tersebut dan ia pun lulus dengan nilai cumlaude. Setelah

kembali ke tanah air, Andrea bekerja di PT Telkom tepatnya tahun 1997.

Page 265: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

249

Novel pertama yang berjudul Laskar Pelangi telah membawa

nama Andrea Hirata ke puncak kejayaan sebagai seorang novelis

berprestasi yang mampu menggugah hati para pembacanya. Novel

Laskar pelangi memotret dunia pendidikan dan kehidupan sekolah dengan

semangat realitas dan humanis yang sangat menyentuh. Novel kedua,

Sang Pemimpi, Andrea mengungkap mimpi dua anak Melayu Kampung,

Ikal dan Arai. Novel ketiga Edensor bercerita tentang keberanian

bermimpi, kekuatan cinta, pencarian diri sendir, dan penaklukan-

penaklukan yang gagah berani. Novel keempat dalam rangka empat karya

tetralogi Laskar Pelangi adalah Maryamah Karpov. Dalam novel

Maryamah Karpov, Andrea berkisah tentang perempuan dari sudut

pandang yang berbeda dengan intelegensia yang meluap-luap.

Page 266: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

250

AHMAD FUADI

Ahmad Fuadi lahir di Nagari Bayur Maninjau, Sumatera Barat, 30

Desember 1972. Ahmad Fuadi adalah seorang novelis, praktisi

konservasi, dan wartawan. Beliau termasuk seorang yang punya motivasi

tinggi dan seorang yang pekerja keras. Orang tuaya berprofesi sebagai

guru, ibunya guru SD sedangkan ayahnya adalah guru sekolah madrasah.

Masa pendidikan SD dan SMP ia jalani di tanah kelahirannya, yakni

di Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Atas permintaan ibunya, Ahmad

Fuadi melanjutkan pendidikan menengahnya di KMI Pondok Modern

Darussalam Gontor, Ponorogo tahun 1988 dan lulus tahun 1992. Di sana

dia bertemu dengan kiai dan ustad yang diberkahi keikhlasan

mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat. Bermodalkan doa dan manjadda

wajada, dia mengadu untung di UMPTN. Jendela baru langsung terbuka.

Dia diterima di jurusan Hubungan Internasional, Universitas Padjajaran

(UNPAD) Bandung dan lulus pada tahun 1997. Semasa kuliah, Fuadi

pernah mewakili Indonesia ketika mengikuti program Youth Exchange

Program di Quebec, Kanada (1995-1996). Di ujung masa kuliah di

Page 267: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

251

Bandung, Fuadi mendapat kesempatan kuliah satu semester di National

University of Singapore dalam program SIF Fellowship (1997).

Lulus kuliah, dia mendengar majalah favoritnya Tempo kembali

terbit setelah Soeharto jatuh. Sebuah jendela baru tersibak lagi, Tempo

menerimanya sebagai wartawan pada tahun 1998. Kelas jurnalistik

pertamanya dijalani dengan tugas-tugas reportase di bawah pengawasan

para wartawan kawakan Indonesia. Selanjutnya, jendela-jendela dunia

lain bagai berlomba-lomba terbuka. Setahun kemudian, dia mendapat

beasiswa Fulbright untuk program S2 di School of Media and Public

Affairs, George Washington University pada tahun 2001. Merantau ke

Washington DC bersama Yayi (Danya Dewanti) istrinya yang juga

wartawan Tempo adalah mimpi masa kecilnya yang menjadi kenyataan.

Di samping kuliah, mereka menjadi koresponden Tempo dan

wartawan VOA. Berita bersejarah seperti peristiwa 11 September

dilaporkan mereka berdua secara langsung dari Pentagon, White House

dan Capitol Hill. Tahun 2004, jendela dunia lain terbuka lagi ketika dia

mendapatkan beasiswa Chevening untuk belajar di Royal Holloway,

University of London untuk bidang film dokumenter. Kini, pecinta fotografi

ini menjadi Direktur Komunikasi di sebuah NGO konservasi: The Nature

Conservancy pada tahun 2007 sampai sekarang.

Novel Negeri 5 Menara adalah karya pertamanya dan merupakan

salah satu bagian dari trilogi Negeri 5 Menara dengan kekuatan doa

manjadda wajada yang artinya barang siapa yang bersungguh-sungguh,

Page 268: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

252

akan berhasil. Novel tersebut menceritakan tentang kegigihan seseorang

dalam meraih mimpi. Novel-novel yang ditulis Ahmad Fuadi berniat

merayakan sebuah pengalaman menikmati atmosfir pendidikan yang

sangat inspiratif. Begitupun dengan novel keduanya yang berjudul Ranah

3 Warna dengan kekuatan doa man shabara zhafira yang artinya siapa

yang bersabar akan beruntung, masih mengisahkan tentang perjuangan

tokoh Alif dalam mewujudkan mimipinya seperti Habibie dan novel ketiga

yang berjudul Rantau 1 Muara dengan kekuatan doa man saara ala darbi

washala yang artinya siapa yang berjalan dijalannya, akan sampai tujuan.

Novel terakhir dari trilogi Negeri 5 Menara ini bercerita tentang perjalanan

Alif dalam pencarian besar seorang manusia, yaitu meminta, belahan jiwa,

dan makna hidup. Perjalanan Alif ini pun dimulai ketika Alif lepas dari

pendidikan kuliah dan mencari pekerjaan di era yang salah.

Page 269: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

253

B. Sinopsis

TETRALOGI LASKAR PELANGI

Page 270: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

254

Laskar Pelangi

Kisah ini berasal dari sebuah daerah di Belitung, yakni di SD

Muhammadiyah. Saat itu menjadi saat yang menegangkan bagi anak-

anak yang ingin bersekolah di SD Muhammadiyah. Kesembilan murid,

yaitu Ikal, Lintang, Sahara, A Kiong, Syahdan, Kucai, Borek, Trapani

tengah gelisah lantaran SD Muhammadiyah akan ditutup jika murid yang

bersekolah tidak genap sepuluh orang. SD Muhammadiyah adalah SD

islam tertua di Belitung, di sekolah inilah anak-anak yang berasal dari

kalangan kurang mampu dari segi materi bisa mengenyam pendidikan,

sehingga jika ditutup harapan anak-anak miskin tersebut untuk mencicipi

ilmu pengetahuan akan pupus.

Saat semua tengah gelisah datanglah Harun, seorang anak dengan

keterbelakangan mental. Ia menyelamatkan ke sembilan temannya yang

ingin bersekolah serta menyelamatkan berdirinya SD Muhammadiyah

tersebut. Dari sinilah kisah di sekolah SD Muhammadiyah itu dimulai.

Berawal dari penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak

Harfan, perkenalan luar biasa dengan A Kiong, kejadian bodoh yang

dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh

Kucai, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta

pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda

80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah.

Semua kejadian tersebut sangat menghiasi kehidupan kesepuluh

anak yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Laskar Pelangi. Bu

Page 271: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

255

Mus merupakan guru terbaik yang mereka milikilah, Bu Mus adalah sosok

perempuan tangguh dan hebat yang dengan ikhlas mendidik mereka.

Laskar Pelangi adalah nama yang diberikan Bu Mus kepada mereka

karena bu Mus tahu mereka semua sangat menyukai pelangi. Susah

maupun senang mereka lalui di dalam kelas yang menurut cerita pada

malam harinya kelas tersebut dijadikan kandang bagi hewan ternak. Di SD

Muhammadiyah itulah Ikal dan kawan-kawannya memiliki segudang

kenangan yang menarik.

Salah satu kisah menarik tersebut adalah kisah percintaan antara

Ikal dan A Ling yang berawal ketika Ikal disuruh oleh Bu Mus untuk

membeli kapur di tokoh milik keluarga A Ling. Ikal jatuh cinta pada kuku A

Ling yang indah. Ia tidak pernah menjumpai kuku seindah itu. Kemudian ia

tahu bahwa pemilik kuku yang indah tersebut adalah A Ling, Ikal pun jatuh

cinta padanya. Namun, pertemuan mereka harus diakhiri lantaran A Ling

pindah untuk menemani bibirnya yang sendiri. Kisah lainnya datang dari

sebuah perlombaan semacam karnaval, yang pada karnaval tersebut

Mahar menemukan sebuah ide untuk menari. Mereka para laskar pelangi

menari seperti orang kesetanan, hal tersebut dikarenakan kalung yang

mereka kenakan berasal dari buah tanaman yang membuat seluruh

badan gatal. Alhasil mereka pun menari layaknya orang yang tengah

kesurupan. Namun berkat semua itu akhirnya SD Muhammadiyah dapat

memenangkan perlombaan tersebut.

Page 272: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

256

Pada suatu ketika datanglah Flo, seorang anak yang kaya

pindahan dari SD PN. Flo pun masuk dalam kehidupan laskar pelangi.

Kehadiran Flo di tengah-tengah mereka, sedikit membawa pengaruh

buruk bagi teman-temannya terutama Mahar yang duduk satu bangku

dengan Flo. Sejak kedatangan anak tersebut, nilai Mahar seringkali jatuh

dan jelek sehingga membuat bu Mus marah dan kecewa. Hari-hari

mereka selalu dihiasi dengan canda tawa dan tangis. Di balik keceriaan

itu, terdapat kisah yang mampu memotivasi yang datang dari salah

seorang anggota Laskar Pelangi bernama Lintang. Perjuangan Lintang

untuk mengenyam pendidikan perlu di acungi jempol. Ia rela menempuh

jarak 80 km untuk pulang dan pergi dari rumahnya ke sekolah agar ia bisa

belajar. Ia tidak pernah mengeluh meski pun saat perjalanan menuju

sekolah, ia harus melewati sebuah danau yang di dalamnya terdapat

seekor buaya. Lintang merupakan sosok murid yang sangat cerdas.

Kecerdasan Lintang terbukti saat ia bersama Ikal dan Sahara tengah

mengikuti sebuah perlombaan cerdas cermat. Lintang dapat menantang

dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah dan

terkenal dengan jawabannya yang membuat ia memenangkan lomba

cerdas cermat. Namun, semua kisah indah Laskar Pelangi harus diakhiri

dengan perpisahan. Beberapa hari setelah perlombaan tersebut, Lintang

tidak masuk sekolah dan akhirnya bu Mus mendapatkan surat dari Lintang

yang isinya bahwa Lintang tidak dapat lanjut sekolah karena ayahnya

Page 273: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

257

meninggal dunia. Tentu saja hal tersebut menjadi sebuah kesedihan yang

mendalam bagi anggota laskar pelangi.

Beberapa tahun kemudian saat mereka telah beranjak dewasa,

mereka semua banyak mendapat pengalaman yang berharga dari setiap

cerita di SD Muhammadiyah. Tentang sebuah persahabatan, ketulusan

yang diperlihatkan dan diajarkan oleh bu Muslimah, serta sebuah mimpi

yang harus mereka wujudkan. Ikal akhirnya melanjutkan sekolah,

sedangkan Mahar dan teman-teman lainnya menjadi orang-orang dapat

membanggakan Belitung

Page 274: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

258

Page 275: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

259

Sang Pemimpi

Novel ini adalah novel kedua dari tetralogi Laskar pelangi karya

Andrea Hirata. Sang Pemimpi adalah sebuah kisah kehidupan yang

mempesona yang akan membuat pembacanya percaya akan tenaga

cinta, percaya pada kekuatan mimpi dan pengorbanan, serta memperkuat

kepercayaan kepada Tuhan. Kisah ini berawal dari tiga orang pemimpi

yang setelah tamat SMP, melanjutkan pendidikan ke SMA. Ikal salah satu

dari anggota Laskar Pelangi dan Arai saudara sepupu Ikal yang sudah

yatim piatu sejak SD dan tinggal di rumah Ikal, sudah dianggap seperti

anak sendiri oleh Ayah dan Ibu Ikal, dan Jimbron anak angkat seorang

pendeta karena telah yatim piatu juga sejak kecil. Pendeta yang sangat

baik dan tidak memaksakan keyakinan Jimbron, justru mengantarkan

Jimbron menjadi muslim yang taat.

Arai dan Ikal adalah dua siswa yang pandai di sekolah, sedangkan

Jimbron si penggemar kuda ini biasa-biasa saja. Jimbron justru

menduduki rangking 78 dari 160 siswa, sementara Ikal dan Arai selalu

berada diperingkat lima dan tiga besar. Mimpi mereka sangat tinggi. Bagi

Arai, orang susah seperti mereka tidak akan berguna tanpa mimpi-mimpi.

Mereka berdua mempunyai mimpi yang tinggi yaitu melanjutkan belajar ke

Sorbonne Perancis. Mereka terpukau dengan cerita Pak Balia, kepala

sekolahnya, yang selalu meyebut-nyebut indahnya kota itu. Kerja keras

menjadi kuli ngambat mulai pukul dua pagi sampai jam tujuh dan

dilanjutkan dengan sekolah, itulah perjuangan ketiga pemuda itu. Mati-

Page 276: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

260

matian menabung demi mewujudkan impiannya. Meskipun jika dinalar

secara akal sehat, tabungan mereka tidak akan cukup untuk sampi ke

sana. Namun, jiwa optimis Arai tidak akan pernah terbantahkan.

Selesai SMA, Arai dan Ikal merantau ke Jawa tepatnya di Bogor,

sedangkan Jimbron lebih memilih untuk menjadi pekerja ternak kuda di

Belitong. Jimbron menghadiahkan kedua celengan kudanya yang berisi

tabungannya selama ini kepada Ikal dan Arai. Dia yakin kalau Arai dan

Ikal sampai di Perancis, maka jiwa Jimbron pun akan selalu bersama

mereka. Berbulan-bulan terkatung-katung di Bogor, merasakan sulinya

mencari pekerjaan untuk bertahan hidup, akhirnya Ikal diterima menjadi

tukang sortir (tukang Pos) dan Arai memutuskan untuk merantau ke

Kalimantan. Tahun berikutnya, Ikal memutuskan untuk kuliah di Ekonomi

UI. Setelah lulus S1, Ikal mengikuti seleksi beasiswa S2 ke Eropa. Beribu-

ribu pesaing berhasil Ikal singkirkan lewat proposal riset yang

diajukannya. Profesor pengujinya begitu terpukau dengan rencana studi

Ikal.

Sebuah kejuatan luar biasa terjadi saat Arai dan Ikal dipertemukan

dalam suatu forum yang begitu indah dan terhormat. Begitulah Arai, selalu

penuh dengan kejutan. Semua ini sudah direncanaknnya bertahun-tahun.

Ternyata Arai kuliah di Universitas Mulawarman dan mengambil jurusan

Biologi. Tidak kalah dengan Ikal, proposal risetnya juga begitu luar biasa

dan berbakat untuk menghasilkan teori baru.

Page 277: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

261

Akhirnya sampai juga mereka pulang kampung ke Belitong.

Suasana mendebarkan muncul ketika surat pengumuman penerima

Beasiswa ke Eropa itu datang. Arai begitu sedih karena ia sangat

merindukan kedua orang tuanya. Arai ingin membuka kabar itu bersama

orang yang sangat dia rindukan. Kegelisahan dimulai. Baik Arai maupun

Ikal, keduanya tidak kuasa mengetahui isi dari surat itu. Setelah dibuka,

hasilnya adalah Ikal diterima di Perguruan tinggi Sorbone, Prancis.

Setelah perlahan mencocokkan dengan surat Arai, inilah jawaban dari

mimpi-mimpi mereka. Kedua sang pemimpi ini diterima di Universitas

yang sama. Tapi ini bukan akhir dari segalanya. Di sinilah perjuangan dari

mimpi itu dimulai, dan siap melahirkan anak-anak mimpi berikutnya.

Page 278: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

262

Page 279: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

263

EDENSOR

Novel ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi ini bercerita tentang

petualangan Ikal dan Arai di Eropa. Setelah berhasil memperoleh

beasiswa ke Prancis, Ikal dan Arai mengalami banyak kejadian yang

orang biasa sebut sebagai kejutan budaya. Banyak kebiasaan dan

peradaban Eropa yang sangat berlainan dengan peradaban yang selama

ini mereka pahami sebagai orang Indonesia, khususnya Melayu. Buku ini

berkisah tentang kisah dua anak melayu Belitong yaitu Ikal (Andrea

Hirata) dan Arai yang mendapatkan beasiswa dari Uni Eropa untuk

melanjutkan sekolahnya di Universitas Sorbonne, Paris, Prancis.

Pada bagian awal buku ini diceritakan sedikit kisah Ikal mulai dari

Ikal lahir sampai pada saat Ikal dan Arai berangkat meninggalkan Jakarta

untuk bersekolah di Universitas Sorbonne. Lalu pada kisah selanjutnya,

diceritakan tentang perjalanan Ikal dan Arai dari Bandara Soekarno Hatta

sampai ke Paris. Akhirnya mimpi seorang anak melayu Belitong miskin

yang dulunya bersekolah di gubuk kopra yang juga berfungsi sebagai

kandang kambing untuk melihat keindahan kota Paris secara langsung

tercapai juga. Mimpi Ikal untuk menginjakkan kaki di almamater terhebat:

Sorbonnne akhirnya terwujuda. Kisah selanjutnya adalah masa-masa Ikal

dan Arai kuliah di Sorbonne sampai pada hari-hari terakhir musim salju,

yaitu pada saat Ikal dan Arai akan memulai perjalanan yang lebih

menegangkan dibandingkan dengan pergi ke Paris dan bersekolah di

Sorbonne. Mereka akan menjelajahi Eropa sampai Afrika. Setelah Ikal dan

Page 280: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

264

Arai menjelajahi Eropa sampai Afrika, Arai pun jatuh sakit dan pulang ke

Indonesia, sedangkan Ikal melanjutkan kuliahnnya di Inggris karena guru

yang membimbing Ikal pindah ke Inggris untuk pensiun. Pemandangan

yang dulunya hanya dapat ditemukan Ikal di dalam khayalannya, akhirnya

dapat ia lihat secara nyata dan pemandangan itu adalah Edensor.

Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit

kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan

sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas

menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku

mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi

satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-

duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan

berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang

jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin

berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku

ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar

matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkeram dingin. Aku

ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku

ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup! Di dalam buku ini juga Ikal

dan Arai kembali menuai karma akibat kenakalan-kenalan yang pernah

mereka lakukan semasa kecil dan remaja dulu. Pembaca akan dibawa ke

dalam petualangan mereka menyusuri Eropa dengan berbagai

Page 281: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

265

pengalaman yang mencengangkan, mencekam, membuat terbahak,

sekaligus berurai air mata.

Page 282: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

266

Maryamah Karpov

Maryamah Karpov adalah novel keempat dari tetralogi Laskar

Pelangi. Buku ini berkisah tentang kisah kehidupan dan pencarian A Ling

yaitu cinta sejati Ikal walaupun akhirnya tidak terlalu bahagia. Pada bagian

awal buku ini diceritakan kisah Ikal yang telah lulus dari Universitas

Sorbonne, Farewell Party-nya di Prancis juga pada saat Ikal sampai di

Belitong. Setelah menyelesaikan S2 di Sorbone University Prancis, Ikal

kembali ke tanah kelahirannya di pulau Belitong. Kerinduan, itulah alasan

yang mendasar kenapa Ikal kembali ke Belitong. Ia rindu kepada orang

tuanya, rindu kepada Arai sepupu jauh Ikal, rindu kepada masyarakat

Belitong, rindu dengan alam Belitong dan lebih dari itu, ia rindu pada gadis

impiannya yaitu A Ling. Perjalanan dari Jakarta ke rumahnya di Belitong,

dilalui Ikal dengan penuh perjuangan dan rasa letih, tetapi semua itu

pudar karena ia begitu merindukan ayahnya. Lelaki pendiam itu sangat

istemewa bagi Ikal. Bahkan, Ikal mempersiapkan penampilan terbaiknya

untuk bertemu dengan ayahnya. Ikal mengenakan pakaian pelayan

resotoran ketika bekerja di Perancis dulu. Ketika bertemu dengan ayah,

ibunya dan Arai, rasa haru tak dapat terbendung lagi. Betapa Ikal sangat

merindukan saat ini. Saat bertemu dengan orang-orang yang dicintainya.

Pulau Belitong tak seperti dulu lagi, masyarakat Belitong terpuruk

setelah pabrik timah gulung tikar. Walaupun demikian, suasana Belitong

tak jauh berbeda dibandingkan saat Ikal melanjutkan studinya ke

Perancis. Masyarakat Belitong masih gemar membual, minum kopi ke

Page 283: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

267

warung, dan sangat menyukai taruhan. Lalu cerita dengan kehadiran

seorang dokter gigi dari Jakarta yang bernama dokter Budi Ardiaz. Ia

adalah wanita kaya dan sebenarnya bisa hidup nyaman di Jakarta. Akan

tetapi, karena idealismenya, ia mengabdikan dirinya sebagai dokter di

tanah Melayu, Belitong. Namun sayangnya, setelah berbulan-bulan

membuka praktek, tak ada satupun masyarakat yang mau berobat

padanya. Masyarakat lebih senang berobat ke dukun gigi dengan alasan

bahwa mulut adalah sesuatu yang sensitif seperti kelamin. Jadi, tak boleh

sembarangan memasukkan tangan ke dalam mulut kecuali muhrim.

Kenyataan ini membuat kepala kampung Karmun geram dan memaksa

masyarakat untuk berobat pada dokter Diaz. Namun sayang, masyarakat

tetap kekeh dengan prinsip yang telah mereka pegang.

Selanjutnya, diceritakan bahwa masyarakat Belitong menemukan

dua jenazah yang terapung di air. Kejadian itu mengagetkan masyarakat

khususnya Ikal. Terlebih, jenazah itu memiliki tato kupu-kupu mirip tato A

Ling. Konon kabarnya, dua jenazah tersebut tewas karena mencoba

melarikan diri dari kawanan perampok yang bengis di pulau Betuan. Hal

ini membuat Ikal meyakini bahwa A Ling merupakan salah satu

penumpang kapal ke pulau Betuan. Ikal berniat ke pulau Betuan untuk

menemukan A Ling, tetapi tidak ada yang mau membantunya. Justru

masyarakat melarang Ikal untuk berlayar ke pulau Betuan karena pulau itu

sangat berbahaya. Menurut kepercayaan masyarakat belitong, jika pulau

Page 284: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

268

tersebut dikunjungi makan harapan untuk bisa kembali tidak ada lagi.

Akan tetapi, Ikal tidak menyerah.

Motivasi terbesar Ikal berlayar ke pulau Betuan adalah demi cinta.

Niat Ikal untuk berlayar akhirnya dibantu oleh sahabat-sahabatnya (Laskar

Pelangi) yang kini telah tumbuh dewasa dengan profesi beragam. Lintang

dan Mahar memiliki peran yang besar dalam masalah ini. Dengan modal

ilmu pengetahuan dari Lintang dan semangat dari sahabat-sahabatnya,

Ikal akhirnya mampu membuat sebuah kapal. Kapal itu diberi nama

“Mimpi-mimpi Lintang”. Walaupun Ikal telah berhasil membuat kapal,

masih saja orang-orang mencemoohkannya dan tak ayal Ikal menjadi

objek taruhan masyarakat Belitong, tetapi itu semua tidak menyurutkan

semangat Ikal Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak pada Ikal.

Bahkan, Ikal membuat orang terkagum-kagum dengan perjuangan

hebatnya.

Setelah berhasil membuat sebuah kapal yang hebat, Ikal berangkat

ke pulau Betuan bersama Mahar, Chung Fa dan Kalimut. Mereka memiliki

misi-misi yang berbeda untuk berlayar ke pulau Betuan. Selama

perjalanan menuju pulau Betuan, banyak rintangan yang mereka lalui.

Mulai dari angin laut, pembajak sadis, dan dunia mistik. Namun, semua

rintangan itu dapat ia lewati. Akhirnya, Ikal dapat menemukan cinta

sejatinya yang telah ia cari bertahun-tahun lamanya. Bahkan separuh

benua telah ia tempuh untuk menemukan A Ling.

Page 285: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

269

Ikal pun membawa A Ling pulang ke Belitong. Mereka berdua

berniat untuk menikah. Ikal akhirnya meminta izin kepada keluarga A Ling

agar diizinkan meminang A Ling. Keluarga A Ling pun menyetujuinya.

Namun sayangnya, ayah Ikal tidak menyetujui anak bujangnya meminang

A Ling.

Page 286: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

270

TRILOGI NEGERI 5 MENARA

Page 287: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

271

Negeri 5 Menara

Novel ini berkisah tentang enam orang sahabta yang bersekolah di

Pondok Madani (PM) Ponorogo Jawa Timur. Mereka dengan kerja keras

dan sungguh-sungguh akhirnya berhasil meraih mimpi yang pada awalnya

dianggap terlalu tinggi. Mereka adalah Alif Fikri Chaniago dari Maninjau

Sumatera Bara, Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari Surabaya, Dulmajid

dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso Salahuddin dari Gowa.

Ahmad Fuadi yang berperan sebagai Alif adalah pemuda asal Desa

Bayur, Maninjau, Sumatera Barat yang diharapkan bisa menjadi seorang

guru agama seperti yang diinginkan kedua orangtuanya. Keinginan kedua

orangtua Fuadi tentu saja tidak salah. Sebagai “amak” atau Ibu kala itu,

menginginkan agar anak-anaknya menjadi orang yang dihormati di

kampung seperti menjadi guru agama. Namun ternyata Fuadi alias Alif

mempunyai keinginan lain. Ia tak ingin seumur hidupnya tinggal di

kampung. Ia mempunyai cita-cita dan keinginan untuk merantau. Ia ingin

melihat dunia luar dan ingin sukses seperti sejumlah tokoh yang ia baca di

buku atau mendengar cerita temannya di desa. Namun, keinginan Alif

tidaklah mudah untuk diwujudkan. Kedua orangtuanya bergeming agar

Fuadi tetap tinggal dan sekolah di kampung untuk menjadi guru agama.

Namun berkat saran dari ”Mak Etek” atau paman yang sedang kuliah di

Kairo, akhirnya Fuadi kecil bisa merantau ke Pondok Madani, Gontor,

Jawa Timur. Dari sinilah cerita kemudian bergulir. Ringkasnya Fuadi

kemudian berkenalan dengan Raja alias Adnin Amas, Atang alias

Page 288: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

272

Kuswandani, Dulmajid alias Monib, Baso alias Ikhlas Budiman dan Said

alias Abdul Qodir.

Keenam bocah yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Gontor ini

setiap sore mempunyai kebiasaan unik. Menjelang Azan Maghrib

berkumpul di bawah menara masjid sambil melihat ke awan. Dengan

membayangkan awan itulah mereka melambungkan impiannya. Misalnya

Fuadi mengaku jika awan itu bentuknya seperti benua Amerika, sebuah

negara yang ingin ia kunjungi kelak lulus nanti. Begitu pula lainnya

menggambarkan awan itu seperti negara Arab Saudi, Mesir dan Benua

Eropa. Melalui lika liku kehidupan di pesantren yang tidak dibayangkan

selama ini, ke lima santri itu digambarkan bertemu di London, Inggris

beberapa tahun kemudian. Mereka kemudian bernostalgia dan saling

membuktikan impian mereka ketika melihat awan di bawah menara masjid

Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur.

Belajar di pesantren bagi Fuadi ternyata memberikan warna

tersendiri bagi dirinya. Ia yang tadinya beranggapan bahwa pesantren

adalah konservatif, kuno, ”kampungan” ternyata adalah salah besar. Di

pesantren ternyata benar-benar menjujung disiplin yang tinggi, sehingga

mencetak para santri yang bertanggung jawab dan komitmen. Di

pesantren mental para santri itu ”dibakar” oleh para ustadz agar tidak

gampang menyerah. Setiap hari, sebelum masuk kelas, selalu

didengungkan kata-kata mantera ”Manjadda Wajadda” jika bersungguh-

sungguh akan berhasil. ”Siapa mengira jika Fuadi yang anak kampung kini

Page 289: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

273

sudah berhasil meraih impiannya untuk bersekolah dan bekerja di

Amerika Serikat? Untuk itu, jangan berhenti untuk bermimpi,”

Page 290: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

274

Page 291: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

275

Ranah 3 Warna

Alif seorang pemuda yang lulus dari Pondok Pesantren Madani di

Ponorogo ini mempunyai mimpi ingin belajar sampai negeri Paman Sam.

Dengan semangat yang membara ia pulang ke Maninjau dan tak sabar

ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai, meragukan dia untuk

bisa lulus UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Lalu Alif sadar,

ada satu hal penting yang ia tidak miliki untuk menempuh UMPTN, yaitu

ijazah SMA. Semangat “Man Jadda Wajada” semakin menggelegar di

hatinya. Alif sudah melebihkan usaha untuk mencapai hasil yang terbaik.

Going the extra miles. I‟malu fauqa ma‟amilu. Berusaha di atas rata – rata

orang lain. Beberapa minggu kemudian hasil ujian persamaan keluar juga.

Dengan takut – takut Alif datang ke kantor panitia untuk melihat hasil

ujian. Alhamdullilah ia lulus dan tidak ada nilai merah, tetapi tetap saja dia

hanya mendapat nilai dengan rata – rata 6,5. One down, one more to go.

Jurusan Hubungan Internasional adalah jurusan yang menjadi

pilihan Alif dalam UMPTN. Alif telah membulatkan tekad untuk lebih

bekerja keras menempuh UMPTN. Man Jadda Wajada. Setelah kurang

lebih tiga minggu akhirnya hasil UMPTN dimuat di surat kabar Haluan

yang diangkut oleh bus Harmoni 1 yang turun dari Maninjau.

Alhamdullillah, nama Alif terpampang di surat kabar ini.

Setelah pengumuman UMPTN, Alif harus segera berangkat ke

Bandung untuk kuliah di Unpad (Universitas Padjadjaran). Ditemani oleh

“Si Hitam”, sepatu pemberian ayah Alif, ia pun berangkat merantau lagi ke

Page 292: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

276

Jawa untuk menempuh pendidikan. Di sinilah perjalanan Alif dimulai.

Inilah hari pertama Alif untuk masuk kuliah. Setelah masuk Unpad,

berbagai macam rintangan ia hadapi mulai dari keinginannya untuk

menulis, berguru kepada Bang Togar yang mendidiknya sangat keras,

tulisan hasil didikan Bang Togar di muat di media massa lokal sampai

ayahnya meninggal. Karena ayah Alif sudah meninggal, Alif pun menjadi

tulang punggung keluarga. Hampir saja ia putus asa tetapi seorang ibu

telah menyemangatinya sehingga ia kembali bangkit. Semakin banyak

tulisan Alif yang di muat di media massa lokal maupun daerah, dan

sedikit demi sedikit Alif sudah bisa membiayai kuliahnya sendiri.

Dalam perjalanan kuliahnya, Alif mencoba untuk mengikuti

pertukaran pelajar di Amerika. Bermodal niat dan tekad yang kuat,

akhirnya Alif pun lolos seleksi dengan berbagai pertimbangan dari panitia

penyelenggara. Kanada, itulah tujuan Alif setelah lolos seleksi pertukaran

pelajar. Raisa, anak yang Alif sukai sejak masuk Unpad juga lolos seleksi

pertukaran pelajar. Sesampainya di Kanada, tepatnya di Montreal, Alif

mencubit tangannya serasa tidak percaya. Dan tak terasa ia dan “Si

Hitam” sudah menginjak 3 ranah berbeda. Tanah Tumpah Darah yaitu

Indonesia, tempat para nabi yaitu tanah Timur Tengah (Amman,Yordania),

dan tanah benua Amerika tepatnya di Montreal, Kanada.

Selama tinggal di Kanada, Alif mendapat tugas untuk bekerja di

SRTV, Stasiun TV Lokal Quebec City. Kegiatan yang tidak pernah Alif

tinggalkan meskipun berada di negeri Paman Sam adalah menulis. Ia

Page 293: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

277

sempat menggemparkan publik Kanada dengan liputannya bersama

Monsieur Janvier, seorang tokoh Politik terkenal Kanada. Tidak hanya itu

saja, Alif juga pernah mewawancarai seorang Indian yang ahli dalam

berburu yaitu Lance Katapatuk.

Setahun berlalu, Alif dan rombongan pertukaran pelajar kembali ke

Indonesia. Perasaan bangga, senang, dan haru bercampur menjadi satu

mengiringi kepulangannya ke Indonesia. Sahabat – sahabat Alif di Unpad

turut senang dengan prestasi yang diraih Alif di Kanada. Tak lupa Alif juga

berkirim surat kepada Amaknya di Maninjau, ia mengabarkan tentang

kedatangannya kembali ke Indonesia dan akan terus melanjutkan kuliah

sampai lulus S-1.nTak terasa dua tahun sudah berlalu sejak Alif pulang

dari Kanada. Skripsi sudah dilalui dengan penuh kerja keras dan hasilnya

berbuah sangat manis. Alif dinyatakan lulus dan berhak untuk mengikuti

wisuda.

Page 294: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

278

Page 295: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

279

RANTAU 1 MUARA

Alif lulus dari UNPAD dengan nilai terbaik. Berbagai negara di

dunia sudah ia kelilingi dan tulisannya tersebar di banyak media. Namun,

ia lulus di saat yang salah. Akhir 90an Indonesia mengalami krisis

moneter. Ia harus berjuang cukup keras untuk menopang hidupnya.

Bekali-kali lamaran pekerjaannya ditolak.Ia tak patah semangat, mantra

man saara ala darbi washala (siapa yang berjalan di jalannya akan

sampai di tujuan) menjadi semangatnya. Hingga seberkas harapan

muncul ketika Alif diterima menjadi wartawan di Majalah Derap.Di Derap,

Alif bertemu dengan seorang gadis keturunan Minang yang juga wartawan

di tempat ia bekerja. Gadis itu bernama Dinara. Cukup lama mereka

dekat, namun Alif tidak mampu membaca tanda-tanda yang diberikan

Dinara. Hingga akhirnya mereka harus berpisah karena Alif mendapat

beasiswa untuk melanjutkan studinya ke Amerika.

Walaupun terpisah jauh, Alif dan Dinara tetap berkomunikasi. Alif

kemudian memberanikan diri menyampaikan niatnya untuk

mempersunting Dinara. Dinara sebenarnya juga mencintai Alif. Namun

yang paling sulit adalah mendapat restu dari ayah Dinara. Alif harus

berusaha keras melunakkan hati ayah Dinara. Segala upaya telah Alif

lakukan hingga akhirnya Ayah Dinara merestui mereka berdua. Mereka

kemudian menikah dan melanjutkan hidupnya di Amerika.

Hidup di Amerika membawa Alif memiliki sahabat baru setanah air,

salah satunya Mas Garuda yang sudah menganggap Alif sebagai adiknya

Page 296: PEWUJUDAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL TETRALOGI …

280

sendiri. Tetapi peristiwa paling menyedihkan yang menghancurkan

gedung WTC pada tanggal 11 September 2001 membuat Alif harus

kehilangan orang yang dia anggap sebagai kakaknya itu. Butuh waktu

lama untuk mengobati rasa sedih yang dialami Alif. Namun, ia harus

bangkit dari keterpurukannya dan melanjutkan studinya yang sempat

tertinggal.

Setelah tamat dari S2, Alif dan Dinara diterima bekerja pada

sebuah Koran Amerika. Keadaan ini mengubah ekonomi mereka.

Kesenangan hidup di Amerika membuat Alif enggan kembali ke Indonesia.

Desakan Dinara yang terus-menerus dan nasihat dari orang-orang

terdekatnya inilah, akhirnya Alif memutuskan untuk meninggalkan segala

kesenangan itu dan melanjutkan hidup baru di Indonesia. Ternyata

darimana ia bermuara akan kembali ke muaranya yaitu Indonesia.