penggunaan hidrograf satuan sintetis itb 1 dan … · merupakan alat berguna untuk mensimulasikan...
TRANSCRIPT
185
PENGGUNAAN HIDROGRAF SATUAN SINTETIS ITB 1
DAN ITB-2 DENGAN FAKTOR DEBIT PUNCAK (KP)
DIHITUNG SECARA EKSAK
Dantje K. Natakusumah
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,
Institut Teknologi Bandung, Jl, Ganesha 10, Bandung 40132
Intisari
Metoda hidrograf satuan sintetis adalah metoda yang populer digunakan dan
memainkan peranan penting dalam banyak perencanaan dibidang sumber daya air
khususnya dalam analisis debit banjir DAS yang tidak terukur. Metode ini sederhana, karena
hanya membutuhkan data-data karakteristik DAS seperti luas DAS dan panjang sungai. Dalam
beberapa kasus dapat juga mencakup karakteristik lahan yang digunakan sehingga metode ini
merupakan alat berguna untuk mensimulasikan aliran dari DAS tidak terukur dan daerah
aliran sungai mengalami perubahan penggunaan lahan. Makalah ini menyajikan suatu contoh
penggunaan hidrograf satuan sintetis ITB-1 dan ITB-2 dengan debit puncak (Qp) dan faktor
debit puncak (Kp) dihitung secara eksak. Dalam makalah ini diberikan contoh penggunaan
HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 dalam perhitungan hidrograf banjir DAS Ciliwung di
bendung Katulampa dan cara kalibrasinya terhadap hasil hidrograf banjir terukur. Hasil uji
coba menunjukan metoda ini mudah untuk dikalibrasi sehingga hasilnya sangat mendekati debit
hasil pengukuran.
Kata Kunci: HSS ITB-1 dan ITB-2, Faktor Debit Puncak (Kp), hidrograf banjir.
LATAR BELAKANG
Makalah ini merupakan penelitian lanjutan yang bersifat mandiri dan bermula dari
penelitian tentang metoda perhitungan HSS dengan cara ITB. Konsep dasar metoda ini, pertama
kali dipublikasikan oleh penulis (D.K Natakusumah 2009). Selanjutnya melalui program riset
peningkatan kapasitas ITB tahun 2010, metoda tersebut diteliti lebih jauh dan telah diterapkan
dalam perhitungan debit banjir sejumlah DAS di Indonesia. Hasil uji coba tersebut menunjukan
kesesuaian hasil yang baik dengan metoda lainnya (D.K Natakusumah et.al, 2011, 2011, 2013).
Metoda perhitungan HSS dengan cara ITB dikembangkan dengan cara yang sangat mirip
dengan pendekatan Reverse Engineering (Wikipedia, 2014). Dalam hal ini metoda perhitungan
tersebut dibangun berdasarkan analisa atas prinsip kerja, struktur, fungsi dan cara operasi
dan hasil perhitungan berbagai metoda HSS lain yang sudah ada sebelumnya. Tujuannya
adalah membangun suatu cara perhitungan baru yang dapat melakukan hal yang sama
namun tanpa menduplikasi metoda lain yang sudah ada. Hasilnya adalah suatu metoda HSS
yang berlaku umum, mudah dikalibrasi dan selalu memenuhi hukum konservasi massa.
186
Jika dalam makalah-makalah sebelumnya seluruh proses integrasi luas kurva bentuk dasar
HSS dilakukan secara numerik, dalam makalah ini, integrasi dilakukan secara eksak dan
hasilnya digunakan untuk menghitung harga Kp yaitu Faktor Debit Puncak (Peak Rate Factor)
yang juga berharga eksak.
Integrasi eksak terutama diperlukan terutama untuk kalibrasi hasil HSS ITB-2 pada saat harga
Cp rendah (Cp<0.3). Agar hasil integrasi numerik yang didapat akurat, diperlukan harga Tb yang
besar (Tb > 1000). Hal ini menyebabkan integrasi numerik menjadi tidak praktis. Untuk HSS
ITB-1 dengan harga Cp rendah tidak terlalu berpengaruh, namun hasil integrasi eksak
diperlukan untuk memastikan hasil integrasi numerik yang benar.
METODOLOGI STUDI
Untuk menganalisis HSS pada suatu DAS dengan cara ITB perlu diketahui beberapa
komponen penting pembentuk HSS. Dari karakteristik fisik dapat dihitung sejumlah elemen
penting yang menentukan bentuk dari hidrograf satuan yaitu, 1) Time Lag (TL), 2) Waktu
puncak (Tp) dan waktu Dasar (Tb). Selain parameter fisik terdapat pula parameter non-
fisik yang digunakan untuk proses kalibrasi.
Time Lag (Tl), Waktu Puncak (Tp) Dan Waktu Dasar (Tb)
Meski dalam literatur saat ini terdapat puluhan rumus time lag, namun tidak ada satupun rumus
time lag yang berlaku umum untuk semua type DAS. Dalam makalah ini untuk HSS ITB-1 rumus
time lag yang digunakan adalah rumus Snyder (Lc = ½ L dan n=0.3)
TL Ct 0.81225 L0.6 ................................................................................................ (1)
Sedang untuk HSS ITB-2 rumusan time lag yang digunakan adalah
TL Ct(0.0394 L + 0.201L0.5)............................................................................ (2)
dengan :
TL = time lag (jam);
Ct = koefisien waktu (untuk proses kalibrasi);
L = panjang sungai (km).
Jika Tr adalah durasi hujan satuan, maka waktu puncak Tp didefiniskan sbb
Tp = TL + 0.50 Tr ................................................................................................... (3).
Untuk DAS berukuran sedang dan besar harga Tb secara teoritis berharga tak
berhingga, namun prakteknya harga Tb yang direkomendsikan untuk digunakan
adalah
Tb = 20*Tp ................................................................................................................ (4)
187
Persamaan Bentuk Dasar Hidrograf Satuan
Bentuk dasar HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 dinyatakan dalam bentuk perbandingan antara debit
dengan debit puncak (q(1)=Q/QP) dan perbandingan waktu dengan waktu puncak (t=T/Tp)
sehingga didapat HSS yang tak berdimensi. Dua bentuk persamaan yang digunakan sebagai
bentuk dasar adalah sbb :
a) HSS ITB-1 memiliki persamaan bentuk kurva HSS yang dinyatakan dengan satu
persamaan berikut (0 ≤ t < ∞)
q(t) = {t * exp(1-t)} αCp
α=3.7 .................................................................................... (5)
Fungsi diatas adalah fungsi Gamma tak-lengkap (Incompletee Gamma Function). Kurva
tersebut juga digunakan oleh NRCS untuk mendefinisikan bentuk kurva HSS NRCS, namun
NRCS tidak memberikan harga eksak integrasi fungsi tersebut.
b) HSS ITB-2 memiliki persamaan bentuk kurva HSS yang dinyatakan dengan dua
persamaan sbb :
• Lengkung naik (0 ≤ t < 1) :
q(t) = tα α=2.40 .................................................................................................. (6.a)
• Lengkung turun (1 ≤ t < ∞) :
q(t) = exp {1 - t βC p } β=0.86 .............................................................................. (6.b)
Jika sangat diperlukan harga koefisien α dan β pada persamaan (5) dan (6) dapat dirubah,
dan itu cukup dilakukan merubah harga koefisien perubah debit puncak Cp. Jika kedua
persamaan kurva HSS ITB-1 dan ITB-2 diatas digambarkan dalam satu gambar, didapat
dua bentuk kurva seperti ditunjukan pada Gambar 1.
Gambar 1 : Bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 tak berdimensi
188
Pada Gambar 1 : Bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 tak berdimensi tersebut sumbu
horizontal t=T/Tp dan sumbu vertical q=Q/Qp masing- masing adalah waktu dan debit yang
telah dinormalkan sehingga t=T/Tp berharga antara
0 dan ∞ (atau Antara 0 dan 20 jika Tb/Tp=20) dan q=Q/Qp berharga antara 0 dan 1.
Rumus Umum Debit Puncak Hidrograf Satuan
Dari definisi HSS dan prinsip konservasi massa, dapat disimpulkan bahwa volume hujan
efektif satu satuan yang jatuh merata diseluruh DAS (VDAS) harus sama volume hidrograf
satuan sintetis (VHS) dengan waktu puncak Tp, sehingga didapat formulasi umum debit
puncak (Qp) dengan cara ITB adalah sbb (D.K Natakusumah, 2009)
Qp = R A
DAS (m3/s) ........................................................................................ (7)
3.6Tp AHSS
Dari rumus umum pada persamaan (7) yang selanjutnya dituliskan dalam bentuk sbb :
Qp = KP.R. ADAS (m3/s) ...................................................................................... (8)
Tp
Dengan:
Qp : Debit puncak hidrograf satuan (m3/s)
Kp : 1/(3.6 x AHSS) = Peak Rate Factor (m3 per s/km2/mm)
R : Curah Hujan satuan (1 mm)
Tp : waktu mencapai puncak (jam)
ADAS : Luas DAS (km2)
AHSS : Luas kurva hidrograf satuan tak berdimensi (dimensionless unit hidrograf).
Luas AHSS dari kurva HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 tak berdimensi dapat dihitung secara
secara eksak atau numerik. Makalah ini hanya membahas perhitungan dengan bentuk
HSS dapat dintegrasi secara eksak. Perhitungan dengan cara integrasi numerik dapat pada
makalah-makalah yang terdahulu (D.K Natakusumah et.al, 2011,2013)
HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini ditunjukan contoh perhitungan hidrograf banjir DAS Katulampa yang dihitung
dengan HSS ITB-1, HSS ITB-2 dengan Kp dihitung secara eksak. Selanjutnya ada satu contoh
lain yang terkait dengan cara melakukan kalibrasi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 terhadap hidrograf
banjir terukur dengan hanya merubah parameter Ct dan Cp.
Hidrograf banjir DAS Katulampa dengan HSS ITB-1, HSS ITB-2
Sungai Ciliwung dilokasi ini mempunyai luas DAS 149.230 km2 dan panjang sungai
24.460 km, kemiringan alur sungai S= 112.245 m/km. Dalam contoh ini data yang
digunakan adalah data curah hujan berasal stasiun hujan Gadog, Gunung
189
Mas, Citeko, Cilember dan Tugu Utara serta data debit banjir di stasiun Katulampa
yang diukur simultan dengan data hujan pada tanggal 14 Desember 2006 jam 16.00 sampai
tanggal 15 Desember 2006 jam15.00. Tabel 1 menunjukan hasil perhitugan aliran Dasar (base
flow) Qbas=6.15 m3/s. volume limpasan = 380.050 m3 dan tinggi limpasan (DRO) = 2.55
mm dan besarnya infiltrasi (dengan metoda Ф indek) sebesar Ф = 0.187 mm. Hasil-
hasil tersebut dihitung oleh Indra Agus dan Iwan K. Hadihardaja (2011)
Perhitungan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 dilakukan dalam bentuk tabel menggunakan
Microsoft Excell adapun rinciannya diberikan pada LAMPIRAN. Hujan efektif pada Tabel
1 selanjunya digunakan untuk menyusun hidrograf banjir akibat distribusi hujan effektif tersebut.
Dengan cara superposisi hidrograf akan didapat hidrograf banjir untuk interval perhitungan
Tr=1.0 Jam seperti ditunjukan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 tersebut ditunjukan pula
perbadingan hasil perbandingan hidrograf banjir hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS
ITB-2 dengan hidrograf banjir hasil superposisi hasil HSS Gama-1, HSS Nakayasu, HSS SCS
dan hidrograf banjir hasil pengukuran debit pada Tabel 1.
Tabel 1 : Perhitungan Hujan Effektif, Infiltrasi dan Limpasan Langsung (DRO)
190
Gambar 2 : Perbandingan hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 (sebelum dilakukan
kalibrasi terhadap hasil pengukuran) dengan Hasil HSS Gama-1, Nakayasu dan Hasil
Pengukuran.
Kalibrasi Hasil HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 Terhadap Data Debit Terukur
Dari hasil pada Gambar 2 : Perbandingan hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2
(sebelum dilakukan kalibrasi terhadap hasil pengukuran) dengan Hasil HSS Gama-1, Nakayasu
dan Hasil Pengukuran.2 sebelumnya, terlihat bahwa nilai time to peak dari semua metoda
yang digunakan ternyata tidak sama dengan hasil pengukuran. Demikian pula debit puncak,
tidak ada satu bisa menghasilkan hasil yang mendekati pengukuran. Hasil ini menunjukan
bahwa meski beberapa metoda dilaporkan telah dikalibrasi pada sejumlah DAS di
Indonesia atau di luar negeri, ternyata hasilnya masih tetap bebeda dengan hasil
pengamatan sehingga tetap diperlukan proses kalibrasi. Oleh karena itu adalah penting bagi
suatu metoda hidrograf satuan untuk dilengkapi dengan parameter untuk kalibrasi.
Proses Kalibrasi prinsipnya mendekatkan besaran puncak, volume dan waktu puncak dari
perhitungan ke pengamatan. Untuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 kalibrasi dilakukan dengan
merubah harga Ct dan Cp dengan pendekatan trial and eror secara manual atau dengan optimasi.
Kalibrasi dilakukan dengan merubah parameter Ct dan Cp.
1) Koefisien Ct pada persamaan (1) dan (2) diperlukan dalam proses kalibrasi harga
Tp. Harga standar koefisien Ct adalah 1.0, jika Tp perhitungan lebih kecil dari Tp
pengamatan, harga diambil Ct > 1.0 `agar harga Tp membesar. Jika Tp perhitungan lebih
besar dari Tp pengamatan, harga diambil Ct < 1.0 agar harga Tp akan mengecil.
Proses ini diulang agar Tp perhitungan mendekati Tp pengamatan.
2) Koefisien Cp pada persamaan (5) dan (6.b) diperlukan dalam proses kalibrasi harga Qp.
Harga standar koefisien Cp adalah 1.0, jika harga debit puncak perhitungan lebih
kecil dari debit puncak pengamatan, maka harga diambil
191
Cp > 1.0 ini akan membuat harga debit puncak membesar, sebaliknya jika debit
puncak perhitungan lebih besar dari hasil pengamatan maka harga diambil Cp <
1.0 agar harga debit puncak mengecil.
Dengan menggunakan data hujan effektif seperti pada kolom-3 dari Tabel 1, dilakukan kalibrasi
hasil HSS ITB-1 dan ITB-2 dengan menggunakan data debit banjir dilokasi Katulampa.
Sebagai harga awal digunakan parameter sebelum kalibrasi pada Tabel 2 : Nilai Parameter
Ct dan Cp sebelum dan sesudah kalibrasi2 (atas) dan selanjutnya dilakukan trial and error
dengan merubah harga Ct dan Cp, sehingga hasil perhitungan lebih mendekati hasil
pengukuran dengan harga parameter sesudah kalibrasi pada Tabel 2 : Nilai Parameter Ct dan
Cp sebelum dan sesudah kalibrasi (bawah).
Tabel 2 : Nilai Parameter Ct dan Cp sebelum dan sesudah kalibrasi
Tahapan Parameter HSS
ITB-1 ITB-2
Sebelum
Kalibrasi
Ct 1.00 1.00
Cp 1.00 1.00
Sesudah
Kalibrasi
Ct 0.85 1.50
Cp 0.98 1.15
Dengan parameter tersebut didapat hidrograf hasil superposisi ditunjukan pada Gambar 3.
Untuk contoh kasus ini meunjukan bahwa hasil kalibrasi hidrograf hasil superposisi HSS ITB-
2 hasilnya ternyata lebih mendekati hasil pengukuran
Gambar 3 : Hidrograf hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 setelah dilakukan kalibrasi
terhadap hidrograf hasil pengukuran.
192
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
1) Pengembangan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 dilakukan dengan pendekatan Reverse
Engineering, yaitu pembuatan suatu metoda baru berdasarkan analisa berbagai metoda
lain yang sudah ada, tanpa menduplikasi metoda yang sudah ada tersebut.
2) Dari hasil analisa tersebut berhasil dirumuskan rumus debit puncak (Qp) dan faktor debit
puncak (Kp) yang memenuhi hukum konservasi masa.
3) Kurva dasar HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 didefinisikan menggunakan satu persamaan (HSS
ITB-1) atau dua persamaan (HSS ITB-2) dengan faktor debit puncak yang bisa dihitung
secara eksak atau secara numerik.
Rekomendasi
Masih perlu dilakukan kalibrasi untuk DAS selain DAS Ciliwung hulu. Ini tentu tidak mudah
karena pos hujan di Indonesia umumnya adalah stasion penakar hujan yang hanya mencatat
tinggi hujan tanpa mencatat riwayat waktu kejadiannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini merupakan penelitian mandiri yang bahannya berasal dari Program Riset
Peningkatan Kapasitas ITB 2010 berjudul “Prosedur Umum Perhitungan Hidrograf Satuan
Sintetis (HSS) Untuk Perhitungan Hidrograf Banjir Rencana. Studi Kasus Pengembangan
HSS ITB-1 dan HSS ITB-2”. Kami mengucapkan terima kasih kepada LPPM-ITB atas dukungan
dana untuk penelitian awal yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Natural Resources Conservation Service (NRCS), 2007, “Part 630 Hydrology, Chapter 16
Hydrographs”, National Engineering Handbook, 2007.
Natakusumah D.K., 2009, “Prosedure Umum Penentuan Hidrograf Satuan Sintetis Untuk
Perhitungan Hidrograf Banjir Rencana”, Seminar Nasional Sumber daya Air, Bandung,
11 August 2009.
Indra Agus dan Iwan K. Hadihardaja, 2011,”Perbandingan Hidrograf Satuan Teoritis
Terhadap Hidrograf Satuan Observasi DAS Ciliwung Hulu Journal Teknik Sipil ITB, Vol.
18 No. 1 April 2011
Natakusumah D.K., Hatmoko W., and Harlan D., 2011, “A General Procedure for
Developing a Synthetic Unit Hydrograph Based on Mass Conservation Principle.
Development of ITB-1 and ITB-2 Synthetic Unit Hydrograph Method”,
International Seminar on Water-Related Risk, 15-17 July 2011.
193
Natakusumah D.K., Hatmoko W., and Harlan D., 2011, Prosedure Umum Perhitungan
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) dan Contoh Penerapannya Dalam
Pengembangan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2, Journal Teknik Sipil ITB, Vol. 18
No. 3 December 2011.
Natakusumah D.K., Hatmoko W., and Harlan D., 2013, “A new synthetic unit hidrograf
computation method based on the mass conservation principle”, WIT
Transactions on Ecology and The Environment, Vol 172, 2013 WIT Press.
Wikipedia, Reverse Engineering, http://en.wikipedia.org/wiki/Reverse_engineering dibuat
tanggal 6 Juni 2007, diakses tanggal 2 Desember 2013.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN HSS ITB-1 DAN HSS ITB-2
Dalam lampiran ini akan ditunjukan contoh perhitungan Hidrograf banjir DAS
Katulampa dengan HSS ITB-1, HSS ITB-2. Perhitungan akan dilakukan dalam bentuk tabel
menggunakan Microsoft Excell. Perhitungan untuk HSS ITB-1 ditunjukan pada Tabel 3
sedang untuk HSS ITB-2 ditunjukan pada Tabel 4 dengan penjelasan sbb :
1) Bagian I pada Tabel 3 dan Tabel 4, berisi Input data yang diperlukan seperti Luas DAS,
Panjang Sungai L, Kemiringan Sungai dll.
2) Bagian-II pada Tabel 3 dan Tabel 4, berisi hasil perhitungan Tl, Tp dan Tb untuk HSS
ITB-1 dan HSS ITB-2.
3) Bagian-III pada Tabel 3 dan Tabel 4 berisi perhitungan harga eksak integrasi luas HSS
(AHSS), Faktor Debit Puncak (Kp), Debit Puncak HSS (Qp) dan Volume hujan satuan yang
jatuh di DAS (VDAS). Beberapa catatan penting yang terkait dengan perhitungan
AHSS ,Kp, Qp dan VDAS adalah sbb
a) Harga Exact Luas HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 tak berdimensi
Luas HSS ITB-1 : Jika m=α·Cp, maka harga eksak integrasi persamaan HSS
ITB-1 diketahui sbb.
Untuk harga α=3.7 dan Cp=1.0 maka harga m=α·Cp=3.7. Harga fungsi Gamma
Γ(m+1,0) dapat dihitung dengan Microsoft Excell sbb
Γ (m 1,0) = EXP(GAMMALN(m +1))*(1- GAMMADIST(0, m +1,1, TRUE))
Γ (3.7 1,0) =15.43141160004740
194
akibatnya harga exact luas HSS ITB-1 tak-berdimensi
Luas HSS ITB-2 : Jika m=α dan n=β·Cp, maka harga eksak
integrasi persamaan HSS ITB-2 diketahui sbb.
Untuk α=2.4, β=0.86 dan Cp=1.0, maka m=α=2.4 dan n=β·Cp=0.86.
Harga fungsi Gamma Γ (1/n,1n) dapat dihitung dengan Microsoft Excell sbb
akibatnya harga exact luas HSS ITB-2 tak-berdimensi
b) Faktor Debit Puncak (Kp)
Faktor Debit Puncak (Kp) untuk HSS ITB-1 dengan bentuk kurva dasar
fungsi Gamma tak lengkap dapat dihitung secara eksak
Fungsi Gamma tak lengkap juga digunakan sebagai fungsi bentuk dasar
HSS NRCS (Natural Resources Conservation Service, 2007), namun hasil
integrasi eksak fungsi gamma tersebut tidak diberikan oleh NRCS.
Jika hasil Kp yang dihitung secara eksak dikonversi tersebut kedalam
satuan Inggris didapat Kp=484.21 ft3 per s/mi2/in. Seperti ditunjukan
pada Tabel 5 harga ini sangat mendekati hasil Kp yang dihitung oleh
NRCS yaitu sebesar Kp=484 (ft3 per s/mi2/in). Berdasarkan hasil
penelitian NRCS, harga Kp=484 (ft3 per s/mi2/in) tersebut oleh NRCS
ditetapkan sebagai harga Kp rata-rata berbagai DAS
195
Tabel 5 : Perbandingan harga Kp exact dan hasil perhitungan NRCS
196
Faktor Debit Puncak (Kp) untuk HSS ITB-2 dapat dihitung sbb,
Harga pembanding Kp untuk HSS ITB-2 yang tidak ada dalam literature.
Namun mengingat perhitungan harga Kp dilakukan dengan cara yang
sama dengan perhitungan HSS ITB-1 yang terbukti benar, maka harga tersebut
hampir dapat dipastikan benar.
c) Debit Puncak HSS (Berdimensi) dengan rumus umum sbb
Pada bagian-III dari Tabel 3 debit puncak HSS ITB-1 sbb
Pada bagian-III dari Tabel 4, Debit Puncak HSS ITB-2 sbb
d) Volume hujan efektif satu satuan yang jatuh di DAS
VDAS = 1000 R ADAS = 1000 · 1.0 · 149.23 = 14923 m3
2) Bagian-IV pada Tabel 3 dan Tabel 4 terdiri dari 6 kolom, dimana kolom 1
s/d kolom 3 digunakan untuk menghitung bentuk kurva HSS ITB-1 dan HSS ITB-
2 tak berdimensi berdasarkan persamaan (5) dan (6), sedang kolom-4 s/d
kolom 6 digunakan untuk menghitung bentuk kurva HSS ITB-1 dan HSS ITB-2
berdimensi. Penjelasan proses perhitungan pada Tabel 3 dan Tabel 4 tersebut
adalah sbb :
a) Kolom Pertama : Berisi absis kurva HSS tak berdimensi (ti=ti-1+Dt)
dengan interval Dt=Tr/Tp termasuk didalamnya waktu puncak tp=1.
b) Kolom Kedua merupakan ordinat HSS tak berdimensi didapat dari persamaan kurva HSS ITB-1 dan ITB-2 tak berdimensi.
c) Kolom Ketiga berisi luas segmen HSS tak berdimensi, termasuk segmen sebelum dan sesudah debit puncak Qp, dihitung dengan cara trapesium.
Jumlah seluruh Kolom Ketiga adalah luas kurva HSS tak berdimensi.
d) Kolom Keempat : Berisi absis kurva HSS berdimesi dimana T=Kolom-1*Tp,
didalamnya termasuk waktu puncak (Tp=1*Tp).
e) Kolom Kelima berisi ordinat HSS berdimensi didapat dengan mengalikan
ordinat kurva HSS tak berdimensi dengan Qp yang didapat pada bagian
III. Dengan demikian harga Kolom-5 = Kolom-2 x Qp, yaitu
Qi = Qp qi (m3/sec)
197
f) Kolom Keenam berisi volume segmen HSS berdimensi, termasuk segmen
sebelum dan sesudah Qp, dihitung dengan cara trapesium
Jumlah seluruh Kolom Keenam adalah Volume HSS berdimensi.
g) Jika VHSS dibagi Luas DAS (ADAS) didapat tinggi limpasan langsung
DRO (Direct Run Off), yang nilainya harus mendekati R=1 mm (tinggi hujan
satuan)
3) Setelah tabel kurva HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 berdimensi pada Kolom-4
dan Kolom-5 selesai dihitung, selanjutnya dilakukan superposisi hidrograf
akibat distribusi hujan efektif dengan interval Tr sehingga akhirnya didapat
hidrograf banjir total.
4) Catatan Tambahan : Terhadap proses perhitungan kurva HSS ITB-1 dan
HSS ITB-2 sebagaimana dijelaskan diatas terdapat beberapa catatan sbb.
a) Kolom-3 dan Kolom-6 pada Tabel 3 dan Tabel 4 sebenarnya tidak mutlak
harus ada, namun diadakan sebagai alat untuk mengontrol sejauh mana
ketelitian bentuk kurva HSS ITB-1 dan kurva HSS ITB-2 yang akan
disuperposisi.
b) Pada kolom 3 terbawah dari Tabel 3 dan Tabel 4, ditunjukan selisih harga
AHSS (tak berdimensi) yang dihitung secara eksak dan numerik. Adanya
selisih tersebut menyebabkan selisih dalam VHSS (Kolom-6), dan DRO yang
prosentase selisihnya sangat mendekati selisih antara AHSS eksak dan AHSS
numerik.
c) Jika selisih AHSS eksak dan AHSS numerik cukup besar (> 5%), ini berarti
bentuk HSS berdimensi yang akan disuperposisi kurang teliti dan perlu
dibuat lebih akurat dengan memperkecil durasi hujan satuan (Tr), interval
perhitungan dan merubah tinggi hujan satuan agar sesuai dengan interval
perhitungan baru.
d) Misalkan durasi hujan satuan Tr=1.0 jam sedang tinggi hujan pada jam pertama
dan kedua adalah A mm dan B mm. Jika perhitungan akan dilakukan
dengan durasi hujan satuan Tr=¼ jam, maka tinggi hujan pada 4 x ¼ jam
pertama adalah A/4 mm sedang tinggi hujan pada 4 x ¼ jam kedua adalah B/4
mm.