lapsus saraf vertigo.doc

92
LAPORAN KASUS VERTIGO VESTIBULER PERIFER Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang Disusun oleh : Ina Alfatah H2A009024 Pembimbing : dr. Siti Istiqomah, Sp.S 1

Upload: netra-mada

Post on 17-Jan-2016

69 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapsus saraf vertigo.doc

LAPORAN KASUS

VERTIGO VESTIBULER PERIFER

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Syaraf

Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

Disusun oleh :

Ina Alfatah

H2A009024

Pembimbing :

dr. Siti Istiqomah, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2014

1

Page 2: lapsus saraf vertigo.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar terasa seperti

berputar mengelilingi pasien, atau pasien merasa seperti berputar mengelilingi

lingkungan sekitar. Keluhan yang sering disampaikan pasien beragam, misalnya

puyeng, sempoyongan, mumet, muter, pusing, rasa seperti mengambang, dan rasa

seperti melayang.1,2,3

Diagnosis banding vertigo meliputi penyebab vestibular perifer (berasal

dari sistem saraf perifer), vestibular sentral (berasal dari sistem saraf pusat) dan

kondisi lain. Sembilan puluh tiga persen pasien pada primary care mengalami

BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo), Acute Vestibular Neuronitis, atau

Meniere’s Disease.2,4

Karena pasien dengan dizziness seringkali sulit menggambarkan gejala

mereka, menetukan penyebab akan menjadi sulit. Penting untuk membuat sebuah

pendekatan menggunakan pengetahuan dengan kunci anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan khusus, dan temuan radiologis. Hasil pemeriksaan tersebut

akan membantu dokter dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi yang

tepat untuk pasien.5,6,7

Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah, bahkan angka

kejadiannya terus meningkat. Hal ini bukan hanya disebabkan karena masih

banyak pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan, atau sudah pernah

mendapatkan pengobatan tetapi target tekanan darah belum tercapai, tetapi juga

karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui pentingnya perubahan

gaya hidup demi tercapainya target tekanan darah yang diharapkan.5,8

Selain itu pengetahuan masyarakat akan resiko timbulnya penyakit

penyerta dan komplikasi hipertensi juga masih terbatas. Oleh karena itu deteksi

dini pada pasien yang memiliki resiko menderita hipertensi, pengendalian tekanan

darah, pencegahan timbulnya penyakit penyerta dan komplikasi hipertensi, serta

2

Page 3: lapsus saraf vertigo.doc

edukasi pada pasien dan keluarga agar dapat bekerja sama dengan tenaga

kesehatan sangat diperlukan dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan

mortalitas pasien hipertensi.6,9

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui cara

mendiagnosis dan mengelola pasien dengan vertigo dan hipertensi grade II,

sekaligus untuk mengevaluasi tindakan yang telah diberikan dengan kepustakaan

yang ada.

C. MANFAAT

Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan media belajar bagi

mahasiswa agar dapat mendiagnosis dan mengelola vertigo dan hipertensi grade II

secara tepat.

3

Page 4: lapsus saraf vertigo.doc

BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Saonah

Umur : 55 tahun

Agama : Islam

Alamat : Jln. Pengilon V No.04 Rt:05 Rw:02 Ngaliyan, Semarang.

Pekerjaan : Swasta

Status : Menikah

No RM : 28-47-78

Tgl masuk RS : 03 Januari 2014

II. ANAMNESA

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 04 Januari 2014 jam

14.00 WIB.

Keluhan utama : Kepala pusing terasa berputar

Riwayat Penyakit Sekarang

2 Jam SMRS pasien mendadak mengeluh pusing berputar yang

dirasakan sangat berat. Pasien merasa dirinya terasa berputar-putar dan

ruangan disekelilingnya pun ikut berputar. Keluhan dirasakan semakin

berat ketika pasien berjalan dan menggerakkan kepala. Saat berbaring pun

pasien merasakan pusing dan terasa berputar, sehingga pasien harus

tiduran dengan mata tertutup dan berbaring kekiri untuk meringankan

pusingnya. Pasien sempat mengkonsumsi obat bodrex namun gejala tidak

berkurang. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, keluar seperti

makanan dan minuman yang dimakan sebelumnya, tidak ada darah.

Telinga berdenging (-), telinga keluar nanah (-), gangguan

pendengaran (-), demam (-), pandangan kabur (-). BAB tidak ada keluhan,

diare (-), sulit buang air besar (-). BAK tidak ada keluhan. Karena keluhan

4

Page 5: lapsus saraf vertigo.doc

yang dirasakan tidak berkurang, pasien dibawa oleh keluarga ke IGD

RSUD Dr. Adhyatma Semarang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien baru kali pertama sakit seperti ini.

- Riwayat kencing manis dan tekanan darah tinggi tidak tahu.

- Riwayat penyakit jantung disangkal.

- Riwayat trauma kepala dan daerah telinga disangkal.

- Riwayat operasi daerah kepala dan telinga disangkal.

- Riwayat tumor daerah kepala dan telinga disangkal.

- Riwayat gangguan pendengaran, infeksi telinga, sinusitis, sakit gigi/

gigi berlubang disangkal.

- Riwayat konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal.

- Riwayat alergi makanan, obat-obatan, dan debu disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

- Riwayat darah tinggi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

Riwayat pribadi, sosial ekonomi

Pasien bekerja sebagai pedagang sembako. Tinggal bersama suami dan 1

orang anaknya. Biaya perawatan rumah sakit ditanggung pribadi. Kesan

ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 04 Januari 2014 jam 14.15 WIB

A. Keadaan Umum : tampak sakit ringan

B. Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5

C. Vital Sign

- Tekanan Darah : 160 / 100 mmHg

- Frekuensi Nadi : 78x/menit

- Frekuensi Nafas : 22 x / menit

5

Page 6: lapsus saraf vertigo.doc

- Suhu : 370C

D. Status Internus

1. Kulit : warna sawo matang, turgor kulit turun (-), ikterik (-), petekie (-)

2. Kepala : kesan mesosefal, simetris, nyeri tekan (-)

3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,

central, reguler dan isokor 3mm

4. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)

5. Telinga : serumen(-/-), nyeri tekan tragus(-/-), nyeri tekan mastoid(-/-)

6. Mulut : bibir kering(-), bibir sianosis(-), lidah kotor(-), gusi berdarah (-)

7. Leher : pergerakan baik, pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea(-)

8. Thorax :

Paru

Paru depan Paru belakang

inspeksi

Statis

Dinamis

Normochest,simetris,kelainan

kulit (-/-), sudut arcus costa

dalam batas normal, ICS

dalam batas normal

Pengembangan pernafasan

paru Normal

Normochest, simetris, kelainan

kulit (-/-), sudut arcus costa

dalam batas normal, ICS dalam

batas normal

Pengembangan pernapasan

paru normal

palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan

(-/-), ICS dalam batas normal,

taktil fremitus dalam batas

normal

Simetris (N/N), Nyeri tekan

(-/-), ICS dalam batas normal,

taktil fremitus dalam batas

normal

perkusi

Kanan

Kiri

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

auskultas

i

Suara dasar vesicular,

Ronki(-/-), Wheezing (-/-)

Suara dasar vesicular,

Ronki(-/-), Wheezing (-/-)

6

Page 7: lapsus saraf vertigo.doc

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

SD : vesikuler SD : vesikuler

ST : ronki (-), wheezing (-) ST : ronki (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V 1-2 cm ke arah medial

midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),

pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi :

batas atas : ICS II linea parasternal sinistra

pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra

batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra

kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial midclavikula sinistra

Konfigurasi jantung (dalam batas normal)

Auskultasi : regular

Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.

Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-),

SIV (-)

Abdomen

Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,

ikterik (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen

Pekak sisi (-), pekak alih (-)

7

Page 8: lapsus saraf vertigo.doc

Tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra

Palpasi : Nyeri tekan epigastrum (-),

Tidak teraba pembesaran hepar

Lien dan ginjal tidak teraba

F. Status Neurologis

UMUM

1. Kesadaran : Compos mentis

2. Kuantitas : GCS 15 (E4M6V5)

3. Kualitas : Tingkah laku : wajar

4. Perasaan hati : baik

5. Orientasi : Tempat: baik, Waktu: baik, Orang: baik,

Sekitar: baik

6. Jalan pikiran : baik

7. Daya ingat baru : baik

8. Daya ingat lama : baik

9. Kemampuan bicara : baik

10. Sikap tubuh : baik

11. Gerakan abnormal: tidak ada

12. Motorik

Anggota Gerak Atas

Inspeksi Kanan Kiri

Gerakan N N

Kekuatan 5/5/5 5/5/5

Tonus Eutoni Eutoni

Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas (+) (+)

Nyeri (+) (+)

Reflek fisiologis

a. Biceps

b. Triceps

(+)

(+)

(+)

(+)

8

Page 9: lapsus saraf vertigo.doc

c. Radius

d. Ulna

(+)

(+)

(+)

(+)

Reflek Patologis

a. Hofman

b. Tromer

(-)

(-)

(-)

(-)

Anggota Gerak Bawah

Inspeksi kanan Kiri

Gerakan N N

Kekuatan 5/5/5 5/5/5

Tonus Eutoni Eutoni

Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas (+) (+)

Nyeri (+) (+)

Reflek fisiologis

a. Patella

b. Achiles

(+)

(+)

(+)

(+)

Perluasan reflek - -

Reflek Patologis

a. oppenheim

b. gordon

c. schaeffer

d. gonda

e. babinsky

f. chaddock

g. mendel

bachterew

h. rossolimo

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

9

Page 10: lapsus saraf vertigo.doc

12. Nervus Cranialis

Nervus Kranialis Kanan Kiri

N. I (Olfactorius)

Daya Penghidu Normosmia Normosmia

N.II (Opticus)

a. Daya penglihatan

b. Pengenalan warna

c. Medan penglihatan

d. Perdarahan arteri/vena

e. Fundus okuli

f. Papil

g. Retina

Baik

Baik

Baik

Baik

t.d.l

t.d.l

t.d.l

Baik

Baik

Baik

Baik

t.d.l

t.d.l

t.d.l

N.III (Oculomotorius)

a. Ptosis

b. Gerak mata keatas

c. Gerak mata kebawah

d. Gerak mata media

e. Ukuran pupil

f. Bentuk pupil

g. Reflek cahaya langsung

h. Reflek cahaya konsesuil

i. Reflek akmodasi

j. Strabismus divergen

k. Diplopia

(-)

(+)

(+)

(+)

3 mm

bulat

(+)

(+)

(+)

(-)

(-)

(-)

(+)

(+)

(+)

3 mm

bulat

(+)

(+)

(+)

(-)

(-)

N.IV (Trochlearis) :

a. Gerak mata lateral bawah

b. Strabismus konvergen

c. Diplopia

(+)

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

10

Page 11: lapsus saraf vertigo.doc

N.V (Trigeminus)

a. Menggigit

b. Membuka mulut

c. Sensibilitas muka atas

d. Sensibilitas muka tengah

e. Sensibilitas muka bawah

f. Reflek kornea

g. Reflek bersin

h. Reflek masseter

i. Reflek zigomatikus

j. Trismus

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(-)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(-)

N.VI (Abducens) :

a. Pergerakan mata (ke

lateral)

b. Strabismus konvergen

c. Diplopia

(+)

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

N. VII (Facialis)

a. Kerutan kulit dahi

b. Kedipan mata

c. Lipatan nasolabia

d. Sudut mulut

e. Mengerutkan dahi

f. Mengangkat alis

g. Menutup mata

h. Meringis

i. Tik fasial

j. Lakrimasi

k. Daya kecap 2/3 depan

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

t.d.l

t.d.l

t.d.l

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

t.d.l

t.d.l

t.d.l

N. VIII (Vestibulocochlearis)

a. Mendengarkan suara

berbisik

N

N

N

N

11

Page 12: lapsus saraf vertigo.doc

b. Mendengarkan detik arloji

c. Tes rinne

d. Tes weber

e. Tes schwabach

t.d.l

t.d.l

t.d.l

t.d.l

t.d.l

t.d.l

N IX (Glossopharyngeus)

a. Arkus faring

b. Uvula

c. Daya kecap 1/3 belakang

d. Reflek muntah

e. Sengau

f. Tersedak

Simetris

Simetris

t.d.l

t.d.l

(-)

(-)

Simetris

Simetris

t.d.l

t.d.l

(-)

(-)

N X (Vagus)

a. Arkus faring

b. Daya kecap 1/3 belakang

c. Bersuara

d. Menelan

Simetris

t.d.l

(+)

(+)

Simetris

t.d.l

(+)

(+)

N XI (Accesorius)

a. Memalingkan muka

b. Sikap bahu

c. Mengangkat bahu

d. Trofi otot bahu

(+)

(+)

(+)

N

(+)

(+)

(+)

N

N XII (Hypoglossus)

a. Sikap lidah

b. Artikulasi

c. Tremor lidah

d. Menjulurkan lidah

e. Kekuatan lidah

f. Trofi otot lidah

g. Fasikulasi lidah

N

Baik

-

+

N

N

-

13. Sensorik : dalam batas normal.

12

Page 13: lapsus saraf vertigo.doc

14. Fungsi vegetatif

Miksi : inkontinensia urin (-), retensio urin (-)

Defekasi : inkontinensia alfi (-), retensio alfi (-)

15. Koordinasi dan Keseimbangan

- Tes romberg : badan jatuh ke kanan saat mata tertutup

- Tes Tandem gait : jatuh ke kanan saat tutup mata

- Stepping Test : badan menyimpang ke arah kanan

- Post-pointing Test : lengan menyimpang ke arah kanan

- Dix-Hallpike Manoeuvre : periode laten ± 5 detik, nistagmus

horizontal < 1 menit

- Disdiadokenesis : Dalam batas normal

- Tes telunjuk hidung : Dalam batas normal

- Tes telunjuk telunjuk : Dalam batas normal

GEJALA RANGSANG MENINGEAL

Refleks Khusus Kanan Kiri

Tes lasegue

Tes Kerniq

Tes patrick

Tes kontra patrick

Tes brudzinski I

Tes brudzinski II

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium: darah rutin, kimia darah (kolesterol, kolesterol total,

trigliserid, LDL, HDL gula darah, ureum kreatinin)

VI. RESUME

Seorang wanita 55 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Adhyatma

dengan keluhan pusing berputar yang dirasakan sangat berat dan

mendadak sejak 2 jam SMRS. Pasien merasa dirinya terasa berputar-putar

13

Page 14: lapsus saraf vertigo.doc

dan ruangan disekelilingnya pun ikut berputar. Keluhan dirasakan semakin

berat ketika pasien berjalan dan menggerakkan kepala. Saat berbaring pun

pasien merasakan pusing dan terasa berputar, sehingga pasien harus

tiduran dengan mata tertutup dan berbaring kekiri untuk meringankan

pusingnya. Pasien sempat mengkonsumsi obat bodrex namun gejala tidak

berkurang. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, keluar seperti

makanan dan minuman yang dimakan sebelumnya, tidak ada darah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

- Keadaan Umum : tampak sakit ringan

- Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5

- Vital Sign

Tekanan Darah : 160 / 100 mmHg

Frekuensi Nadi : 78x/menit

Frekuensi Nafas : 22 x / menit

Suhu : 370C

- Status internus : dalam batas normal - Fungsi otonom : dalam batas normal

Koordinasi dan Keseimbangan

- Tes romberg : badan jatuh ke kanan saat mata tertutup

- Tes Tandem gait : jatuh ke kanan saat tutup mata

- Stepping Test  : badan menyimpang ke arah kanan

- Post-pointing Test : lengan menyimpang ke arah kanan

- Dix-Hallpike Manoeuvre : periode laten ± 5 detik, nistagmus

horizontal < 1 menit

- Disdiadokenesis : Dalam batas normal

- Tes telunjuk hidung : Dalam batas normal

- Tes telunjuk telunjuk : Dalam batas normal

VII. DIAGNOSIS BANDING

- Vertigo Vestibuler Perifer

- Vertigo Vestibuler Sentral

14

Page 15: lapsus saraf vertigo.doc

VIII. DIAGNOSIS

1. Diagnosis Klinis : - Vertigo

- Nausea

- Vomitus

Diagnosis Topis : Sistem Vestibuler Dekstra

Diagnosis Etiologi : Vertigo Vestibuler Perifer

2. Hipertensi Grade II

IX. INITIAL PLAN

A. Vertigo Vestibuler Perifer

1. IpTx

a. Medikamentosa

- IV line : Ringer laktat 20 tetes/menit

- Betahistin 3 x 6 mg

- Flunarizin 2 x 5 mg

- Dimenhidrinat 3 x 25 mg

- Injeksi Ondansetron 4 mg 2x1 ampul iv

- Injeksi Ranitidin 2x50 mg iv

b. Non-Medikamentosa

- Latihan fisik Vestibuler

- Terapi fisik Brand-Darrof

2. IpDx

- Laboratorium: darah rutin, kimia darah (kolesterol, kolesterol total,

trigliserid, LDL, HDL gula darah, ureum kreatinin)

3. IpMx

- Monitoring keadaan umum dan tanda vital.

- Monitoring asupan makanan dan minuman serta obat yang

dikonsumsi.

4. IpEx

15

Page 16: lapsus saraf vertigo.doc

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan

penyebab pusing berputar pada pasien.

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa keluhan

pusing berputar pada pasien ini hanya bersifat sementara, dan

setelah hilang masih ada kemungkinan untuk muncul kembali.

- Menghimbau pasien untuk memperbanyak istirahat dan

mengurangi aktifitas yang berlebihan.

- Sarankan kepada keluarga untuk mengawasi pasien dalam minum

obat secara teratur.

- Makan makanan sehat dan bergizi.

B. Hipertensi Grade II

1. IpTx

- Amlodipin 1x10 mg

- Diet biasa (rendah garam, rendah kolesterol, dan rendah lemak

jenuh)

2. IpDx

- Darah lengkap, Glukosa darah (sewaktu dan puasa),Kolesterol

total, HDL, LDL, Trigliserida serum,Kreatinin serum, Kalium

serum, Urinalisis, EKG.

3. IpMx

- Keadaan umum, tanda vital (target tekanan darah 130/90mmHg),

efektifitas terapi dan efek samping, komplikasi hipertensi, gejala

kerusakan organ.

4. IpEx

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit

tekanan darah tinggi yang dimiliki pasien, perlunya control dan

berobat secara teratur, serta resiko komplikasi yang mungkin

terjadi apabila tekanan darah pasien tidak dikendalikan.

- Menghimbau kepada pasien dan keluarga untuk mengurangi

asupan garam harian, sehari cukup ± 1 sendok teh garam dapur.

16

Page 17: lapsus saraf vertigo.doc

- Menghimbau kepada pasien dan keluarga untuk mengurangi

asupan kolesterol dan lemak jenuh.

- Menghimbau kepada pasien dan keluarga pasien untuk

menambah konsumsi buah, sayur, dan kacang-kacangan karena

banyak mengandung potassium, kalsium, magnesium, dan serat

yang bermanfaat untuk membantu menurunkan tekanan darah.

- Menghimbau pasien untuk melakukan olahraga ringan (jalan

pagi) 3-4 kali seminggu.

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa tekanan darah

tinggi tidak dapat dikendalikan hanya dengan obat-obatan, tetapi

harus disertai dengan perubahan gaya hidup.

X. PROGNOSA

- Ad vitam : Dubia ad bonam

- Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

- Ad sanam : Dubia ad bonam

17

Page 18: lapsus saraf vertigo.doc

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. VERTIGO

I. DEFINISI

Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar,

merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan

seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim

keseimbangan. 3

Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah

sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan empat

subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.1

Terdapat empat tipe dizziness yaitu vertigo, lightheadedness,

presyncope, dan disequilibrium. Yang paling sering adalah vertigo yaitu

sekitar 54% dari keluhan dizziness yang dilaporkan pada primary care. 2

II. KLASIFIKASI4,7

1. Vertigo Fisiologis

Vertigo fisiologis adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan

oleh stimulasi dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata,

dan somatosensorik berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok

ini antara lain motion sickness, space sickness, height vertigo.

2. Vertigo Patologis

a. Vertigo sentral, diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak

atau pada serebelum.

b. Vertigo perifer, disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau

pada nervus vestibulocochlear (N. VIII).

c. Medical vertigo, dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah,

gula darah yang rendah, atau gangguan metabolik akibat obat-

obatan atau akibat infeksi sistemik.

18

Page 19: lapsus saraf vertigo.doc

Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi:7

Sakit kepala

Gejala neurologis

Tanda neurologis

Vertigo Sentral

Disebabkan oleh adanya gangguan di batang otak atau di

serebelum. Biasanya disertai dengan adanya gejala lain yang khas,

misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas, gangguan fungsi

motorik, rasa lemah.5

Vertigo Perifer

Berdasarkan lamanya serangan, dibagi menjadi:9

- Episode vertigo yang berlangsung beberapa detik.

Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat

dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Paling sering penyebabnya

idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga diakibatkan oleh trauma

di kepala, pembedahan telinga atau oleh neuronitis vestibular.

Prognosis umumnya baik, gejala menghilang secara spontan.

- Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.

Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang.

Penyakit meniere mempunyai trias gejala khas, yaitu ketajaman

pendengaran menurun (tuli), vertigo, dan tinitus.

- Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa

minggu.

Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang paling sering. Ditandai

dengan vertigo, nausea, muntah, timbul mendadak. Gejala ini dapat

berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi

pendengaran tidak terganggu pada neuronitis vestibular. Pada

pemeriksaan fisik mungkin dijumpai nistagmus.

19

Page 20: lapsus saraf vertigo.doc

Perbedaan tanda klinis vertigo vestibular perifer dan sentral.

Perifer Sentral

Bangkitan vertigo Mendadak Lambat

Derajat vertigo Berat Ringan

Pengaruh gerakan kepala (+) (-)

Gejala otonom (++) (-)

Gangguan pendengaran (+) (-)

III. PATOFISIOLOGI

Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh

yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi

aferen) dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Informasi

yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor

vestibuler, visual, dan proprioseptik. Reseptor vestibuler memberikan

kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor

visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.9

Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat

integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual

dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya

dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons

yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh

dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala

dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan

tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis,

atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses

pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo

dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak

20

Page 21: lapsus saraf vertigo.doc

adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,

unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan, dan gejala-gejala lainnya.10

Beberapa teori mengenai mekanisme terjadinya vertigo diantaranya

adalah:

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation).

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan

menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis, akibatnya akan timbul

vertigo, nistagmus, mual, dan muntah.

2. Teori konflik sensorik.

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal

dari berbagai reseptor sensorik perifer, yaitu antara mata, vestibulum,

dan proprioseptik. Atau karena ketidakseimbangan masukan sensoris

dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan

kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat

berupa nistagmus, ataksia, rasa melayang, berputar.

3. Teori neural mismatch.

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik. Menurut

teori ini otak mempunyai memori tentang pola gerakan tertentu,

sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang tidak sesuai

dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan

saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-

ulang akan terjadi mekanisme adaptasi, sehingga berangsur-angsur

tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik.

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai

usaha adaptasi perubahan posisi. Gejala klinis timbul jika sistem

simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistem parasimpatis

mulai berperan.

5. Teori neurohumoral.

Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl), dan teori

serotonin (Lucat), yang masing-masing menekankan peranan

21

Page 22: lapsus saraf vertigo.doc

neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang

menyebabkan timbulnya gejala vertigo.

6. Teori sinaps.

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan

neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi

pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan

menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (Corticotropin

Releasing Factor). Peningkatan kadar CRF selanjutnya akan

mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan

mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf

parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering

timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat

aktivitas simpatis, kemudian berkembang menjadi mual, muntah, dan

hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan

saraf parasimpatis.

IV. GEJALA KLINIS

Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa

gejala primer, sekunder, ataupun gejala non spesifik. Gejala primer berupa

vertigo, impulsion, oscilopsia, ataxia, dan gejala pendengaran. Vertigo,

diartikan sebagai sensasi berputar. Vertigo horizontal merupakan tipe yang

paling sering. Jika bersamaan dengan nistagmus, pasien biasanya

merasakan sensasi pergerakan dari sisi yang berlawanan dengan

komponen lambat nistagmus.12

Informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat digunakan untuk

membedakan perifer atau sentral meliputi:2

1. Karekteristk dizziness

Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien

apakah sensasi berputar atau sensasi non spesifik seperti giddiness,

atau light headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (seperti

kebingungan).

22

Page 23: lapsus saraf vertigo.doc

2. Keparahan

Keparahan suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya pada

acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang

dalam beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, awalnya

keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya.3

3. Onset dan durasi vertigo

Semakin lama durasi vertigo, maka kemungkinan ke arah

vertigo sentral menjadi lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki

onset akut dibandingkan vertigo sentral, kecuali pada cerebrovascular

attack. 2

Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali

yang berasal dari vaskular). Lesi sentral biasanya menyebabkan tanda

neurologis tambahan, menyebabkan ketidakseimbangan yang parah,

nistagmus murni vertikal, horizontal, atau torsional, dan tidak dapat

dihambat oleh fiksasi mata pada objek.

4. Faktor Pencetus

Faktor pencetus dapat mempersempit diagnosis banding pada

vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan

posisi, penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus

pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan dengan acute

vestibular neutritis atau acute labyrhintis. Vertigo dapat disebabkan

oleh fistula perilimfatik (karena post trauma langsung, barotraumas),

biasanya muncul saat pasien mengejan atau bersin). Adanya fenomena

Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara bising pada

frekuensi tertentu) mengarah kepada penyebab perifer. 3

5. Gejala Penyerta

Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran

berasal dari perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular yang

mengenai arteri auditorius interna atau arteri serebelar anterior

23

Page 24: lapsus saraf vertigo.doc

inferior. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan

infeksi akut telinga tengah, penyakit infasiv pada tulang temporal,

atau iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan

mual pada acute vestibular neuronitis, Meniere’s Disease yang parah,

dan BPPV.

Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah.

Gejala neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan

dan pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia, atau

perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan

diagnosis ke vertigo sentral, misalnya penyakit cererovascular,

neoplasma, atau multiple sklerosis.3

6. Riwayat keluarga

Adanya riwayat keluarga dengan migraine, kejang, Meniere’s

Disease, atau tuli pada usia muda perlu ditanyakan.

7. Riwayat pengobatan

Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo, seperti

obat-obatan ototoksik, obat anti epilepsi, antihipertensi, dan sedatif.

V. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan leher, dan

system kardiovaskular.

1. Pemeriksaan Neurologik

Pemeriksaan nervus kranialis penting untuk mencari tanda paralisis, tuli

sensorineural, nistagmus. 2

Nistagmus vertikal 80% sensitif untuk lesi nukleus vestibular atau

vermis serebelar. Nistagmus horizontal yang spontan, dengan atau tanpa

nistagmus rotator, konsisten dengan acute vestibular neuronitis.

Gait test:

a. Romberg’s sign, pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk

gangguan vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab yang

lebih serius dari dizziness (tidak terbatas hanya pada vertigo,

24

Page 25: lapsus saraf vertigo.doc

misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau

cerebrovascular event).3

Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan

kedua mata terbuka, kemudian tertutup. Biarkan pada posisi

demikian selama 20-30 detik. Pada kelainan vestibuler, hanya pada

mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis

tengah, kemudian kembali lagi, sedangkan pada mata terbuka

badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler

badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun

pada mata tertutup.

Gambar 7. Romberg’s Sign.

b. Heel-to-Toe Walking Test

c. Unterberger's Sstepping Test, pasien berdiri dengan kedua lengan

lurus horisontal ke depan, kemudian jalan di tempat dengan

mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada

kelainan vestibuler, posisi penderita akan menyimpang/berputar ke

arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram, kepala

dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi

dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan

ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

25

Page 26: lapsus saraf vertigo.doc

Gambar 8. Unterberger’s Stepping Test.

d. Post-pointing Test (Uji Tunjuk Barany), dengan jari telunjuk

ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat

lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh

telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang

dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan

terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

Gambar 9. Post-pointing Test.

Pemeriksaan Fungsi Vestibuler

Dix-Hallpike Manoeuvre

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang

dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah garis horisontal,

kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan, lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul

26

Page 27: lapsus saraf vertigo.doc

dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah

lesinya perifer atau sentral.

Perifer: vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik,

hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes

diulang-ulang beberapa kali (fatigue).

Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih

dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

Test hiperventilasi

Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya

normal. Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali.

Tanyakan apakah prosedur tersebut menginduksi terjadinya vertigo. Jika

pasien merasakan vertigo tanpa nistagmus, maka didiagnosis sebagai

sindroma hiperventilasi. Jika nistagmus terjadi setelah hiperventilasi,

menandakan adanya tumor pada nervus VIII. 5

Tes Kalori

Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita

diangkat ke belakang, menengadah 60º. Tabung suntik berukuran 20 mL

dengan ujung jarum yang dilindungi oleh karet ukuran no.15 diisi dengan

air bersuhu 30ºC, air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1

mL/detik.

Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus.

Arah gerak nistagmus ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang

dialiri (karena air yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan). Arah

gerak, frekuensi (biasanya 3-5 kali/detik), dan lamanya nistagmus

berlangsung dicatat (Biasanya antara ½-2 menit). Setelah istirahat 5 menit,

telinga ke-2 dites. Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan

lamanya nistagmus pada kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir

serupa.

Pemeriksaan selanjutnya, 5 mL air es diinjeksikan ke telinga secara

lambat. Pada keadaan normal, hal ini akan mencetuskan nistagmus yang

berlangsung 2-2,5 menit. Bila tidak timbul nistagmus, dapat disuntikkan air

es 20 mL selama 30 detik. Bila ini juga tidak menimbulkan nistagmus, maka

27

Page 28: lapsus saraf vertigo.doc

dapat dianggap bahwa labirin tidak berfungsi. Tes ini memungkinkan kita

menentukan apakah keadaan labirin normal hipoaktif atau tidak berfungsi.

Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit untuk merekam

gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat

dianalisis secara kuantitatif.

Posturografi

Tes ini dilakukan dengan 6 tahap :

a. Pertama, mata terbuka dan tempat berdiri terfiksasi.

b. Kedua, mata ditutup dan tempat berdiri terfiksasi.

c. Ketiga, melihat pemandangan yang bergoyang, berdiri pada tempat

yang terfiksasi. Dengan bergeraknya objek yang dipandang, maka

input visual tidak dapat digunakan sebagai patokan untuk orientasi

ruangan.

d. Keempat, objek yang dilihat diam, namun tumpuan untuk berdiri

digoyang. Dengan bergoyangnya tempat berpijak, maka input

somatosensorik dari bagian bawah badan dapat diganggu.

e. Kelima, mata ditutup dan tempat berdiri digoyang.

f. Keenam, melihat pemandangan yang bergoyang dan tempat berdiri

digoyang.

Fungsi Pendengaran

a. Tes garpu tala: Rinne, Weber, Schwabach (untuk membedakan tuli

konduktif dan tuli perseptif).

b. Audiometri: Loudness Balance Test, Bekesy Audiometry, Tone

Decay.

2. Pemeriksaan Kepala dan Leher

- Pemeriksaan membran timpani untuk menemukan vesikel, misalnya

pada Herpes Zooster Auticus (Ramsay Hunt Syndrome) atau

kolesteatoma.

28

Page 29: lapsus saraf vertigo.doc

- Hennebert’s Sign, vertigo atau nistagmus akan terjadi ketika

mendorong tragus dan meatus akustikus eksternus mengindikasikan

adanya fistula perilimfatik.2

- Valsava Manoeuvre, hidung ditutup kemudian melakukan exhalasi

dengan mulut, untuk meningkat tekanan melawan tuba eusthacius dan

telinga dalam, akan menyebabkan vertigo pada pasien dengan fistula

perilimfatik.

- Head Impulses Test, pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada

objek sejauh 3 m, pasien diinstruksikan untuk tetap melihat objek

ketika pemeriksa menolehkan kepala pasien. Dimulai dengan

pemeriksa menolehkan kepala pasien ke salah satu sisi pelan-pelan,

setelah itu pemeriksa menolehkan kepala pasien sisi lainnya dengan

cepat (sejauh 20°). Pada orang yang normal tidak timbul nistagmus,

mengindikasikan pandangan mereka terfiksasi di objek. Jika ada

nistagmus setelahnya maka mengindikasikan bahwa terdapat lesi pada

vestibular perifer.

3. Pemeriksaan Cardiovascular

Perubahan orthostatik pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20

mmHg atau lebih) dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit)

pada pasien dengan vertigo menunjukkan masalah dehidrasi dan disfungsi

otonom.

Gambar 10. Head Impulses Test.

29

Page 30: lapsus saraf vertigo.doc

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometri, tes

vestibular, evalusi hasil pemeriksaan lab, dan evalusi radiologis.

Tes audiometri tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika

pasien mengeluhkan gangguan pendengaran.

Tes vestibular tidak dilakukan pada semua pasien dengan keluhan

dizziness. Tes vestibular dilakukan apabila hasil pemeriksaan lain

meragukan.

Pemeriksaan lab yang meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah,

dan fungsi tiroid dapat membantu menentukan etiologi vertigo.

Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan

vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis dan tuli unilateral yang

progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang otak,

serebelum, periventricular white matter, dan kompleks nervus VIII. 11

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Sekitar 20%-40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek

gejala yang terdapat pada pasien dan durasi serangan.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

30

Page 31: lapsus saraf vertigo.doc

Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda

intracranial

Ménière’s disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine

angle

Labyrinthitis Benign positional vertigo Vertebrobasilar insufficiency

dan thromboembolism

Labyrinthine trauma Acute vestiblar dysfunction Tumor otak

Acoustic neuroma Medication induced vertigo

e.g aminoglycosides

Migraine

Acute cochleo-

vestibular dysfunction

Cervical spondylosis Multiple sklerosis

Syphilis (rare) Following flexion-

extension injury

Aura epileptic attack-

terutama temporal lobe

epilepsy

Obat-obatan- misalnya,

phenytoin, barbiturate

Syringobulosa

IX. TERAPI

1. Medikamentosa

Karena penderita seringkali merasa terganggu dengan keluhan

vertigo maka seringkali diberikan pengobatan simptomatik. Lamanya

pengobatan bervariasi. Beberapa golongan yang sering digunakan :

Antihistamin

Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.

Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,

difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti

vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.

Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada

31

Page 32: lapsus saraf vertigo.doc

penderita vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang

positif.

Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat

meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi

gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung dan

sesekali timbul “rash” di kulit.

• Betahistin Mesylate (Merislon) 6 mg,

Diberikan 1-2 tablet, 3 kali sehari, per oral.

• Betahistin Hcl (Betaserc) 8 mg,

Diberikan 1 tablet, 3 kali sehari, per oral (maksimum 6 tablet).

Dimenhidrinat (Dramamine), lama kerja obat ini ialah 4–6 jam.

Dapat diberi per oral atau parenteral (suntikan intramuscular dan

intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25–50 mg, 4 kali sehari. Efek

samping ialah mengantuk.

Difhenhidramin Hcl (Benadryl), lama aktivitas obat ini ialah 4–6

jam, diberikan dengan dosis 25–50 mg, 4 kali sehari. Obat ini dapat juga

diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.

Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium seperti Cinnarizine (Stugeron) dan

Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan obat supresan

vestibular, karena sel rambut vestibular mengandung banyak terowongan

kalsium. Namun antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti

anti kholinergik dan antihistamin. Cinnarizine (Stugerone) mempunyai

khasiat menekan fungsi vestibular, mengurangi respon terhadap akselerasi

angular dan linier. Dosis lazimnya 15–30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg

sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk, rasa lelah, diare atau

konstipasi, mulut terasa kering, dan “rash” di kulit.

Fenotiazine

Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti

muntah). Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo.

32

Page 33: lapsus saraf vertigo.doc

Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif

untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang

berkhasiat terhadap vertigo. Promethazine (Phenergan) merupakan golongan

Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo. Lama aktivitas obat ini

ialah 4–6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5–25 mg, 4 kali sehari, per oral

atau parenteral (intramuscular atau intravena). Efek samping yang sering

dijumpai ialah mengantuk, sedangkan efek samping ekstrapiramidal lebih

sedikit disbanding obat Fenotiazine lainnya.

Khlorpromazine (Largactil) dapat diberikan pada penderita dengan

serangan vertigo yang berat dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral

atau parenteral (intramuscular atau intravena). Dosis lazimnya 25–50 mg,

3–4 kali sehari. Efek samping mengantuk.

Obat Simpatomimetik

Salah satu obat simpatomimetik yang dapat digunakan untuk

menekan vertigo ialah Efedrin. Lama aktivitas ialah 4–6 jam. Dosis dapat

diberikan 10-25 mg, 4 kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila

dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek samping insomnia,

palpitasi, dan gelisah/gugup.

Obat Penenang Minor

Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi

kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo. Efek

samping mulut kering dan penglihatan kabur. Lorazepam, dosis dapat

diberikan 0,5-1 mg. Diazepam, dosis dapat diberikan 2-5 mg.

Obat Anti Kholinergik

Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas

sistem vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo. Skopolamin dapat

dikombinasi dengan Fenotiazine atau Efedrin dan mempunyai efek

sinergis. Dosis skopolamin 0,3–0,6 mg, 3–4 kali sehari.

33

Page 34: lapsus saraf vertigo.doc

2. Non Medikamentosa

Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi

gangguan keseimbangan. Namun dapat dijumpai beberapa penderita

yang kemampuan adaptasinya kurang baik. Hal ini mungkin disebabkan

oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat, atau didapatkan

defisit sistem visual atau proprioseptifnya. Apabila obat tidak banyak

membantu, maka diperlukan latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan

untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan, dan mengadaptasi

diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :

- Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau

disekuilibrium, untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya

secara lambat laun.

- Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.

- Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan.

Contoh latihan:

- Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.

- Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi,

ekstensi, gerak miring).

- Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian

dengan mata tertutup.

- Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan

mata tertutup.

- Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang

satu menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).

- Jalan menaiki dan menuruni permukaan miring.

- Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.

- Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan

juga memfiksasi pada objek yang diam.

34

Page 35: lapsus saraf vertigo.doc

Terapi Fisik Brand-Darrof

Gambar 11. Terapi fisik Brand-Darrof.

Keterangan Gambar:

• Pasien dalam posisi duduk.

• Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik

posisi duduk.

• Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing

gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.

• Untuk awal cukup 1-2 kali kiri-kanan, makin lama makin bertambah.

Terapi Spesifik

BPPV

Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi obat-obatan. Vertigo

dapat membaik dengan manuver rotasi kepala. Hal ini akan memindahkan

deposit kalsium yang bebas ke belakang vestibulum. Manuver ini meliputi

reposisi kanalit berupa Epley’s Manoeuvre. Pasien perlu tetap tegak selama 1

samapi 2 jam setelah reposisi kanalit untuk mencegah deposit kalsium kembali

ke kanalis semisirkularis.

Vestibular Neuronitis - Vestibular Labirynthis

Terapi difokuskan pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang

diikuti dengan latihan vestibular.

35

Page 36: lapsus saraf vertigo.doc

Meniere’s Disease

Terapi dengan prinsip menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun

diet rendah garam dan diuretik seringkali mengurangi keluhan vertigo, tetapi

hal ini kurang efektif dalam mengobati ketulian dan tinnitus.

Pada kasus yang jarang, intervensi bedah seperti dekompresi dengan

endolimfatic shunt atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika penyakit ini

resisten terhadap pengobatan diuretik dan diet rendah garam.

Iskemik Vaskular

Terapi Transient Ischemic Attack dan stroke melalui kontrol tekanan

darah, menurunkan level kolesterol, inhibisi fungsi platelet (diantaranya

dengan aspirin, clopidogrel, dan warfarin), dapat mencegah terjadinya

serangan ulang.

Vertigo akut yang disebabkan oleh stroke pada batang otak atau

serebelum diobati dengan obat-obatan yang mensupresi vestibular. Sesegera

mungkin dilakukan tappering-off dosis obat anti vertigo dan latihan

rehabilitasi vestibular harus segera dimulai.

Pemasangan vertebrobasilar stent diperlukan pada pasien dengan

stenosis arteri vertebralis.

Perdarahan pada serebelum dan batang otak memberikan resiko

kompresi, sehingga diperlukan dekompresi melalui tindakan neurosurgery.

36

Page 37: lapsus saraf vertigo.doc

B. HIPERTENSI

I. DEFINISI

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.

Hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi primer/esensial (90-95%) dan

hipertensi sekunder (5-10%). Disebut hipertensi primer bila tidak ditemukan

penyebab dari peningkatan tekanan darah, dan disebut hipertensi sekunder bila

disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme

primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan

renovaskuler, serta akibat obat-obatan.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC

7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,

prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.

Klasifikasi Tekanan

DarahTekanan Darah Sistolik

(mmHg)Tekanan Darah

Diastolik (mmHg)Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120-139 80-89Hipertensi derajat 1 140-159 90-99Hipertensi derajat 2 > 160 > 100

II. ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

hipertensi primer/esensial dan hipertensi sekunder/renal.

1. Hipertensi Primer

Hipertensi primer/esensial tidak diketahui penyebabnya, disebut juga

hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang

mempengaruhinya, seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf

simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na

dan Ca intraseluler, serta faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti

37

Page 38: lapsus saraf vertigo.doc

obesitas, alkohol, merokok, dan polisitemia. Hipertensi primer biasanya

timbul pada umur 30 – 50 tahun.

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder/renal terjadi pada sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik

diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular

renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, feokromositoma,

koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-

lain.

III. GEJALA KLINIS

Peninggian tekanan darah terkadang merupakan satu-satunya gejala pada

hipertensi esensial, dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala

yang timbul dapat berbeda-beda. Hipertensi esensial dapat berjalan tanpa gejala,

dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target, seperti pada

ginjal, mata, otak, dan jantung.

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi

mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini

menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang

bermakna. Bila terdapat gejala, biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit

kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah

marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata

berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat, maka

dapat mengakibatkan kematian yang disebabkan karena payah jantung, infark

miokardium, stroke, atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan perawatan

hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.

IV. PATOFISIOLOGI

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam

pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer

38

Page 39: lapsus saraf vertigo.doc

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan

hipertensi esensial antara lain:

1. Curah jantung dan tahanan perifer.

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh

terhadap tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial, curah

jantung biasanya normal, tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah

ditentukan oleh konsentrasi sel otot polos yang terdapat pada arteriol kecil.

Peningkatan konsentrasi sel otot polos akan berpengaruh pada peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot polos ini

semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol, hal ini

mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya

tahanan perifer yang irreversible.

2. Sistem Renin-Angiotensin.

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem

endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi

oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon dari adanya glomerulus

underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem

saraf simpatetik.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE

memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah

mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin

akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II berpotensi besar

meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui

dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

39

Page 40: lapsus saraf vertigo.doc

osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh, sehingga urin menjadi

pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga

meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi

ekskresi NaCl dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.

Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah.

3. Sistem Saraf Otonom.

Sirkulasi sistem saraf simpatik dapat menyebabkan vasokonstriksi maupun

dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran penting dalam

pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi

antara sistem saraf otonom, sistem renin-angiotensin, dan faktor-faktor lain

termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

4. Disfungsi Endotelium.

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam

mengontrol pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif

lokal, yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi

endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis

pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi

dari oksida nitrit.

5. Substansi Vasoaktif.

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transport natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin

merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin

dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan

40

Page 41: lapsus saraf vertigo.doc

sistem Renin-Angiotensin lokal. Arterial Natriuretic Peptide merupakan

hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan

volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal

yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.

6. Hiperkoagulasi.

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dinding pembuluh

darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan

faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat

menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan

semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah

dengan pemberian obat anti-hipertensi.

7. Disfungsi Diastolik.

Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika

terjadi tekanan diastolik. Hal ini terjadi guna memenuhi peningkatan

kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga dimana terjadi

peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan

ventrikel.

V. FAKTOR RESIKO HIPERTENSI

Sampai saat ini penyebab hipertensi belum dapat diketahui dengan jelas.

Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:

a. Keturunan.

Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua

yang salah satu atau keduanya menderita hipertensi, maka orang tersebut

mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi. Adanya riwayat

keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan

meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun

dan laki–laki dibawah 55 tahun.

41

Page 42: lapsus saraf vertigo.doc

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.

Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem Renin-

Angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki–laki lebih tinggi daripada

perempuan. Pada perempuan, risiko hipertensi akan meningkat setelah masa

menopause yang mununjukkan adanya pengaruh penurunan hormon estrogen.

c. Umur

Menurut beberapa penelitian telah yang dilakukan, terbukti bahwa semakin

tinggi umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini

disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah yang semakin menurun.

Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum

umur 55 tahun tekanan darah pada laki–laki lebih tinggi daripada perempuan.

Setelah umur 65 tahun, tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada

laki-laki.

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:

a. Merokok.

Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan beban

kerja jantung dan menaikkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam

rokok dapat meningkatkan penggumpalan darah dan menyebabkan

pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap

jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik

maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti

dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh darah

koroner meningkat, dan terjadi vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.

b. Obesitas.

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal, erat kaitannya dengan

hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya

penambahan berat badan. Tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi.

42

Page 43: lapsus saraf vertigo.doc

Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal ( > 120/80 mmHg) akan

meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat

badan efektif untuk menurunkan hipertensi. Penurunan berat badan sekitar 5

kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan.

c. Stres.

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang

dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres

berlangsung lama maka dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang

menetap.

d. Aktifitas Fisik.

Aerobik yang cukup, misalnya berjalan cepat 30–45 menit setiap hari

membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara

teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok.

e. Asupan.

1) Asupan Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum

normal (136-145 mEq/L). Natrium berfungsi menjaga keseimbangan

cairan dan keseimbangan asam basa tubuh, serta berperan dalam transfusi

saraf dan kontraksi otot.

Perpindahan air antara cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh

kekuatan osmotik. Natrium klorida pada cairan ekstraseluler, kalium

dengan zat–zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat–zat yang sangat

berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi membran.

Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi

terutama di usus halus. Mekanisme pengaturan keseimbangan volume

tergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi

efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada ruang vaskular

yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada orang sehat, volume

43

Page 44: lapsus saraf vertigo.doc

cairan ekstraseluler umumnya berubah–ubah sesuai dengan sirkulasi

efektifnya, dan berbanding secara proporsional dengan jumlah total

natrium dalam tubuh. Natrium diabsorpsi secara aktif, setelah itu dibawa

oleh aliran darah ke ginjal, natrium kemudian disaring dan dikembalikan

ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kadar

natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang mencapai 90-99% akan

dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon

aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar natrium dalam

darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk mengasorpsi natrium

kembali. Jadi tinggi rendahnya jumlah natrium dalam urin berbanding

lurus dengan jumlah natrium yang dikonsumsi.

Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang yang secara genetik

sensitif terhadap natrium, misalnya seperti pada orang Afro-Amerika, para

lansia, dan para penderita hipertensi atau diabetes. Asosiasi Jantung

Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam tidak

lebih dari 6 gram per hari. Pada populasi dengan asupan natrium lebih dari

6 gram per hari tekanan darahnya meningkat lebih cepat dengan

meningkatnya umur, serta kejadian hipertensi lebih sering ditemukan.

Hubungan antara restriksi garam dan pencegahan hipertensi masih belum

jelas. Namun berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan

tekanan darah ketika asupan garam ditambah.

2) Asupan Kalium.

Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium

adalah kebalikan dari cara kerja natrium. Konsumsi kalium yang banyak

akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga

cenderung menarik cairan ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.

Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron.

Peningkatan sekresi aldosteron selain menyebabkan reabsorbsi natrium

dan air, juga meningkatkan ekskresi kalium. Sebaliknya penurunan sekresi

aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air, juga meningkatkan

44

Page 45: lapsus saraf vertigo.doc

penyimpanan kalium. Rangsangan utama sekresi aldosteron adalah

penurunan volume sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum. Ekskresi

kalium juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan kecepatan aliran di

tubulus distal.

Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah kalium akan

mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling,

yang mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal.

Pada populasi dengan asupan tinggi kalium, tekanan darah dan prevalensi

hipertensi lebih rendah dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi

kalium dalam jumlah rendah.

3) Asupan Magnesium.

Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler

otot polos, dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan

darah. The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation

and Treatment of High Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat

hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan darah.

Walaupun sebagian besar penelitian klinis menyebutkan bahwa

suplementasi magnesium tidak efektif untuk mengubah tekanan darah. Hal

ini dimungkinkan karena adanya efek pengganggu dari obat anti

hipertensi. Meskipun demikian, suplementasi magnesium

direkomendasikan untuk mencegah kejadian hipertensi.

VI. KERUSAKAN ORGAN TARGET

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, nbik secara

langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui

pada pasien hipertensi adalah:

1. Penyakit ginjal kronis.

2. Penyakit jantung:

a. Hipertrofi ventrikel kiri.

45

Page 46: lapsus saraf vertigo.doc

b. Angina atau infark miokardium.

c. Gagal jantung.

3. Gangguan fungsional otak:

a. Stroke.

b. Transient Ischemic Attack (TIA).

4. Penyakit arteri perifer.

5. Retinopati hipertensi.

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ

tersebut dapat merupakan akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada

organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain karena adanya autoantibodi

terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi

nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet

tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya

kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya

ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).

VII. EVALUASI HIPERTENSI

Evaluasi hipertensi bertujuan untuk:

1. Menilai pola hidup, identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular,

menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis, dan

menentukan pengobatan.

2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.

3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit

kardiovaskular.

Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang

keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan

fisik, serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis meliputi:

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah penderita.

46

Page 47: lapsus saraf vertigo.doc

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder:

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal.

b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,

pemakaian obat-obat analgesik dan obat/bahan lain.

c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi

(feokromositoma).

d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme).

3. Faktor-faktor resiko:

a. Riwayat hipertensi atau penyakit kardiovaskular pada pasien

atau keluarga pasien.

b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya.

c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya.

d. Kebiasaan merokok.

e. Pola makan.

f. Kegemukan, intensitas aktivitas dan olahraga.

g. Kepribadian penderita.

4. Gejala kerusakan organ:

a. Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,

transient ischemic attack, defisit sensoris atau motoris.

b. Ginjal: rasa haus, poliuria, nokturia, hematuria.

c. Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, oedema ekstremitas

inferior.

d. Arteri perifer: perabaan ekstremitas dingin.

5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya.

Pemeriksaan penunjang untuk pasien hipertensi terdiri dari:

a. Tes darah rutin.

b. Glukosa darah (sebaiknya glukosa darah puasa).

c. Kolesterol total serum.

d. LDL dan HDL serum.

e. Trigliserida serum (sebaiknya trigliserida serum puasa).

47

Page 48: lapsus saraf vertigo.doc

f. Asam urat serum.

g. Kreatinin serum.

h. Kalium serum.

i. Hemoglobin dan hematokrit.

j. Urinalisis.

k. Elektrokardiogram.

Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya

kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya

hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala.

Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi:

1. Fungsi ginjal:

a. Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria

(mikro dan makro albuminuria) serta rasio albumin-kreatinin

urin.

b. Perkiraan Glomerulus Filtration Rate (GFR), yang untuk pasien

dalam kondisi stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan

modifikasi rumus dari Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran

National Kidney Foundation (NKF), yaitu:

Klirens Kreatinin= (140-Umur) x Berat Badan x (0,85 untuk perempuan)

72 x Kreatinin Serum

Formula MDRD (Modification of Diet in Renal Disease), GFR=

175 x Kreatinin Serum – 1,154 x Usia – 0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,212 jika Afro-Amerika)

VIII. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI

A. Penatalaksanaan Farmakologis

Pedoman dari ESH 2007 merekomendasikan 5 golongan obat anti

hipertensi, yaitu diuretic thiazid, calcium antagonists, ACE inhibitors, angiotensin

receptor antagonists, dan beta blockers. Obat-obatan tersebut dapat digunakan

48

Page 49: lapsus saraf vertigo.doc

sebagai first-line treatment (initiation and maintenance), baik sebagai monoterapi

atau kombinasi.

ESH-2007 menganjurkan penggunaan beta blockers dan diuretic

thiazid sebaiknya tidak diberikan pada individu dengan sindroma metabolik dan

risiko tinggi diabetes, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi obat

tersebut dapat menimbulkan penyakit diabetes.

Terapi hipertensi sering memerlukan lebih dari satu macam obat anti

hipertensi, sehingga perlu dipertimbangkan pemilihan obat sebagai first

class sesuai dengan compelling indications. Keadaan khusus seperti hipertensi

pada usia lanjut, kehamilan, atau krisis hipertensi akan memerlukan penanganan

khusus dengan pilihan obat anti hipertensi tertentu.

Prinsip pengobatan hipertensi :

• Sekiranya tekanan darah tidak mencapai target yang

diinginkan,dosis obat dapat ditingkatkan hingga mencapai dosis

maksimum.Bisa juga digantikan dengan obat dari kelas yang lain,

atau ditambah obat kedua dari kelas yang lain.

• Sekiranya respon pengobatan inisial adekuat maka pengobatan

diteruskan.

• Untuk penambahan obat perlu pertimbangkan untuk menambah

obat golongan diuretik

• Apabila ada kelainan ginjal, pertimbangkan penggunaan loop

diuretic yang berbanding dengan diuretic tiazid.

• Jangan kombinasikan obat dari kelas yang sama.

Anti hipertensi lainnya, yakni vasodilator langsung seperti adrenolitik

sentral (α2 agonis) dan penghambat saraf adrenergik, tidak digunakan untuk

monoterapi tahap pertama, tetapi hanya antihipertensi tambahan.

Pilihan obat bagi masing-masing penderita bergantung pada:

1. Efek samping metabolik dan gejala subyektif.

2. Penyakit lain yang mungkin diperbaiki atau bahkan diperburuk

oleh pilihan anti hipertensi.

49

Page 50: lapsus saraf vertigo.doc

3. Pemberian obat lain yang mungkin berinteraksi dengan anti

hipertensi yang telah diberikan sebelumnya dan pertimbangan

biaya pengobatan.

Jenis-jenis obat anti hipertensi:

Diuretik.

Efek nyang ditimbulkan adalah peningkatan ekskresi natrium, klorida dan

air sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel. Vasodilatasi perifer

yang terjadi disebabkan adanya penyesuaian pembuluh darah perifer terhadap

pengurangan volume plasma terus menerus. Selain itu, dapat pula terjadi

pengurangan kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya lentur

(compliance) vascular.

Diuretik tiazid dan sejenisnya.

Berbagai Tiazid (misal hidrokiorotiazid, bendroflumetiazid) merupakan

obat utama dalam terapi anti hipertensi pada penderita dengan fungsi ginjal yang

normal. Tiazid dapat dikombinasikan karena dapat meningkatkan efek hipotensif

obat lain. Selain itu, tiazid mencegah terjadinya retensi cairan yang disebabkan

anti hipertensi lain.

Namun, penggunaan obat ini dapat menimbulkan efek samping metabolik,

yakni hipokalemia, hipomagnesimia, hiponatremia, hiperisemia, hiperkalsemia,

hiperglikemia, hiperkolestrolemia, dan hipertrigliseridemia. Ditambah lagi,

gangguan fungsi seksual dan rasa lemah juga dapat terjadi.

Diuretik kuat dan diuretik hemat kalium.

Diuretik kuat, misalnya furosemid lebih efektif dibanding tiazid untuk

hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal dan gagal jantung. Mula kerjanya lebih

cepat dan efek diuretiknya lebih kuat. Namun, untuk jenis hipertensi lain, tiazid

lebih unggul. Diuretik kuat dicadangkan untuk penderita dengan kreatinin serum ≤

2.5 mg/dl atau gagal jantung. Efek samping mirip seperti tiazid, hanya saja tidak

50

Page 51: lapsus saraf vertigo.doc

menimbulkan hiperkalsemia. Diuretik kuat harus diberikan dalam dosis rendah

disertai dengan pengaturan diet.

Diuretik hemat kalium merupakan diuretik lemah. Penggunaannya dengan

diuretik lain berfungsi untuk mencegah hipokalemia. Namun, jenis ini dapat

menyebabkan hiperkalemia, terutama pada penderita gangguan fungsi ginjal atau

bila dikombinasikan dengan penghambat ACE, suplemen kalium atau AINS.

Penderita dengan kreatinin serum ≥ 2.5 mg/dl tidak dianjurkan mengkonsumsi

jenis ini.

Penghambat Adrenergik.

Penghambat adrenoreseptor β (β-bloker).

Mekanisme β-adrenergik sebagai anti hipertensi masih belum jelas.

Diperkirakan ada beberapa cara, yakni:

1. Pengurangan denyut jantung dan kontraktilitas miokard.

2. Hambatan pelepasan NE melalui hambatan reseptor β2 presinaps.

3. Hambatan sekresi renin melalui hambatan rereptor β1 di ginjal.

4. Efek sentral.

Penurunan TD oleh β-bloker yang diberikan per oral berlangsung lambat.

Efek tampak dalam 24 jam sampai 1 minggu. Pemberian pada orang normal tidak

akan menyebabkan hipotensi.

Β-bloker merupakan obat untuk hipertensi ringan-sedang dengan penyakit

jantung koroner atau dengan aritmia supraventrikuler maupun ventrikuler, dengan

kelainan induksi.

Efek samping yang mungkin muncul diantaranya adalah bronkospasme,

memperburuk gangguan pembuluh darah perifer, rasa lelah, insomnia,

eksaserebrasi gagal jantung, serta mengurangi kemampuan berolahraga. Efek

samping dapat dikurangi dengan pengaturan diet. Selain itu, pengurangan aliran

darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus dapat memperburuk fungsi ginjal.

Rebound hypertension jarang terjadi pada penghentian β-bloker secara mendadak.

51

Page 52: lapsus saraf vertigo.doc

Penghambat adrenoreseptor α (α-bloker).

α-bloker yang selektif memblok adrenoreseptor α-1 dapat digunakan

sebagai antihipertensi. α-bloker yang non-selektif juga menghambat adrenoseptor

α-2 diujung saraf adrenergik, sehingga meningkatkan pelepasan norepinephrin,

akibatnya terjadi perangsangan jantung yang berlebihan.

α-bloker menghambat reseptor α-1 di pembuluh darah sehingga terjadi

dilatasi vena dan arteriol. α-bloker merupakan satu-satunya golongan

antihipertensi yang memberikan efek positif pada lipid darah, (mengurangi LDL

dan trigliserida, meningkatkan HDL). α-bloker juga dapat menurunkan resistensi

insulin, mengurangi gangguan vaskular perifer, memberikan sedikit efek

bronkodilatasi dan mengurangi serangan asma akibat kegiatan fisik, merelaksasi

otot polos prostat dan leher kandung kemih sehingga mengurangi gejala hipertrofi

prostat, tidak menggangu aktivitas fisik, dan tidak berinteraksi dengan AINS.

Oleh karena itu, obat ini dianjurkan untuk penderita hipertensi disertai diabetes,

dislipidemia, obesitas, gangguan resistensi perifer, asma, hipertrofi prostat,

perokok, serta penderita muda yang aktif secara fisik dan mereka yang

menggunakan AINS.

Efek samping yang mungkin muncul di antaranya adalah hipotensi

ortostatik yang dapat terjadi sejak pemberian beberapa dosis pertama atau saat

dilakukan penambahan dosis. Efek lebih besar ialah kehilangan kesadaran sesaat,

atau yang ringan ialah pusing kepala.

ACE Inhibitor

Penghambat ACE yang bekerja langsung yaitu captropil dan lisinopril,

namun ada pula yang tidak langsung (pro drug).

Renin disekresi oleh sel jukstaglomerular (di dinding arteriol aferen) dan

oleh glomerulus ke dalam darah bila perfusi ginjal menurun, deplesi natrium, atau

karena terjadi stimulasi adrenergik (melalui reseptor β-1).

Renin akan memecah angiotensinogen menjadi angiotensin I (AI). AI akan

dikonversi oleh ACE menjadi Angiotensin II (AII) yang sangat aktif. AII bekerja

pada reseptor otot polos vaskuler, korteks adrenal, jantung, dan SSP untuk

52

Page 53: lapsus saraf vertigo.doc

menimbulkan konstriksi arteriol dan venula, stimulasi konsumsi air dan

peningkatan sekresi ADH. Akibatnya terjadi resistensi perifer, reabsorpsi natrium

dan air, serta peningkatan denyut jantung dan curah jantung.

Sistem RAA berperan dalam mempertahankan tekanan darah dan volume

intravaskular saat terdapat deplesi natrium dan cairan.

Penghambatan ACE akan mengurangi pembentukan AII sehingga tekanan

darah turun. Karena efek vasokonstriksi paling kuat antara lain ada di pembuluh

darah ginjal, pengurangan AII akan menimbulkan vasodilatasi renal yang kuat.

Penurunan tekanan darah oleh penghambat ACE disertai pengurangan resistensi

perifer tanpa refleks takikardia.

Penghambat ACE efektif untuk hipertensi ringan, sedang , maupun berat.

Pemberian bersama dengan penghambat adrenergik akan menimbulkan hipotensi

berat berkepanjangan.

Efek samping yang mungkin muncul antara lain batuk kering, ganguan

pengecapan, rash eritromatosis maupun oedem angioneurotik.

Penghambat Reseptor Angiotensin II.

Sistem RAS mempunyai hubungan yang erat dengan patogenesis timbulnya

dan perjalanan hipertensi. Angiotensin II yang merupakan mediator utama dari

sistem RAS.

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang

memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan

reseptornya. Penghambatan ini secara langsung memberikan efek vasodilatasi,

penurunan retensi air dan natrium, dan penurunan aktivitas seluler yang

merugikan (misalnya hipertrofi).

Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan).

Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas, dan mual.

Antagonis Kalsium.

Golongan dihidropiridin (DHP, nifedipin, nikardipin, isradipin, felodipin,

amilodipin) bersifat vaskuloselektif dan generasi yang baru mempunyai

53

Page 54: lapsus saraf vertigo.doc

selektivitas yang lebih tinggi. Kombinasi antagonis kalsium dengan β-bloker,

penghambat ACE atatu α-bloker meberikan efek baik, tetapi hanya memberikan

penambahan efek yang kecil saat kombinasi dengan diuretik. Kombinasi

verapamil atau diltiazem dengan β-bloker memberikan efek antihipertensi yang

adiktif.

Efek samping yang mungkin dijumpai ialah penurunan tekanan darah yang

terlalu besar dan cepat, angina pektoris pada penyakit jantung koroner,

vasodilatasi, edema perifer, bradiaritmia maupun konstipasi.

Adrenolitik Sentral.

Klonidin.

Efek hipotensifnya disertai penurunan resistensi perifer. Klonidin juga dapat

menyebabkan penurunan denyut jantung, antara lain akibat peningkatan tonus

vagal. Klonidin berguna pula untuk hipertensi mendesak.

Efek samping yang sering muncul ialah mulut kering dan sedasi, pusing,

mual, konstipasi, atau impotensi. Gejala ortostatik kadang-kadang terjadi. Efek

samping sentral misalnya, mimpi buruk, insomnia, cemas dan depresi.

Penggunaan secara tunggal dapat menyebabkan retensi cairan sehingga

mengurangi efek hipotensinya. Oleh karena itu, obat ini paling baik jika

digunakan bersama diuretik.

Guanabenz dan Guanfasin.

Sifat farmakologik termasuk efek sampingnya mirip klonidin. Guanfasin

memiliki waktu paruh lebih panjang (14-18 jam).

Metildopa.

Metildolpa dapat mengurangi resistensi perifer tanpa banyak mengubah

denyut jantung dan curah jantung. Penurunan TD maksimal 6-8 jam setelah dosis

oral.

Obat ini juga efektif jika dikombinasikan dengan tiazid. Selain itu, obat ini

juga merupakan pilihan untuk hipertensi pada kehamilan.

54

Page 55: lapsus saraf vertigo.doc

Pada insufisiensi ginjal terjadi akumulasi obat dan metabolitnya. Waktu

paruh obat 2 jam dan meningkat pada penderita uremia.

Efek samping yang dapat muncul di antaranya adalah sedasi, hipotensi

postural, pusing, mulut kering, gangguan tidur, depresi mental, impotensi,

kecemasan, penglihatan kabur, hidung tersumbat, dan sakit kepala. Efek samping

yang lebih serius di antaranya adalah anemia hemolitik, trombositopenia,

leukopenia, hepatitis, dan Lupus-like syndrome. Penghentian mendadak dapat

menyebabkan rebound phenomenon (peningkatan tekanan darah).

Penghambat saraf Adrenergik.

Reserpin

Reserpin mengurangi resistensi perifer dan denyut jantung. Retensi cairan

dapat terjadi jika tidak diberikan bersama diuretik.

Efek samping yang dapat terjadi di antaranya adalah letargi, kongesti nasal,

bradikardia, mulut kering, diare, mual, muntah, anoreksia, bertambahnya nafsu

makan, hiperasiditas lambung, mimpi buruk, depresi mental, disfungsi sexual, dan

ginekomastia.

Karena reserpin dapat meningkatkan asam lambung, maka harus diberikan

dengan hati-hati pada penderita dengan riwayat ulkus peptikum.

Guanetidin.

Efek hipotensif obat ini disebabkan karena berkurangnya curah jantung dan

turunnya resistensi perifer. Guanetidin merupakan venodilator yang kuat sehingga

hipotensi ortostatik yang hebat dapat terjadi. Obat ini juga sering menimbulkan

diare dan kegagalan ejakulasi. Guanetidin sekarang jarang digunakan.

Guanadrel.

Mekanisme dan efek samping mirip dengan Guanetidin, hanya saja

intensitas diare lebih rendah.

55

Page 56: lapsus saraf vertigo.doc

Penghambat Ganglion.

Trimetafan.

Kerjanya singkat dan digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada

hipertensi darurat dan menghasilkan hipotensi terkendali selama bedah saraf atau

bedah kardiovaskular untuk mengurangi pendarahan.

Efek samping yang dapat muncul ialah paresis usus dan kandung kemih,

hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, dan mulut kering.

Vasodilator.

Hidralazin.

Hidralazin menurunkan tekanan darah diastolik lebih banyak daripada

tekanan darah sistolik dengan menurunkan resistensi perifer. Oleh karena itu,

hidralazin lebih selektif mendilatasi arteriol dari pada vena.

Hidralazin sekarang jarang digunakan. Hidralazin i.v digunakan untuk

hipertensi darurat, terutama glomerulonefritis akut atau eklamasia.

Efek samping yang dapat muncul ialah retensi natrium dan air, iskemia

miokard pada penderita penyakit jantung koroner, dan sindroma Lupus.

Minoksidil.

Minoksidil efektif untuk semua penderita, maka berguna untuk terapi jangka

panjang hipertensi berat yang refrakter, untuk hipertensi akselerasi, atau hipertensi

maligna dengan penyakit ginjal.

Efek samping yang sering muncul ialah retensi cairan, takikardia, sakit

kepala, angina pectoris, efusi pleural dan pericardial.

Penghentian minoksidil mendadak dapat menyebabkan rebound

hypertension.

Diazoksid.

Obat ini digunakan pada hipertensi darurat. Diazoksid efektif untuk

hipertrofi ensefalopati, hipertensi maligna dan hipertensi berat dengan

56

Page 57: lapsus saraf vertigo.doc

glomerunefritis akut dan kronik. Penurunan tekanan darah yang cepat dapat

beresiko iskemia koroner.

Efek samping yang ada misalnya hipotensi, takikardia, iskemia jantung dan

otak akibat hipotensi, azotemia, hipersensitifitas.

Natrium Nitroprusid.

Nitroprusid merupakan obat paling cepat dan selalu efektif untuk

pengobatan hipertensi darurat. Namun perlu infus kontinyu untuk

mempertahankan efek hipotensifnya.

Efek samping yang ada berupa vasodilatasi yang berlebihan, muntah, mual,

dan muscle twitching.

Monoterapi dan Terapi Kombinasi.

Menurut ESH-2007, monoterapi dapat diberikan sebagai terapi inisial untuk

hipertensi ringan (derajat 1), dengan dosis rendah, kemudian untuk mencapai

target tekanan darah yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai dosis

maksimal, atau diganti dengan obat yang mempunyai titik tangkap berbeda

(dimulai dengan dosis rendah), kemudian dosis dinaikkan sampai dosis maksimal.

Bila masih belum tercapai target yang diinginkan, dapat ditambah 2 sampai 3

macam obat.

Terapi kombinasi 2 obat diberikan untuk terapi inisial pada hipertensi

derajat 2 dan 3, bila dengan 2 macam obat target tekanan tidak tercapai dapat

diberikan 3 macam obat anti hipertensi.

Monoterapi hanya bisa menurunkan tekanan darah ke tekanan darah target

pada penderita dalam jumlah kasus yang terbatas. Pada beberapa pasien dengan

tekanan darah yang tidak dapat dikontrol dengan dua jenis pengobatan, kombinasi

tiga obat atau lebih.

57

Page 58: lapsus saraf vertigo.doc

Beberapa kombinasi obat yang efektif dengan toleransi yang baik

diantaranya adalah:

- Diuretik tiazid dan ACE Inhibitor.

- Diuretik tiazid dan antagonis reseptor angiotensin.

- Antagonis kalsium dan ACE inhibitor.

- Antagonis kalsium dan antagonis reseptor angiotensin.

- Antagonis kalsium dan diuretik tiazid.

- B-blocker dan antagonis kalsium (dihidropiridin).

B. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap

penatalaksanaan farmakologis. Selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu

terapi dietetik dan perubahan gaya hidup.

Tujuan dari penatalaksanaan diet :

a. Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan

mempertahankan tekanan darah menuju normal.

b. Menurunkan tekanan darah secara multifaktoral.

58

Page 59: lapsus saraf vertigo.doc

c. Menurunkan faktor risiko lain, seperti BB berlebih, tingginya kadar

asam lemak, kolesterol dalam darah.

d. Mendukung pengobatan penyakit penyerta, seperti penyakit ginjal

dan diabetes mellitus.

Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi :

a. Makanan beraneka ragam dengan gizi seimbang.

b. Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi

penderita.

c. Jumlah garam dibatasi. Konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ -

½ sendok teh per hari, atau dapat menggunakan garam lain diluar

natrium.

59

Page 60: lapsus saraf vertigo.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care, BJMP 2010;3(4):a351

2. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338

3. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family Physician January 15, 2006. Volume 73, Number 2

4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 20085. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2011.

http://emedicine.medscape.com/article/794789-clinical#a02176. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that

Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254 (1732): 19-23.

7. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6

8. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign Paroxysmal Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing. December:2006

9. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family Physician March 15,2005:71:6.

10. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)

11. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 10 September 2009. http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104

12. Siregar TGM. Hipertensi Esensial. Dalam: Rilantono LI, Barass F, Karo SK, Roebiono PS, editor. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003. ISBN 979-496-077-2. h. 197-205

13. JNC-VII Classification and Management of Blood Pressure for Adults. Medicalcriteria.com

14. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report

15. Carretero OA, Oparil S (January 2000). "Essential hypertension. Part I: Definition and etiology". Circulation 101 (3): 329–35. doi:10.1161/01.CIR.101.3.329. PMID 10645931.

16. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. (December 2003). "Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure". Hypertension 42 (6): 1206–52. doi:10.1161/01.HYP.0000107251.49515.c2. PMID 14656957.

17. Fisher ND, Williams GH (2005). "Hypertensive vascular disease". di dalam Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, et al.. Harrison's Principles of Internal Medicine (edisi ke-16th). New York, NY: McGraw-Hill. hlm. 1463–81. ISBN 0-07-139140-1.

60