laporan uji pyrogen

23
Laporan Praktikum Steril UJI PIROGEN Disusun Oleh : Ratu Nida F. 260110090095 Esfandiansyah 260110090096 Asrariandy Masda 260110090097 Raissa Nurhijriyah 260110090098 Hawa April Yani 260110090101 Laboratorium Steril Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

Upload: dini-farhatunnabilah

Post on 05-Aug-2015

868 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Uji Pyrogen

Laporan Praktikum Steril

UJI PIROGEN

Disusun Oleh :

Ratu Nida F. 260110090095

Esfandiansyah 260110090096

Asrariandy Masda 260110090097

Raissa Nurhijriyah 260110090098

Hawa April Yani 260110090101

Laboratorium Steril

Fakultas Farmasi

Universitas Padjadjaran

2011

Page 2: Laporan Uji Pyrogen

UJI PIROGEN

A. Definisi

Pirogen berasal dari kata pyro yang artinya keadaan yang berhubungan

dengan panas, dan kata gen yang artinya membentuk atau menghasilkan. Pirogen

adalah suatu produk mikroorganisme, terutama dari bakteri gram negatif (Teztee,

2009).

Pirogen adalah senyawa dengan berat molekul tinggi yang dinyatakan

sebagai senyawa lipopolisakarida yang diproduksi oleh kira-kira 5-10% massa

total bakteri. Pirogen ini merupakan senyawa yang jika masuk ke dalam aliran

darah akan mempengaruhi suhu tubuh dan biasanya menghasilkan demam.

Pengobatan demam yang disebabkan oleh pirogen sangat sulit dan pada beberapa

kasus dapat menyebabkan kematian. Pirogen berasal dari kelompok senyawa yang

luas, meliputi endotoksin (LPS). Endotoksin adalah suatu molekul yang berasal

dari membran luar bakteri gram negatif. Organisme gram negatif membawa 3-4

juta LPS pada permukaannya yang meliputi 75% permukaan membran luar

(Sudjadi, 2008).

Page 3: Laporan Uji Pyrogen

Pirogen merupakan substansi yang mampu menyebabkan demam dan

sering mencemari sediaan farmasi. Sampai saat ini, substansi pirogenik yang

diketahui paling aktif dan paling sering mencemari sediaan farmasi adalah

endoktoksin, selain itu masih banyak substansi pirogenik lainnya seperti bakteri,

fungi , DNA–RNA virus, protein, polipeptida dan lain (Usman, 1988).

Endotoksin merupakan suatu produk mikroorganisme terutama dari

bakteri gram negatif yang terdiri atas suatu senyawa kompleks lipopolysakarida

yang pyrogenic, suatu protein dan suatu lipid yang inert. Pada saat ini endoktoksin

diketahui merupakan pirogen yang paling kuat, namun kehadiran pirogen lain

dalam suatu sediaan perlu diperhitungkan karena manusia tidak hanya dipengaruhi

endoktoksin saja tetapi juga pirogen yang lain (Gennaro et al., 1990).

Pada tahun 1923 Seibert membuktikan bahwa pirogen adalah substansi

yang tidak tersaring, termostabil, dan non volatile. Pada tahun 1937 Co Tui

membuktikan bahwa kontaminasi pirogen ini juga terjadi pada alat-alat seperti

wadah-wadah untuk melarutkan obat suntik, juga pada zat kimia yang digunakan

sebagai zat berkhasiat (Gennaro et al., 1990).

B. Sifat – Sifat Pirogen

Pirogen memiliki sifat-sifat, diantaranya (Gennaro et al., 1990) :

Termostabil, sehingga hanya dapat dihilangkan dengan pemanasan pada

suhu 6500C selama 1 menit, 2500C selama 15 menit atau 1800C selama 4

jam

Larut dalam air sehingga tidak bisa memakai penyaring bakteri

Tidak dipengaruhi oleh bakterisida yang biasa

Tidak menguap, destilasi biasa ada yang ikut bersama percikan air

Berat molekul (BM) antara 15.000 – 4.000.000

Ukuran umumnya 1 – 50µm

Page 4: Laporan Uji Pyrogen

C. Penggolongan Pirogen

Secara garis besar, pirogen dikelompokkan menjadi dua golongan (Gennaro et al.,

1990) :

1. Pirogen Endogen

Merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri

sebagai reaksi kekebalan melawan kuman penyakit yang masuk ke tubuh.

Misalnya interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), alpha-interferon, dan

tumor necrosis factor (TNF).

2. Pirogen Eksogen

Merupakan faktor eksternal tubuh yang menyebabkan gangguan pada

fungsi tubuh manusia. Misalnya bagian dari sel bakteri dan virus. Selain

itu, bisa juga berupa zat racun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau

virus tertentu.

Jika suatu pirogen masuk ke tubuh, maka pirogen menjadi suatu benda asing yang

dapat menimbulkan respon imun berupa demam. Demam yaitu suatu keadaan

ketika temperatur tubuh diatas batas normal yang dapat disebabkan oleh kelainan

dalam otak sendiri atau oleh bahan–bahan toksik yang mempengaruhi pusat

pengaturan temperatur. Penyebab–penyebab tersebut meliputi penyakit bakteri,

tumor otak, dan keadaan lingkungan yang dapat berakhir dengan serangan panas

(Gennaro et al., 1990).

D. Sumber Pirogen

Endotoksin dapat masuk ke dalam suatu sediaan injeksi melalui beberapa

sumber, diantaranya(Gennaro et al., 1990) :

1. Air

Page 5: Laporan Uji Pyrogen

Air merupakan sumber endotoksin yang paling utama. Proses pembuatan

sediaan steril harus dimulai dari penggunaan air bebas pirogen (air benar-

benar tidak mengandung pirogen) atau non-pirogen (air mengandung

kurang atau sama dengan 0,5 EU/mL. kondisi penyimpanan air harus baik

sehingga tidak terdapat media pertumbuhan bakteri.

2. Wadah dan alat

Baik wadah maupun alat merupakan sumber endotoksin yang cukup

penting. Endotoksin dapat menempel dengan kuat pada gelas atau

permukaan lainnya. Sisa cairan pada alat dapat menjadi media

pertumbuhan bakteri.

3. Zat-zat kimia terlarut

Zat kimia merupakan sumber endotoksin minor. Zat-zat kimia yang

dihasilkan dari fermentasi, misalnya glukosa, fruktosa, natriu sitrat, garam

fosfat, asam amino, heparin, dan beberapa antibiotic, memiliki tingkat

risiko kontaminasi endotoksin yang tinggi. Zat kimia yang telah terlarut

dapat mengalami kristalisasi atau memisah dari larutan (terbentuk

endapan) yang mungkin mengandung endotoksin. Endotoksin dapat

terperangkap di antara lapisan partikel zat tersebut. pada kasus seperti ini,

zat kimia yang telah terkontaminasi dapat dimurnikan melalui proses

rekristalisasi atau pencucian endapan.

E. Cara Pembebasan Pirogen

Karena pirogen memiliki sifat tahan terhadap panas pendidihan dan stabil

terhadap panas pengeringan sampai suhu 180C. Oleh karena itu, untuk membuat

suatu sediaan yang bebas pirogen, maka pirogen perlu dibebaskan dari

(Stefanus,2006) :

Page 6: Laporan Uji Pyrogen

1. Air atau larutan air

a. Dengan bantuan penyaring khusus

Hal ini terjadi melalui adsorpsi pirogen pada material penyaring

dengan menggunakan lapisan asbes selulosa yang berbeda-beda

jenisnya menurut lebar porinya.

b. Penyaring karbon aktif 0,1% dari volume total

c. Sinar Gamma (kobalt 60)

d. Ditambahkan hydrogen peroksida (H202) 0,1% dan dimasak selama 1

jam

e. Ditambahkan 10 mL larutan kalium permanganate (KMnO4) 0,1 N

dan 5 mL larutan natrium hidroksida (NaOH) 1 N per liter larutan

sewaktu aquadest disuling.

f. Melalui metode elektroosmosis atau reverse osmosis.

2. Bahan obat atau bahan pembantu

a. Melalui pemanasan selama 30 menit pada suhu 250C atau 1 jam pada

suhu 200C (untuk bahan tahan panas)

b. Dilarutkan, kemudian dibebaspirogen

3. Wadah, bahan tutup, dan sebagainya

a. Gelas piala, corong, ampul, botol infuse, dan lainnya membebaskan

pirogen dengan cara sterilisasi

b. Metode kimi penggunaan asam kromsulfat atau asam nitrat dibilas

kembali dengan air suling bebas pirogen

c. Material karet silicon dipanaskan 30 menit pada suhu 90C dalam

larutan fenil merkuriborat 0,002%

d. Autoklaf suhu 121-124C selama 120 menit

e. Disterilkan secara dingin, yaitu dengan penyinaran sinar terionisasi

atau dengan etilen oksida

F. Penentuan Pirogen

Page 7: Laporan Uji Pyrogen

Secara garis besar, penentuan pirogen dibagi menjadi 2 jenis. Yaitu, penentuan

pirogen secara fisikokimia dan penentuan pirogen secara biologis.

A. Penentuan pirogen secara fisiko kimia (kuantitatif pirogen)

1. Dengan fotokolorimetri

Reagen Tetrabrom phenolphtalein (TBP) dengan penambahan asam

asetat 0,2 N sehingga timbul warna

2. Polarografi

Pirogen mempunyai panjang gelombang maksimum oksigen pada

polarografi

3. Elektroforesis

4. Spektrofotometri

Pirogen mempunyai absorpsi spectrum ultraviolet pada E maksimum

265 m

B. Penentuan pirogen secara biologis (kualitatif pirogen)

Adapun tahapannya, yaitu :

i. Pengujian pengukuran temperature badan hewan percobaan

Persiapan :

Hewan percobaan :

Efek pirogen tidak hanya ditentukan oleh pirogen itu, tetapi juga

oleh spesies penerima injeksi

Hewan percobaan : kelinci Himalaya putih (sensitivitas tinggi

terhadap pirogen)

Tempat penyuntikan I.V. pada telinga kelinci

Page 8: Laporan Uji Pyrogen

Syarat (Ph. Ind. III) : kelinci yang digunakan harus selama

seminggu sebelum pengujian tidak menunjukkan penurunan berat

badan

Alat :

Thermometer yang dipakai ketelitian 0,1 dan dapat memasuki

dubur kelinci kurang lebi 5 cm

Jarum terbuat dari kaca atau bahan lain yang cocok dan tahan

pemanasan 250

Sediaan uji :

Zat uji diencerkan dengan larutan NaCl P steril bebas pirogen

Prosedur kerja :

1. Kelinci dimasukkan ke kotak dengan penahan yang cukup

longgar, badan bebas, kelinci dapat duduk dengan bebas

2. Uji pendahuluan :

Ruang harus tenang, di ruang dengan perbedaan terhadap

temperature pemeliharaan tidak boleh lebih dari 3C

1 malam hingga pengujian selesai kelinci tidak diberi makan

dan selama waktu pengujian tidak diberi minum

Catat temperature badan kelinci dengan interval tidak lebih

dari 30 menit yang dimulai 90 menit sebelum penyuntikan

hingga tiga jam sesudah penyuntikan dengan laruan NaCl P

steril bebas pirogen

Kelinci yang menunjukkan beda temperature lebih besar dari

0,6C tidak dapat digunakan untuk pengujian utama

3. Pengujian utama

1 kelompok hewan percobaan terdiri dari 3 ekor kelinci

Hangatkan sediaan uji hingga temperature kurang lebih

38,5C

Page 9: Laporan Uji Pyrogen

Suntikkan perlahan-lahan ke dalam vena auricularis tiap

kelinci

Lama penyuntuikan tidak lebih dari 4 menit dan volume

sediaan uji tidak kurang dari 0,5 mL dan tidak lebih dari 10

mL per kg berat badan

Jika gagal, ulangi pengujian hingga 4 kali, tiap kelompok uji

terdiri dari 3 ekor kelinci

4. Penafsiran hasil

Temperature awal adalah temperature rata-rata 2 pembacaan

temperature dengan interval 30 menit dan dilakukan 40 menit

sebelum penyuntikan sediaan uji

Temperature maksimum adalah temperature tertinggi yang

dicatat selama 3 jam setelah penyuntikan sediaan uji

Catat suhu badan kelinci dengan interval tidak lebih dari 30

menit yang dimulai 90 menit sebelum penyuntikan hingga 3

jam setelah penyuntikan

Kelinci memenuhi syarat :

- Bila antar kelinci perbedaan suhu awal tidak lebih dari 1C

Kelinci tidak memenuhi syarat :

- Perbedaan temperature awal lebih besar dari 0,2c

- Temperatur awal lebih kecil dari 38C dan tidak lebih besar

dari 39,8C

Sediaan uji dinyatakan memenuhi syarat :

- Jika jumlah respon tidak melebihi kolom 2 dan dinyatakan

tidak memenuhi syarat jika jumlah respon melebihi kolom 3

untuk tiap kelompok

- Jika jumlah respon terletak antara kolom 2 dan kolom 3,

pengujian diulangi

Page 10: Laporan Uji Pyrogen

- Jika pengujian keempat jumlah respon melebih 6,6C sediaan

uji dinyatakan tidak memenuhi syarat

ii. Perhitungan sel darah putih

Injeksi obat suntik yang mengandung pirogen pada pembuluh baik

darah kelinci akan menyebabkan terjadinya percobaan sel-sel darah

putih

Misal : penurunan limfosit dan menaikkan neutrofi ini menjadi

indikator terhadap adanya aktivitas pirogen.

iii. Test Limulus Amebocyte Lystate (LAL)

Prinsip : penggumpalan ekstrak cair sel darah kepiting ladam kuda

(Limulus polyphemus) dengan adanya pirogen.

LAL test merupakan metoda yang sensitive untuk penentuan

endotoksin bakteri gram negatif atau lipopolisakarida (pirogen).

Di mana lipid A dari molekul endotoksin dapat memberikan

reaksi menjadi gel dari limulus lystate

Ada kecocokan atau persamaan hasil antara LAL dengan test

kelinci

Cara uji in vitro dengan menggunakan sifat membentuk gel dari lisat

amebasit dari limulus polifemus. Uji ini 5-10 kali lebih sensitif dari Rabbit

test.

Kondisi LAL-test:

a. pH larutan 6-7

b. suhu 37oC

c. kontrol negatif: aquadest (pelarut)

d. kontrol positif (pirogen/endotoksin)

Page 11: Laporan Uji Pyrogen

e. keuntungan: cepat, mudah, praktis

Gambar 1. Limulus Amebocyte Lysate (LAL) untuk deteksi endotoksin

Reagensia LAL dibuat dari ekstrak set darah Horseshoe Crab dari spesies

Limulus polvphentus, yaitu jenis invertebrata yang telah hidup pada jaman pra

sejarah. Corpuscula darah Limulus hanya terdiri dari satu macam set darah

yang disebut sebagai Amoebocvte. Amoebocvte dalam banyak hal menyerupai

platelet, tetapi ukurannya agak lebih besar.

Untuk mendapatkan reaksi yang optimal antara reagensia LAL dengan

endotoksin, Thomas J. Novitsky (1984) menyebutkan perlunya unsur-unsur

yang harus ada dalam reagensia LAL, yaitu :

pro-clotting enzynze (zymogen).

clotting protein (coagulogen).

Garam anorganik

Page 12: Laporan Uji Pyrogen

Uji LAL didasarkan atas kemampuan endotoksin menyebabkan koagulasi

"protein coagulogen", sebagai unsur reagensia LAL, sehingga terbentuk

"Gel". Untuk mengevaluasi hasil reaksi tersebut, Marlys Weary (1986)

menyebutkan adanya 4 metode dasar yang dapat dipakai, yaitu antara lain :

The gel-clot end point test: The turbidometric assay; The cobrimetric assay;

dan Chromogenis substrate test. Metode yang disebutkan pertama adalah

yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi Uji LAL.

Sebagai gambaran masing-masing metode dan tahapan-tahapan untuk

melakukan uji LAL adalah sebagai berikut :

"The gel-clot end point test" (Uji penggumpalan gelatin)

Reagensia LAL dicampur dengan sampel larutan uji dalam tabling galas

masing-masing dengan volume sama yaitu 1,0 ml.

Setelah dicampur, tabung gelas tersebut diinkubasi pada temperatur 37°C

± 2°C selama 60 menit ± 1 menit.

Pembacaan pengujian larutan yaitu tabung galas dari inkubator diambil

dengan hati-hati, kemudian membaliknya 180°, sehingga permukaan atas

tabung berada di bagian bawah.

Hasil pembacaan adalah :

Positif (+) jika terbentuk gelatin padat yang tetap, berarti contoh larutan

tersebut mengandung sedikitnya sama dengan sensitivitas reagensia yang

digunakan.

Negatif (-) jika tidak terbentuk·gelatin padat yang tetap, berarti bahwa

contoh larutan uji tersebut tidak mengandung endotoksin atau lebih

sedikit daripada sensitivitas reagensia yang digunakan (Usman, 1988).

Page 13: Laporan Uji Pyrogen

Dalam menginterpretasikan hasil pembacaan untuk memperkirakan

kandungan endotoksin dalam contoh, tergantung pada sensitivitas reagensia.

Oleh karena itu dalam melakukan pengujian perlu memilih reagensia yang

sesuai dengan kebutuhan, karena begitu banyak macam reagensia dengan

sensitivitas bermacam-macam. Hampir setiap reagensia me- merlukan

penanganan dan penyimpanan yang berlainan. Demikian juga tentang

persiapan dan pelaksanaan pengujian LAL. Sebagai contoh perbandingan

tentang variasi pengelolaan dari berbagai reagensia dalam pengujian LAL.

Pemakaian reagensia dan contoh larutan uji dengan volume 0,1 ml,

selanjutnya dikenal sebagai metode makro. D. Kruger (1982) dalam

artikelnya menyebutkan bahwa saat ini telah dikembangkan suatu micro

method dan lamellae micro method. Jika dibandingkan dengan makro,

kedua metoda tersebut menggunakan volume reagensia yang lebih sedikit,

yaitu 10 ul. Dengan demikian kedua metode ini lebih menghemat pemakaian

reagensia. Pembacaan hasil pada kedua metode tersebut, pembentukan

gelatin tidak diamati dalam tabung gelas seperti pada metode makro, tetapi

diamati dengan microscope slide. D. Kruger (1982) juga telah melakukan

suatu perbandingan menggunakan metode makro dan mikro, ternyata

memperlihatkan hasil yang tidak berbeda (Usman, 1988).

The turbidometric test" (uji kekeruhan)

Dalam metode ini, cara inkubasi adalah sama seperti metode yang telah

disebutkan di atas. Kalau dalam metode I tersebut evaluasi hasil diamati dari

terbentuknya gelatin, sebalknya dalam metode ini dicegah jangan sampai

terbentuk gelatin. Cara menghindari terbentuknya gel yaitu dengan

mengencerkan reagen LAL atau dengan menambah volume larutan uji

sebelum pengujian mulai dilakukan. Dalam metode ini yang diharapkan

adalah terbentuknya kekeruhan, yaitu sebagai akibat presipitasi "protein

coagulogen". Dasar dari metode ini yaitu peningkatan jumlah endotoksin

Page 14: Laporan Uji Pyrogen

akan menyebabkan bertambahnya kekeruhan dan bertambahnya kekeruhan

ini sebanding dengan bertambahnya endotoksin (Usman, 1988).

Nilai optical density dibaca dengan menggunakan spektro- fotometer.

Hasil yang didapat akan memberikan konsentrasi endotoksin secara

kuantitatif, yaitu dengan mengekstrapolasikan dalam kurva standar, dan

kurva standar diperoleh dengan membuat scri konsentrasi endotoksin

(Usman, 1988).

"The colorimetric test" (uji warna)

Metode ini didasarkan atas terbentuknya warna, sedangkan caranya hampir

sama dengan metode kedua. Namun dalam metode ini presipitasi protein

dengan menggunakan centri fuge. Konsentrasi endotoksin dalam suatu contoh

juga diperoleh dengan mengekstrapolasikan dalam kurva standar dan

pembacaan juga menggunakan spektrofotometer (Usman, 1988).

"The chromogenic subsrate test"

Metode ini berbeda dengan metode-metode yang terdahulu. Metode yang

disebutkan sebelumnya tergantung sepenuhnya pada reagensia LAL, terutama

kandungan "protein coagulogen" di dalamnya yang berfungsi membentuk

gelatin protein. Sedangkan metode ini, fungsi untuk membentuk gel protein

yaitu dari suatu substrat kromogenik sintetis untuk menggantikan "protein

coagulogen". Substrat kromogenik sintetis ini mengandung rangkaian asam

amino yang sama seperti koagulogen reagensia. Pembacaan hasil juga seperti

pada 2 metode sebelumnya, yaitu dengan menggunakan spektrofotometer

(Usman, 1988).

Meskipun demikian, pengujian pirogenitas menggunakan kelinci masih menjadi

pilihan utama karena (Fifi, 2010) :

Page 15: Laporan Uji Pyrogen

Metode ini telah lama dikenal dan digunakan untuk menguji berbagai

sediaan dan terbukti memberikan hasil memuaskan.

Kelinci memiliki sensitivitas terhadap substansi pirogenik yang mirip

dengan manusia. Kenaikan suhu kelinci akibat substansi-pirogenik, sampai

batas tertentu masih dapat diterima oleh manusia; sehingga kenaikan suhu

kelinci tersebut dapat distandardisasi terhadap substansi pirogenik yang

dapat diterima manusia. Bangham menyebutkan, uji kelinci

menggambarkan seluruh respon farmakologis terhadap pirogen dan

relevan dengan respon pada manusia.

Metode kelinci mampu mendeteksi semua pirogen termasuk endoktoksin

sedangkan LAL tidak.

Sedangkan kelemahan metode uji pirogenitas menggunakan kelinci

dibandingkan dengan LAL Test antara lain (Fifi, 2010) :

Memerlukan pemeliharaan dan perawatan hewan dan laboratorium yang

lebih intensif. Hewan harus dipelihara dalam ruangan dengan temperatur

tidak jauh berbeda dengan tempat percobaan. Pemeliharaan hewan harus

dilakukan dengan sebaik mungkin untuk menghindari infeksi penyakit

yang dapat mengganggu percobaan atau mengacaukan interpretasi hasil.

Berat badan kelinci harus dijaga jangan sampai mengalami penurunan

yang berarti dalam 1 minggu menjelang digunakan;

Sensitivitas dipengaruhi oleh musim, kegaduhan, kegelisahan, makanan

dan lain sebagainya. Kegelisahan akan dapat menyebabkan kenaikan suhu

relatip tinggi, sehingga mengacaukan interpretasi hasil;

Variabilitas biologis. Respon setiap kelinci terhadap substansi yang sama

belum tentu sama, sehingga terdapat variasi kenaikan suhu pada tiap

kelinci.

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Laporan Uji Pyrogen

Fifi.2010.Pirogenitas. http://coretanfifi.wordpress.com/2010/03/27/pirogenitas/.

[Diakses tanggal 6Maret 2010]

Gennaro,A.R, et al. 1990. Remingtons Pharmaceutical Science. 18th Edition.

Pensylvania : Marck Publishing Company

Lucas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Penerbit Andi

Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius (Anggota

IKAPI)

Teztee.2009. http://widanindri.blogspot.com/2009/05/pyrogen-pirogen-200c.html .

[Diakses tanggal 6 Maret 2010].

Usman Suwandi, 1988. Uji Pirogenitas dengan Kelinci dan Limulus Amebocyt

Lysate”, Cermin Dunia Kedokteran No. 52.