kasus sulit katarak
TRANSCRIPT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: Sabtu 9 Februari 2013
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT : Mata “Dr. Yap”
Nama : Wenny Fonda L
NIM : 11-2011-181
Dr. Pembimbing : dr. Enni Cahyani P., SpM, Mkes
I. IDENTITAS
Nama : Tn.M
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Porak Jombang
II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 8 Februari 2013 Pukul 11.00 WIB
1
Keluhan Utama:
Mata kanan pasien kabur kurang lebih 1 tahun.
Keluhan Tambahan:
silau jika melihat cahaya terang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Kurang lebih sejak 1 tahun yang lalu pasien mulai merasakan penglihatan mata
kanan pasien kabur. Penglihatan pada mata kanan pasien dirasakan mulai turun secara
berlahan semakin lama semakin berkurang. Dan mulai dirasakan semakin memberat
beberapa bulan terakhir. Pasien mengaku selama ini mata pasien tidak pernah merah.
Pasien sering merasakan silau jika melihat cahaya terang. Sedangkan mata kiri pasien
dirasakan masih dapat berfungsi dengan baik.
Karena penglihatannya semakin kabur pasien memeriksakan diri ke dokter di
Surabaya. Dan didiagnosis katarak pada mata kanan pasien. Kemudian pasien d//irujuk
ke RS mata dr. YAP untuk dilakukan operasi katarak.
Keluhan nyeri pada mata, mata berair, riwayat trauma pada mata juga tidak ada.
Keluhan sakit kepala hingga mual muntah juga tidak ada. Tidak ada riwayat penggunaan
obat kortikosteroid sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Sebelumnya pasien menggunakan kacamata + namun pasien tidak membawa
kacamatanya. Pasien tidak mempunyai riwayat diabetes melitus, hipertensi, dan asma.
Pasien ada riwayat gastritis.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Di keluarga tidak ada yang menderita katarak atau keluhan yang sama.
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah: 140/90 mmHg
Nadi : 88x/menit
Respirasi : 16x/menit
Suhu : 36°C
Kepala : normocephali
THT : tidak ada deviasi septum nasi, MAE lapang, T1-T1 tenang tidak
Hiperemis
Thoraks :suara nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-), BJ I-II reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, datar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
KGB : tidak teraba pembesaran KGB
B. STATUS OFTALMOLOGIKUS
KETERANGAN OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
1. VISUS
Tajam Penglihatan 1/300 6/9
Koreksi - -
Addisi - -
Distansia Pupil Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Kacamata Lama
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmos - -
Enoftalmos - -
Deviasi - -
3
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah
3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema - -
Nyeri tekan - -
Ektropion - -
Entropion - -
Blefarospasme + -
Trikiasis - -
Sikatriks - -
Fissura palpebra - -
Ptosis - -
Hordeolum - -
Kalazion - -
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis - -
Folikel - -
Papil - -
Sikatriks - -
Anemis - -
Kemosis - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret - -
Injeksi Konjungtiva - -
4
Injeksi Siliar - -
Injeksi
Subkonjungtiva
- -
Pterigium - -
Pinguekula - -
Nevus Pigmentosus - -
Kista Dermoid - -
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum Lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik - -
Nyeri Tekan - -
9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12mm 12mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat - -
Keratik Presipitat - -
Sikatriks - -
Ulkus - -
5
Laserasi Sulit dinilai -
Arkus Senilis Sulit dinilai -
Edema - -
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Normal Normal
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema - -
Hipopion - -
Efek Tyndall - -
11. IRIS
Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Kripte Jelas Jelas
Sinekia - -
Koloboma - -
12. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 4 mm 4 mm
Refleks Cahaya
Langsung
+ +
6
Refleks Cahaya Tak
Langsung
+ +
13. LENSA
Kejernihan Keruh Jernih
Letak Ditengah Di tengah
Shadow Test + -
14. BADAN KACA
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. FUNDUS OKULI
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasio Arteri:Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. PALPASI
Nyeri Tekan - -
Massa Tumor - -
7
Tonometri Schiotz 16 18
17. KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
IV. RESUME
Kurang lebih sejak 1 tahun yang lalu pasien mulai merasakan penglihatan mata kanan
pasien kabur. Penglihatan pada mata kanan pasien dirasakan mulai turun secara berlahan
semakin lama semakin berkurang. Dan mulai dirasakan semakin memberat beberapa bulan
terakhir. Pasien mengaku selama ini mata pasien tidak pernah merah. Pasien sering
merasakan silau jika melihat cahaya terang. Dan di diagnosis katarak pada mata kanan
pasien. Kemudian pasien d//irujuk ke RS mata dr. YAP untuk dilakukan operasi katarak.
nyeri pada mata (-), mata berair (-) riwayat trauma (-). Keluhan sakit kepala hingga mual
muntah juga (-). Tidak ada riwayat penggunaan obat kortikosteroid sebelumnya.
Pada Pemeriksaan Fisik TIO OD 18 OS 16, Pseudo Test OD (+)
V. DIAGNOSIS KERJA
OD afakia dekompesasi kornea.
OS katarak senilis imatur
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
Funduskopi
Gonioskopi
USG biometri
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
IVFD RL 20 tpm
8
Midriatikum : Larpin 1 X OS
LFX 4x1 ODS
Xitrol 4 X OS
Non Medikamentosa :
OS Phaco IOL 10D
VIII. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Ad Vitam : dubia ad bonam ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam ad bonam
9
TINJAUAN PUSTAKA
KATARAK SENILIS
Pendahuluan
Saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dimana hampir setengah
dari 45 juta orang mengalami kebutaan dan hampir 90% berasal dari daerah Asia dan Afrika.
Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia Tenggara dan
diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang diantaranya
berasal dari Asia Tengara.1
Katarak juga merupakan penyebab utama hilangnya penglihatan di Indonesia. Katarak
memiliki derajat kepadatan yang bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi
biasanya berkaitan dengan penuaan.2 Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut,
namun dapat juga merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, , ablasi,
uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit
intraokular lainnya.3
Saat ini, seluruh dunia sedang menghadapi krisis katarak dimana jumlah kebutaan akibat
katarak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya usia harapan
hidup sehingga diperkirakan untuk mengeliminasi kebutaan akibat katarak dibutuhkan lebih dari
30 juta operasi katarak hingga tahun 2020.4
Definisi
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat
kedua-duanya.3
10
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa
bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.2
Gambar 1. Katarak Matur
( Dikutip dari kepustakaan No.5 )
Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta
kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia,
India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50%
dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.6
Survei tahun 1982 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,2% dari
seluruh populasi dan 0,76% disebabkan oleh katarak. Sedangkan pada survei tahun 1994-1997
yang diadakan oleh Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis
Mata Indonesia menunjukkan adanya peningkatan angka kebutaan yaitu mencapai 1,47% dan
1,02% diakibatkan oleh katarak.1
Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam: 3
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus embrional,
bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah katarak yang terdapat
pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
11
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metaolik dan penyakit lainnya seperti katarak
metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak
komplikata.2,3
Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut
yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dibedakan
dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur. Perbedaan stadium katarak senil
dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 3
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (+) +/-
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma
Tabel 1. Perbedaan Stadium Katarak Senil 3
Diagnosis
Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin
kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang
kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih
baik tanpa kacamata (“second sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks
refraksi lensa pada stadium insipient.11 Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa
awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak 12
pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop,
kaca pembesar atau slit lamp. 7
Gambar 2. Katarak pada mata yang dilihat dengan slit lamp
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan
lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis pembentukan katarak dinilai terutama dengan
uji ketajaman penglihatan Snellen. 7
Terapi
Operasi
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan
bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah
mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila
telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah
telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.3,7
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 3
- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisilimbus
superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang digunakan.Masih dapat
dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi ataumudah putus.
Keuntungannya adalah tidak akan terjadi katarak sekunder. Meskipun demikian,
terdapat beberapa kerugian dan komplikasi postoperasi yang mengancam dengan
teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar 160-180º dihubungkan dengan
13
penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasitajam penglihatan yang lebih lambat,
angka kejadian astigmatisma yang lebihtinggi, inkarserata iris, dan lepasnya luka
operasi. Edema kornea juga dapat terjadis ebagai komplikasi intraoperatif
dan komplikasi dini.
- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional,
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
kortek lensa dapat keluar melalui robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan
endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak
sekunder.
- SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification)
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat
sembuh dan murah ³. Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka
penderita memerlukan lensa penggant untuk memfokuskan penglihatannya dengan
cara sebagai berikut: kacamata afakia yang tebal lensanya ,lensa kontak
lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata pada saat
pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat
14
Gambar 4. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (ECCE)
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran
ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi
melalui insisi ± 3 mm. 7
Gambar 5. Fekoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik
( Dikutip dari kepustakaan No. 10)
Fekoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini.
Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan
yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi
yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang rendah.11
Meskipun demikian, Manual Small Incision Cataract Surgery ( MSICS) yang adalah
modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang
dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan
dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang
rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.13
Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain: 3,12
15
- Ruptur kapsul posterior
- Glaukoma
- Uveitis
- Endoftalmitis
- Perdarahan suprakoroidal
- Prolap iris
Lensa Intraokuler
Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk
mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien
katarak.13
Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi
katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak
lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat
lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang
terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik.2
IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang
tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas
dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang
direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan
formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler.
Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara
lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa
intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat
pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan
ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).10
16
Gambar 7. Intra Ocular Lens
Pengukuran Kekuatan IOL
Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang sejak 25 tahun yang
lalu. Saat ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula berbeda yang dapat digunakan diantaranya
SRK II, SRK/T, Binkhorst, Hoffer Q, Holladay.14 Pada tahun 1980 formula SRK I dan II cukup
terkenal karena mudah digunakan akan tetapi karena seringnya ditemuka kesalahan pada hasil
pengukurannya akhirnya formula ini tidak lagi digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL
sempat ditarik kemudian pada tahun 1990 formula baru yang lebih akurat mulai dikembangkan.
Dengan menggunakan persamaan Gaussian kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus dibawah
ini:15
P = Kekuatan IOL (satuan dioptri)
K = Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata
AL = Axial lenght (milimeter)
C = ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan permukaan IOL
(milimeter)
nV = Indeks refraksi dari vitreus
nA = Indeks refraksi dari humor aquos
Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan IOL,
bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL maka akan menghasilkan
kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada pada mata dengan AL 23,5mm. Kesalaha refraksi akan
17
P = [ nV / ( AL – C ) ] – [ K / ( 1 – K x C / nA ) ]
turun samapai 1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm
pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih
bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan mata dengan AL panjang. 15
Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula
menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi
postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan
keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung. 15
Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan
suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk
mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk
formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri
harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar
batas normal maka pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya
dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua
mata. 15
Perawatan pasca bedah
Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak
dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu
bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa
hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca
operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata
sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat
dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen ( Biasanya 6-8
minggu setelah operasi ).
Selain itu juga akan diberikan obat untuk :
- Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka diperlukan
obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam setelah hilangnya kerja
bius yang digunakan saat pembedahan.
18
- Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu diberikan
atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak sempurna.
- Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk mengurangi reaksi
radang akibat tindakan bedah.
- Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.
Hal yang boleh dilakukan antara lain :
- Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan
- Melakukan pekerjaan yang tidak berat
- Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki keatas.
Yang tidak boleh dilakukan antara lain :
- Jangan menggosok mata
- Jangan membungkuk terlalu dalam
- Jangan menggendong yang berat
- Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
- Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
- Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah
Komplikasi
1. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi suprakoroid,
pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata kedalam luka serta retinal light
toxicity.2,16
2. Komplikasi dini pasca operatif
- COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang keluar dan
masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus,
brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih paling
sering)
- Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
19
- Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak adekuat yang dapat
menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis
anterior kronik dan endoftalmitis.
- Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi.
3. Komplikasi lambat pasca operatif
- Ablasio retina
- Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah yang
terperangkap dalam kantong kapsuler
- Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah Malformasi lensa intraokuler,
jarang terjadi
Afakia
Afakia secara literature berarti tidak adanya lensa dalam mata. Afakia akan
mengakibatkan Hipermetropia tinggi.
Penyebab:
1. Kongenital --- Suatu keadaan yang jarang dimana lensa tidak ada sejak lahir.
2. Afakia paska operasi --- Terjadi setelah operasi ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction
), ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction).
3. Post Traumatik --- Diikuti oleh trauma tumpul atau tembus, yang mengakibatkan
subluksasi atau dislokasi dari lensa.
4. Posterior dislokasi dari lensa ke vitreus akan menyebabkan optikal Afakia.
Optik Afakia dari mata : perubahan optik terjadi setelah keluarnya lensa.
1. Mata menjadi Hipermetropia tinggi
2. Total 44D 60 D menjadi power mata berkurang dari
3. Fokal poin anterior menjadi 23.2 mm didepan kornea
20
4. Posterior fokal poin sekitar 31 mm dibelakang kornea atau sekitar 7 mm dibelakang mata
normal ( panjang bola mata anterior-posterior sekitar 24 mm )
Terapi: untuk mengkoreksi Afakia terdiri dari kacamata, kontak lensa, intraokular lensa
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Manalu R. Mass Cataract Surgery Among Barabai Community At Damanhuri Hospital,
South Kalimantan. IOA The 11th Congress In Jakarta, 2006. 127-131
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika,
2000. 175-183
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 200-211
4. Yorston D. Monitoring Cataract Surgical Outcomes: Computerised Systems. http://www.
Journal of Community Eye Health.com [diakses 20 September 2010]
5. Ocompo VVD. Cataract, Senile. http://www.e-medicine.com [diakses 20 September
2010]
6. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior Subcapsular
Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory. Ophthalmologica
Indonesiana 2005;321:59.
7. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya Medika;
2000.176-177.
8. Pararajasegaram R. Importance of Monitoring Cataract Surgical Outcomes. Journal of
Community Eye Health, International Centre for Eye Health, London.
http://www.Joc.Com [diakses 20 September 2010]
9. Anonim. Extracapsular Cataract Extraction. www.surgeryencyclopedia.com. [diakses 20
September 2010]
10. Anonim. Phacoemulsification. www. visitech.org. [diakses 20 September 2010]
11. Shidik A, Rahayu T. Predictability of Phacoemulsification in Cipto Mangunkusumo
Hospital 2005; A- Scan Biometry Performed by Resident. IOA the 11 th Congress In
Jakarta, 2006.99-106
12. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3rd Ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1994. 234-
248.
13. Jayanegara IWG. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision Cataract Surgery.
IOA the 11th Congress In Jakarta, 2006. 168-171
14. Steinert RF. Cataract Surgery. Technique, Complications, Management. 1995. W.B.
Saunders Company. 22-6
22
15. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et all. Clinical Optics. Section 3. 2009-2010. American
Academy Opthamology.211-9
16. Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B, Dilomo C.R, et
all. (2004). Optometric clinical practice guideline. American optometric association:
U.S.A
23