karakteristik dominansi monyet hitam sulawesi · program studi primatologi sekolah pascasarjana...

64
KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO- BATUANGUS, SULAWESI UTARA SAROYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

Upload: nguyenminh

Post on 24-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI

(Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO- BATUANGUS,

SULAWESI UTARA

SAROYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005

Page 2: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Karakteristik Dominansi Monyet

Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Desember 2005

Saroyo

NIM B066010011

Page 3: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sistem sosial monyet hitam Sulawesi

(Macaca nigra) melalui kajian karakteristik dominansi di Cagar Alam Tangkoko-

Batuangus. Penelitian dilaksanakan bulan Januari–Desember 2004. Kelompok monyet

yang diamati adalah Kelompok Rambo II (KRII) dan Kelompok Rambo I (KRI) dengan

ukuran masing-masing pada awal pengamatan sebesar 51 ekor.

Hasil pengamatan selama setahun, didapat nisbah jantan dan betina dewasa

berkisar dari 1:1,9-1:7,5. Nilai nisbah ditentukan oleh filopatri betina dan faktor migrasi

jantan. Daerah jelajah KRII seluas 232 ha, dan jelajah hariannya sepanjang 1,8-4,1 km

dengan rata-rata 3,05 ± 0,58 km. Daerah jelajah KRI seluas 119 ha, dan jelajah hariannya

sepanjang 1,7-3,3 km dengan rata-rata 2,09 ± 0,34 km.

Dominansi ditentukan melalui pengamatan interaksi agonistik pada enam jantan

KRII, enam jantan KRI, dan 14 betina KRI. Interaksi agonistik intrakelompok hanya

mencakup 1,8% dari total waktu harian. Interaksi agonistik meliputi agresi ringan sebesar

59,5% dan agresi berat sebesar 40,5%. Agresi lunak diikuti dengan rekonsiliasi sebesar

75,8% dan tingkah laku arah diri/TAD sebesar 24,2%, sedangkan agresi berat diikuti

dengan rekonsiliasi sebesar 33,3% dan TAD sebesar 66,7%. Angka rekonsiliasi pada

agresi lunak sebesar 75,8% dan pada agresi berat sebesar 33,3%. Inisiasi rekonsiliasi

dilakukan oleh individu dominan sebesar 59,5% dan 40,5% dilakukan oleh individu

subordinan.

Hierarki dominansi jantan bersifat linear sempurna. Jika terjadi ketidakseimbangan

hubungan antarjantan, hierarki dapat bersifat tidak linear. Ketidakseimbangan hubungan

antarjantan terjadi pada saat terjadi perubahan tingkah laku agresif sampai terbentuknya

hierarki baru. Hierarki dapat berubah karena faktor perubahan tingkah laku agresif jantan

dan faktor migrasi. Dengan demikian, interaksi sosial jantan bersifat asimetris yang

ditunjukkan melalui hubungan dominansi.

Hirarki dominansi betina bersifat linear tidak sempurna karena terdapatnya

beberapa hubungan segitiga. Tingkah laku menelisik pada betina tidak dipengaruhi oleh

peringkat dominansi sehingga interaksi sosial antarbetina bersifat simetris dan

menunjukkan sistem sosial egaliter atau pola dominansi yang rileks.

Page 4: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Koalisi dapat menurunkan peran dominansi untuk akses terhadap pakan, tempat,

dan kawin, serta dapat meningkatkan status individu dalam hierarki dominansinya.

Koalisi dapat terdiri dari 2-6 ekor monyet. Koalisi dapat bertipe konservatif jika dua

individu dominan melawan individu subordinan, tipe jembatan jika individu dominan

bekerja sama dengan individu subordinan melawan individu peringkat menengah, dan

tipe revolusioner jika individu-individu subordinan melawan individu dominan. Koalisi

berbentuk konservatif sebesar 32,3%, berbentuk revolusioner sebesar 35,5%, dan

berbentuk jembatan sebesar 32,3%.

Migrasi terjadi pada individu jantan dewasa dan individu jantan pada saat

mencapai umur dewasa. Empat jantan KRII bermigrasi ke KRI selama bulan Oktober

dan November. Pada saat migrasi terjadi, terdapat 15 ekor betina KRI sedang estrus,

sedangkan pada KRII hanya terdapat satu betina estrus. Migrasi jantan tampaknya

disebabkan ketertarikan secara seksual dengan betina yang reseptif pada kelompok lain.

Menelisik merupakan aktivitas yang mencakup 12,3% dari total waktu aktivitas

harian monyet. Betina lebih banyak menelisik jantan daripada jantan menelisik betina.

Menelisik berperan dalam: pendekatan dalam tingkah laku seksual, sarana rekonsiliasi,

ikatan sosial, mencegah tertelisik pindah tempat, dan sebagai sarana TAD. Terdapat

kecenderungan jantan dominan mendekati jantan subordinan, betina dominan mendekati

betina subordinan, dan betina mendekati jantan. Interaksi antarkelompok dapat bersifat

agonistik maupun afiliatif, bahkan terjadi perkawinan.

Tingkah laku seksual monyet hitam Sulawesi sangat bervariasi terutama tingkah

laku prakopulasi, pascakopulasi, dan durasi kopulasi. Frekuensi kawin pada jantan

dewasa tidak dipengaruhi oleh peringkat dalam hierarki dominansinya. Akses kawin

dimiliki oleh seluruh jantan dari semua kelas umur sebagai akibat dari karakter personal

Jantan-á dan strategi kawin jantan peringkat rendah. Walaupun demikian, terdapat

monopoli betina estrus oleh jantan peringkat tinggi yang juga dipengaruhi oleh faktor

kesukaan jantan oleh betina maupun faktor kesukaan betina oleh jantan. Untuk

mendapatkan akses kawin, jantan peringkat rendah menerapkan strategi dengan menjauhi

kelompok dan kawin pada saat jantan dominan lengah.

Page 5: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

ABSTRACT

SAROYO. Dominance Characteristics of Sulawesi Crested Black Macaques (Macaca nigra) at Tangkoko-Batuangus Nature Reserve, North Sulawesi. Under the supervision of SRI SUPRAPTINI MANSJOER, RUDY C. TARUMINGKENG, DEDY DURYADI SOLIHIN, and KUNIO WATANABE.

Page 6: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

The social system of Sulawesi macaques is considered as ‘egalitarian’. Generally, social system patterns relate to females. The aims of this study were to investigate whether ‘egalitarian’ social relationships also apply to Sulawesi crested black macaque males and the function of dominance to social interactions. For this, the male and female dominance pattern, dominance hierarchy changes, and its function to social interactions were studied. This study has been conducted on two identified and habituated groups at Tangkoko-Batuangus Nature Reserve, North Sulawesi from January to December 2004. Data were collected by focal animal sampling of six males of Rambo II, six males of Rambo I and 14 females of Rambo II. Linearity of male hierarchy was calculated with the Landau’s index of linearity (h). The dynamic of dominance hierarchy was monitored by observation of changes in the direction of agonistic interactions. Results showed that: 1) during periods with stable male relationships, the male dominance hierarchy was linear and transitive, whereas during unstable periods, it was non-linear; 2) during one year, α-male replacements occurred two times on Rambo II and one times on Rambo I; 3) the female dominance hierarchy was imperfectly linear; 4) migration process only occurred in adult and growing adult males; 5) dominance determined priority for accessing to safety and comfortable place and food; 6) coalition might play a role in decreasing domination of dominant individual; 7) to decrease agonistic frequency and intensity, the Sulawesi black macaques used several behavioral mechanisms, such as allogrooming and postconflict affiliation; 8) females groomed males more frequently than males did, grooming among females was unrelated to their ranking; 9) there was a tendency for high rank males to approach lower rank males, for high rank females to approach lower rank females and for females to approach males; 10) intergroup interaction included agonistic and affiliative interactions between the two group members and intergroup mating; and 11) natural sexual behavior was varied; 12) mating frequency of the males was not influenced by their ranking; 13) there were mate choice factors and mating strategy of lower rank to avoid intervention by high rank. From the results, it can be concluded that contrary to females that have egalitarian society, in male Sulawesi crested black macaques, the dominance hierarchy is usually linear and male relationships are non-‘egalitarian’. When defining a social system in primates, it should thus always be clear to which sex the definition is referring to. Key words: Dominance characteristics, Sulawesi crested black macaques (Macaca nigra), Tangkoko-Batuangus Nature Reserve

KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI

(Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO-BATUANGUS, SULAWESI

UTARA

Page 7: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

SAROYO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Primatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005

Judul Disertasi : Karakteristik Dominansi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara Nama : Saroyo NIM : B066010011

Page 8: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Ketua

Prof. Dr. Rudy C. Tarumingkeng Anggota

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Anggota

Prof. Kunio Watanabe, Ph.D. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Primatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Ujian Tanggal: 11-11-2005 Tanggal Ujian:

Lulus tanggal: Tanggal Lulus:

PRAKATA

Page 9: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas berkat dan rahmat-

Nya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini berjudul Karakteristik

Dominansi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-

Batuangus, Sulawesi Utara, berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan dari bulan

Januari sampai dengan Desember 2004.

Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan kepada Komisi

Pembimbing, yaitu Ibu Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer, Bapak Prof. Dr. Rudy C.

Tarumingkeng, Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA, serta Bapak Prof. Kunio

Watanabe, Ph.D. yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama persiapan,

penelitian, dan penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada

Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta staf dan pegawai, Rektor

Universitas Sam Ratulangi Manado beserta staf dan pegawai, Kepala Pusat Studi Satwa

Primata LP-IPB beserta staf dan pegawai, serta PEMDA Sulawesi Utara yang telah

memberi kesempatan dan bantuan untuk menunaikan tugas belajar di PS Primatologi SPS

IPB. Dengan selesainya penelitian di CA. Tangkoko-Batuangus, penulis menyampaikan

banyak terima kasih kepada Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara beserta staf dan pegawai

atas bantuan dan kerjasama selama penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada

PEMKOT Bitung, Lurah, dan masyarakat Batuputih yang banyak membantu penulis

selama di lokasi penelitian. Banyak pihak telah membantu pendanaan penelitian,

sehingga penulis menyampaikan terima kasih kepada DIRJEN DIKTI DEPDIKNAS,

Director of The Rufford Small Grant dan Primate Research Institute Kyoto University

atas bantuan dana untuk penelitian. Kepada keluarga, sahabat, dan mahasiswaku penulis

sampaikan terima kasih atas doa dan dorongannya.

Semoga disertasi ini bermanfaat, terutama sebagai salah satu landasan konservasi

monyet hitam Sulawesi dan pengelolaan kawasan konservasi.

Bogor, 11 November 2005

Saroyo

RIWAYAT HIDUP

Page 10: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 24 Juni 1968. Pendidikan menengah

ditempuh di SMA I Boyolali Program A2 dan lulus pada tahun 1987. Lulus pendidikan

sarjana dari Program Studi Pendidikan Biologi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 1992. Melanjutkan

pendidikan Pra-S2 di Program Studi Biologi Institut Teknologi Bandung pada tahun 1993

melalui program Calon Tenaga Akademik Baru (CTAB), dilanjutkan dengan pendidikan

magister tahun 1994 pada program studi yang sama pada bidang Biologi Perkembangan

dengan beasiswa Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) dari DIKTI. Lulus

pendidikan magister pada tahun 1996. Menempuh program doktor di Institut Pertanian

Bogor pada Program Studi Primatologi pada tahun 2001 dengan nomor mahasiswa

B066010011.

Pada tahun 1996, penulis diangkat sebagai staf pengajar di Universitas Sam

Ratulangi, Manado di Fakultas Peternakan, Program Studi Ilmu Produksi Ternak. Pada

tahun 2000 penulis dipindahkan sebagai staf pengajar di Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Program Studi Biologi. Beberapa kursus telah diambil, antara lain

Method in Microbiology, Natural Product Chemistry, Field Course in Primate Behavior

and Ecology Tangkoko Nature Reserve, Kursus Singkat Biologi Molekuler, Pelatihan

Penulisan Artikel Ilmiah Tingkat Nasional, Kursus Pekerti, Kursus AA, Penataran Calon

Penulis Buku Ajar Perguruan Tinggi, Tinjil Island Primate Research Project Field

Course: Primate Behavior and Ecology, Pelatihan Kiat-Kiat Penyusunan Proposal

Penelitian Berdaya Saing Tinggi dan Penelusuran Informasi Ilmiah Mutakhir.

Mulai bekerja untuk monyet hitam Sulawesi di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus

dari tahun 1998 sebagai peneliti maupun pembimbing penelitian mahasiswa. Beberapa

hasil penelitiannya telah dipublikasikan pada beberapa jurnal, yaitu Zootek, Jurnal Ilmiah

Sains, Eugenia, dan Jurnal Primatologi Indonesia.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................... xi

Page 11: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... 1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4 Ruang Lingkup ...................................................................................... 4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Hitam Sulawesi ........................................................... 6 Cagar Alam Tangkoko-Batuangus ....................................................... 10 Organisasi Sosial Monyet Hitam Sulawesi ......................... ............... 11 Definisi Istilah ....................................................................................... 25 MATERI DAN METODE PENELITAN Tempat dan Waktu .............................................................................. 29 Materi dan Alat ..................................................................................... 29 Metode Penelitian ................................................................................. 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kelompok ........................................................................ 45 Ukuran dan Komposisi Kelompok .................................................... 45 Pertumbuhan Kelompok .................................................................... 46 Daerah Jelajah dan Jelajah Harian ..................................................... 52 Aspek Karakteristik Dominansi ............................................................ 58 Dominansi Jantan .............................................................................. 58 Dominansi Betina .............................................................................. 71 Aspek Tingkah Laku Sosial .................................................................. 75 Peran Dominansi Terhadap Tempat .................................................. 75 Peran Dominansi Terhadap Pakan .................................................... 79 Pola Interaksi Intrakelompok ............................................................ 83 Pola Interaksi Antarkelompok ........................................................... 96 Aspek Reproduksi ................................................................................. 102 Tingkah Laku Seksual ....................................................................... 102 Peran Dominansi dalam Kawin ......................................................... 105 Pemilihan Pasangan Kawin ............................................................... 110 Strategi Kawin Jantan Peringkat Rendah .......................................... 112 SIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI ..................................... 114 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 115 LAMPIRAN ............................................................................................. 122 GLOSARIUM ........................................................................................... 130

DAFTAR TABEL

Page 12: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Halaman

1

Perbandingan hubungan sosial primata betina keempat tipe kompetisi .............................................................................................

18

2 Tiga teori untuk menjelaskan pembentukan koalisi (Widdig 2000) .. 22 3 Komposisi KRII (Januari 2004) ........................................................... 45 4 Komposisi KRI (Juli 2004) ................................................................... 45 5 Rekapitulasi kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi KRII .......... 46 6 Komposisi KRII pada akhir pengamatan (Desember 2004) ................ 47 7 Komposisi KRI pada akhir penelitian (Desember 2004) ...................... 49 8 Dinamika dalam nisbah jantan dan betina dewasa KRII ...................... 51 9 Dinamika dalam nisbah jantan dan betina dewasa KRI ....................... 52 10 Jarak jelajah harian KRII ...................................................................... 54 11 Jarak jelajah harian KRI ....................................................................... 54 12 Karakteristik jantan dewasa KRII ........................................................ 59 13 Rekapitulasi hasil pertemuan agresif dan arah ancaman atau tunduk

pada jantan dewasa KRII ................................................................... 60

14 Hasil interaksi agonistik dan arah ancaman atau tunduk pada jantan dewasa KRI …………………………………………………………...

60

15 Dinamika hierarki jantan KRII ............................................................. 62 16 Dinamika hierarki jantan KRI .............................................................. 63 17 Komposisi individu dewasa KRII dan KRI pada bulan Oktober awal 68 18 Perbandingan lama proses migrasi pada dua jantan KRII .................... 70 19 Matriks sosiometrik hasil interaksi agresif antarbetina KRII pada

awal pengamatan (Juni 2004) ............................................................. 72

20 Matriks sosiometrik hasil interaksi agresif antarbetina KRII pada akhir pengamatan (Agustus 2004) .......................................................

72

21 Rekapitulasi pendekatan antarjantan KRII ........................................... 76 22 Hasil uji pakan pada enam jantan KRII ................................................ 80 23 Interaksi agonistik antarindividu KRII ................................................. 84 24 Hasil pengamatan koalisi ...................................................................... 88 25 Rekapitulasi pendekatan KRII .............................................................. 94 26 Perkawinan antarkelompok KRI dan KRII .......................................... 100 27 Tingkah laku seksual dan variasinya ................................................... 103 28 Rekapitulasi variasi tingkah laku kawin ............................................... 104 29 Rekapitulasi frekuensi kawin jantan KRII ............................................ 106 30 Monopoli terhadap betina subur oleh jantan.......................................... 109

Page 13: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Monyet hitam Sulawesi ............................................................................ 6 2 Pengaruh ukuran kelompok pada kompetisi perebutan . ........................... 16 3 Pengaruh ukuran kelompok pada kompetisi pertandingan ....................... 17 4 Peta lokasi penelitian ................................................................................ 30 5 Pertumbuhan KRII selama tahun 2004 ................................................... 47 6 Daerah jelajah KRII dan KRI ................................................................... 53 7 Tipe-tipe vegetasi pada daerah jelajah KRII dan KRI ............................... 55 8 Hubungan segitiga antarjantan KRII ......................................................... 61 9 Migrasi jantan dewasa yang teramati selama penelitian .......................... 65 10 Dinamika dalam hierarki dominansi betina dewasa KRII pada awal pengamatan (Juni) dan akhir pengamatan (Agustus) ...............................

74

11 Pergeseran daerah jelajah KRII selama tahun 2004 .................................. 77 12 Interaksi antara KRII dan KRII pada daerah interseksi ............................ 98

Page 14: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Dinamika dalam hierarki dominansi KRII .............................................. 122 2 Dinamika dalam hierarki dominansi KRI ................................................ 125 3 Proses migrasi jantan KRII ..................................................................... 127 4 Frekuensi menelisik silang antarindividu dewasa KRII ........................... 129

Page 15: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sulawesi termasuk salah satu pulau dalam daerah Wallacea. Daerah Wallacea

adalah daerah peralihan antara Zoogeografi Oriental dan Zoogeografi Australia (Coates

dan Bishop 2000). Satwa Sulawesi merupakan yang paling khas di seluruh Indonesia

terutama di antara mammalia. Dari 127 spesies mammalia asli, 62% bersifat endemik

(Whitten et al. 1987). Monyet (genus Macaca) adalah satwa khas Oriental yang daerah

penyebarannya sampai di Sulawesi (Bynum 1999). Nenek moyang monyet Sulawesi

menyeberang ke Pulau Sulawesi pada pertengahan Plestosen dari Pulau Kalimantan atau

Jawa (Whitten et al. 1987). Pada saat ini terdapat enam spesies monyet endemik

Sulawesi, yaitu M. nigra, M. nigrescens, M. hecki, M. tonkeana, M. maura (M. maurus),

dan M. ochreata (Groves 2001), atau tujuh spesies menurut Fooden (1969 dalam Bynum

1999) dengan tambahan M. brunnescens.

Penelitian tentang aspek sosial monyet Sulawesi belum banyak dilakukan, kecuali

untuk M. maurus. Beberapa penelitian tentang aspek sosial pada M. maurus, antara lain:

organisasi sosial (Watanabe dan Matsumura 1996), afiliasi pascakonflik (Matsumura

1996), hubungan dominansi rileks antarbetina (Matsumura 1996), faktor-faktor yang

mempengaruhi proksimitas antaranggota kelompok selama makan, bergerak, dan istirahat

(Matsumura dan Okamoto 1997), serta sejarah hidup dan demografi (Okamoto et al.

2000).

Sistem sosial monyet dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan pola

dominansinya, yaitu sistem sosial egaliter dan sistem sosial despotik (Hemelrijk 1999).

Pada sistem sosial egaliter, keuntungan dalam memanfaatkan sumber tersebar merata

pada semua peringkat dan interaksi sosialnya bersifat simetris (Matsumura 1998,

Hemelrijk 1999). Pada sistem sosial despotik, keuntungan dalam memanfaatkan sumber

secara kuat dimiliki oleh individu peringkat tinggi, dengan interaksi sosial bersifat

asimetris (Matsumura 1998, Hemelrijk 1999). Penelitian pada M. maurus oleh

Page 16: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Matsumura (1998) didapatkan hasil bahwa hubungan sosial antarbetina dewasa bersifat

egaliter atau mempunyai pola dominansi rileks.

Hubungan sosial monyet Sulawesi betina dikategorikan sebagai dominansi rileks

atau sistem sosial egaliter seperti pada monyet Barbary (M. sylvanus), monyet bonnet (M.

radiata), dan monyet stumptail (M. arctoides) (Matsumura 1998). Hubungan sosial yang

berbeda, yang disebut despotik ditemukan pada sistem sosial monyet Jepang (M. fuscata),

monyet Rhesus (M. mullata), dan beruk (M. nemestrina) (Matsumura 1998).

Masyarakat egaliter atau despotik pada satwa primata umumnya ditentukan dari

interaksi antarbetina. Sistem sosial M. nigra (monyet hitam Sulawesi) betina bilamana

termasuk sistem sosial egaliter seperti pada M. maurus atau despotik belum banyak

diketahui. Sistem sosial monyet hitam Sulawesi jantan bilamana mempunyai pola yang

sama atau berbeda dengan sistem sosial pada betina juga belum banyak diketahui.

Demikian juga jika monyet hitam Sulawesi mempunyai sistem sosial seperti pada monyet

Sulawesi lainnya, karakteristik dominansi pada monyet hitam Sulawesi juga masih harus

diteliti. Oleh karena itu studi yang mendalam tentang sistem sosial monyet hitam

Sulawesi, terutama tentang pola dominansi menjadi sangat penting.

Monyet hitam Sulawesi menempati habitat hutan hujan tropis primer dan sekunder

di beberapa lokasi di semenanjung utara Pulau Sulawesi dan beberapa pulau satelitnya

(Lee dan Kussoy 1999, Supriatna dan Wahyono 2000). Penelitian Reed et al. (1997) pada

tahun 1994 selama enam minggu pada Kelompok Rambo (97 ekor), menunjukkan bahwa

dominansi pada jantan berbentuk linear dan transitif di antara enam jantan dewasa.

Frekuensi dan intensitas agresi di antara jantan berkorelasi kuat dengan jarak peringkat.

Jantan dari seluruh peringkat secara signifikan menunjukkan pula tingkat agresivitas yang

lebih tinggi terhadap betina, yang reseptif secara seksual dibandingkan dengan betina

pada fase yang lain. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa monyet hitam

Sulawesi jantan mempunyai organisasi sosial yang sama dengan kelompok banyak

jantan-banyak betina seperti pada spesies Macaca lainnya.

Ukuran kelompok monyet hitam Sulawesi pada saat ini tidak sebesar pada tahun

1994. Berdasarkan penelitian O’Brien dan Kinnaird (1997) yang dilakukan pada tahun

1994, ukuran kelompok berkisar 27-97 ekor. Pada penelitian pendahuluan (Saroyo

2002a), ukuran Kelompok Rambo I dan Kelompok Rambo II berkisar 50-60 ekor.

Page 17: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Kelompok kecil yang disebut Kelompok Gila mempunyai ukuran 13 ekor. M. maurus

mempunyai ukuran kelompok yang lebih kecil, yaitu 20-30 (Matsumura 1998).

Penelitian aspek dominansi pada spesies lain, misalnya pada monyet Jepang (M.

fuscata) didapatkan hasil bahwa hierarki di antara individu dewasa dan remaja dari kedua

jenis kelamin bersifat linear sempurna (Chaffin et al. 1995). Hasil yang sama juga

didapatkan pada monyet Rhesus (M. mullata) dan monyet stumptail (M. arctoides)

(Chaffin et al. 1995).

Umumnya penelitian tentang dominansi terkonsentrasi pada jantan dewasa

dibandingkan dengan pada betina dewasa (Chalmer 1980). Secara umum, pada satwa

primata yang menunjukkan sifat dominansi, jantan dewasa mempunyai peringkat

dominansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan betina dewasa, dengan kekecualian

pada talapoin (Miopithecus talapoin) (Chalmer 1980) dan Lemur (Rowe 1996).

Dominansi pada betina lebih terkait dengan kesempatan untuk mendapatkan pakan dan

keberhasilan dalam reproduksi (Matsumura 1998, Range dan Noe 2002). Betina yang

lebih dominan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pakan yang lebih banyak

daripada betina yang kurang dominan, terutama untuk sumber pakan yang terbatas

(Chalmer 1980). Betina peringkat tinggi mempunyai angka kelahiran dan angka

kesintasan anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan betina peringkat yang lebih

rendah (Chalmer 1980).

Dominansi merupakan kedudukan yang penting dalam tingkah laku sosial, karena

keuntungan didapat oleh individu peringkat tinggi, seperti prioritas untuk akses kawin,

pakan, dan tempat aman (Hemelrijk 1999). Perbedaan dalam akses terhadap kawin ini

akan mengakibatkan hanya beberapa jantan peringkat tinggi saja yang dapat melakukan

kawin dengan betina yang secara seksual reseptif. Akibatnya hanya beberapa jantan saja

yang menyumbangkan sumber genetik untuk generasi berikutnya. Walaupun demikian,

karena jantan dan betina peringkat tinggi mempunyai sifat morfologi dan tingkah laku

yang unggul atau superior (Napier dan Napier 1985, Reed et al. 1997), maka perkawinan

dengan induk yang secara morfologi dan tingkah laku unggul akan menurunkan anak-

anak dengan gen yang unggul juga (Reed et al. 1997).

Page 18: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Perbedaan ukuran kelompok pada kondisi habitat di Cagar Alam Tangkoko-

Batuangus kemungkinan akan berpengaruh terhadap karakteristik dominansi monyet

hitam Sulawesi. Oleh karena itu masalah tersebut menarik untuk diteliti.

Tujuan Penelitian

1) Mengkaji karakteristik dominansi sebagai dasar dalam penentuan sistem sosial

monyet hitam Sulawesi.

2) Menentukan peran dominansi dalam berbagai interaksi sosial monyet hitam Sulawesi.

Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif bidang tingkah laku satwa primata

di alam. Salah satu ciri penelitian ini adalah tidak dapat dibuat hipotesis dan apabila

dipaksakan maka hipotesisnya akan berbetuk sangat umum (Suratmo 2002). Penelitian

ini dititikberatkan pada salah satu aspek sistem sosial monyet hitam Sulawesi, yaitu aspek

karakteristik dominansi. Aspek pendukung yang juga diamati meliputi karakteristik

kelompok yang mencakup ukuran dan komposisi kelompok, pertumbuhan kelompok,

serta daerah jelajah dan jelajah harian. Aspek peran dominansi dalam interaksi sosial

monyet meliputi aspek tingkah laku sosial dan aspek reproduksi. Luaran penelitian

diharapkan dapat dijadikan rekomendasi bagi otoritas manajemen kawasan konservasi

dan organisasi yang bergerak dalam bidang konservasi ex-situ.

Manfaat Penelitian

1) Menambah informasi tentang karakteristik dan peran dominansi dalam berbagai

interaksi sosial sebagai dasar dalam penentuan sistem sosial monyet hitam Sulawesi.

2) Dasar dalam pengelolaan populasi monyet hitam Sulawesi melalui pengelolaan

tingkah laku kelompok, terutama yang berkaitan dengan sistem sosial bagi otoritas

manajemen CA Tangkoko-Batuangus dan kawasan konservasi lainnya di Sulawesi

Utara dan lembaga/organisasi konservasi ex-situ dalam pengelolaan kelompok,

sehingga kelestarian spesies ini dapat dipertahankan.

Kerangka Pemikiran

Page 19: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Permasalahan: - Ada tidaknya perubahan sistem sosial dengan

berubahnya ukuran kelompok - Sistem sosial jantan sama atau berbeda dengan

sistem sosial pada betina - Karakteristik dominansi pada M. nigra

Analisis dan evaluasi hasil didasarkan pada kajian teoritis dan fakta di lapangan.

Koleksi Data: - Pola dominansi

- Peran dominansi dalam interaksi sosial

Jantan Betina

Penyimpulan

Sistem sosial monyet Sulawesi dikategorikan sebagai sistem sosial egaliter

- Penelitian serupa banyak dilakukan pada M. maurus

- Pada M. nigra jantan dilakukan oleh Reed et al. pada tahun 1994 pada kelompok Rambo (97 ekor) selama enam minggu

Page 20: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Monyet Hitam Sulawesi

Klasifikasi

Monyet hitam Sulawesi atau dalam bahasa lokal disebut yaki (Gambar 1)

merupakan satu dari enam jenis monyet Sulawesi. Monyet Sulawesi meliputi dare (M.

maura/maurus), yaki (M. nigra), dihe (M. nigrescens), dige (M. hecki), boti (M.

tonkeana), hada (M. ochreata) (Groves 2001).

Gambar 1 Monyet hitam Sulawesi

Menurut Corbet dan Hill (1992) serta Collinge (1993), monyet hitam Sulawesi

dimasukkan ke dalam Bangsa Primates, Suku Cercopithecidae, Marga Macaca, dan Jenis

Macaca nigra. Pemberian nama yang salah untuk jenis ini, misalnya Celebes black ape

didasarkan pada warna rambutnya yang hitam dan tanpa ekor yang terlihat jelas. Dalam

Page 21: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

bahasa daerah, monyet ini disebut yaki (Tonsea, Bacan), wolai (Tondano), dan bolai

(Mongondow) (Supriatna dan Wahyono 2000).

Penyebaran

Monyet hitam Sulawesi tersebar di semenanjung utara Pulau Sulawesi di sebelah

timur Sungai Onggak Dumoga dan Gunung Padang yang berbatasan dengan penyebaran

M. nigrescens (Groves 2001). Di Sulawesi Utara, monyet ini dapat dijumpai di CA

Tangkoko-Batuangus, CA DuaSudara, SM Manembonembo, Kotamobagu, dan

Modayak. Monyet ini juga ditemukan di CA Gunung Lokon, CA Gunung Ambang, CA

Tanggale, Pulau Manado Tua, dan Pulau Talise (Lee dan Kussoy 1999, Supriatna dan

Wahyono 2000). Monyet ini telah diintroduksi ke Pulau Bacan di Maluku Utara dan

populasinya lebih banyak dibandingkan dengan populasi aslinya. Penelitian oleh

Rosenbaum et al. (1998) didapatkan hasil bahwa kerapatan monyet hitam Sulawesi di

Cagar Alam Gunung Sibela di Pulau Bacan mencapai 170,3 ekor/km2, sedangkan di

hutan yang sudah terganggu mencapai 133,4 ekor/km2.

Pertelaan

Monyet hitam Sulawesi mempunyai ciri tubuh yang mudah dibedakan dengan jenis

lainnya. Panjang tubuh betina dewasa 445-550 mm dan pada jantan dewasa 520-570 mm,

ekor sepanjang 25 mm (Rowe 1996). Bobot tubuhnya 7-15 kg (Supriatna dan Wahyono

2000). Rambut yang menutupi seluruh tubuh berwarna hitam kelam, namun bagian

belakang (punggung) dan paha berwarna lebih terang dibandingkan dengan bagian lain

(Bynum 1999, Supriatna dan Wahyono 2000). Wajah berwarna hitam dan tidak

ditumbuhi rambut. Moncong jauh lebih menonjol dibandingkan dengan monyet Sulawesi

lainnya. Kepala mempunyai jambul merupakan ciri khas monyet tersebut. Warna tubuh

betina dan monyet muda sedikit pucat bila dibandingkan dengan jantan dewasa. Bantalan

tungging berbentuk suboval dan terbagi secara sempurna (Bynum 1999). Pantat

membengkak merah pada monyet betina menandakan bahwa satwa tersebut sedang estrus

(Rowe 1996, Kinnaird 1997). Kematangan seksual pada betina dicapai pada umur 49

bulan, siklus estrus sepanjang 36 hari, kebuntingan selama 174-196 hari, umur pertama

Page 22: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

melahirkan 65 bulan, interval kelahiran 18 bulan, dan lama hidup dapat mencapai 18

tahun (Rowe 1996). Bayi berambut putih pada wajah, lengan, dan bagian bawah badan.

Warna ini akan berubah perlahan-lahan menjadi hitam sebelum umur empat sampai enam

bulan (Kinnaird 1997). Indeks intermembran sebesar 94 dan bobot otak dewasanya

mencapai 94,4 g (Rowe 1996).

Ekologi

1. Habitat

Monyet hitam Sulawesi hidup di hutan tropis primer dan sekunder (Rowe 1996) di

Sulawesi Utara. Mereka dapat dijumpai pada hutan primer atau sekunder dataran rendah

hingga dataran tinggi sampai 2.000 dpl (Supriatna dan Wahyono 2000). Ular python

(Python reticulatus) merupakan predator alaminya (Kilner 2001).

2. Pakan

Seperti pada jenis monyet lain, monyet hitam Sulawesi termasuk omnivor. Monyet

ini memakan berbagai bagian tumbuhan, mulai dari daun, pucuk daun, bunga, biji, buah,

dan umbi, serta beberapa jenis serangga, moluska, dan invertebrata kecil. Terdapat lebih

dari 145 jenis buah yang dimakan. Di CA Tangkoko-Batuangus, sekelompok monyet

sering ditemukan di tepi laut untuk mencari moluska sebagai salah satu sumber pakannya

(Supriatna dan Wahyono 2000). Pohon ara merupakan salah satu sumber pakan bagi

monyet yang paling melimpah. Di CA Tangkoko-Batuangus dan CA DuaSudara terdapat

45 jenis. Buah ara merupakan 20 persen dari total pakan monyet (Kinnaird 1997).

Beberapa jenis serangga yang dimakan monyet ini meliputi tawon, rayap, ulat dalam

gulungan daun Pongamia sp., lebah, semut, dan belalang (Saroyo 2002b).

3. Tingkah Laku

Monyet hitam Sulawesi merupakan spesies diurnal, terestrial, dan arboreal yang

kadang-kadang disebut semiarboreal (Rowe 1996, Supriatna dan Wahyono 2000).

Lokomosi terutama secara kuadrupedal (Rowe 1996), walaupun cara bergerak monyet ini

sangat bervariasi, dari menggunakan kedua kakinya (bipedal), menggantung (brakiasi),

ataupun memanjat (Supriatna dan Wahyono 2000). Daerah jelajahnya seluas 114-320 ha,

Page 23: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

dan jelajah hariannya dapat mencapai 5 km (Supriatna dan Wahyono 2000). Berdasarkan

penelitian pendahuluan (Saroyo 2002b, Saroyo et al. 2004b), Kelompok Rambo II di CA

Tangkoko-Batuangus mempunyai daerah jelajah yang cukup sempit yaitu 59 ha dan jarak

jelajah hariannya 2.839 ± 423,6 m. Monyet hitam Sulawesi aktif pada siang hari

(diurnal), dan sore hari menjelang tidur mereka memilih tumbuhan yang rimbun. Tidur

dilakukan pada tajuk tinggi pepohonan yang ditinggalkan menjelang matahari terbit

untuk segera turun mencari makan. Monyet ini menghabiskan setengah waktunya di

tanah dan setengahnya lagi di pepohonan dengan bergelantungan dari satu pohon ke

pohon lain untuk mencari makan (Kinnaird 1997).

Status Konservasi

Monyet hitam Sulawesi dilindungi oleh Pemerintah RI dengan SK Menteri

Pertanian 29 Januari 1970 No. 421/Kpt/um/8/1970, SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991

No. 301/Kpts-II/1991 dan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 (Supriatna dan Wahyono

2000). Dalam daftar yang dikeluarkan IUCN, spesies ini digolongkan sebagai satwa

genting dan dicantumkan dalam Appendix II CITES (Supriatna dan Wahyono 2000).

Berdasarkan kecenderungan hilangnya hutan, status spesies ini perlu diubah menjadi

kritis (Lee et al. 2002).

Populasi

Habitat monyet hitam Sulawesi telah banyak mengalami penyusutan akibat

penebangan dan pembukaan lahan perkebunan (Lee et al. 2001). Saat ini mereka telah

kehilangan 60% habitatnya dari 12.000 km2 menjadi 4.800 km2, dan hanya menempati

areal seluas 2.750 km2 dalam kawasan konservasi (Supriatna dan Wahyono 2000).

Berdasarkan penelitian Lee dan Kussoy (1999), kerapatan populasi monyet hitam

Sulawesi di Tangkoko sebesar 58,0 ekor/km2, di Pulau Talise 21,5 ekor/km2, di

Manembonembo (22,8 ekor/km2), dan di Manado Tua 34,0 ekor/km2.

Jika dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya, populasi monyet hitam

Sulawesi di CA Tangkoko-Batuangus telah mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Page 24: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Penelitian MacKinnon dan MacKinnon pada tahun 1978, kerapatan populasi monyet di

CA Tangkoko-Batuangus-DuaSudara sebesar 300 ekor/km2, dan berdasarkan penelitian

Sugardjito et al. pada tahun 1988, kerapatannya menjadi 76 ekor/km2 (Rosenbaum et al.

1998). Penelitian Rosenbaum et al. pada tahun 1994 menunjukkan bahwa kerapatan

populasi monyet sebesar 66,7 ekor/km2 (Rosenbaum et al. 1998). Berdasarkan hasil

survei Kyes et al. (2002) pada tahun 1999-2002, kerapatannya sebesar 39,8 ekor/km2.

Cagar Alam (CA) Tangkoko-Batuangus

Sulawesi Utara mempunyai beberapa kawasan perlindungan, baik cagar alam,

taman nasional, maupun suaka margasatwa. CA Tangkoko-Batuangus terletak di

Kecamatan Bitung Utara, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Kawasan ini ditetapkan sebagai

cagar alam berdasarkan GB No. 6 Stbl 1919, tanggal 12 Februari 1919 (KSDA Sulawesi

Utara). Luas cagar alam ini 3.196 ha, terletak pada 1o30’ -1o34’N dan 125 o10’ -125o81’E

(Sunarto et al. 1999). Sebagian dari wilayahnya digunakan sebagai daerah wisata alam,

dan sampai saat ini belum diketahui pengaruh kegiatan tersebut terhadap kehidupan

monyet. Beberapa kelompok monyet, seperti KRII dan KRI mempunyai daerah jelajah

yang melalui daerah Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih (Saroyo 2002a). CA

Tangkoko-Batuangus menyatu dengan CA DuaSudara, TWA Batuangus, dan TWA

Batuputih. Luas keempat kawasan ini 8.718 ha (KSDA Sulawesi Utara 2002).

CA Tangkoko-Batuangus meliputi beberapa tipe habitat (Whitten et al. 1987,

Saroyo 2003b) sebagai berikut ini.

1) Pantai, yaitu formasi barringtonia, meliputi tumbuhan: Barringtonia asiatica

(bitung), Pandanus sp. (pandan), Callophyllum soulattri (nyamplung), Morinda

citrifolia (mengkudu daun besar), Morinda bracteata (mengkudu daun kecil), Cycas

rumphii (pakis haji), Terminalia catappa (ketapang), Hibiscus tiliaceus (waru laut),

Ixora sp. (soka/suwing), Erythrina sp. (dadap), Pongamia pinnata (lakehe), Leea

indica (momaling biasa), Kleinhovia hospita (bintangar), dan Barringtonia

acutangula (salense).

2) Hutan sekunder dengan pohon khas Cocos nucifera (kelapa), Mangifera indica

(mangga), Macaranga sp. (binunga), dan Tectona grandis (jati).

Page 25: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

3) Semak-semak yang tersusun atas Imperata cylindrica (alang-alang), Saccharum

spontaneum (glagah), Eupatorium odoratum, Lantana camara (tembelekan), Piper

aduncum (sirih hutan), dengan diselingi pohon Macaranga sp. (binunga), dan Melia

azedarach (mindi/bugis).

4) Semak-semak lain yang tersusun atas rumput Cyrtococcum oxyphyllum yang hampir

tertutup oleh Piper aduncum (sirih hutan), Melia azedarach (mindi/bugis),

Macaranga sp. (binunga), Lantana camara (tembelekan), Pterospermum

diversifolium (wolo daun besar), Alstonia sp. (kayu telur), Laportea sp. (kemaduh),

dan Tectona grandis (jati).

5) Hutan primer dengan berbagai jenis pohon, yang menyolok antara lain Ficus sp.

(ara), Leea indica (momaling biasa), Palaquium amboinense (nantu), Ardisia sp.

(kayu anoa), Eugenia sp. (gora hutan), Garuga floribunda (kayu kambing),

Dracontomelum dao (rao), Livistona rotundifolia (woka), dan Baringtonia

acutangula (salense).

6) Di atas ketinggian 800 m sudah merupakan vegetasi pegunungan.

Organisasi Sosial Monyet Hitam Sulawesi

Bangsa Primates merupakan salah satu Bangsa dalam Kelas Mammalia yang hidup

dalam suatu kelompok sosial. Hidup bersosial memberikan beberapa keuntungan untuk

akses terhadap pakan, proteksi terhadap predator, akses untuk kawin, dan mempermudah

dalam pemencaran keturunan (Collinge 1993). Beberapa terminologi berikut merujuk

pada Collinge (1993). Suatu Kelompok Sosial tersusun dari satwa-satwa yang

berinteraksi pada suatu basis reguler. Primata mampu mengenal satu dengan yang lain

dan menggunakan lebih banyak waktu dengan anggota kelompoknya. Struktur Sosial

menunjukkan bentuk fisik kelompok berkaitan dengan kelompok umur dan jenis kelamin,

serta hubungan interaksi satu dengan lainnya. Organisasi Sosial merupakan ekspresi

yang lebih inklusif yang secara umum digunakan untuk mendeskripsikan beberapa aspek

kelompok sosial, yang meliputi distribusi spasial, komposisi kelompok, serta hubungan

sosial dan fisik di dalam kelompok. Perbedaan utama struktur sosial dan organisasi sosial,

bahwa organisasi sosial juga mencakup komponen tingkah laku.

Page 26: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Berdasarkan sistem klasifikasi sosioseksual, struktur sosial monyet hitam Sulawesi

termasuk kelompok banyak jantan-banyak betina. Di alam, monyet hitam Sulawesi

hidup dalam kelompok besar, yaitu 20-70 ekor (Supriatna dan Wahyono 2000). Mereka

hidup dalam kelompok dengan nisbah (rasio) jantan dan betina dewasa 1:3,4 (Rowe

1996). Nisbah jantan dan betina ini merupakan fungsi dari pola emigrasi jantan dan

filopatri betina (Napier dan Napier 1985). Filopatri betina berarti bahwa betina tetap

berada dalam kelompok kelahirannya. Masyarakat monyet ini berpusat pada keluarga

betina, sementara jantan keluar dari kelompok kelahirannya (Matsumura 1998).

Interaksi Sosial

Tingkah laku sosial monyet hitam Sulawesi sangat terorganisir dan kompleks.

Jantan membentuk hierarki kekuasaan. Jantan paling dominan ditandai dengan ukuran

tubuh besar dan paling kuat memegang prioritas dalam mendapatkan pakan dan pasangan

(Kinnaird 1997). Betina dewasa menanggung sebagian besar tugas membesarkan anak,

sehingga jantan sempat membersihkan segala parasit dari rambut tubuh mereka dan

membantu kaum betina memperkuat ikatan sosial dengan anggota lainnya. Kaum remaja

melewatkan waktu dengan berjumpalitan dan berkejar-kejaran atau bergumul dengan

sebayanya. Meringis lebar merupakan senyuman mengajak bermain-main bukan

menantang berkelahi (Kinnaird 1997).

Interaksi sosial dibedakan menjadi dua tipe dasar yaitu kompetitif (antagonistik)

dan kooperatif (positif atau afiliatif). Beberapa penelitian tentang interaksi sosial

antaranggota kelompok pada satwa primata, antara lain: dominansi pada monyet Jepang

(M. fuscata) (Chaffin et al. 1995), hubungan dominansi betina dewasa pada monyet

Jepang di alam (Nakamichi et al. 1995), hubungan proksimitas pada monyet Jepang

(Nakamichi 1996), dominansi pada monyet Assam (M. assamensis ) (Bernstein dan

Cooper 1999), menelisik, ikatan sosial, dan agonistik pada monyet Rhesus (M. mullata)

(Matheson dan Bernstein 2000), dan hubungan kekeluargaan dan dominansi betina pada

sooty mangabey (Cercocebus atys) (Range dan Noe 2002). Penelitian tentang tingkah

laku sosial jantan dan hierarki dominansi pada monyet hitam Sulawesi di CA Tangkoko-

Batuangus telah dilakukan pada tahun 1994 selama enam minggu (Reed et al. 1997) pada

Page 27: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

suatu kelompok besar (97 individu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominansi

pada jantan berbentuk linear dan transitif di antara enam jantan dewasa. Frekuensi dan

intensitas agresi di antara jantan berkorelasi kuat dengan jarak peringkat. Jantan dari

seluruh peringkat secara signifikan menunjukkan pula tingkat agresivitas yang lebih

tinggi terhadap betina yang secara seksual reseptif daripada terhadap betina pada fase

yang lain. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa jantan monyet hitam

Sulawesi mempunyai organisasi sosial yang sama dengan pada spesies Macaca lainnya

(Reed et al. 1997).

1. Interaksi Kompetitif (Antagonistik)

Jika hewan hidup dalam kelompok yang stabil, pesaing superior secara konsisten

unggul terhadap pesaing inferior (Collinge 1993). Pasangan individu tersebut mempunyai

hubungan dominansi. Hubungan dominansi dapat diukur melalui hasil perkelahian dalam

pertemuan agresif antara dua individu atau arah sikap mengancam atau tunduk. Agresi

mencakup agresi ringan (mengancam dengan membuka mulut, mengancam dengan suara,

menerjang) dan agresi berat (mengusir, menendang, mencakar, menggigit) (Perry 1996).

1.1. Hierarki Dominansi

Menurut Martin dan Bateson (1999), pada banyak spesies primata, hubungan di

antara sepasang individu berbentuk asimetris. Satu individu secara konsisten akan

mengusir individu lain pada saat mereka berkompetisi untuk suatu sumber yang

bermanfaat, misalnya pakan, tempat, atau kawin, atau secara sederhana satu individu

menghindar pada saat mereka bertemu. Jika sejumlah kejadian dicatat untuk setiap

pasangan dalam kelompok, seringkali menjadi jelas bahwa satu individu cenderung untuk

mengusir seluruh individu lainnya, sedangkan individu lain akan diusir yang lainnya.

Keseluruhan susunan individu dominan dan subordinan dalam kelompok dikenal sebagai

hierarki dominansi (Martin dan Bateson 1999). Dominansi merupakan hal penting

dalam tingkah laku sosial pada spesies hewan yang hidup berkelompok dengan

keuntungan yang lebih besar diperoleh oleh individu yang mempunyai peringkat tinggi,

misalnya akses untuk kawin, pakan, dan lokasi yang aman. Satwa primata hidup dalam

Page 28: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

suatu kelompok, sehingga harus bersaing satu dengan yang lain dari waktu ke waktu

untuk akses terhadap sumber-sumber di atas. Kompetisi ini menghasilkan kemantapan

dalam hierarki dominansi yang mencakup perbedaan tingkah laku individu berdasarkan

jenis kelamin, ukuran, umur, status, dan kekerabatan (Swindler 1998).

Terdapat beberapa bentuk hierarki dominansi. Jika seluruh individu dalam

kelompok dapat disusun dalam urutan dominansi yang pasti (misalnya C dominan

terhadap A, A dominan terhadap D, D dominan terhadap E, dan E dominan terhadap B),

maka hierarki dominansinya linear (Martin dan Bateson 1999). Dalam kenyataan, hanya

beberapa hierarki ini yang linear sempurna. Kadang-kadang dominansi balik dapat

terjadi, jika subordinan mengalahkan individu yang secara normal lebih dominan (Martin

dan Bateson 1999). Lebih jauh untuk hierarki linear sempurna, seluruh hubungan diad

harus asimetris. Pada beberapa kelompok, dua atau lebih individu dapat mempunyai

status yang sama. Pada hierarki linear sempurna, seluruh kemungkinan hubungan triad

harus transitif (jika A dominan terhadap B dan B dominan terhadap C, maka A harus

dominan terhadap C) (Martin dan Bateson 1999).

Pada saat ini kelompok monyet di CA Tangkoko-Batuangus tidak sebesar pada

tahun 1994. Kelompok Rambo telah terfragmentasi menjadi dua kelompok yang lebih

kecil, yaitu KRI (±60 ekor) dan KRII (51 ekor) (Saroyo 2002a). Pola dominansi betina

pada monyet hitam Sulawesi digolongkan sebagai nepotistik-toleran (Slater 2002). Pola

ini berarti bahwa betina bersifat filopatri dan terdapat kerjasama antarkerabat dalam

kompetisi.

1.2. Pola Dominansi

Pola dominansi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu despotik dan egaliter.

Perbedaan antara keduanya, pada pola despotik keuntungan yang besar diperoleh oleh

individu dengan peringkat tinggi, sementara pada pola egaliter keuntungan terdistribusi

relatif merata (Hemelrijk 1999). Jika kompetisi antarkelompok rendah, atau resiko

predasi tinggi, dominan mempunyai lebih banyak kesempatan dalam menggunakan

sumber secara despotik (sangat protektif). Hal ini akan menyebabkan anggota kelompok

Page 29: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

menunjukkan sedikit toleransi terhadap subordinan, menghasilkan hierarki dominansi

yang jelas dan umumnya merupakan masyarakat despotik. Sebaliknya, jika kompetisi

antarkelompok tinggi dan resiko predasi rendah, maka individu dominan akan lebih

toleran terhadap subordinan, untuk mencegah mereka meninggalkan kelompok dan

masuk ke kelompok lain. Pola hubungan yang kurang kompetitif ini akan menghasilkan

masyarakat yang lebih toleran dan hubungan dominansi lebih egaliter (Hemelrijk 1999).

Hasil penelitian yang sangat baik tentang peringkat, keberhasilan dalam reproduksi,

dan dispersal telah dilakukan pada monyet Rhesus (M. mullata) di alam oleh Berard

(1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan reproduksi pada jantan

anggota tetap kelompok dan peringkat tinggi menurun selama periode penelitian. Di

pihak lain terjadi peningkatan keberhasilan dalam perkawinan pada jantan emigran dari

tahun ke tahun. Walaupun peringkat seekor jantan anggota tetap kelompok tersebut

meningkat, tetapi keberhasilan dalam perkawinanya menurun. Jantan peringkat tinggi

harus memutuskan untuk tetap tinggal dalam kelompok tetapi mempunyai keberhasilan

dalam perkawinan rendah, atau bermigrasi ke kelompok lain menjadi peringkat rendah

tetapi keberhasilan dalam perkawinannya tinggi.

Aspek dominansi pada betina kurang mendapatkan perhatian untuk diteliti

(Chalmer 1980). Secara umum, pada primata yang menunjukkan sifat dominansi, jantan

dewasa mempunyai peringkat dominansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan betina

dewasa, dengan kekecualian pada talapoin (Miopithecus talapoin). Dominansi pada

betina lebih terkait dengan kesempatan untuk mendapatkan pakan dan keberhasilan

dalam reproduksi (Koenig 2002). Betina yang lebih dominan mempunyai kesempatan

untuk mendapatkan pakan yang lebih banyak daripada betina yang yang kurang dominan,

terutama untuk sumber pakan yang terbatas. Betina dengan peringkat tinggi mempunyai

angka kelahiran dan angka kesintasan anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan betina

yang mempunyai peringkat lebih rendah (Chalmer 1980).

Penelitian hubungan sosial antarbetina pada monyet capuchin muka putih (Cebus

capucinus) oleh Perry (1996) diperoleh hasil yaitu betina membentuk hierarki dominansi

linear yang stabil; betina dewasa lebih banyak menggunakan waktunya dalam

proksimitas dengan betina dewasa lain daripada dengan jantan dewasa; mereka saling

Page 30: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

menelisik dengan betina lain dua kali lebih banyak daripada yang dilakukan dengan

jantan; betina cenderung menelisik kepada yang lebih dominan. Pada langur hanuman

(Semnopithecus entellus) yang mempunyai sistem sosioseksual berpusat pada jantan

tunggal, hubungan hierarki betina menunjukkan ketidakstabilan, inkonsisten,

individualistik, dan angka koalisi agonistik rendah (Borries 1993).

1.3. Tipe Kompetisi

Kompetisi untuk suatu sumber dibedakan menjadi dua tipe dasar, yaitu

Kompetisi perebutan atau kompetisi tidak langsung dan kompetisi pertandingan atau

kompetisi langsung (http://life.bio.sunysb.edu/bio359/ 4_26_02.html). Kompetisi

perebutan terjadi jika hewan harus berbagi sumber yang terbatas tetapi tidak mempunyai

cara untuk membatasi akses individu lain terhadap sumber tersebut. Seluruh individu

dalam kelompok bersama-sama akan mengalami pengurangan pakan. Efek kompetisi tipe

ini akan meningkat dengan meningkatnya ukuran kelompok (Gambar 2). Kompetisi tipe

ini untuk pakan terjadi jika ketersediaan pakan sangat sedikit dan sangat jarang.

Gambar 2 Pengaruh ukuran kelompok pada kompetisi perebutan (K = ukuran kelompok kecil; S = ukuran kelompok sedang; B = ukuran kelompok besar)

Kompetisi pertandingan terjadi jika individu yang lebih kuat dapat membatasi

akses individu yang lebih lemah untuk suatu sumber

(http://life.bio.sunysb.edu/bio359/4_26_02.html). Kompetisi tipe ini terjadi karena

terdapatnya perbedaan kemampuan berkompetisi antarindividu. Individu dominan

mempunyai akses yang lebih besar terhadap sumber (Gambar 3). Kompetisi tipe ini

Page 31: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

terjadi jika pakan tersebar tidak merata. Sebagai contoh, pohon kecil yang sedang

berbuah merupakan sumber yang menyebabkan rejim kompetisi tipe pertandingan.

Gambar 3 Pengaruh ukuran kelompok pada kompetisi pertandingan (K = ukuran kelompok kecil; S = ukuran kelompok sedang; B = ukuran kelompok besar) Terdapat empat tipe kombinasi yang menghasilkan tipe masyarakat yang berbeda (http://life.bio.sunysb.edu/bio359/4_26_02.html). Untuk lebih jelasnya, Tabel 1 di bawah menunjukkan perbandingan hubungan sosial primata betina pada keempat tipe kompetisi.

1) Jika kompetisi perebutan intrakelompok lebih penting daripada kompetisi

pertandingan, akan menghasilkan masyarakat tipe dispersal-egaliter. Masyarakat

tipe ini ditemukan pada monyet howler, monyet bajing Costa Rica, dan gorilla.

2) Jika kompetisi pertandingan intrakelompok lebih penting daripada kompetisi

perebutan intrakelompok dan kompetisi pertandingan interkelompok, akan

menghasilkan masyarakat yang despotik. Pada masyarakat tipe ini, betina cenderung

untuk membentuk aliansi dengan sanak dan kerabatnya. Tipe ini terutama terjadi

pada primata frugivor dan mereka disebut residen-nepotistik. Sebagai contoh,

misalnya pada monyet (Macaca), baboon, dan monyet capuchin.

Tabel 1 Perbandingan hubungan sosial primata petina keempat tipe kompetisi (http://life.bio.sunysb.edu/bio359/4_26_02.html)

Kategori Rejim kompetitif Respon sosial Pertandingan

intrakelompok Pertandingan interkelompok

Filopatri betina

Peringkat betina

Dispersal-Egaliter

Rendah Rendah Tidak Egaliter

Page 32: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Residen-Egaliter

Rendah Tinggi Ya Egaliter

Residen-Nepotistik

Tinggi Rendah Ya Nepotistik dan despotik

Residen-Nepotistik-Toleran

Tinggi Tinggi Ya Nepotistik dan toleran

3) Pada beberapa spesies, kompetisi pertandingan interkelompok dapat lebih penting

daripada kompetisi intrakelompok. Akibatnya hubungan antaranggota kelompok

menjadi lebih egaliter dan kurang nepotistik. Tipe masyarakat seperti ini disebut

residen-egaliter. Sebagai contoh, misalnya guenon, monyet patas, dan langur

hanuman.

4) Pada beberapa spesies, kompetisi pertandingan interkelompok dan intrakelompok

sama pentingnya, akan menghasilkan masyarakat residen-nepotistik-toleran.

1.4. Pemilihan Pasangan Kawin

Pemilihan pasangan kawin didefinisikan sebagai pola tingkah laku pada satu jenis

kelamin yang dapat meningkatkan probabilitas perkawinan fertil dengan individu tertentu

pada jenis kelamin yang berbeda (Soltis et al. 1997). Hasil penelitian Soltis et al. (1997)

menunjukkan terdapat pemilihan betina oleh jantan dan pemaksaan seksual jantan oleh

betina pada M. fuscata. Proksimitas betina terhadap jantan dan agresi jantan terhadap

betina berkorelasi dengan peningkatan keberhasilan perkawinan. Kebanyakan agresi

jantan dihasilkan dari peningkatan lama waktu dalam proksimitas oleh betina, dan

sebagian disebabkan oleh pemaksaan seksual (Soltis et al. 1997).

2. Interaksi Kooperatif (Positif, Afiliatif)

2.1. Rekonsiliasi (Reuni)

Selama dua dekade terakhir, penelitian tentang manajemen konflik pada hewan

yang hidupnya berkelompok terfokus pada reuni pascakonflik atau rekonsiliasi. Individu-

ividvidu yang bertengkar segera melakukan tingkah laku afiliasi setelah konflik agresif

(de Wall 2000; Aureli 2002). Kejadian lain pada pascakonflik adalah terdapatnya koaliasi

Page 33: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

pihak ketiga pascakonflik yang didefinisikan sebagai kontak afiliatif pascakonflik antara

individu-individu yang bertengkar dan individu-individu di sekitarnya (Call et al. 2002).

Rekonsiliasi pada satwa primata, suatu interaksi afiliatif pascakonflik di antara

individu yang bertengkar mempunyai dua fungsi: (1) untuk memperbaiki kerusakan

hubungan karena agresi, dan (2) untuk mereduksi ketidakpastian pascakonflik dan

tekanan pada individu tersebut (Kutsukake dan Castles 2001). Hipotesis terintegrasi

untuk rekonsiliasi terkait dengan fungsi tersebut melalui argumentasi bahwa kerusakan

hubungan karena agresi akan menyebabkan tekanan yang tinggi, sehingga menimbulkan

usaha untuk berekonsiliasi untuk menurunkan tekanan tersebut (Kutsukake dan Castles

2001).

Beberapa hipotesis telah diajukan oleh beberapa ahli tingkah laku. Beberapa studi

mengindikasikan bahwa rekonsiliasi berfungsi untuk memperbaiki kerusakan hubungan

sosial karena agresi (hipotesis perbaikan hubungan) (Kutsukake dan Castles 2000).

Sebagai contoh, rekonsiliasi akan mengurangi kemungkinan korban agresi mengalami

serangan berikutnya yang dilakukan oleh penyerang pertama atau individu lain, serta

meningkatkan toleransi untuk sumber pakan (Kutsukake dan Castles 2000).

Pada kenyataannya agresi tidak selalu diikuti oleh rekonsiliasi. Beberapa peneliti

berusaha menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya rekonsiliasi. Mereka

mengemukakan bahwa kualitas hubungan individu yang bertengkar merupakan faktor

penting untuk menentukan terjadinya rekonsiliasi. Rekonsiliasi sering terjadi mengikuti

agresi di antara individu yang bertengkar. Individu-individu tersebut mempunyai

hubungan dengan nilai biologis yang tinggi, suatu fungsi keuntungan kebugaran yang

dapat dihasilkan dari hubungan tersebut (hipotesis nilai hubungan) (Kutsukake dan

Castles 2000). Sebagai contoh, pada beberapa spesies monyet yang membentuk

masyarakat ikatan betina yang didasarkan pada unit matrilineal, interaksi agresif di antara

individu yang berkerabat lebih sering diikuti rekonsiliasi dibandingkan dengan pada

individu yang tidak berkerabat. Bukti eksperimen yang juga mendukung hipotesis ini,

rekonsiliasi secara dramatis meningkat mengikuti peningkatan nilai hubungan di antara

pasangan monyet ekor panjang (Cord dan Thurnheer 1993).

Page 34: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Fungsi rekonsiliasi yang lain berperan untuk mereduksi tekanan pascakonflik.

Pada satwa primata terdapat tingkah laku arah diri/TAD seperti menggaruk, menelisik

diri, dan menguap berkaitan dengan situasi tertekan (Cord dan Thurnheer 1993). Sebagai

contoh, proksimitas oleh individu yang dominan dapat meningkatkan laju TAD pada

monyet ekor panjang dan olive baboon (Papio anubis), sedangkan menelisik silang dapat

mereduksi TAD dan detak jantung pada tertelisik. Oleh karena itu, proksimitas dalam

rekonsiliasi menyebabkan reduksi ketidakpastian dan menurunkan kondisi tertekan (Cord

dan Thurnheer 1993).

Aureli (1997) mengajukan hipotesis terintegrasi untuk rekonsiliasi. Beberapa

studi menunjukkan bahwa agresivitas tidak hanya berpengaruh pada korban, pada

penyerang juga akan meningkatkan TAD. Ini membuktikan bahwa kondisi tertekan

pascakonflik tidak terbatas pada korban, tetapi juga dialami oleh penyerang.

Sebagaimana terjadi pada korban, pada penyerang juga terjadi penurunan laju TAD pada

rekonsiliasi (Aureli 1997).

Tidak semua spesies satwa primata menunjukkan terjadinya afiliasi pascakonflik.

Pada sebagian besar spesies Cercopithecine yang hidup dalam kelompok sosial

kompleks, mereka membentuk afiliasi (Call et al. 2002). Pada red-bellied tamarin

(Saguinus labiatus), agresi yang terjadi tidak merusak hubungan antaranggota kelompok,

sehingga rekonsiliasi tidak diperlukan (Schaffner dan Caine 2002).

2.2. Aliansi atau Koalisi

Konflik di antara dua individu hewan sering kali diinterpretasikan sebagai

kompetisi terhadap sumber yang terbatas (Widdig et al. 2000). Hasil interaksi agresif

pada masyarakat primata sering kali dipengaruhi oleh intervensi pihak ketiga (Collinge

1993). Aliansi dibentuk saat satu individu luar membantu dalam bertahan atau

menyerang. Pada monyet, baboon, dan chimpanzee, seekor individu yang sedang konflik

dapat melihat sekilas ke individu lain untuk membantu melawan pihak musuh. Frekuensi

aliansi bergantung pada struktur sosial spesies yang bersangkutan dan faktor terkait

lainnya, seperti umur, kondisi reproduksi, dan hubungan individual.

Page 35: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Terdapat beberapa tipe aliasi tergantung pada hasilnya. Aliansi spesifik sumber

ditemukan pada baboon savana di alam bebas (Collinge 1993). Jantan tua dan jantan

peringkat rendah sering membentuk koalisi untuk mengusir hewan dominan yang sedang

kopulasi dengan betina estrus. Koalisi ini bersifat resiprok terhadap kesempatan untuk

kawin. Pada masyarakat banyak jantan-banyak betina, misalnya pada monyet Jepang

dan monyet Rhesus, betina membentuk matrilineal yang besar bekerja sama dalam

interaksi agonistik. Pada spesies dengan jantan tetap berada dalam kelompok

kelahirannya (filopatri), seperti chimpanzee dan monyet colobus merah, jantan-jantan

yang berkerabat bekerja sama melawan individu dominan atau untuk berkompetisi dalam

akses terhadap betina estrus. Aliansi antara jantan dan betina terjadi terutama pada saat

musim kawin dalam konteks pasangan kawin. Istilah aliansi xenofobik menunjukkan

bahwa seluruh anggota kelompok bersama-sama mempertahankan teritorialnya dari

kelompok lain (Collinge 1993).

Berdasarkan fungsinya, terdapat dua penjelasan: (1) intervensi dapat bersifat

altruistik atau (2) menguntungkan salah satu pihak saja (Widdig et al. 2000). Tingkah

laku altruistik berkaitan dengan pengeluaran oleh pemberi/altruist (misalnya waktu,

energi, resiko luka, dan pembalasan) dan keuntungan bagi penerima/resipien (misalnya

akses terhadap sumber yang terbatas dan kurangnya perlukaan dalam perkelahian)

(Widdig et al. 2000).

Pembentukan koalisi dapat dijelaskan melalui tiga teori, yaitu seleksi sanak,

altruisme resiprok, dan kooperasi (Widdig et al. 2000). Teori seleksi sanak

memprediksi bahwa individu-individu yang mendukung kerabat akan meningkatkan

kebugaran secara tidak langsung karena mereka membagi gennya dengan resipien.

Seleksi diharapkan memberikan keuntungan di antara sanak, individu-individu yang

berkerabat dekat, pengeluaran/ongkos yang rendah oleh altruist, dan keuntungan yang

besar pada penerima. Terdapat bukti bahwa seleksi ini terjadi pada satwa primata

(misalnya M. fuscata, M. radiata, dan Papio cynocephalus) meskipun pemencaran jantan

dapat mengurangi ketersediaan sanak. Sebagai contoh, monyet Rhesus jantan lebih suka

Page 36: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

bergabung dengan jantan saudaranya yang lebih tua dan membentuk koalisi (Widdig et

al. 2000).

Pada altruisme resiprok, pemberi berperan memberikan pengeluaran dan tanpa

keuntungan segera, tetapi pemberi menerima keuntungan pada masa mendatang dari

penerima. Jika keuntungan untuk penerima lebih besar daripada pengeluaran oleh

pemberi, kedua pihak memperoleh kebugaran langsung untuk periode waktu yang lama

meskipun tidak berhubungan lagi (Widdig 2000). Sebagai contoh, Pasangan baboon

jantan yang tidak berkerabat memperoleh kesempatan untuk mengawini betina estrus.

Tabel 2 Tiga teori untuk menjelaskan pembentukan koalisi (Widdig 2000)

Tingkah laku altruistik Tingkah laku mandiri

seleksi sanak keuntungan untuk penerima

(sanak)

pengeluaran oleh pendukung

kebugaran tidak langsung bagi pendukung (segera)

altruisme resiprok keuntungan untuk penerima

(bukan sanak)

pengeluaran oleh pendukung

kebugaran langsung bagi pendukung (ditunda)

Kooperasi Keuntungan untuk penerima

(bukan sanak) dan pendukung

Tidak ada pengeluaran oleh pendukung

kebugaran langsung bagi pendukung (segera)

Pada teori kooperasi, pendukung bukanlah pemberi karena menerima keuntungan

langsung dari ikatan dengan individu yang tidak berkerabat (Widdig 2000). Chimpanzee

jantan mendapatkan keuntungan saat membantu individu yang tidak berkerabat melawan

individu lain, sehingga dapat menaikkan peringkat individu tersebut (Widdig et al. 2000).

Perbandingan tiga teori untuk menjelaskan pembentukan koalisi tersebut dapat dilihat

pada Tabel 2.

Berdasarkan pada hierarki dominansi, aliansi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

(1) tipe konservatif, (2) tipe jembatan, dan (3) tipe revolusioner

(http://life.bio.sunysb.edu/bio359/4_26_02. html). Pada aliansi tipe konservatif, dua

individu dominan melawan individu subordinan. Pada aliansi tipe jembatan, individu

dominan bekerja sama dengan individu subordinan melawan individu peringkat

Page 37: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

menengah. Pada aliansi tipe revolusioner, individu-individu subordinan melawan

individu dominan.

2.3. Menelisik

Menelisik didefinisikan sebagai tindakan mengambil kotoran atau lainnya dari

rambut dan kulit dengan menggunakan jari atau gigi (Rasmussen 1993). Menelisik

merupakan bentuk komunikasi sentuhan yang secara intensif sudah dipelajari karena

mempunyai peranan yang menonjol dalam kehidupan harian kebanyakan spesies primata

(Collinge 1993). Di samping berfungsi untuk membersihkan kulit dan rambut dari

kotoran dan parasit, menelisik juga berperan dalam interaksi sosial dalam berbagai

konteks, misalnya dalam hal induk menenangkan bayinya, pasangan kawin untuk sinyal

memulai kawin, persaudaraan, dan untuk rekonsiliasi. Menelisik oportunistik terhadap

hewan dominan merupakan strategi yang sering digunakan oleh hewan subordinan

sebagai sarana untuk membagi keuntungan aspek dominansi (Collinge 1993).

Menelisik mencakup manipulasi oral dan manual pada kulit dan/atau rambut

(Cooper dan Berstein 2000). Menelisik dapat dilakukan untuk diri sendiri (menelisik diri)

dan dapat dilakukan untuk pasangan sosialnya (menelisik silang) (Chalmer 1980). Jika

dilakukan untuk diri sendiri, menelisik berfungsi untuk membuang ektoparasit atau untuk

membersihkan dan mempertahankan permukaan tubuh. Menelisik untuk fungsi ini sudah

diamati pada monyet ekor singa (M. silenus), lemur ekor cincin (Lemur catta), monyet

hitam Sulawesi (M. nigra), dan monyet bonnet (M. radiata) (Chalmer 1980). Menelisik

sosial, di samping berfungsi seperti menelisik diri, juga untuk mempererat ikatan sosial.

Menelisik sosial dapat berfungsi sebagai pembayaran oleh individu subordinan sebagai

sarana dalam perjumpaan agonistik dengan individu dominan pada saat yang akan datang

(Cooper dan Berstein 2000). Penelitian pada monyet Rhesus (M. mullata), mereka sering

menelisik segera setelah terlibat perkelahian (Chalmer 1980). Pada M. arctoides,

menelisik dapat mereduksi kecenderungan bagi tertelisik untuk berjalan. Dengan

demikian menelisik berfungsi untuk meningkatkan imobilitas (efek plikatori) (Chalmer

1980).

Page 38: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Berdasarkan hipotesis ikatan sosial (Cooper dan Berstein 2000), betina sebagai

anggota tetap dalam kelompok matrifokal saling menelisik satu sama lain dan dengan

anak-anak lebih sering daripada antarjantan dan antara jantan dan anak-anak. Sebaliknya,

jantan menelisik betina lebih sering dan lebih lama daripada betina menelisik jantan.

Jantan dan betina lebih sering menelisik anak-anak daripada sebaliknya. Anak-anak lebih

lama menelisik yang lebih tua daripada sebaliknya. Penelitian pada monyet Assam (M.

assamensis), menelisik lebih berfungsi dalam memantapkan dan memelihara ikatan sosial

afiliatif daripada sebagai mekanisme spesifik untuk kawin dan fungsi resiprok (Cooper

dan Berstein 2000).

2.4. Pendekatan

Pendekatan mencakup frekuensi pendekatan dan arah pendekatan (Chaffin et

al 1995). Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan non-agonistik per jam observasi

fokus. Pendekatan didefinisikan sebagai pergerakan satu individu untuk jarak yang

tercapai tangan terhadap individu lain dari berbagai arah.

Hasil pendekatan dibuat skor sebagai positif/netral jika salah satu dari diad

melakukan kontak tubuh positif (menelisik, berimpitian, atau kontak non-agonistik

lainnya), atau duduk dalam jangkauan tangan selama 10 detik (pendekatan netral). Tanpa

pendekatan jika penuju meninggalkan proksimitas dalam 10 detik dan tidak membuat

kontak. Pendekatan negatif jika tertuju menjauh, ancaman gigi oleh salah satu partisipan,

dan atau ancaman oleh tertuju. Jika penuju mengancam, perjumpaan diberi skor sebagai

ancaman. Arah pendekatan adalah tendensi pendekatan oleh dominan vs. subordinan

yang ditunjukkan dengan indeks atas/bawah (Chaffin et al. 1995).

Definisi Istilah

1. Aspek karakteristik kelompok

1) Ukuran kelompok: jumlah individu dalam suatu kelompok (Chalmer 1980).

2) Komposisi kelompok: jumlah individu setiap kelompok umur dan jenis kelamin

pada suatu kelompok (Chalmer 1980).

Page 39: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

3) Pertumbuhan kelompok: perubahan ukuran kelompok selama waktu tertentu

karena faktor natalitas, mortalitas, dan migrasi (Alikodra 2002).

4) Daerah jelajah: luas area yang dijelajahi monyet (kelompok monyet) selama hidup

kelompok tersebut (Collinge 1993).

5) Jelajah harian: jarak yang ditempuh monyet (kelompok monyet) dalam satu hari

(Collinge 1993).

2. Aspek Karakteristik Dominansi

1) Dominansi: kemampuan untuk mengintimidasi individu lain dalam suatu konflik

dan kemampuan untuk mendapatkan prioritas yang lebih untuk akses terhadap

berbagai sumber, seperti pakan, ruang, dan kawin (Collinge 1993, Bramblett

1994). Individu yang memperoleh akses terhadap sumber lebih banyak

dibandingkan dengan individu lain disebut dominan, sedangkan yang memperoleh

akses lebih sedikit disebut subordinan (Collinge 1993).

2) Sistem sosial despotik: sistem sosial dengan keuntungan dalam memanfaatkan

sumber secara kuat dimiliki oleh individu peringkat tinggi, dengan interaksi sosial

bersifat asimetris (Matsumura 1998, Hemelrijk 1999).

3) Sistem sosial egaliter: sistem sosial dengan keuntungan dalam memanfaatkan

sumber tersebar merata pada semua peringkat dan interaksi sosialnya bersifat

simetris (Matsumura 1998, Hemelrijk 1999).

4) Hierarki dominansi: keseluruhan susunan individu dominan dan subordinan dalam

kelompok (Martin dan Bateson 1999).

3. Aspek tingkah laku sosial

1) Tingkah laku agonistik: tingkah laku yang berkaitan dengan agresi (Collinge

1993). Dalam tingkah laku agresif, individu dibedakan menjadi dua, yaitu

penyerang dan korban. Agresi mencakup agresi ringan (ancaman dengan membuka

mulut, ancaman dengan suara, serangan mendadak) dan agresi berat (mengusir,

memukul, mencakar, menggigit) (perry 1996, Matsumura 1998).

2) Frekuensi agresi: frekuensi ancaman dan serangan per jam (Chaffin et al. 1995).

Mengancam didefinisikan sebagai menatap dengan berbagai tingkah laku yang

Page 40: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

menyertainya, seperti membuka mulut, merendahkan kepala, telinga diarahkan ke

belakang, vokalisasi deheman. Terjangan kurang dari dua meter dimasukkan

sebagai mengancam Menyerang mencakup mengusir, menampar atau menggigit,

atau menggigit dengan ganas. Menggigit dengan ganas didefinisikan sebagai

menggigit non-ritual dan intensitasnya tinggi, diberi skor jika tingkah laku agresif

ini dilakukan dengan gerakan kepala yang berulang menghasilkan luka pada

lawan.

3) Rekonsiliasi: afiliasi yang dilakukan oleh penyerang dan korban segera setelah

terjadinya konflik (Kutsukake dan Castles 2001).

4) Tendensi berekonsiliasi: tendensi pihak pertama untuk berasosiasi dengan pihak

kedua, diukur sebagai persentase dari pasangan yang berasosiasi (Chaffin et al.

1995).

5) Aliansi/koalisi: kerjasama dalam agresi oleh dua individu atau lebih dalam

menghadapi pihak ketiga (Perry 1996). Koalisi kadang-kadang terjadi pada dua

individu yang mengusir atau menunjukkan muka mengancam dengan mulut

terbuka terhadap individu ketiga. Secara umum, partner koalisi berada dalam

kontak fisik satu sama lain mengancam pihak ketiga. Mereka berdampingan,

berangkulan, atau melakukan suatu punjian. Punjian didefinisikan sebagai satu

atau lebih individu berdiri di atas kepala yang lain, menatap/mengancam individu

lain. Anggukan didefinisikan sebagai seekor monyet memajukan kepalanya ke

arah partner koalisi dan kemudian menatap atau mengancam lawan; anggukan

merupakan tingkah laku umum yang digunakan untuk merekrut partner.

6) Pada aliansi tipe konservatif: dua individu dominan melawan individu subordinan

(http://life.bio.sunysb.edu/bio359/4_26_02. html).

7) Aliansi tipe jembatan: individu dominan bekerja sama dengan individu subordinan

melawan individu peringkat menengah (http://life.bio.sunysb.edu

/bio359/4_26_02.html).

8) Aliansi tipe revolusioner: individu-individu subordinan melawan individu dominan

(http://life.bio.sunysb.edu/bio359/4_26_02. html).

Page 41: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

9) Menelisik: tindakan mengambil kotoran atau lainnya dari rambut dan kulit dengan

menggunakan jari atau gigi (Rasmussen 1993). Menelisik merupakan bentuk

komunikasi sentuhan yang secara intensif sudah dipelajari karena mempunyai

peranan yang menonjol dalam kehidupan harian kebanyakan spesies primata

(Collinge 1993). Individu yang menelisik individu lain disebut penelisik,

sedangkan individu yang ditelisik (resipien) disebut tertelisik (Chalmer 1980).

Penelisikan yang dilakukan sendiri disebut menelisik diri, sedangkan yang

dilakukan untuk individu lain disebut menelisik silang (Chalmer 1980).

10) Pendekatan: pergerakan satu individu untuk jarak yang tercapai tangan terhadap

individu lain dari berbagai arah (Martin dan Bateson 1999). Individu yang

mendekati disebut penuju, sedangkan individu yang didekati disebut tertuju.

Pendekatan disebut positif jika salah satu dari diad melakukan kontak tubuh positif

(penelisikan, berimpitian, atau kontak non-agonistik lainnya). Pendekatan disebut

netral jika diad duduk dalam jangkauan tangan selama 10 detik. Pendekatan

disebut negatif jika tertuju menjauh, ancaman gigi oleh salah satu partisipan, dan

atau ancaman oleh tertuju. Tanpa pendekatan terjadi jika penuju meninggalkan

proksimitas dalam 10 detik dan tidak membuat kontak (Martin dan Bateson 1999).

11) Arah pendekatan: tendensi untuk mendekati individu dominan versus subordinan,

ditunjukkan sebagai indeks atas/bawah (Chaffin et al. 1995).

4. Aspek reproduksi

1) Pemilihan pasangan kawin: pola tingkah laku pada satu jenis kelamin yang dapat

meningkatkan probabilitas perkawinan fertil dengan individu tertentu pada jenis

kelamin yang berbeda (Soltis et al. 1997).

2) Gangguan: gangguan terhadap aktivitas kawin oleh anak dari induk yang sedang

kawin (Dixson 1977).

Page 42: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus (Gambar 4),

Kecamatan Bitung Utara, Kota Bitung, Sulawesi Utara, dari bulan Januari-Desember

2004.

Materi dan Alat

Materi Penelitian

Materi penelitian adalah Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) Kelompok

Rambo II (KRII) sebesar 51 ekor dan Kelompok Rambo I (KRI) sebesar 51 ekor di CA

Tangkoko-Batuangus.

Alat Penelitian

Alat untuk penelitian meliputi: binokuler, pita, jam, stop watch, lembar pengamatan, senter, penghitung (counter) tangan, kamera, alat ukur, kompas, dan alat perekam.

Metode Penelitian

Mengingat besarnya ukuran kelompok dan banyaknya aspek yang diteliti,

pengambilan data dibantu oleh seorang staf teknisi dari Balai KSDA Manado, dua orang

jagawana Resort KSDA Tangkoko, dan empat orang mahasiswa Universitas Sam

Ratulangi. Tingkah laku didasarkan pada pengamatan interaksi antarindividu. Agar

monyet tidak terganggu dengan kehadiran peneliti, maka dilakukan habituasi sebelum

pengambilan data. Habituasi dilakukan dengan mengikuti kelompok target setiap hari

sampai kelompok tersebut tidak terganggu lagi dengan kehadiran peneliti. Habituasi

terhadap KRII dilaksanakan pada awal bulan Januari selama tiga hari. Kelompok ini

sudah sangat terhabituasi dan sering digunakan dalam penelitian dan sering diikuti turis,

sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk menghabituasinya. KRI memerlukan

waktu yang lebih lama. Identifikasi kelompok dan habituasi sudah dimulai pada bulan

Mei, dan baru setelah enam minggu kelompok ini menjadi terhabituasi dengan peneliti.

Page 43: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Prinsip pengamatan interaksi adalah who does what to whom. Dengan demikian langkah

berikutnya setelah habituasi, identifikasi setiap individu-target berdasarkan ciri-ciri

khasnya dan pemberian nama berdasarkan ciri-ciri khas tersebut, sehingga mudah diingat.

Identifikasi jantan dewasa KRII dilakukan pada awal bulan Januari, sedangkan jantan

dewasa KRI dilakukan pada bulan Juli.

Gambar 4 Peta lokasi penelitian

Page 44: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Karakteristik Kelompok

1. Ukuran dan Komposisi Kelompok

Ukuran kelompok diperoleh dengan menghitung seluruh anggota KRII dan KRI.

Penghitungan dilakukan secara reguler setiap bulan, sehingga diperoleh juga gambaran

pertumbuhan kelompok. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan penghitung

tangan pada saat kelompok monyet menyeberang jalan atau pada saat turun dari pohon

tidur. Penghitungan dilakukan selama minimal 10 kali dan jumlah tertinggi ditetapkan

sebagai ukuran kelompok yang bersangkutan.

Komposisi kelompok diperoleh dengan identifikasi seluruh anggota kelompok (51

ekor untuk KRII dan 51 ekor untuk KRI) menurut umur dan jenis kelaminnya.

Identifikasi dilakukan dengan mengamati ciri-ciri khas setiap individu secara seksama

dengan menggunakan binokuler. Ciri-ciri yang digunakan dalam identifikasi meliputi

ukuran tubuh (besar, kecil), warna rambut, bentuk bagian-bagian tubuh, kecacatan,

bekas-bekas luka pada muka, tangan, kaki, telinga, dan bagian tubuh lainnya, bercak pada

muka dan telinga, dan tingkah laku. Setelah identifikasi dilakukan, setiap bulan dilakukan

sensus untuk seluruh anggota kelompok, sehingga dapat diketahui jika terjadi imigrasi

atau emigrasi antarkelompok.

Pengamatan komposisi kelompok pada KRII dilakukan pada awal penelitian (bulan

Januari) dan akhir penelitian (bulan Desember). Untuk KRI, pengamatan dilakukan pada

bulan Juli dan Desember secara tidak kontinyu.

Pengelompokan umur didasarkan pada fase perkembangan individu yaitu bayi,

anak, remaja, dan dewasa (Chalmers 1982). Ciri-ciri masing-masing fase didasarkan pada

ciri-ciri yang dideskripsikan oleh Altman (1981) dan penelitian pendahuluan yang sudah

dilakukan (Saroyo 2002a). Perkiraan umur didasarkan pada ciri-ciri fisik dan studi

pustaka pada beberapa penelitian pada monyet hitam Sulawesi maupun monyet Sulawesi

lainnya (Okamoto et al. 2000). Keempat kelompok umur tersebut dirinci sebagai berikut

ini.

1) Kelompok bayi (berumur 0-1 tahun). Bayi mempunyai muka berwarna putih, warna

yang membedakannya dengan kelompok umur lain. Warna muka putih ini digunakan

sebagai pedoman dalam menetapkan fase bayi. Rentang umur bayi dimulai dari

Page 45: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

waktu lahir, diasuh oleh induknya, sampai dengan masa sapihan. Penentuan jenis

kelamin dilakukan dengan mengamati organ genitalia luar. Bayi jantan mempunyai

penis yang panjang bila dibandingkan dengan ukuran tubuhnya, sehingga sangat

mudah diamati.

2) Kelompok anak yaitu fase yang dimulai setelah bayi sampai sebelum dewasa.

Individu pada kelompok ini biasanya sudah disapih dan tidak lagi dibawa induknya,

serta mempunyai fase reproduksi yang belum matang. Umumnya kelompok umur ini

lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain. Penentuan jenis kelamin

dilakukan dengan mengamati organ genitalia luarnya.

3) Kelompok remaja mempunyai ukuran tubuh sedikit lebih besar dibandingkan

dengan ukuran tubuh anak dan sedikit lebih kecil kecil dibandingkan dengan pada

yang dewasa. Terdapat dimorfisme seksual pada ukuran tubuhnya, yaitu jantan lebih

besar daripada betina. Pada jantan remaja, warna rambut pada bahu dan tangan mulai

menunjukkan warna seperti dewasa yaitu hitam terang. Ukuran tubuhnya kira-kira di

antara jantan anak besar (atau betina dewasa) dengan jantan dewasa. Karakteristik

seks sekundernya belum berkembang sempurna. Skrotum mulai membesar, dan

biasanya memisahkan diri dari kelompok anak, tetapi belum bergabung dengan

kelompok dewasa. Pada betina remaja, ukuran tubuh mendekati ukuran dewasa tetapi

puting susu masih pendek seperti pada jantan dan berwarna putih. Tanda lain adalah

mulainya tanda-tanda estrus tetapi siklusnya belum teratur. Umur jantan remaja

berkisar 5-7 tahun, sedangkan betina remaja berkisar 4-5 tahun.

4) Kelompok dewasa ditunjukkan dengan pertumbuhan tubuh yang penuh dan

kematangan reproduksi. Pada monyet hitam Sulawesi, jantan mencapai kedewasaan

setelah berumur kira-kira 7-8 tahun, sedangkan betina kira-kira 5 tahun. Pada jantan,

dewasa ditunjukkan dengan perkembangan penuh pada organ genitalia dan

karakteristik seks sekunder. Skrotum jantan dewasa mempunyai ukuran yang besar

dan berwarna merah. Warna rambut pada bahu dan tangan berwarna hitam terang.

Ukuran tubuh jantan dewasa lebih besar dibandingkan dengan pada betina. Secara

praktis, betina dewasa adalah individu yang sudah menunjukkan ciri-ciri estrus

dengan pembengkakan daerah ischial, sedang hamil, atau sudah pernah melahirkan

dan secara mudah dapat dibedakan dengan betina fase sebelumnya dengan melihat

Page 46: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

warna puting susunya. Pada betina dewasa, puting susu panjang dan sering

menggantung, serta berwarna pink.

2. Pertumbuhan Kelompok

Pertumbuhan kelompok diamati pada KRII dan KRI. Data diambil dengan

menghitung dan melakukan sensus terhadap seluruh anggota kelompok setiap bulan atau

pada saat-saat tertentu, sehingga dapat ditentukan natalitas, mortalitas, dan migrasi

anggota kelompok tersebut. Sensus dilakukan pada saat kelompok menyeberang jalan

atau pada saat turun dari pohon tidur minimal 10 kali dan jumlah terbesar ditetapkan

sebagai ukuran kelompok. Data yang dikumpulkan meliputi jumlah individu pada setiap

kelompok umur dan jenis kelamin. KRII diamati dari bulan Januari-Desember, sedangkan

KRI dari bulan Juli-Desember. Berdasarkan penghitungan total individu setiap bulan

untuk KRII dan KRI dapat ditentukan pertumbuhan kelompok tersebut. Berdasarkan

pengamatan komposisi kelompok setiap bulan dapat ditentukan keberadaan setiap

individu anggota kelompok. Pertumbuhan kelompok dapat ditentukan berdasarkan

kelahiran, kematian, emigrasi, serta imigrasi.

3. Daerah Jelajah dan Jelajah Harian

Daerah jelajah dan jelajah harian ditentukan melalui pemetaan daerah jelajah,

habituasi kelompok, dan pengukuran luas daerah jelajah dan panjang jelajah harian.

Pemetaan daerah jelajah dilakukan dengan pembuatan jalur-jalur dengan arah 220o atau

tegak lurus dengan jalan dari Kelurahan Batuputih menuju Pos II sampai Pantai Batu

sepanjang 2.400 m. Jarak jalur satu dengan jalur berikutnya adalah 100 m. Setiap jalur

dibuat sepanjang 1.300 m dan setiap selang 25 m pada jalur tersebut diberi tanda nama

jalur dan jarak titik tersebut dari jalan dengan menggunakan pita (misalnya A-0, A-25, A-

50, A-75, dan seterusnya). Penamaan jalur sebagai berikut: tepat di belakang Pos II diberi

nama Jalur C; dari belakang Pos II ke arah Kelurahan Batuputih berturut-turut adalah

Jalur B, A, a, b, c, d, e, f, g, dan h; sedangkan dari belakang Pos II ke arah Pantai Batu

berturut-turut adalah Jalur D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, dan Q.

Agar kelompok terbiasa dengan peneliti, maka dilakukan habituasi dengan terus

mengikuti pergerakan kelompok tersebut sampai tidak merasa terganggu dengan

Page 47: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

kehadiran peneliti. Setelah kelompok terhabituasi, tahap berikutnya mengikuti pergerakan

monyet selama 21 hari. Pergerakan kelompok dipetakan pada kertas milimeter sesuai

dengan titik-titik atau jalur-jalur yang dilewati. Penentuan luas daerah jelajah dan jarak

jelajah harian dilakukan dengan estimasi jarak pada peta dan estimasi berdasarkan

pengukuran di lapangan. Luas jelajah harian ditetapkan berdasarkan jelajah terluar yang

dilalui kelompok, sedangkan jarak jelajah harian didasarkan pada pergerakan anggota

yang berada di tengah-tengah kelompok.

Jelajah harian yang dipetakan pada kertas milimeter setiap hari digabungkan, dan

jelajah terluarnya merupakan daerah jelajah selama periode pengamatan. Pengukuran

jelajah harian KRII dilaksanakan pada bulan Februari dan bulan Maret; sedangkan untuk

KRI dilaksanakan pada bulan Juli, Agustus, dan Oktober. Jarak jelajah harian diestimasi

di kertas milimeter dan rata-rata selama periode pengamatan merupakan rata-rata jarak

jelajah harian. Luas daerah jelajah diestimasi dari gambar yang dihasilkan berdasarkan

gabungan dari gambar-gambar jelajah harian dan hasil pengamatan pada waktu lainnya

yang dilakukan pada saat mengikuti kelompok monyet.

Aspek Dominansi

Dominansi ditentukan melalui pengamatan interaksi agonistik (Chalmes 1982) yang

mencakup sikap dan sinyal agonistik. Jumlah individu jantan yang diamati sebanyak

enam ekor pada KRII dan enam ekor pada KRI. Pengamatan tingkah laku agonistik

dilakukan dengan focal sampling dengan metode perekaman secara kontinyu (Matsumura

1998, Martin dan Bateson 1999). Pengamatan focal untuk setiap jantan dilakukan selama

lima hari. Setelah diketahui bahwa pesaing superior selalu unggul, pengamatan focal

setiap jantan dilakukan selama satu hari. Individu yang terlibat dalam interaksi agonistik

dapat dibedakan menjadi individu penyerang dan individu korban. Penyerang

menunjukkan tingkah laku agresif, misalnya mengejar, menggigit, mengancam,

mencakar, dan sebagainya. Korban menunjukkan tingkah laku tunduk, misalnya ekspresi

takut, lari, atau diam (Matsumura 1998).

Dinamika dalam hierarki dominansi jantan KRII diikuti dari bulan Januari-

Desember, sedangkan untuk KRI diikuti dari bulan Agustus-Desember dengan

mengamati perubahan hierarki dan migrasi jantan. Pengamatan dinamika dominansi KRII

Page 48: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

dilakukan secara kontinyu, sedangkan untuk KRI tidak secara kontinyu. Pengamatan

dinamika dominansi untuk KRI dilakukan pada 3-8 Agustus, Akhir September, 7-8

Oktober, dan akhir November, dan akhir Desember.

Metode pengambilan data untuk interaksi agonistik betina sama seperti pada

metode untuk dominansi jantan. Pengamatan focal untuk setiap betina dilakukan selama

dua hari pada 14 betina dewasa KRII. Untuk mengamati dinamika dalam hierarkinya,

pengamatan dilaksanakan dalam dua periode, yaitu bulan Juni (30 hari) dan Agustus (31

hari). Total interaksi agonistik antarbetina pada bulan Juni sebanyak 91 kali dan pada

bulan Agustus sebanyak 105 kali. Data agonistik di antara betina diambil jika kedua

betina tersebut berada pada jarak lebih dari satu meter dengan jantan dan betina lain

untuk menghindari intervensi atau pengaruh individu lain, sehingga hasil interaksi

agonistik benar-benar mencerminkan peringkat dominansinya.

Proses migrasi jantan diamati pada enam jantan dewasa dan tiga jantan remaja KRII

serta enam jantan dewasa dan seekor jantan remaja KRI dengan menggunakan ad libitum

sampling atau focal sampling terhadap seluruh jantan dewasa dan remaja kedua

kelompok tersebut. Jika terdapat jantan yang menunjukkan tanda-tanda akan melakukan

migrasi, maka jantan tersebut diikuti secara focal sampling dan pengamatan tingkah laku

dilakukan secara ad libitum sampling.

Sebelum dilakukan analisis terhadap linearitas dominansi, terlebih dahulu

dilakukan penghitungan angka agresi (Martin dan Bateson 1999). Persentase yang

diperoleh merupakan persentase aktivitas agresif dari total aktivitas hariannya. Dari hasil

pengamatan interaksi agonistik, dihitung frekuensi setiap individu sebagai pemenang dan

sebagai korban dalam suatu tabel untuk menentukan peringkat setiap individu. Linearitas

dominansi ditentukan dengan menggunakan Indeks linearitas dari Landau (h) dengan

rumus:

12 n

h = Σ (va – ½ (n – 1))2 n3-n a=1

dengan n adalah jumlah individu dalam kelompok dan va adalah jumlah individu yang

didominasi individu a. Rentang indeks dari 0,0 sampai 1,0, dengan nilai 1,0 menunjukkan

Page 49: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

linearitas sempurna. Nilai h lebih besar dari 0,9 secara umum menunjukkan hierarki

linear kuat.

Dinamika dalam hierarki dominansi ditentukan setiap kali terjadi pergantian

peringkat hierarki berdasarkan dominansinya, serta dengan mengevaluasi perubahan-

perubahan dalam tingkah laku agonistik jantan dan betina dewasa dan proses migrasi

jantan untuk menentukan faktor-faktor penyebab terjadinya pergeseran hierarki. Hierarki

ditentukan melalui penyusunan peringkat individu berdasarkan hasil interaksi agonistik

antarindividu target yang mencakup sikap dan sinyal agonistik.

Dari hasil pengamatan proses migrasi jantan, ditentukan lama waktu yang

diperlukan untuk keluar dari kelompok, masuk kelompok baru, dan masa transisi setelah

keluar kelompok dan sebelum masuk kelompok baru sebagai individu soliter atau

membentuk kelompok uniseksual jantan dengan jantan soliter lainnya. Data lain yang

dikumpulkan meliputi interaksi jantan migran dengan anggota kelompok yang

ditinggalkan maupun kelompok yang akan dimasukinya.

Aspek Tingkah Laku Sosial

1. Peran Dominansi terhadap Tempat

Dominansi terhadap tempat diamati pada empat jantan dewasa dan dua jantan

remaja KRII bersamaan dengan pengamatan pendekatan dari tanggal 11-19 September.

Data yang diamati mencakup arah pendekatan (dominan ke subordinan atau subordinan

ke dominan) dan respon tertuju. Metode pengumpulan data yang digunakan dengan

mencatat semua tingkah laku pendekatan antarjantan di atas dan respon individu yang

didekati pada saat kelompok berhenti dan beristirahat di atas tanah, sehingga pengamatan

dapat dilakukan dengan mudah. Selama periode pengamatan didapatkan 29 data

pendekatan.

Data arah dan frekuensi pendekatan disusun dalam suatu tabel frekuensi yang

menunjukkan pasangan setiap individu dan respon tertuju. Pengusiran individu

subordinan oleh individu dominan yang bukan karena akses terhadap pakan dan kawin,

tetapi terhadap lokasi menunjukkan peran dominansi terhadap tempat.

Page 50: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Dominansi antarkelompok terhadap tempat diamati dengan memetakan pergeseran

jelajah harian KRII terhadap KRI setiap bulannya selama setahun dan pengamatan ad

libitum sampling terhadap interaksi kedua kelompok. Pengamatan interaksi mencakup

interaksi agonistik dan afiliatif setiap pertemuan kedua kelompok untuk menentukan

peringkat dominansi antarkelompok. Data diambil sebanyak 10 kejadian pertemuan untuk

setiap bulannya. Pengamatan juga dilakukan pada saat penelitian pendahuluan pada

pohon Ficus sp. Di E-1050 sebanyak tiga kejadian. Selain itu diamati pula kondisi

habitat, terutama masa berbuah untuk jenis-jenis pohon buah (terutama Ficus spp. dan

Dracontomelum dao) untuk setiap bulan, sehingga dapat ditentukan faktor-faktor

penyebab pergeseran jelajah tersebut. Penentuan masa berbuah dilakukan dengan

mengamati waktu berbunga, berbuah, buah masak, dan buah habis pada lokasi-lokasi

yang biasa didatangi kelompok monyet.

2. Peran Dominansi terhadap Pakan

Dominansi terhadap pakan diamati pada lima jantan dewasa, tiga jantan remaja, dan

14 betina dewasa KRII dari tanggal 18 Maret sampai dengan 26 Mei. Data diambil pada

saat kelompok makan sumber-sumber pakan yang terbatas, antara lain pohon atau

tumbuhan sumber pakan dengan kuantitas yang kecil, misalnya kelapa yang jatuh, dan

madu. Data diambil berdasarkan urutan makan. Selain dilakukan pada saat penelitian,

data dominansi terhadap pakan juga diambil dari penelitian pendahuluan yang telah

dilakukan terhadap jantan dewasa. Pada penelitian pendahuluan (Saroyo 2002a) telah

dilakukan uji pakan terhadap enam jantan dewasa pada bulan Januari 2002. Uji pakan

dilakukan pada saat dua jantan dewasa berdekatan. Sepotong kelapa dilemparkan di

antara dua jantan tersebut dan diamati individu yang mengambil pakan. Ulangan

dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap pasangan jantan. Urutan makan atau monopoli

terhadap sumber-sumber pakan yang terbatas menunjukkan peranan dominansi terhadap

pakan. Dari data uji pakan dapat ditentukan frekuensi setiap pasangan individu dalam

mengambil dan diam pada saat diberikan pakan.

Dominansi antarkelompok terhadap pakan diamati pada daerah interseksi antara

KRII, KRI, dan Kelompok Air Bersih (KAB). Data diambil dengan menggunakan ad

libitum sampling dengan mengamati aktivitas dan tingkah laku semua anggota kelompok

Page 51: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

yang memanfaatkan pohon yang sedang berbuah sebagai sumber pakan monyet serta

peringkat dominansi antarkelompok tersebut.

3. Rekonsiliasi

Pengamatan tentang rekonsiliasi dilakukan selama 50 hari dari tanggal 22 Maret

sampai dengan 10 Mei pada KRII. Observasi interaksi pascakonflik dilakukan selama 10

menit segera setelah terjadinya konflik antarindividu. Interaksi dan tingkah laku setelah

10 menit diabaikan. Pengambilan data dilakukan dengan mengikuti kelompok dan jika

terjadi konflik, maka dilakukan pengamatan terhadap individu-individu yang terlibat

tersebut selama 10 menit. Selama interaksi agonistik, dilakukan identifikasi terhadap

individu penyerang dan korban, serta bentuk agresi yang digunakan (mengancam,

menyerang, mengusir lebih dari dua menit, mendorong, bentuk-bentuk kontak fisik lain,

dan menggigit). Pengamatan dilakukan terhadap enam jantan dewasa, 14 betina dewasa,

tiga jantan remaja, dan satu betina remaja KRII. Total pengamatan interaksi pascakonflik

sebanyak 222 kali.

Rekonsiliasi yang dimaksud adalah afiliasi yang dilakukan oleh penyerang dan

korban segera setelah terjadinya konflik. Interaksi afiliatif mencakup menelisik silang,

berimpitan, bersentuhan, kecapan bibir dua arah, menaiki, kontak mulut, bermain, dan

panggilan perkawanan.

Jika tidak terjadi rekonsiliasi, maka dilakukan pengamatan tingkah laku masing-

masing individu. Pengamatan tingkah laku arah diri (TAD) meliputi menggaruk,

menelisik diri, dan goyangan badan.

Analisis untuk rekonsiliasi dilakukan secara deskriptif untuk menentukan:

individu (penyerang dan korban) yang menginisiasi rekonsiliasi dan peringkat dalam

hierarki dominansi kedua pihak yang terlibat konflik. Jika tidak terjadi rekonsiliasi, maka

ditentukan bentuk-bentuk tingkah laku arah diri (TAD) untuk masing-masing individu.

4. Koalisi

Koalisi/aliansi diamati jika dua atau lebih individu bekerjasama untuk melawan

individu lain. Individu yang diamati sebanyak enam jantan dewasa, 14 betina dewasa,

tiga jantan remaja, satu betina remaja, dan delapan anak KRII sebanyak 31 kejadian dari

Page 52: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

tanggal 11 Mei-6 November. Data aliansi diambil jika proses aliansi, individu yang

terlibat, dan interaksi pascakonflik atau rekonsiliasi dapat ditentukan dengan pasti.

Aliansi yang terlalu kompleks atau tidak jelas individu yang terlibat dalam interaksi

pascakonflik diabaikan. Setiap individu yang terlibat dalam koalisi diidentifikasi untuk

menentukan peringkat dalam hierarki dominansi dalam kelompok tersebut.

Hasil pengamatan koalisi (aliansi) akan dianalisis secara deskriptif untuk

menentukan: jumlah individu yang terlibat, bentuk agresi (ringan/berat), bentuk

aliansinya, faktor penyebab, dan afiliasi pascakonflik dari sebagian individu yang terlibat

dalam koalisi.

5. Menelisik

Prinsip pengamatan tingkah laku menelisik adalah menentukan identitas individu

penelisik dan individu tertelisik. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan scan

sampling (Collinge 1993, Martin dan Bateson 1999). Individu yang diamati meliputi lima

jantan dewasa dan 15 betina dewasa KRII pada bulan Agustus. Scan sampling dilakukan

pada setiap jam dengan durasi 10 menit dan interval satu menit.

Penghitungan angka menelisik sosial didasarkan pada hasil pengamatan aktivitas

harian. Persentase yang diperoleh merupakan persentase aktivitas menelisik dari total

aktivitas harian. Frekuensi setiap individu sebagai penelisik disusun dalam suatu tabel.

Dari tabel tersebut dapat dianalisis frekuensi sebagai penelisik atau tertelisik berdasarkan

peringkat dominansi.

Untuk menguji perbedaan frekuensi sebagai penelisik antarbetina dan antara

jantan dan betina digunakan Uji Wilcoxon (Sokal dan Rohlf 1996). Langkah-langkah

pengujian dilakukan sebagai berikut ini.

1. Menghitung selisih n pasang pengamatan.

2. Mengurutkan angka selisih dari yang terkecil sampai yang terbesar tanpa

memperhatikan tandanya.

3. Menjumlahkan urutan positif dan negatif secara terpisah. Jumlah nilai yang harga

mutlaknya lebih kecil, dilambangkan dengan Ts, dibandingkan dengan nilai dalam

tabel (Tt).

4. Interpretasi hasil:

Page 53: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Jika Ts > Tt, maka terima H0,

Jika Ts < Tt, maka terima H1.

5. Untuk ukuran contoh besar (n > 50) digunakan rumus:

dengan Ts seperti yang dimaksud di atas. Nilai ts dibandingkan dengan tabel student t.

Interpretasi hasil:

Jika ts > tt, maka terima H1,

Jika ts < tt, maka terima H0.

6. Pendekatan

Pengamatan pendekatan dilakukan dari tanggal 11-19 September. Data yang

diamati mencakup arah pendekatan (dominan ke subordinan atau subordinan ke dominan)

dan respon tertuju. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mencatat

semua tingkah laku pendekatan antarindividu dan respon individu yang didekati pada saat

kelompok berhenti dan beristirahat di atas tanah, sehingga pengamatan dapat dilakukan

dengan mudah.

Individu yang diamati meliputi dua jantan dewasa, dua jantan remaja, dan 15 betina

dewasa KRII. Total pengamatan pendekatan antarjantan dilakukan sebanyak 29 kali,

antarbetina sebanyak 386 kali, dan antara jantan dan betina sebanyak 119 kali.

Hasil interaksi pendekatan dibuat skor: positif jika salah satu dari pasangan (diad)

melakukan kontak tubuh positif (menelisik, berimpitian, atau kontak non-agonistik

lainnya), netral jika keduanya duduk dalam jangkauan tangan selama 10 detik

(pendekatan netral), negatif jika tertuju menjauh, ancaman gigi oleh salah satu partisipan,

dan atau ancaman oleh tertuju, dan tanpa pendekatan jika penuju meninggalkan

proksimitas dalam 10 detik dan tidak membuat kontak. Jika penuju mengancam,

perjumpaan diberi skor sebagai ancaman (Chaffin et al. 1995).

Page 54: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Arah Pendekatan adalah tendensi pendekatan oleh individu dominan versus

subordinan dan ditunjukkan dengan indeks atas/bawah. Jumlah pendekatan ke peringkat

lebih tinggi dibagi jumlah satwa disebut u, dan pendekatan ke peringkat lebih rendah

dibagi jumlah dewasa disebut d. Indeks = (u-d)/(u+d). Indeks 0 menunjukkan bahwa arah

pendekatan tidak tergantung pada peringkat. Indeks positif menunjukkan terdapatnya

tendensi untuk mendekati satwa dominan, sedangkan indeks negatif menunjukkan

terdapatnya tendensi untuk mendekati satwa subordinan (Chaffin et al. 1995).

7. Pola Interaksi Antarkelompok

Pola interaksi antarkelompok diamati pada seluruh anggota KRII sebanyak 51 ekor

dan KRI sebanyak 51 ekor pada saat kedua kelompok tersebut bertemu. Pengamatan

dilakukan di dalam daerah interseksi. Data diambil dengan menggunakan ad libitum

sampling dengan mencatat seluruh kejadian interaksi yang terjadi di antara anggota-

anggota kedua kelompok, yang mencakup interaksi agonistik maupun interaksi afiliatif

pada seluruh anggota kedua kelompok di daerah interseksi. Data perkawinan

antarkelompok meliputi: lokasi, waktu pengamatan, identifikasi individu yang terlibat

dalam perkawinan, dan frekuensi dari total perkawinan antara jantan KRII dan betina

KRI, serta antara jantan KRI dan betina KRII. Pengamatan perkawinan antarkelompok

diamati pada lima betina KRI, dua betina KRII, dua jantan dewasa KRI, dua jantan

dewasa KRII, satu jantan remaja KRI, tiga jantan remaja KRII, dan lima jantan anak

KRII selama 15 hari dari tanggal 7 Oktober sampai dengan 8 November.

Data hasil pengamatan dengan ad libitum sampling dideskripsikan untuk

menunjukkan terjadinya interaksi agonistik dan afiliatif antaranggota kedua kelompok,

serta strategi yang dilakukan oleh jantan-jantan migran antarkedua kelompok. Khusus

interaksi perkawinan antarkelompok, hasil pengamatan disusun dalam suatu tabel yang

menunjukkan lokasi, durasi, individu yang terlibat, serta pendeskripsian tingkah laku

spesifik seperti terdapatnya faktor kesukaan atau pemilihan pasangan kawin dan strategi-

strategi yang dilakukan oleh individu-individu yang terlibat.

Aspek Reproduksi

1. Tingkah Laku Seksual

Page 55: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Tingkah laku seksual diamati pada KRII. Untuk mengumpulkan seluruh informasi

tingkah laku seksual digunakan ad libitum sampling. Setelah keseluruhan tingkah laku

seksual diinventarisasi, dilakukan pembagian tingkah laku seksual menjadi tiga tahap,

yaitu tingkah laku prakopulasi, tingkah laku kopulasi, dan tingkah laku pascakopulasi.

Pengumpulan data urutan tingkah laku kawin dilakukan dengan menggunakan focal

sampling dengan mengikuti betina yang sedang estrus di antara 14 betina dewasa selama

22 hari dari tanggal 18 Maret sampai dengan 8 April. Jumlah pengamatan focal untuk

tingkah laku kawin sebanyak 105 kali.

Hasil pengamatan disusun dalam suatu tabel yang mencakup urutan, variasi tingkah

laku kawin, frekuensi kejadian, dan gangguan-gangguan yang terjadi selama tingkah laku

seksual terjadi. Dari tabel tersebut kemudian dilakukan analisis secara deskriptif.

2. Peran Dominansi dalam Kawin

Dominansi dalam kawin diperoleh bersamaan dengan pengambilan data pemilihan

pasangan kawin dan tingkah laku kawin. Data dominansi dalam kawin diamati pada

enam jantan dewasa, tiga jantan remaja, dan delapan jantan anak yang mencakup

frekuensi kawin dan monopoli terhadap betina, serta fase estrus betina pada saat kawin

terjadi. Data frekuensi kawin diambil dari data pengamatan tingkah laku kawin yang

dilaksanakan selama 22 hari dari tanggal 18 Maret sampai dengan 8 April. Data monopoli

terhadap betina estrus diambil dari data penelitian pendahuluan sebanyak dua kejadian

dan data selama penelitian sebanyak delapan kejadian selama 20 minggu dari tanggal 5

April sampai dengan 26 Agustus.

Peran dominansi dalam kawin mencakup frekuensi kawin setiap jantan serta

monopoli jantan terhadap betina estrus. Data hasil pengamatan focal untuk tingkah laku

kawin disusun dalam suatu tabel frekuensi. Hasil pengamatan dideskripsikan untuk

menjelaskan perbedaan dalam frekuensi kawin untuk setiap peringkat hierarki jantan,

serta peran strategi-strategi yang dilakukan untuk menghindari intervensi jantan peringkat

tinggi dalam aktivitas seksual jantan peringkat rendah.

3. Pemilihan Pasangan Kawin

Page 56: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Pemilihan pasangan kawin dilaksanakan selama 49 hari dari tanggal 8 April sampai

dengan 26 Mei pada KRII. Pengambilan data untuk pemilihan pasangan kawin dilakukan

dengan focal sampling dan metode perekaman secara kontinyu (Martin dan Bateson

1999), dengan mengikuti betina yang sedang estrus dari pohon tidur sampai kembali ke

pohon tidur berikutnya. Jumlah betina yang diamati sebanyak delapan ekor betina yang

mengalami estrus selama periode penelitian. Durasi pengamatan untuk setiap betina

dimulai pada saat betina tersebut mulai menunjukkan gejala estrus sampai dengan

hilangnya gejala estrus. Data yang dikumpulkan meliputi identitas individu jantan yang

melakukan kawin dengan betina tersebut.

Pengamatan selanjutnya, menentukan pemilihan waktu kawin oleh jantan

berdasarkan fase estrus betina. Fase estrus betina dibagi menjadi beberapa tahap

berdasarkan ukuran pembengkakan seksual. Tingkat pembengkakan didasarkan pada

penampakan dan dibagi menjadi tahap-tahap seperti yang dikemukakan oleh Dixson

(1977), yaitu datar, membengkak, bengkak penuh, dan mengempis. Data yang

dikumpulkan berupa identitas individu jantan yang mengawini betina tersebut serta tahap

estrus betina.

Selama pengamatan tingkah laku seksual dan peran dominansi dalam kawin,

diamati pula strategi jantan dan betina peringkat rendah untuk mendapatkan akses kawin

dengan mengamati tingkah laku jantan-jantan peringkat rendah yang mengikuti betina

estrus bersamaan dengan pengamatan tingkah laku kawin dan monopoli betina estrus

(delapan kejadian).

Data yang diperoleh selama periode pengamatan yang mencakup tingkah laku

pemilihan betina oleh jantan maupun pemilihan jantan oleh betina dianalisis secara

deskriptif. Untuk menentukan terdapatnya faktor kesukaan jantan terhadap betina tertentu

diamati pada saat terdapat dua betina dengan fase estrus berbeda yang sedang melakukan

sodoran pantat terhadap seekor jantan. Jika jantan memilih kawin dengan betina yang

tidak estrus atau betina selain fase bengkak penuh daripada dengan betina fase bengkak

penuh, maka terdapat faktor pemilihan betina oleh jantan. Faktor kesukaan betina

terhadap jantan tertentu juga

ditunjukkan oleh betina yang meninggalkan jantan pasangannya dan menuju jantan lain

untuk kawin.

Page 57: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kelompok

Ukuran dan Komposisi Kelompok

Komposisi kelompok didasarkan pada jenis kelamin dan umur. Kelompok umur dibedakan menjadi: bayi, anak, remaja, dan dewasa. Komposisi kelompok KRII dan KRI disajikan pada Tabel 3 dan 4 di bawah.

Tabel 3 Komposisi KRII pada bulan Januari 2004

Jenis Kelamin (ekor) Kel. Umur

Jantan Betina

Nisbah

Jantan:Betina

Bayi 1 -

Anak 22 4

Remaja 3 1

Dewasa 6 14 1: 2,3

Jumlah 32 19

Tabel 4 Komposisi KRI pada bulan Juli 2004

Jenis Kelamin (ekor) Kel. Umur

Jantan Betina

Nisbah

Jantan:Betina

Bayi 2 -

Anak 15 4

Remaja 1 3

Dewasa 6 20 1: 3,3

Jumlah 24 27

Dari kedua tabel di atas, nisbah jantan dan betina dewasa berkisar dari 1:2,3

sampai dengan 1:33. Menurut Rowe (1996) nisbah jantan dan betina dewasa jenis ini

sebesar 1:3,4. Nisbah antara jantan dan betina dewasa merupakan hasil dari proses

filopatri betina serta proses migrasi jantan. Yang dimaksud dengan filopatri betina adalah

bahwa betina tetap berada dalam kelompok kelahirannya. Migrasi jantan mencakup

proses imigrasi dan emigrasi. Menurut Napier dan Napier (1985) filopatri betina dan

Page 58: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

emigrasi jantan merupakan faktor penentu nisbah jantan dan betina. Berdasarkan hasil

pengamatan pada monyet hitam Sulawesi, faktor imigrasi juga harus diperhitungkan

sebagai penentu nisbah karena proses ini juga berlangsung dan menentukan jumlah jantan

dewasa.

Pertumbuhan Kelompok

Pertumbuhan kelompok diamati pada KRII dan KRI. Untuk KRII, pertumbuhan

kelompok diamati selama satu tahun. Pada awal pengamatan (Januari 2004),

ukuran KRII sebesar 51 ekor. Selama satu tahun terdapat 13 kelahiran, dua kematian,

tiga imigrasi, dan tujuh emigrasi. Dengan demikian ukuran kelompok pada akhir

pengamatan (Desember 2004) sebesar 58 ekor. Rekapitulasi perubahan ukuran dan

komposisi KRII selama satu tahun disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 5. Komposisi

KRII pada akhir penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5 Rekapitulasi jumlah kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi pada KRII selama tahun 2004

Bulan

Kelahiran (ekor)

Kematian (ekor)

Imigrasi (ekor)

Emigrasi (ekor)

Ukuran Kelompok

(ekor) Januari - - - - 51 Februari - - - - 51 Maret - - - - 51 April - - - - 51 Mei 4 (1• , 3• ) 1 (• anak) - - 54 Juni - - - 1 (• ) 53 Juli 4 (4• ) - - - 57

Agustus - - - 2 (• ) 55 September 2 (• ) - - - 57 Oktober 2 (1• , 1• ) 1 (• bayi) - 2 (• ) 56

November 1 (• ) - 2 (• ) 59 Desember - - 1 (• ) 2 (• ) 58

Jumlah 13 2 3 7 58

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa selama satu tahun terjadi 13 kelahiran

(empat ekor jantan dan sembilan ekor betina) atau sebesar 25,49% dari total individu

kelompok pada awal pengamatan, dua kematian (seekor betina anak dan seekor betina

bayi) atau 3,92% dari total individu awal, tiga kali jantan dewasa masuk kelompok atau

5,88% dari total individu awal, dan tujuh kali jantan dewasa keluar kelompok atau

Page 59: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

13,73%dari total individu awal. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, filopatri betina dan

migrasi jantan baik imigrasi maupun emigrasi menentukan nisbah jantan dan betina

dewasa dalam kelompok tersebut.

PERTUMBUHAN KELOMPOK

32 32 32 32 33 32 32 30 32 31 33 32

19 19 19 19 21 21 25 25 25 25 26 26

0

10

20

30

40

50

60

70

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Bulan

Jum

lah

(Eko

r)

BetinaJantan

Gambar 5 Pertumbuhan KRII selama tahun 2004

Kelahiran (natalitas) terjadi pada bulan Mei-November. Jika dilihat pertumbuhan

kelompok hanya pada KRII saja seakan-akan terdapat musim kawin, tetapi jika diamati

pada KRI pada bulan-bulan tersebut justru tidak terdapat kelahiran. Sebanyak 65,22%

betina mengalami estrus. Hal ini berbeda dengan KRII yang sebagian besar betinanya

(73,33%) sedang mengasuh bayi dan hanya sedikit yang menunjukkan tanda-tanda estrus.

Tabel 6 Komposisi KRII pada bulan Desember 2004

Jenis Kelamin (ekor) Kel Umur

Jantan Betina

Nisbah

Jantan:Betina

Bayi 4 9

Anak 21 2

Remaja 4 -

Dewasa 3 15 1:5

Jumlah 32 26

Page 60: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Kematian (mortalitas) secara alami disebabkan faktor kecelakaan, umur, dan

serangan predator. Kematian betina anak terjadi karena serangan predator. Pada tubuh

individu tersebut ditemukan bekas-bekas cakaran, tetapi tidak ada luka yang besar.

Kemungkinan individu ini diserang oleh biawak (Varanus salvator). Kematian betina

bayi disebabkan tertimpa cabang pohon yang menyebabkan atap tengkorak pecah,

sehingga otak terdedah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal bulan Agustus pada saat terjadi

angin selatan yang cukup kencang. Bayi mampu bertahan selama hampir dua bulan

dalam kondisi yang lemah karena tidak mampu lagi makan dan berjalan jauh dan baru

mati pada akhir bulan November. Pada perut bayi terdapat empat lubang bekas gigitan.

Kemungkinan luka ini disebabkan gigitan biawak. Bayi yang mati ini dibawa induknya

selama satu hari saja, dan pada hari berikutnya sudah tidak dibawa.

Pada KRII terdapat enam ekor jantan melakukan emigrasi, yaitu Yoko (jantan

yang baru memasuki umur dewasa), Perot, Ompong, Kiting, Patchy, dan Blacky. Yoko

keluar dari KRII dan menjadi soliter sebelum masuk ke KRI. Perot keluar dari kelompok

dan masuk ke KG sampai akhirnya bergabung dengan KRI. Ompong terpisah dari

kelompok dan tidak pernah masuk kembali ke KRII yang akhirnya juga bergabung

dengan KRI. Kiting dan Patchy pernah keluar dari KRII dan bergabung dengan KRI.

Kiting beberapa kali masuk ke KRI dan kembali lagi ke KRII, tetapi pada akhirnya

kembali bergabung dengan KRI. Berbeda dengan Kiting, setelah masuk ke KRI Patchy

kembali lagi ke KRII. Blacky merupakan Jantan-á KRII yang keluar dari kelompok

karena diusir oleh Rawing yang menggantikannya sebagai Jantan-á. Rawing adalah satu-

satunya jantan luar yang melakukan imigrasi ke KRII. Rawing pernah menjadi Jantan-á

KRII pada tahun 2003 (Saroyo et al. 2004a).

Pada penelitian pendahuluan pada KRII (Saroyo 2002a) selama empat bulan

pengamatan terdapat dua jantan bayi mati, yaitu seekor karena jatuh dari pohon tidur dan

yang satunya tidak diketahui penyebabnya. Kedua bayi yang mati tersebut dibawa

induknya selama tiga hari. Berbagai studi menunjukkan bahwa angka mortalitas berbeda

pada setiap kelompok umur, dan biasanya tinggi pada fase bayi. Kematian bayi

merupakan faktor utama dalam pengontrolan ukuran kelompok (Chalmer 1980).

Pada bulan April terdapat seekor betina dewasa KRI yang mati karena dibunuh

oleh seekor ular piton (Phyton reticulatus). Pada awal pengamatan (Juli 2004), ukuran

Page 61: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

KRI sebesar 51 ekor. Selama enam bulan terdapat sembilan jantan yang masuk dan empat

jantan yang keluar kelompok, tanpa ada kelahiran dan kematian. Dengan demikian pada

akhir penelitian (Desember), ukuran kelompok menjadi 56 ekor dengan komposisi seperti

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi KRI pada bulan Desember 2004

Jenis Kelamin (ekor) Kel Umur

Jantan Betina

Nisbah

Jantan:Betina

Bayi - -

Anak 17 4

Remaja 1 -

Dewasa 11 23

1:2,1

Jumlah 29 27

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran kelompok untuk KRII dan KRI

pada akhir pengamatan mengalami pertumbuhan jika dibandingkan dengan awal

pengamatan dan masih pada kisaran 50-60 ekor. Ukuran kedua kelompok ini dari tahun

1998-2004 stabil pada kisaran tersebut, walaupun tekanan terhadap kelestarian spesies ini

di CA Tangkoko-Batuangus dan CA Duasudara di dekatnya sangat besar, terutama

perburuan untuk konsumsi dan perusakan habitat. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal

berikut ini.

1) Angka reproduksi yang tinggi

Pengamatan jumlah kelahiran selama setahun pada KRII didapatkan 13 kelahiran,

yang terdiri dari empat jantan dan sembilan betina dari 51 ekor anggota kelompok.

Dengan demikian angka kelahiran kelompok ini sebesar 25,5%. Selama empat bulan

penelitian pendahuluan (Saroyo 2002a) terdapat empat kelahiran (empat bayi jantan)

dari 51 ekor anggota KRII atau sebesar 23,5% dalam setahun. Jumlah kematian

selama setahun sebesar dua ekor atau 3,9%. Jumlah jantan yang masuk ke kelompok

sebesar tiga atau 5,9%, sedangkan jumlah jantan yang keluar dari kelompok sebesar

tujuh ekor atau 13,7%. Satu-satunya faktor yang tidak diketahui adalah angka

perburuan. Selama penelitian dilaksanakan, aktivitas perburuan terhadap kedua

kelompok ini tidak terjadi. Hal ini disebabkan aktivitas penelitian yang dilaksanakan

Page 62: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

mengharuskan mengikuti kelompok hampir setiap hari, sehingga aktivitas perburuan

terjadi di tempat lain. Aktivitas perburuan yang tinggi terjadi pada bulan Desember

dan Januari pada saat masyarakat melaksanakan beberapa pesta adat yang biasanya

menyediakan menu satwa liar, termasuk monyet. Dengan demikian ukuran kelompok

ini dipertahankan pada kisaran 50-60 ekor melalui mekanisme kelahiran dan imigrasi

yang menambah jumlah anggota, kematian, emigrasi, dan perburuan yang

mengurangi jumlah anggota kelompok.

2) Aktivitas wisata alam

CA Tangkoko-Batuangus berbatasan langsung dengan Taman Wisata Alam (TWA)

Batuputih dan sampai sekarang tidak ada batas yang jelas antara kedua kawasan

konservasi ini. Aktivitas wisata alam yang seharusnya hanya dilaksanakan di TWA

telah jauh meluas ke cagar alam. Walaupun demikian, terdapat keuntungan langsung

dari aktivitas wisata ini terhadap keamanan tempat-tempat yang sering dikunjungi

wisatawan, terutama untuk kelestarian KRII dan KRI. Aktivitas wisata mancanegara

mencapai puncaknya pada setiap bulan Juli-September. Biasanya perburuan terhadap

kedua kelompok ini terjadi pada bulan-bulan lain dan pada tempat-tempat yang

jarang dikunjungi wisatawan pada saat kelompok monyet menjelajahi tempat-tempat

tersebut.

3) Peran Kelompok Pemandu Wisata Alam Tangkoko

Di Kelurahan Batuputih, perkampungan yang paling dekat dengan TWA

Batuputih dan CA Tangkoko terdapat organisasi masyarakat yaitu Kelompok

Pemandu Wisata Alam Tangkoko. Kelompok ini bersama-sama dengan jagawana di

Resort KSDA Tangkoko-Duasudara menyelenggarakan kegiatan wisata alam.

Dengan keterlibatan beberapa anggota masyarakat lokal ini, masyarakat mulai

merasakan manfaat langsung keberadaan kawasan konservasi di daerah tersebut.

Dengan kerjasama seperti ini, masyarakat mulai menyadari pentingnya pelestarian

monyet sebagai salah satu satwa khas di TWA dan cagar alam. Selain itu, kelompok

pemandu ini juga berperan sebagai mediator penyebaran pesan-pesan konservasi

kepada anggota masyarakat lain dan mereka selalu dilibatkan dalam kegiatan-

kegiatan patroli dan pengontrolan api jika terjadi kebakaran di kawasan konservasi.

Kemungkinan manajemen kawasan seperti ini dapat menjadi contoh pengelolaan

Page 63: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

kawasan konservasi di tempat lain untuk melibatkan masyarakat lokal dengan tetap

memperhatikan aspek-aspek konservasi dan keutuhan kawasan.

Dengan terjadinya peningkatan umur dari remaja menjadi dewasa dan proses

migrasi jantan akan menyebabkan perubahan dalam nisbah jantan dan betina dewasa.

Dinamika dalam nisbah jantan dan betina dewasa KRII diikuti dari tahun 2001 pada saat

penelitian pendahuluan (Saroyo 2002a, 2004a). Hasil penghitungan nisbah jantan dan

betina dewasa KRII disajikan pada Tabel 8. Untuk dinamika dalam nisbah jantan dan

betina dewasa untuk KRI disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8 Dinamika dalam nisbah jantan dan betina dewasa KRII selama penelitian pendahuluan dan tahun 2004

Tanggal Jumlah • Dewasa

(ekor)

Jumlah • Dewasa

(ekor)

Nisbah Keterangan

April 2001 4 17 1:4,3 April 2002 6 17 1:2,8 Agustus 2003 4 17 1:4,3 Januari 2004 6 14 1:2,3 25 Juli 2004 5 15 1:3,0 1 • keluar, 1 •

tumbuh dewasa 10 Agustus 2004 4 15 1:3,8 1 • keluar 17 Agustus 2004 5 15 1:3,0 1 • masuk 28 Agustus 2004 4 15 1:3,8 1 • keluar 31 Agustus 2004 3 15 1:5,0 1 • keluar 11 September 2004 4 15 1:3,8 1 • masuk 14 September 2004 3 15 1:5,0 1 • keluar 18 September 2004 4 15 1:3,8 1 • masuk 7 Oktober 2004 3 15 1:5,0 1 • keluar 8 Oktober 2004 2 15 1:7,5 1 • keluar 18 Oktober 2004 3 15 1:50 1 • masuk 19 Oktober 2004 2 15 1:7,5 1 • keluar 23 Oktober 2004 3 15 1:5,0 1 • masuk 24 Oktober 2004 2 15 1:7,5 1 • keluar 6 November 2004 3 15 1:5,0 1 • masuk 13 November 2004 4 15 1:3,8 1 • masuk 15 November 2004 3 15 1:5,0 1 • keluar 19 November 2004 4 15 1:3,8 1 • masuk 22 Desember 2004 3 15 1:5,0 1 • masuk, 2 •

keluar

Page 64: KARAKTERISTIK DOMINANSI MONYET HITAM SULAWESI · Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Disertasi: Karakteristik Dominansi Monyet

Hasil pengamatan pada penelitian pendahuluan (Saroyo 2002a), nisbah jantan dan

betina dewasa pada KRII sebesar 1:2,8; sedangkan menurut Rowe (1996) sebesar 1:3,4.

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian didapatkan hasil bahwa nisbah jantan

dan betina dewasa pada KRII berkisar dari 1:2,3 sampai dengan 1:7,5 sedangkan pada

KRI berkisar dari 1:1,9 sampai dengan 1:4,0.

Tabel 9 Dinamika dalam nisbah jantan dan betina dewasa KRI (Juli-Desember)

Tanggal Jumlah • Dewasa

(ekor)

Jumlah • Dewasa

(ekor)

Nisbah Keterangan

Juli 2004 5 20 1:4,0 Agustus 2004 5 20 1:4,0 September 2004 10 20 1:2,0 5 • masuk 7 Oktober 2004 11 23 1:2,1 1 • masuk, 3 •

tumbuh dewasa 8 Oktober 2004 12 23 1:1,9 1 • masuk 6 November 2004 11 23 1:2,1 I • keluar 13 November 2004 10 23 1:2,3 I • keluar 15 November 2004 11 23 1:2,1 1 • masuk 18 November 2004 10 23 1:2,3 I • keluar 22 Desember 2002 11 23 1:2,1 2 • masuk, 1 •

keluar

Dengan demikian kisaran nisbah jantan dan betina dewasa pada monyet hitam

Sulawesi selama penelitian sebesar 1:1,9-1:8. Nilai ini menunjukkan bahwa nisbah jantan

dan betina dewasa sangat bervariasi bergantung pada beberapa faktor, yaitu kematian

individu dewasa, migrasi jantan, dan pertumbuhan individu dari remaja menjadi dewasa.

Daerah Jelajah dan Jelajah Harian

Penyebaran monyet hitam Sulawesi di CA Tangkoko-Batuangus mencakup tepi

pantai sampai puncak Gunung Tangkoko yang mempunyai ketinggian 1.109 m dpl.

Mereka tersebar pada daerah jelajah yang saling berselingkupan. Daerah jelajah monyet

mencakup berbagai tipe vegetasi. Sebagai contoh, KRII mempunyai daerah penyebaran

yang mencakup tipe vegetasi pantai, hutan primer, hutan sekunder, semak belukar, dan

padang ilalang (Saroyo 2002b, Saroyo et al. 2003b). Daerah jelajah dan jelajah harian

diamati pada KRII dan KRI. Daerah jelajah diukur sampai akhir penelitian, sedangkan