pemodelan spasial habitat monyet hitam ......pemodelan spasial habitat monyet hitam sulawesi (macaca...

79
PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra Desmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: others

Post on 08-Feb-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

PEMODELAN SPASIAL HABITAT

MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra Desmarest, 1822)

YOHANA MARIA INDRAWATI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

PEMODELAN SPASIAL HABITAT

MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra Desmarest, 1822)

YOHANA MARIA INDRAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 3: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

RINGKASAN

YOHANA MARIA INDRAWATI. Pemodelan Spasial Habitat Monyet Hitam

Sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822). Dibimbing oleh DONES RINALDI

dan LILIK BUDI PRASETYO

Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) memiliki

daerah persebaran yang terbatas hanya di wilayah Sulawesi bagian utara dan juga

di pulau Bacan, Maluku sebagai jenis introduksi. Habitat yang tersisa di Sulawesi

Utara terbatas pada kawasan konservasi diantaranya adalah Cagar Alam (CA)

Tangkoko, CA Duasudara, Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih, dan TWA

Batuangus di kabupaten Bitung Sulawesi Utara. Berkaitan dengan kondisi tersebut

maka penelitian habitat monyet hitam sulawesi dengan penerapan Sistem

Informasi Georgafis (SIG) perlu dikembangkan untuk mendapatkan data spasial

model habitat yang sesuai.

Pengambilan data dilakukan di CA Tangkoko dan TWA Batuputih

sedangkan untuk areal penelitian dalam analisis spasial pembuatan model dan peta

kesesuaian habitat mencangkup CA Tangkoko, CA Duasudara, TWA Batuputih,

dan TWA Batuangus. Pemodelan habitat monyet hitam sulawesi dilakukan dengan

mengidentifikasi titik perjumpaan monyet hitam sulawesi secara spasial terhadap

faktor-faktor habitat dan faktor faktor gangguan. Faktor habitat diidentifikasi melalui

ketinggian, kemiringan lereng, NDVI (Normalization Difference Vegetation Index),

dan jarak dari sungai. Faktor gangguan diidentifikasi melalui jarak dari jalan dan

bangunan. Pembobotan untuk mendapatkan model dilakukan menggunakan

metode Principal Component Analisys (PCA) dan pengkelasan dilakukan dengan

metode tumpang tindih (overlay).

Model kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi adalah Y =

(2,399xFkjalan) + (2,399xFksungai) + (2,399xFkNDVI) + (2,399xFktinggi) + (1,142

xFkbangunan) + (0,957xFklereng). Tumpang tindih model tersebut menghasilkan tiga

kelas kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi yaitu kelas kesesuaian tinggi

(5160,96 hektar), kelas kesesuaian sedang (2843,10 hektar), dan kelas kesesuaian

rendah (204,39 hektar). Peta kesesuaian habitat dapat diterima dengan akurasi

memprediksi habitat monyet hitam sulawesi dengan kesesuaian tinggi sebesar

76,67% dan kesesuaian sedang sebesar 20,00%.

CA Tangkoko memiliki habitat dengan kesesuaian tinggi tertinggi yaitu

79,34% sedangkan CA Duasudara memiliki habitat dengan kesesuaian tinggi

terendah yaitu sebesar 39,83%. TWA Batuangus memiliki persentase habitat

dengan kelas kesesuaian sedang dan rendah tertinggi yaitu 40,91% dan 10,48%.

Berdasarkan persentase kelas kesesuaian habitat tersebut terlihat bahwa CA

Tangkoko merupakan kawasan dengan habitat yang paling sesuai untuk monyet

hitam sulawesi sedangkan CA Duasudara dan TWA Batuangus merupakan

kawasan dengan habitat yang kurang sesuai untuk monyet hitam sulawesi.

Berdasarkan tingkat gangguan berupa degradasi habitat, Cagar Alam

Duasudara memiliki tingkat gangguan terbesar sehingga kepadatan populasi

monyet hitam sulawesi di kawasan tersebut lebih rendah dibandingkan kawasan

lainnya. TWA Batuputih memiliki habitat dengan kesesuaian sedang yang

letaknya berbatasan dengan pemukiman dan ladang penduduk padahal kawasan

tersebut merupakan wilayah jelajah dua kelompok monyet hitam sulawesi yang

Page 4: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

memiliki ukuran populasi yang besar dan terhabituasi dengan manusia. Kondisi

tersebut memerlukan penanganan berupa pengamanan pada habitat dengan

kesesuaian tinggi, pengaturan tata batas antara kawasan CA dan TWA, serta

pembinaan habitat pada habitat dengan kesesuaian sedang dan rendah terutama

pada perbatasan kawasan dengan pemukiman dan ladang penduduk.

Kata kunci : Monyet hitam sulawesi, model, habitat

Page 5: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

SUMMARY

YOHANA MARIA INDRAWATI. Habitat Spatial Modelling of Black Crested

Macaque (Macaca nigra Desmarest, 1822). Under supervision of DONES

RINALDI and LILIK BUDI PRASETYO

Black crested macaques (Macaca nigra Desmarest, 1822) have small

geographic distribution. They naturally only can be found on Northern peninsula

of Sulawesi and introduced in Bacan island, Moluccas as introduction species.

Their remaining habitat on Sulawesi are limited only in conservation areas such as

Tangkoko Nature Reserve, Duasudara Nature Reserve, Batuputih Natural Tourism

Park, and Batuangus Natural Tourism Park in Bitung district North Sulawesi.

Related to that restricted habitat, study in habitat of black crested macaques using

Geographic Information System (GIS) application is urgently needed to get

suitable habitat model for black crested macaques.

Data observation for model simulation were conducted at Tangkoko

Nature Reserve and Batuputih Natural Tourism Park. The model then extrapolated

to Tangkoko Nature Reserve, Duasudara Nature Reserve, Batuputih Natural

Tourism Park, and Batuangus Natural Tourism Park. Modelling of black crested

macaque’s habitat was held by spatial identification of black crested macaque

encounter points toward habitat and disturbance factors. Altitude, slope, NDVI

(Normalization Difference Vegetation Index), and distance from river represent

habitat factor. Distance from road, and distance from building represent disturbance

factors. Weighting were conducted by using determined used Principle

Component Analysis (PCA) and classifying were conducted by using overlay.

Habitat suitability model of black crested macaque was Y =

(2.399xFkroad) + (2.399xFkriver) + (2.399xFkNDVI) + (2.399xFkaltitude) + (1.142

xFkbuilding) + (0.957xFkslope). Commulative score than was divided into 3 classes

based on equal range, namely high suitability habitat (5160,96 hectares), medium

suitability habitat (2843,10 hectares), and low suitability habitat (204,39 hectares).

The habitat suitability map could be accepted by showing the validation about

76,67% for the high suitability habitat and 20,00% for the medium suitability

habitat.

Tangkoko Nature Reserve has highest rate of high suitability habitat

(79,34%) whereas Duasudara Nature Reserve has lowest rate of high suitability

habitat (39,83%). Batuangus Natural Tourism Park has highest rate of medium

and low suitability habitat at the amount of 40,91% and 10,48%. Basic on that rate

of suitability habitat classes can be seen that Tangkoko Nature Reserve forms the

best suitable habitat for black crested macaque whereas both Duasudara Nature

Reserve and Batuangus Natural Tourism Park forms the worst suitable habitat for

black crested macaque.

Duasudara Nature Reserve has highest disturbances level caused by

habitat loss so that population density of black crested macaques at this area is

lowest compared with other areas. On the other hand Batuputih Natural Tourism

Park is the homerange of two groups of black crested macaques which have big

size populations and have habituated with human. That area has medium

suitability habitat that located at the border with settlement and farmland. Both

situations cause a problem between villagers and black crested macaques. There

Page 6: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

are several ways to exceed that condition such as preventing on high suitability

habitat, regulating border arrangement between nature reserve and natural tourism

park, and founding of medium and low suitability habitat especially on the border

area near settlement and farmland.

Key words : black crested macaque, model, habitat

Page 7: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemodelan Spasial

Habitat Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra, Desmarest 1822)” adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2010

Yohana Maria Indrawati

E34051720

Page 8: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

Judul Skripsi : Pemodelan Spasial Habitat Monyet Hitam Sulawesi

(Macaca nigra Desmarest, 1822)

Nama : Yohana Maria Indrawati

NIM : E34051720

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Dones Rinaldi, MSc.F Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc

NIP. 19610518 198803 1 002 NIP. 19620316 198803 1 002

Mengetahui:

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Ketua

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS

NIP. 19580915 198403 1 003

Tanggal Lulus:

Page 9: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 23 Agustus

1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan

Bapak Wiku Suharyoto dan Ibu Suhartatik. Penulis

menyelesaikan pendidikan formal di SD Katholik Santa Maria

(1999), SMP Katholik Santo Yusuf (2002), dan SMA Negeri 1

Glagah (2005). Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai

mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis mulai belajar di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB pada tahun 2006.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis menjadi anggota beberapa

organisasi kemahasiswaan, yaitu Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK-

IPB), Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

(HIMAKOVA) sebagai anggota dari Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM)-

HIMAKOVA, dan Uni Konservasi Fauna IPB (UKF-IPB) sebagai anggota

departemen infokom (2006-2007) dan ketua divisi konservasi primata (2007-

2008).

Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain:

Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di TN Gunung Ciremai dan

KPH Indramayu pada tahun 2007, Praktek Umum Konservasi Ek-Situ (PUKES)

di PUSPIPTEK Serpong dan CV Megacitrindo pada tahun 2008 serta Praktek

Kerja Lapang Profesi (PKLP) di TN Bukit Barisan Selatan pada tahun 2009.

Penulis pernah melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian

Masyarakat (PKMM) “Pendidikan Konservasi Pengenalan Owa Jawa kepada

Siswa SMA di Kota Bogor” pada tahun 2009.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di

Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Pemodelan

Spasial Habitat Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra Desmarest 1822)” di

bawah bimbingan Ir. Dones Rinaldi M.Sc.F dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.

Page 10: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat kesehatan dan

waktu yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang

telah membantu penulis dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan

terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F yang telah memberikan bimbingan, saran

serta mengusahakan pendanaan penelitian ini dan Bapak Dr. Ir. Lilik Budi

Prasetyo, MSc yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam

penelitian dan penyusunan skripsi ini

2. Bapak Wiku Suharyoto dan Ibu Suhartatik selaku orangtua serta Yonatan

Erry Sadewa dan Tabita W Triutami selaku kakak dan adik atas doa dan kasih

sayang serta dukungan moril dan materiil yang diberikan hingga skripsi ini

selesai

3. Ir. Ahmad Hajib, MS dari Departemen Manajemen Hutan, Ir. Sucahyo

Sadiyo, MS dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS

dari Departemen Silvikultur selaku dosen penguji pada ujian komprehensif

4. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara yang

memberikan izin dan dukungan dalam kegiatan penelitian

5. Pengelola dan Staf Cagar Alam Tangkoko, dan Taman Wisata Alam Batu

Putih yang telah membantu dalam kegiatan penelitian khususnya keluarga

Jhonny Lengkey, Bapak Yunus, Bapak Tane dan Mas Adang

6. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Sulawesi Utara dan Badan

Planologi Kehutanan (Baplan) atas bantuan beruoa peta yang diberikan

7. Peneliti dan Asisten Peneliti Macaca Nigra Project atas fasilitas, kerjasama,

dan persahabatan yang diberikan

8. Bapak Untung (Kepala BKSDA Sulut) dan Ibu Jane Onibala (UNSRAT) atas

saran dan bantuan yang telah diberikan

9. Mbak Arin, Mbak Nurhayati, Mbak Nina, Mas Ari Gunawan, dan Mas Hari

atas bantuan yang diberikan selama di lapang.

Page 11: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

10. Priska R. Herdiyanti, S.HUT, Rudiansyah, S.HUT dan K. Berliyana, S.HUT

atas bantuan dalam analisis data

11. Keluarga besar KSHE 42 dan HIMAKOVA atas persahabatan dan

kebersamaan yang diberikan

12. Keluarga besar UKM UKF IPB atas pengalaman yang tak terlupakan

13. Teman-teman di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial

atas pertukaran ilmu, kerjasama, dan bantuan yang diberikan.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 12: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat

yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Pemodelan Spasial Habitat Monyet Hitam Sulawesi

(Macaca nigra Desmarest, 1822)” merupakan hasil penelitian yang dilakukan

pada bulan Juli-September 2009 dan ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Dones Rinaldi,

MSc.F dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bantuan, arahan dan saran dalam penelitian dan penyusunan skripsi

ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Balai Konservasi Sumberdaya

Alam Sulawesi Utara atas ijin dan kerjasama yang diberikan. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi spasial yang berguna bagi upaya

konservasi monyet hitam sulawesi di Cagar Alam Tangkoko, Cagar Alam

Duasudara, Taman Wisata Alam Batuputih, dan Taman Wisata Alam Batuangus.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan tidak

tertutup kemungkinan masih terdapat ketidaksesuaian dalam penyajian isi materi,

maupun tata bahasa sebagai akibat dari belum optimalnya usaha. Semoga karya

ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2010

Penulis

Page 13: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vi

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Tujuan ........................................................................................... 2

1.3 Manfaat ......................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3

2.1 Bioekologi Monyet Hitam Sulawesi ............................................... 3

2.2 Habitat Satwaliar ............................................................................ 6

2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) .................................................. 6

2.4 Penginderaan Jauh dalam Sistem Informasi Geografis .................... 9

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ..................................... 13

3.1 Keadaan Fisik Kawasan.................................................................. 13

3.2 Potensi Biotik Kawasan .................................................................. 14

3.3 Aksesibilitas ................................................................................... 15

3.4 Potensi Wisata dan Pengelolaan ..................................................... 15

IV. METODE PENELITIAN ................................................................... 16

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 16

4.2 Alat dan Bahan ............................................................................. 16

4.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 16

4.4 Pengolahan Peta Tematik ............................................................. 18

4.5 Analisis Komponen Utama/ Principal Component Analysis

(PCA) ............................................................................................. 20

4.6. Analisis Spasial ............................................................................ 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 24

5.1 Peta Tematik untuk Pembuatan Model Spasial ................................ 24

5.2 Pembuatan Model Kesesuaian Habitat Monyet Hitam Sulawesi ...... 40

5.3 Peta Kesesuaian Habitat Monyet Hitam Sulawesi............................ 42

Page 14: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

iii

5.4 Implikasi Model Kesesuaian Habitat untuk Pengelolaan

Kawasan Taman Wisata Alam dan Cagar Alam .............................. 48

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 52

6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 52

6.2 Saran ............................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 54

LAMPIRAN ............................................................................................... 56

Page 15: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

iv

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Spesifikasi kanal landsat TM (Lillesand dan Kiefer, 1990) .................... 11

2. Kelas ketinggian di lokasi penelitian ...................................................... 25

3. Luas tiap kelas kemiringan lereng .......................................................... 27

4. Luas tiap kelas nilai NDVI .................................................................... 30

5. Jari-jari wilayah jelajah monyet hitam sulawesi ..................................... 32

6. Kepadatan populasi monyet hitam sulawesi di lokasi penelitian ............. 34

7. Keragaman total komponen utama ......................................................... 41

8. Vektor ciri variabel PCA ....................................................................... 41

9. Nilai bobot tiap variabel ........................................................................ 42

10. Skor tiap variabel .................................................................................. 43

11. Penentuan selang IKH ........................................................................... 44

12. Luas tiap kelas kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi ..................... 44

13. Validasi tiap kelas kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi ................ 48

.

Page 16: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

v

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Morfologi monyet hitam sulawesi.......................................................... 4

2. Peta lokasi penelitian ............................................................................. 17

3. Proses pembuatan peta ketinggian dan peta kemiringan lereng .............. 19

4. Pembuatan peta NDVI ........................................................................... 19

5. Proses pembuatan peta buffer ................................................................ 20

6. Bagan alir penelitian .............................................................................. 23

7. Kondisi vegetasi di puncak gunung........................................................ 24

8. Penggunaan habitat dengan kemiringan lereng datar dan landai. ............ 25

9. Peta ketinggian ...................................................................................... 26

10. Peta kemiringan lereng .......................................................................... 28

11. Pakan dan pohon tidur monyet hitam sulawesi ....................................... 29

12. Peta NDVI............................................................................................. 31

13. Peta jarak dari sungai ............................................................................ 33

14. Aktifitas masyarakat dan dampaknya. .................................................... 35

15. Fasilitas wisata dan dampak wisata terhadap monyet hitam sulawesi ..... 37

16. Peta jarak dari jalan ............................................................................... 38

17. Peta jarak dari bangunan ........................................................................ 39

18. Grafik sebaran nilai piksel hasil overlay ................................................ 43

19. Peta kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi ...................................... 45

20. Kelas kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi pada tiap kawasan ...... 49

Page 17: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis spasial titik pohon pakan dan perjumpaan monyet hitam

sulawesi................................................................................................. 56

2. Titik pohon tidur dan perjumpaan monyet hitam sulawesi untuk

validasi .................................................................................................. 59

3. Peta penggunaan lahan di lokasi penelitian tahun 2006 .......................... 60

Page 18: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Sulawesi adalah pulau dengan tingkat endemisitas jenis flora dan

fauna yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada marga Macaca. Dari 20 jenis

marga Macaca yang ada di dunia, 8 jenis diantaranya merupakan jenis endemik

Sulawesi. Delapan jenis monyet di Sulawesi tersebut adalah monyet hitam dare

(Macaca Maura), dihe (Macaca nigrescens), dige (Macaca heckii), boti (Macaca

tonkeana), hada (Macaca ochraeata), endoke (Macaca brunescens), fonti

(Macaca togeanus), dan monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) (Nowak, 1999).

Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) memiliki daerah

persebaran yang terbatas hanya di wilayah Sulawesi bagian utara dan juga di

pulau Bacan, Maluku sebagai jenis introduksi.

Monyet hitam sulawesi dalam Red List IUCN 2008 telah ditingkatkan

statusnya menjadi Critically Endangered dan masuk ke dalam Appendix II

CITES. Status monyet hitam sulawesi tersebut diperoleh karena tren populasi

yang cenderung mengalami penurunan yang disebabkan oleh tingginya tingkat

degradasi hutan sebagai habitat alaminya untuk perkebunan dan pemukiman,

perburuan untuk konsumsi dan perdagangan satwa (Supriatna dan Andayani,

2008). Habitat yang tersisa saat ini terbatas pada kawasan konservasi yang

terdapat di Sulawesi Utara antara lain adalah adalah Cagar Alam (CA) Tangkoko,

Cagar Alam (CA) Duasudara, Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih, dan Taman

Wisata Alam (TWA) Batuangus di Kabupaten Bitung Sulawesi Utara.

Monyet hitam sulawesi di kawasan konservasi tersebut telah banyak

diteliti populasi dan perilakunya selama lebih dari 20 tahun. Penelitian yang telah

dilakukan lebih banyak berkaitan dengan perilaku dan populasi dari monyet hitam

sulawesi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan, yaitu Perilaku, Pakan, dan

Pergerakan Monyet Hitam Sulawesi (Kinnaird dan O’Brien, 1997); Perilaku

Sosial Jantan dan Hirarki Dominan Monyet Hitam Sulawesi (Reed et.al., 1997);

Kepadatan Populasi Monyet Hitam Sulawesi di Pulau Bacan dan Sulawesi Terkait

dengan Efek Gangguan Habitat serta Perburuan (Rosenbaum et.al., 1998); dan

Page 19: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

2

Dominansi Monyet Hitam Sulawesi (Saroyo, 2005). Penelitian tentang habitat

monyet hitam sulawesi perlu juga mendapat perhatian karena habitat dari monyet

hitam sulawesi yang saat ini semakin terbatas.

Penerapan Sistem Informasi Georgafis (SIG), Penginderaan jauh, dan

Global Positioning System (GPS) dalam penelitian yang berkaitan dengan habitat

monyet hitam sulawesi perlu dikembangkan. Gabungan ketiga teknologi tersebut

dapat digunakan untuk mendapatkan data spasial model habitat yang sesuai untuk

monyet hitam sulawesi berdasarkan faktor pendukung kehidupan dan faktor

gangguan yang berpengaruh bagi monyet hitam sulawesi. Dengan mengetahui

model habitat dan peta kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi, pengelola

kawasan dapat mengambil langkah lanjutan untuk menjaga habitat monyet hitam

sulawesi sebagai salah satu kekayaan fauna yang ada di kawasan tersebut.

1.2 Tujuan

Penelitian pemodelan spasial habitat monyet hitam sulawesi ini bertujuan

untuk membuat model spasial dan peta kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian pemodelan spasial habitat monyet hitam sulawesi ini

berupa data spasial habitat monyet hitam sulawesi yang digambarkan dalam

bentuk peta sehingga dapat dimanfaatkan sebagai data acuan bagi penelitian

monyet hitam sulawesi dan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan

keputusan bagi BKSDA Sulawesi Utara dalam pengelolaan kawasan cagar alam

dan taman wisata alam yang merupakan habitat alami dari monyet hitam sulawesi.

Page 20: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Monyet Hitam Sulawesi

2.1.1 Taksonomi

Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) adalah satu dari

8 jenis monyet endemik Sulawesi. IUCN Red List for Threatened Spesies 2008

mengklasifikasikan monyet hitam sulawesi sebagai berikut:

kerajaan : Animalia

filum : Cordata

kelas : Mamalia

ordo : Primata

keluarga : Cercopithecidae

marga : Macaca

jenis : Macaca nigra Desmarest, 1822

nama Inggris : celebes crested macaque, celebes black macaque

nama lokal : yaki, monyet hitam sulawesi.

Monyet hitam sulawesi seringkali salah dikategorikan sebagai kera walaupun jenis

ini termasuk dalam kelompok monyet karena keberadaan ekor yang hampir tidak

nampak.

2.1.2 Morfologi

Rambut monyet ini berwarna hitam, ekor yang sangat pendek (25 mm),

rambut di puncak kepala yang panjang membentuk jambul tegak, pertulangan pipi

yang menonjol dan panjang (Rowe, 1996). Monyet ini juga memiliki bantalan

pantat (ischial callosities) dengan kulit pantat berwarna merah muda. Monyet

hitam sulawesi merupakan satwa dengan sexsual dimorphism sehingga ukuran

dari jantan bisa mencapai dua kali ukuran betina. Betina memiliki panjang tubuh

445-550 mm sedangkan jantan panjang tubuhnya 520-570 mm. Selain perbedaan

dari ukuran tubuh, monyet jantan memiliki gigi taring yang lebih panjang

daripada betina (Cawthon, 2006). Morfologi monyet hitam sulawesi disajikan

pada Gambar 1.

Page 21: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

4

Gambar 1 Morfologi monyet hitam sulawesi. (a) Jantan; (b) betina; (c) bayi.

2.1.3 Perilaku Sosial

Monyet hitam sulawesi merupakan primata dengan struktur sosial

multimale-multifemale dengan perbandingan nisbah kelamin (sex ratio) 1 : 3,4

(Rowe, 1996). Mengutu (grooming) adalah perilaku sosial yang bersifat

mendekatkan sedangkan untuk perebutan wilayah, pakan dan betina dilakukan

dengan perkelahian yang seringkali memakan korban karena gigitan dari gigi

taring jantan yang berukuran besar. Komunikasi antar individu dilakukan dengan

bersuara dan beberapa mimik muka dan postur tubuh (Cawthon, 2006).

2.1.4 Aktivitas Harian

Menurut O’Brien dan Kinnaird (1997) terdapat lima kelas aktivitas

harian yang dilakukan oleh monyet hitam sulawesi, yaitu

1. Moving : pergerakan, termasuk berjalan, berlari, memanjat dan

melompat

2. Feeding : mendekatkan, memetik, menggerakkan, mengunyah atau

menempatkan makanan di mulut

3. Foraging : bergerak perlahan dengan perhatian tertuju pada sumber

pakan potensial atau menggerakkan substrat untuk mencari

pakan

4. Resting : tubuh tidak bergerak, biasanya duduk atau berbaring, tidak

terlibat dalam aktivitas sosial termasuk mengutu

(a) (b) (c)

Page 22: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

5

5. Social : mengutu, bermain, noncopulatory mounting, kopulasi, dan

berkelahi.

Pergerakan dari monyet hitam sulawesi adalah menggunakan keempat

anggota geraknya atau quadropedal, aktif di pagi sampai sore hari (diurnal), dan

lebih banyak melakukan aktivitasnya di atas tanah (terrestrial) (Rowe, 1996).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh O’Brien dan Kinnaird di Cagar Alam

Tangkoko dan Duasudara, monyet hitam sulawesi menghabiskan lebih dari 60%

waktu hariannya untuk beraktivitas secara terrestrial baik untuk istirahat dan

pergerakan yang menempuh jarak yang jauh (O’Brien dan Kinnaird, 1997).

Wilayah jelajah (homerange) dari monyet hitam sulawesi adalah

114-320 hektar dengan jelajah harian mencapai 6000 meter (Rowe, 1996). Namun

luasan wilayah jelajah dan jelajah harian tersebut dapat berubah tergantung pada

akses dari monyet tersebut terhadap hutan primer. Saat monyet hitam sulawesi

mendapatkan akses terhadap hutan primer maka mereka menghabiskan sedikit

waktu untuk bergerak karena mereka mendapatkan kelimpahan yang tinggi dari

buah-buahan di wilayah tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa saat musim

berbuah, jelajah harian monyet hitam sulawesi tidak terlalu jauh (Kinnaird dan

O'Brien, 2000 dalam Cawthon, 2006).

2.1.5 Perilaku Seksual

Betina menampakkan perilaku seksual yaitu pembengkakan (swellings)

pada bantalan pantat (ischial callosities) dari pink menjadi merah. Dewasa

kelamin pada betina adalah 49 bulan dengan siklus estrus 36 hari dan interval

kelahiran 18 bulan (Rowe, 1996). Betina akan mengutu pada jantan lebih sering

daripada jantan yang mengutu pada betina saat mereka berada pada masa birahi

(Reed et al., 1997 dalam Cawthon, 2006). Pada jantan, perilaku seksual

ditunjukkan dengan sistem hirarki yang ditentukan dengan perkelahian. Jantan

dominan akan mendapatkan sumberdaya dan perhatian dari betina lebih besar

daripada jantan tidak dominan (Cawthon, 2006).

2.1.6 Pakan

Monyet hitam sulawesi termasuk ke dalam frugivora atau pemakan buah-

buahan. Menurut O’Brien dan Kinnaird (1997), pakan monyet ini terdiri lebih dari

Page 23: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

6

145 jenis buah-buahan (66% dari total komsumsi), tumbuhan hijau (2,5%),

invertebrata (31,5%), dan kadang-kadang memangsa satwa vertebrata yang lebih

kecil. Beberapa jenis serangga yang dimakan monyet ini meliputi tawon, rayap,

ulat dalam gulungan daun Pongamia sp., lebah, semut, dan belalang.

2.1.7 Habitat dan Penyebaran

Habitat monyet hitam sulawesi adalah hutan hujan tropis dengan

ketinggian sedang. Jenis monyet ini hanya terdapat secara alami di Sulawesi

bagian utara dan dua pulau yang berdekatan yaitu Pulau Manadotua dan Pulau

Talise. Beberapa kawasan konservasi yang merupakan habitat dari monyet hitam

sulawesi adalah Cagar Alam (CA) Tangkoko, CA Duasudara, CA Gunung

Ambang, CA Gunung Manembonembo dan juga Taman Nasional Bunaken

(Supriatna dan Andayani, 2008). Monyet hitam sulawesi juga telah diintroduksi

ke Pulau Bacan Maluku pada tahun 1867. Di CA Tangkoko dan CA Duasudara,

monyet ini dapat ditemukan di berbagai tipe habitat seperti hutan primer, hutan

sekunder dan bekas terbakar, semak belukar, dan kebun warga (O'Brien dan

Kinnaird, 1997).

2.2 Habitat Satwaliar

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan baik fisik

maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat

hidup serta berkembangbiaknya satwaliar. Habitat mempunyai fungsi dalam

penyediaan makanan, air dan pelindung yang terdapat pada komponen fisik dan

biotik. Komponen fisik terdiri dari air, udara, iklim, topografi, tanah, dan ruang

sedangkan komponen biotik adalah vegetasi, mikro dan makrofauna, dan manusia.

Kuantitas dan kualitas habitat sangat menentukan prospek kelestarian satwaliar.

(Alikodra, 2002).

2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG)

2.3.1 Definisi

Sistem Informasi Geografis memiliki beberapa definisi antara lain adalah

sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk mengumpulkan,

menyimpan, menganalisis dan memanipulasi objek-objek dan fenomena dimana

Page 24: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

7

lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting untuk dianalisis (Aronoff,

1989 dalam Prahasta, 2001).

Sistem infromasi geografis merupakan sekumpulan yang terorganisir dari

perangkat keras computer (computer hardware), perangkat lunak (software), data

geografi (geographic data), dan personil (personnel) yang dirancang secara

efisien untuk merekam (capture), menyimpan (store), memperbaharui (update),

memanipulasi (manipulate), menganalisis (analize), dan menyajikan (display)

semua bentuk informasi bereferensi geografis (ESRI, 1995 dalam Jaya, 2002).

2.3.2 Subsistem dan Komponen SIG

Sistem Informasi Geografi dapat diuraikan menjadi beberapa subsitem,

yaitu:

1. Data input

Data yang akan di-entry ke dalam sistem. Bentuk data tersebut antara lain

adalah table, laporan, pengukuran lapang, peta, citra satelit, foto udara

dan data digital lain.

2. Data output

Hasil dari pengolahan data dapat berupa peta, tabel, laporan dan

informasi digital.

3. Data manajemen

Mengorganisasikan baik data atribut maupun data spasial ke dalam

sebuah basis data sehingga mudah untuk di-update atau di-edit.

4. Data manipulasi dan analisis

Melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan

informasi yang diharapkan. ( Prahasta, 2001).

Data geografis pada SIG memiliki dua komponen, yaitu data spasial dan

data atribut. Chang (2004) menyebutkan bahwa data spasial menerangkan lokasi

atau bentuk di permukaan bumi berdasarkan sistem koordinat geografis yang

dapat ditampilkan dalam model data vektor dan data raster. Model data vektor

menggunakan titik (point) dan koordinat untuk membentuk fitur spasial berupa

titik, garis, dan area sedangkan model data raster menggunakan grid dan sel grid

(grid cells) untuk menampilkan variasi dari fitur spasial (Chang, 2004). Data

Page 25: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

8

atribut menjelaskan karakteristik dari fitur spasial pada model data vektor dan

model data raster.

Gistut (1994) dalam Prahasta (2001) menyebutkan bahwa SIG memiliki

komponen yang terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak

(software), data dan informasi geografi, dan manajemen data. Perangkat keras

untuk SIG antara lain adalah komputer, mouse, digitizer, printer, plotter, dan

scanner. Perangkat lunak terdiri dari word processing, spread data, database

presentation dan aplikasi-aplikasi SIG lainnya.

2.3.3 Fungsi Analisis SIG

Menurut Prahasta (2001) terdapat dua fungsi analisis yaitu fungsi

analisis spasial dan fungsi analisis atribut. Fungsi analisis atribut terdiri dari

operasi dasar sistem pengelolaan basis data (DBMS) dan perluasannya.

Sedangkan fungsi analisis spasial adalah:

1. Klasifikasi

Mengklasifikasikan kembali suatu data spasial/ atribut menjadi data

spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu.

2. Network (jaringan)

Merujuk data spasial titik-titik (point) atau garis-garis (lines) sebagai

suatu jaringan yang tidak terpisahkan.

3. Overlay

Menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang

manjadi masukkannya.

4. Buffering

Menghasilkan data spasial baru yang berbentuk polygon atau zone

dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukkannya.

5. 3D Analysis

Sub-sub fungsi yang berhubungan dengan presentasi data spasial dalam

ruang 3 dimensi yang banyak menggunakan fungsi interpolasi.

6. Digital Image Processing

Pengolahan citra digital yang dimilliki oleh perangkat SIG berbasis

raster.

Page 26: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

9

2.3.4 Aplikasi SIG

Pemakaian SIG dalam penelitian habitat satwaliar antara lain:

1. Pemodelan Kesesuaian Habitat Harimau sumatera (Panthera tigris

sumatrae Pocock, 1929) di Resort Ipuh-Seblat Taman Nasional Kerinci

Seblat oleh Rudiansyah. Pemodelan kesesuaian harimau sumatera

berdasarkan tinjauan dan penilaian dari layer yaitu ketersediaan mangsa

(Encounter Rate/ER harimau hasil camera trap), jarak ke sungai (buffer

jarak sungai), topografi (peta kontur), dan kerapatan tajuk (menggunakan

LAI). Pembobotan menggunakan PCA terhadap titik sebaran harimau.

Hasilnya adalah terdapat tiga daerah kesesuaian yaitu rendah, sedang,

dan tinggi dengan hasil pada kesesuaian tinggi 95,85% dengan validasi

95,64% sehingga model dapat diterima untuk kesesuaian habitat tinggi.

Saran yang perlu diperhatikan adalah perhitungan LAI sebaiknya

dilakukan dengan analisis citra Landsat dan pengukuran langsung di

lapangan.

2. Pemetaan Kesesuaian Habitat Banteng (Bos javanicus d’alton, 1832) di

Taman Nasional Ujung Kulon oleh Andita Husna Destriana. Penelitian

untuk mengetahui kondisi kualitas habitat banteng dengan menggunakan

aplikasi SIG dengan menggunakan tujuh layer untuk indikator kesesuaian

habitat yaitu data jenis dan jumlah pakan yang dianalisis terhadap NDVI,

jenis tutupan lahan, kelas ketinggian, kelas lereng, jarak dengan sumber

air, dan jarak dengan jalan. Hasil analisis data: tipe vegetasi merupakan

faktor paling penting dan faktor kemiringan lereng merupakan faktor

paling tidak berpengaruh terhadap habitat banteng. Nilai habitat dengan

kesesuaian tinggi adalah 58,02% dengan validasi 100%. Saran yang perlu

diperhatikan adalah mengetahui tingkat kepercayaan model yang akan

disusun.

3. Pemodelan Spasial Habitat Katak Pohon Jawa (Rhacophorus javanus

Boettger, 1893) di Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat oleh

Muhammad Irfansyah lubis. Penelitian untuk membuat peta kesesuaian

habitat katak pohon jawa dengan menggunakan layer kerapatan tajuk,

kelerengan, ketinggian, jarak dari sungai dan sebaran temperatur.

Page 27: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

10

Analisis menggunakan metode scoring, pembobotan, dan overlay dengan

model kesesuaian habitat tinggi memiliki luas 9% dengan validasi 93,

75% sehingga model kesesuaian habitat katak pohon jawa tersebut dapat

diterima. Saran yang perlu diperhatikan adalah penambahan variabel

untuk mendapatkan model habitat yang lebih baik dan lebih luas. Perlu

lebih banyak titik untuk validasi.

2.4 Penginderaan Jauh dalam Sistem Informasi Geografis

Penginderaan jauh (Remote Sensing) merupakan ilmu dan seni untuk

memperoleh tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang

diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena

yang dikaji (Lillesand dan kiefer, 1990). Lo (1996) menyebutkan bahwa penginderaan

jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpukan informasi mengenai objek dan

lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik dengan tujuan utamanya adalah

mengumpulkan data sumber daya alam dan lingkungan. Data untuk pengideraan jauh

dapat diperoleh dari foto udara, Radar (Radio Detection and Ranging), Lidar (Laser

Imaging Radar), satelit, dan satelit radar (Soenarmo, 2003).

Satelit penginderaan jauh yang sering digunakan untuk melihat penutupan

lahan adalah satelit Landsat yang saat ini telah mencapai satelit Landsat 7. Satelit yang

mulai dioperasikan tahun 1972 ini mempunyai beberapa instrumen pencitraan

(imaging instrument) atau sensor, yaitu Return Beam Vidicon (RBV),

Multispectral Scanner (MSS), Thematic Mapper (TM), Enhanced Thematic

Mapper (ETM), Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) dan High Resolution

Multispectral Stereo Imager (HRMSI) (Purwadhi, 2001). Konfigurasi satelit

Landsat adalah tinggi orbit 705 km, inklinasi 98°, jenis orbit sunsynchronous dan

semirecurrent, saat melewati ekuator sekitar pukul 09.39 dan lebar cangkupannya

185 km (Soenarmo, 2003).

Sensor Thematic mapper (TM) merupakan sensor dengan resolusi

spektral yang lebih baik dan ketelitian radiometrik yang lebih tinggi dibandingkan

RBV dan MSS sehingga cocok digunakan untuk menduga cakupan lahan dan

penggunaannya. Sensor Landsat TM (Thematic Mapper) memiliki resolusi spasial 30

x 30 meter. Sensor ETM merupakan pengembangan dari sensor TM dengan

Page 28: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

11

penambahan saluran pankromatik yang didesain mempunyai resolusi spasial 15 x 15

meter selain itu juga didesain untuk dapat merekam citra multispectral dengan enam

saluran menggunakan panjang gelombang tampak, inframerah dekat, dan inframerah

pendek dengan resolusi 30 meter (Purwadhi, 2001). Sensor ETM+ dibawa oleh satelit

Landsat 7 yang didesain sama seperti sensor ETM dan dilengkapi dengan dua sistem

model kalibrasi untuk gangguan radiasi matahari.

Tabel 1 Spesifikasi kanal landsat TM (Lillesand dan Kiefer, 1990) Band Panjang

Gelombang

Nama Gelombang

Elektromagnetik

Fungsi Aplikasi

1 0,45 - 0,52 Biru Penetrasi tubuh air dan untuk mendukung

analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah,

dan vegetasi

2 0,52 - 0,60 Hijau Mengindera puncak pantulan vegetasi pada

spektrum hijau yang terletak diantara saluran spektral serapan klorofil yang gunanya mendeteksi

bentuk pertumbuhan tanaman

3 0,63 - 0,69 Merah Peka terhadap absorp klorofil sehingga

memperkuat kontras antara vegetasi dengan

bukan vegetasi

4 0,76 - 0,90 Inframerah dekat Membedakan tipe vegetasi, pertumbuhan dan

jumlah biomassa, juga untuk memudahkan deliniasi

tubuh air dan memperkuat kontras antara tanaman,

tanah, lahan, dan air

5 1,55 - 1,75 Inframerah tengah Penunjuk kandungan kelembaban vegetasi dan

kelembaban tanah

6 2,08 - 2,35 Inframerah termal Mendeteksi gejala alam yang berhubungan dengan panas

7 10,45 - 12,50 Inframerah tengah Membedakan tipe mineral dan gormasi

batuan dan juga sensitif untuk kandungan

kelembaban vegetasi

Citra satelit dan foto udara merupakan hasil dari penginderaan jauh yang

dapat diintegrasikan kedalam SIG dengan beberapa cara. Barus dan Wiradisastra (1996)

dalam Prahasata (2001) menyatakan bahwa cara pengintegrasian tersebut dapat

ditempuh sebagai berikut :

1. Foto udara discan, diolah dan data yang dihasilkan berupa raster atau

vektor tergantung pengguna SIG itu sendiri.

2. Digitasi peta rupa bumi dengan digitizer untuk menghasilkan data

vektor.

3. Citra satelit diolah menggunakan perangkat lunak pengolah citra dan

datanya dikonversikan kedalam format SIG, baik berupa data vektor

maupun data raster.

Page 29: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

12

4. Citra satelit yang sudah bergeoreferensi langsung digunakan oleh

perangkat lunak SIG.

5. Citra satelit cetakan hasil olahan perangkat lunak pengolah citra, didigit

dan akan menghasilkan data vektor.

Penggunaan citra satelit Landsat dalam bidang penelitian sumberdaya

alam telah umum digunakan seperti :

1. Penelitian untuk mengetahui kondisi vegetasi seperti analisis hubungan

NDVI dan temperatur terhadap tutupan lahan dengan data Landsat-

ETM, mendeteksi perubahan tutupan lahan

2. Penelitian untuk mengetahui potensi sumberdaya kelautan, seperti

pemetaan kondisi terumbu karang, dan aplikasi data Landsat untuk

budidaya ikan.

3. Penelitian untuk mengetahui kondisi kelembaban tanah.

Page 30: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

13

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Keadaan Fisik Kawasan

3.1.1 Dasar Hukum, Letak dan Luas

Cagar Alam (CA) Tangkoko ditetapkan pada tahun 1919 berdasarkan

Keputusan No. GB 21/2/1919 stbl. 90 dengan luas 4446 hektar dan diperluas

dengan penambahan dari CA Duasudara (4299 hektar) pada tahun 1978

berdasarkan Sk. Mentan No. 700/kpts/Um/11/78. Taman Wisata Alam (TWA)

Batuputih dan TWA Batuangus ditetapkan pada tanggal 24 Desember 1981

melalui SK. Mentan No. 1049 /Kpts/Um/12/18. Luas TWA Batuputih adalah

615 hektar dan TWA Batuangus memiliki luas 635 hektar (Tasirin, 2009).

Secara geografis keempat kawasan tersebut terletak di ujung paling utara

dari semenanjung utara pulau Sulawesi. CA Tangkoko mencakup kawasan

Gunung Tangkoko-Batuangus dan sekitarnya. CA Duasudara mencakup Gunung

Duasudara dan sekitarnya. TWA Batuputih terletak diantara CA Tangkoko dan

Kelurahan Batuputih. TWA Batuangus terletak diantara CA Tangkoko dan Desa

Pinangunian. Secara astronomi kawasan tersebut terletak pada 125°3’ - 125°15’

BT dan 1°30’ - 1°34’ LU dan secara administratif terletak di Kecamatan Bitung

Utara, Kotamadya Bitung.

3.1.2 Topografi

Secara umum keempat kawasan konservasi tersebut mempunyai topografi

dari landai sampai bergunung, mulai dari hutan pantai, hutan dataran rendah,

hutan pegunungan dan hutan lumut. Kawasan ini mempunvai ketinggian dari

0 meter dpl sampai 1351 meter dpl yaitu puncak Gunung Duasudara. Dua puncak

gunung lainnya yaitu Tangkoko (1109 m dpl) dan Batuangus (450 m dpl).

3.1.3 lklim dan Geologi

Iklim berdasarkan Schmidt dan Ferguson mempunyai curah hujan 2.500 -

3.000 mm/tahun, temperatur rata-rata 20°C - 25°C dan termasuk ke dalam iklim

tipe B. Secara geologi kawasan ini dibentuk dari kegiatan vulkanik gunung berapi

Page 31: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

14

yang meletus pada tahun 1839 sehingga tanahnya didominasi oleh tipe regosol

dengan proporsi tanah abu granular di bagian permukaan tanah yang tinggi.

3.2 Potensi Biotik Kawasan

3.2.1 Flora

Tipe vegetasi dominan adalah hutan hujan dataran rendah dengan jenis

pohon dominan adalah Dracontomelum dao, Palaquium obvatum, P. obtusifolium,

Canagium odorata, Ficus variegatus, Homalium celebicum, Tetrameles nudiflora,

Planchonia valida, Gostampinus valetonii, jenis palem Livingstona rotundiflora.

Amorphophallus campanulatus, Leea rubra, L. indica, dan rotan Calamus sp.

Hutan hujan pegunungan yang terdapat di kawasan ini didominasi oleh

vegetasi pohon beringin (Ficus spp), aras (Duabanga moluccana), nantu

(Palaquim obtusifolium), sedangkan pada hutan lumut dapat ditemui bunga

edelweis (Anaphalis javanicum) dan kantong semar (Nephentes gynamphoru).

Tipe vegetasi hutan pantai didominasi oleh Calophyllum soulatri dan

Barringtonia asiatica. Hutan sekunder didominasi oleh Casuarina equisetifolia

dan juga terdapat padang alang-alang Imperata cylindrica.

3.2.2 Fauna

Di kawasan konservasi ini terdapat 26 jenis mamalia (10 jenis endemik

Sulawesi), 180 jenis burung (59 diantaranya endemik Sulawesi dan 5 endemik

Sulut), dan 15 jenis reptil dan amfibi (Tasirin, 2009). Jenis mamalia yang terdapat

di kawasan ini diantaranya adalah monyet hitam sulawesi (Macaca nigra),

tangkasi (Tarsius spectrum), kuskus beruang (Phalanger ursinus), kuskus

sulawesi (Stigocuscus celebensis), dan musang sulawesi (Macrogalidia

musschenbroeckii). Jenis burung yang terdapat di kawasan ini diantaranya adalah

maleo (Macrocephalon maleo), rangkong (Rhyticeros cassidix,), Megapodius

freycinet, Meropogon forsteni, Coracias temminckii, dan Eurostopodus

diabolicus. Satwa reptil yang terdapat di sana antara lain beberapa jenis ular

berbisa seperti viper (Trimeresurus wagleri), kobra (Naja naja), king kobra

(Ophiophagus Hannah), dan ular tidak berbisa yaitu ular sanca (Python

reticulatus).

Page 32: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

15

3.3 Aksesibilitas

Keempat kawasan konservasi tersebut berjarak kurang lebih 60 km dari

kota Manado dan 20 km dari Kodya Bitung. Dengan kendaraan roda empat dari

Manado dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 120 menit sedang dan kota

Bitung dapat ditempuh dalam waktu 70 menit. Dengan menggunakan kendaraan

laut jenis perahu motor 2 x 40 PK, dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 90

menit dari pantai Bitung ke pantai Batuputih.

3.4 Potensi Wisata AIam dan Pengelolaan

Cagar Alam (CA) adalah bentuk pengelolaan kawasan konservasi dengan

nilai konservasi tertinggi sedangkan Taman Wisata Alam (TWA) adalah bentuk

pengelolaan kawasan konservasi yang memungkinkan pemanfaatan kawasan

untuk tujuan terbatas termasuk pariwisata. Potensi wisata yang ada di kawasan ini

adalah terumbu karang, wildlife trakking, mountain climbing, night trakking, bird

watching, hot water sea swimming, dan wildlife adventure.

CA Tangkoko, CA Duasudara, TWA Batuputih dan TWA Batuangus

dikelola oleh Seksi Konservasi Wilayah I Bitung Balai Konservasi Sumber Daya

Alam Sulawesi Utara (BKSDA Sulut). Pengelolaan CA tersebut ditetapkan

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 6187/Kpts-II/2002 tanggal 10

Juni 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Sumber Daya

Alam.

Page 33: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

16

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data untuk membuat pemodelan habitat monyet hitam

sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) dilakukan di Cagar Alam (CA)

Tangkoko, dan Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih. Areal penelitian untuk

analisis spasial model kesesuaian habitat kawasan mencakup CA Tangkoko, CA

Duasudara, TWA Batuputih, dan TWA Batuangus di Kabupaten Bitung, Sulawesi

Utara. Pengolahan dan analisis data penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis

Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan

dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-

September 2009 untuk pengambilan data di lapangan. Peta lokasi penelitian dapat

dilihat pada Gambar 2.

4.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan data monyet hitam

sulawesi di lokasi penelitian adalah Global Positioning System (GPS) Garmin

VISTA HCX, kamera digital, alat tulis, buku lapang, dan penunjuk waktu. Untuk

kegiatan pengolahan dan analisis data, peralatan yang dibutuhkan yaitu Personal

Computer (PC), laptop, perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1, perangkat lunak

Arc GIS 9.3, peta batas kawasan CA Tangkoko, CA Duasudara, TWA Batuputih,

dan TWA Batuangus, peta kontur, peta jaringan jalan dan peta jaringan sungai,

citra Landsat TM serta pengolah data statistik SPSS 1.5.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. Data

sekunder yang diperlukan adalah data bio-ekologi monyet hitam sulawesi, dan

kondisi umum lokasi penelitian yang diperoleh dari studi literatur, observasi

lapang dan wawancara dengan pengelola kawasan, peneliti, pengunjung dan

masyarakat.

Page 34: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

17

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Page 35: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

18

Data primer yang diperlukan adalah peta batas kawasan penelitian, dan

peta kontur yang diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)

Sulawesi Utara dan Badan Planologi Kehutanan (Baplan). Peta jaringan jalan,

peta jaringan sungai, dan peta administratif yang diperoleh dari Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. Citra landsat 7 ETM+ path 111 row 059 tahun

2006 diperoleh dari BIOTROP Training and Information Centre (BTIC) untuk

menentukan Nilai NDVI (Normalization Difference Vegetation Index) pada

habitat monyet hitam sulawesi.

Titik keberadaan kelompok monyet hitam sulawesi diperoleh dengan

menggunakan Global Positioning System (GPS). Metode yang digunakan untuk

mengetahui titik keberadaan dan persebaran monyet hitam sulawesi adalah

metode perjumpaan langsung (direct encounter) dengan mengikuti jalur transek

yang telah ada di lokasi penelitian. Kelompok monyet hitam sulawesi yang dapat

diidentifikasi kemudian diikuti pergerakan hariannya untuk mendapatkan data

letak pohon tidur, pohon pakan, dan pengamatan terhadap perilaku tiap kelompok

pada setiap tipe habitat.

4.4 Pengolahan Peta Tematik

4.4.1 Parameter yang Digunakan

Pemodelan habitat Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra Desmarest,

1822) merupakan proses peninjauan dan penilaian kebutuhan hidup (life requisites)

monyet hitam sulawesi terhadap faktor-faktor habitat dan faktor- faktor gangguan.

Faktor-faktor habitat yang digunakan adalah aksesibilitas yang diwakilkan oleh

kemiringan lereng dan ketinggian, ketersediaan air yang diwakilkan oleh jarak dari

sungai, dan ketersediaan cover yang diwakilkan oleh nilai NDVI (Normalization

Difference Vegetation Index). Faktor gangguan berasal dari aktivitas manusia

yang diidentifikasi melalui jarak dari jalan dan bangunan.

4.4.2 Pembuatan Peta Ketinggian dan Peta Kemiringan Lereng

Peta ketinggian dihasilkan dari peta kontur yang dianalisis menggunakan

Arc GIS 9.3 sehingga diperoleh TIN (Triangulated Irregular Network). TIN

adalah model data vektor berbasiskan topologi yang digunakan untuk

mempresentasikan data permukaan bumi atau distribusi tidak merata dari titik-titik

Page 36: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

19

elevasi. Peta kemiringan lereng dihasilkan dari TIN yang dianalisis untuk

mendapatkan slope. Proses pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng

disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Proses pembuatan peta ketinggian dan peta kemiringan lereng.

4.4.3 Pembuatan Peta NDVI (Normalization Difference Vegetation Index)

Peta NDVI (Normalization Difference Vegetation Index) dibuat dari citra

landsat yang telah dikoreksi geometris. NDVI adalah nilai tengah dari spektral

yang didapat dari gelombang elektromagnetik merah (red) dan inframerah dekat.

Perhitungan NDVI dilakukan pada model maker ERDAS menurut rumus:

Proses pembuatan peta NDVI disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pembuatan peta NDVI.

Peta Ketinggian

Peta Kemiringan

Lereng

Surface Analyst (slope)

Peta Kontur

TIN (Triangulated Irregular Network)

3D Analyst (create TIN from feature)

Citra Landsat (Band 1,2,3,4,5,7)

Pemotongan Citra (subset image)

Koreksi Geometris

model maker

Peta NDVI

Page 37: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

20

4.4.4 Pembuatan Peta Buffer

Peta buffer yang dibuat adalah peta jarak dari sungai, peta jarak dari

jalan, dan peta jarak dari bangunan. Untuk membuat peta buffer diperlukan data

mengenai ekologi monyet hitam sulawesi untuk menentukan jarak buffer. Peta

jarak dari jalan dibuat dari peta jaringan jalan, peta jarak dari sungai dibuat dari

peta jaringan sungai, sedangkan peta jarak dari bangunan dibuat dari titik

bangunan pada lokasi penelitian. Proses pembuatan peta buffer disajikan pada

Gambar 5.

Gambar 5 Proses pembuatan peta buffer.

4.5 Analisis Komponen Utama/ Principal Component Analysis (PCA)

PCA adalah analisis statistika peubah ganda yang digunakan untuk

menyusutkan banyaknya peubah yang tidak tertata untuk tujuan analisis dan

penarikan kesimpulan. Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk

menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi)

dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara

variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang

tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal

component. Dari hasil tersebut selanjutnya dapat ditentukan bobot dari masing-

masing faktor yang mempengaruhi kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi.

Analisis PCA dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 1.5.

Peta jaringan jalan / jaringan sungai / titik bangunan

Spatial analyst

Distance (Straight line)

Reclassify

Peta Buffer

Page 38: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

21

Hasil dari PCA digunakan untuk menentukan bobot masing-masing

faktor habitat dan untuk analisis spasial sehingga menghasilkan persamaan

sebagai berikut:

Y = aFk1 + bFk2 + cFk3 + dFk4 + eFk5 + fFk6

Keterangan: Y = Model habitat monyet hitam sulawesi di lokasi penelitian

a-e = Nilai bobot setiap variabel

Fk1 = Faktor ketinggian

Fk2 = Faktor kemiringan lereng

Fk3 = Faktor NDVI

Fk4 = Faktor jarak dari sungai

Fk5 = Faktor jarak dari jalan

Fk6 = Faktor jarak dari bangunan

4.6 Analisis Spasial

Titik sebaran monyet hitam sulawesi dianalisis dengan faktor-faktor

spasial yang meliputi ketinggian, kemiringan lereng, kerapatan tajuk, jarak dari

sungai, jarak dari jalan dan jarak dari bangunan untuk mendapatkan bobot.

Analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay), pengkelasan

(class), pembobotan (weighting), dan pengharkatan (skoring).

Pemberian bobot didasarkan atas nilai kepentingan atau kesesuaian bagi

habitat owa Jawa. Nilai tertinggi menunjukkan faktor habitat yang paling

berpengaruh, nilai di bawahnya menunjukkan faktor habitat yang berpengaruh,

dan nilai terendah menunjukkan faktor habitat yang kurang berpengaruh.

Klasifikasi kelas kesesuaian terdiri dari tiga kelas yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang) dan

3 (tinggi). Model Matematika yang digunakan adalah:

1. Nilai skor klasifikasi kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi

SKOR = ΣWi * Fki

Keterangan:

Wi = bobot untuk setiap parameter

Fki = faktor kelas dalam parameter

SKOR = nilai dalam penetapan klasifikasi kesesuaian habitat

2. Nilai selang skor klasifikasi kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi

ditentukan berdasarkan sebaran nilai piksel yang dihasilkan analisis

spasial.

Page 39: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

22

3. Nilai kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi

KHn = Smin + SELANG dan/atau KH = KHn-1 + SELANG

Keterangan:

Smin = nilai skor terendah

SELANG = nilai dalam penetapan selang klasifikasi kesesuaian habitat

KHn-1 = nilai Kesesuaian Habitat sebelumnya

KHn-1 = nilai Kesesuaian Habitat ke-n

4. Nilai validasi klasifikasi kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi

Keterangan:

n = jumlah titik pertemuan monyet hitam sulawesi yang ada pada

satu klasifikasi kesesuaian

N = jumlah total titik pertemuan monyet hitam sulawesi hasil

survei

Validasi = persentase kepercayaan.

Page 40: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

23

Citra Landsat Peta rupa bumi Peta jalan Peta kontur

Peta jarak

dari jalan

Peta jarak dari

sungai

Peta

ketinggian

Peta kemiringan

lereng Peta NDVI Peta jarak dari

bangunan

Analisis Spasial (Zonal Statistic as a table)

Analisis Statistik (PCA)

Bobot

Overlay

aFk1+bFk2+cFk3+dFk4+eFk5+fFk6

validasi

Akurasi model Model diterima

ya tidak

Peta kesesuaian habitat

Macaca nigra

Analisis Peta Survey Lapang

Titik sebaran

Macaca nigra

Nilai NDVI

Titik sebaran

Macaca nigra

Titik sebaran

bangunan

Gambar 6 Bagan alir penelitian.

Page 41: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Peta Tematik untuk Pembuatan Model Spasial

5.1.1 Peta Ketinggian

Ketinggian di lokasi penelitian berkisar antara 0-1351 meter dpl dengan

tiga puncak gunung yaitu gunung Tangkoko, gunung Batuangus, dan gunung

Duasudara. Menurut Witten et al. (1987) dalam Saroyo (2005), vegetasi diatas

ketinggian 800 meter dpl di lokasi penelitian sudah termasuk ke dalam vegetasi

pegunungan. Pegunungan memiliki keanekaragaman jenis vegetasi yang kurang

dibandingkan dengan dataran rendah. Kondisi vegetasi diatas ketinggian 800

meter disajikan pada gambar 7.

Gambar 7 Kondisi vegetasi di puncak gunung. (a) Vegetasi yang ditumbuhi

lumut; (b) vegetasi di puncak gunung Tangkoko.

Monyet hitam sulawesi dapat ditemukan di berbagai ketinggian sampai

2000 meter dpl (Supriatna dan Wahyono, 2000). O’brien dan Kinnaird (1997)

juga menyebutkan bahwa monyet hitam sulawesi dapat dijumpai di semua

ketinggian di Cagar Alam Tangkoko. Faktor ketinggian rupanya tidak begitu

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup monyet hitam sulawesi. Bila dilihat

dari posisi titik perjumpaan monyet hitam sulawesi yang didapatkan selama

penelitian untuk membangun model dan validasi, terdapat 76 titik yang berada

pada ketinggian dibawah 400 meter dpl, 2 titik berada pada ketinggian 400-900

meter dpl dan hanya 1 titik yang berada di atas ketinggian 900 meter dpl.

(b) (a)

Page 42: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

25

Pada peta ketinggian untuk model spasial kesesuaian habitat, ketinggian

diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu 0-400 meter dpl, 400-800 meter dpl, dan

>800 meter dpl. Kelas ketinggian dan luas wilayah masing-masing kelas

ketinggian pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Peta ketinggian pada

lokasi penelitian disajikan pada Gambar 9.

Tabel 2 Kelas ketinggian di lokasi penelitian No. Kelas Ketinggian (mdpl) Luas (ha)

1. 0-400 5336,46

2. 400-800 3754,62

3. >800 781,65

5.1.2 Peta Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng berpengaruh pada aksesibilitas monyet hitam sulawesi

karena mereka lebih banyak melakukan aktivitasnya di atas tanah (terrestrial)

(Rowe, 1996). O’Brien dan Kinnaird (1997) juga menyebutkan bahwa monyet

hitam sulawesi menghabiskan lebih dari 60% waktu hariannya untuk beraktivitas

secara terrestrial baik untuk istirahat dan pergerakan yang menempuh jarak yang

jauh. Aktivitas monyet hitam sulawesi di atas tajuk (arboreal) dilakukan sebagian

besar untuk makan dan istirahat pada malam hari. Pada pengamatan secara visual

terhadap 4 kelompok moyet hitam sulawesi dalam pergerakan hariannya, mereka

lebih sering terlihat beristirahat di tempat yang memiliki kemiringan lereng datar

dan landai yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Penggunaan habitat dengan kemiringan lereng datar dan landai.

(a) Aktifitas Istirahat; (b) perilaku sosial menelisik pada saat

istirahat.

(a) (b)

Page 43: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

26

Gambar 9 Peta ketinggian.

Page 44: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

27

Kemiringan lereng diklasifikasikan kedalam 5 kelas, yaitu datar dengan

tingkat kemiringan 0-8%, landai dengan tingkat kemiringan 8-15%, agak curam

dengan tingkat kemiringan 15-25%, curam dengan tingkat kemiringan 25-40%

dan sangat curam dengan tingkat kemiringan 40-100%. Pembagian kelas

kemiringan lereng tersebut berdasarkan SK Menteri Pertanian No.

837/Kpts/II/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung dan

SK Menteri Pertanian No.683/Kpts/Um/II/1981 tentang Tata Cara Penetapan

Hutan Produksi (Dewi, 2005). Kelas kemiringan yang dianggap paling tidak

sesuai bagi monyet hitam sulawesi adalah kelas kemiringan diatas 40% karena

menghambat aksesibilitas dari monyet hitam sulawesi. Kelerengan yang semakin

landai dianggap merupakan habitat yang sesuai untuk shelter dan cover dari

monyet hitam sulawesi.

Pada lokasi penelitian terdapat semua kelas kemiringan lereng dengan

luasan terbesar pada kelas kemiringan lereng curam (2663,91 hektar) dan luasan

terkecil pada kelas kemiringan lereng landai (1044,90 hektar). Kelas kemiringan

agak curam dan sangat curam memiliki luasan yang cukup besar yaitu 2362,95

hektar dan 2464,11 hektar. Untuk kelas kemiringan lereng datar memiliki luas

1337,49 hektar. Luas tiap kelas kemiringan lereng di lokasi penelitian disajikan

pada Tabel 3. Peta kemiringan lereng di lokasi penelitian disajikan pada gambar

10.

Tabel 3 Luas tiap kelas kemiringan lereng No. Kelas Kemiringan Tingkat Kemiringan (%) Kemiringan (°) Luas (ha)

1. Datar 0 - 8 0,00 – 3,60 1337,49

2. Landai 8 - 15 3,60 – 6,75 1044,90

3. Agak Curam 15 - 25 6,75 – 11,25 2362,95

4. Curam 25 - 40 11,25 – 18,00 2663,91

5. Sangat Curam >40 > 18,00 2464,11

5.1.3 Peta NDVI

Monyet hitam sulawesi menggunakan 59% waktunya untuk mencari makan.

Lebih dari 60% pakan monyet hitam sulawesi berasal dari tumbuhan yaitu berupa

buah-buahan, biji-bijian, daun, dan 31,5% pakannya adalah invertebrata. Monyet

hitam sulawesi mengkonsumsi kurang lebih 145 jenis buah-buahan seperti

Dracontomelon dao, dan Ficus spp (O’Brien dan Kinnaird, 1997).

Page 45: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

28

Gambar 10 Peta kemiringan lereng.

Page 46: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

29

Vegetasi terutama pohon besar dan tinggi juga digunakan oleh monyet hitam

sulawesi sebagai tempat beristirahat di malam hari atau sebagai pohon tidur.

Penggunaan pohon sebagai sumber pakan dan tempat istirahat disajikan pada

Gambar 11.

Gambar 11 Pakan dan pohon tidur monyet hitam sulawesi. (a) Ficus spp.;

(b) Leu (Dracontomelon mangiferum); (c) pohon tidur (Ficus

variegata); (d) aktifitas monyet di atas tajuk.

Beberapa tipe vegetasi yang terdapat di lokasi penelitian yaitu semak

belukar, padang alang-alang, kebun campuran, hutan sekunder, dan hutan primer.

Pada saat penelitian, monyet hitam sulawesi dijumpai menggunakan semua tipe

habitat untuk mencari makan dan makan. Namun untuk istirahat malam, monyet

hitam sulawesi selalu menggunakan hutan yang memiliki pohon dengan ukuran

besar dan tinggi. Dengan demikian, kuantitas vegetasi berupa tutupan hutan di

lokasi penelitian memiliki pengaruh yang besar bagi keberlangsungan hidup

monyet hitam sulawesi.

Kuantitas vegetasi diukur dengan menganalisis nilai NDVI

(Normalization Difference Vegetation Index). NDVI merupakan salah satu metode

perhitungan indeks vegetasi yang umum digunakan karena memiliki korelasi yang

kuat dengan karakteristik vegetasi. Nilai NDVI yang semakin tinggi menunjukkan

(a) (b)

(c) (d)

Page 47: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

30

adanya aktifitas fotosintesis yang semakin besar dan kerapatan vegetasi yang

semakin tinggi (Lillesand dan Kiefer, 1990). NDVI dianalisis dengan

menggunakan nilai piksel pada band infra merah dekat (Near Infra Red) dan band

merah (red) yang pada citra lansat TM diiperoleh dari band 4 (band inframerah

dekat) dan band 3 (band merah).

Nilai NDVI di lokasi penelitian dibagi ke dalam lima kelas, yaitu 0 0,1;

0,1 0,2; 0,2 0,3; 0,3 0,4; dan lebih dari 0,4. Kelas NDVI dengan nilai lebih

dari 0,4 memiliki luasan terbesar, yaitu 3618,99 hektar dan kelas NDVI dengan

nilai 0,1 0,2 memiliki luasan terkecil, yaitu 650,88 hektar. Kelas NDVI 0 0,1

memiliki luas terbesar ketiga yaitu 1873,26 hektar yang diduga disebabkan karena

pada citra Landsat ETM+ di sekitar puncak gunung Tangkoko dan gunung

Duasudara tertutup awan. Luas tiap kelas nilai NDVI disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas tiap kelas nilai NDVI No. Nilai NDVI Luas (ha)

1. 0,0 – 0,1 1873,26

2. 0,1 – 0,2 650,88

3. 0,2 – 0,3 939,42

4. 0,3 – 0,4 2788,56

5. > 0,4 3618,99

Berdasarkan identifikasi titik pohon pakan monyet hitam sulawesi

terhadap kelas NDVI, terdapat 33 titik pohon pakan yang berada pada kelas NDVI

dengan nilai lebih dari 0,4; 11 titik pohon pakan pada kelas NDVI dengan nilai

0,3 0,4; 3 titik pada kelas NDVI 0,2 0,3; dan 3 titik pohon pakan pada kelas

NDVI dengan nilai kurang dari 0,1. Terdapat 16 jenis pohon pakan yang dapat

diidentifikasi jenisnya, antara lain maombi (Arthocarpus dadah), leu

(Dracontomelon mangiferum), kenanga (Cananga odorata), mengkudu (Morinda

sp), Ficus microcarpa, Ficus variegata, dan Vitex quinata. Kelompok Rambo 2

yang memiliki wilayah jelajah sampai ke perkampungan juga memakan kelapa

(Cocus nucifera), mangga (Mangifera indica), dan palawija. Sedangkan untuk

identifikasi titik pohon tidur terhadap kelas NDVI, terdapat 24 titik yang berada

pada kelas NDVI dengan nilai lebih dari 0,4 dari 30 titik pohon tidur. Peta NDVI

di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 12.

Page 48: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

31

Gambar 12 Peta NDVI.

Page 49: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

32

5.1.4 Peta Jarak dari Sungai

Monyet hitam sulawesi memenuhi kebutuhan terhadap air melalui

beberapa sumber yaitu buah-buahan yang dimakan, tampungan air hujan pada

banir pohon, dan sungai. Pada musim kemarau, beberapa sungai di lokasi

penelitian mengalami kekeringan. Sungai yang tidak mengering umumnya

memiliki aliran air yang lambat dan permukaan air yang dangkal. Pada saat

penelitian dijumpai penggunaan sungai oleh satu kelompok monyet hitam

sulawesi. Sungai digunakan oleh monyet hitam sulawesi untuk minum,

mendinginkan tubuh dan bermain.

Pengklasifikasian jarak dari sungai ditentukan berdasarkan jari-jari

wilayah jelajah monyet hitam sulawesi yang dianggap berbentuk lingkaran.

Wilayah jelajah dari monyet hitam sulawesi menurut Rowe (1996) adalah 114 -

320 hektar dan menurut penelitian O’Brien dan Kinnaird di Cagar Alam

Tangkoko terhadap tiga kelompok monyet hitam sulawesi selama 18 bulan

mendapatkan hasil wilayah jelajah dari kelompok Malonda adalah 218 hektar,

kelompok Rambo 406 hektar dan kelompok Dua 156 hektar (O’Brien dan

Kinnaird, 1997). Nilai jari-jari masing-masing wilayah jelajah monyet hitam

sulawesi disajikan pada Tabel 15.

Tabel 5 Jari-jari wilayah jelajah monyet hitam sulawesi No. Wilayah Jelajah (m²) Sumber Jari-Jari (meter)

1. 114 Rowe (1996) 602,54

2. 320 Rowe (1996) 1009,51

3. 156 O’Brien dan Kinnaird (1997) 704,85

4. 218 O’Brien dan Kinnaird (1997) 833,23

5. 406 O’Brien dan Kinnaird (1997) 1137,10

Rata-Rata 859,13

Rata-rata jari-jari wilayah jelajah monyet hitam sulawesi adalah 859,13

meter sehingga selang tiap kelas kesesuaian untuk buffer ditetapkan sebesar 850

meter. Jarak dari sungai diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu 0-850 meter, 850-

1700 meter, 1700-2550 meter, 2550-3400 meter dan lebih dari 3400 meter. Jarak

kurang dari sampai dengan 850 meter dari sungai dianggap sebagai habitat yang

sesuai untuk monyet hitam sulawesi. Peta jarak dari sungai di lokasi penelitian

disajikan pada Gambar 13.

Page 50: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

33

Gambar 13 Peta jarak dari sungai.

Page 51: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

34

5.1.5 Peta Jarak dari Jalan

Pembuatan model kesesuaian habitat tidak hanya didasarkan pada faktor

kebutuhan hidup monyet hitam sulawesi namun juga didasarkan pada potensi

gangguan yang didapat oleh monyet hitam sulawesi. Beberapa penelitian yang

dilakukan telah dilakukan di lokasi yang sama menyebutkan bahwa kepadatan

populasi monyet hitam sulawesi di kawasan tersebut terus mengalami penurunan.

Penelitian MacKinnon dan MacKinnon pada tahun 1978 menyebutkan

bahwa kepadatan populasi monyet hitam sulawesi sebesar 300 individu/km²

(Rosenbaum et al., 1998). Penelitian Sugarjito et al. pada tahun 1989

menyebutkan bahwa kepadatan populasi monyet hitam sulawesi sebesar

76,2 individu/km² (Rosenbaum et al., 1998). Penelitian Rosenbaum et al. (1998)

menyebutkan bahwa kepadatan populasi monyet hitam sulawesi pada tahun 1994

sebesar 57,3 individu/km². Penelitian Kyes pada tahun 2002 menyebutkan bahwa

populasi monyet hitam sulawesi sebesar 39,8 individu/km² (Saroyo, 2005).

Kepadatan populasi monyet hitam sulawesi dalam kurun waktu 1978-2002

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kepadatan populasi monyet hitam sulawesi di lokasi penelitian

No. Tahun Kepadatan Populasi

( ind/km²) Peneliti

1 2002 39,80 Kyes

2 1994 57,30 Rosenbaum et al.

3 1989 76,20 Sugarjito et al.

4 1978 300,00 MacKinnon dan MacKinnon

Penyebab penurunan kepadatan populasi monyet hitam sulawesi di

kawasan tersebut terutama karena aktivitas manusia yang menyebabkan gangguan

terhadap habitat dan perburuan (Sugarjito et al., 1989 dalam Rosenbaum et al.,

1998). Monyet hitam sulawesi diburu untuk bahan makanan dan binatang

peliharaan, kegiatan perburuan ini tetap berlangsung walaupun monyet hitam

sulawesi termasuk ke dalam satwa yang dilindungi karena dalam

perkembangannya satwa ini dianggap sebagai hama yang memakan tanaman

kebun masyarakat di sekitar lokasi penelitian. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Lee (1999) mengenai perdagangan dan perburuan satwa di

propinsi Sulawesi Utara, monyet merupakan komoditas perdagangan tertinggi

kedua (38,1%) setelah kuskus. Daging monyet yang dikonsumsi dapat

Page 52: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

35

menimbulkan sensasi panas pada tubuh yang dipercaya memiliki kemampuan

untuk menyembuhkan penyakit (Lee, 1999).

Secara umum kondisi jalan di sekitar lokasi penelitian sudah diaspal dan

dapat dilalui oleh kendaraan dengan berbagai ukuran. Jaringan jalan di sekitar

lokasi penelitian merupakan salah satu sarana yang mempermudah akses

masyarakat untuk melakukan perburuan dan konversi lahan untuk pertanian,

perkebunan, dan ladang penggembalaan ternak. Cara yang sering digunakan oleh

masyarakat untuk membuka lahan adalah dengan metode pembakaran. Pada saat

penelitian terjadi empat kasus kebakaran lahan di dalam kawasan. Selain di dalam

kawasan, kebakaran lahan juga sering terjadi di sepanjang jalan yang

menghubungkan Kelurahan Batuputih dengan Kelurahan Duasudara. Aktifitas

masyarakat yang mengancam kelestarian monyet hitam sulawesi disajikan pada

Gambar 14.

Gambar 14 Aktifitas masyarakat dan dampaknya. (a) Shelter liar di dalam

kawasan; (b) kebakaran lahan; (c) jerat babi dan monyet (dudeso);

(d) monyet yang terkena jerat di kaki kirinya.

Seperti peta jarak dari sungai, yang menjadi dasar penentuan selang kelas

pada peta jarak dari jalan adalah jari-jari wilayah jelajah monyet hitam sulawesi.

Peta jarak dari jalan dibagi ke dalam tiga kelas yaitu 0-850 meter, 850-1700

(a) (b)

(c) (d)

Page 53: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

36

meter, dan lebih dari 1700 meter. Semakin jauh jarak titik perjumpaan Monyet

hitam sulawesi dari jalan maka gangguan yang diterima semakin sedikit. Peta

jarak dari jalan di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 16.

5.1.6 Peta Jarak dari Bangunan

Pada lokasi penelitian terdapat empat kawasan konservasi yaitu CA

Tangkoko, CA Duasudara, TWA Batuputih dan TWA Batuangus yang saling

menyatu. Kegiatan wisata di TWA Batuputih telah berlangsung sejak tahun

1980-an dan menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat Kelurahan

Batuputih dengan mendirikan losmen dan menjadi pemandu wisata.

Kegiatan wisata yang terdapat di TWA Batuputih adalah wisata masal

dan wisata minat khusus. Wisata masal didominasi oleh wisatawan lokal yang

datang untuk menikmati keindahan pantai sedangkan wisata minat khusus

didominasi oleh wisatawan luar negeri yang datang untuk melihat flora dan fauna

khas yang terdapat di kawasan taman wisata alam dan cagar alam seperti monyet

hitam sulawesi, tarsius, rangkong dan beringin lubang. Untuk mendukung

kegiatan wisata tersebut dibangunlah sarana dan prasarana di dalam kawasan

berupa pos penjagaan, tempat tiket, shelter, tempat berkemah, dan tempat parkir

kendaraan.

Kegiatan wisata selain bermanfaat untuk meningkatkan penghasilan

penduduk Kelurahan Batuputih juga berpotensi menyebabkan gangguan terhadap

kelangsungan hidup monyet hitam sulawesi. Sebagai daya tarik utama wisata,

interaksi monyet hitam sulawesi dengan pengunjung tidak dapat dihindari.

Beberapa perilaku pengunjung yang dapat menimbulkan dampak buruk terhadap

monyet hitam sulawesi adalah membuang sampah sembarangan yang kemudian

dikonsumsi oleh monyet hitam sulawesi, memberi makan monyet hitam sulawesi,

berbuat gaduh, dan mengambil gambar dengan menggunakan blitz.

Intensitas perjumpaan monyet hitam sulawesi dengan pengunjung akan

mempengaruhi perubahan perilaku dari monyet hitam sulawesi. Intensitas

perjumpaan yang semakin tinggi akan membuat monyet hitam sulawesi terbiasa

atau terhabituasi dengan kehadiran manusia dan dapat kehilangan sifat liarnya.

Rambo 1 dan Rambo 2 merupakan kelompok monyet hitam sulawesi yang sudah

Page 54: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

37

terhabituasi dengan manusia bahkan kelompok Rambo 2 memiliki wilayah jelajah

sampai ke pemukiman dan ladang penduduk sehingga dianggap mengganggu oleh

penduduk. Fasilitas wisata dan dampak wisata terhadap monyet hitam sulawesi

disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Fasilitas wisata dan dampak wisata terhadap monyet hitam sulawesi.

(a)Loket tiket; (b) shelter; (c) monyet jantan makan sisa makanan

pengunjung; (d) kegiatan penghalauan monyet yang masuk kebun

penduduk.

Faktor gangguan yang berasal dari kegiatan wisata tersebut dianalisis

dengan mengukur jarak perjumpaan monyet hitam sulawesi terhadap titik

konsentrasi pengunjung di dalam dan di sekitar kawasan TWA Batuputih. Titik

konsentrasi tersebut dapat berupa bangunan losmen, rumah makan, pos penjagaan,

loket tiket, shelter, dan dua objek yang sering didatangi oleh pengunjung yaitu

pohon tarsius, dan beringin lobang.

Peta jarak dari bangunan dibagi ke dalam tiga kelas, yaitu 0-850 meter,

850-1700 meter, dan lebih dari 1700 meter. Semakin jauh jarak titik tersebut

terhadap bangunan maka semakin terhindar dari gangguan yang diakibatkan

kegiatan wisata. Peta jarak dari bangunan disajikan pada Gambar 17.

(a) (b)

(d) (c)

Page 55: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

38

Gambar 16 Peta jarak dari jalan.

Page 56: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

39

Gambar 17 Peta jarak dari bangunan.

Page 57: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

40

5.2 Pembuatan Model Kesesuaian Habitat Monyet Hitam Sulawesi

5.2.1 Pembobotan dengan metode PCA

Model kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi didapat dengan

menentukan bobot masing-masing variabel. Faktor bobot menggambarkan

tingkat kepentingan relatif dari variabel yang digunakan dalam pemodelan

kesesuaian habitat. Penentuan bobot tiap variabel dilakukan dengan metode PCA

(Principal Component Analysis) menggunakan software SPSS 1.5.

PCA digunakan untuk meringkas variabel yang banyak jumlahnya

menjadi beberapa komponen utama yang mengandung variabel-variabel tertentu.

PCA menghasilkan komponen utama sejumlah variabel yang digunakan namun

banyaknya komponen utama yang digunakan tergantung proporsi keragaman yang

mewakili total keragaman data. Jumlah komponen utama yang digunakan sudah

memadai jika total keragaman yang dapat diterangkan berkisar antara 70-80%

(Timm, 1975 dalam Pareira, 1999).

Data yang digunakan pada PCA adalah data titik pohon pakan monyet

hitam sulawesi yang dianalisis posisinya secara spasial terhadap enam variabel,

yaitu ketinggian, kemiringan lereng, NDVI, jarak dari sungai, jarak dari jalan, dan

jarak dari bangunan. Titik pohon pakan monyet hitam sulawesi didapatkan dengan

mengikuti pergerakan 4 kelompok monyet hitam sulawesi yang telah terhabituasi

dengan peneliti dari pukul 05.30 WITA - pukul 17.30 WITA atau dari bangun

tidur sampai kembali ke pohon tidur pada bulan Juli sampai Agustus 2009.

Identifikasi pohon pakan didasarkan pada banyaknya anggota kelompok yang

makan di suatu pohon saat melakukan pergerakan dan dikategorikan pohon pakan

bila lebih dari 50% anggota kelompok melakukan aktivitas makan dari pohon

tersebut. Dari hasil pengamatan, teridentifikasi 50 titik pohon pakan monyet hitam

sulawesi.

Hasil analisis spasial titik pohon pakan monyet hitam sulawesi kemudian

ditransformasikan dengan Log 10 yang dilakukan agar nilai setiap variabel

menjadi proposional satu sama lain. Hasil dari transformasi masing-masing

variabel kemudian dianalisis menggunakan metode PCA. Dari hasil analisis

menggunakan metode PCA didapatkan 3 komponen utama yang digunakan

dengan keragaman kumulatifnya sebesar 74,97%. Nilai total dari akar ciri ketiga

Page 58: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

41

komponen utama tersebut yang digunakan sebagai bobot untuk model kesesuaian

habitat. Nilai Keragaman total komponen utama yang dijelaskan disajikan pada

Tabel 7.

Tabel 7 Keragaman total komponen utama

Komponen

Utama

Akar Ciri

Total % Keragaman Kumulatif Keragaman (%) 1 2,399 39,982 39,982

2 1,142 19,032 59,014

3 0,957 15,957 74,970

4 0,824 13,728 88,698

5 0,427 7,109 95,808

6 0,252 4,192 100,000

Bobot tiap variabel dalam pemodelan kesesuaian habitat didapatkan dari

skor total PCA masing-masing komponen utama yang memiliki hubungan positif

dengan variabel pemodelan kesesuaian habitat (Herdiyanti, 2009). Terdapat 4

variabel yang memiliki hubungan positif dengan nilai tertinggi terhadap

komponen 1 (pertama) yaitu jarak dari jalan, jarak dari sungai, ketinggian dan

NDVI. Sedangkan untuk komponen 2 (kedua) dan komponen 3 (ketiga) terdapat

masing-masing satu variabel yang mempunyai hubungan positif dengan nilai

tertinggi. Jarak dari bangunan mempunyai hubungan positif dengan komponen

kedua dan kemiringan lereng mempunyai hubungan positif dengan komponen

ketiga. Vektor ciri masing-masing variabel terhadap ketiga komponen utama

disajikan pada Tabel 8 sedangkan bobot masing-masing variabel berdasarkan skor

keragaman PCA disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8 Vektor ciri variabel PCA

No. Variabel Komponen

1 2 3

1 Jarak dari jalan 0,897 0,112 -0,076

2 Jarak dari sungai 0,476 -0,638 0,349

3 Ketinggian 0,772 -0,353 0,094

4 Kemiringan lereng 0,375 0,450 0,651

5 NDVI 0,600 -0,031 -0,626

6 Jarak dari bangunan 0,520 0,627 -0,076

Page 59: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

42

Tabel 9 Nilai bobot tiap variabel

No. Variabel Skor Keragaman

PCA Nilai Bobot

1 Jarak dari jalan 2,399 2,399

2 Jarak dari sungai 2,399 2,399

3 Ketinggian 2,399 2,399

4 Kemiringan lereng 0,957 0,957

5 NDVI 2,399 2,399

6 Jarak dari bangunan 1,142 1,142

Model kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi berdasarkan hasil

pembobotan tersebut dirumuskan sebagai berikut

Keterangan :

Y = model kesesuaian habitat

Fkjalan = skor kesesuaian jarak dari jalan

Fksungai = skor kesesuaian jarak dari sungai

Fktinggi = skor kesesuaian ketinggian

FkNDVI = skor kesesuaian NDVI

Fkbangunan = skor kesesuaian jarak dari bangunan

Fklereng = skor kesesuaian kemiringan lereng

5.3 Peta Kesesuaian Habitat Monyet Hitam Sulawesi

5.3.1 Pembuatan Peta Kesesuaian Habitat

Peta kesesuaian habitat dibuat berdasarkan indeks kesesuaian habitat dari

monyet hitam sulawesi. Kesesuaian habitat adalah kemampuan habitat untuk

menyediakan kebutuhan hidup. Indeks kesesuaian habitat adalah salah satu cara

untuk menghitung kualitas habitat menggunakan atribut-atribut yang dianggap

penting bagi suatu jenis dengan asumsi bahwa jenis tersebut akan memilih daerah

yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Dewi, 2005).

Indeks kesesuaian habitat diperoleh dengan metode tumpang tindih

(overlay) semua peta tematik atau variabel yang digunakan dalam pembuatan

model kesesuaian habitat. Sebelum dilakukan tumpang tindih, terlebih dahulu

dilakukan pengkelasan pada setiap variabel untuk menentukan skor masing-

Page 60: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

43

masing kelas. Nilai skor masing-masing kelas pada setiap variabel disajikan pada

Tabel 10.

Tabel 10 Skor tiap variabel Ketinggian Kemiringan

Lereng

NDVI Jarak dari

Sungai

Jarak dari

Jalan

Jarak dari

Bangunan

Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor

0-400 3 0-8 5 0-0,1 1 0-850 5 0-850 1 0-850 1

400-800 2 8-15 4 0,1-0,2 2 850-1700 4 850-1700 2 850-1700 2

>800 1 15-25 3 0,2-0,3 3 1700-2550 3 >1700 3 >1700 3

25-40 2 0,3-0,4 4 2550-3400 2

>40 1 >0,4 5 >3400 1

Indeks kesesuaian habitat (IKH) terdiri dari tiga kelas kesesuaian, yaitu

IKH 1, IKH 2 dan IKH 3. Selang kelas IKH 1 berkisar dari nilai piksel terkecil

hasil tumpang tindih sampai dengan nilai rata-rata (Mean) dikurangi dengan nilai

standar deviasi. Selang kelas IKH 2 berkisar dari nilai maksimum IKH 1 sampai

dengan nilai rata-rata (Mean) ditambah setengah nilai standar deviasi. Untuk

selang kelas IKH 3 berkisar dari nilai maksimum IKH 2 sampai dengan nilai

piksel terbesar yang dihasilkan dari tumpang tindih (overlay). Sebaran nilai piksel

yang dihasilkan dari overlay disajikan pada Gambar 18.

Gambar 18 Grafik sebaran nilai piksel hasil overlay.

Nilai piksel terkecil hasil tumpang tindih adalah sebesar 18,78; nilai

piksel terbesar hasil tumpang tindih adalah sebesar 46,60; nilai rata-rata (Mean)

hasil tumpang tindih adalah 33,58; dan nilai standar deviasi yang dihasilkan

adalah 5,41. Penentuan selang tiap IKH disajikan pada Tabel 11.

Nilai piksel

Jum

lah

p

ikse

l

Page 61: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

44

Tabel 11 Penentuan selang IKH No. Indeks Kesesuaian Habitat Selang

1 IKH 1 18,78 sd. (33,58 5,41)

2 IKH 2 (33,58 5,41) sd. (33,58 + (5,41/2))

3 IKH 3 (33,58 + (5,41/2)) sd. 46,60

Nilai piksel yang semakin tinggi menunjukkan tingkat kesesuaian yang

semakin besar. IKH 1 memiliki selang nilai piksel terkecil sehingga kesesuaian

habitat pada pada IKH 1 adalah rendah. IKH 2 memiliki selang nilai piksel lebih

tinggi dari IKH 1 dan lebih rendah dari IKH 3 sehingga kesesuaian habitat pada

IKH 2 adalah sedang. IKH 3 memiliki nilai piksel tertinggi sehingga kesesuaian

habitat pada IKH 3 adalah tinggi.

Habitat monyet hitam sulawesi dengan kesesuaian tinggi memiliki luasan

5160,96 hektar atau 52,64% dari luas total area penelitian. Untuk kesesuaian

sedang memiliki luas 2843,10 hektar atau 29,00% dari luas area penelitian

sedangkan kelas kesesuaian habitat rendah memiliki luasan terkecil yaitu 204,39

hektar atau 2,08% dari luas area penelitian.

Pada lokasi penelitian terdapat 1595,43 hektar atau 16,27% kawasan

yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kelas kesesuaian habitat (tidak ada

data). Hal ini disebabkan karena pada citra Landsat yang digunakan untuk

membangun model terdapat kawasan yang tertutup oleh awan. Akibat dari tutupan

awan tersebut, nilai NDVI vegetasi di bawahnya tidak dapat ditentukan sehingga

pada wilayah tersebut dikeluarkan dari model. Luasan dan persentase kelas

kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi disajikan pada Tabel 12. Peta

kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi disajikan pada Gambar 19.

Tabel 12 Luas tiap kelas kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi

No. Kelas Kesesuaian Selang Luas (hektar) Persentase (%)

1 Rendah 18,78 – 28,17 204,39 2,08

2 Sedang 28,17 – 36,29 2843,10 29,00

3 Tinggi 36,29 – 46,60 5160,96 52,64

4 Tidak Ada Data - 1595,43 16,27

Page 62: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

45

Gambar 19 Peta kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi.

Page 63: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

46

Pada peta kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi yang disajikan pada Gambar

19 terlihat bahwa habitat dengan kelas kesesuaian tinggi tersebar di seluruh lokasi

penelitian tetapi kondisinya terfragmentasi oleh habitat dengan kelas kesesuaian

sedang dan kelas kesesuaian rendah. Kelas kesesuaian tinggi dengan luasan

terbesar terdapat di sisi utara sampai barat laut Gunung Tangkoko atau sisi utara

Gunung Duasudara.

Karakteristik habitat dengan kesesuaian tinggi di wilayah tersebut

terdapat pada ketinggian 0 meter dpl sampai dengan 950 meter dpl, kemiringan

lereng bervariasi dari datar hingga agak curam, dan nilai NDVI terdapat pada

selang 0,3 0,4 dan lebih dari 0,4. Terdapat 4 aliran sungai pada habitat tersebut

sehingga jarak dari sungai berkisar dari 0-1700 meter. Pada bagian barat habitat

dengan kesesuaian tinggi tersebut berdekatan dengan jalan yang menghubungkan

Kelurahan Batuputih dengan Kelurahan Duasudara sehingga nilai jarak dari jalan

bervariasi dari 0 hingga lebih dari 1700 meter. Kegiatan wisata terpusat pada

daerah taman wisata alam di Kelurahan Batuputih sehingga jarak dari bangunan

didominasi jarak lebih dari 1700 meter.

Habitat dengan kesesuaian tinggi di bagian timur lokasi penelitian juga

terfragmentasi oleh habitat dengan kesesuaian sedang dan rendah yang terdapat di

sekitar Gunung Batuangus. Karakteristik habitat di wilayah tersebut yaitu terdapat

pada ketinggian dibawah 800 meter dengan kemiringan lereng bervariasi dari

datar hingga curam, sedangkan nilai NDVI pada wilayah tersebut bernilai lebih

dari 0,2. Terdapat tiga sungai di wilayah tersebut sehingga jarak dari sungai

didominasi kelas jarak 0-850 meter. Jarak jari jalan didominasi kelas jarak lebih

dari 1700 meter dan jarak dari bangunan terdapat pada kelas jarak lebih dari 1700

meter.

Habitat dengan kesesuaian sedang tersebar di seluruh lokasi penelitian

dan menjadikan habitat dengan kesesuaian tinggi terfragmentasi. Karakteristik

habitat pada kesesuaian sedang adalah terletak pada ketinggian yang bervariasi

mulai dari 0 meter dpl sampai ke puncak gunung, kemiringan lereng bervariasi

dari kelas kemiringan landai sampai sangat curam, nilai NDVI didominasi kelas

nilai 0,1 0,2. Jarak dari sungai bervariasi karena terdapat beberapa aliran sungai

pada habitat dengan kesesuaian sedang tersebut. Jarak dari jalan pada habitat

Page 64: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

47

dengan kesesuaian sedang juga bervariasi karena jalan hanya terdapat pada bagian

barat dan selatan lokasi penelitian. Sedangkan jarak dari bangunan didominasi

oleh kelas jarak lebih dari 1700 meter karena bangunan yang diidentifikasi hanya

yang terletak di kawasan TWA Batuputih saja.

Kelas kesesuaian rendah lebih banyak terdapat di sekitar Gunung

Duasudara dan puncak Gunung Batuangus. Karakteristik habitat dengan

kesesuaian rendah didominasi oleh ketinggian diatas 800 meter, kelas kemiringan

lereng curam sampai sangat curam, dan nilai NDVI 0–0,1. Jarak dari jalan

bervariasi dari 0 meter sampai dengan kurang dari 1700 meter dan jarak dari

bangunan didominasi oleh kelas jarak lebih dari 1700 meter. Kawasan yang tidak

dapat diklasifikasikan ke dalam kelas kesesuaian habitat akibat tutupan awan

terdapat di sekitar puncak Gunung Tangkoko dan Gunung Duasudara.

5.3.2 Validasi Model

Validasi digunakan untuk mengetahui tingkat kepercayaan terhadap

model yang dibangun. Data yang digunakan untuk melakukan validasi adalah data

titik pohon tidur 4 kelompok monyet hitam sulawesi yang telah teridentifikasi dan

titik perjumpaan langsung kelompok monyet yang tidak teridentifikasi sehingga

jumlah total titik untuk validasi adalah 30 titik pohon tidur dan perjumpaan

langsung monyet hitam sulawesi. Titik perjumpaan monyet hitam sulawesi

tersebut didapatkan pada saat yang sama dengan titik pohon pakan untuk

membuat model kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi yaitu dari bulan Juli

sampai Agustus 2009.

Model yang dibangun dapat diterima karena memiliki akurasi

memprediksi habitat monyet hitam sulawesi dengan kesesuaian tinggi sebesar

76,67%. Untuk kelas kesesuaian sedang memiliki nilai validasi 20,00% dan untuk

kesesuaian rendah memiliki nilai validasi 0,00%. Terdapat satu titik perjumpaan

pada kawasan yang tidak dapat diidentifikasi dengan persentase sebesar 3,33%.

Validasi pada tiap kelas kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi di lokasi

penelitian disajikan pada Tabel 13.

Page 65: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

48

Tabel 13 Validasi tiap kelas kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi

No. Kelas Kesesuaian Titik Perjumpaan Persentase (%)

1 Rendah 0 0,00

2 Sedang 6 20,00

3 Tinggi 23 76,67

4 Tidak ada data 1 3,33

Jumlah 30 100,00

5.4 Implikasi Model Kesesuaian Habitat untuk Pengelolaan Kawasan

Taman Wisata Alam dan Cagar Alam

Lokasi penelitian pemodelan kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi

ini merupakan gabungan dari empat kawasan konservasi yang saling menyatu,

yaitu CA Tangkoko, CA Duasudara, TWA Batuputih dan TWA Batuangus.

Awalnya kawasan tersebut diperuntukan sebagai cagar alam yaitu CA Tangkoko

berdasarkan GB. NO. 6 Stbl 1919 dan CA Duasudara berdasarkan SK. Mentan

No. 700/kpts/Um/11/78. Kemudian berdasarkan SK. Mentan No. 1049

/Kpts/Um/12/18 tgl 24-12-1981, pada kawasan cagar alam tersebut dibentuk

kawasan taman wisata alam, yaitu TWA Batuputih dan TWA Batuangus. Empat

kawasan konservasi tersebut berada dibawah pengawasan Seksi Konservasi

Wilayah I Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara.

Perbedaan status kawasan tersebut berpengaruh pada fungsi dan

pengelolaan kawasan. Taman wisata alam yang merupakan kawasan pelestarian

alam memiliki fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pada taman wisata alam dapat

dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan

menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam. Sedangkan cagar alam merupakan

kawasan suaka alam yang diperuntukkan sebagai kawasan perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa

beserta ekosistemnya. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kawasan cagar

alam hanya terbatas pada kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu

pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan yang menunjang budidaya.

Page 66: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

49

Model kesesuaian habitat dan peta kesesuaian habitat yang dihasilkan

dari penelitian kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi dapat digunakan untuk

mengatasi permasalahan yang terjadi pada tiap kawasan konservasi. Masing-

masing kawasan konservasi tersebut berdasarkan peta kesesuaian habitat memiliki

kondisi habitat yang berbeda-beda. Kondisi habitat tersebut dapat diketahui

melalui presentase kelas kesesuaian habitat pada tiap kawasan. CA Tangkoko

memiliki habitat dengan kesesuaian tinggi dengan persentase tertinggi yaitu

79,34% sedangkan CA Duasudara memiliki habitat dengan kesesuaian tinggi

terendah yaitu sebesar 39,83%. Habitat dengan kesesuaian tinggi pada kawasan

TWA Batuputih yaitu sebesar 64,77% dan pada TWA Batuangus sebesar 48,61%.

TWA Batuangus memiliki persentase habitat dengan kelas kesesuaian sedang dan

rendah tertinggi yaitu 40,91% dan 10,48%. Berdasarkan persentase kelas

kesesuaian habitat pada tiap kawasan tersebut terlihat bahwa CA Tangkoko

merupakan kawasan dengan kesesuaian habitat yang paling sesuai untuk monyet

hitam sulawesi sedangkan TWA Batuangus dan CA Duasudara merupakan habitat

yang kurang sesuai untuk monyet hitam sulawesi. Persentase kelas kesesuaian

habitat pada tiap kawasan disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20 Kelas kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi pada tiap kawasan.

CA Duasudara memiliki kawasan yang tidak dapat diklasifikasikan ke

dalam ketiga kelas kesesuaian habitat (32,02%) namun berdasarkan studi literatur

diketahui bahwa kepadatan populasi monyet hitam sulawesi di kawasan

Duasudara lebih rendah dari Tangkoko dan Batuangus (Rosenbaum et al., 1998).

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

TWA Batu

Putih

TWA Batu

Angus

CA

Tangkoko

CA Dua

Saudara

Perse

nta

se

Persentase Kelas Kesesuaian Habitat pada Tiap Kawasan

tdk ada data

Rendah

Sedang

Tinggi

Page 67: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

50

Selain itu, berdasarkan data penggunaan lahan Bapedas Tondano Sulawesi Utara

tahun 2006 (Lampiran 3), tutupan hutan primer dan sekunder di kawasan CA

Duasudara sebesar 46,54%, kawasan CA Tangkoko sebesar 94,02%, TWA

Batuangus sebesar 52,79%, dan TWA Batuputih sebesar 83,29%. Pada kawasan

CA Duasudara terdapat penggunaan lahan berupa pertanian lahan kering dengan

persentase sebesar 20,42% dan permukiman dengan persentase sebesar 0,28%.

Penggunaan lahan berupa pertanian lahan kering juga terdapat di TWA

Batuangus dengan persentase yang lebih kecil yaitu sebesar 5,41%, pada CA

Tangkoko penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering hanya sebesar 0,85%,

dan pada TWA Batuputih tidak ada penggunaan lahan untuk pertanian lahan

kering. Dari kondisi habitat yang terfragmentasi dan kepadatan populasi monyet

hitam sulawesi tersebut terlihat CA Duasudara memiliki tekanan yang paling

besar diantara kawasan lainnya.

Tekanan yang terjadi di CA Duasudara diduga disebabkan karena CA

Duasudara berbatasan dengan 16 kelurahan sedangkan CA Tangkoko, TWA

Batuputih, dan TWA Batuangus berbatasan dengan dua kelurahan sehingga akses

masyarakat terhadap CA Duasudara lebih mudah. Akses yang mudah tersebut

diduga menyebabkan tekanan terhadap monyet hitam sulawesi menjadi semakin

tinggi karena adanya perburuan dan perubahan habitat untuk lahan pertanian.

Perubahan tutupan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian

kemungkinan menyebabkan perubahan terhadap komposisi pakan monyet hitam

sulawesi yang memiliki tingkat adaptasi cukup tinggi terhadap perubahan habitat

sehingga satwa tersebut akan mencari alternatif pakan baru bila pakan alaminya

berkurang. Keadaan tersebut dapat menimbulkan konflik antara monyet hitam

sulawesi dengan masyarakat karena memanfaatkan sumberdaya pertanian yang

sama. Rosenbaum et al. (1998) menduga bahwa tekanan perburuan dan perubahan

habitat yang terjadi di kawasan tersebut akan menyebabkan kepunahan populasi

monyet hitam sulawesi dalam kurun waktu 25-50 tahun apabila tidak ada tindakan

penanggulangan yang dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan.

Bila CA Duasudara memiliki kepadatan monyet hitam sulawesi yang

rendah karena degradasi habitat yang terjadi di kawasan tersebut maka kondisi

yang berbeda terjadi di kawasan TWA Batuputih. TWA Batuputih memiliki

Page 68: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

51

habitat dengan kesesuaian tinggi sebesar 71,30%, habitat dengan kesesuaian

sedang 27,68%, dan habitat dengan kesesuaian rendah sebesar 1,03%. Habitat

dengan kesesuaian sedang dan rendah pada TWA Batuputih terletak di perbatasan

kawasan dengan perkampungan penduduk padahal TWA Batuputih juga

merupakan wilayah jelajah dua kelompok monyet hitam sulawesi, yaitu Rambo 1

dan Rambo 2 yang memiliki ukuran populasi yang besar dan telah terhabituasi

dengan manusia. Pada penelitian Saroyo (2005) disebutkan bahwa populasi

Rambo 1 dan Rambo 2 masing-masing adalah 51 ekor, pada penelitian Newman

et al. (2010) yang dilakukan tahun 2006 sampai 2007 menyebutkan populasi

Rambo 1 sebesar 75 ekor dan Rambo 2 sebesar 65 ekor dan pada saat penelitian

ini dilakukan populasi Rambo 1 mencapai 72 ekor dan Rambo 2 mencapai 64

ekor.

Kedua kelompok monyet hitam sulawesi ini dapat mencapai ukuran

populasi yang besar walaupun dengan kondisi habitat yang rentan terhadap

gangguan karena dekat dengan pemukiman penduduk kelurahan Batuputih diduga

disebabkan karena kedua kelompok tersebut sudah terhabituasi dengan aktifitas

manusia baik terhadap kegiatan wisata maupun pembukaan lahan di kawasan

tersebut. Selain itu tingkat pengamanan dari polisi hutan BKSDA dan kelompok

masyarakat di kawasan taman wisata alam lebih intensif dibandingkan dengan

kawasan cagar alam karena akses kedalam kawasan taman wisata alam lebih

mudah. Keberadaan monyet hitam sulawesi dengan ukuran populasi yang besar

dan telah terhabituasi dengan manusia tersebut telah menimbulkan konflik dengan

masyarakat di sekitar taman wisata alam yang menganggapnya sebagai hama.

Page 69: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

52

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian pemodelan spasial kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi

(Macaca nigra Desmarest, 1822) menghasilkan model kesesuaian habitat sebagai

berikut

Y = (2,399xFkjalan) + (2,399xFksungai) + (2,399xFkNDVI) + (2,399xFktinggi) +

(1,142 xFkbangunan) + (0,957xFklereng).

Faktor habitat yang memiliki pengaruh yang besar terhadap keberadaan monyet

hitam sulawesi adalah jarak dari sungai, nilai NDVI, dan ketinggian sedangkan

faktor gangguan yang memiliki pengaruh yang besar adalah jarak dari jalan.

Habitat monyet hitam sulawesi di lokasi penelitian didominasi oleh

habitat dengan kesesuaian tinggi yaitu seluas 5160,96 hektar atau 52,64% dari

luas total kawasan namun terfragmentasi oleh habitat dengan kesesuaian sedang

(2843,10 hektar) dan habitat dengan kesesuaian rendah (204,39 hektar). Terdapat

1595,43 hektar area penelitian yang tidak termasuk ke dalam ketiga kelas

kesesuaian habitat karena data untuk membangun model di area tersebut tidak

mencukupi. Model kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi dapat diterima

dengan validasi sebesar 76,67% untuk kesesuaian tinggi, dan 20,00% untuk

kesesuaian sedang.

CA Tangkoko merupakan kawasan dengan habitat yang paling sesuai

untuk monyet hitam sulawesi sedangkan TWA Batuangus dan CA Duasudara

merupakan habitat yang kurang sesuai untuk monyet hitam sulawesi.

CA Duasudara merupakan habitat monyet hitam sulawesi yang memiliki tekanan

terbesar.

6.2 Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan monyet hitam

sulawesi pada wilayah Gunung Duasudara dan Gunung Batuangus untuk

lebih meningkatkan kepercayaan terhadap model yang dibangun.

Page 70: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

53

2. Untuk pembangunan model selanjutnya perlu dianalisis faktor LAI (Leaf

Area Index) berdasarkan pengukuran langsung di lapang dan citra Landsat

untuk mengetahui pengaruh tutupan vegetasi terhadap habitat monyet hitam

sulawesi.

3. Perlu adanya pengawasan pada habitat dengan kesesuaian tinggi di seluruh

kawasan Cagar Alam dari perburuan dan pembukaan lahan demi menjaga

kelestarian monyet hitam sulawesi.

4. Perlu adanya pengaturan batas yang jelas seperti pal batas antara kawasan

yang menjadi taman wisata alam dan kawasan cagar alam agar habitat

dengan kesesuaian tinggi di kawasan cagar alam tidak terganggu oleh

kegiatan wisata.

5. Pembinaan habitat dengan kesesuaian sedang rendah di perbatasan kawasan

TWA Batuputih yang memiliki jumlah populasi monyet hitam sulawesi

yang besar untuk menanggulangi masalah monyet hitam sulawesi yang

merusak panen masyarakat.

Page 71: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

54

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas

Kehutanan.

Andita HD. 2008. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan

Kesesuaian Habitat Banteng (Bos javanicus d’alton 1832) di Taman

Nasional Ujung Kulon (Studi Kasus padang Penggembalaan Cidaon)

[Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan IPB.

Cawthon LKA. 2006. Primate Factsheets: Crested black macaque (Macaca nigra)

Taxonomy, Morphology, and Ecology. www.pin.primate.wisc.edu/

factsheets/entry/crested_black_macaque. [25 April 2009]

Chang K. 2004. Introduction to Geographic Information Systems. New York: The

McGraw-Hill Companies.

Dewi H. 2005. Tingkat Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch

Audebert) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak [Tesis]. Bogor:

Sekolah Pascasarjana IPB.

Jaya INS. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan, Panduan

Praktis Menggunakan ArcInfo dan ArcView. Bogor: Fakultas Kehutanan

IPB.

Herdiyanti PR. 2009. Pemetaan Kesesuaian Habitat Rafflesia patma Blume di

Cagar Alam Leuweung Sancang Garut Jawa Barat [Skripsi]. Bogor:

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas

Kehutanan IPB.

Lee RJ. 1999. Market Hunting Pressure in North Sulawesi, Indonesia. Tropical

Biodiversity 6 (1&2):145-162.

Lillesand TM dan FW Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.

Dulbahari R, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation.

Lo CP. 1996. Pengindraan Jauh Terapan. Purbowaseso B, penerjemah. Jakarta:

UI-Press. Terjemahan dari: Applied Remote Sensing.

Lubis MI. 2008. Pemodelan Spasial Habitat Katak Pohon Jawa (Rhacophorus

javanus Boettger, 1893) dengan Menggunakan Sistem Infromasi Geografis

dan Penginderaan Jarak Jauh di Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa

Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya hutan dan

Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.

Page 72: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

55

Newman C, G Assahad, K Hammerschmidt, DP Farajallah, and A Engelhardt.

2010. Loud Call in Male Crested Macaques (Macaca nigra): A Signal of

Dominance in Tolerant Species. Animal Behaviour 79: 187-193.

Nowak RM. 1999. Walker’s Primates of the World. London: The John Hopkins

University Press.

O’Brien TG and MF Kinnaird. 1997. Behavior, Diet and Movements of the

Sulawesi Crested Black Macaque. International Journal of Primatology.

18(3): 321-351.

Pareira YMY. 1999. Karakteristik Habitat Beo Flores (Gracula religiosa

martensi) di Desa Tanjung Boleng, Kabupaten Manggarai, Pulau flores

[Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan IPB.

Prahasta E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung:

Informatika.

Purwadhi FSH. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Grasindo.

Rossenbaum B, TG O’Brien, MF Kinnaird, and J Supriatna. 1998. Population

Densities of Sulawesi Crested Black Macaques (Macaca nigra) on Bacan

Island and Sulawesi, Indonesia: Effect of Habitat Disturbance and Hunting.

American Journal of Primatology 44:89-106.

Rowe N. 1996. The pictorial Guide to the Living Primates. New York: Pogonias

Press.

Rudiansyah. 2007. Pemodelan Kesesuaian Habitat Harimau sumatera (Panthera

tigris sumatrae pocock, 1929) di Resort Ipuh-Seblat, Seksi Konservasi

Wilayah II Taman Nasional Kerinci Seblat [Skripsi]. Bogor: Departemen

Konservasi Sumberdaya hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.

Saroyo. 2005. Karakteristik Dominansi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra)

di Cagar Alam Tangkoko-Batu Angus Sulawesi Utara [Disertasi]. Bogor:

Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Soenarmo SH. 2003. Penginderaan Jarak Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi

Geografi untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: Penerbit ITB.

Supriatna J dan EH Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia.

Jakarta: Yayasan Obor.

Supriatna J dan N Andayani. 2008. Macaca nigra. In: IUCN 2008. 2008 IUCN

Red List of Threatened Species. www.iucnredlist.org. 26 April 2009 .

Page 73: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

56

Tasirin J. 2009. Press Release: Lansekap Tangkoko-Duasudara. www.wcsip.org/press-release-lansekap-tangkoko-duasudara. [8 Januari 2010]

Page 74: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

LAMPIRAN

Page 75: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

57

Lampiran 1 Analisis spasial titik pohon pakan dan perjumpaan monyet hitam sulawesi

No. LAT LON Kode GPS Analisis Spasial Log 10*

jalan sungai tinggi lereng ndvi bangunan jalan sungai tinggi lereng ndvi bangunan

1 +1.5644100 +125.1661600 059 295,47 780,00 25,00 0,00 0,32 254,56 2,47 2,89 1,40 0,00 -0,49 2,41

2 +1.5609400 +125.1777200 063 456,95 551,54 25,00 0,00 0,43 469,57 2,66 2,74 1,40 1,03 -0,37 2,67

3 +1.5573100 +125.1783900 064 764,85 436,81 67,65 10,67 0,46 547,45 2,88 2,64 1,83 0,94 -0,33 2,74

4 +1.5568700 +125.1785100 065 810,56 450,00 77,81 8,69 0,46 488,37 2,91 2,65 1,89 0,85 -0,34 2,69

5 +1.5541000 +125.1781400 066 1046,57 488,37 118,15 7,06 0,46 216,33 3,02 2,69 2,07 0,98 -0,33 2,34

6 +1.5534100 +125.1794300 067 1198,87 330,00 119,74 9,62 0,42 94,87 3,08 2,52 2,08 0,95 -0,37 1,98

7 +1.5599300 +125.1729600 080 313,21 1023,96 30,63 8,86 0,46 301,50 2,50 3,01 1,49 0,00 -0,34 2,48

8 +1.5603500 +125.1800600 086 730,55 283,02 25,00 0,00 0,30 740,95 2,86 2,45 1,40 0,00 -0,53 2,87

9 +1.5575000 +125.1830900 088 1168,46 60,00 25,00 0,00 0,43 684,11 3,07 1,78 1,40 1,11 -0,37 2,84

10 +1.5584900 +125.1641000 092 960,47 611,88 60,97 12,95 0,38 882,84 2,98 2,79 1,79 0,00 -0,41 2,95

11 +1.5583000 +125.1554200 093 258,07 228,47 25,00 0,00 0,32 807,78 2,41 2,36 1,40 0,00 -0,49 2,91

12 +1.5595900 +125.1538900 095 30,00 30,00 25,00 0,00 0,38 630,71 1,48 1,48 1,40 0,00 -0,42 2,80

13 +1.5575900 +125.1542100 097 218,40 90,00 25,00 0,00 0,47 842,14 2,34 1,95 1,40 0,92 -0,33 2,93

14 +1.5555500 +125.1548000 098 465,73 180,00 40,53 8,29 0,42 1086,65 2,67 2,26 1,61 0,87 -0,38 3,04

15 +1.5541400 +125.1771100 100 997,25 606,71 123,33 7,39 0,40 300,00 3,00 2,78 2,09 1,04 -0,39 2,48

16 +1.5559200 +125.1770400 101 804,98 600,00 97,90 10,87 0,43 457,93 2,91 2,78 1,99 0,00 -0,37 2,66

17 +1.5589000 +125.1812900 102 926,12 90,00 25,00 0,00 0,43 758,95 2,97 1,95 1,40 0,00 -0,37 2,88

18 +1.5629800 +125.1579900 105 417,85 0,00 25,00 0,00 0,36 540,83 2,62 0,00 1,40 1,14 -0,45 2,73

19 +1.5510500 +125.1815200 107 1531,18 90,00 127,78 13,81 0,37 308,87 3,19 1,95 2,11 0,84 -0,43 2,49

20 +1.5499100 +125.1809300 108 1611,37 180,00 177,41 6,86 0,42 349,86 3,21 2,26 2,25 0,00 -0,37 2,54

21 +1.5563600 +125.1848800 115 1410,32 268,33 25,00 0,00 0,41 757,17 3,15 2,43 1,40 0,62 -0,39 2,88

Page 76: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

58

Lampiran 1 (lanjutan)

No. LAT LON Kode GPS Analisis Spasial Log 10*

jalan sungai tinggi lereng ndvi bangunan jalan sungai tinggi lereng ndvi bangunan

22 +1.5593500 +125.1593800 119 560,45 90,00 35,25 4,17 0,36 912,41 2,75 1,95 1,55 0,00 -0,45 2,96

23 +1.5607100 +125.1582100 120 420,00 30,00 25,00 0,00 0,33 721,25 2,62 1,48 1,40 0,00 -0,48 2,86

24 +1.5605700 +125.1551200 121 90,00 123,69 25,00 0,00 0,27 540,83 1,95 2,09 1,40 0,00 -0,57 2,73

25 +1.5589400 +125.1539000 122 94,87 42,43 25,00 0,00 0,41 720,62 1,98 1,63 1,40 1,17 -0,39 2,86

26 +1.5608200 +125.1538800 123 30,00 0,00 36,62 14,65 0,30 510,88 1,48 0,00 1,56 0,00 -0,53 2,71

27 +1.5615700 +125.1565600 125 240,00 180,00 25,00 0,00 0,22 534,14 2,38 2,26 1,40 1,24 -0,67 2,73

28 +1.5360600 +125.1763400 126 2952,37 891,96 407,13 17,57 0,50 1859,52 3,47 2,95 2,61 1,19 -0,30 3,27

29 +1.5327200 +125.1783800 127 3339,18 792,02 506,33 15,45 0,47 2191,85 3,52 2,90 2,70 0,00 -0,33 3,34

30 +1.5707700 +125.1640400 138 84,85 42,43 25,00 0,00 0,40 0,00 1,93 1,63 1,40 0,00 -0,40 0,00

31 +1.5568100 +125.1837700 145 1276,32 150,00 25,08 11,83 0,45 700,36 3,11 2,18 1,40 0,00 -0,35 2,85

32 +1.5573800 +125.1850000 147 1355,65 270,00 25,00 0,00 0,15 829,76 3,13 2,43 1,40 0,98 -0,82 2,92

33 +1.5496200 +125.1737400 160 1440,00 960,00 187,17 9,57 0,43 684,76 3,16 2,98 2,27 1,09 -0,37 2,84

34 +1.5527000 +125.1792200 Beringin L 1235,48 360,00 132,07 12,25 0,50 30,00 3,09 2,56 2,12 0,81 -0,30 1,48

35 +1.5601600 +125.1675500 Coro 582,50 1020,00 36,27 6,40 0,43 573,15 2,77 3,01 1,56 0,00 -0,37 2,76

36 +1.5600500 +125.1754900 G 200 324,50 759,54 25,00 0,00 0,44 349,86 2,51 2,88 1,40 0,91 -0,35 2,54

37 +1.5576900 +125.1762900 K -I 400 603,74 666,11 64,39 8,08 0,42 483,74 2,78 2,82 1,81 0,00 -0,37 2,68

38 +1.5594900 +125.1789600 Leu 658,64 364,97 25,00 0,00 0,46 674,17 2,82 2,56 1,40 1,12 -0,34 2,83

39 +1.5579500 +125.1669700 Lou 810,56 917,82 64,12 13,04 0,40 547,45 2,91 2,96 1,81 0,92 -0,40 2,74

40 +1.5541800 +125.1794000 M07 1123,30 342,05 106,54 8,25 0,46 182,48 3,05 2,53 2,03 0,87 -0,33 2,26

41 +1.5554300 +125.1776700 Madu 885,89 540,00 102,38 7,39 0,46 375,90 2,95 2,73 2,01 0,00 -0,34 2,58

42 +1.5665800 +125.1559800 Mangga 108,17 0,00 25,00 0,00 0,43 84,85 2,03 0,00 1,40 0,95 -0,36 1,93

Page 77: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

59

Lampiran 1 (lanjutan)

No. LAT LON Kode GPS Analisis Spasial Log 10*

jalan sungai tinggi lereng ndvi bangunan jalan sungai tinggi lereng ndvi bangunan

43 +1.5588900 +125.1709900 Maombi Rm 510,00 1260,00 47,83 9,00 0,43 216,33 2,71 3,10 1,68 0,00 -0,37 2,34

44 +1.5671200 +125.1681200 Mengkdu 42,43 636,40 25,00 0,00 0,08 123,69 1,63 2,80 1,40 0,93 -1,10 2,09

45 +1.5522400 +125.1695400 mn 1233,29 1149,83 118,24 8,53 0,38 603,74 3,09 3,06 2,07 1,06 -0,41 2,78

46 +1.5532900 +125.1706500 P Maombi 1081,67 1260,36 116,98 11,46 0,35 445,98 3,03 3,10 2,07 0,90 -0,46 2,65

47 +1.5515000 +125.1709600 P Maombi 2 1273,50 1290,00 135,69 7,86 0,41 641,33 3,10 3,11 2,13 0,00 -0,39 2,81

48 +1.5550500 +125.1685800 Phn Mkn Ml 993,18 1050,43 100,00 0,00 0,48 432,67 3,00 3,02 2,00 1,09 -0,32 2,64

49 +1.5521500 +125.1789400 Pkn Pb 1274,56 390,00 146,32 12,25 0,42 42,43 3,11 2,59 2,17 0,00 -0,38 1,63

50 +1.5629400 +125.1738900 Pos 3 0,00 1020,44 25,00 0,00 0,22 0,00 0,00 3,01 1,40 0,00 -0,66 0,00

Page 78: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

60

Lampiran 2 Titik pohon tidur dan perjumpaan monyet hitam sulawesi untuk

validasi

No. Lat Lon Kode GPS

1. +1.5463400 +125.1744300 001

2. +1.5662000 +125.1644200 002

3. +1.5388600 +125.1760300 003

4. +1.5608100 +125.1747300 004

5. +1.5528000 +125.1811000 005

6. +1.5526300 +125.1809400 006

7. +1.5574600 +125.1805700 008

8. +1.5580800 +125.1597700 009

9. +1.5675500 +125.1637100 010

10. +1.5551400 +125.1861900 012

11. +1.5217100 +125.1862700 014

12. +1.5657400 +125.1636400 015

13. +1.5593800 +125.1808600 016

14. +1.5545400 +125.1805100 017

15. +1.5519100 +125.1735900 018

16. +1.5572700 +125.1697300 019

17. +1.5607300 +125.1707000 020

18. +1.5458500 +125.1552800 021

19. +1.5596100 +125.1725700 022

20. +1.5601600 +125.1675500 023

21. +1.5592000 +125.1750900 025

22. +1.5526900 +125.1836700 026

23. +1.5422000 +125.1759400 027

24. +1.5522400 +125.1695400 028

25. +1.5521200 +125.1760000 029

26. +1.5550000 +125.1928500 030

27. +1.5608700 +125.1709400 031

28. +1.5645900 +125.1602400 032

29. +1.5610000 +125.1711500 033

30. +1.5558800 +125.1676300 034

Page 79: PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM ......PEMODELAN SPASIAL HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigraDesmarest, 1822) YOHANA MARIA INDRAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat

61

Lampiran 3 Peta penggunaan lahan di lokasi penelitian tahun 2006