indonesian economic review and outlook no 2 tahun ii/juni 2013

40
INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK Macroeconomic Dashboard Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada No 2/Tahun II/Juni 2013 Kemacetan di Yogyakarta Antrian pembelian BBM Potret kemiskinan di Indonesia

Upload: rosa-kristiadi

Post on 20-Nov-2014

1.380 views

Category:

Education


3 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

INDONESIAN ECONOMIC

REVIEW AND OUTLOOK

Macroeconomic DashboardFakultas Ekonomika dan BisnisUniversitas Gadjah Mada

No 2/Tahun II/Juni 2013

Kemacetan di YogyakartaAntrian pembelian BBM

Potret kemiskinan di Indonesia

Page 2: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Kata PengantarIndonesian Economic Review and Outlook (IERO) merupakan

buletin kuartalan yang diterbitkan oleh Macroeconomic

Dashboard, Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan

Bisnis, Universitas Gadjah Mada (FEB-UGM) yang bekerja

sama dengan PT Bank Mandiri, Tbk.

IERO kali ini mengangkat tema “Ekonomi Indonesia

Tersandera BBM” di tengah tekanan terhadap perekenomian

Indonesia yang masih besar, dibayangi oleh ketidakpastian

ekonomi global. Selain itu, ketidakpastian akan dinaikkannya

harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kian membuat perekonomian Indonesia

tersandera. Kenaikan harga BBM bersubsidi ini bagaikan buah simalakama. Jika harga

BBM bersubsidi dinaikkan, inflasi yang tinggi akan mengancam, namun jika tidak

dinaikkan, keuangan negara akan terbebani, sehingga Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) bisa jebol. Kondisi ekonomi global yang masih penuh

ketidakpastian serta posisi Indonesia yang terjebak dalam dilema BBM bersubsidi akan

memberikan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Hal ini sejalan dengan hasil

prediksi GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI).

GAMA LEI merupakan acuan yang dihasilkan Macroeconomic Dashboard untuk

memprediksi keadaan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Prediksi yang

dihasilkan GAMA LEI telah terbukti benar dan menjadi kenyataan. Dalam edisi-edisi

IERO yang lampau, GAMA LEI telah memprediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi

yang akan dialami Indonesia. Prediksi GAMA LEI saat itu sangat bertolak belakang

dengan proyeksi pemerintah Indonesia, termasuk Bank Indonesia, maupun organisasi

internasional seperti Asian Development Bank, yang menyatakan bahwa perekonomian

Indonesia akan membaik. Realitasnya, prediksi GAMA LEI terbukti benar. GAMA LEI

bertujuan agar para pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis dapat

memantau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan, sehingga mereka

dapat mengantisipasi keadaan ekonomi.

Penerbitan IERO yang menyajikan tema-tema hangat diharapkan dapat membantu para

pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis serta civitas academica

dalam mendapatkan informasi yang aktual terkait perekonomian Indonesia.

Selamat membaca

Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc

Head of Researcher

Macroeconomic Dashboard

Page 3: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

1

Indonesian Economic Review and Outlook

I. Perkembangan Ekonomi Terkini

ertumbuhan ekonomi Indonesia atas dasar berlaku meningkat

dari IDR 1.975,5 triliun pada kuartal I 2012 menjadi IDR 2.146,4 Ptriliun di kuartal I 2013. Sejalan dengan Produk domestik

bruto (PDB) atas dasar harga berlaku, PDB atas harga konstan 2000

juga mengalami peningkatan dari kuartal I 2012 sebesar IDR 633,2

triliun menjadi IDR 662,0 triliun pada kuartal I 2013.

Namun, sebagaimana telah diperkirakan oleh GAMA LEI, acuan yang

dihasilkan Macroeconomic Dashboard untuk memprediksi keadaan

ekonomi Indonesia di masa mendatang, laju pertumbuhan ekonomi

kuartal I 2013 hanya mencapai 6,02%, lebih rendah dibandingkan dari

periode yang sama tahun 2012 yang tercatat sebesar 6,29% ataupun

dibandingkan dengan kuartal IV 2012 yang mencapai 6,1%. Ini sudah

kedua kalinya GAMA LEI mampu memprediksi secara tepat

mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat. Padahal

saat itu pemerintah Indonesia memperkirakan bahwa ekonomi

Indonesia akan menguat. Bank Indonesia bahkan memprediksi

perekonomian Indonesia akan tumbuh 6,2% pada kuartal I 2013

karena ditopang investasi dan konsumsi rumah tangga yang tetap

kuat. Selain itu, GAMA LEI juga berhasil mematahkan prediksi Asian

Development Bank yang menyatakan bahwa perekonomian

Indonesia di tahun 2013 akan membaik dan tumbuh mencapai 6,4%.

Kenyataannya, perekonomian Indonesia di kuartal I 2013 justru lebih

rendah dari perkiraan para analis, sesuai dengan hasil penelitian

GAMA LEI bahwa perekonomian Indonesia di awal tahun 2013 lebih

buruk dari tahun sebelumnya.

Selanjutnya, dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada

kuartal I 2013 didorong oleh hampir semua sektor kecuali sektor

Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh sebesar -0,43% (YoY).

Sementara itu, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi secara

year on year pada kuartal I 2013 adalah sektor Pengangkutan dan

Komunikasi (9,98%), diikuti sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa

Perusahaan (8,35%), dan sektor Konstruksi (7,19%).

Dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada

kuartal I 2013 bersumber dari permintaan domestik yang menurun

dan ekspor yang lemah. Konsumsi Rumah Tangga tumbuh melambat

Page 4: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

2

Perkembangan Ekonomi Terkini

sejalan dengan menurunnya daya beli akibat inflasi bahan makanan

dan meningkatnya ekspektasi inflasi terkait dengan ketidakpastian

kebijakan subsidi bahan bakar minyak. Sementara Konsumsi

Pemerintah tumbuh rendah di awal tahun karena masih terbatasnya

serapan belanja, khususnya belanja barang. Di sisi lain, investasi

cenderung melambat karena prospek permintaan domestik dan

internasional yang lemah. Selain itu, investor diperkirakan mulai

bersikap “wait and see” sejalan dengan mendekatnya Pemilu. Dengan

melambatnya pertumbuhan investasi dan konsumsi, maka impor

mengalami kontraksi. Secara year on year, sepanjang kuartal I 2013

Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar 5,17%, Konsumsi

Pemerintah 0,42%, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 5,90%,

Ekspor 3,39%, dan Impor -0,44% .

Ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2013. Salah

satunya adalah mendorong percepatan penyerapan anggaran

pemerintah yang selama ini masih hanya berkontribusi tipis

terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah harus

mampu menjaga consumer confidence dari masyarakat dengan

menjaga daya beli masyarakat disertai inflasi yang rendah.

Gambar 1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000. Menurut Lapangan Usaha,

Tahun 2005 – 2013* (YoY, dalam %)

Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2013 hanya mencapai 6,02%, tercatat paling rendah dalam tiga

tahun terakhir.

Sumber: BPS dan CEIC (2013)

Page 5: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

3

Indonesian Economic Review and Outlook

Pemerintah juga perlu fokus dalam revitalisasi infrastruktur untuk

meningkatkan investasi. Hal ini sangat mendesak untuk dilakukan

karena investasi tidak semata-mata hanya berkaitan dengan masalah

insentif namun juga berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur

yang memadai, kelembagaan yang mendukung, serta kondisi makro

ekonomi yang baik.

Meskipun pertumbuhan ekonomi melamban, tingkat pengangguran

terbuka (TPT) hingga Februari 2013 mencapai 5,92% atau turun

dibandingkan TPT Agustus 2012 yang tercatat sebesar 6,14%. Begitu

juga bila dibandingkan dengan TPT Februari 2012 yang tercatat

mencapai 6,32%. Penurunan tersebut sebenarnya tidak terlalu besar,

hanya 440 ribu orang, dari 7,61 juta orang pada Februari 2012

menjadi 7,17 juta pada Februari 2013. Apalagi jumlah penduduk

setengah menganggur meningkat, tercatat sebesar 12,77 juta orang

pada Agustus 2012 menjadi 13,56 juta orang pada Februari 2013.

Dari sisi jumlah angkatan kerja, sepanjang Februari 2012 hingga

Februari 2013 tercatat peningkatan angkatan kerja di Indonesia

sebesar 780 ribu orang, dimana pada Februari 2012 angkatan kerja

tercatat sebesar 120,41 juta sedangkan di bulan Februari 2013

jumlahnya naik menjadi 121,19 juta orang. Meskipun jumlah

Gambar 2 : Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000. Menurut Pengeluaran,

Tahun 2005 – 2013* (YoY, dalam %)

Perlambatan PDB Kuartal I 2013 karena ada moderasi pada permintaan domestik dan investasi di tengah

pemulihan ekspor yang masih terbatas

Sumber: BPS dan CEIC

Page 6: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

4

angkatan kerja meningkat, dalam satu tahun terakhir (Februari 2012

hingga Februari 2013) terjadi penurunan tingkat partisipasi

angkatan kerja sebesar 0,45%.

Tingkat partisipasi angkata kerja pada Februari 2013 sebesar 69,2 %

menurun tipis dibanding Februari 2012 sebesar 69,66%. Sementara

bila dibandingkan dengan Agustus 2012 masih cenderung naik

karena pada periode itu tingkat partisipasi angkatan kerja tercatat

sebesar 67,88%.

Gambar 3 : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Indonesia,

Febuari 2005 – Febuari 2013 (dalam %)Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan perbaikan dalam hal jumlah angkatan kerja maupun

penurunan tingkat pengangguran, meskipun jumlah penduduk setengah menganggur meningkat.

Sumber: BPS dan CEIC (2013)

2013

Febuari Agustus Febuari Agustus Febuari

Pertanian 42,48 39,33 41,20 38,88 39,96

Industri 13,70 14,54 14,21 15,37 14,78

Konstruksi 5,59 6,34 6,10 6,79 6,89

Perdagangan 23,24 23,40 24,02 23,16 24,81

Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi 5,58 5,08 5,20 5,00 5,23

Keuangan 2,06 2,63 2,78 2,66 3,01

Jasa Kemasyarakatan 17,02 16,65 17,37 17,10 17,53

Lainnya 1,61 1,70 1,92 1,85 1,81

T O T A L 111,28 109,67 112,80 110,81 114,02

2011 2012Lapangan Pekerjaan Utama

Tabel 1 : Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,

Tahun 2011 – 2013* (dalam juta orang)Hinggal Februari 2013, penyerapan tenaga kerja terbesar masih dikontribusikan oleh sektor Pertanian, Perdagangan,

Jasa Kemasyarakatan, dan sektor Industri .

Sumber : Berita Statistik BPS No 35/05/Th.XVI, 6 Mei 2013

Perkembangan Ekonomi Terkini

Page 7: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

5

Indonesian Economic Review and Outlook

Dilihat dari struktur lapangan pekerjaan hingga Februari 2013

belum ada perubahan yang signifikan, penyerapan tenaga kerja

terbesar masih dikontribusikan dari sektor Pertanian, Perdagangan,

Jasa Kemasyarakatan, dan sektor Industri .

Jika dibandingkan dengan kondisi pada Februari 2012, jumlah

penduduk yang bekerja pada Februari 2013 mengalami kenaikan

terutama di sektor Perdagangan, tercatat naik sebesar 790 ribu orang

(tumbuh sebesar 3,29%). Serupa dengan kondisi sektor

Perdagangan, jumlah penduduk yang bekerja di sektor Konstruksi

pada Februari 2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan

Februari tahun sebelumnya, tumbuh sebesar 12,95%. Penduduk

yang bekerja di sektor Industri juga meningkat, dari 14,21 juta orang

pada Februari 2012 menjadi 14,78 juta orang pada Februari 2013,

atau tumbuh sebesar 4,01%. Sedangkan sektor-sektor yang

mengalami penurunan pada Februari 2013 adalah sektor Pertanian

dan sektor Lainnya yang masing-masing mengalami penurunan

sebesar 3,01% dan 5,73% dibandingkan Februari 2012.

Sejalan dengan menurunnya tingkat pengangguran di Indonesia,

jumlah penduduk miskin turut berkurang. Berdasarkan data

terbaru dari BPS, penduduk miskin di Indonesia pada September

2012 sebanyak 28,59 juta orang (11,66%), turun dibandingkan pada

Febuari 2004 yang mencapai 36,1 juta orang (16,66%). Jika

dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2012,

maka selama satu semester berikutnya terjadi penurunan jumlah

penduduk miskin sebesar 0,54 juta orang.

Namun demikian, perlu diingat bahwa garis kemiskinan yang

dipakai pada September 2012 sebesar IDR 259.520 per kapita per

bulan, naik sebesar 4,35% dibandingkan Maret 2012, jika dicermati

secara kritis tidak mengindikasikan penduduk miskin berkurang.

Sebagai ilustrasi, berdasarkan garis kemiskinan yang ditetapkan

sebesar IDR 259.520 per bulan, berarti satu keluarga yang memiliki

satu orang anak dengan penghasilan tunggal sebesar IDR 800.000

per bulan sudah tidak dikatakan miskin. Padahal, jelas terlihat

bahwa kehidupan keluarga tersebut tentu sangat tidak layak.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2012 –

September 2012, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan

pedesaan sama-sama mengalami penurunan, masing-masing

Page 8: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

6

Tabel 2 : Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Tahun 2004 – 2012

Jumlah penduduk miskin di Indonesia telah menurun selama 5 tahun terakhir. Namun,

kenaikan harga BBM bersubsidi dikhawatirkan akan menyebabkan jumlah penduduk

miskin kembali “meroket”.

Sumber : Berita Statistik BPS No 35/05/Th.XVI, 6 Mei 2013

tercatat sebesar 0,14 juta orang (0,18%) dan 0,40 juta orang (0,42%).

Jika jumlah pengangguran dan penduduk miskin turun, pendapatan

per kapita Indonesia mengalami peningkatan dari USD 3.004,9 di

tahun 2010 menjadi USD 3.596,27 di tahun 2012 (CEIC, 2013).

Namun demikian, kondisi ini tidak boleh membuat kita, khususnya

pemerintah berpuas diri, apalagi kenaikan harga BBM bersubsidi

akan diterapkan dalam waktu dekat. Hal ini tentu saja akan

mendorong naiknya harga, termasuk harga kebutuhan pokok

masyarakat, dan dikhawatirkan akan berimplikasi terhadap

meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia. Meskipun saat ini

pemerintah telah memiliki strategi untuk menekan bertambahnya

angka kemiskinan di Indonesia akibat kenaikan harga BBM

bersubsidi yang rencananya melalui berbagai paket kompensasi,

antara lain bantuan langsung masyarakat miskin (BLSM),

penyaluran beras bersubsidi (raskin), program keluarga harapan

(PKH), serta beasiswa miskin (BSM). Paket bantuan ini ditujukan

untuk melindungi masyarakat yang paling rentan terhadap dampak

kenaikan harga BBM. Namun keefektifan paket kompensasi ini

masih diragukan khalayak ramai. Kompensasi tersebut sering

dianggap sebagai manuver partai politik yang kadernya menjabat di

sejumlah Kementrian.

Tidak ada salahnya kita melihat kembali pengalaman Indonesia di

masa lampau pada saat pemerintah menaikkan harga BBM

Perkembangan Ekonomi Terkini

Page 9: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

7

Indonesian Economic Review and Outlook

bersubsidi dari IDR 1.810/liter pada 1 Januari 2003 menjadi IDR

4.500/liter pada 1 Oktober 2005. Kebijakan tersebut berdampak

terhadap daya beli masyarakat. Daya beli terpukul akibat kenaikan

sejumlah harga yang dipicu oleh meningkatnya ongkos transportasi.

Akibatnya, jumlah penduduk miskin Indonesia turut meningkat

tercatat mencapai 39,3 juta orang (17,75%) pada Maret 2006 naik

signifikan dibandingkan dengan periode Febuari 2005 yang hanya

mencapai 35,1 juta orang (15,97%). Pada saat itu pemerintah juga

telah menjalankan program Bantuan Tunai Langsung (BLT) untuk

membantu rakyat miskin yang terkena imbas naiknya harga BBM.

Namun, upaya tersebut belum memadai untuk mengatasi masalah

kemiskinan secara menyeluruh.

II. Perkembangan Moneter

A. Jumlah Uang Beredar

Secara umum, bank sentral mencatat adanya peningkatan dalam

jumlah uang beredar M1 dan M2 menjadi IDR 836,51 triliun dan IDR

3.364,12 triliun pada April 2013. Jika dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya, M1 dan M2 meningkat masing-

masing sebesar 16% dan 15%.

Semakin banyak jumlah uang yang beredar maka nilai tukar Rupiah

cenderung akan melemah dan harga-harga akan meningkat.

Pertumbuhan jumlah uang beredar yang tinggi sering kali juga

menjadi penyebab tingginya inflasi karena meningkatnya jumlah

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Gambar 4 : Jumlah Uang Beredar, Tahun 2009 – 2013* (dalam IDR Triliun)

Pada April 2013 M1 meningkat 16% dan M2 naik 15% dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

M1 M2IDR TRILYUN

Page 10: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

8

Perkembangan Moneter

uang beredar akan menaikkan permintaan yang pada akhirnya jika

tidak diikuti oleh pertumbuhan di sektor riil akan menyebabkan

naiknya harga.

Laju inflasi Indonesia melambat pada Mei 2013, dipicu oleh turunnya

beberapa harga komoditas. Berdasarkan data yang dirilis BPS, inflasi

umum year on year pada Mei 2013 tercatat mencapai 5,47%, turun

dibandingkan bulan Maret 2013 yang tercatat sebesar 5,57%.

Perlambatan inflasi di bulan Mei 2013 tidak lepas dari kebijakan

Kementrian Perdagangan melalui Peraturan Kementrian

Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan

Impor Produk Holtikultura. Inti dari peraturan tersebut adalah

melonggarkan batasan-batasan untuk beberapa impor produk

pertanian, termasuk bawang putih karena terjadinya kelangkaan

berbagai produk holtikultura. Selain itu, peraturan tersebut

dicanangkan oleh Kementrian Perdagangan Indonesia setelah

Amerika Serikat melaporkan kepada Organisasi Perdagangan Dunia

(WTO) bahwa sistem perizinan impor di Indonesia rumit dan tidak

jelas, sehingga mempengaruhi ekspor pertanian dan perkebunan

Amerika. Sebagaimana diungkapkan oleh Duta Perdagangan

B. Tingkat Inflasi

Gambar 5: Tingkat Inflasi, Tahun 2009 – 2013* (YoY, dalam %)

Indonesia mencatat perlambatan inflasi tahunan setelah pemerintah melonggarkan batasan impor untuk

beberapa produk pertanian.

Sumber : BPS dan CEIC (2013)

-10

-5

0

5

10

15

20

UMUM INTI HARGA DIATUR PEMERINTAH BERGEJOLAK(%)

Page 11: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

9

Indonesian Economic Review and Outlook

Sumber : BPS dan CEIC (2013)

Gambar 6: Tingkat Inflasi Tahun 2009 - 2013* Menurut Kelompok Pengeluaran (MoM, dalam %)

Deflasi yang terjadi pada bulan Mei 2013 karena adanya penurunan harga pada kelompok bahan

makanan dan sandang

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU BAHAN MAKANAN PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN(%)

Amerika Serikat (2013), “peraturan impor Indonesia telah melanggar

kewajiban anggota WTO termasuk perjanjian dalam Tarif dan

Perdagangan tahun 1994”.

Sementara itu, inflasi inti dan bergejolak secara year on year pada Mei

2013 juga mengalami perlambatan masing-masing tercatat sebesar

3,99% dan 12,06% dibandingkan dengan posisinya pada bulan April

2013 yang mencapai 4,12% untuk inflasi inti serta 12,06% untuk

bergejolak.

Jika dibandingkan dengan April 2013, inflasi umum pada Mei 2013

menunjukkan adanya deflasi, tercatat sebesar 0,03% atau terjadi

penurunan Indeks Harga Konsumen dari 138,64 pada April 2013

menjadi 138,60 pada Mei 2013. Deflasi terjadi karena adanya

penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok

sandang, masing-masing tercatat tumbuh sebesar -0,83% dan -1,22%

pada Mei 2013.

Meskipun saat ini laju inflasi mengalami penurunan, dampak dari

kenaikan harga BBM harus diwaspadai jika jadi dinaikkan.

Sebagaimana diprediksi Bank Indonesia, laju inflasi akan bergerak

menjadi 7,76% jika BBM bersubsidi jadi naik. Rencananya, harga

Page 12: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

10

bensin premiun naik menjadi IDR 6.500/liter, sementara solar naik

menjadi IDR 5.500/liter. Namun, hingga saat ini masih belum ada

kepastian terkait respon apa yang akan diambil oleh bank sentral

untuk meredam laju inflasi tersebut.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 13 Juni 2013

memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan pada level 6%.

Seiring keputusan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan BI rate

sebesar 25 basis poin, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS)

memutuskan ikut menaikkan tingat bunga penjaminan sebesar 25

bps untuk periode 15 Juni 2013 hingga 14 September 2013. Dengan

demikian, tingkat bunga penjaminan untuk denominasi rupiah naik

menjadi 5,75%. Keputusan LPS menaikkan tingkat penjaminan

simpanan didasarkan pada kenaikan BI rate sebagai respons

peningkatan ekspektasi inflasi serta untuk memelihara kestabilan

makroekonomi dan sistem keuangan.

Cadangan devisa Indonesia kembali menguat mencapai posisi USD

107,27 miliar pada April 2013, naik dibandingkan bulan sebelumnya

yang hanya tercatat sebesar USD 104,80 miliar. Kenaikan cadangan

devisa tersebut dipicu oleh penerbitan surat utang internasional

(global bond) milik pemerintah pada bulan April 2013. Total

penerbitan surat utang internasional tersebut adalah sebesar USD 3

miliar yang terbagi atas USD 1,5 miliar untuk tenor 10 tahun dengan

kupon 3,34%, dan USD 1,5 miliar untuk tenor 30 tahun dengan kupon

4,63%.

Meskipun cadangan devisa kembali menguat pada April 2013,

namun posisinya masih lebih rendah dibandingkan pada Agustus

2011. Saat itu cadangan devisa Indonesia mencapai USD 124,6 miliar,

rekor tertinggi sejak Indonesia merdeka. Namun pada akhir Mei 2013

kembali turun pada posisi USD 105,149 miliar.

Hingga Mei 2013, pergerakan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh

faktor domestik dan eksternal. Dari sisi eksternal, tekanan terhadap

rupiah berasal dari ketidakpastian kondisi ekonomi negara maju

serta revisi pertumbuhan ekonomi dunia yang dilakukan IMF pada

April 2013. IMF memprediksi ekonomi global akan tumbuh dengan

rata-rata 3,3% pada tahun 2013, turun dari perkiran sebelumnya

C. Tingkat Suku Bunga

Perkembangan Moneter

Page 13: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

11

Indonesian Economic Review and Outlook

Gambar 8 : Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2009 - 2013* (dalam USD Milyar)

Peningkatan cadangan devisa hingga April 2013 ditopang oleh penerbitan obligasi valuta asing

oleh pemerintah

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Gambar 7: Perkembangan BI Rate, Suku Bunga SBI, Deposito, dan Penjaminan,

Tahun 2009 - 2013* (dalam % )Mengikuti pergerakan BI rate, bunga penjaminan simpanan LPS juga naik sebagai respon peningkatan

ekspektasi inflasi dan memelihara kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan.

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Time Deposit N ominal 1 Bulan Tingkat Bunga Penjam inan 3 Bulan BI Rate SBI 9 Bulan(% )

Catatan : BI rate dan suku bunga penjaminan : Oktober 2009 – Juni 2013

SBI rate dan suku bunga deposito : Oktober 2009 – Mei 2013

Page 14: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

12

sebesar 3,5%. Bahkan Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan

global untuk tahun 2013 dari 2,4% pada Januari 2013 menjadi 2,2%

pada Juni 2013. Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global itu

mengindikasikan pemulihan ekonomi yang belum stabil.

Dari sisi domestik, sentimen negatif berasal dari meningkatnya

harga pada Maret 2013 akibat tersendatnya pasokan bahan pangan

dan ketidakpastian kebijakan BBM bersubsidi. Investor asing

melihat ketidakpastian pemerintah Indonesia dalam menaikkan

harga BBM, menyebabkan rupiah kehilangan daya saingnya. Pada

akhir Mei 2013 nilai tukar rupiah secara point to point melemah

sebesar 0,82% (mtm) mencapai IDR 9802 per USD.

Sementara itu, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di bulan

Mei 2013 menunjukkan penguatan. Pada periode tersebut, IHSG

bergerak di kisaran perdagangan di level 5068, meningkat

dibandingkan awal tahun 2013 yang hanya mencapai level 4453, atau

tumbuh sebesar 13,8%. Namun demikian, IHSG masih berpotensi

melemah karena pasar masih diwarnai ketidakpastian akan

penerapan kebijakan BBM subsidi.

Gambar 9 : Nilai Tukar dan Harga Saham, Tahun 2009 - 2013*

Ketidakpastian kenaikan harga BBM subsidi menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar Rupiah

Sumber : Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia dan CEIC (2013)

0

2 000

4 000

6 000

8 000

1 0000

1 2000

1 4000

0

1 000

2 000

3 000

4 000

5 000

6 000

IDX ID R per USD (RH S)IDX

Perkembangan Moneter

Page 15: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

13

Indonesian Economic Review and Outlook

III. Perkembangan Fiskal dan Utang Negara

A. Perkembangan Fiskal

Pada kuartal I tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat

sebesar 6,02%, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,29%. Perlambatan

pertumbuhan ekonomi ini disebabkan oleh masih rendahnya

penyerapan APBN pada kuartal I 2013, berada di bawah 10%.

Turunnya kinerja neraca perdagangan akibat penurunan harga

komoditas dunia juga menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan

ekonomi kuartal I 2013. Kondisi ini kemudian menyebabkan

perubahan asumsi makro yang kemudian diajukan dalam RAPBN-P

2013.

Terdapat perubahan asumsi ekonomi makro yang diajukan dalam

RAPBN-P 2013, pertumbuhan ekonomi turun dari 6,8% menjadi

6,3% yang disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang belum

membaik. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)

meningkatkan asumsi inflasi dari 4,9% menjadi 7,2%. Indonesia

Crude Price (ICP) meningkat dari USD 100 menjadi USD 108, lifting

minyak dari 900 ribu barel per hari menjadi 840 ribu barel per hari,

dan lifting gas dari 1,36 juta barel menjadi 1,24 juta barel per hari.

Selanjutnya, pendapatan negara dalam RAPBN-P 2013 yang

akhirnya disepakati oleh Badan Anggaran DPR dan pemerintah

hingga 14 Juni 2013 juga berubah dari pengajuan pemerintah

sebelumnya. Dalam postur RAPBN-P 2013 yang disepakati,

pendapatan negara ditetapkan sebesar IDR 1.502 triliun, lebih besar

dari pengajuan pemerintah sebelumnya yang tercatat sebesar IDR

1.488 triliun. Dengan demikian, dibandingkan dengan RAPBN-P

Tabel 3 : RAPBN-P 2013

Rencana kenaikan harga BBM menyebabkan peningkatan asumsi inflasi dalam RAPBN-P

Sumber: Kementerian Keuangan (2013)

Page 16: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

14

Perkembangan Fiskal dan Utang Negara

2013 yang pertama kali diajukan, DPR berhasil meminta pemerintah

menambah penerimaan negara sebesar IDR 13,679 triliun. Selain itu,

belanja negara dalam RAPBN-P 2013 disepakati sebesar IDR1.726,19

triliun.

Terkait dengan BBM bersubsidi, penggunaan BBM bersubsidi pada

bulan Maret 2013 sudah 6% melewati kuota yang ditetapkan.

Diperkirakan kuota BBM akan kembali jebol tahun ini hingga

mencapai 48,5 juta kiloliter, padahal dalam APBN 2013 kuota BBM

ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter. Hal ini menjadi salah satu alasan

pemerintah untuk menetapkan pembatasan penggunaan BBM

bersubsidi, mengurangi subsidi BBM untuk menciptakan ruang

fiskal yang lebih sehat dan terjaga.

Pada APBN 2013, total anggaran yang dialokasikan untuk subsidi

BBM sebesar IDR 193,8 triliun. Jumlah ini melebihi separuh dari

seluruh alokasi dana untuk subsidi. Pemerintah pusat

menghabiskan 16,7% belanjanya untuk subsidi BBM. Bahkan jika

dikombinasikan dengan subsidi listrik, jumlahnya mencapai 23,8%

dari APBN. Dana untuk subsidi ini hampir pasti akan lebih besar dari

yang dianggarkan akibat konsumsi yang jauh melebihi kuota.

Hingga pertengahan Juni, pemerintah dan DPR masih membahas

RAPBN-P 2013 terkait wacana penaikan harga BBM.

Alokasi dana untuk subsidi BBM dinilai sudah terlalu besar dan

mengancam keberlanjutan fiskal. Isu keadilan dalam pembelanjaan

anggaran negara turut mencuat. Bayangkan saja, penerimaan negara

yang dihabiskan untuk subsidi BBM yang notabene tidak tepat

sasaran jauh melebihi belanja modal dan bantuan sosial yang

masing-masing hanya IDR184,4 triliun dan IDR73,6 triliun dalam

APBN 2013. Sebagai perbandingan, dana yang dihabiskan untuk

subsidi BBM setara dengan biaya pembangunan 43 Jembatan

Suramadu, 15 proyek MRT di Jakarta, atau 4.845 kilometer jalan tol.

Konsumsi yang membengkak juga kemungkinan besar

meningkatkan defisit APBN yang akan ditutup dengan penerbitan

surat utang.

Terkait dengan wacana kenaikan harga BBM, pemerintah

mengajukan skema kompensasi bagi rakyat miskin. Skema baru ini

diberi nama Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang

Page 17: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

15

Indonesian Economic Review and Outlook

Gambar 10 : Belanja Pemerintah Pusat

Subsidi energi naik dalam RAPBNP 2013

Sumber: Kementerian Keuangan (2013)

pada intinya tidak berbeda dengan BLT yang pernah diberikan

terkait persoalan yang sama. Meskipun program pemerintah ini

rawan diboncengi muatan politik, pemerintah nampaknya tetap

akan melakukannya.

BLSM rencananya akan diberikan kepada rumah tangga miskin,

tujuannya adalah untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang

rentan terhadap kemungkinan adanya kenaikan harga kebutuhan

dasar serta penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat miskin

akibat dari gejolak yang ditimbulkan setelah diterapkannya

kenaikan harga BBM. Alokasi BLSM pada RAPBN-P 2013

dianggarkan sebesar IDR 11,6 triliun yang nantinya akan dibagikan

kepada 15,5 juta rumah tangga sangat miskin (RTSM) sebesar IDR

150 ribu selama 5 bulan. Namun Badan Anggaran DPR memutuskan

BLSM sebesar IDR 9,3 triliun,sehingga tiap RTSM dapat dana

sebesar IDR 150 ribu per bulan selama 4 bulan.

Penerimaan pajak selama ini merupakan andalan utama penerimaan

negara. Namun, target penerimaan pajak pada tahun 2013

diperkirakan mengalami penurunan dari IDR 1.193 triliun

sebagaimana ditetapkan dalam APBN 2013 menjadi IDR 1.139,3

triliun dalam RAPBN-P 2013. Penurunan ini disebabkan antara lain

oleh lambatnya laju ekspor dan melemahnya pertumbuhan ekonomi

nasional akibat tekanan dari ketidakpastian kondisi ekonomi global.

Page 18: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

16

Tabel 4 : Penerimaan Pajak dalam Negeri Periode 1 Januari hingga 30 April

Tahun 2013 (dalam IDR Miliar)

Penghasilan pajak dalam negeri meningkat sebesar 9,04% pada periode 1 Januari

hingga 30 April 2013 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012.

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (2013)

Tabel 4 menjelaskan penerimaan pajak dalam negeri hingga April

2013, tanpa penerimaan cukai. Dibandingkan dengan periode yang

sama tahun 2012, penghasilan pajak dalam negeri meningkat sebesar

9,04% pada periode 1 Januari hingga 30 April 2013. Secara umum

Pajak Penghasilan (PPh) Migas dan Non Migas, Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), serta

Pajak Lainnya mengalami peningkatan pada periode 1 Januari

hingga 30 April 2013 dibandingkan periode yang sama tahun 2012.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi satu-satunya sumber pajak

yang mengalami penurunan sebesar 59%.

Potensi penerimaan negara yang berkurang disertai dengan kuota

subsidi BBM yang melebar perlu diwaspadai. Untuk mengantisipasi

defisit yang semakin besar, penyesuaian anggaran pada APBN-P

2013 dilakukan. Dalam RAPBN-P 2013 pemerintah mengajukan

target defisit sebesar 2,48% dari PDB. Target ini lebih tinggi

dibandingkan dengan defisit anggaran pada APBN 2013 yang

ditetapkan sebesar 1,65% dari PDB.

Tabel 5: Defisit Anggaran dalam APBN dan RAPBN-P 2013 (dalam IDR Miliar)

Defisit anggaran diperkirakan meningkat menjadi 2,48% terhadap PDB

Sumber: Kementerian Keuangan (2013)

Perkembangan Fiskal dan Utang Negara

Page 19: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

17

Indonesian Economic Review and Outlook

Dalam Nota Keuangan dan RAPBN-P 2013, perkiraan penurunan

pendapatan negara diperkirakan sebesar IDR 41.347,7 miliar (2,7%).

Defisit anggaran semakin memburuk karena disertai dengan

peningkatan belanja negara sebesar IDR 39.019,3 miliar (2,3%).

Rencana pembiayaan defisit tersebut akan dibiayai dari peningkatan

pembiayaan dalam negeri sebesar IDR 77.782,7 miliar, meningkat

dari rencana semula sebesar IDR 172.792,1 miliar dalam APBN 2013

menjadi sebesar IDR 250.574,8 miliar. Sedangkan pembiayaan luar

negeri neto akan turun IDR 2.584,3 miliar, dari defisit IDR 19.454,2

miliar menjadi defisit IDR 16.869,8 miliar. Penurunan ini disebabkan

peningkatan penarikan pinjaman luar negeri yang lebih besar

dibanding kenaikan penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan

pokok utang.

B. Perkembangan Utang Negara

Total Surat Berharga Negara (SBN) outstanding yang dapat

diperdagangkan per 31 Mei 2013 mencapai IDR 1.191,22 triliun

meningkat sebesar IDR 124.92 triliun dibandingkan dengan SBN

outstanding per 30 April 2013 yang tercatat sebesar IDR 1.066,30

triliun.

Komposisi SBN outstanding periode Mei 2013 paling besar adalah

obligasi negara dengan tingkat bunga tetap, tercatat sebesar IDR

672,39 triliun. Sementara itu, Surat Perbendaharaan Negara

(SPN/Treasury Bill) pada Mei 2013 tercatat sebesar IDR 22,47 triliun

menunjukkan peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya yang

tercatat mencapai IDR 21,02 triliun. Sedangkan, obligasi negara

Gambar 11 : Komposisi Surat Berharga Negara

Obligasi negara dengan tingkat bunga tetap masih mendominasi penerbitan SBN Indonesia

Sumber: Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan CEIC (2013)

0

1 0 0

2 0 0

3 0 0

4 0 0

5 0 0

6 0 0

7 0 0

8 0 0

9 0 0

S u ra t U ta n g N eg a ra (S U N ) S u ra t P erb en d a h a ra a n N eg a ra (S P N ) O b lig a si N eg a ra (O N )O N : Ta n p a K u p o n O N : T in g k a t B u n g a Teta p O N : T in g k a t B u n g a M en g am ba ng

ID R T riliu n

Page 20: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

18

Perkembangan Internasional

Gambar 12 : Kepemilikan Asing atas Surat Berharga

Total kepemilikan asing atas surat berharga meningkat.

Sumber: Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan CEIC (2013)

0

500

1000

1500

2000

2500

Kepemilikan Asing Atas SBI Kepemilikan Asing Atas Surat Berharga Negara

Kepemilikan Asing Atas Ekuitas Saham Total Kepemilikan AsingIDR Triliun

Catatan : Kepemilikan Asing Atas SBI dan SBN : Mei 2010 s/d Mei 2013

Kepemilikan Asing Atas Ekuitas Saham : Mei 2010 s/d April 2013

dengan tingkat bunga mengambang tidak mengalami perubahan

sepanjang awal tahun 2013 hingga Mei 2013, tercatat mencapai IDR

122,75 triliun.

Total kepemilikan asing atas SBN dan ekuitas saham menunjukkan

peningkatan sepanjang awal tahun 2013 hingga Mei 2013. Total

kepemilikan asing di SBN pada Januari 2013 tercatat sebesar IDR

273,2 triliun, naik menjadi IDR 302,94 triliun di bulan Mei 2013. Jika

dibandingkan dengan Mei 2012, total kepemilikan asing untuk SBN

meningkat sebesar IDR 78,44 triliun pada Mei 2013.

Terkait kepemilikan asing atas SBI, pada Mei 2013 nilai

kepemilikannya mencapai IDR 1.02 triliun, menurun dibandingkan

bulan sebelumnya yang tercatat mencapai IDR 1.65 triliun. Begitu

pula jika dibandingkan dengan keadaan pada Mei 2012, kepemilikan

asing atas SBI pada Mei 2013 tercatat turun sebesar IDR 0,63 triliun.

Hal ini nampaknya masih dipengaruhi oleh 6 months holding period

yang telah diterapkan oleh Bank Sentral sejak 13 Mei 2011.

IV. Perkembangan nternasional

Kinerja neraca perdagangan Indonesia mengalami penurunan pada

April 2013. Neraca perdagangan Indonesia yang semula surplus

USD 0,1 miliar pada Maret 2013, menurun menjadi defisit USD 1,6

Page 21: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

19

Indonesian Economic Review and Outlook

miliar pada April 2013. Penurunan kinerja neraca perdagangan pada

April 2013 terutama disebabkan oleh meningkatnya nilai impor

sebesar 9,6%. Peningkatan nilai impor ditopang oleh peningkatan

impor non migas dari USD 11 miliar menjadi USD 12,7 miliar,

sementara impor migas menurun sebesar USD 0,3 miliar atau 7,7%.

Penurunan ekspor dari USD 15,02 miliar menjadi USD 14,7 miliar

turut menyumbang penurunan neraca perdagangan pada April

2013.

Dibandingkan dengan April 2012, neraca perdagangan Indonesia

memburuk pada April 2013. Defisit neraca perdagangan meningkat

dari USD 0,8 miliar menjadi USD 1,6 miliar. Memburuknya kinerja

neraca perdagangan disebabkan oleh penurunan ekspor sebesar

9,1% yang ditopang oleh penurunan ekspor migas sebesar 32,9% dan

ekspor non migas sebesar 2,4%.

Secara keseluruhan kinerja neraca perdagangan pada periode

Januari - April 2013 mengalami penurunan dibandingkan periode

Januari - April 2012. Neraca perdagangan yang semula surplus USD

2 miliarpada Januari – April 2012 turun menjadi defisit USD 1,9

miliar pada Januari – April 2013. Penurunan neraca perdagangan

masih disebabkan oleh menurunnya nilai ekspor dari USD 64,7

miliar pada Januari – April 2012 menjadi USD 60,1 miliar pada

periode yang sama tahun 2013. Penurunan nilai ekspor ini

menunjukkan bahwa rendahnya daya saing internasional dan

pelemahan perekonomian global masih memukul ekspor Indonesia.

Gambar 13: Neraca Perdagangan Indonesia, Januari 2008 - April 2013

Neraca perdagangan Indonesia kembali defisit.

Sumber: Badan Pusat Statistik dan CEIC (2013)

Page 22: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

20

Perkembangan Internasional

Kinerja neraca perdagangan migas pada April 2013 terus mengalami

penurunan. Defisit neraca perdagangan migas meningkat dari USD 1

miliar pada Maret 2013, menjadi USD 1,2 miliar pada April 2013.

Peningkatan defisit neraca perdagangan migas disebabkan oleh

penurunan nilai ekspor migas dari USD 2,9 miliar pada Maret 2013

menjadi USD 2,4 miliar pada April 2013. Penurunan ekspor migas

disebabkan oleh menurunnya ekspor minyak mentah sebesar 21,9%,

ekspor hasil minyak sebesar 20,47%, dan ekspor gas sebesar 15,9%.

Sementara itu, neraca perdagangan migas pada April 2013 juga

dinilai memburuk jika dibandingkan dengan kondisinya pada

periode yang sama tahun sebelumnya. Defisit neraca perdagangan

migas meningkat dari USD 0,5 miliar pada April 2012 menjadi USD

1,2 miliar pada April 2013.

Sementara itu, penurunan juga terjadi pada harga minyak mentah

Indonesia di pasar dunia yang menurun dari USD 107,42 per barel

pada Maret 2013 menjadi USD 104,19 per barel pada April 2013.

Rata-rata harga minyak mentah utama di pasar internasional pada

April 2013 juga mengalami penurunan, seperti WTI (Nymex) yang

turun dari USD 92,96 per barel menjadi USD 92,07 per barel atau

Brent (ICE) yang turun dari USD 109,54 per barel menjadi USD 103,43

per barel dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan harga minyak

dunia ini sebagai dampak dari kenaikan pasokan minyak mentah

dunia. Produksi minyak dunia meningkat dari 90,83 juta barel per

hari pada Maret 2013 menjadi 91,26 juta barel per hari pada April

2013. Bagi Indonesia, meskipun masih dibawah target produksi

minyak yaitu 900.000 barel per hari, namun produksi minyak rata-

Gambar 14: Neraca Perdagangan Migas Indonesia, Januari 2008 – April 2013

Defisit neraca perdagangan migas masih terus berlangsung.

Sumber: Badan Pusat Statistik dan CEIC (2013)

Page 23: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

21

Indonesian Economic Review and Outlook

rata meningkat menjadi 890.000 barel per hari pada kuartal I 2013.

Secara keseluruhan, terjadi peningkatan defisit neraca perdagangan

migas dari USD 1,1 miliar pada periode Januari-April 2012 menjadi

USD 4,6 miliar pada periode Januari-April 2013. Peningkatan defisit

neraca perdagangan migas ini ditopang oleh meningkatnya impor

migas sebesar 3,2% dan menurunnya ekspor migas sebesar 22,2%.

Neraca perdagangan non migas tercatat defisit USD 0,41 miliar pada

April 2013, memburuk setelah sebelumnya surplus USD 1,1 miliar

pada Maret 2013. Penurunan neraca perdagangan non migas ini

ditopang oleh meningkatnya impor non migas sebesar 15,8%,

meskipun pada bulan yang sama ekspor non migas juga meningkat

sebesar 1,7% .

Jika dibandingkan dengan neraca perdagangan non migas pada

April tahun sebelumnya, maka defisit neraca perdagangan non

migas meningkat dari USD 0,2 miliar pada April 2012 menjadi USD

0,4 miliar pada April 2013. Memburuknya kinerja neraca

perdagangan non migas tersebut disebabkan oleh penurunan kinerja

ekspor sebesar 2,4% dalam kurun waktu April 2012 hingga April

2013.

Secara keseluruhan, kinerja neraca perdagangan non migas pada

April 2013 mengalami penurunan dibandingkan kinerja neraca

perdagangan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Januari-

April 2013, neraca perdagangan non migas tercatat surplus USD 2,7

Gambar 15: Neraca Perdagangan Non-Migas Indonesia, Januari 2008 – April 2013Kinerja neraca perdagangan non migas kembali memburuk

Sumber: Badan Pusat Statistik dan CEIC (2013)

Page 24: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

22

Perkembangan Internasional

miliar, menurun dari neraca perdagangan non migas pada Januari-

April 2012 yaitu surplus USD 3,1 miliar. Penurunan surplus tersebut

didukung oleh penurunan ekspor non migas sebesar 3%

dibandingkan nilai ekspor pada Januari-April 2012.

Selama Januari – April 2013, ekspor dari 10 golongan barang yang

terdiri dari bahan bakar minyak; lemak dan minyak nabati;

mesin/peralayan listrik; karet dan barang dari karet; mesin-mesin/

pesawat mekanik; bijih, kerak dan abu logam; kendaraan dan

bagiannya; pakaian jadi bukan rajutan; alas kaki; dan kayu, barang

dari kayu memberikan kontribusi sebesar 62,10% terhadap total

ekspor non migas.

Pada kuartal I 2013 terjadi penurunan defisit transaksi berjalan

sebesar 31% dari kuartal sebelumnya. Defisit transaksi berjalan

Indonesia tercatat USD 5,3 miliar pada kuartal I-2013, turun

dibandingkan defisit transaksi berjalan pada kuartal IV 2012 yaitu

USD 7,6 miliar. Menurunnya defisit transaksi berjalan ini disebabkan

oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan barang dari USD 0,8

miliar pada kuartal IV 2012 menjadi USD 1,6 miliar pada kuartal I

2013. Penurunan defisit neraca perdagangan jasa dan defisit neraca

pendapatan menopang perbaikan kinerja transaksi berjalan.

Jika dibandingkan dengan kuartal I 2012, maka kinerja transaksi

berjalan dinilai memburuk pada kuartal 1 2013. Defisit transaksi

berjalan meningkat dari USD 3,1 miliar pada kuartal I-2012 menjadi

USD 5,3 miliar pada kuartal I-2013. Meningkatnya defisit transaksi

berjalan pada kuartal I-2013 ditopang oleh penurunan surplus neraca

perdagangan barang sebesar 57% (YoY) dan meningkatnya defisit

neraca perdagangan jasa sebesar 11,5% (YoY).

Kinerja transaksi modal dan finansial dinilai memburuk pada kuartal

I 2013. Transaksi modal dan finansial tercatat turun tajam menjadi

defisit USD 1,4 miliar pada kuartal I 2013 setelah sebelumnya

mengalami surplus USD 11,9 miliar pada kuartal IV 2012. Penyebab

memburuknya kinerja transaksi modal dan finansial disebabkan oleh

menurunnya kinerja investasi lainnya dari surplus USD 7,2 miliar

pada kuartal IV 2012 menjadi defisit USD 7,7 miliar sebagai dampak

dari kenaikan simpanan perbankan domestik di luar negeri.

Page 25: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

23

Indonesian Economic Review and Outlook

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Gambar 17: Transaksi Modal dan Finansial, 2006:Q1 – 2013:Q1Transaksi Modal dan Finansial yang semula surplus menurun drastis menjadi deficit

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Gambar 16: Transaksi Berjalan Indonesia, 2006:Q1 – 2013:Q1Defisit transaksi berjalan kembali menurun

Gambar 18: Neraca Pembayaran Indonesia, 2006:Q1 – 2013:Q1

Neraca pembayaran yang surplus mulai defisit lagi

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2013)

Page 26: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

24

GAMA Leading Economic Indicator

Meningkatnya aset valas perbankan di luar negeri merupakan respon

dari kebijakan BIyang mengambil alih penyediaan sebagian besar

kebutuhan valuta asing (valas) untuk pembayaran impor minyak. Oleh

karena itu, BI melakukan intervensi mengurangi permintaan valas di

pasar sehingga akan mengurangi tekanan pada Rupiah dan

memungkinkan BImemasok valas ke Pertamina dengan kurs tertentu

agar stabilitas rupiah tetap terjaga. Kebijakan BI ini membuat

perbankan memiliki kelebihan likuiditas valas dan menempatkan

likuiditas valasnya ke luar negeri.

Kinerja transaksi modal dan finansial pada kuartal I 2012 dinilai lebih

baik daripada kuartal I 2013. Pada kuartal I 2012 transaksi modal dan

finansial tercatat surplus USD 2,1 miliar. Penyebab utama

memburuknya kinerja transaksi modal dan finansial pada kuartal I 2013

dibandingkan tahun sebelumnya adalah meningkatnya defisit investasi

lainnya dari USD 2 miliar pada kuartal I 2012 menjadi defisit USD 7,7

miliar pada kuartal I 2013.

Kinerja neraca pembayaran Indonesia tercatat mengalami defisit USD

6,6 miliar pada kuartal I 2013 setelah sebelumnya surplus USD 3,2 pada

kuartal IV 2012. Memburuknya kinerja neraca pembayaran pada

kuartal I 2013 disebabkan oleh memburuknya kinerja transaksi modal

dan finansial yaitu defisit USD 1,4 miliar setelah pada kuartal

sebelumnya mengalami surplus USD 11,8 miliar.

Dibandingkan dengan kuartal I 2012, kinerja neraca pembayaran pada

kuartal I 2013 dinilai memburuk. Defisit neraca pembayaran meningkat

dari USD 1 miliar pada kuartal I 2012 menjadi defisit USD 6,6 miliar

pada kuartal I 2013. Memburuknya kinerja neraca pembayaran pada

kuartal I 2013 disebabkan oleh memburuknya kinerja transaksi berjalan

dari defisit USD 3,1 miliar pada kuartal I 2012 menjadi defisit USD 5,3

miliar pada kuartal I 2013, serta memburuknya kinerja transaksi modal

dan finansial dari surplus USD 2,1 miliar menjadi defisit USD 1,4 miliar

pada kuartal I 2013.

V. GAMA Leading Economic Indicator

GAMA LEI sebelumnya telah berhasil memprediksi perlambatan

ekonomi Indonesia sebanyak 2 kali, yaitu pada kuartal IV tahun 2012

dan kuartal I 2013 yang masing-masing year-on-year sebesar 6,11%

dan 6,01%. Prediksi dari GAMA LEI ini berbeda dari prediksi para

Page 27: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

25

Indonesian Economic Review and Outlook

Gambar 19 : GAMA LEI Indonesia Tahun 2000:Q1 – 2013:Q1

analis pada umumnya di mana para analisis memprediksikan

percepatan pada perekonomian Indonesia. GAMA LEI saat ini masih

memprediksikan kinerja perekonomian Indonesia yang

menunjukkan perlambatan pada kuartal II tahun 2013.

Tahun 2013 yang masih diwarnai dengan ketidakpastian ekonomi

global sekaligus merupakan tahun politik bagi Indonesia, saat ini

diwarnai pula oleh ketidakpastian kenaikan harga BBM . Belanja

persiapan pemilihan umum kuartal depan hanya akan menahan

sementara pertumbuhan ekonomi, artinya pertumbuhan tidak

berdasarkan pada pijakan yang kuat. Besaran inflasi sebelum dan

setelah kenaikan harga BBM tahun ini juga patut untuk diwaspadai.

Hal tersebut akan menambah tekanan pada pertumbuhan ekonomi

ke depan. Apalagi proyeksi GAMA LEI periode ini belum

menunjukan titik balik yang mengisyaratkan perekonomian masih

akan bergerak turun semenjak kuartal IV 2012. Nilai tukar rupiah

terhadap dolar yang hampir menembus IDR 10.000 per USD karena

impor migas semakin tinggi, disebabkan jumlah permintaan BBM

dalam negeri semakin tinggi. Tingginya permintaan disebabkan

oleh harga BBM yang murah. Makin tinggi permintaan BBM, makin

banyak impor migas yang dibutuhkan. Dengan demikian kebutuhan

dolar semakin tinggi untuk mengimpor BBM. Akibatnya nilai tukar

rupiah terhadap dolar semakin melemah.

Apabila para pembuat kebijakan masih belum memberikan

kebijakan riil yang pro-pertumbuhan dan kondisi masih sama

dengan periode sebelumnyya, sesuai dengan prediksi LEI,

perekonomian Indonesia kuartal depan diprediksi masih akan terus

melambat. Tentu hal yang diharapkan adalah pertumbuhan

ekonomi ke depan akan berubah arah dan mengalami percepatan.

Page 28: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

26

GAMA LEI merupakan siklus dari indikator komposit yang terdiri

dari indikator-indikator pilihan yang memiliki gerak siklus yang

mendahului gerak siklus bisnis Indonesia (Indonesian Economic

Review and Outlook, Maret 2013). Pembentukan GAMA LEI dilakukan

dengan menganalisis ratusan indikator makro Indonesia baik

internal maupun eksternal. Pemilihan indikator-indikator makro

dilakukan secara ketat, sehingga terbentuk GAMA LEI. Setiap

kuartal selalu diadakan pembaruan indikator, sehingga LEI yang

dibentuk semakin berkembang dan akurat. Siklus bisnis Indonesia

yang didekati dengan menggunakan data terbaru kuartalan PDB

Indonesia tahun 2000–2013 menunjukan pergerakan yang cukup

fluktuatif. GAMA LEI ini mampu memprediksi titik balik dari suatu

siklus bisnis perekonomian. Pada saat krisis ekonomi global 2008,

sinyalemen dari titik balik LEI pada kuartal IV 2007 ini mampu

memprediksi adanya penurunan kinerja perekonomian Indonesia

pada kuartal I 2008

Hasil survey yang melibatkan responden dari dosen-dosen Fakultas

Ekonomika dan Bisnis UGM memberikan gambaran perkiraan

angka indikator ekonomi makro utama yaitu pertumbuhan PDB,

inflasi, dan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika, dari kuartal

II tahun 2013 hingga tahun 2014. Perkiraan pertumbuhan PDB riil

YoY secara umum masih tidak menunjukan optimisme. Untuk

periode kuartal II dan III tahun 2013 pertumbuhan PDB riil

diperkirakan sebesar masing-masing 6,02% ± 0,2% dan 6,05% ± 0,2%.

Perkiraan pertumbuhan PDB dengan melihat perkembangan

perekonomian Indonesia terbaru pada tahun 2013 dan 2014 masing-

masing diprediksi sebesar 6,13% ± 0,22% dan 6,19% ± 0,21%.

Sementara itu, inflasi secara year on year secara umum diperkirakan

meningkat. Hasil survey ini menunjukkan bahwa inflasi untuk

periode kuartal II dan III di tahun 2013 diperkirakan masing-masing

sebesar 5,93% dan 6,12%. Sedangkan, inflasi tahun 2013 diprediksi

mencapai 5,71% dan 5,66% pada tahun 2014.

Selanjutnya, pada edisi IERO sebelumnya, hasil survey

menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika

pada kuartal II 2013 diprediksi akan berada pada kisaran IDR 9.776

per USD. Namun, hasil survey kali ini memperkirakan nilai tukar

Konsensus Proyeksi Indikator Ekonomi Makro

GAMA Leading Economic Indicator

Page 29: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

27

Indonesian Economic Review and Outlook

Rupiah terhadap dolar Amerika semakin melemah. Hal ini tidak

lepas dari tekanan yang dihadapi perekonomian Indonesia serta

ekonomi global yang masih diwarnai ketidakpastian. Sehubungan

dengan hal itu, hasil survey kali ini memperkirakan nilai tukar

Rupiah terhadap dolar Amerika untuk kuartal II 2013 mencapai IDR

9.837 per USD, sedangkan pada kuartal III 2013 diprediksi berada

pada kisaran IDR 9.834 per USD. Sedangkan, nilai tukar Rupiah

terhadap dolar Amerika untuk tahun 2013 diperkirakan berada

dalam kisaran IDR 9.818 per USD dan IDR 9.831 per USD pada tahun

2014.

Tabel 6 : Estimasi PDB (YoY, dalam %)

Sumber: Data primer, diolah (2013)

Tabel 7 : Estimasi Inflasi (YoY, dalam %)

Sumber: Data primer, diolah (2013)

Tabel 8 : Estimasi Nilai Tukar rupiah terhadap dolar AS (IDR per USD)

Sumber: Data primer, diolah (2013)

VI. Isu Terkini

Sejarah Berulang

Untuk kesekian kali, pasca reformasi, bangsa Indonesia terjebak

pada dilemma penurunan subsidi BBM. Berbagai road map

penurunan subsidi BBM telah dibuat oleh para birokrat sejak tahun

2008, namun berbagai road map tersebut bukanlah apa yang

1Oleh Dr. Rimawan Pradiptyo

Menunda Bukanlah Pilihan; Perekonomian Tersandera

“Bom Waktu” Subsidi BBM yang Terus Tumbuh

1 Dr. Deputi Penelitian dan Koordinator Publikasi & Data Penelitian

Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) FEB UGM

Dr. Rimawan Pradiptyo adalah

Page 30: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

28

diinginkan oleh para politisi. Masih segar dalam ingatan kita

bagaimana pemerintah berencana melakukan pengaturan konsumsi

BBM di tahun 2010 dan mulai dilakukan terbatas di Jakarta pada

2011, dan diharapkan terlaksana di seluruh Indonesia pada akhir

2013. Meski demikian rencana ini kandas di tahun 2011 setelah

diketahui banyak SPBU mengalami keterbatasan lahan untuk

instalasi tambahan tanki timbun, ditambah penolakan dari DPR

terhadap hasil penelitian tiga Universitas UGM-ITB-UI.

Tim peneliti UGM-ITB-UI menyatakan bahwa proposal para

birokrat untuk mengatur konsumsi BBM bersubsidi, ataupun

keinginan para politisi untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi,

adalah tidak efisien dan tidak efektif. Biaya pelaksanaan kedua

kebijakan tersebut diestimasi lebih tinggi daripada manfaat

penurunan subsidi BBM yang akan diperoleh. Di sisi lain, kedua

rencana tersebut berpotensi menciptakan konflik horizontal di tiap-

tiap SPBU, antara konsumen dengan pihak pengelola SPBU. Kedua

rencana tersebut memiliki implikasi negatif yaitu pengalihan potensi

konflik dan demonstrasi dari depan Istana Negara dan gedung

DPR/MPR ke SPBU dari Sabang sampai Merauke.

Tim peneliti UGM-ITB-UI mengusulkan penurunan subsidi BBM

sebesar Rp500 rupiah dan dan terus dilakukan secara bertahap

(misalnya 6-12 bulan sekali) hingga harga Premium mencapai harga

keekonomian disertai kompensasi subsidi ke keluarga miskin.

Angka Rp500/liter ditentukan untuk mengakomodasi kepentingan

ekonomi dan juga politik pada saat yang bersamaan. Rencana ini

ditolak oleh DPR, dan para stake holders, termasuk partai politik yang

berkuasa, belum memberikan dukungan yang penuh terhadap

usulan ini.

Di awal 2012, mencuat kembali masalah beban keuangan negara

yang diakibatkan oleh subsidi BBM. Kembali tiga universitas

diminta melakukan kajian kali ini adalah Tim Unpad-ITB-UI dan

diusulkan harga Premium naik Rp1500/liter. Usulan ini ditentang

banyak kalangan, terutama mahasiswa, dan timbullah aksi

demonstrasi di berbagai kota menentang rencana tersebut.

Maraknya reaksi masyarakat saat itu adalah akibat tidak

dipertimbangkannya faktor politik dalam rencana penetapan

kenaikan harga Rp1500/liter. Hal ini berbeda dengan rekomendasi

Tim UGM-ITB-UI yang mempertimbangkan unsur politik dalam

Isu Terkini

Page 31: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

29

Indonesian Economic Review and Outlook

rekomendasi mereka sehingga usul yang diajukan peningkatan

harga Premium sebesar Rp500/liter dan dilakukan pengurangan

subsidi secara berkala.

Kembali, di tahun 2012, partai yang berkuasa ragu-ragu dalam

mengambil kebijakan, dan akhirnya rencana peningkatan harga

subsidi BBM tidak jadi dilakukan. tingginya intensitas diskusi

mengenai rencana peningkatan harga Premium tanpa realisasi yang

jelas, justru memicu laju inflasi yang didasarkan pada expected

inflation yang terbentuk di tingkat pelaku ekonomi, khususnya

pedagang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pradiptyo dkk

(2010) yang menunjukkan bahwa informasi utama pembentuk asa

inflasi (expected inflation) di tingkat pedagang adalah isu tentang

kenaikan harga BBM.

Sejak bulan Februari 2013, kembali beban subsidi BBM terhadap

anggaran pemerintah kembali menyeruak. Defisit APBN di tahun

2011 dan 2012 berturut-turut adalah 1,1% dan 1,84% dari PDB, lebih

rendah daripada pagu maksimal 3% dari PDB. Tahun ini, jika tidak

ada kebijakan penurunan subsidi BBM, maka defisit APBN

diperkirakan mencapai 3,83% dari PDB. Di sisi lain, fakta bahwa

Indonesia adalah negara net importir minyak sejak 2004,

peningkatan konsumsi BBM bersubsidi tentu akan meningkatkan

tekanan terhadap neraca pembayaran karena impor Pertamax tentu 2akan meningkat .

Meski masalah subsidi BBM berulang minimal selama tiga tahun

terakhir, upaya penurunan subsidi BBM ternyata tidak mudah

dilakukan. Pola penanganan selama tiga tahun tidak menunjukkan

perubahan yang signifikan, yaitu selalu bersifat myopic dan

kebijakan didasarkan lebih pada anecdotal evidence (mitos)

dibandingkan dengan hard evidence (realitas).

Kebijakan subsidi BBM pada dasarnya adalah kebijakan yang

memanjakan konsumsi masyarakat golongan menengah ke atas,

dengan dalih melindungi masyarakat berpenghasilan rendah.

Konsumsi BBM bersubsidi adalah fenonema compensated

consumption, artinya berapapun konsumsi BBM bersubsidi, untuk

Subsidi BBM adalah Bom Waktu yang Tumbuh

2. Di pasar international, standar minimum untuk bensin adalah RON 92 atau setara dengan Pertamax. Dengan

demikian, untuk menutup kekurangan produksi dalam negeri, pemerintah perlu mengimpor Pertamax.

Page 32: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

30

kegunaan apapun dan oleh siapapun, akan selalu dipenuhi oleh

pemerintah. Berapapun volume BBM bersubsidi yang keluar dari

tanki Pertamina, di akhir tahun pasti akan ditutup pendanaannya

oleh Pemerintah.

Fenomena compensated consumption dapat digambarkan sebagai

berikut. Bayangkan jika anda memiliki kartu kredit dengan nilai 3kredit yang tidak terbatas . Lalu berikan kartu kredit tersebut

kepada seorang remaja, yang di pagi hari, remaja tersebut diantar ke 4mall yang paling mewah di negeri ini . Berilah pesan kepada remaja

tersebut, bahwa yang bersangkutkan diperkenankan membeli

barang apapun dengan harga berapapun dengan kartu kredit

tersebut, dan nantinya seluruh tagihan kartu kredit akan

ditanggung oleh anda. Di malam hari, ketika mall tersebut akan

tutup dan si remaja anda jemput dan anda mengumpulkan bukti

pembelian dari remaja tersebut, adakah ada orang di muka bumi ini

yang mampu mengestimasi dengan tepat nilai pembelian yang

dilakukan remaja tersebut selama sehari itu? Tentu saja jawabannya

adalah negatif. Ilustrasi ini menggambarkan kompleksitas yang

dihadapi oleh birokrat dalam mengestimasi konsumsi BBM

bersubsidi yang selalu meningkat. Tidaklah mengherankan jika

setiap tahun kuota BBM bersubsidi tidak mudah diperkirakan dan

cenderung selalu melebihi kuota yang telah ditetapkan.

Permasalahannya, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

peningkatan konsumsi BBM bersubsidi? Beberapa faktor yang

mempengaruhi peningkatan konsumsi BBM bersubsidi adalah: 1)

peningkatan aktivitas ekonomi akibat pertumbuhan ekonomi; 2)

kenaikan harga minyak dunia; 3) penguatan nilai tukar mata uang

asing; 4) pengalihan konsumsi dari Pertamax ke Premium; 5)

peningkatan aktivitas pasar gelap untuk keperluan industri; dan 6)

penyelundupan BBM bersubsidi ke negara lain.

Dari enam faktor di atas, hanya faktor pertumbuhan ekonomi yang

merupakan faktor endogen, yang dapat dipengaruhi oleh

pemerintah. Selain itu, kelima faktor lain merupakan faktor eksogen

yang tidak dapat dipengaruhi oleh pemerintah sama sekali. Artinya,

tanpa perubahan kebijakan terhadap subsidi BBM, maka beban

subsidi BBM bukanlah dalam kendali pemerintah, namun justru

3 Jenis kartu kredit seperti ini biasanya berwarna hitam dengan nomor akun yang tidak panjang seperti layaknya

kartu kredit biasa. Keberadaan kartu seperti ini biasanya dimiliki oleh nasabah-nasabah tertentu saja. 4 Di beberapa mall di Jakarta, mobil-mobil mewah seperti Ferarry, Porsche dan Jaguar di jual. Kartu kredit tanpa

batas memungkinkan pembelian mobil-mobil mewah tersebut.

Isu Terkini

Page 33: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

31

Indonesian Economic Review and Outlook

dikendalikan oleh pasar internasional, perilaku masyarakat dalam

mengkonsumsi BBM bersubsidi dan bahkan oleh perilaku pelaku di

pasar gelap dan penyelundup BBM bersubsidi. Artinya, upaya

mempertahankan subsidi BBM justru meletakkan kedaulatan

penyusunan anggaran pembangunan (APBN) kepada pihak asing

dan bahkan kepada para pelaku pasar gelap serta para penyelundup

BBM bersubsidi. Pertanyaan yang harus dijawab kemudian adalah,

bagaimana dengan upaya meningkatkan kemandirian bangsa

dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan pembangunan

ekonomi yang berkelanjutan?

Tidak berlebihan kiranya jika pertumbuhan beban subsidi BBM

terhadap keuangan negara dapat digambarkan sebagai 'bom waktu

yang terus bertumbuh dan siap meledak kapan saja'. Dalam

menghadapi masalah kompleks seperti ini, tentu saja berdiam diri

bukanlah strategi yang optimal, mengingat dampak subsidi BBM

terhadap APBN akan terus tumbuh dan membebani perekonomian.

Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi BBM bersubsidi menciptakan

kerentanan ekonomi karena permintaan terhadap Pertamax impor

akan meningkat sehingga akan memberikan tekanan terhadap

neraca pembayaran dan nilai tukar rupiah.

Permasalahan menjadi semakin kompleks, ketika BBM bersubsidi

tersedia di mana saja dan bisa diakses siapa saja. Tentu saja semakin

tinggi kemampuan daya beli seseorang, semakin besar konsumsi

terhadap bahan bakar, sehingga tidak pelak subsidi BBM lebih

banyak dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke

atas dibandingkan dengan masyarakat berpenghasilan rendah. 5Berbagai hasil penelitian menunjukkan fakta nyata (hard evidence)

bahwa subsidi BBM meningkatkan ketimpangan pendapatan. Data

Kementerian ESDM menunjukkan bahwa proporsi BBM bersubsidi

dinikmati oleh: 1) pemilik mobil (53%) dibandingkan pemilik motor

(47%); 2) masyarakat di Jawa dan Bali (59%); dan 3) angkutan darat

(89%). Tercatat 25% rumah tangga berpenghasilan tertinggi

menikmati 77% subsidi BBM dibandingkan dengan 25% rumah

tangga berpenghasilan terendah yang hanya menikmati 15% subsidi

BBM (Kementerian Keuangan, 2008). 111

Fakta menunjukkan volume konsumsi BBM bersubsidi dan

besarnya subsidi BBM juga ditentukan oleh aktivitas di pasar gelap

5 Lihat Kementerian Keuangan (2008), World Bank (2010),

Page 34: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

32

dan penyelundupan BBM bersubsidi. Kensekuensi dari fakta ini

adalah, semakin besar subsidi BBM yang dikucurkan, semakin besar

subsidi yang diterima oleh para penyelundup dan pelaku di pasar

gelap.

Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa subsidi BBM adalah salah

sasaran. Tidaklah berlebihan jika setiap upaya mempertahankan

subsidi BBM dapat dimaknai sebagai upaya untuk mempertahankan

subsidi kepada rumah tangga berpendapatan menengah ke atas, dan

juga mempertahankan subsidi kepada para penyelundup dan

pelaku pasar gelap BBM bersubsidi. Hal ini sekaligus menepis

anggapan bahwa menaikan harga BBM bersubsidi adalah

mendzolimi rakyat. Fakta menunjukkan masyarakat miskin hanya

menikmati sebagian kecil dari subsidi BBM. Fakta di atas juga

menunjukkan bahwa segala upaya untuk mempertahankan

kebijakan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran tersebut justru

mencederai dan sekaligus mengabaikan rasa keadilan.

Pradiptyo dan Sahadewo (2012) melakukan laboratory-based survey

kepada 335 rumah tangga di Yogyakarta, baik yang tidak memiliki

kendaraan bermotor apapun hingga yang memiliki mobil lebih dari

satu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek yang tidak

memiliki kendaraan bermotor, yang notabene berpendapatan

rendah, lebih mudah menerima penurunan subsidi BBM daripada

subyek yang memiliki mobil. Bagi subyek yang tidak memiliki

kendaraan bermotor, penurunan subsidi BBM secara bertahap

ataupun seketika tidaklah menjadi masalah asal realokasi

penurunan subsidi tersebut dilakukan pada program-program

subsidi spesifik (misalnya vaksin, infrastruktu dan transportasi)

yang manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh rumah tangga.

Sebaliknya, subyek yang memiliki mobil tidak peduli bagaimana

realokasi yang dihasilkan dari penghematan subsidi BBM, yang

mereka pentingkan adalah kebijakan penurunan subsidi BBM harus

dilakukan secara bertahap. Dapat disimpulkan bahwa rumah tangga

dengan pendapatan yang tinggi, yang notabene menikmati lebih

banyak BBM bersubsidi, lebih sulit menerima kebijakan penurunan

subsidi BBM daripada rumah tangga dengan pendapatan rendah.

Pradiptyo (2012a,b) melaporkan bahwa ternyata, di Indonesia, para

koruptor-pun menikmati 'subsidi' akibat hukuman maksimal dalam

UU Anti Korupsi yang terlalu ringan. Didasarkan pada putusan MA

Isu Terkini

Page 35: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

33

Indonesian Economic Review and Outlook

dari tahun 2001-2012 diperoleh hasil bahwa biaya eksplisit korupsi

adalah Rp 168,19 triliun, sementara nilai hukuman finansial hanyalah

Rp 15,09 triliun (harga konstan 2012). Dengan demikian, selisih

diantara kedua nilai tersebut, yaitu sebesar Rp 153,1 triliun, harus

ditanggung oleh masyarakat atau dengan kata lain di negeri ini para

koruptor disubsidi oleh masyarakat

Lengkaplah sudah penderitaan rakyat Indonesia, terutama mereka

yang memiliki penghasilan menengah ke bawah. Idealnya, subsidi

diberikan kepada kelompok masyarakat yang kurang beruntung

dengan pendapatan rendah. Namun fakta di Indonesia justru

sebaliknya. Kebijakan subsidi BBM telah membuat rumah tangga

berpendapatan menengah ke atas, para pelaku pasar gelap dan

penyelundup BBM bersubsidi menikmati sebagian besar subsidi

BBM. Di sisi lain, akibat UU Anti Korupsi, para pembayar pajak yang

budiman, harus menyubsidi para koruptor, yang notabene

berpenghasilan menengah ke atas.

Beban subsidi BBM terhadap perekonomian sebenarnya bisa

diminimasi jika pemerintah dan terutama partai politik memiliki

komitmen kuat untuk memandirikan perekonomian bangsa ini.

Upaya untuk memandirikan perekonomian negara, seringkali

ditundukkan oleh kepentingan politik yang berorientasi jangka

pendek. Di tahun 2005 pemerintah telah meningkatkan harga

Premium hingga 160%, namun di tahun 2008 menjelang Pemilu 2009,

harga Premium dikembalikan lagi ke posisi semula yaitu Rp4500

hingga saat ini.

Adalah akibat faktor kepentingan politik pulalah yang menjadi

pemicu utama mengapa rekomendasi Tim Peneliti UGM-ITB-UI

ditolak oleh DPR di tahun 2011 dan tidak ada komitmen lebih lanjut

dari partai yang berkuasa untuk memperjuangkannya. Hal serupa

berulang lagi di tahun 2012. Saat inipun, upaya untuk menurunkan

subsidi BBM masih terkendala perbedaan pandangan antar partai

politik di Senayan, sehingga prosesnya berlarut-larut dan beresiko

kehilangan momentum yang tepat untuk menurunkan subsidi

tersebut.

Marilah kita berhitung, berapa nilai subsidi yang bisa dihemat

apabila rekomendasi Tim Peneliti UGM-ITB-UI, yaitu peningkatan

Menjaga Momentum

Page 36: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

34

harga BBM bersubsidi sebesar Rp500/liter dan dilakukan kenaikan

bertahap setiap tahun (misalnya setiap tanggal 1 April)? Jika

kebijakan ini dilakukan mulai tahun 2011, maka pada saat ini, harga

Premium tidak lagi Rp4500/liter namun sudah mencapai

Rp6000/liter. Apabila kebijakan ini ditempuh, dengan

mempertimbangkan bahwa elastisitas premium adalah -0,16, dan

diasumsikan elastisitas yang sama terjadi untuk solar, maka total

susbidi yang bisa dihemat mencapai Rp134,23 triliun, dengan

catatan hingga Desember 2013 pemerintah tidak melakukan

kebijakan apapun terkait dengan harga BBM bersubsidi. Apabila di

bulan Juli 2013 Pemerintah meningkatkan harga BBM bersubsidi

menjadi Rp6000/liter, baik untuk solar dan premium, maka

penerapan peningkatan harga Rp500/liter sejak 2011 akan

menghemat sebesar Rp97,42 triliun.

Mari kita bandingkan potensi penghematan tersebut dengan subsidi

pangan dan subsidi pupuk, yang di APBN 2013 berturut-turut hanya

dialokasikan sebesar Rp17,2 triliun dan Rp16,2 triliun. Biaya

operasional UGM sebagai Universitas terbesar di Indonesia dengan

jumlah mahasiswa lebih dari 52.000 mahasiswa, dari D3 hingga S3,

hanyalah sebesar Rp2 triliun/tahun. Marilah kita asumsikan bahwa

biaya operasional ini dinaikkan menjadi Rp3 triliun/tahun untuk

perbaikan sarana dan prasarana pendidikan agar UGM memiliki

kemampuan bersaing dengan universitas-universitas di negara

maju. Didasarkan scenario ini, hanya diperlukan Rp30 triliun/tahun

untuk membuat 10 universitas terbaik di negeri ini berskala sama

dengan UGM mampu menyelenggarakan pendidikan dari D3

hingga S3 gratis!! Bayangkan, hanya dengan Rp30 triliun per tahun,

520 ribu mahasiswa terbaik di negeri ini akan mengenyam

pendidikan gratis!! Inilah biaya minimal yang harus ditanggung

oleh perekonomian akibat keragu-raguan para pengambil

keputusan di negeri ini.

Waktu yang paling tepat untuk menurunkan subsidi BBM adalah

pada bulan Maret, April dan Mei. Didasarkan pada pola inflasi dari

tahun ke tahun, di bulan April tingkat inflasi mencapai titik

terendah, dan mulai meningkat di bulan Mei. Dengan demikian, di

kedua bulan itulah dampak inflasi dari penurunan subsidi BBM

paling layak dilakukan.

Isu Terkini

Page 37: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

35

Indonesian Economic Review and Outlook

Saat ini, upaya penurunan subsidi BBM rencananya akan dilakukan

di bulan Juni, yang sebenarnya bukanlah momen yang ideal untuk

menurunkan subsidi BBM mengingat bulan Ramadhan sudah dekat.

Namun demikian, defisit terhadap APBN dan tenanan neraca

pembayaran tidak lagi memberikan ruang gerak bagi pemerintah

untuk menunda kembali penurunan subsidi BBM untuk ketiga

kalinya berturut-turut. .

Ekonomi Indonesia pada kuartal II 2013 menghadapi banyak ujian

baik yang berasal dari dalam negeri ataupun luar negeri yang

meningkatkan instabilitas ekonomi makro. Aroma pertempuran

politik menghangat dalam pengambilan kebijakan ekonomi

sehingga pemerintah maju mundur dalam memutuskan penurunan

subsidi BBM sampai pertengahan Juni 2013 (batas akhir cetak

IERO), menimbulkan banyak ketidak pastian dalam perekonomian,

menyandera ekonomi Indonesia. Suasana seperti itu ibaratnya

seperti “bom waktu yang tumbuh” menurut Dr. Rimawan

Pradiptyo yang disampaikan dalam Current Issue kali ini. Apalagi

menghangatnya ekonomi politik domestik ditengah kondisi

ekonomi global yang menghadapi ketidak pastian tentang

kelanjutan kebijakan moneter longgar dari bank sentral AS ataupun

Jepang, serta ketidak pastian ekonomi Eropa telah memberikan

dampak yang negatip pada ekonomi Indonesia. Apalagi Bank

Dunia memangkas lagi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2013

dari 2,4% pada Januari 2013 menjadi 2,2% pada Juni 2013, demikian

juga ekonomi RRC yang menjadi motor penggerak utama ekonomi

dunia dipangkas proyeksi laju pertumbuhannya dari 8,4% menjadi

7,7% pada periode yang sama, proyeksi laju pertumbuhan ekonomi

Indonesia juga diturunkan dari 6,3% menjadi 6,2%.

Ditengah-tengah ketidak pastian ekonomi domestik dan global,

GAMA Leading Economic Indicator masih mempredik penurunan laju

pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek ini. Nampaknya

proses penurunan laju pertumbuhan ekonomi masih berlangsung,

seperti proyeksi GAMA LEI pada dua kuartal berturut-turut yang

lalu telah tepat memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia

yang merosot. Demikian juga proyeksi indikator ekonomi utama

hasil konsesus akademisi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

selaras dengan GAMA LEI mempredik memburuknya ekonomi

VII. Economic Outlook

Page 38: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

36

Indonesia, dimana instabilitas ekonomi meningkat dan laju

pertumbuhan ekonomi menurun. Jika kondisi seperti ini terus

berlangsung akan membahayakan pembangunan ekonomi

Indonesia. Oleh karena itu pemerintah diharapkan segera

mengambil keputusan terkait dengan harga BBM bersubsidi, agar

segera bisa menghentikan ketidak pastian yang telah menimbulkan

berbagai spekulasi yang membawa dampak negatif pada

perekonomian. Selain itu otoritas ekonomi serta semua otoritas yang

terkait diharapkan lebih fokus dalam menjaga stabilitas ekonomi

makro dalam jangka pendek ini, jangan sampai suasana politik yang

mulai gaduh merembet ke ekonomi yang berpotensi menimbulkan

instabilitas ekonomi makro dan pemburukan ekonomi.

Economic Outlook

Page 39: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada

37

Indonesian Economic Review and Outlook

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 40: Indonesian Economic Review and Outlook No 2 Tahun II/Juni 2013

INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOKMACROECONOMIC DASHBOARD TEAM

MACROECONOMIC DASHBOARDFAKULTAS EKONOMIKA dan BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADAth

Pertamina Tower Building 4 fl. Room 4.1Jl. Humaniora No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Phone : +62 274 548 517 ext 373Email : [email protected]

Website : www.macroeconomicdashboard.com

,S.E.

S.E.

+62 274 548517 ext 373