ii. tinjauan pustaka a. tepung kulit kacang hijaueprints.mercubuana-yogya.ac.id/2598/3/bab...
TRANSCRIPT
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tepung Kulit Kacang Hijau
1. Karakteristik Kulit Kacang Hijau
Phaseolus radiatus, Linn merupakan nama botani kacang hijau. Kacang
hijau termasuk dalam famili Leguminoceae, sub famili Papillionideae, genus
Phaseolus dan spesies radiatus (Marzuki, 1977). Sebutan kacang hijau lebih
dari satu, diantaranya: mungo, mung bean, green gram, dan mung. Buah
kacang hijau berbentuk pedang-pedangan, kecil memanjang. Warna buahnya
hijau sewaktu masih muda dan nantinya akan berubah menjadi ungu tua
setelah cukup tua. Setiap buah terdapat 5 sampai lebih dari 10 biji kacang
hijau. Biji tersebut ada yang mengkilap dan ada pula yang kusam (Kay, 1979).
Menurut Winarno (2011), tauge adalah kecambah dari biji kacang hijau,
kedelai, atau kacang tunggak yang direndam semalaman. Berdasarkan asal
bahannya, tauge dibagi menjadi 3 jenis, yaitu tauge kedelai, tauge kulup atau
tauge lalap yang berasal dari kacang hijau, dan tauge kacang tunggak. Ketiga
jenis tauge ini kaya akan protein, kalsium, fosfor, dan zat besi.
Komponen karbohidrat merupakan bagian terbesar dibandingkan dengan
komponen-komponen lain yang terdapat pada kacang hijau. Karbohidrat
tersusun atas pati, gula, dan serat kasar (Sathe, 1982). Gula kacang hijau
didapatkan dalam bentuk sukrosa, fruktosa, glukosa, rafinosa, stakiosa, dan
verbaskosa. Pati pada kacang hijau mempunyai daya cerna 99.8% (Sathe,
5
1982), sehingga dapat dikatakan bahwa daya cerna karbohidrat pada kacang
hijau tinggi. Komposisi kimia kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Kacang Hijau Per 100 gram
No. Komposisi Jumlah 1 Energi (Kal) 345 2 Karbohidrat (gram) 62,9 3 Lemak (gram) 1,26 4 Protein (gram) 22,20 5 Kalsium (milligram) 125 6 Fosfor (milligram) 320 7 Besi (milligram) 6,70 8 Vitamin A (IU) 157 9 Vitamin B (milligram) 0,64 10 Vitamin C (milligram) 6 11 Air (gram) 10,0
Sumber : Suprapto dan Suparman, 1982
Kacang hijau merupakan sejenis tanaman budidaya dan palawija yang
dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-
polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-
hari sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau
merupakan sumber protein nabati yang baik, kalsium juga fosfor yang dikenal
baik untuk tulang serta lemak tak jenuh yang tinggi. Selain itu, kacang hijau
juga membantu pemenuhan kebutuhan vitamin B1 dan Tiamin (Belinda,
2009).
Kacang hijau merupakan sumber protein nabati, vitamin (A, B, C, dan E),
serta beberapa zat lain yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, seperti
amilum, besi, belerang, kalsium, lemak, mangan, magnesium, dan niasin.
Selain bijinya, daun kacang hijau muda sering sering dimanfaatkan sebagai
sayuran. Kacang hijau juga dikonsumsi dalam bentuk kecambah (taoge).
6
Pemanfaatan taoge sebagai bahan makanan telah dikenal luas di Indonesia.
Kecambah kacang hijau (taoge) mengandung vitamin E yang tidak ditemukan
pada kacang tanah dan kedelai. Bahkan, nilai gizi kecambah kacang hijau
lebih baik daripada nilai gizi biji kacang hijau (Purwono, 2010).
Kandungan protein yang tinggi pada kacang-kacangan sering
dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas produk pangan atau sebagai
ingredient fungsional. Sifat fungsional protein adalah kumpulan sifat kimiawi
dan fisikawi yang dipengaruhi sifat protein dalam sistem pangan selama
pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi. Sifat-sifat tersebut mempengaruhi
atribut mutu dan organoleptik suatu produk pangan. Kacang hijau merupakan
sumber protein, kalori dan vitamin B kompleks, disamping sebagai sumber
mineral seperti Ca, Fe, dan P (Kanetro, 2006).
Tepung kulit kacang hijau memiliki karakteristik fisik yaitu berwarna
hijau, bersih, tekstur halus dan beraroma khas tepung kulit kacang hijau. Dari
3 kg kulit kacang hijau basah dihasilkan 400 gram kulit tauge kering. Dari
hasil uji laboratorium, kulit kacang hijau yang sudah dikeringkan dan
ditepungkan tersebut masih mengandung protein sebanyak 8,73%, Vitamin B1
sebanyak 0,12%, dan mengandung serat 6,32% dari 100 gram berat yang dapat
dimakan, setelah ditepungkan tepung kulit kacang hijau masih mengandung
kadar air 2,41% (Handayani, 2009).
2. Pembuatan Tepung Kulit Kacang Hijau
Pembuatan tepung kacang hijau ini meliputi beberapa tahap, yaitu
pencucian, pemerasan, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Kulit
7
kacang hijau yang di dapat dalam bentuk basah kemudian dicuci. Proses
pencucian ini dilakukan untuk membersihkan kacang hijau dari kontaminan
fisik, kimia, maupun mikrobiologis. Setelah proses pencucian, kulit kacang
hijau kemudian diperas untuk menghilangkan sisa airnya. Kulit kacang hijau
dikeringkan dengan oven suhu 70oC selama 2 jam. Selanjutnya yaitu proses
penepungan menggunakan alat penggiling. Hasil penggilingan lalu diayak
menggunakan ayakan 60 mesh sehingga dihasilkan tepung kulit kacang hijau
sangrai 60 mesh. Berikut diagram alir proses pembuatan tepung kulit kacang
hijau yang disajikan pada Gambar 1.
Kulit Kacang Hijau
Tepung Kulit Kacang Hijau
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Kulit Kacang Hijau
Pencucian dengan air hingga bersih
Pengeringan dengan oven suhu 70oC selama 2 jam
Pemerasan untuk menghilangkan sisa air
Penepungan dengan mesin penggiling
Pengayakan tepung dengan ayakan 60 mesh
8
B. Cookies
Cookies merupakan sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan
penambahahn bahan makanan lain dengan proses pencetakan dan pemanggangan
(Sondakh, 1999). Cookies berbeda dengan roti karena mengandung lemak lebih
tinggi, sehingga menghasilkan cookies dengan tekstur yang rapuh dan garing.
Cookies yang baik terasa ringan dan rapuh. Ketika membuat cookies tipis,
pembuatan harus diperhatikan secara hati-hati ketika mencampurkan lemak dan
terigu sebelum ditambahkan cairan, sehingga bubuk terigu telah bercampur
dengan lemak dan tidak berubah menjadi gluten. Namun sebaliknya,
mencampurkan terlalu lama membuat cookies menjadi keras (Ngabito, 2014).
Cookies atau kue kering merupakan makanan kecil yang memiliki tekstur
padat, kering, renyah dan menggunakan teknik panggang atau pengovenan serta
mempunyai masa simpan yang lama yaitu lebih dari satu bulan (Putri, 2010).
Biskuit atau cookies merupakan produk kue kering yang terbuat dari bahan utama;
tepung terigu, telur dan margarin dengan tambahan bahan lain seperti coklat,
kacang almond, mede dan lainnya (Syarbini, 2013).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No.01-2973-1992, ada empat
jenis biskuit yaitu: biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Cookies merupakan
produk kue kering yang tidak memerlukan sifat pengembangan yang tinggi seperti
cake (Estiningtyas, 2012). Cookies merupakan salah satu produk yang tahan lama.
Cookies dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama berkisar antara 3-6 bulan.
Secara umum, mutu cookies, yaitu berstruktur renyah, rapuh, kering, berwarna
kuning kecoklatan atau sesuai warna bahan yang digunakan, beraroma harum
9
khas, serta terasa lezat, gurih dan manis. Prinsipnya cookies dibuat dari adonan
tepung, telur, lemak, dan gula yang dicetak dan dibakar. Dua bagian utama dari
proses pembuatan cookies adalah pembuatan adonan dan pembakaran
(Adikhairani, 2012).
Berdasarkan cara pencampuran dan resepnya, cookies digolongkan menjadi
dua yaitu untuk jenis adonan dan jenis busanya (batter type dan foam type).
Cookies jenis adonan meliputi kue kering yang dapat disemprot atau dicetak.
Cookies jenis ini menggunakan bahan dasar tepung terigu, lemak, gula halus, dan
telur. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cookies ini lebih dari 50%
sehingga adonan menjadi lembek dan lembab ketika dibakar. Agar diperoleh
susunan yang baik pada produksi akhir maka ditambahkan beberapa persen
tepung terigu dan telur hal ini membantu untuk mencapai kepadatan adonan yang
sesuai dengan yang diperlukan agar bentuk cookies tetap teguh (Suhardjito, 2006).
C. Proses Pembuatan Cookies
1. Bahan Pembuatan Cookies
Cookies tergolong dalam kelompok makanan yang disebut friable foods
yaitu jenis makanan yang tersusun atas bagian-bagian kecil, biasanya berupa
lapisan tidak teratur dengan ikatan-ikatan longgar dengan yang lainnya karena
adanya ruang udara. Pembuatan cookies ini melalui beberapa tahap yaitu
persiapan bahan, pengocokan dan pencampuran bahan, penggilingan,
pembentukan atau pencetakan dan pembakaran (Anonim, 1983). Berikut ini
resep dasar dari cookies dapat dilihat pada Tabel 2.
10
Tabel 2. Resep Dasar Pembuatan Cookies
Bahan Banyaknya
Tepung terigu 100 gram
Margarin 80 gram
Gula halus 30 gram
Kuning telur 1 butir
Susu bubuk 10 gram
Sumber : Anonim, 2005
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan cookies antara lain :
1. Tepung terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan cookies. Tepung
terigu merupakan bahan olahan dari gandum yang ditumbuk sehingga
memiliki tekstur halus seperti serbuk. Tepung terigu digunakan sebagai bahan
dasar pembuat kue, mie dan roti. Tepung terigu mengandung banyak zat pati,
yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga
mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan
kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu.
Gluten merupakan kompleks protein yang tidak larut dalam air, berfungsi
sebagai pembentuk struktur kerangka produk. Gluten terdiri atas komponen
gliadin dan glutenin yang menghasilkan sifat-sifat viskoelastis. Kandungan
tersebut membuat adonan mampu dibuat lembaran, digiling, ataupun dibuat
mengembang. Menurut Ratnawati (2003), menambahkan bahwa gliadin akan
menyebabkan gluten bersifat elastis, sedangkan glutenin menyebabkan
11
adonan menjadi kuat menahan gas dan menentukan struktur pada produk yang
dibakar. Struktur kimia gluten dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Stuktur Gluten
Gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari
gliadin (20-25%) dan glutenin (35-40%). Pada gluten terdapat 30% asam
amino gluten adalah hidrofobik dan asam-asam amino tersebut dapat
menyebabkan protein menggumpal melalui interaksi hidrofobik serta
mengikat lemak dan substansi non polar lainnya. Proses pencampuran tepung
terigu dengan air dapat menyebabkan bagian-bagian protein yang
mengembang melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi pertukaran sulfydryl-
disulfide yang menghasilkan ikatan seperti polimer-polimer. Polimer-polimer
ini berinteraksi dengan polimer lainnya melalui ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik, dan ikatan disulfide untuk membentuk lembaran film (shhet-like
film) dan memiliki kemampuan mengikat gas yang terperangkap (Fennema,
1996).
Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang mempunyai kandungan
air 14%; kadar protein 8-12%; kadar abu 0,25-1,60%; dan gluten basah 24-
36%. Adanya kandungan tepung terigu tersebut maka fungsi tepung terigu
12
membentuk jaringan dan kerangka dari roti sebagai akibat dari pembentukan
gluten. Protein yang ada di dalam tepung terigu yang tidak larut dalam air
akan menyerap air dan ketika diaduk/diulen akan membentuk gluten yang
akan menahan gas CO2 hasil reaksi ragi dengan pati di dalam tepung.
Tepung terigu mengandung komponen pembentuk gluten sebesar 85%.
Protein yang tinggi dalam suatu bahan makanan akan menyebabkan
berpotensi untuk terjadinya suatu reaksi Maillard yaitu reaksi antara gula
reduksi dan asam amino (protein). Semakin tinggi konsentrasi tepung terigu
maka proses pencoklatan akan semakin cepat terjadi. Berikut komposisi kimia
tepung terigu yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Terigu Per 100 gram
No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 365 2 Karbohidrat (gram) 77,3 3 Lemak (gram) 1,3 4 Protein (gram) 8,9 5 Kalsium (milligram) 1,6 6 Fosfor (milligram) 106 7 Besi (milligram) 1,2 8 Vitamin A (RE) 0 9 Vitamin B (milligram) 0,12 10 Vitamin C (milligram) 0 11 Air (gram) 12,0
Sumber : Anonim, 2005
Berdasarkan kandungan protein, tepung yang beredar dipasaran dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Hard flour, tepung terigu ini berkualitas paling baik, kandungan
proteinnya 12 -13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan
roti dan mie berkualitas tinggi, contohnya tepung cakra kembar.
13
b. Medium hard, terigu jenis ini mengandung protein 9,5 – 11%. Tepung ini
banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie, dan macam-macam kue,
serta biskuit, contohnya tepung segitiga biru.
c. Soft flour, terigu ini mengandung protein 7 – 8,5%. Penggunaannya cocok
sebagai bahan pembuat kue dan biskuit, contohnya terigu kunci biru
(Astawan, 1999).
Menurut Suhardjito (2006), untuk menghasilkan cookies yang bermutu
tinggi yang ideal dan cocok adalah tepung terigu jenis lunak, tepung terigu
jenis ini mengandung gluten yang rendah, karena pada dasarnya dalam
pembuatan kue kering tidak memerlukan elastisitas maupun ekstensibilitas
dari gluten.
Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung
protein rendah yang kandungan glutennya hanya 8-9%. Gluten merupakan
protein elastis yang umumnya terkandung pada roti, biskuit, pasta, sereal, mie
dan semua jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu. Dalam proses
pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan
menjadi elastis, sehingga mudah dibentuk. Komponen pembentuk gluten
mengandung 75-80% protein yang terbentuk dari gliadin dan glutenin.
Gliadin dan glutenin bergabung membentuk gluten sangat lengket.
Tepung terigu mengandung karbohidrat yang tinggi, pada saat Baking
maka karbohidrat akan mengalami proses browning atau pencoklatan karena
karbohidrat terutama glukosa dan fruktosa akan kehilangan air menghasilkan
glukosan dan fruktosan dengan adanya perubahan warna coklat
14
(Nataliningsih, 2005). Berikut syarat mutu tepung terigu sebagai bahan
makanan berdasarkan SNI 01-3751-2006 yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat Mutu Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan No. Jenis uji Satuan Persyaratan 1 1.1 1.2 1.3
Keadaan Bentuk Bau Warna
- - -
serbuk normal (bebas dari bau asing) putih, khas terigu
2 Benda asing - tidak ada
3 Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak
- tidak ada
4 Kehalusan, lolos ayakan 212 μm No. 70 (b/b)
% min. 95
5 Kadar air (b/b) % maks. 14,5 6 Kadar abu (b/b) % maks. 0,6 7 Kadar protein (b/b) % min. 7,0 8 keasaman mg KOH/100g maks. 50
9 Falling number (atas dasar kadar air 14%)
detik min. 300
10 Besi (Fe) mg/kg min. 50 11 Seng (Zn) mg/kg min. 7,0 12 Vitamin B1 (thiamin) mg/kg min. 2,5 13 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg min. 4 14 Asam folat mg/kg min. 2 15 15.1 15.2 15.3
Cemaran logam Timbal (Pb) Raksa (Hg) Tembaga (Cu)
mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 1,00 maks. 0,05 maks. 10
16 Cemaran Arsen mg/kg maks. 0,50 17 17.1 17.2 17.3
Cemaran mikroba Angka lempeng total E.coli Kapan
koloni/g APM/g koloni/g
maks. 106 maks. 10 maks. 104
Sumber: SNI 01-3751-2006 Fungsi utama tepung dalam pembuatan cookies adalah untuk membentuk
kerangka kue. Berdasarkan jenis tepung yang digunakan (kandungan protein
15
dan gluten rendah), maka ada atau tidaknya kandungan gluten didalam tepung
tidak berpengaruh pada cookies yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan
pada dasarnya cookies tidak memerlukan proses pengembangan adonan dalam
pembentukannya. Jika digunakan bahan pengembang pada pembuatan cookies
berfungsi untuk menambah volume dan membantu merenyahkan tekstur
cookies (Surjani, 2009).
2. Margarin
Jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies adalah
margarin. Margarin merupakan lemak nabati yang terbuat dari minyak kelapa
sawit, memiliki kadar lemak berkisar 80-85%. Menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-3541-1994), margarin adalah produk makanan berbentuk
emulsi padat atau semipadat yang dibuat dari lemak nabati dan air dengan
atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (Fajiarningsih, 2013).
Lemak pada kondisi suhu ruang dalam keadaan padat, sedangkan minyak
dalam keadaan cair. Sumber lemak dapat terbuat dari nabati (tumbuhan)
seperti kelapa sawit, biji kapas, kacang, zaitun, wijen, jagung, kedelai, dan
bunga matahari. Sedangkan sumber lemak kedua, yaitu lemak hewani dalam
bentuk lard (gajih) yang berasal dari lemak babi, lemak sapi, kambing, domba
dan lemak susu sebagai bahan dasar pembuatan butter (Syarbini, 2013).
Menurut Utomo (2005), margarin adalah lemak nabati yang berasal dari
minyak kelapa sawit yang telah di-hydrogenated, memiliki kadar lemak
berkisar 80-85%. Margarin merupakan komponen penting dalam pembuatan
kue kering karena dalam adonan cookies menggunakan margarin lebih dari
16
50%. Penggunaan margarin dalam kue kering berpengaruh pada teksturnya
lebih kokoh dan berbentuk, dan aromanya tak segurih bila menggunakan
lemak mentega (Vivi, 2011).
Rasa cookies dan kelezatannya ditentukan oleh jenis lemak dan jumlah
lemak yang digunakan. Lemak yang digunakan selain murah juga
mendapatkan hasil yang cukup baik adalah campuran dari berbagai jenis
lemak, misal mentega atau margarin (Sutomo, 2011). Lemak atau shortening
adalah penambah lemak atau minyak untuk melembutkan roti, kue, dan
sebagainya atau untuk menggoreng (Prakoso, 2011). Berikut komposisi kimia
margarin yang disajikan pada Tabel 5
Tabel 5. Komposisi Kimia Margarin Per 100 gram
No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 720 2 Karbohidrat (gram) 0,6 3 Lemak (gram) 81 4 Protein (gram) 0,4 5 Kalsium (milligram) 20 6 Fosfor (milligram) 16 7 Besi (milligram) 0 8 Vitamin A (RE) 2000 9 Vitamin B (milligram) 0 10 Vitamin C (milligram) 0 11 Air (gram) 15,5
Sumber : Anonim, 2005
Fungsi dari margarin dalam pembuatan cookies yaitu menambah nilai gizi,
menimbulkan rasa lezat, sebagai bahan pengempuk, membantu
mengembangkan susunan cookies yang dibakar, sebagai bahan pewangi,
melembabkan adonan dan menghambat pembusukan, margarin juga berfungsi
17
sebagai pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur produk yang renyah
(Suhardjito, 2006).
3. Gula halus
Gula dalam pengertian sehari-hari adalah gula pasir yang diperoleh dari
tanaman tebu atau bit. Gula pasir mengandung 99,9% sakarosa murni.
Sakarosa adalah gula tebu atau gula bit yang telah dibersihkan. Selain
memberikan rasa manis, gula juga berfungsi sebagai pengawet karena
memiliki sifat higroskopis. Kemampuannya menyerap kandungan air dalam
bahan pangan bisa memperpanjang masa simpan (Saparinto, 2007). Berikut
komposisi kimia gula halus yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Kimia Gula Halus Per 100 gram
No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 364 2 Karbohidrat (gram) 94 3 Lemak (gram) 0 4 Protein (gram) 0 5 Kalsium (milligram) 5 6 Fosfor (milligram) 1 7 Besi (milligram) 0,1 8 Vitamin A (RE) 0 9 Vitamin B (milligram) 0 10 Vitamin C (milligram) 0 11 Air (gram) 5,4
Sumber: Anonim, 2005
Gula yang digunakan dalam pembuatan cookies yaitu gula yang
butirannya benar-benar halus, seragam, tidak menggumpal dan berwarna
putih bersih. Sebelum digunakan untuk memastikan gula benar-benar halus
maka dilakukan pengayakan terlebih dahulu. Penggunaan gula yang terlalu
banyak akan menghasilkan cookies yang kurang lembut atau lebih keras
18
akibat reaksi mengembangnya gluten tepung. Fungsi gula dalam pembuatan
cookies yaitu memberi rasa manis, memberi aroma dan warna pada cookies
(Indriani, 2005).
Menurut Mudjajanto (2004) jenis gula yang biasanya ditambahkan dalam
pembuatan kue adalah sebagai berikut:
a. Gula sukrosa, adalah gula yang berasal dari tebu yang diekstraksikan dan
dikristalkan sampai membentuk padat serta mempunyai derajat kemanisan
100%. Contoh : gula castor, gula pasir, dan gula icing.
b. Gula cokelat (brown sugar), adalah gula yang diperoleh dari molasses
yang belum dimurnikan yang dapat berasal dari nira kelapa dan tebu yang
diproses dengan cara tradisional.
c. Dextrosa atau glukosa, adalah gula yang diperoleh dari hidrolisis pati
jagung atau singkong dan mempunyai derajat kemanisan 75%.
d. Laktosa (gula susu), adalah gula yang diperoleh dari susu dan mempunyai
derajat kemanisan 39%.
e. Maltosa, adalah gula yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan derajat
kemanisan 30%.
f. Gula invert, adalah gula yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan
menggunakan enzim amilase kemudian terisomerisasi sehingga terbentuk
glukosa dan fruktosa. Gula ini mempunyai derajat kemanisan lebih besar
dari 100%.
19
4. Telur ayam
Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan yang
memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi
masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena
mengandung zat–zat gizi yang sangat baik dan mudah dicerna. Telur
mempunyai kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan protein yang
lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung didalamnya juga tinggi.
Fungsi dari telur yaitu menambah nilai gizi, untuk membentuk struktur
dan kekokohan cookies, memberi rasa gurih, memberi aroma, memperbaiki
warna cookies yang dihasilkan. Telur yang digunakan dalam pembuatan
cookies adalah telur ayam yang berkualitas baik artinya utuh kulitnya, tidak
retak dan kuning telurnya berada ditengah antara putih telur yang masih
kental. Telur juga digunakan untuk pemoles permukaan cookies sebelum
dioven agar cookies yang dihasilkan tidak pucat atau mengkilapkan cookies
(Soepomo, 2001). Berikut komposisi kimia telur disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi Kimia Telur Per 100 gram
No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 361 2 Karbohidrat (gram) 0,7 3 Lemak (gram) 81 4 Protein (gram) 16,3 5 Kalsium (milligram) 147 6 Fosfor (milligram) 586 7 Besi (milligram) 7,2 8 Vitamin A (RE) 2000 9 Vitamin B (milligram) 0,27 10 Vitamin C (milligram) 0 11 Air (gram) 49,4
Sumber: Anonim, 2005
20
Menurut Surjani (2009), apabila dalam adonan menggunakan putih telur
yang banyak maka produk yang dihasilkan akan lebih keras teksturnya.
Apabila kuning telur yang digunakan lebih banyak akan menghasilkan produk
yang lembut dan empuk. Kuning telur mengandung lecithin yang berfungsi
sebagai emulsifier.
5. Susu
Susu merupakan bahan pangan yang komposisi gizinya paling lengkap,
dibanding bahan pangan lainnya. Susu merupakan emulsi dari bagian lemak
yang sangat kecil di dalam larutan protein, gula dan mineral (Aceng, 2008).
Biasanya yang digunakan dalam membuat cookies adalah susu bubuk full
cream dan susu bubuk skim. Fungsi susu bubuk dalam pembuatan cookies,
diantaranya untuk menambah nilai gizi, menambah aroma dan rasa,
membantu membentuk tekstur, serta memberi warna pada cookies karena
pengaruh laktosa dalam susu (Paran, 2008). Berikut komposisi kimia susu
bubuk yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi Susu Bubuk Per 100 gram
No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 362 2 Karbohidrat (gram) 52 3 Lemak (gram) 1 4 Protein (gram) 35,6 5 Kalsium (milligram) 1300 6 Fosfor (milligram) 1030 7 Besi (milligram) 0,6 8 Vitamin A (RE) 0 9 Vitamin B (milligram) 0 10 Vitamin C (milligram) 70 11 Air (gram) 3,5
Sumber: Anonim, 2005
21
Menurut Manley (2001), susu yang biasa digunakan dalam pembuatan
cookies berbentuk serbuk dan memiliki aroma khas yang kuat. Susu berfungsi
memperbaiki tekstur, memberikan aroma dan memperbaiki warna permukaan.
Laktosa yang terkandung di dalam susu merupakan disakarida pereduksi yang
jika dikombinasi dengan protein melalui reaksi Maillard dan proses
pemanasan akan memberikan warna coklat yang menarik pada permukaan
setelah dipanggang.
2. Proses Pembuatan Cookies
Pembuatan cookies dimulai dengan pencampuran seluruh bahan.
Pencampuran bahan dibagi menjadi dua tahap, yaitu pencampuran bahan-
bahan pembuat krim (creaming method) dan pencampuran bahan kering.
Menurut Matz (1978), ada dua cara pembuatan krim, yaitu two-stage method
dan three-stage method.
Proses pembuatan krim two-stage method adalah pembuatan krim dengan
mencampur lemak, gula, emulsifying agent dan komponen minor lainnya
selain pengembang menjadi satu. Pencampuran dilakukan selama 4-10 menit
sampai bahan padatannya terlarut dan membentuk krim. Pencampuran ini
tergantung dari kecepatan mixer yang digunakan. Setelah krim tercampur
merata, tepung dan bahan pengembang yang telah dicampurkan secara kering
dimasukkan ke dalam krim.
Three-stage method adalah metode pembuatan krim dengan membedakan
penambahan pewarna (colorant), flavor (flavouring agent). Langkah pertama
pembuatan krim diawali dengan mencampurkan bahan-bahan cair (liquid
22
materials) seperti lemak, air, dan shortening. Selanjutnya, ditambahkan
dengan bahan pewarna, flavor dan garam, dilanjutkan dengan penambahan
bahan pengembang dan tepung.
Proses pembuatan cookies berbahan dasar tepung kulit kacang hijau ini
menggunakan two-stage method dalam pembuatan krim. Menurut Manley
(2001) pengertian konsistensi adonan (dough consistency) adalah keadaan
yang menyatakan sifat-sifat softness, stickiness, elastisitas dan extensibility.
Adonan yang dicetak kemudian dipanggang pada suhu 150oC selama 25
menit.
Suhu dan lama pemanggangan ini merupakan suhu pemanggangan terbaik
yang didapatkan setelah dilakukan trial error pada berbagai suhu dan lama
pemanggangan. Menurut Manley (2001), ada 3 perubahan yang terjadi selama
proses pemanggangan, yaitu: 1) Peningkatan ketebalan sebagai akibat dari
pengembangan struktur internal adonan; 2) Perubahan warna pada permukaan
produk (misalnya: reddish brown colouration) karena adanya reaksi Maillard;
3) Pengeluaran uap air. Cookies yang selesai dipanggang kemudian
didinginkan di suhu ruang untuk memberikan kesempatan air menguap
sebelum dikemas ke dalam plastik polypropylene (PP).
Proses pemanggangan akan menyebabkan penurunan nilai gizi bahan yaitu
kerusakan vitamin yang tidak tahan panas, misalnya vitamin C dan thiamin.
Perubahan akibat pemanggangan dipengaruhi oleh kondisi proses (suhu dan
waktu) serta jenis bahan yang dipanggang (Muchtadi, 2010). Selama proses
pemanggangan cookies terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang kompleks,
23
yaitu adonan berubah menjadi ringan, berpori, dan beraroma. Pada saat proses
pemanggangan, terjadi penurunan kadar air sebanyak 70%-90%, protein
sebanyak 10%-15%, dan kadar abu serta mineral sebanyak 0,5%. Selain itu,
akan terjadi perubahan struktur adonan akibat reaksi fisik, kimiawi, dan
biokimia yaitu terjadi pengembangan volume, pembentukan crust (kulit),
inaktivasi mikroba dan enzim, denaturasi protein, dan gelatinisasi sebagian
pati. Perubahan-perubahan struktur tersebut disertai pembentukan senyawa-
senyawa cita rasa dari gula yang mengalami karamelisasi membentuk
pirodekstrin dan melanoidin, serta pembentukan aroma dari senyawa-senyawa
aromatik yang terdiri dari aldehid, keton, berbagai ester, asam, dan alkohol
(Rahma, 2015)
3. Syarat Mutu Cookies
Biskuit dapat dikelompokkan menjadi biskuit keras, crackers, cookies,
dan wafer. Cookies yang bermutu baik umumnya mempunyai bentuk yang
seragam, teksturnya rapuh, warna kung kecoklatan dan cita rasanya khas
(Matz, 1962). Syarat mutu cookies yang telah ditetapkan oleh Departemen
Perindustrian tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI
01.2973.1992) dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini. Mutu cookies dapat
ditinjau dari dua aspek yaitu aspek inderawi (subyektif) dan aspek sifat
tersembunyi (obyektif).
24
Tabel 9. Syarat Mutu Kue Kering
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kue Kering
1
Keadaan: 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna
Normal Normal Normal
2 Kadar air (b/b) % Maks. 5 3 Kadar abu (b/b) % Maks. 2 4 Kadar protein (b/b) % Min. 6 5 Kadar Lemak (b/b) % Min. 8 6 Kadar Karbohidrat (b/b) % Min. 70 7 Asam Lemak Bebas (b/b) % Maks. 1 8 Bilangan Peroksida mEq/kg Maks. 6
9
Cemaran Logam: 8.1 Kadmium (Cd) 8.2 Timah (sn) 8.3 Merkuri (hg) 8.4 Timbal (pb)
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks. 0,2 Maks. 40 Maks. 0,05 Maks. 0,5
10 Cemaran Arsen (as) Mg/kg Maks. 0,1
11
Cemaran Mikroba: 10.1 Angka Lempeng Total 10.2 Escherichia coli 10.3 Salmonella sp 10.4 Bacillus cereus 10.5 Kapang dan Khamir
Koloni/g Per g Per 25g Koloni/g Koloni/g
Maks. 1x104 Maks. 10 Negatif Maks. 1x102 Maks. 1x104
Sumber: SNI 01-2973-1992
1. Mutu cookies ditinjau dari aspek inderawi (subyektif)
Penilaian mutu cookies ditinjau dari aspek sifat karakteristik bahan
pangan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu
warna, aroma, tekstur, dan rasa (Kartika, 1988).
1.1 Warna
Menurut Winarno (2000), salah satu penentuan mutu suatu bahan
pangan yang dapat dipertimbangkan adalah faktor warna. Pengaruh
suhu pemanggangan terhadap warna dari suatu bahan makanan
disebabkan oleh adanya warna gelap yang timbul akibat reaksi
25
pencoklatan non enzimatis atau reaksi maillard. Warna hijau
kecoklatan pada cookies yang dihasilkan setelah proses pemanggangan
merupakan hasil reaksi pencoklatan non enzimatis atau reaksi maillard.
Reaksi pencoklatan dapat didefinisikan sebagai urutan peristiwa yang
dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptida, atau
protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula, yang diakhiri
dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau
melanoidin, sehingga pada suhu tinggi mencapai 100°C akan
menghasilkan warna coklat pada permukaan bahan (Gracia, 2009).
1.2 Aroma
Aroma cookies didapat dari bahan-bahan yang digunakan, yang
dapat memberikan aroma tersendiri atau dengan menambah bahan
pemberi aroma seperti susu, vanili atau essen. Sehingga dapat
menghasilkan aroma cookies yang harum.
Timbulnya aroma atau bau dikarenakan adanya zat bau yang
bersifat volatil (mudah menguap). Protein yang terdapat dalam bahan
akan terdegradasi menjadi asam amino oleh adanya panas. Reaksi
antara asam amino dan gula akan menghasilkan aroma, sedangkan
lemak dalam bahan akan teroksidasi dan dipecah oleh panas sehingga
sebagian dari bahan aktif yang ditimbulkan oleh pemecahan itu akan
bereaksi dengan asam amino dan peptida untuk menghasilkan aroma
(Mutiara, 2012).
1.3 Tekstur
26
Cookies yang baik mempunyai tekstur yang halus, renyah, ringan,
tidak hancur bila dipotong dan permukaan cookies tidak merekah.
Tekstur cookies dipengaruhi oleh penggunaan lemak. Jenis lemak yang
digunakan adalah margarin, fungsi margarin dapat membuat tekstur
cookies menjadi lebih lembut dan renyah. Margarin dapat memperbaiki
tekstur produk akhir. Hal ini disebabkan lemak mempunyai
kemampuan dalam memerangkap udara sehingga saat proses
pencampuran bahan-bahan (mixing) udara akan terperangkap dalam
adonan (Nurbaya, 2013). Penggunaan margarin yang terlalu banyak
akan menyebabkan cookies menjadi melebar saat dipanggang,
sedangkan penggunaan margarin yang terlalu sedikit akan membuat
cookies menjadi kasar dimulut (Fajiarningsih, 2013).
Menurut Pangaribuan (2013), tekstur renyah pada cookies
ditentukan oleh kandungan gluten dalam bahan. Pada perlakuan
konsentrasi 30%, tepung terigu yang digunakan lebih banyak
dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga gluten yang terdapat
didalamnya semakin tinggi. Semakin tinggi gluten dalam bahan maka
semakin tinggi pula kemampuannya dalam menyerap air pada
permukaan bahan sehingga kadar air bahan semakin tinggi dan
menghasilkan tekstur yang renyah.
1.4 Rasa
Rasa cookies cenderung lebih dekat dengan aroma. Rasa cookies
yang baik adalah manis, gurih, dan sesuai dengan bahan yang
27
digunakan dalam membuat adonan. Menurut Kartika (1988), rasa suatu
bahan pangan merupakan hasil kerjasama beberapa indera antara lain
indera penglihatan, pembauan, pendengaran dan perabaan. Rasa
merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen
terhadap produk pangan. Atribut rasa yang terbentuk meliputi manis,
asam, asin, dan pahit.
2. Mutu cookies ditinjau dari aspek sifat tersembunyi (obyektif)
Penilaian mutu cookies ditinjau dari aspek ini dapat dilakukan secara
laboratoris dengan analisis kimia.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Cookies
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas cookies yaitu :
1. Pemilihan bahan
Bahan yang tidak baik kualitasnya akan menghasilkan cookies yang tidak
baik pula. Pemilihan bahan harus diteliti antara lain dengan memperhatikan
warna, aroma, kebersihan dan umur.
2. Penimbangan bahan
Proses penimbangan bahan harus dilakukan dengan tepat dan menggunakan
alat ukur yang standar. Penimbangan bahan yang dilakukan tidak tepat akan
menyebabkan kegagalan dalam pembuatan cookies.
3. Pencampuran bahan
Bahan-bahan yang telah ditimbang dicampur secara rata (homogen) untuk
mendapatkan adonan yang bagus. Ketika mencampur adonan tidak boleh
28
terlalu lama, karena jika terlalu lama, adonan akan lembek, sehingga adonan
tidak dapat dicetak.
4. Pencetakkan adonan
Pencetakan adonan yang terlalu tebal akan menjadikan kue kurang bagus
bentuknya dan tekstur bagian dalam kurang kering sedangkan jika pencetakan
terlalu tipis mengakibatkan kue cepat gosong. Ukuran tebal cookies harus
sama yaitu 0,5–1cm, bila akan dioven, hal ini bertujuan untuk mencegah
kehangusan, mencegah perbedaan warna, mempengaruhi tingkat kematangan
serta tekstur cookies yang dihasilkan.
5. Pemanggangan
Suhu pembakaran tergantung pada tebal tipisnya adonan. Suhu yang terlalu
panas akan mengakibatkan kue terbentuk sebelum menyebar. Suhu yang
terlalu rendah akan mengakibatkan kue terlalu banyak menyebar, sehingga
terlalu banyak air yang hilang karena pembakarannya terlalu lama, selain itu
aroma dan rasa juga menjadi hilang. Oven dipanaskan 10–15 menit sebelum
adonan dipanggang agar suhu stabil atau ketika suhu mencapai 150oC selama
20 menit (Fajiarningsih, 2013).
Bahan penunjang dapat menentukan mutu cookies yang dihasilkan, ukuran
perbandingan dan pemilihan bahan harus secara teliti. Adanya peralatan akan
mempermudah dan mempercepat proses pengolahan. Akan tetapi yang digunakan
untuk membantu proses pengolahan harus diperhatikan kelakayan dan higienisnya
peralatan. Peralatan yang sudah rusak, berkarat, tidak bersih dan berjamur akan
menghasilkan kualitas yang kurang baik pada cookies misalnya aroma tidak
29
harum, cepat tengik, tidak tahan lama, dan berbahaya bila dikonsumsi
(Saksono,1986).
Penyimpanan cookies harus dilakukan dalam keadaan dingin (tidak panas).
Penyimpanan cookies didalam toples akan lebih menarik dibandingkan disimpan
didalam mika plastik namun apabila toples yang digunakan kurang bersih, tidak
kering dan retak akan mengurangi daya tahan cookies menjadi tidak tahan lama
dan aroma khas cookies akan hilang (Anonim, 1990)
E. Hipotesis
Substitusi tepung kulit kacang hijau diduga berpengaruh terhadap sifat fisik,
tingkat kesukaan serta komposisi kimia cookies yang disukai.