ii. tinjauan pustaka a. tepung kulit kacang hijaueprints.mercubuana-yogya.ac.id/2598/3/bab...

26
4  II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tepung Kulit Kacang Hijau 1. Karakteristik Kulit Kacang Hijau Phaseolus radiatus, Linn merupakan nama botani kacang hijau. Kacang hijau termasuk dalam famili Leguminoceae, sub famili Papillionideae, genus Phaseolus dan spesies radiatus (Marzuki, 1977). Sebutan kacang hijau lebih dari satu, diantaranya: mungo, mung bean, green gram, dan mung. Buah kacang hijau berbentuk pedang-pedangan, kecil memanjang. Warna buahnya hijau sewaktu masih muda dan nantinya akan berubah menjadi ungu tua setelah cukup tua. Setiap buah terdapat 5 sampai lebih dari 10 biji kacang hijau. Biji tersebut ada yang mengkilap dan ada pula yang kusam (Kay, 1979). Menurut Winarno (2011), tauge adalah kecambah dari biji kacang hijau, kedelai, atau kacang tunggak yang direndam semalaman. Berdasarkan asal bahannya, tauge dibagi menjadi 3 jenis, yaitu tauge kedelai, tauge kulup atau tauge lalap yang berasal dari kacang hijau, dan tauge kacang tunggak. Ketiga jenis tauge ini kaya akan protein, kalsium, fosfor, dan zat besi. Komponen karbohidrat merupakan bagian terbesar dibandingkan dengan komponen-komponen lain yang terdapat pada kacang hijau. Karbohidrat tersusun atas pati, gula, dan serat kasar (Sathe, 1982). Gula kacang hijau didapatkan dalam bentuk sukrosa, fruktosa, glukosa, rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa. Pati pada kacang hijau mempunyai daya cerna 99.8% (Sathe,

Upload: others

Post on 10-Jan-2020

37 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

4  

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tepung Kulit Kacang Hijau

1. Karakteristik Kulit Kacang Hijau

Phaseolus radiatus, Linn merupakan nama botani kacang hijau. Kacang

hijau termasuk dalam famili Leguminoceae, sub famili Papillionideae, genus

Phaseolus dan spesies radiatus (Marzuki, 1977). Sebutan kacang hijau lebih

dari satu, diantaranya: mungo, mung bean, green gram, dan mung. Buah

kacang hijau berbentuk pedang-pedangan, kecil memanjang. Warna buahnya

hijau sewaktu masih muda dan nantinya akan berubah menjadi ungu tua

setelah cukup tua. Setiap buah terdapat 5 sampai lebih dari 10 biji kacang

hijau. Biji tersebut ada yang mengkilap dan ada pula yang kusam (Kay, 1979).

Menurut Winarno (2011), tauge adalah kecambah dari biji kacang hijau,

kedelai, atau kacang tunggak yang direndam semalaman. Berdasarkan asal

bahannya, tauge dibagi menjadi 3 jenis, yaitu tauge kedelai, tauge kulup atau

tauge lalap yang berasal dari kacang hijau, dan tauge kacang tunggak. Ketiga

jenis tauge ini kaya akan protein, kalsium, fosfor, dan zat besi.

Komponen karbohidrat merupakan bagian terbesar dibandingkan dengan

komponen-komponen lain yang terdapat pada kacang hijau. Karbohidrat

tersusun atas pati, gula, dan serat kasar (Sathe, 1982). Gula kacang hijau

didapatkan dalam bentuk sukrosa, fruktosa, glukosa, rafinosa, stakiosa, dan

verbaskosa. Pati pada kacang hijau mempunyai daya cerna 99.8% (Sathe,

5  

1982), sehingga dapat dikatakan bahwa daya cerna karbohidrat pada kacang

hijau tinggi. Komposisi kimia kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Kacang Hijau Per 100 gram

No. Komposisi Jumlah 1 Energi (Kal) 345 2 Karbohidrat (gram) 62,9 3 Lemak (gram) 1,26 4 Protein (gram) 22,20 5 Kalsium (milligram) 125 6 Fosfor (milligram) 320 7 Besi (milligram) 6,70 8 Vitamin A (IU) 157 9 Vitamin B (milligram) 0,64 10 Vitamin C (milligram) 6 11 Air (gram) 10,0

Sumber : Suprapto dan Suparman, 1982

Kacang hijau merupakan sejenis tanaman budidaya dan palawija yang

dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-

polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-

hari sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau

merupakan sumber protein nabati yang baik, kalsium juga fosfor yang dikenal

baik untuk tulang serta lemak tak jenuh yang tinggi. Selain itu, kacang hijau

juga membantu pemenuhan kebutuhan vitamin B1 dan Tiamin (Belinda,

2009).

Kacang hijau merupakan sumber protein nabati, vitamin (A, B, C, dan E),

serta beberapa zat lain yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, seperti

amilum, besi, belerang, kalsium, lemak, mangan, magnesium, dan niasin.

Selain bijinya, daun kacang hijau muda sering sering dimanfaatkan sebagai

sayuran. Kacang hijau juga dikonsumsi dalam bentuk kecambah (taoge).

6  

Pemanfaatan taoge sebagai bahan makanan telah dikenal luas di Indonesia.

Kecambah kacang hijau (taoge) mengandung vitamin E yang tidak ditemukan

pada kacang tanah dan kedelai. Bahkan, nilai gizi kecambah kacang hijau

lebih baik daripada nilai gizi biji kacang hijau (Purwono, 2010).

Kandungan protein yang tinggi pada kacang-kacangan sering

dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas produk pangan atau sebagai

ingredient fungsional. Sifat fungsional protein adalah kumpulan sifat kimiawi

dan fisikawi yang dipengaruhi sifat protein dalam sistem pangan selama

pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi. Sifat-sifat tersebut mempengaruhi

atribut mutu dan organoleptik suatu produk pangan. Kacang hijau merupakan

sumber protein, kalori dan vitamin B kompleks, disamping sebagai sumber

mineral seperti Ca, Fe, dan P (Kanetro, 2006).

Tepung kulit kacang hijau memiliki karakteristik fisik yaitu berwarna

hijau, bersih, tekstur halus dan beraroma khas tepung kulit kacang hijau. Dari

3 kg kulit kacang hijau basah dihasilkan 400 gram kulit tauge kering. Dari

hasil uji laboratorium, kulit kacang hijau yang sudah dikeringkan dan

ditepungkan tersebut masih mengandung protein sebanyak 8,73%, Vitamin B1

sebanyak 0,12%, dan mengandung serat 6,32% dari 100 gram berat yang dapat

dimakan, setelah ditepungkan tepung kulit kacang hijau masih mengandung

kadar air 2,41% (Handayani, 2009).

2. Pembuatan Tepung Kulit Kacang Hijau

Pembuatan tepung kacang hijau ini meliputi beberapa tahap, yaitu

pencucian, pemerasan, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Kulit

7  

kacang hijau yang di dapat dalam bentuk basah kemudian dicuci. Proses

pencucian ini dilakukan untuk membersihkan kacang hijau dari kontaminan

fisik, kimia, maupun mikrobiologis. Setelah proses pencucian, kulit kacang

hijau kemudian diperas untuk menghilangkan sisa airnya. Kulit kacang hijau

dikeringkan dengan oven suhu 70oC selama 2 jam. Selanjutnya yaitu proses

penepungan menggunakan alat penggiling. Hasil penggilingan lalu diayak

menggunakan ayakan 60 mesh sehingga dihasilkan tepung kulit kacang hijau

sangrai 60 mesh. Berikut diagram alir proses pembuatan tepung kulit kacang

hijau yang disajikan pada Gambar 1.

Kulit Kacang Hijau

Tepung Kulit Kacang Hijau

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Kulit Kacang Hijau

Pencucian dengan air hingga bersih

Pengeringan dengan oven suhu 70oC selama 2 jam

Pemerasan untuk menghilangkan sisa air

Penepungan dengan mesin penggiling

Pengayakan tepung dengan ayakan 60 mesh

8  

B. Cookies

Cookies merupakan sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan

penambahahn bahan makanan lain dengan proses pencetakan dan pemanggangan

(Sondakh, 1999). Cookies berbeda dengan roti karena mengandung lemak lebih

tinggi, sehingga menghasilkan cookies dengan tekstur yang rapuh dan garing.

Cookies yang baik terasa ringan dan rapuh. Ketika membuat cookies tipis,

pembuatan harus diperhatikan secara hati-hati ketika mencampurkan lemak dan

terigu sebelum ditambahkan cairan, sehingga bubuk terigu telah bercampur

dengan lemak dan tidak berubah menjadi gluten. Namun sebaliknya,

mencampurkan terlalu lama membuat cookies menjadi keras (Ngabito, 2014).

Cookies atau kue kering merupakan makanan kecil yang memiliki tekstur

padat, kering, renyah dan menggunakan teknik panggang atau pengovenan serta

mempunyai masa simpan yang lama yaitu lebih dari satu bulan (Putri, 2010).

Biskuit atau cookies merupakan produk kue kering yang terbuat dari bahan utama;

tepung terigu, telur dan margarin dengan tambahan bahan lain seperti coklat,

kacang almond, mede dan lainnya (Syarbini, 2013).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No.01-2973-1992, ada empat

jenis biskuit yaitu: biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Cookies merupakan

produk kue kering yang tidak memerlukan sifat pengembangan yang tinggi seperti

cake (Estiningtyas, 2012). Cookies merupakan salah satu produk yang tahan lama.

Cookies dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama berkisar antara 3-6 bulan.

Secara umum, mutu cookies, yaitu berstruktur renyah, rapuh, kering, berwarna

kuning kecoklatan atau sesuai warna bahan yang digunakan, beraroma harum

9  

khas, serta terasa lezat, gurih dan manis. Prinsipnya cookies dibuat dari adonan

tepung, telur, lemak, dan gula yang dicetak dan dibakar. Dua bagian utama dari

proses pembuatan cookies adalah pembuatan adonan dan pembakaran

(Adikhairani, 2012).

Berdasarkan cara pencampuran dan resepnya, cookies digolongkan menjadi

dua yaitu untuk jenis adonan dan jenis busanya (batter type dan foam type).

Cookies jenis adonan meliputi kue kering yang dapat disemprot atau dicetak.

Cookies jenis ini menggunakan bahan dasar tepung terigu, lemak, gula halus, dan

telur. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cookies ini lebih dari 50%

sehingga adonan menjadi lembek dan lembab ketika dibakar. Agar diperoleh

susunan yang baik pada produksi akhir maka ditambahkan beberapa persen

tepung terigu dan telur hal ini membantu untuk mencapai kepadatan adonan yang

sesuai dengan yang diperlukan agar bentuk cookies tetap teguh (Suhardjito, 2006).

C. Proses Pembuatan Cookies

1. Bahan Pembuatan Cookies

Cookies tergolong dalam kelompok makanan yang disebut friable foods

yaitu jenis makanan yang tersusun atas bagian-bagian kecil, biasanya berupa

lapisan tidak teratur dengan ikatan-ikatan longgar dengan yang lainnya karena

adanya ruang udara. Pembuatan cookies ini melalui beberapa tahap yaitu

persiapan bahan, pengocokan dan pencampuran bahan, penggilingan,

pembentukan atau pencetakan dan pembakaran (Anonim, 1983). Berikut ini

resep dasar dari cookies dapat dilihat pada Tabel 2.

10  

Tabel 2. Resep Dasar Pembuatan Cookies

Bahan Banyaknya

Tepung terigu 100 gram

Margarin 80 gram

Gula halus 30 gram

Kuning telur 1 butir

Susu bubuk 10 gram

Sumber : Anonim, 2005

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan cookies antara lain :

1. Tepung terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan cookies. Tepung

terigu merupakan bahan olahan dari gandum yang ditumbuk sehingga

memiliki tekstur halus seperti serbuk. Tepung terigu digunakan sebagai bahan

dasar pembuat kue, mie dan roti. Tepung terigu mengandung banyak zat pati,

yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga

mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan

kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu.

Gluten merupakan kompleks protein yang tidak larut dalam air, berfungsi

sebagai pembentuk struktur kerangka produk. Gluten terdiri atas komponen

gliadin dan glutenin yang menghasilkan sifat-sifat viskoelastis. Kandungan

tersebut membuat adonan mampu dibuat lembaran, digiling, ataupun dibuat

mengembang. Menurut Ratnawati (2003), menambahkan bahwa gliadin akan

menyebabkan gluten bersifat elastis, sedangkan glutenin menyebabkan

11  

adonan menjadi kuat menahan gas dan menentukan struktur pada produk yang

dibakar. Struktur kimia gluten dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Stuktur Gluten

Gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari

gliadin (20-25%) dan glutenin (35-40%). Pada gluten terdapat 30% asam

amino gluten adalah hidrofobik dan asam-asam amino tersebut dapat

menyebabkan protein menggumpal melalui interaksi hidrofobik serta

mengikat lemak dan substansi non polar lainnya. Proses pencampuran tepung

terigu dengan air dapat menyebabkan bagian-bagian protein yang

mengembang melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi pertukaran sulfydryl-

disulfide yang menghasilkan ikatan seperti polimer-polimer. Polimer-polimer

ini berinteraksi dengan polimer lainnya melalui ikatan hidrogen, interaksi

hidrofobik, dan ikatan disulfide untuk membentuk lembaran film (shhet-like

film) dan memiliki kemampuan mengikat gas yang terperangkap (Fennema,

1996).

Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang mempunyai kandungan

air 14%; kadar protein 8-12%; kadar abu 0,25-1,60%; dan gluten basah 24-

36%. Adanya kandungan tepung terigu tersebut maka fungsi tepung terigu

12  

membentuk jaringan dan kerangka dari roti sebagai akibat dari pembentukan

gluten. Protein yang ada di dalam tepung terigu yang tidak larut dalam air

akan menyerap air dan ketika diaduk/diulen akan membentuk gluten yang

akan menahan gas CO2 hasil reaksi ragi dengan pati di dalam tepung.

Tepung terigu mengandung komponen pembentuk gluten sebesar 85%.

Protein yang tinggi dalam suatu bahan makanan akan menyebabkan

berpotensi untuk terjadinya suatu reaksi Maillard yaitu reaksi antara gula

reduksi dan asam amino (protein). Semakin tinggi konsentrasi tepung terigu

maka proses pencoklatan akan semakin cepat terjadi. Berikut komposisi kimia

tepung terigu yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Terigu Per 100 gram

No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 365 2 Karbohidrat (gram) 77,3 3 Lemak (gram) 1,3 4 Protein (gram) 8,9 5 Kalsium (milligram) 1,6 6 Fosfor (milligram) 106 7 Besi (milligram) 1,2 8 Vitamin A (RE) 0 9 Vitamin B (milligram) 0,12 10 Vitamin C (milligram) 0 11 Air (gram) 12,0

Sumber : Anonim, 2005

Berdasarkan kandungan protein, tepung yang beredar dipasaran dapat

dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

a. Hard flour, tepung terigu ini berkualitas paling baik, kandungan

proteinnya 12 -13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan

roti dan mie berkualitas tinggi, contohnya tepung cakra kembar.

13  

b. Medium hard, terigu jenis ini mengandung protein 9,5 – 11%. Tepung ini

banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie, dan macam-macam kue,

serta biskuit, contohnya tepung segitiga biru.

c. Soft flour, terigu ini mengandung protein 7 – 8,5%. Penggunaannya cocok

sebagai bahan pembuat kue dan biskuit, contohnya terigu kunci biru

(Astawan, 1999).

Menurut Suhardjito (2006), untuk menghasilkan cookies yang bermutu

tinggi yang ideal dan cocok adalah tepung terigu jenis lunak, tepung terigu

jenis ini mengandung gluten yang rendah, karena pada dasarnya dalam

pembuatan kue kering tidak memerlukan elastisitas maupun ekstensibilitas

dari gluten.

Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung

protein rendah yang kandungan glutennya hanya 8-9%. Gluten merupakan

protein elastis yang umumnya terkandung pada roti, biskuit, pasta, sereal, mie

dan semua jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu. Dalam proses

pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan

menjadi elastis, sehingga mudah dibentuk. Komponen pembentuk gluten

mengandung 75-80% protein yang terbentuk dari gliadin dan glutenin.

Gliadin dan glutenin bergabung membentuk gluten sangat lengket.

Tepung terigu mengandung karbohidrat yang tinggi, pada saat Baking

maka karbohidrat akan mengalami proses browning atau pencoklatan karena

karbohidrat terutama glukosa dan fruktosa akan kehilangan air menghasilkan

glukosan dan fruktosan dengan adanya perubahan warna coklat

14  

(Nataliningsih, 2005). Berikut syarat mutu tepung terigu sebagai bahan

makanan berdasarkan SNI 01-3751-2006 yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat Mutu Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan No. Jenis uji Satuan Persyaratan 1 1.1 1.2 1.3

Keadaan Bentuk Bau Warna

- - -

serbuk normal (bebas dari bau asing) putih, khas terigu

2 Benda asing - tidak ada

3 Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak

- tidak ada

4 Kehalusan, lolos ayakan 212 μm No. 70 (b/b)

% min. 95

5 Kadar air (b/b) % maks. 14,5 6 Kadar abu (b/b) % maks. 0,6 7 Kadar protein (b/b) % min. 7,0 8 keasaman mg KOH/100g maks. 50

9 Falling number (atas dasar kadar air 14%)

detik min. 300

10 Besi (Fe) mg/kg min. 50 11 Seng (Zn) mg/kg min. 7,0 12 Vitamin B1 (thiamin) mg/kg min. 2,5 13 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg min. 4 14 Asam folat mg/kg min. 2 15 15.1 15.2 15.3

Cemaran logam Timbal (Pb) Raksa (Hg) Tembaga (Cu)

mg/kg mg/kg mg/kg

maks. 1,00 maks. 0,05 maks. 10

16 Cemaran Arsen mg/kg maks. 0,50 17 17.1 17.2 17.3

Cemaran mikroba Angka lempeng total E.coli Kapan

koloni/g APM/g koloni/g

maks. 106 maks. 10 maks. 104

Sumber: SNI 01-3751-2006 Fungsi utama tepung dalam pembuatan cookies adalah untuk membentuk

kerangka kue. Berdasarkan jenis tepung yang digunakan (kandungan protein

15  

dan gluten rendah), maka ada atau tidaknya kandungan gluten didalam tepung

tidak berpengaruh pada cookies yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan

pada dasarnya cookies tidak memerlukan proses pengembangan adonan dalam

pembentukannya. Jika digunakan bahan pengembang pada pembuatan cookies

berfungsi untuk menambah volume dan membantu merenyahkan tekstur

cookies (Surjani, 2009).

2. Margarin

Jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies adalah

margarin. Margarin merupakan lemak nabati yang terbuat dari minyak kelapa

sawit, memiliki kadar lemak berkisar 80-85%. Menurut Standar Nasional

Indonesia (SNI 01-3541-1994), margarin adalah produk makanan berbentuk

emulsi padat atau semipadat yang dibuat dari lemak nabati dan air dengan

atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (Fajiarningsih, 2013).

Lemak pada kondisi suhu ruang dalam keadaan padat, sedangkan minyak

dalam keadaan cair. Sumber lemak dapat terbuat dari nabati (tumbuhan)

seperti kelapa sawit, biji kapas, kacang, zaitun, wijen, jagung, kedelai, dan

bunga matahari. Sedangkan sumber lemak kedua, yaitu lemak hewani dalam

bentuk lard (gajih) yang berasal dari lemak babi, lemak sapi, kambing, domba

dan lemak susu sebagai bahan dasar pembuatan butter (Syarbini, 2013).

Menurut Utomo (2005), margarin adalah lemak nabati yang berasal dari

minyak kelapa sawit yang telah di-hydrogenated, memiliki kadar lemak

berkisar 80-85%. Margarin merupakan komponen penting dalam pembuatan

kue kering karena dalam adonan cookies menggunakan margarin lebih dari

16  

50%. Penggunaan margarin dalam kue kering berpengaruh pada teksturnya

lebih kokoh dan berbentuk, dan aromanya tak segurih bila menggunakan

lemak mentega (Vivi, 2011).

Rasa cookies dan kelezatannya ditentukan oleh jenis lemak dan jumlah

lemak yang digunakan. Lemak yang digunakan selain murah juga

mendapatkan hasil yang cukup baik adalah campuran dari berbagai jenis

lemak, misal mentega atau margarin (Sutomo, 2011). Lemak atau shortening

adalah penambah lemak atau minyak untuk melembutkan roti, kue, dan

sebagainya atau untuk menggoreng (Prakoso, 2011). Berikut komposisi kimia

margarin yang disajikan pada Tabel 5

Tabel 5. Komposisi Kimia Margarin Per 100 gram

No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 720 2 Karbohidrat (gram) 0,6 3 Lemak (gram) 81 4 Protein (gram) 0,4 5 Kalsium (milligram) 20 6 Fosfor (milligram) 16 7 Besi (milligram) 0 8 Vitamin A (RE) 2000 9 Vitamin B (milligram) 0 10 Vitamin C (milligram) 0 11 Air (gram) 15,5

Sumber : Anonim, 2005

Fungsi dari margarin dalam pembuatan cookies yaitu menambah nilai gizi,

menimbulkan rasa lezat, sebagai bahan pengempuk, membantu

mengembangkan susunan cookies yang dibakar, sebagai bahan pewangi,

melembabkan adonan dan menghambat pembusukan, margarin juga berfungsi

17  

sebagai pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur produk yang renyah

(Suhardjito, 2006).

3. Gula halus

Gula dalam pengertian sehari-hari adalah gula pasir yang diperoleh dari

tanaman tebu atau bit. Gula pasir mengandung 99,9% sakarosa murni.

Sakarosa adalah gula tebu atau gula bit yang telah dibersihkan. Selain

memberikan rasa manis, gula juga berfungsi sebagai pengawet karena

memiliki sifat higroskopis. Kemampuannya menyerap kandungan air dalam

bahan pangan bisa memperpanjang masa simpan (Saparinto, 2007). Berikut

komposisi kimia gula halus yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Kimia Gula Halus Per 100 gram

No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 364 2 Karbohidrat (gram) 94 3 Lemak (gram) 0 4 Protein (gram) 0 5 Kalsium (milligram) 5 6 Fosfor (milligram) 1 7 Besi (milligram) 0,1 8 Vitamin A (RE) 0 9 Vitamin B (milligram) 0 10 Vitamin C (milligram) 0 11 Air (gram) 5,4

Sumber: Anonim, 2005

Gula yang digunakan dalam pembuatan cookies yaitu gula yang

butirannya benar-benar halus, seragam, tidak menggumpal dan berwarna

putih bersih. Sebelum digunakan untuk memastikan gula benar-benar halus

maka dilakukan pengayakan terlebih dahulu. Penggunaan gula yang terlalu

banyak akan menghasilkan cookies yang kurang lembut atau lebih keras

18  

akibat reaksi mengembangnya gluten tepung. Fungsi gula dalam pembuatan

cookies yaitu memberi rasa manis, memberi aroma dan warna pada cookies

(Indriani, 2005).

Menurut Mudjajanto (2004) jenis gula yang biasanya ditambahkan dalam

pembuatan kue adalah sebagai berikut:

a. Gula sukrosa, adalah gula yang berasal dari tebu yang diekstraksikan dan

dikristalkan sampai membentuk padat serta mempunyai derajat kemanisan

100%. Contoh : gula castor, gula pasir, dan gula icing.

b. Gula cokelat (brown sugar), adalah gula yang diperoleh dari molasses

yang belum dimurnikan yang dapat berasal dari nira kelapa dan tebu yang

diproses dengan cara tradisional.

c. Dextrosa atau glukosa, adalah gula yang diperoleh dari hidrolisis pati

jagung atau singkong dan mempunyai derajat kemanisan 75%.

d. Laktosa (gula susu), adalah gula yang diperoleh dari susu dan mempunyai

derajat kemanisan 39%.

e. Maltosa, adalah gula yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan derajat

kemanisan 30%.

f. Gula invert, adalah gula yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan

menggunakan enzim amilase kemudian terisomerisasi sehingga terbentuk

glukosa dan fruktosa. Gula ini mempunyai derajat kemanisan lebih besar

dari 100%.

19  

4. Telur ayam

Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan yang

memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi

masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena

mengandung zat–zat gizi yang sangat baik dan mudah dicerna. Telur

mempunyai kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan protein yang

lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung didalamnya juga tinggi.

Fungsi dari telur yaitu menambah nilai gizi, untuk membentuk struktur

dan kekokohan cookies, memberi rasa gurih, memberi aroma, memperbaiki

warna cookies yang dihasilkan. Telur yang digunakan dalam pembuatan

cookies adalah telur ayam yang berkualitas baik artinya utuh kulitnya, tidak

retak dan kuning telurnya berada ditengah antara putih telur yang masih

kental. Telur juga digunakan untuk pemoles permukaan cookies sebelum

dioven agar cookies yang dihasilkan tidak pucat atau mengkilapkan cookies

(Soepomo, 2001). Berikut komposisi kimia telur disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Kimia Telur Per 100 gram

No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 361 2 Karbohidrat (gram) 0,7 3 Lemak (gram) 81 4 Protein (gram) 16,3 5 Kalsium (milligram) 147 6 Fosfor (milligram) 586 7 Besi (milligram) 7,2 8 Vitamin A (RE) 2000 9 Vitamin B (milligram) 0,27 10 Vitamin C (milligram) 0 11 Air (gram) 49,4

Sumber: Anonim, 2005

20  

Menurut Surjani (2009), apabila dalam adonan menggunakan putih telur

yang banyak maka produk yang dihasilkan akan lebih keras teksturnya.

Apabila kuning telur yang digunakan lebih banyak akan menghasilkan produk

yang lembut dan empuk. Kuning telur mengandung lecithin yang berfungsi

sebagai emulsifier.

5. Susu

Susu merupakan bahan pangan yang komposisi gizinya paling lengkap,

dibanding bahan pangan lainnya. Susu merupakan emulsi dari bagian lemak

yang sangat kecil di dalam larutan protein, gula dan mineral (Aceng, 2008).

Biasanya yang digunakan dalam membuat cookies adalah susu bubuk full

cream dan susu bubuk skim. Fungsi susu bubuk dalam pembuatan cookies,

diantaranya untuk menambah nilai gizi, menambah aroma dan rasa,

membantu membentuk tekstur, serta memberi warna pada cookies karena

pengaruh laktosa dalam susu (Paran, 2008). Berikut komposisi kimia susu

bubuk yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Susu Bubuk Per 100 gram

No. Komposisi Jumlah 1 Kalori (Kal) 362 2 Karbohidrat (gram) 52 3 Lemak (gram) 1 4 Protein (gram) 35,6 5 Kalsium (milligram) 1300 6 Fosfor (milligram) 1030 7 Besi (milligram) 0,6 8 Vitamin A (RE) 0 9 Vitamin B (milligram) 0 10 Vitamin C (milligram) 70 11 Air (gram) 3,5

Sumber: Anonim, 2005

21  

Menurut Manley (2001), susu yang biasa digunakan dalam pembuatan

cookies berbentuk serbuk dan memiliki aroma khas yang kuat. Susu berfungsi

memperbaiki tekstur, memberikan aroma dan memperbaiki warna permukaan.

Laktosa yang terkandung di dalam susu merupakan disakarida pereduksi yang

jika dikombinasi dengan protein melalui reaksi Maillard dan proses

pemanasan akan memberikan warna coklat yang menarik pada permukaan

setelah dipanggang.

2. Proses Pembuatan Cookies

Pembuatan cookies dimulai dengan pencampuran seluruh bahan.

Pencampuran bahan dibagi menjadi dua tahap, yaitu pencampuran bahan-

bahan pembuat krim (creaming method) dan pencampuran bahan kering.

Menurut Matz (1978), ada dua cara pembuatan krim, yaitu two-stage method

dan three-stage method.

Proses pembuatan krim two-stage method adalah pembuatan krim dengan

mencampur lemak, gula, emulsifying agent dan komponen minor lainnya

selain pengembang menjadi satu. Pencampuran dilakukan selama 4-10 menit

sampai bahan padatannya terlarut dan membentuk krim. Pencampuran ini

tergantung dari kecepatan mixer yang digunakan. Setelah krim tercampur

merata, tepung dan bahan pengembang yang telah dicampurkan secara kering

dimasukkan ke dalam krim.

Three-stage method adalah metode pembuatan krim dengan membedakan

penambahan pewarna (colorant), flavor (flavouring agent). Langkah pertama

pembuatan krim diawali dengan mencampurkan bahan-bahan cair (liquid

22  

materials) seperti lemak, air, dan shortening. Selanjutnya, ditambahkan

dengan bahan pewarna, flavor dan garam, dilanjutkan dengan penambahan

bahan pengembang dan tepung.

Proses pembuatan cookies berbahan dasar tepung kulit kacang hijau ini

menggunakan two-stage method dalam pembuatan krim. Menurut Manley

(2001) pengertian konsistensi adonan (dough consistency) adalah keadaan

yang menyatakan sifat-sifat softness, stickiness, elastisitas dan extensibility.

Adonan yang dicetak kemudian dipanggang pada suhu 150oC selama 25

menit.

Suhu dan lama pemanggangan ini merupakan suhu pemanggangan terbaik

yang didapatkan setelah dilakukan trial error pada berbagai suhu dan lama

pemanggangan. Menurut Manley (2001), ada 3 perubahan yang terjadi selama

proses pemanggangan, yaitu: 1) Peningkatan ketebalan sebagai akibat dari

pengembangan struktur internal adonan; 2) Perubahan warna pada permukaan

produk (misalnya: reddish brown colouration) karena adanya reaksi Maillard;

3) Pengeluaran uap air. Cookies yang selesai dipanggang kemudian

didinginkan di suhu ruang untuk memberikan kesempatan air menguap

sebelum dikemas ke dalam plastik polypropylene (PP).

Proses pemanggangan akan menyebabkan penurunan nilai gizi bahan yaitu

kerusakan vitamin yang tidak tahan panas, misalnya vitamin C dan thiamin.

Perubahan akibat pemanggangan dipengaruhi oleh kondisi proses (suhu dan

waktu) serta jenis bahan yang dipanggang (Muchtadi, 2010). Selama proses

pemanggangan cookies terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang kompleks,

23  

yaitu adonan berubah menjadi ringan, berpori, dan beraroma. Pada saat proses

pemanggangan, terjadi penurunan kadar air sebanyak 70%-90%, protein

sebanyak 10%-15%, dan kadar abu serta mineral sebanyak 0,5%. Selain itu,

akan terjadi perubahan struktur adonan akibat reaksi fisik, kimiawi, dan

biokimia yaitu terjadi pengembangan volume, pembentukan crust (kulit),

inaktivasi mikroba dan enzim, denaturasi protein, dan gelatinisasi sebagian

pati. Perubahan-perubahan struktur tersebut disertai pembentukan senyawa-

senyawa cita rasa dari gula yang mengalami karamelisasi membentuk

pirodekstrin dan melanoidin, serta pembentukan aroma dari senyawa-senyawa

aromatik yang terdiri dari aldehid, keton, berbagai ester, asam, dan alkohol

(Rahma, 2015)

3. Syarat Mutu Cookies

Biskuit dapat dikelompokkan menjadi biskuit keras, crackers, cookies,

dan wafer. Cookies yang bermutu baik umumnya mempunyai bentuk yang

seragam, teksturnya rapuh, warna kung kecoklatan dan cita rasanya khas

(Matz, 1962). Syarat mutu cookies yang telah ditetapkan oleh Departemen

Perindustrian tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI

01.2973.1992) dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini. Mutu cookies dapat

ditinjau dari dua aspek yaitu aspek inderawi (subyektif) dan aspek sifat

tersembunyi (obyektif).

24  

Tabel 9. Syarat Mutu Kue Kering

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kue Kering

1

Keadaan: 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna

Normal Normal Normal

2 Kadar air (b/b) % Maks. 5 3 Kadar abu (b/b) % Maks. 2 4 Kadar protein (b/b) % Min. 6 5 Kadar Lemak (b/b) % Min. 8 6 Kadar Karbohidrat (b/b) % Min. 70 7 Asam Lemak Bebas (b/b) % Maks. 1 8 Bilangan Peroksida mEq/kg Maks. 6

9

Cemaran Logam: 8.1 Kadmium (Cd) 8.2 Timah (sn) 8.3 Merkuri (hg) 8.4 Timbal (pb)

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg

Maks. 0,2 Maks. 40 Maks. 0,05 Maks. 0,5

10 Cemaran Arsen (as) Mg/kg Maks. 0,1

11

Cemaran Mikroba: 10.1 Angka Lempeng Total 10.2 Escherichia coli 10.3 Salmonella sp 10.4 Bacillus cereus 10.5 Kapang dan Khamir

Koloni/g Per g Per 25g Koloni/g Koloni/g

Maks. 1x104 Maks. 10 Negatif Maks. 1x102 Maks. 1x104

Sumber: SNI 01-2973-1992

1. Mutu cookies ditinjau dari aspek inderawi (subyektif)

Penilaian mutu cookies ditinjau dari aspek sifat karakteristik bahan

pangan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu

warna, aroma, tekstur, dan rasa (Kartika, 1988).

1.1 Warna

Menurut Winarno (2000), salah satu penentuan mutu suatu bahan

pangan yang dapat dipertimbangkan adalah faktor warna. Pengaruh

suhu pemanggangan terhadap warna dari suatu bahan makanan

disebabkan oleh adanya warna gelap yang timbul akibat reaksi

25  

pencoklatan non enzimatis atau reaksi maillard. Warna hijau

kecoklatan pada cookies yang dihasilkan setelah proses pemanggangan

merupakan hasil reaksi pencoklatan non enzimatis atau reaksi maillard.

Reaksi pencoklatan dapat didefinisikan sebagai urutan peristiwa yang

dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptida, atau

protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula, yang diakhiri

dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau

melanoidin, sehingga pada suhu tinggi mencapai 100°C akan

menghasilkan warna coklat pada permukaan bahan (Gracia, 2009).

1.2 Aroma

Aroma cookies didapat dari bahan-bahan yang digunakan, yang

dapat memberikan aroma tersendiri atau dengan menambah bahan

pemberi aroma seperti susu, vanili atau essen. Sehingga dapat

menghasilkan aroma cookies yang harum.

Timbulnya aroma atau bau dikarenakan adanya zat bau yang

bersifat volatil (mudah menguap). Protein yang terdapat dalam bahan

akan terdegradasi menjadi asam amino oleh adanya panas. Reaksi

antara asam amino dan gula akan menghasilkan aroma, sedangkan

lemak dalam bahan akan teroksidasi dan dipecah oleh panas sehingga

sebagian dari bahan aktif yang ditimbulkan oleh pemecahan itu akan

bereaksi dengan asam amino dan peptida untuk menghasilkan aroma

(Mutiara, 2012).

1.3 Tekstur

26  

Cookies yang baik mempunyai tekstur yang halus, renyah, ringan,

tidak hancur bila dipotong dan permukaan cookies tidak merekah.

Tekstur cookies dipengaruhi oleh penggunaan lemak. Jenis lemak yang

digunakan adalah margarin, fungsi margarin dapat membuat tekstur

cookies menjadi lebih lembut dan renyah. Margarin dapat memperbaiki

tekstur produk akhir. Hal ini disebabkan lemak mempunyai

kemampuan dalam memerangkap udara sehingga saat proses

pencampuran bahan-bahan (mixing) udara akan terperangkap dalam

adonan (Nurbaya, 2013). Penggunaan margarin yang terlalu banyak

akan menyebabkan cookies menjadi melebar saat dipanggang,

sedangkan penggunaan margarin yang terlalu sedikit akan membuat

cookies menjadi kasar dimulut (Fajiarningsih, 2013).

Menurut Pangaribuan (2013), tekstur renyah pada cookies

ditentukan oleh kandungan gluten dalam bahan. Pada perlakuan

konsentrasi 30%, tepung terigu yang digunakan lebih banyak

dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga gluten yang terdapat

didalamnya semakin tinggi. Semakin tinggi gluten dalam bahan maka

semakin tinggi pula kemampuannya dalam menyerap air pada

permukaan bahan sehingga kadar air bahan semakin tinggi dan

menghasilkan tekstur yang renyah.

1.4 Rasa

Rasa cookies cenderung lebih dekat dengan aroma. Rasa cookies

yang baik adalah manis, gurih, dan sesuai dengan bahan yang

27  

digunakan dalam membuat adonan. Menurut Kartika (1988), rasa suatu

bahan pangan merupakan hasil kerjasama beberapa indera antara lain

indera penglihatan, pembauan, pendengaran dan perabaan. Rasa

merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen

terhadap produk pangan. Atribut rasa yang terbentuk meliputi manis,

asam, asin, dan pahit.

2. Mutu cookies ditinjau dari aspek sifat tersembunyi (obyektif)

Penilaian mutu cookies ditinjau dari aspek ini dapat dilakukan secara

laboratoris dengan analisis kimia.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Cookies

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas cookies yaitu :

1. Pemilihan bahan

Bahan yang tidak baik kualitasnya akan menghasilkan cookies yang tidak

baik pula. Pemilihan bahan harus diteliti antara lain dengan memperhatikan

warna, aroma, kebersihan dan umur.

2. Penimbangan bahan

Proses penimbangan bahan harus dilakukan dengan tepat dan menggunakan

alat ukur yang standar. Penimbangan bahan yang dilakukan tidak tepat akan

menyebabkan kegagalan dalam pembuatan cookies.

3. Pencampuran bahan

Bahan-bahan yang telah ditimbang dicampur secara rata (homogen) untuk

mendapatkan adonan yang bagus. Ketika mencampur adonan tidak boleh

28  

terlalu lama, karena jika terlalu lama, adonan akan lembek, sehingga adonan

tidak dapat dicetak.

4. Pencetakkan adonan

Pencetakan adonan yang terlalu tebal akan menjadikan kue kurang bagus

bentuknya dan tekstur bagian dalam kurang kering sedangkan jika pencetakan

terlalu tipis mengakibatkan kue cepat gosong. Ukuran tebal cookies harus

sama yaitu 0,5–1cm, bila akan dioven, hal ini bertujuan untuk mencegah

kehangusan, mencegah perbedaan warna, mempengaruhi tingkat kematangan

serta tekstur cookies yang dihasilkan.

5. Pemanggangan

Suhu pembakaran tergantung pada tebal tipisnya adonan. Suhu yang terlalu

panas akan mengakibatkan kue terbentuk sebelum menyebar. Suhu yang

terlalu rendah akan mengakibatkan kue terlalu banyak menyebar, sehingga

terlalu banyak air yang hilang karena pembakarannya terlalu lama, selain itu

aroma dan rasa juga menjadi hilang. Oven dipanaskan 10–15 menit sebelum

adonan dipanggang agar suhu stabil atau ketika suhu mencapai 150oC selama

20 menit (Fajiarningsih, 2013).

Bahan penunjang dapat menentukan mutu cookies yang dihasilkan, ukuran

perbandingan dan pemilihan bahan harus secara teliti. Adanya peralatan akan

mempermudah dan mempercepat proses pengolahan. Akan tetapi yang digunakan

untuk membantu proses pengolahan harus diperhatikan kelakayan dan higienisnya

peralatan. Peralatan yang sudah rusak, berkarat, tidak bersih dan berjamur akan

menghasilkan kualitas yang kurang baik pada cookies misalnya aroma tidak

29  

harum, cepat tengik, tidak tahan lama, dan berbahaya bila dikonsumsi

(Saksono,1986).

Penyimpanan cookies harus dilakukan dalam keadaan dingin (tidak panas).

Penyimpanan cookies didalam toples akan lebih menarik dibandingkan disimpan

didalam mika plastik namun apabila toples yang digunakan kurang bersih, tidak

kering dan retak akan mengurangi daya tahan cookies menjadi tidak tahan lama

dan aroma khas cookies akan hilang (Anonim, 1990)

E. Hipotesis

Substitusi tepung kulit kacang hijau diduga berpengaruh terhadap sifat fisik,

tingkat kesukaan serta komposisi kimia cookies yang disukai.