identifikasi nyeri neuropatik dengan memakai skala …

9
Artikel Penelitian Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010 IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA NYERI LEEDS ASSESMENT OF NEUROPATHIC SYMPTOMS AND SIGNS (LANSS) PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH KRONIK Moya Dewi Marlenny*, Yuneldi Anwar*, Hasan Sjahrir* ABSTRACT Introduction: Low back pain (LBP) is one of the most common pain conditions, where nociceptive and neuropathic components both contribute to pain. Little information is available about the contribution of the neuropathic component to LBP. Aim: The aim of this study was to assess the prevalence of neuropathic pain among chronic LBP patients by use of the Leeds Assessment of Neuropathic Pain Symptoms and Signs (LANSS) Pain scale. Methods: A cross sectional study with subjects consisted of 72 chronic LBP patients aged > 18 years were studied. The LANSS pain scale was applied to each patient in an interview format. Patients with a score 12 were considered to have neuropathic pain that contributed to their low back pain, while patients with a score < 12 were considered as having nociceptive pain. Results: According to the LANSS pain scale, 45 patients of chronic LBP had neuropathic pain and 27 patients had nociceptive pain. Factors that were associated with neuropathic pain in this study were advanced age, increased weight and hypertension. Conclusions: Neuropathic pain is a major contributor to chronic low back pain, and the LANSS pain scale is a useful tool to distinguish patients with neuropathic pain from those with nociceptive pain. Keywords: Low back pain, LANSS, neuropathic pain ABSTRAK Pendahuluan: Nyeri punggung bawah merupakan salah satu keadaan nyeri yang paling sering dimana komponen nosiseptif dan neuropatik berkontribusi terhadap nyeri tersebut. Sedikit informasi yang diperoleh tentang kontribusi elemen neuropatik terhadap nyeri punggung bawah. Tujuan: Untuk menilai prevalensi nyeri neuropatik pada penderita nyeri punggung bawah kronik dengan memakai skala nyeri Leeds Assessment Of Neuropathic Symptoms And Signs (LANSS). Metode: Dilakukan suatu studi cross sectional yang terdiri dari 72 penderita nyeri punggung bawah kronik berumur lebih dari 18 tahun. Skala nyeri LANSS digunakan untuk tiap penderita dalam suatu format wawancara. Penderita dengan skor >12 dianggap mengalami nyeri neuropatik yang berkontribusi terhadap nyeri punggung bawahnya sedangkan penderita dengan skor <12 dianggap mengalami nyeri nosiseptif . Hasil: Berdasarkan skala nyeri LANSS, 45 penderita nyeri punggung bawah kronik mengalami nyeri neuropatik dan 27 penderita mengalami nyeri nosiseptif. Faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri neuropatik dalam penelitian ini adalah usia lanjut, peningkatan berat badan dan hipertensi. Kesimpulan: Nyeri neuropatik merupakan suatu kontributor utama pada nyeri punggung bawah kronik, dan skala nyeri LANSS adalah suatu alat yang sangat berguna dalam membedakan penderita nyeri neuropatik dari penderita nyeri nosiseptif. Kata Kunci: nyeri punggung bawah - nyeri neuropatik - LANSS *Departemen Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Sumatera Utara, Medan PENDAHULUAN Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. 1 Lebih dari satu abad, nyeri punggung bawah dikenal sebagai salah satu penyebab ketidakmampuan bekerja yang paling sering dan saat ini mencapai biaya sekitar seperempat dari biaya kompensasi pekerja. 2 Hampir 80 % penduduk di negara-negara industri pernah mengalami nyeri punggung bawah. Di Amerika Serikat prevalensinya dalam satu tahun berkisar antara 15 %-20 %

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA …

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010

IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA NYERI LEEDS ASSESMENT OF NEUROPATHIC

SYMPTOMS AND SIGNS (LANSS) PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH KRONIK

Moya Dewi Marlenny*, Yuneldi Anwar*, Hasan Sjahrir*

ABSTRACT Introduction: Low back pain (LBP) is one of the most common pain conditions, where nociceptive and neuropathic components both contribute to pain. Little information is available about the contribution of the neuropathic component to LBP. Aim: The aim of this study was to assess the prevalence of neuropathic pain among chronic LBP patients by use of the Leeds Assessment of Neuropathic Pain Symptoms and Signs (LANSS) Pain scale. Methods: A cross sectional study with subjects consisted of 72 chronic LBP patients aged > 18 years were studied. The LANSS pain scale was applied to each patient in an interview format. Patients with a score ≥ 12 were considered to have neuropathic pain that contributed to their low back pain, while patients with a score < 12 were considered as having nociceptive pain. Results: According to the LANSS pain scale, 45 patients of chronic LBP had neuropathic pain and 27 patients had nociceptive pain. Factors that were associated with neuropathic pain in this study were advanced age, increased weight and hypertension. Conclusions: Neuropathic pain is a major contributor to chronic low back pain, and the LANSS pain scale is a useful tool to distinguish patients with neuropathic pain from those with nociceptive pain. Keywords: Low back pain, LANSS, neuropathic pain ABSTRAK Pendahuluan: Nyeri punggung bawah merupakan salah satu keadaan nyeri yang paling sering dimana komponen nosiseptif dan neuropatik berkontribusi terhadap nyeri tersebut. Sedikit informasi yang diperoleh tentang kontribusi elemen neuropatik terhadap nyeri punggung bawah. Tujuan: Untuk menilai prevalensi nyeri neuropatik pada penderita nyeri punggung bawah kronik dengan memakai skala nyeri Leeds Assessment Of Neuropathic Symptoms And Signs (LANSS). Metode: Dilakukan suatu studi cross sectional yang terdiri dari 72 penderita nyeri punggung bawah kronik berumur lebih dari 18 tahun. Skala nyeri LANSS digunakan untuk tiap penderita dalam suatu format wawancara. Penderita dengan skor >12 dianggap mengalami nyeri neuropatik yang berkontribusi terhadap nyeri punggung bawahnya sedangkan penderita dengan skor <12 dianggap mengalami nyeri nosiseptif . Hasil: Berdasarkan skala nyeri LANSS, 45 penderita nyeri punggung bawah kronik mengalami nyeri neuropatik dan 27 penderita mengalami nyeri nosiseptif. Faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri neuropatik dalam penelitian ini adalah usia lanjut, peningkatan berat badan dan hipertensi. Kesimpulan: Nyeri neuropatik merupakan suatu kontributor utama pada nyeri punggung bawah kronik, dan skala nyeri LANSS adalah suatu alat yang sangat berguna dalam membedakan penderita nyeri neuropatik dari penderita nyeri nosiseptif. Kata Kunci: nyeri punggung bawah - nyeri neuropatik - LANSS *Departemen Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Sumatera Utara, Medan PENDAHULUAN Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.1 Lebih dari satu abad, nyeri punggung bawah dikenal sebagai salah satu penyebab ketidakmampuan bekerja yang paling sering dan saat ini mencapai biaya sekitar seperempat dari biaya kompensasi pekerja.2 Hampir 80 % penduduk di negara-negara industri pernah mengalami nyeri punggung bawah. Di Amerika Serikat prevalensinya dalam satu tahun berkisar antara 15 %-20 %

Page 2: IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA …

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010

sedangkan insidensi berdasarkan kunjungan pasien baru ke dokter adalah 14,3 %. Data epidemiologik mengenai NPB di Indonesia belum ada. Diperkirakan 40 % penduduk Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri punggung dan prevalensinya pada laki-laki 18,2 % dan pada wanita 13,6 %. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan meningkatnya usia insidensi berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3 %-17 %.1

Dari data epidemiologik faktor resiko yang positif untuk NPB adalah usia/bertambahnya usia, kebugaran yang buruk, kondisi kesehatan yang jelek, masalah psikologi dan psikososial, merokok, kecanduan obat, nyeri kepala, skoliosis mayor (kurva lebih dari 80 0) serta faktor fisik yang berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi, mengemudi truk, duduk dan berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang stabil), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk dan memutar.1,3

Nyeri punggung bawah umumnya dikategorikan ke dalam akut, subakut dan kronik. 4

Nyeri punggung bawah akut biasanya didefinisikan suatu periode nyeri ≤ 6 minggu, NPB subakut adalah suatu periode nyeri antara 6-12 minggu dan nyeri punggung bawah kronik merupakan periode nyeri ≥ 12 minggu.5 Nyeri punggung bawah kronik merupakan kondisi yang sangat mahal pada negara-negara industri dan penyebab utama dalam pembatasan aktivitas pada usia diatas 45 tahun.3 Woolf dkk mengemukakan bahwa gejala, tanda, mekanisme dan sindrom nyeri diklasifikasikan terhadap dua mekanisme nyeri berdasarkan kategori nyeri trauma jaringan (nosiseptif) dan nyeri trauma sistem saraf (neuropatik).6 Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf.7,8 Sedangkan nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul akibat serangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor.9

Keberhasilan pengobatan nyeri neuropatik bergantung pada diagnosa dini, identifikasi dari mekanisme yang terlibat dan penggunaan pendekatan terapi alternatif. Kontribusi nyeri neuropatik terhadap nyeri punggung bawah tidak sepenuhnya dimengerti. Baik yang paling penting dari kontribusi maupun profil klinis dan demografi dari penderita belum tepat dievaluasi.10

Hassan dkk tahun 2004 di Saudi Arabia meneliti prevalensi nyeri neuropatik pada penderita – penderita nyeri punggung bawah kronik dengan menggunakan Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS) pain scale. Dari 100 penderita dengan nyeri punggung bawah kronik didapati 41 % mengalami nyeri neuropatik dan 59 % nyeri nosiseptif. 11 Kaki dkk tahun 2005 di Saudi Arabia melakukan suatu identifikasi nyeri neuropatik pada penderita nyeri punggung bawah kronik dengan memakai LANSS, diperoleh dari 1.169 penderita nyeri punggung bawah kronik, 54 % memiliki skor >12 yang mengarah suatu nyeri neuropatik dan 45,3 % memiliki skor < 12 yang mengarah nyeri nosiseptif. Dikatakan bahwa nyeri neuropatik merupakan kontribusi utama terhadap nyeri punggung bawah kronik dan skala nyeri LANSS merupakan alat yang berguna untuk membedakan penderita dengan nyeri neuropatik dan nosiseptif.10

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk membedakan penderita dengan nyeri neuropatik dan nyeri nosiseptif , mengetahui berapa besarnya jumlah penderita nyeri neuropatik pada penderita nyeri punggung bawah kronik serta faktor-faktor apa saja yang merupakan kontributor terhadap nyeri neuropatik dengan memakai skala nyeri LANSS.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan desain deskriptif analitik yang menggunakan data primer pada penderita nyeri punggung bawah yang berobat di Poliklinik Umum Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan, mulai tanggal 1 Januari 2007 sampai 31 Maret 2007. Besar sampel yang dipakai dalam penelitian ini 72 orang. Pengambilan sampel penelitian pada penderita nyeri punggung bawah kronik yang berobat jalan di Poliklinik Umum di Departemen Neurologi FK USU dilakukan dengan cara

Page 3: IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA …

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010

non-probability sampling dengan metode konsekutif yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut : semua penderita nyeri punggung bawah yang berobat ke Poliklinik Neurologi FK-USU Medan , penderita berumur lebih dari 18 tahun dan menderita nyeri punggung bawah > 3 bulan. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah penderita nyeri neuropatik yang etiologinya selain nyeri punggung bawah dan penderita tersebut tidak mengalami gangguan mental, penurunan kesadaran, gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan. Saat melakukan wawancara, data demografi , data atropometrik dan riwayat kesehatan dari penderita yang memenuhi kriteria inklusi dikumpulkan, dan kuesioner skala nyeri LANSS turut dilengkapi. Skala nyeri LANSS terdiri dari 2 lembar kertas ukuran A4 yang dirancang untuk format wawancara dalam satu pertemuan. Wawancara dilakukan oleh dokter pemeriksa, dimana dokter pemeriksa menanyakan setiap item pertanyaan apakah deskripsi karakteristik nyeri penderita sesuai dengan minggu terdahulu dan mengisikannya ke kuesioner. Pemeriksaan ini diikuti dengan pemeriksaan bedside untuk menilai disfungsi sensorik dan secara spesifik untuk allodynia dan perubahan pin prick threshold (PPT). Allodynia dinilai ada saat nyeri timbul oleh goresan lembut dengan kapas diatas daerah nyeri dan membandingkan dengan daerah tidak nyeri. PPT ditentukan dengan membandingkan respon jarum suntik no. 23 pada kulit di daerah tidak nyeri dan kemudian daerah nyeri selama beberapa kali. PPT didefinisikan sebagai sensasi tajam dengan jarum tumpul pada daerah nyeri. Menurut skala nyeri LANSS, frekuensi masing-masing pertanyaan dari 5 gejala nyeri, sebagaimana 2 pemeriksaan sensorik, dihitung untuk setiap penderita. Jika terdapat disestesia dan disfungsi autonomik diberi skor masing-masing 5. Nyeri bangkitan diberi skor 3. Nyeri paroksismal diberi skor 2. Nyeri suhu diberi skor 1. Jika ditemukan untuk tes disfungsi sensorik dan allodinia diberi skor 5 dan perubahan Pin Prick Test (PPT) diberi skor 3. Berdasarkan penjumlahan keseluruhan maksimum skor 24 poin. Penderita dengan skor kurang dari 12 tidak mungkin menderita nyeri punggung bawah neuropatik, sebaliknya penderita dengan skor 12 atau lebih dipertimbangkan untuk mempunyai elemen neuropatik yang mengkontribusi terhadap nyeri punggung bawahnya. Data demografi dan data antropometrik penderita nyeri punggung bawah yang terkumpul secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel dengan menyertakan nilai rerata dan simpangan deviasinya. Dalam hal membedakan nyeri neuropatik dan nyeri nosiseptif serta berapa besar perbedaan jumlah penderita diantara keduanya digunakan uji chi Square, dan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor kontribusi yang berhubungan dengan kejadian nyeri neuropatik digunakan uji anova, dengan batas kemaknaan (p) sebesar 5 % dalam mengambil kesimpulan kemaknaan statistic. Pengolahan data penelitian dilakukan secara elektronik menggunakan perangkat SPSS versi 10,0.

HASIL

Karakteristik Demografi dan Antropometrik Penderita NPB Kronik Dari hasil penelitian ini didapatkan sample 72 orang yang memenuhi kriteria inklusi, 45 penderita NPB kronik mengalami nyeri neuropatik dan 27 penderita NPB kronik mengalami nyeri nosiseptif. Pada tabel -1 menunjukkan distribusi data antropometrik penderita nyeri punggung bawah kronik. Dari 72 penderita NPB kronik, kelompok umur terbanyak adalah 41-60 tahun (48,6%) dengan rata-rata umur 52,92. Peningkatan berat badan dan tinggi badan terlihat untuk berat badan range 50-70 kg (58,58) dan tinggi badan range 150-165 cm (160,93). Lamanya nyeri punggung bawah kronik yang dialami penderita paling banyak pada 1-5 tahun dengan rerata 3,53.

Page 4: IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA …

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010

Tabel 1. Karakteristik Demografi dan Atropometrik Penderita Karakteristik Penderita Mean ±SD Range Usia (thn) 52,92 ± 13,51 21 - 75 Berat badan (n = 66) 58,58 ± 5,41(kg) 50 - 75 Tinggi badan (n = 63) 160,93 ± 3,70 (cm) 55 - 170 Lama NPB (thn) 3,53 ± 1,86 3 bln - 7 thn Tabel -2 menunjukkan bahwa penderita nyeri punggung bawah kronik pada penelitian ini lebih banyak perempuan (62,5%) daripada laki-laki (37,5%). Selain itu terlihat etiologi yang paling sering pada nyeri punggung bawah adalah spondilosis lumbalis (51,4%). Sebagian besar penderita nyeri punggung bawah kronik dalam penelitian ini tidak merokok (69,4%). Akan tetapi , hipertensi (34,7%) menjadi salah satu penyakit penyerta paling banyak pada penderita ini, dan ditinjau dari segi pengobatan sebelumnya, Cox-2 inhibitor menempati urutan pertama sebesar 63,9%. Tabel 2. Karakteristik Demografi Penderita NPB Karakteristik Penderita Jumlah % Jenis kelamin • Laki-laki 27 37,5 • Perempuan 45 62,5 Usia (thn) • 20-40 16 22,2 • 41-60 35 48,6 • 61-80 21 29,2 Berat badan (kg) • 50-70 66 91,7 • >70 6 8,3 Tinggi badan (cm) • 150-165 63 87,5 • >165 9 12,5 Lama NPB (thn) • < 1 13 18,1 • 1-5 46 63,9 • >5 13 18,1 Diagnosa NPB • Prolaps diskus 6 8,3 • Spondilosis lumbal 37 51,4 • Spinal canal stenosis 6 8,3 • Trauma 5 6,9 • Arthritis 14 19,4 • Spondilolisthesis 4 5,6 Faktor Merokok • Perokok 15 20,8 • Bekas Perokok 7 9,7 • Tidak merokok 50 69,4 Penyakit Penyerta • Hipertensi 25 34,7 • Diabetes mellitus (DM) 6 8,3 • Hipertensi & DM 6 8,3 • Tidak ada 35 48,6 Pengobatan Sebelumnya • Cox-2 inhibitor 46 63,9 • NSAID 26 36,1

Page 5: IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA …

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010

Pengaruh Variabel Bebas Pada Kejadian Nyeri Neuropatik dan Nyeri Nosiseptif Berdasarkan latar belakang disebutkan bahwa faktor resiko yang positif untuk NPB adalah bertambahnya usia, kebugaran yang buruk, kondisi kesehatan yang jelek, masalah psikologi dan psikososial, merokok, kecanduan obat, nyeri kepala, skoliosis mayor (kurva lebih dari 80 0) serta faktor fisik yang berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi.1

Kaki dkk tahun 2004 tentang identifikasi nyeri neuropatik pada penderita NPB kronik juga menyatakan bahwa dari hasil penelitian diperoleh adanya hubungan bertambahnya usia, jenis kelamin, tinggi badan, riwayat merokok, hipertensi dan diabetes melitus serta pengobatan sebelumnya dengan kejadian nyeri neuropatik.10

Tabel -3 menunjukkan bahwa nyeri neuropatik lebih sering ditemukan pada penderita usia tua daripada nyeri nosiseptif. Nyeri neuropatik juga lebih sering pada perempuan daripada nyeri nosiseptif. Peningkatan berat badan terlihat lebih mengalami nyeri neuropatik daripada nyeri nosiseptif. Tinggi badan tampak tidak begitu penting terhadap prevalensi dari nyeri neuropatik pada penderita NPB. Akan tetapi, nyeri neuropatik lebih sering pada penderita NPB dengan hipertensi. Secara statitik, dari tabel 3 dapat disimpulkan bahwa pertambahan usia, peningkatan berat badan dan hipertensi adalah signifikan terhadap kejadian (prevalensi) nyeri neuropatik. Tabel 3. Pengaruh Variabel Bebas Pada Nyeri Neuropatik dan Nyeri Nosiseptif

Variabel Neuropatik (n= 45)

Nosiseptif (n= 27)

P (0,05)

Usia(thn) Jenis kelamin Laki-laki/perempuan Tinggi badan (cm) Berat badan (kg) Lama NPB (thn) Diagnosa LBP - Prolapsus diskus - Spondilosis lumbal - Spinal canal stenosis - Trauma - Arthritis - Spondilolisthesis Faktor merokok - Perokok - Bekas perokok - Tidak merokok Penyakit penyerta - Hipertensi - Diabetes melitus (DM) - Hipertensi & DM - Tidak ada Pengobatan sebelumnya - Cox-2 inhibitor - NSAID

59,42 ± 8,95

17/28 161,60 ± 3,77 59,58 ± 6,01 3,81 ±1,79

0

26 6 0 9 4

10 5

30

25 6 4

10

30 15

42,07 ± 12,96

10/17 159,81 ± 3,36 56,93 ± 3,75 3,06 ±1,90

9

11 0 4 3 0

5 2

20

0 0 2

25

16 11

0,000 *

0.951 0,057

0,043* 0,095

0,128

0,582

0,000*

0,533

*P<0,05, diuji dengan ANOVA Estimasi Item Skala Nyeri LANSS dan Hubungannya dengan Tipe nyeri Tabel 4 menunjukkan bahwa pada semua penderita NPB, disestesia (87,5%) merupakan gejala nyeri abnormal yang paling sering, diikuti dengan nyeri paroksismal (84,7%) . Perubahan PPT (65,3%) lebih sering ditemukan daripada allodynia (58,3%). Disfungsi otonom yang ditemukan paling sedikit (27,8%). Rerata dan SD dari skor nyeri keseluruhan pada semua penderita adalah 15,19 ± 5,94 dan range berkisar dari 2 sampai 24. 72 sampel dalam penelitian ini dibagi ke dalam 2 kelompok, kelompok nyeri neuropatik

Page 6: IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA …

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010

meliputi penderita dengan skor total 12 atau lebih (45 penderita[ 62,5%]) dan kelompok nyeri nosiseptif terdiri dari penderita dengan skor total kurang dari 12( 27 penderita)[37,5%]). Rerata dan SD dari skor total pada kelompok nyeri neuropatik adalah 18,69 ± 3,84, nilai median 19 dan range berkisar antara 13-24. Rerata dan SD dari skor total nyeri nosiseptif adalah 9,37 ± 4,40, nilai mediannya 10. Rasio Odds dari masing-masing item skala nyeri LANSS juga dinilai untuk masing-masing kelompok. Adanya hubungan yang signifikan dari masing-masing item dapat diketahui pada kelompok nyeri neuropatik tapi tidak dengan kelompok nyeri nosiseptif. Range Resiko relatif (RR) tertinggi dari gejala dan tanda nyeri neuropatik berkisar dari 4 (disestesia) sampai 1 (nyeri paroksismal). Tabel 4. Estimasi dari Item Skala Nyeri LANSS Penderita dan Hubungannya dengan Tipe Nyeri

Item Skala Nyeri LANSS

Neuropatik Nosiseptif Rasio Odds 95 % CI Lower - Upper

Disestesia - Ada (63) - Tidak ada (9)

42 3

21 6

4

2,8 – 5,1

Disfungsi otonom - Ada (20) - Tidak ada (52)

19 26

1

26

1,9

0,86 – 2,1

Nyeri bangkitan - Ada (51) - Tidak ada (21)

36 9

15 12

1,6

0,1 – 2,2

Nyeri Paroksismal - Ada (61) - Tidak ada (11)

38 7

23 4

1

0, 3 – 1,3

Nyeri Suhu - Ada (54) - Tidak ada (18)

39 6

15 12

2,1

0,5 – 2,7

Allodynia - Ada (42) - Tidak ada (30)

37 8

5

22

2,9

0,9 – 4.0

Perubahan PPT - Ada (47) - Tidak ada (25)

43 2

4

23

1,2

0,3 – 2,3

*Uji Chi-Square PEMBAHASAN Penderita pada nyeri kronik mengandalkan pada dokter mereka untuk mengidentifikasi mekanisme khusus yang menyebabkan nyeri mereka dan memilih pengobatan yang sesuai untuk nyeri tersebut. Baik nyeri nosiseptif maupun neuropatik dapat berkontribusi terhadap NPB kronik. Walaupun dari literatur banyak terdapat informasi tentang prevalensi dan insiden NPB, sedikit informasi yang diperoleh tentang neuropatik sebagai suatu faktor kontributor.10 Mekanisme patofisiologi yang berbeda terlibat dalam pembangkitan NPB neuropatik. Lesi dari nosiseptif yang bertunas sampai diskus degeneratif, kompresi mekanik dari saraf atau pelepasan mediator inflamasi merupakan mekanisme yang terlibat dengan NPB neuropatik.12 Diagnosis dini dari nyeri neuropatik merupakan langkah pertama dalam terapi efektif. Untuk membedakan diantara dua tipe nyeri, berbagai tes klinis sebaiknya digunakan. Skala nyeri LANSS adalah berdasarkan analisa data yang diperoleh selama pemeriksaan bedside.13 Sistem skoring sederhana berdasarkan rasio odds dari tiap item digunakan untuk memberikan informasi segera pada para klinisi. Dari hasil penelitian ini diperoleh 45 penderita NPB kronik mengalami nyeri neuropatik, dimana 27 penderita lainnya mengalami nyeri nosiseptif. Insiden yang tinggi dari nyeri neuropatik pada kasus-kasus NPB dapat menjadi temuan baru bagi para klinisi dimana NPB radikulopati merupakan satu-satunya gejala dari nyeri neuropatik. Kesalahan diagnosa dari NPB neuropatik kemungkinan akibat dari pengamatan yang berlebihan terhadap serabut

Page 7: IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA …

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010

saraf sebagai satu-satunya penyebab nyeri neuropatik pada NPB atau kesalahan diagnosa dari struktur saraf lain dan proses inflamasi (sensitisasi sentral dan perifer). Penemuan ini dapat menjelaskan respon yang jelek pada beberapa penderita NPB terhadap NSAID atau analgesik lain, meskipun responnya baik terhadap pendekatan terapetik seperti antidepresan dan obat antikonvulsan.10

Bennett dkk telah membuktikan bahwa skala nyeri LANSS merupakan suatu alat ukur yang mudah untuk membedakan nyeri neuropatik dari nyeri nosiseptif. Pada penelitiannya , disestesia merupakan gejala diskriminasi yang paling sering dan disfungsi otonom serta nyeri suhu adalah yang paling sedikit.14 Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa disestesia merupakan gejala abnoral nyeri yang paling sering (87,5%), yang diikuti dengan nyeri paroksismal (84,7%) dan perubahan PPT (65,3%) lebih tinggi daripada allodynia(58,3%). Disfungsi otonom adalah yang paling sedikit dijumpai (27,8%). Alasan lebih banyak disestesia karena gejala ini telah sering ditemukan pada nyeri neuropatik daripada nyeri nosiseptif. Adanya beberapa gejala dan juga disfungsi sensorik pada penderita nosiseptif, kemungkinan berhubungan dengan kesalahpahaman antara penderita dengan klinisi atau diagnosa klinis yang tidak tepat, atau kemungkinan akibat dari kesulitan memisahkan kedua tipe nyeri secara jelas tanpa adanya overlapping. Pada penelitian ini, nyeri neuropatik lebih sering dijumpai pada penderita usia tua daripada nyeri nosiseptif. Akan tetapi, rerata usia pada kedua kelompok adalah 52,92 ±13,51, dimana berhubungan dengan usia yang lazim pada NPB. Nyeri neuropatik lebih sering pada perempuan daripada nyeri nosiseptif, sedangkan laki-laki mengeluhkan kedua tipe nyeri dalam cara yang sama. Tinggi badan tampak tidak penting terhadap prevalensi nyeri neuropatik pada penderita NPB. Akan tetapi berat badan yang meningkat pada penderita NPB kelihatan berpengaruh terhadap nyeri neuropatik daripada nyeri nosiseptif. Prevalensi yang rendah dari nyeri neuropatik pada penderita diabetes melitus kemungkinan berhubungan dengan jumlah kasus yang diambil atau kadar gula darah yang terkontrol dengan baik. Akan tetapi dalam penelitian ini, hipertensi tampak berpengaruh terhadap nyeri neuropatik. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang sedikit dan waktu penelitian yang singkat. Selain itu, terdapat kesulitan dalam menentukan persentase kontribusi pada nyeri neuropatik untuk semua NPB. Keterbatasan lainnya adalah kesulitan dalam menentukan validitas tes pin prick dalam menimbulkan nyeri neuropatik dan kekurangan randomisasi selama pengumpulan penderita. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nyeri neuropatik merupakan kontibutor utama terhadap NPB kronik sehingga dengan diketahuinya gejala nyeri neuropatik lebih dini dapat memudahkan para klinisi untuk memberikan terapi yang sesuai dan efektif pada penderita NPB kronik. Dengan adanya skala nyeri LANSS , para klinisi dapat dengan mudah mengidentifikasi gejala dan tanda nyeri neuropatik lebih dini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri Punggung Bawah. Dalam : Meliala L,Suryamiharja A, Purba JS, Sadeli HA editor. Nyeri Neuropatik. Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Kelompok Studi Nyeri Perdossi 2001. Jakarta. hal 145

2. Waddell G. Low Back Pain. In : Merskey H, Loeser JD, Dubner R eds. The Paiths of Pain 1975-2005. USA : IASP Press 2005; p. 379

3. Wheeler A. Pathophysiology of Chronic Back pain. Available from : http://www.emedicine.com/html

4. Bogduk N, Van Tulder M, Linton SJ. Low back Pain. In : IASP Scientific Programm Committee. Pain 2005 – An Updated Review. USA : IASP Press 2005; p. 71

5. Cochran Back Group. Acute and chronic low back pain.Effective Health Care bulletins 2000; (5) : 2-8

6. Woolf CJ, Bennett GJ, Doherty M et al. Towards a mechanism – based classification of pain ? Pain 1998;77:227-29

7. Ward SP. Neuropathic Pain. In : Dolin SJ, Padfield NL eds. Pain Medicine Manual 2nd edition. Butterworth-Heinemann 2004; p. 37

8. Kelompok Studi Nyeri Perdossi. Konsensus Nasional Penanganan Nyeri Neuropatik. Jakarta. 2000

Page 8: IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA …

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010

9. Meliala L. Terapi Rasional Nyeri. Tinjauan khusus nyeri neuropatik. Edisi ke-1. Yogyakarta. Aditya Media 2004; hal 3

10. Kaki A, El-Yaski AZ, Youseif E. Identifying neuropathic pain among patients with chronic low back pain : use of the Leeds assessment of neuropathic symptoms and signs pain scale. Regional Anaesthesia and Pain Medicine 2005; 30(5): 422-28

11. Hassan AE, Saleh HA, Baroudy YM et al. Prevalence of neuropathic pain among patients suffering from chronic low back pain in Saudi Arabia. Saudi Med J 2004; 25(12) : 1986-90

12. Baron R, Binder A. How neuropathic is sciatica ? The mixed pain concept (in German). Orthopade 2004;33:568-575

13. Yucel A, Senocak M, Kocasoy Orhan E, et al. Results of the Leeds Assessment of neuropathic symptoms and signs pain scale in Turkey : A validation study. J Pain 2004; 5: 427-432

14. Bennett M. The LANSS pain scale : The Leeds Assessment of neuropathic symptoms and signs. Pain 2001; 92: 147-157

S-LANSS PAIN SCORE Nama Nama : Jenis Kelamin Jenis kelamin : Umur Umur : Tanggal Tanggal : No. MR No. Rekam Medis : Diagnosa Diagnosa : Arsirlah pada Arsirlah diagram di bawah ini, dimana anda merasakan nyeri. Bila anda merasa nyeri pada

lebih dari satu tempat, hanya arsir pada daerah yang anda rasakan sakitnya paling parah.

Pada skala Pada skala di bawah ini, tentukanlah seberapa parah sakit yang anda rasakan (sesuai dengan

daerah yang anda tunjukkan pada gambar diatas), dimana “0” berarti tidak sakit dan “10” berarti sakit yang paling parah.

TIDAK SAK TDAK SAKIT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SAKIT PALING PARAH

S – LANSS

Page 9: IDENTIFIKASI NYERI NEUROPATIK DENGAN MEMAKAI SKALA …

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 3 April 2010

1. Pada daerah yana anda rasa sakit, apakah anda juga merasakan sensasi seperti tertusuk “ jarum atau jarum pentul “, kesemutan, atau menusuk-nusuk ?

a. TIDAK –Saya tidak merasakan sensasi-sensasi tersebut (0) b. YA – Saya sering merasakan sensasi-sensasi tersebut (5)

2. Apakah daerah yang terasa sakit mengalami perubahan warna ( seperti lebih kemerahan) saat sakitnya terasa sangat hebat?

a. TIDAK – Rasa sakitnya tidak mempengaruhi warna kulit (0) b. YA – Saya telah melihat bahwa rasa sakitnya membuat kulit saya (5)

terlihat berbeda 3. Apakah sakitnya mengakibatkan kulit yang terlibat sangat sensitif terhadap

sentuhan ? Merasakan sensasi yang tidak menyenangkan atau nyeri saat dengan lembut mengusap kulit dapat menjelaskan keadaan ini.

a. TIDAK – Rasa sakitnya tidak menyebabkan kulit pada daerah (0) tersebut menjadi sangat sensitif terhadap sentuhan

b. YA – Kulit pada daerah tersebut menjadi sangat sensitif terhadap (3) sentuhan

4. Apakah sakit yang anda rasakan datang secara tiba-tiba dan hebat tanpa ada alasan yang jelas saat anda sedang berdiam diri ? Kata-kata “ kejut listrik “, melompat, dan renjatan dapat menjelaskan keadaan ini.

a. TIDAK – Sakit yang saya rasakan tidak seperti itu (0) b. YA – Saya sering merasakan sensasi-sensasi itu (2)

5. Pada area dimana terasa sakit, apakah kulitnya terasa panas seperti nyeri terbakar?

a. TIDAK – Saya tidak merasakan nyeri terbakar (0) b. YA – Saya sering merasakan nyeri terbakar (1)

6. Dengan lembut usaplah daerah yang terasa sakit dengan jari telunjuk anda kemudian usaplah daerah yang tidak sakit (contohnya daerah kulit yang jauh atau berlawanan sisi dengan daerah yang nyeri). Bagaimana rasa usapan pada daerah yang sakit tersebut?

a. Daerah yang sakit tidak terasa berbeda dengan yang tidak sakit (0) b. Saya merasakan tidak nyaman, seperti tertusuk jarum dan (5)

jarum pentul, kesemutan atau terbakar pada daerah yang sakit yang berbeda dengan daerah yang tidak sakit

7. Dengan lembut tekanlah daerah yang terasa sakit dengan ujung jari anda, kemudian tekanlah dengan lembut juga pada daerah yang tidak sakit. Bagaimana rasa usapan pada daerah yang sakit?

a. Daerah yang sakit tidak terasa berbeda dengan yang tidak sakit (0) b. Saya merasakan kebas-kebas atau nyeri tekan pada daerah yang (3)

sakit yang berbeda dengan daerah yang tidak sakit