134691226 referat patomekanisme nyeri neuropatik

19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri seperti didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP), adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Dari definisi tersebut, nyeri terdiri atas dua komponen utama yaitu komponen sensorik (fisik) dan emosional (psikogenik). Nyeri bisa bervariasi berdasarkan waktu dan lamanya berlangsung (transien, intermiten, atau persisten), intensitas (ringan, sedang dan berat), kualitas (tajam, tumpul, dan terbakar), penjalarannya (superfisial, dalam, lokal atau difus). Di samping itu nyeri pada umumnya memiliki komponen kognitif dan emosional yang digambarkan sebagai penderitaan. Selain itu nyeri juga dihubungkan dengan refleks motorik menghindar dan gangguan otonom yang oleh Woolf (2004) disebut sebagai pengalaman nyeri. 1,5 Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association for The Study of Pain (IASP) adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dari sistem saraf dan dapat disebabkan oleh 1

Upload: erinne-defriani

Post on 30-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri seperti didefinisikan oleh International Association for Study of

Pain (IASP), adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau

yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Dari definisi tersebut,

nyeri terdiri atas dua komponen utama yaitu komponen sensorik (fisik) dan

emosional (psikogenik). Nyeri bisa bervariasi berdasarkan waktu dan lamanya

berlangsung (transien, intermiten, atau persisten), intensitas (ringan, sedang

dan berat), kualitas (tajam, tumpul, dan terbakar), penjalarannya (superfisial,

dalam, lokal atau difus). Di samping itu nyeri pada umumnya memiliki

komponen kognitif dan emosional yang digambarkan sebagai penderitaan.

Selain itu nyeri juga dihubungkan dengan refleks motorik menghindar dan

gangguan otonom yang oleh Woolf (2004) disebut sebagai pengalaman nyeri.1,5

Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association for The

Study of Pain (IASP) adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer

atau disfungsi dari sistem saraf dan dapat disebabkan oleh kompresi atau

infiltrasi dari nervus atau suatu tergantung dimana lesi atau disfungsi terjadi.

Nyeri neuropati bisa didefinisikan sebagai nyeri abnormal baik yang

terjadi akibat lesi pada sistem saraf perifer maupun sentral. Prevalensi nyeri

neuropati adalah sekitar 1,5% dari seluruh populasi di Amerika Serikat.

Banyak penyakit-penyakit umum yang dapat menyebabkan nyeri neuropati,

seperti trigeminal neuralgia, diabetic neuropathy, spinal cord injury, kanker,

stroke, dan degenerative neurological disease.1

BAB II

1

Page 2: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

TINJAUAN PUSTAKA

A. Patomekanisme Nyeri Neuropatik

Mekanisme patofisiologi yang telah ada, sebagian besar didapat dari hasil

eksperimen terhadap hewan percobaan. Terdapat beberapa teori untuk hal

tersebut.7

Sensitisasi Perifer

Sensitisasi dan aktivitas ektopik pada primary afferent nociceptor.

Sensasi nyeri normalnya diawali oleh aktivitas pada saraf afferent

unmyelinated (C-) dan thinly myelinated (Aδ-). Nosiseptor ini biasanya tidak

akan tereksitasi tanpa adanya stimulasi dari luar. Akan tetapi, ketika terjadi

lesi pada saraf perifer, neurons ini bisa menjadi sensitive yang abnormal dan

mengembangkan aktivitas neurologi spontan yang patologis.7

Aktivitas ektopik spontan yang terjadi pada sel saraf yang rusak juga

menunjukkan adanya peningkatan ekspresi m-RNA untuk voltage-gated

2

Page 3: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

sodium channels. Kelompok sodium channel ini pada situs ektopik ini

bertanggung jawab atas rendahnya ambang batas dari aksi potensial dan

hiperaktivitas. Rendahnya ambang batas dari potensial aksi ini dapat

menyebabkan sensitivitas terhadap rangsangan sehingga ketika ada

rangsangan yang normalnya belum menyebabkan nyeri, bisa langsung

menyebabkan nyeri yang berlebihan.7

Lesi pada sel saraf akan menyebabkan regenerasi sel saraf dan tumbuhnya

neuroma pada bagian proksimal sel saraf. Eksitasi abnormal dan discharge

abnormal bisa muncul pada neuroma ini. Hal ini dapat menyebabkan nyeri

abnormal yang spontan pada pasien neuropati.1,7

Inflamasi pada nyeri neuropati

Setelah terjadi lesi pada sel saraf, makrofag yang telah aktif akan masuk dari

endoneural blood vessel kedalam saraf dan DRG dan mengeluarkan sitokin.

Mediator inflamasi ini akan menginduksi aktivitas ektopik pada sel saraf yang

terluka dan juga sel saraf normal didekatnya. Pada pasien yang dengan

inflammatory neuropathies akan mengalami nyeri yang sangat dalam.7

Sentral sensitisasi

Sensititasi pada spinal cord

Sebagai konsekuensi terhadap hiperaktivitas nosiseptor perifer, perubahan

sekunder yang dramatis terjadi pada cornu dorsal dari medulla spinalis. Lesi

pada saraf perifer akan meningkatkan kemampuan eksitasi pada multiresepsi

pada neuron medulla spinalis (wide-dinamic-range neuron). Hipereksitasi ini

bermanifestasi oleh karena meningkatnya aktivitas sel saraf sebagai respon

terhadap stimulasi noxious, ekspansi lapangan neuronal receptive dan

penyebaran hipereksitasi spinal ke segmen yang lain.7

Pada keadaan normal, neuron pada cornu dorsal akan menerima inhibisi kuat

yaitu GABA (gamma-aminobutyric acid). Pada hewan percobaan, partial

nerve injury akan menginisasi apoptosis dari GABA pada bagian superficial

neuron pada cornu dorsal. Hal ini menambah rangsangan nyeri yang akan

diterima oleh pasien neuropati.7

Perubahan pada otak

3

Page 4: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

Berdasarkan percobaan pada hewan, neuron yang tersensitisasi juga

ditemukan pada thalamus dan korteks somatosensory. Berdasarkan

pemeriksaan dengan magneto-encephalography (MEG), positron emission

tomography (PET) dan fMRI menunjukkan adanya perubahan mendasar pada

somatosensory cortical dan kemampuan eksitasi pada pasien dengan phantom

limb pain, CRPS dan central pain syndrome. 7

8

Pada gambar A. jalur aferen primer dan koneksinya di tanduk dorsal sumsum

tulang belakang. Terlihat bahwa serabut C nosiseptif (merah) berakhir pada

neuron proyeksi spinotalamikus di lamina atas (neuron kuning). Non-

nociceptive serabut A ber-myelin ke lamina lebih dalam. Neuron proyeksi

berikutnya adalah tipe WDR yang menerima masukan langsung dari terminal

sinaptik nociceptive dan juga masukan dari multisynaptic serabut A ber-

4

Page 5: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

myelin (non-noxions informasi, biru neuron system). Interaksi dengan

mikroglia (sel abu-abu) memfasilitasi transmisi sinaptik. Interneuron

GABAergic (neuron hijau) biasanya mengerahkan masukan sinaptik

penghambatan pada neuron WDR. Selanjutnya, descending modulatory

systems synaps di neuron WDR (hanya proyeksi hambat, terminal descending

hijau).

Gambar B tampak perubahan periferal pada neuron aferen primer setelah lesi

saraf parsial, menyebabkan sensitisasi perifer. Terlihat bahwa beberapa akson

yang rusak dan merosot (akson 1 dan 3) dan beberapa masih utuh dan

terhubung ke organ akhir perifer (kulit, akson 2 dan 4). Ekspresi saluran

natrium meningkat pada neuron yang rusak (akson 3), dipicu sebagai

konsekuensi dari lesi. Selain itu, produk-produk seperti faktor pertumbuhan

saraf, terkait dengan degenerasi Wallerian dan dirilis di sekitar serat terhindar

(panah), ekspresi memicu saluran dan reseptor (misalnya, saluran natrium,

TRPV1 reseptor, adrenoreseptor) pada serat terluka.

Gambar C. Aktivitas spontan di nosiseptor C menyebabkan perubahan

sekunder dalam pengolahan sensorik pusat, menyebabkan hyperexcitability

sumsum tulang belakang (sensitisasi sentral orde kedua neuron nociceptive,

bintang di neuron kuning) yang menyebabkan masukan dari mechanoreceptive

serabut A (sistem neuron biru, sentuhan ringan dan rangsangan punctuate)

yang akan dirasakan sebagai rasa sakit (allodynia mekanik dinamis dan

punctuate “tanda +”, menunjukkan gating di sinaps). Beberapa presynaptic

(reseptor opioid, saluran kalsium) dan struktur molekul postsynaptic (reseptor

glutamat, AMPA / reseptor kainate, reseptor sodium/5HT, reseptor GABA,

saluran natrium) yang terlibat dalam sensitisasi sentral. Inhibitory interneurons

dan descending modulatory control systems (neuron hijau) yang disfungsional

setelah lesi saraf, menyebabkan disinhibisi atau fasilitasi neuron sumsum

tulang belakang tanduk dorsal dan lebih lanjut, sentral sensitisasi.

Gambar D. Cedera saraf perifer mengaktifkan sel-sel sumsum tulang belakang

glial (sel abu-abu) melalui kemokin, seperti CCL2 pada reseptor kemokin.

Activated-mikroglia lebih meningkatkan rangsangan pada neuron WDR

5

Page 6: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

dengan melepaskan sitokin dan faktor pertumbuhan (misalnya, tumor necrosis

fator α, tulang-derived factor saraf) dan meningkatkan konsentrasi glutamat.

Diadaptasi dari Baron, 1 dengan izin dari Grup Nature Publishing. WDR

jangkauan dinamis yang lebar =. TRPV1 = reseptor transien potensial V1.

CCL2 = kemokin (C-C motif) ligan 2. NE = norepinefrin. KA = kainite.8

Berikut ini adalah hipotesis kerja hiperalgesia neuropatik dan allodynia.

Model ini menggambarkan mekanisme kemungkinan nyeri neuropatik setelah

cedera saraf siatik parsial pada tikus dimana LPA terlibat dalam penyebab

nyeri neuropatik.9

Sejumlah studi farmakologi menunjukkan bahwa asam lysophosphatidic

(LPA) dapat menyebabkan nyeri neuropatik dan demielinasi menyusul cedera

saraf siatik parsial. LPA adalah salah satu dari metabolit lipid beberapa dirilis

setelah cedera jaringan, serta dari berbagai sel-sel kanker. Reseptor LPA

mengaktifkan jalur sinyal ganda dan beberapa G-protein. Stimulasi langsung

ujung nociceptor perifer oleh LPA, melalui LPA 1 reseptor, juga menunjukkan

peran dalam proses nociceptive. Dari catatan khusus, reseptor-dimediasi LPA

sinyal melalui Gα 12/13 akan mengaktifkan GTPase RhoA kecil. Dalam

keadaan aktif, Rho translokasi ke membran plasma dan dengan demikian relay

sinyal ekstraselular ke efektorqsdsss hilir beberapa, termasuk Rho-kinase atau

ROCK, yang dapat dihambat oleh senyawa turunan piridin, Y-27632.

Penghambatan jalur Rho juga dapat dilakukan dengan selektif ADP-

6

Page 7: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

ribosylation dari RhoA, menggunakan botulinum exoenzyme C3 Clostridium

(BoTN/C3). Keterlibatan Rho-ROCK sistem mekanisme nyeri neuropatik

awalnya ditunjukkan olehnya suntikan BoTN/C3 sebelum cedera saraf perifer

pada tikus, yang diblokir pengembangan hiperalgesia. LPA dan reseptor LPA

ekspresi reseptor gen mengaktifkan Rho dalam saraf perifer, yang

menunjukkan bahwa patofisiologi reseptor LPA mungkin mengaktifkan Rho

di nyeri neuropatik cedera saraf perifer. Sebuah studi yang menarik

digambarkan bahwa LPA menghambat filopodia dari kerucut pertumbuhan.

LPA dapat terlibat dalam C-serat retraksi, yang merupakan pendukung

hipotesis perubahan fungsional disebabkan oleh nyeri neuropatik. Bersama-

sama, temuan ini menyajikan LPA sebagai molekul sinyal yang menarik

dalam pengembangan nyeri neuropatik.9

B. PENATALAKSANAAN

Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam mengobati nyeri

neuropatik, termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas (AEDs), misalnya

karbamazepin, fenitoin, okskarbazepin, gabapentin, pregabalin, lamotrigin,

penobarbital, fenitoin, topiramate, dan valproic bekerja dengan mengurangi

loncatan listrik pada neuron melalui blokade dari voltage dependent sodium

dan kalsium channel. Obat lainnya (mis, penobarbital, tiagabine, topiramate,

vigabatrine, valproat) bekerja dengan meningkatkan inhibisi neurotransmitter

atau secara langsung turut campur dalam transmisi eksitatorik.11

Anti Depresan

Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi

nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin,

maprotilin, desipramin. Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA)

terutama mampu memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE).

Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT)

dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan

trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga

secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik.

Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi norepinefrin

7

Page 8: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik

menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan

mengurangi aktivitas adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan

mengurangi siklik adenosum monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na.

Penurunan Si-Na yang membuka berarti depolarisasi menurun dan nyeri

berkurang.12,13

Anti Konvulsan

Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan

kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan

kepekaan abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral. Seperti

diketahui nyeri neuropati timbul karena adanya aktifitas abnormal dari sistem

saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang

dapat menyebabkan nyeri spontan dan paroksismal. Reseptor NMDA dalam

influks Ca2+ sangat berperan dalam proses kejadian wind-up pada nyeri

neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah penghentian proses

hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan sensitisasi sentral

dan peningkatan inhibisi. 12,13

Karbamasepin dan Okskarbasepin

Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodium channels

(VSSC). Efek ini mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi tinggi dari

neuron. Okskarbasepin merupakan anti konvulsan yang struktur kimianya

mirip karbamasepin maupun amitriptilin. Dari berbagai uji coba klinik,

pengobatan dengan okskarbasepin pada berbagai jenis nyeri neuropati

menunjukkan hasil yang memuaskan, sama, atau sedikit diatas karbamazepin,

hanya saja okskarbasepin mempunyai efek samping yang minimal.11

Lamotrigin

Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui VSCC,

merubah atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron

8

Page 9: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

presinaptik, meningkatkan konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri

neuropati penderita HIV, digunakan lamotrigin sampai dosis 300 mg perhari.

Hasilnya, efektivitas lamotrigin lebih baik dari plasebo, tetapi 11 dari 20

penderita dilakukan penghentian obat karena efek samping. Efek samping

utama lamotrigin adalah skin rash, terutama bila dosis ditingkatkan dengan

cepat.11

Duloxetine

Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang

berhubungan dengan dpn, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi

nyeri belum sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan

kemampuannya untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada

sistem saraf pusat, duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis

yang dianjurkan yaitu duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg,

walaupun pada dosis 120 mg/hari menunjukkan keamanan dan

keefektifannya, tapi tidak ada bukti yang nyata bahwa dosis yang lebih dari 60

mg/hari memiliki keuntungan yang signifikan, dan pada dosis yang lebih

tinggi  kurang dapat ditoleransi dengan baik.11

Gabapentin

 Gabapentine diindikasikan untuk penanganan PHN pada orang dewasa,

molekulnya secara struktural berhubungan dengan neurotransmitter gamma-

amino butyric acid, namun gabapentin tidak berinteraksi secara signifikan

dengan neurotransmitter yang lainnya, walaupun mekanisme kerja gabapentin

dalam mengurangi nyeri pada PHN belum dipahami dengan baik, namun salah

satu sumber menyebutkan bahwa gabapentin mengikat reseptor α2δ subunit

dari voltage-activated calsium channels, pengikatan ini menyebabkan

pengurangan influks ca2+ ke dalam ujung saraf dan mengurangi pelepasan

neurotransmitter, termasuk glutamat dan norepinephrin.11

Pada orang dewasa yang menderita PHN, terapi gabapentin dimulai dengan

dosis tunggal 300 mg pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua (dibagi

dalam dua dosis), dan 900 mg pada hari yang ketiga(dibagi dalam 3 dosis).

Dosis ini dapat dititrasi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri sampai

9

Page 10: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

dosis maksimum 1800 hingga 3600 mg(dibagi dalam 3 dosis). Pada penderita

gangguan fungsi ginjal dan usia lanjut dosisnya dikurangi.11

Pregabalin

 Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk DPN dan

juga PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti,

namun diyakini sama dengan gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor α2δ

subunits dari voltage activated calsium channels, memblok ca2+ masuk pada

ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter. Pada penderita DPN

yang nyeri, dosis maksimum yang direkomendasikan dari pregabalin adalah

100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin

clearance ≥ 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari

(150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1 minggu

berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita. Dosis pregabalin

sebaiknya diatur pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada penderita

PHN, dosis yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 75 hingga 150 mg

2 kali sehari atau 50 hingga 100 mg 3 kali sehari (150-300 mg/hari). Pada

pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis mulai pada 75 mg 2 kali

sehari, atau 50 mg 3 kali sehari (150 mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga

300 mg/hari dalam 1 minggu  berdasarkan keampuhan dan daya toleransi

penderita, jika nyerinya tidak berkurang pada dosis 300 mg/hari, pregabalin

dapat ditingkatkan hingga 600 mg/hari.11

10

Page 11: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nyeri neuropatik adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi

primer atau disfungsi dari sistem saraf. Ada beberapa masalah dalam bidang

kedokteran paliatif yang menyulitkan dalam mendiagnosis dan menangani

nyeri neuropatik, dan tak ada satupun hasil yang memuaskan yang dapat

menyebabkan hilangnya nyeri sehingga diperlukan pemahaman yang

mendalam bagi dokter mengenai patomekanisme dan penanganan yang tepat

pada pasien dengan nyeri neuropatik.

B. Saran

Dalam membuat suatu diagnosa adanya nyeri neuropatik diperlukan

anamnesis yang tepat tentang apa yang sedang dirasakan pasien, baik tipenya

maupun derajat dari nyeri tersebut untuk mendapatkan hasil penanganan yang

diharapkan.

11

Page 12: 134691226 REFERAT Patomekanisme Nyeri Neuropatik

DAFTAR PUSTAKA

1. Ro, Long-Sun;Chang, Kuo-Hsuan. Article: Neuropathic Pain: Mechanism

and Treatments. Taipei: Chang Gung Memorial Hospital. 2005

2. Kasper, Dennis et al. Harrison’s Principles of internal Medicine 16 th

edition. McGraw-Hill.2005.

3. Portenoy, Russel. Types of Pain. U.S.A.: Merck Sharp & Dohme Corp.

2011.

4. Purba, Jan Sudir. Penggunaan Obat Antiepilepsi sebagai terapi Nyeri

Neuropatik. Jakarta: Dexa Media. 2006.

5. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic

Pain. The American Journal of Managed Care June 2006; 12: S256-S262.

6. Dupere D. Neuropathic Pain: An Option Overview. The Canadian Journal

of CME February 2006; 79: 90-92.

7. Baron, Ralf. Mechanism of Disease: neurpathic pain-a clinical perspective.

Nature Publishing Group. 2006

8. Baron, Ralf, et al. Neuropathic Pain: diagnosis, pathophysiological

mechanism, and treatment. Lancelot Neural. 2010; 9: 807-19.

9. Ueda H. Peripheral mechanisms of neuropathic pain – involvement of

lysophosphatidic acid receptor-mediated demyelination. BioMedCentral.

2008, 1-13.

10. Manocha A, Tiruna S, Brander B. Neuropathic pain. Anaesthesia Tutorial

of the Week December 2013; 1-10.

11. Gidal B, Billington R. New and Emerging Treatment Option for

Neuropatic Pain.The American Journal of Managed Care Juni 2006;

12(9): S269-S278.

12. Argoff CE. Managing Neuropathic Pain: New Approaches For Today's

Clinical Practice. [homepage on the internet] 2002 [cited 2013 December

22] : Available from: URL : http://www.medscape.org/viewarticle/453496

12