hidung dan sinus paranasal

53
HIDUNG DAN SINUS PARANASAL Dr. H. Amdad Umar Mansyur, SpTHT

Upload: erick-rangga-junior

Post on 10-Dec-2015

182 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hidung dan sinus paranasal

TRANSCRIPT

HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Dr. H. Amdad Umar Mansyur, SpTHT

HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

• HIDUNG (=NASUS)• HIDUNG LUAR (NASUS EKSTERNUS)• HIDUNG DALAM (NASUS INTERNUS)

HIDUNG LUAR (NASUS EKSTERNUS)1. NARES ANTERIOR2. KARTILAGO SEPTUMNASI

1. RADIKS NASI2. DORSUM NASI3. APEKS NASI4. NARES ANTERIOR5. KOLUMELA6. SULKUS NASOLABIALIS7. ALA NASI8. PLIKA NASOLABIALIS9. SULKUS ALARIS

9

BENTUK HIDUNGI. PLATYRRHINESII. MESORRHINESIII. LEPTORRHINES

•PLATYRRHINES▫NASAL INDEX : 65 – 80 ▫TDPT PD : ORANG KULIT HITAM

•MESORRHINES▫NASAL INDEX : 61 – 65 ▫TDPT PD : KULIT BERWARNA

•LEPTORRHINES▫NASAL INDEX : 61 ATAU KURANG▫TDPT PD : ORANG KULIT PUTIH

1. SINUS ETMOIDALIS

2. KAVUM ORBITA

3. KONKA SUPERIOR

4. MEATUS NASI MEDIUS

5. KONKA MEDIUS

6. SINUS MAKSILARIS

7. MEATUS NASI INFERIOR

8. KONKA INFERIOR

9. SEPTUM NASI

10. SINUS FRONTALIS

RONGGA HIDUNG (SKEMATIS)

NASUS EKSTERNUS

•Bagian hidung yg paling menonjol kedepan disebut APEKS NASI (ujung hidung).

•Pangkal hidung disebut RADIKSNASI•Bagian hidung yg berjalan dari radiks

sampai apeksnasi disebut DORSUM NASI

NASUS INTERNUS• = RONGGA HIDUNG • = HIDUNG DALAM • = KAVUM NASI

• Kavum nasi terbagi oleh septum nasi menjadi 2 bagian kanan dan kiri

• Didalam kavum nasi terdapat struktur penting yaitu :

1. KONKA : Inferior, medius dan superior. Masing-masing kanan dan kiri

2. MEATUS : Dibawah masing-masing konka terdapat meatus : inferior, medius dan superior

• Meatus nasi merupakan suatu celah pada celah-celah (meatusnasi) terdapat : ▫ Pd meatus nasi inferior terdapat ; Muara (Ostium) dari

Duktus Nasolakrimalis▫ Pd meatus nasi medius terdapat : muara-muara dari sinus

maksilaris, sinus etmoidalis anterior dan sinus frontalis ▫ Pd meatus nasi superior terdapat muara dari sinus

etmoidalis posterior dan sinus sfenoidalis

3. Septumnasi (Sekat Hidung) ▫ Terdiri atas tulang dan tulang rawan▫ Pd bag. anterior terdapat area little, tempat

pleksus Kiesselbach, yaitu suatu anyaman pembuluh darah yg terbentuk dari beberapa cabang arteri. Tempat ini mudah terkena trauma, sehingga terjadi epistaksis (mimisen)

• Kavumnasi berhubungan kedepan dg dunia luar mll Nares Anterior, sedang kebelakang berhubungan dg Nasofaring mll Nares Posterior atau Koane.

• Atap kavumnasi dibentuk tulang berlubang seperti Tapisan (area kribriformis) yaitu suatu tempat keluarnya ujung-ujung saraf pembauan / penghidu. Daerah ini disebut REGIO OLFAKTORIA.

•Aliran darah hidung berasal dari cabang-cabang Arteri Karotis Eksterna dan Interna. Sedang sistem persarafan oleh cabang N. Trigeminus.

•Kavumnasi dilapisi mukosa. Kecuali nares anterior dan vestibulum nasi yg dilapisi kulit dan ditumbuhi rambut.

•Diantara sel-sel mukosa terdapat sel Goblet yg menghasilkan lendir mengandung Lisosim yg mempunyai efek antiseptik.

•Tiap sel mukosa mempunyai Silia (rambut getar), gerakannya otomatis kearah belakang, yg mendorong lendir ke nasofaring.

SINUS PARANASAL • Disekitar hidung terdapat 4 pasang rongga kanan

kiri yg disebut SINUS PARANASAL. • Sinus tersebut berhubungan dg kavumnasi lewat

otiumsinus yg terletak pd MEATUSNASI. Hal ini yg menyebabkan infeksi hidung (RINITIS) dapat dg mudah meluas kearah sinus menjadi SINUSITIS.

• Keempat pasang sinus tersebut adalah : ▫ SINUS MAKSILARIS (terbesar) Ostiumnya di

Meatus Nasi Medius ▫ SINUS ETMOIDALIS ANTERIOR Ostiumnya di

Meatus Nasi Medius▫ SINUS FRONTALIS Ostiumnya di Meatus Nasi

Medius▫ SINUS ETMOIDALIS POSTERIOR Ostiumnya di

Meatus Nasi Superior▫ SINUS SFENOIDALIS Ostiumnya di Meatus Nasi

Superior

•Khusus sinus maksilaris letaknya sangat berdekatan dg gigi atas (Molar / Premolar), sehingga radang pd gigi dapat meluas ke sinus maksilaris.

•FISIOLOGI •Hidung dan sinus paranasalis berfungsi

sebagai : •Alat : 1. Respiratoris

2. Olfaktoris 3. Resonator 4. Drainase dan Ventilasi

1. Sbg Alat Pernafasan ▫ Mengatur jumlah udara yg masuk ▫ Menyiapkan udara yg masuk ke paru (dg cara

menyaring, membasahi dan memanasi udara)▫ Melaksanakan desinfeksi dg bantuan lendir,

ensim, silia, sel fagosit, dll2. Sbg Alat Pembauan (Olfaktoris)

Dg cara bekerjasama dg saraf pengecapan (GUSTATORIUS)

3. Fungsi resonansi suara dilaksanakan bersama sinus paranasalis. Kalau terjadi obstruksi suara akan jadi sengau (bindeng) yg disebut RINOLALIA OKLUSA

4. Fungsi drainase dan ventilasi. Sekret didalam sinus paranasal (SPN) akan keluar mll ostium kedalam kavum nasi. Sebaliknya udara dari kavum nasi masuk kedalam SPN mll ostium juga. Bila ostium tersumbat, mis.oleh udim mukosa atau polip maka fungsi ostium terganggu, terjadi penumpukan sekret didalam rongga sinus.

PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SPN• Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit2 pd

hidung dan SPN diperlukan anamnesis dan pemeriksaan yg baik.

• Untuk anamnesis diperlukan gejala2 peny. (SIMTOMATOLOGI) sbg :

• Sakit hidung : RINALGI • Pilek / Meler : RINORE• Bersin : SNIZING• Hidung Buntu : OBSTRUKSINASI• Ingus Bau : FOETOR EKSNASALIS• Tdk dpt membau : ANOSMIA• Pembauan menurun : HIPOSMIA• Sll membau busuk : KAKOSMIA• Mimisen : EPISTAKSIS• Rasa gatal dihidung : ITCHING • Suara sengau (bindeng) : NASOLALIA /

RINOLALIA

• NASOLALIA OKLUSA = NASOLALIA TERTUTUP • NASOLALIA APERTA = NASOLALIA TERBUKA

CARA-CARA PEMERIKSAAN :

1. RINOSKOPIA ANTERIOR - Dg spekulum hidung dan lampu kepala

2. RINOSKOPIA POSTERIOR ▫ Dg lampu kepala, cermin datar, mll rongga

mulut. Cermin menghadap keatas

3. TRANSILUMINASI (DIAPANOSKOPI) ▫ Dg lampu khusus yg dimasukkan rongga

mulut dan penderita dalam ruang gelap

4. RONTGEN FOTO ; misalnya waters untuk sinus maksilaris

PENYAKIT PENYAKIT HIDUNG

PENYAKIT HIDUNG DAN SPN

Dr. H. Amdad Umar Mansyur, SpTHT

PENYAKIT HIDUNG DAN SPN

POLIP HIDUNG •Suatu masa lunak berwarna putih keabu-

abuan, terdapat dalam rongga hidung •Polip hidung (polip nasi) berasal dari

pembengkakan mukosa hidung yg berisi banyak cairan interseluler dan kemudian terdorong kedalam rongga hidung oleh gaya berat

•Macam-macam polip hidung ▫Multipel : sering berasal dari sinus

etmoidalis ▫Soliter : biasanya berasal dari sinus

maksilaris, keluar dari osteum sinus maksilaris, osteum rongga hidung, membesar di koana dan nasofaring disebut polip antrokoana

• Etiologi ▫Biasanya sebagai akibat reaksi hipersensitif

atau reaksi alergi pada mukosa hidung ▫Kadang-kadang ditemukan bersama adanya

infeksi pada hidung• Polip biasanya diderita orang dewasa• Patofisiologi

▫Udim mukosa yg kebanyakan terdapat didalam meatus medius

▫Stroma terisi cairan interseluler sehingga mukosa yg sembab polipoid

▫Bila proses terus berlangsung jaringan polipoid turun kerongga hidung sambil membentuk tangan terbentuk polip

• Gejala ▫Hidung tersumbat yg bersifat menetap, makin lama

makin berat ▫Bila berat dapat terjadi hiposmia atau anosmia ▫Bila polip menyumbat osteum sinus, maka terjadi

sinusitis dg keluhan nyeri kepala dn rinore ▫Bila penyebabnya alergi, maka gejala utamanya

bersin-bersin, pilek dan gatal-gatal dihidung ▫Pemeriksaan rinoskopi anterior : ▫Masa putih keabu-abuan bertangkai mudah

digerakkan ▫Konsistensi lunak ▫Tidak nyeri bila ditekan ▫Tidak mudah berdarah ▫Dg vasokonstriktor tidak mengecil

• Terapi ▫Polipektomi ▫Etmoidektomi ▫Caldwell – LUC (CWL)

SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK

Dr. H. Amdad Umar Mansyur, SpTHT

SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK • Batasan

▫Sinusitis maksilaris yg telah menimbulkan perubahan histologi pada mukosa, yakni fibrosis dan metaplasia

• Patofisiologi ▫Rinogen

• Deviasi septum nasi, polipnasi rinitis alergika, dll▫Dentogen

• Infeksi gigi molar/premolar atas• Gejala klinik

▫Pilek berbau, kental. Biasanya satusisi ▫Rasa kering tenggorok, tenggorok berlendir ▫Batuk-batuk▫Sefalgia

Diagnosis • Anamnesis cermat • Pem. Fisik

▫Rinoskopi anterior Mukosa udim, hiperemi Mukosa dimeatus medius

▫Rinoskopi posterior : mukosa dinasofaring ▫Kadang-kadang nyeri tekan pipi ▫Transiluminasi : gelap pada sisi sakit

• Bila dentogen ada karies pada geraham atas disisi yg sakit

Pemeriksaan penunjang ▫Foto water : kesuraman pd sisi yg sakit

• Terapi ▫Evaluasi penyebab rinogen ▫Evaluasi penyebab dentogen ▫Irigasi, antrostomi, CWL (Cald Well Luc) /

operasi

IRIGASI SINUS MAKSILARIS

1. SINUS MAKSILARIS 2. OSTIUM SINUS

MAKSILARIS 3. SEPTUM NASI 4. KONKA INFERIOR 5. MEATUS NASI

INFERIOR

• BIASANYA TINDAKAN ANTROSTOMI BILA PERLU DITERUSKAN DG TINDAKAN OPERSAI CALD WELL LUC (CWL) YAITU SUATU OPERASI MEMBERSIHKAN ISI SINUS MAKSILARIS (PUS, POLIP, TUMOR) DG JALAN MELAKUKAN INSISI PADA LINEA GINGIVOBUCALIS SEPANJANG 1-1½ cm, SELANJUTNYA DIBAWAH INSISI DITERUSKAN DG MEMBUKA TULANG MAXILLA +0,5cm. DARI LUBANG ITULAH DILAKUKAN PEMBERSIHAN SINUS MAKSILARIS.

• SELANJUTNYA DIPASANG TAMPON MELALUI LUBANG TERSEBUT, YG UJUNGNYA DIKELUARKAN TERLEBIH DULU MELALUI LUBANG ANTROSTOMI (BERGUNA UNTUK MELEPAS TAMPON). SELANJUTNYA SETELAH SINUS MAKSILARIS PENUH DG TAMPON (TAMPON PANJANG DIBASAHI DG BETADIN DAN ZALF ANTIBIOTIK) LUKA INSISI DIJAHIT. TAMPON DIBIARKAN SELAMA 3x24 JAM.

ANGIO FIBROMA NASOFARING JUVENILIS (ANJ)

– MERUPAKAN TUMOR NASOFARING YANG SECARA HISTOPATOLOGI MERUPAKAN TUMOR JINAK, TETAPI SECARA KLINIS GANAS, KARENA MEMPUNYAI POTENSI TUMBUH MENDESAK ORGAN SEKITARNYA.

– PENYEBAB PASTI BELUM DIKETAHUI KEMUNGKINAN ADANYA KETIDAK SEIMBANGAN HORMONAL

– PENYAKIT INI BANYAK DIDERITA LAKI-LAKI ANTARA 10-17 TAHUN.

– TUMOR INI DITEMUKAN PADA ATAP NASOFARING, UMUMNYA UNILATERAL JARANG PADA GARIS TENGAH ATAU DINDING LATERAL NASOFARING PERTUMBUHAN RELATIF CEPAT

– TUMOR T.A PEMBULUH - PEMBULUH DARAH BESAR / KAPILER YANG MUDAH PECAH

– GAMBARAN KLINIK• OBSTRUKSI NASI PROGRESIF• SEKRET PURULEN• EPISTAKSIS BERULANG, HEBAT, BAIK

LEWAT HIDUNG ATAU MULUT (80% PENDERITA)

• PADA SISI DIMANA ADA ANJ → TELINGA :TINITUS, OBSTRUKSI, DIFNES.

• KEDEPAN : KE KAVUMNASI → OBSTRUKSI NASI

• KEBAWAH : MENDESAK PALATUM MOLE → DAPAT TERUS MENUTUP SALURAN NAFAS DAN SALURAN MAKANAN → DISTRES RESPIRASI & DISFAGI

• KEATAS : MENDESAK BASIS KRANII DAN MASUK KE INTRA KRANIAL

• TERAPI : - OBAT-OBATAN HORMON (ESTROGEN)• - RADIASI• - OPERASI• PROGNOSIS : - PADA KEADAAN DINI → BAIK• - PADA KEADAAN LANJUT/SUDAH

MASUK KE INTRAKRANIAL → JELEK

PERLUASAN ANJ

KARSINOMA NASOFARING (KNF)

– TUMOR GANAS TERBANYAK DI BID THT– SEBAGIAN BESAR PENDERITA DATANG

TERLAMBAT– PEMAHAMAN PENGENALAN GEJALA DINI TUMOR

INI MASIH KURANG.– > BANYAK DIDERITA LAKI-LAKI DARI PADA

WANITA (2:1)– UMUR RATA-RATA : 30 – 50 TH– PENYEBAB BELUM JELAS, DIDUGA :• EPSTEIN BARR VIRUS (EBV),

RANGSANGAN BAHAN KARSINOGENIK BERUPA : - BENZO PIREN

- ASAP PEMBAKARAN KAYU - RUMPUT

- TEMBAKAU- MINYAK TANAH- DUPA- KEMENYAN- ZAT NITROSAMIN (PADA IKAN

ASIN DAN MAKANAN YANG DIAWETKAN)• FAKTOR LAIN ADALAH IRITASI KRONIS MISAL

NASOFARINGITIS KRONIS• FAKTOR RAS / KETURUNAN• SOSIAL EKONOMI• LINGKUNGAN• KEBIASAAN HIDUP TERTENTU

GAMBARAN KLINIK• GEJALA DINI BERUPA ADANYA KELUHAN TERBATAS

PADA NASOFARING.• PADA STADIUM LANJUT KELUHAN SUDAH

MERUPAKAN AKIBAT DARI PERLUASAN TUMOR KE ORGAN SEKITAR ATAU METASTASIS JAUH.

• KEMUNGKINAN ADANYA KNF HARUS DIFIKIRKAN BILA DI JUMPAI ADANYA TRIAS GEJALA.a. TUMOR LEHER, GEJALA TELINGA, GEJALA HIDUNGb. GEJALA TELINGA, GEJALA HIDUNG, GEJALA INTRA

KRANIAL.c. TUMOR LEHER, GEJALA INTRA KRANIAL, GEJALA

HIDUNG.• PEMERIKSAAN RINOSKOPI ANT : TUMOR PADA

KAVUM NASI BAGIAN BELAKANG• PEMERIKSAAN RINOSKOPI POST : TUMOR PADA

NASOFARING

PERBEDAAN GEJALA DINI & GEJALA LANJUT

A. GEJALA DINI TELINGA : TINITUS, DIFNES, OTALGIAHIDUNG : RINORE, INGUS CAMPUR DARAH

OBSTRUKSI NASI, EPISTAKSIS.B. GEJALA LANJUT

EKSPANSIF : KEDEPAN MENUTUP KOANE →OBATRUKSI NASI

KEBAWAH MENDESAK PALATUM → BOMBANS PALATUM MOLE

INFILTRATIF : KEATAS LEWAT FORAMEN LACERUM KE INTRAKRANIAL →

STRABISMUS, DIPLOPI, KELUMPUHAN OTOT MATA, MATA JULING/TDK DAPAT BERGERAK, NYERI KULIT

PIPI, KELUMPUHAN FARING, PALATUM MOLE, OTOT LIDAH DLL.

• METASTASIS : PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER PADA SEKITAR ANGULUS MANDIBULE, KE HATI, TULANG,

GINJAL, LIMFA.

• PEMERIKSAAN LEBIH LANJUT :• X – FOTO • LABORATORIUM• PATOLOGI ANATOMI → BIOPSI, BAIK DARI • NASOFARING, MAUPUN KELENJAR GETAH

BENING• LEHER (BILA SUDAH TERJADI METASTASIS)

PENGOBATAN• RADOTERAPI (PENYINARAN) MERUPAKAN

PENGOBATAN UTAMA, TERUTAMA UNTUK TUMOR YANG RADIO SENSITIF (TUMOR JENIS ANAPLASTIK STADIUM I & II)

• RADIO TERAPI + KEMOTERAPI UNTUK TUMOR DENGAN STADIUM LANJUT.

PROGNOSIS- PADA STAD DINI KEMUNGKINAN HIDUP

LEBIH 5 TAHUN ADALAH 30 %- STAD LANJUT PROGNOSE JELEK

PENATALAKSANAAN EPITAKSIS

Dr. H. Amdad Umar Mansyur, SpTHT

PENDAHULUAN• Epistaksis atau pendarahan hidung (Nose Bleed)

atau lebih dikenal dengan istilah mimisen adalah suatu pendarahan yang keluar melalui lubang hidung, baik ke arah depan melalui lubang hidung depan (nares anterior) ataupun ke belakang melalui lubang hidung belakang (nares posterior) dan atau keluar dari Nasofaring dan masuk ke dalam faring.

• Epsitaksis dapat terjadi pada semua umur. Paling banyak terjadi pada usia anak-anak dan umur lebih dari 60 tahun, jarang terjadi pada bayi dan dewasa muda.

• Sebenarnya Epistaksis bukanlah merupakan suatu penyakit, tetapi hanya suatu gejala dari suatu penyakit untuk menentukan asal pendarahan sering sulit ditemukan. Sebagian besar (± 80%) Epistaksis berasal dari septumnasi bagian depan (Pleksus Kiesselbach) yaitu sebagai Epistaksis Anterior dan 20% sebagai Epistaksis Posterior, dimana sebagian darah dari rongga hidung masuk ke dalam faring dan sebagian keluar melalui lubang hidung depan.

• Tanpa memandang penyakit yang melatarbelakanginya, Epistaksis harus segera dihentikan, guna menghindari terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

MACAM-MACAM EPISTAKSIS

Epistaksis dapat terjadi karena pendarahan rongga hidung (Kavum Nasi), Sinus Paranasales ataupun Nasofaring. Sedangkan berdasarkan asal pendarahannya, Epistaksis dibagi 2 :

1. Epistaksis Anterior yaitu Epistaksis yang disebabkan karena pendarahan dari rongga hidung bagian depan (Anterior), biasanya dari Pleksus Kiesselbach yang terletak pada area Little yaitu pada Septum Nasi bagian depan atau dari Arteria Etmoidalis Anterior.

2. Epistaksis Posterior yaitu Epistaksis yang disebabkan pendarahan oleh karena pecahnya Arteri atau Vena yang terletak pada rongga hidung bagian belakang, Septum Nasi bagian belakang atau Nasofaring. Biasanya dari Arteri Sfenopalatina atau Arteri Etmoidalis Posterior.

ANATOMI HIDUNG

Secara Anatomis hidung dibagi 2 :•Hidung Luar (Nasus Eksternus)•Hidung Dalam (Nasus Internus) yaitu

rongga hidung atau Kavum Nasi

HIDUNG LUAR (NASUS EKSTERNUS)

1. NARES ANTERIOR2. KARTILAGO

SEPTUMNASI

1. RADIKS NASI2. DORSUM NASI3. APEKS NASI4. NARES ANTERIOR5. KOLUMELA6. SULKUS NASOLABIALIS7. ALA NASI8. PLIKA NASOLABIALIS

BENTUK HIDUNGI. PLATYRRHINESII. MESORRHINESIII. LEPTORRHINES

PLATYRRHINES- NASAL INDEX : 65 – 80 - TDPT PD : ORANG KULIT HITAM

MESORRHINES- NASAL INDEX : 61 – 65 - TDPT PD : KULIT BERWARNA

LEPTORRHINES- NASAL INDEX : 61 ATAU KURANG- TDPT PD : ORANG KULIT PUTIH

RONGGA HIDUNG (SKEMATIS)

1. SINUS ETMOIDALIS2. KAVUM ORBITA3. KONKA SUPERIOR4. MEATUS NASI MEDIUS5. KONKA MEDIUS6. SINUS MAKSILARIS7. MEATUS NASI INFERIOR8. KONKA INFERIOR9. SEPTUM NASI10. SINUS FRONTALIS

VASKULARISASI KAVUM NASI

Dr. H. Amdad Umar Mansyur, SpTHT

VASKULARISASI KAVUM NASI Suplai darah Kavum Nasi dari cabang-cabang

Arteri Karotis Eksterna dan Arteri Karotis Interna.

1. Cabang Arteri Karotis Eksterna yaitu :2. a. Sfenopalatina (lanjutan a. Maksilaris Interna)

mensuplai Kavum nasi, Meatus dan sebagian besar Septum.

3. a. Palatina Mayor (cabang a. Maksilaris Interna) mensuplai dinding Lateral Kavum Nasi dan bagian Anterior Septum.a. Labialis Superior (cabang a. Facialis). Cabang ini mensuplai ujung Septum dan ala nasi. Cabang ini juga beranastomosis dengan cabang a. Sfenopalatina dan a. Palatina mayor yang membentuk Pleksus Kiesselbach yang terletak pada Septum Nasi bagian Anterior (Pada Area Litte), dimana pleksus ini letaknya superfisial, sehingga dengan tergores sedikit saja mudah terjadi epistaksis.

4. a. Infraorbitalis dan a. Labialis Superior, cabang a. Maksilaris Interna yang mensuplai Sinus Maksilaris.

5. a. Faringeal, cabang a Maksilaris Interna yang mensuplai Sinus Sefinoid.

• Cabang-cabang Arteri Karotis Interna yaitu :

• a.Etmoidalis Anterior dan Posterior, yang merupakan cabang a. Oftalmika. Arteri ini yang mensuplai atap Hidung, Septum Nasi bagian Arterior, dinding Lateral Kavum Nasi, Sinus Etmoidalis dan Sinus Frontalis.

• Sistem Vena membentuk Pleksus Kavernosus, yang berada dibawah membrana mukosa. Pleksus ini jelas terlihat diatas Konka Media dan Inferior serta Septum bagian bawah. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan salah satu faktor predisposisi penyebaran infeksi sampai Intrakranial.

ETIOLOGI•35 % Trauma : trauma ringan sampai

berat :▫Mengorek hidung ▫Membuang ingus terlalu kuat▫Kena pukulan▫Kecelakaan

•65 % Spontan / tanpa penyebab yang jelas

FAKTOR PREDISPOSISI :

1. Faktor predisposisi dalam mukosa hidung▫ Inflamasi : Rinitis akuta, rinitis allergika▫ Krusta : Rinitis atropikans / ozaena, pada

ruang ber AC.2. Faktor predisposisi dalam dinding pembuluh

darah▫ Arteriosklerasis▫ Idiopatik▫ Degenerasi

3. Faktor predisposisi karena aliran dan tekanan darah

4. Faktor predisposisi karena kelainan hemostatis : misalnya trombositopenia, pengaruh obat- obatan (dicumarol, hiparin, aspirin dll).

PATOFISIOLOGI EPISTAKSIS• Epistaksis merupakan suatu bentuk pendarahan

yang sampai sekarang belum jelas benar patofisiologinya.

• Salah satu teori menyebutkan bahwa ketidakseimbangan hormonal dapat menyebabkan timbulnya pendarahan, yang disebabkan oleh karena meningkatnya permeabilitas kapiler secara abnormal. Perlu dipikirkan kemungkinan obat-obatan misalnya aspirin sebagai penyebab kelainan hemostasis, telah dibuktikan pula adanya aktifitas fibrinolis yang berlebihan pada penderita epistaksis.

• Teori- teori yang lain menyatakan bahwa terjadinya ruptura dinding pembuluh darah mukosa hidung masih merupakan suatu teka-teki yang penuh misteri.

PENATALAKSANAAN EPISTAKSIS :

•Penanganan epistaksis aktif (darah masih dalam keadaan keluar) harus segera dihentikan, tanpa memperhatikan apa yang menjadi penyebabnya. Hal ini dimaksudkan juga agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diharapkan.

•Untuk dapat melakukan penanganan epistaksis dengan baik, perlu juga sesegera mungkin menentukan jenis epistaksisnya, apakah epistaksis anterior ataukah epistaksis posterior.

1. Epistaksis Anterior • Epistaksis anterior ditandai adanya darah dari

rongga hidung yang sebagian besar keluar melalui lubang hidung depan (nares anterior) pada posisi penderita duduk tegak.

• Epistaksis anterior sering berasal dari septumnasi bagian depan (Plektus Kiesselbach), kadang-kadang juga berasal dari arteria etmoidalis anterior. Penanganan epistaksis anterior diberi/dipasang tampon anterior dengan kapas atau kasa steril yang diberi zalf antibiotik, tampon dapat dipertahankan 2-3 hari, penderita dapat pulang dan kembali setelah 2 atau 3 hari.

2. Epistaksis Posterior

• Epistaksis posterior ditandai adanya darah dari rongga hidung sebagian besar masuk kedalam rongga mulut dan sebagian kecil saja yang keluar melalui nares anterior, pada penderita dengan posisi duduk tegak. Sumber pendarahan biasanya dari a. etmoidalis posterior. Sumber pendaharan/bleeding point pada epistaksis ini sering sulit ditentukan baik dengan rinoskopi anterior maupun dengan rinoskopi posterior, sehingga penanganannya juga sering mengalami kesulitan.

• Pemasangan tampon posterior ( tampon belloq ) harus segera dipasang (setelah diagnosa epistaksis posterior ditegakkan) kadang-kadang harus diikuti juga dengan pemasangan tampon anterior. Bila dengan tampon posterior, epistaksis masih belum teratasi, maka dapat dilakukan legasi arteria karotis eksterna, arteria maksilaris interna atau arteria etmoidalis anterior dan arteria. etmoidalis posterior. Penderita dengan epistaksis posterior harus menjalani rawat inap.

Pemberian obat-obatan pada epistaksis. • Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa

pemberian obat-obatan pada epistaksis kurang bermanfaat. Tetapi menurut Cody dan kawan-kawan pada tahun 1981 menyatakan bahwa dapat digunakan obat-obatan hematinik suportif.

• Pemberian Vitamin C dan Vitamin K menunjukkan keberhasilan yang bervariasi pada pasien yang mengalami epistaksis berulang, Telah digunakan 20 mg premarin intramuskuler atau intravena bersama karbazokrom salisilat. Karbozokrom dianggap efektif untuk terapi penderita dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan disertai ruptura kapiler. Karbozokrom diberikan 10 mg (2 ml), diberikan intra muskuler atau peroral dan diulangi dalam 2 jam sesuai kebutuhan. Pada anak- anak dibawah usia 12 tahun diberikan 5 mg setiap 2 jam, intramuskuler atau peroral.

KESIMPULAN :•Epistaksis bukan suatu penyakit, hanyalah

gejala suatu penyakit.•Epistaksis harus segera dihentikan secara

adekuat tanpa memandang apa yang jadi penyebabnya

•Epistaksis anterior dipasang tampon anterior, tidak harus MRS

•Epistaksis posterior harus dipasang tampon posterior, harus MRS.