perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id penerapan doktrin ... · teman program studi magister ilmu...

136
PENERAPAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KORPORASI (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK / Pid. Sus / 2012 Dalam Perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang) T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Pidana Ekonomi Disusun Oleh : ANANDA MEGHA WIEDHAR SAPUTRI NIM : S.331302001 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Upload: dangxuyen

Post on 04-Apr-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

PENERAPAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE SEBAGAI

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA

KORUPSI OLEH KORPORASI

(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK / Pid. Sus / 2012 Dalam

Perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake

pada PT. PUSRI Palembang)

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Hukum Pidana Ekonomi

Disusun Oleh :

ANANDA MEGHA WIEDHAR SAPUTRI

NIM : S.331302001

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

ii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

iii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

iv

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Rabb

semesta alam, yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat-Nya, sehingga tesis

yang berjudul “PENERAPAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK

PIDANA KORUPSI OLEH KORPORASI (Analisis Putusan Mahkamah

Agung Nomor 154 PK / Pid. Sus / 2012 Dalam Perkara Pengadaan Solenoid

Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang)”, ini dapat penulis

selesaikan guna memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Secara garis besar, tesis ini membahas tentang pertanggungjawaban pidana

terhadap korporasi yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya milik

Persero (PT. Persero) terkait adanya tindak pidana korupsi. Pembahasan lebih

lanjut menyoroti penggunaan doktrin Business Judgement Rule dalam novum

yang diajukan oleh para terpidana.

Dalam kesempatan ini, penulis juga bermaksud menyampaikan ucapan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara

materiil maupun moril, sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan

baik dan lancar terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Direktur Program

Pascasarjana Univesitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai Ketua Penguji yang

telah memberikan saran, kritik, serta masukan bagi penyempurnaan tesis dari

penulis.

4. Bapak Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum., selaku Kepala Program Studi

Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

vi

5. Bapak Dr. Soehartono, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, dan masukan bagi kesempurnaan

tesis ini, sehingga tesis ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik dan

lancar.

6. Ibu Rofikah, S.H., M.H., selaku Co. Pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, arahan, petunjuk dan masukan bagi kesempurnaan penulisan tesis

ini, sehingga tesis ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik dan lancar.

7. Bapak Dr. WT. Novianto, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Penguji yang telah

memberikan saran, kritik, serta masukan bagi penyempurnaan tesis dari penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang telah memberikan ilmunya dengan penuh dedikasi dan

keikhlasan sehingga menambah wawasan dan pengetahuan penulis.

9. Bapak dan Ibu Staf Sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu kelancaran

administrasi selama penulis menempuh perkuliahan hingga penyelesaian

penulisan tesis ini.

10. Bapak dan Ibu Staf Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis dalam

mengumpulkan bahan-bahan hukum bagi kelancaran penyusunan tesis ini.

11. Kedua orangtua penulis, Ayahanda Wijiatmo, S.H., dan Ibunda Hartati, yang

telah memberikan doa, harapan, kasih sayang, cinta, serta motivasi yang tidak

terhingga sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister

Ilmu Hukum.

12. Motivator penulis, Arseto Endro Supriyanto, S.H., yang telah memberikan

motivasi, serta menjadi teman diskusi bagi penulis dalam menyelesaikan tesis.

13. Sahabat penulis, Ani Yunita, S.H., dan Rasyid Yuliansyah, S.H., serta teman-

teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun 2013, khususnya kelas

Hukum Pidana Ekonomi, Hukum Bisnis, serta Hukum Kebijakan Publik, yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

vii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

viii

MOTTO

“Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”.

(Q.S. Al Thalaq (65) : 7)

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan

keluar”

(Q.S. Al Thalaq (65) : 2)

“Allah berfirman: Aku berada pada sangkaan hamba-Ku, Aku selalu bersamanya

jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya

pada diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam suatu kaum, maka Aku mengingatnya

dalam suatu kaum yang lebih baik darinya, dan jika ia mendekat kepada-Ku satu

jengkal, maka Aku mendekat padanya satu hasta, jika ia mendekat pada-Ku satu

hasta maka Aku mendekat padanya satu depa, jika ia datang kepada-Ku dengan

berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari.”

(HR. Bukhari, Muslim)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………………….. i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ……………………….. ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS ………………………………… iii

PERNYATAAN ……………………………………………………… iv

KATA PENGANTAR ………………………………………………… v

MOTTO ……………………………………………………………….. viii

DAFTAR ISI ………………………………………………………….. ix

ABSTRAK INDONESIA ……………………………………………... xii

ABSTRAK INGGRIS ………………………………………………… xiii

BAB

I.

PENDAHULUAN……………………………………….

1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………… 1

B. Perumusan Masalah …………….……………………….. 11

C. Tujuan Penelitian ………………………………………... 11

D. Manfaat Penelitian ………………………………………. 12

BAB

II.

LANDASAN TEORI ………...…………………………

14

A. Kerangka Teori ……….…………………………………. 14

1. Doktrin Business Judgment Rule ………………....... 14

2. Tindak Pidana ……………………………………….. 18

a. Pengertian Tindak Pidana ……………………… 18

b. Unsur-unsur Tindak Pidana ……………………. 24

c.

Pandangan Pakar Hukum terhadap Perbuatan

Pidana (Tindak Pidana)……………………….....

25

d. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ……….. 30

3. Pengertian Korupsi ………………………………….. 48

4. Korporasi ……………………………………………. 52

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

x

a. Sejarah Lahirnya Korporasi ……………………. 52

b Pengertian Korporasi …………………………... 52

c. Teori Dasar dalam Menentukan Korporasi

Sebagai Subyek Dalam Hukum Pidana ……...… 57

d. Pemberian Sanksi pada Korporasi ……………... 58

5. Perseroan Terbatas ………………………………….. 59

B. Penelitian yang Relevan ………………………………… 60

C. Kerangka Berpikir ……………………………………… 64

BAB

III.

METODE PENELITIAN …………………..…………...

67

A. Jenis Penelitian …………………………………………. 68

B. Sifat dan Bentuk Penelitian ……………………………... 69

C. Jenis Data ……………………………………………….. 69

D. Sumber Data ……………………………………………. 69

E. Teknik Pengumpulan Data ……………………………… 70

F. Teknik Analisis Data …………………………………….. 71

BAB

IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………

72

A. Hasil Penelitian …………………………………………... 72

1. Penerapan doktrin Business Judgement Rule dalam

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid.

Sus / 2012 dalam perkara Pengadaan Solenoid Valve

dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang …...

72

2. Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Putusan

Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012

dalam perkara Pengadaan Solenoid Valve dan

Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang ………..

78

B. Pembahasan ……………………………………………… 82

1. Penerapan doktrin Business Judgement Rule dalam

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid.

Sus / 2012 dalam perkara Pengadaan Solenoid Valve

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

xi

dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang …... 82

2. Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Putusan

Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012

dalam perkara Pengadaan Solenoid Valve dan

Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang ………..

96

BAB

V.

PENUTUP ………………………………………………..

102

A. Kesimpulan ………………………………………………. 102

B. Implikasi …………………………………………………. 102

C. Saran ……………………………………………………... 102

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

xii

ABSTRAK

Ananda Megha Wiedhar Saputri, S331302001, 2014, Penerapan Doktrin

Business Judgement Rule Sebagai Pertanggungjawaban Pidana Dalam

Tindak Pidana Korupsi Oleh Korporasi (Studi Putusan Mahkamah Agung

Nomor 154 PK / Pid. Sus / 2012 Dalam Perkara Pengadaan Solenoid Valve

dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang).

Tesis : Program Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Penelitian ini mengkaji penerapan doktrin Business Judgement Rule dalam

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012 dalam perkara

Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang dan

menganalisis pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kasus tersebut.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang mendasarkan pada

konsep hukum kedua dan ketiga. Sifat penelitian eksploratif dengan bentuk

penelitian preskriptif. Jenis data penelitian sekunder dengan sumber data

penelitian sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tertier. Teknik pengumpulan data dengan

menggunakan studi kepustakaan. Dan teknik analisis data dengan mengunakan

metode deduksi yang berpangkal dari pengajuan premis mayor dan kemudian

diajukan ke premis minor, untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan dalam

penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa doktrin Business Judgement Rule tidak

dapat diterapkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK/ Pid. Sus/

2012 dalam perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT.

PUSRI Palembang dikarenakan doktrin Business Judgement Rule hanya dapat

diberlakukan bagi direksi dan pertanggunggjawaban pidana dibebankan pada

manager sesuai dengan teori identifikasi.

Kata kunci : Doktrin Business Judgement Rule, Korporasi, Pertanggungjawaban

Pidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

xiii

ABSTRACT

Ananda Megha Wiedhar Saputri, S331302001, 2014, Application of Business

Judgment Rule as the Doctrine of Criminal Liability In Corruption By

Corporations (Study of Corruption Decision No. 154 PK / Pid . Sus / 2012 In

Case of Valve Solenoid Procurement And Thrustor Brake at. PUSRI

Palembang). Thesis : Post-Graduate Program, Sebelas Maret University,

Surakarta.

This study examines the application of the doctrine of Business

Judgment Rule in Decision Corruption Number: 154 PK / Pid. Sus / 2012 in the

case of Procurement Solenoid Valve and Thrustor Brake on PT. PUSRI

Palembang and analyze corporate criminal liability in such cases.

This research is a normative law basing on the concept of the second

and third laws. The nature of exploratory research with a form of prescriptive

research. Type of secondary research data with secondary research data sources

consisting of primary legal materials, secondary law, and tertiary legal

materials. Data collection techniques using literature study. And data analysis

techniques using the method of deduction stemming from the submission of the

major premise and then submitted to the minor premise, to further drawn to a

conclusion.

Based on the research and discussion of the problems in this study, it

can be concluded that the doctrine of the Business Judgment Rule can not be

applied in the Corruption Decision Number 154 PK / Pid. Sus / 2012 in the case

of Procurement Solenoid Valve and Thrustor Brake on PT. PUSRI Palembang

due to the doctrine of Business Judgment Rule can only be applied to directors

and criminal liability charged to the manager in accordance with the theory of

identification.

Keywords: Business Judgment Rule Doctrines, Corporate, Criminal Liability

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan arus globalisasi yang sedemikian pesat mengubah dunia

di semua lini kehidupan. Barbara Parker memberikan gambaran globalisasi

ditandai dengan peningkatan makna yang terjadi di seluruh dunia yang

menyebar dengan cepat, sebagaimana yang terungkap sebagai berikut:

“there is growing sense that events occurring throughout the world are

converging rapidly to shape a single, integrated world where

economic, social, cultural, technological, business, other influences

cross traditional borders, and boundaries such as nations, national

cultures, time, space, and business industries with increasing ease.”1

(Terjemahan : adanya peningkatan makna dan peristiwa yang terjadi di

seluruh dunia yang menyebar dengan cepat untuk membentuk suatu

dunia yang tunggal, terintegrasi secara ekonomi, sosial, budaya,

teknologi, bisnis, dan pengaruh lainnya yang menembus batas dan

sekat tradisional seperti bangsa-bangsa, kebudayaan nasional, waktu,

ruang, dan bisnis industri meningkat dengan mudah).

Globalisasi menjadikan negara seakan-akan tanpa batas. Sama seperti

yang diungkapkan oleh Sera dan Ohmae, as a popular view of globalization is

as the absence of borders and barriers to trade between nations.2 (Terjemahan

: merupakan suatu pandangan populer tentang globalisasi adalah ketidakadaan

batas dan kendala perdagangan antar bangsa). Globalisasi3 adalah karakteristik

hubungan antara penduduk bumi yang melampaui batas-batas konvensional,

1 Ade Maman Suherman, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global (Edisi Revisi), ctk.

Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hlm. 15.

2 Ibid., hlm. 16.

3 Dijelaskan pula globalisasi merupakan arus yang cepat berisi muatan sebagai lima

dimensi yang sekaligus menjadi semacam unsur-unsur pembentuk pemandangan/landscape dari

dunia kehidupan manusia yang ada dalam proses globalisasi, yakni: a) arus manusia (ethnoscapes),

b) arus teknologi (technoscapes), c) arus finansial (financescapes), d) arus media (mediascapes),

dan e) arus ideologi (ideoscapes). Faruk HT, “Globalisasi, Krisis Multidimensi, dan Tempat

Humaniora di Dalamnya” dalam Supanto, Kejahatan Ekonomi Global dan Kebijakan Hukum

Pidana, Edisi Pertama, ctk. Pertama. PT. Alumni, Bandung, 2010, hlm. 3.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

2

seperti bangsa dan negara. Dalam proses tersebut dunia dimanfaatkan

(compressed) serta terjadi intensifikasi kesadaran terhadap dunia sebagai suatu

ketentuan utuh.4 Globalisasi menuntut segalanya serba cepat, dimana

seseorang yang tidak dapat mengikuti perkembangan arus globalisasi akan

tergilas. Globalisasi disebut juga suatu juggernaut dan akan membawa

perubahan sosial besar dan ketidakpastian ekonomi dan kultural budaya.5

Juggernaut diartikan sebagai sesuatu kekuatan yang menggilas. Globalisasi

dirasakan sebagai suatu kekuatan yang menggilas segala sesuatu yang ada di

jalannya (juggernaut). Kekuatan ini membawa perubahan sosial besar yang

menimbulkan ketakpastian ekonomi dan kultural dunia (world economic and

cultural insecurity).6

Perubahan mendasar yang mewarnai era global yang perlu

diperhatikan adalah pengaruhnya yang secara langsung atau tidak langsung

dalam pengambilan keputusan langkah strategi pada masa yang akan datang.7

Perkembangan dan perubahan khususnya di bidang ekonomi, teknologi dan

ilmu pengetahuan membawa pengaruh yang amat besar. Pembangunan bidang

ekonomi8 tidak dapat terlepas dari hubungan antar manusia di dunia yang

4 Roland Robertson, “Globalization, Social Theory and Global Culture” dalam Pathorang

Halim, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang di Era Globalisasi, ctk. Pertama,

Total Media, Yogyakarta, 2013, hlm. 7.

5 Supanto, Perkuliahan Tindak Pidana Komputer/Internet, Program Magister Ilmu

Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 19 Maret 2013.

6 Supanto. Op. Cit., hlm. 43.

7 Pathorang Halim, Op. Cit., hlm. 19.

8 Sri Rejeki Hartono menyatakan bahwa aspek hukum di dalam kehidupan ekonomi dapat

dilihat dari dua sisi dalam dua kepentingan yang tidak setara. Pertama, hukum dilihat dari sisi

pelaku ekonomi. Berangkat dari tujuan ekonomi sesungguhnya, untuk memperoleh keuntungan

yang sebesar-besarnya, sehingga hukum semata-mata dipandang sebagai faktor eksternal yang

bermanfaat dan dapat dimanfaatkan dalam rangka mengamankan kegiatan dan tujuan ekonomi

yang akan dicapai. Jadi, hukum benar-benar dimanfaatkan dalam rangka melindungi

kepentingannya (sendiri atau bersama) terhadap kepentingan lain maupun kepentingan yang lebih

luas. Hasilnya kepentingan publik konsumen. Kedua, hukum dipandang dari sisi

negara/pemerintahan. Hukum dapat dimanfaatkan untuk menjaga keseimbangan. Kepentingan di

dalam masyarakat. Hukum dipakai sebagai alat untuk mengawasi seberapa jauh terjadi

penyimpangan terhadap perilaku para pelaku ekonomi terhadap kepentingan lain yang lebih luas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

3

mengalami percepatan dan perubahan.9 Proses perubahan yang sekarang

berlangsung merupakan suatu proses transformasi masyarakat industri10

menjadi masyarakat informasi, yaitu suatu masyarakat yang kehidupan dan

kemajuannya sangat dipengaruhi oleh penguasaan informasi.11 Sejalan dengan

globalisasi ekonomi, tidak dapat dihindari terjadi juga globalisasi hukum12

sebagai dampak dari interaksi antar negara. Perkembangan teknologi yang

Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, ctk. Pertama. Mandar Maju, Bandung, 2000,

hlm. 6-7. 9 Globalisasi di bidang ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas

investasi atau pasar secara nasional, regional ataupun internasional. Hal ini disebabkan oleh

adanya:

a. Komunikasi dan transportasi yang semakin canggih;

b. Lalu lintas devisa yang semakin bebas;

c. Ekonomi negara yang semakin terbuka;

d. Penggunaaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-

tiap negara;

e. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang semakin efisien;

f. Makin berkembangnya perusahaan multinasional dihampir seantero dunia.

Pathorang Halim. Op. Cit., hlm. 18.

10 Manusia terlahir dengan telah dibekali akal dan budi. Akal dan budi tersebut

menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih sejahtera dan berkualitas, sehingga dapat terciptalah

penemuan-penemuan baru yang melahirkan peralatan canggih serta menciptakan sistem yang

mendorong menuju masyarakat industri. Akal dan budi bukan menjadi faktor satu-satunya dalam

perubahan menjadi masyarakat industri. Manusia juga memerlukan kesempatan dan keleluasaan

untuk berpikir dan berkreasi. Sebagaimana yang terjadi di Indonesia, setelah reformasi bergulir dan

kran berkreasi dibuka seluas-luasnya, kehidupan manusia berkembang dengan amat pesatnya.

Kebebasan itu tentunya ada batasannya. Sebaliknya, tanpa aturan yang membatasi manusia akan

saling serang, dan akan terjadi kehancuran yang akan berdampak bagi terhambatnya

perkembangan ilmu pengetahuan, karena mereka sibuk mempertahankan dirinya. Dengan

demikian, peranan hukum di sini dipergunakan untuk melindungi, mengatur dan merencanakan

kehidupan ekonomi sehingga dinamika kegiatan ekonomi itu dapat diarahkan kepada kemajuan

dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Gunarto Suhardi, Peranan Hukum dalam

Pembangunan Ekonomi, ctk. Pertama. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2002, hlm. 11-12.

Menurut John Naisbit dan Altrin Tomer sebagaimana dikutip Sarwini dan L. Budi

Kragmanto dalam Pathorang Halim, menyatakan masyarakat industri, artinya masyarakat tidak

dapat lagi menutup diri dari luar karena teknologi informasi dapat menembus batas-batas wilayah

kekuatan negara. Selain itu, kemajuan ilmu pengetahuan melahirkan kepedulian yang tinggi dari

masyarakat luas mengenai berbagai informasi dari berbagai belahan dunia. Hubungan saling

ketergantungan dalam sistem perekonomian menyebabkan sistem ekonomi nasional cenderung

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi global. Pathorang Halim, Op. Cit.,

hlm. 19.

11 Supanto, Op. Cit., hlm. 1.

12 Erman Rajaguguk mengatakan globalisasi hukum terjadi melalui kontrak-kontrak

bisnis internasional. Erman Rajaguguk, “Peranan Hukum dalam Pembangunan pada Era

Globalisasi” dalam Pathorang Halim. Loc. Cit.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

4

semakin canggih belakangan ini sudah tidak dapat dihindari. Setiap negara

berlomba-lomba menciptakan teknologi terdepan agar dapat bertahan dan

bersaing di dunia internasional

Globalisasi yang berkembang sekarang ini tidak hanya berbuah manis,

namun dibalik segudang kemanfaatannya, ternyata terdapat modus kejahatan

tersembunyi. Seiring dengan era global, kejahatanpun bertransformasi ke

dalam bentuk baru, sehingga sulit untuk dideteksi keberadaannya. Sebagai

contoh kejahatan yang dilakukan oleh korporasi di dalam bidang bisnis atau

biasa disebut dengan kejahatan ekonomi atau economic crime atau kejahatan

di bidang bisnis atau business crimes.

Kejahatan bisnis dan keuangan kerapkali diidentikan sebagai perilaku

menyimpang para pelaku ekonomi, dengan tujuan akhir mendapatkan

keuntungan sebanyak-banyaknya. Tentu saja keuntungan itu diperoleh

pelakunya dengan cara yang tidak wajar, tanpa memperhatikan cara ataupun

proses mendapatkan keuntungan tersebut. Pada sisi inilah sebenarnya titik

singgung antara persoalan hukum dengan prinsip-prinsip ekonomi, yang

keduanya bisa boleh jadi saling bertentangan namun bisa juga saling

melengkapi.13

Salah satu hal terpenting dari suatu tindak pidana atau biasa disebut

delik, terletak pada ada tidaknya unsur kesalahan yang berada pada kehendak,

keinginan atau kemauan dari pelaku kejahatan. Dalam doktrin “geen straf

zonder schuld” memperlihatkan bahwa kesalahan merupakan dasar untuk

menghukum pelaku kejahatan, karena “tidak dipidana tanpa adanya

kesalahan” (an act does not make a person guity unless mind is guilty). Di

samping unsur kesalahan (schuld), doktrin “actus non facitt reum, nisi mens sit

rea” mensyaratkan adanya unsur subyektif yang berada di dalam diri pelaku

kejahatan, yaitu: toerekeningsvatbaarheid (dapat dipertanggung- jawabkan).14

13 D. Andhi Nirwanto, Dikotomi Terminologi Keuangan Negara Dalam Perspektif Tindak

Pidana Korupsi, ctk. Pertama. Aneka Ilmu, Semarang, 2013, hlm. 2.

14 Ibid., hlm. 2.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

5

Robert E. Lane ketika melihat kejahatan White Collar Crime atau

kejahatan di bidang bisnis, bahwa sulit mencari apa penyebab tindakan-

tindakan demikian itu. Sangat sederhana motif mereka bukan semata-mata

motif ekonomi atau keuntungan, karena sebagian dari mereka tidak melakukan

perbuatan itu,15 bahkan untuk kejahatan korporasi (corporate crime), sulit

untuk mengungkap, melakukan investigasi kejahatan ini karena sangat

kompleks dan begitu rumit penuh intrik (extreme complexity and intricacy).16

Menyinggung mengenai konsep kejahatan, kejahatan tidak muncul

secara tiba-tiba melainkan konsep kejahatan telah lama ada. Sebagaimana

telah tertulis dalam Al Qur’an, kejahatan lahir ketika terjadi pembangkangan

dari iblis terhadap perintah Allah untuk hormat kepada manusia. Semenjak

saat itu, iblis berjanji untuk selalu menggoda manusia sampai akhir zaman.

Konflik interest antara manusia dan iblis dapat dipandang sebagai embrio

kejahatan. Bermula dari perasaan iri, sombong, dan dengki kejahatan itu

dimulai.17 Kejahatan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat,

mereka ibarat “dua sisi mata uang yang saling terkait”. Saling keterkaitannya

itu, dikatakan oleh Lacassagne18 bahwa masyarakat mempunyai penjahat

sesuai dengan jasanya. Kekekalan konsep kejahatan yang tidak akan musnah

hingga akhir zaman disebabkan karena kejahatan ada pada setiap diri manusia

sebagai salah satu sifat fitrah. Pendapat ini disampaikan oleh Freud19 yang

mengatakan bahwa hasrat manusia untuk merusak (jahat) sama kuatnya

dengan hasrat untuk mencintai. Pendapat berbeda datang dari Lorens.

15 Gilbert Geis and Robert F. Meier, “White Collar Crime” dalam Mien Rukmini, Aspek

Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai), ctk. Pertama, PT. Alumni, Bandung,

2006, hlm. 8.

16 Marshall B. Clinard and Peter C. Yeager, “Corporate Crime” dalam Mien Rukmini.

Ibid., hlm. 8.

17 Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime): Suatu Pengantar, ctk. Pertama, Kencana,

Jakarta, 2013, hlm. 43.

18 Agus Raharjo dalam Maskun, Ibid., hlm. 43.

19 Erich Frommm dalam Maskun, Ibid., hlm. 44.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

6

Argumentasinya mengatakan bahwa keagresifan manusia merupakan insting

yang digerakkan oleh sumber energi yang selalu mengalir, dan tidak selalu

akibat rangsangan dari luar. Jadi, dapat dikatakan bahwa destruktivitas

(kejahatan) selalu ada pada diri setiap manusia, hanya bagaimana

meminimalkan potensi yang secara kefitrahan ada pada setiap individu.20

“Menurut Soedjono Dirdjosisworo, kejahatan sekarang menunjukkan

bahwa kemajuan ekonomi juga menimbulkan kejahatan bentuk baru

yang tidak kurang bahaya dan besarnya korban yang diakibatkannya.

Indonesia dewasa ini sudah dilanda kriminalitas kontemporer yang

cukup mengancam lingkungan hidup, sumber energi, dan pola-pola

kejahatan di bidang ekonomi seperti kejahatan bank, kejahatan

komputer, penipuan terhadap konsumen berupa barang-barang

produksi kualitas rendah yang dikemas indah dan dijajakan lewat

advertensi secara besar-besaran dan berbagai pola kejahatan korporasi

yang beroperasi lewat penetrasi dan penyamaran.”21

Box mengemukakan, apabila kita mengalihkan perhatian

sesungguhnya kejahatan lebih banyak muncul dari kekuasaan daripada

kelemahan, kekayaan dibanding kemiskinan, dan dari hak-hak istimewa, …22

Perkembangan kejahatan yang demikian, telah memunculkan apa yang disebut

oleh Jean Baudrillard “The Perfect Crime”, kejahatan sempurna, kejahatan

yang bersembunyi dan sulit untuk dibuktikan, bahkan tidak diketahui apakah

itu perbuatan jahat atau bukan.23

Jauh sebelum era global berlangsung, sebenarnya telah dapat diprediksi

pada Kongres PBB V tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan

Pelanggar Hukum (The Prevention of Crime and Treatment of Offender) tahun

1975, yang dipertegas kembali dalam kongres PBB VII tahun 1985,

menunjukkan bahwa terdapat kejahatan bentuk baru yang dilakukan oleh

20 Ibid., hlm. 44.

21 Soedjono Dirdjosisworo, “Hukum Pidana Indonesia dan Gelagat Kriminalitas

Masyarakat Pascaindustri” dalam Muladi dan Dwija Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana

Korporasi (Edisi Revisi), ctk. Keempat, Kencana, Jakarta, 2013, hlm. 3.

22 Steven Box, Power, “Crime, and Mystification” dalam Mien Rukmini. Op. Cit., hlm.

97.

23 Yasraf Amir Piliang, “The Perfect Crime” dalam Mien Rukmini. Ibid.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

7

korporasi yang digerakkan oleh pengusaha terhormat yang membawa dampak

yang sangat negatif pada perekonomian Negara yang bersangkutan.24

Kejahatan jenis baru yang dimaksud bukan digerakkan oleh manusia pada

umumnya, tetapi kejahatan tersebut digerakkan oleh sebuah badan yang dapat

dipersamakan sebagai manusia pada umumnya. Badan tersebut dinamakan

korporasi. Perorangan manusia baik laki-laki, perempuan maupun dewasa atau

anak-anak adalah subyek hukum yang memiliki personalitas atau kepribadian

(personality or individuality). Manusia sebagai person atau perorangan dan

subyek hukum, mempunyai hak hidup yang dilindungi hukum. Berhak

memiliki kekayaan di depan hukum. Bahkan pada dirinya melekat berbagai

hak asasi yang harus dihormati penguasa dan anggota masyarakat lain. Pada

masa sekarang, secara universal, semua manusia sebagai perorangan tanpa

membedakan jenis kelamin, golongan, kelompok, ras dan agama, dapat

menegakkan hak-haknya di depan pengadilan. Sebaliknya, kepadanya dapat

diminta pertanggungjawaban atas pelanggaran kewajiban hukum yang melekat

pada hak tersebut di depan pengadilan: Semua manusia sebagai perorangan

adalah badan hukum (legal person) dan hal itu melekat pada dirinya sejak

lahir, serta keadaan itu berlangsung selama hidupnya sejak lahir sampai

meninggal dunia.

Akan tetapi, bukan manusia perorangan saja yang bisa menjadi subyek

hukum dan badan hukum. Perseroan bisa juga menjadi badan hukum, oleh

karena itu bisa subyek hukum. Apabila sesuatu mempunyai “hak” (recht,

right) dan “kewajiban” (duty) seperti layaknya manusia, maka menurut hukum

setiap apa pun yang mempunyai hak dan kewajiban adalah subyek hukum

dalam kategori “badan hukum” (rechtspersoon, legal person, legal entity).

Dengan demikian, tidak selamanya badan hukum harus manusia (natural

person).

Badan hukum yang bukan manusia itulah (the non-human legal

person) yang disebut pada Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Namanya disebut

“Perseroan Terbatas” (Naamlozevetnootschap, corporation limited by shares).

24 Andi Hamzah dalam Muladi dan Dwija Priyatno, Ibid., hlm. 4.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

8

Kata Perseroan atau korporasi yang dipakai sekarang berasal dari bahasa

Latin: corpus yang berarti badan, tubuh atau raga (body)25. Kata itulah yang

berkembang menjadi corporation atau Perseroan yang lahir dan dicipta

melalui proses hukum (processrecht, legal process). Bukan lahir melalui

proses alamiah (natural birth) seperti halnya manusia. Seperti yang telah

pernah disinggung, itu sebabnya disebut “badan hukum buatan” (kunsmatige

rechtspersoon, artificial legal person)26. Meskipun Perseroan badan hukum

antifisial:

Korporasi dalam perkembangan hukum pidana, dapat dimasukkan ke

dalam subyek hukum, seperti halnya manusia, sehingga korporasi dapat

dimintai pertanggungjawaban apabila melakukan kesalahan. Akan tetapi,

pertanggungjawaban antara korporasi dan manusia sangat jauh berbeda, dan

kejahatan yang dilakukan juga jauh berbeda. Korporasi tidak dapat berdiri

sendiri. Dalam menjalankan kegiatan atau usahanya, korporasi dijalankan oleh

seorang direktur, sehingga direktur dapat dimintai pertanggungjawaban atas

tindakan korporasi tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh I.S. Susanto

berikut:

“Kekuasaan korporasi tersebut dalam bahasa ekonomi dijalankan

melalui keputusan-keputusan dalam investasi, penentuan harga, lokasi,

penelitian, dan desain terhadap produk, namun juga mempunyai akibat

di bidang sosial dan politik seperti di bidang ketenagakerjaan,

persoalan-persoalan yang menyangkut kehidupan masyarakat setempat,

serta kualitas hidup manusia pada umumnya. Oleh karenanya, tidaklah

berlebihan bila dikatakan bahwa kekuasaan korporasi yang luar biasa

ini di dalam pelaksanaannya mempunyai pengaruh besar bagi

kehidupan setiap orang sejak dalam kandungan hingga ke liang kubur.

Udara yang kita hirup, air yang kita minum, makanan yang kita telan,

pakaian dan alas kaki yang kita pakai, jalan yang kita lalui, kendaraan

yang kita naiki, berita yang kita dengar, lihat, dan baca, masa depan

yang kita rencanakan, bahkan perilaku di dalam kamar tidur pun

seperti berapa anak yang kita kehendaki, semua berbau korporasi, baik

25 K. Prent Cm, J. Adisubrata, WJS Purwadarminta, Kamus Latin-Indonesia, Kanisius,

1969, hlm. 109 dalam M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Edisi Pertama, ctk. Kedua.

Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 53.

26 MC. Oliver and EA Marshal, Company Law, Eleventh Edition, The M & E Handbook

Series, 1991 dalam M. Yahya Harahap. Ibid., hlm. 10.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

9

melalui produknya maupun karena pencemarannya. Kehidupan,

kesehatan, dan keselamatan dari sebagian besar rakyat secara langsung

dan tidak langsung dikontrol oleh korporasi raksasa, seperti melalui

tingkat harga dan karenanya juga laju inflasi, kualitas barang, dan

angka pengangguran.27

David O. Friedrichs mendefinisikan kejahatan korporasi sebagai tindak

pidana yang dilakukan oleh pengurus korporasi untuk kepentingan korporasi

atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi itu sendiri (offences

committed by corporate officials for their corporation or the offences of the

corporation itself).28

Kejahatan yang dilakukan oleh korporasi dapat dilakukan melalui

keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh direksi. Keputusan itu dapat

merugikan pihak lain, tetapi tidak semua keputusan yang dikeluarkan oleh

direksi dapat disebut sebagai suatu kejahatan. Doktrin business judgement rule

merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa suatu putusan direksi

mengenai aktifitas perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun,

meskipun putusan tersebut kemudian ternyata salah atau merugikan

perseroan.29 Menjadi sebuah pertanyaan apabila terkait dengan keuangan

negara yang bermuara pada terjadinya tindak pidana korupsi.

27 I.S. Susanto dalam Muladi dan Dwija Priyatno, Ibid., hlm. 6-7.

28 David O. Freidrichs.“Trusted Criminals White Collar Crime in Contemporary Society”

dalam Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, ctk. Pertama, Rajagrafindo Persada,

Jakarta, 2013, hlm. 9.

29 Munir Fuady dalam Hendra Setiawan Boen, Bianglala Business Judgment Rule, ctk.

Pertama, Tatanusa, Jakarta, 2008, hlm. 9.

Aturan ini terdapat dalam Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas, yang untuk selanjutnya disebut sebagai UUPT, sebagaimana

dijelaskan sebagai berikut:

Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung

atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian

tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

10

Penulis mengambil analisis melalui studi putusan Mahkamah Agung

dengan Nomor Register Perkara : 154 PK / Pid. Sus / 2012 dengan Terdakwa I

bernama Ir. Faisal Muaz selaku Manager Pengadaan PT. PUSRI dan Terdakwa

II bernama Ir. Hadianto Eko Putro selaku Manager Teknik Keandalan dan

Jaminan Kualitias PT. PUSRI. Perkara ini bermula pada tahun 2008, PT.

PUPUK SRIWIJAYA, yang untuk selanjutnya disebut dengan PT. PUSRI

melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa berupa 2 (dua) Solenoid Valve

dan Thrustor Brake melalui sumber dana yang berasal dari Alokasi Anggaran

Gudang pada PT. PUSRI Palembang tahun 2008 sebesar 21.100,00 Euro atau

sekitar Rp. 280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah). Terdakwa I

dan Terdakwa II memenangkan CV. Kuala Simpang tanpa melakukan

pengecekan harga ke distributor dikarenakan Terdakwa I dan Terdakwa II

telah melakukan negoisasi dengan Deddy Zatta selaku Direktur CV. Kuala

Simpang. Ternyata pembelian barang tersebut tidak sesuai dengan permintaan,

tetapi para terdakwa tetap menerima barang yang dikirimkan tanpa

memperhitungkan harga pembelian sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal itu

dikarenakan CV. Kuala Simpang telah menjadi rekanan PT. PUSRI. Atas

perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp. 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah). Majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang dengan

Nomor 982 / PID.B /2010 / PN. PLG tertanggal 11 Agustus 2011 yang

amarnya menyatakan Terdakwa I dan Terdakwa II telah terbukti secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan

menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II dengan pidana

penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dan denda masing-masing

sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila

denda tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 2

(dua) bulan. Terdakwa I dan Terdakwa II serta Penuntut Umum mengajukan

banding. Adapun Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan

Negeri Palembang dengan Nomor : 12 / MAHKAMAH AGUNG / 2011 / PT.

PLG tertanggal 22 Desember 2011 dengan amarnya yang menyatakan bahwa

Terdakwa I dan Terdakwa II terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

11

melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menjatuhkan

pidana kepada Terdakwa I dan Terdakwa II dengan pidana penjara masing-

masing selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda masing-masing

sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) serta apabila denda

tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua)

bulan. Para terdakwa mengajukan peninjauan kembali dengan salah satu

novum menyebutkan doktrin business judgement rule.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan tersebut di atas,

penulis tertarik mengkaji lebih lanjut ke dalam penulisan tesis yang berjudul :

“PENERAPAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE SEBAGAI

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA

KORUPSI OLEH KORPORASI (Analisis Putusan Mahkamah Agung

Nomor 154 PK / Pid. Sus / 2012 Dalam Perkara Pengadaan Solenoid

Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah yang

akan penulis kaji dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah dasar Mahkamah Agung menolak novum Business Judgement

Rule dapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus /

2012 dalam perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada

PT. PUSRI Palembang?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana atas korporasi yang dapat

diterapkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus /

2012 dalam perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada

PT. PUSRI Palembang?

C. Tujuan Penelitian

Hasil akhir dari sebuah penulisan hukum ialah tujuan yang hendak

dicapai. Tujuan sebuah penelitian hukum diharapkan dapat memecahkan

sebuah masalah hukum dan dapat menjadi sebuah solusi baru dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

12

pengungkapan suatu fakta hukum. Adapun tujuan dari penelitian hukum ini,

adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui penerapan doktrin Business Judgement Rule

terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012

dalam perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT.

PUSRI Palembang.

b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana korporasi dalam

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012 dalam

perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT.

PUSRI Palembang.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis di bidang hukum

pidana, khususnya mengenai hukum pidana ekonomi.

b. Untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu yang selama ini telah

penulis dapatkan dalam perkuliahan dan praktek di lapangan dan

menganalisis suatu kasus pidana, serta mendapatkan solusi dari suatu

permasalahan yang terjadi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat menjadi perolehan terpenting dari suatu penelitian hukum,

karena disanalah terdapat hal-hal pokok yang nantinya akan berguna bagi

pihak-pihak, baik secara langsung atau tidak langsung. Manfaat penelitian

tesis ini dapat terbagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun

manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini, adalah:

a) Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan

di bidang hukum pada umumnya, dan hukum pidana pada khususnya.

b. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan

pembendaharaan literatur dan menambah khasanah dunia kepustakaan,

sehingga dapat menjadi bahan acuan untuk mengadakan kajian dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

13

penelitian mengenai hal sejenis, yaitu mengenai konstruksi hukum

pidana ekonomi.

b) Manfaat Praktis

a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan

membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan

penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

b. Untuk memberikan jawaban atas masalah yang diteliti.

c. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan

penelitian ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kerangka Teori

1. Doktrin Business Judgement Rule

Doktrin Business Judgement Rule bukan merupakan doktrin

baru dalam hukum bisnis. Doktrin tersebut merupakan salah satu

doktrin yang melindungi direksi, antara lain seperti doktrin Fiduciary

Duty, doktrin Due Care and Loyalty, doktrin Derivative Suit, doktrin

Piercing The Corporate Veil, doktrin Ultra Vires, doktrin Proper

Purpose, dan doktrin Business Judgment Rule. Doktrin ini lahir sebagai

akibat adanya doktrin Fiduciary Duty, yaitu prinsip duty of skill and

care. Standar dari pelaksanaan duty of skill and care adalah bahwa

direksi harus melaksanakan tugasnya untuk mengelola perseroan

dengan itikad baik dan hati-hati sebagaimana orang biasa (prudent

man) melaksanakan pengelolaan terhadap kekayaannya,30 sehingga

dapat pula digambarkan kalau doktrin Business Judgement Rule

merupakan buah dari pohon yang bernama Fiduciary Duty.31

Apabila direksi pada saat mengambil keputusan, telah

melakukannya dengan pertimbangan yang matang, penuh tanggung

jawab, maka mengingat suasana bisnis yang penuh ketidakpastian,

seandainya ternyata keputusan tersebut salah, seharusnya direksi tidak

dituntut secara pribadi, karena perseroan juga harus ikut menanggung

kerugian tersebut, ini adalah konsep dasar business judgment rule.32

Business judgement rule sebenarnya mengenai pembagian tanggung

30 James D. Cox, Thomas Lee Hazen, dan Hodge O’neal dalam Hendra Setiawan Boen,

Bianglala Business Judgment Rule, ctk. Pertama, Tatanusa, Jakarta, 2008, hlm. 187.

31 Ibid., 100-102.

32.Ibid., 100.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

15

jawab di antara perseroan dan organ yang mengurusnya, terutama

direksi, dan pemegang saham manakala terjadi kerugian yang menimpa

perseroan yang disebabkan oleh human error. Business judgment rule

timbul sebagai akibat telah dilaksanakannya fiduciary duty oleh

seorang direksi, yaitu prinsip duty. Doktrin Business Judgement Rule

bukanlah doktrin baru dalam hukum bisnis. Doktrin ini berasal dari

negara common law.33 Negara tersebut, antara lain Inggris, Amerika

Serikat, Australia, dan sebagainya.34 Sebagaimana ditegaskan oleh

Ralph A. Peeples35:

“Although arguably codified by the Model Business

Corporation Act, the business judgment rule is derived from the

common law…, Justice Brandeis recognized and described the

rule in 1917… In its narrowest form, the business judgment

rule determines judicial conduct… Application of the rule

requires judicial deference to corporate decisions and thus

non-interference by the court..”

(Terjemahan : Meskipun bisa dibilang dikodifikasikan oleh

Undang-Undang Model Business Corporation , aturan

keputusan bisnis berasal dari common law ... , Hakim Brandeis

diakui dan dijelaskan aturan pada tahun 1917 ... Dalam bentuk

yang sempit , aturan keputusan bisnis menentukan perilaku

hakim ... Penerapan aturan membutuhkan menghormati

peradilan untuk keputusan perusahaan dan dengan demikian

non - campur tangan pengadilan .. ")

Ditambahkan Bayless Manning36 ketika mengatakan:

“While not part of the statutory framework, this legal concept

is well established in the care law of most jurisdictions…”

33 Elizabeth S. Miller dan Thomas E. Rutledge. “The Duty of Finest Loyalty and

Reasonable Decisions: The Business Judgment Rule in Unincorporated Business Organizations?”

dalam Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana

Korporasi, ctk. Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm. 225.

34 Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban

Pemberitahuan oleh Direksi, ctk. Pertama, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 58.

35 Ralph A. Peeples. “The Use and Misuse of The Business Judgment Rule in the Close

Corporation” dalam Hendra Setiawan Boen, Op. Cit., hlm. 46.

36 Bayless Manning dalam Hendra Setiawan Boen, Ibid., hlm. 46.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

16

David P. Twomey37 berpendapat bahwa:

“Accordingly, courts will not sit in judgment on the wisdom of

decisions made by directors. If the directors have acted in good

faith on the basic of adequate information, court will not enjoin

the course of action taken by the directors. Moreover, even

though such action causes loss to the corporation, the directors

will not be held personally liable for it. This principle is called

the business judgment rule.”

Menurut Roger LeRoy dan Gaylod A.Jentz, mendefinisikan

sebagai

“A rule that immunizes corporate management from liability

for action that result in corporate losses or damages if the

action are undertaken in good faith and are within both the

power of the corporation and the authority of management to

make.”

(Terjemahan : Aturan yang kebal manajemen perusahaan dari

tanggung jawab atas tindakan yang mengakibatkan kerugian

perusahaan atau kerusakan jika aksi yang dilakukan dengan

itikad baik dan dalam kedua kekuatan korporasi dan

kewenangan manajemen untuk membuat).

Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa business

judgement rule melindungi direksi atas keputusan bisnis yang

merupakan transaksi korporasi, selama hal tersebut dilakukan dalam

batas-batas kewenangan yang dimilikinya dengan penuh kehati-hatian

dan itikad baik. Prinsip ini mengatakan adalah bahwa bilamana direksi

telah mengambil keputusan setelah sebelumnya didahului dengan

pertimbangan bisnis yang cermat dan saksama, dia akan mendapatkan

kekebalan dan tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pribadinya

meskipun keputusan yang diambilnya ternyata tidak menguntungkan

perseroan. Doktrin ini melindungi direksi dengan memungkinkan

mereka berbuat kesalahan, sepanjang proses pengambilan keputusan

dilakukan secara cermat dan teliti, dengan wajar dan patut, serta dapat

dibuktikan. Pemegang saham tidak mungkin bisa berharap bahwa

37 David P. Twomey dalam Hasbullah F. Sjawie, Loc. Cit.,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

17

direksi tidak akan pernah mengambil suatu keputusan yang tidak tepat,

tetapi pemegang saham mempunyai hak untuk berharap bahwa semua

keputusan yang diambil dilakukan dengan penuh pertimbangan dan

kehati-hatian.

Dengan demikian, business judgment rule dijadikan kriteria

untuk mengukur tanggung jawab setiap anggota direksi. Artinya,

seorang anggota direksi dianggap tidak bertanggung jawab apabila dia

melaksanakan tugasnya dengan memerhatikan prinsip fiduciary duties

yang ada, sekaligus dengan mempunyai berbagai pertimbangan yang

reasonable terhadap keputusan yang diambilnya. Meski demikian,

direksi tidak bisa berlindung di bawah prinsip business judgment rule

jika keputusan yang diambilnya mengandung unsur-unsur fraud,

conflict of interest, illegality, dan gross negligence.38

Doktrin Business Judgement Rule merupakan suatu doktrin

yang mengajarkan bahwa putusan direksi mengenai aktivitas perseroan

tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, meskipun putusan tersebut

kemudian ternyata salah atau merugikan perseroan, sepanjang putusan

tersebut memenuhi syarat sebagai berikut:39

a. Putusan sesuai hukum yang berlaku,

b. Dilakukan dengan itikad baik,

c. Dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose),

d. Putusan tersebut mempunyai dasar-dasar yang rasional

(rasional basis),

e. Dilakukan dengan kehati-hatian (due care) seperti dilakukan

oleh orang yang cukup hati-hati pada posisi yang serupa.

f. Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya

(reasonable belief) sebagai yang terbaik (best interest) bagi

perseroan.

38 Hendra Setiawan Boen, Op. Cit., hlm. 20.

39 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya

Dalam Hukum Indonesia, ctk. Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 186

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

18

Kesalahan dari direksi atas suatu perseroan masih dapat ditoleransi

sampai kepada batas-batas tertentu saja. Adapun kesalahan direksi yang

dapat ditoleransi adalah sebagai berikut :40

a. Hanya salah dalam mengambil putusan (mere error of

judgement).

b. Kesalahan yang jujur (honest mistake, honest error in

judgement).

c. Kerugian perusahaan karena kesalahan pegawai perusahaan

(kecuali jika tidak ada sistem pengawasan yang baik).

Pengecualian kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan,

seperti:41

a. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip fiduciary duty.

Dalam hal ini termasuk jika ada unsur benturan kepentingan

(conflict of interest).

b. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian (due

care). Dalam hal ini termasuk jika ada unsur kesengajaan atau

kelalaian.

c. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip putusan yang

bijaksana (prudence).

d. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip itikad baik.

e. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip tujuan bisnis yang

benar (proper purpose).

f. Kesalahan direksi karena tidak kompeten.

g. Kesalahan karena melanggar hukum dan perundang-undangan

yang berlaku.

h. Kesalahan karena direksi kurang informasi (ill informed).

i. Kesalahan karena dalam mengambil tindakan/putusan, direksi

terlalu tergesa-gesa (hasty action).

j. Kesalahan karena keputusan diambil tanpa investigasi dan

pertimbangan yang rasional.

2. Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana dalam bahasa Belanda dikenal sebagai strafbaar

feit42, tetapi apabila strafbaar feit diterjemahkan ke dalam bahasa

40 Ibid., hlm. 188.

41 Ibid., hlm. 188.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

19

Indonesia memiliki istilah yang berbeda dari para ahli. Terjemahan

strafbaar feit dari beberapa ahli hukum pidana, dapat dikategorikan

sebagai berikut:

1) Strafbaar feit diterjemahkan sebagai tindak pidana. Ahli hukum

yang sepakat, yaitu

a) Wirjono Prodjodikoro

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-asas

Hukum Pidana di Indonesia mengartikan tindak pidana sebagai

suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman

pidana.43

b) Simon

Simon mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu

tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh

undang-undang, bertentangan dengan hukum dan dilakukan

dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung

jawab.44

42 Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana 1: Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-

teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Edisi Pertama, ctk. Pertama, Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2002, hlm. 67.

Strafbaar feit, terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar, dan feit. Straf diterjemahkan dengan

pidana dan hukum, baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh, sedangkan kata feit diterjemahkan

dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Kata tindak merujuk pada sikap manusia

yang bersifat aktif. Kata feit, lebih pas diterjemahkan dengan perbuatan, kata pelanggaran

digunakan sebagai arti dari overtrading (lawan dari misdrijven/kejahatan) terdapat dalam

penjelasan buku II dan III KUHP. Sementara kata peristiwa, menggambarkan pengertian yang

lebih luas dari perbuatan, karena peristiwa tidak saja menunjuk pada perbuatan manusia,

melainkan mencakup pada seluruh kejadian, termasuk pula kejadian yang diakibatkan oleh alam.

Kata perbuatan merujuk pada sikap yang diperlihatkan seseorang, baik aktif maupun pasif.

Pendapat lain menyatakan strafbaar feit (dengan penulisan straafbaarfeit) terdapat dua

unsur pembentuk kata, yaitu straafbaar dan feit. Feit dalam bahasa Belanda diartikan sebagian dari

kenyataan, sedang straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harfiah perkataan

straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum. Evi Hartanti. 2012. Tindak

Pidana Korupsi, Edisi Kedua ctk. Keempat, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 5.

43 Wirjono Prodjodikoro dalam dalam Mahrus Ali. Dasar-dasar Hukum Pidana, Edisi

Pertama, ctk. Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 52.

44 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia – Suatu Pengantar, ctk. Pertama, PT.

Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 97.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

20

Strafbaar feit diartikan sebagai suatu tindakan

melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun

tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh

undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang

dapat dihukum. Alasan dirumuskan seperti di atas, karena:45

(1) Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa di

situ harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun

yang diwajibkan oleh undang-undang, di mana pelanggaran

terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah

dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum;

(2) Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan

tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti

yang dirumuskan di dalam undang-undang; dan

(3) Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan

atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada

hakikatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau

merupakan “onrechtmatige handeling”.

c) Moeljatno

Moeljatno mengartikan tindak pidana sebagai perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa

yang melanggar larangan tersebut.46

Pada kesempatan yang lain, dia juga mengatakan

dengan substansi yang sama bahwa perbuatan pidana adalah

“perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana,

barangsiapa melanggar larangan tersebut”.47

45 Mahrus Ali. Op. Cit., hlm. 52-53.

46 Moeljatno dalam Mahrus Ali. Ibid., hlm. 51.

47 Moeljatno dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 98.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

21

d) Roeslan Saleh

Roeslan Saleh pada bukunya yang berjudul Tindak

Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian Dasar

dalam Hukum Pidana, mendefinisikan tindak pidana yaitu

“sebagai perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan

sebagai perbuatan yang dilarang”.48

e) Komariah Emong Supardjadja

Komariah Emong Supardjadja dalam buku yang

berjudul Ajaran Melawan Hukum dalam Hukum Pidana

Indonesia: Studi Kasus tentang Penerapan dan

Perkembangannya dalam Yurisprudensi, tindak pidana

diartikan sebagai “suatu perbuatan manusia yang memenuhi

rumusan delik, melawan hukum dan pembuat bersalah

melakukan perbuatan itu”.49

f) Sutan Remy Sjahdeini

Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya yang berjudul

Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer mendefinisikan tindak

pidana sebagai perilaku (conduct) yang oleh undang-undang

pidana yang berlaku (hukum pidana positif) telah

dikriminalisasi dan oleh karena itu dapat dijatuhi sanksi pidana

bagi pelakunya.50

g) Indrianto Seno Adji

Indrianto Seno Adji dalam bukunya yang berjudul

Korupsi dan Hukum Pidana, tindak pidana dirumuskan sebagai

“perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya

48 Roeslan Saleh dalam Mahrus Ali. Ibid., hlm. 98.

49 Komariah Emong Supardjadja dalam Mahrus Ali. Ibid., hlm. 53.

50 Sutan Remy Sjahdeini dalam Mahrus Ali. Ibid., hlm. 53.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

22

bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi

pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.”51

2) Strafbaar feit diterjemahkan bukan sebagai tindak pidana.

Terjemahan tersebut antara lain sebagai berikut:

a) Strafbaar feit diterjemahkan sebagai peristiwa pidana.

Terjemahan ini digunakan oleh:

(1) Andi Zainal Abidin, dengan alasan tidak sepakat, sebagai

berikut : 52

(a) Tindak tidak mungkin dipidana, tetapi orang yang

melakukanlah yang dapat dijatuhi pidana;

(b) Ditinjau dari segi Bahasa Indonesia, tindak adalah kata

benda dan pidana juga kata benda. Yang lazim ialah

kata benda selalu diikuti kata sifat, misalnya kejahatan

berat, perempuan cantik, dan lain-lain;

(c) Istilah strafbaar feit sesungguhnya bersifat eliptis yang

kalau diterjemahkan secara harfiah adalah peristiwa

yang dapat dipidana, oleh Van Hatum bahwa

sesungguhnya harus dirumuskan feit terzake van

hetwelk een person starfbaar is yang berarti peristiwa

yang menyebabkan seseorang dapat dipidana. Istilah

criminal act lebih tepat, karena ia hanya menunjukkan

sifat kriminalnya perbuatan.

(2) R. Tresna

(3) H.J. van Schravendijk, serta

(4) dicantumkan pula oleh pembentuk Undang-Undang Dasar

Sementara Tahun 1950 kedalam Pasal 14 ayat 1.

b) Strafbaar feit diterjemahkan sebagai delik, yang berasal dari

bahasa Latin delictum. Terjemahan ini digunakan oleh:

(1) Utrech

(2) A. Zainal Abidin

51 Indrianto Seno Adji dalam Mahrus Ali. Ibid., hlm. 53.

52 Andi Zainal Abidin, “Tanggapan Terhadap Buku I Bab I sampai dengan Bab II

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana” dalam Erdianto Effendi, Op. Cit., hlm. 96-97.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

23

(3) Moeljatno

c) Strafbaar feit diterjemahkan sebagai pelanggaran pidana.

Terjemahan ini digunakan oleh M.H. Tirtaamidjaja.

d) Strafbaar feit diterjemahkan sebagai perbuatan yang boleh

dihukum. Terjemahan ini digunakan oleh Karni dan

Schravendijk.

e) Strafbaar feit diterjemahkan sebagai perbuatan yang dapat

dihukum. Terjemahan ini digunakan oleh pembentuk Undang-

Undang Nomor 12/Drt/1951 tentang Senjata Api dan Bahan

Peledak (Pasal 3).

f) Strafbaar feit diterjemahkan sebagai perbuatan pidana.

Terjemahan ini digunakan oleh Moeljatno53, Roeslan Saleh54,

Marshall55.

53 Moeljatno memberikan definisi sebagai perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang

dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dan disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana

tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Pada kesempatan yang lain, dia juga

mengatakan dengan substansi yang sama bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang

dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Moeljatno dalam Mahrus

Ali. Op. Cit., hlm. 98.

Alasan perbuatan pidana lebih tepat, ialah:

1. Bahwa yang dilarang itu adalah perbuatannya (perbuatan manusia, yaitu suatu

kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), artinya larangan

itu ditujukan pada perbuatannya. Sedangkan ancaman pidananya itu ditujukan

pada orangnya.

2. Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman pidana (yang

ditujukan pada orangnya) ada hubungan yang erat, dan oleh karena itu perbuatan

(yang berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi, melanggar

larangan) dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat

pula.

3. Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah maka lebih tepat

digunakan istilah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang menunjuk

pada dua keadaan konkrit, yaitu: pertama adanya kejadian tertentu (perbuatan)

dan kedua adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu.

Moeljatno dalam Adami Chazawi. Op. Cit., hlm. 71.

Moeljatno juga menyatakan bahwa istilah peristiwa pidana dan istilah tindak pidana

adalah suatu istilah yang tidak tepat, dengan alasan:

1. Untuk istilah peristiwa pidana, perkataan peristiwa menggambarkan hal yang

kongkrit (padahal strafbaar feit sebenarnya abstrak) yang menunjuk pada

kejadian tertentu.

2. Sedangkan istilah tindak pidana, perkataan “Tindak” tidak menunjuk pada hal

abstrak seperti perbuatan, tapi sama dengan perkataan peristiwa yang juga

menyatakan keadaan kongkrit, seperti kelakuan, gerak-gerik atau sikap jasmani,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

24

Dari kata strafbaarfeit dapat dikenal menjadi beberapa istilah,

yaitu tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana,

perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum,

perbuatan pidana, criminal act, dan jinayah.

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Adapun unsur dari suatu tindak pidana, dapat dibagi menjadi 2

(dua) sudut pandang, yaitu sudut pandang teoritis dan sudut pandang

undang-undang. Sudut pandang teoritis berdasarkan pendapat para ahli

hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya, sedangkan sudut pandang

undang-undang adalah kenyataan tindak pidana yang dirumuskan menjadi

tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan

yang ada. Beberapa ahli yang menganut sudut pandang teoritis, adalah

Moeljatno, R.Tresna, Vos, Jonkers dan Schravendijk. Persamaan dari

beberapa ahli tersebut dalam merumuskan tindak pidana, adalah tidak

memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatannya dengan unsur

yang mengenai diri orangnya.

Sudut pandang undang-undang dalam merumuskan suatu tindak

pidana didasarkan pada rumusan Buku II dan Buku III KUHP. Buku II

KUHP mengatur mengenai tindak pidana tertentu yang masuk dalam

kategori kejahatan, sedangkan Buku III KUHP mengatur mengenai

pelanggaran. Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP,

maka dapat diketahui adanya 8 (delapan) unsur tindak pidana, yaitu:

1) unsur tingkah laku;

hal mana lebih dikenal dalam tindak tanduk, tindakan dan bertindak. Moeljatno

dalam Adami Chazawi. Ibid., hlm. 71-72.

54 Roeslan Saleh mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian perbuatan pidana,

yaitu sebagai perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang

dilarang. Roeslan Saleh dalam Mahrus Ali. Op. Cit. ,hlm. 98.

55 Marshall mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang

dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana berdasarkan prosedur

hukum yang berlaku Andi Hamzah, dalam Mahrus Ali. Ibid., hlm. 98.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

25

2) unsur melawan hukum;

3) unsur kesalahan;

4) unsur akibat konstitutif;

5) unsur keadaan yang menyertai;

6) unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;

7) unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;

8) unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana.

c. Pandangan Pakar Hukum terhadap Perbuatan Pidana (Tindak Pidana)

Pandangan yang memisahkan antara perbuatan dan orang yang

melakukan ini disebut pandangan dualism, dianut oleh Pompe, Vos,

Tresna, Roeslan Saleh, A. Zaenal Abidin.56 Konsep tindak pidana yang

dikemukakan oleh ahli hukum pidana di atas mengarah kepada dua hal,

yaitu yang memisahkan antara tindak pidana dan pertanggungjawaban

pidana, dan yang mencampur antara tindak pidana dan

pertanggungjawaban pidana. Konsep tindak pidana oleh Moeljatno,

Roeslan Saleh, Wirjono Prodjodikoro, dan Sutan Remy Sjahdeini secara

tegas memisahkan antara tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana.

Tindak pidana adalah satu hal, sedangkan pertanggungjawaban pidana

merupakan hal lain. Seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana

tidak secara otomatis harus dijatuhi sanksi pidana atau sanksi tindakan,

karena hal itu bergantung kepada apakah orang tersebut memiliki

kesalahan atau pertanggungjawaban pidana. Namun demikian, antara

tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana merupakan dua konsep

yang sangat sentral dan saling terkait dalam hukum pidana, tindak pidana

tidak akan memiliki banyak arti tanpa pertanggungjawaban pidana,

demikian juga sebaliknya.

Pada sisi yang lain, konsep tindak pidana yang dirumuskan oleh

Simons, Komariah Emong Supardjadja, dan Indrianto Seno Adji tidak

memisahkan atau bahkan mencampur-aduk antara tindak pidana dan

56 Adami Chazawi, Op. Cit., hlm. 72.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

26

pertanggungjawaban pidana. Hal ini terlihat dari digunakannya kata

“sengaja”, “bersalah”, dan “kesalahan” dalam membangun rumusan

konsep tindak pidana. Padahal, secara teoritis kesalahan tidak terkait

dengan tindak pidana, tapi berhubungan dengan pertanggungjawaban

pidana. Implikasinya, seseorang bisa dijatuhi pidana cukup dengan

terbuktinya tindak pidana yang dilakukan orang itu, tanpa perlu

membuktikan apakah pada diri orang itu terdapat kesalahan atau tidak.

Konsep tindak pidana mengacu kepada konsep yang dirumuskan

oleh Moeljatno, Roeslan Saleh, Wirjono Prodjodikoro, dan Sutan Remy

Sjahdeini, karena memang antara tindak pidana dan pertanggungjawaban

pidana merupakan dua konsep yang terpisah, walaupun keduanya memiliki

keterkaitan yang sangat erat, bagaikan dua sisi mata uang. Secara teoritis,

ketika seseorang terbukti melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh

hukum pidana, tidak secara otomatis orang itu dijatuhi pidana. Untuk

menjatuhkan pidana kepada orang itu, harus terdapat kesalahan pada orang

itu dan telah dibuktikan dalam proses peradilan, dan itu di luar

perbincangan tentang tindak pidana.57

Pengertian pakar hukum terhadap tindak pidana tidak memiliki

kesatuan pendapat. Di Indonesia sesudah Perang Dunia II persoalan

ini di”hangatkan” oleh Prof. Muljatno, guru besar hukum pidana

pada Universitas Gajah Mada dalam pidato beliau pada dies natalis

universitas tersebut pada tahun 1955 yang berjudul “Perbuatan

Pidana dan Pertanggungan Jawab dalam Hukum Pidana”. Beliau

membedakan dengan tegas “dapat dipidananya perbuatan” (de

strafbaarheid van het feit atau het verboden zijr wan het feit) dan

“dapat dipidananya orangnya” (strafbaarheid van den person), dan

sejalan ini beliau memisahkan antara pengertian “perbuatan

piadana” (criminal act) dan “pertanggungan jawab pidana”

(criminal responsibility atau criminal liability). Oleh karena hal

tersebut dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak

meliputi pertanggungan jawab pidana. Pandangan beliau dapat

disebut pandangan yang dualistis mengenai perbuatan pidana

(tindak pidana atau strafbaarfeit). Pandangan ini adalah

penyimpangan dari pandangan yang disebut oleh beliau adalah

pandangan yang monistis, yang dianggapnya kuno. Pandangan

monistis ini melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk adanya

57 Mahrus Ali, Op. Cit., hlm. 53-54.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

27

pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan

ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa di dalam

pengertian perbuatan/tindak pidana sudah tercakup di dalamnya

perbuatan yang dilarang (criminal act) dan pertanggungjawaban

pidana/kesalahan (criminal responsibility).

Pandangan monistis dianut oleh D. Simons, Van Hamel, E.

Mezger, J. Baumann, Karni, dan Wirjono Prodjodikoro, JE Jonkers, H.J.

van Schravendijk58. Berikut ini akan penulis uraikan pendapat dari masing-

masing pakar hukum tersebut.

1) Simons, merumuskan strafbaar feit adalah “suatu tindakan melanggar

hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai

dapat dihukum”.59 Menurut D. Simon, Strafbaarfeit dijelaskan sebagai

“een strafbaar gestelde, onrechtmatige, met schuld verband staande

handeling van een toerekeningsvatbaar person”. Sehingga, unsur-

unsur strafbaarfeit adalah perbuatan manusia (positief atau negatief;

berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan), diancam dengan pidana

(strafbaar gesteld), melawan hukum (onrechtmatig), dilakukan dengan

kesalahan (met schuld in verband staand), dan oleh orang yang mampu

bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon).

Simon menyebut adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari

strafbaarfeit. Unsur obyektif terdiri dari perbuatan orang, akibat yang

kelihatan dari perbuatan itu, dan kemungkinan ada keadaan tertentu

yang menyertai perbuatan itu. Sedangkan unsur subyektif terdiri dari

orang yang mampu bertanggung jawab, adanya kesalahan (dolus atau

culpa) perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan yang mana

kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau

kesalahan dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan.

2) Van Hamel, Strafbaarfeit didefinisikan sebagai “een wettelijk

omschreven menschelijke gedraging, onrechtmatig, strafwaardig en

aan schuld te wijten”. Sehingga unsur-unsurnya adalah perbuatan

manusia yang dirumuskan dalam undang-undang dan melawan hukum

yang dilakukan dengan kesalahan dan patut dipidana.

3) E. Mezger menyatakan Die Straftat ist der Inbegriff der

Voraussetzungen der Strafe (tindak pidana adalah keseluruhan syarat

untuk adanya pidana). Selanjutnya dikatakan Die Straftat ist demnach

tatbestandlich-rechtwidrige, pers onlich-zurechenbare strafbedrohte

Handlung. Sehingga, unsur-unsur tindak pidana adalah perbuatan

dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan), sifat

melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun yang subyektif), dapat

dipertanggung jawabkan kepada seseorang, dan diancam dengan

pidana.

58 Adami Chazawi, Op. Cit., hlm. 75.

59 Simons dalam Adami Chazawi, Ibid., hlm. 75.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

28

4) J. Baumann menyatakan Verbrechen im weiteren, allgemeinen Sinne

adalah “Die tatbestandmaszige rechtwidrige und schuld-hafte

Handlung” (Perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat

melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan).

5) Menurut Karni, delik itu mengandung perbuatan yang mengandung

perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang

sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut

dipertanggungkan.

6) Wirjono Prodjodikoro mengemukakan definisi pendek, yaitu tindak

pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

7) J.E. Jonkers, yang merumuskan peristiwa pidana ialah “perbuatan yang

melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan

kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat

dipertanggungjawabkan”.60

8) H.J. van Schravendijk, merumuskan perbuatan yang boleh dihukum

adalah “kelakuan orang yang begitu bertentangan dengan keinsyafan

hukum sehingga kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal

dilakukan oleh seorang yang karena itu dapat dipersalahkan”.61

Dari empat rumusan di atas, dapat dilihat terutama kalimat, yakni:

(1) “dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan” (Jonkers),

(2) “yang pelakunya dapat dikenakan hukuman” (Wirjono Prodjodikoro),

(3) “asal dilakukan oleh seorang yang karena itu dapat dipersalahkan”

(Schravendijk) dan (4) dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya” (Simons), menunjukkan bahwa

di dalam membicarakan perihal tindak pidana selalu dibayangkan bahwa

didalamnya telah ada orang yang melakukan, dan oleh karenanya ada

orang yang dipidana.62

Penganut monisme tidak secara tegas memisahkan antara unsure

tindak pidana dengan syarat untuk dapat dipidananya pelaku. Unsure yang

mengenai diri orangnya bagi penganut dualisme, yakni kesalahan dan

adanya pertanggung jawab pidana sebagai bukan unsure tindak pidana

melainkan syarat untuk dapat dipidananya, sedangkan menurut paham

monisme adalah juga merupakan unsure tindak pidana.63

Bagi paham monism ini tidak membedakan antara unsure tindak

pidana dengan syarat untuk dapat dipidana, syarat dipidananya itu juga

masuk dalam dan menjadi unsur tindak pidana.64

60 J.E. Jonkers dalam Adami Chazawi. Ibid., hlm 75.

61 H.J. Van Schravendijk dalam Adami Chazawi. Ibid., hlm. 75.

62 Adami Chazawi. Ibid., hlm. 76.

63Adami Chazawi. Ibid., hlm. 76.

64 Adami Chazawi. Ibid., hlm. 76.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

29

Pandangan dualistis dianut oleh H.B. Vos, W.P.J. Pompe, dan

Moeljatno. Menurut pandangan dualistis, untuk adanya pidana tidak cukup

hanya apabila telah terjadi tindak pidana, tetapi dipersyaratkan juga adanya

kesalahan/pertanggungjawaban pidana. H.B. Vos menjelaskan sebagai

berikut Een strafbaar feit is een menselijke gedraging waarop door de wet

(genomen in de ruime zin van “wettelijke bepaling”) straf is gesteld, een

gedraging dus, die in het algemeen (tenzij ere en uitsluitingsgrond bestaat)

op strafe verboden is. Jadi, menurut Vos, Strafbaar feit hanya berunsurkan

kelakuan manusia dan diancam pidana dalam undang-undang.

Pompe, yang merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu

sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang menurut

sesuatu rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang

dapat dihukum.65 W.P.J. Pompe berpendapat bahwa “menurut hukum

positif strafbaar feit adalah tidak lain daripada feit, yang diancam pidana

dalam ketentuan undang-undang”. (Volgens ons positieve recht is het

strafbare feit niets anders dat een feit, dat in oen wettelijke strafbepaling

als strafbaar in omschreven). Memang beliau mengatakan, bahwa menurut

teori, strafbaar feit itu adalah perbuatan, yang bersifat melawan hukum,

dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Dalam hukum positif,

demikian Pompe, sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) dan

kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana

(strafbaar feit). Untuk penjatuhan pidana tidak cukup dengan adanya

tindak pidana, akan tetapi disamping itu harus ada orang yang dapat

dipidana. Orang ini tidak ada, jika tidak ada sifat melawan hukum atau

kesalahan. Pompe berpegang pada pendirian yang positief rechtelijk.

R. Tresna menyatakan bahwa, “peristiwa pidana itu adalah sesuatu

perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan

Undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap

perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman”.

Tampak dalam rumusan itu tidak memasukkan unsur/anasir yang

berkaitan dengan pelakunya. Selanjutnya beliau menyatakan bahwa dalam

peristiwa pidana itu mempunyai syarat-syarat, yaitu:

1) Harus ada suatu perbuatan manusia.

2) Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam

ketentuan hukum.

3) Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu

orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan.

4) Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.

5) Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya

dalam Undang-undang.

Dengan melihat pada apa yang dikatakan beliau sebagai syarat-

syarat peristiwa pidana itu, dalam syarat-syarat mana ternyata terdapat

65 Lamintang dalam Adami Chazawi. Ibid., hlm. 72

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

30

syarat yang telah mengenai diri si pelaku, seperti pada syarat ke-3, yang

tampak dengan jelas bahwa syarat itu telah dihubungkan dengan adanya

orang yang berbuat melanggar larangan (peristiwa pidana) tersebut, yang

sesungguhnya berupa syarat untuk dipidananya bagi orang yang

melakukan perbuatan itu bukan syarat peristiwa pidana.

Kemampuan bertanggung jawab melekat pada orangnya, dan tidak

pada perbuatannya, yang sebenarnya dari sudut pengertian abstrak

yang artinya memandang tindak pidana itu tanpa

menghubungkannya dengan (adanya) pembuatnya, atau dapat

dipidana pembuatnya. Dari pandangan demikian, maka hal

kemampuan bertanggung jawab bukanlah menjadi unsure tindak

pidana. Kemampuan bertanggung jawab adalah mengenai hal yang

lain dari tindak pidana dalam artian abstrak, yakni mengenai syarat

untuk dapat dipidananya terhadap pelaku yang terbukti telah

melakukan tindak pidana atau melanggar larangan berbuat dalam

hukum pidana, dan sekali-kali bukan syarat ataupun unsure dari

pengertian tindak pidana. Sebagaimana diketahui bahwa orang

yang telah terbukti bahwa perbuatannya telah melanggar larangan

berbuat (tindak pidana) tidak selalu dengan demikian dijatuhi

pidana.

Dalam pidato Dies Nataliesnya, Moeljatno memberi arti kepada

“perbuatan pidana” sebagai “perbuatan yang diancam dengan pidana,

barangsiapa melanggar larangan tersebut”. Untuk adanya perbuatan pidana

harus ada unsur-unsur perbuatan (manusia), yang memenuhi rumusan

dalam undang-undang (merupakan syarat formil), dan bersifat melawan

hukum (syarat materiil).

Pandangan golongan dualistis ini yang mengadakan pemisahan

antara dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana

(criminal act atau actus reus) dan dapat dipertanggung jawabkannya si

pembuat (criminal responsibility atau adanya mens rea) terdapat pula di

negeri Anglo Saxon.66

d. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan

diancamnya perbuatan dengan suatu ancaman pidana. Apakah orang yang

melakukan perbuatan kemudian dijatuhi pidana, tergantung kepada apakah

66 Sudarto, Hukum Pidana I, ctk. Kedua Tahun 1990, Yayasan Sudarto d/a Fakultas

Hukum UNDIP, Semarang, 1990, hlm. 40.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

31

dalam melakukan perbuatan itu orang tersebut memiliki kesalahan.67

Dengan demikian, membicarakan pertanggungjawaban pidana mau tidak

mau harus didahului dengan penjelasan tentang perbuatan pidana. Sebab

seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih

dahulu ia melakukan perbuatan pidana. Adalah dirasakan tidak adil jika

tiba-tiba seseorang harus bertanggung jawab atas suatu tindakan, sedang ia

sendiri tidak melakukan tindakan tersebut.68

Dalam hukum pidana konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan

konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa Latin

ajaran kesalahan dikenal dengan sebutan mens rea. Doktrin mens rea

dilandaskan pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah

kecuali jika pikiran orang itu jahat. Dalam bahasa inggris doktrin tersebut

dirumuskan dengan an act does not make a person guilty, unless the mind

is legally blameworthy. Berdasar asas tersebut, ada dua syarat yang harus

dipenuhi untuk dapat memidana seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah

yang terlarang/perbuatan pidana (actus reus), dan ada sikap batin

jahat/tercela (mens rea).69

Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan

yang obyektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subyektif yang

ada memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatan itu. Dasar

adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat

dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat

perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam

melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan

mempunyai kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana.70

67 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Rineka Cipta, Jakarta, 2008,

hlm. 165. 68 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua Pengertian

Dasar dalam Hukum Pidana, Cetakan Ketiga, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 20-23.

69 Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum, Vol. 6 No. 11

Tahun 1999, hlm. 27.

70 Roeslan Saleh, Op. Cit., hlm. 75.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

32

Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban

orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang

dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya.

Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana

yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada

hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum

pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak”

suatu perbuatan tertentu.71 Sudarto mengatakan bahwa dipidananya

seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi

meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-

undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat

penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat untuk

penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai

kesalahan atau bersalah. Orang tersebut harus dipertanggungjawabkan atas

perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatan baru

dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut.72

1) Teori Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Selama ini yang sering diperkenalkan mengenai teori

pertanggungjawaban pidana korporasi, ada 3 (tiga), yaitu:

a) Doktrin Pertanggungjawaban Pidana Langsung (Direct Liability

Doctrine) atau Direct Corporate Criminal Liability73 atau Teori

71 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Cetakan Kedua, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 68.

72 Sudarto, Op. Cit., hlm. 85.

73 Penyebutan doktrin pertanggungjawaban pidana langsung (Direct Liability Doctrine)

atau Teori Identifikasi (Identification Theory ) di negara-negara yang menganut sistem hukum

Anglo Saxon, seperti Inggris dan Amerika, dikenal teori direct corporate criminal liability atau

pertanggungjawaban pidana korporasi secara langsung dalam Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum

Pidana Korporasi, ctk. Pertama, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 105.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

33

Identifikasi (Identification Theory)74 atau Alter Ego Theory75 atau

Teori Organ.

Doktrin ini menyatakan suatu korporasi dapat melakukan

sejumlah delik secara langsung melalui orang-orang yang sangat

berhubungan erat dengan perusahaan dan dipandang sebagai

perusahaan itu sendiri.76

Dijelaskan lebih lanjut oleh Barda Nawawi Arief,

kedudukan agen sebagaimana yang disebutkan di atas bersifat tidak

sebagai pengganti, dan oleh karena itu pertanggungjawaban

korporasi tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi.

Sue Titus menambahkan syarat adanya

pertanggungjawaban pidana korporasi secara langsung adalah

tindakan-tindakan para agen tersebut masih dalam ruang lingkup

pekerjaan korporasi.

Diartikan sebagai perbuatan/ kesalahan “pejabat senior”

(“senior officer”) diidentifikasi sebagai perbuatan/kesalahan

korporasi.77

Mahrus Ali mengutip dari H.A. Palmer dan Henry Palmer

dalam bukunya yang berjudul Harris’s Criminal Law, dan Andrew

Weissmann dengan karya “A New Approach To Corporate

Criminal Liability, serta Eric Colvin dalam karya Corporate

74 Eric Colvin dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 106

. 75 Yedidia Z. Stern dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 107 76 Dijelaskan Sue Titus Reid dalam bukunya yang berjudul Criminal Law serta Wayne R

LaFave dan Austin W. Scott Jr dalam bukunya Criminal Law yang dikutip lagi dalam Mahrus Ali,

delik ini dilakukan oleh para agen yang sangat berhubungan erat dengan korporasi, bertindak untuk

dan/atau atas nama korporasi. Mahrus Ali, Ibid., hlm. 105.

Kedudukan agen di sini tidak sebagai pengganti dan oleh karena itu, pertanggungjawaban

korporasi tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. Barda Nawawi Arief dalam Mahrus Ali,

Ibid., hlm. 105.

Sue Titus menambahkan syarat adanya pertanggungjawaban pidana korporasi secara

langsung adalah tindakan-tindakan para agen tersebut masih dalam ruang lingkup pekerjaan

korporasi. Mahrus Ali, Ibid., hlm. 105.

77 Yedidia Z. Stern dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 108-109.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

34

Personality, mereka membedakan antara corporate criminal

liability dan doktrin identifikasi. Menurutnya corporate criminal

liability berhubungan erat dengan doktrin identifikasi, yang

menyatakan bahwa tindakan dari agen tertentu suatu korporasi,

selama tindakan itu berkaitan dengan korporasi, dianggap sebagai

tindakan dari korporasi itu sendiri. Teori ini juga berpandangan

bahwa agen tertentu dalam sebuah korporasi dianggap sebagai

“directing mind” atau “alter ego”. Perbuatan dan mens rea para

individu itu kemudian dikaitkan dengan korporasi. Jika individu

diberi kewenangan untuk bertindak atas nama dan selama

menjalankan bisnis korporasi, mens rea para individu itu

merupakan mens rea korporasi.

Disebut juga teori/doktrin “alter ego” atau “teori organ” :

(1) Arti sempit (Inggris)

Hanya perbuatan pejabat senior (otak korporasi) yang

dapat dipertanggung-jawabkan kepada korporasi.

(2) Arti luas (AS)

Tidak hanya pejabat senior/direktur, tetapi juga agen di

bawahnya.

Dalam teori corporate criminal liability, orang-orang yang

identik dengan korporasi bergantung kepada jenis dan struktur

organisasi suatu korporasi, tapi secara umum meliputi the board of

directors, the chief executice officer, atau para pejabat atau

pengurus korporasi pada level yang sama dengan kedua pejabat

tersebut.78 Sedangkan Yedidia Z. Stern memperluas cakupan

orang-orang yang identik dengan korporasi meliputi the general

meeting, board of directors, managing director, general manager,

chief executive, and possibly individual directors, secretaries, and

78 Eric Colvin dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 106

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

35

shop managers.79 Alasan mereka dimasukkan sebagai identik

dengan korporasi karena korporasi dalam banyak hal disamakan

dengan tubuh manusia. Korporasi memiliki otak dan pusat syaraf

yang mengendalikan apa yang dilakukannya. Ia memiliki tangan

yang memegang alat dan bertindak sesuai dengan arahan dari pusat

syaraf. Beberapa orang di lingkungan korporasi itu hanyalah ada

karyawan dan agen yang tidak lebih dari tangan dalam melakukan

pekerjaannya dan tidak bisa dikatakan sikap batin atau kehendak

perusahaan. Pada pihak lain, direktur atau pejabat setingkatnya

mewakili sikap batin yang mengarahkan, mewakili kehendak

perusahaan dan mengendalikan apa yang dilakukan. Sikap batin

mereka merupakan sikap batin korporasi.80

Dalam kasus-kasus di mana undang-undang mensyaratkan

kesalahan seseorang dalam pertanggungjawaban di bidang perdata,

kesalahan direktur adalah kesalahan korporasi juga. Begitu juga

dalam bidang hukum pidana. Dalam kasus-kasus di mana undang-

undang mensyaratkan kesalahan (sikap batin jahat) dalam suatu

tindak pidana, kesalahan direktur dipandang sebagai kesalahan dari

korporasi itu sendiri. Dengan demikian, untuk tujuan hukum

pejabat senior adalah orang yang mengendalikan korporasi baik

sendiri maupun bersama-sama pejabat senior lainnya; ia mewakili

sikap batin dan kehendak korporasi, dan ia dibedakan dari mereka

yang semata-mata sebagai pegawai dan agen korporasi yang harus

melaksanakan petunjuk-petunjuk dari pejabat senior.81

Terkait dengan orang-orang yang identik dengan korporasi,

terdapat lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan

79 Yedidia Z. Stern dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 107

80 Mahrus Ali., Ibid., hlm. 107.

81 Ibid. hlm. 108.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

36

kapan tindakan orang-orang tertentu dalam suatu korporasi

dikatakan sebagai tindakan korporasi, yaitu:82

a) Deskripsi yang samar;

Teori organ yang dibentuk melalui putusan pengadilan

Inggris memilih bersifat hati-hati dengan tidak mendefinisikan

organ ke dalam istilah hukum. Selama bertahun-tahun,

pengadilan Inggris lebih memilih menggunakan istilah-istilah

yang terdapat ilmu kedokteran dan psikologi untuk

mendeskripsikan hubungan antara korporasi dengan

pengurusnya baik secara fisik maupun non-fisik. Mereka

sebenarnya tidak puas dengan istilah-istilah seperti “very ego

and centre”, “directing mind and will” atau “control centre”.

Analogi terhadap istilah-istilah tersebut adalah istilah

“corporate body”, di mana korporasi tidak dapat dijatuhi pidana

atas tindak pidana serius yang dilakukan pengurusnya bila

tindakan tersebut tidak berasal dari pikiran korporasi. Kondisi

tersebut menyebabkan ahli-ahli hukum belum mendapatkan

perbedaan yang jelas antara organ dan orang-orang yang hanya

sekedar sebagai pegawai korporasi.

b) Kriteria formal;

Terdapat empat kriteria di dalamnya, yaitu primary

organs test, delegation test, authorized acts test, dan corporate

selection test.

Menurut primary organs test, tanggung jawab pidana

korporasi dijatuhkan hanya pada tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh organ-organ utama, yaitu mereka yang memiliki

kekuasaan menjalankan aktivitas dalam suatu korporasi

berdasarkan dokumen-dokumen resmi dan aturan-aturan dalam

korporasi tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan organ-

organ utama adalah pejabat korporasi yang dapat bertindak

berdasarkan kekuasaan langsung dokumen resmi dan aturan-

aturan korporasi tanpa adanya intervensi dari tindakan manusia

yang lain. Sedangkan berdasarkan delegation test, yang

dimaksud dengan organ adalah orang-orang yang memiliki

kekuasaan atas dasar delegasi yang termuat dalam dokumen

resmi perusahaan. Di dalam authorized acts test, penentuan

organ korporasi adalah didasarkan pada tindakan orang-orang

tertentu suatu korporasi yang mendapat mandat organ-organ

utama. Di sini yang dipentingkan bukan pada siapa yang

melakukan tindakan itu, tapi apakah tindakan tersebut sudah

mendapatkan mandat dari organ-organ utama korporasi.

Adapun corporate selection test, penentuan organ korporasi

82 Yedidia Z. Stern dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 108-109.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

37

berdasarkan penunjukan langsung dari korporasi, yang

dilakukan tiap periode kepengurusan.

c) Pendekatan pragmatik

Menurut pendekatan ini, yang termasuk organ-organ

korporasi sehingga tindakan mereka identik dengan tindakan

korporasi adalah “superior agent”, “responsible agent”,

“important official”, “primary agent”, “top management”, dan

“a directive”.

d) Analisis hierarki

Menurut pendekatan ini, untuk menentukan organ

korporasi adalah didasarkan pada identifikasi orang-orang yang

memiliki posisi penting dalam struktur organisasi di mana

kehendak dan tindakan mereka dianggap sebagai kehendak dan

tindakan korporasi.

e) Analisis fungsi

Bila analisis hierarki memfokuskan diri pada orang-

orang tertentu yang memiliki posisi tinggi dalam struktur

organisasi untuk menentukan organ korporasi, maka analisis

fungsi lebih menekankan pada aspek-aspek fungsional perilaku

pejabat korporasi. Kriteria ini tentu saja tidak secara khusus

menunjukkan fungsi apa yang membuat seseorang yang

bertindak untuk kepentingan korporasi dianggap sebagai organ

korporasi. yang penting, tindakan seseorang, terlepas siapakah

orangnya, selama tindakan itu memenuhi aspek fungsional

tindakan korporasi, maka tindakan orang tersebut dianggap

sebagai tindakan korporasi.

Dalam teori corporate criminal liability, keberadaan

korporasi mempunyai sifat yang mandiri dalam hal

pertanggungjawaban pidana sehingga tidak bisa disamakan

dengan model pertanggungjawaban pengganti (vicarious

liability). Perbedaan ini dapat dilihat pada pertimbangan

putusan pengadilan dalam memutus kasus Tesco Supermarket

Ltd Vs Nattrass, sebagai berikut:83

83 Richard Card, Introduction to Criminal Law dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 110.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

38

A living person as a mind which can have knowledge or

intention or be negligent and he has hand to carry out

his intention. A corporation has none of these; it must

act through living persons, through not always one and

the same person then the person who act is not speaking

or acting for the company. There is no question to the

company being vicarious liability. He is not acting as a

servent, representatives, agent or delegate. He is an

ambodiment of the company, or one could say, he hears

and speaks through the person of the company, within

the appropriate sphere, and his mind is the mind of the

company. If it is a guilty mind then that guilt is the guilt

of the company.

(Terjemahan : Seseorang yang hidup sebagai pikiran

yang dapat memiliki pengetahuan atau niat atau lalai

dan dia memiliki tangan untuk melaksanakan niatnya .

Sebuah perusahaan memiliki satu pun dari ini ; harus

bertindak melalui orang yang hidup , melalui tidak

selalu satu dan orang yang sama maka orang yang

bertindak tidak berbicara atau bertindak bagi

perusahaan. Tidak ada pertanyaan kepada perusahaan

yang vicarious liability . Dia tidak bertindak sebagai

servent , perwakilan , agen atau delegasi . Dia adalah

ambodiment perusahaan, atau orang bisa mengatakan ,

ia mendengar dan berbicara melalui orang perusahaan ,

dalam lingkup yang sesuai , dan pikirannya adalah

pikiran perusahaan. Jika pikiran bersalah maka rasa

bersalah itu adalah kesalahan perusahaan.)

Jadi, tindakan yang dilakukan individu pada dasarnya

bukan mewakili korporasi, tapi dianggap sebagai tindakan

korporasi itu sendiri. Ketika individu tersebut melakukan suatu

kesalahan, dengan sendirinya kesalahan itu pada dasarnya

adalah kesalahan korporasi. Singkatnya, kesalahan individu

identik dengan kesalahan korporasi.

Ada beberapa pendapat untuk mengidentifikasikan

“senior officer”:

(1) Pada umumnya pejabat senior adalah orang yang

mengendalikan perusahaan, baik sendiri maupun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

39

bersama-sama; pada umumnya pengendali perusahaan

adalah “para direktur dan manajer”.

(2) Hakim Reid dalam perkara Tesco Supermarkets Ltd.

Untuk tujuan hukum, para pejabat senior biasanya terdiri

atas “dewan direktur” direktur pelaksana, dan pejabat-

pejabat tinggi lainnya yang melaksanakan fungsi

manajemen dan berbicara serta berbuat untuk perusahaan”.

Konsep pejabat senior tidak mencakup “semua pegawai

perusahaan yang bekerja atau melaksanakan petunjuk

pejabat tinggi perusahaan”.

(3) Lord Morris

Pejabat senior adalah orang yang tanggung jawabnya

mewakili / melambangkan pelaksana dari “the directing

mind and will of the company”.

(4) Viscount Dilhorne

Pejabat senior adalah seseorang yang dalam kenyataannya

mengendalikan jalannya perusahaan (atau ia merupakan

bagian dari para pengendali), dan ia tidak bertanggung

jawab pada orang lain dalam perusahaan itu.

(5) Lord Diplock

Mereka-mereka yang berdasarkan memorandum dan

ketentuan yayasan atau hasil keputusan para direktur atau

putusan rapat umum perusahaan telah dipercaya

melaksanakan kekuasaan perusahaan.

(6) House of Lord

Manajer dari salah satu toko/supermarket berantai tidak

dipandang sebagai pejabat senior; ia tidak berfungsi sebagai

“the directing mind and will of the company”. Ia merupakan

salah seorang yang diarahkan. Ia merupakan salah seorang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

40

yang dipekerjakan, tetapi ia bukan utusan/delegasi

perusahaan yang diserahi tanggung jawab.

(7) Hakim Bowen C.J. dan Franki J. (dalam perkara Universal

Telecasters, 1977, di Australia)

Manajer penjualan (“the sales manager”) dari perusahaan

yang mengoperasikan stasiun televisi, bukanlah “senior

officer”.

(8) Hakim Nimmo J. (hakim ke-3 dalam perkara Universal

Telecasters)

Manajer penjualan dapat diidentifikasikan sebagai

perusahaan, yaitu sebagai “senior officer”.

Walaupun orang itu (manajer penjualan) tidak memiliki

kekuasaan manajemen yang umum, tetapi ia mempunyai

kebijaksanaan manajerial (managerial discretion) yang

relevan dengan bidang operasi perusahaan yang

menyebabkan timbulnya delik. Dengan kata lain, dalam

pandangannya, pejabat perusahaan dapat menjadi “senior

officer” dalam bidang yang relevan walaupun tidak untuk

semua tujuan.

(9) Supreme Court Queensland

Manajer perusahaan penjual motor (motor dealer) selain

dapat dipandang sebagai “senior officer”, dapat juga

sebagai “the sales manager” yang kepadanya manajer

mendelegasikan pengendalian bisnis selama manajer absen.

(10) Supreme Court di Australia Selatan (merefleksikan

pandangan Nimmo di atas)

Dalam delik lalu lintas, manajer operasi dan juga manajer

yang bertanggung jawab pada pengawasan kendaraan dan

sopir, dapat dipandang sebagai “senior officer”.

Putusan ini merefleksikan pandangan Nimmo J. di atas

bahwa seorang pejabat dapat menjadi “senior officer” untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

41

tujuan-tujuan yang relevan walaupun pejabat senior itu

tidak mempunyai kekuasaan manajemen yang umum (a

general power of management).

Ajaran identifikasi atau identification doctrine

dianggap tidak cukup untuk dapat digunakan mengatasi

realitas proses pengambilan keputusan dalam banyak

perusahaan modern. Oleh karena itu, telah disarankan

beberapa metode alternatif untuk dapat membebankan

pertanggungjawaban pidana pada suatu korporasi. Salah

satu metode itu adalah memberlakukan aggregation

doctrine atau ajaran agresi. Asas aggregation ini adalah asli

Amerika.

Ajaran ini memungkinkan agregasi atau

kombinasi kesalahan dari sejumlah orang untuk

diatributkan kepada korporasi, sehingga korporasi dapat

dibebani pertanggungjawaban. Menurut ajaran ini, semua

perbuatan dan semua unsur mental (sikap kalbu) dari

berbagai orang yang terkait secara relevan dalam

lingkungan perusahaan dianggap seakan-akan dilakukan

oleh satu orang saja. Walaupun di beberapa negara

termasuk di Inggris untuk beberapa kasus teori ini ditolak.

The Identification Theory atau teori identifikasi.

Korporasi dalam perkembangan hukumnya dapat

melakukan suatu perbuatan dan dapat memiliki sikap batin

untuk melakukan suatu tindak pidana. Hal ini mengingatkan

bahwa secara tradisional pertanggungjawaban pidana tetap

mempersoalkan pembutktian kesalahan (proof of criminal

fault) dalam kaitannya dengan “intended something or knew

something” dari korporasi, maka Viscount Haldane

menemukan “Theory of Primary Corporate Criminal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

42

Liability”, yang kemudian dikenal dengan Identification

Theory atau Alter Ego Theory.

Teori Identifikasi dapat disebut juga teori

pertanggungjawaban pidana langsung (Direct Corporate

Liability), karena pertanggungjawaban pidana ini langsung

oleh korporasi, seniors officers yang bertindak untuk dan

atas nama korporasi itu langsung, tidak mewakili korporasi.

Teori Identifikasi ini, menurut Muladi diciptakan sebagai “a

pragmatic median rule” antara penganut ekstrem dari “total

vicarious liability” untuk semua tindak pidana dan tidak ada

pertanggungjawaban pidana kecuali “the Board of

Directors” dengan jelas membenarkan (expressly

outhorized) tindak pidana.

b) Doktrin pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability)

Vicarious liability, lazim disebut dengan

pertanggungjawaban pengganti, diartikan sebagai

pertanggungjawaban menurut hukum seseorang atas perbuatan

salah yang dilakukan oleh orang lain. Barda Nawawi Arief

berpendapat bahwa vicarious liability adalah suatu konsep

pertanggungjawaban seseorang atas kesalahan yang dilakukan

orang lain, seperti tindakan yang dilakukan yang masih berada

dalam ruang lingkup pekerjaannya (the legal responsibility of one

person for wrongful acts of another, as for example, when the acts

are done within scope of employment).

Dalam kamus Henry Black, vicarious liability diartikan

sebagai berikut:

The liability of an employer for the acts of an employee, of

a principle for torts and contracts of an agent

(pertanggungjawaban majikan atas tindakan dari pekerja;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

43

atau pertanggungjawaban principal terhadap tindakan agen

dalam suatu kontrak).

Vicarious liability hanya dibatasi pada keadaan tertentu di

mana majikan (korporasi) hanya bertanggung jawab atas perbuatan

salah pekerja yang masih dalam ruang lingkup pekerjaannya.

Rasionalitas penerapan teori ini adalah karena majikan (korporasi)

memiliki kontrol dan kekuasaan atas mereka dan keuntungan yang

mereka peroleh secara langsung dimiliki oleh majikan (korporasi).

Prinsip hubungan kerja dalam vicarious liability disebut

dengan prinsip delegasi, yakni berkaitan dengan pemberian izin

kepada seseorang untuk mengelola suatu usaha. Si pemegang izin

tidak menjalankan langsung usaha tersebut, akan tetapi ia

memberikan kepercayaan (mendelegasikan) secara penuh kepada

seorang manager untuk mengelola korporasi tersebut. Jika manager

itu melakukan perbuatan melawan hukum, maka si pemegang izin

(pemberi delegasi) bertanggung jawab atas perbuatan manager itu.

Sebaliknya, apabila tidak terdapat pendelegasian maka pemberi

delegasi tidak bertanggung jawab atas tindak pidana manager

tersebut.

Secara lebih rinci, prinsip delegasi terkait dengan

mendelegasikan wewenang seseorang (korporasi) kepada

bawahannya atas kuasanya bertindak untuk dan atas namanya tetap

harus bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan pemberi

delegasi apabila ia melakukan tindak pidana, sekalipun dia tidak

mengetahui apa yang telah dilakukan oleh bawahannya itu. Scanlan

dan Ryan menyatakan bahwa kebijakan hukum telah menentukan

bahwa suatu pendelegasian tidak dapat menjadi alas an pemaaf

bagi seorang pemberi kerja untuk tidak memikul

pertanggungjawaban pidana semata-mata karena tindak pidana

tersebut telah dilakukan oleh bawahannya yang telah menerima

pelimpahan wewenang darinya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

44

Dalam praktik, teori vicarious liability hanya dapat

dilakukan setelah dapat dibuktikan bahwa memang terdapat

hubungan subordinasi antara pemberi kerja (employer) dan orang

yang melakukan tindak pidana tersebut. Luasnya otonomi dari

seorang pegawai profesional, perwakilan atau kuasa dari suatu

korporasi, dapat menimbulkan keragu-raguan mengenai hubungan

subordinasi tersebut, yaitu apakah hubungan ini merupakan

hubungan yang cukup memadai untuk dapat

mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukan oleh

bawahannya itu kepada pemberi kerja. Lebih lanjut, harus dapat

dipastikan apakah seorang pegawai atau kuasa dari korporasi yang

bukan merupakan pegawai dalam arti yang sebenarnya, dalam

melakukan tindak pidana itu telah bertindak dalam rangka tugasnya

apabila korporasi itu memang harus memikul tanggung jawab

pidana atas perbuatannya. Sementara itu, tidak selalu dapat

diketahui dengan jelas apakah perbuatan pelaku tindak pidana itu

memang telah dilakukan dalam rangka tugasnya.

Bertolak dari doktrin “respondeat superior”. Arti dari

“adagium/maxim” ini ialah:84

“A master is liable in certain cases for the wrongful acts of

his servant, and a principal for those of his agent.”

(Terjemahan : "Seorang guru bertanggung jawab dalam

kasus tertentu untuk tindakan keliru dari pelayannya, dan

utama untuk mereka ulasan dari agennya.")

Merupakan pertanggungjawaban seseorang atas tindakan

atau perbuatan orang lain (Vicarious liability is the responsibility of

one for the acts of another). Teori atau doktrin

pertanggungjawaban pengganti ini semula berasal dari konsep

pemikiran yang berlaku dalam hukum perdata tentang perbuatan

84 Barda Nawawi Arief. 2013. Kapita Selekta Hukum Pidana, ctk. Ketiga, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm. 100.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

45

melawan hukum (the law of tort) yang didasarkan pada doktrin the

respondeat superior. Dalam doktrin ini ada hubungan antara the

master dengan the servant atau antara principal dengan agent.

Menurut teori ini, seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas

perbuatan dan kesalahan orang lain. Teori ini umumnya berlaku

terhadap mereka yang mempunyai hubungan antara pelaku riil

dengan orang yang harus bertanggungjawab, seperti buruh dan

majikan dalam suatu korporasi. Oleh karena itu teori Vicarious

Liability ini juga sering disebut the respondeat superior theory.

c) Doktrin pertanggungjawaban yang ketat menurut UU (strict

liability)

Strict liability85 diartikan sebagai suatu tindak pidana

dengan tidak mensyaratkan adanya kesalahan pada diri pelaku

terhadap satu atau lebih dari actus reus. Strict liability ini

merupakan pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without

fault). Dengan substansi yang sama, konsep strict liability

dirumuskan sebagai the nature of strict liability offences is that

they are crimes which do not require any mens rea with regard to

at least one element of their “actus reus” (konsep

petanggungjawaban mutlak merupakan suatu bentuk

pelanggaran/kejahatan yang di dalamnya tidak mensyaratkan

adanya unsur kesalahan, tetapi hanya disyaratkan adanya suatu

perbuatan).

L.B. Curzon86 mengemukakan tiga alasan mengapa di

dalam strict liability aspek kesalahan tidak perlu dibuktikan.

Pertama, adalah sangat esensial untuk menjamin dipatuhinya

85 Mahrus Ali, Ibid., hlm.112

86 Mahrus Ali. Ibid., hlm. 113-114

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

46

peraturan penting tertentu yang diperlukan untuk kesejahteraan

masyarakat. Kedua, pembuktian adanya mens rea akan menjadi

sulit untuk pelanggaran yang berhubungan dengan kesejahteraan

masyarakat. Ketiga, tingginya tingkat bahaya sosial yang

ditimbulkan oleh perbuatan yang bersangkutan.87 Sedangkan Lord

Pearce sebagaimana dikutip oleh Yusuf Shofie berpendapat bahwa

banyak factor yang melatarbelakang pembentuk undang-undang

menetapkan penggunaan strict liability dalam hukum pidana, yaitu

karena: (1) karakteristik dari suatu tindak pidana; (2) pemidanaan

yang diancamkan; (3) ketiadaan sanksi sosial (the absence of social

obluqoy); (4) kerusakan tertentu yang ditimbulkan; (5) cakupan

aktivitas yang dilakukan; dan (6) perumusan ayat-ayat tertentu dan

konteksnya dalam suatu perundang-undangan.

Keenam faktor tersebut menunjukkan bahwa betapa

pentingnya perhatian public (public concern) terhadap perilaku-

perilaku yang perlu dicegah dengan penerapan strict liability agar

keamanan masyarakat (public safety), lingkungan hidup

(environment), dan kepentingan-kepentingan ekonomi masyarakat

(the economic interest of the public), termasuk perlindungan

konsumen terjaga.

Dalam ruang lingkup pertanggungjawaban pidana yang

tanpa kesalahan, sering dipersoalkan apakah strict liability sama

dengan absolute liability. Berkaitan dengan hal tersebut, ada dua

pendapat yang saling berbeda. Pendapat pertama yang menyatakan

bahwa strict liability merupakan absolute liability, sedangkan

pendapat yang kedua menyatakan bahwa strict liability berbeda

dengan absolute liability. Alasan atau dasar pikiran yang

menyatakan bahwa strict liability sama dengan absolute liability

adalah bahwa dalam perkara strict liability seseorang yang telah

melakukan perbuatan terlarang (actus reus) sebagaimana yang

87 Mahrus Ali. Ibid., hlm. 115.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

47

dirumuskan dalam undang-undang, sudah bisa dipidana tanpa perlu

mempersoalkan apakah pembuat mempunyai kesalahan (mens rea)

atau tidak. Sebaliknya, pendapat yang menyatakan strict liability

bukan absolute liability adalah bahwa meskipun terdapat orang

yang telah perbuatan yang terlarang sebagaimana dirumuskan

dalam undang-undang, orang tersebut belum tentu dipidana.

Kritik terhadap pendapat yang kedua (strict liability bukan

absolute liability) dikemukakan oleh Smith dan Hogan dengan

mengajukan dua alasan sebagai berikut :

1) Suatu tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan secara

strict liability, jika tidak ada mens rea yang perlu

dibuktikan sebagai satu-satunya unsur untuk actus reus

yang bersangkutan. Unsur utama ini biasanya merupakan

salah satu ciri, tetapi sama sekali tidak berarti mens rea

tidak disyaratkan sebagai unsur pokok yang tetap ada

untuk tindak pidana. Smith dan Hogan mengajukan

contoh: A dituduh melakukan tindak pidana “menjual

daging yang tidak layak untuk dimakan” karena dapat

membahayakan kesehatan dan/atau jiwa orang lain.

Perbuatan ini, di Inggris, termasuk tindak pidana yang

dapat dipertanggungjawabkan secara strict liability. Dalam

kasus ini, tidak perlu dibuktikan bahwa A mengetahui

daging itu tidak layak dikonsumsi, tetapi tetap harus

dibuktikan bahwa A sekurang-kurangnya memang meng-

hendaki (sengaja) menjual daging itu. Jadi, dalam kasus

ini, strict liability tidak bersifat absolut.

2) Dalam kasus-kasus strict liability memang tidak dapat

diajukan alasan pembelaan mengenai particular act yang

dinyatakan terlarang menurut undang-undang. Misalnya:

dalam kasus mengendarai kendaraan yang membahayakan,

dapat diajukan alas an pembelaan di mana dalam mengenai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

48

kendaraan itu, ia berada dalam keadaan otomatis. Dalam

kasus ini pun, strict liability bukan absolute liability.

Terlepas dari perbedaan pandangan ahli terkait sama atau

tidaknya strict liability dengan absolute liability, penerapan teori

strict liability sangat erat kaitannya dengan ketentuan tertentu dan

terbatas. Agar lebih jelas apa yang menjadi landasan penerapan

strict liability, dikemukakan beberapa patokan, antara lain:

1) Tidak berlaku umum terhadap semua jenis tindak pidana,

tetapi sangat terbatas dan tertentu, terutama mengenai

kejahatan anti sosial atau yang membahayakan sosial.

2) Perbuatan itu benar-benar bersifat melawan hukum yang

sangat bertentangan dengan kehati-hatian yang diwajibkan

hukum dan kepatutan.

3) Perbuatan itu dilarang dengan keras oleh undang-undang

karena di-kategorikan sebagai aktivitas atau kegiatan yang

sangat potensial mengandung bahaya kepada kesehatan,

keselamatan, dan moral publik.

4) Perbuatan atau aktivitas tersebut secara keseluruhan

dilakukan dengan cara tidak melakukan pencegahan yang

sangat wajar.

3. Pengertian Korupsi

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu “corruptie”88 atau

“corruptus”89 selanjutnya kata corruptio berasal dari kata corrumpore

(suatu kata Latin yang tua). Dari bahasa Latin inilah yang kemudian

diikuti dalam bahasa Eropa seperti Inggris: corruption, corrupt;

Perancis: corruption; Belanda: corruptive (korruptie).90 Dalam

ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa korupsi (dari Latin corruptio =

penyuapan; dan corrumpore = merusak) yaitu gejala bahwa para pejabat

88 Foklema Andeae dalam IGM Nurdjana. Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten

Korupsi Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, ctk. Pertama. Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2010, hlm. 1.

89 Webster Dictionary dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 1.

90 Andi Hamzah dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

49

badan-badan negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan

serta ketidakberesan lainnya.91

Kompleksitas dari korupsi bisa dilihat dari pengertian korupsi itu

sendiri. Bambang Poernomo memberikan gambaran korupsi sebagai :92

1) Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan

yang secara langsung atau tidak langsung atau diketahui atau

patut disangka dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.

2) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan

dengan menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau

kedudukan yang secara langsung atau tidak langsung dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

3) Kejahatan tertentu dalam KUHP yang menyangkut kekuasaan

umum, pekerjaan pembangunan, penggelapan atau pemerasan

yang berhubungan dengan jabatan.

4) Memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan

mengingat sesuatu kekuasaan atau wewenang yang melekat

pada jabatan atau kedudukannya.

5) Tidak melapor setelah menerima pemberian atau janji kepada

yang berwajib dalam waktu yang sesingkat-singkatnya tanpa

alasan yang wajar sehubungan dengan kejahatan jabatan.

Pengertian korupsi secara harfiah dapat berupa:93

1) Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral,

kebejatan dan ketidak jujuran.94

2) Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,

penerimaan uang sogok dan sebagainya.95

3) Perbuatan yang kenyataannya menimbulkan keadaan

yang bersifat buruk; -Perilaku yang jahat dan tercela,

atau kebejatan moral; - Penyuapan dan bentuk-bentuk

ketidakjujuran; - Sesuatu yang dikorup, seperti kata

yang diubah atau diganti secara tidak tepat dalam satu

kalimat; - Pengaruh-pengaruh yang korup.96

91 Ensiklopedia Indonesia dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 1.

92 Edi Setiadi dan Rena Yulia Hukum Pidana Ekonomi. Yogyakarta: Graha Ilmu,

Yogyakarta, 2010, hlm. 70.

93 Lilik Mulyadi dalam IGM Nurdjana, Op. Cit., hlm. 1.

94 S. Wojowasito – W.J.S. Poerwadarminta dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 1.

95 W.J.S. Poerwadarminta dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 1.

96 Soedjono Dirjosisworo dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

50

Transparency International memberikan definisi tentang korupsi

sebagai perbuatan menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik

untuk keuntungan pribadi.97

Dalam definisi tersebut, terdapat tiga unsur dari pengertian

korupsi, yaitu:98

1) Menyalahgunakan kekuasaan;

2) Kekuasaan yang dipercayakan (yaitu baik di sektor publik

maupun di sektor swasta), memiliki akses bisnis atau

keuntungan materi;

3) Keuntungan pribadi (tidak selalu berarti hanya untuk pribadi

orang yang menyalahgunakan kekuasaan, tetapi juga anggota

keluarganya dan teman-temannya).

Beberapa pengertian korupsi menurut John A. Gardiner dan

David J. Olson sebagaimana dikutip oleh Martiman Prodjohamidjojo

antara lain:99

1) Rumusan korupsi dari sisi pandang teori pasar

Dikemukakan oleh Jacob Van Klaveren yang

mengatakan bahwa seorang pengabdi negara (pegawai negeri)

yang berjiwa korup menganggap kantor/instansinya sebagai

perusahaan dagang, sehingga dalam pekerjaannya diusahakan

pendapatannya akan diusahakan semaksimal mungkin.

2) Rumusan yang menekankan titik berat jabatan pemerintahan

M. Mc. Mullan mengatakan bahwa seorang pejabat

pemerintahan dikatakan korup apabila menerima uang yang

dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang

bisa dilakukan dalam tugas dan jabatannya padahal

seharusnya tidak boleh melakukan hal demikian selama

menjalankan tugasnya. Berbeda dari Mullan, J.S. Nye

berpendapat bahwa korupsi sebagai perilaku yang

menyimpang dari kewajiban-kewajiban normal suatu peran

instansi pemerintah, karena kepentingan pribadi (keluarga,

golongan, kawan, teman), demi mengejar status dan gengsi,

97 J. Pope dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 1.

98 Focus Andrea sebagaimana dikutip Prodjohamidjojo dan dikutip dalam IGM Nurdjana,

Ibid., hlm. 1.

99 IGM Nurdjana dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

51

atau melanggar peraturan dengan jalan melakukan atau

mencari pengaruh bagi kepentingan pribadi.

3) Rumusan korupsi dengan titik berat pada kepentingan umum.

Carl J. Friesrich mengatakan bahwa pola korupsi

dikatakan ada apabila seorang memegang kekuasaan yang

berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti seorang

pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau semacam

hadiah lainnya yang tidak dibolehkan oleh undang-undang;

membujuk untuk mengambil langkah yang menolong siapa

saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-

benar membahayakan kepentingan umum.

4) Rumusan korupsi dari sisi pandangan sosiologi

Makna korupsi secara sosiologis dapat dilihat dari

makna korupsi sebagaimana yang dikemukakan oleh Syeh

Hussein Alatas yang mengatakan bahwa: “Seperti halnya

dengan semua gejala sosial yang rumit, korupsi tidak dapat

dirumuskan dalam satu kalimat saja. Yang mungkin ialah

membuat gambaran yang masuk akal mengenai gejala

tersebut agar kita dapat memisahkannya dari gejala lain yang

bukan korupsi. Korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan

untuk kepentingan pribadi.”100

Menurut Syed Husein Alatas, guru besar Universitas Singapura,

menyebutkan terdapat 7 (tujuh) tipologi atau bentuk dan jenis korupsi,

yaitu:101

1) Korupsi Transaktif (Transactive Corruption), jenis korupsi

yang menunjuk adanya kesepakatan timbal balik antara pihak

pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kepada kedua

belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya

keuntungan yang biasanya melibatkan dunia usaha atau bisnis

dengan pemerintah.

2) Korupsi Perkerabatan (Nepotistic Corruption), yang

menyangkut penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk

berbagai keuntungan bagi teman atau sanak family dan kroni-

kroninya.

3) Korupsi yang Memeras (Extortive Corruption), adalah

korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak yang biasanya

disertai ancaman, terror, penekanan (pressure) terhadap

kepentingan orang-orang dan hal-hal yang dimilikinya.

100 Syed Hussien Alatas dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 14-15.

101 M. W. Kusumah dalam IGM Nurdjana, Ibid., hlm. 23.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

52

4) Korupsi Investif (Investive Corruption), adalah memberikan

suatu jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi

keuntungan di masa depan.

5) Korupsi Defensif (Defensive Corruption), adalah pihak yang

akan dirugikan terpaksa ikut terlibat di dalamnya atau bentuk

ini membuat terjebak bahkan menjadi korban perbuatan

korupsi.

6) Korupsi Otogenik (Outogenik Corruption), yaitu korupsi

yang dilakukan seorang diri (single fighter), tidak ada orang

lain atau pihak lain yang terlibat.

7) Korupsi Suportif (Supportive Corruption), adalah korupsi

dukungan (support) dan tidak ada orang atau pihak lainyang

terlibat.

4. Korporasi

a. Sejarah Lahirnya Korporasi

Korporasi berdiri dari percampuran konsep tanggung jawab

terbatas dan entitas mandiri dari simbol kejayaan civil law. Konsep

korporasi telah lahir semenjak abad ke-17 diperkenalkan oleh Adam

Smith sebagai badan usaha yang mengkhususkan diri pada bidang

perekonomian di mana kondisi harga ditentukan sendiri berdasarkan

supply and demand rule, serta memisahkan negara dari tugasnya

untuk memfasilitasi sistem ekonomi.102 Secara internasional, bentuk

usaha pertama adalah British East India Company (BEIC), Dutch

East Indies Company (DEIC), Hudson Bay Company (HBC), dan

Veereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Akan tetapi saat ini

tujuan korporasi tidak sejalan dengan konsep korporasi yang

diungkapkan oleh Adam Smith lagi, sekarang tujuan korporasi sudah

beralih menjadi tidak terpisah dari tujuan negara. Hal ini dikarenakan

karena masa lalu merupakan masa kolonialisme di mana

102 Adam Smith, An Inquiry into The Nature and Cause of The Wealth of Nation dalam

Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Op. Cit., hlm. 13.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

53

international economic entity yang merepresentasikan kepentingan

negara asalnya. Sebagai contoh VOC representasi negara Belanda,

dan BEIC representasi negara Inggris.103

b. Pengertian Korporasi

Penggunaan istilah “korporasi” merupakan sebutan yang

lazim dipergunakan dalam kalangan pakar hukum pidana untuk

menyebutkan apa yang biasa digunakan dalam bidang hukum lain,

khususnya dalam bidang hukum perdata yang disebut dengan “badan

hukum” (rechtspersoon) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan

legal entities atau corporation, bahasa Jerman disebut corporation,

dan bahasa Belanda disebut corporatie104 yang berasal dari kata

corporation dalam bahasa Latin. Korporasi berasal dari kata

“corporation”, dari kata kerja corporare. Corporare sendiri berasal

dari kata “corpus” (Indonesia = badan), yang berarti memberikan

badan atau membadankan. Dengan demikian, corporation itu berarti

hasil dari pekerjaan membadankan, dengan perkataan lain badan

yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan

manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang terjadi

menurut alam. Dalam buku lain, penulis menemukan bahwa apabila

berbicara tentang korporasi, maka tidak bisa melepaskan pengertian

tersebut dari bidang hukum perdata. Korporasi adalah suatu badan

hasil cipta hukum. Badan yang diciptakannya itu terdiri dari corpus,

yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya hukum memasukkan unsur

animus yang membuat badan itu mempunyai kepribadian. Oleh

103 Indra Surya, Transaksi Benturan Kepentingan di Pasar Modal dalam Freddy Harris

dan Teddy Anggoro, Ibid., hlm. 13.

104 Rudhy Prasetya, Perkembangan Korporasi dalam Proses Modernisasi, Makalah pada

Seminar Nasional: Kejahatan Korporasi, yang dilaksanakan oleh Fakultas Hukum Undip,

Semarang, 1989, hlm. 2 dalam Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

(Berikut Studi Kasus), ctk. Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 25.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

54

karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum maka kecuali

penciptaannya, kematiannya pun juga ditentukan oleh hukum.

Korporasi sering pula disebut sebagai legal entities atau

rechtsperson dengan maksud untuk menjelaskan bahwa badan

tersebut memiliki identitas hukum yang memiliki kekayaan serta hak

dan kewajiban yang terpisah dari anggota-anggotanya. Secara umum

terminologi korporasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Merupakan subjek hukum yang memiliki kedudukan

hukum khusus.

2. Memiliki jangka waktu hidup tidak terbatas.

3. Memperoleh kekuasaan dari negara untuk melakukan

kegiatan bisnis tertentu.

4. Dimiliki oleh pemegang saham.

5. Tanggung jawab pemegang saham terhadap kerugian

korporasi biasanya sebatas saham yang dimilikinya.

Alan R. Palmiter memberikan definisi korporasi sebagai

berikut:

What is a “corporation” ? It is a framework by which

people conduct modern business. It is a convenient legal

entity that can enter into contracts, own property, and be a

party in court. It comes in assorted sizes, from a publicly

held multinational conglomerate to a one-person business.

The corporation is a creature of law – a legal construct.

Nobody (not even your law professor) has even seen one.105

(Terjemahan : Apakah korporasi itu ? Korporasi merupakan

kerangka yang memungkinkan orang melakukan bisnis

modern. Korporasi merupakan entitas hukum yang sesuai

dan dapat mengadakan kontrak, memiliki kekayaan, dan

menjadi pihak di pengadilan. Korporasi dapat muncul

dalam berbagai ukuran, dari bersifat publik dalam bentuk

konglomerat multinasional sampai bisnis orang-perorangan.

105 Alan R. Palmiter, Corporations, Sixth Edition, Austin: Wolters Kluwer, 2009: 3 oleh

Tjandra Sridjaja Pradjonggo dalam Jurnal Yustisia Edisi 80 Mei - Agustus 2010, hlm. 71.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

55

Korporasi tersebut merupakan suatu ciptaan hukum-

konstruk hukum. Tidak seorang pun pernah melihatnya.)

Marshall B. Clinard, dkk, mendefinisikan bahwa “ A

corporation is a legal entity that allows a business to use the

capital provided by individuals called shareholders or

stockholders.”106

(Terjemahan : korporasi adalah entitas atau badan hukum yang

memungkinkan suatu bisnis menggunakan modal yang diberikan

oleh individu-individu yang disebut pemegang saham.)

J.C. Smith dan Brian Hogan mendefinisikan korporasi

sebagai:

A corporation is a legal person but it has no physical

existence and cannot, therefore, act or form an intention of

any kind except through its directors or servants. As each

director or servant is also a legal person quite distinct from

the corporation, it follows that a corporation’s legal

liabilities are all, in a sense, vicarious. This line of thinking

is epitomizes in the catchphrase “Corporations don’t

commit crimes”; people do.107

Korporasi adalah badan hukum tetapi tidak memiliki

keberadaan fisik dan tidak bisa , oleh karena itu , bertindak atau

membentuk niat apapun kecuali melalui direksi atau pegawai .

Karena setiap direktur atau hamba juga suatu badan hukum

sangat berbeda dari korporasi , berarti kewajiban hukum

korporasi semua , dalam arti, perwakilan . Garis pemikiran ini

melambangkan dalam slogannya " Perusahaan tidak melakukan

kejahatan " ; orang melakukan

(Terjemahan : korporasi adalah badan hukum yang tidak

memiliki fisik dan oleh karena itu tidak dapat bertindak atau

memiliki kehendak kecuali melalui direktur atau

karyawannya. Direktur atau karyawan juga merupakan

entitas hukum yang berbeda dengan korporasi, karena

106 Marshall B. Clinard sebagaimana dikutip Joseph F. Sheley, 1987, Exploring Crime

Reading in Criminology and Criminal Justice, Belmont California: Wadsworth Publishing oleh

Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Ibid., hlm. 71-72.

107 Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Ibid., hlm. 73.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

56

semua bentuk pertanggungjawaban hukum korporasi adalah

melalui pertanggungjawaban pengganti. Pemikiran ini

berarti bahwa korporasi tidak bisa melakukan kejahatan,

tapi orang-orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama

korporasilah yang bisa melakukan kejahatan.)

Menurut Meijers, badan hukum meliputi sesuatu yang

menjadi pendukung hak dan kewajiban. Ia menambahkan bahwa

badan hukum itu merupakan suatu realitas konkret, riil, walaupun

tidak dapat diraba, bukan khayal, atau merupakan suatu

juridische realiteit (kenyataan yuridis). Logemann, menyebutkan

badan hukum sebagai suatu personifikasi atau perwujudan

(bestendigheid) hak dan kewajiban. Sementara itu, E. Utrecht,

menyatakan badan hukum adalah badan yang menurut hukum

berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak. Selanjutnya, ia

menjelaskan bahwa badan hukum itu adalah setiap pendukung

hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia.

Terkait dengan pemikiran bahwa korporasi tidak bisa

melakukan tindakan hukum tanpa melalui orang-orang tertentu,

Chidir Ali menyatakan bahwa hukum memberi kemungkinan

dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, bahwa suatu

perkumpulan atau badan lain dianggap sebagai orang yang

merupakan pembawa hak, dan karenanya dapat menjalankan hak-

hak seperti orang biasa serta dapat dipertanggungjawabkan.

Namun demikian, badan hukum (korporasi) bertindak harus

dengan perantaraan orang biasa, akan tetapi orang yang bertindak

itu tidak untuk dirinya sendiri, melainkan untuk dan atas

pertanggunggugatan korporasi.

M. Arief Amrullah dengan mengutip pendapat Utrech

menyatakan bahwa badan hukum adalah badan yang menurut

hukum berwenang menjadi pendukung hak, atau setiap

pendukung hak yang tidak berjiwa. Sedangkan Soeroso

mendefinisikan badan hukum sebagai suatu perkumpulan orang-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

57

orang yang mengadakan kerja sama dan merupakan satu kesatuan

yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh

hukum. Wirjono Prodjodikoro mengartikan badan hukum adalah

suatu badan yang selain manusia perorangan, juga dapat

bertindak dalam hukum dan mempunyai hak-hak, kewajiban-

kewajiban dan kepentingan-kepentingan terhadap orang lain atau

badan lain. Alasan memasukkan korporasi sebagai badan hukum

karena memiliki unsur-unsur:

a) Mempunyai harta sendiri yang terpisah;

b) Ada suatu organisasi yang ditetapkan oleh suatu

tujuan di mana kekayaan terpisah itu diperuntukkan;

dan

c) Ada pengurus yang menguasai dan mengurusnya.

Namun, bila pembahasan badan hukum dipersempit

menjadi perseroan terbatas, terdapat ciri-ciri penting yang melekat

pada entitas tersebut, yaitu:

a) Personalitas hukum (legal personality).

b) Terbatasnya tanggung jawab (limited liability).

c) Adanya saham yang dapat dialihkan (transferable

shares).

d) Pendelegasian manajemen.

e) Kepemilikan investor.

c. Teori Dasar Dalam Menentukan Korporasi Sebagai Subyek

Hukum Pidana

A.L.J. van Strien mengemukakan tiga teori dasar dalam

menentukan badan hukum (korporasi) sebagai subyek hukum

pidana, ialah:

1) Ajaran yang bertendensi “psikologis” dari J.

Remmelink, yang berpendapat bahwa hukum pidana

memandang manusia sebagai makhluk rasional dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

58

bersusila (redelijk zedelijk wezen). Pernyataan dari

Remmelink harus diperhatikan terbatas pada hukum

pidana komunal, yang memerlukan unsur kesalahan

dalam pemidanaan dalam arti menuntut adanya aspek

kejiwaan asli yang ada pada diri manusia alamiah.

2) Pendekatan yang bertendensi “sosiologis” dari J. Ter

Heide, di mana yang menjadi pokok perhatian bukanlah

manusia tetapi tindakan (berkaitan dengan ini Ter Heide

menyebutnya sebagai hukum pidana yang dilepaskan

dari manusia – ontmenseljik strafrecht). Jika dahulu

karena pengaruh “psikologisme, biologisme,

3) Wawasan dari A.C.’t Hart, di mana pengertian “subyek

hukum” dipandang sebagai pengertian yuridis yang

Contrafaktisch. Contrafaktisch hukum berarti bahwa

konsep-konsep yuridis tidak boleh dimengerti semata-

mata sebagai kenyataan empiris maupun sebagai

gagasan ideal yang secara apriori menetapkan suatu

norma yang berada di atas kenyataan historis sosiologis.

Karena konsep yuridis ini menempati posisi perantara,

maka ia tidak dapat dipandang sebagai bagian kedua

pengertian tersebut, namun condong sebagai lawan dari

keduanya. Bukan saja dalam posisi terisolasi, namun

terlebih dalam saling keterkaitannya menurut struktur

pengertian dan logikanya sendiri-konsep yuridis, dengan

demikian, terhadap berbagai cara interpretasi lain.

Dengan cara ini, konsep yuridis memberikan pada

individu ruang gerak untuk membela diri atau

menentang tidak saja individu lain yang berada dalam

wawasan hidup/kenyataan itu sendiri.

d. Sanksi Pada Korporasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

59

Clinard dan Yeager108 mengemukakan kriteria kapan

seharusnya sanksi pidana diarahkan kepada korporasi:

1) The degree of loss to the public (derajat kerugian

terhadap publik);

2) The level of complicity by high corporate managers

(tingkat keterlibatan oleh jajaran manajer korporasi);

3) The duration of the violation (lamanya tindak pidana);

4) The frequency of the violation by the corporation

(frekuensi tindak pidana oleh korporasi);

5) Evidence of intent to violate (alat bukti yang

dimaksudkan untuk melakukan tindak pidana);

6) Evidence of extortion, as in bribery cases (alat bukti

pemerasan, semisal dalam kasus-kasus suap);

7) The degree of notoriety engendered by the media

(derajat pengetahuan public tentang hal-hal negatif

yang ditimbulkan pemberitaan media);

8) Precedent in law (yurisprudensi);

9) The history of serious violations by the corporation.

10) Deterrence potential (kemungkinan pencegahan);

11) The degree of corporation evienced by the corporation

(derajat kerja sama korporasi yang ditunjukkan oleh

korporasi).

5. Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas yang dahulu dikenal dengan nama Naamloze

Vennootschap, disingkat NV. Sejarah perubahan dari Naamloze

Vennootschap menjadi Perseroan Terbatas dan disingkat PT, para ahli

tidak dapat menelusuri.109 Istilah Perseroan Terbatas110 terdiri dari dua

108 Muladi dan Dwidja Priyatno. Op. Cit., 109 Rudhi Prasetya dalam Ridwan Khairandy. 2009. Perseroan Terbatas: Doktrin,

Peraturan Perundang Undangan, dan Yurisprudensi (Edisi Revisi), ctk. Kedua. Jogjakarta: Kreasi

Total Media Yogyakarta, hlm. 1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

60

kata, yaitu Perseroan dan Terbatas. Perseroan berasal dari kata sero yang

diartikan sebagai saham dan Terbatas yang merujuk pada tanggung

jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal

semua saham yang dimilikinya.111

Asal muasal modal PT dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1112

UUPT113.

B. Penelitian Yang Relevan

Tinjauan penelitian yang relevan berisi tinjauan kritis terhadap hasil

penelitian sejenis yang pernah dilakukan, baik penelitian orang lain maupun

penelitian yang pernah dilakukan sendiri. Penelitian yang relevan yang

diketemukan penulis adalah sebagai berikut:

1. Penulisan Skripsi, Brian Purbojati Zakariya. 2015. Harmonisasi Prinsip

Business Judgement Rule Dalam Pengelolaan Persero di Indonesia

110 Perseroan Terbatas yang untuk selanjutnya disebut PT.

111 H.M.N. Purwosutjipto dalam Ridwan Khairandy. Op. Cit., hlm. 1.

112 Pasal 1 angka 1 UUPT, berbunyi :

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Bandingkan dengan definisi Perseroan Terbatas pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 1 angka 1, menyebutkan bahwa :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta

peraturan pelaksanaannya”.

Definisi Perseroan Terbatas dalam kedua peraturan-perundang-undangan di atas memiliki

persamaan, yaitu didirikan berdasarkan perjanjian, kegiatan usaha dilakukan dengan modal dasar

yang terbagi dalam saham, serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini

serta peraturan pelaksanaannya. Perbedaan terletak pada unsur persekutuan modal yang disebutkan

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Undang-Undang lama (Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas)

113 UUPT yang dimaksud ialah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, untuk selanjutnya disebut dengan UUPT. Sebelumnya, Perseroan Terbatas diatur dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

61

(Studi Kasus Sewa Pesawat Merpati). Fakultas Hukum. Universitas

Sebelas Maret. Surakarta.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui harmonisasi prinsip Business

Judgment Rule dalam pengelolaan Persero di Indonesia dan bagaimana

penerapan prinsip tersebut dengan studi kasus sewa pesawat Merpati.

Mengambil permasalahan mengenai harmonisasi prinsip Business

Judgement Rule dalam perundang-undangan di Indonesia dan

penerapannya dengan mengambil studi kasus penyewaan Pesawat

Merpati. Kesimpulan yang didapat ialah telah terjadi harmonisasi prinsip

Business Judgment Rule dalam peraturan perundangan-undangan, yang

tertuang dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT. Serta penerapan prinsip

Business Judgment Rule dalam pengelolaan persero di Indonesia belum

berjalan optimal. Menilik dari studi kasus yang penulis pakai yaitu studi

kasus sewa pesawat Merpati, Prinsip Business Judgment Rule tetap

belum bisa melindungi keputusan Direksi yang diambil dengan proses

yang benar.

2. Penulisan Tesis, Rudi Dogar Harahap. 2008. Penerapan Bussiness

Judgement Rule dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank yang

Berbadan Hukum Perseroan Terbatas. Sekolah Pasca Sarjana.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Penulisan tesis ini menggambarkan peranan perbankan yang sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian. Namun, apabila dilihat

kecenderungan bank yang sangat ketat dalam menyalurkan kredit pada

akhir-akhir ini sangat tidak kondusif untuk mendorong perekonomian

Indonesia. Salah satu penyebab keadaan ini adalah terjadi ketakutan di

kalangan banker khususnya banker bank-bank milik pemerintah di dalam

menjalankan tugasnya. Padahal bisnis bank sangat rentan terhadap

resiko. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu payung hukum yang

dapat memberikan kelegaan kepada para banker terutama yang

menduduki posisi direksi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu jalan keluar yang telah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

62

memberikan perlindungan hukum kepada para Direksi Perseroan

Terbatas karena telah mengakomodasi prinsip business judgement rule.

Dengan mengambil perumusan masalah mengenai pengelolaan bank

dikaitkan dengan manajemen resiko, batasan penerapan business

judgement rule dalam pengelolaan Perseroan Terbatas oleh Direksi, serta

penerapan prinsip-prinsip business judgement rule dalam

pertanggungjawaban Direktur bank. Kesimpulan yang didapat ialah

Bank memiliki 8 (delapan) resiko yang harus dikelola oleh direksi agar

bank tidak menderita kerugian yang dapat mengerus modal, Prinsip

Business judgement rule hanya dapat digunakan sebagai pembelaan

direksi bila melanggar standar fiduciary duty, judgement rule diterapkan

di industri perbankan dengan mengacu pada peraturan yang terkait

dengan bank, best practice yang berlaku di industri perbankan serta

prinsip kehati-hatian.

3. Penulisan Tesis, Christian Orchard. 2006. Analisis Yuridis Terhadap

Business Judgement Rule Sebagai Wujud Perlindungan Hukum

Terhadap Direksi Suatu Perseroan Terbatas. Sekolah Pasca Sarjana.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Business Judgement Rule adalah salah satu dari beberapa doktrin dalam

hukum perusahaan. Business Judgement Rule dalam pelaksanaannya

adalah untuk melindungi seorang direksi perusahaan dalam mengambil

keputusan. Tetapi dalam mengambil keputusan tersebut tidak ada unsur

kepentingan pribadi, diputuskan berdasarkan informasi yang mereka

percaya, oleh keadaan yang tepat dan secara rasional serta keputusan

tersebut adalah yang terbaik untuk perusahaan, artinya tidak ada unsur-

unsur kecurangan (fraud), benturan kepentingan (conflict of interest),

perbuatan melawan hukum (illegality), ataupun ada konsep kesalahan

yang disengaja (gross negligence).

Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas tidak ditemukan pengaturan yang jelas mengenai Business

Judgement Rule namun jika diteliti prinsip “itikad baik” yang dinyatakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

63

dalam Pasal 85 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 adalah

mengandung makna bahwa “jiwa” dari Business Judgement Rule

terdapat dalam undang-undang tersebut.

Perkembangan hukum mengenai Business Judgement Rule ini dalam

sistem hukum Civil Law pada prinsipnya tidak terlalu menonjolkan

standar tertentu, tetapi lebih mendasarinya pada perjanjian-perjanjian

pemberian kuasa di antara para pihak, yang tercermin dalam anggaran

dasar perusahaan. Karena itu seorang direktur haruslah melaksanakan

tugasnya sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasarnya. Apabila dia

melakukan tindakan diluar dan atau tidak sesuai dengan batas

kewenangannya yang telah diberikan kepadanya oleh anggaran dasar

maka dia pribadi akan bertanggung jawab secara hukum bukan

perusahaan sebagai pemberi kuasa. Karena sebagai penerima kuasa

direktur tidak boleh bertindak melampaui batas kuasanya.

Business Judgement Rule bagi seorang direksi suatu perseroan terbatas

tidak dapat dilaksanakan jika kebijakan (judgement) dari seorang direksi

tersebut didasarkan pada suatu kecurangan (fraud), menimbulkan

benturan kepentingan (conflict of interest), perbuatan melawan hukum

(illegality), dan ada kelalaian berat (gross negligence) dari anggota

direksi.

Efektivitas dari Business Judgement Rule ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan hukum

perusahaan di Indonesia, karena dengan berlakunya doktrin ini maka

direksi dari suatu perseroan terbatas dapat terlindungi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

64

Korporasi

D

I

R

E

K

S

I

Peninjauan Kembali Kerugian Keuangan Negara

Perusahaan

Terbatas

berbentuk

Persero

(PT PUSRI

PERSERO)

SK Direksi tentang Pengangkatan Ir. Hadianto Eko

Putro (Terdakwa II) selaku Asisten Manager

Pembelian Material Dinas Pembelian Material PT.

PUSRI.

SK Direksi tentang Pengangkatan Ir. Faisal Muaz

(Terdakwa I) selaku Manager Pengadaan PT. PUSRI.

SK Direksi tentang Penyempurnaan Prosedur

Operasional Baku (POB) Pengadaan Barang dan Jasa

pada PT. PUSRI

SK Direksi tentang Penujukan Panitia Lelang

Pengadaan Barang dan Jasa dan Pekerjaan Borongan

PT. PUSRI Sriwijaya

Pengadaan Barang dan Jasa

berupa 2 (dua) buah

Solenoid Valve dan

Thrustor Brake, dengan

sumber dana berasal dari

Alokasi Anggaran Gudang

PT. PUSRI Palembang

tahun 2008 sebesar

21.100,00 Euro atau senilai

dengan Rp. 280.000.000,00

(dua ratus delapan puluh

juta rupiah)

Memenangkan CV. Kuala Simpang dengan harga 14.450

Euro (empat belas ribu empat ratus lima puluh euro) atau

senilai Rp. 210.224.813,50,00 (dua ratus sepuluh juta dua

ratus dua puluh empat ribu delapan ratus tiga belas lima

puluh sen).

Melanggar Pasal 2 dan/atau

Teori

Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi

MANAGER

C. Kerangka Berpikir

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

65

Keterangan :

Perseroan Terbatas merupakan salah satu bentuk dari korporasi yang

diakui oleh hukum. Penulis mengambil contoh kasus yang terjadi pada PT.

PUSRI Palembang. Perkara ini bermula pada tahun 2008, PT. PUPUK

SRIWIJAYA, yang untuk selanjutnya disebut dengan PT. PUSRI

melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa berupa 2 (dua) Solenoid Valve

dan Thrustor Brake melalui sumber dana yang berasal dari Alokasi Anggaran

Gudang pada PT. PUSRI Palembang tahun 2008 sebesar 21.100,00 Euro atau

sekitar Rp. 280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah). Terdakwa I

dan Terdakwa II memenangkan CV. Kuala Simpang tanpa melakukan

pengecekan harga ke distributor dikarenakan Terdakwa I dan Terdakwa II

telah melakukan negoisasi dengan Deddy Zatta selaku Direktur CV. Kuala

Simpang. Ternyata pembelian barang tersebut tidak sesuai dengan permintaan,

tetapi para terdakwa tetap menerima barang yang dikirimkan tanpa

memperhitungkan harga pembelian sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal itu

dikarenakan CV. Kuala Simpang telah menjadi rekanan PT. PUSRI. Atas

perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp. 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah). Majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang dengan

Nomor 982 / PID.B /2010 / PN. PLG tertanggal 11 Agustus 2011 yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

66

amarnya menyatakan Terdakwa I dan Terdakwa II telah terbukti secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan

menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II dengan pidana

penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dan denda masing-masing

sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila

denda tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 2

(dua) bulan. Terdakwa I dan Terdakwa II serta Penuntut Umum mengajukan

banding. Adapun Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan

Negeri Palembang dengan Nomor : 12 / MAHKAMAH AGUNG / 2011 /

2011 / PT. PLG tertanggal 22 Desember 2011 dengan amarnya yang

menyatakan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama

dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I dan Terdakwa II dengan pidana

penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda

masing-masing sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) serta

apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan

selama 2 (dua) bulan. Para terdakwa mengajukan permohonan kembali dengan

salah satu novum menyebutkan doktrin business judgement rule. Penulis

tertarik meneliti kasus tersebut karena adanya novum doktrin business

judgement rule yang dikaitan dengan pertanggungjawaban pidana korporasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

67

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi, juga dapat ditulis dengan metodologie (Kamus Bahasa

Belanda) artinya ilmu tentang metode-metode. Metodologi (Kamus Besar

Bahasa Indonesia) berarti ilmu tentang metode. Metodologi dalam arti yang

umum berarti suatu studi yang logis dan sistematis tentang prinsip-prinsip

yang mengarahkan suatu penelitian. Metodologi juga berarti cara ilmiah untuk

mencari kebenaran.114

Metodologi penelitian hukum berarti cara ilmiah untuk mencari dari

kebenaran dari sebuah hukum. Adapun yang dimaksud hukum antara pakar

satu dengan yang lainnya berbeda, sehingga terlebih dahulu perlu meluruskan,

hukum dalam pengertian mana yang akan dipakai.

Menurut Soetandyo Wignyosoebroto dalam Setiono, membagi hukum

menjadi 5 (lima) konsep, yaitu:115

114 Setiono, Pemahaman terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010, hlm. 3-4.

115 Ibid, hlm. 20.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

68

1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat

kodrati dan berlaku universal;

2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem

perundang-undangan hukum nasional;

3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto,

dan tersistematisasi sebagai judge made law;

4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan,

eksis sebagai variabel sosial yang empirik;

5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para

perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.

Konsep pertama, kedua, dan ketiga disebut sebagai konsep normatif.

Konsep normatif menggambarkan hukum sebagai norma, baik diidentikkan

sebagai keadilan yang harus diwujudkan (ius constituendum), ataupun norma

yang telah diwujudkan sebagai perintah yang eksplisit dan secara positif telah

terumus jelas (ius constitutum) untuk menjamin kepastiannya, dan juga berupa

norma yang merupakan produk dari hakim (judgements) pada waktu hakim itu

memutuskan suatu perkara dengan memperhatikan kemanfaatan dan

kemaslahatan bagi para pihak yang berperkara.

Karena setiap norma baik yang berupa asas norma, keadilan, ataupun

yang telah dipositifkan sebagai hukum perundang-undangan maupun

judgemade selalu eksis sebagai bagian dari suatu sistem doktrin atau ajaran,

yaitu ajaran tentang bagaimana hukum harus ditemukan atau dicipta untuk

menyelesaikan suatu perkara, maka setiap penelitian hukum yang

mendasarkan hukum sebagai norma ini disebut sebagai penelitian normatif

yang doktrinal dan metodenya disebut sebagai metode doktrinal.116

Sedangkan konsep keempat dan kelima, hukum digambarkan sebagai

regularities yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau dalam alam

pengalaman. Hukum adalah tingkah laku atau aksi-aksi dan interaksi manusia

secara aktual dan potensial akan terpola. Setiap perilaku atau aksi itu

merupakan suatu realita sosial yang terjadi dalam alam pengalaman indrawi

dan empiris, maka penelitian yang mendasarkannya dapat disebut sebagai

116 Ibid., hlm. 21-22.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

69

penelitian sosial (hukum), penelitian empiris atau penelitian yang non

doktrinal dengan metodenya yang disebut dengan metode non doktrinal.117

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan konsep tersebut, pada konsep kesatu, kedua, dan

ketiga merupakan penelitian doktrinal, sedangkan konsep keempat dan

kelima merupakan penelitian non doktrinal.

Soetandyo Wignyosoebroto juga membagi penelitian hukum

menjadi penelitian doktrinal dan non-doktrinal.118

a. Penelitian doktrinal, terdiri dari penelitian yang berupa

usaha inventarisasi hukum positif, dan penelitian yang

berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah

(dogma atau doktrin) hukum positif.

b. Penelitian non-doktrinal, yaitu penelitian berupa studi-studi

empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses

terjadinya dan mengenai proses bekerjanya suatu hukum di

dalam masyarakat.

Jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian doktrinal yang

mendasarkan pada konsep hukum kedua dan ketiga.

2. Sifat dan Bentuk Penelitian

Termasuk ke dalam penelitian eksploratif, yang dimaksudkan

apabila pengetahuan tentang suatu gegala yang akan diselidiki masih

kurang sekali atau bahkan tidak ada. Bentuk penelitiannya disebut

penelitian preskriptif, yang dimaksudkan untuk mendapatkan saran-saran

117 Ibid., hlm. 22.

118

Anonim. Buku Pedoman Pembimbingan Tesis & Pedoman Penulisan Usulan

Penelitian & Tesis, Program Studi Magister (S-2) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret, Surakarta, 2013, hlm. 11.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

70

mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah

tertentu.

3. Jenis Data

Secara umum, maka di dalam penelitian biasanya dibedakan antara

data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (mengenai

perilakunya; data empiris) dan data dari bahan pustaka. Yang diperoleh

langsung dari masyarakat dinamakan data primer atau data dasar dan

yang kedua diberi nama data sekunder.119 Penelitian ini menggunakan

data sekunder.

4. Sumber Data

Di dalam penelitian hukum, dipergunakan pula data sekunder, yang

dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan ke dalam:120

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat, dan terdiri dari :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi;

3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas;

4) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

154 PK / Pid. Sus / 2012 dalam Perkara Pengadaan

119 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1984, hlm. 51.

120 Ibid., hlm. 52.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

71

Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI

Palembang).

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,

seperti misalnya rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan

seterusnya. Adapun bahan hukum sekunder yang penulis

pergunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Buku dan literatur ilmu hukum yang terkait dengan

hukum pidana, lebih khususnya tindak pidana korupsi;

2) Buku dan literatur ilmu hukum yang terkait dengan

hukum perdata, lebih khusus mengenai perseroan

terbatas, BUMN;

3) Artikel-artikel lain yang terkait dengan permasalahan,

baik dari media cetak maupun elektronik.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus,

ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan dalam

penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan mengkaji substansi atau

isi suatu bahan hukum yang berupa buku, peraturan perundang-undangan,

dokumen, dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan

permasalahan yang penulis teliti.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan metode deduksi yang berpangkal dari

pengajuan premis mayor (penyataan bersifat umum). Metode deduktif

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

72

berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum),

kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu

kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Penerapan doktrin Business Judgement Rule dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012 dalam perkara Pengadaan

Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang

Penelitian hukum ini menggunakan data sekunder yang berupa

Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012

dalam perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT.

PUSRI Palembang.

a. Deskripsi Kasus

Peristiwa ini dimulai pada tanggal 6 Juni 2005 dengan adanya

Surat Keputusan Direksi Nomor : SK/DIR/102/2005 tertanggal 6

Juni 2005 tentang Penyempurnaan Prosedur Operasional Baku

(POB) Pengadaan Barang dan Jasa pada PT. PUSRI dan Surat

Keputusan Direktur Nomor : SK/DIR/20.2008 tentang Penujukan

Panitia Lelang Pengadaan Barang dan Jasa dan Pekerjaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

73

Borongan PT. PUSRI Sriwijaya, yang memutuskan pengadaan jasa

dan pekerjaan pemborongan dilaksanakan melalui tender bersama,

dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa dengan nilai di atas

Rp. 500 juta secara Rush Order, dan pengadaan barang dan jasa

pabrik yang nilainya Rp. 500 juta ke bawah dan untuk non pabrik

yang nilainya di bawah Rp. 1 Milyar, pengadaannya dilakukan

tidak melalui panitia pelelangan tetapi dilakukan oleh unit kerja

pengadaan barang dan jasa yang relevan.

Pada tanggal 30 Maret 2007, dikeluarkan Surat Keputusan

Direksi PT. PUPUK SRIWIJAYA Nomor : SK/DIR/073/2007

tertanggal 30 Maret 2007 yang mengangkat Ir. Hadianto Eko Putro

(Terdakwa II) selaku Asisten Manager Pembelian Material Dinas

Pembelian Material PT. PUSRI.

Pada tanggal 29 November 2007, dikeluarkan Surat Putusan

Direksi PT. PUPUK SRIWIJAYA Nomor : SK/DIR/258/2007

tertanggal 29 November 2007 yang mengangkat Ir. Faisal Muaz

(Terdakwa I) selaku Manager Pengadaan PT. PUSRI.

Pada tahun 2008, PT. PUSRI melaksanakan kegiatan

pengadaan barang/jasa berupa 2 (dua) Solenoid Valve dan Thrustor

Brake, dengan sumber dana berasal dari Alokasi Anggaran Gudang

PT. PUSRI Palembang tahun 2008 sebesar 21.100,00 Euro atau

senilai dengan Rp. 280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta

rupiah) dengan spesifikasi barang Solenoid Valve Part No. 4

WE6H3XW220.50N Voltage 220-VAC Freq. 50 Hz, 46 VA MFG:

REXROTH HYDRONORMANY GERMANY. Dengan ketentuan

dalam Memo Permintaan Evaluasi (MPE) yang diterbitkan oleh

Asmen Pergudangan, harga pembelian terakhir tahun 2002 sebesar

Rp. 3.992.625,00 (tiga juta sembilan ratus sembilan puluh dua ribu

enam ratus dua puluh lima rupiah). Nilai barang sebesar Rp.

5.000.000,00 (lima juta rupiah) berdasarkan Purchase Order (PO)

tidak perlu tender, melainkan Penunjukan Langsung (PL) dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

74

mengundang rekanan tetap PT. PUSRI, yaitu CV. Vania; CV. Ayu

Fitria Abadi; Halimah; Amanda; A.M.D.; Tanjung Jaya; dan CV.

Kuala Simpang;

Dari tujuh rekanan, terdapat tiga rekanan (CV. Kuala

Simpang, CV. A.M.D., CV. Tanjung Jaya) menjawab klarifikasi

hasil evaluasi teknis yang dilakukan oleh Koordinator Teknik

Keandalan/Tim Evaluasi Teknis yang dinyatakan disarankan dan

layak untuk mengikuti tahapan berikutnya, dengan penawaran CV.

Kuala Simpang dengan nilai penawaran 2 EA EUR 7,225.00

sebesar Rp. 210.224.813,50 (dua ratus sepuluh juta dua ratus dua

puluh empat ribu delapan ratus tiga belas rupiah lima puluh sen),

CV. A.M.D. dengan nilai penawaran 2 EA EUR 7,250.00 sebesar

Rp. 210.952.235,00 (dua ratus sepuluh juta sembilan ratus lima

puluh dua ribu dua ratus tiga puluh lima rupiah), dan CV. Tanjung

Jaya dengan nilai penawaran 2 EA EUR 8,210.00 sebesar Rp.

238.885.220, 60 (dua ratus tiga puluh delapan juta delapan ratus

delapan puluh lima ribu dua ratus dua puluh rupiah enam puluh

sen).

Terdakwa I dan Terdakwa II menentukan pemenang

melakukan tahapan E-Auction/Nego Harga yang sepatutnya harus

diketahuinya bahwa barang yang ditawarkan rekanan (CV. Kuala

Simpang) tidak layak untuk dipakai (karena tidak ada HPS/Pagu

Anggaran), namun tetap dipakai dan CV. Kuala Simpang

dimenangkan dengan harga barang 2 (dua) spare part EA

SOLENOID VALVE PART No. 4 WE6H3XEW220.50N Voltage :

220-VAC, Freq. 50 Hz, 46 VA MFR: Rexroth Hydronorma

Germany seharga 14.450 Euro (empat belas ribu empat ratus lima

puluh euro) atau senilai Rp. 210.224.813,50,00 (dua ratus sepuluh

juta dua ratus dua puluh empat ribu delapan ratus tiga belas lima

puluh sen).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

75

Untuk memenangkan CV. Kuala Simpang, para Terdakwa

tanpa melakukan pengecekan harga distributor untuk menanyakan

kepastian harga satu unit Solenoid Valve dan tidak membuat harga

estimasi dan tidak pula melakukan harga pembanding pembelian

material yang sejenis, melainkan menyetujui saja penawaran yang

diajukan oleh CV. Kuala Simpang karena telah dilakukan negosiasi

harga dengan Deddy Zatta selaku Direktur CV. Kuala Simpang.

Dalam pelaksanaan pengadaan 2 (dua) spare part Solenoid

Valve, CV. Kuala Simpang tidak sesuai dengan permintaan

pembelian speknya, yaitu No. 31289, PR No. 49106, namun oleh

para terdakwa tetap menerima barang yang dikirimkan sebagai

pengganti Solenoid Valve Part No. 4WE6H3W220.50N dengan

Solenoid Valve Part No. 4WE6H6XEW220NK9K4, tanpa

memperhitungkan harga pembelian sesuai dengan diperjanjikan

dan melakukan pembayaran 2 item Solenoid Valve tersebut karena

CV. Kuala Simpang telah menjadi rekanan PT.PUSRI.

Berdasarkan bukti pembelian INVOICE dari PT.

TECHHINDO CONTRAMATRA yang sesuai dengan jenis barang

Solenoid Valve No. 4WE6H6XEW230NK9K4 dengan harga USD

792 atau sekitar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Akibat perbuatan para terdakwa telah merugikan keuangan

negara Cq. PT. PUSRI sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah).

b. Putusan

1) Putusan Pengadilan Negeri Palembang dengan Nomor perkara :

982/Pid.B/2010/PN.PLG tertanggal 11 Agustus 2011, menyatakan:

a) Menyatakan Terdakwa I Ir. Faisal Muaz dan Terdakwa II Ir.

Hadianto Eko Putro tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan

primair;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

76

b) Membebaskan Terdakwa I dan Terdakwa II dari dakwaan

primair tersebut;

c) Menyatakan Terdakwa I Ir. Faisal Muaz dan Terdakwa II Ir.

Hadianto Eko Putro telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “KORUPSI SECARA

BERSAMA-SAMA”;

d) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II,

oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 1

(satu) tahun dan denda masing-masing Rp. 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak

dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 2

(dua) bulan;

e) Menetapkan barang bukti berupa 104 (seratus empat) buah

surat (sebagaimana terlampir) dan uang sebesar Rp.

160.000.000,00 (seratus enam puluh juta rupiah) dipergunakan

untuk pembayaran:

(1) Uang denda masing-masing terdakwa Rp. 50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah);

(2) Uang sebesar Rp. 53.350.000,00 (lima puluh tiga juta tiga

ratus lima puluh ribu rupiah) dikembalikan kepada

Jaksa/Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara

Deddy Zatta;

(3) Uang sisanya sebesar Rp. 6.700.000,00 (enam juta tujuh

ratus ribu rupiah) dikembalikan kepada Terdakwa I dan

Terdakwa II;

f) Membebani Terdakwa I dan Terdakwa II untuk membayar

biaya perkara msing-masing sebesar Rp. 3.500,00 (tiga ribu

lima ratus rupiah);

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

77

2) Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi

Palembang dengan Nomor perkara : 12 / MAHKAMAH AGUNG

/ 2011 / PT.PLG tertanggal 22 Desember 2011, menyatakan:

a) Menerima permintaan banding dari Terdakwa I dan Terdakwa

II serta dari Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri

Palembang;

b) Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palembang tertanggal

11 Agustus 2011 dengan Nomor perkara : 982 / PID.B / 2010 /

PN.PLG yang dimintakan banding tersebut dengan mengubah

dan memperbaiki sekedar mengenai pidana penjara yang

dijatuhkan kepada Terdakwa I dan Terdakwa II serta status

barang bukti, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:

(1) Membebaskan Terdakwa I Ir. Faisal Muaz dan Terdakwa II

Ir. Hadianto Eko Putro tersebut di atas tidak terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam dakwaan primair;

(2) Membebaskan Terdakwa I Ir. Faisal Muaz dan Terdakwa II

Ir. Hadianto Eko Putro dari dakwaan primair tersebut;

(3) Menyatakan Terdakwa I Ir. Faisal Muaz dan Terdakwa II Ir.

Hadianto Eko Putro telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “KORUPSI

SECARA BERSAMA-SAMA”;

(4) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I dan Terdakwa II

tersebut dengan pidana penjara masing-masing selama 1

(satu) tahun dan 6 (enam) bulan serta denda masing-masing

sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

(5) Menyatakan bahwa apabila denda itu tidak dibayar harus

diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan;

(6) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa I

dan Terdakwa II dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan itu;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

78

(a) Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan;

(b) Menetapkan barang bukti berupa uang sebesar

Rp.160.000.000,00 (seratus enam puluh juta rupiah)

sebagiannya yaitu sebesar Rp. 53.325.000,00 (lima

puluh tiga juta tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah)

dikembalikan kepada terdakwa I Ir. Faizal Muaz,

sebagiannya lagi yaitu sebesar Rp. 53.325.000,00

(lima puluh tiga juta tiga ratus dua puluh lima ribu

rupiah) dikembalikan kepada Terdakwa II Ir. Hadianto

Eko Putro dan sebagiannya lagi sebesar Rp.

53.350.000,00 (lima puluh tiga juta tiga ratus lima

puluh ribu rupiah) dikembalikan kepada Penuntut

Umum untuk dijadikan barang bukti dalam perkara

Terdakwa Deddy Zatta dan surat sebanyak 104

(seratus empat) buah dikembalikan kepada Penuntut

Umum untuk dipergunakan sebagai barang bukti

dalam perkara Deddy Zatta;

(c) Membebankan kepada Terdakwa I dan Terdakwa II

untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat

peradilan yang untuk tingkat banding ditetapkan

masing-masing Terdakwa sebesar Rp. 5.000,00 (lima

ribu rupiah).

3) Putusan Penunjauan Kembali pada Mahkamah Agung Republik

Indonesian dengan Nomor perkara : 154 PK/PID.SUS/2012

tertanggal 10 Oktober 2012, menyatakan:

a. Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan

kembali tersebut tetap berlaku;

b. Membebankan Para Pemohon Peninjauan Kembali/Para

Terpidana untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 92: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

79

Kembali ini sebesar Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus

rupiah);

2. Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Putusan Mahkamah Agung

Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012 dalam perkara Pengadaan Solenoid

Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang

Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya

perbuatan dengan suatu ancaman pidana. Apakah orang yang melakukan

perbuatan kemudian dijatuhi pidana, tergantung kepada apakah dalam

melakukan perbuatan itu orang tersebut memiliki kesalahan.121 Dengan

demikian, membicarakan pertanggungjawaban pidana mau tidak mau

harus didahului dengan penjelasan tentang perbuatan pidana. Sebab

seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih

dahulu ia melakukan perbuatan pidana. Adalah dirasakan tidak adil jika

tiba-tiba seseorang harus bertanggung jawab atas suatu tindakan, sedang ia

sendiri tidak melakukan tindakan tersebut.122 Sebelum membahas

pertanggungjawaban secara lebih rinci, Widyo Pramono dalam bukunya

yang mengutip Romli Atmasasmita memberikan gambaran concept of

liability sebagai berikut :

Bagan 1. Konsep Pertanggungjawaban Pidana

121 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Rineka Cipta, Jakarta,

2008, hlm. 165. Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Bina Aksara,

Jakarta, 1983, hlm. 25.

122 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua Pengertian

Dasar dalam Hukum Pidana, Cetakan Ketiga, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 20-23.

INTENTIONAL ACTION

CONCEPT OF LIABILITY

(philosophical point of view)

AGGRESSION AGREEMENT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 93: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

80

DUTY TO REPAIR INJURY DUTY TO CARRY FORMAL UNDERTAKING

S E B E L U M A B A D 1 9

S E S U D A H A B A D 1 9

Keterangan :

Pertanggungjawaban pidana (toerekenbaarheid-Bld atau criminal

liability-Ing), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-

mata, melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan

umum yang dianut oleh suatu masyarakat atau kelompok-kelompok dalam

masyarakat. Perkembangan pesat masyarakat dan teknologi pada abad ke-

21 telah menimbulkan perkembangan terhadap pandangan atau persepsi

masyarakat tentang nilai-nilai kesusilaan umum, walaupun secara prinsipil

nilai-nilai kesusilaan umum tidak mengalami perubahan terutama terhadap

perbuatan-perbuatan seperti pembunuhan, perkosaan, penganiayaan atau

kejahatan terhadap jiwa dan badan serta terhadap harta benda.

Perubahan pandangan masyarakat terjadi terhadap perbuatan-

perbuatan yang bersifat pribadi (private conduct) terutama masyarakat

barat mengalami perubahan yang pesat. Berlainan dengan masyarakat

timur khususnya masyarakat di beberapa negara ASEAN yang tidak

1. Changes concept of liability, was put in metaphysical from rather than ethical form.

2. Law was a realization of liberty and existed to bring about the widest possible

individual liberty (the individual liberty = the will in action).

3. The central point in the theory of liability is an abstract individual.

19th CENTURY BASES LIABILITY

LEGAL

TRANSACTION

“implied” (not

assumed a duty)

CULPABLE

CONDUCT

“deemed culpable”

(was not actually

culpable)

The ultimate basis in

WILL

=

THE FUNDAMENTAL CONCEPTION IN

LEGAL LIABILITY

=

THE CONCEPTION OF AN ACT

(ACT = a manifestation of the will in the

external world)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 94: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

81

mengalami banyak perubahan pandangan terhadap nilai-nilai kesusilaan

umum perbuatan-perbuatan yang bersifat pribadi (privat conduct).123

Dalam hukum pidana konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan

konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa Latin

ajaran kesalahan dikenal dengan sebutan mens rea. Doktrin mens rea

dilandaskan pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah

kecuali jika pikiran orang itu jahat. Dalam bahasa inggris doktrin tersebut

dirumuskan dengan an act does not make a person guilty, unless the mind

is legally blameworthy. Berdasar asas tersebut, ada dua syarat yang harus

dipenuhi untuk dapat memidana seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah

yang terlarang/perbuatan pidana (actus reus), dan ada sikap batin

jahat/tercela (mens rea).124

Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan

yang obyektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subyektif yang

ada memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatan itu. Dasar

adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat

dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat

perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam

melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan

mempunyai kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawaban

pidana.125 Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana adalah

pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya.

Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana

yang dilakukannya. Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah

ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban

pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh

123 Widyo Pramono, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Hak Cipta, edisi Pertama, ctk.

Pertama, PT. Alumni, Bandung, 2012, hlm. 78-89. 124 Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum, Vol. 6 No.

11 Tahun 1999, hlm. 27.

125 Roeslan Saleh, op. cit., hlm. 75.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 95: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

82

hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan

menolak” suatu perbuatan tertentu.126 Sudarto mengatakan bahwa

dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum.

Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-

undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat

penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat untuk

penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai

kesalahan atau bersalah. Orang tersebut harus dipertanggungjawabkan atas

perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatan baru

dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut.127

B. Pembahasan

1. Penerapan doktrin Business Judgement Rule dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012 dalam perkara Pengadaan

Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang

Korupsi menjadi topik yang hangat diperbincangkan oleh semua

kalangan, dari kalangan atas sampai kalangan akar rumput. Korupsi bukan

masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi dalam suatu bangsa

dan negara, karena korupsi telah ada sejak adanya peradaban masyarakat

dari ribuan tahun yang lalu, baik di negara maju maupun di negara yang

sedang berkembang termasuk Indonesia.128 Globalisasi yang berkembang

di semua lini kehidupan juga membawa dampak yang cukup signifikan

bagi adanya perluasan subyek hukum. Apabila dahulu hanya dikenal

manusia (persoon) sebagai subyek dari hukum, maka saat ini korporasi

126 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Cetakan Kedua, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 68.

127 Sudarto, Hukum Pidana I, Badan Penyediaan Bahan-Bahan Kuliah, FH UNDIP,

Semarang, 1988, hlm. 85.

128 Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Berikut Studi

Kasus), ctk. Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 96: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

83

dapat pula dimasukkan ke dalam subyek hukum. Subyek hukum

merupakan pihak yang memiliki kewenangan terhadap segala hak dan

kewajiban yang diberikan oleh hukum untuk melakukan perbuatan hukum,

baik di dalam pengadilan maupun dalam pergaulan hukum di

masyarakat.129 Subyek hukum merupakan terjemahan dari kata

rechtsubject (Bahasa Belanda), persona moralis (Bahasa Latin) dan dari

kata law of subject atau legal persons (Bahasa Inggris) yang diartikan

sebagai pendukung hak dan kewajiban, yaitu manusia dan badan hukum.130

Subyek hukum juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang memiliki

hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum yang meliputi manusia

(naturlijke person) dan badan hukum (rechtpersoon).131 Pengertian subyek

hukum dari Abdulkadir Muhammad menjelaskan bahwa subyek hukum

adalah orang, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Orang dalam

pengertian hukum dapat terdiri dari manusia pribadi dan badan hukum.

Manusia pribadi adalah subyek hukum dalam arti biologis sebagai

makhluk sosial, sedangkan badan hukum adalah subyek hukum dalam arti

yuridis sebagai gejala dalam kehidupan bermasyarakat yang merupakan

badan ciptaan manusia berdasarkan hukum, memiliki hak dan kewajiban

seperti manusia pribadi.132

Korporasi dikenal dalam hukum perdata maupun hukum pidana.

Korporasi dalam hukum perdata dikenal sebagai badan hukum

(rechtspersoon) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan legal entities

atau corporation, bahasa Jerman disebut corporation, dan bahasa Belanda

129 Dijan Widijowati. Hukum Dagang, Edisi Pertama, Andi, Yogyakarta, 2012, hlm. 13.

130 Titik Triwulan Tutik dalam Dijan Widijowati. 2012. Hukum Dagang, Edisi Pertama,

Yogyakarta: Andi, hlm. 13.

131 A. Ridwan Halim dalam Dijan Widijowati. 2012. Hukum Dagang, Edisi Pertama,

Yogyakarta: Andi, hlm. 13.

132 Adbdulkadir Muhammad dalam Dijan Widijowati. 2012. Hukum Dagang, Edisi

Pertama, Yogyakarta: Andi, hlm. 14.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 97: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

84

disebut corporatie133 yang berasal dari kata corporation dalam bahasa

Latin.

Hukum pidana juga mengakui keberadaan korporasi sebagai

subyek hukum. Secara garis besar apa yang disebut korporasi dalam

hukum perdata sama dengan apa yang disebut korporasi dalam hukum

pidana. Perbedaannya sebagaimana dikemukakan oleh Sutan Remy

Sjahdeini, korporasi dilihat dari bentuk hukumnya dapat diberi arti yang

sempit maupun arti yang luas. Menurut artinya yang sempit, korporasi

adalah badan hukum, sedangkan dalam artinya yang luas, korporasi dapat

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum.

Dalam artinya yang sempit, yaitu sebagai badan hukum, korporasi

merupakan figur hukum yang eksistensinya dan kewenangannya untuk

dapat atau berwenang melakukan perbuatan hukum diakui oleh hukum

perdata, artinya hukum perdatalah yang mengakui “eksistensi” korporasi

dan memberikannya “hidup” untuk dapat atau berwenang melakukan

perbuatan hukum sebagai suatu figur hukum. Demikian juga halnya

dengan “matinya” suatu korporasi secara hukum adalah apabila “matinya”

korporasi itu diakui oleh hukum.

Dalam artinya yang luas, pengertian korporasi tersebut dapat dilihat

dari sudut pandang hukum pidana yang lebih luas daripada pengertiannya

menurut hukum perdata. Dalam hukum pidana, korporasi meliputi baik

badan hukum maupun bukan badan hukum. Badan hukum yang

dimaksudkan tersebut bukan saja seperti perseroan terbatas, yayasan,

koperasi atau perkumpulan yang telah disahkan sebagai badan hukum yang

digolongkan sebagai korporasi menurut hukum pidana, tetapi juga firma,

perseroan komanditer atau CV, dan persekutuan atau maatschap, yaitu

133 Rudhy Prasetya, Perkembangan Korporasi dalam Proses Modernisasi, Makalah pada

Seminar Nasional: Kejahatan Korporasi, yang dilaksanakan oleh Fakultas Hukum Undip,

Semarang, 1989, hlm. 2 dalam Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

(Berikut Studi Kasus), ctk. Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 25.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 98: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

85

badan-badan usaha yang menurut hukum perdata bukan suatu badan

hukum.

Selanjutnya, sekumpulan orang-orang yang terorganisasi dan

memiliki pimpinan dan melakukan perbuatan hukum, misalnya melakukan

perjanjian dalam rangka kegiatan usaha atau kegiatan sosial yang

dilakukan oleh pengurusnya untuk dan atas nama kumpulan orang

tersebut, juga termasuk ke dalam apa yang dimaksudkan dengan korporasi

sesuai dengan hukum perjanjian dalam sistem hukum perdata.

Korporasi berasal dari kata “corporation”, dari kata kerja

corporare. Corporare sendiri berasal dari kata “corpus” (Indonesia =

badan), yang berarti memberikan badan atau membadankan. Dengan

demikian, corporation itu berarti hasil dari pekerjaan membadankan,

dengan perkataan lain badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh

dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang

terjadi menurut alam. Dalam buku lain, penulis menemukan bahwa apabila

berbicara tentang korporasi, maka tidak bisa melepaskan pengertian

tersebut dari bidang hukum perdata. Korporasi adalah suatu badan hasil

cipta hukum. Badan yang diciptakannya itu terdiri dari corpus, yaitu

struktur fisiknya dan ke dalamnya hukum memasukkan unsur animus yang

membuat badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum itu

merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptaannya, kematiannya pun

juga ditentukan oleh hukum.

Korporasi sering pula disebut sebagai legal entities atau

rechtsperson dengan maksud untuk menjelaskan bahwa badan tersebut

memiliki identitas hukum yang memiliki kekayaan serta hak dan

kewajiban yang terpisah dari anggota-anggotanya.

Alan R. Palmiter memberikan definisi korporasi sebagai berikut:

What is a “corporation” ? It is a framework by which

people conduct modern business. It is a convenient legal entity

that can enter into contracts, own property, and be a party in

court. It comes in assorted sizes, from a publicly held

multinational conglomerate to a one-person business. The

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 99: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

86

corporation is a creature of law – a legal construct. Nobody (not

even your law professor) has even seen one.134

(Terjemahan : Apakah korporasi itu ? Korporasi merupakan

kerangka yang memungkinkan orang melakukan bisnis modern.

Korporasi merupakan entitas hukum yang sesuai dan dapat

mengadakan kontrak, memiliki kekayaan, dan menjadi pihak di

pengadilan. Korporasi dapat muncul dalam berbagai ukuran, dari

bersifat publik dalam bentuk konglomerat multinasional sampai

bisnis orang-perorangan. Korporasi tersebut merupakan suatu

ciptaan hukum-konstruk hukum. Tidak seorang pun pernah

melihatnya.)

Menurut Meijers, badan hukum meliputi sesuatu yang menjadi

pendukung hak dan kewajiban. Ia menambahkan bahwa badan hukum itu

merupakan suatu realitas konkret, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan

khayal, atau merupakan suatu juridische realiteit (kenyataan yuridis).

Logemann, menyebutkan badan hukum sebagai suatu personifikasi atau

perwujudan (bestendigheid) hak dan kewajiban. Sementara itu, E. Utrecht,

menyatakan badan hukum adalah badan yang menurut hukum berkuasa

(berwenang) menjadi pendukung hak. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa

badan hukum itu adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau

lebih tepat yang bukan manusia.

Terkait dengan pemikiran bahwa korporasi tidak bisa melakukan

tindakan hukum tanpa melalui orang-orang tertentu, Chidir Ali

menyatakan bahwa hukum memberi kemungkinan dengan memenuhi

syarat-syarat tertentu, bahwa suatu perkumpulan atau badan lain dianggap

sebagai orang yang merupakan pembawa hak, dan karenanya dapat

menjalankan hak-hak seperti orang biasa serta dapat

dipertanggungjawabkan. Namun demikian, badan hukum (korporasi)

bertindak harus dengan perantaraan orang biasa, akan tetapi orang yang

bertindak itu tidak untuk dirinya sendiri, melainkan untuk dan atas

pertanggunggugatan korporasi.

134 Alan R. Palmiter, Corporations, Sixth Edition, Austin: Wolters Kluwer, 2009: 3 oleh

Tjandra Sridjaja Pradjonggo dalam Jurnal Yustisia Edisi 80 Mei - Agustus 2010, hlm. 71.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 100: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

87

M. Arief Amrullah dengan mengutip pendapat Utrech menyatakan

bahwa badan hukum adalah badan yang menurut hukum berwenang

menjadi pendukung hak, atau setiap pendukung hak yang tidak berjiwa.

Sedangkan Soeroso mendefinisikan badan hukum sebagai suatu

perkumpulan orang-orang yang mengadakan kerja sama dan merupakan

satu kesatuan yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh

hukum. Wirjono Prodjodikoro mengartikan badan hukum adalah suatu

badan yang selain manusia perorangan, juga dapat bertindak dalam hukum

dan mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan kepentingan-

kepentingan terhadap orang lain atau badan lain.

Namun, bila pembahasan badan hukum dipersempit menjadi

perseroan terbatas, terdapat ciri-ciri penting yang melekat pada entitas

tersebut, yaitu:

a. Personalitas hukum (legal personality).

b. Terbatasnya tanggung jawab (limited liability).

c. Adanya saham yang dapat dialihkan (transferable shares).

d. Pendelegasian manajemen.

e. Kepemilikan investor.

Pengakuan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum dalam

peraturan perundang-undangan ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas dalam Pasal 1 angka 1. Perbedaan definisi tersebut dapat

disajikan sebagai berikut :

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas, mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai :

Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah

badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-

undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 101: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

88

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai :

Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah

badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan

berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

dasar yang seliruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta

peraturan pelaksanaannya.

Pengertian badan hukum menurut Meijers adalah sesuatu yang

menjadi pendukung hak dan kewajiban. Menurutnya, badan hukum itu

merupakan suatu realitas atau kenyataan yuridis (yuridische realiteit),

konkret, dan riil, walaupun tidak bisa diraba.

Dari uraian di atas, maka Perseroan Terbatas dapat digolongkan ke

dalam subyek hukum dan merupakan suatu korporasi dalam arti luas.

Perseroan Terbatas sebagai korporasi, dalam menjalankan usahanya tidak

dapat berdiri sendiri, sehingga memerlukan bantuan organ dalam

menjalankan aktivitas perusahaannya.

Pasal 1 butir 2 UUPT secara tegas menyebutkan, bahwa organ

perseroan terdiri atas:

1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);

Ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan oleh

RUPS dalam suatu perseroan terbatas, sebagai berikut:135

a) RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang

bertentangan dengan hukum yang berlaku.

b) RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang

bertentangan dengan ketentuan dalam anggaran

dasarnya. Namun demikian, anggaran dasar dapat

diubah oleh RUPS asal memenuhi syarat untuk itu.

c) RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang

bertentangan dengan kepentingan yang dilindungi

135 Munir Fuady dalam Ridwan Khairandy, Ibid., hlm. 92.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 102: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

89

oleh hukum, yaitu kepentingan stakeholders, seperti

pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor,

masyarakat sekitar, dan sebagainya.

d) RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang

merupakan kewenangan dari direksi dan dewan

komisaris, sejauh kedua organ perusahaan tersebut

tidak menyalahgunakan kewenangannya. Hal ini

sebagai konsekuensi logis dari prinsip kewenangan

residual dari RUPS.

Adapun kewenangan eksklusif RUPS yang diatur UUPT berkaitan

dengan:136

a) Penetapan perubahan anggaran dasar;

b) Pembelian kembali saham oleh perseroan atau

pengalihannya;

c) Penambahan modal perseroan;

d) Pengurangan modal perseroan;

e) Persetujuan rencana kerja tahunan;

f) Pengesahan neraca dan laporan keuangan perseroan;

g) Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan

keuangan serta laporan pengawasan dewan komisaris;

h) Penetapan penggunaan laba;

i) Pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris;

j) Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan; dan

k) Penetapan pembubaran perseroan.

2) Direksi; dan

Kewajiban Direksi yang diatur UUPT, sebagai berikut:137

a) Kewajiban Direksi yang berkaitan dengan Perseroan

136 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

137 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 103: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

90

(1) Mengusahakan pendaftaran akta pendirian atas

akta perubahan anggaran dasar perseroan secara

lengkap;

(2) Mengadakan dan menyimpan daftar pemegang

saham dan daftar khusus yang memuat

keterangan mengenai kepe-milikan saham dari

anggota direksi atau komisaris beserta

keluarganya pada perseroan tersebut atas

perseroan lain;

(3) Mendaftarkan atau mencatat setiap pemindahan

hak atas saham disertai dengan tanggal dan hari

pemindahan hak dalam daftar pemegang saham

atau daftar khusus;

(4) Dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab

menjalankan tugas pengurusan perseroan untuk

kepentingan dan usaha perseroan;

(5) Menyelenggarakan pembukuan perseroan;

(6) Membuat laporan tahunan dan dokumen

keuangan perseroan;

(7) Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen

keuangan perseroan;

(8) Direksi atau anggota direksi wajib melaporkan

kepada perseroan mengenai kepemilikan

sahamnya beserta keluarganya pada perseroan

tersebut dan perseroan lain.

b) Kewajiban Direksi yang berkaitan dengan RUPS

(1) Meminta persetujuan RUPS, jika ingin membeli

kembali saham yang telah dikeluarkan;

(2) Meminta persetujuan RUPS, jika perseroan ingin

menambah atau mengurangi besarnya jumlah

modal perseroan;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 104: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

91

(3) Menyampaikan laporan tahunan;

(4) Menandatangani laporan tahunan sebelum

disampaikan kepada RUPS;

(5) Menyampaikan laporan secara tertulis tentang

perhitungan tahunan;

(6) Menyelenggarakan panggilan RUPS;

(7) Meminta persetujuan RUPS, jika hendak

melakukan tindakan hukum pengalihan atau

menjadikan jaminan uang atas seluruh atau

sebagian besar asset perseroan;

(8) Menyusun rancangan penggabungan, peleburan,

dan pengambilalihan untuk di-sampaikan kepada

RUPS guna mendapatkan keputusannya; dan

(9) Mengumumkan dalam dua surat kabar harian

tentang rencana penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan perseroan paling lambat 14

(empat belas) hari sebelum panggilan RUPS

dilakukan.

3) Komisaris.

Dalam menjalankan tugasnya, komisaris dalam perseroan

terbatas tunduk pada beberapa prinsip yuridis menurut

ketentuan UUPT. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai

berikut:138

a) Komisaris merupakan badan pengawas.

Komisaris dimaksudkan sebagai badan pengawas

(badan supervisi). Selain mengawasi tindakan direksi,

komisaris juga mengawasi perseroan secara umum.

b) Komisaris merupakan badan independen.

138 Munir Fuady dalam Ridwan Khairandy, Ibid., hlm. 129.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 105: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

92

Seperti halnya dengan direksi dan RUPS, pada

prinsipnya komisaris merupakan badan yang

independen, komisaris tidak tunduk kepada kekuasaan

siapapun dan komisaris melaksanakan tugasnya semata-

mata hanya untuk kepentingan perseroan.

c) Komisaris tidak mempunyai otoritas manajemen (non

executive)

Meskipun komisaris merupakan pengambil

keputusan (decision maker), tetapi pada prinsipnya

komisaris tidak memiliki otoritas manajemen (non

executive). Pihak yang memiliki tugas manajemen atau

eksekutif hanyalah direksi.

d) Komisaris tidak bisa memberikan instruksi yang

mengikat kepada direksi.

Walaupun tugas utama komisaris adalah untuk

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-

tugas direksi, tetapi komisaris tidak berwenang secara

langsung memberikan instruksi-instruksi kepada direksi.

Organ Perseroan Terbatas yang langsung berhubungan dengan

aktivitas perusahaan adalah direksi. Hal ini disebabkan ada dua fungsi dari

direksi.139 Peter Meinhardt dan Nigel Davis menambahkan:

“The business of a company is managed by the board of

directors which has authority to represent the company. The

directors act as agents of the company; their acts bind the

company and, with few exeptions, not the directors personally.

The directors are in fiduciary relationship to the company and

must exercise their powers for benefit of the company. The

directors are not employees of the company as such; a director

may, however, in addition to his directorship, hold a salaried

employment in the company.”

139 Fungsi direksi, yaitu sebagai fungsi manajemen, yang berarti direksi bertugas

memimpin perseroan (Geschaftsfürungsbefugnis) dan fungsi representasi, yang berarti direksi

mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan (Vertretungsmacht). Lihat Munir Fuady dalam

Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,

ctk. Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm. 163.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 106: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

93

(Terjemahan : “Perusahaan bisnis dikelola oleh dewan direksi

yang memiliki kewenangan untuk mewakili perusahaan. Para

direktur bertindak sebagai agen dari perusahaan; tindakan

mereka mengikat perusahaan dan, dengan beberapa

pengecualian, bukan direksi secara pribadi. Para direktur berada

dalam hubungan fidusia bagi perusahaan dan harus

menggunakan kekuasaan mereka untuk kepentingan

perusahaan. Para direktur bukan karyawan dari perusahaan

dengan demikian; Direktur boleh, namun, selain jabatan

direktur, memegang gaji tenaga kerja di perusahaan."

Oleh sebab tugas direksi yang begitu berat, direksi memiliki

perlindungan yang diberikan oleh hukum, antara lain disebut sebagai

doktrin Fiduciary Duty, doktrin Due Care and Loyalty, doktrin Derivative

Suit, doktrin Piercing The Corporate Veil, doktrin Ultra Vires, doktrin

Proper Purpose, dan doktrin Business Judgment Rule.

Tesis ini hanya penulis fokuskan pada doktrin terakhir, yaitu

doktrin Business Judgement Rule. Business judgement rule sebenarnya

mengenai pembagian tanggung jawab di antara perseroan dan organ yang

mengurusnya, terutama direksi, dan pemegang saham manakala terjadi

kerugian yang menimpa perseroan yang disebabkan oleh human error.

Business judgment rule timbul sebagai akibat telah dilaksanakannya

fiduciary duty oleh seorang direksi. Apabila direksi pada saat mengambil

keputusan, telah melakukannya dengan pertimbangan yang matang, penuh

tanggung jawab, maka mengingat suasana bisnis yang penuh

ketidakpastian, seandainya ternyata keputusan tersebut salah, seharusnya

direksi tidak dituntut secara pribadi, karena perseroan juga harus ikut

menanggung kerugian tersebut, ini adalah konsep dasar business judgment

rule.140

Doktrin Putusan Bisnis (Business Judgement Rule) merupakan

suatu doktrin yang mengajarkan bahwa putusan direksi mengenai aktivitas

perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, meskipun putusan

140 Hendra Setiawan Boen, Bianglala Business Judgment Rule, ctk. Pertama, Tatanusa,

Jakarta, 2008, hlm. 100.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 107: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

94

tersebut kemudian ternyata salah atau merugikan perseroan, sepanjang

putusan tersebut memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Putusan sesuai hukum yang berlaku.

2. Dilakukan dengan itikad baik.

3. Dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose).

4. Putusan tersebut mempunyai dasar-dasar yang rasional

(rasional basis).

5. Dilakukan dengan kehati-hatian (due care) seperti dilakukan

oleh orang yang cukup hati-hati pada posisi yang serupa.

6. Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya

(reasonable belief) sebagai yang terbaik (best interest) bagi

perseroan.141

Doktrin putusan bisnis ini lebih memihak kepada direksi, tetapi

masih dalam koridor hukum perseroan yang umum bahwa pengadilan

dapat melakukan scrutiny (penilaian) terhadap setiap putusan dari direksi,

termasuk putusan bisnis yang sudah disetujui oleh rapat umum pemegang

saham, sepanjang untuk memutuskan apakah putusan tersebut sesuai

dengan hukum yang berlaku atau tidak. Akan tetapi, tidak untuk menilai

sesuai atau tidaknya dengan kebijaksanaan bisnis.142

Latar belakang diberlakukannya adalah karena di antara semua

pihak dalam perseroan, sesuai dengan kedudukannya selaku direksi, maka

pihak direksilah yang paling berwenang dan paling professional untuk

memutuskan apa yang terbaik dilakukan untuk perseroannya, sementara

jika karena putusan bisnis dari direksi terjadi kerugian bagi perseroan,

sampai batas-batas tertentu masih dapat ditoleransi mengingat tidak semua

bisnis harus mendapat untung. Dengan perkataan lain, perseroan harus

juga menanggung risiko bisnis, termasuk risiko kerugian. Karena itu,

141 Munir Fuady. 2002. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan

Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, ctk. Pertama, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 197-

198.

142 Munir Fuady. 2002. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan

Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, ctk. Pertama, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 198.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 108: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

95

direksi tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya hanya karena alasan

salah dalam memutuskan (mere error of judgement) atau hanya karena

alasan kerugian perseroan. Direksi tidak dapat dimintakan tanggung

jawabnya hanya karena adanya tindakan yang termasuk ke dalam kategori

miscalculation atau mismanagement.

Menurut ajaran dari doktrin putusan bisnis ini, karena direksi yang

paling berkompeten untuk menjalankan dan memutuskan terhadap bisnis

perusahaan, maka tidak ada 1 (satu) orang lain pun yang berwenang

memberi keputusan tentang bisnis perseroan. Bahkan, pengadilan tidak

boleh melakukan pendapat bandingan (second guess) terhadap putusan

bisnis dari direksi tersebut. Karena itu, gugatan terhadap direksi dalam

hubungannya dengan putusan bisnisnya dengan berdalilkan kelirunya

putusan direksi, sering kali ditolak oleh pengadilan berdasarkan doktrin

putusan bisnis ini, meskipun kepada direksi dibebankan fiduciary duty,

yang membebankan tanggung jawab yang besar kepada pundak direksi.

Dengan demikian, sebenarnya inti dari pemberlakuan doktrin

putusan bisnis adalah bahwa semua pihak, termasuk pengadilan harus

menghormati putusan bisnis yang diambil oleh orang-orang yang memang

mengerti dan berpengalaman di bidang bisnisnya, terutama sekali terhadap

masalah-masalah bisnis yang kompleks. Karena itu, kepada mereka patut

diberikan diskresi yang besar. Mereka yang berpengalaman dan

mempunyai pengetahuan tentang bisnis tentunya adalah pihak direksi.

Paling tidak mereka lebih berpengalaman dari para hakim di pengadilan,

yang sama sekali tidak mengetahui bisnis dan memutuskan hanya

berdasarkan sejumlah petunjuk dan pendapat dari pengacara.

Menurut doktrin putusan bisnis ini, maka jika karena putusan bisnis

dari direksi terjadi kerugian bagi perseroan, sampai batas-batas tertentu

masih dapat ditoleransi mengingat tidak semua bisnis harus mendapat

untung. Dengan perkataan lain, perseroan harus juga menanggung risiko

bisnis, termasuk risiko kerugian. Karena itu, direksi tidak dapat dimintakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 109: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

96

tanggung jawabnya hanya karena alasan salah dalam memutuskan (mere

error of judgement).

Toleransi hukum terhadap kesalahan direksi hanya sampai batas-

batas tertentu saja. Artinya, ada kesalahan direksi yang diberikan toleransi,

tetapi ada juga kesalahan direksi yang sama sekali tidak dapat ditoleransi,

dan karenanya kepadanya harus dimintakan pertanggungjawaban hukum.

Dalam literatur hukum perseroan sering disebut-sebut bahwa

kesalahan direksi yang dapat ditoleransi adalah sebagai berikut:

1. Hanya salah dalam mengambil putusan (mere error of

judgement).

2. Kesalahan yang jujur (honest mistake, honest error in

judgement).

3. Kerugian perusahaan karena kesalahan pegawai perusahaan

(kecuali jika tidak ada sistem pengawasan yang baik).

Sementara kesalahan-kesalahan direksi yang mesti dimintakan

pertanggungjawabannya adalah:

1. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip fiduciary duty.

Dalam hal ini termasuk jika ada unsur benturan kepentingan

(conflict of interest).

2. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian (due

care). Dalam hal ini termasuk jika ada unsur kesengajaan atau

kelalaian.

3. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip putusan yang

bijaksana (prudence).

4. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip itikad baik.

5. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip tujuan bisnis yang

benar (proper purpose).

6. Kesalahan direksi karena tidak kompeten.

7. Kesalahan karena melanggar hukum dan perundang-undangan

yang berlaku.

8. Kesalahan karena direksi kurang informasi (ill informed).

9. Kesalahan karena dalam mengambil tindakan/putusan, direksi

terlalu tergesa-gesa (hasty action).

10. Kesalahan karena keputusan diambil tanpa investigasi dan

pertimbangan yang rasional.

2. Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Putusan Mahkamah Agung

Nomor : 154 PK / Pid. Sus / 2012 dalam perkara Pengadaan Solenoid

Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 110: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

97

Kasus pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake dalam

membebankan tanggung jawab kepada manager. Telah disebutkan di atas

bahwa organ perseroan terbatas terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS), Direksi, dan Komisaris. Direksi bertugas dan bertanggung jawab

sepenuhnya dalam aktivitas perusahaan dalam menjalankan usaha.

Menjadi permasalahan di sini ketika tanggung jawab terhadap pengadaan

Solenoid Valve dan Thrustor Brake malah dibebankan kepada manager.

Pertanggungjawaban Pidana mengenal adanya 3 (tiga) doktrin,

yaitu pertanggungjawaban pidana langsung atau teori identifikasi,

pertanggungjawaban pidana pengganti atau vicarious liability, dan

pertanggunjawaban pidana ketat atau strict liability.

Kasus ini penulis menerapkan doktrin identifikasi. Menurut doktrin

ini, perusahaan dapat melakukan sejumlah delik secara langsung melalui

orang-orang yang sangat berhubungan erat dengan perusahaan dan

dipandang sebagai perusahaan itu sendiri.143 Orang-orang yang sangat

berhubungan erat dengan perusahaan salah satu dapat diidentifikasikan

manager.

Sebagaimana diungkapkan Mahrus Ali mengutip dari H.A. Palmer

dan Henry Palmer dalam bukunya yang berjudul Harris’s Criminal Law,

dan Andrew Weissmann dengan karya “A New Approach To Corporate

Criminal Liability, serta Eric Colvin dalam karya Corporate Personality,

143 Dijelaskan Sue Titus Reid dalam bukunya yang berjudul Criminal Law serta Wayne R

LaFave dan Austin W. Scott Jr dalam bukunya Criminal Law yang dikutip lagi dalam Mahrus Ali,

delik ini dilakukan oleh para agen yang sangat berhubungan erat dengan korporasi, bertindak untuk

dan/atau atas nama korporasi. Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, ctk. Pertama,

Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 105.

Kedudukan agen di sini tidak sebagai pengganti dan oleh karena itu, pertanggungjawaban

korporasi tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. Lihat : Barda Nawawi Arief dalam Mahrus

Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, ctk. Pertama, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm.

105.

Sue Titus menambahkan syarat adanya pertanggungjawaban pidana korporasi secara

langsung adalah tindakan-tindakan para agen tersebut masih dalam ruang lingkup pekerjaan

korporasi. Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, ctk. Pertama, Rajagrafindo Persada,

Jakarta, 2013, hlm. 105.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 111: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

98

mereka membedakan antara corporate criminal liability dan doktrin

identifikasi. Menurutnya corporate criminal liability berhubungan erat

dengan doktrin identifikasi, yang menyatakan bahwa tindakan dari agen

tertentu suatu korporasi, selama tindakan itu berkaitan dengan korporasi,

dianggap sebagai tindakan dari korporasi itu sendiri. Teori ini juga

berpandangan bahwa agen tertentu dalam sebuah korporasi dianggap

sebagai “directing mind” atau “alter ego”. Perbuatan dan mens rea para

individu itu kemudian dikaitkan dengan korporasi. Jika individu diberi

kewenangan untuk bertindak atas nama dan selama menjalankan bisnis

korporasi, mens rea para individu itu merupakan mens rea korporasi.

Dalam teori corporate criminal liability, orang-orang yang identik

dengan korporasi bergantung kepada jenis dan struktur organisasi suatu

korporasi, tapi secara umum meliputi the board of directors, the chief

executice officer, atau para pejabat atau pengurus korporasi pada level

yang sama dengan kedua pejabat tersebut.144 Sedangkan Yedidia Z. Stern

memperluas cakupan orang-orang yang identik dengan korporasi meliputi

the general meeting, board of directors, managing director, general

manager, chief executive, and possibly individual directors, secretaries,

and shop managers.145 Alasan mereka dimasukkan sebagai identik dengan

korporasi karena korporasi dalam banyak hal disamakan dengan tubuh

manusia. Korporasi memiliki otak dan pusat syaraf yang mengendalikan

apa yang dilakukannya. Ia memiliki tangan yang memegang alat dan

bertindak sesuai dengan arahan dari pusat syaraf. Beberapa orang di

lingkungan korporasi itu hanyalah ada karyawan dan agen yang tidak lebih

dari tangan dalam melakukan pekerjaannya dan tidak bisa dikatakan sikap

batin atau kehendak perusahaan. Pada pihak lain, direktur atau pejabat

setingkatnya mewakili sikap batin yang mengarahkan, mewakili kehendak

144 Eric Colvin dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 106

145 Yedidia Z. Stern dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 107

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 112: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

99

perusahaan dan mengendalikan apa yang dilakukan. Sikap batin mereka

merupakan sikap batin korporasi.146

Terkait dengan orang-orang yang identik dengan korporasi,

terdapat lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kapan

tindakan orang-orang tertentu dalam suatu korporasi dikatakan sebagai

tindakan korporasi, yaitu:147

a) Deskripsi yang samar;

Teori organ yang dibentuk melalui putusan pengadilan

Inggris memilih bersifat hati-hati dengan tidak

mendefinisikan organ ke dalam istilah hukum. Selama

bertahun-tahun, pengadilan Inggris lebih memilih

menggunakan istilah-istilah yang terdapat ilmu kedokteran

dan psikologi untuk mendeskripsikan hubungan antara

korporasi dengan pengurusnya baik secara fisik maupun

non-fisik. Mereka sebenarnya tidak puas dengan istilah-

istilah seperti “very ego and centre”, “directing mind and

will” atau “control centre”. Analogi terhadap istilah-istilah

tersebut adalah istilah “corporate body”, di mana korporasi

tidak dapat dijatuhi pidana atas tindak pidana serius yang

dilakukan pengurusnya bila tindakan tersebut tidak berasal

dari pikiran korporasi. Kondisi tersebut menyebabkan ahli-

ahli hukum belum mendapatkan perbedaan yang jelas

antara organ dan orang-orang yang hanya sekedar sebagai

pegawai korporasi.

b) Kriteria formal;

146 Ibid., hlm. 107.

147 Yedidia Z. Stern dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 108-109.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 113: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

100

Terdapat empat kriteria di dalamnya, yaitu primary

organs test, delegation test, authorized acts test, dan

corporate selection test.

Menurut primary organs test, tanggung jawab pidana

korporasi dijatuhkan hanya pada tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh organ-organ utama, yaitu mereka yang

memiliki kekuasaan menjalankan aktivitas dalam suatu

korporasi berdasarkan dokumen-dokumen resmi dan aturan-

aturan dalam korporasi tersebut. Sedangkan yang dimaksud

dengan organ-organ utama adalah pejabat korporasi yang

dapat bertindak berdasarkan kekuasaan langsung dokumen

resmi dan aturan-aturan korporasi tanpa adanya intervensi

dari tindakan manusia yang lain. Sedangkan berdasarkan

delegation test, yang dimaksud dengan organ adalah orang-

orang yang memiliki kekuasaan atas dasar delegasi yang

termuat dalam dokumen resmi perusahaan. Di dalam

authorized acts test, penentuan organ korporasi adalah

didasarkan pada tindakan orang-orang tertentu suatu

korporasi yang mendapat mandat organ-organ utama. Di

sini yang dipentingkan bukan pada siapa yang melakukan

tindakan itu, tapi apakah tindakan tersebut sudah

mendapatkan mandat dari organ-organ utama korporasi.

Adapun corporate selection test, penentuan organ korporasi

berdasarkan penunjukan langsung dari korporasi, yang

dilakukan tiap periode kepengurusan.

c) Pendekatan pragmatik.

Menurut pendekatan ini, yang termasuk organ-organ

korporasi sehingga tindakan mereka identik dengan

tindakan korporasi adalah “superior agent”, “responsible

agent”, “important official”, “primary agent”, “top

management”, dan “a directive”.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 114: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

101

d) Analisis hierarki.

Menurut pendekatan ini, untuk menentukan organ

korporasi adalah didasarkan pada identifikasi orang-orang

yang memiliki posisi penting dalam struktur organisasi di

mana kehendak dan tindakan mereka dianggap sebagai

kehendak dan tindakan korporasi.

e) Analisis fungsi.

Bila analisis hierarki memfokuskan diri pada orang-

orang tertentu yang memiliki posisi tinggi dalam struktur

organisasi untuk menentukan organ korporasi, maka

analisis fungsi lebih menekankan pada aspek-aspek

fungsional perilaku pejabat korporasi. Kriteria ini tentu saja

tidak secara khusus menunjukkan fungsi apa yang membuat

seseorang yang bertindak untuk kepentingan korporasi

dianggap sebagai organ korporasi. yang penting, tindakan

seseorang, terlepas siapakah orangnya, selama tindakan itu

memenuhi aspek fungsional tindakan korporasi, maka

tindakan orang tersebut dianggap sebagai tindakan

korporasi.

Dalam teori corporate criminal liability, keberadaan korporasi

mempunyai sifat yang mandiri dalam hal pertanggungjawaban pidana

sehingga tidak bisa disamakan dengan model pertanggungjawaban

pengganti (vicarious liability). Perbedaan ini dapat dilihat pada

pertimbangan putusan pengadilan dalam memutus kasus Tesco

Supermarket Ltd Vs Nattrass, sebagai berikut:148

A living person as a mind which can have knowledge or intention

or be negligent and he has hand to carry out his intention. A

corporation has none of these; it must act through living persons,

through not always one and the same person then the person who

act is not speaking or acting for the company. There is no question

to the company being vicarious liability. He is not acting as a

servent, representatives, agent or delegate. He is an ambodiment of

148 Richard Card, Introduction to Criminal Law dalam Mahrus Ali, Ibid., hlm. 110.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 115: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

102

the company, or one could say, he hears and speaks through the

person of the company, within the appropriate sphere, and his

mind is the mind of the company. If it is a guilty mind then that

guilt is the guilt of the company.

(Terjemahan : Seseorang yang hidup sebagai pikiran yang dapat

memiliki pengetahuan atau niat atau lalai dan dia memiliki tangan

untuk melaksanakan niatnya . Sebuah perusahaan memiliki satu

pun dari ini ; harus bertindak melalui orang yang hidup , melalui

tidak selalu satu dan orang yang sama maka orang yang bertindak

tidak berbicara atau bertindak bagi perusahaan . Tidak ada

pertanyaan kepada perusahaan yang vicarious liability . Dia tidak

bertindak sebagai servent , perwakilan , agen atau delegasi . Dia

adalah ambodiment perusahaan, atau orang bisa mengatakan , ia

mendengar dan berbicara melalui orang perusahaan , dalam lingkup

yang sesuai , dan pikirannya adalah pikiran perusahaan. Jika

pikiran bersalah maka rasa bersalah itu adalah kesalahan

perusahaan.)

Jadi, tindakan yang dilakukan individu pada dasrnya bukan

mewakili korporasi, tapi dianggap sebagai tindakan korporasi itu sendiri.

Ketika individu tersebut melakukan suatu kesalahan, dengan sendirinya

kesalahan itu pada dasarnya adalah kesalahan korporasi. Singkatnya,

kesalahan individu identik dengan kesalahan korporasi.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang berdasarkan

hasil analisis dan pembahasan atau pernyataan singkat dan tepat yang

mengarah kepada pembuktian hipotesis yang diajukan. Berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan penulis, maka dapat diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

1. Doktrin Business Judgement Rule tidak dapat diterapkan dalam Putusan

Mahkamah Agung Nomor 154 PK/ Pid. Sus/ 2012 dalam perkara

Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 116: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

103

Palembang dikarenakan doktrin Business Judgement Rule hanya dapat

diberlakukan bagi direksi.

2. Pertanggunggjawaban pidana dalam kasus Pengadaan Solenoid Valve dan

Thrustor Brake dibebankan pada manager sesuai dengan teori identifikasi.

B. Implikasi

Implikasi dapat dijelaskan sebagi konsekuensi logis dari suatu

kesimpulan. Implikasi yang dapat penulis tarik dari kasus tersebut ialah

sebagai berikut :

1. Para terpidana tidak dapat dilindungi dengan doktrin Business Judgement

Rule, sehingga putusan dari majelis hakim peninjauan kembali sudah tepat.

2. Para terpidana selaku yang diberikan kewenangan dari direksi untuk

mengawal proses pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake harus

mempertanggungjawabkan kelalaiannya.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, maka penulis

memberikan saran kepada :

1. Aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan), jajaran direksi

BUMN, akademisi, beserta KPK, PPATK dan BPK

a. Diadakannya forum yang mempertemukan aparat penegak hukum

(kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, advokat, pejabat-pejabat di

instansi pemerintah, jajaran direksi BUMN, KPK, PPATK, BPK,

kepala daerah serta akademisi yang membahas seluk beluk mengenai

proses pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah yang sesuai

dengan kaidah-kaidah yang diatur perundang-undangan yang berlaku.

b. Penandatanganan nota kesepakatan (MoU) antara penegak hukum

(kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, advokat, pejabat-pejabat di

instansi pemerintah, jajaran direksi BUMN, KPK, PPATK, BPK,

kepala daerah serta akademisi mengenai pedoman-pedoman pengadaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 117: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

104

barang dan jasa di lingkungan pemerintah yang bersih, transparan, dan

bebas dari korupsi.

2. Perguruan Tinggi

a. Memperkuat atmosfer pemberantasan tindak pidana korupsi di

lingkungan kampus, yang dapat dilaksanakan dengan cara :

1) Mengadakan seminar-seminar hukum, forum group discussion,

ataupun dapat pula dibentuk kelompok-kelompok kajian anti

korupsi di lingkungan mahasiswa dan dapat dibentuk pula sampai

di tingkat Universitas.

2) Memasukkan pemikiran anti korupsi ke dalam mata kuliah yang

berhubungan erat dengan hal korupsi pengadaan barang dan jasa

pemerintah beserta aplikasinya, seperti mata kuliah hukum pidana,

hukum administrasi negara, dan hukum perdata (bisnis).

3. Advokat

a. Kasus tersebut juga mengidentifikasikan bahwa advokat kurang

memahami doktrin-doktrin dalam hukum bisnis serta penerapannya,

sehingga diperlukan bedah kasus serta kajian-kajian hukum bisnis bagi

advokat dalam yang dapat diselenggarakan oleh ikatan advokat guna

memberikan kesatuan pemikiran dan pemahaman bagi advokat-

advokat, dimana dalam kegiatan itu dapat pula melibatkan para

akademisi di dalamnya, mengingat perkembangan hukum bisnis dan

kejahatan ekonomi yang semakin dinamis dari waktu ke waktu.

4. Presiden, dan DPR

a. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah, karena saat ini

pengadaan barang dan jasa pemerintah hanya diatur melalui Perpres.

b. Merubah Pasal 97 ayat (5) UU PT supaya memperluas ketentuan

penerapan doktrin Business Judgement Rule dengan memasukkan

manager dalam ketentuan tersebut selain direksi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 118: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

105

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan. 2001. Perlindungan Terhadap Korban

Kekerasan Seksual (Advokasi atas Hak Asasi Perempuan). Bandung:

Refika Aditama.

Abdulkadir Muhammad. 2010. Hukum Perusahaan Indonesia, ctk. Keempat,

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1 (Stelsel Pidana, Tindak

Pidana, Teori-teori Pemidanaan, & Batas Berlakunya Hukum Pidana).

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ade Maman Suherman. 2005. Aspek Hukum dalam Ekonomi Global (Edisi

Revisi), ctk. Kedua, Bogor: Ghalia Indonesia.

Amiruddin. 2010. Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa, ctk. Pertama,

Yogyakarta: Genta Publishing.

Andi Hamzah. 2004. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Anonim. 2013. Buku Pedoman Pembimbingan Tesis & Pedoman Penulisan

Usulan Penelitian & Tesis, Program Studi Magister (S-2) Ilmu Hukum,

Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Barda Nawawi Arief. 2013. Kapita Selekta Hukum Pidana, ctk. Ketiga, Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti.

D. Andhi Nirwanto. 2013. Dikotomi Terminologi Keuangan Negara Dalam

Perspektif Tindak Pidana Korupsi, ctk. Pertama. Semarang: Aneka Ilmu.

Dijan Widijowati. 2012. Hukum Dagang, Edisi Pertama, Yogyakarta: Andi.

Edi Setiadi dan Rena Yulia. 2010.Hukum Pidana Ekonomi. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Erdianto Effendi. 2011. Hukum Pidana Indonesia – Suatu Pengantar, ctk.

Pertama. Bandung: PT. Refika Aditama.

Evi Hartanti. 2012. Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua ctk. Keempat, Jakarta:

Sinar Grafika.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 119: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

106

Freddy Harris dan Teddy Anggoro. 2010. Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban

Pemberitahuan oleh Direksi, Cetakan Pertama, Bogor: Ghalia Indonesia.

Gunarto Suhardi. 2002. Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, ctk.

Pertama. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.

Hasbullah F. Sjawie. 2013. Direksi Perseroan Terbatas serta

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, ctk. Pertama. Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Hendra Setiawan Boen. 2008. Bianglala Business Judgment Rule, ctk. Pertama.

Jakarta: Tatanusa.

I.S. Susanto. 2011. Kriminologi, ctk. Pertama. Yogyakarta: Genta Publishing.

IGM Nurdjana. 2010. Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi

Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, ctk. Pertama.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu. 2007. Hukum Bisnis Dalam Persepsi

Manusia Modern, ctk. Kedua, Bandung: Refika Aditama.

Johannes Ibrahim. 2013. Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan

Badan Hukum, ctk. Kedua, Bandung: PT. Refika Aditama.

M. Yahya Harahap. 2009. Hukum Perseroan Terbatas, Edisi Pertama, ctk. Kedua.

Jakarta: Sinar Grafika.

Mahrus Ali. 2012. Dasar-dasar Hukum Pidana, Edisi Pertama, ctk. Kedua.

Jakarta: Sinar Grafika.

. 2013. Asas-asas Hukum Pidana Korporasi, Edisi Pertama, ctk.

Pertama. Jakarta: Rajawali Pers.

Maskun. 2013. Kejahatan Siber (Cyber Crime): Suatu Pengantar, ctk. Pertama,

Jakarta: Kencana.

Mien Rukmini. 2006. Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga

Rampai), ctk. Pertama, Bandung: PT. Alumni.

Muhammad Junaidi. 2013. Korporasi dan Pembangunan Berkelanjutan, ctk.

Pertama, Bandung: Alfabeta.

Muladi dan Dwija Priyatno. 2013. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Edisi

Revisi), ctk. Keempat. Jakarta: Kencana.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 120: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

107

Mulhadi. 2010. Hukum Perusahaan, Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia,

ctk. Pertama. Bogor: Ghalia Indonesia.

Munir Fuady. 2002. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan

Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, ctk. Pertama, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

Nyoman Serikat Putra Jaya. 2012. Hukum dan Hukum Pidana di Bidang Ekonomi,

ctk. Pertama, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Pathorang Halim. 2013. Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang

di Era Globalisasi, ctk. Pertama. Yogyakarta: Total Media.

Ridwan Khairandy. 2009. Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang

Undangan, dan Yurisprudensi (Edisi Revisi), ctk. Kedua. Jogjakarta:

Kreasi Total Media Yogyakarta.

Rufinus Hotmaulana Hutauruk. 2013. Penanggulangan Kejahatan Korporasi

Melalui Pendekatan Restoratif: Suatu Terobosan Hukum, ctk. Pertama,

Jakarta: Sinar Grafika.

Setiono. 2010. Pemahaman terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta:

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Setiyono. 2013. Teori-teori dan Alur Pikir Penerapan Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi, ctk. Pertama, Malang: Bayumedia Publishing.

Soerjono Soekanto 1984. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Sudarto. 1990. Hukum Pidana I, ctk. Kedua Tahun 1990, Semarang: Yayasan

Sudarto d/a Fakultas Hukum UNDIP.

Supanto. 2010. Kejahatan Ekonomi Global dan Kebijakan Hukum Pidana, Edisi

Pertama, ctk. Pertama. PT. Alumni, Bandung.

Teguh Sulistia dan Aria Zurnetti. 2011. Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca

Reformasi, Edisi Pertama, ctk. Pertama, Jakarta: Rajawali Press.

Widyo Pramono. 2012. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Hak Cipta, Edisi

Pertama, ctk. Pertama, Bandung: PT. Alumni.

Yusrizal. 2012. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, ctk. Pertama,

Jakarta: PT. Sofmedia.

Skripsi, Tesis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 121: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

108

Brian Purbojati Zakariya. 2015. Harmonisasi Prinsip Business Judgement Rule

Dalam Pengelolaan Persero di Indonesia (Studi Kasus Sewa Pesawat

Merpati). Skripsi. Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Christian Orchard. 2006. Analisis Yuridis Terhadap Business Judgement Rule

Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Direksi Suatu Perseroan

Terbatas. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Rudi Dogar Harahap. 2008. Penerapan Bussiness Judgement Rule dalam

Pertanggungjawaban Direksi Bank yang Berbadan Hukum Perseroan

Terbatas. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Jurnal dan Makalah

Amiruddin. “Pemberantasan Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa”. Jurnal

Media Hukum Vo. 19 No. 1 Edisi Juni 2012. Laboratorium Hukum,

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Tjandra Sridjaja Pradjonggo. “Alternatif Sanksi Pidana Dalam Kejahatan

Korporasi”. Jurnal Yustisia Edisi 80 Mei – Agustus 2010.

Putusan Peradilan

Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK / Pid. Sus / 2012.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 122: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

109

LAMPIRAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 123: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

110

Tabel 1. Daftar Barang Bukti pada Putusan Pengadilan Negeri Palembang

Nomor: 982/PID.B/2010/PN.PLG tanggal 11 Agustus 2011

A. Surat-surat

1.

Fotocopy SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI Nomor :

SK/DIR/258/2007 tentang MUTASI/PENUNJUKAN PEJABAT DI

LINGKUNGAN PT. PUSRI tanggal 29 November 2007 atas nama

FAISAL MUAZ;

2.

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI Nomor :

SK/DIR/073/2007 tentang MUTASI/PENUNJUKAN PEJABAT DI

LINGKUNGAN PT. PUSRI tanggal 30 Maret 2007 atas nama IR.

HADIANTO EKO PUTRO;

3. Fotocopy Evaluasi Teknis PP/PO No. 49106 Quotation No. 31289

tanggal 23 Mei 2008;

4.

Surat No. 645/E434.LA/2008 tanggal 21 Mei 2008 dari PT. PUPUK

SRIWIJAYA, Perihal Klarifikasi Evaluasi Teknis PR. 49106 INQ.

31289. (Solenoid Valve dan Thrustor Brake);

5.

Fotocopy Surat No. 2454/M313.LA/2008 tanggal 12 Mei 2008, Perihal

PR-WH-49106; INQ-31289 (Solenoid Valve dan Thrustor Brake) dari

CV. KUALA SIMPANG;

6.

Surat No. 121-KL/KSG/V/2008 tanggal 2 Mei 2008, Perihal Klarifikasi

Inq. 31289 – PR. 49106 “Solenoid Valve dan Thrustor Brake” No. 121-

KL/KSG/V/2008 tanggal 2 Mei 2008 dari CV. Kuala Simpang;

7.

Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 dari PT. PUSRI tanggal 28

April 2008, Perihal PR-49106, INQ-31289 (Solenoid Valve dan Thrustor

Brake) kepada CV. KUALA SIMPANG;

8. Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 tanggal 28 April 2008 kepada

CV. TANJUNG JAYA;

9. Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 tanggal 28 April 2008 kepada

CV. A.M.D.;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 124: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

111

10. Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 tanggal 28 April 2008 kepada

CV. AYU FITRIA ABADI;

11. Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 tanggal 28 April 2008 kepada

CV. VANIA;

12. Surat No. 613/Tj/V/2008 tanggal 2 Mei 2008 dari CV. TANJUNG

JAYA;

13. Surat No. 041/V/A.M.D./2008 tanggal 2 Mei 2008, Perihal Klarifikasi

PR No. 49106 Inq. : 31289 dari CV. A.M.D.;

14. Surat No. 045/III/A.M.D./P-08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Inquery

No. 31289, PR No. 49106 dari CV. A.M.D. (berikut lampiran);

15. Spesifikasi Teknis Nomor 373/TJ/III/2008 tanggal 24 Maret 2008 dari

CV. TANJUNG JAYA (berikut lampiran);

16. Surat dari PT. PUSRI No. 0228/M311.2000.LA/2007 tanggal 4 April

2008 perihal Evaluasi Teknis PR No. 49106;

17. Surat No. 431/TJ/IV/2008 tanggal 1 April 2008, Perihal Inq. No. 31289

dan PR No. 49106 “Solenoid Valve” dari CV. TANJUNG JAYA;

18. Surat Garansi No. 319-GR/KSG/XI/2008 tanggal 24 November 2008 dari

CV. KUALA SIMPANG;

19. 1 (satu) berkas Data Perusahaan CV. KUALA SIMPANG;

20. Surat No. 085-TK/KSG/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal

Penawaran Harga dari CV. KUALA SIMPANG;

21.

Surat BANK GARANSI PENAWARAN No. 365/KAP/III/GT/2008

tanggal 24 Maret 2008 dari BANK SUMSEL atas permintaan dari CV.

KUALA SIMPANG;

22. Surat No. 085-TK/KSG/IV/2008 tanggal 06 Juni 2008, Perihal

Penawaran Harga dari CV. KUALA SIMPANG (berikut lampiran);

23. Surat No. 030/A.M.D.-PH/III/08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal

Penawaran Harga dari CV. AMANDA (berikut lampiran);

24. Surat No. 033/AFA/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Harga dari CV. AYU FITRIA ABADI;

25. Surat No. 070/H5/SPH/III.08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Harga dari CV. Halimah;

26. Tanda Penyetoran dari Bank Sumsel tanggal 19 Maret 2008 atas nama

CV. Halimah;

27. Tanda Penyetoran dari Bank Sumsel tanggal 19 Maret 2008 atas nama

CV. Vania;

28. Surat No. 21/VN-P/III/08/E tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Teknis dari CV. Vania (berikut terlampir);

29. Surat No. 374/TJ/III/2008, Perihal Penawaran Harga dari CV. Tanjung

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 125: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

112

Jaya;

30. Tanda Penyerahan Partial dari CV. Tanjung Jaya;

31. Fotocopy Surat Bank Garansi Penawaran No. 513/KAP/III/GT/2008

tanggal 19 Maret 2008 atas permintaan dari CV. Tanjung Jaya;

32. Surat No. 030/A.M.D.-PT/III/08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal

Penawaran Teknis dari CV. Amanda (berikut lampiran);

33. Surat No. 085A-TK/KSG/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal

Penawaran Teknis dari CV. Kuala Simpang (berikut lampiran);

34. Surat No. 070/H5/SPH/III.08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Teknis dari CV. Halimah (berikut lampiran);

35. Surat No. 033/AFA/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Teknis dari CV. Ayu Fitria Abadi (Berikut lampiran);

36. Surat No. 045/III/A.M.D./P-08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Inquery

No. 31289, PR No. 49106 No. 045./III/A.M.D./P-08 dari CV. A.M.D.;

37.

Fotocopy Surat BANK GARANSI PENAWARAN No.

514/KAP/III/GT/2008 tanggal 19 Maret 2008 atas permintaan dari CV.

A.M.D.;

38. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. TANJUNG JAYA;

39. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada C. A.M.D.;

40. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. VANIA;

41. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. KUALA SIMPANG;

42. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. FITRIA ABADI;

43. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. HALIMAH;

44. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada AV. AMANDA;

45. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. BAROKAH ROMADHONA;

46. Daftar Nama Pengajuan Calon Rekanan Penjual Barang/Jasa 4 LLP 006;

47. Surat PERMINTAAN PEMBELIAN WAREHOUSE STOCK tanggal 27

Februari 2008 dari PT. PUSRI;

48. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. KUALA SIMPANG;

49. Fotocopy TELEFAX dari CV. KUALA SIMPANG;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 126: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

113

50.

Fotocopy PENAWARAN HARGA No. Ref. : 143/TC/Q/III/08 tanggal

24 Maret 2008 dari PT. TECHNINDO CONTROMATRA kepada CV.

KUALA SIMPANG;

51. Fotocopy PURCHASE ORDER No. 209/KSG/VII/2008 tanggal 9 Juli

2008 dari CV. KUALA SIMPANG;

52.

Fotocopy Surat No. 091-BG/KSG/III/2008 tanggal 28 Maret 2008,

Perihal Bank Garansi dari CV. KUALA SIMPANG kepada Bank SUM-

SEL;

53.

Fotocopy Surat BANK GARANSI PENAWARAN No.

603/KAP/III/GT/2008 tanggal 28 Maret 2008 atas permintaan dari CV.

KUALA SIMPANG;

54.

Fotocopy Surat No. 121-KL/KSG/V/2008 tanggal 2 Mei 2008, Perihal

Klarifikasi Inq. 31289-PR. 49106 “Solenoid Valve dan Thrustor Brake”

dari CV. KUALA SIMPANG kepada PT. PUSRI;

55.

Surat No. 831/M310 0000.LA/2008 tanggal 28 Mei 2008, Perihal

Undangan E-Auction PR No. 49106 Solenoid Valve dan Thrustor Brake

dari PT.kepada CV. KUALA SIMPANG;

56.

Fotocopy No. 313-JP/KSG/XI/2008 tanggal 21 November 2008, Perihal

Jaminan Pelaksanaan (Bank Garansi) dari CV. KUAL SIMPANG kepada

BANK SU-SEL Cabang Palembang;

57.

Fotocopy No. 314-BG/KSG/XI/2008 tanggal 21 November 2008, Perihal

Permohonan Debet Giro dari CV. KUALA SIMPANG kepada BANK

SUM-SELCabang Palembang;

58.

Fotocopy Surat No. 1466/KAP/23/B/SPPBG/2008 tanggal 21 November

2008, Perihal Surat Persetujuan Penerbitan Bank Garansi dari BANK

SUMSEL kepada CV. KUALA SIMPANG (beserta lampiran);

59.

Fotocopy Surat BANK GARANSI PELAKSANAAN Nomor :

1466/KAP/III/GP/2008 tanggal 21 November 2008 dari BANK

SUMSEL atas permintaan CV. KUALA SIMPANG;

60. Fotocopy Tnda Terima No. 4327 dari PT. PUSRI tanggal 24 November

2008;

61. Fotocopy Order Pembelian dari PT. PUSRI kepad CV. KUALA

SIMPANG;

62. Fotocopy Surat Pengantar Barang dari CV. KUALA SIMPANG berikut

Receiving Report dari PT. PUSRI;

63.

Fotocopy QUALITY CONTROL dari PT. PUSRI Bag.

DEPAERTEMEN PEMELIHARAAN TEKNIK KEANDALAN

PERENCANAAN PEMELIHARAAN;

64. Contoh Copy SURAT GARANSI No. 319-GR/KSG/XI/2008 tanggal 24

November 2008 dari CV. KUALA SIMPANG a.n. DEDDY ZATTA;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 127: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

114

65. Fotocopy SURAT JAMINAN dari CV. KUALA SIMPANG a.n.

DEDDY ZATTA tanggal 24 November 2008;

66. ORDER PEMBELIAN dari PT. PUSRI kepada CV. KUALA

SIMPANG;

67.

Surat No. 700/M311.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal Jaminan

Pelaksanaan (Bank Garansi) dari PT. PUSRI kepada PT. KUALA

SIMPANG;

68.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. TANJUNG JAYA;

69.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. AYU FITRIA ABADI;

70.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. VANIA;

71.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. A.M.D,;

72.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. AMANDA;

73.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. HALIMAH;

74.

Surat No. 831/M310 0000.LA/2008 tanggal 28 Mei 2008, Perihal

Undangan E-Auction PR No. 49106 Solenoid Valve dan Thrustor Brake

dari PT. PUSRI kepada CV. A.M.D.;

75.

Surat No. 831/M310 0000.LA/2008 tanggal 28 Mei 2008, Perihal

Undangan E-Auction PR No. 49106 Solenoid Valve dan Thrustor Brake

dari PT. PUSRI kepada CV. TANJUNG JAYA;

76.

Fotocopy Surat No. 278/6100000.OT/2005 tanggal 24 Oktober 2005,

Perihal Struktur Organisasi Perusahaan dari PT. PUSRI kepada Seluruh

Kakom dan Kadep setingkat (beserta lampiran);

77.

Fotocopy SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI Nomor :

SK/DIR/184/2005 tentang PENYEMPURNAAN STRUKTUR

ORGANISASI PT. PUSRI tanggal 14 Oktober 2005;

78.

Fotocopy SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI (PERSERO) No.

SK/DIR/102/2005 tentang PENYEMPURNAAN PROSEDUR

OPERASIONAL BAKU (POB) PENGADAAN BARANG DAN JASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 128: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

115

PT. PUSRI tanggal 6 Juni 2005;

79.

Fotocopy PROSEDUR OPERASIONAL BAKU (POB) PENGADAAN

BARANG DAN JASA PT. PUSRI TAHUN 2005 (Berikut lampiran

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI No. SK/DIR/102/2005 tanggal 6 Juni

2005;

80. Surat No. 21/VN-P/III/08/E tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Komersil dari CV. VANIA kepada PT. PUSRI;

81.

Surat No. 373/TJ/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Spesifikasi

Teknis dari CV. TANJUNG JAYA kepada PT. PUSRI (beserta

lampiran);

82.

Fotocopy SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI Nomor :

SK/DIR/20/2008 tentang PENUNJUKKAN PANITIA LELANG

PENGADAAN BARANG JASA DAN PEKERJAAN BORONGAN PT.

PUSRI (berikut lampiran);

83. Fotocopy No. 03/A00.OT/2007 tanggal 06 Maret 2007, Petunjuk

Pelaksanaan (JUKLAK);

84. Surat No. 0277/M311.2000.LA/2008 tanggal 02 April 2008, Perihal

Evaluasi Teknis PR No. 49106 dari PT. PUSRI;

85. Surat No. 094-SK/KSG/III/2008 tanggal 31 Maret 2008, Perihal

Penjelasan Solenoid Valve dari CV. Kuala Simpang;

86.

Surat No. 029/III/AMD/2007 tanggal 1 April 2008, Perihal

Pemberitahuan PR No. 49106 Inq No. 31289 dari CV. A.M.D. kepada

PT. PUSRI (beserta lampiran);

87. Berita Acara Pembukaan Penawaran Penunjukan Langsung Pengadaan

pada hari Senin tanggal 24 Maret 2008;

88.

Surat dari PT. PUSRI Bag. DEPARTEMEN LOGISTIK Nomor PP : P

49106 tanggal 5 Maret 2008 kepada Manajer Pengadaan dan Amen

Pembelian Material;

89. Surat No. 2728/M31M.LA/2008 dari PT. PUSRI tanggal 23 Mei 2008,

Perihal Evaluasi Teknis PP/PO No. 49106 Quotation No. 31289;

90.

Surat PERNYATAAN BERSAMA tanggal 06 Juni 2008 yang mewakili

dari PT. PUSRI a.n. Ir. FAISAL MUAZ dengan Rekanan/Supplier CV.

KUALA SIMPANG a.n. DEDDY ZATTA;

91.

Surat KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA REKANAN DENGAN

PT. PUSRI MENGENAI TATA CARA PENAWARAN HARGA

DENGAN MENGGUNAKAN E-AUCTION DARI PR-49106;

92. Surat dari Departemen Pengadaan PT. PUSRI;

93.

Surat No. 512/E434.LA/2008 tanggal 21 April 2008, Perihal Evaluasi

Teknis PR-49106 INQ-31289 (Solenoid Valve dan Thrustor Brake)

(berikut lampiran);

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 129: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

116

94. Surat Pemberitahuan Hasil Konfirmasi Anggaran PT. PUSRI Tahun :

2008 Nomor : 3102/KA/S/2008 tanggal 17 Juni 2008;

95.

Surat dari PT. BOSCH REXROTH Reff No. 17/Pusri-4WE6H/1209

tanggal 17 Desember 2009, Perihal PR No. 58024 (Solenoid Valve

Rexroth 4WE6H3XW220.50N) kepada PT. PUSRI;

96.

Fotocopy Surat No. 329-PP/KSG/XII/2008 tanggal 17 Desember 2008

dari CV. Kuala Simpang, Perihal Permintaan Pembayaran kepada Kadis

Akuntansi Umum Cq. Bagian Verifikasi PT. PUSRI (berikut lampiran);

97.

Fotocopy Pemindahanbukuan ke Rek. CV. Kuala Simpang atas

pembayaran PPN Po No. 35494, Po No. 35494 sesuai surat PT. PUSRI

No. ST-15-808185/197 tanggal 19 Desember 2008 dari Bank Mandiri

kepada PT. PUSRI;

98.

Surat dari Departemen Pengadaan PT. PUSRI tanggal 09 Juni 2008

tentang Surat Permintaan Penawaran Harga yang disiapkan oleh

Perwiranegara, SE.;

99. Kronologis Kasus Solenoid Valve tanggal 12 Mei 2010 tertanda Faisal

Muaz;

100. Uraian Jabatan dari PT. PUSRI;

101. Fotocopy Memo Direksi Nomor : 01/MD/DIRUT/VI/2007 dari DIRUT

PT. PUSRI tanggal 31 Juni 2007;

102.

Fotocopy Surat No. 2111/E430.HK/2008, Perihal Penugasan

Melaksanakan Tugas-2 Koord. Teknik Keandalan dari Manajer

Pemeliharaan PT. PUSRI Agus Andiyani;

103.

Fotocopy Surat No. 1544/M313.LA/2008 tanggal 27 Maret 2008 dari

Dinas Rendal Pengadaan PT. PUSRI, Perihal PR : 49106 ; Inquiry :

31289 kepada Koordinator Teknik Keandalan Pemeliharaan;

104. Lembar Disposisi Surat No. Agenda 124 tanggal 26 Maret 2008 dari PT.

PUSRI, Perihal Solenoid Valve.

B. Uang

Barang bukti berupa uang sebesar Rp. 160.000.000,00 (seratus enam puluh juta

rupiah) dipergunakan untuk pembayaran:

1. Uang denda masing-masing terdakwa sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah);

2. Uang sebesar Rp. 53.350.000,00 (lima puluh tiga juta tiga ratus lima

puluh ribu rupiah) dikembalikan kepada Jaksa/Penuntut Umum untuk

dipergunakan dalam perkara Deddy Zatta;

3. Uang sisanya sebesar Rp. 6.700.000,00 (enam juta tujuh ratus ribu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 130: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

117

rupiah) dikembalikan kepada Terdakwa I dan Terdakwa II;

Tabel 2. Daftar Barang Bukti pada Putusan Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi pada Pengadilan Tinggi Palembang Nomor:

12/TIPIKOR/2011/2011/PT.PLG tanggal 22 Desember 2011

A. Uang

Sebesar Rp. 160.000.000,00 (seratus enam puluh juta rupiah) sebagiannya

yaitu sebesar Rp. 53.325.000,00 (lima puluh tiga juta tiga ratus dua puluh lima

ribu rupiah) dikembalikan kepada terdakwa I Ir. Faizal Muaz, sebagiannya lagi

yaitu sebesar Rp. 53.325.000,00 (lima puluh tiga juta tiga ratus dua puluh lima

ribu rupiah) dikembalikan kepada Terdakwa II Ir. Hadianto Eko Putro dan

sebagiannya lagi sebesar Rp. 53.350.000,00 (lima puluh tiga juta tiga ratus lima

puluh ribu rupiah) dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dijadikan

barang bukti dalam perkara Terdakwa Deddy Zatta;

B. Surat-surat

1.

Fotocopy SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI Nomor :

SK/DIR/258/2007 tentang MUTASI/PENUNJUKAN PEJABAT DI

LINGKUNGAN PT. PUSRI tanggal 29 November 2007 atas nama

FAISAL MUAZ;

2.

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI Nomor :

SK/DIR/073/2007 tentang MUTASI/PENUNJUKAN PEJABAT DI

LINGKUNGAN PT. PUSRI tanggal 30 Maret 2007 atas nama IR.

HADIANTO EKO PUTRO;

3. Fotocopy Evaluasi Teknis PP/PO No. 49106 Quotation No. 31289

tanggal 23 Mei 2008;

4.

Surat No. 645/E434.LA/2008 tanggal 21 Mei 2008 dari PT. PUPUK

SRIWIJAYA, Perihal Klarifikasi Evaluasi Teknis PR. 49106 INQ.

31289. (Solenoid Valve dan Thrustor Brake);

5.

Fotocopy Surat No. 2454/M313.LA/2008 tanggal 12 Mei 2008, Perihal

PR-WH-49106; INQ-31289 (Solenoid Valve dan Thrustor Brake) dari

CV. KUALA SIMPANG;

6. Surat No. 121-KL/KSG/V/2008 tanggal 2 Mei 2008, Perihal Klarifikasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 131: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

118

Inq. 31289 – PR. 49106 “Solenoid Valve dan Thrustor Brake” No. 121-

KL/KSG/V/2008 tanggal 2 Mei 2008 dari CV. Kuala Simpang;

7.

Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 dari PT. PUSRI tanggal 28

April 2008, Perihal PR-49106, INQ-31289 (Solenoid Valve dan Thrustor

Brake) kepada CV. KUALA SIMPANG;

8. Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 tanggal 28 April 2008 kepada

CV. TANJUNG JAYA;

9. Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 tanggal 28 April 2008 kepada

CV. A.M.D.;

10. Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 tanggal 28 April 2008 kepada

CV. AYU FITRIA ABADI;

11. Fotocopy Surat No. 2169M313.LA/2008 tanggal 28 April 2008 kepada

CV. VANIA;

12. Surat No. 613/Tj/V/2008 tanggal 2 Mei 2008 dari CV. TANJUNG

JAYA;

13. Surat No. 041/V/A.M.D./2008 tanggal 2 Mei 2008, Perihal Klarifikasi

PR No. 49106 Inq. : 31289 dari CV. A.M.D.;

14. Surat No. 045/III/A.M.D./P-08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Inquery

No. 31289, PR No. 49106 dari CV. A.M.D. (berikut lampiran);

15. Spesifikasi Teknis Nomor 373/TJ/III/2008 tanggal 24 Maret 2008 dari

CV. TANJUNG JAYA (berikut lampiran);

16. Surat dari PT. PUSRI No. 0228/M311.2000.LA/2007 tanggal 4 April

2008 perihal Evaluasi Teknis PR No. 49106;

17. Surat No. 431/TJ/IV/2008 tanggal 1 April 2008, Perihal Inq. No. 31289

dan PR No. 49106 “Solenoid Valve” dari CV. TANJUNG JAYA;

18. Surat Garansi No. 319-GR/KSG/XI/2008 tanggal 24 November 2008 dari

CV. KUALA SIMPANG;

19. 1 (satu) berkas Data Perusahaan CV. KUALA SIMPANG;

20. Surat No. 085-TK/KSG/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal

Penawaran Harga dari CV. KUALA SIMPANG;

21.

Surat BANK GARANSI PENAWARAN No. 365/KAP/III/GT/2008

tanggal 24 Maret 2008 dari BANK SUMSEL atas permintaan dari CV.

KUALA SIMPANG;

22. Surat No. 085-TK/KSG/IV/2008 tanggal 06 Juni 2008, Perihal

Penawaran Harga dari CV. KUALA SIMPANG (berikut lampiran);

23. Surat No. 030/A.M.D.-PH/III/08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal

Penawaran Harga dari CV. AMANDA (berikut lampiran);

24. Surat No. 033/AFA/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Harga dari CV. AYU FITRIA ABADI;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 132: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

119

25. Surat No. 070/H5/SPH/III.08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Harga dari CV. Halimah;

26. Tanda Penyetoran dari Bank Sumsel tanggal 19 Maret 2008 atas nama

CV. Halimah;

27. Tanda Penyetoran dari Bank Sumsel tanggal 19 Maret 2008 atas nama

CV. Vania;

28. Surat No. 21/VN-P/III/08/E tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Teknis dari CV. Vania (berikut terlampir);

29. Surat No. 374/TJ/III/2008, Perihal Penawaran Harga dari CV. Tanjung

Jaya;

30. Tanda Penyerahan Partial dari CV. Tanjung Jaya;

31. Fotocopy Surat Bank Garansi Penawaran No. 513/KAP/III/GT/2008

tanggal 19 Maret 2008 atas permintaan dari CV. Tanjung Jaya;

32. Surat No. 030/A.M.D.-PT/III/08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal

Penawaran Teknis dari CV. Amanda (berikut lampiran);

33. Surat No. 085A-TK/KSG/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal

Penawaran Teknis dari CV. Kuala Simpang (berikut lampiran);

34. Surat No. 070/H5/SPH/III.08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Teknis dari CV. Halimah (berikut lampiran);

35. Surat No. 033/AFA/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Teknis dari CV. Ayu Fitria Abadi (Berikut lampiran);

36. Surat No. 045/III/A.M.D./P-08 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Inquery

No. 31289, PR No. 49106 No. 045./III/A.M.D./P-08 dari CV. A.M.D.;

37.

Fotocopy Surat BANK GARANSI PENAWARAN No.

514/KAP/III/GT/2008 tanggal 19 Maret 2008 atas permintaan dari CV.

A.M.D.;

38. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. TANJUNG JAYA;

39. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada C. A.M.D.;

40. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. VANIA;

41. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. KUALA SIMPANG;

42. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. FITRIA ABADI;

43. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. HALIMAH;

44. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 133: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

120

2008 kepada AV. AMANDA;

45. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. BAROKAH ROMADHONA;

46. Daftar Nama Pengajuan Calon Rekanan Penjual Barang/Jasa 4 LLP 006;

47. Surat PERMINTAAN PEMBELIAN WAREHOUSE STOCK tanggal 27

Februari 2008 dari PT. PUSRI;

48. Surat PERMINTAAN-PENAWARAN dari PT. PUSRI tanggal 10 Maret

2008 kepada CV. KUALA SIMPANG;

49. Fotocopy TELEFAX dari CV. KUALA SIMPANG;

50.

Fotocopy PENAWARAN HARGA No. Ref. : 143/TC/Q/III/08 tanggal

24 Maret 2008 dari PT. TECHNINDO CONTROMATRA kepada CV.

KUALA SIMPANG;

51. Fotocopy PURCHASE ORDER No. 209/KSG/VII/2008 tanggal 9 Juli

2008 dari CV. KUALA SIMPANG;

52.

Fotocopy Surat No. 091-BG/KSG/III/2008 tanggal 28 Maret 2008,

Perihal Bank Garansi dari CV. KUALA SIMPANG kepada Bank SUM-

SEL;

53.

Fotocopy Surat BANK GARANSI PENAWARAN No.

603/KAP/III/GT/2008 tanggal 28 Maret 2008 atas permintaan dari CV.

KUALA SIMPANG;

54.

Fotocopy Surat No. 121-KL/KSG/V/2008 tanggal 2 Mei 2008, Perihal

Klarifikasi Inq. 31289-PR. 49106 “Solenoid Valve dan Thrustor Brake”

dari CV. KUALA SIMPANG kepada PT. PUSRI;

55.

Surat No. 831/M310 0000.LA/2008 tanggal 28 Mei 2008, Perihal

Undangan E-Auction PR No. 49106 Solenoid Valve dan Thrustor Brake

dari PT.kepada CV. KUALA SIMPANG;

56.

Fotocopy No. 313-JP/KSG/XI/2008 tanggal 21 November 2008, Perihal

Jaminan Pelaksanaan (Bank Garansi) dari CV. KUAL SIMPANG kepada

BANK SU-SEL Cabang Palembang;

57.

Fotocopy No. 314-BG/KSG/XI/2008 tanggal 21 November 2008, Perihal

Permohonan Debet Giro dari CV. KUALA SIMPANG kepada BANK

SUM-SELCabang Palembang;

58.

Fotocopy Surat No. 1466/KAP/23/B/SPPBG/2008 tanggal 21 November

2008, Perihal Surat Persetujuan Penerbitan Bank Garansi dari BANK

SUMSEL kepada CV. KUALA SIMPANG (beserta lampiran);

59.

Fotocopy Surat BANK GARANSI PELAKSANAAN Nomor :

1466/KAP/III/GP/2008 tanggal 21 November 2008 dari BANK

SUMSEL atas permintaan CV. KUALA SIMPANG;

60. Fotocopy Tnda Terima No. 4327 dari PT. PUSRI tanggal 24 November

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 134: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

121

2008;

61. Fotocopy Order Pembelian dari PT. PUSRI kepad CV. KUALA

SIMPANG;

62. Fotocopy Surat Pengantar Barang dari CV. KUALA SIMPANG berikut

Receiving Report dari PT. PUSRI;

63.

Fotocopy QUALITY CONTROL dari PT. PUSRI Bag.

DEPAERTEMEN PEMELIHARAAN TEKNIK KEANDALAN

PERENCANAAN PEMELIHARAAN;

64. Contoh Copy SURAT GARANSI No. 319-GR/KSG/XI/2008 tanggal 24

November 2008 dari CV. KUALA SIMPANG a.n. DEDDY ZATTA;

65. Fotocopy SURAT JAMINAN dari CV. KUALA SIMPANG a.n.

DEDDY ZATTA tanggal 24 November 2008;

66. ORDER PEMBELIAN dari PT. PUSRI kepada CV. KUALA

SIMPANG;

67.

Surat No. 700/M311.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal Jaminan

Pelaksanaan (Bank Garansi) dari PT. PUSRI kepada PT. KUALA

SIMPANG;

68.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. TANJUNG JAYA;

69.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. AYU FITRIA ABADI;

70.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. VANIA;

71.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. A.M.D,;

72.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. AMANDA;

73.

Surat No. 1019/M.310.LA/2008 tanggal 26 Juni 2008, Perihal

PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN TENDER dari PT.

PUSRI kepada CV. HALIMAH;

74.

Surat No. 831/M310 0000.LA/2008 tanggal 28 Mei 2008, Perihal

Undangan E-Auction PR No. 49106 Solenoid Valve dan Thrustor Brake

dari PT. PUSRI kepada CV. A.M.D.;

75. Surat No. 831/M310 0000.LA/2008 tanggal 28 Mei 2008, Perihal

Undangan E-Auction PR No. 49106 Solenoid Valve dan Thrustor Brake

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 135: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

122

dari PT. PUSRI kepada CV. TANJUNG JAYA;

76.

Fotocopy Surat No. 278/6100000.OT/2005 tanggal 24 Oktober 2005,

Perihal Struktur Organisasi Perusahaan dari PT. PUSRI kepada Seluruh

Kakom dan Kadep setingkat (beserta lampiran);

77.

Fotocopy SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI Nomor :

SK/DIR/184/2005 tentang PENYEMPURNAAN STRUKTUR

ORGANISASI PT. PUSRI tanggal 14 Oktober 2005;

78.

Fotocopy SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI (PERSERO) No.

SK/DIR/102/2005 tentang PENYEMPURNAAN PROSEDUR

OPERASIONAL BAKU (POB) PENGADAAN BARANG DAN JASA

PT. PUSRI tanggal 6 Juni 2005;

79.

Fotocopy PROSEDUR OPERASIONAL BAKU (POB) PENGADAAN

BARANG DAN JASA PT. PUSRI TAHUN 2005 (Berikut lampiran

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI No. SK/DIR/102/2005 tanggal 6 Juni

2005;

80. Surat No. 21/VN-P/III/08/E tanggal 24 Maret 2008, Perihal Penawaran

Komersil dari CV. VANIA kepada PT. PUSRI;

81.

Surat No. 373/TJ/III/2008 tanggal 24 Maret 2008, Perihal Spesifikasi

Teknis dari CV. TANJUNG JAYA kepada PT. PUSRI (beserta

lampiran);

82.

Fotocopy SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT. PUSRI Nomor :

SK/DIR/20/2008 tentang PENUNJUKKAN PANITIA LELANG

PENGADAAN BARANG JASA DAN PEKERJAAN BORONGAN PT.

PUSRI (berikut lampiran);

83. Fotocopy No. 03/A00.OT/2007 tanggal 06 Maret 2007, Petunjuk

Pelaksanaan (JUKLAK);

84. Surat No. 0277/M311.2000.LA/2008 tanggal 02 April 2008, Perihal

Evaluasi Teknis PR No. 49106 dari PT. PUSRI;

85. Surat No. 094-SK/KSG/III/2008 tanggal 31 Maret 2008, Perihal

Penjelasan Solenoid Valve dari CV. Kuala Simpang;

86.

Surat No. 029/III/AMD/2007 tanggal 1 April 2008, Perihal

Pemberitahuan PR No. 49106 Inq No. 31289 dari CV. A.M.D. kepada

PT. PUSRI (beserta lampiran);

87. Berita Acara Pembukaan Penawaran Penunjukan Langsung Pengadaan

pada hari Senin tanggal 24 Maret 2008;

88.

Surat dari PT. PUSRI Bag. DEPARTEMEN LOGISTIK Nomor PP : P

49106 tanggal 5 Maret 2008 kepada Manajer Pengadaan dan Amen

Pembelian Material;

89. Surat No. 2728/M31M.LA/2008 dari PT. PUSRI tanggal 23 Mei 2008,

Perihal Evaluasi Teknis PP/PO No. 49106 Quotation No. 31289;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 136: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENERAPAN DOKTRIN ... · teman Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan Februari Tahun

123

90.

Surat PERNYATAAN BERSAMA tanggal 06 Juni 2008 yang mewakili

dari PT. PUSRI a.n. Ir. FAISAL MUAZ dengan Rekanan/Supplier CV.

KUALA SIMPANG a.n. DEDDY ZATTA;

91.

Surat KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA REKANAN DENGAN

PT. PUSRI MENGENAI TATA CARA PENAWARAN HARGA

DENGAN MENGGUNAKAN E-AUCTION DARI PR-49106;

92. Surat dari Departemen Pengadaan PT. PUSRI;

93.

Surat No. 512/E434.LA/2008 tanggal 21 April 2008, Perihal Evaluasi

Teknis PR-49106 INQ-31289 (Solenoid Valve dan Thrustor Brake)

(berikut lampiran);

94. Surat Pemberitahuan Hasil Konfirmasi Anggaran PT. PUSRI Tahun :

2008 Nomor : 3102/KA/S/2008 tanggal 17 Juni 2008;

95.

Surat dari PT. BOSCH REXROTH Reff No. 17/Pusri-4WE6H/1209

tanggal 17 Desember 2009, Perihal PR No. 58024 (Solenoid Valve

Rexroth 4WE6H3XW220.50N) kepada PT. PUSRI;

96.

Fotocopy Surat No. 329-PP/KSG/XII/2008 tanggal 17 Desember 2008

dari CV. Kuala Simpang, Perihal Permintaan Pembayaran kepada Kadis

Akuntansi Umum Cq. Bagian Verifikasi PT. PUSRI (berikut lampiran);

97.

Fotocopy Pemindahanbukuan ke Rek. CV. Kuala Simpang atas

pembayaran PPN Po No. 35494, Po No. 35494 sesuai surat PT. PUSRI

No. ST-15-808185/197 tanggal 19 Desember 2008 dari Bank Mandiri

kepada PT. PUSRI;

98.

Surat dari Departemen Pengadaan PT. PUSRI tanggal 09 Juni 2008

tentang Surat Permintaan Penawaran Harga yang disiapkan oleh

Perwiranegara, SE.;

99. Kronologis Kasus Solenoid Valve tanggal 12 Mei 2010 tertanda Faisal

Muaz;

100. Uraian Jabatan dari PT. PUSRI;

101. Fotocopy Memo Direksi Nomor : 01/MD/DIRUT/VI/2007 dari DIRUT

PT. PUSRI tanggal 31 Juni 2007;

102.

Fotocopy Surat No. 2111/E430.HK/2008, Perihal Penugasan

Melaksanakan Tugas-2 Koord. Teknik Keandalan dari Manajer

Pemeliharaan PT. PUSRI Agus Andiyani;

103.

Fotocopy Surat No. 1544/M313.LA/2008 tanggal 27 Maret 2008 dari

Dinas Rendal Pengadaan PT. PUSRI, Perihal PR : 49106 ; Inquiry :

31289 kepada Koordinator Teknik Keandalan Pemeliharaan;

104. Lembar Disposisi Surat No. Agenda 124 tanggal 26 Maret 2008 dari PT.

PUSRI, Perihal Solenoid Valve.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user