case ckd dan chf

36
LAPORAN KASUS SEORANG LAKI-LAKI 63 TAHUN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DAN GAGAL JANTUNG KRONIK Disusun oleh: Grace Kahono (406148035) Pembimbing : dr. Pujo Hendrianto, Sp. PD Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang 0

Upload: grace-kahono

Post on 02-Sep-2015

75 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

jenwkwekgweg

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSSEORANG LAKI-LAKI 63 TAHUN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DAN GAGAL JANTUNG KRONIK

Disusun oleh:Grace Kahono (406148035)

Pembimbing :dr. Pujo Hendrianto, Sp. PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 22 Juni 2015 s/d 29 Agustus 2015

LEMBAR PENGESAHANLaporan KasusSEORANG LAKI-LAKI 63 TAHUN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK, PNEUMONIA, DAN HIPERTENSI DERAJAT II

Telah didiskusikan tanggal :17 Juni 2014

Pelapor, Pembimbing,

Budi Hartono Karina Eda C Andrea Evans K dr. Samuel Halim, Sp.PD (406138071) (406138095) (406138139)

Bagian Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Sentra Medika Cisalak - Depok Periode 19 Mei 2014 5 Juli 2014

Pendahuluan

Pada penyakit ginjal kronik, atau Chronic Kidney Disease, terjadi penurunan fungsi dan/atau anatomi ginjal yang progresif, yang pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal, ditandai dengan uremia, dan telah berlangsung selama lebih dari 3 bulan.Penyebab dari PGK sangatlah beragam, yaitu kelainan idiopatik yang berasal dari ginjal sendiri ataupun penyebab sekunder yang menyebabkan terjadinya proses kerusakan pada glomerulus di ginjal seperti penggunaan obat-obatan, infeksi, penyakit metabolik, autoimun, dan neoplasma.Oleh karena PGK memiliki penyebab dan komplikasi yang sangat beragam, maka deteksi dan penatalaksanaan pada PGK yang tepat sangat diperlukan. Pada presentasi kasus ini akan menjelaskan tentang deteksi dan penatalaksanaan terhadap Penyakit Ginjal Kronik.

Ilustrasi KasusSeorang pria (DA) berusia 63 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan lalu semenjak perut pasien membesar dan memberat 1 hari sebelum masuk RS. Sesak tidak memberat saat melakukan aktifitas maupun saat berbaring. Tidak ada faktor yang mencetuskan sesak. Tidak ada riwayat trauma. Tidak ada riwayat alergi. Pasien juga mengeluhkan perut yang membuncit dan terasa kembung. Keluhan disertai mual, makan terasa hambar sehingga nafsu makan menurun, lemas, gatal di kaki tangan dan bengkak di seluruh tubuh termasuk kemaluan. Sejak sakit, kurang lebih 2 tahun sebelumnya, pasien mengalami penurunan berat badan secara dratis dari 85 kg menjadi 60 kg. Tidak ada demam, tidak ada muntah, tidak nyeri dada. Pasien belum bisa BAB sejak 3 hari, BAK jarang dengan jumlah sedikit.Pasien telah mendapatkan : injeksi neulin 2 x 500 mg, injeksi cefxon 2 x 1g, ranitidin 2 x 1, traansfusi PRC 500cc sebanyak 2 kantong (tanggal 1 Mei 2014), albumin 20% / 500 cc (tanggal 15 Mei 2014 di RS BY).Pasien mempunyai riwayat tekanan darah tinggi tidak terkontrol lebih dari 10 tahun dan mempunyai riwayat kencing manis lebih dari 8 tahun dan selalu minum obat Glibenklamid. Pasien mempunyai riwayat penyakit kolesterol dan kelebihan berat badan serta mempunyai riwayat stroke 2 tahun lalu dengan kelemahan sisi sebelah kiri. Tidak terdapat riwayat penyakit paru dan penyakit hati.Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama (sesak nafas) dengan pasien. Riwayat penyakit darah tinggi pada ibu pasien.Pasien mempunyai kebiasaan makan makanan berlemak, jeroan, dan ikan asin. Kebiasaan minum pasien selalu minum minuman berenergi 3 x sehari selama 1 tahun terakhir karena pasien cepat merasa kelelahan semenjak sakit-sakitan. Pasien juga sering merokok minimal bungkus sehabis makan sejak remaja. Tidak ada minum minuman beralkohol serta pasien jarang berolahraga karena sibuk dengan pekerjaannya sebagai buruh pabrik.Pada pemeriksaan fisik saat masuk didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran Compos Mentis, GCS 15 (E4, M6, V5), tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 98 x/menit, pernafasan 28x/menit, suhu 360C, berat badan 60 kg, tinggi badan 165 cm, didapatkan IMT 22. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis, edem palpebra. Pada mulut didapatkan lidah yang penuh bercak putih dan kelemahan pergerakan lidah ke sisi kiri. Pada leher teraba benjolan di submandibula kiri, JVP 5+3 cm. Pada paru didapatkan suara ronkhi basah halus di seluruh lapang paru, tidak ada wheezing. Pada jantung tampak pulsasi ictus cordis ICS VI axillaris anterior sinistra, batas jantung kiri ICS VI axilla anterior line sinistra, batas jantung kanan, atas, dan pinggang jantung dalam batas normal, bunyi jantung I,II reguler, tidak ada gallop dan murmur. Pada perut tampak buncit, striae (+), kulit keriput, bising usus (+) menurun, perkusi redup, shifting dullness (+), fluid wave (+), hepar dan lien tak teraba, akral hangat dan pucat, terdapat pitting edem yang lambat, serta skrotum membengkak bilateral. Dari hasil laboratorium pada tanggal 23 Mei 2014, didapatkan Hb 10,6 g/dL, Ht 28%, leukosit 11.200/uL, trombosit 344000/uL, masa pendarahan 4 menit, masa pembekuan 13 menit, Ureum 152.4 mg/dL, Creatinin 3.18 mg/dL, albumin 3,3 g/dL. Na 124 mmol/L, K 4,04 mmol/L, Cl 96 mmol/L, Ca 10,3 g/dL. Analisa Gas Darah didapatkan pH 7,466, pCO2 34,1 mmHg, pO2 132,4 mmHg, HCO3 24 mmol/L, TCO2 25,1 Vol%, ABE 0,3 mmol/L, SBE 0,9 mmol/L, SaO2 98,8%. GFR dengan perkiraan BB saat ini 60kg adalah 20ml/min.Dari hasil foto polos thorax, didapatkan gambaran infiltrat paru kanan dan kiri, serta kardiomegali.Dari data di atas ditegakkan masalah yaitu penyakit ginjal kronik stage IV dengan edema anasarka dan anemia, pneumonia, dan hipertensi derajat 2.Perencanaan diagnosis pada pasien ini adalah urinalisis, fosfat darah, GDS, profil lipid, biakan sputum, status besi, morfologi darah tepi, ekokardiografi, USG abdomen, dan EKG.Terapi yang diberikan saat pasien berada di IGD dan bangsal adalah O2 3L/mnt via kanul nasal, furosemid 40mg, ISDN 20mg, lasix 3xII ampul, ceftazidime 2xI, citicolin 3x280mg, esilgan 1xI, amlodipin 1x5mg, HCT 3xI, injeksi ceftriaxon 1x2gr dalam NaCl 0,9%.

Diskusi / Pembahasan

I. DefinisiPenyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Batasan penyakit ginjal kronik:1.21. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan 2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.Pada pasien ini telah mengalami kerusakan ginjal kurang lebih selama setahun, dimana pasien mengalami penurunan berat badan secara drastis, serta adanya gejala-gejala kontitusional seperti mudah lemas, tidak nafsu makan, dan BAK berkurang, ditambah lagi pasien selalu minum minuman berenergi setiap harinya selama setahun terakhir, dimana kebiasaan tersebut dapat memperburuk fungsi ginjal pasien ini. GFR pasien saat ini adalah 20ml/menit. Jadi, pasien ini telah memenuhi kriteria penyakit ginjal kronik, dimana GFR < 60 ml/menit/1,73m selama lebih dari 3 bulan. II. KlasifikasiKlasifikasi CKD berdasarkan derajat (stage) penyakit dan diagnosis etiologi.Klasifikasi atas dasar derajat penyakit berpatokan pada LFG (Tabel 1) yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

Pada wanita x 0,85

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerulus.1,3DerajatPenjelasanLFG (mL/menit/1,73m2)

1Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90Stadium paling dini, kehilangan renal reserve, perlahan tapi pasti, penurunan fungsi nefron secara progresif

2Kerusakan ginjal dengan LFG ringan60-89Asimptomatik, peningkatan kadar urea dan kreatinin serum

3Kerusakan ginjal dengan LFG sedang30-59Simptomatik, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, BB turun

4Kerusakan ginjal dengan LFG berat15-29Gejala dan tanda uremia yang nyata : anemia, peningkatan tek.darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah. Mudah terinfeksi ISK, inf.saluran nafas, inf.saluran cerna. Hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit natrium dan kalium.

5Gagal ginjal10 tahun dan DM >8 tahun, serta mengonsumsi minuman berenergi setiap hari selama satu tahun, dimana dapat merupakan penyebab dari penyakit ginjal kronik yang diderita pasien saat ini.

IV. Faktor risikoFaktor yang meningkatkan risiko pada penyakit ginjal kronik, meskipun pada individu dengan GFR yang normal, antara lain : diabetes mellitus, hipertensi, penyakit autoimun, usia lanjut, keturunan Afrika, riwayat keluarga penderita penyakit ginjal, episode gagal ginjal sebelumnya, keberadaan proteinuria, sedimen urin yang abnormal, struktur traktus urinarius yang abnormal.Pada pasien ini terdapat faktor resiko seperti diabetes mellitus, hipertensi, usia lanjut, dan riwayat ibu pasien hipertensi.

V.1. Patofisiologi Chronic Kidney DiseasePatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2V.2. Patofisiologi dan Biokimia UremiaKonsentrasi ureum dan kreatinin serum digunakan untuk mengukur kapasitas ekskretoris pada ginjal. Racun yang terakumulasi pada gagal ginjal telah terlibat dalam sindrom uremik . Ini termasuk yang larut dalam air , hidrofobik , protein - terikat, dan muatan senyawa. Kategori tambahan dari produk ekskretoris nitrogen, produk metabolisme asam nukleat, poliamina , myoinositol , fenol , benzoat , dan indoles . Senyawa dengan massa molekul antara 500 dan 1500 Da , yang disebut molekul menengah , juga ditahan dan berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian jelas bahwa konsentrasi serum urea dan kreatinin harus dilihat sebagai indikator yang mudah diukur, tapi tidak lengkap, serta pemantauan tingkat urea dan kreatinin pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal merupakan penyederhanaan besar untuk pengukuran uremik .Sindrom uremik dan keadaan penyakit yang berhubungan dengan gangguan ginjal berat melibatkan lebih dari gagal ginjal ekskretoris . Sejumlah metabolik dan endokrin fungsi yang biasanya dilakukan oleh ginjal juga terganggu atau ditekan , dan ini menyebabkan anemia , kekurangan gizi , dan metabolisme normal karbohidrat , lemak , dan protein . Selain itu, tingkat plasma dari banyak hormon , termasuk PTH , FGF - 23 , insulin , glukagon , hormon steroid termasuk vitamin D dan hormon seks , dan prolaktin, perubahan dengan gagal ginjal sebagai akibat dari retensi urin , penurunan degradasi , atau peraturan abnormal. Akhirnya , gangguan ginjal progresif dikaitkan dengan memburuknya peradangan sistemik. Peningkatan kadar protein C - reaktif terdeteksi bersama dengan reaktan fase akut lainnya, sementara negatif reaktan fase akut, seperti albumin dan fetuin, menurun dengan gangguan ginjal progresif, bahkan pada penyakit ginjal nonproteinuric. Dengan demikian, peradangan yang terkait dengan gangguan ginjal adalah penting dalam sindrom malnutrition-inflammation-atherosclerosis/calcification , yang pada gilirannya memberikan kontribusi untuk percepatan penyakit pembuluh darah dan tingkat komorbiditas yang terkait dengan penyakit ginjal lanjut.Singkatnya , patofisiologi sindrom uremik dapat dibagi menjadi manifestasi dalam tiga bidang disfungsi : ( 1 ) akumulasi racun yang biasanya akan di ekskresi oleh ginjal , termasuk produk-produk dari metabolisme protein ; ( 2 ) hilangnya fungsi ginjal lainnya, seperti homeostasis cairan, elektrolit dan regulasi hormon ; dan ( 3 ) inflamasi sistemik progresif dan pembuluh darah.

VI. Gambaran klinik Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: 1,2,7a. Kelainan hemopoeisisAnemia normokrom normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), hiperparatiroid yang berat dengan sumsum tulang fibrosis, masa hidup eritrosit yang pendek akibat lingkungan yang uremic, defisiensi asam folat dan vit B12, toksisitas aluminium, proses inflamasi akut ataupun kronik.1Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain yang ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.1b. Kelainan saluran cernaTerdapat Uremic fetor, urin-like odor on the breath, yang berasal dari pemecahan urea menjadi ammonia di saliva dan biasanya terdapat rasa perak pada mulut (dysgeusia). Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Pasien-pasien ini juga rentan terhadap sembelit, yang dapat diperburuk oleh administrasi kalsium dan suplemen zat besic. Kelainan kulit Pasien dengan defek pada hemostasis akan menunjukan ecchymoses yang multiple. Pruritus cukup umum. Pada pasien penyakit ginjal kronik tingkat lanjut, meskipun sudah di dialysis, kulit pasien menjadi lebih berpigmen dan hal ini menunjukan deposisi dari pigmen metabolit yang tertahan, atau urochromes. Yang dilakukan pertama kali adalah untuk menyingkirkan gangguan kulit yang tidak terkait, seperti kudis, karena pasien mengeluh gatal pada kulit. Terapi EPO awalnya dilaporkan untuk meningkatkan uremic pruritus, meskipun itu tidak selalu terjadi. Pelembab lokal, glukokortikoid topikal ringan, antihistamin oral, dan radiasi ultraviolet telah dilaporkan untuk membantu.d. Kelainan neurologis Manifestasi awal dari komplikasi CNS adalah gangguan ringan pada memory dan konsentrasi serta gangguan tidur; neuromuscular irritable, cegukan, keram, dan fasikulasi atau twitching pada otot. Pada gagal ginjal yang tidak teratasi, asteriksis, myoclonus, seizures, dan coma dapat terjadi.f. Kelainan kardiovaskularIschemic Vascular DiseaseSetiap derajat pada penyakit ginjal kronik adalah faktor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik, termasuk oklusif koroner, serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah perifer. Peningkatan prevalensi penyakit pembuluh darah pada pasien CKD berasal dari kedua faktor risiko tradisional ("klasik") dan non-tradisional (CKD-terkait). Faktor risiko tradisional termasuk hipertensi, hipervolemia, dislipidemia, overaktivitas simpatik, dan hyperhomosisteinemia. Faktor risiko-CKD terkait terdiri dari anemia, hiperfosfatemia, hiperparatiroidisme, sleep apnea, dan peradangan umum.Heart FailureFungsi jantung abnormal sekunder untuk iskemia miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan frank kardiomiopati, dalam kombinasi dengan retensi garam dan air yang dapat dilihat dengan CKD, sering mengakibatkan gagal jantung atau bahkan episode edema paru. Gagal jantung dapat menjadi konsekuensi dari diastolik atau disfungsi sistolik, atau keduanya. Suatu bentuk "tekanan rendah" edema paru juga dapat terjadi di CKD lanjut, manifestasi dengan sesak napas dan gambaran edema alveolar "bat wing" pada thorax x-ray. Temuan ini dapat terjadi bahkan tanpa adanya ECFV berlebihan dan berhubungan dengan tekanan kapiler pulmoner normal atau sedikit meningkat. Proses ini telah dianggap berasal dari peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar sebagai manifestasi dari negara uremik, dan menanggapi dialisis. Faktor risiko-CKD terkait lainnya, termasuk anemia dan apnea tidur, dapat berkontribusi pada risiko gagal jantung.Hypertension and Left Ventricular HypertrophyHipertensi merupakan salah satu komplikasi yang paling umum dari CKD. Ini biasanya terjadi lebih awal selama CKD dan dikaitkan dengan hasil yang merugikan, termasuk perkembangan hipertrofi ventrikel dan kerugian yang lebih cepat dari fungsi ginjal. Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan antara tingkat tekanan darah dan laju perkembangan penyakit ginjal diabetes dan non-diabetes. Hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi cardiomyopathy adalah salah satu faktor risiko terkuat untuk morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien dengan CKD dan dianggap berkaitan terutama, tetapi tidak eksklusif, hipertensi berkepanjangan dan ECFV overload. Selain itu, anemia dan penempatan fistula arteriovenosa untuk hemodialisis dapat menghasilkan keadaan curah jantung tinggi dan gagal jantung konsekuen.Pericardial DiseaseNyeri dada dengan aksentuasi pernapasan, disertai dengan friction rub, merupakan diagnostik perikarditis. Elektrokardiografi kelainan klasik termasuk PR interval depresi dan diffuse ST-segmenelevasi. Pericarditis dapat disertai efusi perikardial yang terlihat pada ekokardiografi dan jarang dapat menyebabkan tamponade. Namun, efusi perikardial dapat asimtomatik, dan perikarditis dapat dilihat tanpa efusi signifikan. Perikarditis ditemui pada penderita uremia berat. g. Kelainan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basaSodium and Water HomeostasisBanyak bentuk penyakit ginjal (misalnya glomerulonefritis) mengganggu keseimbangan glomerulotubular ini sehingga asupan makanan natrium melebihi ekskresi urin , menyebabkan retensi natrium dan volume cairan ekstraseluler (ECFV). Meningkatnya volume ini dapat menyebabkan hipertensi , yang dengan sendirinya dapat mempercepat cedera nefron . Selama asupan air tidak melebihi kapasitas untuk pembersihan air , perluasan ECFV akan isotonik dan pasien akan memiliki konsentrasi natrium plasma normal dan osmolalitas efektif. Hiponatremia tidak umum terlihat pada pasien CKD tetapi , ketika hadir , dapat merespon dengan pembatasan air. Jika pasien memiliki bukti ekspansi ECFV ( edema perifer , kadang-kadang hipertensi kurang responsif terhadap terapi ) , ia harus diberi konseling mengenai pembatasan garam . Diuretik thiazide telah utilitas terbatas dalam tahap 3-5 CKD , sehingga pemberian diuretik lingkaran , termasuk furosemide , bumetanide , atau torsemide , mungkin juga diperlukan . Resistensi terhadap diuretik kuat pada gagal ginjal seringkali mengharuskan penggunaan dosis yang lebih tinggi daripada yang digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal mendekati normal. Kombinasi diuretik kuat dengan metolazone , yang menghambat natrium klorida co-transporter dari tubulus distal , dapat membantu efek ekskresi garam ginjal. Resistensi diuretik berkelanjutan dengan edema bandel dan hipertensi pada CKD lanjut, dimana sebagai indikasi untuk memulai dialisis .Potassium HomeostasisPada CKD, penurunan GFR tidak selalu disertai dengan penurunan ekskresi potassium urin , yang sebagian besar dimediasi oleh peristiwa sekresi aldosteron tergantung di segmen nefron distal. Pertahanan lain terhadap retensi kalium pada pasien ini ditambah ekskresi kalium dalam saluran pencernaan. Meskipun dua tanggapan ini homeostatis, hiperkalemia dapat diendapkan dalam pengaturan tertentu . Ini termasuk peningkatan asupan makanan kalium, katabolisme protein, hemolisis, perdarahan, transfusi sel darah merah yang disimpan, dan asidosis metabolik. Selain itu, sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi potassium ginjal. Obat-obatan yang paling penting dalam hal ini termasuk ACE-inhibitor, angiotensin receptor blocker (ARB), dan spironolakton dan diuretik hemat kalium lainnya seperti amilorid , eplerenone , dan triamterene.Metabolic AcidosisAsidosis metabolik adalah gangguan umum pada CKD berat. Sebagian besar pasien masih dapat mengasamkan urin, tetapi mereka menghasilkan lebih sedikit amonia dan tidak dapat mengekskresikan jumlah normal proton dalam kombinasi dengan sistem buffer kemih ini. Hiperkalemia menekan produksi amonia . Kombinasi hiperkalemia dan asidosis metabolik hiperkloremik sering ditemukan di tahap awal CKD ( tahap 1-3 ) , pada pasien dengan nefropati diabetes atau pada mereka dengan penyakit tubulointerstitial dominan atau uropati obstruktif ; ini adalah non - anion - gap asidosis metabolik. Pengobatan hiperkalemia dapat meningkatkan produksi amonia ginjal, meningkatkan generasi ginjal bikarbonat , dan meningkatkan asidosis metabolik .Dengan memburuknya fungsi ginjal , total bersih ekskresi asam harian kemih biasanya terbatas pada 30-40 mmol , dan anion asam organik dipertahankan maka dapat menyebabkan asidosis metabolik anion - gap . Dengan demikian, asidosis metabolik non - anion - gap yang dapat dilihat dalam tahap awal CKD akan berubah menjadi asidosis metabolik anion - gap sebagaimana CKD berlangsung . Pada kebanyakan pasien , asidosis metabolik ringan dengan pH < 7.35 jarang dan biasanya dapat diperbaiki dengan suplemen natrium bikarbonat oral. Studi hewan dan manusia menyatakan bahwa derajat awal asidosis metabolik dapat berhubungan dengan perkembangan katabolisme protein . Suplementasi alkali mungkin memperbaiki keadaan katabolik dan perkembangan CKD serta dianjurkan bila konsentrasi serum bikarbonat turun di bawah 20-23 mmol / L. Beban natrium perlu mendapatkan perhatian terhadap status volume dan kebutuhan potensial; agen diuretik turut dipertimbangkan.Pada pasien ini, terdapat gambaran klinis dari penyakit ginjal kronik, yaitu kelainan hemopoiesis yaitu anemia, kelainan saluran cerna yaitu makan terasa hambar, kembung, mual dan sembelit karena sindrom uremianya, kelainan kulit yaitu gatal-gatal dan hiperpigmentasi di wajah, kelainan neurologis yaitu sulit tidur, kelainan kardiovaskular yaitu hipertensi dan kardiomegali, gangguan keseimbangan elektrolit yaitu hiponatremia, serta BAK yang berkurang.

VII. Pendekatan Diagnosis Pemeriksaan laboratoriumPenurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, dan silinder.1Pada pasien ini, Hb 10.6g/dL, Ht 28 L%, ureum 152.4 mg/dL, kreatinin 3.18 mg/dL, albumin 3.3 g/dL, Na 124 mmol/L, GFR 20ml/mnt. Sedangkan kalium dan kalsium normal, fosfat darah dan urinalisis belum dilakukan pemeriksaan. Sedangkan Analisa Gas Darah tidak menunjukkan adanya kelainan asam basa yang signifikan.Pemeriksaan radiologis 1. Foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak2. Pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. Perlu diperhatikan indikasi dari IVP.3. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi4. Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi.5. Pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.6. Foto polos thorax untuk melihat adanya komplikasi seperti efusi pleura dan pembesaran jantung

Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan radiologis pada ginjal dan abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan radiologis, hasil yng diharapkan adalah ukuran ginjal yang sudah mengecil. Foto polos thorax menunjukkan adanya pembesaran jantung dan infiltrat di kedua paru.

VIII. Penatalaksanaan1,2,3,71. Terapi konservatifTujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.a. Peranan dietTerapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Diet protein yang dianjurkan pada pasien ini adalah 0,6-0,75 g/kgBB/hari. Jenis protein yang dibutuhkan berupa 50% protein hewani dan 50% nabati. Kebutuhan lemak sebesar 25-30% dari energi total, diutamakan lemak tidak jenuh. Karbohidrat 60-65% dari energi total.b. Kebutuhan jumlah kaloriKebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. Energi yang dibutuhkan sebesar 35 kkal/kgBB ideal.c. Kebutuhan cairanBila ureum serum > 150 mg%, kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.d. Kebutuhan elektrolit dan mineralKebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease). Asupan kalium dibatasi, dan pada pasien hipertensi perlu dilakukan restriksi Natrium 2 gr/dL kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.8Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. Sasaran hemoglobin adalah 11-12 gr/dL.c. Keluhan gastrointestinalAnoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.Pasien sudah tepat diberikan ranitidin untuk keluhan mualnya.d. Kelainan kulitTindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. Anjuran edukasi ke pasien untuk tidak menggaruk kulit yang gatal.e. Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.f. Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.g. Kelainan sistem kardiovaskularPencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.Pada pasien ini, terapi yang diberikan saat pasien berada di IGD dan bangsal adalah O2 3L/mnt via kanul nasal, furosemid 40mg, ISDN 20mg, lasix 3xII ampul, ceftazidime 2xI, citicolin 3x280mg, esilgan 1xI, amlodipin 1x5mg, HCT 3xI, injeksi ceftriaxon 1x2gr dalam NaCl 0,9%.3. Terapi pengganti ginjalTerapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.a. HemodialisisTindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.b. Dialisis peritoneal (DP)Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.c. Transplantasi ginjalPada pasien ini akan dilakukan hemodialisa 2kali/minggu karena terbukti terdapat sindrom uremia yang bermakna dan bertujuan untuk mengurangi kadar urea di tubuh. Untuk terapi anemia sudah sesuai protokol dimana pernah dilakukan transfusi dan sekarang kadar Hb pasien 10,6g/dL sehingga tidak diperlukan transfusi. Untuk terapi hipertensi sudah tepat dimana pasien diberikan kombinasi dari amlodipin dan lasix yang terbukti lebih aman untuk pasien dengan gangguan ginjal. Pasien juga sudah tepat diberikan citicoline mengingat riwayat stroke yang pernah diderita pasien.Pengobatan yang mungkin perlu diberikan kepada pasien namun belum diberikan adalah suplemen asam folat, Na-Bikarbonat dan Caloz karena penderita gangguan ginjal cenderung mengalami defisiensi asam folat, kalsium dan beresiko mengalami asidosis metabolik. Asam folat digunakan untuk mencegah anemia megaloblastik, Na-Bikarbonat untuk mencegah asidosis metabolik dan Caloz untuk mencegah osteodistrofi renal.

IX. PrognosisAngka progesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).2Prognosis untuk pasien ini adalah :Ad vitam : DubiaAd sanationam: DubiaAd fungsionam: Dubia ad malam

X. KesimpulanPenyakit Ginjal Kronik merupakan sebuah kelainan ginjal yang sangat luas manifestasinya. Baik faktor resiko, etiologi, maupun komplikasi dari penyakit ginjal kronik ini, memerlukan pendekatan tatalaksana yang multidisiplin dan komprehensif. Untuk itulah, deteksi dan penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit ini sangat dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5 Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. hlm 1035-1040.2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine. medscape.com/article/238798-overview, 05 Februari 2011. 3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari: http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 05 Februari 2011.4. Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape. com/article/777272-overview, 22 Agustus 2010.5. Editorial. Tekanan Darah Tinggi. Diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi, 05 Februari 2011.6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R, Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm 168-70.7. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.8. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8. Jakarta: CMP Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114. 9. http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2013/08/Brosur-Diet-Protein-Rendah-untuk-Penyakit-Ginjal-Kronik.pdf

2