benzodiazepine

28
REFERAT GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN SEDATIF-HIPNOTIK Pembimbing : dr. Evalina Asnawi, Sp.KJ Disusun oleh : Bernardus Mario Vito 2013.061.144 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN PERILAKU 0

Upload: bernardus-mario-vito

Post on 25-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fasfs

TRANSCRIPT

Page 1: benzodiazepine

REFERAT

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN SEDATIF-HIPNOTIK

Pembimbing :

dr. Evalina Asnawi, Sp.KJ

Disusun oleh :

Bernardus Mario Vito 2013.061.144

KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN PERILAKU

1 Desember 2014 – 10 Januari 2015

0

Page 2: benzodiazepine

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyalahgunaan zat merupakan masalah yang cukup besar di dunia. Penyalahgunaan zat

diartikan sebagai penggunaan zat atau obat diluar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep

dokter, digunakan untuk pemakaian sendiri secara teratur atau berkala sekurang-kurangnya

selama satu bulan dan dapat menciptakan keadaan yang tak terkuasai oleh individu.

Beberapa zat atau obat yang sering disalahgunakan seperti : alkohol, opioida, kanabinoida,

sedativa atau hipnotika, kokain, tembakau, halusinogenika, dan zat psikoaktif lainnya.

Berdasarkan data yang diambil oleh National Institute of Drug Abuse (NIDA) dan National

Survey of Drug and Health (NSDUH) tahun 2004, sekitar 22,5 juta orang di atas 12 tahun

menjadi penyalahguna zat (gambar 1).1

Gambar 1

1

Page 3: benzodiazepine

Salah satu jenis obat yang sering disalahgunakan adalah sedativa, hipnotika, atau

ansiolitika. Obat-obat ini biasa diberikan sebagai antiepilepsi, muscle relaxant, insomnia,

dan anestesi. Sekitar 6% penduduk di US menyalahgunakan sedativa, termasuk 0,3% yang

menggunakan selama tahunan dan 0,1% yang menggunakan dalam hitungan bulan. Rata-

rata pengguna sedativa berusia 26-34 tahun dan pengguna berusia 18-25 tahun lebih

cenderung menggunakan sedativa dalam hitungan tahun. Lebih banyak wanita yang

menggunakan sedativa dibandingkan pria (3:1) dan kulit putih dibandingkan kulit hitam

(2:1). Obat ini mudah didapat oleh karena itu obat ini sering digunakan bersamaan dengan

zat lainnya seperti penggunaannya dengan kokain untuk mengurangi gejala putus zat akibat

kokain dan pengguna opioid untuk meningkatkan efek euforia dari opioid.2

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola gejala gangguan mental dan perilaku pada penggunaan sedatif-

hipnotik?

2. Bagaimana cara mendiagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

sedatif-hipnotik?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami berbagai pola gangguan mental dan perilaku akibat

penggunaan sedatif-hipnotik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami alur diagnosis dari gangguan mental dan

perilaku akibat penggunaan sedatif-hipnotik.

2. Mengetahui patofisiologi gangguan mental dan perilaku akibat

penggunaan sedatif-hipnotik.

1.4 Manfaat

Refrat ini diharapakan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang gangguan mental

dan perilaku akibat penggunaan sedatif-hipnotika.

2

Page 4: benzodiazepine

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat merupakan suatu kelainan

yang bervariasi luas dan berbeda tingkat keparahannya tatapi semua itu diakibatkan oleh

karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif dengan atau tanpa resep dokter3.

Definisi dependence (ketergantungan) merupakan suatu penggunaan zat kimiawi

berulang dengan atau tanpa ketergantungan fisik. Adanya ketergantungan fisik ditandai

dengan adanya perubahan pada fisiologis yang diakibatkan karena adanya penggunaan

berulang suatu zat psikoaktid, dan reduksi dari penggunaan zat ini akan menyebabkan

munculnya suatu gejala spesifik. Terdapat dua konsep mengenai ketergantungan

terhadap suatu zat, yaitu perilaku dan fisik. Pada konsep ketergantungan perilaku,

adanya aktivitas seperti mencari zat psikoaktif disertai dengan adanya penggunaan zat

yang tidak sesuai dengan sebagaimana mustinya. Sementara ketergantungan fisik

menjurus kepada efek fisiologis yang diakibatkan karena adanya penggunaan berulang

dari zat psikoaktif.2

Toleransi dan sindroma putus zat (withdrawal) merupakan bagian dari definisi

ketergantungan fisik yang bersifat berat sementara intoksikasi merupakan suatu efek

reversible dari penggunaan suatu zat namun tidak terdapat ketergantungan dalam

kelainan ini.

Habituasi merupakan dampak dari adanya ketergantungan psikis yang

dikarakteristikan dengan adanya mengidamkan/ sangat menginginkan suatu zat

psikoaktif untuk menghindari terjadinya disforik terhadap diri pemakainya.

Sindroma putus zat (withdrawal) merupakan suatu gejala spesifik (bergantung dari

zat psikoatifnya) yang timbul setelah adanya penghentian atau pengurangan dosis dari

zat yang biasa digunakan secara teratur dalam waktu yang panjang. Gejala ini ditandai

3

Page 5: benzodiazepine

dengan adanya gejala yang menjurus pada efek fisiologis disamping dengan adanya

perubahan psikis seperti gangguan pada proses berpikir dan perilaku.

Toleransi merupakan suatu fenomena di mana setelah adanya penggunaan berulang,

suatu zat yang diberikan dalam dosis yang sama memiliki efek yang menurun/berkurang

dibandingkan dengan biasanya sehingga diperlukan dosis yang lebih besar untuk

memperoleh efek yang diinginkan.2

Sedatif-hipnotik atau ansiolitik merupakan central nervous system (CNS) depressant.

Terminologi sedatif-hipnotik atau ansiolitik digunakan karena :

1. Sedativa adalah obat yang membuat tenang dan efeknya sama seperti ansiolitika.

2. Hipnotika diberikan untuk menginduksi tidur, tetapi sedativa dan ansiolitika

dapat menginduksi tidur bila diberikan dalam dosis tinggi

3. Hipnotika jika diberikan dalam dosis rendah mempunyai efek yang sama seperti

sedativa dan ansiolitika yaitu dapat membuat tenang.

Obat sedatif-hipnotik dibagi menjadi 3 golongan yaitu benzodiazepin, barbiturat, dan

zat seperti barbiturat.2

1.1.1 Benzodiazepin3

Macam-macam obat yang termasuk golongan ini seperti diazepam, flurazepam,

alprazolam, chlordiazepoxide. Benzodiazepin dapat dikonsumsi dengan cara oral,

intravena (IV), atau melalui rektal (suppositoria). Benzodiazepin diresepkan untuk

penggunaan jangka pendek kepada penderita cemas, serangan stress akut, dan

gangguan tidur, juga gangguan mental lainnya seperti skizofrenia, dan gangguan

bipolar. Penggunaan benzodiazepin dengan zat lainnya seperti alkohol dan opioid

dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi otak dan sistem respirasi. Dewasa muda

(18-29 tahun) sering menggunakan benzodiazepin sebagai awal sebelum minum

alkohol di klub, sedangkan pada usia yang lebih tua sering menggunakan benzo

untuk mengurangi efek putus zat dari kokain dan ekstasi. Benzodiazepin

dimetabolisme di hepar menjadi bentuk aktif dan inaktif yang menyebabkan waktu

4

Page 6: benzodiazepine

paruh tiap jenis benzodiazepin berbeda-beda (gambar 2). Pada pasien dengan

gangguan hati biasa diberikan oksazepam yang dimetabolisme terutama di ginjal.

Benzodiazepin dieksresikan oleh ginjal.

Benzodiazepine Half-life (range, h) Speed of Onset

Alprazolam 12–15 Intermediate

Chlordiazepoxid

e10–30 Intermediate

Clonazepam 18–50 Slow

Diazepam 20–80 Fast

Lorazepam 10–20 Intermediate

Oxazepam 5–10 Slow

Prazepam 50–200 Slow

Gambar 2

1.1.2 Barbiturat

Dahulu barbiturat sering diresepkan dokter sebelum benzodiazepin. Tetapi karena

kecenderungan yang tinggi untuk menyebabkan penyalahgunaan maka sekarang

barbiturat jarang digunakan. Berdasarkan onset dan lama kerjanya barbiturat dibagi

menjadi empat golongan :

- Ultra short acting : heksobarbital, metoheksital, tiamital, dan tiopenal.

Efek anestesinya mulai dalam waktu satu menit sejak pemberian secara

5

Page 7: benzodiazepine

IV. Oleh karena onset dan cara kerja pendek maka golongan ini jarang

disalahgunakan.

- Short acting : asam alilbarbiturat, sekobarbital, siklobarbital, dan

heptabarbital.

- Intermediate acting : metabarbital, probarbital, apobarbital, pentobarbital

- Long acting : barbital, fenobarbital, dan mefobarbital. Waktu onsetnya

sekitar 1 jam dan jangka waktu kerjanya hinggal 16 jam.

Barbiturat dapat dikonsumsi secara oral, suntikan intramuskular (IM) atau IV.

Barbiturat dengan jangka kerja pendek mudah larut dalam lemak dan dapat

menembus BBB (blood brain barrier) dengan cepat. Barbiturat long acting

menembus BBB lebih lambat. Barbiturat dimetabolisme oleh hepar dan mengalami

proses konjugasi menjadi inaktif. Barbiturat diekskresi melalu ginjal.

1.1.3 Zat seperti barbiturat

Obat yang sering disalahgunakan seperti metakualon. Obat lain pada golongan ini

seperti meprobamat (turunan karbamat). Metakualon mempunyai efek seperti

barbiturat dengan efek euforia yang lebih besar. Efek sampingnya adalah nyeri

kepala, mabuk, letih, kehilangan nafsu makan, nausea, kejang perut, dan epistaksis.

Karbamat memiliki efek seperti benzodiazepine. Onset dan lama kerjanya mirip

barbiturat short acting. Pada dosis teraupetik karbamat tidak menidurkan dan

toksisitasnya kecil.

1.2 Neurofarmakologi4

Benzodiazepin, barbiturat, dan zat seperti barbiturat memiliki efek utama yang sama

pada kompleks reseptor γ-aminobutyric acid (GABA) tipe A (GABAA), yang memiliki

chloride (Cl) ion channel, tempat berikatan dengan neurotransmitter GABA. Saat

benzodiazepine berikatan dengan reseptor GABAA, menyebabkan peningkatan afinitas

reseptor terhadap GABA endogen dan meningkatkan jumlah aliran Cl melalui reseptor

tersebut memasuki neuron. Influks Cl ke neuron menyebabkan inhibisi dan

hiperpolarisasi sel. Setelah penggunaan benzodiazepine dalam waktu lama terjadi

perubahan pada reseptor GABAA. Stimulasi GABA pada reseptor GABAA

6

Page 8: benzodiazepine

menyebabkan jumlah influks Cl berkurang karena GABA sudah terstimulasi sebelum

benzodiazepin diberikan, terjadi downregulasi pada reseptor GABAA.

Efek sedatif benzodiazepine merefleksikan aktivasi reseptor GABAA subunit α-1,

sedangkan aktivitas anxiolitik terjadi karena aktivasi reseptor α-2. Reseptor

GABAA yang mengandung α-1 merupakan subtipe reseptor yang paling banyak

ditemukan pada otak (terutama di korteks serebral, korteks serebelar, thalamus),

jumlahnya mencapai sekitar 60% dari semua jenis reseptor GABAA yang ada di otak.

Jumlah reseptor GABAA subunit α-2 tidak sebanyak subunit α-1, dan reseptor ini lebih

sering ditemukan pada hippocampus dan amygdala.

1.3 Diagnosis

Kriteria diagnosis dari ketergantungan zat psikoaktif adalah adanya penggunaan dari zat

psikoaktif yang maldaptif yang menyebabkan gangguan yang signifikan dengan minimal

terdapat 3 di antara criteria berikut yang terjadi dalam 12 bulan :5

1.Toleransi, yang ditandai dengan hal sebagai berikut :

a. Adanya kebutuhan untuk meningkatkan dosis dari zat psikoaktif yang dipakai

untuk mencapai efek yang diinginkan

b. Hilangnya efek dari zat psikoaktif tersebut pada saat digunakan dengan dosis

yang sama seperti biasanya.

2. Adanya gejala putus zat dengan criteria sindroma putus zat

3. Zat psikoaktif tersebut seringkali digunakan dalam dosis yang besar selama

periode waktu yang panjang dibandingkan dengan yang semestinya.

4. Terdapat suatu keinginan yang persisten atau usaha yang selalu gagal dalam

menurunkan atau mengontrol pemakaian zat psikoaktif tersebut.

5. Adanya waktu yang sangat besar yang telah digunakan dalam kegiatan untuk

memperoleh ataupun menggunakan zat psikoaktif tersebut atau sembuh dari efek

zat tersebut.

6. Adanya penurunan dalam aktivitas social, pekerjeaan, atau rekreasional karena

adanya penggunaan zat psikoaktif tersebut.

7

Page 9: benzodiazepine

7. Adanya penggunaan zat tersebut secara terus menerus walaupun telah diketehaui

bahwa terdapat gejala fisik maupun psikologis yang diakibatkan karena efek dari

zat psikoaktif tersebut.

Kriteria diagnosis dari sindroma putus zat adalah sebagai berikut :5

a. Berkembangnya suatu gejala spesifik yang bergantung pada jenis dari zat psikoaktif

yang terjadi akibat dari adanya penghentian atau penurunan dari penggunaan zat

tersebut

b. Adanya gejala spesifik tersebut menyebabkan suatu gangguan signifikan dalam

social, pekerjaan, dan fungsi lainnya.

c. Gejala ini bukan diakibatkan karena adanya kondisi medic umum dan tidak dapat

digolongkan ke dalam gangguan mental lainnya.

1.4 Intoksikasi dan gejala putus zat sedatif-hipnotik

Intoksikasi sedatif-hipnotik ditandai dengan adanya perilaku maladaptif atau

perubahan fisiologis (seperti tingkah laku agresif, mood yang labil) yang timbul selama

atau sesaat setelah menggunakan sedatif-hipnotik. Seperti depresan yang lain,

perubahan ini dapat disertai bicara yang tidak jelas, gerakan tidak jelas, nistagmus, dan

gangguan pemusatan pikiran serta gangguan ingatan. Gangguan ingatan merupakan ciri

khas intoksikasi sedatif-hipnotik dan biasanya merupakan anterograde amnesia.

Kriteria intoksikasi sedatif-hipnotik menurut DSM-IV :5

1. Riwayat penggunaan sedatif-hipnotik

2. Perilaku maladaptif atau perubahan fisiologis yang signifikan

3. Satu atau lebih gejala yang muncul selama atau sesaat sesudah menggunakan

sedatif-hipnotik :

Berbicara tidak jelas

Koordinasi buruk

Gerakan yang tidak jelas

Nistagmus

Gangguan pada atensi atau memori

Stupor atau koma

8

Page 10: benzodiazepine

4. Gejala tidak muncul akibat kondisi medis yang lainnya atau gangguan mental

lainnya

Gejala putus zat akibat sedatif-hipnotik merupakan gejala yang muncul akibat

pengurangan konsumsi atau penghentian yang tiba-tiba. Gejala yang timbul mirip

dengan gejala putus zat yang timbul akibat alkohol. Gejala putus zat ini timbul

berdasarkan waktu paruh obat yang dikonsumsi. Oxazepam yang memiliki waktu

paruh kurang dari 10 jam dapat menimbulkan gejala putus zat dalam waktu 6-8 jam

setelah kadarnya berkurang dalam darah dan mencapai puncak pada hari ke 2. Gejala

putus zat akibat penggunaan sedatif-hipnotik yang waktu paruhnya lebih lama seperti

diazepam tidak akan muncul hingga 1 minggu. Gejala putus zat akibat sedatif-

hipnotik dapat disertai dengan gangguan persepsi seperti halusinasi auditorik,

halusinasi visual, dapat juga timbul ilusi. Bila disertai dengan gangguan persepsi,

pengguna harus sadar bahwa itu hanya halusinasi atau ilusi belaka yang disebabkan

oleh penggunaan zat, jika tidak diagnosis substance induced psychotic disorder

dengan halusinasi harus dipertimbangkan. Kritetria gejala putus zat akibat sedatif

hipnotik5 :

1.Pemberhentian atau pengurangan sedatif-hipnotik setelah penggunaan yang

lama dan berat

2. Dua atau lebih gejala yang timbul dalam beberapa jam hingga hari setelah

kriteria 1 :

Hiperaktivitas otonom ( berkeringat, denyut nadi lebih dari

100)

Tremor

Insomnia

Mual atau muntah

Halusinasi atau ilusi taktil, auditori, visual sesaat

Agitasi psikomotor

Cemas

Kejang grand mal

9

Page 11: benzodiazepine

2. Gejala pada kriteria 2 menyebabkan gangguan pada fungsi sosial dan

pekerjaan

3. Gejala yang timbul tidak diakibatkan kelainan medis atau jiwa yang

lainnya

1.4.1 Gangguan mental dan perilaku akibat sedatif-hipnotik

Benzodiazepine sering diresepkan untuk mengatasi gangguan cemas dan

insomnia. Pada dewasa muda sering obat ini disalahgunakan untuk relaksasi,

aktivitas seksual, dan euforia ringan. Euforia yang disebabkan oleh benzodiazepin

lebih ringan dibandingkan golongan lain. Intoksikasi benzodiazepin dapat

menyebabkan seseorang menjadi agresif. Gejala putus zat timbul pada dosis tinggi

misalkan 40 mg pada penggunaan diazepam. Gejala putus zat muncul 2-3 hari

setelah berhenti menggunakan obat. Gejala intoksikasi barbiturat mirip dengan

intoksikasi alkohol seperti koordinasi buruk, sulit berkonsentrasi dan berpikir, sexual

impuls meningkat, dan mood labil. Gejala ini biasa hilang dalam beberapa jam,

namun tergantung waktu paruh obat yang dikonsumsi dapat menimbulkan gejala

hingga 12-24 jam.2,3

2.4.2 Delirium dan Penggunaan Sedatif-Hipnotik5,6

Delirium sangat sering terjadi pada saat sedatif-hipnotik digunakan dalam

dosis yang tinggi atau pada saat digabungkan dengan zat psikoaktif lainnya.

Mekanisme bagaimana terjadinya delirium belum diketahui secara pasti namun

diperkirakan berhubungan dengan aktivitas kolinergik. Antikolinergik yang tinggi

dihubungkan dengan delirium akibat suatu zat. Teori lain mengatakan bahwa hal ini

disebabkan aktivitas GABA yang berkurang. Kriteria diagnosis Delirium karena

penggunaan zat psikoaktif berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :

A. Gangguan kesadaran (menurunnya kepekaan terhadap lingkungan sekitar)

disertai dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan pikiran dan

memindahkan atensi.

B. Perubahan pada memori (disorientasi, deficit memori, gangguan

berbahasa) atau munculnya gangguan persepsi yang tidak dapat

digolongkan sebagai perkembangan suatu dementia.

10

Page 12: benzodiazepine

C. Gangguan ini berkembang dalam periode waktu yang singkat (hitungan

jam sampai hari) dan cenderung berfluktuasi selama hari tersebut.

D. Adanya bukti yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau

pemeriksaan laboratorium berupa 1 atau kedua tanda berikut :

a. Gejala pada criteria A dan B muncul pada saat intoksikasi obat

b. Adanya pemakaian obat yang menjadi etiologi dari kelainan yang

muncul

2.4.3 Dementia dan Penggunaan Sedatif-Hipnotik5

Berdasarkan criteria diagnosis DSM IV, gejala dementia yang diakibatkan

oleh sedatif-hipnotik adalah sebagai berikut :

A. Munculnya gejala defisit kognitif yang multipel sebagai berikut :

a. Gangguan memori (kemampuan mempelajari informasi baru atau

mengingat yang sudah dipelajari)

b. 1 atau lebih gangguan yang menyertai:

i. Afasia

ii. Afraksia

iii. Agnosia

iv. Gangguan pada fungsi eksekutif

B. Gangguan ini menyebabkan gangguan pada fungsi sosial dan

pekerjaannya

C. Defisit tidak terjadi saat delirium dan menetap selama durasi intoksikasi

atau gejala putus zat

D. Adanya bukti dari anamnesa, PF, dan pemeriksaan lab yang menunjukkan

bahwa defisit disebabkan penggunaan zat

2.4.4 Amnesia Menetap dan Penggunaan Sedatif-Hipnotik5

Berdasarkan criteria diagnosis DSM IV, gejala amnetia yang diakibatkan

oleh sedatif-hipnotik adalah sebagai berikut :

A. Gangguan memori (kemampuan mempelajari informasi baru atau

mengingat yang sudah dipelajari)

11

Page 13: benzodiazepine

B. Gangguan ini menyebabkan gangguan pada fungsi sosial dan

pekerjaannya

C. Defisit tidak terjadi saat delirium atau demensia dan menetap selama

durasi intoksikasi atau gejala putus zat

D. Adanya bukti dari anamnesa, PF, dan pemeriksaan lab yang

menunjukkan bahwa defisit disebabkan penggunaan zat

2.4.5 Psikosis dan Penggunaan Sedatif-Hipnotik5

Halusinasi, agitasi, dan delusi yang timbul biasanya visual, tetapi dapat juga

berupak taktil atau auditorik yang muncul setelah 1 minggu penggunaan terakhir.

Gejala psikotik yang timbul akibat intoksikasi atau putus zat lebih sering ditimbulkan

oleh barbiturat dibandingkan benzodiazepin. Berdasarkan criteria diagnosis DSM IV,

gejala psikosis yang diakibatkan oleh sedatif-hipnotik adalah sebagai berikut :

A. Adanya waham dan halusinasi yang menonjol. Hal ini tidak

termasuk pada pasien yang memiliki tilikan diri yang baik dan

sadar bahwa ia menyalahgunakan zat psikoaktif

B. Adanya bukti yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

atau pemeriksaan laboratorium berupa 1 atau kedua tanda berikut :

a. Gejala pada criteria A muncul pada saat atau dalam satu

bulan dari terjadinya intoksikasi atau gejala putus zat

b. Adanya pemakaian obat yang menjadi etiologi dari

kelainan yang muncul

C. Kelainan ini bukan merupakan gangguan psikosis yang bukan

diinduksi oleh penggunaan zat psikoaktif

D. Kelainan ini tidak muncul pada saat kondisi delirium

2.4.6 Gangguan Mood dan Penggunaan Sedatif-Hipnotik5

Gangguan mood pada pengguna hipnotik-sedatif dapat terjadi pada saat

intoksikasi yang dapat muncul sebagai manic, depresi, atau episode campuran

bergantung dari respon masing-masing penggunanya. Kebanyakan gejala yang

muncul dan membuat seorang pemakai datang berobat adalah adanya episode

12

Page 14: benzodiazepine

campuran dengan iritabilitas, dan depresi. Kriteria diagnosis untuk gangguan mood

yang disebabkan oleh penggunaan zat psikoaktif adalah sebagai berikut :

A. Adanya gangguan yang menonjol dan persisten yang mendominasi

dengan karakteristik satu atau kedua dari berikut ini :

a. Mood depresi atau hilangnya minat dan kenikmatan pada hamper

semua aktivitas

b. Mood yang meninggi, luas, atau iritabel

B. Adanya bukti yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau

pemeriksaan laboratorium berupa 1 atau kedua tanda berikut :

a. Gejala pada criteria A muncul pada saat atau dalam satu bulan

dari terjadinya intoksikasi atau gejala putus zat

b. Adanya pemakaian obat yang menjadi etiologi dari kelainan yang

muncul

C. Kelainan ini bukan merupakan gangguan mood yang bukan diinduksi

oleh penggunaan zat psikoaktif

D. Gangguan ini tidak muncul pada saat keadaan delirium

E. Gejala ini menyebabkan suatu hendaya yang signifikan dalam social,

okupasi, dan bagian fungsional lainnya.

2.4.7 Gangguan Cemas dan Penggunaan Sedatif-Hipnotik5

Gangguan cemas pada penggunaan sedatif-hipnotik dapat dibedakan dengan

gangguan cemas primer dari onset penyakitnya. Serangan panik yang terjadi pada

usia 45 tahun dimana jarang terjadi mungkin disebabkan dari zat. Kriteria gangguan

cemas akibat zat psikoaktifr adalah sebagai berikut :

A. Gambaran klinis yang menonjol adalah cemas, serangan panik, atau

obsesif atau kompulsif

B. Adanya bukti yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

atau pemeriksaan laboratorium berupa 1 atau kedua tanda berikut :

a. Gejala pada criteria A muncul pada saat atau dalam satu bulan

dari terjadinya intoksikasi atau gejala putus zat

13

Page 15: benzodiazepine

b. Adanya pemakaian obat yang menjadi etiologi dari kelainan

yang muncul

C. Kelainan ini bukan merupakan gangguan mood yang bukan diinduksi

oleh penggunaan zat psikoaktif .

D. Gangguan ini tidak muncul pada saat keadaan delirium

E. Gejala ini menyebabkan suatu hendaya yang signifikan dalam social,

okupasi, dan bagian fungsional lainnya.

2.4.8 Gangguan Tidur, Disfungsi Seksual dan Penggunaan Sedatif-Hipnotik5

Semua gangguan tidur dapat disebabkan oleh penyalahgunaan zat psikoaktif

seperti keadaan somnolen yang terkait dengan toleransi dan gejala putus zat dari

penggunaan stimulansia, dan insomnia yang terkait erat dengan toleransi dan gejala

putus zat dari sedative hipnotik seperti benzodiazepine. Dalam mendiagnosis

gangguan tidur yang disebabkan oleh penyalahgunaan zat, perlu diingat adanya

riwayat penggunaan obat lain selain zat psikoaktif seperti obat untuk menurunkan

berat badan, minuman yang mengandung kafein, dan obat untuk asma.

Kriteria untuk gangguan tidur yang disebabkan oleh zat psikoaktif menurut DSM IV

adalah sebagai berikut :

A. Adanya gangguan tidur yang menonjol dan mengakibatkan gangguan

klinis yang berat

B. Adanya bukti yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau

pemeriksaan laboratorium berupa 1 atau kedua tanda berikut :

a. Gejala pada criteria A muncul pada saat atau dalam satu bulan

dari terjadinya intoksikasi atau gejala purtus zat

b. Adanya pemakaian obat yang menjadi etiologi dari kelainan yang

muncul

C. Kelainan ini tidak dapat digolongkan sebagai gangguan tidur yang bukan

karena penggunaan zat psikoaktif

D. Gangguan ini tidak muncul pada saat keadaan delirium

E. Gejala ini menyebabkan suatu hendaya yang signifikan dalam social,

okupasi, dan bagian fungsional lainnya..

14

Page 16: benzodiazepine

Diagnosis dari disfungsi seksual yang terjadi akibat penggunaan zat psikoaktif

digunakan apabila terdapat bukti adanya intoksikasi atau gejala putus zat yang telah

terjadi selama kurang lebih 1 bulan. Kriteria diagnosis untuk disfungsi seksual akibat

penggunaan zat psikoaktif berdasarkan criteria DSM IV adalah sebagai berikut :5

A. Adanya disfungsi seksual yang signifikan yang berakibat pada gangguan

interpersonal dan bermakna secara klinis.

B. Adanya bukti yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau

pemeriksaan laboratorium berupa 1 atau kedua tanda berikut :

a. Gejala pada criteria A muncul pada saat atau dalam satu bulan dari

terjadinya intoksikasi

b. Adanya pemakaian obat yang menjadi etiologi dari kelainan yang muncul

C. Kelainan ini tidak dapat digolongkan sebagai gangguan tidur yang bukan karena

penggunaan zat psikoaktif

Kriteria ini lebih dispesifikasi apabila terdapat gangguan pada dorongan untuk

berhubungan seksual, gangguan pada orgasme, atau disertai adanya nyeri saat

berhubungan, atau apabila terjadi bersamaan dengan intoksikasi.

15

Page 17: benzodiazepine

BAB III

KESIMPULAN

Sedatif-hipnotik merupakan zat psikoaktif yang digunakan dalam bidang medis

sebagai obat insomnia, cemas, antikejang, dan anestesi. Termasuk dalam golongan ini

adalah benzodiazepin, barbiturat, dan zat mirip barbiturat. Dalam penggunaan di bidang

medis, pemberian sedatif-hipnotik harus diperhatikan dosisnya karena dapat menyebabkan

ketergantungan pada penggunanya. Yang termasuk dalam golongan ini adalah

benzodiazepine, barbiturat, dan zat seperti barbiturat. Namun sekarang barbiturat jarang

diresepkan karena mudah disalahgunakan.

Reseptor yang berperan pada ketergantungan obat sedatif-hipnotik adalah GABAA.

Reseptor ini berinteraksi dengan neurotransmitter GABA yang sifatnya menginhibisi.

Penggunaan obat sedatif-hipnotik dengan dosis tinggi dapat menyebabkan penyalahgunaan

yang ditandai dengan toleransi dan gejala putus zat. Gejala putus zat timbul bervariasi

berdasarkan obat yang dikonsumsi. Pada penggunaan berlebih juga dapat terjadi intoksikasi

obat sedatif-hipnotik.

Gangguan perilaku akibat penggunaan sedatif-hipnotik mempunyai variasi yang luas

mulai dari delirium, dementia, gejala psikosis, gangguan mood, gangguan tidur sampai

dengan adanya disfungsi seksual. Gangguan perilaku akibat penggunaan sedatif-hipnotik

dapat terjadi pada saat intoksikasi dan putus zat. Untuk dapat mendiagnosis pasien dengan

penyalahgunaan sedatif-hipnotik dapat ditanyakan riwayat penggunaan obat, pemeriksaan

fisik, dan hasil laboratorium.

16

Page 18: benzodiazepine

DAFTAR PUSTAKA

1. US Departement of Health and Human Services. Result from the 2013 the National

Survey on Drug Use and Health: Summary of National Findings. 2014.

2. Sadock BJ dan Virginia AS. Kaplan Synopsis of Psychiatry. Edisi 10. 2007.

Lipincott William and Willkins.

3. Joewana S. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Edisi

2. 2005. EGC.

4. Sills GJ. Mechanism of Action of Antiepileptic Drug. University of Liverpool.2011;

25: 1-8

5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder. Edisi 4. 2005. American Psychiatric Association.

6. Devlin JW, Fraser GL, dan Riker RR. Drug Induced Coma and Delirium. Drug

Induced Complication in the Critically Ill Patient. 2011; 8: 107-16

17