bab iv standar pelayanan minimal bidang...

88
Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Beberapa Daerah Provinsi di IndonesiaLaporan Akhir IV-1 BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan Minimal Bidang perhubungan daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, jenis pelayanan dasar adalah angkutan jalan, salah satu di antaranya adalah jaringan pelayanan angkutan jalan. Standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam hal ini adalah “tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang tersedia jaringan Propinsi. Nilai yang ditetapkan dengan batas waktu tahun 2014 adalah 100 %, yang dilaksanakan oleh dinas Perhubungan Propinsi. Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 1 Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan: a. tata ruang wilayah; b. tingkat permintaan jasa angkutan; c. kemampuan penyediaan jasa angkutan; d. ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e.kesesuaian dengan kelas jalan; f. keterpaduan intramoda angkutan; dan g. keterpaduan antarmoda angkutan. Jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek 2 Penyusunan rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas batas Negara, b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi, c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi; d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. Rencana umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun 3 . Untuk mewujudkan angkutan antar kota dalam propinsi dibutuhkan dua aspek yaitu; a. jaringan jalan propinsi, dan b. angkutan yang disebut AKDP ( Angkutan kota dalam propinsi). Ada kalanya, tersedia jaringan jalan propinsi namun belum dilayani angkutan atau AKDP. Propinsi Papua Barat yang berumur kurang lebih 6 tahun sekarang ini memiliki jaringan antarkota/kabupaten dalam propinsi sebanyak tigabelas (13) jaringan jalan. Peranan jaringan jalan propinsi dan angkutan kota dalam propinsi relatif besar untuk memobilisasi pergerakan barang dan penumpang antar kota dalam propinsi, bahkan tidak kalah pentinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.lebih jelasnya profil jaringan jalan Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut. 1 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 2 Ibid, Pasal 144 3 Ibid, Pasal 145

Upload: phamque

Post on 09-May-2018

270 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-1

BAB IV

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN

DI PROPINSI PAPUA BARAT

A. Angkutan Jalan

1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

pelayanan Minimal Bidang perhubungan daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota,

jenis pelayanan dasar adalah angkutan jalan, salah satu di antaranya adalah jaringan

pelayanan angkutan jalan. Standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam hal ini

adalah “tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang tersedia jaringan

Propinsi. Nilai yang ditetapkan dengan batas waktu tahun 2014 adalah 100 %, yang

dilaksanakan oleh dinas Perhubungan Propinsi.

Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang

kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat

lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 1 Jaringan trayek

dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan: a. tata ruang

wilayah; b. tingkat permintaan jasa angkutan; c. kemampuan penyediaan jasa

angkutan; d. ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e.kesesuaian

dengan kelas jalan; f. keterpaduan intramoda angkutan; dan g. keterpaduan antarmoda

angkutan. Jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum disusun dalam

bentuk rencana umum jaringan trayek 2

Penyusunan rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan

instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas

batas Negara, b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi, c. jaringan trayek antarkota

dalam provinsi; d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. Rencana umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima)

tahun3. Untuk mewujudkan angkutan antar kota dalam propinsi dibutuhkan dua aspek

yaitu; a. jaringan jalan propinsi, dan b. angkutan yang disebut AKDP ( Angkutan kota

dalam propinsi). Ada kalanya, tersedia jaringan jalan propinsi namun belum dilayani

angkutan atau AKDP. Propinsi Papua Barat yang berumur kurang lebih 6 tahun

sekarang ini memiliki jaringan antarkota/kabupaten dalam propinsi sebanyak tigabelas

(13) jaringan jalan. Peranan jaringan jalan propinsi dan angkutan kota dalam propinsi

relatif besar untuk memobilisasi pergerakan barang dan penumpang antar kota dalam

propinsi, bahkan tidak kalah pentinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

daerah.lebih jelasnya profil jaringan jalan Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada

tabel berikut.

1 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 2 Ibid, Pasal 144 3 Ibid, Pasal 145

Page 2: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-2

Tabel 4.1. Jaringan Jalan Propinsi di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 No Jaringan Jalan Yang Sudah Terlayani AKDP

1 Manokwari ( Kota Manokwari - Manokwari Selatan (Kab Manokwari

Selatan)

2 Manokwari (Kota Manokwari) – Manokwari Selatan (Kab

Manokwari ) – Pengunugan Arfak ( Kab Arfak )

3 Manokwari ( Kota Manokwari ) – Kembar ( Kab Trambrauw )

4 Sorong ( Kota Sorong ) – Teminambau ( Kab Sorong Selatan )

5 Sorong ( Kota Sorong ) – Mega ( Kab Tambrauw )

6 Sorong ( Kota Sorong ) – Ayamaru ( Kab Sorong selatan ) –Maybart

(Kab Maybart )

7 Sorong ( Kab Sorong ) - Aimas (Kan Sorong Selatan )

8 Manokwari (Kota Manokwari ) – Ransiki (Kab Manokwari Selatan)

9 Sorong ( Kota Sorong ) – Aimas ( Kab Sorong Selatan )

10 Sorong - Klamono – Ayamaru – Maruni ( Rencana )

11 Manokwari – Manuri – Mameh – Binturi ( Rencana )

12 Sorong – Malebon – Megan ( Rencana )

13 Fakfak – Hurumber – Bomben (Rencana)

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Jaringan jalan propinsi seperti dijelaskan sebelumnya, sebaiknya dimanfaatkan

sebagai prasarana angkutan seperti halnya AKDP. Artinya, jaringan jalan propinsi dan

angkutan adalah merupakan suatu sistem untuk mendorong adanya transportasi dan

pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional pada umumnya. Karena itu, jaringan jalan

propinsi harus dilayani adanya AKDP. Berdasarkan data dan informasi dari Dinas

Perhubungan & Informtika Propinsi Papua Barat, dari tiga belas jaringan propinsi

yang sudah dilayani AKDP hanya Sembilan (9) jaringan. Lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 4.2. Jaringan Jalan Propinsi Yang Sudah Terlayani AKDP DI Propinsi Papua

Barat Dalam Tahun 2013

No Jaringan Jalan Yang Sudah Terlayani

AKDP

Jmlh

AKDP

Yang

Ada

Kebutuhan

AKDP

Jmlh

AKDP

Belum

Terpenuhi

1 Manokwari (Kota Manokwari -

Manokwari Selatan (Kab Manokwari

Selatan)

4 5 1

2 Manokwari (Kota Manokwari)–

Manokwari Selatan (Kab Manokwari) –

Pengunugan Arfak (Kab Arfak)

4 4 -

3 Manokwari (Kota Manokwari) – Kembar

(Kab Trambrauw)

5 2 3

4 Sorong (Kota Sorong) – Teminambau

(Kab Sorong Selatan )

5 7 2

5 Sorong (Kota Sorong) – Mega ( Kab

Tambrauw)

2 4 2

6 Sorong (Kota Sorong) – Ayamaru (Kab

Sorong Selatan) –Maybart (Kab Maybart)

8 5 3

7 Sorong (Kab Sorong) - Aimas (Kan

Sorong Selatan)

6 4 2

Page 3: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-3

No Jaringan Jalan Yang Sudah Terlayani

AKDP

Jmlh

AKDP

Yang

Ada

Kebutuhan

AKDP

Jmlh

AKDP

Belum

Terpenuhi

8 Manokwari (Kota Manokwari) – Ransiki

(Kab Manokwari Selatan)

6 4 2

9 Sorong (Kota Sorong) – Aimas (Kab

Sorong Selatan)

9 6 3

10 Sorong - Klamono – Ayamaru – Maruni

(Rencana)

- - -

11 Manokwari – Manuri – Mameh – Binturi

(Rencana)

- - -

12 Sorong – Malebon – Megan (Rencana) - - -

13 Fakfak – Hurumber – Bomben (Rencana) - - -

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2012

Berdasarkan data tersebut di atas, nilai capaian tersedianya angkutan umum yang

melayani wilayah yang telah tersedia jaringan jalan jalan propinsi dapat dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut4;

% Pelayanan Angkutan Jalan

∑ Jaringan Jalan Propinsi Terlayani Angkutan Umum

= x 100 %

∑ Jaringan Jalan Propinsi

9

= x 100 %

13

= 69,23 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, jaringan jalan propinsi

disetiap propinsi sudah terlayani hingga tahun 2014 dengan nilai 100 %. Namun

kenyataannya, hingga tahun 2012 nilai capaian hanya sebesar 69,23 %. Artinyam

masih ada jaringan jalan propinsi yang belum terlayani, dan hal ini disebabkan karena

masih banyak jaringan jalan yang dalam kondisi rusak. Akibatnya, para pengusaha

angkutan/pemilik kendaraan AKDP kurang berminat melayani jalan propinsi yang

sudah ada. Kondisi jalan dalam kondisi rusak sangat tidak layak dilintas AKDP.

Sebagai gambaran kondisi jalan dan AKDP sedang melintas jalan propinsi dapat

dilihat pada gambar berikut.

4 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 4: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-4

Gambar 4.1. Jaringan Trayek AKDP Provinsi Papua Barat

Page 5: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-5

Gambar 4.2. Kondisi fisik jalan propinsi dan angkutan

Dalam kondisi jalan rusak, mengakibatkan kendaraan cepat rusak dan biaya

operasional akan tinggi disebabkan waktu tempuh semakin lama. Apalagi dalam

kondisi hujan, jalan menjadi berlumpur. Di lain pihak, kendaraan yang digunakan

mengakibatkan biaya pemeliharaan sangat tinggi dan mudah rusak.

Dalam rangka mengatasi permasalahan kerusakan jalan propinsi sekarang ini,

sebaiknya pemerintah daerah Propinsi Papua Barat mengalokasikan anggaran relatif

lebih banyak untuk perbaikan jalan propinsi. Karena dengan perbaikan jalan propinsi,

mobilisai pergerakan barang dan penumpang antar kabupaten/kota dalam Propinsi

Papua Barat semakin lancar. Akibatnya, akan berdampak positit terhadap peningkatan

nilai tambah berbagai komoditas antar kabupaten/kota yang ada di Propinsi Papua

Barat. Lebih jelasnya kondisi jalan propinsi dan kondisi jalan nasional maupun

kabupaten di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 6: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-6

Gambar 4.3. Kondisi perkerasan jalan di Propinsi Papua Barat, 2013

Page 7: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-7

SKETSA KONDISI RUAS JALAN

MANOKWARI-SORONG

Snopy

Maruni

MANOKWARI

Warmare

Prafi

KM 96

Kebar KM 201

Klamono

SORONG

KM 498

KM 546

Keterangan : - ASPAL- KERIKIL- HUTAN

= 147 KM= 329 KM= 70 KM

Ayamaru

Kumurkek

Ayawasi

Susumuk

Kambuaya

Fategoni

KM 271KM 369

Ke Bintuni

Ke Bintuni

Ke Teminabuan

Gambar 4.4. Kondisi Ruas Perkerasan Jalan Sorong Manokwari

Page 8: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-8

Gambar 4.5. Jaringan Jalan Provinsi Papua

Page 9: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-9

2. Jaringan Prasarana Angkutan Jalan

Jaringan prasarana angkutan jalan dalam hal ini ditekankan pada ratio terminal Tipe A

terhadap jumlah jaringan nasional. Karena dengan adanya terminal tipe A, merupakan

indikasi adanya pegerekan penduduk dari satu propinsi ke propinsi lainnya. Terminal

penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota

antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam

propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Fasilitas utama terminal terdiri dari: a.

jalur pemberangkatan kendaraan umum; b. jalur kedatangan kendaraan umum; c.

tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di

dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; d. bangunan kantor

terminal; dan e. tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar; f.menara pengawas; g.

loket penjualan karcis; h. rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-

kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan; i. pelataran parkir

kendaraan pengantar dan/atau taksi. Sementara fasilitas penunjang adalah meliputi; a.

kamar kecil/toilet; b. musholla; c. kios/kantin; d. ruang pengobatan; e. ruang informasi

dan pengaduan; f. telepon umum; g. tempat penitipan barang; h. taman 5

Lokasi tapak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas

batas negara;b terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III

A; c. mempunyai akses jalan masuk dan/atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan

jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung

dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 6

Lokasi tampak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut; a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan

lintas batas Negara, b. terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya

kelas III A, c. jarak antara 2 ( dua ) terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya

20 km di Pulau Jawa, dan 30 Km di Pulau Sumatera dan 50 Km di Pulau Lainnya, d.

luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan

Sumatera, dan 3 Ha di Pulau lainnya, e. mempunyai akses jalan masuk atau jalan

keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau

Jawa dan 50 meter dan 50 meter di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar

atau masuk terminal 7

Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.g Bidang

Program Propinsi Papua Barat jumlah ternyata terminal tipe A hingga sekarang belum

ada di Propinsi Papua Barat. Sementara jaringan jalan nasional terdapat satu (1) dan

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

5 Keputusan Menteri Perhubungan N0. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi pada Pasal 2 ayat

( 2), Pasal 4 dan Pasal 5 6 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.1361/AJ. 106/DRJD/2003 tentang Penetapan Simpul

Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruh Indonesia pada Pasal 5 7 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.76/AJ/102DRJD/2000 tentang Penetapan Simpul Jaringan

Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruha Indonesia pada Pasal 5

Page 10: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-10

Gambar 4.6. Jaringan Jalan Nasional Provinsi Papua

Page 11: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-11

Berdasarkan data dalam peta tersebut di atas, ternyata jalan nasional/arteri terdapat

satu(1), sementara jumlah terminal tipe A di Propinsi Papua Barat hingga sekarang belum

ada. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya terminal angkutan penumpang tipe

A pada setiap propinsi untuk melayani angkutan umum dalam trayek antarkota antar

propinsi (AKAP) atau angkutan lintas batas Negara (ALBN) dihitung dengan

menggunakan rumusan 8;

∑ Prasarana Penumpang Tipe A

= x 100 %

Jumlah Jaringan Pelayanan AKAP/ALBN

0

= x 100 %

1

= 0 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

pelayanan Mnimal Bidang Perhubungan untuk daerah Propinsi telah ditetapkan bahwa

dalam tahun 2014 nilai capaian ditetapkan sebesar 100 % . Hal ini tidak mungkin dapat

dicapai, mengingat Propinsi Papua Barat, baru terbentuk kurang lebih 5 tahun. Karena

itu, peluang untuk pembangunan Terminal Tipe A belum ada, apalagi dengan kondisi

sekarang, sulitnya mencari lahan untuk dijadikan terminal tipe A. Namun untuk beberapa

tahun mendatang ada kemungkinan bilamana masyaratakat setempat memiliki tingkat

kesadaran bahwa pembangunan berdampak positif dalam kehidupan masyarakat seperti

halnya pembangunan terminal Tipe A.

Gambar 4.7. Kondisi Salah Satu Terminal di Provinsi Papua Barat

8 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 12: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-12

Gambar 4.8. Rencana Pembangunan Terminal AKAP Provinsi Papua Barat

Page 13: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-13

3. Fasilitas Perlengkapan Jalan

Fasilitas perlengkapan jalan yang telah dibangun di Propinsi Barat adalah meliputi; a.

rambu, b. marka, c. pagar pengaman, d. Deliniator , e. Cermin tikungan, f. paku jalan,

g. alat pemberi isiyarat lalu lalu lintas, dan lampu peneranga. Fasilitas perlengakapan

jalan telah dibangun pada ruas jalan jalan propinsi. Lebih jelasnya pembangunan

perlengkapan jalan di bebera ruas jalan propinsi dapat dilihat sebagai berikut;

a. Fasilitas Perlengkapan Rambu

Rambu-rambu lalu lintas di jalan yang selanjutnya disebut rambu adalah salah

satu dari perlengkapan jalan, berupa lambing, huruf, angka, kalimat dan/atau

perpaduan di antaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi

pemakai jalan9 Fasilitas perlengkapan rambu telah dibangun di jalan propinsi

pada ruas jalan sebanyak enambelas (16). Dari sejumlah kebutuhan perlengkapan

rambu di ruas jalan propinsi, ternyata hingga sekarang belum terpenuhi secara

keseluruhan, hal ini mungkin disebabkan karena keterbatasan anggaran yang

telah tersedia dan dilain pihak karena kondisi jalan yang masih banyak rusak.

Lebih jelasnya profil pembangunan/pemasangan rambu di ruas jalan propinsi

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Fasilitas Pembangunan Rambu di Beberapa Ruas Jalan Propinsi

Papua Barat

No Ruas Jalan Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

1 Jln Yos Sudarso-Jln

Basuki Rahmat

( Sorong)

18,32 40 23 17

2 Bts Kota Sorong-

Klamodo 30,09 90 48 42

3 Klamodo-Bts Kab

Sorong- Sorong Selatan 60,08 200 - 200

4 Bts Kab Sorong

Selatan- Kambuaya 67,73 300 - 300

5 Kabuaya- Susumak 25,86 125 - 125

6 Susumak-Kumurkeh 12,34 88 - 88

7 Kumurkeh-Ayamasi-

Snopy- Bts Kab Sorong 137,81 450 - 450

8 Snopy Bts Kab Sorong

Selatan- manokware 145 420 127 298

9 Prafi-Warmare-Maruni 68,8 188 - 188

10 Maruni- Jln Drs Esau

Sesa ( Manokware) 40,12 140 103 37

11 Maruni-Oransbari 54,06 148 - 148

12 Oransbari- Ransiki 39,32 128 - 128

13 Ransiki- Mameh 53,21 200 - 200

14 Mameh- Buntuni 70,56 235 - 235

9 Keputusan Menteri Perhubungan No. 61 Tahun 1993 tentang Rambu-Rambu Lalu Lntas di Jalan pada

Pasal 1 point (1)

Page 14: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-14

No Ruas Jalan Panjang

(Km )

Kebutuhan

(Unit)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(Unit)

Sisa

(Unit)

15 Bomberai- Baham-

Hurimber 113,28 310 - 310

16 Bts Kota Fakfak-

Hurimber - Kokas 26,65 45 - 45

TOTAL 869,51 3.107 278 2.829

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan rambu pada

beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan rambu di

jalan Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 10

% Fasilitas perlengkapan rambu

∑ Fasilitas Perlengkapan Rambu Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Fasilitas Rambu di Jalan Propinsi

278 unit

= x 100 %

3.107 unit

= 8,94 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi , bawah tersedianya

fasilitas perlengkapan jalan termasuk rambu ditetapkan pada tahun 2014

mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian tahun 2012 hanya 8,94 %.

Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014

terdapat 51,06 % ( 60 % - 8,94 % = 51,06 % ). Untuk mencapai nilai sebesar

51,06 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang

relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut.Di lain pihak, arus lalu

lalintas dan kecelakan juga akan dapat dihindarkan.

10 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 15: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-15

Gambar 4.9. Rambu yang terdapat di Provinsi

Papua Barat

b. Fasilitas Perlengkapan Marka

Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas

permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis

membujur, garis melintang, garis serong serta lambing lainnya yang berfungsi

untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas 11. Fasilitas perlengkapan marka memiliki peran untuk memberikan batasan

ruang lalu lintas kendaraan bermotor dan keselamatan berlalu lintas. Karena

itulah pembangunan/pemasangan marka telah diupayakan pembangunannya di

enambelas (16) ruas jalan propinsi di Papua Barat. Lebih jelasnya profil

pembangunan/pemasangan perlengkapan marka di ruas jalan Propinsi Papua

Barat dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.4. Fasilitas Pembangunan Marka di Beberapa Ruas Jalan Propinsi

Papua Barat

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(meter)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

1 Jln Yos Sudarso-Jln

Basuki Rahmat

( Sorong)

18,32 75.000 10.000 65.000

2 Bts Kota Sorong-

Klamodo 30,09 65.000 20.000 45.000

3 Klamodo-Bts Kab

Sorong- Sorong Selatan 60,08 128.000 - 128.000

4 Bts Kab Sorong

Selatan- Kambuaya 67,73 140.000 - 140.000

5 Kabuaya- Susumak 25,86 71.000 - 71.000

6 Susumak-Kumurkeh 12,34 32.000 - 32.000

7 Kumurkeh-Ayamasi-

Snopy- Bts Kab Sorong 137,81 250.000 - 250.000

8 Snopy Bts Kab Sorong

Selatan- manokware 145 350.000 - 350.000

9 Prafi-Warmare-Maruni 68,8 143.000 - 143.000

10 Maruni- Jln Drs Esau

Sesa ( Manokware) 40,12 82.000 - 82.000

11 Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 1 point (1)

Page 16: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-16

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(meter)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

11 Maruni-Oransbari 54,06 95.000 - 95.000

12 Oransbari- Ransiki 39,32 82.000 - 82.000

13 Ransiki- Mameh 53,21 100.000 - 100.000

14 Mameh- Buntuni 70,56 165.000 - 165.000

15 Bomberai- Baham-

Hurimber 113,28 243.000 - 243.000

16 Bts Kota Fakfak-

Hurimber - Kokas 26,65 54.000 - 54.000

TOTAL 869,51 1.985.000 30.000 1.955.000

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Berdasarkan kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan marka pada

beberapa ruas jalan proinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan marka

jalan di Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 12

% Fasilitas perlengkapan marka

∑ Fasilitas Perlengkapan Marka Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100

%

Total Kebutuhan Fasilitas Marka di Jalan Propinsi

30.000 meter

= x 100 %

1.985.000 metert

= 1,51 %

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi , bawah tersedianya

fasilitas perlengkapan jalan termasuk marka ditetapkan pada tahun 2014

mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian tahun 2012 hanya 1,51 %.

Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014

terdapat 58,49 % ( 60 % - 1,51 % = 58,49 % ). Untuk mencapai nilai sebesar

58,49 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang

relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut. Di lain pihak, arus lalu

lintas dan kecelakan juga akan dapat dihindarkan.

12 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 17: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-17

Gambar 4.10. Kondisi Marka di Provinsi Papua Barat

c. Fasilitas Pagar Pengaman

Pagar pengaman berfungsi untuk melindungi daerah atau bagian jalan yang

membahayakan bagi lalu lintas, digunakan pada daerah seperti adanya: a. jurang

atau lereng dengan kedalaman lebih dari 5 (lima) meter; b. tikungan pada bagian

luar jalan dengan radius tikungan lebih dari 30 (tiga puluh) meter; dan c.

bangunan pelengkap jalan tertentu. Pagar pengaman secara fisik bisa berupa: a.

pagar rel yang bersifat lentur (guardrail); b. pagar kabel (wire rope); dan c. pagar

beton yang bersifat kaku seperti beton penghalang lalu lintas (concrete

barrier/jersey barrier). Pagar pengaman dipasang pada tepi luar badan jalan

dengan jarak paling dekat 0,6 (nol koma enam) meter dari marka tepi jalan.

Pemilihan jenis pagar pengaman harus empertimbangkan: 1). kecepatan rencana;

2). ruang yang tersedia untuk mengakomodasikan defleksi pagar saat terjadi

tabrakan; 3). memiliki kekuatan yang bisa menahan laju kendaraan yang hilang

kendali; 4). dapat mengurangi dampak tabrakan tanpa menimbulkan kecelakaan

yang lebih parah; 5). dapat mengarahkan kembali kendaraan yang hilang kendali

ke jalur lalu lintas dengan baik. Pagar pengaman dilengkapi dengan tanda dari

bahan bersifat reflektif dengan warna sesuai dengan warna patok pengarah pada

sisi yang sama 13

Fasilitas perlengkapan pagar pengaman memiliki peran yang relatif besar untuk

memberikan keamanan bagi pengendara kendaraan bermotor dan keselamatan

berlalu lintas. Karena itulah pembangunan/pemasangan pagar pengaman telah

diupayakan dibeberapa ruas jalan yang dianggap berbahaya bagi kendaraan

bermotor. Namun dari semua kebutuhan yang telah ditetapkan, hingga sekarang

belum semuanya terealisir. Lebih jelasnya gambaran dan realisasi

pembangunan/pemasangan pagar pengaman di beberapa ruas jalan Propinsi

Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut

13 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan

Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Pada Pasal 36

Page 18: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-18

Tabel 4.5. Fasilitas Pembangunan Pengaman di Beberapa Ruas Jalan Propinsi

Papua Barat

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(meter)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

1 Jln Yos Sudarso-Jln

Basuki Rahmat

( Sorong)

18,32 - - -

2 Bts Kota Sorong-

Klamodo

30,09 634 - 634

3 Klamodo-Bts Kab

Sorong- Sorong Selatan

60,08 852 - 852

4 Bts Kab Sorong

Selatan- Kambuaya

67,73 - - -

5 Kabuaya- Susumak 25,86 - - -

6 Susumak-Kumurkeh 12,34 765 230 535

7 Kumurkeh-Ayamasi-

Snopy- Bts Kab Sorong

137,81 1.587 - -

8 Snopy Bts Kab Sorong

Selatan- manokware

145 1.100 - -

9 Prafi-Warmare-Maruni 68,8 - - -

10 Maruni- Jln Drs Esau

Sesa ( Manokware)

40,12 - - -

11 Maruni-Oransbari 54,06 - - -

12 Oransbari- Ransiki 39,32 124 - -

13 Ransiki- Mameh 53,21 - - -

14 Mameh- Buntuni 70,56 - - -

15 Bomberai- Baham-

Hurimber

113,28 1.354 - -

16 Bts Kota Fakfak-

Hurimber - Kokas

26,65 - - -

TOTAL 869,51 6.416 230 6.186

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Dari perolehan data kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan pagar

pengaman pada beberapa ruas jalan propinsi, maka nilai capaian persentase

perlengkapan pagar pengaman di jalan Propinsi Papua Barat dapat dihitung

dengan rumus 14

% Fasilitas perlengkapan pagar pengaman;

∑ Fasilitas Perlengkapan Pagar Pengaman Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Fasilitas Pagar Pengaman di Jalan Propinsi

230 meter

= x 100 % = 3,58 %

6.416 meter

14 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 19: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-19

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan,

bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan

propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilaian

capaian pada tahun 2012 hanya 3,5 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang

harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 56,42 % ( 60 % - 3,58 % = 56,42 % ).

Untuk mencapai nilai sebesar 56,42 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya

mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan dan di

lain pihak, keamanan dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan dapat direalisir..

Gambar 4.11. Pagar Pengaman di Provinsi Papua Barat

d. Fasilitas Perlengkapan Jalan Deliniator

Patok tanda tikungan (delineator) adalah suatu unit konstruksi yang diberi tanda

yang dapat memantulkan cahaya (refeltif) berfungsi sebagai pengarah dan

sebagai peringatan bagi pengemudi pada waktu malam hari, bahwa di sisi kiri

atau kanan delineator adalah daerah berbahaya. Unit konstruksi dapat berupa

pipa besi atau pipa plastik yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya

(reflektif ) 15. Karena itu, peranan delineator sebagai pengaman bagi pengendara

kendaraan bermotor sangat diperlukan. Melihat perananan tersebut cukup besar,

maka di Propinsi Papua Barat telah dilakukan pembangunan/pemasangan dan

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.6. Fasilitas Pembangunan Deliniator di Beberapa Ruas Jalan Propinsi

Papua Barat

No Ruas Jalan Panjang

(Km )

Kebutuhan

(meter)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

1 Jln Yos Sudarso-Jln

Basuki Rahmat

( Sorong)

18,32 - - -

2 Bts Kota Sorong-

Klamodo 30,09 - - -

3 Klamodo-Bts Kab

Sorong- Sorong

Selatan

60,08 - - -

4 Bts Kab Sorong

Selatan- Kambuaya 67,73 - -

15 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengamanan Pemakai Jalan

Pada Pasal 22

Page 20: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-20

No Ruas Jalan Panjang

(Km )

Kebutuhan

(meter)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(meter)

Sisa

(meter)

5 Kabuaya- Susumak 25,86 - - -

6 Susumak-Kumurkeh 12,34 - - -

7 Kumurkeh-Ayamasi-

Snopy- Bts Kab

Sorong

137,81 1.100 200 900

8 Snopy Bts Kab Sorong

Selatan- manokware 145 - - -

9 Prafi-Warmare-Maruni 68,8 - - -

10 Maruni- Jln Drs Esau

Sesa ( Manokware) 40,12 578 150 428

11 Maruni-Oransbari 54,06 - - -

12 Oransbari- Ransiki 39,32 - - -

13 Ransiki- Mameh 53,21 - - -

14 Mameh- Buntuni 70,56 - - -

15 Bomberai- Baham-

Hurimber 113,28 - - -

16 Bts Kota Fakfak-

Hurimber - Kokas 26,65 - - -

TOTAL 869,51 1.678 350 1.326

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Dengan data kebutuhan dan realisasi pembangunan/pemasangan deliniator pada

beberapa ruas jalan provinsi seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai

capaian persentase perlengkapan delineator di jalan Propinsi Papua Barat dapat

dihitung dengan rumus 16

% Fasilitas perlengkapan deliniator;

∑ Fasilitas Perlengkapan Deliniator Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Fasilitas delineator di Jalan Propinsi

350 meter

= x 100 %

1.678 meter

= 20,85 %

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan,

bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan

propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilai

capaian perlengkapan delineator pada tahun 2012 hanya 20,8 %. Haol ini berarti,

16 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Standar Pelayanan Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten /Kota

Page 21: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-21

nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 39,15 % ( 60 % -

20,85 % = 39,15 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 39,15 %, Pemerintah Daerah

Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertinggalan.

Gambar 4.12. Kondisi Delinearator di

Provinsi Papua Barat

e. Fasilitas Perlengkapan Jalan Cermin Tikungan

Cermin tikungan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi

sebagai alat untuk menambah jarak pandang pengemudi kendaraan bermotor.

Kelengakapan tambahan dapat berupa suatu unit konstruksi yang terdiri dari

cermin , bingkai cermin, tiang penyangga dan pengikatnya. Cermin tikungan

dipasang pada tepi jalan pada lokasi-lokasi dimana pandangan pengemudi

kendaraan bermotor sangat terbatas atau terhalang khususnya pada tikungan

tajam dan persimpangan jalan . Pembuatan cermin tikungan dapat menggunakan

cermin cembung dari bahan plastic 17. Dengan memperhatikan peranan

perlengkapan cermin tikungan dalam operasional kendaraan, maka di Propinsi

Papua Barat telah dilakukan pembangunan/pemasangan. Namun ternyata belum

semua ruas jalan propinsi terpenuhi adanya perlengkapan jalan cermin tikungan,

dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.7. Fasilitas Pembangunan Cermin Tikungan di Beberapa Ruas Jalan

Propinsi Papua Barat

No Ruas Jalan Panjang

(Km )

Kebutuhan

(unit)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(unit)

Sisa

(unit)

1 Jln Yos Sudarso-Jln

Basuki Rahmat

( Sorong)

18,32 - - -

2 Bts Kota Sorong-

Klamodo

30,09 - - -

3 Klamodo-Bts Kab

Sorong- Sorong Selatan

60,08 - - -

4 Bts Kab Sorong

Selatan- Kambuaya

67,73 10 - 10

5 Kabuaya- Susumak 25,86 - - -

6 Susumak-Kumurkeh 12,34 - - -

17 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Pengendali Pengaman Pemakai Jalan

Pada Pasal 18 s/d Pasal 20

Page 22: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-22

No Ruas Jalan Panjang

(Km )

Kebutuhan

(unit)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(unit)

Sisa

(unit)

7 Kumurkeh-Ayamasi-

Snopy- Bts Kab Sorong

137,81 - - -

8 Snopy Bts Kab Sorong

Selatan- manokware

145 - -

9 Prafi-Warmare-Maruni 68,8 4 - 4

10 Maruni- Jln Drs Esau

Sesa ( Manokware)

40,12 - - -

11 Maruni-Oransbari 54,06 - - -

12 Oransbari- Ransiki 39,32 - - -

13 Ransiki- Mameh 53,21 - - -

14 Mameh- Buntuni 70,56 - - -

15 Bomberai- Baham-

Hurimber

113,28 - - -

16 Bts Kota Fakfak-

Hurimber - Kokas

26,65 - - -

TOTAL 869,51 14 - 14

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Dari gambaran kebutuhan dan realisasi cermin tikungan di beberapa ruas jalan

sebanyak enam belas (16), hingga sekarang belum ada yang terpasang cermin

tikungan. Sementara jumlah kebutuhan terdapat sebanyak dua puluh satu (14)

unit . Dengan demikian, nilai capaian persentase perlengkapan cermin tikungan

di jalan Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 18

% Fasilitas perlengkapan cermin tikungan;

∑ Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Fasilitas Cermin Tikungan di Jalan Propinsi

0 unit

= x 100 %

14 unit

= 0 %

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan,

bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan

propinsi pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilai

capaian pada tahun 2012 hanya sebesar 0 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian

yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 60 % . Padahal, nialai capaian

pada tahun 2012 hanya 0 %, hal ini berarti yang harus dicapai hingga tahun

18 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Perhitungan Standar Pelayanan

Bidang Perhubungan

Page 23: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-23

adalah sebesar 60 %. Artinya, perhatian Pemerintah Daerah Propinsi Papua Barat

terhadap pemasangan cermin tikungan selama ini belum ada. Karena itu, untuk

mencapai pembangunan/pemasangan cermin tikungan sebesar 60 % , Pemerintah

Daerah Propinsi Papua Barat sebaiknya ada perhatian dan mengalokasikan dana

agar dapat mencapai ketertigalan. Dengan adanya, cerminj tikungan diharapkan

lalu lintas kendaraan bermotor akan semakin lancer dan di lain pihak, angka

kecelakaan dapat dihindarkan.

f. Fasilitas Perlengkapan Jalan Paku Jalan

Paku jalan adalah salah satu perlengkapan jalan untuk menjamin keselamatan

lalu lintas. Paku jalan harus diperhatikan para pengendara, dan ditaati pada saat

mengendara. Paku jalan dengan memantul cahaya berwarna kuning digunakan

untuk pemisah jalur atau jalur lalu lintas. Paku jalan dengan pemantul cahaya

berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalan atau lajur lalu lintas jalan

dengan memantul cahaya berwarna merah ditempatkan pada garis batas di sisi

jalan. Sementara paku jalan yang berwarna putih ditempatkan pada garis batas

sisi kanan jalan. Paku jalan sebagai tandar pada permukaan jalan tidak boleh

menonjol lebih dari 15 millimeter di atas permukaan jalan, dan apabila paku jalan

dilengkapi dengan reflector tidak boleh menonjol lebih dari 40 millimeter di atas

permukaan jalan 19. Paku jalan dapat ditempatkan: 1) batas tepi jalur lalu lintas,

2) paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk

pemisah jalan atau lajur lalu lintas, 3) paku jalan dengan pemantul cahaya

berwarna mereh ditempatkan pada garis sisi batas sisi kiri jalan, 4) paku jalan

dengan pemantul cahaya berwarna putih ditempatkan pada garis sisi batas sisi

kanan jalan 20 . Melihat peranan paku jalan untuk menjaga keselamatan

berkendaraan, di Propinsi Papua Barat telah membangun/memasang paku jalan

dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8. Fasilitas Pembangunan Paku Jalan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi

Papua Barat

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(unit)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(unit)

Sisa

(unit)

1 Jln Yos Sudarso-Jln

Basuki Rahmat

( Sorong)

18,32 24.500 12.000 12.500

2 Bts Kota Sorong-

Klamodo

30,09 18.300 - 18.300

3 Klamodo-Bts Kab

Sorong- Sorong Selatan

60,08 12.986 - 12.986

4 Bts Kab Sorong

Selatan- Kambuaya

67,73 25.769 - 25.769

5 Kabuaya- Susumak 25,86 9.987 - 9.987

6 Susumak-Kumurkeh 12,34 11.600 - 11.600

7 Kumurkeh-Ayamasi-

Snopy- Bts Kab Sorong

137,81 22.879 - 22.879

19 Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan Pada Pasal 16 dan Pasal 17 20 Lampiran III Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.116/AJ.404/DRJD/97

tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Paku Jalan

Page 24: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-24

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(unit)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(unit)

Sisa

(unit)

8 Snopy Bts Kab Sorong

Selatan- manokware

145 10.654 - 10.654

9 Prafi-Warmare-Maruni 68,8 21.132 - 21.132

10 Maruni- Jln Drs Esau

Sesa ( Manokware)

40,12 9.865 - 9.865

11 Maruni-Oransbari 54,06 11.239 - 11.239

12 Oransbari- Ransiki 39,32 11.000 - 11.000

13 Ransiki- Mameh 53,21 14.432 - 14.432

14 Mameh- Buntuni 70,56 20.765 - 20.765

15 Bomberai- Baham-

Hurimber

113,28 65.965 - 65.965

16 Bts Kota Fakfak-

Hurimber - Kokas

26,65 16.654 - 16.654

TOTAL 869,51 307.727 12.000 295.72

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Berdasarkan data kebutuhan dan realisasi perlengkapan paku jalan seperti

dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak enambelas (16), nilai

capaian persentase perlengkapan paku jalan di jalan Propinsi Papua Barat dapat

dihitung dengan rumus 21

% Fasilitas perlengkapan paku jalan;

∑ Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Fasilitas Paku Jalan di Jalan Propinsi

12.000 unit unit

= x 100 %

307.727 unit

= 3,89 %

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, tersedianya fasilitas

perlengkapan jalan termasuk Paku jalan di jalan propinsi pada tahun 2014

ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian pada tahun 2012 hanya

3,89 %. Artinya, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat

56,11 % ( 60 % - 3,89 % = 56,11 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 56,11 %,

Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan

dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan.Karena paku jalan tidak

kalah pentinya dalam konteks pembangunan.

21 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 25: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-25

Gambar 4.13. Kondisi Paku Jalan di Provinsi

Papua Barat

g. Fasilitas Perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

Alat pemberi isyarat lalu lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang

menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lalulintas orang/atau kendaraan

di persimpangan atau pada ruas jalan. Fungsi alat pemberi isyarat lalu lintas

adalah ; a. lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam,

mengisyaratkan kendaraan harus berjalan, b. lampu warna kuning menyala

setelah lampu warna hijau padam, mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai

pada batas berhenti atau sebelum alat pemberi isyarat lalu lalintas, bersiap untuk

berhenti dan bagi kendaraan yang sudah sedemikian dekat dengan batas berhenti

sehingga tidak dapat berhenti lagi dengan aman dapat berjalan, c. lampu warna

merah menyala setelah lampu kuning padam, mengisyaratkan kendaraan harus

berhenti sebelum batas berhenti dan apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi

dengan batas berhenti, kendaraan harus berhenti sebelum alat pemberi isyarat

lalu lalintas 22. Demikian halnya di Propinsi Papua Barat,

pembangunan/pemasangan perlengkapan alat pemberi isyarat lalu lintas telah

dilakukan, namun dalam kenyataannya realisanya belum sepenuhnya tercapai.

Lebih jelasnya perkembangan perlengkapan isyarat lalu lalintas dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 4.9. Alat pemberi Isyarat Lalu Lintas di Beberapa Ruas Jalan propinsi

Papua Barat

Ruas Jalan

Panjang

(Km)

Jlh/

Simpang

/R.jalan

(Titik)

Kebutuhan

(APIL/WL

(1set/Titik)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpa-

sang

(unit)

Sisa

(unit)

1. Jln Yos Sudarso-Jln

Basuki Rahmat

( Sorong

18,32 2 WL=2 - WL=2

2. Bts Kota Sorong-

Klamodo

30,09 1 WL=1 - WL=1

3.Klamodo-Bts Kab

Sorong- Sorong

Selatan

60,08 3 WL=3 - WL=3

4.Bts Kab Sorong 67,73 3 WL=3 - WL=3

22 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada

Pasal 1 ayat (1) dan pasal 8

Page 26: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-26

Ruas Jalan

Panjang

(Km)

Jlh/

Simpang

/R.jalan

(Titik)

Kebutuhan

(APIL/WL

(1set/Titik)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpa-

sang

(unit)

Sisa

(unit)

Selatan- Kambuaya

5.Kabuaya- Susumak 25,86 2 WL=2 - WL=2

Susumak-Kumurkeh 12,34 2 WL=2 - WL=2

6.Kumurkeh-

Ayamasi- Snopy-

Bts Kab Sorong

137,81 1 WL=1 - WL=1

7.Snopy Bts Kab

Sorong Selatan-

manokware

145 1 WL=1 - WL=1

8. Prafi-Warmare-

Maruni

68,8 1 WL=1 - WL=1

9.Maruni- Jln Drs

Esau Sesa

(Manokware)

40,12 3 WL=3 - WL=3

10. Maruni-Oransbari 54,06 2 WL=2 - WL=2

11 Oransbari-

Ransiki

39,32 2 WL=2 - WL=2

12.Ransiki- Mameh 53,21 2 WL=2 - WL=2

13 Mameh- Buntuni 70,56 1 WL=1 - WL=1

14.Bomberai-

Baham- Hurimber

113,28 1 WL=1 - WL=1

15.Bts Kota Fakfak-

Hurimber - Kokas

26,65 3 WL=3 - WL=3

TOTAL 869,51 30 30 - 30

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Bertitik tolak dari data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat

Lalu Lintas jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan

sebanyak limabelas (15) , maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat

Pemberi Isyarat Lalu Lalulintas di Propionsi Papua Barat dapat dihitung dengan

rumus 23

% Fasilitas perlengkapan paku jalan;

∑ Fasilitas Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di Jalan Propinsi

0 unit

= x 100 % = 0 %

30 unit

23 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 27: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-27

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan,

bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Alat Pemberi Isyarat

Lalu Lintas di jalan propinsi pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %.

Sementara nilai capaian yang dicapai pada tahun 2012 hanya sebesar 0 %, artinya

nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 masih 60 %. Untuk mencapai

nilai sebesar 60 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian

dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan.

h. Fasilitas Perlengkapan Jalan Lampu Penerangan

Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang

dapat diletakkan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian

mediun jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan mapun lingkungan di

sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan laying,

jembatan dan jalan di bawah tanah. Atau juga dapat disebut lampu penerangan

adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya, elemen optok, elemen

elektronik dan struktur penopang serta tiang lampu 24.

Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain ; a.

menghasilkan kekontrasan antara objek dan permukaan jalan, b. sebagai alat

bantu navigasi pengguna jalan, c. menghilangkan keselamatan dan kenyamanan

pengguna jalan, khususnya pada malam hari, d. mendukung keamanan

lingkungan dan e. memberikan keindahan lingkungan jalan 25.

Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan dan Informatika c.q. Bidang

Program Propinsi NTT, standar jenis lampu yang digunakan di jalan pada

propinsi adalah mengacu pada SNI (Standar Nasional Indonesia) dan lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.10. Lampu Penerangan di Beberapa Ruas Jalan Propinsi Papua Barat

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(unit)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(unit)

Sisa

(unit)

1 Jln Yos Sudarso-Jln

Basuki Rahmat

( Sorong)

18,32 180 180 -

2 Bts Kota Sorong-

Klamodo 30,09 300 70 230

3 Klamodo-Bts Kab

Sorong- Sorong Selatan 60,08 600 34 566

4 Bts Kab Sorong

Selatan- Kambuaya 67,73 670 26 644

5 Kabuaya- Susumak 25,86 250 - 250

6 Susumak-Kumurkeh 12,34 120 - 120

7 Kumurkeh-Ayamasi-

Snopy- Bts Kab Sorong 137,81 1.370 242 1.128

8 Snopy Bts Kab Sorong 145 1450 500 950

24 Badan standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS 93.080.40, SNI 7391 pada hal 2: 2008 25 Badan Standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS 93.080.40, SNI 7391 pada hal 4, 2008

Page 28: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-28

No

Ruas Jalan

Panjang

(Km )

Kebutuhan

(unit)

Terpasang Hingga

Tahun 2012

Terpasang

(unit)

Sisa

(unit)

Selatan- manokware

9 Prafi-Warmare-Maruni 68,8 680 - 680

10 Maruni- Jln Drs Esau

Sesa ( Manokware) 40,12 400 400 -

11 Maruni-Oransbari 54,06 540 - 540

12 Oransbari- Ransiki 39,32 390 - 390

13 Ransiki- Mameh 53,21 530 - 530

14 Mameh- Buntuni 70,56 700 - 700

15 Bomberai- Baham-

Hurimber 113,28 1.130 - 1.130

16 Bts Kota Fakfak-

Hurimber - Kokas 26,65 260 86 174

TOTAL 869,51 9.570 1.530 8.040

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Dari data kebutuhan dan realisasi perlengkapan Alat Pember Isyarat Lalu Lintas

jalan seperti dijelaskan sebelumnya pada beberapa ruas jalan sebanyak

enambelas ( 16) , maka nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi

Isyarat Lalu Lalulintas di Propionsi Papua Barat dapat dihitung dengan rumus 26

% Fasilitas perlengkapan lampu penerangan;

∑ Fasilitas Lampu Penerangan Yang Terpasang di Jalan Propinsi

= x 100 %

Total Kebutuhan Lampu Penerangan di Jalan Propinsi

1.530 unit

= x 100 %

9.530 unit

= 16,05 %

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi tersedianya fasilitas

perlengkapan jalan termasuk Lampu Penerangan di jalan propinsi ditetapkan

pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Namun dalam kenyataannya pada tahun

2012 nilai capaian hanya 16,05 %. Artinya, nilai capaian yang harus dicapai

hingga tahun 2014 terdapat 43,95 % ( 60 % - 16,05 % = 43,95 % ). Untuk

mencapai nilai sebesar 43,95 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki

perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai

ketertigalan dan di lain pihak lalu lintas angkutan jalan serta kecelakaan dapat

terhindar.

26 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Standar Pelayanan

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 29: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-29

Gambar 4.14. Kondisi Penerangan Jalan di

Provinsi Papua Barat

4. Keselamatan

Keselamatan dalam hal ini adalah ditekankan pada keselamatan lalu lintas angkutan

umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi (AKDP) pada Propinsi Papua

Barat. Keselamatan. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan

terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan

oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan 27. Karena itu, setiap kendaraan

yang berlalu lintas diperlukan adanya kelaikan kendaraan.

Keselamatan lalu lintas maksudnya adalah standar keselamatan bagi angkutan umum

yang melayani trayek Antar Kota Dalam Propinsi Papua Barat (AKDP). Sementara

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap

orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,

kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan 28. Karena itu, perusahaan angkutan umum

wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b.

keselamatan; c. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan.29.

Angkutan adalah perpindahan orang/atau barang dari satu tempat ke tempat lain

dengan menggunakan kendaraan umum di ruang lalu lintas jalan. Di lain pihak,

angkutan umum adalah angkutan orang/atau barang yang menggunakan kendaraan

umum dengan dipungut bayaran. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah

suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas

yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan30 .

Pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi dilaksanakan dengan ciri-ciri sebagai

berikut; a. mempunyai jadwal tetap, trayek tercantum dalam jam perjalanan dan pada

kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan. b. pelayanan angkutan dilakukan

27 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian

Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 10

28 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 ayat (31) 29 Ibid 30 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Halaman 10

Page 30: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-30

bersifat cepat atau lambat, c. dilayani dengan mobil bus besar atau sedang, baik untuk

pelayanan ekonomi mapun pelayanan non ekonomi, d. tersedia terminal penumang

sekurang-kurangnya tipe B, pada awal pemberangkatan, persilangan, dan terminal

tujuan, e. prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota dalam

propinsi tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan 31.

Di daerah yang sarana transportasinya belum memadai, pengankutan orang dapat

dilakukan dengan mobil barang. Pengangkutan orang dengan menggunakan mobil

barang, wajib memenuhi persyaratan; a. ruangan muatan dilengkapi dengan dinding

yang tingginya sekurang-kurangnya 0,6 m, b. tersedia luas lantai ruang muatan

sekurang-kurangnya 0,4 m2 per penumpang, c. memiliki dan membawa surat

keterangan mobil barang mengangkut penumpang 32

Kendaraan yang digunakan untuk antar kota dalam propinsi harus dilengkapi; a. nama

perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan, dan belakang kendaraan. b.

papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta kota yang dilalui dengan dasar putih

tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan. c. jenis

trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan

kendaraan sebelah kiri dan kanan dengan tulisan” Angkutan Antar Kota Dalam

Propinsi, e. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard yang dikeluarkan

oleh masing-masing perusahaan angkutan, f. fasilitas bagasi sesuai kebutuhan, tulisan

standar pelayanan, daftar tarif yang berlaku, g. dilengkapi dengan adanya kotak obat

dengan isinya, h. alat pemantau untuk kerja pengemudi, yang sekurang-kurangnya

dapat merekam kecepatan kendaraan dan perilaku pengemudi dalam mengoperasikan

kendaraan.33.

Dalam hal pengoperasian angkutan, pengusaha angkutan yang telah memperoleh izin

trayek diwajibkan mengutamakan keselamatan dalam pengoperasikan kendaraan

sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa 34 . Untuk

memperoleh izin operasi, pemohon wajib memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis. Dalam persyaratan teknis tel;ah ditegaskan pemohon diwajibkan

memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan

fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sesuai domisili perusahaan dan

fotokopi Buku Uji 35

Untuk menjamin keselamatan, kelaikan kendaraan untuk operasional harus dipastikan

siap pakai. Artinya, semua komponen yang diharuskan diuji secara berkala harus

dipastikan sudah terpenuhi. Pelaksanaan uji berkala kendaraan dimaksudkan untuk 36;

a. memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan

bermotor di jalan, b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang

diakibatkan oleh pengguna kendaraan bermotor di jalan. Beberapa komponen yang

31 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di

Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 19 32 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Pasal 3 33 Ibid Pasal 19 34 Ibid Pasal 62 point j 35 Ibid Pasal 67 point c 36 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan

Bermotor Pada Pasal 2 ayat (1)

Page 31: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-31

diharuskan diuji secara berkala adalah sebagai berikut 37; a. uji suspense roda (Pit

wheel Suspension Tester ) dan kondisi teknis bagian bawah kendaraan, b. uji rem, c.

lampu utama, d. speedometer, e. uji emisi gas buang meliputi; uji karbon monoksida

(CO), hidro karbon (HC), dan ketebalan asap gas buang, f. berat kendaraan, g. kincup

roda depan (side slip tester), h. suara (sound level meter), i. dimensi kendaraan (lebar,

panjang, tinggi dan sumbu roda), j. tekanan udara (kompressor rem, tekanan udara

ban), k. kaca film.

Untuk menjamin keselamatan para penumpang, setiap kendaraan dilengkapi dengan

fasiliats tanggap darurat. Fasilitas tanggap darurat dalam hal ini adalah berupa; a. alat

pemukul/pemecah kaca (martil), b. alat pemadam kebakaran, c. alat kendali darurat

pembuka pintu utama yang dirancang dan ditempatkan sedemikian rupa sekurang-

kurangnya dua buah pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor sehingga

mudah dioperasikan dari dalam baik oleh awak kendaraan mapun penumpang yang

bekerja secara otomatis 38. Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan

bermotor angkutan penumpang, wajib dipenuhi dengan persyaratan teknis:

a. Jumlah tempat keluar darurat sekurang-kurangnya 39:

1) Satu tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya tidak

lebih dari 26 penumpang

2) Dua tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya antara

27 dan 50 penumpang

3) Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80

penumpang

4) Empat tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80

penumpang

b. Khusus untuk mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27

penumpang, diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kiri-

kanan

c. Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu, jika pada dinding

belakang tempat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 millimeter

d. Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan:

1) Memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430 milimeter dan apabila

memiliki ukuran sekurang-kurangnya 1.200 millimeter x 430 millimeter

disamakan dengan memiliki dua tempat keluar darurat

2) Mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak atau dilepas

3) Sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak

runcing

4) Tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung

e. Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding samping kanan,

harus memenuhi persyaratan:

1) Memiliki lebar sekurang – kurangnya 430 millimeter

2) Mudah dibuka setiap waktu dari dalam

37 Ibid, Pasal 12 ayat (1) 38 Keputusan DSirektur Perhubungan Darat No. SK.1763/AJ.501/DRJD/1003 tentang Petunjuk teknis

Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang pada Pasal 5 39 Ibid, Pasal 6

Page 32: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-32

f. Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang menjelaskan

tempat keluar darurat dan tata cara membukanya

g. Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat dan

diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya

h. Kaca mobil bus wajib menggunakan kaca keselamatan (Safety Glass), dengan

ketentuan sebagai berikut;

1) Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated

2) Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis tempered

Berdasarkan berbagai peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, selanjutnya akan

dijadikan sebagai patokan penilaian dan/atau pengecekan terhadap beberapa AKDP

yang ada di Terminal Kota Kupang. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah;

a. Melakukan wawancara terhadap Sopir AKDP di Terminal Wossi

Terminal Wossi berada di Kota Manokwari. Terminal ini digunakan sebagai

persinggahan dan/ atau naik turun penumpang ke Kabupaten Pengunungan Arfak

dan Kabupaten Monokwari Selatan. Sekilas gambar terminal dan jenis armada

yang digunakan sebagai AKDP dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.15. Terminal Wossi di Kota Manokwari Gbr. AKDP

Di terminal Wossi dilakukan wawancara terhadap enam (6) Sopir AKDP dan

tentang AKDP yang dugunakan. Ternyata dari hasil wawancara, AKDP yang

dibawa secara berkala dilakukan uji berkala. Hal ini dibuktikan dengan adanya

Buku Uji Kendaraan Bermotor dan Stiker di badan mobil AKDP. Beberapa aspek

yang terlihat dalam Buku Uji Kendaraan adalah adanya kata-kata baik pada

komponen yang diuji. Lebih jelasnya komponen yang diuji dapat dilihat pada

tabel berikut.

Page 33: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-33

Tabel 4.11. Kelengkapan Komponen Persyaratan Kelaikan AKDP Di Propinsi

Papua Barat

No Komponen Persyaratan Kebaradaan di AKDP

Di Propinsi NTT

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Suspensi Roda (Pit Wheel Suspension Tester

Rem)

Lampu Utama

Speedometer

Emisi Gas Buang :

a. a. Uji Karbon Monoksida (CO)

b. b. Hidro Karbon (HC)

c. c. Ketebalan Asap Gas Buang

d. Berat Kendaraan

e. Kincup Roda Depan (Side Slip Tester)

f. Suara (Sound Level Meter)

g. Dimensi Kendaraan (Lebar, Panjang, Tinggi

dan Sumbu Roda)

h. Tekanan Udara (Kompressor Rem, Tekanan

Udara Ban)

i. Kaca Film

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

- memenuhi persyaratan

- memenuhi persyaratan

- memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Memenuhi persyaratan

Sumber: Hasil Wawancara dan pengamatan terhadap 6 orang sipir & 6 kendaraan

Dapat disimpulkan, bahwa AKDP yang ada di Kota Manokwari telah layak

operasional. Keharusan melakukan uji kendaraan bermotor secara berkala di

Propinsi Papua Barat telah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan & Informatika

Propinsi Papua Barat. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan

berkendaraan bermotor. Di lain pihak, razia terhadap kendaraan dilakukan secara

rutin per bulan, dengan maksud agar pemilik AKDP selalu waspada terhadap

keselamatan.

b. Melakukan wawancara dengan pihak DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan)

Dari hasil wawancara dengan LLAJ yang sedang bertugas di jalan, ternyata

petugas LLAJ secara rutin melakukan razia per bulan. Dari hasil uji dan/atau

pemeriksaan secara berkala untuk AKDP diharapkan akan terjamin keselamatan

bagi para penumpang. Di lain pihak, dari hasil uji kendaraan akan dapat diketahui

komponen kendaraan yang perlu diperbaiki atau diganti. Bilamana AKDP tidak

melakukan uji berkala secara rutin sesuai dengan ketentuan, AKDP tidak

diperkenankan beroperasi, dan tentunya sebelumnya sudah ada beberapa kali surat

peringatan. Kelaikan operasional kendaraan merupakan persyaratan utama,

apalagi pada daerah yang berbukit, dan naik turun. Sebelumnya, dalam proses

pengurusan perizinan ,kelaikan operasional AKDP adalah merupakana salah satu

ketentuan yang telah disepakati oleh pengusaha AKDP. Kelaikan kendaraan

AKDP pada hakekatnya merupakan keharusan untuk menamin keselamatan

operasional yang secara imlisit para penumpang.

c. Melakukan wawancara dengan Dinas Perhubungan dan Infromatika c.q. Bidang

Angkutan Darat Propinsi Papua Barat.

Dari hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan dan Informatika c.q. Bidang

Darat, telah ditegaskan bahwa kelaikan operasional AKDP merupakan keharusan

dalam rangka menjamin keselamatan para penumpang. Bilamana berdasarkan

Page 34: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-34

hasil pemeriksaan dari petugas LLAJ masih terdapat AKDP yang belum

memenuhi kelaikan operasional, maka konsekwensinya izin operasional dapat

dicabut. Namun sebelumnya pengusaha angkutan tersebut diberikan surat

peringatan dan/atau dipanggil untuk diperingati. Tetapi, harus diakui, pada

umumnya kendaraan yang sudah berusia lama atau tua, sering ditemukan kurang

taat melakukan uji berkala Karena itulah, secara rutin dilakukan razia dengan

masud untuk tetap taat melakukan uji berkala baik yang sudah berumur tua

maupun yang relatif masih baru. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan

Informatika c.g Bidang Perhubungan Darat, jumlah AKDP di Propinsi Papua

Barat terdapat 524 unit. Dari jumlah AKDP tersebut, dipastikan secara rutin

melakukan uji berkala. Bilamana AKDP tidak melakukan uji berkala akan terlihat

di Stiker yang dipasang dalam badan AKDP dan biasanya dihentikan oleh

DLLAJ.

Berdasarkan hasil wawancara maka nilai capaian terpenuhinya standar

keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam propinsi

(AKDP) pada Propinsi Papua Barat dapat dihitung dengan menggunakan rumus 40;

∑ Angkutan umum AKDP memenuhi standar keselamatan

X 100 %

∑ Total angkutan umum AKDP dalam propinsi

524 unit

= x 100 %

424 unit

= 100 %

Bertitik tolak dari Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, terpenuhinya

standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek antarkota dalam

propinsi (AKDP) hingga tahun 2014 ditetapkan 100 %. Hal ini berarti, nilai

capaian sudah tercapai pada saat sekarang ini (tahun 2013).

Untuk mencapai nilai 100 % perlu dipertahankan adanya razia secara rutin

diberbagai daerah Propinsi Papua Barat, sehingga bagi AKDP di daerah maupun

yang perkotaan tetap memiliki kesadaran melakukan uji berkala kelaikan

kendaraan yang dalam hal ini AKDP. Di samping, itu perlu dilakukan dan

diintensifkan uji kelaikan kendaraan bermotor berjalan. Artinya, petugas uji

kendaraan bermotor melakukan uji kendaraan di jalan, tentunya petugas harus

membawa peralatan uji kendaraan bermotor. Kegiatan uji kendaraan bermotor di

beberapa titik jalan tertentu, harus ada kerjasama antara Balai Uji Kendaraan

Bermotor dengan petugas DLAJ. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan efek

jera bagi pengusaha AKDP, agar selalu hati-hati dalam keselamatan operasional

kendaraan, sehingga secara rutin melakukan uji berkala kendaraan bermotor.

40 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 35: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-35

Berdasarkan peraturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk menjamin

keselamatan para penumpang, setiap kendaraan harus dilengkapi dengan fasilitas

tanggap darurat. Fasiliats tanggap darurat yang sesuai dengan aturan diperlukan

bagi angkutan umum termasuk AKDP kemudian ini dijadikan sebagai acuan

untuk mengecek atau melihat apakah AKDP yang ada di Propinsi Papua Barat

memiliki fasilitas tanggap darurat dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut

Tabel 4.12. Keberadaaan Fasilitas Tanggap Darurat di AKDP Propinsi Papua

Barat Dalam Tahun 2013

No Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan

Peraturan Pada Angkutan Umum

Keberadaan

Fasilitas

Pada AKDP

1

2

3

4

5

6

7

Alat pemukul/Pemecah Kaca ( Martil )

Alat Pemadam Kebakaran

Alat Kendali Darurat Pembuka Pintu Utama

Yang Dirancang dan ditempatkan pada setiap

kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor secara

otomatis

Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar

kendaraan bermotor meliputi:

a. Satu (1) tempat keluar darurat pada setiap sisi

kanan kiri, jika muatannya muatannya tidak

lebih dari 26 penumpang

b. Dua (2) tempat keluar darurat pada setiap sisi

kanan kiri, jika muatannya antara 27 dan 50

penumpang

c. Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika

muatannya antara 51 dan 80 penumpang

d. Empat (4) tempat keluar darurat pada setiap

sisi jika mauatnnya lebih dari 80 penumpang

Mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih

dari 27 penumpang diwajibkan memiliki pintu

darurat minimal 2 buah pada sisi kiri-kanan

Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat

dikurangi dengan satu (1), jika pada dinding

belakang tempat pintu lebarnya paling sedikit 430

millimeter

Tempat keluar darurat berupa jendela harus

memenuhi persyaratan:

a. memiliki ukuran minimum 600 millimeter x

430 millimeter apabila memiliki ukuran

sekurang kurangnya 1.200 millimeter x 430

millimeter disamakan dengan memiliki dua (2)

tempat keluar darurat

b. mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak

dan/atau dilepas

c. sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai

tempat keluar darurat tidak runcing

d. tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Page 36: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-36

No Fasilitas Tanggap Darurat Sesuai Dengan

Peraturan Pada Angkutan Umum

Keberadaan

Fasilitas

Pada AKDP

8

9

10

11

jeruji pelindung

Tempat keluar darurat berupa pintu yang

dipasang pada dinding kanan, harus memenuhi

persyaratan;

a. memiliki lebar sekurang-kurangnya 430

millimeter

b. mudah dibuka setiap waktu dari dalam

Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk

dengan tulisan yang menjelaskan tempat keluar

darurat dan tata membukanya

Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat

harus mudah dilepas atau dilipat dan diberi warna

tempat duduk yang berbeda dari warna tempat

duduk lainnya

Kaca mobil wajib menggunakan kaca

keselamatan ( Safety Glass ), dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Kaca bagian depan harus memakai jenis

Laminated

b. Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang

memakai jenis tempered

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Ada

Sumber: Kumpulan dari berbagai peraturan terkait dengan fasilitas Tanggap darurat

Hasil wawancara dan pengamatan pada AKDP

Dari 11 (sebelas) persyaratan yang diharuskan sebagai fasilitas darurat ditetapkan

hanya enam (6) AKDP sebagai sampel di Terminal Wosi. Dari hasil pengamatan,

yang ada hanya martil dan pemadam kebakaran, serta kaca bagian depan

menggunakan laminated serta kaca bagian samping kiri – kanan menggunakan

jenis Tempered.

5. Sumber Daya Manusia ( SDM )

Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tersedianya

SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan pada

perusahaan angkutan umum, pengelola terminal dan pengelola perlengkapan jalan 41 .

Lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:

a. Tersedianya SDM Yang Memiliki Kompetensi Sebagai Pengawas Kelaikan

Kendaraan Pada Perusahaan

Untuk menjamin kelaikan kendaraan setiap hari, dipersyaratkan setiap perusahaan

angkutan memiliki SDM yang mempunyai kompetensi memperbaiki kendaraan

pada saat kendaraan sampai di pool usai melakukan operasional. Tugas SDM

41 Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Bidang perhubungan

Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Lampiran hal 2

Page 37: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-37

adalah memeriksa secera keseluruhan kendaraan secara rutin setelah usai

beroperasi, apakah laik operasional atau tidak dan/atau perlu pergantian beberapa

komponen. Apalagi, jika ada keluhan sopir, diharuskan sesegera mungkin dapat

melakukan pemeriksaan dan perbaikan. Dengan demikian, kendaraan layak

operasional dan diharapkan keselamatan para penumpang dapat lebih terjamin.

Hal ini adalah sesuai dengan persyaratan standar pelayanan angkutan orang,

dimana setiap perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar yang terdiri

dari; a. keamanan, keselamatan dan kenyamanan 42. Setiap perusahaan yang

memiliki izin trayek, diwajibkan memenuhi persyaratan admistratif dan teknis.

Persyaratan administratif adalah meliputi beberapa aspek, antara lain; a.

menguasai fasilitas penyimpanan /pool kendaraan bermotor yang dibuktikan

dengan gambar lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan

atau penguasaan, b. memiliki atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu

menyediakan pemeliharaan kendaraan bermotor sehingga dapat merawat

kendaraan untuk tetap dalam kondisi laik jalan 43

Berdasarkan wawancara dengan Dinas Perhubungan Propinsi Papua Barat c.q.

Bidang Program, jumlah pengusaha angkutan antar kota dalam Propinsi Papua

Barat dalam tahun 2013 terdapat sebanyak 5 (lima). Sesuai dengan aturan seperti

telah dijelaskan sebelumnya, setiap perusahaan angkutan diwajibkan memiliki

SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan yang pada

dasarnya berada dalam lingkungan perusahaan angkutan tersebut atau bekerja

sama dengan pihak lain untuk menjamin kelaikan operasional kendaraan. Tetapi

dalam kenyataannya, sebagian besar perusahaan tersebut cenderung memilih

kerjasama dengan pihak lain, dan sebagian lagi justru memiliki SDM yang

memiliki pompetensi dalam perbaikan kendaraan yang langsung berada dalam

naungan perusahaan angkutan.

Berdasarkan informasi dari beberapa pengusaha angkutan, pilihan bekerjasama

dengan pihak lain sangat menguntungkan, karena tidak setiap hari kendaraan

mengalami kerusakan, jika kendaraan mengalami kerusahaan SDM dari pihak

kerjasama dipanggil untuk memperbaiki. Sementara jika memiliki sendiri

biayanya relatif mahal, karena harus membeli peralatan dan menggaji setiap

bulan. Sementara dengan bekerjasama dengan pihak lain, pembayarannya hanya

sebatas waktu tenaga SDM tersebut digunakan dalam perbaikan kendaraan.

Makna memiliki SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan

kendaraan bermotor dalam perusahaan adalah sama dengan bekerjasa sama

dengan pihak lain dalam pemeliharaan kendaraan. Artinya, yang penting

kendaraan dapat laik operasional pada saat digunakan. Karena itu, persentase

capaian pengusaha AKDP yang memiliki komptensi dalam pengawasan kelaikan

kendaraan dapat dihitung dengan rumus 44;

42 Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalam pada Pasal 141 point

a,b dan c. 43 Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di

Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) pada point c.d. dan e. 44 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 38: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-38

∑ Pengusaha Angkutan Yang Memiliki SDM Yang Berkompetensi

x100 %

∑ Pengusaha Angkutan AKDP Dalam Propinsi

5 pengusaha AKDP

= x 100 %

5

= 100 %

b. SDM Pengelola Terminal Tipe B

SDM pengelola terminal sangat diperlukan, mengingat terminal adalah merupakan

pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur

kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau

barang, serta perpindahan moda angkutan. Jumlah SDM seperti di Terminal

Wossi Tipe B, terdapat 15 orang. Di antara SDM yang berjumlah 15 orang,

terdapat 5 orang sebagai tenaga administrasi, dan satu (1) orang sebagai Kepala

Terminal, dan delapan (9) orang ditempatkan sebagai tenaga operasional di

terminal termasuk keamanan

Berdasarkan data dan informasi dari lapangan, setiap terminal kegiatan

dikelompokkan pada tiga bagian, yaitu regu I, regu II dan Regu III. Regu I

bertugas untuk mengawasai dan mengatur kedatangan kendaraan ke dalam

terminal. Regu II bertugas untuk mengawasi dan mengatur kendaraan dalam

terminal, dan Regu III bertugas mengawasai dan mengatur keberangkatan

kendaraan dari terminal. Dari hasil pengamatan di lapangan khususnya pada

terminal tipe B, Jumlah SDM pada setiap regu rata-rata ditempatkan 3 ( dua)

orang. Berdasarkan informasi dari Kepala Terminal Tipe B Wossi, dengan jumlah

15 orang, keteraturan keluar masuk AKDP dapat diwujudkan. Orang yang

ditempatkan pada setiap regu, pada umumnya sudah mendapat diklat dan/atau

pelatihan pengelolan terminal. Pada Umumnya, setiap terminal Tipe B di Propinsi

Papua Barat ( 15 ) orang, bahkan ada yang lebih dari sepuluh (15 ) orang. Di

Propinsi Papua Barat terdapat beberapa terminal Tipe B yang tersebar di berbagai

kabupaten/kota lebih jelasnya lihat tabel berikut.

Tabel 4.13. Jumlah Terminal Tipe B di Propinsi Papua Barat Per Kabupaten/Kota

Dalam Tahun 2013

No Kab/Kota Lokasi

Terminal

Nama

Terminal

Tipe Luas

( M2)

1

2

3

Manokwari

Kab Fakfak

Kab Sorong

Daerah bypas

Fakfak

Jln A.Yani

Wossi

Fakfak

Sorong

B

B

B

2.000

2.000

2.160

Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Statistik Ditjen Perhubungan Darat- Kementerian Perhubungan, 2012

Dengan menggunakan data jumlah Terminal Tipe B dan jumlah SDM pada setiap

terminal, dimana setiap Terminal Tipe B ditempatkan SDM sebanyak limabelas

Page 39: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-39

(15) orang yang sudah dianggap memadai, maka dapat dihitung nilai persentase

capaian SDM pada Terminal Tipe B dapat dihitung dengan rumus 45;

% nilai capaian SDM pada terminal Tipe B

∑ Terminal Tipe B Yang Sudah Memiliki SDM Yang Profesional

= x 100%

Total Terminal Tipe B Dalam Propinsi

15

= x 100 %

15

= 100 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan capaian

kinerja terminal tipe B memiliki SDM yang professional sebagai pengelola dalam

tahun 2014 ditetapkan 100 %. Hal ini berarti, Propinsi Papua Barat dalam tahun

2013 sudah mencapai angka 100 %. Dengan adanya nilai tersebut, diharapkan

pengelolaan terminal tipe B di Propinsi Papua Barat lebih frofesional, artinya lalu

lalintas AKDP keluar masuk melalui terminal tipe B akan semakin baik.

c. SDM Pengelola Perlengkapan Jalan

Berdasarkan hasil wawancara dengan personil Bidang Program Dinas

Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat , SDM (Sumber Daya Manusia)

sebagai pengelola perlengkapan jalan berada pada Dinas Perhubungan &

Informatika. SDM tersebut ditempatkan di Bidang Perhubungan Darat khususnya

di Seksi Keselamatan dan Kenyamanan. Jumlah SDM yang khusus mengelola

perlengkapan jalan sekarang ini terdapat sepuluh (10) orang, dan berdasarkan

informasi dari Bidang Perhubungan Darat jumlah tersebut sudah mencukupi

bertitik tolak dari pengalaman selama ini. Jika ada kegiatan pengelolaan alat

perlengkapan jalan, maka dengan memberdayakan tenaga SDM sebanyak 10

orang, kegiatan perlengkapan jalan dapat diatasi dengan baik. Di antara SDM

tersebut sudah banyak mengikuti Diklat pengelolaan perlengkapan jalan baik yang

diselenggarakan Pemerintah Daerah maupun pemerintah pusat. Dengan demikian,

SDM pengelola perlengkapan jalan relatif sudah memiliki skill di bidang

perlengkapan jalan.

B. Angkutan Sungai dan Danau

Angkutan Sungai dan Danau hingga sekarang belum diberdayakan sebagai alat transportasi

di propinsi Papua Barat, karena itu bahasan tentang angkutan sungai dan danau belum ada

kajian.

45 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 40: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-40

C. Angkutan Penyeberangan

1. Jaringan pelayanan Angkutan Penyeberangan

Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang

menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisanhkan

oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Di

Propinsi Papua Barat terdapat jaringan lintas angkutan penyeberangan, dan lebih

jelasnya dilihat tabel berikut.

Tabel 4.14. Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi Papua Barat

Dalam Tahun 2013

No Jaringan Pelayanan

1 Sorong - Segat

2 Segat - Seremuk

3 Seremuk - Konda

4 Konda – Teminambun

5 Mugun - Kais

6 Kais - Inarwatan

7 Inanwatan - Kokonda

8 Bade - Mur - Kepi

9 Monokware - Numfor

11 Kais - Inawatan

12 Inawatan - Kokonda

13 Sorong – Saonek

14 Saonek - Kabarai

15 Kabarai - Waigima

16 Sorong - Waigima

17 Teminabuan - Mogem Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat,

jaringan yang sudah terlayani hingga tahun 2013 adalah seperti dalam tabel berikut.

Tabel 4.15. Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Di Propinsi Papua Barat

Sudah Terlayani Dalam Tahun 2013

No Jaringan Pelayanan Kapal Yang

Melayani

1 Monokwari – Nufor (50 Mil) KMP Teluk Cendrawasih

2 Sorong – Saonek (40 Mil) KMP Kursi

3 Sorong – Karabai (60 Mil ) KMP Kursi

4 Sorong – Waigima (120 Mil) KMP Kursi

5 Sorong – Segat (40 Mil) KMP Kursi, KMP

Komodo

6 Segat – Seremuk (55 Mil) KMP Kursi

7 Seremuk – Konda (Teminabuan)/33 Mil KMP Kursi

8 Teminabuan – Mogem (75 Mil) KMP Komodo

Sumber: Kantor Cabang ASDP Propinsi Kupang, 2013

Berdasarkan data tersebut di atas, kebutuhan jaringan pelayanan angkutan

penyeberangan terdapat tujuh belas (17), sementara lintas angkutan penyeberangan

Page 41: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-41

yang sudah terlayani hanya delapan han delapan (8) jaringan. Karena itu, nilaia

capaian tersedianya jaringan pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi

pada lintas antarkabupaten/kota dalam Propinsi Papua Barat yang menghubungkan

jalan propinsi yang terputus oleh perairan dapat dihitung dengan rumus 46

% pelayanan angkutan penyeberangan

∑ Jaringan lintas yang telah terlayani angkutan penyeberangan

= x 100 %

∑ Jaringan lintas angkutan penyeberangan dalam propinsi

8

= x 100 %

17

= 47 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk capaian tersedianya

lintas pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam

propinsi pada tahun 2014 nilai capaian ditetapkan 75 %. Sementara nilai capaian

hanya 47 %. Hal ini berarti, yang perlu diupayakan hingga dapat sasaran yang telah

ditetapkan sebesar 75 %, maka nilai capaian yang tertinggal yaitu sebesar 28 % (75

% - 47 % = 28 %) diperlukan adanya kerjasama antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah daerah.

2. Jaringan Prasarana Angkutan Penyeberangan

Dalam analisis jaringan prasarana angkutan penyeberangan difokuskan pada

pelabuhan penyeberangan. Dalam hal ini telah ditegaskan, bahwa pelabuhan

penyeberangan adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani kegiatan angkutan

penyeberangan. Karena angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan yang

menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan

oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya, maka

peranan prasarana angkutan penyeberangan sangat penting. Pelabuhan

penyeberangan di Propinsi Papua Barat hanya terdapat di dua (2) lokasi. Lebih

jelasnya jumlah pelabuhan penyeberangan di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.16. Nama-Nama Pelabuhan dan Lokasi di Propinsi Papua Barat Dalam

Tahun 2013 No Nama Pelabuhan Lokasi

1 Pelabuhan Manokwari Kota Manokwari

2 Pelabuhan Sorong Kabupaten Sorong

Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Direktorat Lalu Lintas ASDP- Ditjen Perhubungan darat, Kementerian

Perhubungan, 2013

46 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 42: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-42

Dari hasil wawancara Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat hanya

dua(2) unit pelabuhan penyeberangan , sementara kebutuhan sesuai dengan lintas

pelayanan penyeberangan relatif cukup banyak. Lebih jelasnya kebutuhan pelabuhan

penyeberangan di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel beriut.

Tabel 4.17. Kebutuhan Pelabuhan Penyeberangan di Propinsi Papua Barat Dalam

Tahun 2013

No Kebutuhan Pelabuhan Lokasi

1 Pelabuhan Segat Segat

2 Pelabuha Seremuk Seremuk

3 Pelabuhan Manokwari Manokwari

4 Pelabuhan Sorong Sorong

5 Pelabuhan Konda Konda

6 Pelabuhan Teminambun Teminambun

7 Pelabuhan Mugun Mugun

8 Pelabuhan Kais Kais

9 Pelabuhan Inanwatan Inanwatan

10 Pelabuhan Kokonda Kokonda

11 Pelabuhan Bade Bade

12 Pelabuhan Mur Mur

13 Pelabuhan Kepi Kepi

14 Pelabuhan Numfor Numfor

15 Pelabuhan Saonek Saonek

16 Pelabuhan Kabarai Kabarai

17 Pelabuhan Waigima Waigama

18 Pelabuhan Mogen Mogen Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Direktorat ASDP, Ditjen Perhubungan Darat- Kemneterian Perhubungan, 2013

Berdasarkan data pelabuhan yang sudah ada yang belum terbangun sesuai dengan

kebutuhan, ternyata pelabuhan yang sudah ada hingga saat ini hanya dua (2) unit,

sementara kebutuhan pelabuhan penyeberangan secara keseluruhan di Propinsi Papua

Barat terdapat delapan belas (18) unit.

Dengan memperhatikan data pelabuhan penyeberangan seperti telah dijelaskan

sebelumnya, maka nilai capaian tersedianya pelabuhan penyeberangan pada setiap

ibukota kabupaten/kota yang memiliki pelayanan angkutan penyeberangan dapat

dihitung dengan menggunakan rumus 47;

% Pelabuhan penyeberangan dalam suatu propinsi

∑ Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi

x 100%

∑ Pelabuhan Kebutuhan Pelabuhan Penyeberangan Dalam Suatu Propinsi

47 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 43: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-43

2 unit

= x 100 %

18 unit

= 11,11 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, untuk nilai capaian

tersedianya pelayanan pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 75 %.

Sementara nilai capaian pada tahun 2012 hanya sebesar 11,11 %. Berkenaan dengan

itu, yang harus dicapai hingga tahun 2014 adalah sebesar 63,89 % (75 % - 11,11 % =

63 %). Untuk mewujudkan pelabuhan tersebut hingga tahun 2014, maka diperlukan

adanya kerjasama antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terutama dalam

pembiyaan. Di samping itu, juga diperlukan adanya komitmen pemerintah pusat dan

Pemerintah Daerah dalam pembangunan pelabuhan, mengingat daerah Propinsi Papua

Barat terdiri dari pulau. Salah satu alternatif yang dapat menghubungkan wilayah

PropinsI Papua Barat adalah dengan membangun pelabuhan penyeberangan, sehingga

arus pergerakan barang dan penumpang antar pulau dapat diwujudkan.

Berdasarkan Cetak Biru Transportasi Penyeberangan Direktorat LLASDP, 2010 -

2015, rencana pembangunan pelabuhan penyeberangan di Propinsi Papua Barat dapat

dilihat pada tebel berikut 48.

Tabel 4.18. Rencana Pembangunan Pelabuhan di Propinsi Papua Barat Dalam

Tahun 2010 – 2015 No Rencana Pembangunan

Pelabuhan

Lokasi

1 Waigeo Kab Raja Empat

2 Fakfak Kab Pakfak

3 Waisor Kab Teluk Wondama

Sumber: Cetak Biru- Direktorat LLASDP, Ditjen Perhubungan Darat-

Kementarian Perhubungan 2010 - 2015

Diharapkan dengan adanya rencana tersebut dan dapat terealisir hingga tahun 2014,

maka kinerja Propinsi Papua Barat dalam pembangunan/pengadaan pelabuhan

penyeberangan akan lebih meningkat.

3. Keselamatan

Keselamatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terpenuhinya keselamatan kapal

dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan

antar kabupaten/kota dalam propinsi. Berhubung di Propinsi Papua Barat belum ada

yang menggunakan kapal di bawah 7 GT sebagai angkutan penyeberangan, maka

dalam hal ini belum dapat dibahas. Karena itu, bahasan akan difokuskan pada kapal

angkutan penyeberangan, karena sekarang ini telah digunakan sebagai angkutan antar

kabupaten/kota dalam Propinsi Papua Barat. Lebih jelasnya jumlah kapal

penyeberangan di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut;

48 Direktorat LLASDP, Ditjen Perhubungan Darat – Kementerian Perhubungan, 2010

Page 44: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-44

Tabel 4.19. Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi NTT Dalam Tahun 2013 No

Nama Kapal GRT

1

KMP Teluk Cendrawasih 478

2

KMP Kursi 173

3

KMP Komodo 193

Sumber : Direktorat LLASDP, 2013

Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat 2013

Kapal tersebut telah melayani beberapa lintasan, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.20. Jumlah Kapal Penyeberangan di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun

2013

No

Nama Kapal GRT Lintas Yang Dilayani

1

Monakwari - Numfor 478 KMP Teluk Cendrawasih

II

2 Sorong - Saonek 173 KMP Kursi

3 Saonek - Karabai 173 KMP Kursi

4 Sorong - Waigama 173 KMP Kursi

5

Sorong – Seget 173/193 KMP Kursi, KMP

Komodo

6 Seget - Seremuk 173 KMP Kursi

7 Seremuk- Konda/Teminabuan 173 KMP Kursi

8 Teinabuan - Mogen 193 KMP Komodo Sumber : Direktorat LLASDP, 2013

Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat 2013

Kapal penyeberangan tersebut di atas, haruslah memenuhi persyaratan material,

konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta

perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang

dibuktikan dengan adanya sertfikat setelah dilakukan pemeriksaan. Dari hasil

pengamatan dari 8 kapal angkutan penyeberangan dan wawancara dengan Kapten

Kapal Penyeberangan serta Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat

c.q Bidang Perhubungan Laut Propinsi Papua Barat ternyata semua aspek kapal

tersebut layak digunakan dan/atau memiliki persyaratan laik operasional, hal ini

dibuktikan dengan adanya sertifikat. Lebih jelasnya aspek keselamatan dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 4.21. Apek Keselamatan Yang Dibuktikan Dengan Adanya Sertifikat di

Propinsi Papua Barat

No Aspek Keselamatan Keberadaan Srtfikat

1

2

3

4

5

Material

Konstruksi

Bangunan

Permesinan dan Perlistrikan

Stabilitas

Ada sertifikast

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Page 45: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-45

No Aspek Keselamatan Keberadaan Srtfikat

6

7

8

9

Tata Susunan

Radio

Elektronik

Perlengkapan Alat Penolong

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Ada sertifikat

Sumber: SOLAS, 1974

Hasil wawancara dan pengamatan di lokasi studi

Definisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan dalam prosentase baik

kapal di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan

antarkabupaten/kota dalam propinsi terhadap total jumlah kapal angkutan di bawah 7

GT ditambah kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan antarkabupaten/kota

dalam propinsi.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kapal di bawah 7 GT belum ada yang digunakan

sebagai angkutan penyeberangan. Berkenaan dengan itu, nilai capaian terpenuhinya

standar keselamatan bagi kapal angkutan penyeberangan antarkabupaten/kota dalam

propinsi dihitung dengan menggunakan rumus berikut 49;

% Keselamatan Kapal

∑ Kapal dibawah 7 GT + Kapal penyeberangan memenuhi standar keselamatan

= x 100 %

∑ Kapal Dibawah 7 GT + Kapa penyeberangan lintas antar kab/kota dlm Prop

3

= x 100 %

3

= 100 %

Pengertian masing – masing aspek keselamatan adalah sebagai berikut;

a. Material

Persyaratan material adalah kapal yang berbedera Indonesia yang diwajibkan

melakukan klasifikasi kapal atau kapal yang wajib kelas dengan kententuan; a.

panjang > = 20 m dan atau, b. tonase > = 100 GT dan atau, c. mesin penggerak >

= 250 PK dan atau, d. yang melakukan pelayaran Internasional meskipun telah

memiliki sertifikat dari Biro Klasifikasi asing 50. Lingkup klasifikasi kapal

meliputi: a. lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan

jangkar, b. instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian

49 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 50 Peraturan Menteri Perhubungan No. 7 Tahun Tahun 2013 tentang Kewajiban Klasifikasi Bagi Kapal

Berbendera Indonesia Pada Badan Klasifikasi Pasal 2

Page 46: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-46

dari kapal, c. Semua perlengkapan dan permesinan yang dipakai dalam operasi

kapal, d. sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal 51.

Sebelum kapal dapat diregistrasi di BKI, kapal tersebut harus memenuhi

persyaratan dan peraturan teknik BKI. Pemenuhan tersebut melalui proses

persetujuan gambar teknik yang selanjutnya dilakukan survey di lapangan. Untuk

kapal yang dibangun sesuai dengan persyaratan peraturan klasifikasi akan

ditetapkan notasi klas kapal tersebut pada saat selesainya pemeriksaan secara

keseluruhan melalui survey klasifikasi dengan hasil yang memuaskan. Untuk

kapal yang sudah dioperasikan, BKI juga melaksanakan survey periode untuk

menjamin bahwa kapal masih memenuhi persyaratan klasifikasi kapal.

Seandainya terjadi kerusakan yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi

klasifikasi diantara masa survey periodik, maka pemilik kapal dan/atau

operatornya diwajibkan menginformasikan kerusakan tersebut kepada BKI.

Dalam melaksanakan proses klasifikasi, BKI mengimplementasikan peraturan

teknik meliputi; a. evaluasi teknis terhadap rencana desain dan dokumen yang

berkaitan dengan kapal yang akan dibangun untuk memeriksa pemenuhan

terhadap peraturan yang berlaku; b. melaksanakan survey dan pemeriksaan

proses konstruksi kapal di galangan kapal oleh surveyor klasifikasi dan juga

pemeriksaan pada fasilitas produksi yang menghasilkan komponen utama kapal,

seperti pelat baja, permesinan, generator, propeller dll untuk menjamin bahwa

kapal dan komponennya dibangun sesuai dengan persyaratan klasifikasi; c. pada

saat selesainya pembangunan tersebut diatas dan berdasarkan laporan hasil

pemeriksaan selama pembangunan, bila seluruh persyaratan dipenuhi, maka BKI

akan menerbitkan sertifikat klasifikasi; d. Pada saat kapal tersebut beroperasi/

berlayar, pemilik kapal harus mengikuti program survey periodik dan diluar

survey periodic untuk mempertahankan klasifikasinya.

Kapal yang sudah memiliki klasifikasi, diwajibkan untuk terus melaksanakan

survey yang dipersyaratkan untuk mempertahankan status klasifikasinya. Jenis-

jenis survey periodik ini, antara lain survey pembaruan kelas (class renewal),

survey tahunan, (annual survey), survey antara (intermediate survey) dan survey

dok (docking/bottom survey). Selain itu survey poros baling-baling, boiler,

permesinan dan survey khusus lainnya sesuai dengan persyaratan klasifikasi. BKI

akan menerbitkan survey status dan diinformasikan kepada pemilik.

Klasifikasi kapal dilaksanakan berdasarkan pengertian bahwa kapal dimuati,

dioperasikan dan dirawat dengan cara yang benar oleh awak kapal yang

kompeten dan kualifikasi. Pemilik kapal bertanggung jawab untuk menjamin

bahwa perawatan kapal dilakukan dengan cara yang benar hingga survey

periodik berikutnya sesuai dengan persyaratan. Juga menjadi kewajiban pemilik

kapal atau yang mewakilinya untuk menginformasikan kepada surveyor

klasifikasi saat survey diatas kapal, semua kejadian atau kondisi yang

berpengaruh terhadap status klasifikasi.

Bila kondisi mempertahankan klasifikasi ini tidak dipenuhi, maka BKI akan

menegguhkan (suspend) atau mencabut (withdrawn) status klasifikasinya

51 http://www.klasifikasiindonesia.com/ajax/lain.php?menuku=mpat,2013

Page 47: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-47

berdasarkan referensi persyaratan klasifikasi. Kapal mungkin akan kehilangan

status kualifikasinya untuk sementara atau atau secara permanen. Demikian juga,

kapal yang tidak melaksanakan survey periodik tepat waktu sesuai dengan

peraturan klasifikasi,maka BKI akan menangguhkan (suspend) status

klasifikasinya.

Surveyor klasifikasi dalam melaksanakan survey meliputi ; a. keseluruhan

pemeriksaan item survey sesuai dengan daftar isian yang telah didesain sesuai

dengan persyaratan kualifikasi; b. pemeriksaan yang lebih mendetail terhadap

bagian-bagian tertentu; c. menyaksikan (witness) proses pengujian (testing),

pengukuran (measurement) dan percobaan (trial) untuk meyakinkan pemenuhan

terhadap persyaratan klasifikasi. Bila mana surveyor menemukan korosi,

kerusakan struktur atau kerusakan lambung kapal, permesinan dan peralatan

terkait dimana menurut opini surveyor akan mempengaruhi status klasifikasi

kapal tersebut, maka surveyor akan mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi

ketidaksesuaian tersebut diatas. Rekmendasi tersebut wajib dilaksanakan oleh

pemilik kapal untuk melakukan tindakan perbaikan dan repair pada periode

waktu tertentu dalam rangka mempertahankan klasifikasinya.

Semua status klasifikasi kapal, berupa sertifikat dan laporan survey yang

dikeluarkan oleh BKI dijadikan referensi dalam mengambil keputusan oleh

pihak-pihak yang terlibat dalam operasional kapal tersebut. Pihak asuransi

mempergunakannya untuk menetapkan premi asuransi dan klaim asuransi, pihak

pemilik muatan mempergunakannya untuk jaminan bahwa muatannya diangkut

oleh kapal yang laik, pihak pemilik kapal mempergunakannya untuk mengetahui

status kondisi kapal dan perawatannya serta untuk kepentingan komersial

memasarkan jasanya angkutannya dan pihak Pemerintah mempergunakannya

sebagai law enforcemen untuk memberikan clearance atau surat ijin berlayar.

Pada sertifikat telah terlihat material dengan kode sebagai berikut;

HTS ; Hight Tensile Steel

AL ; Alumuniun

FRP ; Fiber Reinforced

K ; Kayau

b. Konstruksi

Konstruksi kapal adalah kekuatan kapal untuk menahan terjangan air yang

mampu mengakibatkan tegangan-tegangan konstruksi kapal. Karena itu, haluan

sebuah kapal merupakan bagian yang paling besar mendapatkan tekanan dan

tegangan, sebagai akibat terjangan terhadap air dan pukulan-pukulan ombak.

Untuk mengatasi tegangan-tengangan tersebut, konstruksi haluan sebuah kapal

harus dibangun cukup kuat dengan cara sebagai berikut;

1) Di depan sekat pelanggaran bagian bawah, dipasang wrangwrang terbuka

yang cukup tinggi yang diperkuat dengan perkuatan-perkuatan melintang

dan balok-balok geladak

2) Wrangwrang dipasang membentang dari sisi yang satu ke sisi lainnya,

dimana bagian atasnya diperkuat lagi dengan sebuah flens. Pada bagian

Page 48: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-48

tengah-tengah wrang secara membujur dipasang penguat tengah (center

girder) yang berhenti pada jarak beberapa gading linggi depan

3) Gading-gading pada haluan, biasanya jaraknya lebih rapat satu sama lain.

Pada jarak 15 % panjang kapal terhitung dari linggi depan, gading-gading

pada bagian bawah (deep framing) diperkuat, (20 % lebih kuat) kelinganya

lebih rapat, juga pelat lutut antara gadinggading dengan kulit kapal, dan

juga lajur-lajur di dekat lunas, pelatnya dipertebal

Untuk mengetahui, apakah kostruksi layak digunakan maka BKI selalu

melakukan pemeriksaan. Jika ternyata layak dan data tahannya baik, BKI

memberikan sertifikasi. Sertifikasi konstruksi kapal penyeberangan yang ada di

Bengkulu memperlihatkan adanya sertifikasi yang dikeluarkan BKI, artinya

persyaratan operasional masih terjamin.

c. Bangunan

Bangunan kapal adalah bentuk dan/atau ukuran sebuah kapal yang terdiri dari

ukuran membujur/memanjang (longtidunial) dan ukuran melintang/melebar

(transversal) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Bangunan kapal harus mampu

mencerminkan kelaikan operasional kapal pada saat berlayar. Bangunan kapal

akan menggambarkan beberapa aspek:

1) Panjang;

a) LOA (Length Over All) artinya Panjang seluruhnya atau juga disebut

panjang maksimum kapal dari titik linggi haluan sampai pada titik

paling belakang pada linggi buritan

b) LBP (Length Between Perpartikuler), artinya jarak membujur titik

potong linggi haluan dengan garis air ( musim panas)

c) LOWL (Length On Board Water Line), artinya panjang membujur

sepanjang garis air (musim panas)

d) Panjang kapal dapat dikelompokkan pada tiga bagian yaitu: a. panjang

seluruhnya disebut LOA,b. Panjang menurut kelas, c. panjang terdaftar

/RB, d. panjang sepanjang garis air (LOWL)

2) Lebar :

a) Lebar terdaftar (Registered Breadth) ialah lebar seperti yang tertera di

dalam sertifikat kapal )

b) Lebar Tonase (Tonnage Breadth) ialah lebar sebuah kapal dari bagian

dalam wilayah keringat lambung yang satu sampai ke bagian dalam

wilayah keringat lambung lainnya, diukur pada lebar terbesar dan

sejajar lunas

3) Dalam :

a) Dalam (Depth) ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal

sampai ke geladak lambung bebas. Jarak ini merupakan dalam menurut

Biro klasifikasi dimana kapal tersebut dikelaskan

b) Dalam Tonase ialah dalam yang dihitung mulai dari alas dasar sampai

geladak lambung

Page 49: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-49

4) Ukuran Tegak (Vertikal):

a) Sarat kapal ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal

sampai garis air. Jarak ini sering di istilahkan dengan sarat moulded

b) Lambung bebas (Free Board) ialah jarak tegak dari garis air sampai

geladak lambung bebas atau garis deck (Deck Line)

5) Tonase;

a) Kapal adalah sebuah benda terapung yang digunakan untuk sarana

pengangkutan di atas air. Besarnya kecilnya kapal dinyatakan dalam

ukuran memanjang, membujur, melintang, tegak dalam dan ukuran isi

maupun berat disebut tonase. Kegunaan ukuran – ukuran ini adalah

untuk mengetahui besar kecilnya sebuah kapal, besar kecilnya daya

angkut kapal dan besarnya bea yang akan dikeluarkan

b) Tonase sebuah kapal dapat dirinci sebagai ebrikut;

(1) Isi kotor (Gross Tonnage) GT

(2) Isi kotor besarnya tertera di sertifikasi kapal, isi kotor merupakan

jumlah

(3) Isi ruangan di bawah geladak ukur atau geladak tonase

(4) Isi ruangan/tempat-tempat antara geladak kedua dan geladak atas

(5) Isi ruangan-ruangan yang tertutup secara permanen pada geladak

atas atau geladak di atasnya

(6) Isi dari ambang palka (½ % dari BRT kapal)

(7) Isi atau volume ruangan ruangan di bawah geladak ukur

mengandung pengertian volume dari ruangan-ruangan yang

dibatasi:

(a) di sebelah atas oleh geladak jalan terus paling atas

(b) di sebelah bawah oleh bagian atas dari jalur dasar dalam

(c) di sebelah samping oleh bagian sebelah dalam gading-gading

Bangunan kapal, telah diformulasikan dalam bentuk gambar. Jika ada yang

kurang tepat, maka harus diperbaiki, sehingga opearsional kapal tidak mengalami

kendala. Oleh kapten kapal penyeberangan sebagai sampel studi telah

memperlihatkan sertifikasi bangunan, sebagai bukti bahwa bangunan kapal telah

laik digunakan dan laik berlayar.

d. Permesinan dan Perlistrikan

Mesin listrik merupakan alat listrik yang berputar dan dapat mengubah energi

mekanis menjadi energy listrik (menggunakan Generator AD/DC) serta dapat

mengubah energi listrik menjadi energy mekanis (menggunakan Motor AC/DC).

Di ain pihak juga dapat menditribusikan energy listrik dari satu rangkaian ke

rangkaian lain (menggunakan Transformator) dengan tegangan yang bias

berubah-ubah dan dengan frekuensi yang tetap melalui suatu medium berupa

medan magnet atas dasar prinsip Elektro Magnetis.52. mesin dan listrik adalah

52 www. national _ blogspot.com/2009/07/defenisi – mesin listrik.html, 2010

Page 50: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-50

suatu yang hakiki dan sangat diperlukan dalam operasional kapal, karena itu

kelayakan mesin dan lsitrik harus disertifikasi. Dari ahsil wawancana dengan

Kapten Kapal angkutan penyeberangan telah memperlihatkan adanya sertifikasi

BKI dalam mesin dan lsirtik, artinya masin dan listrik yang digunakan masih

layak digunakan dalam operasional kapal.

e. Stabilitas

Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal

pada saat diapungkan, tidak miring ke kiri atau ke kanan, demikian pula pada

saat berlayar disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya pada

saat kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali.

Stabilitas kapal dapat dogolongkan dalam dua (2) jenis yaitu 53:

1) Stabilitas melintang kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali

sewaktu kapal menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh

adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal.

2) Stabilitas membujur kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak

kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah membujur yang disebabkan

oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal

Untuk menjaga stabilitas kapal dalam pelayaran diperlukan adanya beberapa

perangkat alat, yaitu 54:

1) Sirip lambung adalah sirip lunas atau disebut juga sebagai Bilge Keel yang

berfungsi untuk meningkatkan friksi melintang kapal sehingga lebih sulit

untuk terbalik dan menjaga stabilitas kapal. Bisanya digunakan pada kapal

dengan bentuk V

2) Tangki menyeimbang merupakan tangki yang berfungsi menstabilkan posisi

kapal dengan mengalirkan air ballast kapal dari kiri ke kanan kalau kapal

miring ke kiri dan sebaliknya kalau miring ke kanan tangki ini berfungsi

untuk menjaga stabilitas kapal

3) Sirip stabilisir merupakan sirip di lunas kapal yang dapat menyesuaikan

posisinya pada saat kapal oleng sehingga dapat menjaga stabilitas kapal

Mengingat stabilitas kapal sangat urgen bagi operasional, BKI selalu

mengingatkan perlu survey secara berkala, agar kapal dapat lebih nyaman, aman

serta selamat dalam pelayaran. Kapten kapal, telah memperlihatkan adanya

sertifikat stabilitas kapal penyeberangan, sebagai bukti bahwa secara berkala

telah dilakukan sertifikasi.

f. Tata Susunan

Tata susunan adalah penempatan alat-alat keselamatan sesuai dengan fungsinya

dan bilamana dibutuhkan secara cepat dapat didapatkan terutama dalam keadaan

53 SOLAS, 1984 54 htp;//pelayaran.net/tag/pengertian-stabilitas kapal, 2011

Page 51: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-51

darurat. Tentunya harus dibantu dengan koridor yang tersedia diserta dengan

adanya tanda penujuk. Alat-alat penolong tersebut adalah sebagai berikut 55 ;

1) Alat penolong otomatis (inflatable liferafts), yaitu rakit penolong yang

ditiup secara otomatis. Alat peniupnya merupakan satu atau lebih botol

angina (asam arang) yang diletakkan diluar lantai rakit,

2) Alat-alat apung (Buoyant apparatus). Alat apung ini, dapat terapung, dan

dapat menahan orang-orang sehingga dapat tetap terapung. Alat apung

meliputi: Sekoci penolong Pelampung penolong, c.Rakit penolong yang

ditiup secara otomatis dan Baju penolong. Hal ini berguna untuk menolong

jiwa manusia pada waktu terjadi kecelakaan kapal yang sangat mendadak.

3) Line throwing apparatus (alat untuk melempar tali) . Alat ini gunanya untuk

melemparkan tali di atas kapal penumpang dan barang harus dilengkapi

dengan sebuah alat pelempar tali. Alat tersebut harus dapat melemparkan

tali paling sedikit sejauh 230 meter. Kegunaan alat pelempar tali itu ialah

untuk mengadakan hubungan tali antara kapal yang dalam keadaan

membutuhkan pertolongan dengan kapal lain, atau antara kapal yang kandas

dengan si penolong didaratan. Alat pelempar tali yang sering atau umum

dipergunakan oleh kapal kapal ialah jenis “Schermuly”.

4) Alat keselamatan pelayaran meliputi alat penolong yang terdiri dari; (1)

alat-alat penolong (live saving appliance), (2) sekoci (life boat) beserta

perlengkapannya, (3) alat-alat peluncur dewi-dewi (davits), (4) pelampung

penolong (life buoy), Baju penolong otomatis (life jacket or life belt), Rakit

penolong otomatis (inflatable life raft), Dan lainnya, (5) Alat-alat pemadam

kebakaran. (Fire Appliances) dan (6) Tanda-tanda bahaya dengan cahaya

atau suara (light and sound signals).

5) Pelampung Penolong (Life Buoy) meliputi dua (2) macam yaitu bantuk

lingkiran dan bentuk tapal kuda.

6) Dewi-Dewi (davits), adalah alat untuk meluncurkan sekoci dari kapal ke air,

yang terdiri dari; (1) dewi-dewi dengan system berputar (radial), dan (2)

dewi-dewi system menuang/brengsel (luffing davist). Dewi-dewi dengan

system berputar adalah digunakan untuk menurunkan sekoci-sekoci kerja,

dan melayani tali-tali. Sementara Dewi-Dewi dengan system menuang (

brengsel/ luffing davits) adalah digunakan sebagai sekoci penolong kapal

pelayaran samudra atau juga hal ini disebut system gravitasi atau kombinasi

antara dua system di atas.

7) Sekoci, adalah bagian dari perlengapak pelayaran yang harus dipenuhi pada

syarat-syarat pembuatan kapal termasuk konstruksi, mekanis

perlengkapannya untuk menurunkan dan mengankat sekoci. Sekoci ini

terdiri dari dua bagian yaitu sekoci penolong yang terbuka dengan lambung

dan tetap dan disisi dalamnya terdapat kotak-kotak udara, serta sekoci biasa

yang terbuka tanpa ada perubahan kotak-kotak udara sebagai alat penambah

daya apung. Ditinjau dari segi fungsinya, sekoci dikelompokkan tiga (3 )

bagian yaitu; (a) Sekoci penolong, untuk menolong awak kapal apabila

terjadi kecelakaan. (b) Sekoci penyeberang, gunanya untuk mengangkut

awak kapal dari tengah laut ke pantai atau sebaliknya. Pada kapal barang

kadang-kadang sekoci ini juga dipergunakan untuk menarik tongkang-

55 SOLAS ‘1960 ( International Convention for The Safety 0f at Life At Sea, 1960 )

Page 52: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-52

tongkang muatan dari darat ke kapal dan sebaliknya dimana kebetulan tidak

ada motor boat yang tersedia. (c) Sekoci meja, untuk memindahkan barang-

barang yang berat dan untuk mengangkut perlengakapan perbaikan kapal.

Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan sekoci penolong dan umumnya

mempunyai dasar yang rata. Tata susun peralatan tersebut ditempatkan

sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh BKI ( Biro klasifikasi

Indonesia ), dan oleh Kapten Kapal Penyeberangan sebagai sampel studi

telah memperlihatkan penempatan alat keselamatan yang ada sesuai dengan

prosedur yang telah diisyaratkan.

Penempatan sekoci-sekoci penolong di atas kapal harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut 56;

1) harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat diluncurkan atau

diturunkan keair, dalam waktu sesingkat mungkin dan tidak boleh lebih

dari.

2) dapat diturunkan dengan mudah, cepat dan aman walaupun miring 15o.

3) para pelayar harus dapat cepat dan aman masuk dalam sekoci.

4) tidak boleh dipasang pada sisi atau bagian belakang kapal,bilamana

diturunkan keair akan membahayakan karena dekat propeller.

5) di atas kapal penumpang penempatan sekoci-sekoci itu diperbolehkan satu

diatas lainnya atau berjejer dengan catatan apabila penempatan yang satu

diatas yang lainnya harus terdapat alat yang baik untuk menumpu serta

menjaga kerusakan pada sekoci yang dibawanya.

6) untuk kapal barang berukuran kecil, yang daerah pelayarannya terbatas,

yang praktis hanya dapat membawa satu sekoci penolong saja maka

penempatannya sedemikian rupa dapat diturunkan baik daris isi kiri atau

pun dari sisi kanan dengan mudah, umumnya ditempatkan pada Derek

dibelakang cerobongnya.

Dari hasil pengamatan di beberapa kapal menjadi yang menjadi sampel studi,

terlihat bahwa penempatan alat penolong telah ditempatkan sesuai dengan aturan,

dan kapten kapal telah menunjukkan sertfikasi tata susunan alat penlong. Karena

pentingnya tata susunan alat penolong tersebut, secara utin ada verifikasi dari

BKI , sehingga pada saat terjadi musibah, para awak kapal dapat dipastikan dan

para penumpang dapat menggunakan secara efektif. Semua alat penolong

tersebut , telah ditempatkan pada kapal penyeberangan yang beropearsi di

Propinsi Papua Barat.

g. Radio

Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara

modulasi dan radiasi ekeltromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang

ini melintasi dan merambat lewat udara dan bias juga merambat lewat ruang

angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium

pengangkut seperti molekul udara 57. Radio sebagai salah satu media memiliki

56 Solas, 1974 57 Http://id.wikipedia.org/wiki/radio , 2011

Page 53: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-53

karakteristik cepat dalam menyampaikan pesan, luas jangkauannya dalam arti

tidak mengenal medan, tidak terikat waktu, ringan dan dapat dibawa kemanapun,

murah dan tidak memerlukan banyak konsentrasi karena radio hanya untuk

didengarkan 58 Radio sangat berfungsi untuk operasional kapal, dan biasanya

jenis radio yang digunakan adalah ;

1) GMDSS (Global Maritime Distress Safety System)

GMDSS adalah satu paket keselamatan yang disetujui secara internasional

yang terdiri dari prosedur keselamatan, jenis-jenis peralatan, protocol-

protokol komunikasi yang dipakai untuk meningkatkan keselamatan dan

mempermudah saat menyelamatkan kapal dan perahu. GMDS terdiri dari

beberapa sistem dan system ini berfungsi untuk ; a. bersiap siaga ( termasuk

memantau posisi dari unit yang mengalami kecelakaan), b.

menggkoordinasikan Serach and Rescue, mencari lokasi ( mengevakuasi

korban untuk kembali kedaratan ), c. menyiarkan informasi maritime

mengenai keselamatan, komunikasi umum, dan komunikasi antar kapal.

Radio komunikasi yang spesifik diperlukan sesuai dengan daerah operasi

kapal, bukan berdasarkan tonase. Sistem tersebut juga terdiri dari peralatan

pemancar sinar berulang sebagai tanda bahaya serta memiliki sumber power

darurat untuk menjalan fungsinya 59

2) EPIRB (Emergency Position Indicating Radio Beacon)

EPIRB berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/lokasi satu benda (kapal laut)

yang sedang mengalami distress atau musibah sehingga mempermudah tim

SAR atau tim penolong untuk mengetahui lokasi dimana kapal laut

mengalami distress atau musibah sehingga cepat untuk mengadakan

pertolongan atau bantuan. EPIRB adalah merupkan salah satu alat

keselamatan yang berada di atas kapal. Untuk kapal boat atau kapal kecil

biasanya ditempatkan di sisi luar main deck atau tempat untuk mudah di

realase 60

Dari hasil pengamatan di beberapa kapal sebagai sampel studi, kapal

penyeberangan yang ada di Propinsi Papua Barat telah menggunakan EPIRB.

Berdasarkan informasi dari kapten kapal, teknologi ini sangat akurat

digunakan dan penggunaannya juga relative lebih mudah. Karena radio

adalah merupakan salah satu alat keselamatan yang harus ada peda setiap

kapal, maka BKI ( Biro Klasifikasi Indonesia ) melakukan survey atau

memeriksa tentang kehandalan radio yang digunakan. Setelah dilakukan

survey, dan dinyatakan baik, maka selanjutnya diberikan sertifikat radio. Di

dalam kapal penyeberangan sebagai sampel studi, kapten kapal telah

menujukkan adanya sertifikasi radio, dan alat ini diharuskan diperiksa agar

dalam pelayaran terhindar dari permsalahan pada waktu digunakan.

58 http://Smartconsultingbandung.blongspot.com/2010/pengertian-radio , 2012 59 http://selatbangka.blogspot.com/2011/03/gmdss-global-maritime-distress 60 http://boeceng.blogspot.com/2012/05/epirb-apa-fungsi-dan-cara kerjanya

Page 54: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-54

h. Navigasi

Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu

Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur

dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka

kapal, salvage, dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan

pelayaran kapal. Sementara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan

atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk

meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas

kapal 61.

Pada setiap kapal diharuskan memiliki kenavigasian,dengan maksud untuk

menjamin keselamatan berlayar. Karena bernavigasi berfungsi melayarkan kapal

dari suatu tempat ketempat lain. Sistem navigasi di laut mencakup beberapa

aspek kegiatan pokok antara lain; a. menentukan tempat kedudukan ( posisi )

dimana kapal berada di permukaan bumi, b. mempelajari serta menentukan

rute/jalan yang harus ditempuh agar kapal dengan aman, cepat, selamatn, dan

efisien sampai ke tujuan, c. menentukan haluan antara tempat tolak dan tempat

tiba yang diketahui sehingga jauhnya/jaraknya dapat ditentukan, d. menentukan

tempat tiba bilamana titik tolak haluan dan jauh jauh diketahui 62 Karena itu,

navigasi adalah proses melayarkan kapal dari suatu tempat ke tempat lain dengan

lancer aman dan efisien. Alat navigasi dibagi menjadi dua (2) macam yaitu alat

navigasi konvensional dan elektronik. Di dalam kapal, yang digunakan adalah

navigasi elektronik yaitu radar. Radar singkatan dari “Radio Detection AND

Ranging “ yaitu peralatan navigasi elektronik yang berfungsi mendeteksi dan

mengukur jarak suatu objek dalam pelayaran. Di samping itu, juga memberikan

petunjuk adanya kapal, pelampung, kedudukan pantai dan objek lain disekeliling

kapal, alat ini juga dapat memberikan baringan dan jarak antara kapal dan objek-

objek lainnya. Mengingat peranan navigasi dalam pelayaran, secara periodek

diharus melakukan survey atau uji kelayakan, sehingga keamanan dan

keselamatan berlayar dapat lebih terjamin. Kapal yang ditetapkan sebagai sampel

studi telah memperlihatkan sertfikasi navigasi yang dikeluarkan oleh BKI.

Artinya, navigasi yang ada di kapal penyeberangan tersebut laik digunakan, dan

berdasarkan informasi dari Kapten Kapal secara rutin harus diperikasa kelaikan

operasional penggunaan alat tersebut, sehingga tidak mengalami permasalahan

pada waktu kapal berlayar.

i. Alat pertolongan

Berdasarkan ketentuan SOLAS dengan kapal GT 300 - hingga 500 dengan jarak

lintasan yang dilayani 15–100 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan/alat

pertolongan sebagai berikut 63;

1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit

2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang

(Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)

3) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang

4) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)

61 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian Pada Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) 62 SOLAS, 1974 63 SOLAS, 1974

Page 55: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-55

5) Means Of Rescue (alat penolong)

6) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)

7) Helicopter Pick Up Area (area 55ystem55ter)

8) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)

9) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)

10) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)

11) SART (2 Unit)

12) Distress Flare 12

13) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)

14) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)

15) Public Address System (ystem informasi umum)

16) Life Buoys (pelampung) 8 unit

17) Muster list and Emergency instruction

(tanda berkumpul dan instruksi bahaya)

18) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja)

19) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship

20) (sekoci penolong pada dua sisi kapal)

Dari hasil wawancara dari Kapten Kapal Angkutan Penyeberangan persyaratan

bangunan kapal penyeberangan yang ada di Propinsi Papua Barat dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 4.22. Persyaratan Pelayanan Bangunan Kapal Penyeberangan Yang Ada

di Propinsi Papua Barat Sebagai Lokasi Studi

No Persyaratan Bangunan Kapal

Berdasarkan Aturan

Kapal di Propinsi Papua Barat

1

2

Pintu Rampa

a.Terdiri 2 pintu, dipasang bagian

haluan dan buritan ( Tipe RO-RO)

atau samping kiri dan kanan yang

berguna sebagai jalan keluar dan

masuk kendaraan

b.di lintas-lintas tertentu yang

mempunyai peralatan tangga

samping (elevated side-ramp),

kapal yang melayani harus

mempunyai gelakdak atas untuk

kendaraan (upper car deck ) dan

membuat dudukan atau tumpuan

untuk rampa dermaga sehingga

dapat langsung digunakan untuk

jalan keluar masuk kendaraan

Spesifikasi Teknis Pintu Rampa:

a.Panjang ; harus disesuaikan dengan

kondisi yang dilayani

b.Lebar: minimum 4 m

c.Kecepatan buka/tutup pintu:

- membuka penuh maksimal 2 menit

- menutup penuh maksimal 3 menit

-Daya dukung ; harus mampu

mendukung beban kendaraan

Pintu Rampa

a.Terdiri 2 pintu, dipasang bagian

haluan dan buritan ( Tipe RO-RO)

atau samping kiri dan kanan yang

berguna sebagai jalan keluar dan

masuk kendaraan

b.di lintas-lintas tertentu yang

mempunyai peralatan tangga samping

(elevated side-ramp),kapal yang

melayani harus mempunyai gelakdak

atas untuk kendaraan (upper car

deck) dan membuat dudukan atau

tumpuan untuk rampa dermaga

sehingga dapat langsung digunakan

untuk jalan keluar masuk kendaraan

Spesifikasi Teknis Pintu Rampa:

a.Panjang ; harus disesuaikan dengan

kondisi yang dilayani

b. Lebar: minimum 4 m

c. Kecepatan buka/tutup pintu:

- membuka penuh maksimal 2 menit

- menutup penuh maksimal 3 menit

-Daya dukung ; harus mampu

mendukung beban kendaraan

Page 56: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-56

No Persyaratan Bangunan Kapal

Berdasarkan Aturan

Kapal di Propinsi Papua Barat

3

4

5

6

minimal:

JBB 17,50 ton

MST 8 ton

Ruang Untuk Kendaraan:

a.lantai ruang kendaraan harus

dirancang mampu menahan

kendaraan minimal JBB 17,50 ton

dan MST 8 ton untuk muatan

berat atau truk;

1) Kendaraan kecil/sedang

minimal 2,50 m

2) Kendaraan besar/truk dan

campuran minimal 3,80 m

3) Kendaraan trailer/peti

kemas minimal 4,70 m

Ruang kendaraan yang tertutup harus

disediakan lampu penerangan,

system sirkulasi udara, tangga/jalan

keluar/masuk bagi pengemudi, serta

harus ditempelkan/ditulisi tanda

larangan “Dilarang Merokok”, dan “

Penumpang Dilarang Tinggal di

Ruang Kendaraan” serta “Dilarang

Menghidupkan Mesin Kendaraan

Selama pelayaran Sampai Pintu

Rampa Dibuka Kembali”, yang dapat

terlihat jelas dan mudah dibaca

Jarak minimal antar kendaraan:

a. Jarak antara masing-masing

kendaraan pada sisi kiri dan kanan

adalah 60 cm

b. Jarak antara muka dan belakang

masing-masing kendaraan adalah

30 cm

c. Untuk kendaraan yang sisi

sampingnya bersebelahan dengan

dinding kapal, berjarak 60 cm

dihitung dari lapisan dinding

dalam atau sisi luar gading-gading

( frame)

d. Jarak sisi antara kendaraan

dengan tiang penyangga ( web

frames ), adalah 60 – 80 cm

Antara pintu rampa

haluan/buturian dengan batas

sekat pelanggaran, dilarang untuk

dimuati kendaraan

Untuk lintas-lintas peneberangan

yang kondisi lautnya berombak

minimal:

JBB 17,50 ton

MST 8 ton

Ruang Untuk Kendaraan:

a.lantai ruang kendaraan harus

dirancang mampu menahan

kendaraan minimal JBB 17,50 ton

dan MST 8 ton untuk muatan berat

atau truk;

4) Kendaraan kecil/sedang

minimal 2,50 m

5) Kendaraan besar/truk dan

campuran minimal 3,80 m

6) Kendaraan trailer/peti kemas

minimal 4,70 m

Ruang kendaraan yang tertutup harus

disediakan lampu penerangan, system

sirkulasi udara, tangga/jalan

keluar/masuk bagi pengemudi, serta

harus ditempelkan/ditulisi tanda

larangan “Dilarang Merokok”, dan “

Penumpang Dilarang Tinggal di Ruang

Kendaraan” serta “Dilarang

Menghidupkan Mesin Kendaraan

Selama pelayaran Sampai Pintu Rampa

Dibuka Kembali”, yang dapat terlihat

jelas dan mudah dibaca

5.Jarak minimal antar kendaraan:

a. Jarak antara masing-masing

kendaraan pada sisi kiri dan kanan

adalah 60 cm

b. Jarak antara muka dan belakang

masing-masing kendaraan adalah 30

cm

c. Untuk kendaraan yang sisi

sampingnya bersebelahan dengan

dinding kapal, berjarak 60 cm

dihitung dari lapisan dinding dalam

atau sisi luar gading-gading ( frame)

d. Jarak sisi antara kendaraan dengan

tiang penyangga ( web frames ),

adalah 60 – 80 cm

6.Antara pintu rampa haluan/buturian

dengan batas sekat pelanggaran,

dilarang untuk dimuati kendaraan

.Untuk lintas-lintas peneberangan

yang kondisi lautnya berombak kuat

Page 57: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-57

No Persyaratan Bangunan Kapal

Berdasarkan Aturan

Kapal di Propinsi Papua Barat

7

kuat sehingga membuat sudut

kemiringan kapal mencapai lebih

dari 100 , kemiringan yang dimuat

dalam kapal harus dilengkapi

dengan system pengikatan

(lashing)

sehingga membuat sudut kemiringan

kapal mencapai lebih dari 100 ,

kemiringan yang dimuat dalam

kapal harus dilengkapi dengan

system pengikatan (lashing)

Sumber: Hasil wawancara dan pengamatan pada kapal di Propinsi Papua Barat, 2013

Artinya, kapal angkutan penyeberangan yang ada di Propinsi Papua Barat telah

memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sesuai dengan standar pelayanan

kapal angkutan penyeberangan.

D. Angkutan Laut

1. Jaringan Pelayanan Angkutan Laut

Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang

dan/atau barang dengan menggunakan kapal 64. Angkutan Laut adalah kegiatan

angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut 65. Berdasarkan

informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Program Propinsi Papua

Barat hingga sekarang belum ada angkutan laut yang melayani antar kabupaten/kota

dalam Propinsi Papua Barat. Angkutan laut yang melayani antarkota/kabupaten dalam

Propinsi Papua Barat adalah angkutan laut perintis. Pelayaran-Perintis adalah

pelayanan angkutan di perairan pada trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah

untuk melayani daerah atau wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan

perairan karena belum memberikan manfaat komersial 66.

Peraran kapal laut perintis sangat diperlukan pada daerah yang kondisi ekonomi

daerah dan masyarakat masih lemah. Karena itu, untuk memobilisasi pergerakan

masyarakat dan barang dari dan ke daerah tersebut diperlukan adanya kapal laut

perintis. Sekarang ini, jumlah kapal perintis di Propinsi Papua Barat terdapat sebanyak

tujuh (7) unit kapal utama dan enam (6) kapal pengganti. Dengan demikian, total

keseluruhan dua belas (12) unit, dan lebih jelasnya lihat tabel berikut.

Tabel 4.23. Jumlah Kapal Laut Perintis di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013

No Kode Trayek Pangkalan Kapal Utama Kapal

Pengganti

1 R - 55 Manokware KM Kasuari pasifik

I

2 R- 56 Manokwari KM Delta Mas II KM Bejo Maru

3 R - 57 Manokwari KM Kasuari pasifik

III

KM Bintang Jasa III

4 R - 58 Manokwari KM Meranti KM Bintang Satya

5 R - 59 Sorong KM Kasuari Pasifik

II

KM Kumala Bakti

6 R - 60 Sorong KM Raja Empat KM Jatim

64 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 Ayat (3 ) 65 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Pada Pasal 1 Ayat (2 ) 66 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 ayat (8)

Page 58: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-58

No Kode Trayek Pangkalan Kapal Utama Kapal

Pengganti

7 R- 61 Sorong KM. Silver Whale KM. Bintang Satya

Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat, 2013

Direktorat LALA, Ditjen Perhubungan Laut – Kementerian Perhubungan, 2013

Sementara jaringan trayek yang telah dilayani angkutan kapal laut perintis di Propinsi

Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 59: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-59

REALISASI JARINGAN KAPAL PERINTIS PROVINSI PAPUA BARAT DALAM TAHUN 2013

1 Manokwari R - 55 Manokwari -71- Saukorem -150-

Sorong -171- Arandai -80- Bintuni -40-

Babo -79- Kokas -80- Fak Fak -80-

Karas -130- Kaimana -130- Karas -80-

Fak Fak -80- Kokas -79- Babo -40-

Bintuni -80- Arandai -171- Sorong -

150- Saukorem -171- Manokwari

1.762 KM. Kasuari Pacific I /

500 DWT

16 HARI 23 Voyage

R - 56 Manokwari -140- Biak -140-

Manokwari -53- Ransiki -11- Yenbekiri

-9- Yamakan -17- Sabubar -31-

Yende -12- Asedane -19- Windesi -26-

Wasior -6- Ambumi -10- Dusner -10-

Ambumi -6- Wasior -26- Windesi -19-

Asedane -12- Yende -31- Sabubar -

17- Yamakan -9- Yenbekiri -11-

Ransiki -53- Manokwari

668 350 DWT / GT. 220

Coaster

12 HARI 31 Voyage

R - 57 Manokwari -71- Saukorem -24-

Wanden -17- Waibem -7- Wau -17-

Warmandi -18- Saubeba -14- Kwoor -

10- Hopmare -16- Werur -12-

Sausapor -71- Sorong -71- Sausapor

-12- Werur -16- Hopmare -10- Kwoor -

14- Saubeba -18- Warmandi -17-

Wau -7- Waibem -17- Wanden -24-

Saukorem -71- Manokwari -120-

Wasior -120- Manokwari

794 KM. Kasuari Pacifik III

/ 500 DWT

13 HARI 28 Voyage

R - 58 Manokwari -71- Saukorem -115-

Sausapor -74- Sorong -48- Waisai -

70- Kapadiri -24- P.Ayu -52- P.Fani -

52- P.Ayu -24- Kapadiri -70- Waisai -

48- Sorong -74- Sausapor -115-

Saukorem -71- Manokwari -120-

Wasior -120- Manokwari

1.148 KM. Kasuari Pacifik II

/ 500 DWT

13 HARI 29 Voyage

Lama Pelayaran 1

Round Voyage

Target Frekuensi

Per Tanggal

31/12/2013

Ukuran dan Type

Kapal *)No.

Provinsi/

Pangkalan

Kode

TrayekJaringan Trayek dan Jarak Mil

Jumlah Jarak

(Mil)

Tabel 4.24. Jaringan Kapal Perintis di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013

Page 60: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-60

2 Sorong R - 59 Sorong -93- Yellu -77- Bula -64-

Geser -60- Gorom -35- Kesui -128-

Fak Fak -182- Kaimana -68- Teluk

Etna -200- Pomako PP

1.814 KM. Sabuk Nusantara

32/ GT. 1.200

15 HARI 25 Voyage

R - 58 Sorong -38- Waisai -30- Urbinasopen -

25- Yembekaki -12- Mneir -16-

Kabare -23- Lamlam (Kapadiri) -38-

P.Ayu -61- P.Fani -61- P.Ayu -25-

Kabare -16- Mneir -12- Yembekaki -

25- Urbinasopen -30- Waisai -38-

Sorong -37- Saonek -42- Waisilip -36-

Selfele -10- Manyaifun -12- Mutus -10-

Meosmengkara -24- Waisilip -42-

Saonek -37- Sorong -38- Waisai -15-

Wersamben -15- Waifoi -8- Beo -8-

Kabilol -41- Waisai -38- Sorong

863 350 DWT / GT. 220

Coaster

16 HARI 23 Voyage

R - 59 Sorong -43- Seget -40- Segun -56-

Seremuk -42- Saifi -8- Konda -12-

Teminabuan -68- Kais -10- Mugim -35-

Inanwatan -43- Kokoda -46- Arandai -

80- Bintuni -40- Babo -79- Kokas -36-

Kokoda -43- Inanwatan -35- Mugim -

10- Kais -68- Teminabuan -12- Konda

-8- Saifi -42- Seremuk -56- Segun -40-

Seget -43- Sorong

995 350 DWT / GT. 220

Coaster

14 HARI 26 Voyage

R - 60 Sorong -47- Mega -20- Sausapor -15-

Werur -14- Hopmare -10- Kwoor -14-

Saubeba -20- Warmandi -20- Wau -

10- Waibem -10- Imbuan -20-

Saukorem -20- Imbuan -10- Waibem -

10- Wau -20- Warmandi -20-

Saubeba -14- Kwoor -10- Hopmare -

14- Werur -15- Sausapor -20- Mega -

47- Sorong -85- Kabare -35- P.Ayu

(Dorekar) -80- P.Fani -80- P.Ayu

(Dorekar) -35- Kabare -85- Sorong -

38- Waisai 35- Selfele -15- P. Kawe -

21- P. Wayaf -15- P. Sayang -15- P.

Wayak -21- P. Kawe -15- Selfele -35-

Waisai -38- Sorong

1.048 500 DWT / GT. 325

Coaster

19 HARI 21 Voyage

R - 61 Sorong -74- Sausafor -115-

Saukorem -71- Manokwari -117-

Windesi -26- Wasior -26- Windesi -

117- Manokwari -71- Saukorem -115-

Sausafor -74- Sorong -93- Yellu -220-

Bintuni -40- Babo -79- Kokas -79-

Babo -40- Bintuni -220- Yellu -93-

Sorong

1.67 750 DWT / GT. 480

Coaster

17 HARI 22 Voyage

R - 62 Sorong -95- Kabare -35- P.Ayu -80-

P.Fani -80- P.Ayu -35- Kabare -85-

Sorong -43- Seget -40- Segun -93-

Teminabuan -110- Inanwatan -43-

Kokoda -36- Kokas -36- Kokoda -43-

Inanwatan -115- Teminabuan -93-

Segun -40- Seget -43- Sorong

1.145 750 DWT / GT. 480

Coaster

15 HARI 24 Voyage

Page 61: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-61

Untuk mengetahui capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani per

jaringan di Propinsi Papua Barat dapat dilihat sebagai berikut;

a. Jaringan trayek dengan Kode R. 55

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

dengan Kode R.55, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal

perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode R.55

dengan nama KM. Kasuari Pasifik I memiliki 250 orang. Kapal tersebut memiliki

23 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM Kasuari pasifik I dalam satu (1)

tahun = 250 orang x 23 = 5.750 orang. Sementara jumlah penumpang yang

diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 540 orang. Karena itu, nilai capaian

tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.55 dapat

dihitung dengan rumus 67;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

540 Orang

= x 100 %

5.700

= 9,47 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan

tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota

dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan

ditetapkan 100 % hingga tahun 2014. Sementara nilaian capain sekarang ini hanya

mencapai 9,47 %, artinya perkembangan penduduk yang menggunakan kapal

perintis belum begitu berkembang. Faktor lain mungkin disebabkan karena

perkembangan penduduk pada beberapa pulau sebagai daerah lintasan belum

begitu banyak, aktivitas penduduk antar daearah terutama sebagai lintasan kapal

laut perintis belum begitu berkembang dan di lain pihak pendapatan perkapitan

bagi masyarakat di daerah lintasan belum bergitu berkembang.

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 9,47 % dalam

tahun 2011, adalah bahwa kapal yang melayani trayek tersebut perlu

meningkatkan konektivitas ke beberapa pulau lainnya, sehingga keberadaan kapal

dapat menjangkau beberapa pulau lainnya. Pada trayek ini tidak perlu peningkatan

dan atau penambahan kapal, karena nilaian capaiannya masih relatif rendah yaitu

hanya 9,47 %. Kecuali jika nilaia capaiannya mencapai lebih besar dari 65 %

(enam puluh lima perseratus) dapat diizinkan penambahan 1 (satu) unit kapal

67 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 62: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-62

dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara jika lebih kecil dari 65 % tidak

akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan trayek tersebut 68

b. Jaringan trayek dengan Kode: R.56

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.56, langkah pertama yang harus diketahui

adalah kapasitas kapal perintis tersebut. Berdasarkan data dan informasi, kode

trayek R .56 dengan KM Delta Mas II memiliki kapasitas 150 orang. Kapal

tersebut memiliki Voyage 31. Dengan demikian, kapasitas KM Delta Mas II

dalam satu (1) tahun terdapat 4.650 orang (31 Voyage x 150 orang = 4.650 orang).

Sementara di lain pihak, dalam tahun 2011, jumlah penumpang KM. Delta II

dalam tahun 2011 terdapat 1.844 orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya

angkutan kapal laut perintis yang melayani trayek dengan Kode R.56 dapat

dihitung dengan rumus 69;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

1.844 Orang

= x 100 %

4.650 orang

= 39,65 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam

propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan

100 % hingga tahun 2014. Sementara nilaian capain sekarang ini baru mencapai

39,65 %, hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal laut

perintis belum begi berkembang. Hal ini mungkin disebabkan karena keadaan

ekonomi masyarakat pada jaringan tersebut masih relatif rendah. Faktor lain,

mungkin disebabkan karena aktifitas antar pulau/daerah ke wilayah yang termasuk

dalam jaringan tersebut belum begitu berkembang. Bilamana dibanding nilai

capaian tersedianya kapal perintis angkutan laut sebesar 39,65 % terdapat standar

yang ditetapkan 100 % hingga tahun 2014, maka nilai yang harus dicapai adalah

60,35 % ( 100 % - 39,65 % = 60,35 %)

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 39,65 % dalam

tahun 2011, berarti kapasitas kapal yang tersedia masih banyak belum

dimanfaatkan. Pada jaringan tersebut, belum bias penambahan kapal, bahkan

68 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 69 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 63: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-63

diperlukan penambahan konektivitas kapal Delta Mas II dan voayage sehingga

target yang ditetapkan hingga tahun 2014 sebesar 100 % dapat tercapai. Hal ini

adalah sesuai dengan ketentuan dimana nilai yang dicapai melampaui atau lebih

dari dari 65 % ( enam puluh lima perseratus ) diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit

kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara bilamana lebih kecil dari 65

% tidak akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan trayek tersebut 70 .

Dalam hal ini, karena kinerja kapal angkutan laut perintis belum maksimal, maka

sebaiknya jaringan pelayanan perlu ditambah.

c. Jaringan trayek dengan Kode R.57

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.57, langkah pertama yang harus diketahui

adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal

perintis Kode R.577 dilayani dengan nama KM. Kasuria Pasisifik III terdapat

sebanyak 250 orang. Kapal tersebut memiliki 28 Voyage. Dengan demikian,

kapasitas KM Kausuari dalam satu (1) tahun terdapat sebanyak 7000 orang ( 250

orang x 28 Voyage = 7.000 orang ). Sementara jumlah penumpang yang diangkut

dalam tahun 2011 oleh KM.Kasuria PASIFIK III terdapat sebanyak 8.137 orang.

Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal laut perintis yang yang

melayani trayek dengan Kode R.57 dapat dihitung dengan rumus 71;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

8.137 Orang

= x 100 %

7.000 orang orang

= 116 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam

propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan

100 % hingga tahun 2014. Sementara nilaian capain sekarang ini sudah mencapai

116 %, hal ini berarti kapsitas kapal angkutan laut perintis sudah melampaui,

dikarenakan perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis relatif

cukup pesat.

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 116 % dalam

tahun 2011, berarti kapal yang melayani trayek tersebut perlu penambahan kapal,

70 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 71 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 64: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-64

karena jumlah angkutan kapal sudah melampaui kapasitas. Hal ini telah sesuai

dengan ketentuan, bilamana nilaia capaian lebih besar dari 65 % dapat diizinkan

penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Tetapi jika

dalam jaringan tersebut, belum melampaui angka 65 %, maka pada jaringan

tersebut belum diizinkan penambahan kapal 72

d. Jaringan trayek dengan Kode R.58

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.58, langkah pertama yang harus diketahui

adalah mengetahui kapasitas kapal perintis tersebut. Berdasarkan data dan

informasi, kode trayek dengan R.58 yang dilayani dengan nama KM Meranti

memiliki kapasitas 125 orang. Trayek tersebut memiliki voyage 29. Dengan

demikian, kapasitas KM Meranti dalam satu (1) tahun terdapat 3.625 orang ( 125

orang x 29 voyage ). Sementara jumlah penumpang yang diangkut secara

keseluruhan dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 12.889 orang. Dengan demikian,

nilai capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan

Kode R.58 dapat dihitung dengan rumus 73;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

12.889 Orang

= x 100 %

3.625 orang

= 355,55 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam

propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan

100 % hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang ini sudah mencapai

355,55 %, hal ini berarti sudah melampaui batas yang telah ditetapkan,

dikarenakan hasrat perkembangan penduduk menggunakan kapal laut perintis

sangat besar.

Perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 355,55 % % dalam tahun 2011,

berarti pada trayek tersebut perlu penambahan kapal, kapasitas yang telah

ditetapkan sudah dilampaui kurang lebih tiga kali dari kapasitas yang ada. Hal ini

senada dengan ketentuan yang telah ditetapkan, bilamana nilaia capaian lebih

besar dari 65 % dapat diizinkan diizinkan penambahan 1 (satu) unit kapal dalam

72 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 73 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 65: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-65

satu jaringan trayek tersebut. Namun bilamana nilai capaian kapal dalam suatu

jaringan, belum melampaui angka 65 %, maka pada jaringan tersebut belum

diizinkan penambahan kapal 74

e. Jaringan trayek dengan Kode R.59

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan Kode R.59 dengan kapal KM. Kasuria Pasifik II, langkah

pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis tersebut.

Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis dengan nama KM.

Kasuari Pasifik memiliki kapasitas 250 orang. Kapal tersebut memiliki 25

Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM. Kasuria Pasifik II dalam satu (1) tahun

terdapat sebanyak 6.250 orang ( 250 Voyage orang x 25 Orang = 6.250 orang.

Sementara jumlah penupang yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat 13.381

orang. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal laut

perintis yang melayani trayek dengan Kode R.59 dapat dihitung dengan rumus 75;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

13.381 Orang

= x 100 %

2.250 orang

= 214 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam

propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan

100 % hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai 214

%, hal ini berarti sudah melampaui batas kapasitas yang ada dikarenakan

perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis relatif mengalami

peningkatan.

Faktor lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 214 % dalam

tahun 2011, berarti pada trayek tersebut perlu penambahan kapal, karena kapasitas

sudah melampaui batas. Penambahan kapal pada jaringan trayek ini, adalah sesuai

dengan ketentuan, dimana apabila nilai capaian lebih besar dari 65 % , maka

diizinkan penambahan 1 (satu) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut

74 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 75 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 66: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-66

termasuk kapasitas yang lebih besar. Sementara bilamana nilai capaian di bawah

65 %, maka pada jaringan tersebut tidak perlu penambahan kapal laut perintis. 76

f. Jaringan trayek dengan Kode R. 60

Dalam rangka menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis

yang melayani jaringan dengan Kode R.60, langkah pertama yang harus diketahui

adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal

perintis Kode R.60 dilayani dengan nama KM. Raja Ampat terdaat 150 orang.

Kapal tersebut memiliki 23 Voyage. Dengan demikian, kapasitas kapal KM. Raja

Ampat dalam satu (1) tahun terdapat 3.450 orang ( 23 Voyage x 150 orang ) .

Sementara jumlah penumpang yang diangkut kapal KM. Raja Empat dalam satu

(1) tahun terdapat 2.980 orang. Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan

kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.60 dapat dihitung dengan

rumus 77;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

2.980 Orang

= x 100 %

3.450 orang

= 86,37 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam

propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan

100 % hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai 86,37

%, hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis

sudah mulai meningkat.

Di lain pihak, dengan angka nilai capaian 86,37 % dalam tahun 2011, berarti pada

jaringan tersebut diperlukan penambahan kapal. Hal ini disebabkan karena sudah

melampuai kapasitas dan penambahan kapal tersebut adalah sesuai dengan

ketentuan , dimana apabila nilai capaian lebih besar dari 65 % maka dapat

diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam pada jaringan trayek tersebut.

Sementara jika nilai capaian kurang dari 65 %, maka pada jaringan tersebut belum

dapat diizinkan penambahan kapal 78. Sekarang, nilai capaian kapal laut perintis

76 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 77 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 78 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23

Page 67: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-67

dalam tahun 2011 sudah mencapai 86,37 %, berarti perlu penambahan satu (1)

unit kapal laut perintis.

g. Jaringan trayek dengan Kode R. 61

Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis yang

melayani jaringan dengan Kode R.61, langkah pertama yang harus diketahui

adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal

perintis Kode R.61 dilayani dengan nama KM. Silver Whale dengan kapasitas

terdaat 150 orang. Kapal tersebut memiliki 26 Voyage. Dengan demikian,

kapasitas kapal KM. Silver Whale dalam satu (1) tahun terdapat 3.900 orang ( 26

Voyage x 150 orang ) . Sementara jumlah penumpang yang diangkut KM. Silver

Whale dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 4.380 orang. Karena itu, nilai capaian

tersedianya angkutan kapal laut perintis yang melayani trayek dengan Kode R.61

dapat dihitung dengan rumus 79;

% Jaringan Trayek Linier

∑ Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun

= x 100 %

∑ Rata – rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun

4.380 Orang

= x 100 %

3.900 orang

= 112,31 %

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi ditetapkan tersedianya

kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam

propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan

100 % hingga tahun 2014. Sementara nilai capain sekarang sudah mencapai

112,31 %, hal ini berarti perkembangan penduduk yang menggunakan kapal

perintis terus mengalami peningkatan. Akibatnya, jumlah angkutan sudah

melampaui kapasitas yang telah ditetapkan.

Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 112,31 % dalam

tahun 2011, berarti pada jaringan tersebut diperlukan penambahan kapal. Hal ini

adalah sesuai dengan ketentuan, dimana apabila nilai capaian lebih besar dari 65

% diizinkan penambahan 1 (satu) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut.

Sementara jika nilai capaian kurang dari 65 %, maka pada jaringan tersebut belum

dapat diizinkan penambahan kapal 80 . Sekarang, nilai capaian kapal laut perintis

dalam tahun 2011 sudah mencapai 112,31 %, berarti perlu penambahan satu (1)

79 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 80 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23

Page 68: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-68

unit kapal laut perintis berikut kapasitas. Secara singkat jaringan pelayanan kapal

angkutan laut perintis dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 69: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-69

Gambar 4.16. Jalur Trayek R-74 Pangkalan Manokwari

MANOKWARISORONG

SAUKOREM

P. FANI

P. AYU

KAPADIRI

WAISAI

SAUSAPOR

WASIOR

Pangkalan Manokwari (Provinsi Papua Barat)

Trayek R-74

Manokwari -71- Saukorem -115- Sausapor -74- Sorong -48-Waisai -70- Kapadiri -24- P.Ayu -52- P.Fani -52- P.Ayu -24-Kapadiri -70- Waisai -48- Sorong -74- Sausapor -115-Saukorem -71- Manokwari -120- Wasior -120- Manokwari

Jarak : 1.148 Mil

Lama Pelyaran : 13 Hari

Frekuensi : 29 Voyage

Ukuran Kapal : 500 DWT

Nama Kapal : KM. KASUARI PASIFIK II

Kontraktor :

Domisili Perusahaan :

Kontrak :

NOR :

Page 70: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-70

Gambar 4.17. Jalur Trayek R-73 Pangkalan Manokwari

MANOKWARISORONG

HOPMARE

WASIOR

Pangkalan Manokwari (ProvinsiPapua Barat)

Trayek R-73

Manokwari -71- Saukorem -24- Wanden -17- Waibem -7- Wau -17-Warmandi -18- Saubeba -14- Kwoor -10- Hopmare -16- Werur -12-Sausapor -71- Sorong -71- Sausapor -12- Werur -16- Hopmare -10- Kwoor-14- Saubeba -18- Warmandi -17- Wau -7- Waibem -17- Wanden -24-Saukorem -71- Manokwari -120- Wasior -120- Manokwari

Jarak : 794 Mil

Lama Pelyaran : 13 Hari

Frekuensi : 28 Voyage

Ukuran Kapal : 500 DWT

Nama Kapal : KM. KASUARI PASIFIK III

Kontraktor :

Domisili Perusahaan :

Kontrak :

NOR :

Page 71: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-71

Gambar 4.18. Jalur Trayek R-75 Pangkalan Sorong

SORONG

BULA

GESER

GOROM

KESUI

FAK FAK

KAIMANA

TELUK ETNA

POMAKO

YELLU

Pangkalan Sorong (Provinsi Papua Barat)

Trayek R-75

Sorong -93- Yellu -77- Bula -64- Geser -60- Gorom -35- Kesui -128- Fak Fak -182- Kaimana -68- Teluk Etna -200- Pomako PP

Jarak : 1.814 Mil

Lama Pelyaran : 15 Hari

Frekuensi : 25 Voyage

Ukuran Kapal : 1200 GT

Nama Kapal : KM. SABUK NUSANTARA 32

Kontraktor :

Domisili Perusahaan :

Kontrak :

NOR :

Page 72: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-72

Gambar 4.19. Jalur Trayek R-76 Pangkalan Sorong

MUTUSMANYAIPUN

SELFELE

SAONEK

MEOSMENGKARA

WERSAMBIN

KABILOL

BEO

WAIFOI

URBINASOPEN

MNIER

YEBENKAKI

LAMLAM

P. AYU

P.FANI

SORONG

Pangkalan Sorong (Provinsi Papua Barat)

Trayek R-76

Sorong -38- Waisai -30- Urbinasopen -25- Yembekaki -12-Mneir -16- Kabare -23- Lamlam (Kapadiri) -38- P.Ayu -61-P.Fani -61- P.Ayu -25- Kabare -16- Mneir -12- Yembekaki -25-Urbinasopen -30- Waisai -38- Sorong -37- Saonek -42- Waisilip-36- Selfele -10- Manyaifun -12- Mutus -10- Meosmengkara -24- Waisilip -42- Saonek -37- Sorong -38- Waisai -15-Wersamben -15- Waifoi -8- Beo -8- Kabilol -41- Waisai -38-Sorong

Jarak : 863 Mil

Lama Pelyaran : 16 Hari

Frekuensi : 23 Voyage

Ukuran Kapal : 350 DWT

Nama Kapal :

Kontraktor :

Domisili Perusahaan :

Kontrak :

NOR :

WAISAI

Page 73: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-73

2. Jaringan Prasarana Angkutan Laut

Di Propinsi Papua Barat , hingga sekarang belum ditemukan adanya pelabuhan kapal

angkutan laut antarkota/kabupaten dalam propinsi. Ditemukan adalah pelabuhan kapal

laut perintis antarkabupaten/kota dalam propinsi. Karena itulah, yang menjadi kajian

dalam hal ini adalah jaringan prasarana (pelabuhan) kapal laut perintis. Pelabuhan

adalah tempat yang terdiri dari atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas

tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang

dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau

bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi

dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang

pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi 81.

Sementara angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya

melayani kegiatan angkutan laut kapal perintis. Dalam angkutan laut, haruslah tersedia

alur pelayaran di laut, artinya alur pelayaran dari segi kedalaman, lebar, dan bebas

hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayani kapal

angkutan laut. Untuk menjamin kelancaran berlabuh, diperlukan adanya dermaga,

yaitu sebagai tempat kapal bersandar untuk naik turun penumpang dan/atau bongkar

muat barang.

Propinsi Papua Barat terdiri dari beberapa pulau, karena itu angkutan laut sangat

diperlukan, dimana sebelumnya harus tersedia adanya prasarana pelabuhan. Jumlah

pelabuhan kapal perintis tersebar di wilayah Propinsi Papua Barat. Lebih jelasnya

pelabuhan kapal angkutan laut kapal perintis dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.25. Nama-Nama Pelabuhan Kapal Laut Perintis di Propinsi Papua Barat

Dalam Tahun 2013

No Nama

Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status

1 Manokwari

Gedung Kantor Pelabuhan, Terminal,

Dermaga (100x20)m2, Trestle (62x10)

m2, Rumah Dinas, Instalasi Air dan

Listrik, Mooring Dolphin, Perkerasan

area darat paving block, Dermaga

Sheetpile 90m',

Dermaga (35x12) M2

Trestle (9x4)

Minimal operasional terpenuhi

2 Sorong

Dermaga, Trestle pemancangan tiang pancang baja

Ø609 mm, t = 12,7 mm pada dermaga

termasuk pengadaan dan pemasangan

cathodic protection sebanyak 11 titik,

pemancangan tiang pancang baja

Ø711 mm, t = 12,7 mm pada dermaga

termasuk pengadaan dan pemasangan

cathodic protection sebanyak 57 titik,

pemancangan tiang pancang baja

Ø914 mm, t = 14,3 mm pada dermaga

termasuk pengadaan dan pemasangan

cathodic protection sebanyak 19 titik,

dan pemancangan tiang pancang baja

81 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada Pasal 1 ayat (1 )

Page 74: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-74

No Nama

Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status

Ø609 mm, t = 12,7 mm pada trestle

termasuk pengadaan dan pemasangan

cathodic protection sebanyak 18 titik

(Minimal Operasional Terpenuh

(Minimal Operasional Terpenuhi)

3 Saukorem Dermaga (35x12) M2

Trestle (9x4

(Minimal operasional

terpenuhi)

4 Waisor Dermaga (195x10)m2, Causeway I

(127x6)m2, Trestle I (47x6)m2 Gedung

Kantor, terminal, Causeway II

(160x8)m2, Area Darat, Pagar BRC,

Gudang, Lapangan Penumpukan Beton

Pembangunan 2 unit Pos Jaga

(6x6)m2,

Gudang (15x40)m2, Menara air

(3,5x1,75) m2 + 2 unit tangki air

1.0 liter, termasuk sumur bor (1

titik),

2,0pompa air (1 unit) dan rumah

pompa (1 unit), 2 unit Gapura dan

Pintu

Gerbang, Pengadaan dan instalasi

Genset

30 Kva termasuk Pembangunan

Rumah

Genset (6x5)m2 (Minimal

Operasional Terpenuhi)

5 Pulau Fani Causeway Trestle (24,5x4)m2,

tiangpancang dermaga

Pekerjaan Upperstructure Dermaga

(35x8)m2 (Minimal

OperasionalTerpenuhi

6

7

Fakfak

Kaimana

Dermaga (100x20)m2, Gedung Kantor

Pelabuhan, Rumah Dinas, Gudang,

Reklamasi untuk Area Darat,

Pengaspalan Area Darat, Perkerasab

Beton Area Darat

Pagar tembok, Kantor

Pelabuhan,Perkerasan lapangan

penumpukan (100 x 20) m2, gudang

(30x10)m2, Instalasi air&listrik, Jalan

lingkungan pelabuhan, Lapangan

Parkir, Dermaga (80x10)m2, dermaga

(45 x 10) m2

pembangunan dermaga (70 x 20)

m2, pekerjaan perkerasan beton

untuk lapangan penumpukkan 4.500

m2, pekerjaan pembangunan

retaining wall sepanjang 115 m’,

dan pekerjaan pagar BRC sepanjang

110 m’ (Minimal Operasional

terpenuhi)

(Minimal Operasional Terpenuhi)

8 Pamoko Terminal Penumpang, Pagar, Dermaga

(73x12,5)m2, Trestle I (104x8)m2,

Trestle II (72x8), Causeway (24x8)m2,

Lapangan Penumpukan Kontainer,

Perkerasan Area Reklamasi

(150x120)m2

Reklamasi (110 x 70)m2, perkerasan

beton area reklamasi K-300 t = 25

cm seluas 1.865 m2, perkerasan

jalan beton K-300 t = 25 cm seluas

3.940 m2, saluran sepanjang 940 m’,

gorong – gorong sepanjang 65 m’,

Page 75: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-75

No Nama

Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status

pagar beton 112 m’, pagar BRC 200

m’, dan aksesoris dermaga

(Minimal operasional terpenuhi)

9 Waisai

Gedung Terminal dan Kantor Terpadu,

Pagar, Lapangan Penumpukan, Trestle,

Dermaga (100x10)m2

Causeway (7,5x6) M2,

Dermaga (100x10)m2, trestle

(24x6)m2 (Minimal Operasional

Terpenuhi)

10

Kabare Causeway (7,5x6) M2 Trestle (17,5x4) M2

11 Saonek

Trestle, Dermaga (70x8)m2, Kantor

(Minimal Operasional Terpenuhi)

12 Segun

Causeway (24x6)m2, Trestle

(48x6)m2, Dermaga (50x8)m2

kantor pelabuhan (15 x 10) m²,

pembangunangedung

serbaguna/terminal (15 x 10) m²,

pembangunan gudang pelabuhan (20

x 15) m², pembangunan pos jaga (3

x 3) m², dan pekerjaan talud (60 x

50) m², pagar BRC 314 m’, pintu

gerbang (1 unit), dan lampu

penerangan tenaga surya 9 unit

(Minimal Operasional Terpenuhi

13 Wersimar

Teminabuan

Dermaga (50x8)m2, Trestle,

Causeway, Kantor Pelabuhan,

Terminal, Timbunan Tanah, Jalan

lingkungan pelabuhan

Pekerjaan timbunan+pemadatan

tanah pilihan area darat dengan

volume timbunan 23.482,5m3

hingga elevasi +3,00mLWS seluas

8.800m2 dan talud pasangan batu

188m’ (Minimal Operasional

Terpenuhi)

14 Bintumi

Gedung Kantor, Asrama pegawai,

pagar BRC, Trestle (12x6)m2,

Dermaga (70x8)m2

(Minimal Operasional Terpenuhi)

15 Kokas

Mess staf, Gedung Kantor Pelabuhan,

Terminal Penumpang (23,5x12,5)m2,

Area Darat (100x50)m2, Perkerasan

paving block area darat

3.403,9m2,Pekerjaan Jalan Beton tebal

25cm (148x8)m2, Pagar BRC 334m',

gapura, tangki BBM, pos jaga

(4,5x4,5)m2, tower air dan reservoir

20m3, genset100KVA & rumah genset

30m2, Dermaga (75x10)m2, trestle

(40x6)m2

(Minimal Operasional

Terpenuhi)

16 Windesi Pagar BRC, Talud, Gedung Kantor

Sumber: Kantor Syahbandar Propinsi Papua Barat, 2013

Ditjen Perhubungan Laut c.q Direktorat LALA, 2013

Page 76: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-76

Sementara rencana pembangunan pelabuhan kapal laut perintis di Propinsi Papua

Barat dalam tahun 2013 s/d 2014 per trayek dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.26. Rencana Pembangunan Pelabuhan Kapal Laut Perintis Per Kode Trayek

di Propinsi Papua Barat Dalam tahun 2013 s/d 2014

Pangkalan Kode Trayek Pelabuhan Jumlah

Pelabuhan

Manokwari

Sorong

R- 71

R- 72

R- 73

R- 74

R- 75

R.76

R.77

R.78

R.79

R.80

Arandai ,babo, Keras

Yenbekri, Yamankan, Sabubar,

Yende, Asedane, Ambumi, Dusner

Wanden, Waiben, Wau, Warmandi,

Saubeta, Kwoor

Kapadiri, P. Ayu

Yellu , Teluk Etna

Urbinasopen, Yembekaki, Lamian(

Kepadiri ), P. Ayu, Waisilip, Selfele,

Manyaifun, Mutus, Meosmengkera,

Wersamben, Waifoi, Kebilol

Seremuk, Saifi, Konda, Kais, Mugim,

Inawatan, Aradai, Kokoda

Werur, Hopmare, Kwoor, Saubeba,

Warmandi, Wau, Weibem, Imbuan,

Kwoor, Sausapor, P. Ayu (Dorekar),

Selfele, P.Kawe, Wayaf. P. Sayang,

P.Wayah

Yellu, Babo

P. Ayu, Inawatan, Kokoda

3

7

8

2

2

13

8

16

2

3

Jumlah

64

Sumber: Kementerian Perhubungan – Ditjen perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan &

Pengerukan, 2013

Berdasarkan data tersebut , jumlah kebutuhan pelabuhan kapal laut perintis terdapat 80

unit, di antaranya pelabuhan yang sudah terbangun 16 unit sementara rencana

pembangunan pelabuhan kapal laut perintis ditetapkan 64 unit. Berkenaan dengan itu,

nilai capaian tersedianya pelabuhan/dermaga kapal laut perintis dapat dihitung dengan

rumus 82:

82 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 77: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-77

% Tingkat Pelayanan

∑ Dermaga dalam satu propinsi

= x 100 %

∑ Kabupaten/Kota dalam propinsi yang memiliki alur pelayaran dan

Tidak ada alternative jalan

16 unit.

= 100 %

80 unit

= 20 %

Berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan telah ditetapkan, bahwa tersedianya

pelabuhan/dermaga kapal laut perintis hingga tahun 2014 mencapai 100 %. Karena

itu, nilai yang harus dicapai hingga tahun 2014 adalah sebesar 80 % ( 100 % - 20 % =

80 %). Untuk mewujudkan pembangunan pelabuhan/dermaga tersebut perlu adanya

kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terutama dalam pembiaan

dan pengadaan tempat sebagai lokasi pelabuhan/dermaga.

3. Keselamatan

Keselamatan kapal dalam hal ini adalah difokuskan kepada kapal di bawah 7 GT.

Keselamatan dalam hal ini, adalah terpenuhinya persyaratan material, konstruksi,

bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan

termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan

dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian 83

Setiap kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 ( < GT7 ) yang dioperasikan

hanya di perairan daratan ( sungai dan danau ) dilakukan: a. pengawasan keselamatan

kapal, b. pengukuran kapal, c. penertiban pas perairan daratan, d. pencatatan kapal

dalam buku register pas perairan daratan, e. pemeriksaan konstruksi kapal, f.

pemeriksaan permesinan kapal,g. pemeriksaan perlengkapal kapal, h. penerbitan

sertifikat keselamatan kapal, i. penerbitan dokumen pengawakan kapal, j. pemberian

Surat Izin Berlayar dilaksanakan dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota di tempat

pemberangkatan kapal sebagai tugas desentralisasi, k. pemberian izin berlayar berlaku

hanya 1 ( satu ) kali perjalanan. Pelaksanaan urusan ini dilaksanakan oleh petugas

pemegang fungsi keselamatan pelayaran angkutan sungai dan danau pada dinas

Kabupaten/Kota 84

Berdasarkan informasi dari dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Papua Barat

Jumlah Kapal dibawah 7 GT di Propinsi Papua Barat relative banyak, dan

diperkirakan kurang lebih 86 unit, dengan berbagai ukuran di bawah GT 7.

83 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 84 Peraturan Menteri Perhubungan No. 58 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri

Perhubungan No. Km 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau Pada Pasal 6 s/d Pasal 8

Page 78: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-78

Berdasarkan informasi, kapal di bawah 7 GT belum pernah memiliki surat ukur. Hal

ni disebabkan, karena SDM yang memiliki keahlian pengkuran boleh dikatakan belum

ada. Sebelumnya ada, namun semenjak otonomi daerah, SDM tersebut pindah ke

Kantor Kesyahbandaran. Karena itu, dari hasil wawancara dan pengamatan di lokasi

studi persyaratan keselamatan yang meliputi; material, konstruksi, bangunan,

permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk

perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, belum dapat menunjukkan

dan/atau memperlihatkan sertifikat. Karena untuk mengetahui, apakah kapal di bawah

GT 7 memiliki persyaratan keselamatan yang dibuktikan dengan sertifikat, telah

dilakukan wawancana terhadap 4 juru mudi kapal dibawah GT 7 . Pertanyaanya

adalah sekitar kepemilikan sertifikat masing-masing persyaratan keselamatan kapal di

bawah GT 7 dan jawabannya ke lima juru mudi tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut;

Tabel 4.27. Keberadaan Sertifikasi Pada Kapal di Bawah GT 7 Di Propinsi Papua

Barat

No Aspek Keselamatan Keberadaan

Sertifikat

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Material

Konstruksi

Bangunan

Permesinan & Perlistrikan

Stabilitas

Tata Susunan

Alat Penolong

Radio

Elektronik Kapal

Alat penolong:

a. Jaket

b. Pelampung

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada dalam kapal

Tidak ada dalam kapal

Sumber; Hasil Wawancara Dengan Juru Mudi di Propinsi Papua Barat, 2013

Solas, 1974

Mengingat kapal di bawah 7 GT tidak memiliki ruang yang sempit, maka tata susunan

yang telah ditetapkan tampaknya kurang memungkinkan. Karena itu, aturan SOLAS,

seperti telah disebutkan sebelumnya menyangkut tata susunan kurang relevan. Namun

yang perlu dimiliki setiap kapal dibawah 7 GT adalah beberapa persyaratan seperti

dalam tabel berikut.

Tabel 4.28. Keberadaan Sertifikasi Pada Kapal di Bawah GT 7 Di Propinsi Nusa

Tengara Timur No Aspek Keselamatan Keberadaan

Sertifikat

1

2

3

4

5

6

7

8

Material

Konstruksi

Bangunan

Permesinan & Perlistrikan

Stabilitas

Radio

Alat penolong:

a. Jaket

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada sertifikat

Tidak ada dalam kapal

Page 79: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-79

No Aspek Keselamatan Keberadaan

Sertifikat

b. Pelampung Tidak ada dalam kapal

Sumber: SOLAS, 1974

Pengamatan dan wawancara terhadap juru mudi kapal di bawah 7 GT

Definisi operasional dalam konteks kapal di bawah 7 Gt adalah terpenuhinya standar

keselamatan kapal dengan ukuran di bahwa 7 GT dan kapal yang beroperasi

antarkabupaten/kota dalam propinsi atau daerah pelayaran perairan daratan. Karena

itu, nilai capaian tersedianya kapal dengan ukuran di bawah 7 GT yang beroperasi

antarkabupaten/kota dalam propinsi dan/atau daerah pelayaran daratan yang

memenuhi standar keselamatan kapal dihitung dengan rumus sebagai berikut 85;

% Keselamatan Kapal

∑ Kapal di bawah 7 GT yang memenuhi standar keselamatan

= x 100 %

∑ Kapal di bawah 7 GT

0

= x 100 %

86 unit

= 0 %

Sementara nilai capaian persentase pemenuhan alat keselamatan kapal dengan ukuran

di bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi dan/atau daerah

pelayaran perairan daratan yang memenhi standar keselamatan dihitung dengan

menggunakan rumus 86 :

% Pemenuhan Alat Keselamatan

∑ Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Dibawah 7 GT

= x 100%

∑ Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi

0

= x 100 % = 0 %

8

Nilai capaian jumlah pemerikasa keselamatan kapal/marine inspector yang disebut

pejabat pemeriksa keselamatan kapal yang akan melakukan pemeriksaan dan

85 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 86 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 80: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-80

pengujian terhadap jumlah kapal di bawah 7 GT sebagai pemenuhan persyaratan

keselamatan kapal dapat dihitung dengan dihitung dengan rumus 87 :

∑ Kapal di Bawah 7 GT x 4 Jam/ hari

Pejabat Pemeriksa = x 1 Orang

Keselamatan Kapal 8 Jam/Hari

86 unit x 4 Jam/hari

= x 1 Orang

8 Jam /hari

= 344 Jam /hari = 43 Jam

8 Jam / hari

Mengenai alat penolong sebagai salah satu persyaratan keselamatan, sangat diperlukan

bagi kapal di bawah GT 7. Hal ini disebabkan, karena kapal di bawah GT 7 yang

berlayar di perairan propinsi Barat digunakan sebagai angkutan penumpang.

Sementara kondisi gelombang di perairan tersebutt sering membahayakan bagi kapal-

kapal kecil. Artinya, kelaikan operasional yang ditentukan oleh Dinas Perhubungan

Kota/Kabupaten benar-benar diawasi.

Untuk menjamin keselamatan, alat pertolongan seperti jaket dan pelampung

diharuskan ada dalam kapal di bawah GT 7, tentunya disesuikan dengan jumlah

penumpang. Mengingat ukuran kapal sangat kecil, maka setiap penumpang yang akan

masuk kapal langsung dibagikan dan dipakai setiap penumpang termasuk pelampung

dengan ukuran skala kecil. Dengan demikian pada waktu perlayaran jaket sudah

dipakai penumpang termasuk pelampung dipegang. Hal ini disebabkan, pada waktu

terjadi kecelakaan kapal, tidak ada lagi kesempatan juru mudi kapal membagi-bagikan

jaket dan pelampung, karena juru mudi juga sudah ikut langsung terjungkal. Karena

itu, untuk menjamin keselamatan kapal dibawah GT 7 sebaiknya mengikuti

persyaratan yang disesuaikan dengan jumlah penumpang yaitu sebagai berikut; Bagi

kapal dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang dilayani hingga 15 mil, harus

memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai

berikut 88;

a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit

b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang

c) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)

d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang

e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)

f) Means Of Rescue (alat penolong)

g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)

h) Helicopter Pick Up Area (area 80ystem80ter)

i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)

j) Embarkation Ladder (Tangga keberangkatan)

87 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 88 SOLAS, 1974

Page 81: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-81

k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) (2 units)

l) SART (1 Unit)

m) Distress Flare 12

n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat)

o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum)

p) Public Address System (81ystem informasi umum)

q) Life Buoys (pelampung) 4 unit

Di antara persyaratan tersebut, dikaitkan dengan keterbatasan ruang kapal di bawah 7

GT sebaiknya mengharuskan memiliki alat penolong sebagai berikut; a. Life Jacket

(baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang, dan b. Life Jacket with

light (baju pelampung dengan cahaya

Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, penyebab terjadinya kapal di

bawah GT 7 tidak meemnuhi persyaratan keselamatan dan alat penolong adalah

karena:

a) Karena di daerah khususnya di Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten belum

memiliki SDM yang memiliki kahlian pengukuran kapal dan atau Marine

Inspector.

b) Karena SDM yang memiliki keahlian pengukuran kapal dan/atau marine

inspector pada waktu Kakanwil sudah pindah ke Kantor Kesyahbandaran setelah

otonomi daerah.

c) Karena peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan uji kelaikan

kapal di bawah GT 7 masih ambivalen dan/atau tidak tegas diharuskan. Hal ini

dapat dilihat dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 yang

menyatakan:

1) Setiap kapal yang memiliki ukuran di bawah GT 7 ( < 7 GT ) yang akan

dioperasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau dapat diukur,

didaftarkan dan memenuhi persyaratan kelaikan kapal dan pengawakan

kapal, dan 2) Setiap kapal yang memiliki ukuran mulai dari GT 7 ke atas (> 7 GT) yang

akan dioperasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau wajib diukur,

didaftarkan, memenuhi persyaratan kelaikan kapal, persyaratan pengawakan

kapal, dan dapat diberikan tanda kebangsaan 89. Kata dapat diukur untuk

kapal di bawah 7 (< 7 GT) dapat diartikan didak diwajibankan dan/atau

harus diukur. Semnetara untuk kapal di atas GT 7 (≥ 7 GT) terdapat kata

wajib diukur, artinya harus diukur. Bagi public yang membaca ini, dapat

diartikan bahwa kapal di bawah GT 7 (< 7 GT) tidak diharuskan diukur,

atau bias tidak diukur dan bias diukur

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar

Kapal Non Convensi Berbendera Indonesia (Non Covention Vessel Standard) dan

keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. UM.008/20/9/DJPL-2012 tentang

Pemberlakuan Standard dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi

89 Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan

Danau Pada Pasal 5 ayat ( 1 dan 2 )

Page 82: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-82

Berbendera Indonesia alat keselamatan untuk kapal 7 GT dan dibandingkan dengan

keberadaanya di kapal dibawah 7 GT dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel 4.29. Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Di Bawah 7 GT Dan Belum

dipenuhi Berdasarkan Pengamatan di Lapangan No Peralatan Keselamatan Keberadaan di Kapal

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Pedoman Magnet

Pelorus atau Alat Baring

Peta Laut

Publikasi Nautika

Alat Ukur Kecepatan

Perum Gema

Indikator Sudut daun Kemudi

Corong Pemberitahuan

Lampu Isyarat

Reflector

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Sumber; -Permmenhub No.65 Tahun 2009 tentang Kapal Non Konvevensi Berbendera

Indonesia (Non Convention Vessel Standard)

-Hasil wawancara dengan Juru Mudi Kapal di Bawah 7 GT

Setiap kapal termasuk di bawah 7 GT diharuskan memiliki alat keselamatan seperti

dijelaskan sebelumnya, karena alat tersebut berfungsi untuk menjamin keselamatan

berlayar. Dengan demikian, defenisi operasional adalah terpenuhinya standar

keselamatan kapal dengan ukuran di bahwa 7 GT dan kapal yang beroperasi

antarkabupaten/kota dalam propinsi atau daerah pelayaran perairan daratan. Karena

itu, nilai capaian tersedianya kapal dengan ukuran di bawah 7 GT yang beroperasi

antarkabupaten/kota dalam propinsi dan/atau daerah pelayaran daratan yang

memenuhi standar keselamatan kapal dihitung dengan rumus sebagai berikut 90;

% Keselamatan Kapal

∑ Kapal di bawah 7 GT yang memenuhi standar keselamatan

= x 100 %

∑ Kapal di bawah 7 GT

0

= x 100 %

86 unit

= 0 %

Sementara nilai capaian persentase pemenuhan alat keselamatan kapal dengan ukuran

di bawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi dan/atau daerah

pelayaran perairan daratan yang memenhi standar keselamatan dihitung dengan

menggunakan rumus 91:

90 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 91 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Page 83: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-83

% Pemenuhan Alat Keselamatan

∑ Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Dibawah 7 GT

= x 100%

∑ Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi

0

= x 100 %

10

= 0 %

Nilai capaian jumlah pemeriksa keselamatan kapal/marine inspector yang disebut

pejabat pemeriksa keselamatan kapal yang akan melakukan pemeriksaan dan

pengujian terhadap jumlah kapal di bawah 7 GT sebagai pemenuhan persyaratan

keselamatan kapal dapat dihitung dengan dihitung dengan rumus 92 :

∑ Kapal di Bawah 7 GT x 4 Jam/ hari

Pejabat Pemeriksa = x 1 Orang

Keselamatan Kapal 8 Jam/Hari

86 unit x 4 Jam/hari

= x 1 Orang

8 Jam /hari

344 Jam /hari

=

8 Jam / hari

= 43 Jam

Penjelasan masing-masing alat keselamatan adalah sebagai berikut;

1) Pedoman Magnet

Pedoman adalah sebuah navigasi yang digunakan untuk menetapkan arah di laut,

baik berupa haluan kapal maupun baringan. Kompas biasanya disebut pedoman,

yang digunakan untuk menentukan arah/haluan kapal serta untuk mengetahui

arah benda lain dari kapal ( baringan ) sehingga posisi kapal dapat diketahui 93.

Pedoman Magnet atau juga disebut Kompas Magnetik terbagi atas kompas

magnetic kemudi, kompas magnatik standar. Persyaratan umum pedoman

magnetic ( kompas magnetic ) : a) ditempatkan sedemikian rupa sehingga

pandangan ke depan dari posisi kemudi, sedapat mungkin tidak terhalangi,

berada pada bujur minimal 1150 dari kanan depan pada kedua sisi kapal, b)

ditempatkan di depan kemudi/control sedemikian rupa sehingga dapat mudah

dibaca dari posisi kemudi norma, c) dipasang dengan penerangan yang efisien

92 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 93 SOLAS, 1974

Page 84: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-84

bersama-sama dengan alat untuk peredup pencahayaan, ditopang dengan alas

datar sehingga tetap pada posisi horizontal ketika rumah kompas dimiringkan 400

ke arah manapun, d) dipasang pada posisi sedemimian rupa sehingga mudah

dilakukan penyesesuaian ( penimbalan ), e) tepat guna dan dipasang di bidang

tegak melalui garis tengah membujur kapal ( center lines ). Tempat pemasangan

pedoman termasuk unsure magnit untuk keperluan navigasi dan pengawasan dan

pengawasan harus sedemikian sehingga alat ini tidak mengalami gangguan yang

berarti dari massa besi dan aliran listrik yang ditempatkan didekatnya, f.

penempatan pedoman magnet, tidak boleh menghalangi pandangan bebas yang

meliputi suatu busur cakrawala sekurang-kurangnya 2300 dihitung dari arah lurus

ke depan sampai 250 di belakang garis melintang kapal pada setiap sisi 94

2) Pelorus atau Alat Baring

Poisi adalah tempat kapal berada pada suatu yang dinyatakan dalam lintang dan

bujur atau juga disebut baraingan dan jarak dari suatu titik referensi dihitung

berdasarkan metode-metode pengambilan posisi . Metode penentuan posisi atau

baring meliuti tiga (3) yaitu: a)Visual, b) Astronomi, c) Elektronika. Kegunaan

baring adalah:

a) Menjamin keselamatan kapal

b) Menentukan elemen-elemen hydrometeo ( angin dan arus )

c) Menentukan perhitungan lintas laut

d) Memberikan gambaran situasi taktis

3) Peta Laut

Peta laut adalah sebagai perangkat peta terdiri dari atas peta pelayaran, jalur

perairan dunia, peta ikhtisar, peta cuaca, petunjuk pelayaran/buku kepanduan

bahari, daftar suar, daftar pasang surut, daftar stasiun radio, tabel navigasi,

choronometer, clinometers, stpwath, jangka, penggaris parallel/mister jajar,

segitiga, pensil, karet penghapus, pemberat kertas, tabel logaritma, berita pelaut

Indoensia/NTM, tabel arus, daftar peta, dan daftar koreksi peta 95. Persyaratan

teknis neliuti: 96

a) Peta-peta yang digunakan untuk navigasi biasanya berupa peta

meractorial/lintang bertumbuh, peta “proyeksi lingkaran besar/genomonis

b) Kertas yang digunakan untuk peta harus memiliki susut minimal sehingga

jarak antar titik tidak melebar atau menyempit akibat suhu

c) Pensil yang digunakan yang tanda-tanda yang dibuat di atas peta umumnya

dapat dihapus tanpa merusak kertas (pensil jenis 2 B atau yang lembut)

d) Peta harus dimutahirkan dengan informasi resmi, misalnya informasi dari

radio, berita pelaut Indonesia (edisi mengguan)/notice to mariners

e) Peta-peta navigasi, jalur perairan dunia, peta cuaca, petunjuk pelayaran,

daftar lampu penerangan, daftar pasang surut, daftar sinyal radio, tabel

94 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Nonkonvensi ( Non Convention Vessel standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal 10 95 Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi ( Non

Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal III - 8 96 Ibid, Chapter II hal 9

Page 85: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-85

navigasi, berita pelaut Indonesia, dan daftar arus harus diterbitkan secara

berkala oleh organisasi pelayaran resmi untuk tujuan navigasi

f) Chronometer harus diuji dan dikalibrasi oleh layanana merologi dan harus

disesuaikan atau dicatat oleh nahkoda kapal setiap hari

4) Publikasi Nautika

Publikasi navigasi (Penertbitan Navigasi) adalah publis buku-buku dan bahan-

bahan penting yang diterbitkan dan disiarkan untuk membantu seorang navigator

dalam melayarkan kapalnya dengan sebaik-baiknya. Buku-buku dan bahan

tersebut antara lain; a) peta laut yang erat hubungannya dengan peta laut yaitu

berupa catalog peta, b) almanak nautika, c) buku-buku navigasi, d) daftar

meliput: suar, daftar pasang surut, daftar ilmu pelayaran, daftar pelampung-

pelampung, daftar rambu, daftar isiyarat radio, daftar jarak, dan e) peta khusus

seperti peta pandu, peta cuaca, peta arus, peta angin, f) berita pelaut ( BP ) atau

Notice to Mariners, g) berita peringatan navigasi ( navigational warning ) 97

5) Alat Ukur Kecepatan

Alat ukur kecepatan adalah menghitung jarak yang harus ditempuh oleh kapal

dalam suatu haluan tertentu dan/atau jarak/jauh yang ditempuh oleh kapal dalam

1 jam.

6) Perum Gema

Perum gema adalah suatu alat yang dirancang untuk mengukur kedalaman laut .

Alay tersebut salah satunya adalah “Echosounder yaitu suatu alat navigasi

elektronik dengan menggunakan system gema yang dipasang pada dasar kapal

yang berfungsi untuk mengukur kedalaman perairan, mengetahui bentuk dasar

suatu perairan dan untuk mendeteksi gerombolan ikan dibagian bawah kapal

secara vertical 98

7) Indikator Sudut Daun Kemudi

Indikator sudut daut kemudi adalah gay dan momen yang bekerja pada kemudi

serta gaya dan momen pada kapal ketika kapal berbelok akan berbeda dari jenmis

kemudi. Besarnya gaya yang dihasilkan oleh kemudi tergantung pada modifikasi

desain (chamber) dan sudut serang (angle of attack). Bisanya untuk 30 sampai 40

derajat untuk luas 25 % bagian yang tetap ( fixed portion ) dan 75 % bagian yang

bergerak (movable) akan menghasilkan lebih dari 90 % gaya gaya angkat

daripada jenis kemudi

97 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non

Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia ) 98 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non

Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia )

Page 86: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-86

8) Corong Pemberitahuan

Corong pemberitahuan adalah suatu alat yang digunakan untuk memberitahukan

kepada para penumpang pengumuman tiba kapal dan/atau sedang mengalami

kerusakan dan juga digunakan untuk mengumkan keberangkatan kepal.

9) Lampu Isyarat

Untuk kapal motor dengan panjang 20 meter atau lebih, lampu tiang harus

ditempatkan sebagai berikut; a) lampu tiang depan, atau jika hanya ada satu

lampu tiang, maka lampu tersebut dengan tinggi di atas lambung kapal tidak

kurang 6 meter, dan jika lebar kapal lebih dari 6 meter, maka tinggi lampu tiang

di atas lambung kapal tidak boleh kurang dari ukuran lebar kapal, namun lampu

tidak perlu dipasang dengan tinggi lebih dari 12 meter di atas lambing kapal.b)

bilamana kapal memiliki dua (2) lampu, maka lampu yang dibelakang harus

sekurang-kurangnya 4,5 meter tegak lurus lebih tinggi dari pada yang di depan .

Tetapi dalam hal ini perlu diperhatikan sebagai berikut 99:

a) Pemisah secara tegak lampu – lampu tiang pada kapal motor harus dibuat

sedemikian rupa sehingga dalam kondisi tinggi normal, lampu belakang akan

tampak di atas dan terpisah dari lampu depan pada jarak 1000 m dari tinggi

muka ketika dilihat dari pemukaan laut

b) Lampu tiang kapal motor dengan panjang 12 meter atau lebih namun kurang

dari 20 meter harus ditempatkan tinggi di atas bordu kapal namun tidak

kurang dari 2,5 meter

c) Sebuah kapal motor dengan panjang kurang dari 12 meter boleh memasang

lampu yang paling atas dengan tinggi kurang dari 2,5 meter di atas bordu jika

lampu tiang tersebut merupakan tambahan dari lampu dari lampu lambung (

sesuai Auran 23 ( c ) (i) tentang COLREG/KEPRES No.5 Tahun 1979 dan

lampu buritan maka lampu tiang demikian harus dipasang sekurang-

kurangnya 1 meter lebuh tinggi di atas lampu – lampu lambung

d) Salah satu dari dua (2) atau tiga lampu-lampu tiang yang ditentukan untuk

kapal motor ketika digunakan untuk menunda atau mendorong kapal lain

harus ditempatkan pada posisi yang sama dengan lampu tiang belakang

asalkan bahwa, jika dipasang sekurang-kurangnya harus vertical 4,5 meter

lebih tinggi dari lampu tiang depan ; (1) lampu atau lampu-lampu tiang

sebagaimana ditetapkan pada aturan 23 (a) ( COLREG/KEPRES No. 50

Tahun 1979 harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga berada di atas dan

bebas dari semua lampu dan bebas rintangan lainnya kecuali seperti

diuraikan dalam klausul aturan 23 (a) (ii) (COLREG/KEPRES No. 50 tahun

1979), (2) jika tidak memungkinkan untuk menempatkan lampu keliling

seperti ditetapkan dalam aturan 27 (b) (i) atau aturan 28 CORLEG ialah di

bawah lampu – lampu tiang, maka lampu-lampu tersebut boleh dipasang di

atas lampu belakang atau secara vertical di antara lampu tiang depan dan

lampu tiang belakang

Pada waktu malam hari, satu sama lain di dalam alur pelayaran atau air

pelayarann yang sempit, dimana kapal bermaksud menyesul kapal lain, maka

99 SOLAS , 1974 & Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Convensi ( Non

Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia) Pasa hal Chapter III hal 38

Page 87: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-87

harus menunjukkan a) isyarat – isyarat pada sulingnya; (1) dua ( 2 ) bunyi lanjut

disusul oleh satu bunyi pendek yang berarti “ saya bermaksud untuk menyusulmu

pada sisi lambung kananmu ( I intend to overtake you on your staboard side ), (2)

dua (2) bunyi lanjut disusul dua bunyi pendek yang berarti “ saya bermaksud

menyusulmu. Kapal yang akan disusul, harus menunjukkan persetujuannya

dengan dengah isyarat berikut pada serulingnya : satu (1) bunyi lanjut, satu bunyi

pendek, satu lanjut dan satu pendek dalam urutan itu 100

4. Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) maksudnya adalah tersedianya SDM yang mempunyai

kompetensi sebagi awak kapal angkutan laut dengan ukuran di bawah 7 GT.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun Tahun 1998 telah

ditegaskan, bahwa jumlah Perwira Kapal Berdasarkan GT.500 s.d < 500 dan KW <

750 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.30. Jumlah Perwira Kapal Berdasarkan GT.500 s.d < 500 dan KW <

750 No JABATAN GT < 500

JML DOC COP

1 MASTER 1 ANT - IV 9c1) ( b-h)

2 CHIEF OFFICER 1 ANT - IV 9c (2-7 )

3 2nd OFFICER - - -

4 3rd OFFICER - - -

5 RADIO OFFICER 1 ORU/REK -II -

6 BOATSWAIN - - -

7 QUARTER MASTER 1 - 9f

8 SAILOR - - -

9 COOC 1 - 9g

10 MESS BOY - - -

NO

JABATAN

KW < 750

JML COC COP

1 CHIEF ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)

2 2nd ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5)

3 3rd OFFICER 1 ATT-IV 10c(2-5)

4 4th OFFICER - - -

5 ENG.FOREMAN 1 - 10d

6 OILER 3 - 10d

7 WIPER - - -

Sumber : Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun 1998 tentang Perwira

Kapal Niaga Pelayaran Kawasan indonesia

Mengingat kapal di bawah 7 GT relatif kecil dan daya tampungnyapun juga tidak

terlalu banyak, maka untuk kapal di bahwa 7 GT cukup memiliki dua (2) awak kapal.

Kedua awak kapal tersebut yaitu Ahli Nautika tingkat V (ANT – V) sebanyak satu (1)

orang , sementara satu (1) orang sebagai Ahli Teknik Tingkat V ( ATT V). AHLI

Nautika Tingkat V (ANT V) adalah perwira untuk kapal – kapal kecil yang digunakan

antar pulau. Sementara Ahli Teknik Tingkat V( ATT V ) adalah sebagai ahli mesin

100 SOLAS, 1974

Page 88: BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG ...elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010...Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar pelayanan

“Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir IV-88

untuk kapal pelayaran terbatas ( AMKPT ) atau masinis untuk kapal-kapal kecil antar

pulau 101.

Berdasarkan wawancara dari pihak Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang

Angkutan Laut maupun Bidang Angkutan darat Propinsi Papua Barat serta wawancara

dengan pihak pengelola kapal dibawah 7 GT ke bawah melalui perairan ternyata awak

kapal tersebut tidak memiliki sertifikat sebagai awak kapal. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut sebaiknya perlu dibuatkan aturan yang jelas, baik dari

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi serta Kabupaten/ Kota mengharuskan

setiap awak kapal di bahwah 7 GT yang melintasi perairan laut harus memiliki

keahlian sebagai Mualim Pelayaran Terbatas dan keahlian bidang mesin kapal

pelayaran terbatas. Hal ini dimaksudkan, untuk menghindarkan kecelakaan kapal yang

membawa manusia sebagai penumpang.

101 http://id.wikipedia.org/wiki/ Pelaut , 2011