bab ii pemikiran nasionalisme arab muammar...
TRANSCRIPT
21
BAB II
PEMIKIRAN NASIONALISME ARAB
MUAMMAR QADHAFI
A. Sejarah Nasionalisme Arab
Menurut Sati‟ al-Husri dalam beberapa karyanya mengenai nasionalisme
Arab, dasar dari persatuan politik bangsa Arab adalah karena bangsa Arab
terbentuk dari aspirasi rakyat Arab. Ia juga menjelaskan bahwa bangsa Arab
merupakan bangsa yang memiliki satu hati dan satu jiwa1. Adapun secara
definitif, nasionalisme Arab tidak hanya berkaitan dengan politik, melainkan juga
sosial budaya masyarakatnya. Seperti yang disebutkan oleh Lucian W dan Sidney
Verba bahwasanya keyakinan, adat, pengaruh sosial, dan karakter yang mendasari
suatu budaya sosial harus mampu mempengaruhi proses politik suatu lembaga2.
Nasionalisme Arab sebagai slogan kebangkitan bangsa Arab merupakan
sebuah proses sosio-politik yang di dalamnya terintegrasi nilai kebudayaan dan
politik bangsa Arab, termasuk karakter pemilik pemikiran tersebut. Begitu juga
dengan pemikiran nasionalisme Arab yang dikumandangkan oleh mantan
Presiden Libya, Muammar Qadhafi. Pemikiran tersebut di dalamnya memuat
dialog antara nilai-nilai budaya dan politik yang ia miliki. Penjelasan mengenai
pemikiran nasionalisme Arab Qadhafi tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
1 Abu Khaldun Sati‟ al-Husri, 1964, Ma Hiya al-Qawmiya?: Abhath wa Dirasat „ala Dhaw‟i al-
Ahdath wa al-Nadhariyat dalam Adeed Dawisha, op. cit, halaman 2. 2 Pye Lucian W dan Sidney Verba, 1965, Political Culture and Political Development dalam
Michael C Hudson, 1977, Arab Politics: The Search for Legitimacy, United States of America:
Yale University Press, halaman 33.
22
1. Pengertian Nasionalisme Arab
Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nasionalisme
dijelaskan sebagai (1) paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat
kenasionalan, (2) kesadaran anggota dalam suatu bangsa yang secara potensial
bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas,
integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan3. Bangsa
yang dimaksud di atas, disesuaikan dengan konteks permasalahan yaitu bangsa
Arab meskipun penyebutan “Arab” hingga kini masih menjadi polemik di antara
para ahli.
Renan menjelaskan bangsa adalah sekumpulan individu atau kelompok
yang tinggal di suatu tempat dan hidup bersama sebagai suatu komunitas4.
Pandangan Anderson mengenai bangsa merupakan yang paling sering digunakan.
Ia menyebut bangsa dengan „imagined coommunities‟ atau secara harfiah
diartikan dengan „komunitas imajiner‟. Mengapa disebut masyarakat imajiner
karena setiap anggota masyarakat tidak akan kenal keseluruhan anggota mereka,
tetapi mereka memiliki hubungan yang erat5. Penjelasan lebih rinci dipaparkan
oleh Lewis, bahwa bangsa merupakan sekelompok orang yang disatukan oleh
bahasa dan berakar dari keturunan yang sama karena mereka percaya memiliki
sejarah dan takdir bersama6.
Jika dianalisa, apa yang dimaksud bangsa oleh para ahli di atas dibangun
oleh beberapa instrumen, yaitu berupa sekelompok orang, menempati suatu
3 Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa,
halaman 997. 4 Michael C Hudson, op.cit, halaman 34, dikutip dari Verba Sidney, 1965, “Conclusion:
Comparative Political Culture”. 5 Ibid, halaman 5 sebagaimana dikutip dari Benedict Anderson, Imagined Communities:
Reflections on the Origins and Spread of Nationalism. 6 Ibid, halaman 6.
23
wilayah, memiliki beberapa kesamaan dalam bahasa maupun budaya, dan juga
mereka memiliki hubungan erat satu sama lain. Instrumen tersebut merupakan
wujud sebuah identitas. Identitas ini yang kemudian menjadi indikator simbolik
sebuah nasionalisme. Persepsi para ahli terbagi menjadi dua, apakah nasionalisme
dibangun oleh faktor politik atau budaya. Anderson menyebut nasionalisme
didasari oleh jenis kebudayaan tertentu7. Pernyataan tersebut didukung oleh
Gershoni dan Jankowski yang mengatakan bahwa nasionalisme dibentuk oleh
adat tanpa ada kepentingan lainnya8.
Akan tetapi, Smith bertolak belakang dengan Anderson dan menyebut
nasionalisme merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh politik9.
Adrian Hastings juga berpendapat demikian. Ia menyebutkan alasan budaya
dalam nasionalisme akan membentuk sekumpulan manusia menjadi kelompok
etnis, tetapi untuk berkembang menjadi sebuah negara, kelompok etnis tersebut
harus memiliki keinginan politik untuk mencapai tujuan bersama10
.
Konsep nasionalisme secara singkat, terlepas dari pertentangan yang ada
merupakan bentuk kesatuan budaya yang ditambahkan pengakuan politik.
Nasionalisme di Timur Tengah sering digambarkan dengan “Arab Nationalism”,
“Arabism”, dan “Pan-Arabism”. Ketiganya memiliki makna dan bentuk yang
sama yaitu nasionalisme Arab. Tujuan utamanya adalah untuk persatuan Arab.
Muhammad Noer mendefinisikan nasionalisme Arab ke dalam dua bentuk,
yaitu Qawmiya (dalam arti luas) dan Wathaniya (dalam arti sempit). Definisi
secara Qawmiya, nasionalisme Arab bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh
7 Adeed Dawisha, loc, cit.
8 Ibid.
9 Adeed Dawisha, loc. cit.
10 Ibid, dikutip dari Adrian Hastings, The Construction of Nationhood: Ethnicity, Religion, and
Nationalism, halaman 7.
24
kekuasaan yang ada di dunia Arab (ekonomi, militer, politik, dsb) untuk menjadi
suatu kekuatan politik dan juga menginginkan agar kepentingan nasional masing-
masing negara Arab dilebur untuk mencapai kepentingan Arab secara luas. Salah
satu usaha nyata tahap ini adalah terbentuknya Liga Arab11
. Adapun secara
Wathaniya, nasionalisme Arab bertujuan untuk mengutamakan kepentingan
nasional masing-masing negara Arab12
.
Istilah terkait Pan-Arab atau nasionalisme Arab sendiri jarang muncul
dalam teks-teks Arab. Istilah populer yang setara dengan terminologi
nasionalisme Arab tersebut yaitu: al-qawmiya al-„Arabiya (Arab nationalism), al-
„Uruba (Arabism), al-Wahda al-„Arabiya (Arab unity), al-Ittihad al-„Arabi (Arab
union), al-Iqlimiya (regionalism), dan al-Wataniya (state patriotism). Sebutan-
sebutan tersebut merupakan yang paling sering muncul dalam pidato para
pemimpin Arab, radio, editorial surat kabar, buku politik, dan pamflet13
.
Menurut Dawisha, definisi nasionalisme Arab merupakan bentuk
solidaritas kemanusiaan yang mengikat bangsa Arab sebagai usaha mereka
membentuk suatu kebudayaan utuh serta keinginan kuat untuk memisahkan
politik dan kekuasaan. Mereka memiliki ikatan emosional yang mengikat orang
Arab karena memiliki bahasa, agama, dan sejarah yang sama14
. Pengertian
11
Liga Arab (Arab League/ Jamiah al-Duwal al-Arabiyah yang kini beranggotakan 21 negara
adalah organisasi yang sejak semula didasarkan atas perpecahan negara-negara Arab. Pasal
pertama Piagam Liga Arab yang menjadi dasar konstitusional pendiriannya secara tegas
menyatakan “penghormatan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan masing-masing negara”.
Artinya, mereka menerima realitas Arab yang sudah terpecah dalam berbagai nasionalisme sempit
(wathaniya) dan meolak persatuan Arab dalam arti sesungguhnya (al-Qawmiyah al-Arabiyah).
Ibnu Burdah, 2008, Konflik Timur Tengah: Aktor, Isu, dan Dimensi Politik, Yogyakarta: Tiara
Wacana, halaman 36. 12
Jurnal ini ditulis oleh A. A. Padi, 1996, dalam buku Nasionalisme di Berbagai Negara,
Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma halaman 112-113. 13
Adeed Dawisha, op. cit, halaman 11. 14
Ibid, halaman 13.
25
mengenai nasionalisme Arab oleh para ahli di atas adalah asas dasar penulis
dalam menganalisis pemikiran yang dicanangkan oleh Qadhafi.
2. Sejarah Nasionalisme Arab
Sebelum memasuki zaman modern, nasionalisme sebenarnya sudah
tumbuh subur di tanah Arab. Indikasi ini mengacu pada besarnya peradaban
Islam. Sebab, gerakan Islam untuk pertama kalinya dapat mempersatukan bangsa
Arab sehingga nasionalisme Arab berhutang budi kepada Islam15
. Selama Islam
terbatas pada jazirah Arab, istilah persatuan Arab dan persatuan Islam menjadi
sama artinya. Setelah itu, Islam memasuki masa-masa sulit ketika
perkembangannya mengalami stagnasi di pelbagai bidang kehidupan.
Tahun 1798 dianggap sebagai permulaan zaman baru semenjak Napoleon
menyerbu Mesir. Masa-masa ini kesadaran nasional Arab tidak langsung tumbuh
dan berkembang, melainkan melalui sebuah proses pembaratan (westernization).
Proses pembaratan tersebut membawa dunia Arab seolah berpola Barat dan
menimbulkan serentetan dan gagasan yang membangkitkan jiwa nasionalisme
bangsa Arab secara modern16
.
Salah satu dampak positif dari penyerbuan itu adalah dimulainya
pencetakan buku-buku yang memberikan dorongan kepada timbulnya perhatian
terhadap karya-karya klasik dan kebudayaan Arab. Selain itu, bangsa Arab mulai
mengenal gagasan-gagasan Eropa mengenai paham kebangsaan, di samping
perasaan tak senang terhadap kekuasaan Turki. Sebelum Prancis menduduki
Mesir, bangsa Arab berada di bawah kekuasaan Ottoman yang berkuasa kurang
15
Hazem Zaki Nuseibeh, op. cit, halaman 18. 16
Ibid, halaman 31.
26
lebih lima abad. Tahun-tahun ini bangsa Arab mengalami kemunduran dan
kebekuan hingga hilangnya kekuasaan.
Sebagian rakyat Arab memandang Imperium Ottoman merupakan
pengganti dari khalifah masa lampau, Ummayah, dan Abbasiyah. Konsep ini yang
kemudian diteruskan oleh Jamaluddin al-Afghani (1839-1897) dengan
membentuk Pan-Islam dan mendapatkan perhatian besar bangsa Arab. Tujuan
gerakan Pan-Islam Afghani ialah persatuan dan kebangkitan kembali semua
rakyat-rakyat Islam di bawah seorang khalifah tertinggi untuk mengenyahkan
agresi Eropa, khususnya yang terjadi di Mesir tahun 1881 ketika Inggris mulai
menduduki Mesir17
. Kesetiakawanan atas dasar agama masih menjadi gerakan
utama untuk melawan agresi Eropa pada masa ini.
Bersama Muhammad „Abdu (1849-1905), keduanya berjuang untuk
memperbaharui masyarakat Muslim yang mengalami kebekuan, dan memberikan
edukasi agar masyarakat Muslim bisa beradaptasi terhadap dunia modern18
.
Perjuangan dua nasionalis Arab ini diteruskan lagi oleh Rashid Rida
(1865-1935), dengan menentang paham nasionalisme yang dibawa oleh Barat
karena dianggapnya merusak solidaritas umat Islam. Ia melakukan reformasi
Islam dalam bidang pendidikan yang mengedepankan moral, tata krama, spirit
persatuan, dan menjauhkan dari nasionalisme dan politik rasial. Menurutnya,
nasionalisme harus membawa tujuan luas terhadap solidaritas Islam global19
.
Reformasi Islam yang berkembang diperbaharui lagi oleh „Abd al-Rahman
al-Kawakibi (1849-1903), murid dari Afghani yang berasal dari Syria. Ia
mendefinisikan ulang konsep gerakan bangsa Arab dan gerakan umum Pan-Islam
17
Ibid, halaman 39. 18
Adeed Dawisha, op. cit, halaman 19. 19
Ibid, halaman 22-23.
27
untuk memisahkan apa yang dilakukan bangsa Arab dalam memajukan Islam dan
kelebihan bangsa Arab dalam agama Islam. Kawakibi juga menyerukan
perpindahan kekhalifan kepada orang Arab dari suku Quraisy karena
pemerintahan Ottoman dianggap gagal dalam mengenyahkan Eropa dari daerah-
daerah Arab20
.
Memasuki periode tahun 1920, kredo nasionalisme Arab merupakan
bahasan utama para nasionalis Arab di tiga negara, yaitu Iraq, Syria, dan Mesir.
Akan tetapi, terminologi yang setara dengan tumbuhnya paham kebangsaan di
ketiga negara tadi yaitu al-Wataniya (state patriotism) bukan al-qawmiya al-
„Arabiya (Arab nationalism) ataupun al-„Uruba (Arabism). Nasionalisme Arab di
Iraq menjadi pembahasan para Nasionalis Arab dan tokoh intelektual mereka Sati‟
al-Husri. Mereka berencana menjadikan Iraq sebagai pusat nasionalisme Arab dan
memfokuskan diri dalam bidang pendidikan. Sekolah-sekolah didirikan dengan
doktrin persatuan bangsa Arab dan Arabisme Iraq. Ideologi nasionalisme Arab
tidak hanya berhenti pada elite politik, tetapi juga mayoritas penduduk yang
beraliran Sunni21
.
Ide persatuan Arab juga muncul di Mesir pada periode yang sama, tetapi
kelahiran ide tersebut untuk melawan kekuatan penuh orang-orang Mesir dan
identitas Islam. Salah satu intelektual muslim yang tidak setuju dengan ide ini
adalah Hassan al-Banna. Ia menegaskan persatuan Arab harus membentuk
persatuan Islam dan bertentangan dengan kosep nasionalisme Arab yang dianggap
sekuler22
.
20
Hazem Zaki Nuseibeh, op. cit, halaman 41-42. 21
Adeed Dawisha, op. cit, halaman 76-78. 22
Ibid, halaman 82.
28
Tahun 1920 hingga 1930 awal menunjukkan langkah yang mengesankan
dari perkembangan kredo nasionalisme Arab. Sayangnya, ide persatuan Arab ini
melambat jauh oleh kemunculan dominasi nasionalime lain, seperti: kesukuan,
sektarian, regionalisme atau paham kedaerahan, dan nasionalisme bangsa atau
wathaniya.
Nasionalisme Arab kembali menghangat di kalangan para nasionalis ketika
isu imigrasi bangsa Yahudi ke Palestina berkembang di kalangan masyarakat
Arab. Akibatnya, pecahlah demonstrasi hingga munculnya gerakan revolusi
menentang kehadiran bangsa Yahudi di tanah Palestina tersebut. Revolusi tahun
1936-1939 dianggap sebagai pemberontakan terbesar dalam tiga tahun karena
melibatkan kurang lebih 3000 masyarakat Arab, 2000 masyarakat Yahudi, dan
600 masyarakat Inggris. Konflik ini membawa kesadaran solidaritas bangsa Arab
dan Muslim, meskipun pada akhirnya bangsa Arab mengalami kekalahan
memalukan dengan kelahiran Israel. Setelah tahun-tahun berikutnya, Israel
sebagai bangsa Yahudi tersebut menjadi musuh besar negara-negara Arab.
Hilangnya Palestina dari tanah Arab, di sisi lain membuka kedok
kebangkrutan rezim-rezim negara Arab. Liga Arab yang saat itu sudah terbentuk
pun menjadi sasaran berbagai kritik dan kecaman. Kebutuhan yang dirasakan
bergeser hanya untuk mengingatkan bangsa Arab akan kenyataan sederhana
bahwa pemerintah-pemerintah dan bukan Liga yang menguburkan tanggung
jawab utama bagi kegagalan di Palestina23
.
Kelahiran gerakan baru di Mesir dipelopori oleh sosok pemimpin muda
kharismatik, Kolonel Jamal Abdul Naseer. Dia melakukan kudeta terhadap rezim
23
Walid Kazziha, loc. cit.
29
monarki Mesir yang dipenuhi korupsi. Setelah menjadi presiden, kemudian
Naseer mengangkat isu nasionalisme Arab sebagai ideologi yang dominan di
Mesir dan kawasan Timur Tengah.
Gerakan solidaritas bangsa Arab di Syria dan Iraq dipelopori oleh Partai
Ba‟ats (Partai Kebangkitan). Pendirinya adalah Michel Afflaq, seorang politikus
yang beragama Kristen. Oleh sebab itu, partai Ba‟ats dianggap sekuler oleh para
nasionalis. Akan tetapi, hal ini sebenarnya dapat terbantahkan oleh prinsip dasar
yang Afflaq letakkan ke dalam partai. Ia mengambil sumber dari legitimasi dunia
Arab, yaitu: kekeluargaan, keagamaan, sejarah, nasionalisme, dan modernisme24
.
Partai Ba‟ats memiliki tujuan ujuan untuk menegakkan sosialisme Islam
karena menurut Afflaq budaya bangsa Arab itu adalah Islam, apa pun agama
mereka. Partai Ba‟ats dalam perkembangannya menggabungkan diri dengan
Partai Sosialis pimpinan Akran Hourani dan berubah nama menjadi Partai
Sosisalis Arab Baas yang kini berkuasa di Syria dan Iraq.
Puncak dari nasionalisme Arab modern terjadi pada 1 Februari 1958. Hal
ini ditandai dengan terbentuknya United Arab Republic (UAR) gabungan dari
negara Mesir dan Syria. Awalnya calon Perdana Menteri Syria, Khalid al-„Azm
meminta kepada presiden Naseer untuk mempersatukan kedua lembaga dalam
bidang pertahanan, ekonomi, dan urusan luar negeri. Akan tetapi, Naseer
berpandangan persatuan bangsa Arab akan mendapat tentangan keras dari Inggris,
Amerika, dan Uni Soviet25
. Ide persatuan bangsa Arab ini kemudian mengalami
penolakan keras oleh negara-negara monarki seperti Arab Saudi, Jordania,
Libanon, dan Iraq yang notabene sangat dekat dengan Barat (Amerika).
24
Michael C Hudson, op.cit, 262. 25
Adeed Dawisha, op.cit, halaman 186-187.
30
Ketika Syria mengalami krisis dan kelumpuhan politik pada tahun 1957,
Naseer berusaha membantu dengan mengirim kontingen militer dan ini
mencitrakan Naseer sebagai sosok yang teguh melindungi nasionalisme Arab. Ia
kemudian meleburkan institusi politik dan sosial Syria dan Mesir. Hal ini berarti
seluruh partai politik harus bersatu termasuk di dalamnya Partai Ba‟ats dan
tentara Syria harus menarik diri dari dunia politik, dua ekonomi harus disatukan,
kontrol kekuasaan dan reformasi agrikultural diperluas hingga Syria. Setelah
Revolusi, pemimpin baru Iraq, „Abd al-Karim Qasim dan Kolonel „Abd al-Salam
„Aref mendeklarasikan diri menjadi bagian dari UAR. Persatuan ketiga negara
tersebut akan menjadi pemicu gelombang besar nasionalisme Arab.
Tidak sampai satu dekade gelombang nasionalisme Arab mulai
menampakkan kemunduran. Awalnya ditandai dengan konflik yang ada di tubuh
Iraq dan Syria dalam mendukung Naseer. Sebaliknya, Naseer juga dihinggapi
mosi tidak percaya dengan kabinet yang diisi oleh orang-orang Iraq maupun Syria
dalam kabinet UAR. Dampaknya begitu signifikan, serangan udara Israel dalam
Perang Enam Hari Juni 1967 secara cepat berhasil menghancurkan kekuatan
Mesir, Syria, dan Jordania. Tahun-tahun kelam berikutnya ditandai dengan
kematian Naseer dan kelahiran nilai-nilai Arabisme yang baru. Salah satu nilai-
nilai nasionalisme Arab yang baru itu dibawa oleh Muammar Qadhafi.
3. Faktor-faktor Nasionalisme Arab
Rumusan unsur-unsur pokok nasionalisme Arab, oleh para penulis dan
nasionalis Arab diambil dari dua sumber utama. Pertama, warisan masa lampau
dan kedua adalah pengaruh kebudayaan Barat. Bentuk warisan masa lampau dari
bangsa Arab berupa kesamaan bahasa, tradisi, serta pengalaman kesejarahan.
31
Adapun pengaruh kebudayaan Barat secara sadar atau tidak, merasuk melalui
rumusan gagasan-gagasan para nasionalis Arab yang berpendidikan dan
berpandangan secara Barat26
.
Sati‟ al-Husri menyebut faktor utama yang mendapatkan persetujuan
secara umum mengenai nasionalisme Arab ialah bahasa27
. Ia menegaskan bahasa
sebagai “jiwa dan hati bangsa”, sedangkan sejarah merupakan “ingatan dan
perasaan”. Konsekuensinya, orang-orang yang menggunakan bahasa yang sama
harus memiliki hati dan jiwa yang sama pula dan mereka juga harus membentuk
satu bangsa dan satu negara28
. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai alat
komunikasi atau alat penyampaian gagasan dan perasaan belaka: bahasa
merupakan pengejawantahan seluruh kultur dan serangkaian ikatan dalam ruang
dan waktu29
.
Catatan perjalanan yang ditulis Agustinus Wibowo menjabarkan secara
rinci bagaimana bahasa dan budaya menggambarkan identitas sebuah bangsa30
.
Bahasa yang merupakan alat komunikasi antarmanusia adalah senjata paling
ampuh untuk mempersatukan atau memecah belah sebuah bangsa. Komunitas
imajinasi dapat diciptakan dengan bahasa, ketika setiap warga bangsa
26
Hazem Zaki Nuseibeh, op. cit, halaman 61. 27
Ibid, halaman 63. 28
Halim Barakat, op.cit, halaman 46. 29
Ibid. 30
Agustinus Wibowo adalah seorang penulis dan fotografer perjalanan Indonesia. Pada tahun
2005, ia memulai petualangan perjalanan darat keliling Asia, berangkat dari China melintasi
negara-negara Asia Selatan dan Asia Tengah, hingga menetap sebagai jurnalis foto di Afghanistan
selama tiga tahun. Diunduh dari http://agustinuswibowo.com/profile/ pada 1 Februari 2016, pukul
23:15 WIB.
32
dipersatukan dengan warga bangsa lainnya yang berbeda kultur dan etnik, dan
bahkan sama sekali tidak pernah mereka temui, kenal, atau bayangkan31
.
Walid Kazziha juga mengatakan bahwa bahasa adalah faktor penting
karena bahasa merupakan media (alat) yang digunakan rakyat untuk menyatakan
pikiran dan perasaan. Pertumbuhan bahasa tak dipisahkan dari kemakmuran dan
pertumbuhan mereka yang mempergunakannya32
. Maka dari itu, wajar adanya
bahasa Arab memiliki persebaran yang luas karena kegemilangan bangsa Arab
pada masa lampau.
Apa yang terjadi pada masa lampau merupakan faktor penting kedua
setelah bahasa. Husri menggambarkannya sebagai ingatan hidup sebuah bangsa.
Kesatuan sejarah Arab ini menimbulkan simpati dan kecenderungan yang
seragam; hal ini membuat mereka bersama-sama bangga akan kegemilangan masa
lampau dan oleh karena itu menciptakan persamaan aspirasi bagi masa depan33
.
Zurayq mengatakan bahwa kesadaran nasional yang mendapatkan
inspirasi dari masa lampau menyaratkan agar bangsa Arab merasakan semangat
sejarah dan memahami unsur-unsur dalam pembuatan sejarah itu. Menurutnya,
memahami faktor-faktor asasi yang menyebabkan kebesaran masa lampau
maupun kemacetan merupakan hal yang sangat penting. Ia juga menjelaskan
bahwa banyaknya bangsa yang telah runtuh pada hakikatnya disebabkan oleh
keterpecah-belahan mereka sebelum datangnya serangan dari luar34
.
31
Agustinus Wibowo, 2010, Selimut Debu, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, halaman 222. 32
Walid Kazziha, op.cit, halaman 64-66. 33
Ibid, halaman 70. 34
Ibid, halaman 71.
33
Kazziha menegaskan dari banyaknya pendapat para ahli bahwa tradisi-
tradisi dalam sejarah merupakan senjata bermata dua. Satu sisi dapat
membangkitkan rasa solidaritas dengan melukiskan kembali kegemilangan suatu
bangsa, tapi di sisi lain dapat memecah belah dengan menggambarkan peristiwa
keruntuhan dan kehancuran yang banyak terjadi dalam sejarah.
Faktor lain yang mempengaruhi nasionalisme Arab adalah persamaan
kepentingan. Alayali mengatakan kepentingan bersama hadir dalam bagian dunia
Arab yang luas. Pada masa Arab Islam, maka agama menjadi salah satu
kepentingan untuk menjaga bidang moral dan etika35
.
Bentuk persamaan kepentingan tersebut menurut Kazziha dapat berupa
hasrat akan keamanan, kemerdekaan, persamaan, persaudaraan, sebagaimana
dirumuskan oleh bangsa yang bersangkutan. Oleh sebab itu, kepentingan nasional
akan ditunjang oleh apa saja yang berguna untuk mencapai tujuan tersebut.
Apabila tujuan itu berupa peperangan atau ideologi, maka ini merupakan
kepentingan nasional. Maksud kepentingan nasional di atas berrarti diakui oleh
sebagian besar rakyat36
.
Persamaan kepentingan salah satunya dalam bidang ekonomi, tetapi
ditentang oleh Sati‟ al-Husri. Ia mengasumsikan persatuan nasional harus
didasarkan atas kemiripan bukan hubungan saling bergantung atau
komplementaritas tenaga kerja. Pengklasifikasian berbagai negara menjadi
agraris, industri, perdagangan, dan pariwisata akan memisahkan negara-negara
35
Walid Kazziha, op.cit, halaman 76. 36
Ibid, halaman 78.
34
tersebut37
. Husri menentang pemikiran-pemikiran yang hendak menjadikan
kepentingan ekonomi sebagai elemen dasar pembentukan nasionalisme.
Akan tetapi, di sisi lain Samir Amin menegaskan makna historis relasi
merkantil perdagangan jarak jauh dalam pembentukan negara Arab. Para
pedagang ini kemudian membentuk kesatuan ekonomi dan politik, bahkan ia
menyebut kemunduran sektor perdagangan menyebabkan dunia Arab kehilangan
kesatuannya yang dulu38
. Para analis kebudayaan dan ekonomi sepakat bahwa
kondisi perekonomian bangsa-bangsa Arab menyebabkan terjadinya fragmentasi
sosial dan politik sehingga terjadi disparitas antara negara Arab kaya dan miskin.
Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi nasionalisme Arab adalah jenis
bangsa. Tidak semua para ahli berpendapat kesamaan jenis bangsa merupakan
faktor nasionalisme. Menurut Alayili, kesamaan bangsa Arab terletak pada unsur
yang terkandung dalam kepribadian bangsa, ciri-ciri, adat kebiasaan, cara
berpikir, dan bahasanya. Semua hal itu mencerminkan kesamaan jenis bangsa
Arab39
.
Faktor lainnya yaitu agama. Tak dipungkiri agama Islam merupakan fakta
terbesar dalam perkembangan sejarah nasional Arab. Zurayq dalam pendapatnya
menyebutkan bahwa nasionalisme sejati tidak bertentangan dengan agama karena
pada hakikatnya nasionalisme adalah gerakan rohani yang bertujuan
membangkitkan kembali tenaga-tenaga rohani suatu bangsa dan penjelmaan dari
kemampuan-kemampuan mental dan rohaninya. Nasionalisme sebagai suatu
gerakan rohani, harus sejalan dengan agama dan mengambil kekuatan untuk hidup
37
Lihat pendapat Sati‟ al-Husri dalam Halim Barakat, op. cit, halaman 60. 38
Ibid. 39
Hazem Zaki Nuseibeh, op. cit, halaman 81.
35
dari hal tersebut. Menurut Zurayq nasionalisme dalam arti yang sebenarnya
adalah tak melawan dan tak bertentangan dengan agama manapun, melainkan
menerima semua40
.
Pertumbuhan kredo nasionalisme Arab hingga terbentuknya sebuah wadah
organisasi Liga Arab merupakan manfiestasi dari faktor-faktor kebangsaan yang
telah dijelaskan di atas. Bermula dari bahasa, tradisi dan sejarah, kepentingan atau
tujuan, hingga faktor terkecil seperti jenis bangsa, agama, serta letak geografis,
memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah paham kebangsaan Arab. Paham ini
ditujukan agar terbentuk pertalian yang erat antara negara dan bangsa.
B. Biografi Qadhafi
1. Karakter Masyarakat Badui
Beberapa teori yang dikemukakan para ahli mengungkapkan bahwa
kepribadian seseorang merupakan representasi dari kondisi sosio-kultur
lingkungannya. Teori ini dijelaskan oleh Allport dengan mengecualikan beberapa
sifat kepribadian yang dibatasi sebagai cara bereaksi yang khas dari seorang
individu terhadap perangsang sosial dan kualitas penyesuaian diri yang
dilakukannya terhadap segi sosial dari lingkungannya41
. Artinya, pemikiran yang
berkembang menjelaskan kualitas individu tersebut terhadap kondisi sekitarnya.
Hal ini juga yang tergambar pada Muammar al-Qadhafi.
Qadhafi lahir pada 7 Juni 1942 di daerah Surt, Tripolitania, tepatnya di
tengah tenda pengembaraan keluarganya. Ia berasal dari keluarga suku Badui
40
Ibid, halaman 83. 41
Jalalluddin, 2005, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, halaman 174.
36
yang miskin dan hidup dengan cara nomaden di gurun pasir Sirte. Selayaknya
suku-suku yang hidup secara nomaden, suku Badui juga berpindah dari satu gurun
ke gurun gurun lain untuk menggembalakan hewan ternak mereka42
.
Suku badui mempunyai tradisi berpindah-pindah dan tidak pernah
memiliki tempat tinggal permanen. Kesehariannya mereka selalu membawa
senjata dan mengawasi ke seluruh pelosok penjuru jalan karena mereka merasa
bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan tidak memercayakan hal itu pada
orang lain. Keteguhan jiwa dan keberanian telah mendarah daging menjadi sifat
dan tabiat mereka. Suku badui mempergunakan keteguhan jiwa dan keberanian itu
apabila mendengar panggilan atau harus lari oleh teriakan.43
Karakter anggota suku ini tebentuk oleh padang pasir, alam kebersahajaan
yang lahir dari kehidupan yang tidak menentu; oleh keramahan yang
mengharuskan mereka untuk selalu berbagi kesenangan dan kebahagiaan; dan
oleh jiwa perang untuk memndapatkan harta rampasan sebagai implikasi dari
kehidupan yang dipenuhi oleh rasa lapar dan haus. Padang pasir juga telah
membentuk karakter yang keras, bebas, dan tidak kenal kompromi, baik di
kalangan laki-laki maupun perempuan44
.
Sejarawan dan sosiolog Arab, Ibnu Khaldun mengklasifikasikan
masyarakat Arab ke dalam kerangka badu-hadar (badui-menetap). Khaldun
mengkarakterisasikan relasi badu-hadar sebagi relasi konfrontatif yang
disebabkan oleh konflik kepentingan intrinsik mereka. Dua kelompok masyarakat
42
Agung D H, 2011, Khadafi: Anjing Gila dari Sahara, Yogyakarta: Penerbit Narasi, halaman 8. 43
Lihat pendapat Ibnu Khaldun dalam Endang Mintarja, op.cit, halaman 106. 44
Ibid, hlm 107.
37
ini memberi pengaruh besar terhadap upaya-upaya integrasi dalam bidang sosial-
politik di dunia Arab45
.
Gaya hidup suku badui yang nomaden dapat dicermati melalui pola
organisasi sosialnya. Secara deskriptif pola hidup yang khas mereka lakukan
adalah hasil dari proses adaptasi panjang tehadap lingkungan keras mereka di
gurun.
Namun demikian, kehidupan keras di lingkungan tak ramah inilah yang
mengharuskan organisasi kesukuan diatur berdasarkan norma-norma solidaritas,
kesetaraan, dan keperwiraan. Analisis semacam ini diterangkan oleh Ibnu
Khaldun ketika mendefinisikan orang-orang badui dalam bentuk kelompok yang
bekerja sama dalam mengamankan kebutuhan hidup yang terbatas dengan cara
membangun pola kehidupan padang rumput yang sederhana, berperang, dan
peladangan berpindah46
.
Suku badui paling nomaden adalah mereka yang bermata pencaharian
sebagai penggembala unta dan hidup jauh di pelosok gurun. Tipe suku badui lain
adalah mereka yang menggembala ternak dan domba: kelompok ini tidak terlalu
sering berpindah dan hidup tidak di pelosok gurun. Ada juga kelompok nomaden
yang mata pencahariannya adalah gabungan dari beternak dan berladang serta
kelompok lain yang cenderung menetap47
.
Salah satu pola paling khas dari organisasi sosial suku badui adalah
solidaritas yang berbasis hubungan darah dan ikatan simbolik. William Lancaster
45
Halim Barakat, op.cit, halaman 64. 46
Ibid, halaman 66-67. 47
Ibid.
38
menyebutnya sebagai dasar-dasar kesetaraan, otonomi, dan pengakuan pada
reputasi. Unit dasar dalam organisasi sosial badui dapat dilihat sebagai
serangkaian lingkaran konsentris yang meliputi (dilihat dari lingkaran terluar)
qabilla (suku), atau „asyira (klan), hamula, fakhdh, batn, atau far‟ (sub suku); dan
keluarga yang meliputi beit, ahl, atau „aila (keluarga besar), serta usra (keluarga
inti). Lingkaran selanjutnya diisi oleh sub suku yang berdasar pada garis
keturunan patrilinieal dengan jumlah lima generasi atau lebih48
.
Pola organisasi sosial suku badui di sisi lain dinilai berbeda dengan
struktur masyarakat Arab pada umumnya oleh Halim Barakat, karena jarang
terjadi perbandingan kelas di antara mereka. Perbedaan sosial ekonomi
terminimalisasi oleh ikatan darah dan ikatan simbiotik serta konsep kepemilikan
komunal meski para syekh, amir, dan keluarga tertentu memiliki kepopuleran dan
kesejahteraan.
Suku-suku badui memaksa suku-suku yang lebih lemah untuk membayar
khuwwa (uang perlindungan) merupakan hal umum dalam bidang perekonomian.
Salah satu ciri lain adalah jarang terjadi perkawinan antarsuku yang memiliki
perbedaan derajat kehormatan. Maka dari itu, watak suku ini dapat dikatakan tak
jauh dari hierarki status dan kekuasaan yang melekat dalam diri mereka.
Terdapat lima orientasi nilai yang melekat kepada orang-orang badui,
yaitu: solidaritas kesukuan, keperwiraan, keramahan, individualitas, dan
kebersahajaan. Nilai kesukuan atau („asyabiyah) terbentuk sebagai strategi
mereka bertahan hidup secara berkelompok di alam gurun yang keras.
48
Ibid, sebagaimana dikutip dari William Lancaster halaman 68.
39
Keperwiraan (furusiyya) mencerminkan keberanian suku ini dalam mewujudkan
semangat heroisme dan keberanian bekerja keras dalam situasi apa pun.
Keramahan (dhiafa, karam) suku badui tergambar salah satunya dari kesediaan
mereka memberikan pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan
pertolongan. Individualitas mereka terintegrasi dalam sifatnya yang egaliter dan
cenderung mengekspresikan diri secara merdeka dan menepati janji yang mereka
ucapkan. Daya tahan mereka terhadap kehausan dan kelaparan dianggap sinonim
dengan sifat kebersahajaan49
.
Namun, masa depan gaya hidup badui di zaman modern ini menimbulkan
banyak polemik, apakah cara hidup mereka relevan untuk menghadapi tantangan
zaman. Banyaknya tekanan dan bujukan datang dari negara-negara modern dan
gerakan politik. Mereka menghimbau agar suku badui bersedia hidup menetap
dan meninggalkan gaya hidup primitif mereka.
Kamal Abu Jaber dalam studi mengenai gaya hidup badui menyimpulkan
bahwa betapapun gigihnya orang-orang badui mempertahankan gaya hidupnya,
cepat atau lambat budaya itu akan menghilang karena unta-unta tidak akan bisa
menyaingi pesawat terbang dan mobil Landrover50
.
Masyarakat Libya secara struktural terdiri dari ikatan-ikatan keluarga,
kelompok dan kesukuan. Struktur ini sebenarnya menyerupai dengan struktur
organisasi masyarakat badui. Ikatan sosial masyarakatnya didasarkan atas nilai-
nilai keagamaan dan adat. Nilai-nilai keagamaan dan masyarakat Libya secara
positif dapat menata pola hubungan sosial, pembinaan moral mayarakat, dan
49
Ibid, disarikan dari halaman 70-72. 50
Ibid.
40
terjadinya kerja sama antara mereka. Akan tetapi, pandangan kegamaan mereka
dapat dikatakan sangat konservatif dan sempit sehingga sulit bagi mereka
bertransformasi.
Tak jauh berbeda dengan beberapa negara khas gurun lain di Arab, Libya
juga dihuni oleh masyarakat pengembara dan kota. Pada kisaran tahun 1986,
bangsa nomaden dan seminomaden menguasai 1-6 persen dari total populasi
Libya dan lebih dari 85.000 orang tinggal di Tripoli51
. Qadhafi berasal dari salah
satu kabilah semi nomaden tersebut, yaitu suku kecil Qadhaafa bagian dari
keturunan bangsa barbar Arab.
Suku barbar merupakan cikal bakal kelahiran suku badui di negara Libya.
Suku ini dianggap sebagai suku bangsa Libya asli yang bertahan hidup dengan
cara nomaden. Mereka merupakan salah satu penghuni di negara yang sekitar 93
persen luas wilayahnya adalah gurun itu. Kepercayaan Islam suku barbar didapat
dari kemenangan Arab abad ke-752
. Namun demikian, pemerintah berusaha
menghapus ikatan suku ini dan memberikan kemenangan bagi suku pengembara
yang berkontribusi lebih dalam penghapusan suku barbar karena kebiasaan
mereka yang oleh para bangsawan dianggap rendah.
2. Masa Kecil Qadhafi
Sejak kecil Qadhafi banyak menghabiskan waktu untuk menyendiri. Dia
yang lahir dengan nama lengkap Muammar Abu Minyar al-Qadhafi menggembala
dan berkumpul bersama keluarganya di oase Hun. Perndidikan pertama ia tempuh
di Sekolah Dasar Koranic, tetapi karena kedua orang tuanya (Abu Minyar dan
51
Ibid, halaman 30. 52
Lillian Craig Harris, op.cit, halaman 27.
41
Aisha al-Qadhafi) mengalami kesulitan finansial ia dipindah ke sekolah dasar
muslim di daerah Sirte, sekitar 30 kilometer dari rumahnya. Qadhafi rela tidur di
mesjid pada malam hari dalam masa pendidikannya itu. Ia bahkan pulang dengan
berjalan kaki menuju rumah pada akhir pekan untuk berkumpul bersama
keluarga53
.
Bianco menggambarkan Qadhafi sebagai orang yang terlihat berbeda dari
anak-anak pada umumnya. Dia cenderung terlihat sebagai orang serius, agak
pendiam dengan roman muka yang keras; hanya menampilkan sedikit senyum
saja. Qadhafi juga jarang bermain dengan sepupu-sepupunya dan lebih asik
sendiri memikirkan satu atau berbagai hal54
.
Ayah Qadhafi yang buta huruf menginginkan anaknya mendapat
pendidikan khusus, mungkin karena ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Ia
memiliki dua saudara perempuan dan tumbuh di lingkungan keluarga yang pada
umumnya perempuan. Oleh karena itu, ayahnya sengaja mendatangkan guru
agama dari kota untuk mengajar membaca al-Qur‟an kepada Qadhafi yang baru
berumur tujuh tahun. Dia memanfaatkan kesempatan itu dengan memperlihatkan
minat yang tinggi dalam belajar. Qadhafi kecil sudah menunjukkan kecerdasannya
dengan menamatkan sekolah dasar selama empat tahun dari enam tahun
biasanya55
.
Qadhafi lahir pada masa kekuasaan Raja Idris. Libya pada masa ini belum
menyadari kekayaan negaranya dan masyarakatnya hidup dalam bayang-bayang
53
Ibid, halaman 45. 54
Lihat tulisan Mirella Bianco, Gadafi: Voice from the Desert dalam Endang Mintarja, op. cit,
halaman 107-108. 55
Ibid, halaman 108-109.
42
kemiskinan. Rezim Raja Idris yang berkuasa selama 17 tahun dihiasi oleh
instabilitas sosial, konflik kesukuan dan persaingan politik. Selain itu, Libya juga
masih dianggap sebagai lumbung harta bagi negara asing yang berkuasa atas
mereka.
Ketika Qadhafi berumur 14 tahun, ia dan keluarganya pindah ke Sabha,
sebuah kota di provinsi Fezzan. Tujuan perpindahan ini untuk memberikan
kesempatan kepada Qadhafi dalam melanjutkan sekolah menengah. Ia banyak
dikagumi oleh kawan-kawannya dalam masa sekolah, karena Qadhafi muda
merupakan sosok yang mahir berpidato dan pandai berbicara masalah politik. Dia
selalu menggunakan isu-isu aktual untuk menggerakkan sebuah demonstrasi
sehingga pada tahun ketiga di Sabha ia diusir dari sekolah karena dianggap orang
berbahaya dan menjadi agitator politik.
Ia sering mendengarkan cerita perjuangan bangsa Libya dalam berusaha
melawan kolonial Italia dari ayahnya. Cerita ini menggiring Qadhafi ke dalam
pemahaman bahwa sebab kesengsaraan rakyat Libya adalah akibat dari
penjajahan dan dominasi bangsa asing. Muammar muda sangat terkesan oleh
keberhasilan revolusi di Mesir tahun 1952 dan perjuangan bangsa Aljazair
melawan penjajahan Perancis. Lahirlah ide-ide politik dan perjuangannya yang
kemudian mengalami penajaman56
. Dia juga mengklaim bahwa telah
merencanakan penggulingan Raja Idris sejak sekolah dasar. Hal ini disebabkan
karena di bawah pemerintahan Raja Idris, masyarakat Libya tidak mendapatkan
keadilan dan terlalu lunak pada kekuatan asing.
56
Ibid.
43
Ketika bersekolah di Sabha, Qadhafi sempat membentuk sebuah kelompok
diskusi kecil sebagai tempat ia mengutarakan pemikiran politik terhadap teman-
temannya. Salah satu di antara mereka yang paling terkenal adalah Abd al-Salam
al-Jalloud, kawan setia yang menjadi orang kedua di bawah Qadhafi setelah masa
revolusi57
.
Tahun 1961 Qadhafi pindah ke Misrata untuk meneruskan jenjang
pendidikannya yang sempat terhenti dan menamatkan sekolah menengah setahun
setelahnya. Ia kemudian membentuk gerakan politik rakyat yang efektif menuju
revolusi. Gerakan tersebut terdiri dari para pekerja, pembantu rumah tangga,
akademisi, dan berbagai macam kelompok. Qadhafi mulai menampakkan jiwa
revolusioner pada masa ini. Dia berani menginisiasi gerakan revolusi dalam
menggusur rezim Raja Idris hingga membuatnya ditampar di depan publik oleh
gurunya. Insiden tersebut memberikan dampak keteguhan diri karena
menunjukkan tidak ada orang yang dapat ditekan dalam melawan keinginannya
untuk belajar apapun.
Setelah lulus sekolah menengah atas, Qadhafi sempat melanjutkan jenjang
pedidikannya dalam bidang sejarah di Universitas Libya. Akan tetapi, dia gagal
menamatkan pendidikannya dan dikeluarkan oleh universitas. Tahun 1963
Qadhafi masuk Akademi Militer di Benghazi. Akademi militer ini sangat
dipengaruhi dogma militer Mesir. Ketika awal berdirinya pemerintahan, Libya
banyak mendatangkan instruktur militer dari Mesir yang membuat pengaruh
Mesir pada diri Qadhafi sangat kuat58
. Ketika memasuki dunia militer, Qadhafi
57
Lillian Craig Harris, op.cit, halaman 46. 58
Agung D H, op.cit, halaman 13-14.
44
tidak sendirian dan mengajak rekan-rekan dekatnya yang terpelajar agar
memasuki dunia militer. Tujuannya adalah untuk membentuk sebuah kelompok
kecil dari sekelompok perwira yang memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam
melakukan revolusi menggulingkan Raja Idris.
Sebelum Qadhafi lulus Akademi Militer Libya pada tahun 1965, ia pernah
menerima pelatihan militer di Turki. Setelah lulus, ia sempat dikirim ke Inggris
untuk mendapatkan pelatihan komunikasi. Qadhafi yang telah menjabat sebagai
letnan belajar banyak teknik sinyal korps Inggris. Hal tersebut bermanfaat untuk
rencana kudeta yang telah disusun bersama para perwira lainnya.
Kudeta tersebut dimulai dari “Unionist Free Officer (UFO)”, sebuah
kelompok perwira yang dipimpin oleh Qadhafi untuk melawan monarki selama
hampir sepuluh tahun. Qadhafi muda saat itu baru berumur 27 tahun59
. Kredo
yang dibawa para anggota UFO ialah persatuan Arab dan pembebasan Libya dan
seluruh bangsa Arab, terutama penjajahan dan penindasan oleh negara asing.
3. Revolusi Al-Fâtih
Tahapan pertama Qadhafi melakukan revolusi adalah dengan membangun
pondasi kesadaran politik, disiplin, dan dedikasi kepada kawan-kawan yang
diperlukan untuk menyukseskan revolusi. Setidak-tidaknya, ada tiga kelompok
yang ingin menggulingkan pemerintahan, yaitu: anggota militer senior, pebisnis
dan orang profesional, dan bagian dari kerajaan termasuk di dalamnya anggota
konselor kerajaan60
. Kesuksesan Qadhafi dalam melakukan revolusi
59
Lillian Craig Harris, op.cit, halaman 13. 60
Ibid.
45
mengantarkannya sebagai orang yang dipercaya rakyat sebagai pemimpin muda
yang jujur. Revolusi ini disebut dengan Revolusi Al-Fâtih.
Qadhafi dalam Sijjil al-Qaumi membedakan antara revolusi dan kudeta
secara tegas (acoupd‟etat). Menurutnya, revolusi adalah sebuah usaha untuk
mereorganisasi sosial menuju rencana baru dan tujuan ideal, sedangkan kudeta
hanyalah sebuah aksi politik yang terjadi dari rezim satu ke rezim lainnya61
.
Sebuah revolusi bagi Qadhafi haruslah dikembalikan kepada
terminologinya, yaitu usaha memulai sejarah baru bagi suatu bangsa. Revolusi ini
merupakan yang terbesar sepanjang sejarah Libya, gabungan tradisi dan ide baru
melakukan reformasi. Selain itu, Revolusi Al-Fâtih juga dapat dikatakan sebagai
aksi nasional sekaligus internasional karena cita-cita yang diembannya tidak
hanya tentang kebebasan negara Libya, melainkan juga persatuan bangsa Arab.
Al-Fâtih secara etimologi berarti pemenang atau penakluk. Menurut
pandangan sang kolonel dan para pengikutnya, Revolusi Al-Fâtih diartikan juga
sebagai implementasi penaklukan terhadap keterbelakangan, kerendahdirian,
kelemahan, dan kemiskinan bangsa62
.
Revolusi ini pada awalnya akan dilangsungkan tanggal 12 Maret 1969.
Akan tetapi, rencana ini gagal karena penyanyi popular dari Mesir sedang
melakukan konser di Benghazi63
. Malam itu pejabat pemerintah sedang berada di
kerumunan penonton dan Qadhafi khawatir akan jatuhnya korban di kalangan
masyarakat sipil. Akhirnya rencana itu ditunda dan kembali gagal pada tanggal 24
61
Endang Mintarja, op.cit, halaman 114. 62
Ibid, halaman 115. 63
Lillian Craig Harris, loc. cit.
46
Maret karena Raja Idris dan keluarganya pindah ke Istana yang menjadi benteng
pertahanan mereka di Tubruq.
Revolusi Al-Fâtih dilaksanakan pada 1 September 1969. Revolusi ini
menandai sejarah baru negara dan bangsa Libya. Hanya dalam beberapa jam,
anggota UFO yang bekerja dalam kelompok kecil telah manguasai kunci instalasi
pemerintahan termasuk stasiun radio, bandara, dan pos polisi di kota utama
Tripoli, Benghazi, dan al-Bayda. Keberhasilan revolusi dibuktikan dengan
gulingnya kekuasaan tanpa pertumpahan darah. Pejuang-pejuang revolusioner
mendapat antusiasme yang menyebar di antara rakyat Libya karena jengah
terhadap kekuasaan monarki yang terlalu berkuasa dan maraknya praktek
korupsi64
.
Ketika revolusi berlangsung, Raja Idris tengah berada di Turki untuk
perawatan medis. Menghadapi situasi kemelut seperti itu kemudian dia melarikan
diri ke Yunani lalu ke Mesir setelah mendapat suaka politik. Ketika menjalani
masa pengasingan tersebut, ia diadili secara in absentia atas tuduhan korupsi dan
dinyatakan bersalah.
Pengaruh asing di tubuh Libya sangat kronis bagi Muammar Qadhafi,
apalagi dengan kehadiran tentara Amerika di pinggiran Tripoli, Wheel Air Bus,
sebagai base camp terbesar di luar Amerika dan pasukan Inggris yang sebagian
besar ditempatkan di daerah Tubruq sebelum revolusi.
Sosok Qadhafi yang religius tampak dalam perilakunya ketika melakukan
revolusi. Menjelang pukul 24.00, Mustafa al-Khairubi menyebut mereka berdua
64
Ibid, halaman 14.
47
mengambil air wudhu kemudian shalat dua rakaat. Qadhafi berkomentar bahwa
hari itu sangat istimewa bagi karir politik dan sejarah bangsanya65
.
Ekspresi rakyat Libya selama revolusi tertuang dalam kredo “Al-Fâtih
abadan” (Al-Fâtih untuk selamanya). Mereka sudah mendambakan revolusi sejak
lama dan menjadi mimpi yang panjang sejak dimulainya hingga menjadi
kebangkitan yang istimewa (great awakening). Rakyat Libya yang sudah lama
berada dalam penindasan berharap setelah revolusi akan hadir keadilaan dan
persamaan. Qadhafi menjelaskan dalam pidatonya dua jam sebelum revolusi
bahwa Libya akan membentuk pemerintahannya sendiri di bawah lindungan
Tuhan. Ia berjanji akan membawa Libya bangkit menuju puncak kejayaan melalui
kebebasan, persatuan, dan keadilan sosial. Kemakmuran dan persamaan
merupakan dua misi besar yang ia cita-citakan sejak lama.
Qadhafi menggerakkan revolusi dengan tiga prinsip fundamental, yaitu:
kebebasan (liberty), persatuan (unity), dan sosialisme (socialism). Kebebasan
yang dimaksud adalah kebebasan dari kemiskinan, penjajahan dan dominasi asing
di dalam negeri baik secara militer ataupun lainnya. Persatuan adalah persatuan
rakyat Arab dengan membentuk satu pemerintahan Arab atau federasi dari
berbagai pemerintahan kecil yang disesuaikan dengan keadaan. Adapun
sosialisme yang dimaksud merupakan sosialisme Islam66
. Revolusi yang
digerakkan oleh Qadhafi merupakan kepanjangan gerakan Pan-Arabisme rintisan
Jamal Abdul Naseer. Pemimpin Mesir itu dianggapnya telah berhasil mewujudkan
aspirasi semua bangsa Arab ke dalam wadah Republik Persatuan Arab. Cita-cita
65
Dijelaskan oleh Qadhafi dalam tulisannya al-Sijjil al-Qaumi dalam Endang Mintarja, op. cit,
halaman 119. 66
Ibid, halaman 122.
48
itu kemudian membangkitkan semangat Qadhafi dan menjadi model pemikiran
politiknya.
Fakta menarik di balik Revolusi Al-Fâtih adalah masyarakat Libya
menemukan kembali identitas dirinya serta mengangkat martabat sebagai bangsa
yang berdaulat. Melalui prinsip sosialisme Islam yang dibangun Qadhafi, secara
ekonomi kemakmuran rakyat libya meningkat dan kebutuhan mereka akan
sandang, pangan, papan menjadi terjamin. Lebih jauh lagi, peranan agama sebagai
pembentuk dan pembimbing watak masyarakat betul-betul berakar dari al-Qur‟an
dan dikembalikan kepada syariat Islam dalam undang-undangnya.
Revolusi Al-Fâtih sendiri dibagi ke dalam tiga fase. Pertama, fase awal
dan perkembangan, yakni mulai 1 September 1969 hingga 1 April 1973, fase ini
merupakan usaha usaha menuju cita-cita revolusi dengan mengukuhkan
konsolidasi kekuasaan dan merekonstruksi situasi ke arah yang lebih kondusif.
Kedua, terhitung sejak lahirnya Al-Kitâb Al-Akhdar (The Green Book) 15 April
1973 hingga 2 Maret 1977. Ketiga, masa setelah penyusunan buku tersebut, ketika
masa-masa perkembangan dan sejarah baru benar-benar dimulai67
.
C. Pemikiran Nasionalisme Arab Muammar Qadhafi
Dilihat secara umum, pemikiran nasionalisme Arab Muammar Qadhafi
dapat dikelompokkan dalam beberapa tahapan, yakni: tahap awal membangun
paradigma nasionalisme Arab, tahap mendirikan sebuah bangsa yang mandiri dan
67
Ibid, dijelaskan oleh Ahmad Abdul Hamid Al-Khalidi, Usus Al-Tanzim Al-Siyasi fi Al-
Nazhariyah Al-„Alamiyah Al-Tsalitsah sebagaimana dikutip oleh Endang Mintarja, halaman 159.
49
kuat, serta tahapan implementasi untuk membangun sebuah negara kesatuan
dalam melawan tekanan dari luar.
Awalnya, ia mengganti semua nama tempat, jalan, kantor, hotel, dengan
bahasa Arab. Selain itu, bahasa Arab juga dijadikan pengantar dalam sistem
pendidikan dan sistem komunikasi sosial rakyat Libya. Reformasi ini
diberlakukan tidak hanya bagi warga Libya, melainkan juga warga asing. Setiap
warga negara yang mengajukan permohonan pembuatan visa kunjungan ke Libya
wajib menggunakan bahasa dan tulisan Arab pada halaman kosong paspor
mereka68
. Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kembali semangat
nasionalisme Arab dari hal yang paling dasar, yaitu bahasa. Sebab, bahasa
merupakan faktor utama yang mengikat masyarakat pengguna bahasa Arab.
Paradigma lain yang dibawanya selalu berpijak pada nilai-nilai islam
universal. Ia berkeinginan kuat untuk melindungi dan memperkokoh persatuan
Arab tanpa menghiraukan keragaman agama dan perbedaan antara Islam dan
Kristen. Qadhafi merefleksikan antusiasmenya yang begitu tinggi terhadap Islam
dan persatuan Arab. Contohnya dalam menafsirkan surat Al-Ma‟ârij ayat ke 24-
25, ia menjelaskan bahwa negara berhak menyalurkan harta kepada rakyat miskin
dan yang membutuhkan, tak peduli ia beragama apa. Tafsir tersebut
mengindikasikan kepeduliannya terhadap kesetaraan dan rasa persaudaraan yang
erat.
Kita adalah bangsa (Arab) yang mulia dengan memikul misi yang abadi,
sebuah bangsa yang mengajarkan kemanusiaan yang belum dikenal
sebelumnya. Ayat tersebut berarti bahwa negara yang memegang
otoritas hukum dapat mengambil dari hasil pemerasan kaum kapitalis
dan memberikannya kepada rakyat miskin dan membutuhkan. Ayat
68
Agung D H, op.cit, halaman 25.
50
tersebut memberikan legitimasi terhadap pemerintah untuk membuat
serangkaian aturan atau undang-undang yang dianggap penting utuk
membatasi atau mengawasi kekayaan rakyat dari berbagai bentuk
eksploitasi. Semua kekayaan itu adalah milik Tuhan, dan manusia di
muka bumi ini merupakan representasi-Nya (Qadhafi, tt: 11).
Eksploitasi kekayaan oleh kaum kapitalis menginisiasi Qadhafi
menegakkan prinsip sosialisme Islam sebagai usaha memberikan hak yang layak
kepada setiap warga negara. Sosialisme bagi Qadhafi merupakan dasar dari
kemerdekaan sosial dan politik. Sosialisme dalam konsep Arab dan Islam
mengakui adanya kepemilikan pribadi (private ownership) dan menganggapya
sebagai suatu hal yang sakral (dilindungi). Ide ini sebelumnya pernah diterapkan
oleh Jamal Abdul Naseer berlandaskan pada nasionalisme Arab69
. Ia meyakini
prinsip-prinsip fundamental dari sosialisme sejati akan ditemukan dalam al-
Qur‟an.
Sosialisme kita berpijak pada Arab dan Islam. Kita berada di tengah-
tengah antara sosialisme dan komunisme, atau sosialisme dan
kapitalisme. Sosialisme kita secara langsung bersumber dari kebutuhan
dan kehendak dunia Arab, warisan dan kebutuhan masyarakatnya. Ia
terdiri dari suatu keadilan sosial dengan arti kecukupan (keadilan)
dalam produksi dan distribusi. Prinsip-prinsip tersebut dapat ditemukan
dalam agama Islam, khususnya pada hukum zakat (Qadhafi, 1969-1983:
110).
Tahapan yang paling krusial selain membangun paradigma dilakukan
Qadhafi dengan membangun sebuah bangsa yang mandiri dan kuat. Sistem
pemerintahan monarki dan ketergantungan pada bangsa asing menurutnya
merupakan sumber penyakit. Maka dari itu, cita-cita Revolusi Al-Fâtih salah
satunya adalah untuk membebaskan Libya dari pengaruh asing. Implementasi
ideologi Muammar Qadhafi secara holistik ia tuangkan ke dalam Al-Kitâb Al-
Akhdar (The Green Book).
69
Lihat tulisan Muammar Qadhafi, Al-Sijjil Al-Qaumi vol 3, halaman 23 sebagaimana dikutip
Endang Mintarja, op. cit, halaman 154.
51
Al-Kitâb Al-Akhdar merupakan kumpulan regulasi yang ditetapkan
pemerintah sebagai panduan bagi pejabat dan rakyat Libya. Buku tersebut banyak
disebut mirip seperti apa yang ditulis oleh Mao Zedong (Red Book) di China pada
tahun 1960-an. Al-Kitâb Al-Akhdar pada dasarnya menjabarkan tiga paham dasar,
yaitu: demokrasi berdasarkan kekuasaan rakyat, ekonomi sosialisme, dan teori
universal dunia ketiga70
.
Ketiga paham dasar ini merupakan usahanya dalam mencari solusi
permasalahan negara dengan tujuan membentuk sebuah sistem ketatanegaraan
yang mandiri dan kuat berlandasakan nilai keislaman. Bagian pertama
menjabarkan model penegakkan demokrasi secara utuh yang memberikan
kebebasan politik kepada rakyat. Bagian kedua buku ini menggambarkan
pembangunan ekonomi yang berpijak pada sistem sosialisme Islam. Bagian
terakhir menggambarkan faktor sosial sebagai bentuk ketahanan sebuah negara
dimulai dari sistem sosial terkecil, keluarga hingga negara. Pemikiran mengenai
sistem ketatanegaraan dalam The Green Book akan dijabarkan sebagai berikut.
1. Bidang Politik
Sebagai seorang pemikir dan juga seorang revolusioner, Qadhafi selalu
berusaha untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi bangsanya.
Ia selalu mengikatkan diri dalam koridor revolusi untuk senantiasa berpegang
teguh pada karakter rakyat Libya secara khusus dan apa yang menjadi warisan
Arab Islam. Problem politik utama yang harus dihadapi oleh masyarakat adalah
instrumen pemerintahan.
70
Agastya ABM, 2013, Arab Spring: Badai Revolusi Timur Tengah yang Penuh Darah
Jogjakarta: IRCiSoD, halaman 99.
52
Ia menilai sistem politik di dunia modern adalah hasil perjuangan yang
sering dipenuhi oleh konflik antarkelas, antarkelompok, antarsuku, antarpartai,
dan antarindividu. Menurut Qadhafi, rakyat pada zaman modern belum dapat
mengatasi permasalahan instrumen pemerintahan secara tuntas.71
a. Parlemen
Tidak ada perwakilan apapun kecuali rakyat.72
Prinsip perwakilan dianggap sebagai salah satu bentuk solusi
demokrasi ideal dalam sistem demokrasi yang dianut negara-negara Barat
dan negara-negara demokrasi lainnya. Lembaga perwakilan merupakan
wadah untuk menampung kekuasaan fungsional dengan harapan tidak ada
penyelewengan kekuasaan oleh raja-raja yang memerintah secara
ototriter73
.
Namun demikian, Muammar Qadhafi beranggapan bahwa sistem
parlemen merupakan misrepresentasi dari rakyat dan pemerintahan
parlemen merupakan solusi yang salah atas problem demokrasi. Ia
menyebutkan parlemen yang lahir dari partai pemenang pemilihan umum
adalah parlemen partai dan bukan parlemen rakyat sehingga kekuasannya
bukan kekuasaan rakyat.
71
Zakiyuddin Baidhawy, 2000, Menapak Jalan Revolusi, Yogyakarta: Insist Press, halaman 3-4.
Terjemahan karya Muammar Qathafi, The Green Book. 72
Diambil dari “The Green Book” part one, two, three, The Solution of the Problem of
Democracy, halaman 2.
Diunduh melalui situs http://www.mathaba.net/gci/theory/gb1.htm pada 6 November 2015, pukul
01:55 WIB. 73
Miriam Budiarjo, 1996, Dasar-dasar Ilmu Politik Jakarta: Gramedia Pustaka, halaman 151.
53
Sistem seperti ini didasarkan atas propaganda untuk memenangkan
suara dalam pengertian sebenarnya sehingga suara dapat dibeli dan
dipalsukan. Dengan demikian, menurutnya sistem perwakilan adalah
penipuan karena selalu orang kaya yang duduk sebagai penguasa dan
rakyat harus berjuang untuk memperoleh aspirasi. Ia kemudian
menawarkan bentuk partisipasi langsung dari rakyat dan bukan melalui
wakil-wakilnya di parlemen74
.
Pemikiran tersebut merupakan pemikiran orisinal Qadhafi.
Sebelumnya, tidak ada satu pun pemikir politik atau tata negara Islam dan
pemikir sosialis yang mengusulkan bentuk pemerintahan seperti ini75
. Jauh
sebelum Qadhafi, Edmund Burke sebenarnya telah menyatakan bahwa
pandangan para perwakilan dalam sistem parlemen bukanlah utusan
pandangan-pandangan pendukungnya, melainkan pribadi mereka sendiri76
.
Apa yang dikemukakan keduanya ditemui kesamaan anggapan bahwa
parlemen merupakan bentuk kediktatoran paling tiran di dunia.
b. Partai
Partai hanya bagian dari rakyat dan kedaulatan rakyat tidak dapat
dibagi77
.
Menurut Qadhafi, partai adalah bentuk kediktatoran modern karena
mempraktekkan demokrasi semu melalui pendirian parlemen dan komite
74
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 8-9. 75
Endang Mintarja, op.cit, halaman 164. 76
Edmund Burke (1729-1797) adalah seorang filsuf, ahli polemik, dan politikus kelahiran Irlandia
yang terkenal di Inggris pada akhir abad ke-18. Lihat Ravitch Diane, Thernstroom Abigail yang
diterjemahkan oleh Hermoyo dan disunting Mochtar Lubis dengan judul Demokrasi Klasik dan
Modern, 1994, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, halaman 111-112. 77
Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 3
54
serta melalui propaganda para anggotanya. Secara fundamental partai
didasarkan atas teori otoritarian yang mendominasi anggota-anggota partai
atas seluruh rakyat. Ini merupakan salah satu tujuan partai untuk mencapai
program-program dengan dalih pelaksanaan program-program rakyat,
padahal tujuan mereka adalah untuk mencapai akses kepada kekuasaan
untuk meraih tujuan-tujuan pribadi mereka78
.
Sistem partai dianggapnya sebagai sistem sektarian dan kesukuan
modern. Perbedaan antara ikatan kesukuan dengan kepartaian hanyalah
ikatan darah. Apabila suku diikat dengan kesamaan darah (keturunan),
maka partai merupakan kesamaan kepentingan. Pola seperti itu yang
dianggap Qadhafi sebagai kegagalan demokrasi.
Tidak diakuinya partai dalam negara merupakan hal biasa di
negara-negara monarki. Akan tetapi, dalam negara bersistem demokrasi,
hanya Negara Libya yang menolak adanya sistem kepartaian79
.
c. Kelas
Jika kelas, partai, suku, atau kelompok mendominasi masyarakat,
maka keseluruhan sistem menjadi diktator80
.
Apa yang dimaksud kelas oleh Qadhafi adalah sekelompok rakyat
yang menopang kepentingan umum berdasarkan ikatan darah (suku),
kepercayaan, budaya, lokalitas, atau status ekonomi, dan mereka
mendominasi atas kelompok lain dalam satu atau beberapa hal. Menurut
sistem demokrasi sejati yang diimplementasikannya, tidak ada kesempatan
bagi suatu kelompok untuk menekan kelompok lain demi kepentingannya
78
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 11-13. 79
Endang Mintarja, op.cit, halaman 166. 80
Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 5.
55
sendiri. Membiarkan sistem berjalan seperti itu berarti mengangkangi
logika demokrasi dan memperkosa logika kekuasaan81
.
Ia juga menyebutkan bahwa setiap kelompok sosial yang berbeda-
beda dan mendorong adanya perjuangan untuk memperoleh kekuasaan
pada mulanya merupakan orang-orang dari satu kelas, usaha untuk
memisahkan dari satu kelas terlahir dari hukum evolusi yang tidak dapat
dihindari. Perjuangan kelas sering kali hanya mengarah pada terciptanya
kesatuan kelas baru karena setiap kelas yang membentuk suatu masyarakat
secara otomatis mewariskan karakteristiknya82
.
Jadi, apabila sebuah kelas menghancurkan kelas lain, maka baik
bentuk sosial dan wataknya akan terbentuk pada kelas-kelas lainnya.
Upaya mengulangi usaha tersebut hanya akan buang-buang waktu saja dan
merupakan suatu pelecehan dan penghinaan terhadap rakyat.
d. Plebisit
Pilihan hanya dengan mengatakan “Ya atau tidak” merupakan
sisem demokrasi yang paling menindas dan tiran83
.
Apabila suatu negara mengalamai kebuntuan dalam mengambil
keputusan secara musyawarah mufakat, maka dilakukan pemungutan suara
(ya atau tidak) untuk mendapatkan keputusan. Muammar Qadhafi menolak
sistem seperti ini karena menurutnya setiap orang harus memperjelas apa
yang menjadi alasan ia menjawab “Ya atau Tidak”.
Problematika paling rumit yang dihadapi sistem demokrasi ialah
pembentukan instrumen yang mampu menekan konflik kelas, partai, dan
81
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 18-20. 82
Ibid, halaman 22. 83
Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 6.
56
individu. Menurut Qadhafi gagasan seperti itu adalah gagasan bodoh
karena sama saja dengan membuat solusi yang tunduk pada konflik. Ia
menawarkan solusi dengan membentuk suatu pemerintahan yang
didasarkan atas kedaulatan rakyat, tanpa perwakilan atau utusan84
.
e. Kongres Rakyat dan Komite Rakyat
Definisi demokrasi yang benar adalah kekuasan rakyat oleh
rakyat, bukan kekuasaan pemerintah oleh rakyat85
.
Jawaban dalam menegakkan demokrasi sejati yang diterangkan
dalam The Green Book adalah membentuk Kongres Rakyat dan Komite
Rakyat. Tidak ada demokrasi tanpa Kongres Rakyat dan Komite Rakyat di
manapun, bahkan Qadhafi menyebut sistem pemerintahan manapun yang
berbeda dengan Kongres Rakyat adalah tidak demokratis86
.
Muammar Qadhafi mengatakan bahwa “Teori Universal Ketiga”
merupakan eksperimen realistis dalam demokrasi langsung yang
bersandar pada kedaulatan rakyat. Menurutnya, demokrasi langsung
merupakan metode ideal yang jika direalisasikan dalam praktek tidak akan
diperdebatkan dan tidak kontroversial karena bentuk demokrasi palsu
–dari parlemen hingga kelompok, kelas, dan partai- dapat diatasi secara
tuntas. Apabila semua bentuk sistem demokrasi menggunakan Kongres
Rakyat seperti ini, maka bentuk pemerintahan diktator di seluruh dunia
akan tenggelam dengan sendirinya.
84
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 25-26. 85
Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 6 86
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 27-29.
57
f. Hukum Rakyat
Adalah sebuah kebatilan dan tidak demokratis apabila komite atau
suatu parlemen membuat suatu draft hukum untuk menggantikan hukum
yang berlaku di masyarakat87
.
Pola penerapan hukum di Libya merujuk pada sumber hukum adat
dan atau agama. Adat atau agama adalah sumber utama hukum masyarakat
yang menjadi konsep demokrasi sejati. Oleh sebab itu, perumusan hukum
instrumen pemerintahan di luar keduanya merupakan penghianatan
terhadap demokrasi. Menurutnya, metode pemerintahan yang layak harus
sesuai dengan hukum masyarakat. Hukum yang dimaksud merupakan
faktor pembeda antara benar dan salah, baik dan buruk, hak dan kewajiban
individu, serta bersandar kepada hukum suci (agama) yang tidak dapat
diganti oleh instrumen pemerintahan. Sebab, hukum yang dibuat oleh
instrumen pemerintahan didasarkan atas selera dan kepentingan politik
tertentu dan karenanya berisfat temporer88
.
Qadhafi menganggap hukum yang dibuat oleh konstitusi buatan
manusia penuh dengan hukuman-hukuman material bagi manusia,
sedangkan hukuman tradisional masyarakat menekankan hukuman moral
yang sarat dengan martabat manusia.
Hubungan antara adat dan agama merupakan dua hal yang saling
melengkapi. Menurut Qadhafi, agama mengakomodir adat dan adat
merupakan ekspresi dari kehidupan suatu masyarakat. Dengan demikian,
87
Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 8. 88
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 33-36.
58
setiap aturan yang dibuat tidak berpegang pada agama dan adat adalah
pembangkangan manusia terhadap nilai-nilai kemanusiaan89
.
Adapun pengawasan terhadap pelaksanaan dan penyelewengan
hukum masyarakat merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri.
Qadhafi mengatakan bahwa masyarakat adalah pengawas bagi dirinya
sendiri. Akan tetapi, apabila penyelewangan dilakukan oleh suatu
masyarakat dalam level negara, maka revolusi dianggap bisa menjadi jalan
keluarnya. Dengan demikian, maka akan ada anggapan bahwa revolusi
tidak demokratis, tapi dalam keadaan tidak demokratis adalah salah satu
pilihan terbaik.
g. Pers
Pers adalah sarana ekspresi masyarakat dan bukan sarana
ekspresi individu tertentu90
.
Sebagaimana diatur dalam The Green Book, Libya memberikan
batasan pada kebebasan pers sebagai ekspresi individu atau suatu
kelompok. Cara seperti ini tidak jauh berebeda dengan negara-negara
sosialis lainnya yang menganggap ekspresi seperti itu tidak mewakili
rakyat secara keseluruhan. Qadhafi mempertimbangkan moral dan
stabilitas negara sebagai hal yang sangat dominan91
.
Muammar Qadhafi menyatakan bahwa kepemilikan individu atas
sarana publikasi atau informasi tidaklah demokratis. Namun, ia tetap
memiliki hak untuk berekspresi. Dengan demikian, pers harus berada
89
Endang Mintarja, op.cit, halaman 176. 90
Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 11. 91
Endang Mintarja, op.cit, halaman 177.
59
dalam pengawasan rakyat, dalam hal ini adalah komite rakyat sebagai
representasi dari rakyat secara keseluruhan.
Secara teoritis, menurut Qadhafi konsepsi seperti inilah demokrasi
sejati. Namun, pada realitanya yang kuat selalu memerintah, yakni mereka
yang lebih kuat dalam masyarakat. Maka dari itu, kebebasan berekspresi
merupakan salah satu problem demokrasi dan menjadi tugas Rakyat untuk
tetap mengawasinya.
2. Bidang Ekonomi
Tercatat hanya ada dua sistem ekonomi yang paling berpengaruh di dunia
dalam sejarahnya, yaitu sosialisme dan kapitalisme. Semua sistem ekonomi,
termasuk sistem ekonomi Islam hanyalah derivasi dari sosialisme atau
kapitalisme92
. Akan tetapi, Qadhafi beranggapan bahwa kedua sistem ekonomi itu
telah gagal menata dunia menjadi lebih baik, bahkan keduanya hanya
menciptakan masalah yang lebih berbahaya. Kedua sistem tersebut sama-sama
mengekploitasi rakyat.
Eksploitasi rakyat dan konsep kepemilikan oleh beberapa individu atas
kekayaan yang melebihi kebutuhan merupakan awal mula terciptanya sebuah
kesenjangan. Dalam hal ini, eksploitasi rakyat yang dimaksud Qadhafi adalah para
buruh atau pekerja upahan. Mereka selalu menjadi pihak yang dirugikan.
Muammar Qadhafi berusaha memberikan solusi terhadap masalah ini. Terutama
ketika para pekerja produksi tidak dapat menikmati hasil kerjanya tersebut.
92
Ibid, sebagaimana dijelaskan oleh Leonard Binder.
60
Ia menyatakan bahwa “Karakter penting sistem ekonomi dunia saat ini
adalah sistem upah yang menindas pekerja atas hak-haknya dalam produksi,
apakah produksi untuk masyarakat atau untuk perusahaan swasta”93
. Sistem
seperti itu dianggapnya sebagai bentuk perbudakan modern. Adapun solusi yang
ia tawarkan dalam The Green Book dikonsepsikan sebagai berikut.
a. Kebutuhan
“Kebebasan manusia menjadi berkurang jika dikendalikan oleh
orang lain”94
.
Kebutuhan dasar manusia mencakup makanan, air, pakaian, tempat
tinggal, kesehatan, pendidikan, dan eksistensi. Semua kebutuhan dasar
tersebut harus dapat terpenuhi karena kalau tidak maka nilai kebebasan
manusia menjadi tidak sempurna dan akan timbul ketimpangan95
. Dalam
hal ini, Qadhafi memfokuskan pada kebutuhan dasar fisik sebagai standar
pemenuhan kesejahteraan.
Menurut Muammar Qadhafi, kebutuhan manusia akan suatu hal
menyebabkan lahirnya eksploitasi di antara manusia itu sendiri.
Kebutuhan yang sangat mendasar ini dimulai dari rumah. Oleh karena itu,
Qadhafi terkenal dengan slogan bahwa “Rumah adalah milik orang yang
menempatinya (Al-Bait Li Sâkinihi). Dengan demikian, tidak ada seorang
pun yang memiliki hak untuk membangun rumah untuk dirinya sendiri
93
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 60. 94
Lihat “The Green Book” part two, The Solution of the Economic Problem, halaman 14. 95
Endang Mintarja, op.cit, halaman 183.
61
maupun pewarisnya, atau dengan tujuan menyewakannya. Menurutnya,
hal tersebut merupakan upaya mengontrol kebutuhan manusia96
.
Masyarakat sosialis yang dibangun Qadhafi tidak memberikan
seseorang memiliki kontrol atas kebutuhan hidup manusia termasuk dalam
hal pendapatan. Masyarakat tidak boleh memiliki pendapatan yang berasal
dari kebaikan atau upah orang lain terhadap dirinya. Kebutuhan akan
transportasi pun demikian. Ia melarang kepemilikan kendaraan untuk bisa
dimiliki orang lain atau menyewakannya.
b. Tanah
Tidak seorang pun berhak memiliki tanah. Akan tetapi, setiap
orang punya hak untuk mempergunakannya, mengambil untung darinya
dengan bekerja, bertani, dan beternak97
.
Muammar Qadhafi menjelaskan bahwa hak pengelolaan atas tanah
tetap berlaku selama pengelola itu dan ahli warisnya masih hidup dan terus
mengelola tanah tersebut sebagai sumber kebutuhan hidup mereka. Upaya
pengelolaan tanah tersebut didapatkannya melalui usaha sendiri tanpa
memanfaatkan orang lain untuk memuaskan kebutuhan diri sendiri98
.
Tujuan masyarakat sosialis baru adalah menciptakan masyarakat
bebas yang diraih melalui pemuasan kebutuhan materi dan spiritual
manusia. Qadhafi menekankan bahwa pentingnya memenuhi kebutuhan
tanpa harus mengekploitasi atau memperbudak orang lain. Ia menyatakan
dalam The Green Book bahwa “dari setiap orang sesuai kemampuannya,
96
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 63-64. 97
Lihat “The Green Book” part two, The Solution of the Economic Problem, halaman 15. 98
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 66.
62
dan untuk semua orang sesuai usahanya”99
. Oleh karena itu, ia melarang
hak individu dalam menjalankan aktivitas ekonomi demi memperoleh
kekayaan yang melebihi keharusan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sebagaimana para filsof beraliran sosialis, Qadhafi mengharapkan
teorinya dapat mengantarkan manusia ke sifat lahiriahnya. Maka dari itu,
ia menekankan bahwa keuntungan pribadi dan uang bukanlah tujuan hidup
sebenarnya, melainkan kemanusiaan dan kesejahteraan bersama100
.
c. Upah
Dalam masyarakat sosialis tidak ada pekerja upahan, yang ada
hanyalah partner101
.
Upah adalah harga yang harus dibayar untuk para pekerja sesuai
dengan dilakukannya. Qadhafi menjelaskan bahwa dalam tatanan
msayarakat sosialis upah dibayarkan sesuai dengan apa yang
dikerjakannya dan tidak melebihi kebutuhan hidupnya. Jadi, semua yang
melampaui batas pemenuhan kebutuhan harus dikembalikan sisa
kekayaannya kepada anggota masyarakat.
Tahapan terakhir menuju masyarakat sosialis baru, dapat terjadi
apabila masyarakat telah menjangkau keadaan ketika keuntungan dan uang
tidak ada. Caranya dilakukan dengan mentransformasi masyarakat ke arah
produksi secara penuh sehingga kebutuhan materi masyarakat terpenuhi.
Solusi terakhir dijelaskan Qadhafi dengan menghapus sistem keuntungan
99
Ibid. 100
Endang Mintarja, op.cit, halaman 186 101
Lihat “The Green Book” part two, The Solution of the Economic Problem, halaman 17.
63
karena upaya meningkatkan keuntungan akan membawa masyarakat
kepada kehancuran102
.
d. Pembantu Rumah Tangga
Pembantu rumah tangga merupakan bentuk perbudakan
modern103
.
Pembantu rumah tangga (PRT) yang dibayar ataupun tidak, adalah
bentuk perbudakan. Mereka merupakan budak di zaman modern yang
diabaikan hak-haknya. Nasib mereka bahkan jauh lebih tertindas jika
dibandingkan dengan buruh perusahaan. Fenomena sosial ini bagi Qadhafi
harus segera dihapuskan. Ia menganjurkan kepada setiap pemilik rumah
untuk mengurus rumahnya sendiri daripada harus mengekploitasi
manusia104
.
Qadhafi mengakui bahwa pada masa modern, keberadaan
pembantu rumah tangga menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Namun, ia
menganjurkan untuk pemenuhan hak-hak para pembantu rumah tangga
sebagaimana para pegawai di perusahaan. Kehidupan mereka harus tetap
terjamin dan memungkinkan untuk mengembangkan potensi.
Teori Universal Ketiga disebutkan oleh Qadhafi sebagai seruan
melawan ketidakadilan, despotisme, eksploitasi, dan hegemoni ekonomi
dan politik. Teori-teori yang ia tawarkan mungkin hanya sebatas angan
belaka. Akan tetapi, ia memulai hal ini dari negaranya sendiri dan untuk
kepentingan luhur bangsanya dengan harapan semua orang dapat
102
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 82. 103
Lihat “The Green Book” part two, The Solution of the Economic Problem, halaman 19. 104
Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 83-84
64
mempraktikkan ajaran The Green Book. Tujuannya agar tercipta
kesetaraan dan kebebasan dalam hal kedaulatan, kekayaan, dan kekuasaan.
3. Bidang Sosial
Teori mengenai basis masyarakat sosialis merupakan teori terpenting dari
ketiga teori yang dituliskan Qadhafi dalam The Green Book. Gerak sejarah umat
manusia ditentukan oleh faktor sosial dan etnisitas. Ikatan sosial ini mengikat
kelompok manusia dari keluarga, suku, hingga bangsa sebagai basis gerak
sejarah105
.
Para pahlawan dalam sejarah adalah mereka yang rela berkorban apa pun
untuk mencapai tujuan tertentu yang berhubungan dengan kelompok masyarakat.
Mereka memiliki hubungan sosial yang dibangun di atas rasa nasionalisme.
Menurut Qadhafi, apa yang terjadi dalam setiap periode revolusi sejarah
merupakan perjuangan yang bersifat kebangsaan sekaligus mendorong
tercapainya suatu nasionalisme. Pencapaian tersebut didorong faktor sosial, yaitu
kesatuan dalam sebuah kelompok. Apabila demikian, maka suatu bangsa akan
memiliki ketahanan yang kuat karena faktor nasionalismenya.
Qadhafi mengatakan apabila bangsa mengabaikan nasionalisme, maka
bangsa tersebut akan mengalami kehancuran karena tidak memiliki ketahanan
sosial. Tidak ada tandingan bagi faktor sosial dalam mempengaruhi kesatuan
suatu kelompok kecuali faktor agama yang memisahkan kelompok nasional atau
unit-unit kelompok dari nasionalisme yang berbeda-beda. Bagaimanapun juga
faktor sosial akhirnya memperoleh kekuatan. Kasus-kasus semacam ini terjadi
105
Ibid, halaman 89.
65
sepanjang masa. Awalnya, setiap negara memiliki agama dan tercipta harmoni di
antara agama dan bangsa. Setelah itu perbedaan-perbedaan muncul yang
menyebabkan konflik dan ketidakstabilan dalam masyarakat.
Dalam hal ini, Muammar Qadhafi menekankan pentingnya sebuah bangsa
memiliki suatu agama. Menurutnya, bangsa yang tak memiliki agama adalah
bangsa abnormal. Ketika faktor sosial sejalan dengan faktor agama, maka harmoni
akan tercapai dan kehidupan kelompok menjadi stabil dan kuat serta dapat
berkembang baik.
Adapun lingkaran kuat lainnya dalam masyarakat adalah perkawinan.
Laki-laki dan perempuan bebas dalam memilih pasangannya; hal itu merupakan
kebebasan manusia yang paling mendasar. Perkawinan dalam suatu agama dan
etnis yang sama, menurut Qadafi memperkuat persatuan bagi perkembangan
masyarakat106
.
a. Keluarga
Bagi seorang individu, keluarga lebih penting daripada negara
karena keluarga merupakan akar dan tempat seseorang untuk berlindung.
Qadhafi menganalogikan keluarga dengan sebuah pohon, negara atau etnis
dengan kebun yang menghidupi pohon tersebut. Basis dan elemen alamiah
adalah tumbuhan, sedangkan kebun merupakan bentuk artifisial.
Analogi tersebut menyimpulkan bahwa masyarakat yang maju
adalah ketika individu tumbuh secara alami di dalam keluarga dan
keluarga tumbuh subur dalam masyarakat. Apabila individu tersebut
106
Ibid, halaman 95.
66
terpisah dari keluarga atau tanpa keluarga, maka ia tidak memiliki nilai
dan kehidupan sosial. Hal itu seperti seperti tumbuhan buatan tanpa
akar107
.
b. Suku (Qabilah)
Elemen penting masyarakat selanjutnya adalah suku. Qadhafi
menyebut suku sebagai keluarga besar, meskipun pada masyarakat modern
ini kesukuan sudah tidak dianggap begitu penting. Suku merupakan
kelanjutan perkembangan dari keluarga sebagai hasil perkembangannya.
Begitu juga bangsa sebagai perkembangan dari suku. Ikatan ini oleh
Qadhafi dijelaskan sebagai bentuk kemanusiaan dalam mengaktualisasikan
sebuah identitas etis maupun kebangsaan. Hubungan di antara ikatan
tersebut semakin lemah dengan bertambahnya jumlah108
.
Ikatan sosial, kohesivitas, kesatuan, keakraban, dan cinta lebih kuat
pada tingkat keluarga, daripada tingkat suku, bangsa, dan dunia. Hal ini
semestinya dilestarikan jika manusia ingin mencapai kesejahteraan di
dunia. Muammar Qadhafi juga menyebutkan jasa suku sebagai media
pendidikan sosial, yaitu ketika anggotanya dididik sejak kecil untuk
menyerap nilai-nilai ideal dalam masyarakat. Selain itu, suku juga
berfungsi sebagai tempat berlindung alami bagi keamanan sosial.
Faktor utama pembentuk suku adalah darah, selain afiliasi
pembentukan suku. Namun demikian, seiring berjalannya waktu faktor
darah dan afiliasi menjadi sirna dan tersisa suku sebagai unit sosial dan
fisik.
107
Ibid, halaman 96-98. 108
Ibid, halaman 99.
67
c. Bangsa
Bangsa adalah payung politik nasional bagi individu dan ia lebih
luas dari payung sosial yang diberikan suku kepada anggotanya. Jadi,
apabila kesetiaan kesukuan pada suatu bangsa melemah, maka eksistensi
bangsa bangsa akan terancam. Akan tetapi, fanatisme kebangsaan yang
berlebihan juga mengancam kemanusiaan. Qadhafi mengatakan bahwa
fanatisme kebangsaan jika digunakan utuk menyerang bangsa lain yang
lebih lemah atau kemajuan yang dihasilkan dari penjarahan atas bangsa
lain, maka hal tersebut merupakan suatu kejahatan dan berbahaya bagi
kemanusaiaan109
.
The Green Book juga memberikan penjelasan mengenai teori
kebangkitan suatu bangsa. Ini bermula dari pemahaman bahwa perjalanan
sejarah akan membentuk suatu bangsa baru dari bebeberapa keluarga dan
suku dan akan menggantikan generasi terdahulu. Proses terbentuknya
suatu bangsa merupakan akumulasi sejarah dan kondisi sosial sesorang
yang membuat setiap kelompok mampu berbagi warisan tradisi, dan nasib
yang sama.
Faktor penting terbentuknya sebuah bangsa adalah agama, selain
faktor ekonomi dan militer. Peran agama bangkit kembali ketika semangat
keagamaan muncul lebih kuat dari semangat nasionalisme. Faktor peranan
agama ini menjadi penentu apabila dapat mengakomodir kepentingan atau
identitas etnis-etnis yang ada. Akan tetapi, hal ini dapat menjadi kondisi
berkebalikan jika yang terjadi pada struktur politik atau ideologi
109
Ibid, halaman 106.
68
bertentangan dengan kepentingan identitas kesukuan suatu masyarakat,
maka dampaknya negara tersbut akan dikoyak oleh konflik nasional.
Oleh karena itu, Qadhafi menegaskan bahwa basis kehidupan
individu adalah keluarga, suku, kemudian bangsa, pada akhirnya meluas
hingga seluruh manusia. Faktor utama dari terbentuknya sebuah negara
adalah faktor sosial, yakni nasionalisme yang bersandar pada prinsip-
prinsip ikatan nasional tersebut.
d. Perempuan
Muammar Qadhafi menunjukkan tingkat kepedulian tingggi
terhadap peranan perempuan. Ia mengambil bagian dalam sistem sosial
terkecil, yakni persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan
perempuan. Menurutnya, kedudukan antara laki-laki dan perempuan
adalah sama sebagai manusia. Bentuk diskriminasi apa pun yang terjadi
antara keduanya merupakan penindasan yang sangat jelas tanpa
pembenaran apa pun110
.
Definisi ini diajukan Qadhafi untuk melawan pendapat para
fundamentalis agama yang memandang kedudukan kaum perempuan
selalu di bawah lelaki. Pemahaman ini menggiring mereka untuk
membatasi peran perempuan dalam bidang sosial dan politik. Lebih jauh
lagi, ia menentang peranan perempuan di negeri Timur yang dijadikan
sebagai komoditi perdagangan, sedangkan di Barat peran perempuan
mengalami dekadensi nilai feminitasnya. Qadhafi meletakkan perempuan
sesuai dengan nilai-nilai kemanusaiaan, persamaan, dan keadilan tanpa
110
Ibid, halaman 114.
69
melupakan hal-hal yang istimewa pada dirinya sebagai seorang
perempuan.
Qadhafi dengan tegas mengakui perbedaan biologis antara laki-laki
dan perempuan terutama dari aspek biologis bahwa perempuan mengalami
menstruasi, hamil, menyusui, dan menjadi seorang ibu. Dalam hal ini,
Qadhafi mengharapkan peran serta perempuan untuk mengembalikan
nilai-nilai lahiriah seorang perempuan, terutama ibu. Misalnya ketika
mendidik anak-anak. Ia menekankan peranan seorang ibu yang
memberikan faktor penting terhadap kejiwaan dan karakter sang anak dan
yang menolaknya merupakan penyimpangan moral serta norma-norma.
Namun, di sisi lain ia juga menentang apabila wanita bekerja kasar
seperti yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Ia menganggap hal ini sebagai
bentuk eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan. Kondisi masyarakat
industri modern membuat wanita terpaksa beradaptasi dengan pekerjaan
laki-laki dan mengorbankan sisi feminitasnya. Qadhafi menegaskan bahwa
tidak ada perbedaan hak-hak asasi manusia antara laki-laki dan
perempuan, tapi mencampuradukkan peranan di antara keduanya
merupakan sikap tak berperadaban dan penyebab ketimpangan sosial.
e. Kaum Minoritas
Ketidakadilan yang sering dirasakan kaum minoritas menjadi
perhatian Qadhafi untuk dibela hak-haknya. Ia menyebutkan hanya ada
dua macam kaum minoritas, yang pertama sebagai entitas suatu bangsa
dan kedua adalah mereka yang tidak memiliki basis kebangsaan111
.
111
Ibid, halaman 131.
70
Kedua kaum ini meskipun menjadi minoritas, tetapi mereka tetap
memiliki hak-hak yang harus dipenuhi. Apabila hak-hak mereka
diabaikan, maka ini merupakan sikap penguasa yang tidak adil dan
diktator. Maka dari itu, peran para pemegang kekuasaan, kekayaan, dan
kekuatan untuk memenuhi hak-hak kaum minoritas dalam bidang politik
dan ekonomi.
Ekspresi pembelaan terhadap kaum minoritas ini ia tuangkan ke
dalam slogan “sekarang giliran orang-orang kulit hitam (Negro) yang
menjadi pemenang”112
. Saat ini memang orang-orang kulit hitam masih
mengalami keterbelakangan dibanding orang-orang ras kulit putih. Akan
tetapi, Qadhafi optimis bahwa keterbelakangan itu akan teratasi dengan
pertambahan populasi orang kulit hitam yang tinggi. Tidak seperti orang-
orang ras kulit putih yang mengenal alat-alat reproduksi dan batasan
pernikahan. Suatu saat, ketika orang-orang kulit hitam telah sampai pada
tingkat intelektualitas yang tinggi dan kemoderenan seperti bangsa lain,
maka saat itu orang-orang kulit hitam menguasai dunia dan tidak lagi
menjadi kaum minoritas.
f. Pendidikan
Menurut Qadhafi, pendidikan tidak mengharuskan siswanya belajar
dari kurikulum tersistematis dan klasifikasi materi pada buku teks saja113
.
Apabila demikian yang terjadi, maka jenis pendidikan semacam ini
bertentangan dengan nilai kebebasan manusia karena pengetahuan adalah
hak alami setiap manusia dan tidak seorang pun berhak mencabutnya.
112
Ibid, hlm 134 113
Ibid, halaman 135.
71
Memaksa dan menekan manusia mempelajari sesuai dengan kurikulum
dan materi tertentu adalah tindakan diktator.
Kritik terhadap kebebasan pendidikan merupakan reaksinya atas
sistem pendidikan nasional Libya pada kekuasaan Monarki Raja Idris.
Sejak kemerdekaan, sistem pendidikan nasional Libya hanya mengajarkan
pendidikan agama. Sistem pendidikan umum jumlahnya sedikit dan
biasanya berasal dari lembaga pendidikan asing114
.
Ia mencoba memberikan solusi atas permasalahan ini, yaitu
membuka ketersediaan seluruh jenis pendidikan dan memberi rakyatnya
kebebasan untuk memilih materi yang ingin dipelajari. Menurut Qadhafi,
kebodohan akan berakhir apabila segala hal disampaikan secara alami dan
setiap orang dapat mencicipi pengetahuan sesuai dengan kebutuhannya.
g. Kebudayaan (Seni dan Olah Raga)
Setiap suku atau kelompok memiliki warisan kebudayaan baik
berupa seni maupun olahraga yang sesuai dengan warisan dari leluhurnya
masing-masing. Oleh karena itu, tidak dibenarkan satu kelompok
memaksa kelompok lain untuk melakukan dan mengembangkan
kebudayaannya sendiri dengan menindas kebudayaan kelompok lain115
.
Seni menurut Qadhafi adalah alat untuk mengungkapkan aspirasi
yang tak mungkin, ekspresi kesenangan dan penderitaan, baik dan buruk,
cantik dan jelek, bahagia dan sengsara, kematian dan keabadian, cinta dan
benci, gambaran warna kulit, sentimen cita rasa dan keinginan. Kesemua
114
Endang Mintarja, op.cit, halaman 205. 115
Ibid, halaman 206.
72
hal tersebut hanya dapat diungkapkan oleh bahasa yang tercipta dalam
pikiran si pembicara116
.
Akan tetapi, cita rasa yang diungkapkan sebuah bahasa menjadi
masalah karena perbedaan bahasa dan warisan dari budaya orang lain.
Akibatnya, menurut Qadhafi masyarakat hanya harmoni dengan seni dan
warisannya sendiri dan tidak harmoni dengan seni lainnya. Masalah
tersebut dapat diatasi apabila umat manusia berbicara dengan satu bahasa
yang sama sebagai produk dari kebudayaan bersama. Qadhafi meyakini
manusia menuju ke arah kesatuan budaya dan bahasa.
Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan berbagai
sarana seperti gedung kesenian dan lapangan olahraga sebagai upaya
pengembangan potensi budaya. Tidak boleh ada individu atau kelompok
yang memiliki hak memonopoli sarana-sarana olahraga sementara orang
lain mengeluarkan biaya atas monopoli tersebut untuk sekedar menjadi
penonton117
.
Qadhafi membagi olahraga menjadi dua jenis, pertama berkaitan
dengan individu dan kedua berhubungan dengan orang banyak. Olahraga
berkaitan dengan invidu merupakan sesuatu yang bersifat pribadi seperti
ibadah yang dilakukan sendiri di kamar. Akan tetapi, olahraga juga bisa
dipraktekkan secara kolektif di tempat-tempat terbuka. Olahraga seperti
ini merupakan hak seluruh rakyat demi kesehatan dan rekreasi.
Pemikiran yang dibawa Qadhafi dalam Al-Kitâb Al-Akhdar pada intinya
bertujuan untuk menjaga kebenaran moral dan untuk memberi izin melawan
116
Zakiyuddin, op. cit, halaman 139. 117
Ibid, hlm 144.
73
kebijakan asing yang bersifat agresif. Apabila ada yang melanggar dan
menjadikan kondisi negara tidak stabil, maka ia berhak menentukan kehidupan
sosial masyarakatnya berdasarkan Teori Universal Dunia Ketiga. Qadhafi
menganggap tercapainya persatuan bangsa Arab sudah menjadi tugas dan
kewajibannya. Muammar Qadhafi memandang akhir sebuah keadilan sebagai hal
yang penting118
.
118
Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 61.