bab ii analisis data dan pembahasan -...
TRANSCRIPT
50
BAB II
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bagian bab analisis data dan pembahasan ini akan dibicarakan 3 hal
mengenai bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa
Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar yaitu berupa
monomorfemis, polimorfemis, frase maupun klausa, mengenai keterkaitan makna
leksikal dan makna kultural yang terangkum terkait aktivitas pertanian padi di
Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, serta
mengenai pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap dunia masyarakat
petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.
A. Bentuk Bahasa dalam Budaya Jawa Terkait Aktivitas Pertanian Padi di
Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan ditemukan bentuk
bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri,
Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar berbentuk
monomorfemis, polimorfemis, frase dan klausa.
1. Bentuk Monomorfemis
Monomorfemis (monomorphemic) terjadi dari suatu morfem
(Kridalaksana, 2008: 157). Morfem (morpheme) merupakan satuan bunyi
terkecil yang relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian
bermakna yang lebih kecil misalnya (ter-), (di-), dan sebagainya
(Kridalaksana, 2008: 158). Morfem terdiri atas dua jenis yaitu morfem
bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang secara
51
potensial dapat berdiri sendiri dan sudah memiliki makna, misal rumah,
tanah dan sebagainya sedangkan morfem terikat adalah morfem yang
tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan yang selalu terikat
dengan morfem lain untuk membentuk ujaran, misal pe, juang, temu,
mayur (Kridalaksana, 2008: 158).
Monomorfemis mencakup semua kata yang tergolong kata dasar,
bentuk tunggal istilah aktivitas pertanian padi, dengan pengertian bahwa
morfem itu dapat berdiri sendiri, memiliki arti, dan tidak terikat dengan
morfem lain. Dengan kata lain, kata itu belum mengalami proses
morfologis. Pentingnya teori tentang monomorfemis dalam penelitian ini
adalah untuk mengklasifikasi data terkait istilah aktivitas pertanian padi
yang tergolong kata dasar, berbentuk tunggal. Ada pun kata yang
berbentuk monomorfemis terkait aktivitas pertanian padi di Desa
Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar adalah
sebagai berikut.
1. Dêrêp [d|r|p]
Satuan lingual dêrêp berkategori verba yang dapat berdiri sendiri,
berarti dan belum mengalami proses morfologis.
Dêrêp merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang dilakukan
dengan menjadi buruh yang ikut menggarap sawah petani lain dengan
mendapat bawon sebagai upahnya.
2. Kêrik [k|rIk]
Satuan lingual kêrik berkategori verba yang dapat berdiri sendiri,
berarti dan belum mengalami proses morfologis.
52
Kêrik merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang dilakukan
oleh para petani setelah sawah sudaah diluku dan digaru, kêrik dengan
cara menghaluskan ler-leran „sawah yang siap ditanami‟ untuk
seluruh petakan sawah dengan menggunakan papan kayu, papan kayu
ditempelkan pada endhut „tanah yang basah‟ kemudian diayun-
ayunkan ke samping kanan dan kiri petani, kêrik dilakukan agar ler-
leran halus dan rata yang nantinya akan memudahkan petani untuk
menanam padi.
3. Panèn [pAnEn]
Satuan lingual panèn berkategori verba yang dapat berdiri sendiri,
berarti dan belum mengalami proses morfologis.
Panèn merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang dilakukan
para petani setelah padi menguning, panèn dilakukan dengan cara
mengunduh padi di sawah.
4. Sulam [sulAm]
Satuan lingual sulam berkategori verba yang dapat berdiri sendiri,
berarti dan belum mengalami proses morfologis.
Sulam merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang dilakukan
oleh para petani setelah tandur, sulam dilakukan dengan cara
mencabut sebagian bibit padi yang telah ditandur „ditanam‟ dalam
lubang yang sama, dengan catatan bibit padi dalam satu lubang
tersebut banyak atau terlalu banyak, kemudian tanaman padi yang
diambil tadi untuk mengisi ruang tempat menanam padi yang masih
53
kosong atau tanaman padi yang ditancapkan di titik tersebut baru
sedikit.
5. Tandur [tAndUr]
Satuan lingual tandur berkategori verba yang dapat berdiri sendiri,
berarti dan belum mengalami proses morfologis.
Tandur merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang dilakukan
oleh para petani dengan cara menanam benih padi di sawah.
2. Bentuk Polimorfemis
Polimorfemis adalah kata bermorfem lebih dari satu. Kata yang
dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk polimorfemis adalah hasil kata
dari proses morfologis yang berupa perangkaian morfem (Kentjono,
1982: 44). Proses morfologis meliputi: (a) pengimbuhan atau afiksasi: (b)
pengulangan atau reduplikasi, dan (c) pemajemukan. Pentingnya teori
tentang polimorfemis dalam penelitian ini adalah untuk mengklasifikasi
data terkait istilah aktivitas pertanian padi yang terdiri atas lebih dari satu
kata, kata berimbuhan, kata majemuk. Adapun kata-kata yang tergolong
bentuk polimorfemis terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri,
Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar adalah sebagai
berikut.
a. Pengimbuhan atau afiksasi
1. Macul [mAcUl]
Satuan lingual macul berkategori verba berasal dari kata pacul
„cangkul‟ (nomina) + prefiks m- → macul „mencangkul‟.
54
Macul merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani dengan cara mengaduk-aduk tanah
dengan pacul (pacul berwujud lempengan besi dan gagang panjang
yang terbuat dari kayu sebagai pegangan) agar tanah menjadi
gembur dan subur.
2. Matun [mAtUn]
Satuan lingual matun berkategori verba berkategori verba berasal
dari kata watun „cabut‟ (verba) + prefiks m- → matun „mencabut‟.
Matun merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani setelah tandur, karena mulai banyak
rumput yang tumbuh berdekatan dengan tanaman padi. Matun
adalah mencabut rumput penganggu. Matun dilakukan agar
rumput tidak menganggu pertumbuhan tanaman padi.
3. Mbanjari [mbAnjAri]
Satuan lingual mbanjari berkategori verba berasal dari kata banjar
„baris panjang‟ (nomina) + prefiks m- + sufiks -i → mbanjari
„membuat baris‟.
Mbanjari merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan setelah benih padi didhaut „dicabut‟ kemudian dipocongi
„diikat‟, kemudian pocongan „ikatan padi‟ dilemparkan ke sawah
yang siap untuk ditanami.
55
4. Mberok [mberOk]
Satuan lingual mbèrok berkategori verba berasal dari kata berok
“menulis” (verba) + prefiks m- → mberok “menanam padi
menggunakan bantuan tali”.
Mberok merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani saat menanam padi dengan menggunakan
bantuan kentheng „tali‟. Kentheng diulur memanjang satu garis
lurus pada kedhokan „petakan sawah‟ kemudian pegangan kentheng
ditancapkan pada endhut kedhokan „tanah yang basah di petakan
sawah‟. Di samping setiap bulatan-bulatan kecil ditanami bibit padi
terlebih dahulu mengikuti satu garis lurus kentheng. Mberok
dilakukan sebelum ngêblak „menanam padi dengan menggunakan
blak‟.
5. Mluku [mluku]
Satuan lingual mluku berkategori verba berasal dari kata wluku
„alat yang digunakan untuk membalikkan tanah yang berwujud
kayu dengan besi yang menggunakan penyacat‟ (nomina) + prefiks
m- → mluku „menggarap tanah dengan wluku‟.
Mluku merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani untuk menggarap tanah agar tanah dapat
terbalik dengan alat yaitu luku.
56
6. Mocongi [mOcOGi]
Satuan lingual mocongi berkategori verba berasal dari kata pocong
„ikatan padi‟ (nomina) + prefiks m- + sufiks -i → mocongi
„mengikat padi‟.
Mocongi merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani setelah benih padi didhaut „dicabut‟,
kemudian apabila sudah mendapat sapocong „satu ikatan‟
kemudian ditali menggunakan tali pring „tali bambu‟. Setelah
mocongi selesai artinya pocongan winih bisa dilemparkan ke sawah
yang disebut dengan mbanjari.
7. Mopok [mOpO?]
Satuan lingual mopok berkategori verba berasal dari kata popok
„yang menempel‟ (nomina) + prefiks m- → mopok „menempelkan
gumpalan tanah‟.
Mopok merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani setelah galengan „pematang sawah‟
dialisi. Mopok dilakukan dengan cara menempelkan blêthok
„gumpalan tanah‟ ditaruh di galengan lalu digacrokne „dipukul-
pukul‟ menggunakan cangkul dan dihalus-haluskan.
8. Nampingi [nAmpiGi]
Satuan lingual nampingi berkategori verba berasal dari kata
tamping „tembing, tepi, tanggul‟ (nomina) + prefiks n- + sufiks -i
→ nampingi „menggarap pematang sawah bagian tepi, tanggul‟.
57
Nampingi merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani dengan cara mencangkul pematang
sawah bagian tepi/tanggul. Nampingi dilakukan petani agar
galengan bersih dari rumput dan rumput tidak tumbuh kembali.
9. Ndhaut [nDAUt]
Satuan lingual ndhaut berkategori verba berasal dari kata dhaut
„ompong, copot, lepas‟ (verba) + prefiks n- → ndhaut „mencabut‟.
Ndhaut merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani setelah bibit padi yang sudah disebar
telah tumbuh. Ndhaut dilakukan petani dengan mencabut benih
padi.
10. Ngalisi [GAlisi]
Satuan lingual ngalisi berkategori verba berasal dari kata kalis
„tidak bisa tercampur‟ (adverbia) + prefiks ng- + sufiks -i → ngalisi
„nyingkiri, nyimpangi‟.
Ngalisi merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani sebelum mopok, ngalisi dilakukan petani
dengan cara mencangkul galengan „pematang sawah‟ yang rendah
bagian samping yang bertujuan agar galengan bersih dari rumput-
rumput.
11. Ngaraki [GArAki]
Satuan lingual ngaraki berkategori verba berasal dari kata arak
“mengambil” (verba) + prefiks ng- + sufiks -i → ngaraki
“membersihkan bulir-bulir padi”
58
Ngaraki merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani setelah padi dirèntèg „merontokkan padi
dengan rèntèg‟, ngaraki dilakukan dengan cara mengambil dan
mengumpulkan sisa-sisa dedaunan padi yang jatuh bersamaan
dengan gabah saat dirèntèg. Ngaraki dilakukan agar gabah bersih.
12. Ngasaki [GAsA?i]
Satuan lingual ngasaki berkategori verba berasal dari kata asak
„gosok‟ (verba) + prefiks ng- + sufiks -i → ngasaki „menggosok-
gosok‟.
Ngasaki merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani dengan mencari-cari, menggosok-gosok
untuk mengambili padi yang tertinggal saat ngerit „memangkas
padi menggunakan sabit‟. Ngasaki dilakukan agar padi tidak
terbuang sia-sia karena nantinya bisa untuk tambahan makanan.
13. Ngayaki [GAyA?i]
Satuan lingual ngayaki berkategori verba berasal dari kata ayak
„saring‟ (verba) + prefiks ng- + sufiks -i → ngayaki „menyaring‟.
Ngayaki merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan petani dengan cara menaruh gabah hasil rèntègan
„rontokan padi‟ ke irig „tampah bolong-bolong‟ kemudian
memutar-mutarnya dengan kedua tangan agar uwoh „sisa-sisa daun
padi yang ikut tercampur setelah dirèntèg‟ tersaring dan terpisah
dari gabah. Ngayaki dilakukan untuk membuang uwoh agar gabah
bersih.
59
14. Ngêblak [G|blA?]
Satuan lingual ngêblak berkategori verba berasal dari kata êblak
„pola‟ (nomina) + prefiks ng- → ngêblak „membuat pola‟.
Ngêblak merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan setelah petani melakukan mberok. Ngêblak yaitu
menanam padi dengan pola yaitu menggunakan bantuan blak
„batang kayu yang diberi garis-garis, yang masing-masing garis
berjarak 20 cm‟ agar jarak padi dan memudahkan petani untuk
melakukan aktivitas selanjutnya yaitu nyosrok „membersihkan
rumput menggunakan alat sosrok‟.
15. Ngêdhos [G|DOs]
Satuan lingual ngêdhos berkategori verba berasal dari kata êdhos
“ayuhan” (nomina) +prefiks ng- → ngêdhos “mengayuh”.
Ngêdhos merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani setelah panen. Ngêdhos dilakukan
dengan cara menggenjot alat perontok padi yaitu rèntèg.
16. Ngêlêpi [G|l|pi]
Satuan lingual ngêlêpi berkategori verba berasal dari kata lêp
„terkena air‟ (verba) + konfiks ng- -i → ngêlêpi „membuat terkena
air‟.
Ngêlêpi merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani dengan mengalirkan air ke sawah, agar
air menggenangi tanaman padi yang nantinya diharapkan tanah
menjadi basah, tanaman padi dapat hidup dan tumbuh subur.
60
17. Ngênèni [G|nEni]
Satuan lingual ngênèni berkategori verba berasal dari kata eni
„unduh‟ (verba) + konfiks ng- -i → ngênèni „mengunduh‟.
Ngênèni merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan sebelum para petani mengenal ngêrit „memangkas
batang padi menggunakan sabit‟. Ngênèni adalah memetik padi
dengan menggunkan ani-ani.
18. Nggaru [GgAru]
Satuan lingual nggaru berkategori verba berasal dari kata garu „alat
pertanian yang berwujud kayu palangan dengan gerigi besi yang
digunakan untuk melembutkan sawah setelah diluku‟ (nomina) +
prefiks ng- → nggaru „menggarap sawah dengan alat garu‟.
Nggaru merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani untuk melumatkan tanah di sawah dengan
menggunakan garu.
19. Ngirim [GirIm]
Satuan lingual ngirim berkategori verba berasal dari kata kirim
„kirim‟ (verba) + prefiks ng- → ngirim „mengirim‟.
Ngirim merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan keluarga petani untuk mengirim makanan ke sawah
untuk para petani yang sedang bekerja.
20. Nglandhak [GlAnDA?]
Satuan lingual nglandhak berkategori verba berasal dari kata
landhak „landak‟ (nomina) + prefiks ng- → nglandhak „mengorek‟.
61
Nglandhak merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani setelah tandur, karena banyak rumput
pengganggu yang tumbuh berdekatan dengan tanaman padi.
Nglandhak dilakukan dengan cara mendorong alat sosrok agar
rumput di dekat tanaman padi mati.
21. Ngrabuk [GrabU?]/ Ngabuk [GabU?]
Satuan lingual ngabuk berkategori verba berasal dari kata abuk/
rabuk „pupuk‟ (nomina) + prefiks ng- → ngabuk/ ngrabuk
„memupuk‟.
Ngabuk/ ngrabuk merupakan salah satu aktivitas pertanian padi
yang dilakukan oleh para petani dengan cara memupuk tanaman
padi dengan pupuk.
22. Ngogok [GOgO?]
Satuan lingual ngogok berkategori verba berasal dari kata ogok
„meletakkan‟ (verba) + prefiks ng- → ngogok „meletakkan saja‟.
Ngogok merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani untuk menjemur padi di tempat yang
panas dengen cara meletakkan saja bulir-bulir padi yang masih
menempel pada batangnya, seikat demi seikat batang padi
diberdirikan, batang di bawah sedangkan bulir-bulir padi berada di
atas.
62
23. Ngrèntèg [GrEntEg]
Satuan lingual ngrèntèg berkategori verba berasal dari kata rèntèg
„alat perontok padi’ (nomina) + prefiks ng- → ngrèntèg
“merontokkan padi menggunakan rèntèg”.
Ngrèntèg merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani setelah panen dengan cara merontokkan
padi dengan alat perontok padi yaitu rèntèg.
24. Nlaktor [nlAktOr]
Satuan lingual nlaktor berkategori verba berasal dari kata tlaktor
„traktor yakni alat pertanian yang digunakan untuk membajak
(meratakan) sawah‟ (nomina) + prefiks n- → nlaktor „membajak
atau meratakan sawah dengan traktor‟.
Nlaktor merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani dengan cara membajak sawah dengan
traktor agar tanah pada sawah rata dan gembur.
25. Nlèsêr [nlEs|r]
Satuan lingual nlèsêr berkategori verba berasal dari kata tlèsêr
„tleser yakni alat pertanian yang digunakan untuk merontokkan
padi‟ (nomina) + prefiks n- → nlèsêr „merontokkan padi dengan
tlèsêr‟.
Nlèsêr merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani saat panen dengan cara memasukan
batang padi ke tlèsêr agar bulir-bulir padi pada batang rontok.
63
26. Nyêlèpne [¥|lEpne]
Satuan lingual nyêlèpne berkategori verba berasal dari kata sêlèp
„selep yakni alat pertanian yang digunakan untuk membersihkan
kulit padi agar menjadi beras‟ (nomina) + prefiks ny- + sufiks -ne
→ nyêlèpne „membersihkan kulit padi menggunakan selep‟.
Nyêlèpne merupakan salah satu aktivitas pertanian padi oleh para
petani untuk membersihkan kulit padi agar menjadi beras dengan
menggunakan alat yaitu sêlèp.
27. Nyêmprot [¥|mprOt]
Satuan lingual nyêmprot berkategori verba berasal dari kata
sêmprot „semprot‟ (verba) + prefiks ny- → nyêmprot
„menyemprot‟.
Nyêmprot merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani dengan cara menyemprotkan pupuk cair
ke tanaman padi agar subur.
28. Nyilir [¥ilIr]
Satuan lingual nyilir berkategori verba berasal dari kata silir
„berangin‟ (adverbia) + prefiks ny- → nyilir „mengangin-
anginkan‟.
Nyilir merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang dilakukan
para petani saat meme gabah, nyilir dilakukan dengan cara
mengangin-anginkan gabah „bulir-bulir padi‟. Nyilir biasanya
dilakukan saat ada angin semilir. Nyilir dilakukan agar gombongan
64
„bulir-bulir gabah namun tidak ada isinya‟ terpisah dari gabah yang
berisi.
29. Nyosrok [¥OsrOk]
Satuan lingual nyosrok berkategori verba berasal dari kata sosrok
“alat sosrok” (nomina) + prefiks ny- → nyosrok “menghilangkan
rumput dengan alat sosrok”.
Nyosrok merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan petani setelah tandur, karena banyak rumput pengganggu
yang tumbuh berdekatan dengan tanaman padi. Nyosrok dilakukan
untuk membuat mati rumput penganggu menggunakan sosrok,
sosrok yaitu alat yang berupa lempengan besi tipis yang bolong-
bolong dengan pegangan panjang dari kayu.
30. Pêlakan [p|lA?An]
Satuan lingual pêlakan berkategori verba berasal dari kata pêlak
„baru‟ (adverbia) + sufiks –an → pêlakan „membuat baru‟.
Pêlakan merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani dengan memulai menggarap sawah, yang
dilakukan dengan cara mencangkul, ngluku, nggaru sawah.
31. Tapèn [tApEn]
Satuan lingual tapèn berkategori verba berasal dari kata tapi
„membersihkan dengan sarana tampah‟ (verba) + sufiks –an →
tapèn.
Tapèn merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani setelah masa panen dengan cara
65
mengebat-ngebatkan gabah, beras dengan tampah dan sebagainya
agar gabah bersih.
b. Pengulangan atau reduplikasi
1. Ndhêdhêt [nD|D|t]
Satuan lingual ndhêdhêt berkategori verba berasal dari kata dhêt
„tertekan‟ (verba) kemudian mengalami proses reduplikasi sebagian
menjadi dhêdhêt kemudian mendapatkan prefiks n- → ndhêdhêt
„menginjak-injak supaya padat‟.
Ndhêdhêt merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani dengan cara menginjak-injak lubang di
kedhokan „petakan sawah‟ agar lubang bisa tersumbat, hal ini
dilakukan agar air tetap di kedhokan dan tidak kemana-mana.
Ndhêdhêt dilakukan agar kedhokan digenangi air dan tanaman padi
tidak kekeringan.
2. Ngosak-asik [GosA? - AsI?]
Satuan lingual ngosak-asik berkategori verba berasal dari kata
osak-asik ‘membukai‟ (verba) + prefiks ng- → ngosak-asik
„membukai‟. Ngosak-asik merupakan reduplikasi semu yaitu
sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi,
tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.
Ngosak-asik merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
petani lakukan saat meme gabah „bulir-bulir padi yang diratakan
tipis-tipis pada krèsèk klasa „karung lebar‟ di tempat yang panas‟.
Ngosak-asik gabah dilakukan dengan cara membukai dan
66
menyampar-nyampar gabah menggunakan kaki, tangan, atau
garukan, seperti membuat garis lurus dan bolak-balik utara ke
selatan atau timur ke barat, dan hal tersebut dilakukan secara
berulang-ulang untuk seluruh gabah yang dijemur. Ngosak-asik
dilakukan para petani agar gabah bisa cepat kering
3. Bentuk Frase
Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua atau lebih dari dua
kata yang tidak berciri klausa dan pada umumnya menjadi pembentuk
klausa (Kentjono, 1982: 57). Frase pada umumnya dapat diperluas dengan
cara menyisipkan kata pada dua unsur kata pembentuk frase tersebut,
dengan menambahkan kata di depan, di belakang maupun dengan merubah
susunan frase (Kentjono, 1982: 58).
1. Tandur ngabyak [tAndUr GAbyA?]
Satuan lingual tandur ngabyak berasal dari kata tandur dan ngabyak.
tandur „menanam‟ (verba) + ngabyak. „menempuh dengan tidak
peduli apapun, mengenai sekenanya saja‟ (adverbia)
→ tandur ngabyak
Tandur ngabyak merupakan bentuk frase karena tandur ngabyak
terdiri dari dua kata, tidak berciri klausa, dan dapat disisipkan kata
lain, misalnya kata sing ‘yang‟ menjadi tandur sing ngabyak.
Tandur ngabyak merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani dengan cara menancapkan benih padi di sawah
sekenanya saja tidak menggunakan pola, ngêblak „menanam padi
67
menggunakan blak‟ maupun mbèrok ‘menanam padi menggunakan
tali’.
4. Bentuk Klausa
Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan
di bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata berkonstruksi
predikatif (Chaer, 2009: 41). Unsur yang cenderung selalu ada dalam
klausa ialah predikat. Unsur-unsur lainnya mungkin ada mungkin juga
tidak ada. (Ramlan, 2001: 80). Adapun satuan lingual yang tergolong
bentuk klausa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri,
Kaecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar adalah sebagai
berikut.
1. Gêbug kawul [g|bUg kawUl]
Satuan lingual gêbug kawul berasal dari kata gêbug dan kawul
gêbug „memukul‟ (verba) + kawul „sisa-sisa dedaunan‟ (nomina)
P O
→ gêbug kawul
Gêbug kawul merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, gêbug memiliki fungsi sebagai predikat dan
kawul memiliki fungsi sebagai objek.
Gêbug kawul merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani setelah ngaraki, gêbug kawul dilakukan
dengan cara memukul-mukul kawul „sisa-sisa dedaunan padi yang
jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg‟ hasil arakan yang telah
disendirikan1 dengan menggunakan kayu.
68
2. Mbabat dangkèl damèn [mbAbAt dAGkEl dAmEn]
Satuan lingual mbabat dangkèl damèn berasal dari kata mbabat dan
frasa dangkèl damèn.
mbabat „memangkas‟ (verba) + dangkèl damèn „sisa tanaman padi
P O
yang telah dipangkas‟ (nomina)
→ mbabat dangkèl damèn
Mbabat dangkèl damèn merupakan proses sintaksis berbentuk
klausa.
Dalam tataran sintaksis, mbabat memiliki fungsi sebagai predikat
dan dangkèl damèn memiliki fungsi sebagai objek.
Mbabat dangkèl damèn merupakan salah satu aktivitas pertanian
padi yang dilakukan para petani setelah panen dengan cara
mamangkas sisa pangkasan saat ngêrit, yaitu akar padi. Hal itu
dilakukan agar sawah bisa digarap kembali.
3. Mbongkok pari [mbOGkO? pAri]
Satuan lingual mbongkok pari berasal dari kata mbongkok dan pari.
mbongkok „mengikat‟ (verba) + pari „padi‟ (nomina)
P O
→ mbongkok pari
Mbongkok pari merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, mbongkok memiliki fungsi sebagai predikat
dan pari memiliki fungsi sebagai objek.
69
Mbongkok pari merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani dengan cara menata dan menumpuk padi di
selembar krèsèk “karung” yang di kemudian mengikatnya dengan
dhadhung “tali”.
4. Meme gabah [meme gAbAh]
Satuan lingual meme gabah berasal dari kata meme dan gabah.
meme „menjemur‟ (verba) + gabah „bulir padi‟ (nomina)
P O
→ meme gabah
Meme gabah merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, meme memiliki fungsi sebagai predikat dan
gabah memiliki fungsi sebagai objek.
Meme gabah merupakan salah satu aktivitas pertanian yang
dilakukan para petani setelah panen dengan cara menjemur gabah
„bulir-bulir padi‟ yang diratakan tipis-tipis yang diletakkan pada
tempat yang lebar di bawah terik matahari agar gabah cepat kering.
5. Mulung gabah [mulUG gAbAh]
Satuan lingual mulung gabah berasal dari kata mulung dan gabah.
mulung „mengangkat‟ (verba) + gabah „bulir padi‟ (nomina)
P O
→ mulung gabah
Mulung gabah merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, mulung memiliki fungsi sebagai predikat
dan gabah memiliki fungsi sebagai objek.
70
Mulung gabah merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani dengan cara mengangkat padi yang sudah
dijemur dan memasukkannya ke dalam karung.
6. Nêbaske pari [n|bAske pAri]
Satuan lingual nêbaske pari berasal dari kata nêbaske dan pari.
nêbaske „menjual‟ (verba) + pari „padi‟ (nomina)
P O
→ nêbaske pari
Nêbaske pari merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, nêbaske memiliki fungsi sebagai predikat
dan pari memiliki fungsi sebagai objek.
Nêbaske pari merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan sebagian petani dengan menjual padi yang menguning di
sawah, yang pembelinya harus memanen sendiri padi di sawah
tersebut.
7. Ngêkum gabah [G|kUm gAbAh]
Satuan lingual ngêkum gabah berasal dari kata ngêkum dan gabah.
ngêkum „merendam‟ (verba) + gabah „bulir padi‟ (nomina)
P O
→ ngêkum gabah
Ngêkum gabah merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, ngêkum memiliki fungsi sebagai predikat
dan gabah memiliki fungsi sebagai objek.
71
Ngêkum gabah merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani untuk mempersiapkan benih padi, Ngêkum
gabah dilakukan dengan cara merendam padi kering agar siap untuk
dijadikan bibit padi.
8. Ngêpêp gabah [G|p|p gAbAh]
Satuan lingual ngêpêp gabah berasal dari kata ngêpêp dan gabah.
ngêpêp „menutup rapat‟ (verba) + gabah „bulir padi‟ (nomina)
P O
→ ngêpêp gabah
Ngêpêp gabah merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, ngêpêp memiliki fungsi sebagai predikat
dan gabah memiliki fungsi sebagai objek.
Ngêpêp gabah merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani setelah ngêkum gabah, ngêpêp gabah
dengan cara membungkus padi yang sudah direndam agar tidak
terkena udara dan agar siap untuk dijadikan bibit padi.
9. Ngêrit pari [G|rIt pAri]
Satuan lingual ngêrit pari berasal dari kata ngêrit dan pari.
ngêrit „memangkas menggunakan sabit‟(verba) + pari „padi‟
P O
(nomina)
Ngêrit pari merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan olah para petani saat panen untuk mengunduh padi dengan
cara memangkas batang padi dengan menggunakan sabit.
72
10. Nggêpyoki pari [Gg|pyO?i pAri]
Satuan lingual nggêpyoki pari berasal dari kata nggêpyoki dan pari.
nggêpyoki „memukul-mukul‟ (verba) + pari „padi‟ (nomina)
P O
→ nggêpyoki pari
Nggêpyoki pari merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, nggêpyoki memiliki fungsi sebagai predikat
dan pari memiliki fungsi sebagai objek.
Nggêpyoki pari merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani saat panen dengan cara memukul-mukulan
secara berulang-ulang dua genggaman batang padi ke kayu atau
sesuatu yang keras agar biji padi rontok.
11. Ngoyak manuk [GoyA? mAnU?]
Satuan lingual ngoyak manuk berasal dari kata ngoyak dan manuk.
ngoyak „mengusir‟ (verba) + manuk “burung” (nomina)
P O
→ ngoyak manuk
Ngoyak manuk merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, ngoyak memiliki fungsi sebagai predikat
dan manuk memiliki fungsi sebagai objek.
Ngoyak manuk merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani dengan cara mengusir burung dengan
berteriak-teriak, membuat tali-tali di sawah dan diberi kaleng,
73
membuat orang-orangan sawah. Hal itu dilakukan agar burung-
burung tidak memakan padi.
12. Nurut banyu [nurUt bA¥u]
Satuan lingual nurut banyu berasal dari kata nurut dan banyu.
nurut „mengikuti‟ (verba) + banyu „air‟ (nomina)
P O
→ nurut banyu
Nurut banyu merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, nurut memiliki fungsi sebagai predikat dan
banyu memiliki fungsi sebagai objek.
Nurut banyu merupakan salah satu aktivitas pertanian yang
dilakukan oleh para petani dengan cara mengikuti jalannya aliran air
agar air dapat mengalir di sungai yang nantinya untuk ngêlêpi
„mengalirkan air‟ sawah.
13. Nyêbar winih [¥|bAr winIh]
Satuan lingual nyêbar winih berasal dari kata nyêbar dan winih.
nyêbar „menyebarkan‟ (verba) + winih „benih‟ (nomina)
P O
→ nyêbar winih
Nyêbar winih merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, nyêbar memiliki fungsi sebagai predikat dan
winih memiliki fungsi sebagai objek.
Nyêbar winih merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan oleh para petani untuk mempersiapkan benih padi yang
74
akan ditanam dengan cara menabur-naburkan bibit-bibit padi pada
ler-leran “sawah yang siap untuk ditanami”
14. Nyunggi pari [¥uGgi pAri]
Satuan lingual nyunggi pari berasal dari kata nyunggi dan pari.
nyunggi „membawa‟ (verba) + pari „padi‟ (nomina)
P O
→ nyunggi pari
Nyunggi pari merupakan proses sintaksis berbentuk klausa.
Dalam tataran sintaksis, nyunggi memiliki fungsi sebagai predikat
dan pari memiliki fungsi sebagai objek.
Nyunggi pari merupakan salah satu aktivitas pertanian padi yang
dilakukan para petani dengan cara membawa bongkokan “ikatan”
padi dan meletakkannya di atas kepala.
B. Makna Leksikal dan Makna Kultural yang Terangkum dalam Bahasa
dan Budaya Jawa Terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Bangsri,
Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar
Dalam penelitian bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian
padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar
terdapat makna leksikal dan kultural. Makna leksikal adalah makna yang
dimiliki bahasa yang terlepas dari konteks sedangkan makna kultural adalah
makna bahasa yang sesuai dengan konteks kebudayaan masyarakat
penuturnya. Makna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam
bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri,
75
Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar dipaparkan secara rinci
sebagai berikut.
1. Makna Leksikal Aktivitas Pertanian Padi
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem
meski tanpa konteks apapun (Chaer, 2003: 289). Makna leksikal adalah
makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau
bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat
dibaca di dalam kamus bahasa tertentu (Pateda, 2001: 119). Makna
leksikal yang terangkum dalam aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri,
Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar adalah sebagai
berikut.
1. Dêrêp [d|r|p]
Gambar 1: Dêrêp
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 25-03-2016
76
Gambar 2: Dêrêp
Dêrêp yaiku mèlu nggarap sawah sarta ngênèni (opahane bawon)
„ikut menggarap sawah dan mengunduh (upahnya bulir-bulir padi)‟
(Poerwadarminta, 1939: 206). Makna leksikal dêrêp adalah ikut
menggarap sawah dan memanennya kemudian mendapat upah berupa
bulir-bulir padi yang biasa disebut bawon.
2. Gêbug kawul [g|bUg kawUl]
Gambar 3: Gêbug kawul
Satuan lingual gêbug kawul berasal dari kata gêbug dan kawul. Gêbug
yaiku gitik gêdhe „alat pukul besar dari kayu‟ (Poerwadarminta, 1939:
418). Kawul yaiku kêsrikan sêrat wit arèn lsp. dianggo êmpan- êmpan
dadèn gêni lsp “potongan serat pohon aren dsb. Digunakan untuk
menghidupkan api dsb” (Poerwadarminta, 1939: 593). Makna
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 25-03-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 25-03-2016
77
gramatikal gêbug kawul adalah memukul-mukul sisa-sisa dedaunan
menggunakan pukulan besar dari kayu.
3. Kêrik [k|rIk]
Gambar 4: Kêrik
Kêrik yaiku nyukur sathithik sarta dipacak rêsik „memotong sedikit
dan menata bersih‟ (Poerwadarminta, 1939: 656). Makna leksikal
kêrik adalah memotong sedikit dan menata bersih.
4. Macul [mAcUl]
Gambar 5: Macul
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 26-12-2015
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-03-2016
78
Gambar 6: Pacul
Macul yaiku nggarap lêmah nganggo pacul „mengaduk tanah dengan
cangkul‟ (Poerwadarminta, 1939: 918). Makna gramatikal dari macul
adalah mencangkul, mengaduk tanah dengan cangkul.
5. Matun [mAtUn]
Gambar 7: Matun
Matun yaiku mbubuti sukêt lan sapiturute ing têgal utawa sawah
„mencabut rumput penganggu dan sebagainya di tegalan atau sawah‟
(Poerwadarminta, 1939: 916). Makna leksikal matun adalah mencabut
rumput penganggu dan sebagainya di tegalan atau sawah.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 26-04-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 24-05-2016
79
6. Mbabat dangkèl damèn [mbAbAt dAGkEl dAmEn]
Gambar 8: Mbabat dangkèl damèn
Satuan lingual mbabat dangkèl damèn berasal dari kata mbabat dan
frasa dangkèl damèn. Mbabat yaitu memangkas. Dangkèl yaitu sisa
pangkasan pohon/ tumbuhan yang mesih tertanam. Damèn yaiku wit
pari (garing) „tanaman padi (kering)‟ (Poerwadarminta, 1939: 194).
Makna gramatikal mbabat dangkèl damèn adalah memangkas sisa
pangkasan tanaman padi.
7. Mbanjari [mbAnjAri]
Gambar 9: Mbanjari
Mbanjari yaiku mbêntèli lan panthapantha ana ing ler-leran (tmr.
winih pari sing arêp diceblokake) „mengikat dan membagi-bagi di
sawah yang siap ditanami (untuk benih padi yang akan dijatuhkan‟
(Poerwadarminta, 1939: 87). Makna gramatikal mbanjari adalah
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 26-12-2015
Dok. Wahyu Fitrianingrum,
21-03-2016
80
mengikat dan membagi-bagi benih padi yang akan diajatuhkan ke
sawah yang siap untuk ditanami.
8. Mberok [mberOk]
Gambar 10: Mberok
Gambar 11: Alat yang digunakan untuk mberok
Berokan yaiku meja panuliusan „meja untuk menulis‟
(Poerwadarminta, 1939: 109). Makna gramatikal mberok adalah
menulis.
9. Mbongkok pari [mbOGkO? pAri]
Gambar 12: Mbongkok pari
Dok. Wahyu Fitrianingrum,
26-12-2015
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 27-04-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 01-04-2016
81
Gambar 13: Mbongkok pari
Satuan lingual mbongkok pari berasal dari kata mbongkok dan pari.
Mbongkok yaiku mbêntèli (tmr. barang kang dawa-dawa) „mengikat
untuk barang yang panjang-panjang‟ (Poerwadarminta, 1939: 175).
Makna gramatikal mbongkok pari adalah mengikat barang yang
panjang-panjang.
10. Meme gabah [meme gAbAh]
Gambar 14: Meme gabah
Satuan lingual meme gabah berasal dari kata meme dan gabah. Meme
yaiku nggaringake ing panasan „mengeringkan di tempat yang panas‟
(Poerwadarminta, 1939: 929). Gabah yaiku las-lasaning pari „bulir-
bulir padi‟ (Poerwadarminta, 1939: 386). Makna gramatikal meme
gabah adalah mengeringkan gabah di tempat yang panas.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 31-03-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 01-04-2016
82
11. Mluku [mluku]
Gambar 15: Mluku
Gambar 16: Luku
Gambar 17: Luku
Mluku yaiku nggarap lêmah nganggo wluku „menggarap tanah dengan
wluku‟ (Poerwadarminta, 1939: 997). wluku yaiku piranti dianggo
malik lêmah awujud singkal mawa kêjèn nganggo cacadan „wluku
yaitu alat yang digunakan untuk membalikkan tanah yang berwujud
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-03-2016
Dok. avabimawulansunu.blogspot.co.id,
13-05-2016
Dok. jeblogans.blogspot.co.id, 13-05-2016
83
kayu dengan besi yang menggunakan penyacat‟ (Poerwadarminta,
1939: 2085). Makna leksikal mluku adalah menggarap tanah dengan
cara membalikkan tanah dengan sebuah alat berwujud kayu dengan
besi yang menggunakan penyacat yang disebut wluku.
12. Mocongi [mOcOGi]
Gambar 18: Mocongi
Mocongi yaiku nguntingi (mbêntèli) pari „mengikat padi‟
(Poerwadarminta, 1939: 1029). Makna gramatikal mocongi adalah
mengikat benih padi dengan menggunakan tali.
13. Mopok [mOpO?]
Gambar 19: Mopok
Dok. Wahyu Fitrianingrum,
06-04-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-03-2016
84
Gambar 20: Mopok
Mopok yaiku nèmplèkake blêthok lan sapiturute ing „menempelkan
gumpalan tanah di‟ (Poerwadarminta, 1939: 1027). Makna gramatikal
mopok adalah menempelkan gumpalan tanah pada galengan „batas
petakan pada sawah‟.
14. Mulung gabah [mulUG gAbAh]
Gambar 21: Mulung gabah
Satuan lingual mulung gabah berasal dari kata mulung dan gabah.
Mulung yaiku ngêntas utawa nglêbokake pari kang diêpe (utawa kang
mêntas diênèni) „mengangkat atau memasukkan padi yang dijemur
(atau yang sehabis dipetik)‟ (Poerwadarminta, 1939: 1006). Gabah
yaiku las- lasaning pari „bulir-bulir padi‟ (Poerwadarminta, 1939:
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-03-2016
Dok. antarafoto.com
85
386). Makna gramatikal mulung gabah adalah mengangkat atau
memasukkan padi yang dijemur (atau yang sehabis dipetik).
15. Nampingi [nAmpiGi]
Gambar 22: Nampingi
Nampingi yaiku nggarap galêngan lsp, ngaling-aling, ngayomi
„menggarap pematang sawah dan sebagainya, menutupi, mengayomi‟
(Poerwadarminta, 1939: 1049). Makna le gramatikal nampingi adalah
menggarap pematang sawah, menutupi, mengayomi.
16. Ndhaut [nDAUt]
Gambar 23: Ndhaut
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 05-04-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 11-04-2016
86
Gambar 24: Ndhaut
Ndhaut yaiku mbêdhol, njabut, mbêdholi (tumrap winih pari arêp
diêlih ditandur ing sawah) „mencabut (terhadap benih padi yang akan
dipindah ditanam di sawah‟ (Poerwadarminta, 1939: 313). Makna
gramatikal ndhaut adalah mencabut benih padi yang akan dipindah
dan ditanam di sawah.
17. Ndhêdhêt [nD|D|t]
Gambar 25: Ndhêdhêt
Ndhêdhêt yaiku ngidak-idak supaya madhêt „menginjak-injak supaya
menjadi padat‟ (Poerwadarminta, 1939: 322). Makna gramatikal
ndhêdhêt adalah menginjak-injak supaya menjadi padat.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 26-12-2015
Dok. Wahyu Fitrianingrum,
21-03-2016
87
18. Nêbaske pari [n|bAske pAri]
Gambar 26: Nêbaske pari
Satuan lingual nêbaske pari berasal dari kata nêbaske dan pari.
Nêbaske berasal dari kata dasar tebas mendapat prefiks n- dan sufiks –
ake. Tebas yaiku nuku kabèh tumrap woh-wohan sing isih ana ing wit,
nuku (ndhuwiti dhisik) sadurunge panèn tumrap pari lsp; „membeli
semua buah-buahan yang masih ada di pohon, membeli (memberi
uang terlebih dahulu) sebelum panen untuk padi dan sebagainya‟
(Poerwadarminta, 1939: 1877). Pari yaiku têtuwuhan kang wohe
ditutu dadi bêras „tanaman yang buahnya jika ditumbuk menjadi
beras‟ (Poerwadarminta, 1939: 1486). Makna gramatikal nêbaske pari
adalah menjual dengan diberi uang terlebih dahulu sebelum panen
padi.
Dok. google.com, 16-05-2016
88
19. Ngalisi [GAlisi]
Gambar 27: Ngalisi
Ngalisi yaiku nyingkiri, nyimpangi „menyingkirkan‟ (Poerwadarminta,
1939: 1180). Makna gramatikal ngalisi adalah menyingkirkan
sebagian galengan „pematang sawah‟ di bagian samping atas dengan
menggunakan cangkul.
20. Ngaraki [GArAki]
Gambar 28: Ngaraki
Satuan lingual ngaraki berasal dari kata arak mendapat prefiks ng-
dan sufiks –i. Arak yaiku ngêtêrake bêbarêngan “mengantarkan
bersama-sama” (Poerwadarminta, 1939: 59). Makna gramatikal
ngaraki adalah mengantarkan bersama-sama.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-03-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-03-
2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 25-03-2016
89
21. Ngasaki [GAsA?i]
Gambar 29: Ngasaki
Ngasak yaiku nggosok “menggosok” (Poerwadarminta, 1939: 1198).
Makna gramatikal ngasaki adalah menggosok-gosok.
22. Ngayaki [GAyA?i]
Gambar 30: Ngayaki
Ngayak yaiku nyaring “menyaring” (Poerwadarminta, 1939: 96).
Makna gramatikal ngayaki adalah menyaring-nyaring.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 31-03-2016
Dok. kilassumberayu.com
90
23. Ngêblak [G|blA?]
Gambar 31: Ngêblak
Gambar 32: Blak
Satuan lingual ngêblak berasal dari kata êblak kemudian mendapat
prefiks ng- menjadi ngêblak. Êblak yaiku pola „pola‟
(Poerwadarminta, 1939: 361). Makna gramatikal ngêblak adalah
membuat pola saat menanam padi
24. Ngêdhos [G|DOs]
Gambar 33: Ngêdhos
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 26-12-2015
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 25-03-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 26-04-2016
91
Satuan lingual ngêdhos berkategori berasal dari kata êdhos mendapat
prefiks ng-. Êdhos yaiku enak „enak‟ (Poerwadarminta, 1939: 346).
Makna gramatikal ngêdhos adalah membuat enak.
25. Ngêkum gabah [G|kUm gAbAh]
Gambar 34: Ngêkum gabah
Satuan lingual ngêkum gabah berasal dari kata ngêkum dan gabah.
Ngêkum berasal dari kata kum kemudian mendapat prefiks ng-. Kum
yaiku nyêmplungake lan ngrêndhêm ing banyu lsp „memasukkan dan
merendam di air dan sebagainya‟ (Poerwadarminta, 1939: 722).
Makna gramatikal ngêkum gabah adalah memasukkan dan merendam
gabah di dalam air.
26. Ngêlêpi [G|l|pi]
Gambar 35: Ngêlêpi
Dok. Wahyu Fitrianingrum,
09-05-2016
Dok. Magyono.com
92
Satuan lingual ngêlêpi berasal dari kata lêp mendapat konfiks ng- -i
menjadi ngêlêpi. Lêp yaiku nyilêpake ing banyu „memasukkan air‟
(Poerwadarminta, 1939: 511). Makna gramatikal ngêlêpi adalah
memasukkan air ke sawah.
27. Ngênèni [G|nEni]
Gambar 36: Ngênèni
Gambar 37: Ani-ani
Satuan lingual ngênèni berasal dari kata èni mendapat konfiks ng- -i
menjadi ngênèni. Ngênèni yaiku ngundhuh pari „mengunduh padi‟
(Poerwadarminta, 1939: 1238). Makna gramatikal ngênèni adalah
memanen padi.
Dok. Kompas.com,
13-05-2016
Dok. kelompokternakpucakmanik.blogspot.co.id,
13-05-2016
93
28. Ngêpêp gabah [G|p|p gAbAh]
Gambar 38: Ngêpêp gabah
Satuan lingual ngêpêp gabah berasal dari kata ngêpêp dan gabah.
Ngêpêp yaiku nutup rapêt (supaya ora kanginan) „menutup rapat agar
tidak terkena angin‟ (Poerwadarminta, 1939: 1245). Makna gramatikal
ngêpêp gabah adalah menutup rapat-rapat gabah di dalam tempat
tertutup agar tidak terkena angin.
29. Ngêrit pari [G|rIt pAri]
Gambar 39: Ngêrit pari
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 30-03-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-03-
2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 25-03-2016
94
Gambar 40: Arit „sabit‟
Ngêrit yaiku mancas nganggo arit „memotong menggunakan sabit‟
(Poerwadarminta, 1939: 1248). Makna gramatikal ngêrit adalah
memotong batang padi menggunakan sabit.
30. Nggaru [GgAru]
Gambar 41: Nggaru
Gambar 42: Garu
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 06-04-2016
Dok. olx.co.id, 13-05-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 24-05-2016
95
Nggaru yaiku nggarap sawah nganggo garu, njungkati „menggarap
sawah menggunakan garu, menyisiri‟. Garu yaiku piranti têtanèn
awujud kayu palangan mawa unton-unton dianggo nglêmbutake lukon
„Garu yaitu alat pertanian yang berwujud kayu palangan dengan gerigi
besi yang digunakan untuk melembutkan sawah setelah diluku‟
(Poerwadarminta, 1939: 406). Makna gramatikal nggaru adalah
menggarap sawah menggunakan alat pertanian yang berwujud kayu
palangan dengan gerigi besi yang digunakan untuk melembutkan
sawah sehabis diluku.
31. Nggêpyoki pari [Gg|pyO?i pAri]
Gambar 43: Nggêpyoki pari
Satuan lingual nggêpyoki pari berasal dari kata nggêpyoki dan pari.
Nggêpyoki berasal dari kata gêpyok mendapat prefiks ng- dan sufiks i.
Gêpyok yaiku nyêmpyokake apa-apa ing “menghantamkan apa-apa
di” (Poerwadarminta, 1939: 436). Makna gramatikal nggêpyoki pari
adalah menghantamkan padi pada benda keras.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 01-04-2016
96
32. Ngirim [GirIm]
Gambar 44: Ngirim
Ngirim yaiku ngêtêrake pangan marang (wong kang lagi nyambut
gawe lsp) „mengantarkan makanan untuk orang yang sedang bekerja
dan sebagainya‟ (Poerwadarminta, 1939: 1272). Makna gramatikal
ngirim adalah mengantarkan makanan untuk para petani yang sedang
bekerja di sawah.
33. Nglandhak [GlAnDA?]
Gambar 45: Nglandhak
Nglandhak berarti mengorek (Prawiroatmodjo, 1993: 289). Makna
gramatikal nglandhak adalah mengorek.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-04-2016-
2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 26-04-2016
97
34. Ngogok [GOgO?]
Gambar 46: Ngogok
Ngogok yaiku nyèlèhake bae „meletakkan saja‟ (Poerwadarminta,
1939: 1414). Makna gramatikal ngogok adalah meletakkannya saja.
35. Ngosak-asik [GosA? AsI?]
Gambar 47: Ngosak-asik
Ngosak-asik berasal dari kata osak-asik. Osak-asik yaiku mbiyaki lsp.
arêp nggêgolèki (tmr. pawuhan, uwuh lsp) „membukai dsb. Akan
mencari (untuk dedaunan dsb) (Poerwadarminta, 1939: 1426). Makna
gramatikal ngosak-asik adalah membukai.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 23-03-2016
Dok. www.antarabali.com, 13-05-2016
98
36. Ngoyak manuk [GoyA? mAnU?]
Gambar 48: Ngoyak manuk
Gambar 49: Cara mengusir burung agar tidak menghinggapi tanaman
padi
Satuan lingual ngoyak manuk berasal dari kata ngoyak dan manuk.
Ngoyak yaiku nggusah, ngakon lunga „mengusir, menyuruh pergi‟
(Poerwadarminta, 1939: 1405). Manuk yaiku pêksi, bngs. kewan iwèn
„burung, sejenis hewan bersayap‟ (Poerwadarminta, 1939: 891).
Makna gramatikal ngoyak manuk adalah mengusir manuk agar pergi.
Dok.
bpptulungagungjawatimur.blogspot.co.id,
13-05-2016
Dok. soendoel.blogspot.co.id, 13-05-2016
99
37. Ngrabuk [GrAbU?] / Ngabuk [GabU?]
Gambar 50: Ngrabuk/Ngabuk
Ngrabuk yaiku ndokoki rabuk (ing têtanduran) „memberi pupuk pada
tanam-tanaman‟ (Poerwadarminta, 1939: 1344). Makna gramatikal
ngrabuk/ ngabuk adalah memberi pupuk pada tanam-tanaman.
38. Ngrèntèg [GrEntEg]
Gambar 51: Ngrèntèg
Gambar 52: Rèntèg
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 18-04-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum,
25-03-2016
Dok. google.com, 16-05-2016
100
Ngrèntèg berasal dari kata rèntèg mendapat prefiks ng- menjadi
ngrèntèg. Rèntèg yaiku padha rontog „rontok semua‟
(Poerwadarminta, 1939: 1645). Makna gramatikal ngrèntèg adalah
membuat rontok semua.
39. Nlaktor [nlAktOr]
Gambar 53: Nlaktor
Satuan lingual nlaktor berasal dari kata tlaktor „traktor‟ kemudian
mendapat prefiks n- menjadi nlaktor. Traktor adalah kendaraan
bermotor yang sangat kuat (untuk menarik barang berat, membajak
tanah, dsb) (KUBI: 1088). Makna gramatikal nlaktor adalah
membajak tanah menggunakan kendaraan bermotor yaitu traktor.
40. Nlèsêr [nlEs|r]
Gambar 54: Nlèsêr
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-03-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 23-03-2016
101
Satuan lingual nlèsêr berasal dari kata tlèsêr kemudian mendapat
prefiks n- menjadi nlèsêr. Tlèsêr yakni alat pertanian berbahan bakar
solar yang didalamnya terdapat besi-besi tajam yang digunakan untuk
merontokkan padi. Makna gramatikal nlèsêr adalah merontokkan padi
menggunakan alat tlèsêr.
41. Nurut banyu [nurUt bA¥u]
Gambar 55: Nurut banyu
Satuan lingual nurut banyu berasal dari kata nurut dan banyu. Nurut
berasal dari kata turut mendapat prefiks n-. Turut yaiku ngambah
manut ênêring garis, dalan lsp „berjalan menurut jalannya garis, jalan,
dsb‟ (Poerwadarminta, 1939: 1929). Nurut yaiku dherek,, nginthil
salakune, ngiring „ikut, mengikuti jalannya, mengikuti‟
(Poerwadarminta, 1939: 1930). Makna gramatikal nurut banyu adalah
mengikuti jalannya aliran air.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 09-05-2016
102
42. Nyêbar winih [¥|bAr winIh]
Gambar 56: Nyêbar winih
Gambar 57: Nyêbar winih
Satuan lingual nyêbar winih berasal dari kata nyêbar dan winih.
Nyêbar berasal dari kata dasar sêbar mendapat prefiks ny-.
Sêbar yaiku nyawur-nyawurake, diwratakake „menabur-naburkan,
meratakan‟ (Poerwadarminta, 1939: 1733). Winih yaiku wiji pari, bibit
„biji padi, benih‟ (Poerwadarminta, 1939: 2077). Makna gramatikal
nyêbar winih adalah menabur-naburkan benih atau biji padi secara
merata.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 30-03-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 30-03-2016
103
43. Nyêlèpne [¥|lEpne]
Gambar 58: Nyêlèpne
Gambar 59: Sêlèp
Satuan lingual nyêlèpne berasal dari kata sêlèp kemudian mendapat
konfiks ny- -ne menjadi nyêlèpne.
Sêlèp adalah alat pertanian berbahan bakar solar yang terbuat dari
lempengan besi, yang di atasnya terdapat corongan untuk
memasukkan gabah dan di samping ada dua jalan keluarnya untuk
keluarnya beras dan katul ‘kulit padi yang menjadi halus‟, alat ini
digunakan untuk membersihkan kulit padi agar menjadi beras. Makna
gramatikal nyêlèpne adalah membersihkan kulit padi agar menjadi
beras dengan menggunakan alat sêlèp.
Dok. Wahyu Fitrianingrum,
21-03-2016
Dok. Tokomesin.com, 13-05-2016
104
44. Nyêmprot [¥|mprOt]
Gambar 60: Nyêmprot
Satuan lingual nyêmprot berasal dari kata sêmprot kemudian
mendapat prefiks ny-menjadi nyêmprot.
Nyêmprot yaiku nêlêsi lsp. sarana banyu lsp. disêmprotake
„membasahi dan sebagainya dengan air dan sebagainya,
disemprotkan‟ (Poerwadarminta, 1939: 1130). Makna gramatikal
nyêmprot adalah membasahi dengan menyemprotkan obat cair.
45. Nyilir [¥ilIr]
Gambar 61: Nyilir
Dok. Wahyu Fitrianingrum,
23-03-2016
Dok. beritadaerah.co.id
105
Satuan nyilir berasal dari kata silir kemudian mendapat prefiks ny-
menjadi nyilir. Nyilir yaiku ngisis, ngangin-anginake „mengangin-
anginkan‟ (Poerwadarminta, 1939: 1144). Makna gramatikal nyilir
adalah mengangin-anginkan gabah „bulir-bulir padi‟.
46. Nyosrok [¥OsrOk]
Gambar 62: Nyosrok
Gambar 63: Sosrok
Satuan lingual nyosrok berasal dari kata sosrok kemudian mendapat
prefiks ny- menjadi nyosrok. Sosrok yakni alat pertanian yang
digunakan untuk mencabut dan mematikan rumput di sawah yang
terbuat dari besi dengan lubang-lubang tajam dan diberi pegangan
kayu. Makna gramatikal nyosrok adalah mencabut dan mematikan
rumput di sawah menggunakan alat sosrok.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 26-04-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 14-05-2016
106
47. Nyunggi pari [¥uGgi pAri]
Gambar 64: Nyunggi pari
Satuan lingual nyunggi pari berasal dari kata nyunggi dan pari.
Nyunggi berasal dari kata sunggi mendapat prefiks ny-. Sunggi yaiku
nggawa ditumpangake ing êndhas „membawa sesuatu dan
meletakkannya di kepala‟ (Poerwadarminta, 1939: 1811). Makna
gramatikal nyunggi pari adalah membawa padi dan meletakkannya di
kepala.
48. Panèn [pAnEn]
Gambar 65: Panèn
Panen yaiku (mangsa) ngundhuh pari „masa mengunduh padi‟
(Poerwadarminta, 1939: 1460). Makna leksikal panen adalah masa
dimana para petani mengunduh padi.
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 25-03-2016
Dok. antarafoto.com
107
49. Pêlakan [p|lA?An]
Gambar 66: Pêlakan
Satuan lingual pêlakan berasal dari kata pêlak kemudian mendapat
sufiks –an menjadi pêlakan. Pêlak yaiku digêlak, dienggalake
„dipercepat, diperbarui‟ (Poerwadarminta, 1939: 1518). Makna
gramatikal pêlakan adalah mempercepat dan memperbarui.
50. Sulam [sulAm]
Gambar 67: Sulam
Sulam yaiku apa- apa sing dianggo nyalini sing rusak; nyalini sarana
disêsêlake (ditambahake); dibêdhol banjur disalini sing luwih bêcik
tmr. tanduran „apa-apa yang dipakai mengganti sesuatu yang rusak;
mengganti dengan cara ditambahkan; dicabut kemudian diganti
dengan yang lebih baik untuk tanaman‟ (Poerwadarminta, 1939:
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 09-05-2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 21-03-
2016
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 25-03-2016
108
1799). Makna leksikal sulam adalah mengganti yang rusak dengan
menambahkan yang lebih baik.
51. Tandur [tAndUr]
Gambar 68: Tandur
Tandur yaiku nyèblêkake (mêndhêm) winih pari ana ing sawah
„menancapkan benih padi di sawah‟ (Poerwadarminta, 1939: 1854).
Makna leksikal tandur adalah menancapkan benih padi di sawah.
52. Tandur ngabyak [tAndUr GAbyA?]
Gambar 69: Tandur ngabyak
Satuan lingual tandur ngabyak berasal dari kata tandur dan ngabyak.
Tandur yaiku nyèblêkake (mêndhêm) winih pari ana ing sawah
„menancapkan benih padi di sawah‟ (Poerwadarminta, 1939: 1854).
Ngabyak yaiku nêmpuh ora prêduli apa-apa; ngênani lsp. sakênane bae
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 26-12-2015
Dok. Babe.co.id
109
„menempuh dan tidak memperdulikan apa-apa; menyentuh sekenanya
saja‟ (Poerwadarminta, 1939: 1184). Makna gramatikal tandur
ngabyak adalah menancapkan benih padi di sawah dengan tidak
memperdulikan apa-apa dan sekenanya saja.
53. Tapèn [tApEn]
Gambar 70: Tapèn
Tapèn yaiku ngrêsiki bêras sarana tampah lsp. dikêtab-kêtabake
„membersihkan beras dengan tampah dan sebagainya, dikebat-
kebatkan‟ (Poerwadarminta, 1939: 1863). Makna leksikal tapèn
adalah membersihkan beras mmenggunakan tampah dengan
mengebat-ngebatkannya.
2. Makna Kultural Aktivitas Pertanian Padi
Makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki bahasa sesuai dengan
konteks budaya penuturnya (Subroto dalam Abdullah, 2014: 20). Konsep
makna kultural ini dimaksudkan untuk lebih dalam memahami makna
ekspresi verbal maupun nonverbal suatu masyarakat yang berhubungan
dengan sistem pengetahuan (cognition system) terkait pola-pikir,
Dok. Wahyu Fitrianingrum, 03-04-2016
110
pandangan hidup (way of life) serta pandangan terhadap dunianya (world
view) suatu masyarakat (Abdullah, 2014: 20).
1. Dêrêp [d|r|p]
Makna kultural dêrêp menurut informan berasal dari jarwa dhosok
diêrêp-êrêp yang bermakna diharap-harapkan, karena dêrêp yang
selalu diharap-harapkan oleh buruh tani saat panen tiba agar nantinya
mendapatkan bawon. Dêrêp dilakukan dengan mengunduh padi1
dengan cara membantu atau menjadi buruh saat panen pada petani lain
saat panen dan mendapat upah yang disebut bawon2. Bawon yaitu
gabah „bulir-bulir padi‟ sebagai upah.
2. Gêbug kawul [g|bUg kawUl]
Makna kultural gêbug kawul dikarenakan aktivitas ini menggunakan
pemukul dan jika dipukul akan terdengar suara bug-bug-bug sehingga
dinamakan gêbug dan yang dipukul-pukul adalah sisa-sisa dedaunan
padi yang jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg „dirontokkan‟
yang biasa disebut kawul. Jadi dinamakan gêbug kawul.
Gêbug kawul dilakukan setelah ngaraki, gêbug kawul dilakukan
dengan cara memukul-mukul kawul „sisa-sisa dedaunan padi yang
jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg‟ hasil arakan yang telah
disendirikan3 dengan menggunakan kayu. Gêbug kawul dilakukan
karena ada bulir-bulir padi yang tidak dapat pisah dengan batang padi
1 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016.
2 Informan: Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
3 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Mami, 29 April 2016.
111
saat dirèntèg maka petani melakukan gêbug kawul, agar hasil
panennya tidak terbuang sia-sia.
3. Kêrik [k|rIk]
Makna kultural kêrik dikarenakan aktivitas ini dilakukan dengan
membersihkan, meratakan dan menghaluskan ler-leran dengan papan
serupa dengan saat mencukur sedikit dan menata bersih rambut atau
alis menggunakan pisau kecil yang dikenal dengan istilah ngêrik.
Kêrik dilakukan setelah ler-leran „sawah yang siap untuk ditanami‟
sudah diluku dan digaru4. Kêrik dilakukan dengan menggunakan alat
yaitu blabak „papan kayu‟, kayu, bethek5 kemudian blabak „papan
kayu‟atau kayu atau bethek dipegang menggunakan dua tangan dan
diletakkan pada endhut „tanah sawah yang basah‟ kemudian
disamping kanan, kirikan kemudian dimundurkan, hal ini dilakukan
agar ler-leran rata dan halus6. Kêrik dilakukan agar tanah rata dan
halus dan akan memudahkan petani untuk menanam padi.
4. Macul [mAcUl]
Makna kultural macul menurut informan berasal dari akronim
mangipatke barang kang mendhucul yang artinya menyingkirkan
bagian yang mendugul atau bagian yang tidak rata. Macul merupakan
4 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
5 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Paiman
Sularto, 9 Mei 2016. 6
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo
Diharjo, 9 Mei 2016; Paiman Sularto, 9 Mei 2016; Warsino, 16 Mei
2016.
112
salah satu aktivitas para petani yang dilakukan dengan cara
mengaduk-aduk tanah dengan pacul (pacul berwujud lempengan besi
dan gagang panjang yang terbuat dari kayu sebagai pegangan) agar
tanah menjadi gembur dan subur7. Macul dilakukan dengan cara
mbegagah (melebarkan kedua kaki) untuk menjaga kekuatan fisik dan
tubuh agak membungkuk kemudian mengayunkan cangkul ke tanah
lalu menariknya sambil memastikan tanah terbalik dengan sempurna
dan hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang untuk seluruh
petakan sawah.
5. Matun [mAtUn]
Makna kultural matun menurut informan berasal dari akronim
mangilangake suket kang kemruntun „menghilangkan banyak rumput‟.
Hal ini dikarenakan tujuan para petani melakukan aktivitas matun
adalah untuk menghilangkan rumput-rumput penganggu yang ada di
seluruh petakan sawah.
Matun dilakukan setelah tandur, karena mulai banyak rumput yang
tumbuh berdekatan dengan tanaman padi8. Matun adalah mencabut
rumput penganggu9, rumput didakuri dan dirawuti menggunakan
tangan. Matun dilakukan agar rumput tidak menganggu pertumbuhan
tanaman padi, karena rumput akan menyerap nutrisi, pupuk yang
7 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016;
Warsino, 16 Mei 2016. 8 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016.
9 Informan: Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
113
diberikan untuk tanaman padi.
6. Mbabat dangkèl damèn
Makna kultural mbabat dikarenakan saat melakukan aktivitas ini
petani memangkas dangkèl „sisa pangkasan tanaman padi saat panen‟
menggunakan sabit, karena mamangkasnya dengan cepat maka
terdengar bunyi bat-bat-bat maka dinamakan mbabat.
Mbabat dangkèl damèn dilakukan setelah panen dan sebelum petani
menggarap sawah. Mbabat dangkèl damèn dilakukan karena masih
ada sisa-sisa yakni dangkèl damèn „sisa pangkasan padi yang masih
tertanam di sawah‟ di sawah. Mbabat dangkèl damèn dilakukan
dengan cara memangkas dangkèl damèn menggunakan sabit10
.
Mbabat dangkèl damèn dilakukan agar dangkèl damèn hilang dan
nantinya sawah bisa digarap kembali.
7. Mbanjari [mbAnjAri]
Makna kultural mbanjari menurut informan berasal dari akronim
karêbèn sajajar gampang olèhe nanduri yang bermakna agar tertata
mudah untuk menanami, hal ini dikarenakan menurut informan
aktivitas mbanjari dilakukan dengan membagi-bagi benih padi sesuai
luas petakan dan ditata pada sawah yang siap ditanami hal itu akan
memudahkan petani saat menanamnya karena benih padi sudah tertata
dan ada didekatnya, maka dinamakan mbanjari.
10Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
114
Mbanjari dilakukan setelah benih padi didhaut kemudian dipocongi
setelah itu benih dibawa ke sawah, tempat yang siap untuk ditanami11
.
Makna kultural mbanjari adalah melemparkan pocongan benih ke
sawah yang siap untuk ditanami12
, kemudian benih dijèjèr „ditata
sejajar‟13
. Mbanjari dilakukan agar benih padi rata untuk dibagikan
pada setiap petakan14
.
8. Mberok [mberOk]
Makna kultural mberok berasal dari kata berok yang bermakna
menulis, hal ini dikarenakan mberok menurut informan dilakukan
dengan menancapkan tanaman padi dengan menggunakan bantuan
kentheng „tali panjang dengan bulatan-bulatan kecil yang masing-
masing jarak bulatan kecil kira-kira 20 cm‟ seperti menulis
menggunakan penggaris15
. Kentheng diulur memanjang satu garis
lurus pada kedhokan „petakan sawah‟ kemudian pegangan kentheng
ditancapkan pada endhut kedhokan „tanah yang basah di petakan
sawah‟16
. Di samping setiap bulatan-bulatan kecil ditanami bibit padi
terlebih dahulu mengikuti satu garis lurus kentheng17
.
11 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
12 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016;
Paiman Sularto, 9 Mei 2016. 13
Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 14
Informan: Marto Taruno, 28 April 2016. 15
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016. 16
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016. 17
Informan: Kamiyem, 27 April 2016.
115
Mberok dilakukan sebelum ngêblak „menanam padi dengan
menggunakan blak‟. Mberok dilakukan agar bibit padi yang ditanam
bisa sejajar18
dan bisa menjadi acuan saat melakukan ngêblak.
9. Mbongkok pari [mbOGkO? pAri]
Makna kultural mbongkok menurut informan berasal dari akronim
bombong anggone ndokok. Bombong sama artinya dengan kêpenak
„menjadi enak, nyaman‟. Jadi bombong anggone ndokok bermakna
petani menjadi lebih nyaman ketika menaruh padi di kepala atau
dipinggul untuk membawanya pulang, hal ini dikarenakan aktivitas
mbongkok pari dilakukan dengan cara mengumpulkan terlebih dahulu
batang-batang padi kemudian ditaruh pada lembaran krèsèk
„karung‟19
, hal ini dilakukan agar bulir-bulir padi pada batang padi
tidak berjatuhan di jalan saat dibawa, kemudian batang tersebut diikat
melingkar menggunakan senar atau debog „pohon pisang‟20
,
Mbongkok pari dilakukan agar memudahkan petani untuk membawa
batang padi tersebut21
.
10. Meme gabah [meme gAbAh]
Makna kultural meme menurut informan bermakna mengeringkan. Hal
ini dikarenakan aktivitas meme gabah dilakukan dengan cara
18 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Sudarsih, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016. 19
Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
20 Informan: Warsino, 16 Mei 2016
21 Informan: Warsino, 16 Mei 2016
116
menjemur gabah „bulir-bulir padi‟ yang diratakan tipis-tipis pada
krèsèk klasa „karung yang lebar‟ di tempat yang panas22
. Meme gabah
bertujuan agar gabah bisa cepat kering. Setelah gabah kering, gabah
bisa cepat disêlèpne atau disimpan23
untuk persediaan makanan bulan-
bulan yang akan datang atau untuk dijadikan benih kembali.
11. Mluku [mluku]
Makna kultural mluku menurut informan berasal dari kata wluku ‘alat
pertanian berupa kayu dengan penyacat yang lancip’, hal ini
dikarenakan saat melakukan aktivitas mluku para petani menggunakan
alat wluku untuk membalikkan tanah agar tanah gembur.
Mluku dilakukan sebelum masa menanam padi dan setelah macul24
.
Kalau dahulu mluku menggunakan sapi atau kerbau namun sekarang
karena zaman sudah maju dan adanya alat yang lebih canggih, mluku
menggunakan mesin yaitu traktor25
. Mluku dilakukan dengan cara
membalik tanah menggunakan luku26
. Tanah yang diluku itu sama saja
seperti tanah yang baru dicangkul27
. Luku berupa kayu dengan besi
yang menggunakan penyacat, Mluku dilakukan petani dengan
memasukkan traktor ke sawah, kemudian traktor dipasangi luku dan
22 Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei
2016 23
Informan: Mami, 29 April 2016. 24
Informan: Kamiyem, 27 April 2016. 25
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016;
Sudarsih, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei
2016. 26
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016. 27
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016.
117
mesin traktor dihidupkan, lalu petani menaiki traktor dan mebawanya
mengitari bolak-balik seluruh petakan sawah28
. Mluku bertujuan agar
tanah menjadi gembur dan membuat tanaman padi menjadi subur.
12. Mocongi [mOcOGi]
Makna kultural mocongi berasal dari kata pocong yang bermakna
ikatan, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas mocongi
dilakukan dengan mengikat benih padi menggunakan tali. Mocongi
dilakukan setelah benih padi didhaut „dicabut‟29
menggunakan dua
tangan secara bergantian kemudian apabila sudah mendapat sapocong
„satu ikatan‟ kemudian ditali menggunakan tali pring „tali bambu‟30
.
Setelah mocongi selesai artinya pocongan winih bisa dilemparkan ke
sawah yang disebut dengan mbanjari.
13. Mopok [mOpO?]
Makna kultural mopok dikarenakan saat melakukan aktivitas ini
blêthok „gumpalan tanah‟ yang ditaruh di galengan „pematang sawah‟
lalu digacrokne „dipukul-pukul‟ menggunakan cangkul akan terdengar
bunyi pok-pok-pok, jadi dinamakan mopok.
Mopok dilakukan setelah galengan „pematang sawah‟ sudah dialisi31
.
Mopok dilakukan dengan cara menaruh blêthok „gumpalan tanah‟
ditaruh di galengan „pematang sawah‟ lalu digacrokne „dipukul-
28 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016.
29 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016.
30 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
31 Informan: Mami, 29 April 2016.
118
pukul‟ menggunakan cangkul dan dihalus-haluskan32
. Para petani
melakukan mopok untuk memperbaiki pematang sawah agar menjadi
baru33
serta air dapat menggenang dipetakan sawah dan air tidak bocor
ke petakan sawah lain34
.
14. Mulung gabah [mulUG gAbAh]
Makna kultural mulung berasal dari kata pulung yang bermakna
mengambil, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas mulung
dilakukan dengan mengambil gabah „bulir-buli padi‟ yang dijemur
kemudian dimasukkan ke dalam karung.
Mulung gabah dilakukan petani dengan cara mengumpulkan
kemudian memasukkan gabah „bulir-buli padi‟ dalam krèsèk
„karung‟35
. Mulung gabah dilakukan setelah meme gabah „menjemur
bulir-bulir padi‟. Jika gabah mulai mengering maka gabah bisa
dipulung „diangkat‟ dan bisa dimasukkan ke dalam krèsèk namun
mulung gabah bisa juga dilakukan pada saat meme gabah namun tiba-
tiba hujan atau tidak ada terik sinar matahari maka gabah harus
dipulung agar tidak basah lagi.
15. Nampingi [nAmpiGi]
Makna kultural nampingi berasal dari kata tamping yang bermakna
32 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo
Diharjo, 9 Mei 2016. 33
Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 34
Informan: Mami, 29 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016. 35
Informan: Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
119
tepi, tanggul. Hal ini dikarenakan menurut informan nampingi
dilakukan dengan cara mencangkul galengan „pematang sawah‟ yang
tinggi bagian tepi, sebagai tanggul agar air tidak bocor36
. Tanah pada
galengan bagian tepi/tanggul dikurangi sedikit menggunakan cangkul.
Nampingi dilakukan petani agar galengan bersih dari rumput dan
rumput tidak tumbuh kembali37
.
16. Ndhaut [nDAUt]
Makna kultural ndhaut menurut informan berasal dari kata dhaut yang
bermakna lepas, karena ndhaut dilakukan agar benih yang ditanam
dapat lepas dari êndhut „tanah basah‟ di sawah.
Ndhaut dilakukan setelah bibit padi yang sudah disebar telah tumbuh.
Ndhaut dilakukan petani dengan menggunakan kedua tangan untuk
mencabut benih padi masing-masing satu genggaman tangan
kemudian jika sudah mendapat satu genggam tanah yang masih
menempel pada bibit padi diplirit agar tanahnya hilang38
.
17. Ndhêdhêt [nD|D|t]
Makna kultural ndhêdhêt menurut informan berasal dari jarwa dhosok
padhêt-padhêt yang bermakna padat. Jadi ndhêdhêt bermakna agar
tanah di sawah padat dan bisa menutupi lubang sehingga dapat
36 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Mami, 29 April 2016; Wiryo Diharjo,
9 Mei 2016. 37
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Warsino,
16 Mei 2016. 38
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
120
tersumbat dan air tetap menggenangi petakan sawah.
Ndhêdhêt dilakukan dengan cara menginjak-injak lubang di kedhokan
„petakan sawah‟ agar lubang bisa tersumbat, hal ini dilakukan agar air
tetap di kedhokan dan tidak kemana-mana39
. Ndhêdhêt dilakukan agar
kedhokan digenangi air dan tanaman padi tidak kekeringan.
18. Nêbaske pari [n|bAske pAri]
Makna kultural nêbas menurut informan berasal dari akronim ngêdol
tur bablas „menjual dan tanpa berhenti‟, maksudnya menjual padi di
sawah tanpa memanennya sendiri, Hal ini dikarenakan para petani
melakukan nêbaske pari dengan cara menjual padi yang sudah
menguning kepada pembeli40
namun dalam keadaan tanaman padi
masih di sawah, tanpa harus memanennya sendiri dan langsung
mendapatkan hasil berupa uang41
.
19. Ngalisi [GAlisi]
Makna kultural ngalisi menurut informan berasal dari kata kalis yang
memiliki arti lain yaitu ora bisa têlês, ora bisa campur, hal ini
dikarenakan banyak rumput yang berada di galêngan „pematang
sawah‟, rumput tersebut tidak boleh menyatu dengan galengan maka
sebagian galêngan harus disingkirkan, jadi saat menyingkirkan
sebagian galêngan agar rumput tidak lagi tumbuh dinamakan ngalisi.
Ngalisi dilakukan sebelum mopok, ngalisi dilakukan petani dengan
39 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
40 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Sudarsih, 28 April 2016.
41 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
121
cara mencangkul galengan yang rendah
bagian samping42
, tanah
galengan yang rendah pada bagian samping dikurangi setengahnya
menggunakan cangkul dan hal itu dilakukan untuk seluruh petakan
sawah yang rendah. Ngalisi bertujuan agar galengan bersih dari
rumput-rumput43
.
20. Ngaraki [GArAki]
Makna kultural ngaraki berasal dari kata arak yang bermakna
mengantarkan bersama-sama, hal ini dikarenakan menurut informan
ngaraki dilakukan dengan cara mengumpulkan sisa dedaunan yang
jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg kemudian secara
bersama-sama sisa dedaunan dibawa untuk aktivitas selanjutnya yakni
gêbug kawul.
Ngaraki dilakukan setelah padi dirèntèg „merontokkan padi dengan
rèntèg‟44
, saat padi dirèntèg, gabah jatuh bersamaan dengan kawul/
uwuh, kawul atau uwuh adalah sisa-sisa dedaunan padi yang jatuh
bersamaan dengan gabah saat dirèntèg. Ngaraki dilakukan dengan
cara mengambil dan mengumpulkan kawul atau uwuh yang jatuh
bersamaan dengan gabah saat dirèntèg45
. Setelah ngaraki kemudian
para petani memukul-mukul kawul tersebut yang biasanya disebut
42 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016.
43 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016;
Warsino, 16 Mei 2016. 44
Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016. 45
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16
Mei 2016.
122
dengan istilah gêbug kawul.
21. Ngasaki [GAsA?i]
Makna kultural ngasak, dikarenakan saat mencari dan mengambil padi
yang tertinggal setelah padi dipangkas akan terdengar suara kumrasak,
jadi dinamakan ngasak, karena dilakukan berulang-ulang menjadi
ngasaki.
Ngasaki dilakukan dengan mencari-cari, menggosok-gosok untuk
mengambili padi yang tertinggal saat ngerit „memangkas padi
menggunakan sabit‟46
. Ngasaki dilakukan agar padi tidak terbuang
sia-sia karena nantinya bisa untuk tambahan makanan47
.
22. Ngayaki [GAyA?i]
Makna kultural ngayaki berasal dari kata ayak yang bermakna
menyaring, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas ngayaki
dilakukan dengan cara menyaring gabah menggunakan tampah yang
berlubang kecil-kecil agar gabah dapat terpisah dari sisa dedaunan
padi.
Ngayaki dilakukan setelah padi dirèntèg „merontokkan padi dengan
rèntèg‟. Ngayaki dilakukan untuk membuang uwoh „sisa-sisa daun
padi yang ikut tercampur setelah dirèntèg‟ agar gabah bersih dari
uwoh. Kalau sudah bersih tinggal mengeringkan tanpa
46 Informan: Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016
47 Informan: Mami, 29 April 2016
123
membersihkannya lagi48
. Ngayaki dilakukan dengan cara menaruh
gabah hasil rèntègan ke irig „tampah bolong-bolong‟ kemudian
memutar-mutarnya dengan kedua tangan49
.
23. Ngêblak [G|blA?]
Makna kultural ngêblak berasal dari kata êblak yang bermakna
membuat pola, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas
ngêblak dilakukan dengan cara menanam benih padi satu per satu
menggunakan papan kayu yang sudah diberi garis yang masing-
masing garis berjarak sama.
Ngêblak dilakukan setelah petani melakukan mberok50
. Ngêblak yaitu
menanam padi menggunakan blak51
, blak adalah papan panjang yang
terbuat dari bambu yang memiliki garis-garis warna, yang masing-
masing garis mempunyai jarak 20-25 cm52
. Ngêblak dilakukan petani
dengan cara meletakkan papan panjang di samping kentheng namun
dengan arah terbalik. Jika kentheng diletakkan secara horizontal maka
blak diletakkan secara vertikal, kemudian petani dapat menancapkan
benih padi pada êndhut „tanah yang basah‟ di samping garis-garis
pada blak yang telah disediakan53
, jika sudah selesai satu garis lurus
48 Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei
2016 49
Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016.
50 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016 51
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; 52
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016 53
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016
124
pada blak maka petani akan memindahkan blak ke belakang ke acuan
padi yang sudah diberok sebelumnya. Hal itu dilakukan secara
berulang-ulang sampai sakêdhokan „sepetak‟ penuh dan berlaku untuk
seluruh petakan sawah. Ngêblak dilakukan agar tanaman padi bisa
sejajar jaraknya54
, dengan begitu akan memudahkan petani untuk
melakukan aktivitas selanjutnya yaitu nyosrok „membersihkan rumput
pada petakan sawah menggunakan alat yaitu sosrok‟ serta hasil padi
yang didapat bagus55
karena tanaman padi bisa tumbuh sama dengan
pupuk yang merata.
24. Ngêdhos [G|DOs]
Makna kultural ngêdhos berasal dari kata êdhos yang bermakna
kêpenak „membuat enak‟, hal ini dikarenakan menurut informan
sebelum ada cara merontokkan padi dengan cara ngêdhos, petani
merontokkan padi dengan cara nggêpyoki „memukul-mukulkan‟.
Petani menganggap cara ngêdhos jauh lebih enak dari pada
merontokkan padi dengan cara nggêpyoki, karena ngêdhos lebih cepat
dan tidak terlalu membutuhkan terlalu banyak tenaga seperti saat
nggêpyoki.
Ngêdhos sama saja ngrèntèg56
, Ngêdhos dilakukan dengan menaruh
kaki pada ayuhan „alat perontok padi‟ kemudian mengayuhnya57
54 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016. 55
Informan: Kamiyem, 27 April 2016. 56
Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
57
Informan: Mami, 29 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
125
dengan cepat agar bulatan kayu dengan paku-paku yang menempel di
dalam rèntèg dapat berputar dan dapat merontokkan batang padi yang
dimasukkan ke dalam rèntèg.
25. Ngêkum gabah [G|kUm gAbAh]
Makna kultural ngêkum berasal dari kata kum yang bermakna
merendam, hal ini dikeranakan aktivitas ngêkum gabah dilakukan
dengan cara merendam gabah di dalam air.
Ngêkum gabah dilakukan petani untuk mempersiapkan benih padi
yang akan disebar. Terlebih dahulu gabah „bulir-bulir padi‟ dijemur
sampai kering di bawah terik sinar matahari58
. Cara ngêkum gabah
yang dilakukan petani satu dan petani lainnya berbeda-beda, ada yang
setelah dijemur kering langsung dimasukkan ke dalam ember yang
berisi air dingin, ada pula yang menggunakan air mendidih saat
ngêkum gabah, yang sebelumnya air mendidih dimasukkan garam
sedikit setelah itu gabah dimasukkan, garam dipercaya dapat
memperbanyak dan mempercepat tumbuhnya gabah59
. Gabah dikum
selama satu hari satu malam dalam ember atau bak, kemudian setelah
itu gabah bisa dientas „diangkat‟ untuk selanjutnya dipêp dalam
karung60
.
58 Informan: Tinem, 30 April 2016.
59 Informan: Tinem, 30 April 2016.
60 Informan: Mami, 29 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
126
26. Ngêlêpi [G|l|pi]
Makna kultural ngêlêpi berasal dari kata lêp. Lêp menurut informan
berasal dari akronim klêlêp yang bermakna masuk ke dalam air, hal ini
dikarenakan aktivitas ngêlêpi dilakukan dengan cara memasukkan air
ke sawah agar tanaman padi dapat terkena dan digenangi air, yang
nantinya diharapkan tanah menjadi basah, tanaman padi dapat hidup
dan tumbuh subur61
. Ngêlêpi dilakukan untuk mengaliri sawah62
dengan air sungai, terlebih dahulu petani nurut banyu „mengikuti arus
air‟ di sungai, kalau air sudah mengalir di sungai, galengan paling atas
dibedah agar air dapat mengaliri sawah63
.
27. Ngênèni [G|nEni]
Ngênèni dilakukan sebelum para petani mengenal ngêrit „memangkas
batang padi menggunakan sabit‟64
, namun sekarang sudah tidak ada
lagi petani yang melakukan aktivitas ngênèni65
. Makna kultural
ngênèni menurut informan berasal dari kata èni yang bermakna panen,
petik atau unduh, hal ini dikarena aktivitas ngênèni dilakukan untuk
memanen padi dengan cara memetik batang padi dengan
menggunakan ani-ani66
, kayu dilengkungkan kemudian diberi ani-ani
61 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
62 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
63 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016.
64 Informan: Paiman Sularto, 9 Mei 2016.
65 Informan: Tinem, 30 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Paiman
Sularto, 9 Mei 2016. 66
Informan: Tinem, 30 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Paiman
Sularto, 9 Mei 2016.
127
dan diberi pegangan dari bambu67
. Ngênèni dilakukan dengan cara
memetik satu per satu batang yang terdapat buli-bulir padi tanpa
mengikutkan daunnya68
. Batang padi digenggam tangan kri sedangkan
tangan kanan memegang ani-ani kemudian memangkas batang padi
dalam genggaman menggunakan ani-ani69
. Setelah mendapatkan satu
genggam penuh batang padi, kemudian batang padi ditetakkan di
samping petani dan mulai ngênèni kembali70
, hal itu dilakukan secara
berulang-ulang untuk seluruh petakan sawah. Zaman dulu ngênèni
dilakukan untuk memetik semua jenis, namun zaman dulu kebanyak
petani menanam padi yang berjenis pari dhuwur „jenis padi‟, seperti:
bengawan, cempo randhu, air mancur71
.
28. Ngêpêp gabah [G|p|p gAbAh]
Ngêpêp gabah dilakukan para petani setelah ngêkum gabah dan
dilakukan untuk mempersiapkan benih padi yang akan disebar.
Ngêpêp gabah dilakukan dengan cara ngêntas „mengangkat‟ gabah
yang telah dikum selama dua malam satu hari72
, Makna kultural
ngêpêp menurut informan berasal dari kata pêp yang bermakna tidak
terkena udara, hal ini dikarenakan aktivitas ngêpêp dilakukan dengan
memasukkan gabah ke dalam krèsèk ‘karung‟ dan di atas gabah
67 Informan: Paiman Sularto, 9 Mei 2016.
68 Informan: Paiman Sularto, 9 Mei 2016.
69 Informan: Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016
70 Informan: Tinem, 30 April 2016.
71 Informan: Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016
72 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016; Warsino,
16 Mei 2016.
128
diberi daun sarilaya selanjutnya karung bisa ditutup rapat agar tidak
terkena udara, setelah itu krèsèk yang berisi gabah dimasukkan ke
dalam tenggok dan disimpan di tempat yang lembab selama dua
hari73
. Ngêpêp gabah dilakukan agar gabah lembab dan dapat
tumbuh74
. Jika sudah dua hari gabah sudah mulai tumbuh maka gabah
siap untuk disebar75
.
29. Ngêrit [G|rIt]
Makna kultural ngêrit berasal dari kata arit, huruf vokal i menyatakan
arti kecil atau sedikit, maka ngêrit dilakukan sedikit demi sedikit,
memangkas satu genggam demi satu genggam batang padi. Ngêrit
dilakukan petani pada saat padi yang ditanam sudah tua atau sudah
menguning dan merunduk76
. Ngêrit dilakukan dengan cara
memangkas batang padi menggunakan arit „sabit‟77
, tangan kanan
petani memegang sabit sedangkan tangan kiri memegang segenggam
batang padi, kemudian batang padi dipangkas menggunakan sabit dan
begitu seterusnya. Hasil rit-ritan „pangkasan‟ batang padi
dikumpulkan dan selanjutnya hasil tersebut dapat digêpyoki „dihentak-
hentakkan/ dipukul-pukul batang padi ke benda yang keras (batu)‟,
dirèntèg „merontokkan padi menggunakan alat yaitu rèntèg’, ditlèsêr
73 Informan: Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016
74 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016; Tinem, 30
April 2016. 75
Informan: Tinem, 30 April 2016. 76
Informan: Warsino, 16 Mei 2016 77
Informan: Marto Taruno, 28 April 2016.
129
‘merontokkan padi menggunakan alat yaitu tlèsêr78
.
30. Nggaru [GgAru]
Makna kultural nggaru berasal dari kata garu, garu menurut informan
berasal dari kata gèn ajur rata tur karu yang bermakna agar hancur
menjadi lembut, rata dan teraduk, hal ini dikarenakan dilakukan
aktivitas nggaru agar tanah di sawah teraduk menjadi lembut dan rata.
Nggaru dilakulan para petani setelah mluku dan sebelum kêrik79
.
Kalau dahulu nggaru menggunakan sapi atau kerbau namun sekarang
karena zaman sudah maju dan adanya alat yang lebih canggih, nggaru
menggunakan mesin yaitu traktor80
. Sama seperti mluku, nggaru
dilakukan petani dengan memasukkan traktor ke sawah, kemudian
traktor dipasangi garu81
, garu berwujud kayu palangan dengan gerigi
besi yang lancip-lancip82
. Kemudian mesin traktor dihidupkan, lalu
petani menaiki traktor dan mebawanya mengitari bolak-balik seluruh
petakan sawah83
. Nggaru dilakukan para petani untuk melembutkan
tanah di sawah agar halus, gembur dan subur84
. Setelah nggaru
selesai, petakan sawah selanjutnya dikêrik85
.
78 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016.
79
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Mami, 29 April 2016 80
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016;
Sudarsih, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei
2016. 81
Informan: Marto Taruno, 28 April 2016. 82
Informan: Kamiyem, 27 April 2016 83
Informan: Marto Taruno, 28 April 2016. 84
Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Warsino, 16 Mei 2016. 85
Informan: Warsino, 16 Mei 2016
130
31. Nggêpyoki pari [Gg|pyO?i pAri]
Makna kultural nggêpyoki dikarenakan saat melakukan aktivitas ini
batang padi yang berisi bulir-bulir padi dipukul-pukulkan ke benda
keras agar bulir-bulir padi dapat rontok, saat itu pula terdengar bunyi
pyok-pyok-pyok saat batang padi dipukul-pukulkan, maka dinamakan
nggêpyoki pari.
Nggêpyoki pari dilakukan para petani setelah padi dirit „dipangkas‟
dengan sabit. Nggêpyoki pari dilakukan dengan cara memukul-
mukulkan batang padi yang berisi bulir-bulir padi ke batu86
, hal itu
dilakukan secara berulang-ulang sampai bulir-bulir padi rontok dari
batangnya87
. Namun sekarang nggêpyoki pari sudah jarang
dilakukan88
, hal itu dikarenakan nggêpyoki pari membutuhkan banyak
waktu dan menguras tenaga, selain itu sekarang banyak alat perontok
padi yang lebih canggih seperti rèntèg dan tlèsêr, kedua alat tersebut
yang cukup efisien dibandingkan cara nggêpyoki pari yang dianggap
tradisional.
32. Ngirim [GirIm]
Makna kultural ngirim menurut informan berasal dari kata kirim yang
bermakna antar, hal ini dikarena aktivitas ngirim dilakukan keluarga
petani dengan membawa nasi atau makanan kemudian
86 Informan: Mami, 29 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Warsino, 16
Mei 2016. 87
Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 88
Informan: Paiman Sularto, 9 Mei 2016.
131
mengantarkannya ke sawah untuk dimakan si petani89
. Ngirim
dilakukan agar petani yang kelelahan bekerja di sawah tidak merasa
kelaparan.
33. Nglandhak [GlAnDA?]
Makna kultural nglandhak dikarenakan aktivitas ini dilakukan dengan
sosrok „alat yang berupa lempengan besi tipis yang bolong-bolong
tajam dengan pegangan panjang dari kayu‟ yang diibaratkan seperti
landak yang kulitnya bergerigi dan tajam yang dapat menerobos tanah
dengan kulit tajamnya tersebut. Alat tersebut petani pakai dengan
mendorongnya untuk menerobos rumput-rumput di sawah agar mati,
jadi aktivitas tersebut dinamakan nglandhak.
Istilah nglandhak memiliki arti yang sama dengan istilah nyosrok90
.
Nglandhak dilakukan petani setelah tandur, karena banyak rumput
pengganggu yang tumbuh berdekatan dengan tanaman padi.
Nglandhak dilakukan petani dengan memegang sosrok „alat yang
berupa lempengan besi tipis yang bolong-bolong tajam dengan
pegangan panjang dari kayu‟ di depan kemudian mendorong-
dorongnya maju mundur91
. Hal itu dilakukan agar rumput mati92
dan
tidak menganggu pertumbuhan tanaman padi karena rumput akan
menyerap nutrisi, pupuk yang diberikan untuk tanaman padi.
89 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
90 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016;
Sudarsih, 28 April 2016. 91
Informan: Sudarsih, 28 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
92 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016.
132
34. Ngogok [GOgO?]
Makna kultural ngogok menurut informan berasal dari kata mbegogok
yang bermakna berdiam tak kemanapun, hal ini dikarenakan menurut
informan ngogok dilakukan dengan cara menjemur bulir-bulir padi
yang masih menempel pada batangnya, seikat demi seikat batang padi
diberdirikan, batang di bawah sedangkan bulir-bulir padi berada di
atas, hal tersebut dilakukan untuk seluruh ikatan padi. Ngogok dimulai
pada saat fajar tiba dan ikatan-ikatan padi ditempatkan di latar
„tempat yang luas di depan rumah yang terkena terik matahari dan
didiamkan tanpa dipindah kemana pun.
Ngogok dilakukan agar bulir-bulir padi cepat kering, karena pada
zaman dahulu saat panen petani mengunduh padi sangat banyak
paling tidak limang pathok „lima petakan sawah‟, karena hasil yang
banyak itulah jika diayari „menjemur dan meratakan tipis-tipis bulir-
bulir padi yang sudah terpisah dari batangnya di krèsèk’ akan
membutuhkan waktu lama dan tempat yang luas. Namun pada zaman
sekarang sudah tidak ada petani yang melakukan ngogok, karena hasil
yang didapat tidak banyak seperti dahulu, sebagian petani zaman
sekarang hanya menggarap sedikit sawah dan jika musim panen tiba,
padi langsung ditebaske „dijual dengan keadaan padi masih di
sawah‟93
.
93 Informan: Tinem, 30 April 2016.
133
35. Ngosak-asik [GosA? AsI?]
Makna kultural ngosak-asik dikarenakan saat melakukan aktivitas ini,
saat menyampar-nyampar bulir padi terdengar suara krosak-krosak
dan dilakukan berulang kali agar bulir-bulir padi yang dijemur dapat
tebalik dan kering secara merata, jadi dinamakan ngosak-asik.
Ngosak-asik gabah dilakukan saat meme gabah „bulir-bulir padi yang
diratakan tipis-tipis pada krèsèk klasa „karung lebar‟ di tempat yang
panas‟. Ngosak-asik gabah bisa dilakukan dengan menggunakan kaki,
tangan, atau garukan „penggaruk yang terbuat dari papan kayu
memanjang disertai pegangan yang terbuat dari kayu‟94
. Ngosak-asik
gabah dilakukan dengan cara menyampar-nyampar gabah
menggunakan kaki, tangan, atau garukan, seperti membuat garis lurus
dan bolak-balik utara ke selatan atau timur ke barat, dan hal tersebut
dilakukan secara berulang-ulang untuk seluruh gabah yang dijemur95
.
Ngosak-asik dilakukan para petani agar gabah bisa cepat kering96
,
karena ngosak-asik dapat membolak-balikkan gabah, gabah yang
berada di bawah bisa ke atas dan terkena terik matahari begitu juga
sebaliknya dan seluruh gabah akan kering secara merata97
, setelah
gabah kering, gabah bisa cepat disêlèpne atau disimpan98
untuk
persediaan
94 Informan: Mami, 29 April 2016.
95 Informan: Tinem, 30 April 2016.
96 Informan: Mami, 29 April 2016.
97 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
98 Informan: Mami, 29 April 2016.
134
makanan bulan-bulan yang akan datang atau untuk dijadikan benih
kembali.
36. Ngoyak manuk [GoyA? mAnU?]
Ngoyak manuk dilakukan saat tanaman padi sudah mulai tua dan bulir-
bulir padi mulai tumbuh. Makna kultural ngoyak manuk berasal dari
kata oyak yang bermakna menyuruh pergi, menurut informan ngoyak
manuk dilakukan dengan cara mengusir burung yang hinggap di
tanaman padi agar bulir-bulir padi tidak dimakan burung99
. Hal ini
dilakukan agar hasil yang diperoleh petani melimpah. Ngoyak manuk
dilakukan petani dengan cara memasang tali-tali yang digantungi
kaleng-kaleng agar tercipta suara yang gaduh dan membuat wong-
wongan sawah „orang-orangan sawah‟ di sawah, hal tersebut
dilakukan agar burung-burung takut, tidak mendekat dan tidak
hinggap pada tanaman padi100
.
37. Ngrabuk [GrAbU?] / ngabuk [GabU?]
Ngrabuk/ ngabuk berasal dari kata rabuk/ abuk yang bermakna pupuk,
Rabuk/ abuk berbentuk butiran-butiran kecil yang halus karena
bentuknya menyerupai bubuk „butiran-butiran halus‟ maka dinamakan
rabuk/ abuk, kemudian aktivitas memberikan pupuk berbentuk
butiran-butiran kecil yang halus disebut sebagai ngrabuk/ ngabuk.
99 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
100 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
135
Ngabuk dilakukan dengan mencampur pupuk seperti pupuk dasar,
pupuk poska, dan pupuk putih menjadi satu, setelah itu pupuk dibawa
ke sawah101
. Sesampainya di sawah pupuk ditabur-taburkan
menggunakan tangan102
. Tangan mengambil satu genggaman pupuk
kemudian ditabur-tabur dan dilemparkan sedikit demi sedikit bisa
melemparkan dari atas dekat telinga ke bawah atau dari bawah dekat
pinggang ke atas, hal itu dilakukan secara bergantian tergantung jarak
dan arah yang dituju, serta pupuk dapat menyebar secara merata ke
seluruh petakan. Ngabuk dilakukan agar tanaman padi tumbuh
subur103
.
38. Ngrèntèg [GrEntEg]
Makna kultural ngrèntèg menurut informan berasal dari kata rèntèg,
rèntèg adalah alat perontok padi, dinamakan rèntèg karena rèntèg
bermakna padha rontok yang artinya rontok semua. Aktivitas ini
dilakukan menggunakan rèntèg agar bulir-bulir padi rontok semua,
jadi dinamakan ngrèntèg.
Ngrèntèg adalah merontokkan padi menggunakan rèntèg104
, rèntèg
yaitu alat perontok padi yang didalamnya terdapat bulatan dengan
banyak paku tajam yang menempel mengarah ke atas. Rèntèg disertai
101 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Tinem, 30 April 2016.
102 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16
Mei 2016. 103
Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
104 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
136
ayuhan seperti ayuhan sepeda yang berfungsi sebagai penggerak
bulatan di dalam mesin itu, serta terdapat kotakan terbuka untuki
memasukkan batang padi agar bulir-bulir padi bisa rontok. Ngrèntèg
dilakukan setelah padi dirit „dipangkas‟105
. Ngêrit padi untuk
selanjutnya dirèntèg berbeda dengan ngêrit padi untuk ditlèsêr, kalau
ngêrit padi untuk selanjutnya dirèntèg, batang padi harus dipangkas
sampai bawah106
agar batang padi masih panjang, hal itu untuk
memudahkan petani dalam proses nggrèntèg karena pada saat
nggrèntèg petani mengambil dua genggaman padi yang dijadikan satu
yang kemudian batang padi dipegang dan digenggam dengan erat
menggunakan dua tangan yang dijadikan satu sedangkan kaki kanan
petani mengayuh ayunan pada rèntèg agar bulatan kayu yang terdapat
paku-paku yang menempel dapat berputar untuk merontokkan padi,
sedangkan kaki kiri sebagai penyangga agar petani bisa berdiri secara
seimbang. Setelah itu batang bagian yang berisi bulir-bulir padi
dimasukkan ke dalam mesin rèntèg tanpa melepas batang padi dari
genggaman tangan kemudian batang padi dibolak-balik agar bulir-
bulir padi dapat rontok seluruhnya. Setelah dirasa bulir-bulir padi
sudah rontok seluruhnya, batang padi dikumpulkan di sebelah rèntèg
tersebut dan petani melakukan seterusnya hal tersebut sampai seluruh
batang-batang yang berisi bulir-bulir padi habis dan telah dirontokkan
105 Informan: Mami, 29 April 2016.
106 Informan: Paiman Sularto, 9 Mei 2016.
137
semua. Setelah gabah jatuh bersamaan dengan kawul/ uwuh ‘sisa-sisa
dedaunan padi yang jatuh bersamaan dengan gabah saat dirèntèg’
petani melakukan aktivitas ngaraki „membersihkan kawul/ uwuh dari
gabah‟.
39. Nlaktor [nlAktOr]
Makna kultural nlaktor berasal dari kata traktor yang menurut
informan traktor berasal dari akronim tenaga montor yang bermakna
dengan tenaga mesin, hal itu karena nlaktor dilakukan dengan
menggunakan tenaga mesin.
Nlaktor bisa disebut mluku dan nggaru menggunakan traktor107
.
Kalau dahulu mluku dan nggaru menggunakan sapi atau kerbau
namun sekarang karena zaman sudah maju dan adanya alat yang lebih
canggih, mluku dan nggaru menggunakan mesin yaitu traktor108
.
Nlaktor dilakukan petani dengan memasukkan traktor ke sawah,
kemudian traktor dipasangi luku atau garu dan mesin traktor
dihidupkan, lalu petani menaiki traktor dan mebawanya mengitari
bolak-balik seluruh petakan sawah109
. Nlaktor dilakukan untuk
membalikkan dan melumatkan endhut „tanah yang basah‟ di sawah
yang nantinya diharapkan bisa gembur dan subur serta memudahkan
petani untuk menanam padi.
107 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
108 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016;
Sudarsih, 28 April 2016; Mami, 29 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei
2016. 109
Informan: Marto Taruno, 28 April 2016.
138
40. Nlèsêr [nlEs|r]
Makna kultural nlèsêr berasal dari kata tlèsêr, hal ini dikarenakan
menurut informan aktivitas nlèsêr dilakukan untuk merontokkan padi
dengan menggunakan tlèsêr110
. Tlèsêr yaitu alat perontok padi yang
menggunakan bahan bakar solar. Sama seperti ngrèntèg, sebelum
nlèsêr batang padi harus dirit ‘pangkas’ terlebih dahulu, namun
berbeda dengan ngrèntèg, batang padi yang dipangkas sebelum nlèsêr
tidak perlu panjang, cukup pendek atau setengah dari batang padi
yang ditanam111
, hal tersebut dilakukan agar petani dapat
memasukkan dengan mudah batang yang berisi bulir-bulir padi ke
dalam mesin tlèsêr. Nlèsêr dilakukan dengan cara memasukkan dua
genggam batang padi yang dijadikan satu dengan menggunakan
tangan ke dalam mesin tlèsêr kemudian melepasnya dari genggaman
tangan selanjutnya bulir-bulir padi yang seluruhnya rontok dari batang
keluar dari alat tersebut dan terpisah dari batang dan dedaunan padi
yang hancur.
41. Nurut banyu [nurUt bA¥u]
Makna kultural nurut banyu berasal dari kata turut yang menurut
informan berasal dari akronim tut uga ngruntut yang berarti mengikuti
dengan membenarkannya. Hal ini dikarenakan aktivitas nurut banyu
dilakukan dengan menyusuri atau mengikuti aliran sungai dengan
110 Informan: Mami, 29 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
111Informan: Paiman Sularto, 9 Mei 2016.
139
berjalan di pinggirannya dan membawa cangkul112
, mengikuti aliran
air ada yang tersumbat atau tidak, jika ada yang tersumbat dibenahi
menggunakan cangkul agar tidak tersumbat lagi113
. Nurut banyu
dilakukan agar airnya mengalir deras dan nantinya dapat mengaliri
sawah114
.
42. Nyêbar winih [¥|bAr winIh]
Makna kultural nyêbar winih berasal dari kata sêbar yang bermakna
menaburkan secara menyeluruh, hal ini dikarenakan menurut
informan nyêbar winih dilakukan dengan cara menabur-naburkan
benih padi secara menyeluruh agar rata pada sawah yang siap untuk
disebari benih, sebelum nyêbar winih gabah dipêp selama dua hari
dua malam115
dan untuk mempersiapkan benih padi untuk ditanam.
Nyêbar winih dilakukan dengan cara membawa gabah yang telah
tumbuh ke sawah kemudian menaruhnya ke dalam tumbu „wadah
kecil yang terbuat dari bambu‟, kemudian melempar-lemparkan gabah
ke ler-leran „tanah yang sudah halus, siap‟ yang sudah disiapkan
untuk disebari benih padi116
. Gabah dilempar-lemparkan atau disebar
dengan menggunakan tangan, tangan mengambil segenggam gabah
kemudian melemparkan gabah sedikit demi sedikit bisa melemparkan
dari atas dekat telinga ke bawah atau dari bawah dekat pinggang ke
112 Informan: Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016.
113 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
114 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
115 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Tinem, 30 April 2016.
116 Informan: Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016.
140
atas, hal itu dilakukan secara bergantian tergantung jarak dan arah
yang dituju, serta gabah dapat menyebar secara merata pada ler-leran.
Apabila winih „benih‟ yang disebar sudah berumur seminggu maka
benih harus diberi pupuk agar subur. Setelah itu petani harus
menunggu selama 20 hari agar benih siap untuk didhaut „dicabut‟
yang kemudian akan ditandur „ditanam‟.
43. Nyêlèpne [¥|lEpne]
Makna kultural nyêlèpne berasal dari kata sêlèp, hal ini dikarenakan
aktivitas nyêlèpne dilakukan untuk membersihkan kulit padi agar
menjadi beras dengan menggunakan alat yang dinamakan sêlèp, sêlèp
yaitu alat pertanian untuk memisahkan gabah dari kulitnya, alat ini
berbahan bakar solar yang terbuat dari lempengan besi, yang di
atasnya terdapat corongan untuk memasukkan gabah dan di samping
ada dua jalan keluarnya untuk keluarnya beras dan katul ‘kulit padi
yang menjadi halus‟. Nyêlèpne dilakukan setelah gabah „bulir-bulir
padi‟ dipeme „dijemur‟ kering117
. Nyêlèpne dilakukan dengan cara
membawa gabah yang telah kering ke selepan118
kemudian
memasukkan gabah ke mesin selep agar kulit gabah terpisah dari
isinya dan beberapa menit kemudian keluarlah beras yang sudah
bersih dari kulitnya.
117 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Sudarsih, 28 April 2016; Mami, 29
April 2016. 118
Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
141
44. Nyêmprot [¥|mprOt]
Makna kultural nyêmprot menurut informan berasal dari akronim
nyêmbur uga nyeproti yang bermakna menyembur dan membasahi
dengan air sedikit demi sedikit, hal ini dikarenakan aktivitas nyêmprot
dilakukan dengan membawa tangki semprot ke sawah, tangki diberi
isi obat yang dicampur dengan air digendong kemudian obat dalam
tangki disembur-semburkan ke tanaman padi, obat cair menyembur
sedikit demi sedikit agar obat tersebut dapat merata119
untuk seluruh
petakan sawah. Nyêmprot dilakukan agar hama seperti: walang,
wereng, dan ulat mati120
. Nyêmprot tidak hanya untuk hama saja
namun nyêmprot dilakukan untuk membasmi gulma seperti: suket
semanggi, suket lancangan, suket lompongan dengan cara yang sama
seperti menyemprot hama121
. Saat nyêmprot obat yang digunakan
berbeda-beda tergantung apa yang dibasmi, membasmi dan obat apa
yang cocok untuk digunakan, walang menggunakan obat arivo,
wereng menggunakan obat starban, ulat dengan obat kuciwan, suket
semanggi obatnya ali, suket lancangan obatnya kliper, sedangkan
suket lompongan dengan obat vedomin122
.
45. Nyilir [¥ilIr]
Makna kultural nyilir berasal dari kata silir yang bermakna berangin,
119 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
120 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Paiman Sularto, 9 Mei 2016;
Warsino, 16 Mei 2016. 121
Informan: Warsino, 16 Mei 2016. 122
Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
142
menurut informan aktivitas ini hanya dilakukan saat ada angin dengan
cara mengangin-anginkan bulir-bulir padi agar bersih, maka
dinamakan nyilir.
Nyilir dilakukan saat meme gabah, nyilir dilakukan dengan cara
mengambil gabah „bulir-bulir padi‟ kemudian diwadahi tenggok
„wadah besar yang terbuat dari bambu‟123
, namun tidak memenuhi
tenggok hanya setengahnya saja kemudian tenggok yang berisi gabah
diangkat menggunakan kedua tangan sampai ke atas dekat dengan
dahi setelah itu gabah dijatuhkan sedikit demi sedikit. Nyilir biasanya
dilakukan saat ada angin semilir124
. Nyilir dilakukan agar gombongan
„bulir-bulir gabah namun tidak ada isinya‟ terpisah dari gabah yang
berisi.
46. Nyosrok [¥OsrOk]
Makna kultural nyosrok berasal dari kata sosrok, sosrok yaitu alat
yang berupa lempengan besi tipis yang bolong-bolong dengan
pegangan panjang dari kayu, disebut sosrok karena menurut informan
saat alat tersebut didorong maju dan dimundurkan untuk membuat
rumput mati terdengar bunyi srok-srok-srok.
Nyosrok dilakukan petani setelah tandur, karena banyak rumput
pengganggu yang tumbuh berdekatan dengan tanaman padi. Nyosrok
dilakukan untuk membuat mati rumput penganggu menggunakan
123 Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016.
124 Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016.
143
sosrok125
. Nyosrok dilakukan petani dengan memegang sosrok di
depan kemudian mendorong-dorongnya maju mundur126
. Hal itu
dilakukan agar rumput mati127
dan tidak menganggu pertumbuhan
tanaman padi karena rumput akan menyerap nutrisi, pupuk yang
diberikan untuk tanaman padi.
47. Nyunggi pari [¥uGgi pAri]
Makna kultural nyunggi pari berasal dari kata sung yang bermakna
atas. Aktivitas ini dilakukan dengan membawa batang padi dengan
menaruhnya di atas kepala128
. Jadi dinamakan nyunggi pari.
48. Panèn [pAnEn]
Makna kultural panèn menurut informan adalah mengunduh di sawah,
panèn dilakukan saat tanaman padi berumur tiga bulan dengan catatan
padi sudah tua, menguning dan merunduk129
. Saat panèn, pertama-
tama yang dilakukan yaitu memangkas batang padi kemudian
merontokkannya menggunakan rèntèg atau tlèsêr130
. Setelah gabah
dirèntèg, gabah diaraki „sisa-sisa dedaunan diambili‟, kemudian
dipukul-pukul yang biasa disebut gêbug kawul, setelah gêbug kawul,
gabah diayak „disaring agar sisa dedaunan hilang‟ jika gabah sudah
125 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
126 Informan: Sudarsih, 28 April 2016.
127 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016.
128 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
129 Informan: Tinem, 30 April 2016; Kamiyem, 27 April 2016.
130 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016;
Warsino, 16 Mei 2016.
144
bersih dimasukkan ke dalam karung dibawa pulang kemudian
dijemur131
. Sedangkan sawahnya digarap kembali dengan mbabati
dangkele damen „memangkas batang damen bagian bawah‟, kemudian
maculi lalu ditamping alir agar bersih, kalau itu sudah baru ditraktor
lagi lalu jadi ler-leran „sawah yang siap ditanami‟132
.
49. Pêlakan [p|lA?An]
Makna kultural pêlakan berasal dari kata pêlak yang bermakna anyar
„baru‟, hal ini dikarenakan menurut informan aktivitas pêlakan yakni
mulainya para petani menggarap sawah kembali setelah panen agar
sawah menjadi baru dan siap untuk ditanami kembali, pêlakan
dilakukan dengan cara mencangkul, mluku, nggaru seluruh petakan
sawah 133
.
50. Sulam [sulAm]
Makna kultural sulam menurut informan bermakna menambal, yang
dianalogikan sama seperti menyulam baju dengan menambal baju
yang bolong dengan kain agar baju tidak bolong lagi dan telihat rapi.
Sulam dilakukan petani setelah tandur, sulam dilakukan karena tandur
„menanam padi‟ tidak merata, masih ada titik-titik yang seharusnya
ditanami bibit padi namun masih kosong belum tertanami bibit padi.
131 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
132 Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016;
Warsino, 16 Mei 2016. 133
Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Sudarsih, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016; Tinem, 30 April 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
145
Sulam dilakukan dengan cara mencabut sebagian bibit padi yang yang
telah ditandur „ditanam‟ dalam lubang yang sama, dengan catatan
bibit padi dalam satu lubang tersebut banyak atau terlalu banyak,
kemudian tanaman padi yang diambil tadi untuk mengisi ruang tempat
menanam padi yang masih kosong atau tanaman padi yang
ditancapkan di titik tersebut baru sedikit atau sudah mati134
. Sulam
dilakukan agar nantinya saat panen petani mendapat hasil padi yang
melimpah135
, karena tanah yang tadinya tidak tertanami padi atau baru
sedikit ditanami padi sudah ditanami padi semuanya.
51. Tandur [tAndUr]
Makna kultural tandur menurut informan berasal dari jarwa dhosok
nata karo mundur136
yang bermakna menata padi dengan mundur
karena aktivitas ini dilakukan dengan menancapkan bibit padi dan
menatanya kemudian mundur ke belakang dan menancapkan bibit lagi
begitu seterusnya, jadi dinamakan tandur.
Tandur dilakukan jika bibit padi yang disebar telah berumur kira-kira
20-25 hari137
. Tandur dilakukan setelah bibit padi didhaut „dicabut‟
kemudian dibanjarne „diletakkan di ler-leran (sawah yang siap untuk
ditanami)‟. Tandur dilakukan dengan menancapkan 2 atau 3 bibit padi
ke endhut „tanah yang basah‟ di sawah138
dengan menatanya setelah
134 Informan: Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016; Warsino, 16 Mei 2016.
135 Informan: Wiryo Diharjo, 9 Mei 2016.
136 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
137 Informan: Tinem, 30 April 2016.
138 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Tinem, 30 April 2016.
146
itu mundur ke belakang dan menancapkan bibit lagi begitu
seterusnya139
, tandur bisa dilakukan dengan cara mbèrok dan
ngêblak140
, Mbèrok dilakukan dengan menanam padi menggunakan
bantuan kentheng „tali‟141
, mbèrok dilakukan sebelum ngêblak
„menanam padi dengan menggunakan blak‟. Mbèrok dilakukan agar
bibit padi yang ditanam bisa sejajar142
dan bisa menjadi acuan saat
melakukan ngêblak. Ngêblak dilakukan agar tanaman padi bisa sejajar
jaraknya143
.
52. Tandur ngabyak [tAndUr GAbyA?]
Makna kultural tandur ngabyak berasal dari jarwa dhosok nata karo
mundur yang bermakna menata padi dengan mundur karena aktivitas
ini dilakukan dengan menancapkan bibit padi dan menatanya
kemudian mundur dan dikarenakan aktivitas tandur ini dilakukan
dengan menancapkan bibit dengan menata namun sekenanya dan
seenaknya sendiri yang biasa disebut ngabyak. Maka dinamakan
tandur ngabyak.
Tandur ngabyak dilakukan dengan cara menancapkan bibit padi
sekenanya dan seenaknya sendiri, tidak menggunakan bantuan alat
139 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
140 Informan: Mami, 29 April 2016.
141 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016. 142
Informan: Marto Taruno, 28 April 2016; Sudarsih, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016.
143 Informan: Kamiyem, 27 April 2016; Marto Taruno, 28 April 2016; Mami,
29 April 2016.
147
blak „papan kayu‟ maupun kênthêng „tali‟144
. Tandur ngabyak
dilakukan agar pekerjaan menanam padi cepat selesai145
.
53. Tapèn [tApEn]
Makna kultural tapèn menurut informan berasal dari akronim ngètap-
ngètapake bèn èdi–pèni yang bermakna mengebat-ngebatkan agar
bagus, hal ini dikarenakan aktivitas tapèn dilakukan dengan cara
mengebat-ngebatkan tampah yang berisi gabah „bulir-bulir padi‟ hal
itu dilakukan untuk membuang gombongan „bulir-bulir gabah namun
tidak ada isinya‟ agar terpisah dari gabah yang berisi serta akan
menyisakan gabah-gabah yang seluruhnya bagus atau yang berisi146
,
yang nantinya bila satu karung gabah bersih dari gombongan disêlèp
„membuang kulit gabah dengan alat sêlèp‟ maka akan berisi banyak
beda jika gabah belum bersih maka satu karung saat disêlèp akan
terisi sedikit147
.
C. Pola Pikir, Pandangan Hidup, dan Pandangan terhadap Dunia
Masyarakat Petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan,
Kabupaten Karanganyar
Ahimsa dalam Abdullah (2014: 17) mengemukakan bahwa pola pikir
adalah pengetahuan suatu masyarakat yang isinya antara lain klasifikasi-
klasifikasi, aturan-aturan, prinsip-prinsip, yang sebagaimana dinyatakan
144 Informan: Kamiyem, 27 April 2016.
145 Informan: Warsino, 16 Mei 2016.
146 Informan: Mami, 29 April 2016; Tinem, 30 April 2016.
147 Informan: Tinem, 30 April 2016.
148
melalui bahasa. Dalam konsep Durkheim, konsep pola pikir dapat
mengacu pada pikiran kolektif masyarakat, yaitu dipahami sebagai suatu
gagasan yang telah dimiliki sebagian besar warga masyarakatnya yang
sudah bukan lagi bentuk pikiran tunggal mengenai suatu hal yang khas,
tetapi umumnya telah berkaitan dengan gagasan lain sejenis, sehingga
menjadi suatu kompleks gagasan (Koentjaraningrat, 1996: 85-86).
Pencermatan melalui ekspresi verbal dan nonverbal dalam bahasa dan
budaya masyarakat tertentu akan dapat menguak pola pikir yang
dimilikinya secara turun-temurun (Abdullah, 2014: 18).
Bahasa merupakan jalan yang paling mudah untuk sampai pada sistem
pengetahuan (cognition system) suatu masyarakat, yang isinya antara lain
klasifikasi-klasifikasi, aturan-aturan, prinsip-prinsip, dan sebagainya.
Dalam bahasa inilah tersimpan nama-nama berbagai benda yang ada di
lingkungan manusia, sebab melalui proses ini manusia lantas dapat
“menciptakan” keteraturan dalam persepsinya atas lingkungan
ekologisnya. Dari nama-nama ini dapat diketahui patokan apa yang
dipakai oleh suatu masyarakat untuk membuat klasifikasi, yang berarti
juga kita dapat mengetahui “pandangan hidup” pendukung kebudayaan
suatu masyarakat. Selanjutnya klasifikasi ini tidak hanya menyangkut
objek-objek atau benda-benda, namun juga mengenai cara-cara, tempat-
tempat, kegiatan-kegiatan, pelaku-pelaku, tujuan-tujuan dan sebagainya.
(Abdullah, 2014: 14-15). Pandangan hidup itu sendiri adalah konsep yang
dimiliki seseorang atau golongan dalam masyarakat yang bermaksud
149
menanggapi dan menerangkan segala masalah di dunia ini (KBBI, 2008:
1011).
Oktavianus mengemukakan bahwa cara pandang dunia penuturnya
memperlihatkan keterkaitan bahasa dan budaya dalam menafsirkan
pandangan dunia. Melalui sistem gramatika, atau melalui unit lingualnya
sebagai pembentuk sebuah struktur wacana dapat diamati di balik pola
pikir masyarakat yang ditampilkan dalam budaya. Oleh karena itu analisis
terhadap unit lingual sangat penting untuk menguak aspek sosiokultural
suatu komunitas karena relasi antar unit lingual dengan nilai budaya
bersifat multidireksional (Abdullah, 2014: 16-17). Adapun pandangan
terhadap dunia adalah bagaimana masyarakat memandang dunia yaitu
bumi dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya.
1. Pola Pikir, Pandangan Hidup, dan Pandangan terhadap Dunia
Masyarakat Petani terkait Aktivitas Sebelum Menanam Padi.
Para petani di Desa Bangsri memiliki pola pikir berupa
klasifikasi-klasifikasi, prinsip-prinsip, dan aturan-aturan sebelum
menanam padi mempersiapkan gabah yang akan dijadikan benih yang
nantinya akan ditanam kembali dan mempersiapkan sawah yang akan
ditanami. Persiapannya dimulai dengan memilih gabah, gabah yang
dipakai untuk benih adalah gabah yang baik dan bagus karena mereka
memiliki pandangan hidup jika apa yang ditanam bagus maka
hasilnya akan bagus dan baik pula. Masyarakat petani Desa Bangsri
memiliki prinsip-prinsip dan aturan-aturan, setelah memilih gabah
yang dijadikan benih, gabah tersebut harus dijemur sampai kering
150
kemudian direndam. Cara merendam gabah yang dilakukan petani
satu dan petani lainnya berbeda-beda, ada yang setelah dijemur kering
langsung dimasukkan ke dalam ember yang berisi air dingin, ada pula
yang menggunakan air mendidih saat merendam gabah, yang
sebelumnya air mendidih dimasukkan garam sedikit setelah itu gabah
dimasukkan, garam dipercaya dapat memperbanyak dan mempercepat
tumbuhnya gabah. Gabah direndam selama satu hari satu malam
dalam ember atau bak, kemudian setelah itu gabah bisa diangkat untuk
selanjutnya dipêp „menutup rapat agar tidak terkena angin ‟dalam
karung dan di atas gabah diberi daun sarilaya selanjutnya karung bisa
ditutup rapat, setelah itu karung yang berisi gabah dimasukkan ke
dalam tenggok dan disimpan di tempat yang lembab selama dua hari.
Ngêpêp gabah dilakukan agar gabah tidak terkena angin yang
nantinya akan membuat gabah menjadi lembab dan dapat tumbuh.
Aktivitas-aktivitas meme gabah, ngêkum gabah dan ngêpêp gabah
dilakukan karena masyarakat Desa Bangsri memiliki prinsip (dasar
bertindak) agar gabah yang dijadikan benih dapat tumbuh dan akar-
akarnya muncul. Jika sudah dua hari gabah sudah mulai tumbuh maka
gabah siap untuk disebar. Gabah dibawa ke pinihan „sawah menanam
benih padi‟ yang sudah petani siapkan hari-hari sebelumnya.
Pandangan terhadap dunia masyarakat petani Desa Bangsri yakni
masyarakat petani menyebar benih di sawah berupa tanah yang subur,
tanah merupakan bagian dari dunia, menyebar benih di tanah yang
subur dan gembur akan membuat benih dapat tumbuh subur pula,
151
sehingga dapat mempercepat proses menanam padi dengan begitu
tanaman padi akan cepat berbuah.
Gabah dilempar-lemparkan atau disebar dengan menggunakan
tangan, gabah disebar secara merata. Apabila winih „benih‟ yang
disebar sudah berumur seminggu maka benih harus diberi pupuk,
memberi pupuk adalah salah satu ikhtiar para petani agar benih dapat
tumbuh subur. Setelah itu petani harus menunggu selama 20 hari agar
benih siap untuk didhaut „dicabut‟ yang kemudian akan ditandur
„ditanam‟. Selagi menunggu benih tumbuh, petani harus
mempersiapkan lèr-lèran „sawah yang siap ditanami‟ dengan ngalisi
„mencangkul pematang sawah agar bersih dan rumputnya mati‟
kemudian setelah itu mopok „menempelkan tanah basah ke pematang
sawah lalu menghaluskannya agar pematang sawah menjadi baru dan
nantinya air tidak bocor namun tetap menggenangi sawah, kemudian
nampingi „mencangkul pematang sawah bagian tepi yaitu tamping agar
bersih dan tidak ada rumput‟. Kemudian sawah dicangkul dan diluku
agar tanahnya dapat terbalik dan gembur, setelah itu digaru agar tanah
melumat dan gembur. Masyarakat petani melakukan aktivitas macul,
ngluku, nggaru agar tanah subur dan gembur, hal ini dilakukan karena
mereka memiliki pandangan bahwa menanam padi harus di tempat
yang baik atau subur agar tanaman dapat tumbuh baik dan lebat jika
tanaman padi tumbuh subur dan baik maka hasil yang diperoleh
melimpah. Setelah nggaru „membajak sawah menggunakan garu‟
petani melakukan kèrik yang dilakukan dengan menghaluskan sawah
152
menggunakan papan kayu agar sawah menjadi rata, tidak ada rumput,
serta memudahkan proses saat menanam padi. Jika sudah 20 atau 25
hari benih padi sudah mulai lebat, saat itulah waktunya petani untuk
ndhaut „mencabut benih padi‟ kemudian dipocongi „diikat‟ setelah itu
benih dibanjari yaitu ikatan benih dibagi-bagi dan dilemparkan ke lèr-
lèran sesuai dengan luasnya agar memudahkan saat petani tandur
„menanam padi‟ karena benih sudah ada didekat tidak perlu
mengambil jauh-jauh. Setelah itu petani mencari hari yang tepat untuk
tandur dan mencari orang untuk membantunya menanam padi karena
petani tak mampu melakukannya sendiri ia butuh bantuan buruh tani
agar pekerjaan menanam padi cepat selesai.
2. Pola Pikir, Pandangan Hidup, dan Pandangan terhadap Dunia
Masyarakat Petani terkait Aktivitas Saat Menanam Padi.
Tandur bisa dilakukan dengan dua cara yaitu pertama, tandur
ngabyak. Tandur ngabyak dilakukan dengan cara menancapkan bibit
padi sekenanya dan seenaknya sendiri, tidak menggunakan bantuan
alat blak „papan kayu‟ maupun kênthêng „tali‟, tandur ngabyak
dilakukan agar pekerjaan menanam padi cepat selesai. Sedangkan yang
kedua yaitu tandur dengan cara mbèrok kemudian ngêblak, mbèrok
adalah menancapkan padi dengan menggunakan bantuan kentheng „tali
panjang dengan bulatan-bulatan kecil yang masing-masing jarak
bulatan kecil kira-kira 20 cm‟. Kentheng diulur memanjang satu garis
lurus pada kedhokan „petakan sawah‟ kemudian pegangan kentheng
ditancapkan pada endhut kedhokan „tanah yang basah di petakan
153
sawah‟. Di samping setiap bulatan-bulatan kecil ditanami bibit padi
terlebih dahulu mengikuti satu garis lurus kentheng. Mberok dilakukan
agar bibit padi yang ditanam bisa sejajar dan bisa menjadi acuan saat
melakukan ngêblak. Ngêblak yaitu menanam padi menggunakan blak,
blak adalah papan panjang yang terbuat dari bambu yang memiliki
garis-garis warna, yang masing-masing garis mempunyai jarak 20-25
cm. Ngêblak dilakukan petani dengan cara meletakkan papan panjang
di samping kentheng namun dengan arah terbalik. Jika kentheng
diletakkan secara horizontal maka blak diletakkan secara vertikal,
kemudian petani dapat menancapkan benih padi pada êndhut „tanah
yang basah‟ di samping garis-garis pada blak yang telah disediakan,
jika sudah selesai satu garis lurus pada blak maka petani akan
memindahkan blak ke belakang ke acuan padi yang sudah diberok
sebelumnya. Hal itu dilakukan secara berulang-ulang sampai
sakêdhokan „sepetak‟ penuh dan berlaku untuk seluruh petakan sawah.
Ngêblak dilakukan agar tanaman padi bisa sejajar jaraknya, dengan
begitu akan memudahkan petani untuk melakukan aktivitas
selanjutnya yaitu nyosrok „membersihkan rumput pada petakan sawah
menggunakan alat yaitu sosrok‟. Masyarakat petani Desa Bangsri
berpandangan bahwa jika jarak tanaman padi sama dan sejajar maka
hasil padi yang didapatkan bagus karena tanaman padi bisa tumbuh
sama dengan pupuk yang merata serta akar tanaman tidak berebutan
asupan air.
154
3. Pola Pikir, Pandangan Hidup, dan Pandangan terhadap Dunia
Masyarakat Petani terkait Aktivitas Sesudah Menanam Padi
Saat tandur sudah selesai petani biasanya melakukan sulam, sulam
dilakukan karena tandur tidak merata, masih ada titik-titik yang
seharusnya ditanami bibit padi namun masih kosong belum tertanami
bibit padi. Sulam dilakukan dengan cara mencabut sebagian bibit padi
yang yang telah ditandur „ditanam‟ dalam lubang yang sama, dengan
catatan bibit padi dalam satu lubang tersebut banyak atau terlalu
banyak, kemudian tanaman padi yang diambil tadi untuk mengisi
ruang tempat menanam padi yang masih kosong atau tanaman padi
yang ditancapkan di titik tersebut baru sedikit atau sudah mati. Sulam
dilakukan masyarakat petani Desa Bangsri karena mereka
berpandangan bahwa aktivitas sulam nantinya ketika panen membuat
petani mendapat hasil padi yang melimpah, karena tanah yang tadinya
tidak tertanami padi atau baru sedikit ditanami padi sudah ditanami
padi semuanya.
Sesudah menanam padi, petani tidak hanya menunggu padinya tumbuh
sampai panen begitu saja, namun para petani berikhtiar dengan
merawat tanaman padinya agar tumbuh lebat dan subur. Petani
merawatnya dengan memberikan pupuk, memberi pupuk adalah
sebuah ikhtiar para petani, karena mereka berpandangan jika tanaman
padi diberi nutrisi dari pupuk-pupuk maka tanaman padi yang
ditanamnya akan tumbuh subur, tak lupa petani melakukan aktivitas
matun ataupun nyosrok. Matun dilakukan setelah tandur, karena mulai
155
banyak rumput yang tumbuh berdekatan dengan tanaman padi. Matun
adalah mencabut rumput penganggu di sawah, rumput didakuri dan
dirawuti menggunakan tangan. Matun dilakukan agar rumput tidak
menganggu pertumbuhan tanaman padi, karena rumput akan menyerap
nutrisi, pupuk yang diberikan untuk tanaman padi. Matun dilakukan
jika rumputnya tidak terlalu banyak jika sangat banyak lebih baik
membersihkan rumput dengan nyosrok atau nglandhak karena akan
lebih cepat dan tidak pegal karena nyosrok atau nglandhak tidak perlu
membungkukkan badan seperti saat matun. Selain merawat tanaman
padinya dengan memberikan pupuk, petani menjaga tanaman padinya
dengan memberi air karena pandangan masyarakat petani Desa
Bangsri terhadap dunia yakni, air adalah salah satu sumber kehidupan
di dunia tanpa air sesuatu yang hidup tak akan bisa bertahan,
pemberian air agar tanaman padi tidak mati yang dilakukan dengan
cara ngêlêpi, ngêlêpi dilakukan untuk mengaliri sawah dengan air
sungai, terlebih dahulu petani nurut banyu „mengikuti arus air‟ di
sungai, kalau air sudah mengalir di sungai, galengan paling atas
dibedah agar air dapat mengaliri sawah. Ngêlêpi dilakukan agar air
dapat masuk ke sawah dan menggenangi tanaman padi yang nantinya
diharapkan tanah menjadi basah, tanaman padi dapat hidup dan
tumbuh subur. Setiap hari harus dialiri secara merata lalu setiap
beberapa hari sekali air harus diasatkan agar akarnya ke atas, lalu
dialiri kembali. Saat tanaman padi mulai banyak hama, seperti:
walang, wereng, dan ulat dan gulma gulma seperti: suket semanggi,
156
suket lancangan, suket lompongan yang mengganggu pertumbuhan
tanaman padi, saat itulah petani melakukan nyêmprot untuk membasmi
hama dan gulma, karena hama dan gulmanya bermacam-macam, obat
yang disemprotkan pun bermacam-macam tergantung apa yang
dibasmi, walang menggunakan obat arivo, wereng menggunakan obat
starban, ulat dengan obat kuciwan, suket semanggi obatnya ali, suket
lancangan obatnya kliper, sedangkan suket lompongan dengan obat
vedomin. Dengan menyemprot para Petani menharapkan hama dan
gulma dapat mati dan tidak akan menganggu pertumbuhan tanaman
padi, dan hasil yang didapat akan melimpah. Aktivitas ngrabuk,
matun, nyosrok, nglandhak, ngêlêpi, nyêmprot merupakan ikhtiar
masyarakat petani yang dilakukan untuk merawat tanaman padi supaya
tanaman padi tetap bisa hidup, karena petani hanya bisa berusaha
untuk merawat padi dengan sungguh-sungguh, yang menentukkan
berhasil atau tidaknya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Pandangan
terhadap dunia masyarakat di Desa Bangsri yakni jika tanaman padi
dirawat secara baik dengan aktivitas ngrabuk, matun, nyosrok,
nglandhak, ngêlêpi, nyêmprot maka tanaman padi bisa tumbuh dengan
baik dan nantinya para petani dapat mengunduh hasilnya atau biasa
disebut panèn sehingga hasil panèn para petani di Desa Bangsri berupa
padi yang nantinya menjadi beras dapat dimakan manusia sedangkan
batang padi digunakan sebagai pakan ternak seperti sapi, bekatulnya
bisa untuk pakan ayam. Manusia, sapi, ayam merupakan bagian dari
dunia.
157
4. Pola Pikir, Pandangan Hidup, dan Pandangan terhadap Dunia
Masyarakat Petani Saat Panen dan Setelah Panen.
Saat masa panen tiba para petani meyambutnya dengan penuh suka
cita karena akan menuai apa yang telah ia tanam dan rawat dengan
penuh kesabaran dan keikhlasan, petani dapat memanen dengan
berbagai cara yaitu ngênèni, ngêrit, nggêpyoki, ngrèntèg, atau pun
nlèsêr. Ngênèni dilakukan sebelum para petani mengenal ngêrit
„memangkas batang padi menggunakan sabit‟. Ngênèni yaitu
memotong satu per satu batang padi menggunakan ani-ani, sekarang
sudah tidak dilakukan lagi karena membutuhkan waktu yang terlalu
lama. Setelah para petani mengenal penggunaan sabit untuk ngêrit
„memangkas batang padi‟, petani lebih memilih memangkas padi
dengan cara ngêrit karena saat ngêrit, segenggam padi dapat dipangkas
sekaligus hal itu akan lebih cepat selesai dan menghemat waktu.
Setelah batang padi sudah dipangkas hal dilakukan petani selanjutnya
adalah merontokkan bulir-bulir padi, dan batang padi bisa digunakan
untuk pakan ternak seperti sapi dan kerbau. Para petani pun memiliki
berbagai cara untuk merontokkan padi yaitu nggêpyoki, ngrèntèg, atau
pun nlèsêr. Nggêpyoki pari dilakukan dengan cara memukul-mukulkan
batang padi yang berisi bulir-bulir padi ke batu, hal itu dilakukan
secara berulang-ulang sampai bulir-bulir padi rontok dari batangnya.
Namun sekarang nggêpyoki pari sudah jarang dilakukan, hal itu
dikarenakan nggêpyoki pari membutuhkan banyak waktu dan
menguras tenaga, selain itu semakin canggih alat perontok padi
158
mendorong masyarakat petani Desa Bangsri untuk menggunkan alat
tersebut karena tidak membutuhkan waktu lama dan tidak begitu
menguras banyak tenaga seperti halnya nggêpyoki pari . Alat perontok
padi tersebut yakni rèntèg dan tlèsêr, kedua alat tersebut yang cukup
efisien dibandingkan cara nggêpyoki pari yang dianggap tradisional.
Ngrèntèg, atau pun nlèsêr sama-sama menggunakan besi lancip dan
tajam seperti paku untuk merontokkan bulir-bulir padi, namun
ngrèntèg dibanding nlèsêr lebih cepat selesai nlèsêr saat merontokkan
padi karena nlèsêr menggunakan bahan bakar solar sedangkan
ngrèntèg harus diayuh oleh tenaga manusia, selain itu jika
menggunakan tlèsêr bulir-bulir padi sudah langsung bersih dan
terpisah dengan sisa dedaunan padi beda halnya dengan menggunakan
rèntèg, bulir-bulir padi masih tercampur dengan sisa dedaunan padi
dan petani harus melakukan aktivitas ngaraki, gebug kawul, ngayaki,
karena hal-hal itulah petani harus mengeluarkan uang lebih banyak
saat nlèsêr dibanding ngrèntèg. Ngaraki, gebug kawul, ngayaki
dilakukan karena bulir-bulir padi masih tercampur dengan dedaunan
padi, maka pertama melakukan ngaraki, ngaraki yaitu mengambil dan
mengumpulkan sisa dedaunan, yang kemudian akan dilakukan
aktivitas gebug kawul dengan cara memukul-mukul sisa dedaunan padi
yang tadi sudah diaraki agar bulir-bulir rontok seluruhnya karena saat
ngrèntèg ada sebagian bulir-bulir padi yang belum rontok. Gebug
kawul dilakukan karena masyarakat petani di Desa Bangsri
berpandangan bahwa bulir-bulir padi tidak boleh terbuang sia-sia
159
karena eman-eman „sayang‟, dan nantinya hasil gebug kawul bisa
menambah hasil panen untuk dijual atau dimakan. Setelah dipukul-
pukul maka bulir-bulir padi yang tercampur sisa dedaunan diayak
menggunakan tampah bolong-bolong agar bulir-bulir padi dapat
terpisah dengan sisa dedaunan hal ini dilakukan agar nantinya
memudahkan saat menjemur gabah. Setelah panen di sawah selesai,
bulir-bulir padi dapat dibawa pulang untuk segera dijemur, para petani
segera menjemurnya agar bulir-bulir padi tidak tumbuh lagi dan cepat
kering sehingga akan memudahkan untuk disimpan untuk persediaan
makanan dan persediaan benih untuk ditanam kembali atau diselepne
„dibuang kulitnya agar menjadi beras‟ agar bisa dikonsumsi semua
orang. Menjemur bulir-bulir padi tidak hanya menjemur begitu saja
namun harus ditempatkan di tempat yang panas, diratakan tipis-tipis
dan sering-sering diosak-asik „dibolak-balik‟ karena masyarakat petani
berpandangan bahwa jika gabah kering secara merata hasil diselepne
akan bagus namun jika tidak kering merata, saat gabah diselepne beras
akan jelek dan berwarna kehitam-hitaman. Mereka memiliki
pandangan terhadap dunia, jika beras bagus nantinya bisa dijual dan
untuk konsumsi banyak orang.
Setelah panen usai petani memikirkan akan menggarap sawahnya
kembali dengan mempersiapkan benih yang akan ditanam dan sawah
yang akan ditanami.