bab i pendahuluan -...

43
1 BAB I PENDAHULUAN “Madondong duambongi anna matea‟ mau ana‟u mau appou, da muannai menjari Mara‟dia mua‟ tania to namaasayangngi litaq, da muannai dzai‟ dipe‟uluang mua‟ masu‟angi pulu-pulunna, mato‟dori kedzona, apa iyamo tu‟u namarrupu-ruppu‟ banua” 1 I Mayangbungi Mara’dia Mandar 2 A. Latar Belakang Berbeda dengan beberapa daerah di Indonesia, ketika Liberalisasi Politik dan Desentralisasi membuka kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk turut berkontestasi dalam Pilkada dan Pemilu. Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru, kembali muncul sebagai aktor dalam arena politik lokal. Fenomena kembalinya para elit bangsawan lokal kedalam tampuk kekuasaan seperti yang terjadi di Bima, Ternate, Bone, Wajo, Jeneponto, Soppeng dan beberapa daerah lainnya, berbeda dengan yang terjadi di Polewali Mandar, dimana politik lokal hanya dikuasai oleh tiga klan keluarga yang bukan dari trah Raja atau Bangsawan lokal. Ketiga klan keluarga yang mendominasi sirkulasi elit di Polewali Mandar tersebut merupakan keturunan dari Bupati-Bupati Polewali Mamasa atau yang sejak tahun 2005 bernama Kabupaten Polewali Mandar. 3 1 Pesan terakhir Raja Pertama Balanipa yang berarti Besok atau lusa manakala saya mangkat, walau dia itu anakku ataupun cucuku, janganlah hendaknya diangkat menjadi raja, kalau bukan orang cinta pada tanah air dan rakyatnya, dan jangan pula diangkat seseorang menjadi raja apabila ia mempunyai tutur kata yang kasar, perbuatan dan tindakan yang kasar pula, karena orang yang demikian yang akan menghancurkan negeri”. 2 I Mayangbungi atau yang bergelar To dilaling merupakan raja pertama kerajaan Balanipa. 3 Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2004, tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat, wiyah Mandar menjadi Provinsi tersendiri yakni Sulawesi Barat. Dan berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Mamasa. sehingga Nama Kabupaten Polewali Mamasa berubah Menjadi Kabupaten Polewali Mandar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2005 tentang Perubahan Nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Polewali Mandar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 160)

Upload: buingoc

Post on 19-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

1

BAB I

PENDAHULUAN

“Madondong duambongi anna matea‟ mau ana‟u mau appou,

da muannai menjari Mara‟dia mua‟ tania to namaasayangngi litaq,

da muannai dzai‟ dipe‟uluang mua‟ masu‟angi pulu-pulunna, mato‟dori kedzona,

apa iyamo tu‟u namarrupu-ruppu‟ banua”1

I Mayangbungi – Mara’dia Mandar2

A. Latar Belakang

Berbeda dengan beberapa daerah di Indonesia, ketika Liberalisasi Politik dan

Desentralisasi membuka kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk turut

berkontestasi dalam Pilkada dan Pemilu. Raja-raja lokal yang telah lama

termarjinalkan pada masa orde baru, kembali muncul sebagai aktor dalam arena

politik lokal. Fenomena kembalinya para elit bangsawan lokal kedalam tampuk

kekuasaan seperti yang terjadi di Bima, Ternate, Bone, Wajo, Jeneponto, Soppeng

dan beberapa daerah lainnya, berbeda dengan yang terjadi di Polewali Mandar,

dimana politik lokal hanya dikuasai oleh tiga klan keluarga yang bukan dari trah

Raja atau Bangsawan lokal. Ketiga klan keluarga yang mendominasi sirkulasi elit di

Polewali Mandar tersebut merupakan keturunan dari Bupati-Bupati Polewali

Mamasa atau yang sejak tahun 2005 bernama Kabupaten Polewali Mandar.3

1 Pesan terakhir Raja Pertama Balanipa yang berarti Besok atau lusa manakala saya mangkat, walau

dia itu anakku ataupun cucuku, janganlah hendaknya diangkat menjadi raja, kalau bukan orang cinta

pada tanah air dan rakyatnya, dan jangan pula diangkat seseorang menjadi raja apabila ia mempunyai

tutur kata yang kasar, perbuatan dan tindakan yang kasar pula, karena orang yang demikian yang akan

menghancurkan negeri”. 2 I Mayangbungi atau yang bergelar To dilaling merupakan raja pertama kerajaan Balanipa.

3 Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2004, tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat,

wiyah Mandar menjadi Provinsi tersendiri yakni Sulawesi Barat. Dan berdasarkan Undang-undang

Nomor 11 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Mamasa. sehingga Nama Kabupaten Polewali

Mamasa berubah Menjadi Kabupaten Polewali Mandar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74

Tahun 2005 tentang Perubahan Nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Polewali

Mandar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 160)

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

2

Klan Keluarga yang pertama adalah Masdar yang merupakan keturunan dari

Bupati Polewali Mandar yang kelima yakni Kol. H. Andi Saad Pasilong (1995-

1998)4 yang juga selama dua periode terakhir (2004-2008 dan 2008-2014) telah

menjabat sebagai Bupati Polewali Mandar. Klan keluarga yang kedua adalah Klan

Keluarga Mengga,5 yang merupakan keturunan dari Bupati Polewali Mandar yang

ketiga yakni Kol. S. Mengga (1980-1990). Dan Klan Keluarga yang terakhir adalah

Manggabarani6 yang merupakan keturunan dari Bupati Polewali Mandar yang

pertama yakni H. Andi Hasan Mangga (1960-1966) dan Bupati Polewali Mandar

yang keenam yakni Kol. H. Hasyim Manggabarani, SH. MM (1998-2003).

Tabel 1

DAFTAR BUPATI DEFINITIF DAN PEJABAT SEMENTARA BUPATI

POLEWALI MAMASA / POLEWALI MANDAR 7

NO BUPATI POLEWALI MAMASA/

POLEWALI MANDAR

MASA JABATA

(TAHUN) KETERANGAN

1

2

3

H. Andi Hasan Mangga

Letkol H.Abdullah Madjid

Drs. A.Samad Syuaib

1960 – 1966

1966 – 1979

1979 – 1980

PJS*

4 Kol. H. Andi Saad Pasillong merupakan Saudara Kandung dari Hj. Andi Suriayani Pasilong, yang

menikah dengan salah satu bangsawan yang ada di Mandar dan juga meruakan ketu DPRD Kab

Polewali Mamasa 1995-2000, sekaligus ketua umum Golkar pada masa itu. yakni H Masdar Pasmar,

kemudian anak Sulung dari mereka yakni Ali Baal Masda, menjadi Bupati Polewali Mandar selama

dua periode yakni periode 2004-2008 dan periode 2008-2014. 5 Anggota klan keluarga Mengga yang saat ini menduduki jabatan startegis antara lain Wakil

Gubernur Sulawesi Barat yakni Aladin S. Mengga yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina

Partai PDI-Perjuangan Sulaweis Barat dan Mayje (Purn) Salim S. Mengga anggota DPR-RI dari

Partai Demokrat dan Ervan Kamil Mengga Ketua DPC Partai Demokrat Polewali Mandar dan

Anggota DPRD Sulawesi Barat. 6 Walapun saat ini tak ada Klan dari keluarga Manggabarani yang menduduki jabatan strategis dalam

pemerintahan di tingkat lokal Polewali Mandar namun, dalam Pemilihan Bupati tahun 2008 salah satu

klan dari keluarga Manggabarani berhasil memperoleh suara terbanya kedua dan dalam pemilihan

Gubernur Sulbar keluarga Masdar menggunakan salah satu dari klan mereka yakni Zulkifli

Manggabarani sebagai Ketua Tim Pemenangan. Selain itu kebanyakan dari klan ini malah mendudki

jabatan yang tinggi ditingkat Nasional seperti WAKAPOLRI dan DIRJEN Kehutanan. 7 http://www.polewalimandarkab.go.id/. Diakses pada tanggal 11 juni 2012 pukul 10.00 wib.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Kol.(Purn) S. Mengga

Drs.H.Andi Kube Dauda

Drs.H.Tajuddin Noer

Kol.H.A.Saad Pasilong

Kol.H.Hasyim Manggabarani,SH,MM

Drs. H. Syahrul Syahruddin, MS

Drs.Ali Baal Masdar,M.Si

H.Mujirin M.Yamin, SE,MS

Drs.H.Ali Baal Masdar,M.Si

1980 - 1990

1990 – 1995

1995 - 1996

1995 - 1998

1998 - 2003

2003 - 2004

2004 - 2008

2004

2008 – 2014

PJS*

PJS*

PJS*

* PJS : Pejabat Sementara

Dalam kasus di Polewali Mandar kemunculan Elit Politik Lokal diawali

dengan terbentuknya Daerah Tingkat II Polewali Mamasa berdasarkan Undang-

undang Nomor 29 Tahun 1969 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II

Polewali Mamasa dengan ibukota Polewali. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1969, maka pemerintah menunjuk dan Melantik

Andi Hasan Mangga sebagai Bupati pertama Kabupaten Polewali Mamasa pada

tanggal 20 Februari 1960 sekaligus serah terima jabatan dari Mattotorang Dg.

Massiki selaku eks Residen Afdeling Mandar.

Dilantiknya Andi Hasan Mangga sebagai Bupati Polewali Mandar yang

pertama (1960-1966), menandai lahirnya sebuah kelompok Elit dengan kedudukan

tersebut sebagai sumber kekuasaannya, yang kemudian secara perlahan

menancapkan kekuasaanya. Namun perubahan arah politik di tingkat Nasional pada

kurun waktu 1966 mengakibatkan klan dari keluarga ini gagal dalam

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

4

mempertahankan kekuasaanya, fenomena politik segi tiga antara Soeharto ABRI dan

Golkar, membuat klan Bupati pertama yang tidak berasal dari kalangan ABRI

membuatnya harus digantikan oleh kelompok dari klan yang memiliki latar Belakang

ABRI yakni Letkol. H. Abdullah Madjid (1966-1979), namun lambatnya proses

regenerasi mengakibatkan elit ini gagal untuk mempertahankan kekuasaanya.

Sehubungan dengan hal ini, Pareto menyatakan pendapatnya bahwa dalam tubuh elit

terdapat kecenderungan untuk mengalami apa yang disebut „decay‟ atau

pembusukan,8 sehingga kelompok dari klan ini harus rela untuk mengalami

pertukaran posisi dengan kelompok elit dari klan yang lain. Kol. S Mengga sebagai

Bupati Polewali Mandar yang ketiga (1980-1990) yang juga merupakan elit dengan

latar belakang ABRI memperoleh kedudukan dan peluang yang besar untuk memulai

menancapkan kekuasaannya dalam ranah politik di tingkat lokal Polewali Mandar.

Bergesernya kembali peta perpolitikan ditingkat Nasional pada kurun waktu

tahun 1990-1998, dimana pada masa ini pemerintah pusat lebih memberikan

kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya,

sehingga kewenangan yang besar untuk mengangkat dan melantik seorang Bupati

dimiliki oleh Gubernur, sistem inilah yang kemudian memberikan peluang bagi

kelompok klan yang lain untuk mendapatkan dan menancapkan kekuasaannya. Pada

kurun waktu 1990-1995 Bupati Mandar kembali dijabat oleh orang dari luar ABRI

yakni Dra. H. Andi Kube Daud, namun isu “putra daerah” dan perbedaan suku

membuat klan dari keluarga Bupati definitif keempat ini sulit berkembang.

8 Haryanto. Kekuasaan Elit Suatu Bahasa Pengatar. JPP Press. Yogyakarta. 2005.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

5

Dilantiknya Kol. H. Andi Saad Pasilong yang merupakan “putra daerah” dan

memiliki latar belakang ABRI menjadi Bupati Polewali Mandar yang kelima (1995-

1998), menandai lahirnya kelompok elit dari klan yang baru dalam masyarakat

Mandar. Namun meninggalnya elit ini pada tahun 1998 kembali mengakibatkan

munculnya pola sirkulasi elit dari klan yang lain di Polewali Mandar.

Keberhasilah sistem reproduksi elit dalam satu klan keluarga mulai terlihat

dari Bupati Polewali Mandar yang keenam. Dimana tongkat estafet kepemimpinan

Bupati Polewali Mandar selanjutnya dipegang dari klan Manggabarani yakni Kol. H.

Hasyim Manggabarani. SH, MM menjabat sebagai bupati Polewali Mandar keenam

(1998-2003).

Bergulirnya era reformasi pada tahun 1998 yang membuka ruang bagi

seluruh lapisan masyarakat, untuk terlibat langsung dalam perebutan kekuasaan

melalui jalur Partai Politik dengan pemilihan di tingkat Parlemen lokal atau DPRD

Kabupaten, ternyata tak mampu menggeser Dominasi dari ketiga klan keluarga

tersebut, sejak tahun 1998 berubahnya format politik Nasional yang juga

mengakibatkan perubahan sistem pemilihan Bupati. Namun perubahan format

pemilihan bupati ternyata belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya oleh aktor elit diluar

ketiga klan tersebut untuk turut menancapkan eksistensinya.

Desentralisasi yang luas yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang

Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kesempatan kepada

masyarakat untuk memilih kepala dan wakil kepala daerah masing-masing. Ternyata

belum bisa memunculkan kelompok elit diluar ketiga klan keluarga tersebut. Pada

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

6

periode tahun 2004-2008 dan periode 2008-2014 selama dua periode tersebut, pola

sirkulasi elit dari ketiga klan tersebut kembali terjadi, selama kurun waktu tersebut

Andi Ali Baal Masdar, yang merupakan keturunan dari bupati Polewali Mandar yang

kelima, kembali menjabat sebagai Bupati Polewali Mandar sampai sekarang.

Fenomena sirkulasi elit yang berputar diantara ketiga klan elit yang saat ini

ada, seolah menutup ruang bagi individu-individu yang berada diluar ketiga klan

tersebut untuk ikut berkontestasi dalam setiap proses Pemilukada di kabupaten

Polewali Mandar, bahkan dalam susunan nomor urut internal partai besar dalam

pemilihan legislatif elit dari luar ketiga klan tersebut hanya ditempatkan di orbit

terluar pencalonan. Sementara itu, mereka yang yang merupakan klan dari ketiga

keluarga tersebut dan jejaringnya berada pada pusat orbit pencalonan. Dengan

demikian, secara substantif penyegaran wajah elit politik tidak terjadi karena elit

yang saat ini berkuasa sedang bermetamorfosis dan mewariskan kekuasaannya

kepada mereka yang memiliki hubungan darah dengannya9.

Perubahan rezim kekuasaan dalam sistem politik dari rezim otoriter ke

demokrasi membawa pergeseran penting bagi bangunan politik Indonesia, dari pusat

hingga daerah. Desentralisasi memberikan ruang bagi seluruh lapisan masyarakat,

lokal maupun nasional untuk memperoleh ruang politik. Namun dalam konteks

Polewali Mandar hanya ada tiga klan yang sangat mendominasi dalam setiap proses

pilkada maupun pemilihan legislatif, yang merupakan turunan dari klan keluarga

yang jauh sebelum proses Desentralisasi dilaksanakan, ketiga klan ini telah memiliki

9 Sigit pamungkas. Pemilu, Perilaku pemilih dan Kepartaian. Institut for Demokracy and Welfarism.

Yogyakarta. 2008.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

7

berbagai sumberdaya yang digunakan untuk terus menancapkan kekuasaanya dan

menjaga pengaruh mereka, hal ini tentu saja berbeda dengan apa yang kemudia

dikatakan Jhon T Sidel tentang local bossism di Indonesia,10

bawah jatuhnya

Soeharto membuka ruang bagi para elit lokal untuk kemudian memperoleh

kekuasaanya. Dalam fenomena Politik Lokal di Mandar, rezim Soeharto atau yang

dikenal dengan Orde Baru telah memberikan kesempatan kepada ketiga klan ini

untuk memperoleh kekuasaan dan mempertahankan kekuasaanya, bahkan ketika

proses pemilhan langsung telah dilaksanakan. hal ini disebakan karena ketiga klan

tersebut telah memiliki berbagai kekuasaan yang oleh Charles F Andrain dikenal

dengan istilah sumberdaya politik.

Lebih lanjut fenomena politik lokal yang ada di Polewali Mandar merupakan

gambaran dari kuatnya peran negara dalam menentukan dan mengatur segala aspek

pemerintahan yang ada di Indonesia baik itu pemerintahan pusat maupun

pemerintahan daerah, sehingga ketiga klan keluarga tersebut memiliki segala

sumberdaya politik yang dibutuhkan untuk terus menancapkan kekuasannya, hal ini

tentu saja berbeda dengan pendapat Joel S Migdal tentang “orang kuat di tingkat

lokal” Local Strongmen dimana Migdal berpendapat bahwa fenomena orang kuat

lokal di Indonesia lahir dari lemahnya peran negara dalam mengatur kehidupan

10

Sidel mengatakan kekuatan politik terutama di tingkat local, kurang atau belum didominasi oleh

orang kuat atau dinasti-dinasti politik. Kemunculan orang kuat dihalangi oleh struktur kelembagaan

dari Negara itu sendiri. Lebih lanjut Sidel mengatakan bahwa kemunculan orang kuat dan dinasti

politik akan muncul bersamaan dengan pemilhan langsung. John T Sidel. Bosism dan demokrasi di

Filipina, Thailand dan Indonesia. Menuju Kerangka Analisis Baru Tentang Orang Kuat Lokal. Dalam

John Harriss, Kristian Stokke, dan Olle Tornquist. Politisasi Demokrasi : Politik Lokal Baru. Demos :

2005

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

8

masyarakat.11

Fenomena ini tentu saja tidak sesuai dengan kasus yang ada di

Polewali Mandar dimana Orang-orang Kuat Lokal berasal dari bentukan suatu rezim

pemerintah yang dalam hal ini negara dan tentu saja kemampuan para Orang–orang

kuat lokal ini dalam memanfaatkan negara, hal ini tentu saja mengindikasikan bahwa

orang-orang kuat lokal atau elit yang ada di Polewali Mandar sangat tidak otonom

dari negara, sehinggga mengakibatkan pola sirkulasi antara elit lokal hanya terjadi

diantara ketiga klan keluarga tersebut.

Ada tiga alasan yang mendorong mengapa persoalan Sirkulasi Elit antara

ketiga klan Keluarga ini dijadikan fokus kajian. Yang pertama dalam setiap proses

pesta demokrasi baik itu Pemilu maupun Pilkada tidak akan pernah lepas dari

eksistensi ketiga klan tersebut. Yang kedua, Dominasi ketiga klan ini masih menjadi

isu yang belum banyak dijadikan objek kajian. Dan yang ketiga, klan keluarga ini

dalam sistem strata sosial memiliki kedudukan yang tinggi dalam pelapisan

masyarakat Mandar Sulawesi Barat dan memiliki peran yang sangat menentukan

dalam dalam struktur politik ekonomi sosial dan budaya.

Dari ketiga alasan diatas sudah cukup untuk mengatakan kuatnya Dominasi

dari ketiga klan keluarga tersebut dalam ranah politik lokal di Polewali Mandar

Sulawesi Barat pasca pemberlakuan politik Desentralisasi dan Liberalisasi Politik.

11

Migdal mengatakan bahwa, setiap kelompok dalam masyarakat mempunyai pemimpin, dimana

pemimpin itu relatif otonom dari negara. Dan setiap masyarakat memiliki social capacity yang

memungkinkan mereka untuk menerapkan aturan main mereka tanpa diintervensi oleh negara. Ketika

kapasitas negara untuk mengontrol melemah (weak state) maka para strongmen menampakan

kekuasaannnya dalam level lokal. Lebih lanjut Migdal menyebutkan strategi triangle of

accommodation sebagai strategi strongmen untuk bertahan. Dengan demikian, Kehadiran strongmen

merupakan refleksi dalam kuatnya masyarakat dan lemahnya Negara : lihat, Joel S Migdal, Strong

Societies and Weak States: State-Society Relasion and State Capabilities in the Trird World

(Princeton, NJ : Princeton University Press, 1998)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

9

Ditengah arus politik Disentralisasi dan Liberalisasi Politik, gerakan dan kiprah

politik dari ketiga klan keluarga tersebut semakin nyata bentuknya. Bahkan posisinya

semakin kuat dalam peta politik di Polewali Mandar Sulawesi Barat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penelitian ini ditujukan untuk

menjawab pertanyaan:

1. Mengapa Dominasi Politik dari ketiga klan keluarga tersebut sangat kuat di

Polewali Mandar?

2. Bagaimana pola relasi dari ketiga klan keluarga tersebut? Selain berkontestasi

dalam proses Pilkada dan Pemilihan Legislatif, apakah diantara ketiga klan

keluarga tersebut juga berkolaborasi?

C. Tujuan Penelitian

Studi ini bertujuan untuk melacak relasi kuasa ketiga klan dalam masyarakat

Mandar dan melacak sumber daya yang dimiliki ketiga klan dalam mempertahankan

pengaruhnya terhadap masyarakat di Polewali Mandar. Selain itu, penelitian ini juga

bertujuan untuk mengisi kekosongan studi mengenai elit politik lokal di Polewali

Mandar dan Sulawesi Barat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

1. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pengetahuan tentang elit

politik lokal secara empiris, sehingga berguna bagi perkembangan atau

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

10

penelitian-penelitian tentang politik dinasti dan politik lokal dalam ilmu

politik;

2. Penelitian ini diharapkan menambah inventaris kajian tentang demokrasi

lokal, terutama kajian ilmiah tentang politik lokal dan otonomi daerah;

3. Penelitian ini diharapkan menjadi sebuah studi pembanding terhadap

berbagai fenomena politik lokal yang terjadi di berbagai daerah pasca Orde

Baru, dan menjadi rujukan terhadap para mahasiswa yang ingin melakukan

penelitian yang memiliki kajian penelitian yang sama.

E. Literatur Review

Studi tentang elit politik lokal dan fenomena ketiga klan di Polewali Mandar

ini belum banyak diminati oleh para ilmuan politik, padahal ketika berbicara

mengenai politik lokal di Sulawesi barat ketiga klan ini merupakan aktor penting

dalam menentukan perjalanan masyarakat Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan.

Secara umum karya-karya yang dihasilkan itu antara lain : Lontarak I

Pattidolonag di Mandar (1991) yang merupakan terjemahan dari buku berbahasa

Mandar yang ditemukan pada tahun 1982 yang berisi tentang beberapa peristiwa

penting dan perjuangan kerajaan di Mandar dalam melawan penjajah, Perjuangan

Rakyat Mandar Melawan Belanda 1967-1949 (2001), Sandeq Perahu Tercepat

Nusantara (2009), Latar Belakang Arajang Balanipa ke-52 (2003), Canoes of

Oceanian (1996), Orang Mandar Orang Laut (2005), Polewali MAndar : Alam,

Budaya dan Manusia (2011), Bua‟lipas Nasanga To Mandar (2011), Seni Budaya

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

11

Tradisional Masyarakat Polewali Mandar (2006) dan Mengenal Kesenian Mandar

(2006).

Uraian diatas memperlihatkan bahwa study mengenai kehidupan masyarakat

Mandar telah banyak dihasilkan, sekalipun itu masih sebatas kehidupan sosial-

historis masyarakat Mandar. Tetapi karya-karya tersebut tetap menjadi bagian

warisan yang sangat berharga dalam penulisan sejarah Masyarakat Mandar.

Studi mengenai kebangsawanan dan elit politik lokal yang ada hanya

mengenai biografi salah satu tokoh yang merupakan bagian dari ketiga klan tersebut.

Antara lain : Biografi Kolonel Purnawirawan S Mengga Dari Gurilla sampai Bupati

(2012), Ali Baal Masdar The Leader of Change (2008), Ali Baal Masdar Sosok,

Gagasan dan Tindakan (2012) dan Ali Baal Masdar Pemimpin Visioner dan

Merakyat (2007). Selain sebuah study tentang orang kuat lokal di Mandar juga

pernah ditulis oleh Sarman Sahuding yakni Dalam Sejarah akan Dikenang (2005),

namun dalam buku ini hanya dituliskan mengenai jejak langkah dan pemikiran

bupati-bupati di Sulawesi Barat saja, tanpa menyinggung mengenai bagaimana elit-

elit lokal tersebut memperoleh kekuasaan dan mempertahankan kekuasaannya,

sehinnga tulisan-tulisan tersebut memiliki konteks yang berbeda dengan penelitian

ini.

Salah satu hasil penelitian yang membahas tentang kehidupan sosial dan

budaya masyarakat Mandar adalah Annagguru di Mandar (2009) penelitian yang

dilakukan oleh Aco Musaddad HM, yang menulis tentang fenomena Annagguru

yang merupakan para tokoh agama dan pemimpin pondok pesantren dalam

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

12

kehidupan masyarakat di Mandar. Fenomena Anangguru dalam masyarakat Mandar,

memberikan banyak sumbangan pemikiran terhadap penelitian ini. Terlebih

kehidupan sosial agama masyarakat Mandar. Namun jika Aco Musaddad HM

berkutat pada para Annangguru sebagai elit agama dalam kehidupan sosial

masyarakat. Penelitian ini lebih cenderung melihat pada bagaimana para elit-elit

lokal berkontestasi dalam arena politik lokal. Selain itu aktor-aktor elit agama yang

ditulis oleh Aco Musaddad HM, merupakan elit lokal yang berbeda dengan elit yang

memperebutkan kekuasaan politik di Mandar.

Selain itu ilmuwan yang pernah menulis mengenai fenomena politik lokal di

Polewali Mandar adalah Heddy Shri Ahimsa Putra seorang antropolog dari UGM

mengaitkan pergulatan masyarakat Mandar dalam konteks hubungan patron-klien12

.

Heddy menggunakan kerangka piker James Scott dalam menganalisis pola relasi

masyarakat Mandar, dalam bukunya Heddy mengatakan bahwa di daerah Mandar

hubungan pengikut dengan bangsawan nampak jelas. Seperti kita ketahui, di daerah

ini tanah dibagi-bagikan kepada kelompok-kelompok kekerabatan dari para pejabat

dan dari para pemuka adat. Diluar kelompok-kelompok ini terdapat individu-

individu yang dikategorikan orang biasa. Mereka inilah yang menjadi pengikut

orang-orang dari kalangan bangsawan atau anggota kelompok kekerabatan para

pejabat tadi. Oleh Mallinckrodt (ARB, 1933), mereka ini dikatakan sebagai

onvrinjen (orang-orang yang tidak merdeka), tetapi tidak berarti bahwa mereka

adalah budak sebab meskipun memang juga onvrinjen karena terpaksa menuruti

perintah orang yang diikutinya, namun mereka memiliki hak serta kewajiban yang

12

Putra, Heddy Shri Ahimsa. 1998. Minawang, Hubungan Patron-Klien di Sulawesi Selatan.

Yogyakarta : UGM

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

13

sangat berbeda dengan budak. Dengan menjadi pengikut seorang bangsawan ini

apabila mereka ingin menggarap tanah.13

namun dalam studi ini peneliti tidak

membedakan secara jelas tentang suku Mandar, Makassar dan Bugis.

Karena dalam hal ini studi mengenai fenomena orang kuat lokal yang ada di

Polewali Mandar belum banyak maka pada bagian ini penulis akan mereview

beberapa studi tentang orang kuat yang di Sulawesi Selatan dengan pertimbangan

bahwa Sulawesi Barat merupakan daerah pemekaran dari Sulawesi selatan dan

memiliki beberapa kesamaan dalam aspek kebudayaan dan politik.

Muhtar Haboddin (2009) yang menganalisis politik bangsawan Jeneponto

dan Andi Faisal Bakti yang menulis tentang Kekuasaan Keluarga di Wajo, Sulawesi

Selatan (2007). Penelitian ini banyak menggambarkan tentang fenomena orang kuat

lokal yang kembali memainkan peran dalam pemerintahan di daerah mereka. Dan

kemudian menancapkan dominasi mereka dalam masyarakat. Sama halnya dengan

penelitian yang akan saya lakukan, penelitian ini juga mengulas mengenai

bagaimana para elit lokal kembali muncul dalam arena politik, yang termarjinalkan

pada masa Orde Baru.

Namun berbeda dengan elit lokal di Jeneponto dan Wajo. Elit-elit lokal di

Mandar bukan berasal dari kelompok yang memiliki simbol kultural atau yang

bergelar Raja. Melainkan elit yang merupakan bentukan dari Negara yang memiliki

latar belakang ABRI, GOLKAR dan Birokrat. Perbedaan elit lokal di beberapa

daerah lain di Indonesia dengan orang kuat lokal di Mandar serta minimnya tulisan

13

Ibid

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

14

mengenai orang kuat lokal di Mandar, merupakan alasan utama penelitian ini

dilakukan.

F. Kerangka Teori

Untuk mengungkap relasi kuasa ketiga klan dalam masyarakat Mandar dan

melacak sumber daya yang dimiliki ketiga klan untuk mempertahankan eksistensinya

di Polewali Mandar, penulis akan menggunakan teori Sumber Daya Politik serta

Teori Elit dan Kekuasaan sebagai kerangka teori utama dalam menganalisa

fenomena politik klan keluarga yang terdapat di Mandar Sulawesi Barat. Selain itu

Teori Patronase digunakan untuk menjelaskan bagaimana ketiga klan ini

memperoleh kekuasaan mereka, serta bagaimana ketiga klan ini mempertahankan

kekuasaan mereka, baik dari klan keluarga lainnya dan elit-elit baru yang semakin

banyak bermunculan di Mandar.

1. Sumber Daya Politik

Untuk memahami strategi menuju dominasi ketiga klan di Polewali Mandar,

digunakan konsep Sumber Daya Politik milik Charles F Andrain. Dominasi politik

dapat diperoleh dengan adanya sumberdaya politik yang mereka miliki. Andrain

mendefinisikan kekuasaan sebagai penggunaan sejumlah sumber daya (aset,

kemampuan) untuk memperoleh kepatuhan (tingkah laku menyesuaikan) dari orang

lain.14

Untuk memperoleh kepatuhan, para pemimpin politik perlu memperluas

persediaan sumber daya mereka dan menggunakan secara lebih efisien sejumlah

1414

Andrain, Charles F. 1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta : PT. Tiara

Wacana Yogya

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

15

sumber daya yang mereka miliki.15

Dalam hal ini Andrain membagi lima sumber

daya politik, yakni seperti dalam tabel berikut :

Tabel 2

Kekuasaan Pakasaan dan Konsensual

Tipe Sumber Contoh Sumber Daya Motivasi untuk mematuhi

Daya

Fisik senjata : senapan, bom, rudal "B" berusaha menghindari cedera fisik

yang dapat disebabkan oleh 'A'

Ekonomi kekayaan, pendapatan, kontrol "B" berusaha memperoleh kekayaan

atas barang dan jasa dari "A"

Normatif moralitas, kebenaran, tradisi religius "B" mengakui bahwa "A" mempunyai

legitmasi, wewenang hak moral untuk mengatur perilaku "B"

Personal karisma pribadi, daya tarik, persahabatan "B" mengidentifikasi diri-merasa tertarik-

kasih sayang, popularitas dengan "A"

Ahli informasi, pengetahuan, intelijensi "B" merasa bahwa A mempunyai

keahlian teknis pengetahuan dan keahlian yang lebih

* A adalah pemegang kekuasaan; B merupakan objek kekuasaan

Tipe Kekuasaan fisik menunjukkan bahwa kekuasaan dikaitkan dengan

kekuatan fisik. Semakin besar kekuatan fisik yang dimiliki seseorang ataupun

sekelompok orang, berarti yang bersangkutan memiliki sumber daya yang semakin

besar. Dan hal tersebut pada gilirannya, secara potensial, akan lebih mudah

memperoleh kepatuhan dari pihak-pihak lain. Demikian pula sebaliknya, semakin

kecil kekuatan fisik yang dimiliki seseorang ataupun sekelompok orang, berarti yang

bersangkutan memiliki sumber daya yang relatif kecil dan hal tersebut mengandung

makna pemilik kekuasaan relatif sulit untuk memperoleh kepatuhan dari pihak lain.16

Sumber daya fisik oleh Andrain, dapat dikategorikan sebagai senjata, yang terdiri

dari senapan, bom dan rudal. Sebagai alat yang digunakan untuk memperoleh atau

15

Ibid, Hal. 132 16

Haryanto. 2005. Kekuasaan Elit Suatu Bahasa Pengatar. Yogyakarta : JPP Press.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

16

merebut kekuasaan dari para saingan mereka. Misalnya selama perang saudara di

Cina, ketua partai komunis Mao Ze Dong suatu ketika menjelaskan kepada pengikut-

pengikutnya “setiap orang komunis harus memegang kebenaran ini : kekuasaan

politik timbul dari laras senapan”.17

Tipe-tipe persenjataan fisik beraneka ragam sesuai dengan tingkat

industrialisasi masyarakat. Masyarakat-masyarakat pertanian berskala kecil

menggunakan tombak, busur dan panah. Sementara masyarakat-masyarakat modern

telah mengembangkan bentuk senjata api yang kompleks.18

Namun apapun tipe

senjata yang dimiliki, mereka yang patuh terhadap penguasa dengan sumber daya

fisik lebih dikawatirkan akan menderita cedera fisik apabila menunjukkan ketidak

patuhan.19

Namun dimasa modern seperti sekarang ini dimana perang atau merebut

kekuasaan dengan menggunakan senjata merupakan tindakan yang ilegal dan sangat

dilarang kekuasaan fisik dalam hal ini bisa manifestasikan dalam besarnya jumlah

anggota keluarga, seberapa banyak basis massa dari garis keturunan atau latar

belakang keluarga yang dimiliki oleh masing-masing anggota klan keluarga tersebut,

sehingga memudahkan mereka dalam merebut kekuasaan atau mempertahankan

kekuasaan yang dimilikinya.

Sumber daya politik yang kedua adalah Kekuasaan ekonomi, sumber daya

ekonomi ketiga klan ini demanifestasikan dalam banyaknya harta yang dimiliki oleh

17

Andrain Charles F Kehidupan Politik .... Op.cit 18

Ibid hal 133 19

Haryanto Kekuasaan Elit... Op.cit.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

17

ketiga klan serta kepemilikan lahan atau kekuasaan ekonomi lainnya, yang kemudia

sumber daya tersebut digunakan untuk mendukung segala aktifitasnya dalam politik

lokal di Mandar. Atau dengan kata lain semakin banyak sumber daya ekonomi yang

dimiliki oleh ketiga klan tersebut maka mereka akan lebih mudah mendapatkan

kepatuhan dari pihak-pihak lain dengan sumber daya ekonomi yang mereka miliki

mereka dapat memberi bantuan kepada masyarakat dan tentu saja dengan pemberian

itu, mereka akan mendapatkan kepatuhan dari masyarakat yang telah diberikan

bantuan.

Dengan memberi imbalan materi kepada pihak-pihak lain, kepatuhan dapat

hadir mengikutinya. Apabila imbalan tersebut sangat dibutuhkan pihak-pihak yang

menerima, maka kepatuhan yang akan diberikan juga menjadi semakin besar.20

Sumber daya politik yang ketiga yang harus dimiliki agar seseorang atau

kelompok dapat mendominasi dalam politik adalah Kekuasaan Normatif. Menurut

Andrain orang-orang yang menggunakan kekuasaan normatif memiliki kualitas-

kualitas seperti kebijakan religius, kebenaran moral, dan wewenang sah; sumber-

sumber daya ini memberi mereka hak moral untuk menjalankan kekuasaan.21

Kekuasaan normatif menunjukkan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan

dapat memperoleh kepatuhan dari pihak-pihak lain karena yang bersangkutan

memiliki kualitas tertentu, seperti mempunyai sifat bijak menurut ukuran moral,

bijak menurut pemahaman agama ataupun memiliki wewenang yang sah menurut

20

Ibid 21

Andrain Charles F Kehidupan Politik ... Op.cit

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

18

norma yang berlaku.22

Sumber daya politik yang kemudian ditunjukkan dengan

kekuasaan Normatif oleh ketiga klan ini dalam masyarakat mandar sudah terlihat

dari bagaimana ketiga klan ini memiliki tradisi kepemimpinan yang telah terbangun

sejak lama, sehingga mengakibatkan mereka mendapatkan legitimasi dan wewenang

untuk terus menancapkan dominasi mereka dalam masyarakat mandar.

Kekuasaan personal yang merujuk pada pengidentifikasian seorang tokoh

terhadap Kharisma Pribadi, daya tarik, persahabatan, kasih sayang dan popularitas.

Dapat menurut Andrain dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil-hasil

dari peristiwa politik. Pengindetifikasian dengan tokoh yang secara personal menarik

dapat menimbulkan kepatuhan. Disini pemegang kekuasaan memiliki kualitas-

kualitas personal tertentu, menawan, menarik berkarisma dan disayangi

menyebabkan orang-orang lain merasa tertarik kepadanya.23

Kekuasaan personal oleh ketiga klan ini selain merupakan warisan dari orang

tua mereka yang merupakan kelompok elit di masyarakat mandar terdahulu seperti

popularitas juga merupakan hasil dari konstruksi yang dibangun secara pribadi, namu

hal ini tentu saja tidak lepas dari peran atau status klan mereka yang memang

merupakan elit yang selama ini telah berkuasa di Mandar.

Berbeda dengan sumber daya politik lainnya, yang sebagian besar merupakan

warisan dari klan pendahulu mereka. Kekuasaan keahlian oleh Andrain merupakan

kekuasaan yang diperoleh dari kapasitas pribadi masing-masing elit seperti

Informasi, pengetahuan, intelegensi dan keahlian teknis. Kekuasaan ini

22

Haryanto Kekuasaan Elit... Op.cit. 23

Andrain Charles F Kehidupan Politik ... Op.cit

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

19

memungkinkan seorang elit dapat memperoleh kepatuhan dari pihak lain. Kekuasaan

keahlian juga mengisyaratkan bahwa kekuasaan dapat dikaitkan dengan kepemilikan

keahlian tertentu.

2. Teori Elit

a. Elit

Pareto membagi masyarakat menjadi dua kelas, yakni Lapisan atas, yaitu

elit yang terbagi kedalam elit yang memerintah (governing elite) dan elit yang

tidak memerintah (non-governing elite), dan Lapisan yang lebih rendah, yaitu

non-elit.24

Sedangkan menurut Mosca, selalu muncul dua kelas dalam masyarakat

yakni; kelas pertama yang biasanya jumlahnya lebih sedikit, memegang semua

fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang

didapatnya dari kekuasaan.25

Sementara kelas kedua jumlahnya lebih besar,

diatur dan dikontrol oleh yang pertama.26

Elit yang berkuasa, demikian dinyatakan oleh Harold Laswell, merupakan

“suatu kelas yang terdiri dari mereka yang berhasil menempati kedudukan

dominasi dalam masyarakat, dalam arti bahwa nilai-nilai (values) yang mereka

bentuk (ciptakan, hasilkan) mendapat penilaian tinggi dalam masyarakat yang

bersangkutan”.27

24

Varma, SP. 2010. Teori Politik Modern. Jakarta : Rajawali Press 25

Ibid 26

Ibid 27

Haryanto. 2005. Kekuasaan Elit Suatu Bahasa Pengatar. Yogyakarta : JPP Press.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

20

Elit Governing Elit

Non Governing Elit

Non Elit

Sedangkan menurut Mills, elit adalah individu-individu yang menduduki

posisi puncak pada institusi-institusi utama yang ada dalam masyarakat.28

Oleh

karena kedudukannya tersebut, elit mampu mengeluarkan keputusan-keputusan yang

berlaku dan mengikat seluruh anggota masyarakat. Dengan institusi-institusi tersebut

elit juga mampu memaksakan keputusannya untuk ditaati oleh seluruh

masyarakatnya.

Di Indonesia, studi tentang elit sudah banyak dilakukan. Salah satu yang

menarik adalah penelitian dari Vedi R. Hadiz dan Richard Robison dalam buku

Dinamika Kekuasaan, Ekonomi, Politik Indonesia Pasca-Soeharto. Dalam buku

tersebut dipaparkan bahwa kekuatan oligarki yang terbangun pada masa

pemerintahan Soeharto masih tetap mampu memainkan peran sentralnya meskipun

dengan mengikuti perubahan politik tanah air. Demokratisasi yang berlangsung

pasca Orde Baru tidak serta merta menggeser kekuatan oligarki, kemampuan

28

Ibid, hal. 18

Sumber : Mark N. Hagopian (1978 : 224) 1

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

21

ekonomi-politik yang dimiliki oleh para elit oligarki ini memainkan peran-peran

demokrasi yang dibajak untuk memelihara kekuasaannya.

Lebih jauh Vedi R Hadiz dan Richard Robison menyebutkan bahwa dalam

demokratisasi saat ini, konfigurasi elit masih dihiasi oleh pemain-pemain lama. Hal

ini menunjukkan kekuatan elit-elit oligarki yang mampu melakukan transformasi

kekuasaan politik. Elit-elit tersebut memegang peran sentral dengan kekuasaan

ekonomi yang mampu dimanfaatkan untuk bermain dalam arena politik.

Jika dalam tulisan Vedi R Hadiz dan Richard Robison mengungkapkan

metamorfosis elit-elit oligarkis yang mampu memainkan peran-peran demokrasi

dengan memanfaatkan kekuatan ekonomi, maka dalam penulisan ini akan

dipaparkan secara lebih komprehensif tentang kekuatan-kekuatan lain selain

kekuatan ekonomi yang mampu melakukan hal yang sama untuk dimanfaatkan

dalam arena politik.

b. Sirkulasi Elit

Masyarakat dibagi kedalam 2 (dua) lapisan yakni kelompok Elit dan

kelompok non elit atau Massa dapat mengalami perubahan. Adapun maksudnya,

sekelompok individu yang berkedudukan sebagai elit tidak selamanya mereka akan

menduduki posisi tersebut. Posisi yang mereka sandang tidak bersifat langgeng

karena akan diganti atau digeser oleh kelompok lain. Hal tersebut tidak dapat

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

22

dielakkan, dimasyarakat manapun juga perubahan atau pergeseran elit pasti akan

berlangsung29

.

Pembagian masyarakat menjadi Elit dan non-Elit atau massa dapat

mengalami perubahan. Adapun maksudnya sekelompok anggota masyarakat yang

berkedudukan sebagai Elit, tidak selamanya mereka akan menduduki posisi tersebut.

Posisi mereka tidak bersifat langgeng karena akan diganti atau digeser oleh

kelompok lainnya30

.

29

Haryanto. 2005. Kekuasaan Elit Suatu Bahasa Pengatar. Yogyakarta : JPP Press. 30

Haryanto. 1991. Elit, Massa dan Konflik. Yogyakarta : PUA-Studi Sosial UGM.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

23

Di masyarakat manapun juga, perubahan atau pergeseran Elit yang disebut

sirkulasi elit pasti akan berlangsung. Tidak ada suatu kekuatanpun yang mampu

menghalangi sirkulasi elit tadi. Lambat atau cepat keberadaan elit (sekelompok elit)

yang sedang berkuasa pasti tergeser oleh kelompok lainnya. Kepastian ini didasarkan

paling tidak secara alamiah, bawa elit yang sedang berkuasa tadi tidak mungkin

memerintah secara terus menerus. Kemampuan mereka sebagai elit dibatasi oleh

usia31

. Sehubungan dengan hal tersebut, Pareto menyatakan pendapatnya bahwa

tubuh elit terdapat kecenderungan untuk mengalami decay atau pembusukan. Dan

non elit atau massa berkecenderungan untuk membuat dirinya, secara potensial,

dapat memasuki lingkungan elit dalam kaitannya dengan hal tersebut Pareto

mengungkapkan pernyataan yang populer yakni bahwa sejarah merupakan kuburan

bagi kaum Aristokrasi. Dengan demikian dalam suatu masyarakat dapat terjadi suatu

proses yang lebih sering dikenal “Sirkulasi Elit”. Dengan rumusan perkataan yang

lebih sederhana, sirkulasi elit ini melibatkan suatu proses promotion kelompok non

31

Ibid

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

24

elit kedalam lapisan elit dan proses demotion kelompok elit kedalam lapisan non

elit32

Sirkulasi elit tidak hanya merupakan proses pergantian atau pertukaran antara

elit dengan non elit atau massa, tetapi juga mencakup pergantian atau pertukaran

posisi di antara sesama elit sendiri. Konsep Pergantian menurut Pareto merupakan

suatu pekuburan aristokrasi. Dalam setiap masyarakat ada gerakan yang tak dapat

ditahan dari individu-individu dan elit-elit kelas atas hingga kelas bawah, dan dari

tingkat bawah ke tingkat atas yang melahirkan suatu peningkatan yang luar biasa

pada unsur yang melorotkan kelas-kelas yang memegang kekuasaan, yang pihak lain

justru malah meningkatkan unsur-unsur kualitas superior; pada kelompok-

kelompok(yang lain). Ini menyebabkan semakin tersisihnya kelompok-kelompok elit

yang ada dalam masyarakat33

.

32

Haryanto. Kekuasaan Elit…Op.Cit 33

Varma, SP. 2010. Teori Politik Modern. Jakarta : Rajawali Press

Non elit

Elit

Sumber : Mark N. Hagopian (1978 : 225)

Demotion Promotion

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

25

Jenis pergantian antar elit yaitu : 1. Diantara kelompok-kelompok elit yang

memerintah itu sendiri dan 2. Diantara elit dan penduduk lainnya, hal ini kemudian

dapat diketegorikan menjadi dua bagian yakni : Pertama, Individu-individu dari

lapisan yang berbeda kedalam kelompok elit yang sudah ada. Kedua, Individu dari

lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk kedalam suatu

kancah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada34

.

C. Wright Mills (1974), berdasarkan hasil penelitiannya di sebuah

masyarakat kecil di Amerika Serikat menunjukkan bahwa meskipun dilakukan

pemilihan umum yang demokratis, ternyata kelompok elite penguasa disana selalu

datang dari kelompok yang sama. Kelompok ini, yang merupakan kelompok elite di

daerah tersebut, menguasai jabatan negara, jabatan militer dan posisi-posisi kunci

perekonomian.35

Dari penemuannya ini, Mills kemudian mengembangkannya dalam Teori Elit

Kekuasaan. Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa meskipun masyarakat terdiri

dari bermacam kelompok yang pluralisis, tetapi dalam kenyataannya kelompok elite

penguasa datang hanya dari satu kelompok masyarakat tertentu.36

Sehingga hal ini

kemudian menunjukkan bahwa, sirkulasi elit tidak hanya merupakan proses

pergantian atau pertukaran antara elit dengan non elit atau massa, tetapi juga

mencakup pergantian atau pertukaran posisi di antara sesama elit sendiri.37

Sirkulasi

elit sebenarnya menunjukkan pada pada dua hal yaitu suatu proses dimana terjadi

34

Ibid 35

Budiman, Arief. 1996. Teori Negara : Negara, Kekuasaan dan Ideologi. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama 36

Ibid 37

Haryanto. Kekuasaan Elit…OP.Cit.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

26

pergantian atau pertukaran antara elit dan non elit atau massa, dengan pergantian

atau pertukaran antara elit dan non elit atau massa, dan pergantian atau pertukaran

diantara sesama elit itu sendiri. Sehubungan dengan sirkulasi elit, menurut Pareto.

Sebenarnya yang penting adalah adanya pergantian elit yang ada dengan kelompok

baru yang mempunyai kualitas yang lebih baik38

.

Dalam pernyataan yang lebih sederhana. Sirkulasi Elit dapat dikatakan

merupakan suatu mobilitas atau pergeseran elit dari suatu kelas dalam masyarakat ke

kelas yang lainnya. Pareto dalam hal ini mengungkapkan bahwa disetiap masyarakat

dimanapun berada elit secara kontinyu berupaya mengadakan perubahan didalam

kelas-kelas atau posisi-posisi di mana dia berada, dan juga selalu ada gerakan

diantara elit dan non elit. Elit tidak hanya melakukan perubahan didalam dirinya atau

kelompoknya saja. Tetapi mereka juga melakukan pada kelompok-kelompok kelas

lainnya. Dalam perubahan tersebut, sekelompok kecil individu yang berasal dari

golongan non elit dapat masuk kedalam jaringan elit dan sebaliknya individu-

individu yang berasal dari golongan elit dapat terperosok menjadi massa39

.

Proyek Desentralisasi telah mengundang banyak elit untuk bertarung dalam

ranah politik lokal. Kompetensi pertarungan antar elit lokal dapat terlihat dari

pemilihan kepala daerah dan pemilihan anggota legislatif di pemilu. Penjelasan ini

senada dengan pendapat Joseph Schumpether yang mengartikan demokrasi dengan

melibatkan suatu keadaan dimana setiap orang pada prinsipnya bebas bersaing untuk

38

Haryanto. Elit, Massa dan Konflik...Op.Cit. 39

Ibid

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

27

mendapatkan kedudukan politk.40

Konteks demokrasi ala Joseph Schumpether sudah

mulai dijalankan oleh para elit politik lokal baik itu dalam pemilihan kepala daerah

(Gubernur dan walikota/bupati), termasuk pemilihan anggota legislatif dalam

pemilihan umum.

Masuknya klan darah biru dalam daftar calon legislatif juga menunjukkan

betapa sirkulasi elit berputar diantara elit yang saat ini ada. Ruang bagi individu-

individu yang berada diluar kendali elit dibatasi dengan menempatkannya di orbit

terluar pencalonan. Sementara itu, mereka yang berada dalam hubungan darah biru

dan jejaringnya berada pada pusat orbit pencalonan. Dengan demikian, secara

substantif penyegaran wajah elit politik tidak terjadi karena elit yang saat ini

berkuasa sedang bermetamorfosis dan mewariskan kekuasaannya kepada mereka

yang memiliki hubungan darah dengannya.41

3. Teori Patronase

Pola hubungan patron-klien merupakan aliansi dari dua kelompok komunitas

atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status, kekuasaan maupun

penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah

(inferior), dan Patron dalam kedudukan yang lebih tinggi (superior). Atau dapat pula

diartikan bahwa patron adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu

klien-kliennya42

.

40

Zainal A. Politik Lokal Ala Nigrat. Flamma. Edisi 20. Vol 10, Mei – Juni 2004. Hal 60-61. 41

Pamungkas, Sigit. Pemilu, Perilaku Pemilih dan Kepartaian…OP.Cit.

42

James C Scott. 1993. Moral Ekonomi Petani. Jakarta : LP3S.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

28

Patronase (Patron – Klien) merupakan hubungan yang melibatkan antara dua

orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental dimana seorang

yang lebih tinggi kedudukan sosial ekonominya (patron) menggunakan pengaruh

sumberdaya yang dimilikinya, untuk memberikan perlindungan atau keuntungan atau

kedua-duanya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya (klien), yang pada

gilirannya membalas pemberian tersebut dengan memberikan dukungan umum dan

bantuan, termasuk jasa-jasa pribadi kepada patron.43

Di daerah Mandar hubungan pengikut dengan bangsawan juga nampak jelas.

Seperti kita ketahui, didaerah ini tanah dibagi-bagikan kepada kelompok-kelompok

kekerabatan dari para pejabat dan dari para pemuka masyarakat yang ada. Diluar

kelompok-kelompok ini terdapat individu-individu yang terdapat dalam kategori

orang biasa. Mereka inilah yang menjadi pengikut orang-orang dari kalangan

bangsawan atau anggota kelompok kekerabatan para pejabat tadi. Oleh Mallinckrodt

(ARB, 1933), mereka ini dikatakan sebagai onvrijen (orang-orang yang tidak

merdeka), tetapi ini tidak berarti bahwa mereka adalah budak sebab meskipun

mereka memang juga onvrij karena terpaksa menuruti perintah orang yang

diikutinya, namun mereka memiliki hak serta kewajiban yang sangat berbeda dengan

budak. Dengan menjadi pengikut seorang bangsawan ini apabila mereka ingin

menggarap tanah.44

Seorang karaeng mempunyai kewajiban untuk memenuhi kewajiban ana‟-

ana‟nya atau para pengikutnya. Dia memberi bantuan dengan menyediakan sawah

43

James C Scott. Perlawanan Kaum Tani…Op.Cit 44

Putra, Heddy Shri Ahimsa. Minawang, Hubungan Patron-Klien di Sulawesi Selatan…Op.Cit

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

29

atau tanah untuk digarap, bibit untuk ditanam dan kerbau untuk membajak dan

begitupun dengan para pengikut yang berkewajiban untuk memberikan apa yang

diinginkan oleh karaengnya. Hubungan patron klien diatas dikenal sebagai

minawang, antara karaeng atau anakaraeng dengan taunna, atau ajjoareang dengan

joa-nya tampak relasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak45

.

Patron klien dalam ilmu politik sering dikaitkan dengan konteks politik

kepartaian. Patronase dipahami sebagai sistem insentif atau sebuah “mata uang”

politik yang digunakan untuk membiayai aktifitas dan respon politik. Patronase

diyakini menjadi sebuah jalan yang digunakan oleh para politisi dipartai politik

untuk mendistribusikan sesuatu yang spesifik dalam barang publik (public goods)

yang akan dipertukarkan dengan dukungan politik dari yang diberi46

.

Hubungan patron klien dalam struktur sosial bagi Scott ditandai dengan

adanya perbedaan atas kepemilikan terhadap penguasaan atas kedudukan (status),

kekuasaan dan kekayaan dari sistem stratifikasi yang mendasari pertukaran vertikal

yang terjadi47

. Proses hubungan yang asimetris diantara keduanya kemudian tercipta

hubungan timbal balik yang bersifat resiflocal yang saling menguntungkan.

Hubungan timbal balik semacam itu bisa diwujudkan dalam kepemimpinan dengan

anggotanya dalam sebuah kelompok ataupun organisasi. Hubungan ini lebih jauh

kemudian dilembagakan dalam bentuk perjanjian atau kesepakatan. Tetapi bisa juga

secara informal yang disosialisasikan dalam masyarakat melalui nilai-nilai sosial.

45

Ibid 46

Usman, Suyonto. Paper Kuliah Sosiologi Politik. Program Pasca Sarjana Ilmu Politik UGM.

Yogyakarta: 2007 47

James C Scott. Perlawanan Kaum Tani…Op.Cit

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

30

James Scott memandang bahwa interaksi patron klien ini merupakan kasus

khusus dari ikatan dua orang yang bersifat dikotomis dan hierarkis, antara yang lebih

tinggi yaitu patron dan yang lebih rendah yang disebut klien48

. Pengertian tersebut

menjurus pada karakteristik hubungan patron klien yang khas sebagaimana

diutarakan Scott, yakni didasarkan pada ketidaksamaan (inequality) dan fleksiblitas

yang terbesar sebagai sistem pertukaran pribadi49

. Dua indikator relasi patron klien

scott tersebut diperkuat dengan argumentasi David Levinson dan Melvin Ember

bahwa dua karakteristik tersebut dibungkus halus sebagai fakta sosial-kultural yang

hanya didasarkan pada perjanjian informal50

. Namun dalam praktik tidak pernah ada

garansi akan muncul distorsi-distorsi yang bersumber dari percampuran dengan

kepentingan ekonomi dan politik.

Dalam masyarakat Mandar, mayoritas bermata pencaharian sebagai petani

dan nelayan. Sehingga struktur masyarakat Mandar yang dikenal tradisionalis

dengan pemilik tanah dan perahu, penguasaan informasi dan pengetahuan sangat

terkonsentrasi pada mereka yang menguasai kedudukan (status), kekuasaan dan

kekayaan. Peran patron dari tokoh agama atau yang dalam masyarakat mandar

dikenal dengan sebutan Annaguru dan tokoh politik di Mandar, dalam masyarakat

agamis memiliki tiga unsur sebagaimana dikemukakan Scott diatas. Karena mereka

menguasai sumberdaya ekonomi, pengetahuan dan akses kekuasaan. Menjadi mudah

dimengerti apabila mereka kemudian menjadi kelompok minoritas kaya, berkuasa,

48

Ibid 49

Ibid 50

Soeprapto, Y. Sarworo, Nasikum dan Purwanto. Hubungan Patron-Klien di Lingkungan

Perkebunan Tembakau Vorstenlanden Klaten Jawa Tengah : Perstektif Sosiologis tentang Ketahanan

Nasional. dalam jurnal sosiohumanika No. 116A. Januari 2003. Hal 11

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

31

determinan dalam proses pengambilan keputusan sekaligus menguasai saluran dan

akses komunikasi dengan dunia luar51

.

Hubungan patron klien dalam hidup keberagaman di daerah pertanian ini

bagi Boissavien merupakan lahan subur untuk berkembang dan bekerjanya relasi

patron klien. Sebuah argumentasi yang merupakan temuan patronase ala Scott,

kuatnya hubungan saling ketergantungan antara klien dengan patron atau sebaliknya.

Hanya saja Boissavien mengambil sampel kehidupan keberagaman masyarakat di

italia, sementara itu Scott membaca dari lokasi dikawasan Asia Tenggara dengan

penduduk yang mayoritas sebagai petani52

.

Relasi patron klien semakin berkembang menjadi kajian dalam ilmu politik

terutama dinegara-negara post kolonialist yang berhasil memerdekakan diri dari

segala bentuk kolonialisme dan penjajahan. Hanya saja bagi Sunyonto Usman,

sosiolog dari UGM, dalam prosesnya negara justru hadir dengan kekuatan maha

daya, omnipotent dan memiliki otonomi relatif meskipun pada saat yang bersamaan

tidak mudah dibedakan entitasnya dengan masyarakat itu sendiri. Karakter politik

yang berkembang menghasilkan pola politik yang kuat dengan nuansa patron klien

atau patronase. Entitas politik yang menguasai sumberdaya politik dan ekonomi yang

luas, berupaya menjadi patron yang budiman yang dikenal sebagai power house

state. Sedangkan warga yang belum selesai mengalami transformasi identitas dari

51

Ibid 52

James Scott. Perlawanan Kaum Tani...Op.Cit

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

32

basis askriptif atau primordialnya, lebih merupakan sekumpulan orang yang berharap

“kedermawanan” entitas politik formal dan informal tersebut dikenal sebagai klien53

.

Sosiolog UGM ini mengurai hubungan patron klien tersebut dalam dua

kategori yaitu : hubungan patron klien yang bersifat patrimonial dan patron klien

yang bersifat refresif. Hubungan patron klien yang bersifat patrimonial terutama

didasarkan pada penerimaan nilai-nilai tradisional tertentu yang melembagakan

posisi super-ordinasi dan sub-ordinasi. Kemudian hubungan patron klien yang

bersifat refresif didasarka pada bentuk tekanan dari kelompok yang berkuasa sebagai

akibat dari legitimasi yang dimiliki secara bertahap terus menurun54

. Tipe hubungan

patron klien yang bersifat patrimonial dalam sejarahnya berkembang didaerah

perkebunan di negara-negara jajahan, bersama dengan paham patrenalisme yang

membingkai sistem hubungan kerja para buruh perkebunan. Patrenalis sengaja

diintroduksi atau dibawah oleh kaum penjajah untuk membingkai sistem hubungan

kerja tersebut, terutama dalam kaitannya dengan fungsi keluarga besar (the extended

family).

Dalam komunitas semacam itu, terutama ketika kaum penjajah kurang

memperhatikan nasib mereka, tipe hubungan patron klien yang patrimonial tersebut

memungkinkan klien sebagai orang yang lemah memperoleh perlindungan,

meskipun harus dibayar dengan memberi dukungan ekonomi atau politik terhadap

patron. Akan tetapi hubungan patron klien yang bersifat patrimonial semacam itu

masih dapat dijumpai sekarang, terutama dikalangan masyarakat agraris di

53

Usman, Suyonto. Paper Kuliah Sosiologi Politik… Op.Cit 54

Ibid

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

33

kabupaten Polewali Mandar yang masih melembagakan sistem sosial ekonomi yang

memungkinkan patron memperoleh dukungan atau loyalitas dari klien.

Selanjutnya, tipe hubungan patron klien yang bersifat refresif muncul

kepermukaan menjadi bagian strategi yang amat penting bagi para pemilik modal

dan penguasa dalam usahanya mempertahankan diri dari erosi struktur dan sistem

nilai tradisional masyarakat pedesaan, sebagai akibat dari tekanan-tekanan ekonomi

dan politik yang datang dari luar55

. Adanya erosi semacam itu membuat patron

dengan segala kekuatan dan kemampuan yang ada terus berusaha mempertahankan

diri jangan sampai kehilangan peran fungsi kontrol. Sehingga segala cara ditempuh,

sepanjang diyakini efektif bagi usaha mempertahankan diri dari erosi tersebut.

G. Kerangka Pikir

55

Ibid

N E G A R A

KEKUASAAN

MENGGA MANGGABARANI MASDAR

SUMBERDAYA POLITIK

PATRONASE

DOMINASI

PEMILUKADA

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

34

Penjelasan :

Relasi kuasa antara Soeharto, ABRI dan GOLKAR pada masa orde baru,

mengakibatkan dalam setiap penentuan kepemimpinan ditingkat lokal baik itu

Provinsi maupun Kabupaten/Kota, pada umumnya selalu berasal dari kalangan

ABRI atau GOLKAR. Begitu juga hanya di Kabupaten Polewali Mandar, pada masa

awal Orde Baru Soeharto yang dalam hal ini bertindak sebagai Negara memberikan

kekuasaan kepada ketiga klan yakni klan Mengga dan klan Manggabarani berasal

dari latar belakang ABRI dan klan Masdar yang merupakan ketua umum GOLKAR

di Kabupaten Polewali Mandar, pada masa penunjukan sebagai Bupati Polewali

Mandar mereka kemudian mulai mengumpulkan apa yang oleh Charles F Andrain

sebagai sumberdaya politik, kemudian dari Sumberdaya politik yang dimiliki ketiga

klan ini membentuk sistem patronase dan memperoleh kepatuhan dari para klien

tersendiri dengan menempatkan mereka sebagai patron. Dengan sumberdaya politik

dan relasi Patron-klien inilah kemudian ketiga klan tersebut menancapkan Dominasi

mereka dalam setiap Pemilihan Kepala Daerah dan menempatkan mereka secara

eksklusif di orbit terdalam dalam Pemilihan Anggota Legislatif. Sehingga pola

sirkulasi elit yang terjadi di Polewali Mandar hanya berputar pada ketiga klan ini

saja.

H. Metodologi

1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, metode

kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik

fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Metode ini dapat juga digunakan

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

35

untuk mendapat wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui.56

Penelitian ini mencoba menggambarkan tentang bagaimana ketiga klan tersebut

menancapkan dominasinya di Kabupaten Polewali Mandar, serta bagaimana pola

relasi yang terjadi antara ketiga klan keluarga tersebut. Dengan sumber daya

politik yang melekatnya pada dirinya dan Pola relasi Patron-klien sehingga klan

tersebut dapat terus mempertahankan kekuasaannya.

Menurut Lexi J. Moleong metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati.57

Dalam metode penelitian tersebut seorang peneliti harus

terjun langsung dalam objek yang diteliti agar data dan informasi yang diperoleh

sesuai dengan objek yang diteliti.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, penelitian ini tidak hanya

menggali dan menggambarkan fenomena-fenomena yang tampak, tetapi juga

memiliki tugas untuk menjelaskan atau menginterpretasikan dengan harapan

memperoleh pemahaman dari pembacaan terhadap peristiwa yang ada. Dalam

konteks ini, peneliti memilih untuk mengambil metode kualitatif yang bersifat

eksploratif-interpretatif sehingga tidak menggunakan dan melakukan perhitungan

angka-angka seperti yang ada dalam metode kuantitatif.58

Menurut Masyhuri dan Zainuddin menyatakan bahwa Penelitian eksploratif

adalah penelitian yang masalahnya belum pernah dijajaki, belum pernah diteliti

56

Staurus, Aslem & Corbin, Juliet, 2003, Dasar-Dasar Penelitian Kualitati, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta 57

Lexi J. Moleong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosda Karya, Bandung. 58

Ibid

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

36

orang lain. Kesulitan yang dihadapi peneliti adalah masih mencari-cari akar,

meskipun peneliti dalam kondisi kegelapan masalah, tetapi ia tetap berusaha

menemukan permasalahan yang sedang atau akan diteliti tersebut.59

2. Jenis Penelitian

Fenomena politik di Polewali Mandar yang dominasi oleh ketiga klan ini,

merupakan sebuah kasus yang tidak banyak terjadi dan memiliki khasan

tersendiri, sehingga penelitian ini bukan menjadi sampel untuk sebuah kasus

yang terjadi. Selain itu penelitian ini berusaha untuk menjelaskan tentang

dominasi dari ketiga klan, tersebut terhadap para elit-elit lain yang merupakan

raja lokal dan golongan bangsawan yang berada di Polewali Mandar serta

bagaimana pola interaksi masyrakat terhapap ketiga klan keluarga tersebut.

Karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola relasi dan melacak

sumberdaya politik yang dimiliki oleh ketiga klan ini dalam mempertahankan

eksistensinya terhadap elit-elit lain di Polewali Mandar. Maka metode penelitian

kualitatif dengan pendekatan eksploratif dianggap yang paling tepat untuk

menjelaskan dominasi mereka di Polewali Mandar, eksploratif secara umum

dikenal sebagai pendekatan yang memiliki cakupan yang cukup luas namun tidak

menggali lebih mendalam terhadap sesuatu dan biasanya digunakan untuk

meneliti masalah yang belum pernah diteliti sebelumnya. Menurut Arikunto

bahwa “seorang peneliti yang ingin menggali secara luas tentang sebab-sebab

59

Masyhuri dan M Zainuddin, 2008, Metodologi Penelitian, Reflika Aditama, Bandung. Hal 48.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

37

atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu dinamakan penelitian

eksploratif”.60

Metode penelitian kualitatif dengan menggunakan metode eksploratif

membantu peneliti memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya

memahami mengapa mereka demikian. Metode penelitian kulaitatif yang

berlandaskan eksploratif menuntut suatu pendekatan holistik, menundukkan

obyek penelitian dalam suatu kostruksi ganda, yakni melihat objek dalam suatu

konteks natural, bukan parsial. Atau dengan kata lain data dalam penelitian ini

diperoleh dengan mengadakan wawancara mendalam terhadap responden.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan teknik yang diharapkan dapat menghasilkan data yang memenuhi

syarat, lengkap dan relevan. Untuk itu dalam penelitian proses pengambilan data

dilakukan dengan dua cara yaitu: Data Primer adalah data yang diperoleh secara

langsung dari responden, dan Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari

pihak lain yang lebih dahulu memperoleh dan mengelolanya.61

Berikut adalah

instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data, yakni :

a. Studi Dokumentasi dan Literatur

Untuk mendapatkan informasi mengenai objek penelitian yang lebih

banyak dan sebelum dielaborasikan, peneliti melakukan studi dokumentasi

dan literatur agar penelitian ini dapat disajikan lebih akurat.

60

Arikunto,Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. 61

Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur ...Op.cit.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

38

Arikunto menyatakan bahwa Metode Dokumentasi adalah mencari

data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.

Adapun dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini berupa sumber-sumber

tertulis yang ada baik berupa buku, profil, peraturan, literatur, laporan

maupun tabel yang erat hubungannya dengan objek penelitian.62

Penulis dalam penelitian ini memfokuskan studi pendokumentasian

dan literatur berupa data-data hasil penelitian atau riset terdahulu yang

relevan dengan kajian ini, literatur yang mendukung, jurnal-jurnal ilmiah,

data media massa yaitu koran, majalah, atau internet, data-data resmi

kelembagaan, maupun data pendukung lainnya.

b. Wawancara Mendalam (in-depth Interview)

Teknik pengumpulan data berikutnya adalah wawancara secara

mendalam (in-depth interviw) dengan apa yang menjadi objek penelitian.

Wawancara atau interview adalah suatu teknik pengumpulan data dengan

melakukan tanya jawab secara langsung terhadap responden yang dianggap

mempunyai hubungan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini,

pedoman wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur,

dimana peneliti mula-mula menanyakan sejumlah pertanyaan yang sudah

terstruktur, kemudian diperdalam untuk memperoleh keterangan secara lebih

mendalam. Seperti yang dikemukakan oleh Arikunto mengenai wawancara

semi terstruktur: Mula-mula interviewer menanyakan serentetan pertanyaan

62

Ibid

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

39

yang sudah terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek

keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa

meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.63

Menurut Nazir Wawancara adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara mengadakan tanya jawab sambil bertatap

muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau

responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide

(panduan wawancara).64

Wawancara mendalam merupakan suatu cara yang dilakukan untuk

mengungkap dan mengelaborasi sebanyak mungkin informasi melalui tanya

jawab langsung dengan responden sesuai dengan tujuan penelitian.65

Data

yang dikumpulkan berbentuk hasil wawancara yang dilakukan terhadap

narasumber yang berasal dari para pelaku terkait yang terdiri dari raja-raja

dan keturunan bangsawan mandar, tokoh masyarakat, cendekiawan lokal dan

pemuka agama, serta ketua partai politik besar yang ada di Kabupaten

Polewali Mandar.

4. Lingkup dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini merupakan studi yang membahas mengenai para elit lokal yang

kemudian bersaing untuk memperoleh kekuasaan di Mandar, namun dalam

praktinya hanya ada tiga klan saja yang secara bergantian medapatkan

63

Ibid hal 227 64

Nazir, Mohammad, 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta hal 193 65

Koentjaningrat dalam Koentjaningrat, 1977, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,

Jakarta: Gramedia, hal. 162

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

40

kedudukan sebagai Bupati Polewali Mandar, bahkan pasca liberalisasi politik

ketiga klan ini masih terus mendominasi politik di Polewali Mandar. Sehingga

lingkup dan cakupan penelitian ini adalah mencoba menyajikan elit dari ketiga

klan keluarga ini dan orang-orang penting yang berada disekitar mereka pada

saat proses demokrasi berlangsung dan menyajikan semua proses demokrasi

yang dengan segala keterlibatan mereka dalam mempertahankan dominasinya.

Walaupun penelitian ini berjudul Dominasi politik di Mandar, dimana atau

yang lebih dikenal dengan Sulawesi Barat, namun karena ketiga klan keluarga

tersebut bermukim di Kabupaten Polewali Mandar maka lokus penelitian

penelitian akan dibatasi di lingkup Kabupaten Polewali Mandar.

5. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan & Biklen Analisis data adalah proses mencari data dan

mengatur secara sistematis transkrip interview, catatan di lapangan, dan bahan-

bahan lain yang anda dapatkan, yang kesemuanya itu untuk meningkatkan

pemahaman terhadap suatu fenomena dan membantu anda untuk

mempresentasikan penemuan anda kepada orang lain.66

Menurut Nasution dalam buku Metode Research, tiga langkah dalam

menganalisis data pada penelitian kualitatif yaitu :67

1. Reduksi data

Data yang diperoleh di lapangan diperoleh dalam bentuk laporan terinci.

Laporan itu direduksi, dirangkum dan dipilih-pilih hal-hal penting

kemudian dicari tema dan polanya.

66

Irawan, Prasetya, 2000, Logika Dan Prosedur Penelitian, STIA-LAN Press, Jakarta. Hal 100 67

Nasution, 2002, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung. Hal 129

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

41

2. Display data

Untuk menghindari kesulitan dalam melihat gambaran dari data yang

bertumpuk maka bagian-bagian tertentu dari penelitian diusahakan dalam

bentuk matrik, grafik, network, atau charts.

3. Mengambil keputusan dan verifikasi Data dikumpulkan dan dicari

maknanya, pola hubungan, tema, persamaan, hal-hal yang sering timbul,

hipotesis dan lain sebagainya.

I. Sistematika Penulisan

Mengingat penelitian ini memakai metode penelitian Kualitatif, maka tesis

ini disusun atas dasar pengalaman penulis selama di lapangan. Penulisan ini

bersifat narasi yang disajikan dalam beberapa bentuk sistematika yang disarikan

sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, studi

literatur, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bagian ini

berisi landasan pemikiran tesis dan operasional kerja tesis. Bab pertama ini

bertujuan untuk memberi pemahaman kepada pembaca tentang masalah

mendasar penelitian ini, termasuk didalamnya mengapa masalah penelitian ini

penting untuk dikaji dalam konteks sekarang.

Bab II Mandar Sejarah dan Budaya

Pada bab ini akan menjelaskan keadaan sejarah, demografi, struktur masyarakat,

pranata, dan karakter masyarakat sebagai gambaran umum masyarakat Polewali

Mandar dan kebudayaannya. Serta mendeskripsikan tentang profil dan sejarah

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

42

ketiga klan dalam memperoleh kekuasaan di Polewali Mandar. Tujuan dari

penulisan ini untuk melacak bagaimana awal mula generasi pertama dari masing-

masing keluarga ini memperoleh kekuasaan di Polewali Mandar.

Bab III Dari Sumberdaya Politik dan Patron-Klien, Menuju ke Dominasi

Politik

Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan sumber daya yang dimiliki oleh

ketiga klan yang digunakan untuk memobilisasi massa dalam setiap proses

demokrasi yang terjadi di Polewali Mandar. Bagian ini juga merupakan hasil

penelitian yang dilakukan penulis selama dilapangan.

Bab IV Dominasi Politik dan Pertarungan Sumberdaya Antara Kontestasi

dan Kolaborasi

Pada bab ini membahas kontestasi diantara ketiga Klan dalam Pilkada dan

memetakan daerah yang menjadi basis massa dari ketiga klan tersebut. Tujuan

dari bab ini untuk melihat bagaimana sumber daya digunakan untuk dijadikan

strategi dalam setiap proses demokartisasi di Polewali Mandar. Selain itu pada

bagian ini juga membahas kerjasama diantara ketiga klan dalam setiap Pilkada.

Tujuan dari bab ini untuk melihat bagaimana hubungan diantara ketiga klan,

yang tidak selalu berkontestasi, tetapi juga berkolaborasi, dan melihat apa yang

menjadi dasar dari hubungan tersebut. Bab ini juga akan membahas mengenai

bagaimana ketiga klan keluarga ini mempertahankan kekuasaan mereka dari elit-

eli baru yang semakin marak bermunculan di Mandar, baik itu elit dibidang

Ekonomi, Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66547/potongan/S2-2013... · Raja-raja lokal yang telah lama termarjinalkan pada masa orde baru,

43

Bab V Penutup

Bab ini merupakan penutup yang merupakan kesimpulan dari hasil penelitian

sekaligus jawaban dari pertanyaan penelitian. Tidak sampai disitu, dalam bagian

ini juga diisi dengan refleksi kritis atas kelemahan-kelemahan dari penelitian

sebelumnya berdasar kankonsep-konsep yang telah diterapkan berdasarkan hasil

temuan-temuan di lapangan serta refleksi teoritis terkait dengan fenomena yang

terjadi di masyarakat Kabupaten Polewali Mandar sekaligus kesimpulan sebagai

jawaban atas pertanyaan penelitian.