bab 4 hasil dan pembahasan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/asli/bab4/2007-3-00456-ti bab...
TRANSCRIPT
69
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data
Data-data yang didapat selama masa observasi pada PT.Isopanel
Dunia. yang berkenaan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Data hasil produksi dan jumlah cacat dari produk telecomunication shelter
yang dihasilkan yaitu produk ; Wall Panel Standart selama dua bulan
berturut-turut, yakni bulan Januari dan Febuari 2007.
Data-data karakteristik kualitas kunci produk (CTQ) yang di dapat dari hasil
wawancara dan diskusi dengan bagian Quality Control & Produksi di
perusahaan.
Data hasil produksi dan jumlah cacat untuk produk Wall Panel Standart
selama bulan Januari dan Febuari 2007.
Hasil pengumpulan data ini akan diperlihatkan langsung pada bagian
selanjutnya dari bab ini pada analisa data.
70
4.2 Analisis Data Dan Pembahasan
Untuk memecahkan masalah yang ada pada perusahaan maka
diperlukan pengolahan atau analisa terhadap data-data yang telah dikumpulkan
diatas. Data-data tersebut di olah dengan menggunakan metode DMAIC, yang
merupakan inti dari metodologi Six Sigma khususnya untuk pemecahan masalah.
Dalam tiap fase DMAIC terdapat beberapa alat-alat statistik/QC sederhana yang
dapat di gunakan untuk mengolah atau menganalisa data. Berikut ini akan di
jelaskan fase-fase dalam metode DMAIC.
4.2.1 Fase Define (Pendefinisian)
Define merupakan langkah operasional pertama dalam proses peningkatan
kualitas Six Sigma.Tahap ini merupakan tahapan untuk medefinisikan proses
yang akan dibahas selanjutnya sebelum menentukan karakteristik kualitas
dan kebutuhan pelanggan yang lain.
Langkah-langkah yang terdapat dalam fase Define adalah sebagai berikut :
1. Menentukan atau mendefinisikan tujuan dari proyek Six Sigma
2. Membuat gambaran secara keseluruhan dari perusahaan baik SIPOC
Diagram dan Proses Operation Process Chart.
Setiap proses pasti memiliki unsur-unsur utama yakni pemasok, input,
output, pelanggan dan proses itu sendiri. Dalam metode Six Sigma proses
seringkali dapat digambarkan dalam format SIPOC Diagram.
Adapun SIPOC Diagram di PT. Isopanel Dunia adalah seperti dibawah ini:
71
Supplier Input Proses Output Customer
Raw
Material
Coil and
chemical
from china
and
Indonesia
Metal
galvanish
sheet,
isocyanet
and
polyurethane
- Wall Panel
- Side Panell
- Floor and top
Panel
Provider
telecomunication
Gambar 4.1 Diagram SIPOC
Dari diagram SIPOC diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Supplier, Raw material berasal langsung dari china dan Indonesia
Untuk Metal galvanish steel ( Coil ) memiliki ketebalan 0.5 mm .
2. Input, bahan baku yang digunakan oleh PT. Isopanel Dunia
adalah : Metal Galvasinh sheet , isocyanate, dan polyurethane
3. Proses.
Berikut adalah proses dari pembuatan wall panel standart:
Bending
Injection :
- Perakitan Colourbond - press cetakan - injection
storage
Cutting
Heating
72
Gambar 4.2 Peta Proses Operasi
Tahapan 1
Raw Material yang berupa Metal Galvasinh Sheet / Colour bond dan Blue
plastik
73
Tahapan 2
Raw Material yang berupa metal galvanish steel ( Colour bond ) dilapisi
dengan blue plastik dengan menggunakan heating machine.
Gambar 4.3 Pelapisan Blue Plastik
Tahapan 3
Pemotongan colour bond sesuai ukuran yang sudah direncanakan oleh Dept
PPIC. Dengan menggunakan CNC Cutting machine.
Gambar 4.4 Pemotongan Colour Bond
Tahapan 4
Proses penekukan pada keempat sisi nya sebesar 90o dengan menggunakan
Houtung bending machine. Mesin bending ini masih dioperasikan secara
manual.
74
Gambar 4.5 Bending Machine
Tahapan 5
Pengangkutan material ke Injection Process dengan menggunakan forklift.
Tahap 6
Perakitan lembaran colourbond yang sudah dipotong dan dibending
didalam mold/ cetakan secara manual.
Tahap 7
Setelah dirakit diatas cetakan / mold lalu cetakan – cetakan tersebut di press
dengan menggunakan mesin press hidraulik, dalam 1 kali perakitan akan
dihasilkan 4 susun cetakan. Yang akan menghasilkan 4 keping panel sekali
inject. Dalam penyusunan cetakan ini diperlukan ketelitian ekstra dalam
melakukan proses pressing cetakan karena tidak boleh ada udara yang
masuk ke dalam cetakan tersebut. Agar chemical dapat mengembang
sempurna.
75
Gambar 4.6 Proses Penyusunan cetakan
Tahap 8
Injection proces dimana dilakukan proses pengisian campuran chemical
Poly dan Iso dengan perbandingan dan rasio yang sudah di standarisasikan.
Proses injec ini menggunakan mesin canon. Dimana menggunakan manusia
sebagai operatornya. Dalam melakukan injection ini harus dilakukan oleh
dua orang operator. Karena besarnya tekanan yang dihasilkan oleh mesin
ini.
Gambar 4.7 Injection Process
76
Tahap 9
Setelah di inject mold / cetakan tidak dapat langsung di buka harus
didiamkan selama + 45 menit sebelum dikirin ke bagian finishing.
Tahapan 10
Finishing process dimana dilakukan proses pembersihan sisa – sisa
chemichal yang menempel pada sisi – sisi dan permukaan panel. Selain itu
dilakukan pemebersihan sisa – sisa scrap yang menempel pada panel. Alat
yang digunakan pada proses ini hanya menggunakan kape dan bor tangan.
Pada proses ini menggunakan operator manusia.
Gambar 4.8 Process Finishing Panel
Tahapan 11
Palleting process dimana dilakukan penempatan barang finish suatu tempat
khusus dan pada tahapan ini bagian quality melakukan pengecekan visual
seperti :
• Gelombang
• Baret
• PU tidak merata
• Penyok
77
Tahapan 11
Handling process dilakukan pengangkutan panel dari production dept ke
warehouse finish good.
Demikian urutan tahapan – tahapan proses produksi sampai pengiriman ke
warehouse finish good.
4. Outputs : Merupakan produk ( baik bahan setengah jadi ataupun bahan
jadi ) dari suatu proses.Output yang dihasilkan dalam proses
pembuatan panel berbagai macam tipe,tetapi pada pembahasan kali ini
penulis mentitikberatkan pada tipe wall panel standart 118 x 315.
5. Customer : Merupakan sekumpulan orang atau kelompok yang
menerima output atau pelangggan yang memesan produk
tersebut.dalam hal ini provider telekomunikasi di indonesia ( indosat,
telkomsel, exelcomindo, mobile 8, bakrie telecom, telkom serta
sampurna).
4.2.2 Measure (Pengukuran)
Measure merupakan langkah operasional kedua dalam rangka
peningkatan kualitas dalam metode DMAIC. Pada tahap ini dilakukan
pengukuran dan mengenali dan menginventarisasi karakteristik kualitas kunci
kualitas (CTQ).
Tahap pengukuran ini sangat penting peranannya dalam meningkatkan
kualitas, karena dapat diketahui keadaan perusahaan dari data yang ada
sehingga menjadi patokan atau dasar untuk melakukan analisa dan perbaikan.
78
dalam Six Sigma ada dua basis pengukuran yaitu konsep pengukuran kinerja
produk dan konsep pengukuran kinerja proses.
Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan pengukuran kinerja
proses :
1. Menghitung batas-batas kendali pada proses yang memproduksi
produk wall panel standart dengan data-data produksi yang telah
dikumpulkan pada bulan januari – februari 2007.
2. Menghitung Kapabilitas Proses saat ini. Sehingga dapat diketahui
apakah saat ini proses sudah cukup capable.
Selanjutnya berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan
pengukuran kinerja produk :
1. Menghitung DPU (Defect per Unit ), yaitu rata-rata cacat pada setiap
unit.
2. Menghitung DPO (Defect per Opportunities), DPMO (Defet per
Million Opportunities) dan Level Sigma dari produk yang di ukur.
3. Menghitung COPQ (Cost Of Poor Quality), yaitu biaya akibat
rendahnya kualitas produk, namun pada penelitian ini peneliti tidak
dapat menghitung COPQ dikarenakan terbatasnya data yang didapat
dari perusahaan.
79
4.2.2.1 Identifikasi Karakteristik Kualitas
Pada tahap ini dilakukan indentifikasi pada karakteristik kualitas yang
merupakan bagian terpenting untuk memuaskan pelanggan. Terdapat dua
ukuran yang menjadi sumber karakteristik kualitas, yaitu antara lain :
1. Ukuran Fisik, mencakup kekuatan, kekerasan dan lain-lain.
2. Ukuran Non fisik , mencakup penampilan produk secara umum/visual.
Pada tabel dibawah ini adalah CTQ (Critical To Quality) dari produk wall
panel standart.
Tabel 4.1 Karakteristik CTQ
No. Jenis Cacat Definisi Operasional
1.
Gelembung
Proses setting awal mesin tidak sesuai
sehingga mengakibatkan density yang tidak
sesuai. Material yang tidak memenuhi
standart.
2. Penyok
Cetakan/mold tidak sesuai, perbandingan
material tidak sesuai.
3. Baret
Pada saat proses finishing terdapat scrap
yang mengakibatkan pergeseran.
4. P.U Tidak Padat Perbandingan Chemical tidak sesuai,
Temperatur mesin yang tidak sesuai. Salah
mengkalibrasi mesin.
80
4.2.2.2 Pengukuran Kinerja Proses
4.2.2.2.1 Perhitungan batas kendali dan peta kendali p
ninipppLCL
ninipppUCL
pCLoduksiJumlah
cacatp
)3577.01(3577.033577.0)1(3
)3577.01(3577.033577.0)1(3
358.0
0,3577 42691527
Pr
−−=
−−=
−+=
−+=
==
==Σ
Σ=
S p = ( ){ }ni
barp1barp −−−
S p = ( )ni
3577,013577,0 −
Rumus simpangan baku dalam persentase (Sp, %)
S p = ( ){ }ni
barp100barp −−−
S p = ( )ni
3577,01003577,0 −
Dimana ni = jumlah unit yang diinspeksi = jumlah unit yang diproduksi.
81
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan UCL dan LCL untuk peta kendali p
Pengamatan
Produksi Jumlah Proporsi persentasi simpangan ucl lcl
(hari) ( unit) Cacat kesalahan (P,%)
1 145 55 0,38 38 0,0398 0,4771 0,23832 178 34 0,19 19 0,0359 0,4655 0,24993 153 67 0,44 44 0,0388 0,4739 0,24144 125 33 0,26 26 0,0429 0,4863 0,22915 132 69 0,52 52 0,0417 0,4829 0,23256 162 63 0,39 39 0,0377 0,4707 0,24477 133 24 0,18 18 0,0416 0,4824 0,23308 147 53 0,36 36 0,0395 0,4763 0,23919 129 32 0,25 25 0,0422 0,4843 0,2311
10 148 42 0,28 28 0,0394 0,4759 0,239511 171 55 0,32 32 0,0367 0,4677 0,247712 142 34 0,24 24 0,0402 0,4784 0,237013 136 47 0,35 35 0,0411 0,4810 0,234414 142 61 0,43 43 0,0402 0,4784 0,237015 122 39 0,32 32 0,0434 0,4879 0,227516 145 31 0,21 21 0,0398 0,4771 0,238317 123 25 0,20 20 0,0432 0,4874 0,228018 174 79 0,45 45 0,0363 0,4667 0,248719 155 46 0,30 30 0,0385 0,4732 0,242220 164 79 0,48 48 0,0374 0,4700 0,245421 136 46 0,34 34 0,0411 0,4810 0,234422 152 68 0,45 45 0,0389 0,4743 0,241123 123 56 0,46 46 0,0432 0,4874 0,228024 132 45 0,34 34 0,0417 0,4829 0,232525 124 76 0,61 61 0,0430 0,4868 0,228626 112 25 0,22 22 0,0453 0,4936 0,221827 143 79 0,55 55 0,0401 0,4779 0,237428 145 65 0,45 45 0,0398 0,4771 0,238329 132 54 0,41 41 0,0417 0,4829 0,2325
30 144 45 0,31 31 0,0399 0,4775 0,2379Total 4269 1527 0,357695 pbar 0,3577
82
Sample
Prop
orti
on
30272421181512963
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
_P=0,3577
UCL=0,4775
LCL=0,2379
1
1
1
11
1
1
1
P Chart of C2
Tests performed with unequal sample sizes
Grafik 4.1 Peta kendali P bulan Januari- febuari 2007
Dapat diketahui dari peta kendali p diatas bahwa proses produksi Wall Panel
standart dinyatakan dalam keadaan tidak terkendali. Ini dikarenakan terdapat
delapan titik yang melewati batas kendali statistik. Hal ini menunjukkan ada
penyebab khusus variasi.Titik-titik yang keluar adalah data pada pengamatan
2,5,7,16,17,20,25 dan 27. Ketidakstabilan karena ada permasalahan diantaranya
pada material ,dies & mesin-mesinnya. Keabnormalan ini terjadi karena telatnya
preventive maintanance dan pengawasan, sehingga mesin tidak berjalan dengan
baik.
83
4.2.2.2.3.Kapabilitas Proses
Perhitungan kapabilitas proses berguna untuk melihat apakah proses
yang berjalan pada proses wall panel standart cukup capable.
♦ Peta Kendali p
Karena data pada peta kendali p diatas sudah berada dalam batas
kendali maka dapat dihitung kapabilitas prosesnya, dengan perhitungan
sebagai berikut
Dari perhitungan sebelumnya yaitu pada perhitungan peta kendali p
didapat p = 0,3577
Cp = 1- p
Cp = 1- 0,3577 = 0.65 atau 65 %
Persentase sebesar 65% ini berarti kemampuan proses dalam
menghasilkan produk cacat sekitar 35 %. Keadaan ini tidak terlalu baik,
tetapi dengan tingkat kapabilitas ini proses masih belum dapat untuk
menghasilkan kualitas produk yang bebas cacat atau zero defect, karena
masih ada 35 % dari produk yang mengalami kegagalan dalam proses dan
setidaknya perusahaan ingin mencapai target yaitu Quality Improvement
dalam menghasilkan produk cacat.
84
4.2.2.3 Pengukuran Kinerja Produk
4.2.2.3.1. Perhitungan DPMO ( Defect Per Million Opportunities ) untuk
kinerja atribut
DPMO merupakan ukuran kegagalan dalam mentode DMAIC, yang
menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Adapun tahap-tahap
perhitungan DPMO adalah sebagai berikut :
Unit (U)
Merupakan jumlah wall panel standart (pcs) yang diproduksi selama
bulan Januari – febuari 2007, yaitu sebanyak 4269.
Opportunities (OP)
Merupakan karakteristik kualitas yang berpotensi untuk menurunkan
kualitas karena terdapat cacat pada wall panel standart (pcs), atau
disebut CTQ (Critical To Quality). Dalam penelitian ini CTQ
berjumlah 4 karakteristik.
Defect (D)
Merupakan cacat yang timbul pada produk wall panel standart (pcs)
berdasarkan CTQ selama bulan Januari-febuari 2007. Jumlah wall
panel standart (pcs), yang cacat selama bulan januari- febuari 2007
berjumlah 1527 Pcs.
85
Perhitungan :
• Jumlah produksi pada saat pengamatan = 4269 pcs
• Jumlah produksi dalam satuan unit = 3,14230
4269= pcs
• Banyaknya cacat pada saat pemeriksaan = 1527 pcs
• Banyaknya cacat dalam satuan unit = 9,5030
1527=
• DPU ( Defect Per Unit ) =3,142
1527 = 10,7308
• Karakteristik CTQ = 4
• Peluang cacat untuk setiap CTQ =43,142
1527x
=2,569
1527 = 2,682
• Nilai DPMO = 2,682 x 610 = 2682000
• Tingkat sigma = 2,125 σ
Dari hasil perhitungan konversi diatas maka didapatkan nilai sigma
sebesar 2,125σ. Apabila dilihat dari pencapaian level sigma tersebut, maka
dapat di katakan bahwa tingkat pencapaian kualitas produk wall panel
standart kurang “baik”.Untuk itu perusahaan perlu untuk menjadikan
produk tersebut lebih berkualitas maka angka level diatas masih harus
ditingkatkan hingga mendekati level kesempurnaan 6σ.
86
4.2.3 Analyze ( Analisa )
Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas
Six- Sigma. Dalam tahapan ini hal yang perlu dilakukan adalah menganalisa
hasil yang akan didapat pada tahap measure. Dan mengidentifikasi sumber-
sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan.
Pada tahap ini akan dilakukan beberapa hal berikut:
1. Mengidentifikasi jenis-jenis cacat yang terjadi dalam bulan januari-febuari
2007 dan membuat prioritas cacat mana yang memiliki kontribusi
dominan terhadap menurunnya kualitas produk secara keseluruhan.
2. Menginventarisasi dan menganalisa berbagai akar penyebab masalah dari
cacat-cacat yang dominan tersebut, ditinjau dari segi man, machine,
method dan material.
3. Mencari penyebab yang paling dominan diantara seluruh daftar akar
penyebab masalah diatas.
4.2.3.1 Identifikasi Jenis Cacat yang Dominan
Langkah awal dalam tahap ini adalah mencoba untuk mengidentifikasi secara
kuantitatif jenis-jenis cacat yang paling dominan atau paling sering terjadi
dalam waktu dua bulan (januari -febuari), berikut adalah data cacat beserta
diagram pareto untuk menunjukkan cacat apa yang paling dominan.
87
Tabel 4.3 Data Jumlah Cacat
No. Jenis Cacat Jumlah Cacat
(Jan-feb 2006) F Fk
1. Gelembung 438 28,6 28,6 2. Penyok 77 5,04 33,64 3. Baret 25 1,63 35,27 4. P.U tidak padat 987 64,73 100,0
Total 1527
Dari data diatas dapat dibuat diagram pareto, dimana diagram pareto
ini digunakan untuk menentukan jenis cacat penyebab turunnya kualitas pada
produk wall panel standart (pcs) yang memerlukan prioritas penanganan
sehingga dapat dibuat penyelesaian masalahnya. Dari diagram pareto ini akan
terlihat jelas cacat yang paling sering terjadi selama bulan januari-febuari
2007.
88
Coun
t
Perc
ent
Jenis CacatCount
1,6Cum % 64,6 93,3 98,4 100,0
987 438 77 25Percent 64,6 28,7 5,0
OtherpenyokgelembungPU Tidak Padat
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
100
80
60
40
20
0
Pareto Chart of Jenis Cacat
Gambar 4.9 Diagram Pareto untuk jenis cacat.
Dari diagram diatas, dapat diketahui bahwa jenis cacat yang
diperlukan penanganan khusus adalah P.U tidak padat dan gelembung, dilihat
dari frekuensi yang cukup besar, dengan masing-masing persentase
64,73%,dan 28,7%. Ketiga karakteristik cacat ini merupakan masalah yang
harus terlebih dahulu dipecahkan. Untuk memperlihatkan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kualitas hasil dan menunjukkan faktor-faktor penyebab
(sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh factor
tersebut, dapat digunakan fishbone atau diagram sebab akibat.
89
4.2.3.2 Analisa sebab-akibat dengan menggunakan Fishbone.
Dibawah ini akan diuraikan satu per satu diagram fishbone untuk keempat
karakteristik kualitas diatasDari Fishbone diatas menunjukkan sebab-sebab yang
mengakibatkan terjadinya ketiga cacat yang paling dominan yaitu:
1. PU Tidak Padat
2. Gelembung dan
3. Penyok
Berikut adalah uraian untuk setiap faktor-faktor penyebab cacat,yang ditinjau dari
segi manusia,mesin,material serta metode
90
1. PU Tidak Padat
Gambar 4.10 Diagram Fish bone Penyebab Cacat PU Tidak padat
• Faktor manusia
Ditinjau dari segi manusia, yang menyebabkan timbulnya cacat berupa
PU Tidak padat adalah operator kurang berkonsentrasi, sehingga
waktu melakukan proses produksi material yang akan diproses tidak
sesuai perbandingannya . Dan juga kurangnya disiplin dari para
operator, dimana operator mengobrol pada saat kerja sehingga tidak
konsentrasi. Kesalahan dari pihak teknisi juga berpengaruh dimana
91
seharusnya teknisi terus memantau keadaan dari mesin dan melakukan
perawatan secara teratur.
• Faktor Mesin
Dari segi mesin, cacat PU Tidak padat sangat berpengaruh besar
karena perbandingan chemical yang digunakan bergantung pada
setting awal mesin yakni density dan kecepatan injection dari
chemmical tersebut yang sangat berpengaruh pada proses kepadatan
PU.
• Faktor Material
Dari segi material cacat PU Tidak padat merupakan penyebab utama
disebabkan karena pada saat material chemichal datang tidak langsung
diproses melainkan disimpan terlebih dahulu di gudang raw
material,oleh karena itu menyebabkan senyawa – senyawa kimia yang
terkandung didalamnya tidak berfungsi maksimal.
• Faktor Metode Kerja
Dari segi metode kerja, belum adanya sosialisasi standarisasi kerja
yang baik dan juga operator terburu-buru bekerja karena dikejar oleh
target perusahaan.
92
Gambar 4.11 Jenis cacat PU Tidak padat
Dari keempat faktor penyebab diatas, berikut Fish bone yang
menunjukkan faktor penyebab cacat PU Tidak padat yang didapat
dari hasil wawancara oleh operator & manager produksi serta bagian
QC (responden dilingkungan pabrik)
93
2. Gelembung
Gambar 4.12 Diagram Fishbone Penyebab Cacat Gelembung
• Faktor Manusia
Dari segi manusia, cacat gelembung ini diakibatkan karena operator
kurangnya kehati-hatian serta terlalu keras meletakkan panel dari
proses yang satu ke proses lainnya.
• Faktor Material
Dari segi material,pada saat proses terjadi Pengembangan chemical
yang terlalu berlebih sehingga menyebabkan gelembung.
• Faktor Mesin
Dari segi mesin, cacat gelembung dikarenakan mesin yang sudah lama
& kurangnya perawatan,sehingga kalibrasi tidak pernah sesuai .
94
• Faktor Metode Kerja
Faktor metode kerja yang mempengaruhi kecacatan legok ini adalah
kurang telitinya bagian QC untuk memberikan prosedur baik untuk
mesin-mesin yang sudah ada terlebih mesin baru. Hal ini dapat diatasi
dengan memotivasi karyawan dengan penghargaan secara materi atau
imateri.
Gambar 4.13 Jenis Cacat gelembung.
Dari keempat faktor penyebab diatas, berikut fish bone yang
menunjukkan faktor penyebab cacat pecah yang didapat dari hasil
wawancara oleh operator & manager produksi serta bagian QC
(responden di lingkungan pabrik)
95
3 Penyok
Gambar 4.14 Diagram fish bone Penyebab Cacat penyok
• Faktor manusia
Ditinjau dari segi manusia, yang menyebabkan timbulnya cacat
penyok adalah operator kurang berkonsentrasi, sehingga waktu
memasukkan material ke cetakan tidak pas , panel menjadi penyok .
Dan juga kurangnya disiplin dari para operator, dimana operator
mengobrol pada saat kerja sehingga tidak konsentrasi. Hal ini dapat
diatasi dengan memotivasi karyawan dengan penghargaan secara
materi atau inmateri.
• Faktor Material
96
• Faktor Material
Dari segi material colourbond tipis, sehingga ketika pada saat proses
press material tidak kuat & menyebabkan mudah patah/ penyok
• Faktor Mesin
Faktor mesin yang mempengaruhi kecacatan penyok ini adalah Mold
yang tidak tepat menyimpannya.
• Faktor Metode Kerja
Faktor metode kerja yang mempengaruhi kecacatan penyok ini adalah
kurang telitinya bagian QC untuk memberikan prosedur baik untuk
cetakan –cetakan yang sudah ada terlebih cetakan baru. Hal ini dapat
diatasi dengan memotivasi karyawan dengan penghargaan secara
materi atau imateri.
Gambar 4.15 Jenis cacat penyok.
97
Dari keempat faktor penyebab diatas, berikut fish bone yang
menunjukkan faktor penyebab cacat penyok yang didapat dari hasil
wawancara oleh operator & manager produksi serta bagian QC
(responden di lingkungan pabrik)
4.2.4 Improve ( Perbaikan kinerja kualitas )
Fase atau tahap yang keempat dalam Metodologi Six Sigma adalah
tahap Improve. Pada tahap ini usaha-usaha peningkatan kinerja kualitas
produk dan juga proses dimulai dengan cara:
♦ Memberi bobot kepada setiap tipe modus kegagalan potensial yang dapat
menimbulkan cacat pada produk wall panel standart berdasarkan Tingkat
Keparahan (Severity Rate), Tingkat Kejadian (Occurrence Rate) serta
Kemampuan Deteksi (Detectability) untuk menetukan skor prioritas (RPN)
sebagai suatu indikator terhadap pembuatan solusi-solusi potensial untuk di
aplikasikan dalam bentuk tindakan-tindakan korektif paling awal yang akan
dilakukan.
♦ Membuat Usulan Perbaikan Untuk Mengurangi Cacat dalam Proses.
98
4.2.4.1 Analisa Kuantitatif Modus Kegagalan Potensial dengan FMEA
Modus Kegagalan Potensial, adalah suatu bentuk kesalahan yang
mungkin terjadi selama kegiatan proses produksi baik dari faktor
manusia, mesin, material, lingkungan atau metode yang dapat
menimbulkan kegagalan pada produk untuk memenuhi spesifikasi atau
persyaratan tertentu.
Ada beberapa bagian atau unsur penting dalam membuat FMEA, antara
lain yaitu:
Efek Modus dari Kegagalan, adalah akibat atau konsekuensi yang
ditimbulkan oleh sebab adanya kegagalan dalam proses produksi.
Penyebab Potensial dari Modus Kegagalan, adalah sebab-sebab
potensial yang melatarbelakangi terjadinya kegagalan.
Kriteria Tingkat Keparahan (Severity Rate), adalah bobot berupa
angka numerik yang mengindikasikan tingkat (Rating) keseriusan
atau keparahan dari efek yang di timbulkan akibat adanya
kegagalan.
Kriteria Tingkat Kejadian (Occurrence Rate), adalah bobot berupa
angka numerik yang mengindikasikan rating frekuensi
kemunculan dari kegagalan.
Kriteria Tingkat Deteksi (Detection Rate), adalah bobot berupa
angka numerik yang mengindikasikan rating/tingkat kemampuan
99
dari sistem pengendalian saat ini untuk dapat mendeteksi atau
menemukan setiap modus kegagalan.
Pengendalian saat ini, adalah sistem kontrol yang ada di
perusahaan saat ini untuk dapat mengendalikan elemen-elemen
proses produksi dari setiap probabilitas untuk terjadinya kerusakan
atau kegagalan potensial.
Nomor Resiko Prioritas (Risk Priority Number-RPN), adalah bobot
berupa angka numerik yang mengindikasikan prioritas utama
terhadap risiko yang dihadapi akibat adanya suatu modus
kegagalan potensial tertentu.
RPN = O x S x D
Untuk setiap bobot Occurrence,Detection, dan Severity dapat dilihat
pada bagian bab 2.
Berikut adalah FMEA untuk jenis cacat PU Tidak Padat, gelembung dan
penyok..
100
A. Jenis Cacat PU Tidak Padat
Tabel 4.4 FMEA Untuk Jenis Cacat PU Tidak Padat
Nilai Modus
kegagalan
Potensial
Efek Potensial
Modus Kegagalan O S D
RPN Sebab Potensial
Modus Kegagalan Pengendalian
Material Buruk
Material Chemical
yang dipakai tidak
sesuai stndart.
Senyawa –senyawa
yang terkandung
sudah berubah
sehingga
menyebabkan
pengembangan yang
tidak sempurna
8 6 4 192
Kurang telitinya
pihak QC dalam
melakukan inspeksi
Membuat standar
inspeksi dan
menempatkan
pegawai yang
bertanggung
jawab tinggi
Setting mesin
Kesalahan kalibrasi
mesin yang
mengakibatkan
salahnya komposisi
bahan material
8 3 6 144
Tidak adanya
standart kalibrasi /
setting mesin yang
baku
Membuat
standart setting
mesin yang baku
Operator Kurang
Berkonsentrasi
Skill dan faktor
kelelahan 4 3 3 36
Kurangnya
pengawasan sistem
kerja yang monoton
dan mengejar target
Meningkatkan
pengawasan
Dilakukan rotasi
pekerjaan
101
Apabila dilihat dari tabel FMEA diatas, maka prioritas terbesar terhadap risiko ada
pada mode kegagalan berupa material yang buruk, hal ini dapat dilihat pada bobot
RPN dari masing-masing mode kegagalan, terlihat bahwa bobot terbesar yakni 192
ada pada mode kegagalan tersebut. Setelah diketahui akar penyebab dari cacat pada
PU Tidak padat. Berikut adalah upaya perbaikan untuk jenis cacat PU Tidak padat.
Usulan perbaikan untuk cacat PU Tidak padat
Karena itu jenis mode kegagalan ini harus menjadi perhatian manajemen
khususnya bagian QC.
Mengecek ulang material khususnya chemical untuk mencegah agar tidak
terjadi kesalahan, atau minimal tingkat kesalahan dapat di kurangi.
Material yang datang dari supplier harus digunakan dalam jangka waktu
yang telah ditentukan.
Hasil finishing di check ulang.
102
B. Jenis Cacat Gelembung
Tabel 4.5 FMEA Untuk Jenis Cacat Gelembung
Nilai Modus
kegagalan
Potensial
Efek Potensial
Modus
Kegagalan O S D
RPN Sebab Potensial
Modus Kegagalan Pengendalian
Material
Buruk
Pada saat
proses
pengeringan
berlangsung
terjadi
pengembangan
material yang
berlebih
menyebabkan
terjadi
gelembung di
permukaan
4 4 3 48
Kurang telitinya
pihak QC dalam
melakukan inspeksi
Membuat standar
inspeksi dan
menempatkan
pegawai yang
bertanggung
jawab tinggi
Setting
mesin
Kesalahan
kalibrasi mesin
yang
mengakibatkan
salahnya
komposisi
bahan material
8 4 5 160
Tidak adanya
standart kalibrasi /
setting mesin yang
baku
Membuat
standart setting
kalibrasi mesin
yang baku
Operator
kurang
konsentrasi
Pada saat
meletakan
material
operator
kurang kehati-
hatian
6 4 5 120
Kurangnya
pengawasan
Sistem kerja yang
monoton dan
mengejar target
Meningkatkan
pengawasan
Dilakukan rotasi
pekerjaan
103
Apabila dilihat dari tabel FMEA diatas, maka prioritas terbesar terhadap risiko ada
pada mode kegagalan yang disebabkan oleh setting mesin, hal ini dapat dilihat pada
bobot RPN dari masing-masing mode kegagalan, terlihat bahwa bobot terbesar yakni
160 ada pada mode kegagalan tersebut. karena umur mesin yang sudah lama atau
kurang perawatan dari teknisi
Usulan perbaikan untuk cacat Gelembung
Karena itu jenis mode kegagalan ini harus menjadi perhatian manajemen khususnya
bagian teknisi ,karena teknisi sangat bepengaruh besar dalam perawatan mesin.
104
C. Jenis Cacat Penyok
Tabel 4.6 FMEA Untuk Jenis Cacat Penyok
Nilai
Modus kegagalan
Potensial
Efek Potensial Modus
Kegagalan
O S D
RPN Sebab Potensial
Modus Kegagalan Pengendalian
Operator kurang
konsentrasi
Pada saat meletakan
material operator
kurang kehati-
hatian/salah
meletakan.
8 4 6 192
Kurangnya
pengawasan
Sistem kerja yang
monoton dan
mengejar target
Kesalahan setting
awal dan kurangnya
pengecekan pada
mesin
Meningkatkan
pengawasan
Dilakukan rotasi
pekerjaan
Menyeting
ulang dan
perawatan mesin
dengan teratur
Material Buruk
Material terlalu tipis
serta material
mengalami rijeck
yang secara
otomatis harus
mengalami proses
pengulang dengan
demikian ketebalan
material menjadi
berkurang
6 3 5 90
Kurang telitinya pihak
QC dalam melakukan
inspeksi
Membuat
standar inspeksi
dan
menempatkan
pegawai yang
bertanggung
jawab
tinggi,kontrol
kualitas
ditingkatkan.
Mold
Mold yang di
gunakan tidak
sesuai.
6 3 4 72 Lupa dibersihkan
/mold sudah lama.
Sebelum mold
digunakan harus
selalu
dibersihkan
Apabila dilihat dari tabel FMEA diatas, maka prioritas terbesar terhadap risiko ada
pada mode kegagalan berupa operator kurang konsentrasi, hal ini dapat dilihat pada
bobot RPN dari masing-masing mode kegagalan, terlihat bahwa bobot terbesar yakni
105
192 ada pada mode kegagalan tersebut. Dimana cacat penyok ini akibat operator
kurang konsentrasi dan hati – hati meletakkan lembaran panel.
Usulan perbaikan untuk cacat Penyok
Karena itu jenis mode kegagalan ini harus menjadi perhatian manajemen khususnya
bagian HRD,karena operator juga manusia.Untuk itu perlu adanya kegiatan liburan
untuk melepas lelah serta kepenatan didalam bekerja minimal setahun 2-3 kali,serta
dengan membeikan reward agar pekerja menjadi lebih bersemangat lagi.
4.2.4.2 Analisa Usulan Perbaikan Untuk Mengurangi Cacat dalam Proses
Agar lebih maksimal dalam pengurangan jumlah cacat pada produk
hingga ke taraf zero defect, secara kontinu dapat dilakukan beberapa usulan
sebagai berikut :
Faktor Manusia
1. Melakukan briefing tentang instruksi kerja sebelum produksi dimulai
dan melakukan review hasil kerja setelah produksi selesai, dengan
tujuan agar proses produksi dapat terus dipantau secara kontinu
sehingga jika terjadi keabnormalan proses, dapat diketahui secepatnya.
2. SOP atau Job Desk wajib terpasang pada stasiun kerja masing-masing.
3. Selama proses berlangsung, para supervisor wajib melakukan
pengawasan dan pemeriksaan secara ketat dan kontinu terhadap
stasiun-stasiun kerja yang menjadi tanggung jawabnya.
106
4. Memberikan sanksi-sanksi yang berat bagi operator yang tidak disiplin
pada saat bekerja dan juga bagi operator yang sering tidak masuk kerja
dan sebaliknya memberikan penghargaan serta imbalan pada operator
yang berprestasi.
5. Teknikal/mekanik harus selalu siap dalam mengamati jalannya mesin
dan selalu siap dalam menyediakan spare part cadangan untuk
disimpan apabila terjadi kekurangan spare part.
6. Selain preventive maintanance yang dilakukan sebulan sekali, setiap
waktu selama proses berlangsung, mekanik juga wajib berkeliling
mengecek bagian-bagian rentan dari mesin yang sudah rusak atau aus.
7. Manager produksi dilarang memperbolehkan penundaan preventive
maintanance walaupun dengan alasan mengejar target produksi,
karena target produksi akan sesuai jadwal jika diramalkan terlebih
dahulu.
8. Menganalisa dan mendokumentasikan suatu produk cacat,
penyebabnya, cara penganggulangannya dan masalah-masalah lainnya
pada proses guna dilakukan tindakan perbaikan sehingga masalah
tersebut dapat dicegah agar tidak terulang kembali.
9. Dokumen-dokumen yang telah berisi mengenai masalah-masalah, cara
pencegahan dan perbaikan itu kemudian dibuat SOP sebagai upaya
tindak lanjut.
107
10. Mengadakan gugus kendali mutu yaitu operator aktif memberikan
usulan-usulan perbaikan pada proses.
11. Melakukan rotasi pekerjaan untuk operator produksi.
12. Mengadakan jalan wisata, minimal dua kali setahun untuk saling
mengenal dan mempererat hubungan antar pekerjaan sehingga
diharapkan dapat meningkatkan semangat kekeluargaan dan
menimbulkan baik koordinasi maupun kerja sama yang baik antar
pekerja dan antar departemen.
13. Mewajibkan setiap karyawan khususnya inspektor untuk memakai
masker agar bahan – bahan kimia tidak selalu dihirup
14. Mengadakan training-training untuk meningkatkan keterampilan
pekerja secara kontinu sehingga pada akhirnya tercapai SDM yang
berkualitas.
15. Melakukan koordinasi yang baik antara bagian proses dan bagian QC
agar senantiasa dapat saling bekerjasama/cross check mengenai proses
yang sedang berjalan.
Faktor Mesin
1. Mesin-mesin wajib mendapatkan preventive maintanance tanpa
pengecualian dan penundaan.
2. Mekanik wajib mengecek spare part dan peralatan apa saja yang
dibutuhkan untuk melakukan pencegahan masalah pada mesin dan
108
perbaikan mesin dan melakukan pengadaan barang 3 bulan sebelum
barang tersebut akan digunakan, guna mengantisipasi adanya
penundaan pembelian barang oleh perusahaan.
3. Baik operator maupun mekanik wajib memeriksa kelengkapan proses
sebelum proses berjalan. seperti besar tekanan angin, minyak oli pada
mesin, mata bor , dan sebagainya.
4. Memastikan setting awal mesin baik.
5. Memasang sensor elektronik untuk mendeteksi secara awal adanya
kerusakan mesin, sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi
bahan sewaktu dalam proses.
Faktor Material
1. Bahan baku harus selalu diawasi kebersihannya,ketebalan harus
sesuai dengan standar yang ditentukan
2. Bahan baku ( material ) khususnya chemical harus selalu terlindungi
agar tidak terkontaminasi serta digunakan dalam tenggang waktu yang
sudah distandartkan.
Faktor Metode
1. Melakukan perbaikan dan penambahan SOP (Standart Operating
Procedure), di PT. Isopanel Dunia Mengadakan briefing khusus
mengenai SOP sebagai acuan kerja yang melibatkan seluruh pihak
mulai dari kepala produksi sampai operator.
109
2. Menempatkan SOP pada lokasi yang mudah dibaca di area proses
produksi agar operator selalu senantiasa mengikuti SOP yang telah
dibuat.
3. Memasang papan atau dokumen khusus untuk mencatat banyaknya
produk yang cacat dalam jangka waktu tertentu untuk mengantisipasi
kerusakan lanjutan yang mungkin terjadi. Usulan dokumen khusus
untuk produk cacat adalah terlampir.
4.2.5 Control
Fase sesudah Improve adalah fase Control. Fase ini merupakan fase
terakhir dalam proyek peningkatan Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-
usaha peningkatan yang ada di kendalikan (simulasi) atau dicapai secara
teknis dan seluruh usaha tersebut kemudian di dokumentasikan dan di
sebarluaskan atau di sosialisasikan ke segenap karyawan perusahaan.