bab 1-intg

23
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Sindrom Steven Johnson (SSJ) adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 2007). 1. 2 Rumusan Masalah 1. 3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum 1.3.2 Tujuan Khusus 1. 4 Manfaat

Upload: nugi

Post on 17-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

vgfdf

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1-intg

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Sindrom Steven Johnson (SSJ) adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput

lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai

berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura

(Djuanda, 2007).

1. 2 Rumusan Masalah

1. 3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2 Tujuan Khusus

1. 4 Manfaat

Page 2: BAB 1-intg

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi

buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi

kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk,

yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal

necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema

multiforme (EM). (Adithan, 2006).

Sindrom Steven Johnson dalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir

di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat,

kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura      

(Muttaqin arif, 2012).

2.2 Etiologi

Penyebab Steven Johnson ini paling banyak dipicu oleh penggunaan obat-

obatan  atau dengan kata lain, penyebab Steven Johnson ini adalah karena alergi

obat-obat tertentu, biasanya adalah penggunaan obat antibiotik. Selain alergi obat 

penyebab lainnya adalah karena adanya infeksi virus, bakteri, atau jamur tertentu,

karena makanan seperti coklat, ketidak cocokan lingkungan misal udara dingin,

panas matahari dan bahkan bisa juga dipicu oleh penyakit keganasan lainnya

misal kanker. Sejujurnya, penyebab pasti dari Steven Johnson ini idiopatik atau

tidak selalu diketahui secara pasti, tapi yang paling banyak terjadi adalah karena

reaksi berlebihan dari tubuh untuk menolak obat-obatan yang masuk ke dalam

tubuh.                                                                                            

Page 3: BAB 1-intg

Alergi obat tersering adalah golongan obat analgetik (pereda nyeri),

antipiretik (penurun demam) sekitar 45%, golongan karbamazepin sekitar 20%

dan sisanya adalah jenis jamu-jamuan. 

Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:

a. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik).

1) Penisilline dan semisentetiknya.

2) Sthreptomicine

3) Sulfonamida

4) Tetrasiklin

5) Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol,

metampiron dan paracetamol)

6) Kloepromazin

7) Karbamazepin

8) Kirin Antipirin

9) Tegretol

b. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit).

c. Neoplasma dan faktor endokrin.

d. Faktor fisik (udara dingin, sinar matahari, radiasi, sinar-X).

e. Makanan.

2.3 Manifestasi Klinis

SSJ dan TEN biasanya mulai dengan demam, sakit kepala, batuk, dan pegal,

yang dapat berlanjut dari 1-14 hari.Kemudian pasien mengalami ruam datar

berwarna merah pada muka dan batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke

seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata.Daerah ruam membesar dan meluas,

sering membentuk lepuh pada tengahnya.Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah

dilepas bila digosok.

Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan

halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang.Daerah

Page 4: BAB 1-intg

kulit yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-

dingin dan demam.Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok.

Pada SSJ dan TEN, pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang

melapisi mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata.

Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar yang gawat dan sama-

sama berbahaya.Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar dapat

merembes dari daerah kulit yang rusak.Daerah tersebut sangat rentan terhadap

infeksi, yang menjadi penyebab kematian utama akibat TEN.

Mengenal gejala awal SSJ dan segera periksa ke dokter adalah cara terbaik

untuk mengurangi efek jangka panjang yang dapat sangat mempengaruhi orang

yang mengalaminya.

Gejala awal termasuk :

a. Ruam.

b. Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin

c. Bengkak pada kelopak mata, atau mata merah.

d. Konjungitivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak

mata dan bola mata).

e. Demam terus-menerus atau gejala seperti flu

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan

umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya

menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya dari penyakit akut

dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,

batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa : Kelainan kulit,

Kelainan selaput lendir di orifisium dan Kelainan mata.

1. Kelainan Kulit

Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel

dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping

itu dapat juga disertai purpura.

2. Kelainan Selaput lender di orifisium

Page 5: BAB 1-intg

Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut

(100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%),

sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan (masing-masing

8% dan 4%).

Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi

erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat

terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta

berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di

faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini

dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo

membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.

3. Kelainan Mata

Kelainan mata, merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering

ialah konjungtivitis kataralis, selain itu juga dapat berupa konjungtivitis

purulen, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.

Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain,

misalnya : nefritis dan onikolosis.

2.4 Patofisiologi

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe

III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi

yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.

Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan

menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi

hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak

kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga

terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000).

a. Reaksi Hipersensitif tipe III

Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi

yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem

Page 6: BAB 1-intg

komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian

melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ

sasaran (target organ).

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi

dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan sebelah

hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi

terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen

asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks

antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan

komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan

atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke

daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga

terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini

menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000).

b. Reaksi Hipersensitif Tipe IV

Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang

tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian

limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang. Pada reaksi ini

diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau

sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang

bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat

(delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

2.5 Komplikasi

Steven Johnson syndroom sering menimbulkan komplikasi pada mata berupa

simblefaron dan ulkus kornea .komplikasi lain adalah timbulnya sembab, demam

atau hipotermia.

Berikut komplikasi yang sering pada steven Johnson syndrome :

a. Bronkopneumonia (80%).

b. Sepsis (infeksi sistemik).

Page 7: BAB 1-intg

c. Kehilangan cairan/darah.

d. Gangguan keseimbangan elektrolit.

e. Syok.

f. Kebutaan gangguan lakrimasi.

g. Kutaneus  (timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,

infeksi kulit sekunder).

2.6 Pelaksanaan

a. Perawatan prehospital: paramedis harus mengetahui adanya tanda-tanda

kehilangan cairan berat dan mesti diterapi sebagai pasien SSJ sama

dengan pasien luka bakar.

b. Perawatan gawatdarurat harus diberikan penggantian cairan dan koreksi

elektrolit.

c. Luka kulit diobati sebagai luka bakar.

d. Pasien SSJ semestinya diberikan perhatian khusus mengenai jalan nafas

dan stabilitas hemodinamik, status cairan, perawatn luka dan kontrol

nyeri.

e. Penatalaksanaan SSJ bersifat simtomatik dan suportif.Mengobati lesi pada

mulut dangan mouthwashes, anestesi topikal berguna untuk mengurangi

rasa nyeri.daerah yang mengalami pengelupasan harus dilindungi dengan

kompres salin atau burrow solution

f. Penyakit yang mendasari dan infeksi sekunder perlu diidentifikasi dan

diterapi. Obat penyebab harus dihentikan.

g. Penggunaan obat-obat steroid sistemik masih kontroversial.

Seluruh pengobatan harus dihentikan, khususnya yang diketahui

menyebabkan reaksi SJS. Penatalaksanaan awalnya sama dengan penanganan

pasien dengan luka bakar, dan perawatan lanjutan dapat berupa suportif (misalkan

cairan intravena) dan simptomatik (misalkan analgesik, dll), tidak ada pengobatan

yang spesifik untuk penyakit ini.

Page 8: BAB 1-intg

Kompres saline atau Burow solution untuk menutupi luka kulit yang

terkelupas/terbuka.Alternatif lainnya untuk kulit adalah penggunaan calamine

lotion.Pengobatan dengan kortikosteroid masih kontroversial semenjak hal itu

dapat menyebabkan perburukan kondisi dan peningkatan resiko untuk terkena

infeksi sekunder. Zat lainnya yang digunakan, antara lain siklofosfamid dan

siklosporin, namun tidak ada yang berhasil.

Pemberian immunoglobulin intravena menunjukkan suatu hal yang

menjanjikan dalam mengurangi durasi reaksi alergi dan memperbaiki gejala.

Pengobatan suportif lain diantaranya penggunaan anestesi nyeri topikal dan

antiseptik, yang dapat menjaga lingkungan tetap hangat, dan penggunaan

analgesic intravena. Seorang oftalmologis atau optometris harus dikonsultasikan

secepatnya,

Oleh karena SJS sering menyebabkan pembentukan jaringan parut di dalam

bola mata yang kemudian menyebabkan vaskularisasi kornea dan terganggunya

penglihatan, dan gangguan mata lainnya. Diperlukan pula adanya program

fisioterapi setelah pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

1. Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati

dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk

dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid

merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena

dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi

dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat

dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis

teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama

mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan

5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti

dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan

keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan

Page 9: BAB 1-intg

lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan

kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan

elektrolit (K, Na dan Cl).Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila

terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam

bila terjadi hipermatremia.Untuk mengatasi efek katabolik dari

kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok

dekanoat dan nanadrolon.Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa

(dosis untuk anak tergantung berat badan).

2. Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang

dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotik yang jarang

menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya

gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

3. Infus dan tranfusi darah

Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena

pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan

serta kesadaran dapat menurun.Untuk itu dapat diberikan infus misalnya

glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan

dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc

selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura

yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan

vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.

4. Topikal

Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase.

Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim

sulfadiazine perak.

Page 10: BAB 1-intg

h. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila

disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.

b. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan

ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel

epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

c. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal

superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM,

IgA.

d. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah

putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam

kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi

bakterial berat.

e. Determine renal function and evaluate urine for blood.

f. Pemeriksaan elektrolit

g. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai

terjadi.

h. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD),

dan kolonoskopi dapat dilakukan.

i. Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis.

i. WOC

Page 11: BAB 1-intg

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

1. Biodata

Nama : Tn. X

Umur : 30

Pekerjaan : PNS

2.      Riwayat kesehatan3.2 a.      Keluhan utama3.3 Pasien mengeluh nyeri seperti panas terbakar.3.4 b.      Riwayat kesehatan sekarang3.5 Pasien mengalami eritema, vesikel, bula dan terjadi purpura, berat badan

menurun, sulit menelan, tidak selera makan, nyeri tenggorokan.3.6 c.       Riwayat kesehatan dahulu3.7 Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.3.8 d.      Riwayat kesehatan keluarga3.9 Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit menular.3.10 3.      Pengkajian pola fungsional3.11 1)      Pola nafas3.12 Sebelum sakit : Pasien dapat bernafas dengan normal tanpa alat bantu

3.13 pernafasan.

3.14 Saat dikaji : Pasien dapat bernafas dengan normal tanpa alat bantu

3.15 pernafasan.

3.16 2)      Nutrisi3.17 Sebelum sakit : Pasien mengatakan 3x sehari dengan porsi nasi

3.18 dengan lauk pauk seadanya dan minum air putih  6-7

3.19 gelas.

3.20 Saat dikaji : Pasien hanya menghabiskan setengah porsi makan

3.21 yang disediakan dari rumah sakit dan mual muntah3.22 ketika makan . minum air putih 5 gelas perhari dan

minum air teh.3.23 3)      Eliminasi3.24 Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasa BAB 1 kali sehari dengan

Page 12: BAB 1-intg

3.25 konsistensi padat,warna kuning,BAK 4-5 x/hari3.26 dengan warna kuning jernih.3.27 Saat dikaji : Pasien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan3.28 konsistensi lembek , warna kuning kecoklatan,berbau3.29 khas fese. BAK 4 – 7 kali sehari dengan warna3.30 kuning keruh seperti teh.3.31 4)      Pola istirahat tidur3.32 Sebelum sakit : Pasien bisa tidur 7-8 jam/hari tanpa ada gangguan3.33 jarang tidur siang.3.34 Saat dikaji : Pasien mengatakan tidak bisa tidur semalaman dan3.35 juga siang tidak bisa tidur.3.36 5)      Pola gerak dan keseimbangan3.37 Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan kegiatan dan aktifitas tanpa3.38 bantuan orang lain.3.39 Saat dikaji : Pasien tidak dapat bergerak bebas karena badanya3.40 nyeri. Aktivitas sehari – hari seperti mandi, makan,3.41 BAB, BAK dibantu perawat dan3.42 keluarga.3.43 6)      Personal higine3.44 Sebelum sakit : Pasien mnegatakn 2x/hari dengan mengguanakan3.45 sabun dan selau gosok gigi keramas 2x seminggu.3.46 Saat dikaji : Pasien hanya diseka oleh keluarganya pagi dan sore3.47 hari.3.48 7)      Berpakaian3.49 Sebelum sakit : Pasien memilih dan memakai secara mandiri.3.50 Saat dikaji : Pasien berpakaian dengan dibantu oleh keluarga.3.51 8)      Mempertahankan suhu tubuh3.52 Sebelum sakit : Pasien mnegatakan jika dingin memakai jaket dan3.53 slimut jika panas pasien hanya memakai baju yang3.54 tipis dan menyerap kringat.3.55 Saat dikaji : Pasien tidak memakai baju dan hanya memakai sarung3.56 dan slimut , suhu 36,4oC3.57 9)      Rasa aman dan nyaman3.58 Sebelum sakit : Pasien merasa aman dan nyaman.3.59 Saat dikaji : Pasien merasa tidaknyaman karena badannya terasa3.60 nyeri seperti terbakar.3.61 10)  Komunikasi3.62 Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat berkomunikasi dengan3.63 orang lain dengan lancer baik bis amenggunakan3.64 bahaasa jawa dan Indonesia.3.65 Saat dikaji : Pasien mengatakan kawatir bila penyakitnya tak3.66 sembuh.3.67 11)  Bekerja3.68 Sebelum sakit : Pasien bekerja sebagai petani.3.69 Saat dikaji : Pasien tidak bisa melakukan kegiatan seperti biasa

Page 13: BAB 1-intg

3.70 12)  Ibadah3.71 Sebelun sakit : Pasien mnengatatkan beragama islam dan biasa3.72 menjalankan sholat 5 waktu.3.73 Saat dikaji : Pasien dapat menjalankan ibadah sholat 5 waktu.3.74 13)  Rekreasi3.75 Sebelum sakit : Pasien mengatakan untuk mengisi waktu luangnya3.76 passion slalu berkumpul dengan kluarga terdekat atau3.77 keluarga.3.78 Saat dikaji : Pasien hanya tiduran ditempat tidur dan berbincang-3.79 bincang dengan kluarga dan pasien sebelahnya.3.80 14)  Belajar3.81 Sebelum sakit : Pasien mngatakan tidak mengetahui tantang penyakit3.82 sekarang.3.83 Saat dikaji : Pasien mendapatkan informasi tentang penyakit dari3.84 dokter dan perawat.3.85 4.      Pemeriksaan fisik3.86          Tanda-tanda vital3.87 1)      Keadaan umum : compos mentis3.88 2)      Tekanan darah : 120/70 mmHg3.89 3)      Nadi : 70 x/menit3.90 4)      Suhu : 370C3.91 5)      Respirasi : 25 x/menit3.92          Head to toe3.93 1)      Kulit dan rambut3.94 Inspeksi

3.95 Warna kulit : merah muda (normal), tidak ada lesi

3.96 Jumlah rambut : tidak rontok

3.97 Warna rambut : hitam

3.98 Kebersihan rambut : bersih

3.99 Warna kulit sawo matang, terdapat eritema.

3.100 2)      Kepala3.101 Inspeksi : Bentuk simetris antara kanan dan kiri

3.102 Bentuk kepala lonjong tidak ada lesi

3.103 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

3.104 3)      Mata3.105 Inspeksi : Bentuk bola mata lonjong, sklera ikhterik.

3.106 4)      Telinga3.107 Inspeksi : Ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri,

3.108 tidak ada serumen pada lubang telinga, tidak

Page 14: BAB 1-intg

3.109 ada benjolan.

3.110 5)      Hidung3.111 Inspeksi : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi

3.112 Palpasi : Tidak ada benjolan.

3.113 6)      Mulut3.114 Inspeksi : Bentuk mulut simetris, lidah bersih, gigi bersih,

3.115 mukosa lembab.

3.116 7)      Leher3.117 Inspeksi : Bentuk leher simetris, tidak terdapat benjolan

3.118 di leher.

3.119 Palpasi : ada nyeri telan.

3.120 8)      Paru3.121 Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri

3.122 Palpasi : getaran lokal femitus sama antara kanan dan

3.123 kiri

3.124 Auskultasi : normal

3.125 Perkusi : resonan

3.126 9)      Abdomen3.127 Inspeksi : perut datar simetris antara kanan dan kiri

3.128 Palpasi : tidak ada nyeri

3.129 Perkusi : resonan

3.130 5.      Pemeriksaan penunjang3.131 a)      Pemeriksaan laboratorium:3.132 Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu

dokter dalam menegakkan diagnosa.3.133 b)     Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel

darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat.

3.134 c)      Determine renal function and evaluate urine for blood.3.135 d)     Pemeriksaan elektrolit3.136 e)      Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai

terjadi.3.137 f)       Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy

(EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan.3.138 g)      Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis3.139 h)     Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung

ditegakkannya diagnosa.

Page 15: BAB 1-intg

3.140 Diagnosa

3.141 Intervensi

3.142 Implementasi

3.143 Evaluasi

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran