bab 1, bab ii, bab iii, bab iv
TRANSCRIPT
BAB SATU
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu penyebab kemunduran umat Islam saat ini adalah kurangnya
perhatian terhadap zakat, karena tujuan utama dari zakat adalah untuk
menyelesaikan masalah keperluan harta benda di kalangan umat Islam. Dengan
kata lain zakat berperanan menagih kekayaan secara adil dalam masyarakat, bagi
tujuan merapatkan jurang sosial antara yang kaya dan yang miskin.1
Salah satu mustahik yang berhak menerima zakat menurut syara’ adalah
fakir. Dewan Syariah Baitul Mal Aceh menetapkan kriteria fakir adalah orang
yang tidak mempunyai harta dan tidak sanggup berusaha sama sekali, di samping
tidak pernah mendapat bantuan dari pihak lain. Untuk dapat memenuhi kebutuhan
fakir secara terus menerus, penyaluran zakat untuk fakir ditetapkan sebagai
berikut:
1. Pemberian bantuan konsumtif (santunan) yang bersifat terus menerus.
2. Pemberian bantuan insidentil untuk keperluan tertentu, seperti bantuan hari
raya, bantuan pengobatan, bantuan perumahan dan sebagainya sesuai dengan
kemampuan dana yang dialokasikan untuk fakir.
Menurut pendapat mayoritas ulama, zakat mulai disyariatkan pada tahun
ke-2 Hijriah. Di tahun tersebut zakat fitrah diwajibkan pada bulan Ramadhan,
1 Shofian Ahmad, Zakat Membangun Ummah, (Jakarta: Kencana, 2000), hlm. 9.
1
2
sedangkan zakat mal diwajibkan pada bulan berikutnya (bulan Syawal). Jadi
mula-mula diwajibkan zakat fitrah, kemudian zakat mal atau kekayaan.2
Zakat diwajibkan atas orang Islam yang mempunyai kekayaan yang cukup
nishab, yaitu jumlah minimal harta yang wajib di keluarkan zakatnya. Jika kurang
dari itu kekayaan belum dikenai zakat. Adapun saat haul ialah waktu wajib
mengeluarkan zakat yang telah memenuhi nishabnya (dimiliki cukup dalam
waktu setahun).3
Di dalam Alquran, Allah SWT telah menyebutkan tentang kewajiban
shalat dan zakat secara bersamaan dalam suatu ayat, yaitu firman Allah SWT:
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku'. (Q. S. al-Baqarah : 43).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa setelah shalat, zakat merupakan rukun
Islam terpenting. Zakat dan shalat dalam al-Quran dan Hadis dijadikan sebagai
pelambang keseluruhan ajaran Islam. Pelaksanaan shalat melambangkan baiknya
hubungan seorang dengan Tuhannya, sedangkan zakat adalah lambang
harmonisnya hubungan antara sesama manusia. Oleh karena itu zakat dan shalat
merupakan pilar-pilar berdirinya bangunan Islam. Jika keduanya hancur, Islam
sulit untuk bertahan.4
2 Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, Cet.Ke-1(Solo:PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 13.
3 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji Depag RI, Pedoman Zakat, (2003), hlm.108.
4 Muhammad, zakat Profesi: Wacana Pemikiran Dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hlm. 12.
3
Zakat berasal dari kata az-zakah ( ( الزكاة yanga berarti suci, bersih,
tumbuh, berkembang, bertambah, dan berkah, namun sering diartikan menyucikan
atau membersihkan.5
Menurut terminologi syariat zakat adalah kewajiban atas harta tertentu,
untuk kelompok tertentu, dan dalam waktu tertentu pula.6 Jadi, bisa diartikan
bahwa zakat adalah nama atau sebutan dari sesuatu (Hak Allah Ta’ala) yang
dikeluarkan seseorang kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh
berkah, membersihkan jiwa, dan memupuk berbagai kebaikan.7
Zakat sebagai salah satu ibadah bagi umat Islam memiliki perkembangan
pelaksanaannya. Pada awal mula munculnya syariat zakat, belum ada ketentuan
mengenai besarnya zakat dan waktu pelaksanaannya. Hal ini terjadi pada saat
periode perkembangan awal Islam di Mekkah (sebelum hijriah). Zakat pada saat
itu hanya bentuk ibadah yang diperuntukkan bagi umat Islam yang kaya dan di
peruntukkan bagi umat Islam yang kurang mampu dan biaya jihad. Sedangkan
pada masa perkembangan Islam di Madinah, zakat sudah memiliki ketentuan
mengenai jenis harta, batasan harta, besarnya zakat, dan distribusi kepada
penerimanya. Dalam banyak riwayat dikisahkan bahwa zakat dari suatu daerah di
salurkan ke daerah itu juga, tidak dibawa ke Madinah. meski demikian, beberapa
riwayat mengisahkan sebagian zakat ada juga yang dikirim ke Madinah. Konsep 5 Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, Cet. Ke-1(Solo:PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2008), hlm. 13.
6 Ibid.
7 Ibid.
4
zakat tidak statis, tapi terus dikembangkan oleh Khulafaurrasyidin dan para ulama
setelahnya.8
Dalam soal manajemen, pada awal Islam ada pengalaman yang menarik
bahwa zakat dikelola oleh pemerintah. Pendapat ini memang dapat diperdebatkan.
Sejarah mencatat bahwa sejak Rasulullah SAW melakukan migrasi atau hijrah
dari Mekkah ke Madinah, beliau di posisikan sebagai Nabi dan Negarawan.
Dengan demikian, keberadaan beliau selain pemimpin agama, juga sebagai
pemimpin negara dan pemerintahan. Tidak salah jika ada orang yang berpendapat
bahwa Islam adalah agama dan Negara (al-Islam huwa al-din wa al-daulah).9
Pendistribusian zakat merupakan penyaluran atau pembagian dana zakat
kepada mereka yang berhak menerimanya. Distribusi zakat mempunyai sasaran
dan tujuan. Sasaran di sini adalah pihak-pihak yang diperbolehkan menerima
zakat, sedangkan tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
memerlukan bantuan dengan segera atau hal-hal yang bersifat darurat (zakat
konsumtif).
Distribusi zakat pada masa sekarang tidak lagi menggabungkan antara
pembagian dengan fungsi konsumtif dan produktif, termasuk Baitul Mal Aceh.
Untuk fungsi produktif di kelola oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah,
sedangkan fungsi konsumtif dikelola oleh Baitul Mal Aceh.
Dalam laporan ini penulis membahas mengenai Zakat Konsumtif, karena
selama melakukan Kerja Praktek di Baitul Mal Aceh penulis di tempatkan di
8 Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 191.
9 Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual: Dari Normatif ke pemaknaan Sosial, (Semarang: Kerja Sama pustaka Pelajar Yogyakarta dan LSM Damar, 2004), hlm. 299.
5
bagian penyaluran, penulis mengamati secara langsung bagaimana proses
penyaluran zakat, khususnya zakat konsumtif. Penyaluran zakat konsumtif untuk
fakir uzur secara terus menerus disalurkan, karena tidak ada sanak famili yang
membiayai kebutuhan hidupnya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun
Laporan Kerja Praktik (LKP) ini dengan judul “PENYALURAN ZAKAT
KONSUMTIF UNTUK FAKIR UZUR OLEH BAITUL MAL ACEH”.
1.2. Tujuan Kerja Praktik
Tujuan penulis melaksanakan kerja praktik adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui serta memahami proses kerja atau kegiatan yang sesungguhnya
dari suatu instansi tempat melakukan kerja praktik didalam mengelola suatu
usaha.
2. Untuk mengetahui berbagai tahapan-tahapan dalam pelaksanaan suatu kegiatan
kerja serta mempelajari mekanisme kerja suatu instansi dengan melihat dan
mempelajari secara langsung tentang prinsip–prinsip kerjanya.
3. Agar penulis memiliki kemampuan secara professional dengan mempelajari
suatu sistem pada suatu perusahaan/lembaga/instansi serta memberikan
alternatif solusi atas permasalahan yang ada dan melaporkannya dalam bentuk
karya ilmiah.
1.3. Kegunaan Kerja Praktik
1. Khazanah Ilmu Pengetahuan
6
Kegunaan Kerja Praktik (KP) bagi khasanah ilmu pengetahuan terutama
untuk lingkungan kampus UIN Ar-Raniry yakni untuk dapat membina
komunikasi serta hubungan baik secara akademis maupun sosial antara mahasiswa
Diploma III Perbankan Syariah dengan lembaga keuangan khususnya Baitul Mal
Aceh, yang merupakan tempat penulis melakukan praktik kerja dan diharapkan
hasil laporan Kerja Praktik ini dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswa
khususnya Diploma III Perbankan Syariah dalam mengetahui bagaimana
Penyaluran Zakat Konsumtif Untuk Fakir Uzur Oleh Baitul Mal Aceh.
2. Masyarakat
Diharapkan dengan adanya laporan kerja praktik ini akan dapat
memberikan informasi dan manfaat bagi masyarakat luas baik dalam bentuk teori
maupun praktiknya untuk dapat memahami tentang Penyaluran Zakat Konsumtif
Untuk Fakir Uzur Oleh Baitul Mal Aceh.
3. Instansi Tempat Kerja Praktik
Kegunaan Kerja Praktik (KP) bagi instansi tempat penulis melakukan
praktik magang yakni untuk membantu meringankan pekerjaan staf atau karyawan
pada Baitul Mal Aceh. Diharapkan dengan adanya kerja praktik yang penulis
lakukan dapat memberikan konstribusi positif baik berupa usaha, saran maupun
kritikan yang membangun kepada pihak Baitul Mal Aceh yang sesuai dengan
prinsip syariah untuk kemudian agar dapat diaplikasikan dalam melangsungkan
kegiatan usaha kedepannya.
4. Penulis
7
Manfaat Kerja Praktik (KP) bagi penulis secara pribadi yakni untuk
memberikan gambaran nyata bagi penulis mengenai penerapan sistem dalam
dunia kerja sesungguhnya terutama yang berkaitan dengan Baitul Mal Aceh, serta
memberikan wawasan yang luas serta pengalaman bagi penulis didalam melihat
perbedaan yang terjadi antara dunia kerja yang sesungguhnya dengan berbagai
teori yang dijumpai selama ini. Penulis mampu melihat, mengamati dan
membandingkan antara teori yang ditemui dalam proses bangku perkuliahan
dengan teknis pelaksanaan kerja di lapangan. Untuk meningkatkan
profesionalisme bagi penulis ketika terjun dalam dunia kerja, serta meningkatkan
wawasan pengetahuan dan keterampilan penulis.
1.4. Prosedur Pelaksanaan Kerja Praktik
Pelaksanaan Kerja Praktik (KP) yang penulis lakukan telah melalui
beberapa tahap hingga dapat sampai pada penyusunan laporan kerja praktik ini.
Tahapan tersebut diantaranya yakni, sebelum melakukan Kerja Praktik (KP)
penulis terlebih dahulu mengisi Kartu Rencana Studi (KRS). Hal ini penting
karena merupakan syarat yang harus dilakukan sebelum melakukan Kerja Praktik
(KP). Penulis sebagai salah seorang mahasiswa Program D-III Perbankan Syariah
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry baru dapat mengikuti Kerja
Praktik apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
1. Penulis merupakan mahasiswa aktif (dibuktikan dengan fotocopy slip SPP
terbaru atau media lain);
2. Penulis telah lulus semua mata kuliah;
3. Nilai D tidak lebih dari 5% dari total SKS yang diwajibkan;
8
4. Memperoleh nilai mata kuliah Metode Penulisan Laporan minimal C; dan
5. Menunjukkan KHS asli, KRS beserta transkrip nilai yang dibuat dan telah
diverifikasi oleh jurusan.
Setelah melalui semua tahapan yang telah dijelaskan diatas, selanjutnya
untuk dapat mengaplikasikan teori yang telah diperoleh penulis selama duduk di
bangku perkuliahan, maka diperlukan media pengaplikasian yakni berupa sebuah
instansi atau perusahaan. Instansi atau perusahaan yang dipilih adalah instansi
atau perusahaan yang bergerak di bidang Lembaga Keuangan Bank/Non Bank
yang berprinsip syariah. Instansi tersebut dapat bersifat pemerintahan maupun
swasta. Selanjutnya setelah penulis mendapatkan Instansi tempat Kerja Praktik
(KP) dilakukannya tahap Persuratan Akademik-Instansi/Perusahaan Kerja Praktik.
Tahap ini mencakup urusan perizinan karena Kerja Praktik (KP) adalah kegiatan
yang bersifat resmi atau legal. Pertama-tama yang dilakukan adalah mengurus
persuratan dari pihak jurusan untuk disampaikan ke pihak instansi atau
perusahaan yang ingin dijadikan tempat melakukan Kerja Praktik (KP), surat ini
harus disetujui oleh pihak fakultas. Setelah urusan persuratan di fakultas selesai,
kemudian membawanya ke pihak instansi atau perusahaan kemudian akan
direspon kembali oleh pihak instansi atau perusahaan mengenai persetujuan
mereka menerima mahasiswa untuk melakukan Kerja Praktik (KP) di Instansi
atau Perusahaan yang ditempati Kerja Praktik (KP).
Selama mengikuti kegiatan Kerja Praktik (KP) kurang lebih selama satu
setengah bulan atau sama dengan 30 hari kerja efektif, setiap harinya penulis
melakukan tahap pelaporan kepada pihak universitas berupa Penulisan Laporan
9
Harian yang disetujui oleh Supervisor di tempat penulis melakukan Job Training
yakni pada Baitul Mal Aceh dan ditandatangani oleh Ketua Jurusan Program
Studi D-III Perbankan Syariah. Setelah selesai melakukan Kerja Praktik (KP)
penulis diwajibkan membuat Laporan Kerja Praktik (LKP) sebagai bentuk
pertanggungjawaban kepada pihak Universitas. Penulis berkonsultasi dengan
Ketua Lab untuk memastikan bahwa judul LKP yang penulis ajukan telah
memenuhi kriteria dan sesuai dengan buku Pedoman Kerja Praktik serta Format
Penulisan Laporan Program D-III Perbankan Syariah.
Selanjutnya, penulis membuat Laporan Awal LKP yang di dalamnya
memuat Latar Belakang, Tujuan Kerja Praktik, Kegunaan Kerja Praktik, Prosedur
Kerja Praktik, Landasan Teori, Daftar Pustaka beserta outline. Setelah laporan
awal LKP dipastikan telah memenuhi segala ketentuan dan syarat, maka barulah
kemudian Ketua Lab memberikan dosen pembimbing yang akan membimbing
penulis dalam mempersiapkan Laporan Kerja Praktik (LKP). Setelah memperoleh
SK bimbingan LKP penulis dapat memulai proses bimbingan dengan dosen yang
telah ditentukan. Penulis menjumpai pembimbing utama dan kedua selambat-
lambatnya 15 hari setelah SK bimbingan diterima pihak jurusan. Waktu dan tata
cara bimbingan dilakukan berdasarkan kesepakatan penulis dengan pembimbing.
Tanggung jawab pembimbing dianggap selesai setelah perbaikan LKP dilakukan
pasca seminar hasil.
BAB DUA
10
TINJAUAN LOKASI KERJA PRAKTEK
2.1. Sejarah Singkat Baitul Mal Aceh
Pembentukan syariat Islam di Aceh berdasarkan Undang-undang Nomor
44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa
Aceh telah mendorong Pemerintah Aceh untuk membentuk lembaga-lembaga
yang didasarkan pada ketentuan hukum Islam yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Aceh. Salah satu lembaga tersebut adalah Baitul Mal. Lembaga ini
sangat strategis dan penting keberadaannya dalam rangka mengoptimalkan
pendayagunaan zakat, waqaf dan harta agama.
Rintisan awal pembentukan lembaga formal pemungutan zakat di Aceh
dimulai tahun 1973 berasal dari BPHA (Badan Penertiban Harta Agama).
Kemudian tahun 1975 berubah menjadi BHA (Badan Harta Agama) Selanjutnya
berubah menjadi BAZIZ (Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah) yang dibentuk
dengan UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Pada tingkat Nasional kita ada BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)
sedangkan di daerah disebut BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah), mulai dari
tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Pada saat pembentukan
BAZDA ini, tetapi tetap dipertahankan BHA.
Demikian juga halnya pada tingkat gampong dan kelurahan tidak dibentuk
BAZIZ tetapi dipertahankan keberadaan fungsi BHA dan BAZIS tidak terdapat
perbedaan yang prinsipil, karena dalam harta agama juga terdapat zakat, infaq dan
11
shadaqah. Bahkan BHA mempunyai cakupan yang lebih luas meliputi wasiat,
hibah, zakat, infaq, shadaqah dan sebagainya.
Baitul Mal menurut Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007
tentang Baitul Mal, ialah lembaga nonstruktural yang diberi
kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat,
wakaf, harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat
serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu dan
hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak
ada wali berdasarkan syari’at Islam. Qanun tersebut merupakan
direlevasi dari pasal pasal 191 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang
pemerintahan Aceh yang menetapkan Zakat, Harta Wakaf dan
Harta Agama dikelola oleh Baitul Mal kabupaten/kota yang diatur
dengan Qanun.10
Baitul Mal dalam kedudukan tugas sehari-hari adalah
mewakili kepentingan mustahiq untuk memperjuangkan
kepentingan-kepentingannya yaitu meningkatkan harkat dan
derajat kaum dhuafa. Dalam pertumbuhan ekonomi modern,
Baitul Mal tidak hanya menyandarkan diri pada pengumpulan
zakat dan penyaluran zakat secara konvensional, tetapi dapat
mengembangkan dirinya dalam bentuk usaha atau kegiatan
yang lebih professional, asal saja rambu-rambu ketentuan syariat
tidak dilanggar.
10 Pasal 1 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal
12
2.2. Struktur Organisasi Baitul Mal Aceh
Badan pelaksana Baitul Mal Aceh terdiri atas Kepala,
Sekretaris, Bendahara, Bidang Pengawasan, Bidang
Pengumpulan, Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan,
Bidang Sosialisasi dan Pengembangan, Bidang Perwalian yang
terdiri dari Sub Bidang dan Sub Bagian. Jabatan Kepala, Wakil
Kepala, Sekretaris, Bendahara, Kepala Subbag dan kepala Sub
Bidang Baitul Mal Aceh ditetapkan dengan keputusan gubernur.
Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan badan Baitul Mal Aceh harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah.
b. Amanah, jujur, dan bertanggung jawab.
c. Memiliki kredibilitas dalam masyarakat.
d. Mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama, dan harta lainnya.
e. Syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sebelum diangkat, Gubernur membentuk tim independen yang bersifat ad
hoc untuk melakukan uji kelayakan dan kepatuhan terhadap calon-calon kepala
dan wakil kepala Baitul Mal Aceh. Tata cara uji kelayakan dan kepatuhan
pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh ditetapkan dengan
keputusan Gubernur. Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh, sebelum
ditunjuk dan diangkat oleh Gubernur terlebih dahulu harus mendapat persetujuan
13
pimpinan DPRA melalui telaahan komisi terkait. Ketentuan lebih lanjut tentang
struktur organisasi diatur dalam peraturan Gubernur.11
Adapun tugas dari masing-masing jabatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kepala Baitul Mal
Kepala berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab
kepada Gubernur atau Bupati/Walikota. Kepala mempunyai
tugas:
a. Memimpin Baitul Mal untuk mencapai tujuan kelembagaan
sebagai institusi Islam dalam Pengelolaan Zakat dan
Pemberdayaan Harta Agama.
b. Menyiapkan kebijakan umum dibidang Pengelolaan Zakat dan
Pemberdayaan Harta Agama sesuai dengan Hukum Syari’at
Islam.
c. Menyiapkan kebijakan teknis pelaksanaan Pengumpulan,
Pendistribusian Zakat dan Pemberdayaan Harta agama.
d. Menyiapkan program pemberdayaan fakir, miskin dan dhuafa
lainya melalui Pemberdayaan Ekonomi Umat.
e. Meningkatkan peran kelembagaan dalam pembangunan Islam
dan umat Islam.
f. Membantu Gubernur dibidang pelaksanaan Syari’at Islam
secara kaffah.
11Pasal 4 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal
14
g. Melakukan konsultasi dan memberi informasi kepada kepala
dinas Syari’at Islam dan Kepala Dinas Pendapatan sebagai
koordinator PAD dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi
Zakat sebagai PAD.
h. Melakukan kerjasama dan sosialisasi dengan Dinas, Badan,
Lembaga Daerah dan Instansi TNI dan Polri, Perguruan Tinggi
Negeri/Swasta, BUMN/BUMD, dan perusahaan Swasta pada
umumnya untuk melaksanakan Pengumpulan dan Penyaluran
Zakat.
i. Menyusun Laporan Operasional kegiatan Baitul Mal sebagai
pertanggungjawaban Publik.
2. Wakil Kepala Baitul Mal
Wakil Kepala berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala.Wakil Kepala mempunyai tugas:
a. Melaksanakan tugas Kepala bila Kepala Berhalangan.
b. Mengkoordinasikan tugas Sekretaris, Kepala-kepala bidang,
Kepala Kas Baitul Mal dan unit kerja lain untuk kelancaran
operasional kelembagaan.
c. Melaksanakan tugas bidang Pengawasan Internal.
d. Membantu Kepala dalam menyaiapkan kebijakan umum
Pengelolaan Zakat dan Pemberdayaan Harta Agama pada
umumnya.
15
e. Membantu Kepala dalam menyiapkan kebijakan teknis
terhadap Pengumpulan, Penyaluran dan Pemberdayaan Harta
Agama sesuai Hukum Syari’at Islam.
f. Memberi bahan pertimbangan kepada kepala terhadap
penetapan yudifikasi atas permasalahan internal maupun
eksternal kelembagaan.
g. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberi kepala.
3. Sekretariat
Sekretariat adalah pembantu pimpinan dibidang
pembinaan administrasi.Sekretariat dipimpin oleh seorang
sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
kepala.Sekretariat mempunyai tugas melakukan koordinasi
penyusunan program kerja badan, pengelolaan urusan umum,
perlengkapan, keuangan, karyawan, amil serta pelayanan
administrasi kepada seluruh unit kerja di lingkungan badan.
4. Bendahara
Bendahara adalah unsur pembantu pimpinan di bidang
administrasi keuangan, bendahara di pimpin oleh seorang kepala
yang berada di bawah dan tanggungjawab kepada kepala Baitul
Mal. Bendahara mempunyai tugas penerimaan, penyimpanan,
penyetoran, penatausahan penerimaan Zakat dan Harta Agama
dalam suatu sistem administrasi Keuangan Baitul Mal, membuat
laporan harian, mingguan, bulanan dan tahunan terhadap Zakat
16
dan yang menjadi tanggung jawabnya serta menerima,
menyimpan dan menyalurkan dana Zakat sesuai dengan
penerimaan dengan Baitul Mal berdasarkan bukti-bukti yang sah
dan meyakinkan menurut Hukum Syari’at Islam serta sesuai
dengan ketentuan administrasi keuangan Baitul Mal yang
berlaku.
5. Bidang Pengawasan
Bidang Pengawasan adalah unsur pelaksana teknis di
bidang pengawasan. Bidang pengawasan di pimpim oleh seorang
kepala bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada kepala Baitul Mal. Bidang pengawasan mempunyai tugas
melakukan monitoring, evaluasi, pengendalian dan verifikasi
terhadap pendataan muzakki, mustahiq dan membandingkan
kegiatan yang dilakukan dengan perencanaan yang telah di
tetapkan, melakukan perbaikan-perbaikan apabila ada kesalahan
yang terjadi, serta harus bisa menciptakan suatu perencanaan,
dan melaporkan setiap kesalahan atau penyimpangan yang
terjadi.
6. Bidang Pengumpulan Zakat
Bidang Pengumpulan Zakat adalah unsur pelaksana teknis
di bidang pengumpulan zakat. Bidang Pengumpulan Zakat
dipimpin oleh seorang Kepala bidang yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Baitul Mal. Bidang
17
Pengumpulan Zakat mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
pendataan Muzakki, menetapkan jumlah zakat yang di pungut,
mengumpulkan data penerimaan zakat yang terjadi tanggung
jawabnya dengan membina hubungan kerja dengan para Unit
Pengumpul Zakat (UPZ), serta penyelenggaraan administrasi
pembukuan dan laporan terhadap perkembangannya zakat
dalam Provinsi Aceh.
7. Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan
Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan adalah unsur
pelaksana teknis bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan.
Bidang ini dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Baitul Mal. Bidang
Pendistribusian dan Pendayagunaan mempunyai tugas
melakukan pendataan mustahiq sesuai dengan delapan ashnaf
berdasarkan ketentuan hukum Syari’at Islam, menyalurkan Zakat
kepada Mustahiq atas dasar prinsip ekonomi Islam yang adil
serta membuat laporan penyaluran zakat sesuai dengan
ketentuan administrasi yang berlaku.
8. Bidang Sosialisasi dan Pengembangan
Bidang Sosialisai dan Pengembangan adalah unsur
pelaksana teknis dibidang Sosialisasi dan Pengembangan. Bidang
ini dipimpin oleh seorang Kepala bidang yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala Baitul Mal. Bidang
18
Sosialisasi dan Pengembangan mempunyai tugas untuk
melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat
untuk memelihara dan menjamin keamanan Harta Agama,
melakukan pendataan Harta Wakaf dan mengkoordinasikan
Shadaqah, Wasiat, Infaq dan Warisan yang diserahkan kepada
Baitul Mal dan menjaga agar pemanfaatan harta Wakaf sesuai
dengan persyaratan Wakaf. Serta memasyarakatkan kewajiban
membayar zakat dan menjalin kerja sama antara Ulama,
Muzakki, dan Mustahik untuk pengembangan harta agama.
9. Bidang Perwalian
Bidang perwalian adalah unsur pelaksana teknis dibidang
Perwalian, bidang ini dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Baitul
Mal. Bidang Perwalian mempunyai tugas untuk mengasuh dan
mengelola harta kekayaan anak yang wali nasabnya telah
meninggal dengan sebaik-baiknya, membuat daftar kekayaan
anak tersebut serta mencatat semua perubahan-perubahan dan
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat
kelalaiannya, serta melakukan fasilitasi bantuan dan advokasi
hukum. Selain itu Baitul Mal Aceh juga memiliki Dewan Pengawas Syariah
(DPS). Dewan Pengawas Syariah adalah unsur penting dalam kelembagaan Baitul
19
Mal Aceh (BMA), selain Badan Pelaksana dan Sekretariat. Dikatakan penting,
karena kebijakan umum pendayagunaan zakat disahkan oleh DPS.
Dewan Pengawas Syariah dibentuk berdasarkan Pergub nomor 4/2011.
Adapun fungsi dari Dewan Pengawas Syariah adalah menetapakan dan
mengesahkan alokasi pendayagunaan zakat, infak, dan sedekah setiap tahun,
menetapkan nisab zakat, mengeluarkan Surat Edaran Kriteria Asnaf Zakat dan
melakukan pengawasan fungsional terhadap Badan Pelaksana dan Sekretariat
Baitul Mal Aceh. Dewan Pengawas Syariah juga menjadi mediator dalam
mengefektifkan komunikasi antara Badan Pelaksana dengan sekretariat.12
2.3. Kegiatan Usaha Baitul Mal Aceh
2.3.1. Pengumpulan Zakat
Pengumpulan zakat dilakukan oleh Baitul Mal dengan cara menerima atau
mengambil dari muzakki berdasarkan pemberitahuan muzakki. Baitul Mal dapat
bekerjasama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang ada di
bank berdasarkan permintaan muzakki.13
Setiap orang yang beragama Islam yang melakukan kegiatan usaha di
Aceh yang memenuhi syarat sebagai muzakki menunaikan zakat dan dapat
membayar infaq kepada Baitul Mal dengan ketentuan syariat. Muzakki dapat
melakukan perhitungan sendiri terhadap hartanya dan kewajiban zakatnya, dan
apabila tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya, muzakki
dapat meminta Baitul Mal untuk menghitungnya.
12http://www.sayedmuhammadhusen.com13 Pasal 20 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal
20
2.3.2. Pengelolaan Zakat
Pembayaran zakat pendapatan/jasa dilakukan melalui tempat muzakki
bekerja. Semua penerimaan zakat yang di kelola Baitul Mal Aceh merupakan
sumber PAD Aceh yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Aceh. PAD Aceh
disimpan dalam rekening tersendiri Bendaharawan Umum Daerah (BUD) Aceh
yang ditunjuk Gubernur.
Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri dan
hanya dapat di cairkan untuk kepentingan program dan kegiatan yang diajukan
oleh Kepala Baitul Mal Aceh sesuai dengan asnaf masing-masing. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh muzakki dan pencairan
dana zakat oleh Baitul Mal Aceh dari Bendaharawan Umum Daerah (BUD) diatur
dengan peraturan Gubernur.
2.3.3. Pendayagunaan zakat
Zakat didayagunakan untuk mustahik baik yang bersifat produktif maupun
bersifat konsumtif berdasarkan ketentuan syariat. Mustahik zakat untuk produktif
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Adanya suatu jenis usaha produktif yang layak.
2. Bersedia menerima petugas pendamping yang berfungsi sebagai
pembimbing/penyuluh.
3. Bersedia menyampaikan laporan usaha secara periodik setiap 6 (enam) bulan.14
Mustahik zakat untuk konsumtif harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Berusia lanjut (di atas 60 tahun).
2. Dalam keadaan sakit/uzur.
14 Pasal 29 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal
21
3. Tidak mempunyai saudara/sanak famili langsung yang dapat membantu
kehidupan sehari-hari.
4. Tidak mempunyai rumah sendiri yang dinilai layak huni/menumpang pada
orang lain dan tidak mendapat santunan dari pihak lain.
5. Taat beribadah.
2.4. Keadaan Personalia Baitul Mal Aceh
Berdirinya Baitul Mal Aceh tentu mempunyai visi dan misi, Baitul Mal
Aceh mempunyai visi “Menjadi lembaga amil yang amanah, transparan, dan
kredibel”. Dan mempunyai misi “Memberikan pelayanan berkualitas kepada
muzakki, mustahik dan masyarakat yang berhubungan dengan Baitul Mal Aceh.
Memberikan konsultasi dan advokasi bidang zakat, harta wakaf, harta agama dan
perwalian. Meningkatkan assessment dan kinerja Baitul Mal Aceh, Baitul
Kabupaten/Kota, Baitul Mal Kemukiman, dan Baitul Mal Gampong”.
Hal tersebut tidak terlepas dari kinerja para karyawan dan karyawati yang
telah di tetapkan oleh pihak Baitul Mal Aceh dengan tujuan menjadikan Baitul
Mal Aceh sebagai lembaga pengelola zakat, harta waqaf, harta agama, dan
perwalian dalam rangka pelaksanaan syariat islam dan pemberdayaan ekonomi
ummat.
Adapun jumlah karyawan yang dimiliki Baitul Mal Aceh terdiri dari 84
karyawan, Dimana 61 orang karyawan pria dan 23 orang karyawan wanita.Pada
Baitul Mal Aceh terdapat 32 orang karyawan dan karyawati pegawai negri sipil
sekretariat Baitul Mal Aceh,16 orang pimpinan dan anggota Badan Pelaksana
22
Baitul Mal Aceh, 21 orang tenaga kontrak sekretariat Baitul Mal Aceh, dan 15
orang tenaga kontrak Badan pelaksana Baitul Mal Aceh.
2.5. Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh
1. Baitul Mal Aceh berwenang mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan:
a. Zakat Mal pada tingkat Provinsi meliputi : BUMN, BUMD Aceh dan
perusahaan swasta besar.
b. Zakat Pendapatan dan Jasa/Honorium dari :
1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan pemerintah pusat yang berada di
Ibukota Provinsi.
2. Pejabat/PNS/karyawan lingkup Pemerintah Aceh.
3. Pimpinan dan anggota DPRA.
4. Karyawan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta besar pada tingkat
Provinsi.
5. Ketua, anggota dan karyawan lembaga dan badan daerah tingkat
provinsi.
2. Membentuk Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) yang ditetapkan dengan
keputusan Baitul Mal Aceh
3. Meminta laporan secara periodic setiap 6 (enam) bulan dari Baitul mal
Kabupaten/Kota.
4. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal
Kabupaten/Kota.15
15 Pasal 10 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal
23
BAB TIGA
HASIL KEGIATAN KERJA PRAKTEK
3.1. Kegiatan Kerja Praktik
Selama mengikuti kegiatan kerja praktik di Baitul Mal Aceh lebih kurang
satu setengah bulan atau 30 hari kerja terhitung tanggal 3 maret sampai tanggal 15
april 2014, penulis benar-benar mendapatkan pengalaman yang sangat berharga
dan dapat langsung mempraktekkan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah. Hal
tersebut tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan pimpinan, dan
karyawan/karyawati Baitul Mal Aceh. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilakukan
selama melaksanakan kerja praktek pada Baitul Mal Aceh antara lain:
3.1.1 Bagian Sosialisasi dan Pengembangan.
24
a. Mempelajari ruang lingkup Baitul Mal.
b. Mempelajari kewenangan Baitul Mal.
c. Mempelajari sejarah dan susunan organisasi Baitul Mal.
d. Mengantar surat ke ruang asisten kepala Baitul Mal.
e. Melayani masyarakat kurang mampu yang membutuhkan biaya hidup.
f. Mempelajari tentang zakat.
g. Mengarsip file.
3.1.2 Bagian Distribusi dan Pendayagunaan.
a. Melayani masyarakat kurang mampu yang membutuhkan biaya hidup.
b. Membantu mempersiapkan perlengkapan maulid.
c. Menyusun berkas untuk pengecekan fakir uzur.
d. Menginput data fakir uzur tahun lalu.
e. Mendatangi dan mengecek keadaan rumah fakir uzur.
f. Mewawancarai fakir uzur.
g. Melihat keadaan fakir uzur apakah layak untuk diberikan bantuan.
h. Memasukkan data fakir uzur yang baru.
i. Mengganti data fakir uzur yang telah meninggal dengan fakir uzur yang baru.
j. Menghapus data fakir uzur yang tidak layak untuk diberikan bantuan setelah
dicek keadaannya dan menggantikan dengan data fakir uzur yang baru.
k. Melayani masyarakat yang mengantar anaknya untuk ikut tahfidz quran
tangkat SLTP.
3.2. Bidang Kerja Praktik
25
Adanya perbedaan kriteria antara fakir dan miskin mengakibatkan
perbedaan pelayanan yang diberikan Baitul Mal Aceh kepada kedua asnaf
tersebut. Kepada fakir yang tidak mempunyai harta dan penghasilan tetap,
penyaluran hak zakatnya lebih diarahkan kepada santunan yang bersifat konsumtif
dan terus menerus sehingga fakir tersebut dapat melanjutkan kehidupan minimal
dalam memenuhi kehidupan pokoknya. Mengingat jumlah fakir yang harus
disantuni demikian banyak, sedangkan zakat yang dapat dikumpulkan masih
sangat terbatas, maka prioritas diberikan kepada fakir uzur serta berusia lanjut.
Sedangkan kriteria asnaf miskin adalah mereka yang mempunyai sedikit harta,
serta mempunyai mata pencaharian yang memberikan penghasilan, tetapi tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kepada orang-orang miskin tersebut perlu
diberi bantuan, dimana dengan bantuan tersebut yang bersangkutan dapat
memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.
Untuk memenuhi kebutuhan kedua asnaf ini, Baitul Mal Aceh telah
merancang secara khusus bentuk santunan dan bantuan kepada fakir miskin yang
juga dikelola secara khusus oleh unit tersendiri:
1. Unit Peduli Fakir Uzur (UPFU) memberikan santunan bulanan secara tetap
kapada fakir uzur yang telah terdaftar pada Biatul Mal Aceh, disamping
memberikan santunan untuk kebutuhan lainnya sesuai dengan jumlah dana
yang telah dialokasikan untuk asnaf tersebut.
2. Unit Pengelola Zakat Produktif (UPZP) memberikan modal usaha kepada
orang miskin yang telah mempunyai usaha/ kegiatan serta memerlukan
tambahan modal usaha. Pemberian modal usaha tersebut bersifat Qardhul
26
Hasan (pinjaman kebajikan), yaitu pinjaman tanpa bunga dan tanpa agunan
yang dapat dicicil dalam masa satu tahun, dengan catatan apabila telah lunas,
pinjaman tersebut dapat diperoleh kembali dalam jumlah yang lebih besar,
sehingga kehidupan usaha si miskin dapat terbina terus sampai menjadi
mandiri.
Fakir uzur adalah salah satu kelompok rentan dalam masyarakat yang
kondisi sosial ekonominya sangat memprihatinkan. Karena disamping tidak
mempunyai harta dan penghasilan, juga usianya relatif tua serta dalam keadaan
sakit-sakitan (uzur).16 Biasanya fakir uzur tersebut tinggal bersama keluarganya,
tetapi keluarga tersebut adalah keluarga miskin. Bahkan ada fakir uzur yang
tinggal sebatang kara, dimana kehidupannya sangat tergantung kepada
belaskasihan tetangganya. Pada setiap desa miskin biasanya secara mudah dapat
ditemukan antara 3-10 orang fakir uzur yang kehidupannya sudah terlunta-lunta
bahkan tidak ada yang memperhatikan, karena kehidupan ekonomi masyarakat di
desa tersebut juga tergolong dalam keluarga miskin, sesuai dengan ketentuan
pasal 34 ayat (1) UUD 1945 (setelah perubahan) disebutkan bahwa fakir miskin
dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Walaupun usaha kearah itu
sedah dilakukan oleh Departemen/Dinas sosial, bahkan dengan membangun panti
jompo, panti asuhan dan sebagainya. Tetapi banyak sekali fakir miskin dan anak-
anak terlantar yang belum mendapatkan haknya.
Mengingat dana zakat yang dapat dikumpulkan Baitul Mal sangat terbatas,
maka salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan cara memberikan
santunan kepada fakir uzur tersebut secara berkesinambungan. Usaha kearah itu
16 Deskripsi Program Santunan Fakir Uzur Baitul Mal Aceh.
27
sudah mulai dirintis dalam tahun 2007 dengan cara memberikan santunan kepada
275 orang fakir uzur di Kota Banda Aceh dan Aceh besar sebesar Rp.
150.000,-/bulan selama 6 bulan. Dalam tahun 2008 disantuni sebanyak 187 orang
dengan dana masing-masing Rp. 200.000,-/orang selama 10 bulan. Selanjutnya di
tingkatkan dalam tahun 2009 menjadi 200 orang dengan jumlah santunan Rp.
200.000,-/orang selama 12 bulan.
Khusus dalam tahun 2009 di samping santunan tetap bulanan sebesar Rp.
200.000,-/bulan, juga diberikan :
1. Bantuan paket Ramadhan 1430 H masing-masing uang Rp. 100.000,- dan 1
lembar kain sarung.
2. Santunan asuransi Taqaful dengan premi Rp. 100.000,-/orang selama setahun
dengan catatan apabila yang bersangkutan mendapat kecelakaan diberi biaya
pengobatan dan apabila meninggal diberi santuanan Rp. 8.000.000,-.
3. Kunjungan pemeliharaan kesehatan secara rutin yang dilakukan oleh dokter
umum dengan pemberian obat-obatan kebutuhan pokok seperti vitamin, obat
gosok dan sebagainya.
4. Kunjungan/bimbingan agama yang dilakukan oleh amil Baitul Mal sambil
mengantar santunan bulanan kepada fakir uzur juga diberikan tasbih dengan
harapan dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah sambil berzikir serta
melaksanakan ibadah fardhu sesuai dengan kemampuannya.
5. Terhadap fakir uzur yang karena kesehatannya memerlukan kursi roda, juga
direncanakan pemberian fasilitas kursi roda.
28
Pada tahun 2012 jumlah fakir uzur di kota Banda Aceh dan Aceh Besar
mencapai 950 orang, dengan jumlah santunan Rp. 200.000,-/orang selama 12
bulan. Selanjutnya pada tahun 2013 jumlah fakir uzur di kota Banda Aceh dan
Aceh Besar semangkin meningkat, yaitu mencapai 1.060 orang dengan jumlah
santunan 200.000,-/orang selama 12 bulan.
Adapun pemberian fasilitas dan dukungan sarana sebagaimana tersebut
diatas dimaksudkan agar fakir uzur yang nasibnya kurang beruntung dapat
meningkatkan harga dirinya serta dapat beribadah kepada Allah SWT dengan
sebaik-baiknya. Sejauh mungkin diarahkan agar yang bersangkutan dapat
bertaubat pada sisa umurnya, dan semua yang tersebut diatas masih berjalan
dengan lancar sampai sekarang.
Mengingat pendataan fakir uzur yang di berikan santunan dan bantuan
pada tahu-tahu yang lalu tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, dimana
terdapat sementara data yang diberikan oleh Kepala Desa /yang diambil petugas
adalah fakir uzur yang kurang layak mendapat santunan/bantuan, karena masih
banyak fakir uzur lain yang lebih layak, maka untuk santunan/bantuan untuk
tahun ini perlu dilakukan evaluasi kembali dengan cara :
1. Menetapkan kembali secara tegas persyaratan untuk mendapat santunan fakir
uzur tahun ini sebagai berikut :
a. Memenuhi kriteria fakir sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Dewan
Syariah No.01/SE/V/2006 tanggal 1 Mei 2006.
b. Berusia lanjut (diatas 60 tahun).
c. Dalam keadaan sakit (uzur).
29
d. Tidak mempunyai saudara/sanak famili langsung yang dapat membantu
kehidupan sehari-hari.
e. Tidak mempunyai rumah sendiri yang dinilai layak huni/menumpang pada
orang lain.
f. Tidak mendapat santunan/bantuan dari pihak lain.
g. Taat beribadah.
2. Apabila inventarisasi jumlah fakir uzur yang disantuni melebihi plafond dana
yang tersedia, maka daftar inventaris tersebut dirangking sedemikian rupa
sehingga ditetapkan nama-nama yang paling layak mendapat santunan.
3. Sejauh mungkin diusahakan agar setiap tahun jumlah fakir uzur yang disantuni
jumlahnya semakin meningkat dan desa yang dapat dijangkau menjadi semakin
banyak.
4. Keberhasilan pelayanan dan santunan yang diberikan kepada fakir uzur
dijadikan pilot proyek untuk dikembangkan oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota.
Ruang lingkup kegiatan pemberian santunan dan pembinaan fakir uzur,
semakin meningkat sesuai dengan kebutuhan dan kadar pelayanan yang mungkin
dapat dijangkau Baitul Mal Aceh. Pada awalnya pemberian santunan dan
pembinaan tersebut berada dibawah kewenangan Bidang Penyaluran Zakat pada
tahun 2007. Selanjutnya dibentuk unit tersendiri dan pada pertengahan tahun 2009
diberi nama “Unit Peduli Fakir Uzur (UPFU)”. Tugas kegiatan UPFU meliputi :
1. Melakukan pendataan terhadap fakir uzur yang berdomisili di Kota Banda
Aceh dan Kabupaten Aceh Besar guna diberikan santunan bulanan sesuai
30
dengan jumlah dana yang tersedia setelah mendapat rekomendasi dari kepala
desa setempat.
2. Melakukan Penggantian nama fakir uzur baru apabila terdapat nama fakir uzur
binaan yang meninggal dunia dengan prioritas di desa binaan lama/desa
terdekat, setelah mendapat rekomendasi kepala desa setempat.
3. Mengantar bantuan bulanan ketempat dimana fakir uzur berdomisili.
4. Membuat program pelayanan kesehatan yang dibantu oleh dokter umum sesuai
dengan kemampuan dana yang tersedia.
5. Melakukan pendampingan dalam pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter
umum yang ditunjuk ketempat masing-masing.
6. Melakukan pendampingan pelayanan agama dalam rangka meningkatkan iman
dan taqwa kepada Allah SWT.
7. Mendaftarkan fakir uzur binaan sebagai peserta Asuransi Taqaful sesuai
dengan perjanjian yang disepakati.
8. Melakukan kegiatan administrasi dan pertanggung jawaban keuangan sesuai
dengan bidang tugasnya.
9. Bekerjasama dengan unsur terkait dan orang-orang tertentu untuk menunjang
kegiatan Peduli Fakir Uzur.
10. Melaksanakan tugas-tugas lain sesuai dengan bidang tugasnya.
Unit Peduli Fakir Uzur (UPFU) berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Baitul Mal Aceh, yang terdiri dari :
a. 1 orang Kepala Unit.
b. 1 orang sekretaris merangkap anggota.
31
c. 1 orang anggota.
Sedangkan penugasan untuk pendataan, pengantaran santunan untuk fakir
uzur dapat dirangkap oleh petugas amil lainnya baik dari kantor induk Baitul Mal
Aceh maupun dari Unit Pengelolaan zakat Produktif (UPZP). Setiap bulan Kepala
UPFU mengajukan permintaan pencairan dana melalui Kepala Bidang Penyaluran
Zakat serta membuat pertanggung jawaban keuangan secara keseluruhan baik
menyangkut jumlah santunan, bantuan kesehatan serta dukungan biaya
operasional termasuk hak amil. UPFU mempunyai visi “mengembalikan harkat
dan martabat fakir uzur sebagai insan yang beriman, berakhlak mulia dan
bertaqwa kepada Allah SWT”. Dan mempunyai misi “memberikan santunan
bulanan yang berkesinambungan dan terarah, memberikan bimbingan agama dan
pelayanan kesehatan untuk mendukung pelaksanaan ibadah, dan menanamkan
sikap kebersamaan dan kedermawanan dalam islam melalui kewajiban zakat”.
3.3. Teori Yang Berkaitan
3.3.1. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari
zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti
tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik. Sedangkan
menurut istilah fiqih berarti “Sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
diserahkan kepada orang-orang yang berhak”.17 Zakat juga berarti satu nama yang
diberikan untuk harta yang dikeluarkan oleh seorang manusia sebagai hak Allah
17 DR. Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet ke-10, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), hlm. 34.
32
Ta’ala yang di serahkan kepada orang-orang fakir. Dinamakan zakat karena di
dalamnya terdapat harapan akan adanya keberkahan, kesucian jiwa, dan
berkembang di dalam kebaikan.18 Zakat adalah salah satu rukun Islam yang
kelima. Disebutkan beriringan dengan shalat dalam delapan puluh dua ayat. Zakat
adalah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya, sunnah Rasul-Nya,
dan kesepakatan umat.19
Menurut Madzhab Maliki, zakat adalah mengeluarkan sebagian yang
tertentu dari harta yang tertentu pula yang sudah mencapai nishab (batas jumlah
yang mewajibkan zakat) kepada orang yang berhak menerimanya, manakalah
kepemilikan itu penuh dan sudah mencapai haul (setahun) selain barang tambang
dan pertanian. Madzhab Hanafi berpandangan bahwa zakat adalah menjadikan
kadar tertentu dari harta tertentu pula sebagai hak milik yang sudah ditentukan
oleh pembuat syari’at semata-mata karena Allah SWT. Menurut Madzhab Syafi’i,
zakat adalah nama untuk kadar yang dikeluarkan dari harta atau benda dengan
cara-cara tertentu. Madzhab Hambali memberikan definisi zakat sebagai hak
(kadar tertentu) yang diwajibkan untuk dikeluarkan dari harta tertentu untuk
golongan yang tertentu dalam waktu yang tertentu pula.20
Jumhur Ulama berpendapat bahwa fakir dan miskin adalah dua golongan
tapi satu macam. Yang dimaksud adalah mereka yang kekurangan dan dalam
kebutuhan. Tetapi para ahli tafsir dan ahli fiqih berbeda pendapat pula dalam
18 Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan zakat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005), hlm. 1.
19 Ibid.20Panduan zakat, Kajian berbagai mazhab, Diakses pada tanggal 10 Juni 2014 dari situs:
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/ keutamaan-menunaikan-zakat.html.
33
menentukan secara definitif arti kedua kata tersebut secara tersendiri, juga dalam
menentukan apa makna kata itu.21 Kedua kelompok tersebut berhak mendapatkan
zakat sesuai kebutuhan pokoknya selama setahun, karena zakat berulang setiap
tahun. Patokan kebutuhan pokok yang akan dipenuhi adalah berupa makanan,
pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan pokok lainya dalam batas-batas kewajaran
tanpa berlebih-lebihan. Diantara pihak yang dapat menerima zakat dari kedua
kelompok ini yaitu orang-orang yang memenuhi syarat (membutuhkan).
3.3.2. Landasan Kewajiban Zakat
1. Al-Quran
Firman Allah SWT :
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q. S. at-Taubah ayat: 103)
Firman Allah SWT:
Artinya : Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.(Q. S. Adz-
Dzariyaat ayat: 19)
21 DR.Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet ke-10, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), hlm. 510
34
Firman Allah SWT:
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q. S. at-Taubah : 60)
2. Hadist
Nabi saw telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajib serta telah
menjelaskan kedudukannya dalam Islam. Yaitu bahwa zakat adalah salah satu
rukun Islam yang utama, dipujinya orang yang melaksanakan dan diancamnya
orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara. Peristiwa
Jibril mengajarkan agama kepada kaum Muslimin dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada Rasulullah SAW,
Artinya : “apakah itu Islam?” Nabi menjawab: “Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan
35
ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya.” (muttafaq ‘alaih).22
Hadis dari Ibnu Abbas, yang terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhari
dan Muslim, bahwa Nabi mengirim Mu’az bin Jabal ke Yaman dan berkata,
Artinya : “Kau akan berada di tengah-tengah umat Ahli Kitab (agama lain). Ajaklah mereka mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya adalah RasulNya. Bila mereka menerima, beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka diwajibkan shalat lima kali dalam sehari semalam. Bila mereka menjalankannya, beritahukan pula bahwa mereka diwajibkan mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Dan bila mereka menjalankannya, maka kau harus melindungi harakat kekayaan mereka itu, dan takutlah kepada doa orang-orang yang teraniaya, karena antara doa orang teraniaya dengan Allah tidak terdapat penghalang”( muttafaq ‘alaih)23.
3. Ijma’
Para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya zakat pada tsimar dan hasil
pertanian. Hanya saja mereka berbeda pendapat pada jenis-jenis yang wajib 22 DR.Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet ke-10, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,
2007), hlm. 7323 DR.Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet ke-10, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,
2007), hlm. 74
36
dizakati24. Terdapat sejumlah pendapat dalam masalah ini, yang secara umum
kami sebutkan di bawah ini:
a. Hasan al-Bashri dan asy-Sya’bi berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat
kecuali pada jenis-jenis yang disebutkan dalam nash, yaitu hinthah, sya’iir,
jagung, kurma, dan anggur. Sebab tidak ada nash yang menyebutkan selain dari
jeni-jenis di atas. Inilah pendapat yang paling benar menurut asy-Syaukani.
b. Abu Hanifah berpendapat bahwa semua tumbuhan terkena kewajiban zakat.
Tidak ada bedanya antara sayuran dan selainnya. Namun disyaratkan adanya
niat untuk memanfaatkan lahan ketika menanamnya, sekaligus meningkatkan
produksi lahan sesuai kebiasaan yang berlaku. Beliau mengecualikan kayu,
tebu, rerumputan, dan pepohonan yang tidak berbuah25.
3.3.3. Yang Berhak Menerima Zakat
1. Fakir dan Miskin
Sasaran zakat sudah ditentukan dalam Quran Surah at-Taubah, yaitu
delapan golongan. Yang pertama dan yang kedua, fakir dan miskin. Mereka itulah
yang pertama diberi saham harta zakat oleh Allah. Ini menunjukkan, bahwa
sasaran pertama zakat ialah hendak menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan
dalam masyarakat Islam.26 Fakir yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi dapat
24 Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan zakat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005), hlm. 62.
25 Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan zakat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005), hlm. 63.
26 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 510.
37
menjaga diri tidak minta-minta. Sedangkan miskin yaitu orang yang dalam
kebutuhan, tapi suka merengek-rengek dan minta-minta.27
2. Pengurus zakat (amil)
Sasaran ketiga daripada sasaran zakat setelah fakir miskin ialah, para amil
zakat. Yang dimaksudkan dengan amil zakat ialah, mereka yang melaksanakan
segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada
bendahara dan penjaganya, juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung
yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi kepada para mustahiknya.28
3. Muallaf
Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah, mereka yang
diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap
Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin, atau harapan akan
adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum Muslimin dari
musuh.29
4. Memerdekakan budak (riqab)
Riqab adalah bentuk jamak dari raqabah. Istilah ini dalam Quran artinya
budak belian laki-laki (abid) dan bukan belian perempuan (amah). Istilah ini
diterangkan dalam kaitannya dengan pembebasan atau pelepasan, seolah-olah
Quran memberikan isyarah dengan kata kiasan ini maksudnya, bahwa perbudakan
bagi manusia tidak ada bedanya seperti belenggu yang mengikatnya.
27 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 511.
28 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 545.
29 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 562.
38
Membebaskan budak belian artinya sama dengan menghilangkan atau melepaskan
belenggu yang mengikatnya.30
5. Gharimun (orang yang berutang)
Gharimun adalah bentuk jamak dari gharim (dengan ghin panjang), artinya
orang yang mempunyai utang. Sedangkan ghariim (dengan ra panjang), adalah
orang yang berutang. Menurut Imam Malik, syafi’i, dan Ahmad, bahwa orang
yang mempunyai utang terbagi kepada dua golongan, masing-masing mempunyai
hukumnya tersendiri. Pertama untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan kedua,
orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan masyarakat.31
6. Fisabilillah
Diantara para ulama dahulu maupun sekarang, ada yang meluaskan arti
sabilillah, tidak hanya khusus pada jihad dan yang berhubungan dengannya, akan
tetapi ditafsirkannya pada semua hal yang mencakup kemaslahatan, takarrub, dan
perbuatan-perbuatan baik, sesuai dengan penerapan asal dari kalimat tersebut.32
7. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil)
Ibnu sabil adalah orang yang terputus bekalnya dan juga termasuk orang
yang bermaksud melakukan perjalanan yang tidak mempunyai bekal, keduanya
diberi untuk memenuhi kebutuhan, karena orang yang bermaksud melakukan
perjalanan bukan untuk maksud maksiat.33
30 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 587.
31 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 594.
32 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 619.
33 Ibid, Hukum Zakat, hlm. 654.
39
Dari penjelasan di atas dapat diketahui dan diperkuat bahwa zakat
merupakan hak bagi golongan penerimanya. Setelah zakat diberikan kepada
delapan golongan, maka hak penggunaan tergantung kepada keinginan dari
delapan golongan penerima tersebut yang pada dasarnya berhubungan dengan
upaya pemenuhan kebutuhan golongan penerima. Pada intinya, melalui syariat
zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang menderita lainnya,
akan terperhatikan dengan baik.34
Al-Quran sendiri tidak mengatur bagaimana seharusnya membagikan
zakat kepada para asnaf. Umar bin Khattab ra pernah memberikan dana zakat
berupa kambing agar dapat berkembang biak. Nabi pernah memberikannya
kepada seorang fakir sebanyak dua dirham, dengan memberikan anjuran agar
mempergunakan uang tersebut, satu dirham untuk dimakan dan satu dirhamnya
lagi supaya dibelikan kapak sebagai alat kerja. Berdasarkan peristiwa pada
masa Rasulullah dan Umar maka distribusi zakat baik secara konsumtif
maupun produktif diperbolehkan demi kemaslahatan umat. Pendapat ini
dikuatkan oleh Yafie (1995: 236) bahwa pemanfaatan dana zakat yang
dijabarkan dalam ajaran fiqh memberi petunjuk perlunya suatu kebijakan dan
kecermatan, dimana perlu dipertimbangkan faktor-faktor pemerataan dan
penyamanan, kebutuhan yang nyata dari kelompok-kelompok penerima zakat,
kemampuan penggunaan dana zakat dari yang bersangkutan yang mengarah
kepada peningkatan kesejahteraannya dan kebebasan dari kemelaratannya. 35
34 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 12.
35 Hasrullah, “Efektivitas Pelaksanaan Zakat di Badan Amil Zakat Kota Polopo” (Skripsi dipublikasi), 2012, hlm. 35.
40
b. Evaluasi Kerja Praktek
Setelah penulis menjelaskan tentang Penyaluran Zakat Konsumtif Oleh
Baitul Mal Aceh, yang menjadi landasan teori dari judul yang penulis angkat,
penulis tidak melihat adanya kesenjangan antara teori dan praktiknya. Penyaluran
Zakat Konsumtif oleh Baitul Mal Aceh itu diambil dari asnaf fakir, sebagaimana
dicantumkan dalam Surat Edaran Dewan Syariah Baitul Mal Aceh No.
01/SE/V/2006, fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan tidak sanggup
berusaha sama sekali, disamping tidak pernah mendapat bantuan dari pihak lain.
Pada Baitul Mal Aceh penyaluran zakat konsumtif sudah sesuai dengan hukum
Islam karena zakat yang disalurkan diambil dari asnaf fakir, kemudian dapat
dimanfaat langsung oleh yang menerimanya, dan sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan.
41
BAB EMPAT
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan kerja praktik yang telah penulis lakukan di Baitul
Mal Aceh lebih kurang satu setengah bulan atau 30 hari kerja terhitung tanggal 3
maret sampai tanggal 15 april 2014 dan dari hasil-hasilnya telah dibahas dalam
bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Qanun Aceh No. 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal, pasal 3 ayat (1)
menyebutkan Baitul Mal Aceh adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang
dalam melaksanakan tugasnya bersifat Independensesuai dengan syariat, dan
bertanggung jawab kepada Gubernur. Tugas pokoknya sebagai pengelola zakat,
harta wakaf dan harta agama lainnya.
2. Program santunan fakir uzur adalah program yang ditujukan untuk mustahiq
dan dapat dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan. Program santunan
fakir uzur ini merupakan salah satu program dari Baitul Mal Aceh yang
diambil dari asnaf fakir. Tujuannya adalah untuk mengembalikan harkat dan
martabat fakir uzur sebagai insan yang beriman, berakhlak mulia dan bertaqwa
kepada Allah SWT
42
3. Surat Edaran Dewan Syariah Baitul Mal Aceh No. 01/SE/V/2006, fakir uzur
termasuk kedalam asnaf fakir. Program santunan fakir uzur oleh Baitul Mal
Aceh diberikan kepada fakir yang usianya di atas 60 tahun, dan diutamakan
yang hidup sebatang kara.
4. program santunan fakir uzur merupakan program yang sangat bermanfaat bagi
mustahiq, karena dapat meringankan beban ekonomi baginya.
5. Dilihat dari landasan hukum, praktek pembagian zakat oleh Baitul Mal Aceh
tidak terkandung pertentangan dengan nilai Islam.
4.2. Saran
Berdasarkan hasil Kerja Praktek di Baitul Mal Aceh, maka penulis
menyarankan :
1. Kepada Baitul Mal Aceh agar program santunan bulanan dan bantuan alat
kesehatan fakir uzur tetap berjalan kedepannya.
2. Kepada Baitul Mal Aceh agar program santunan bulanan dan bantuan alat
kesehatan fakir uzur tidak hanya di wilayah kota banda aceh dan kabupaten
aceh besar saja, tetapi juga di daerah lainnya.
3. Baitul Mal sebagai Badan Pengelola Zakat di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam supaya lebih proaktif dalam mensosialisasikan kepada
mansyarakat tentang pentingnya zakat. Untuk mengoptimalkan pengumpulan
dan mengoptimalkan penyaluran zakat di masyarakat.
43
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman Aswar Karim. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani
Ahmad Rofiq. 2004. Fiqih Kontekstual: Dari Normatif ke pemaknaan Sosial, Semarang: Kerja Sama pustaka Pelajar Yogyakarta dan LSM Damar.
Al-Furqon Hasbi. 2008. 125 Masalah Zakat, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Arief Mufraini, Muhammad. 2005. Akutansi dan Manajemen Zakat, Jakarta: Kencana.
Dewan Syari’ah Nasional Majlis Ulama Indonesia. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional.
Didin Hafidhuddin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani.
DR. Yusuf Qardawi. 2007. Fiqhus Zakat, Terj. Salman Harun, et.al., Hukum Zakat, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.
http://www.salafy.or.id
http://www.sayedmuhammadhusen.com
M. Ali Hasan. 2008. Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia, Jakarta: kencana.
Muhammad. 2002. Zakat Profesi, Wacana Pemikiran Dalam Fiqh Kontemporer, Jakarta: Salemba Diniyah.
Nuruddin Mhd. Ali. 2006. Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
44
Nurul Huda. 2012. Keuangan Publik Islami, Jakarta: Kencana.
Panduan zakat, Kajian berbagai mazhab, Diakses pada tanggal 10 Juni 2014 dari situs: http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/ keutamaan-menunaikan-zakat.html.
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal
Shofian Ahmad. 2000. Zakat Membangun Ummah, Jakarta: Kencana.
Syaikh As-Sayyid Sabiq. 2005. Panduan Zakat Menurut Alquran dan Assunnah, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. 2006. Pedoman Zakat, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra.
U.U. Nomor 48 Tahun 2007.