asuransi syariah

29
BAB I PENDAHULUAN Masih segar dalam ingatan kita tentang peristiwa yang menimpa dunia asuransi Indonesia dimana banyak perusahaan asuransi yang digugat pailit oleh nasabah. Prudential Life merupakan contoh paling baru dimana industri yang berlandaskan kepercayaan ini masih bersifat rentan goncangan, setelah sebelumnya peristiwa yang hampir sama menimpa Manulife Indonesia. Banyaknya peristiwa tersebut seakan menyadarkan kita untuk kembali mengkaji ulang apakah master plan asuransi Indonesia sudah berjalan sebagaimana mestinya. Jika ditengok ulang perkembangan bisnis asuransi di Indonesia sebenarnya sedikit menunjukkan hal yang cukup menggembirakan dimulai sekitar tahun 2000. Hal tersebut ditandai dengan makin kompleksnya perkembangan industri asuransi umum di Indonesia. Banyak indikator yang mendukung fenomena tersebut antara lain : pertama, jumlah perusahaan asuransi semakin banyak. Dari tahun ke tahun, semakin banyak pendirian perusahaan asuransi baru, baik swasta nasional maupun perusahaan patungan. Sampai dengan akhir Desember 1999, telah mencapai 109 perusahaan asuransi umum, dan kemungkinan masih akan bertambah lagi dengan adanya permohonan pendirian perusahaan asuransi umum kepada Departemen Keuangan. Disamping itu ada tendensi semakin banyaknya perusahaan, baik yang baru maupun yang sudah beroperasi, yang berafiliasi pada kelompok-kelompok usaha yang besar. Jumlah perusahaan asuransi yang semakin banyak ini tidak diimbangi jumlah tenaga profesional asuransi yang memadai, sehingga tingkat profesionalisme menjadi rendah. Hal ini menyebabkan terjadinya 1

Upload: jeber16

Post on 24-Jun-2015

560 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: asuransi syariah

BAB I

PENDAHULUAN

Masih segar dalam ingatan kita tentang peristiwa yang menimpa dunia asuransi Indonesia

dimana banyak perusahaan asuransi yang digugat pailit oleh nasabah. Prudential Life merupakan

contoh paling baru dimana industri yang berlandaskan kepercayaan ini masih bersifat rentan

goncangan, setelah sebelumnya peristiwa yang hampir sama menimpa Manulife Indonesia.

Banyaknya peristiwa tersebut seakan menyadarkan kita untuk kembali mengkaji ulang apakah

master plan asuransi Indonesia sudah berjalan sebagaimana mestinya. Jika ditengok ulang

perkembangan bisnis asuransi di Indonesia sebenarnya sedikit menunjukkan hal yang cukup

menggembirakan dimulai sekitar tahun 2000. Hal tersebut ditandai dengan makin kompleksnya

perkembangan industri asuransi umum di Indonesia.

Banyak indikator yang mendukung fenomena tersebut antara lain : pertama, jumlah

perusahaan asuransi semakin banyak. Dari tahun ke tahun, semakin banyak pendirian perusahaan

asuransi baru, baik swasta nasional maupun perusahaan patungan. Sampai dengan akhir

Desember 1999, telah mencapai 109 perusahaan asuransi umum, dan kemungkinan masih akan

bertambah lagi dengan adanya permohonan pendirian perusahaan asuransi umum kepada

Departemen Keuangan. Disamping itu ada tendensi semakin banyaknya perusahaan, baik yang

baru maupun yang sudah beroperasi, yang berafiliasi pada kelompok-kelompok usaha yang besar.

Jumlah perusahaan asuransi yang semakin banyak ini tidak diimbangi jumlah tenaga profesional

asuransi yang memadai, sehingga tingkat profesionalisme menjadi rendah. Hal ini menyebabkan

terjadinya persaingan yang semakin ketat dan munculnya praktik-praktik tidak terpuji di pasar

asuransi. kedua, peranan pialang (broker) asuransi semakin aktif. Semakin aktif serta besarnya

peranan pialang asuransi yang kadang-kadang juga berperan sebagai pialang reasuransi,

menyebabkan terjadinya persaingan suku premi yang makin tajam dalam berbagai jenis asuransi,

baik secara terbuka maupun terselubung. ketiga, perusahaan asuransi banyak yang berperan

sebagai fronting company. Terdapat kecenderungan semakin banyaknya perusahaan asuransi

umum yang bertindak sebagai fronting company untuk bisnis asuransi yang berorientasi pada

perusahaan multinasional. Hal ini terutama dilakukan oleh pialang asuransi patungan atau

perusahaan asuransi patungan. keempat, perubahan pasar reasuransi internasional. Perubahan-

perubahan yang terjadi dalam pasar reasuransi internasional telah memberikan pengaruh pada

suku premi berbagai jenis pertanggungan. Yang banyak memberikan pengaruh adalah pasar

reasuransi utama seperti di Eropa dan Singapura. Kelima, "pasar asuransi bebas" (free market)

yang terbatas. Tendensi semakin banyaknya perusahaan asuransi maupun perusahaan reasuransi

1

Page 2: asuransi syariah

luar negeri untuk beroperasi dalam bisnis perasuransian di Indonesia, baik secara langsung

maupun tidak langsung, menyebabkan pasar asuransi semakin kompetitif.

Namun satu hal yang mungkin agak dilupakan terkait dengan industri asuransi umum

di Indonesia adalah keunikan pasar asuransi Indonesia. Pasar asuransi Indonesia memiliki

sifat unik karena bersifat captive atau pasar eksklusif dimana pasar hanya dikuasai oleh

perusahaan-perusahaan milik kelompok tertentu. Dan hebatnya lagi pangsa pasar milik

kelompok tertentu mencapai hampir 50-60% dari keseluruhan pasar dan hanya menyisakan

kurang lebih 40% pasar bebas. Namun akhir-akhir ini mulai muncul kesadaran dari

pemerintah untuk mulai membuka kran yang selama ini hanya dikuasai oleh segelintir

kelompok tertentu. Jika dikembalikan pada kaidah ekonomi murni pemusatan industri pada

segelintir orang ini memang berbahaya karena akan membuat pasar menjadi terkonsentrasi

dan makin mengarah pada bentuk oligopoli pasar yang nantinya akan menghasilkan produk

yang tidak efisien dan kurang berdaya saing.

Tantangan yang dihadapi oleh dunia asuransi Indonesia makin menguat dengan

banyaknya serbuan asuransi asing sebagai dampak langsung globalisasi.Di era mendatang

atau dikenal sebagai era globalisasi, perusahaan-perusahaan asuransi/reasuransi Indonesia

selain menghadapi "serbuan" dari perusahaan-perusahaan asuransi/reasuransi asing yang

memiliki permodalan yang kuat, serta teknologi dan sumber daya manusia yang handal, juga

berpeluang untuk beroperasi mengembangkan bisnis asuransi dan reasuransi di negara-negara

lain. Menghadapi kondisi mendatang yang begitu berat, industri asuransi Indonesia harus

segera meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitifnya, jika pasarnya tidak ingin

diambil oleh pihak lain. Peningkatan keunggulan ini juga harus dilakukan bila perusahaan-

perusahaan asuransi/reasuransi nasional juga ingin ikut merebut peluang dalam menggarap

lahan bisnis asuransi di manca negara, khususnya di Asia Pasifik. Namun melihat realitas

yang marak terjadi akhir-akhir ini mungkin hal tersebut masih tetap menjadi impian semata

mengingat kondisi asuransi Indonesia masih belum banyak berubah.

2

Page 3: asuransi syariah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah

Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman sebelum masehi dimana manusia

pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan

makanan. Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada jaman Mesir Kuno

semasa Raja Firaun berkuasa. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf

bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti

oleh masa paceklik selama 7 tahun berikutnya. Untuk berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan

tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari hasil panen

pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik. Dengan demikian

pada masa 7 tahun paceklik rakyat Mesir terhindar dari risiko bencana kelaparan hebat yang

melanda seluruh negeri. Pada tahun 2000 sebelum masehi para saudagar dan aktor di Italia

membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu

para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal. Perkumpulan serupa yaitu

Collegia Nititum, kemudian berdiri dengan

beranggotakan para budak belian yang diperbanatukan pada ketentaraan kerajaan Roma

(Rahman, Afzalur). Konsep auransi sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat primitif

yang berkelompok. Dalam masyarakat primitif, orang hidup bersama dalam keluarga besar atau

suku dimana kebutuhan-kebutuhannya dipenuhi dan dilindungi melalui kerjasama dan saling

membantu. Oleh karena itu mereka merasa tidak memerlukan suatu asuransi karena semua resiko

sepenuhnya dilindungi oleh masyarakat. Pada waktu keluarga atau suku berubah menjadi

kehidupan yang berpindah-pindah secara teori keluarga tersebut mulai menghadapi berbagai

macam bahaya tanpa adanya perlindungan dari keluarga maupun sukunya. Saat itulah mulai

dirasakan perlunya perlindungan terhadap ancaman tersebut sebagai unsur awal munculnya

asuransi.

3

Page 4: asuransi syariah

2.2 Pengertian Asuransi Syariah

Asuransi dalam bahasa Arab disebut At’ta’min yang berasal dari kata amanah yang

berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut.

Istilah menta’minkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau

orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya yang

hilang.

Asuransi syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta menghibahkan sebagian

dari premi untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami sebagian peserta.

Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional serta investasi dana

yang dilimpahkan kepada perusahaan. Di Indonesia sendiri, asuransi islam sering dikenal

dengan istilah takaful. Kata takaful bersal dari takafalah yatakafalu yang berarti

menjamin atau saling menanggung. Sedangkan pihak yang menjadi penanggung asuransi

disebut mu’amin dan pihak yang menjadi tertanggung disebut mu’amman lahu atau

musta’min.

Jadi asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi

ketentuan syariah, tolong-menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan

perusahaan asuaransi.

Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan .Konsep

tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam

wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga

besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita

kenal sebagai sharing of risk, taqwa (kebaikan dan ketakwaan)

Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian

pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta’min, takaful’ atau tadhamun)

adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak

melalui investasi dalam bentuk set dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian

untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan

syariah.

4

Page 5: asuransi syariah

Asuransi Syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang dikenal

dengan istilah ta’awun, yaitu prinsip hidup yang saling melindungi dan saling tolong

menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah antara sesama anggota asuransi syariah dalam

menghadapi hal tak tentu yang merugikan.

2.3 Dasar Hukum Asuransi Syariah

Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan

legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu :

”Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri

kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan

penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan

yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.”

Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi Asuransi

Syariah karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta

tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan

administrasinya. Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi syariah terdapat dalam

Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut

dikeluarkan kareni regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan

kegiatan Asuransi Syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan

hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-

undangan di Indonesia. Agar ketentuan Asuransi Syariah memiliki kekuatan hukum,

maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di

Indonesia meskipun dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan

tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan RI No.426/KMK.06/2003, Keputusan

Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga

Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua keputusan tersebut menyebutkan mengenai

peraturan sistem asuransi berbasis Syariah.

5

Page 6: asuransi syariah

2.4 Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional

Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan

risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer

of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai

konsekwensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik

perusahaan ausransi.

Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah

sebagai berikut:

Akad (Perjanjian)

Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas

secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut

saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang

menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut

menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan

dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong

(takaful).

Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli.

Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga,

dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan

dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan

barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara

kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk

mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Perusahaan akan membayarkan uang

pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan

oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan

akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka

perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena

ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang

polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada

produk non-saving).

6

Page 7: asuransi syariah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya "Majmu

Fatwa" menyatakan bahwa akad dalam Islam dibangun atas dasar mewujudkan keadilan

dan menjauhkan penganiayaan. Harta seorang muslim yang lain tidak halal, kecuali

dipindahkan haknya kepada yang disukainya. Keadilan dapat diketahui dengan akalnya,

seperti pembeli wajib menyatakan harganya dan penjual menyerahkan barang jualannya

kepada pembeli. Dilarang menipu, berkhianat, dan jika berhutang harus dilunasi. Jika kita

mengadakan suatu perjanjian dalam suatu transaksi bisnis secara tidak tunai maka kita

wajib melakukan hal-hal berikut: I% Menuliskan bentuk perjanjian (seperti adanya SP

dan polis). I% Bentuk perjanjian harus jelas dimengerti oleh pihak-pihak yang

bertransaksi (akad tadabuli atau akad takafuli). I% Adanya saksi dari kedua belah pihak.

I% Para saksi harus cakap dan bersedia secara hukum jika suatu saat diminta

kewajibannya.

Gharar (Ketidakjelasan)  

Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya

batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita

sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang

tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara

pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya,

perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain

kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan

transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran

mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para

ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.

Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-

menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme

ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah

dalam praktik muamalah yang gharar.

Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi

(transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik

peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim

menjadi milik perusahaan.  

7

Page 8: asuransi syariah

Tabarru dan Tabungan

Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau

derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru

bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu

sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat

musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada

yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang

sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong.

Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang

dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur

dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara

investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada

unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad

awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan

dikembalikan kepada peserta secara penuh.

 

Maisir (Judi)  

Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur

gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al

maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional

karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang

polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah

membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu.

Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi

konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena

keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan

yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis

mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan

asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan

perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang

dibayarkannya.

8

Page 9: asuransi syariah

Riba

Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan

bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat

perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan.

Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib

dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas

yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan

Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan

Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan

pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.

Dana Hangus  

Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena

suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period.

Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang

premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi

hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa

kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi

milik perusahaan.

Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan

menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang

tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk

melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus.

Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling

menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).

Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai

telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk

karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya

dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai

dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika

selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan

membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai

kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih

9

Page 10: asuransi syariah

dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari

hasil investasinya.

Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah

Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem aqilah

pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam makalahnya

mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat

tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi kesepakatan dari anggota

untuk bersama -sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi

pada anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran berkala

(premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat

dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola

(asuransi syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk

keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah tolong-

menolong seperti yang diajarkan Islam.

Dewan Pengawas Syariah  

Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas

Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari

segi operational perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam Struktur

oraganisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.

Itulah beberapa hal yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional.

Apabila dilihat dari sisi perbedaannya, baik dari sisi ekonomi, kemanuasiaan atau

syariahnya, maka sistem asuransi syariah adalah yang terbaik dari seluruh sistem asuransi

yang ada.

Kontrak Asuransi Syariah

Kontrak merupakan bagian yang paling penting, yang membedakan asuransi syariah

dengan asuransi konvensional.

Karena sifat alami resiko memang tidak pasti(gharar), sementara islam

mengharamkan jual-beli atau transsi yang mengandung gharar, maka kontrak asuransi

syariah haruslah bukan merupakan kontrak jual-beli. Gharar atau ketidakpastian

diharmkan dalam kontrak asuransi syariah, oleh karena itu harus dihindari adanya gharar,

10

Page 11: asuransi syariah

baik itu dalam kontrak, harga, metode, jumlah, dan waktu pembayaran antara pihak-pihak

yang mengadakan kontrak, dan segala yang dianggap tidak pasti atau menipu. Namun

yang perlu di ingat bahwa larangan gharar tidak berlaku pada kontrak nonkomersial,

seperti halnya dalam kerja sama unilateral.

Disamping gharar, dalam islam juga diharamkan hal-hal berikut:

1. Riba (Bunga Uang)

2. Membeli atau menjual harta benda atau hak yang tidak sah

3. Investasi dalam portofolio

4. Judi

5. Manipulasi dan praktik yang tidak adil1

Untuk menghindari atau mengeliminasi unsur-unsur yang diharamkan diatas dari

kontrak asuransi Syariah, berikut ini merupakan kontrak alternatif yang dapat digunakan.

1. Kontrak Mudharabah ( berbagi keuntungan dan kerugian)

Ini merupakan kontrak antara pemilik modal dan pengelola, dimana

keuntungan dibagi menurut rasio atau presentase yang disepakati kedua belah

pihak.

2. Kontrak musarakah (usaha patungan)

Kedua belah pihak menyediakan modal dan manajemen. Keuntungan

dibagi berdasarkan modal atau sesuai negosiasi dan kerugian ditanggung menurut

porsi modal yang dimiliki.

3. Konrak Kafalah (kontrak jaminan)

Pihak penjamin menjadi jaminanbila peminjam tidak dapat memenuhi

kewajibannya terhadap kreditor

4. Konrak Wakalah ( kontrak perwakilan)

Satu pihak mengangkat dan memberi wewenang kepada pihak lain (Wakil)

untuk bertindak atas namanya. Pemberian kewenangan dapat bersifat umum atau

khusus. Wakil dapat membebankan biaya kepada pihak yang diwakilinya

5. Kontrak Jua’lah ( Kontrak atas kinerja)

Pada dasarnya sama dengan kontrak wakalah, kecuali pembayaran kepada

pihak yang ditunjuk diukur menurut hasil kinerjanya

1 Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Syariah: Dalam Praktik Menghilangkan Gharar, Maisir, dan Riba (Jakarta :

Gema Insani,2005), hlm.28 11

Page 12: asuransi syariah

Unsur terpenting dalam kontrak asuransi syariah adalah harus adanya objek yang

menjadi kesepahaman dalam kontrak yang disepakati oleh kedua belah pihak2

2.5 Proposal atau Ijab Asuransi Syariah

Merupakan niat yang dinyatakan oleh pemilik resiko untuk berbagi resiko dengan

pemilik-pemilik resiko lainnya yang dikelola oleh operator asuransi syariah dan

kesanggupannya untuk melakukan tanggungjawab tertentu, seperti membayar kontribusi

dan mengikuti ketentuan akad asuransi syariahnya

Untuk memudahkan dokumentasi dan standarisasi Ijab, operator asuransi syariah

biasanya mengembangkan suatu pormolir standar untuk diisi dan ditandatangani oleh

peserta program asuransi syariah. Berikut ini adalah contoh pernyataan yang dimasukan

dalam formulir proposal asuransi syariah.

Pernyataan dalam proposal:

Saya/Kami setuju untuk ikut dalam Program Asuransi Syariah ini sesuai

dengan prinsip tolong-menolong dan membayar konribusi sebagai tabarru’

(sumbangan) untuk membantu peserta lain yang tertimpa musibah dengan sumbangan

ini, Kami juga berhak mendapatkan perlindungan asuransi syariah seperti yang

dinyatakan dalam ketentuan dan kondisi kontrak asuransi syariah ini.

Selanjutnya Saya/Kami setuju bahwa konribusi kami dimasukan dalam Dana

Asuransi Syariah untuk diinvestasikan dan dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip

syariah. Kami juga mengizinkan operator untuk membayar manfaat asuransi syariah,

provosi, dan cadangan sesuai dengan pedoman dan kebijakan yang dibiat oleh

otoritas. Selanjutnya Saya/Kami setuju untuk membayar biaya Wakalah Sebesar....%

kepada operator.

Apabila pada akhir ahun fiskal, ada kelebihan pendapatan di atas pengeluaran

yang telah disepakati tersebut. Saya/Kami setuju bila operator menerima....% dari

kelebihan tersebut sebagai insentif dan sisanya ....% akan dicadangkan untuk

didistribusikan di antara peserta sesuai ketentuan kontrak ini......................................

2 Ibid, Hlm.2912

Page 13: asuransi syariah

2.6 Akseptasi Atau Qabul Asuransi Syariah

Qabul biasanya dilakukan oleh penyelenggara, baik secara langsung dari proposal

ataupun aplikasi peserta yang bersangkutan, atau apabila pihak operator tidak dapat

menyetujui proposal peserta secara langsung, operator dapat mengusulkan untuk

mengganti atau mengubah sesuai ketentuan dan kondisi produk asuransi syariah yang

dikelolanya. Yang kedua ini dianggap sebagai tawaran balik kepada peserta. Operator

dapat diartikan telah melakukan qabul atas proposal peserta melalui hal-hal berikut.

1. Penerbitan Sertifikat Asuransi Syariah

2. Penerbitan Cover note

3. Penerbitan tanda terima resmi atas pembayaran konribusi pertama

4. Berbagai cara konfirmasi qabul lainnya atas permohonan dari peserta

bersangkutan, seperti melalui faks, telepon, e-mail.

Setelah akad dilakukan, kedua belah pihak terikat untuk mematuhi ketentuan

dan kondisi akad.3

2.7 Kondisi Asuransi Syariah di Indonesia

Kondisi Asuransi Syariah di Indonesia

Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi syariah pada tahun

2001 baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan hukum

saat ini sedang digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan

dapat memberi dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU Perbankan

tahun 1998.

Hambatan Pengembangan Asuransi Syariah

Instrumen tidak dikenal masyarakat luas

Anggapan masyarakat Indonesia pengurusn klaim asuransi menyulitkan

Instrumen Asuransi kalah bersaing dengan isntrumen investasi seperti surat

berharga

Asuransi syariah belum tersosialisasikanluas seperti perbankan syariah

Peluang pengembangan Asuransi Syariah

3 Ibid, Hlm.3013

Page 14: asuransi syariah

Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan

produk yang sesuai dengan hukum Islam

Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi syariah untuk

pengamanan aset dan transaksi perbankan

Peluang pengembangan Asuransi Syariah.

Beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan Asuransi Syariah

adalah ditetapkannnya kewajiban agar asuransi haji dikelola oleh perusahaan asuransi

syariah.

Contoh Kasus Tantangan Industri Asuransi Syariah Saat Ini

Tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri asuransi syariah bersumber pada dua hal

utama yaitu permodalan dan sumber daya manusia. Tantangan-tantangan lain seperti masalah

teknologi informasi, image danlaisebagainya merupakanakibatdariduamasalahutamatersebut.

Berdasarkan konsep Risk Based Capital (RBC) perusahaan asuransi di Indonesia sebenarnya

dapat beroperasi dengan modal yang sangat rendah (diatas Rp 3 milyar) asal sehat dan

memenuhi Risk Based Capital diatas 120%. Asuransi syariah dalam bentuk cabang atau

divisi dari perusahaan asuransi konvensional dapat beroperasi dengan penyisihan modal

minimalRp2milyar.

Kemudahan-kemudahan permodalan ini disatu sisi baik untuk mendorong timbulnya

perusahaan asuransi/cabang/divisi syariah. Di sisi lain sebenarnya harus disadari bahwa

ketentuan minimum tersebut kurang mendorong timbulnya perusahaan asuransi yang sehat.

Struktur permodalan yang kuat sangat dibutuhkan untuk mengangkat industri asuransi

syariah. Dengan modal yang kuat perusahaan asuransi syariah akan dapat melaksanakan

fungsi-fungsi yang semestinya, antara lain edukasi pasar melalui berbagai media komunikasi

untuk menjelaskan keberadaan asuransi syariah, keunggulannya, manfaatnya serta kebersihan

dari keraguan, pengembangan produk secara berkelanjutan, back-uo keuangan yang

kokohuntukmembangkitkankepercayaanpublik.

Sejalan dengan berkembangnya industri asuransi syariah, maka hal yang seharusnya

14

Page 15: asuransi syariah

dilakukan adalah industri asuransi syariah memiliki tenaga unggul dibidangnya masing-

masing. Hanya dengan tenaga-tenaga unggul inilah asuransi syariah dapat bersaing di era

global saat ini. Keahlian yang sangat dibutuhkan meliputi keahlian manajemen risiko yang

mampu memahami dan mengelola risiko-risiko yang terus berkembang secara dinamis,

keahlian manajemen islami yang mampu menggali nilai-nilai islami dan menerapkannya

dalam praktik bisnis modern dan mampu memberikan solusi dari permasalahan permasalahan

yang ada, keahilian ekonomi syariah untuk menggali transaksi kontrak, serta keahlian

penunjang lainnya seperti akuntansi, teknologi informasi, pemasaran dan lain sebagainya

yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis asuransi secara menyeluruh, yang terakhir adalah

integritas, kejujuran dan kebersihan para professional asuransi syariah harus benar-benar

mencerminkankeunggulanproduknyayangsyar’i.

Adanya dua masalah utama tersebut dapat diatasi yaitu masalah permodalan dan masalah

sumber daya manusia, maka serangkaian masalah-masalah lain yang dihadapi industri

asuransi syariah akan mudah diatasi.

BAB III

15

Page 16: asuransi syariah

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuransi syariah sudah mulai dikenal semenjak berdirinya Syarikat Takaful Indonesia pada

tahun 1994. Pada tahun 2015 diperkirakan bahwa potensi penerimaan premi syariah di

Indonesia akan mencapai US$ 1,20 miliar. Pencapaian posisi ini menempatkan pada posisi

terbesar kedua setelah Malaysia yang diperkirakan oleh penelitian Institute of Islamic

Banking and Insurance di London sebesar US$ 1,22 miliar. Tetapi jika dibandingkan dengan

asuransikonvensionaljumlahpremiinisangatlahkecil.

Beberapa hal yang menjadi penyebab relative rendahnya penetrasi pasar asuransi syariah

dalam sepuluh tahun terakhir adalah rendahnya dana yang memback up perusahaan asuransi

syariah, promosi dan edukasi pasar yang relative belum dilakukan secara efektif (terkait

dengan lemahnya dana), belum timbulnya industri penunjang asuransi syariah seperti broker-

broker asuransi syariah, agen, adjuster, dan lain sebagainya, produk dan layanan belum

diunggulkan diatas produk konvensional, posisi pasar yang masih ragu antara penerapan

konsep syariah yang menyeluruh dengan kenyataan bisnis di lapangan yang terkadang sangat

jauh dari prinsip syariah, dukungan kapasitas reasuransi yang masih terbatas (terkait jua

dengan dana) dan belum adanya inovasi produk dan layanan yang benar-benar digali dari

konsepdasarsyariah.

Negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim seperti Indonesia, pada umumnya

memiliki tingkat penetrasi dan tingkat density asuransi yang relatif lebih rendah

dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini disebabkan oleh apa yang disebut sebagai

halangan agama yaitu keyakinan agama yang tidak memperkenankan praktek asuransi

konvensional. Selain dapat mengatasi hambatan agama tersebut, sifat alami asuransi syariah

akan berpotensi untuk berkembang di Indonesia karena beberapa alasan antara lain mayoritas

penduduknya beragama Islam akan cenderung menghormati solusi yang berasal dari

agamanya sendiri, ekonomi Indonesia yang secara signifikan bergantung pada sektor usaha

mikro, kecil dan menengah (umkm) akan cocok dengan pendekatan pengelolaan risiko

melalui konsep tolong menolong dalam asuransi syariah, sifat alami asuransi syariah yang

memungkinkan peserta mendapatkan bagian hasil akan lebih adil diterapkan pada masyarakat

karena tidak secara berlebihan menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, era

16

Page 17: asuransi syariah

penerapan Good corporate governance (GCG) akan mendorong proses bisnis yang bersih

sehingga berdampak kondusif bagi timbulnya asuransi syariah dan sifat asuransi syariah

antara lain menghindarkan praktik-praktik yang mengandung unsur-unsur ketidakpastian dan

judi akan sejalan dengan praktik usaha yang penuh kehatihatian di lingkungan ekonomi

global.

Asuransi syariah yang menggunakan Al-Qur’an dan sunnah nabi sebagai rujukannya

memiliki sumber inspirasu dan inovasi yang tidak habis-habisnya dalam memberi

kemaslahatan pada umat, konsep dasar asuransi syariah terutama yang menggunakan sistem

wakalah merupakan konsep asuransi yang akan terbebas dari ketidakpatian usaha di sektor

asuransi, prinsip dasar asuransi syariah yang mendorong orang atau badan untuk saling

tolong menolong sesama dengan bantuan operator asuransi syariah sangat berbeda dengan

prinsip dasar asuransi konvensional yang memposisikan nasabah sebagai tertanggung dan

perusahaan asuransi sebagai penanggung dan asuransi syariah memberikan kepastian

kehalalan bagi para pesertanya.

B. Saran

Agar kita tidak salah memilih asuransi syariah, berikut beberapa tips yang perlu kita perhatikan:

1. Mengetahui kebutuhan

pemegang atau pembeli perusahaan asuransi harus mengetahui asuransi apa yang menjadi

kebutuhan. Kebutuhan dapat berupa asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

asuransi pendidikan atau asuransi yang sekaligus berfungsi untuk investasi (unitlink). Bila

anda ragu, mintalah pendapat saudara, rekan, atau agen penjual asuransi yang anda percayai.

2. Memilih perusahaan pengelola asuransi syariah

ketahui seberapa lama perusahaan asuransi tersebut telah menjalankan bisnis asuransi

syariah. Semakin lama sebuah perusahaan berkecimpung dalam bisnis yang dijalaninya,

tentunya bisa menggambarkan bagaimana kondisi perusahaan tersebut. Selain itu juga

bagaimana pengalaman perusahaan tersebut dalam pembayaran klaim kepada nasabahnya,

apa pernah perusahaan tersebut lalai dalam hal pembayaran klaim kepada nasabahnya.

17

Page 18: asuransi syariah

3. Dewan pengawas syariah (dps)

semua lembaga keuangan syariah termasuk asuransi syariah mempunyai dewan pengawas

syariah (dps). Dps beranggotakan orang-orang yang memahami ekonomi syariah.

Keberadaan dps akan menjamin bahwa semua produk asuransi dikelola dengan cara-cara

yang dihalalkan secara syariah.

4. Kejelasan akad asuransi

isi perjanjian memegang peranan penting menyangkut status premi polis asuransi. Bila

akadnya asuransi syariah, tidak ada istilah “dana hangus” untuk asuransi jiwa, sehingga

apabila nasabah karena sesuatu hal tidak memperpanjang preminya, maka seharusnya dana

premi yang sudah disetor sebelumnya masih ada, walaupun jumlahnya tidak 100% lagi. Ini

karena dana yang disetor nasabah telah dikurangi biaya-biaya administrasi saat mengurus

polis asuransi.

5. Pelajari ilustrasi yang diberikan

ilustrasi asuransi menggambarkan perkiraan berapa dana yang akan diperoleh calon nasabah

untuk masa akhir periode perjanjian. Jika ilustrasi yang diberikan sangat tidak wajar, misal

memberikan keuntungan (bagi hasil) sangat jauh di atas bagi hasil bank syariah pada

umumnya, kita jangan langsung tergiur, namun kita harus menyikapinya dengan bijaksana.

Perhatikan asumsi-asumsi yang tertera di lembar ilustrasi.

18

Page 19: asuransi syariah

DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Assal, Ahmad Muhammad dan Fathi Ahmad Abdul Karim, 1999, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, edisi terjemahan, Pustaka Setia, Bandung.

Achsien, Iggi H, 2003, Investasi Syariah di Pasar Modal, Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah, Gramedia, Jakarta.

Astiwara, Endy M, 2001, Perbedaan Secara Syariah Asuransi Takaful Dengan Asuransi Konvensional, Muamalatuna Vol. I/Edisi I/Th. I/25 Mei 2001

Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Syariah: Dalam Praktik Menghilangkan Gharar, Maisir, dan Riba (Jakarta : Gema Insani,2005), hlm.28

Ibid, Hlm.29Ibid, Hlm.30

19