bedanya asuransi syariah dengan konvensional

46
Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional Selasa, 06-03-2007 18:10:30 oleh: Hendry Risjawan Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan permusuhan). Firman Allah dalam surat al-Baqarah 188, 'Dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu." Hadist Nabi Muhammad SAW, "Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain," Dan "Orang- orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya. Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekwensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi. Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah sebagai berikut: Akad (Perjanjian)

Upload: iwanrahman

Post on 05-Jul-2015

473 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Bedanya Asuransi Syariah Dengan KonvensionalSelasa, 06-03-2007 18:10:30 oleh: Hendry Risjawan

Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan permusuhan).

Firman Allah dalam surat al-Baqarah 188, 'Dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu." Hadist Nabi Muhammad SAW, "Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain," Dan "Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.

 Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekwensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.

Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah sebagai berikut:

Akad (Perjanjian)

Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).

Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan

Page 2: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya "Majmu Fatwa" menyatakan bahwa akad dalam Islam dibangun atas dasar mewujudkan keadilan dan menjauhkan penganiayaan. Harta seorang muslim yang lain tidak halal, kecuali dipindahkan haknya kepada yang disukainya. Keadilan dapat diketahui dengan akalnya, seperti pembeli wajib menyatakan harganya dan penjual menyerahkan barang jualannya kepada pembeli. Dilarang menipu, berkhianat, dan jika berhutang harus dilunasi. Jika kita mengadakan suatu perjanjian dalam suatu transaksi bisnis secara tidak tunai maka kita wajib melakukan hal-hal berikut: I% Menuliskan bentuk perjanjian (seperti adanya SP dan polis). I% Bentuk perjanjian harus jelas dimengerti oleh pihak-pihak yang bertransaksi (akad tadabuli atau akad takafuli). I% Adanya saksi dari kedua belah pihak. I% Para saksi harus cakap dan bersedia secara hukum jika suatu saat diminta kewajibannya. (Penulis simpulkan dari firman Allah SWT, surat al-Baqarah ayat 282).

Gharar (Ketidakjelasan) 

Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.

Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.

Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.

Page 3: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.  

Tabarru dan Tabungan

Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong.

Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).

Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.

 

Maisir (Judi) 

Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90,"Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."

Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena

Page 4: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.

Riba

Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.

Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim)

Dana Hangus 

Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.

Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).

Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk

Page 5: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.

Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah

Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem aqilah pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam makalahnya mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi kesepakatan dari anggota untuk bersama -sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.

Dewan Pengawas Syariah 

Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari segi operational perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam Struktur oraganisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.

Itulah beberapa hal yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Apabila dilihat dari sisi perbedaannya, baik dari sisi ekonomi, kemanuasiaan atau syariahnya, maka sistem asuransi syariah adalah yang terbaik dari seluruh sistem asuransi yang ada.

Sumber: Proteksi, No.184/Mei 2006/Tahun XXVII

Mengenal Konsep Dasar Asuransi Syariah

Pengantar:

Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN ini mengunjungi pembaca setiap hari Jumat. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis. Pembaca dapat mengirimkan pertanyaan atau berkonsultasi

Page 6: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

seputar masalah-masalah perencanaan keuangan. Pertanyaan dapat dikirim lewat email: [email protected], Faksimile Redaksi Sinar Harapan (021) 3912370, surat dialamatkan ke redaksi Sinar Harapan, Jalan Fachruddin No. 6, Jakarta 10250, dan bisa membuka di http://www.pembelajar.com/ISOL.

Indonesia merupakan Negara, dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam. Namun demikian, perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru berkembangn kurang lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi syariah yang dipelopori oleh PT Asuransi Takaful Indonesia yang berdiri pada tahun 1994. Setelah itu, asuransi berbasis syariah mulai digarap oleh beberapa perusahaan dengan pendirian divisi syariah. Dengan terus berkembangnya produk-produk berbasis syariah, maka kami melihat pentingnya untuk memperkenalkan secara khusus produk asuransi syariah.Sebelum masuk prinsip-prinsip dan mekanisme produk tersebut, banyak kalangan muslim yang beranggapan bahwa berasuransi adalah haram. Apakah benar? Ikut pembahasannya dibawah ini.

Asuransi Tidak Islami?Sebagian kalangan Islam beranggapan bahwa asuransi sama dengan menentang qodlo dan qadar atau bertentangan dengan takdir. Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman dalam surat Al Hasyr: 18, yang artinya“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha mengetahui apa yang engkau kerjakan”. Jelas sekali dalam ayat ini kita dipertintahkan untuk merencanakan apa yang akan kita perbuat untuk masa depan. Dalam Al Qur’an, surat Yusuf :43-49, Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapai kemungkinan yang buruk dimasa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja mesir tetang mimpinya kepada Nabi Yusuf. Dimana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah. Nabi Yusuf dalam hal ini menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapapi masa sulit tesebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan. Sangat jelas dalam ayat ini kita dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan meproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat diatas menyatakan bahwa berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sisitem proteksi yang dikenal dalam mekanisme asuransi.Jadi, jika sistem proteksi atau asuransi dibenarkan, pertanyaan selanjutnya adalah: apakah asuransi yang kita kenal sekarang (asuransi konvensional) telah memenuhi syarat-syarat lain dalam konsep muamalat secara Islami. Dalam mekanisme asuransi konvensional terutama asuransi jiwa, paling tidak ada tiga hal yang masih diharamkan oleh para ulama, yaitu: adanya unsur gharar (ketidak jelasan dana), unsur maisir (judi/ gambling) dan riba (bunga). Ketiga hal ini akan dijelaskan dalam penjelasaan rinci mengenai perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah.

Asuransi Konvensional dan SyariahAsuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional mempunyai tujuan sama yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah cara pengelolaannya pengelolaan risiko asuransi konvensional berupa transfer risiko dari para peserta kepada perusahaan asuransi (risk transfer) sedangkan asuransi jiwa syariah menganut azas tolong menolong dengan membagi risiko diantara peserta asuransi jiwa (risk sharing).

Page 7: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Selain perbedaan cara pengelolaan risiko, ada perbedaan cara mengelola unsur tabungan produk asuransi. Pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah menganut investasi syariah dan terbebas dari unsur ribawi.Secara rinci perbedaan antara asuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional dapat dilihat pada uraian berikut :

Kontrak atau Akad Kejelasan kontrak atau akad dalam praktik muamalah menjadi prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syariah. Demikian pula dengan kontrak antara peserta dengan perusahaan asuransi. Asuransi konvensional menerapkan kontrak yang dalam syariah disebut kontrak jual beli (tabaduli). Dalam kontrak ini harus memenuhi syarat-syarat kontrak jual-beli. Ketidakjelasaan persoalan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap usia peserta yang mana hanya Allah yang tau kapan kita meninggal mengakibatkan asuransi konvensional mengandung apa yang disebut gharar —ketidakjelasaan pada kontrak sehingga mengakibatkan akad pertukaran harta benda dalam asuransi konvensional dalam praktiknya cacat secara hukumSehingga dalam asuransi jiwa syariah kontrak yang digunakan bukan kontrak jual beli melainkan kontrak tolong menolong (takafuli). Jadi asuransi jiwa syariah menggunakan apa yang disebut sebagai kontrak tabarru yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan. Kontrak ini adalah alternatif uang sah dan dibenarkan dalam melepaskan diri dari praktik yang diharamkan pada asuransi konvensional.Tujuan dari dana tabarru’ ini adalah memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu dengan yang lain sesama peserta asuransi syariah apabila diantaranya ada yang terkena musibah. Oleh karenanya dana tabarru’ disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana bila terjadi risiko, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening dana tabarru’ yang sudah diniatkan oleh semua peserta untuk kepentingan tolong menolong.

Kontrak Al-MudharabahPenjelasan di atas, mengenai kontrak tabarru’ merupakan hibah yang dialokasikan bila terjadi musibah. Sedangkan unsur di dalam asuransi jiwa bisa juga berupa tabungan. Dalam asuransi jiwa syariah, tabungan atau investasi harus memenuhi syariah. Dalam hal ini, pola investasi bagi hasil adalah cirinya dimana perusahaan asuransi hanyalah pengelola dana yang terkumpul dari para peserta. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.Kontrak bagi hasil disepkati didepan sehingga bila terjadi keuntungan maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60:40, dimana peserta mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat 40 persen dari keuntungan.Dalam kaitannya dengan investasi, yang merupakan salah satu unsur dalam premi asuransi, harus memenuhi syariah Islam dimana tidak mengenal apa yang biasa disebut riba. Semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan mekanisme bunga. Dengan demikian asuransi konvensional susah untuk menghindari riba. Sedangkan asuransi syariah daolam berinvestasi harus menyimpan dananya ke berbagai investasi berdasarkan syariah Islam dengan sistem al-mudharabah.

Dana HangusPada asuransi konvensional dikenal dana hangus, dimana peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Begitu pula dengan asuransi jiwa konvensional non-saving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis msa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi.

Page 8: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Dalam konsep asuransi syariah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat diambil.Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola bagi hasil, misalkan 60:40 atau 70:30 sesuai dengan kesepakatan kontrak di muka. Dalam hal ini maka sangat mungkin premi yang dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat bergantung dengan tingkat investasi pada tahun tersebut.

Manfaat Asuransi SyariahAsuransi syariah dapat menjadi alterntif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hokum Islam. Produk ini juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah adil bagi mereka. Syariah adalah sebuah prinsip atau sistem yang ber-sifat universal dimana dapat dimanfaatkan oleh siapapun juga yang berminat.Demikianlah sekilas ulasan mengenai asuransi syariah. Semoga ulasan ini menambah wawasan dan pengetahuan anda.n 

 

 

 

Copyright © Sinar Harapan 2003

Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia

Munculnya asuransi syariah pertama kali di Indonesia tak lepas dari nama Asuransi Takaful, yang dibentuk oleh holding company PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) pada tahun 1994.

Terbentuknya Asuransi Takaful saat itu memperkuat keberadaan lembaga perbankan syariah yang sudah ada terlebih dahulu, yakni Bank Muamalat karena asumsinya Bank Muamalat juga membutuhkan lembaga asuransi yang dijalankan dengan prinsip yang sama.

Pembentukan awal Takaful disponsori oleh, Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, dan Asuransi Jiwa Tugu Mandiri. Saat itu para wakil dari tiga lembaga ini membentuk Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia atau TEPATI, yang dipimpin oleh direktur utama PT STI, Rahmat Saleh.

Sebagai langkah awal. Lima orang anggota TEPATI melakukan studi banding ke Malaysia pada September 1993. Malaysia memang merupakan negara ASEAN pertama yang menerapkan asuransi dengan prinsip syariah sejak tahun 1985. Di negara jiran ini, asuransi syariah dikelola oleh Syarikat Takafu Malaysia Sdn. Bhd.

Page 9: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Setelah berbagai persiapan dilakukan, di Jakarta digelar seminar nasional, dan berikutnya STI mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum. Secara resmi, PT Asuransi Takaful Keluarga didirikan pada 25 Agustus 1994, dengan modal disetor sebesar Rp 5 miliar. Sementara PT Asuransi Takaful Umum secara resmi didirikan pada 2 Juni 1995.

Setelah Asuransi Takaful Umum dibuka, selanjutnya sejumlah lembaga ikut mendirikan asuransi syariah, yakni Asuransi Syariah Mubarakah, Asuransi Jiwa Asih Great Eastern, MAA Life Insurance, Asuransi Bringin Jiwa Sejahtera, dan pada akhir 2002 didirikan cabang syariah Asuransi Tri Pakarta. Pada Maret tahun ini (2003) AJB Bumiputera 1912 juga akan mengembangkan asuransi syariah.

Persyaratan Pengurusan Izin Lembaga Keuangan Syariah

Dokumen yang dibutuhkan:

1. Aspek legal o Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariaho Persetujuan dari rapat umum pemegang sahamo Identitas pengurus seperti dari Dewan Pengawas Syariah, Unit Usaha

Asuransi Syariah setingkat divisi dan kantor unit syariah2. aspek operasional

o Business plan o Hasil analisis peluang pasar an potensi ekonomio Rencana kegiatan usahao Rencana kebutuhan pegawaio Proyeksi arus kas bulanan selama 12 bulano Proyeksi neraca dan perhitungan laba/rugio Manual operasionalo Manual produko Cadangan teknis (sesuai ketentuan undang-undang)o Sumber daya masyarakat yang dilengkapi sertifikat training, serta dari

tenaga ahli asuransi syariah3. Aspek syariah

o Penempatan dan tugas-tugas Dewan Pengawas Syariah

 

Prof Dr, Haid Hasanuddin AF, MA,

Anggota dewan syariah nasional MUI pusat,

Anggota komisi fatwa MUI pusat

Page 10: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Apa prinsip utama yang harus dijalankan oleh asuransi itu sehingga bisa disebut sebagai asuransi syariah?

Prinsip pertama itu yakni Takaful, yang berarti saling menanggung, lalu prinsip Ta’awwun yang berarti saling menolong, selanjutnya prinsip menghindari yang tidak sesuai dengan syariah. Yang harus dihindari itu yakni Riba atau bunga, lalu Maisir yang berarti bersifat gambling atau untung-untungan, dan selanjutnya Ghoror yang berarti ketidakjelasan, penipuan atau membeli kucing dalam karung. Hal yang harus dihindari yakni Zhulm atau zalim, yakni menghindari ada pihak yang dirugikan di salah satu pihak.

Dalam akad akan terlihat semuanya, dan ini menjadi prinsip utama.

Secara teknis apa perbedaan operasional dengan asuransi konvensional?

Perbedaannya bisa terlihat pada dua prinsip dasarnya, yakni pada bentuk akad. Cara akad yang diutamakan dalam Islam yakni Tabarru’, atau derma atau hibah, jadi premi yang diserahkan kepada perusahaan harus diniatkan sebagai Tabarru’. Sementara di asuransi konvensional, akad dalam menjual atau membeli polis adalah akad jual beli.

Pada asuransi syariah, premi adalah dana yang dihibahkan atau dengan kata lain adalah Tabarru’ untuk Ta’awwun peserta lainnya. Sehingga di sini terjadi tindakan saling menanggung. Sejak awal premi diniatkan sebagai Tabarru’.

Selanjutnya pada operasional juga terlihat perbedaan, dalam asuransi syariah pengawasan dilakukan oleh Dewan Syariah, karena perusahaan hanya sebagai pemegang amanah dari nasabah untuk dikelola. Sedangkan di konvensional tak ada pengawasan penggunaan dana nasabah karena dana premi dinilai milik perusahaan.

Ir. H Adiwarman A Karim SE, MBA,

Presdir Karim business consulting

Untuk membuktikan bahwa munculnya perusahaan asuransi berlandaskan syariah sebagai market driven, atau muncul atas adanya permintaan dari masyarakat, perusahaan konsultan lembaga keuangan syariah Karim Business Consulting (KBC), melakukan riset terhadap 58 perusahaan asuransi di Indonesia.

Dalam risetnya, perusahaan yang membuka divisi syariah dibagi menjadi beberapa kelompok, yakni bank yang membuka usaha syariah seperti Bank BNI, yang memiliki asuransi Tri Pakarta, dan Muamalat dengan produk asuransi Takaful. Kelompok kedua adalah perusahaan asuransi lokal dengan core business asuransi non syariah, yang melihat keinginan pasar. Kelompok selanjutnya adalah perusahaan asing, yang di negara asalnya juga mengeluarkan syariah, atau yang

Page 11: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

melihat bahwa syariah memiliki potential market yang besar. Perusahaan yang masuk kelompok ini misalnya Great Estern di Malaysia.

Lewat riset yang dilakukannya, KBC, seperti dikemukakan oleh Presdirnya, Ir. H Adiwarman A Karim SE, MBA, disimpulkan bahwa pada tahun 2003 ini usaha asuransi akan diramaikan dengan asuransi syariah atau divisi syariah. "Kita perkirakan pada tahun 2003 akan booming", ujarnya.

Dalam risetnya, KBC meneliti tiga kelompok nasabah asuransi, yakni Conventional loyalist, orang-orang yang loyal pada sistem asuransi konvensional, yang tidak mungkin bisa dibujuk dengan cara apapun untuk mengalihkan preminya ke asuransi syariah.

Kelompok berikutnya adalah Sharia loyalist, orang-orang yang sampai saat ini tidak mau membeli asuransi karena alasan syariah. "tanpa diiming-imingi tentang asuransi syariah, pasti mereka akan ikut. Tapi jumlah mereka kecil", kata Adiwarman.

Kelompok berikutnya yang merupakan market terbesar adalah kelompok variety seeking behavior market. Mereka adalah kelompok yang biasa membeli produk unit link., usia antara 35-55 tahun, memiliki cash flow sendiri, dan tertarik dengan program asuransi yang mempunya side benefit.

Di dalam kelompok variety seeking behavior, masih terdapat kelompok kecil Young ethical conscious market. Mereka adalah kelas pekerja berusia anatara 25-35 tahun, yang tidak terlalu fokus pada pendapatan hasil investasi, namun cukup semangat untuk mengembangkan asuransi syariah. Kelompok kecil ini memiliki potential switching atau potensi pengalihan premi ke syariah 1,0 -/-. Artinya selama asuransi syariah bisa memberika sama paling tidak dengan asuransi konvensional, mereka dipastikan akan beralih.

Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan terhadap 58 perusahaan, berhasil diketahui potential switching dari kelompok variety seeking behavior, yakni berkisar dari minimal 5% hingga maksimal 20%. Artinya mereka mau memindahkan 5% hingga 20% dari total premi yang mereka bayarkan ke asuransi syariah.

Kendati tidak semua perusahaan bisa diperoleh perkiraan karakteristik nasabahnya, namun dari perhitungan kasar tadi diperoleh potential premi bruto tiap perusahaan, maka potensial premi yang bisa dialihkan untuk produk syariah adalah sebesar Rp 966,6 miliar.

Jika potensi ini ditambah dari kalangan Young ethical market yang jika dihitung-hitung potensial switchingnya bisa mencapai Rp102 miliar, serta dari pasar sharia loyalist yang potensial switchingnya bisa mencapai Rp 107,625 miliar, maka

Page 12: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

potensi premi yang bisa diraih oleh perusahaan asuransi syariah adalah sebesar Rp 1.176 triliun.

"Jika kita lihat dari angka-angka ini. Ya jelas perusahaan-perusahaan asuransi mau buka asuransi syariah. Karena pasar variety seeeking behavior yang dibidik. Kalau selama ini Takaful dan Mubarakah (pasarnya) kecil, karena mereka bermain di pasar loyalis dan young ethical", ujar Adiwarman.

Ia meramalkan, pada tahun-tahun mendatang, syariah hanya akan menjadi sub tema, dan hanya menjadi swetener. "kalau syariah menjadi main theme, maka anda hanya akan bermain di pasar loyalis", tambah Adiwarman

Karakteristik dan Keistimewaan Asuransi Islam:             AgustiantoKarakter pertama, terletak pada perbedaan sistem yang paling mendasar antara asuransi Islam dengan sistem asuransi konvensional. Sebagaimana diketahui, asuransi konvensional hanya mengenal atau memberlakukan klaim dari pemegang polis, misalnya kecelakaan, kematian atau hal-hal yang tidak diinginkan dan semua itu sudah tertulis kesepakatannya dalam akad. Konsekwensinya, jika pemegang polis tidak tertimpa musibah, semasa akad masih berlangsung, maka pemegang polis tidak dapat mengklaimnya. Sistem ini mengundang pemegang polis yang nakal dengan menyiasati untuk mendapatkan klaim yang besar dibanding dana yang telah diasuransikan. Penyiasatan ini mengiring rekayasa tertentu, seperti upaya pembakaran bahkan membunuh meski tidak dilakukan secara langsung oleh pemegang polis.            Praktek rekayasa tersebut merupakan tindakan kriminal yang berarti melanggar hukum, bahkan sangat menodai harkat dan martabat manusia. Sebab korban yang menderita, bukan hanya perusahaan asuransi, tetapi juga anggota masyarakat yang mungkin tidak pernah berhubungan dengan lembaga asuransi.            Sementara, jika jenis produk asuransinya tidak terkait dengan peristiwa seperti kematian, kebakaran, kecelakaan atau musibah, maka pemegang polis asuransi konvensional, juga tidak dapat menikmati pengembalian dana kewajibannya selama belum melewati waktu-waktu yang telah ditentukan. Juga, jika pemegang polis tidak dapat meneruskan kewajibannya, maka dana yang telah disetorkan menjadi hangus.            Prinsip dasar asuransi konvensional tersebut, jelas berbeda dengan asuransi  syari’ah. Prinsip dasar asuransi takaful syari’ah berangkat dari sebuah filosofi bahwa manusia berasal dari satu keturunan, Adam dan Hawa. Dengan demikian, manusia pada hakikatnya merupakan keluarga besar. Untuk dapat meraih kehidupan bersama, sesama manusia harus tolong menolong (ta’awun) dan saling berbuat kebajikan (tabarru) dan saling menanggung (takaful). Prinsip ini merupakan dasar pijakan bagi kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Dari pijakan filosofis ini, setidaknya ada tiga prinsip dasar dalam asuransi syari’ah, yaitu saling bertanggung jawab, saling bekerja sama dan saling melindungi penderitaan satu sama lain.            Dengan filosifi  tersebut, asuransi  Islam menggariskan keuntungan yang sangat berbeda dengan asuransi konvensional, yaitu, pemegang polis diposisikan sebagai penabung, maka secara hukum, dana yang diasuransikan, sama dengan tabungannya juga. Dengan posisinya sebagai tabungan, maka ada dua keuntungan yang dapat dipetik langsung. Pertama, dana asuransi

Page 13: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Islam bagi masing-masing pemegang polis akan mendapat nilai tambahan. Nilai tambahan ini bukan bunga, tetapi bagi hasil dari sistem mudharabah yang merupakan manfaat finansial atas kebijakan kerjasama asuransi syari’ah dengan bank syari’ah.            Dalam hal ini, pihak asuransi syari’ah, menitipkan dana para pemegang polis sebagai instrumen investasi yang dikelola lembaga keuangan syari’ah, misalnya Bank syari’ah atau reksa dana syari’ah.            Untuk konteks ini premi yang dimaksud adalah premi tabungan. Sementara dalam sistem Bank Syari’ah terdapat ketentuan bahwa siapapun yang ikut serta dalam proyek usaha, ia akan mendapatkan bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh dari kerjasama itu. Karena itu para pemegang polis, berhak menikmati bagian keuntungan yang dicapai Bank Syari’ah.            Jika kita telaah penambahan dana asuransi yang dinikmati para pemegang polis, merupakan buah nyata kebijakan kemitraan atau kerjasama antara Asuransi Syari’ah dan Bank Syari’’ah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan Asuransi Syari’ah.

            Dalam hal ini kita dapat bertanya secara komparatif antara asuransi konvensional

dengan asuransi syari’ah. Pernahkah terjadi dana asuransi bertambah nilainya. Hanya

diasuransi syari’ah yang bakal terjadi. Asuransi lainnya jelas tidak sama sekali.

            Keunggulan kedua, bahwa pemegang polis sewaktu-waktu, karena alasan tertentu

tak dapat melanjutkan hubungan dengan lembaga asuransi syari’ah, sehingga secara

sepihak ia memutuskan hubungan dengan pihak asuransi syari’ah. Pemutusan hubungan

ini tidak menyebabkan dananya hangus. Ia sebagai pemegang polis, berhak dan wajib

hukumnya untuk mendapatkan kembali dana yang diasuransikan. Memang tidak

seutuhnya (100%) dana yang telah diasuransikan itu, akan dikembalikan. Sebab dana

pemegang polis akan dikurangi dana tabarru (dana kebijakan). Dan harus dicatat pula,

bahwa pemegang polis tetap mendapatkan dana tambahan dari bagi hasil premi yang

telah disetornya. Meski terjadi sedikit pengurangan, tapi, pengembalian itu jauh lebih

baik dari sistem asuransi konvensional yang menghanguskan secara total dana pemegang

polis.

Selanjutnya penting dicatat, bahwa praktik asurasi Islam terbebas dari praktik-praktik yang diharamkan. Paling tidak ada 3 (tiga) hal yang diharamkan oleh  pada praktek bisnis asuransi konvensional. Ketiganya dihilangkan dari asuransi Islam.Pertama, unsur gharar (yaitu ketidak jelasan dan ketidak transparanan). Masalah yang diutamakan dalam kegiatan bisnis adalah akad yang digunakan. Akad tersebut harus bebas dari gharar (ketidakjelasan). Padahal Islam sangat menekankan kejelasan akad dalam praktek mu’amalah dan menjadi prinsip utama,  karena akan menentukan sah atau tidaknya secara Syari’ah. Dalam praktik asuransi non syari’ah, aspek gharar sangat jelas sekali, karena jika terjadi klaim, dana yang diterima nasabah seringkali lebih besar dari dana premi yang disetornya. Dalam akad di awal tidak jelas berapa premi yang harus disetor

Page 14: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

dan berapa dana yang harus diterima. Begitu juga kejelasan dan ketransparanan ke mana dana peserta diinfestasikan akan menjadi prinsip. Karena akan menentukan halal  atau haramnya perolehan keuntungan investasi peserta. Sedangkan pada praktek asuransi syari’ah kejelasan dan ketransparanan aqad ini menjadi hal utama.Kedua, adanya unsur maisir (untung-untungan/ judi/ spekulasi). Kezaliman akan muncul misalnya; jika saat peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran polisnya karena sesuatu hal. Di satu sisi tidak punya dana untuk melanjutkan dan di sisi lain jika mengundurkan diri maka dana yang terlanjur dibayar akan hangus. Pada praktek Asuransi Syari’ah; hal tersebut diatas tidak dikenal. Peserta dapat menarik dananya kapan saja peserta menghendakinya; jika memang peserta tak sanggup melanjutkan perjanjiannya.Ketiga, adanya unsur riba (bunga). Praktek investasi pada asuransi konvensional melakukannya dengan mekanisme bunga dan penyaluran dana investasi peserta dilakukan kemana yang diinginkan oleh perusahaan asuransi. Tidak melihat apakah lembaga saluran investasi itu boleh atau tidak dalam ajaran Islam. Sedangkan pada asuransi syari’ah; investasinya harus sesuai dengan prinsip syari’ah, jelas halal atau haramnya bidang usaha investasinya; dan menggunakan konsep mudharobah (bagi hasil) dalam pembagian keuntungan investasinya. Keistimewaan khusus yang dimiliki oleh Asuransi syari’ah adalah diterapkannya konsep risk Sharing, dimana setiap surplus yang diterima oleh perusahaan sepenuhnya milik peserta dan pada prakteknya surplus ini dibagi dengan perusahaan asuransi syari’ah.Sebagai contoh sederhana misalnya: Andaikan saja seluruh Gedung Universitas Indonesia ini diasuransikan dalam program asuransi kebakaran pada asuransi syari’ah. Misalnya preminya mencapai Rp 50.000.000 per tahun. Dan ternyata dalam masa perjanjian 1 (satu) tahun; tidak terjadi resiko apapun maka akan ada surplus yang akan dikembalikan kepada pihak Universitas Indonesia dengan melalui skema mudharabah (bagi hasil).   

HUKUM ASURANSI MENURUT   ISLAM

 

Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.

Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi.

Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain:

Page 15: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

A. Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda

B. Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan

ASURANSI KONVENSIONAL

A. Ciri-ciri Asuransi konvensional Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah:

Akad asurab si konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah keawajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi perietiwa yang diasuransikan.

Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.

Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.

Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung,

B. Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.

Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)

“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)

“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)

Page 16: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.

Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:

I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:

Asuransi sama dengan judi Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti. Asuransi mengandung unsur riba/renten. Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa

melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.

Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan

mendahului takdir Allah.

II. Asuransi konvensional diperbolehkan

Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:

Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak. Saling menguntungkan kedua belah pihak. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang

terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.

Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil) Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).

Page 17: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan

Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).

Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).

Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.

Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.

Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam.

Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:

“Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu.” (HR. Ahmad)

Asuransi syariah

A. Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah

Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”

Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram

hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.

Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah.

Page 18: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.

Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.

Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.

B. Ciri-ciri asuransi syari’ah Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah Sbb:

Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.

Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).

Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.

Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

C. Manfaat asuransi syariah. Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu:

Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong

menolong. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat. Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian

yang diderita satu pihak. Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan

pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.

Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.

Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.

Page 19: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja).

Perbandingan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.

A. Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah. Jika diamati dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah, diantaranya sbb:

Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing- masing pihak. Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus) Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.

B. Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal.

Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.

Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).

Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.

Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.

Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.

Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.

Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar’i yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi kaum

Page 20: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.

Oleh karena itu hendaklah kaum muslimin menjauhi dari bermuamalah yang menggunakan model-model asuransi yang menyimpang tersebut, serta menggantinya dengan asuransi yang senafas dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah dijelaskan oleh syariat Islam seperti bentuk-bentuk asuransi syariah yang telah kami paparkan di muka.

Selanjutnya, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah Wal Ifta [Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa Saudi Arabia] mengeluarkan fatwa sebagai berikut :

“Asuransi ada dua macam. Majlis Hai’ah Kibaril Ulama telah mengkajinya sejak beberapa tahun yang lalu dan telah mengeluarkan keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik bagian yang dibolehkannya saja tanpa memperhatikan yang haramnya, atau menggunakan lisensi boleh untuk praktek yang haram sehingga masalahnya menjadi tidak jelas bagi sebagian orang.

Asuransi kerjasama (jaminan sosial) yang dibolehkan, seperti ; sekelompok orang membayarkan uang sejumlah tertentu untuk shadaqah atau membangun masjid atau membantu kaum fakir. Banyak orang yang mengambil istilah ini dan menjadikannya alasan untuk asuransi komersil. Ini kesalahan mereka dan pengelabuan terhadap manusia.

Contoh asuransi komersil : Seseorang mengasuransikan mobilnya atau barang lainnya yang merupakan barang import dengan biaya sekian dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa sehingga uang yang telah dibayarkan itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini termasuk judi yang tercakup dalam firman Allah Ta’ala “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan” [Al-Maidah : 90]

Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan bersama/jaminan social) adalah sejumlah uang tertentu yang dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk kepentingan syar’i, seperti ; membantu kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.

Berikut ini kami cantumkan untuk para pembaca naskah fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa) tentang asuransi kerjasama (jaminan bersama).

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.

Telah dikeluarkan keputusan dari Ha’iah Kibaril Ulama tentang haramnya asuransi komersil dengan semua jenisnya karena mengandung madharat dan bahaya yang besar

Page 21: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

serta merupakan tindak memakan harta orang lain dengan cara perolehan yang batil, yang mana hal tersebut telah diharamkan oleh syariat yang suci dan dilarang keras.

Lain dari itu, Hai’ah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan keputusan tentang bolehnya jaminan kerjasama (asuransi kerjasama) yaitu terdiri dari sumbangan-sumbangan donatur dengan maksud membantu orang-orang yang membutuhkan dan tidak kembali kepada anggota (para donatur tersebut), tidak modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang diharapkan anggota adalah pahala Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma'idah : 2]

Dan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Dan Allah akan menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Du'at wat Taubah 2699]

Ini sudah cukup jelas dan tidak ada yang samar.

Tapi akhir-akhir ini sebagian perusahaan menyamarkan kepada orang-orang dan memutar balikkan hakekat, yang mana mereka menamakan asuransi komersil yang haram dengan sebutan jaminan sosial yang dinisbatkan kepada fatwa yang membolehkannya dari Ha’iah Kibaril Ulama. Hal ini untuk memperdayai orang lain dan memajukan perusahaan mereka. Padahal Ha’iah Kibaril Ulama sama sekali terlepas dari praktek tersebut, karena keputusannya jelas-jelas membedakan antara asuransi komersil dan asuransi sosial (bantuan). Pengubahan nama itu sendiri tidak merubah hakekatnya.

Keterangan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan penjelasan bagi orang-orang dan membongkar penyamaran serta mengungkap kebohongan dan kepura-puraan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabat.

[Bayan Min Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta Haula At-Ta'min At-Tijari wat Ta'min At-Ta'awuni]“.

Kemudian, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin berpendapat sebagai berikut :

“Asuransi konvensional tidak boleh hukumnya berdasarkan syari’at, dalilnya adalah firmanNya “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil” [Al-Baqarah : 188]

Dalam hal ini, perusahaan tersebut telah memakan harta-harta para pengasuransi (polis) tanpa cara yang haq, sebab (biasanya) salah seorang dari mereka membayar sejumlah uang per bulan dengan total yang bisa jadi mencapai puluhan ribu padahal

Page 22: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

selama sepanjang tahun, dia tidak begitu memerlukan servis namun meskipun begitu, hartanya tersebut tidak dikembalikan kepadanya.

Sebaliknya pula, sebagian mereka bisa jadi membayar dengan sedikit uang, lalu terjadi kecelakaan terhadap dirinya sehingga membebani perusahaan secara berkali-kali lipat dari jumlah uang yang telah dibayarnya tersebut. Dengan begitu, dia telah membebankan harta perusahaan tanpa cara yang haq.

Hal lainnya, mayoritas mereka yang telah membayar asuransi (fee) kepada perusahaan suka bertindak ceroboh (tidak berhati-hati terhadap keselamatan diri), mengendarai kendaraan secara penuh resiko dan bisa saja mengalami kecelakaan namun mereka cepat-cepat mengatakan, “Sesungguhnya perusahaan itu kuat (finansialnya), dan barangkali bisa membayar ganti rugi atas kecelakaan yang terjadi”. Tentunya hal ini berbahaya terhadap (kehidupan) para penduduk karena akan semakin banyaknya kecelakaan dan angka kematian.

[Al-Lu'lu'ul Makin Min Fatawa Ibn Jibrin, hal 190-191]“

Referensi: 1. Al-Quran AL-karim. 2. Al-fiqh al-Islamy wa adillatuhu, DR. Wahbah Azzuhaily. 3. Al-Islam wal manahij al-Islamiyah, Moh. Al Gozali. 4. Asuransi dalam hukum Islam, Dr. Husain Hamid Hisan. 5. Majalah al- buhuts al- Islamiyah, kumpulan ulama-ulama besar pada lembaga riset, Fatwa, dan dakwah. 6. Masail al-fiqhiyah, zakat, pajak, asuransi dan lembaga keuangan, M. Ali Hasan. 7. Halal dan haram, DR. Muhammad Yusuf al-Qordhowi. 8. Riba wa muamalat masrofiyah, DR. Umar bin Abdul Aziz al-Mutrik. 9. Riba wa adhroruhu ala al mujtama’, DR. Salim Segaf al-Djufri. 10. Masail diniyah keputusan musyawarah nasional Alim ulama NU, bandar lampung, 16-20 Rajab/ 25 januari 1992 M, 11.Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq

Perasuransian dan Hukum Asuransi dalam Islam (Bagian ke-1) Fiqih Kontemporer25/1/2010 | 08 Shafar 1431 H | Hits: 2.968Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo

Page 23: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Suasana di sebuah Kantor Asuransi (kontan.co.id/daniel)

dakwatuna.com – Dalam prinsip syariah hukum-hukum muamalah (transaksi bisnis) adalah bersifat terbuka, artinya Allah SWT dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi ulama mujtahid untuk mengembangkannya melalui pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an maupun Hadits tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa asuransi hukumnya haram, karena ternyata dalam hukum Islam memuat substansi perasuransian secara Islami sebagai dasar operasional asuransi syariah.

Hakikat asuransi secara syariah adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama atau bantu-membantu dan saling menanggung penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu berasuransi diperbolehkan secara syariah, karena prinsip-prinsip dasar syariah mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat keeratan jalinan sesama manusia dan kepada sesuatu yang meringankan bencana mereka sebagaimana firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 2 yang artinya:“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

Prinsip asuransi syariah yang menekankan pada semangat kebersamaan dan tolong-menolong (ta’awun). Semangat asuransi syariah menginginkan berdirinya sebuah masyarakat mandiri yang tegak di atas asas saling membantu dan saling menopang, karena setiap muslim terhadap muslim yang lainnya sebagaimana sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian yang lain. Dalam model asuransi ini tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan batil (aklu amwalinnas bilbathil), karena apa yang telah diberikan adalah semata-mata sedekah dari hasil harta yang dikumpulkan. Selain itu keberadaan asuransi syariah akan membawa kemajuan dan kesejahteraan kepada perekonomian umat.

Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah berpegang pada pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yaitu Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah di samping Fatwa DSN-MUI yang paling terkini yang terkait dengan

Page 24: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

akad perjanjian asuransi syariah yaitu Fatwa No.51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah.

Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan asuransi syariah yaitu:

1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/ KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Peraturan inilah yang dapat dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syariah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa ”Setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah…” Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 3-4 mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah, Pasal 32 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional, dan Pasal 33 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/ KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

3. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep. 4499/ LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

Dalam konsep syariah (hukum) Islam terdapat suatu terminologi yang membedakan hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah) di satu sisi dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannaas) dan lingkungan sekitarnya (hablum minal alam) di sisi lainnya [1]. Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan seperti peribadatan misalnya adalah bersifat limitatif artinya tidak dimungkinkan bagi manusia untuk mengembangkannya.

Sedangkan hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan lingkungan alam di sekitarnya adalah bersifat terbuka, artinya Allah SWT dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi kalangan ulama mujtahid untuk mengembangkan melalui pemikirannya. Lapangan kehidupan ekonomi termasuk di dalamnya usaha perasuransian, digolongkan dalam hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yang disebut dengan hukum muamalah, oleh karena itu bersifat terbuka dalam pengembangannya.

Page 25: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda assurantie (asuransi), yang dalam hukum Belanda disebut dan verzekering yang artinya pertanggungan. Dalam bahasa Inggris, asuransi disebut insurance bermakna asuransi juga jaminan, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Bila merujuk kepada Bahasa Arab, padanan kata Asuransi adalah تأمين (ta’min).

Pengertian asuransi dalam konteks usaha perasuransian menurut syariah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Di antara keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator dan intermediasi hubungan struktural antara peserta penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima pembayaran klaim (tertanggung). Secara umum asuransi Islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunah [2].

Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat beberapa istilah, antara lain takaful (bahasa Arab), ta’min (bahasa Arab) dan Islamic insurance (bahasa Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain yang mengandung makna pertanggungan atau saling menanggung. Namun dalam prakteknya istilah yang paling populer digunakan sebagai istilah lain dari asuransi dan juga paling banyak digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah istilah takaful. Istilah takaful ini pertama kali digunakan oleh Dar Al Mal Al Islami, sebuah perusahaan asuransi Islam di Geneva yang berdiri pada tahun 1983.

Istilah takaful dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-yatakafalu-takaful yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Kata takaful tidak dijumpai dalam Al-Qur’an, namun demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti misalnya dalam QS. Thaha (20): 40 “… hal adullukum ‘ala man yakfuluhu…”. Yang artinya ”… bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya (menanggungnya)?…”

Apabila kita memasukkan asuransi takaful ke dalam lapangan kehidupan muamalah, maka takaful dalam pengertian muamalah mengandung arti yaitu saling menanggung risiko di antara sesama manusia sehingga di antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko masing-masing. Dengan demikian, gagasan mengenai asuransi takaful berkaitan dengan unsur saling menanggung risiko di antara para peserta asuransi, di mana peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya.

Tanggung-menanggung risiko tersebut dilakukan atas dasar kebersamaan saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung risiko tersebut [3]. Perusahaan asuransi takaful hanya bertindak sebagai fasilitator dan mediator proses saling menanggung di antara para peserta asuransi. Hal inilah salah satu yang membedakan antara asuransi takaful dengan

Page 26: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

asuransi konvensional, di mana dalam asuransi konvensional terjadi saling menanggung antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi.

Perkembangan Asuransi Syariah

Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang ini sesungguhnya belum dikenal pada periode awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan secara apriori bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal pada periode awal Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan sistem ’aqilah. Sistem tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW Kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau pada masa periode awal Islam sistem tersebut dipraktekkan di antara kaum Muhajirin dan Anshar. Sistem ’aqilah adalah sistem menghimpun para anggota keluarga besar untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “kanz”. Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba sahaya.

Kemunculan usaha perasuransian syariah tidak dapat dilepaskan dari keberadaan usaha perasuransian konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujudnya usaha perasuransian syariah, terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama berkembang. Jika ditinjau dari segi hukum perikatan Islam asuransi konvensional hukumnya haram. Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi/gambling) dan riba (bunga). Pendapat ini disepakati oleh banyak ulama terkenal dunia seperti Yusuf al-Qaradhawi, Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Bakhil al-Muth’i, Abdul Wahab Khalaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa, dan Muhammad Nejatullah Siddiqi. Namun demikian, karena alasan kemaslahatan atau kepentingan umum sebagian dari mereka membolehkan untuk sementara belum ada alternatif yang sesuai syariah beroperasinya asuransi konvensional [4].

Di Malaysia, pernyataan bahwa asuransi konvensional hukumnya haram diumumkan pada tanggal 15 Juni 1972 di mana Jawatan Kuasa Fatwa Malaysia mengeluarkan keputusan bahwa praktik asuransi jiwa di Malaysia hukumnya menurut Islam adalah haram. Selain itu Jawatan Kuasa Kecil Malaysia dalam kertas kerjanya yang berjudul ”Ke Arah Insurans Secara Islami di Malaysia” menyatakan bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran Islam [5].

Dalam rangka pengembangan perekonomian umat jangka panjang, masyarakat muslim perlu konsisten mengaplikasikan prinsip-prinsip perniagaan syariah berdasarkan nash-nash (teks-teks dalil agama) yang jelas atau pendapat para pakar ekonomi Islam. Untuk itu usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah merupakan lembaga ekonomi syariah yang dapat membawa umat Islam ke arah kemakmuran patut diwujudkan dan merupakan sebuah keniscayaan.

Page 27: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Berdasarkan pemikiran bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah haram, maka kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam tersebut di atas yaitu gharar, maisir dan riba. Berdasarkan hasil analisis terhadap hukum (syariat) Islam dapat disimpulkan bahwa di dalam ajaran Islam termuat substansi perasuransian. Asuransi yang termuat dalam substansi hukum Islam tersebut ternyata dapat menghindarkan prinsip operasional asuransi dari unsur gharar, maisir dan riba.

Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan vang diperoleh melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang menjalankan usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah. Perusahaan yang mewujudkan asuransi syariah ini bukan saja perusahaan yang dimiliki orang Islam, namun juga berbagai perusahaan milik non-muslim serta ada yang secara induk perusahaan berbasis konvensional ikut terjun usaha memberikan layanan asuransi syariah dengan membuka kantor cabang dan divisi syariah.

Seiring dengan bergulirnya waktu dan ijtihad para pemerhati ekonomi Islam secara kontinyu, akhirnya mereka sampai kepada sebuah konsep yang dapat disepakati bersama serta menjadi acuan perasuransian syariah di dunia. Konsep tersebut populer dengan nama asuransi mutual, kerja sama (ta’awuni), atau takmin ta’awuni. Konsep Asuransi Ta’awuni merupakan rekomendasi fatwa Muktamar Ekonomi Islam yang bersidang kali pertama tahun 1976 M di Mekah. Peserta hampir 200 orang dari kalangan ulama. Kemudian dikuatkan lagi dalam sidang Majma’ Fiqh Islami ‘Alami (Lembaga Fiqih Dunia) pada 21 Desember 1985 di Jeddah yang memutuskan pengharaman Asuransi Jenis Perniagaan (Komersial). Majma’ Fiqih juga secara ijma’ mengharuskan dioperasikannya usaha perasuransian jenis kerja sama (ta’awuni) sebagai alternatif menggantikan jenis asuransi konvensional serta menyerukan umat Islam dunia menggunakan asuransi ta’awuni [6]. Dalam rangka menindaklanjuti fatwa tersebut dan kebutuhan umat terhadap asuransi berdasarkan hukum Islam, Pada dekade 70-an di beberapa negara Islam atau di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam. Pada tahun 1979 Faisal Islamic Bank of Sudan memprakarsai berdirinya perusahaan asuransi syariah Islamic Insurance Co. Ltd. di Sudan dan Islamic Insurance Co. Ltd. di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diikuti oleh berdirinya Dar al-Mal al-Islami di Geneva, Swiss dan Takaful Islami di Luxemburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas dan al-Takaful al-Islami di Bahrain pada tahun 1983. Di Malaysia, Syarikat Takaful Sendirian Berhad berdiri pada tahun 1984 [7]. Selanjutnya diikuti oleh negara-negara lain seperti Bahrain, UAE, Brunei, Singapura, dan Indonesia.

Di Indonesia, Asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga pada tahun 1994 dan PT Asuransi Takaful Umum pada tahun 1995. Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syariah sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya takaful dan makin kuat setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Dengan beroperasinya Bank-bank Syariah dirasakan kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang

Page 28: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

berdasarkan syariah pula. Berdasarkan pemikiran tersebut Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) pada tanggal 27 Juli 1993 melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian asuransi takaful [8].

Saat ini perusahaan asuransi yang benar-benar secara penuh beroperasi sebagai perusahaan asuransi syariah ada tiga, yaitu Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful Umum, dan Asuransi Mubarakah. Selain itu ada beberapa perusahaan asuransi konvensional yang membuka cabang syariah di antaranya seperti Prudential Syariah, MAA, Great Eastern, Tripakarta, Beringin Life, Bumiputra, Dharmala, dan Jasindo.

– Bersambung

Catatan Kaki:

[1] Lihat Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, cet. 7, PT RajaGrafmdo Persada, Jakarta 1999, hlm. 31

[2] H. A. Djajuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonamian Umat (Sebuah Pengenalan), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 120.

[3] Rahmat Husein, Asuransi Takaful Selayang Pandang dalam Wawasan Islam dan Ekonomi, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta, 1997, hlm. 234.

[4] Jafril Khalil, Asuransi Syariah dalam Perspektif Ekonomi: Sebuah Tinjauan, Jurnal Hukum Bisnis Volume 22, Nomor 2 Tahun 2003, hlm. 46.

[5] Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Usaha Kami, Depok, 1996, hlm. 230.

[6] Wabbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al- Islami wa Adillatuhu, Darul Fikr, Damaskus, 1984, hlm. 5/3423

[7] M. Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam (Islamic Economics, Theory and Practice), Diterjemahkan oleh M. Nastangin, PT Dana Bhakti,Wakaf, Yogyakarta, 1997, hlm. 305.

[9] Training & Development Department, Basic Training Modul 2002, Training & Development Department Asuransi Syariah Takaful, Jakarta, 2002, hlm. 20.

Mengenal Konsep Dasar Asuransi Syariah

Page 29: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Pengantar:Indonesia merupakan Negara, di mana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam. Namun demikian, perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru berkembangn kurang lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi syariah yang dipelopori oleh PT Asuransi Takaful Indonesia yang berdiri pada tahun 1994.

Setelah itu, asuransi berbasis syariah mulai digarap oleh beberapa perusahaan dengan pendirian divisi syariah. Dengan terus berkembangnya produk-produk berbasis syariah, maka kami melihat pentingnya untuk memperkenalkan secara khusus produk asuransi syariah.

Sebelum masuk prinsip-prinsip dan mekanisme produk tersebut, banyak kalangan muslim yang beranggapan bahwa berasuransi adalah haram. Apakah benar? Ikut pembahasannya dibawah ini.

Asuransi Tidak Islami?Sebagian kalangan Islam beranggapan bahwa asuransi sama dengan menentang qodlo dan qadar atau bertentangan dengan takdir. Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman dalam surat Al Hasyr: 18, yang artinya "Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha mengetahui apa yang engkau kerjakan". Jelas sekali dalam ayat ini kita dipertintahkan untuk merencanakan apa yang akan kita perbuat untuk masa depan.

Dalam Al Qur'an, surat Yusuf :43-49, Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapai kemungkinan yang buruk di masa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja Mesir tetang mimpinya kepada Nabi Yusuf. Di mana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah.

Nabi Yusuf dalam hal ini menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapi masa sulit tersebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan.

Sangat jelas dalam ayat ini kita dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan meproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat diatas menyatakan bahwa berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sisitem proteksi yang dikenal dalam mekanisme asuransi.

Page 30: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

Jadi, jika sistem proteksi atau asuransi dibenarkan, pertanyaan selanjutnya adalah: apakah asuransi yang kita kenal sekarang (asuransi konvensional) telah memenuhi syarat-syarat lain dalam konsep muamalat secara Islami. Dalam mekanisme asuransi konvensional terutama asuransi jiwa, paling tidak ada tiga hal yang masih diharamkan oleh para ulama, yaitu: adanya unsur gharar (ketidakjelasan dana), unsur maisir (judi/ gambling) dan riba (bunga). Ketiga hal ini akan dijelaskan dalam penjelasaan rinci mengenai perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah.

Asuransi Konvensional dan SyariahAsuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional mempunyai tujuan sama yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah cara pengelolaannya pengelolaan risiko asuransi konvensional berupa transfer risiko dari para peserta kepada perusahaan asuransi (risk transfer) sedangkan asuransi jiwa syariah menganut azas tolong menolong dengan membagi risiko diantara peserta asuransi jiwa (risk sharing).

Selain perbedaan cara pengelolaan risiko, ada perbedaan cara mengelola unsur tabungan produk asuransi. Pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah menganut investasi syariah dan terbebas dari unsur ribawi.

Secara rinci perbedaan antara asuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional dapat dilihat pada uraian berikut :

Kontrak atau Akad Kejelasan kontrak atau akad dalam praktik muamalah menjadi prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syariah. Demikian pula dengan kontrak antara peserta dengan perusahaan asuransi. Asuransi konvensional menerapkan kontrak yang dalam syariah disebut kontrak jual beli (tabaduli).

Dalam kontrak ini harus memenuhi syarat-syarat kontrak jual-beli. Ketidakjelasan persoalan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap usia peserta yang mana hanya Allah yang tau kapan kita meninggal mengakibatkan asuransi konvensional mengandung apa yang disebut gharar -ketidakjelasaan pada kontrak sehingga mengakibatkan akad pertukaran harta benda dalam asuransi konvensional dalam praktiknya cacat secara hukum. Sehingga dalam asuransi jiwa syariah kontrak yang digunakan bukan kontrak jual beli melainkan kontrak tolong menolong (takafuli). Jadi asuransi jiwa syariah menggunakan apa yang disebut sebagai kontrak tabarru yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan. Kontrak ini adalah alternatif uang sah dan dibenarkan dalam melepaskan diri dari praktik yang diharamkan pada asuransi konvensional.

Tujuan dari dana tabarru' ini adalah memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu dengan yang lain sesama peserta asuransi syariah apabila diantaranya ada yang terkena musibah. Oleh karenanya dana tabarru' disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana bila terjadi risiko, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening dana tabarru' yang sudah diniatkan oleh semua peserta untuk kepentingan tolong

Page 31: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

menolong.

Kontrak Al-MudharabahPenjelasan di atas, mengenai kontrak tabarru' merupakan hibah yang dialokasikan bila terjadi musibah. Sedangkan unsur di dalam asuransi jiwa bisa juga berupa tabungan. Dalam asuransi jiwa syariah, tabungan atau investasi harus memenuhi syariah. Dalam hal ini, pola investasi bagi hasil adalah cirinya dimana perusahaan asuransi hanyalah pengelola dana yang terkumpul dari para peserta. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.

Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Kontrak bagi hasil disepakati di depan sehingga bila terjadi keuntungan maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60:40, di mana peserta mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat 40 persen dari keuntungan.

Dalam kaitannya dengan investasi, yang merupakan salah satu unsur dalam premi asuransi, harus memenuhi syariah Islam di mana tidak mengenal apa yang biasa disebut riba. Semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan mekanisme bunga.

Dengan demikian asuransi konvensional susah untuk menghindari riba. Sedangkan asuransi syariah dalam berinvestasi harus menyimpan dananya ke berbagai investasi berdasarkan syariah Islam dengan sistem al-mudharabah.

Dana HangusPada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di mana peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Begitu pula dengan asuransi jiwa konvensional non-saving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis msa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi.

Dalam konsep asuransi syariah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru' yang tidak dapat diambil.

Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola bagi hasil, misalkan 60:40 atau 70:30 sesuai dengan kesepakatan kontrak di muka. Dalam

Page 32: Bedanya Asuransi Syariah Dengan Konvensional

hal ini maka sangat mungkin premi yang dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat bergantung dengan tingkat investasi pada tahun tersebut.

Manfaat Asuransi SyariahAsuransi syariah dapat menjadi alterntif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam. Produk ini juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah adil bagi mereka. Syariah adalah sebuah prinsip atau sistem yang bersifat universal di mana dapat dimanfaatkan oleh siapapun juga yang berminat.

Demikianlah sekilas ulasan mengenai asuransi syariah. Semoga ulasan ini menambah wawasan dan pengetahuan anda.