paper ergonomi
Post on 18-Jan-2016
49 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
APLIKASI ANTROPOMETRI DAN
PENGUKURAN WAKTU KERJA DALAM
DUNIA INDUSTRI
Disusun oleh :
Petra Radite
I0311025
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam dunia industri, sistem kerja harus dirancang dengan
mengandalkan prinsip ENASE, yaitu Efektif, Nyaman, Aman, Sehat Dan
Efisien. Untuk memperoleh kelima kategori tersebut, seluruh aspek
ergonomi harus diperhatikan.
Dalam sebuah perusahaan misalnya, apabila peralatan yang digunakan
para pekerja tidak ergonomis maka pekerja akan mengalami beberapa
kendala seperti sakit pada beberapa bagian fisiknya dan secara otomatis
akan mengganggu produktivitas perusahaan tersebut.
Peralatan yang akan dirancang untuk memperbaiki kesalahan tersebut
haruslah memiliki suatu ukuran yang sudah diperhitungkan. Dalam
menentukan ukuran untuk merancang alat tersebut, perusahaan
memerlukan suatu konsep ilmu yang berkaitan dengan dimensi dan ukuran
tubuh manusia secara luas. Desain alat haruslah menyesuaikan dengan
manusia yang akan menggunakan bukan sebaliknya. Alat yang akan
dirancang haruslah memiliki ukuran sesuai dengan ukuran dan dimensi
tubuh manusia atau pekerja yang nantinya akan berinteraksi dengan alat
tersebut, tentunya disesuaikan dengan ukuran yang umum.
Dengan adanya perbaikan tersebut, diharapkan dapat mempersingkat
waktu pengerjaan dan meningkatkan jumlah unit yang dapat diproduksi
serta menghemat biaya produksi. Dengan meningkatnya produktivitas
diharapkan keuntungan perusahaan tersebut juga akan meningkat.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Definisi Antropometri?
1
2. Apakah Definisi Pengukuran Waktu Kerja?
3. Apakah kegunaan ilmu Antropometri dan Pengukuran Waktu
Kerja dalam dunia industri?
1.3. Ruang Lingkup Materi
Teori yang digunakan pada tema ini adalah teori anthropometri, teori
ergonomi dan teori statistika.
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Khusus
1. Mempelajari dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan
Antropometri.
2. Mempelajari dan memahami hal-hal yag berkaitan dengan
Pengukuran Waktu Kerja.
3. Mempelajari aplikasi Antropometri dan Pengukuran Waktu
Kerja pada dunia industri berdasarkan studi kasus yang
digunakan.
1.4.2. Tujuan Umum
1. Sebagai tugas prasyarat calon asisten laboratorium LPSKE.
1.5. Manfaat Makalah
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Sebagai media untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai Antropometri.
2. Sebagai media untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai Pengukuran Waktu Kerja.
2
BAB II
ANTROPOMETRI
2.1 Pengertian Antropometri
Antropometri adalah salah cabang ilmu ergonomi. Anthropometri
merupakan ilmu ergonomi yang berkaitan dengan pengukuran tubuh
manusia meliputi dimensi dan volume serta ukuran kekuata, kecepatan, dan
aspek gerakan tubuh lainnya. Menurut Stevenson (1989) antropometri
adalah suatu kumpulan data numeric yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk, dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain.
Berdasarkan dengan posisi tubuh manusia, pengukuran antropometri
dibagi menjadi dua cara, yaitu antropometri statis dan antropometri
dinamis.
2.1.1 Antropometri Statis
Pengukuran antropometri secara statis adalah pengukuran tubuh
manusia yang dilakukan pada posisi diam dan linier pada permukaan
tubuh. Pada umumnya tubuh diukur dalam berbagai posisi standard an
tidak bergerak, contoh antropometri statis antara lain : tinggi tubuh
tegak, tinggi duduk normal, panjang lengan bawah
Berdasarkan ISO/TC 159 (ISO 15534 dan ISO 9241)
(Soebroto), pengambilan data ukuran tubuh manusia (antropometri)
yang dilakukan dengan metode pengukuran statis idealnya memenuhi
kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Subjek diukur dalam keadaan telanjang
b. Pengukuran dilakukan dengan tidak memperhatikan
gerakan tubuh, pakaian yang dikenakan, peralatan yang
dipakai/dibawa, kondisi pengoperasian mesin atau fasilitas
kerja dan kondisi lingkungan kerja.
3
Untuk syarat yang pertama mungkin masih mustahil dilakukan
di Indonesia dikarenakan syarat tersebut menganut budaya barat yang
berlawanan dengan budaya Indonesia. Jika akan menerapkan kondisi
pertama maka perlu pengawasan yang cukup ketat oleh pihak yang
bertanggungjawab.
2.1.2 Antropometri Dinamis
Pengukuran antropometri secara dinamis adalah pengukuran
keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak. Atau
memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja
melaksanakan pekerjaannya. contoh Antropometri dinamis antara lain:
putaran lengan, putaran telapak tangan, sudut telapak kaki Terdapat
tiga kelas dalam pengukuran antropometri dinamis, yaitu :
a. Pengukuran tingkat keterampilan sebagai pendekatan untuk
mengerti keadaan mekanis suatu aktivitas.
Contoh : pengukuran performansi atlet
b. Pengukuran jangkauan ruag yang dibutuhkan saat kerja.
Contoh : jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif
pada saat kerja yang dilakukan dengan berdiri atau duduk.
c. Pengukuran variabilitas kerja.
Contoh : analisis kinematika dan kemampuan jari-jari dari
seorang juru ketik.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Data Antropometri
Antropometri merupakan ilmu ergonomic yag berkaitan langsung
dengan dimensi tubuh manusia. Dimensi tubuh seseorang tentunya
berbeda satu dengan yang lainnya, oleh sebab itulah diperlukan beberapa
pertimbangan sebelum mengukur dan menggunakan data antropometri.
Berikut ini adalah factor-faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh
manusia :
4
a. Usia
Secara umum dimensi tubuh manusia akan terus tumbuh dan
bertambah seiring dengan bertambahya usia, yaitu sejak lahir
hingga usia sekitar 20 tahun.
b. Jenis Kelamin
Dimensi dan ukuran tubuh laki-laki dan perempuan berbeda. Pada
umumnya laki-laki cenderung berukuran tubuh lebih besar
daripada perempuan kecuali pada bagian tertentu seperti dada dan
pinggul.
c. Suku, Bangsa atau Ras
Setiap suku, bangsa maupun kelompk ras tertentu memiliki
karakteristik tubuh yang berbeda satu sama lain.
d. Status sosio ekonomi
Tingkat sosio ekoomi juga berpengaruh terhadap dimensi tubuh
manusia. Negara-negara maju pada umumnya memiliki dimensi
tubuh yang lebih besar daripada Negara-negara berkembang.
e. Jenis pekerjaan atau aktivitas sehari-hari
Aktivitas atau pekerjaan seseorang akan mempengaruhi bentuk
tubuhnya.
Contoh : seseorang yang sering fitness pada umumnya memiliki
bentuk tubuh yang berbeda dengan yang setiap harinya
bekerja sebagai orang kantoran.
f. Kondisi pada saat pengukuran
Kondisi subjek pada saat pengukuran dan sesudah pengukuran
bias saja berbeda dan tentunya akan berpengaruh pada dimensi
tubuhnya.
Contoh : seseorang pada yang diukur tepat setelah ia makan akan
cenderung memiliki ukuran perut yang lebih besar dari
sebelumnya.
Selain faktor-faktor tersebut juga terdapat faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan karena mempengaruhi variabilitas ukuran dan dimensi
tubuh manusia antara lain :
5
a. Cacat tubuh
Diperlukan untuk perancangan produk khusus bagi orang-orang
cacat.
b. Tebal tipis pakaian
Hal ini dipertimbangkan berkaitan dengan faktor iklim dimana
perbedaan iklim akan memberikan perbedaan bentuk rancanga
dan spesifikasi pakaian.
c. Kehamilan
Kehamilan akan mempengaruhi bentuk dan dimensi tubuh
perempuan.
2.3 Aplikasi Antropometri dalam dunia Industri
Antropometri merupaka satu studi yang berkaitan dengan pengukuran
dimensi tubuh manusia yang secara luas akan digunakan sebagai
pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan produk
maupun sistem kerja yang akan melibatkan interaksi manusia. Dimensi-
dimensi tubuh ini dibagi menjadi kelompok statistika dan persentil.
Persentil adalah suatu nilai yang menunjukka persentase tertentu dari
orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai tersebut, misalkan
persentil 95 menunjukkan 95% populasi berada pada atau dibawah ukuran
tersebut.
Data dimensi manusia ini sangat bergua dalam perancangan produk
dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang
menggunakannya. Pemakaian data antropometri mengupayakan semua alat
disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan mausia yang disesuaikan
dengan alat. Rancangan yang memiliki kompatibilitas tinggi dengan
manusia yang menggunakannya sangat penting untuk mengurangi
timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya
kesalahan desain.
Beberapa aplikasi antropometri dalam dunia industri antara lain
meliputi :
a. Perancangan areal kerja.
6
b. Perancangan peralatan kerja.
c. Perancangan produk-produk konsumtif.
d. Perancangan lingkungan kerja fisik.
Dengan demikian antropometri dapat menentukan bentuk, ukuran dan
dimensi yang tepat berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia
yang menggunakannya.
Untuk penetapan data antropometri digunakan distribusi normal yang
mana distribusi ini dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata dan
simpangan baku dari data yang diperoleh. Dari nilai tersebut, dapat
ditetuka nilai persentil sesuai 7able distribusi normal yang teah tersedia.
Untuk menghitung nilai persentil dapat digunakan formulasi seperti pada
tabel berikut :
Tabel 2.1 Tabel Persentil
Persentil Perhitungan
Persentil ke-1
Persentil ke-2,5
Persentil ke-5
Persentil ke-10
Persentil ke-50
Persentil ke-90
Persentil ke-95
Persentil ke-97,5
Persentil ke-99
2.4 Prinsip-prinsip Antropometri dalam perancangan Produk
Dalam penerapannya, terdapat dua pilihan dalam perancangan suatu
produk maupun sistem kerja berdasarkan data atropometri, yaitu ;
1. Sesuai tubuh operator yang bersangkutan (perancangan
individual), yang terbaik secara ergonomi.
2. Sesuai dengan populasi pengguna/operator.
7
Perancangan sesuai dengan populasi memiliki tiga pilihan dengan
prinsip yang berbeda-beda antara lain :
1. Prinsip perancangan produk bagi individu ekstrim.
Perancangan produk dengan prinsip ini memiliki dua sasaran,
yaitu produk dapat digunakan oleh operator yang memiliki
klasifikasi ekstrim dan memenuhi ukuran tubuh mayoritas. Pada
umumnya persentil yang digunakan adalah persentil ke-95 dan
ke-5.
2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan dengan
pengaturan tersendiri. (Design for adjustable range)
Produk yang dirancang dengan rinsip ini dapat diubah-ubah
ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orag
yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Pada umumnya
menggunakan persentil ke-5 sampai ke-9.
3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.
Dalam prinsip ini, produk dirancang berdasarkan ukuran rata-rata
populasi. Persentil yang digunakan adalah persentil ke-50.
2.5 Langkah-langkah dalam proses Perancangan Produk
Sehubungan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam
proses perancangan produk atau fasilitas kerja maka ditetapkan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Penetapan anggota tubuh yang akan difungsikan untuk
mengoperasikan rancangan tersebut.
2. Penentuan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan
alat. Perlu diperhatikan akan menggunakan data antropometri
statis atau dinamis.
3. Penentuan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasi,
dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut.
Hal ini dikenal sebagai segmentasi pasar.
8
4. Penetapan prinsip ukuran yang harus diikuti seperti untuk
individual berukuran ekstrim, Adjustable atau rata-rata.
5. Pemilihan persentil yang akan digunakan sesuai prinsip yang
digunakan.
6. Penetapan atau pemilihan nilai ukuran dari table data
antropometri yang sesuai untuk setiap dimensi tubuh yang telah
diidentifikasikan. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor
kelonggaran bila diperlukan, seperti halnya ukuran akibat faktor
yang mempengaruhi variabilitas operator seperti tebal tipisnya
pakaian.
2.6 Metode Perancangan dengan Antropometri
Tahapan perancangan sistem kerja menyangkut work space design
dengan memperhatikan faktor antropometri secara umum adalah sebagai
berikut (Roebuck,1995):
1. Menentukan kebutuhan perancangan dan kebutuhannya (establish
requirement)
2. Mendefinisikan dan mendiskripsikan populasi pemakai
3. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya
4. Penentuan kebutuhan data (dimensi tubuh yang akan diambil).
5. Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) dan
pemilihan persentil yang akan dipakai
6. Penyiapan alat ukur yang akan dipakai
7. Pengambilan data
8. Pengolahan data
Uji kenormalan data
Uji keseragaman data
Uji kecukupan data
Perhitungan persentil data (persentil kecil, rata-rata dan besar).
9. Visualisasi rancangan dengan memperhatikan:
Posisi tubuh secara normal
Kelonggaran (pakaian dan ruang)
9
Variasi gerak
10. Analisis hasil rancangan
BAB III
PENGUKURAN WAKTU KERJA
3.1 Pengukuran Waktu Kerja
Pengukuran waktu kerja adalah usaha menentukan lama kerja yang
dibutuhkan seorang Operator dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang
spesifik pada tingkat kecepatan kerja normal dan dalam lingkungan kerja
terbaik. Pengukuran waktu kerja bertujuan untuk mendapatkan ukuran-
ukuran tentang kinerja yang berlaku pada suatu sistem kerja. Dimana yang
dimaksud kinerja adalah kecepatan kerja sistem yang merupakan ukuran
kuantitas untuk kualitas tertentu.
Pengukuran kerja ini nantinya akan berhubungan dengan usaha-usaha
menentukan waktu baku. Waktu baku sendiri merupakan waktu yang
diperlukan oleh seorang operator dengan tingkat kemampuan rata-rata
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam waktu baku juga
memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang dikerjakan, sehingga
diberikan waktu kelonggaran. Secara matematis, waktu baku dapat ditulis
dala persamaan sebagai berikut :
Waktu normal adalah waktu yang dibutuhkan pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaan dalam kondisi wajar dan kemampuan rata-rata.
Sedangkan waktu siklus merupakan penyelesaian satu satuan produksi,
yang dimulai dar bahan baku yang dimulai pada proses stasiun kerja
tertentu.
Menurut Barnes, fungsi dari waktu baku adalah
1. Penentuan jadwal dan perencanaan kerja.
2. Penentuan biaya standar dan alat bantu mempersiapkan anggaran.
10
3. Estimasi biaya produk sebelum memproses produk.
4. Penentuan efektivitas mesin.
5. Penentuan waktu standar sebagai dasar upah insentif tenaga kerja
langsung.
6. Penentuan waktu standar sebagai dasar upah insentif tenaga kerja
tak langsung.
7. Penentuan waktu standar sebagai dasar pengawasan biaya tenaga
kerja.
8. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja
9. Indikasi output yang mampu dihasilkan pekerja.
Secara umum pengukuran waktu kerja terbagi menjadi dua bagian
yaitu pengukuran waktu kerja secara langsung dan pengukuran waktu
kerja secara tidak langsung.
3.1.1 Pengukuran Waktu Kerja Langsung
Pengukuran kerja secara langsung adalah pengukuran kerja yang
dilakukan langsung ditempat dimana pekerjaan tersebut berlangsung.
Pengukuran waktu kerja secara langsung dilakukan dengan metode
jam henti (Stopwatch Time Study) dan sampel kerja (Work Sampling).
Pengukuran kerja secara langsung ini memiliki kelebihan, yaitu
Praktis, karena mencatat waktu saja tanpa harus menguraikan
pekerjaan ke dalam elemen-elemen kerjanya. Sedangkan kekurangan
dari metode ini adalah memerlukan waktu yang lebih lama untuk
memperoleh data waktu untuk mendapatkan hasil pengukuran yang
teliti dan akurat dan Biaya lebih mahal karena harus mengamati
langsung ke lokasi dimana pekerjaan berlangsung.
3.1.2 Pengukuran Waktu Kerja Tidak Langsung
Pengukuran kerja secara tidak langsung adalah pengukuran kerja
yang dilakukan tanpa harus berada langsung ditempat dimana
pekerjaan tersebut berlangsung. Caranya adalah mempelajari tabel-
11
tabel waktu yang tersedia, dimana jalannya pekerjaan melalui elemen-
elemen kerja yang telah diketahui kemudian dari data itu dilakukan
perhitungan.
Kelebihan dari pengukuran waktu kerja secara tidak langsung
adalah Waktu relatif singkat, hanya mencatat elemen-elemen gerakan
pekerjaan satu kali saja dan biaya lebih murah. Sedangkan kekurangan
dari metode ini antara lain :
a. Belum ada data waktu gerakan berupa tabel-tabel waktu
gerakan yang menyeluruh dan rinci.
b. Tabel yang digunakan adalah untuk orang Eropa, sehingga
belum tentu cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia.
c. Dibutuhkan ketelitian yang tinggi untuk seorang pengamat
pekerjaan karena akan berpengaruh terhadap hasil
perhitungan
d. Data waktu gerakan harus disesuaikan dengan kondisi
pekerjaan.
3.1.3 Pengukuran Waktu Kerja dengan Stopwatch Time Study (STS)
Pengukuran kerja dengan metode Stopwatch Time Study (STS)
diterapkan untuk jenis pekerjaan yang berlangsung signkat dan
berulang-ulang. Biasanya dilakukan pada industri manufaktur yang
memiliki karakteristik kerja yang berulang-ulang, terspesifikasi
dengan jelas dan menghasilkan output yang relatif sama. Dalam hal
ini perlu diperhatikan beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi
kerja operator, cara pengukuran, jumlah pengkuran dan lain-lain.
Berikut ini adalah langkah-langkah sebelum melakukan
pengukuran kerja :
a. Penetapan tujuan pengukuran
Di dalam pengukuran waktu hal-hal yang perlu diketahui
dan ditetapkan sebagai tujuan pengukuran adalah untuk apa
pengukuran dilakukan serta berapa tingkat ketelitian dan
tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran.
12
b. Melakukan penelitian pendahuluan.
Pengukuran yang dilakukan adalah mencari waktu yang
pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan. Agar pengukuran yang didapat benar-benar
waktu yang pantas dalam anti normal dan berlaku umum.
Maka sebelum pengukuran dilakukan perlu diteliti dan
diperhatikan apakah lingkungan tempat pengukuran
dilakukan dalam kondisi baik dan normal.
c. Memilih operator.
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur
adalah operator berkemampuan normal (rata-rata) dan dapat
diajak bekerja sama.
d. Melatih operator.
Operator perlu dilatih agar terbiasa dengan kondisi dan cara
kerja yang ditetapkan sehingga waktu yang diperoleh nanti
merupakan waktu yang wajar.
e. Mengurai pekerjaan atas elemen-elemen kerja.
Pekerjaan diurai menjadi elemen-elemen kerjanya. Elemen-
elemen inilah yang nantinya diukur. Tujuan penguraian ini
adalah :
1. Untuk memperjelas catatan tentang cara kerja yang
dibakukan.
2. Untuk melakukan penyesuaian setiap elemen kerja
kareba perbedan keterampilan operator pada setiap
bagian gerakan.
3. Memudahkan pengamatan terjadinya elemen kerja
yang tidak baku.
4. Memungkinkan dikembangkannya data waktu baku.
f. Menyiapkan alat-alat pengukuran.
13
Alat-alat yang diperlukan dalam metode Stopwatch Time
Study antara lain jam henti (Stopwatch), lembar
pengamatan, alat pencatat dan papan pengamatan.
3.1.4 Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data merupakan pengukuran pendahuluan untuk
mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan. Sebelumnya
harus ditentukan dahulu tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan.
Tingkat ketelitian untuk menunjukkan penyimpangan maksimum dari
waktu penyelesaian. Tingkat keyakinan menunjukkan besarnya
keyakinan pengukur terhadap ketelitian data waktu yang dikumpulkan
dan diamati. Data dikatakan cukup jika nilai N > N’.
Dimana k = Tingkat kepercayaan
s = Tingkat ketelitian
N = Jumlah data pengamatan
N’ = Jumlah data teoritis
3.1.5 Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data merupakan pengukuran pendahuluan untuk
mengetahui apakah data pengukuran seragam atau tidak. Suatu data
dikatakan seragam apabilaberada di batas kontrol. Jika terdapat data
yang berada di luar kontrol maka data tersebut harus dieliminasi.
Berikut ini adalah cara untuk menentukan batas atas dan batas bawah
yang dimiliki oleh suatu kelompok data :
Ketentuan nilai k ditentukan dari tingkat ketelitian :
a. Jika tingkat ketelitian 99% maka k = 3
14
b. Jika tingkat ketelitian 95% maka k = 2
c. Jika tingkat ketelitian 90% maka k = 1
3.1.6 Penyesuaian Waktu Kerja dan Rating Performansi Kerja
Performansi kerja (Performance Rating) merupakan aktivitas
menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator pada saat bekerja.
Aktivitas ini bertujuan untuk menormalkan kembali waktu kerja.
Ketidaknormalan dapat terjadi karena operator bekerja secara tidak
wajar. Untuk menormalkan kembali, perlu dilakukan penyesuaian
dengan cara mengalikan waktu pengamatan rata-rata dengan faktor
penyesuaian/ Rating “P”. Faktor penyesuaian itu adalah sebagai
berikut :
a. P > 1 atau P > 100% jika operator bekerja terlalu cepat atau
diatas batas kewajaran.
b. P = 1 atau P = 100% jika operator bekerja secara normal.
c. P < 1 atau P < 100% jika operator bekerja secara lambat atau
dibawah batas kewajaran
Untuk melakukan pekerjaan secara normnal, dianggap operator
cukup berpengalaman pada saat melakukan kerja tanpa usaha-usaha
yang berlebihan sepanjang waktu kerja, menguasai cara kerja yang
ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan
pekerjaannya.
Performansi kerja dipengaruhi oleh kemampuan (skill), usaha
(effort), kondisi kerja (condition), dan konsistensi (consistency). Cara
penormalannya adalah dengan mengalikan waktu dari pengukuran
dengan jumlah keempat rating factor yang dipilih sesuai dengan
performansi operator.
3.1.7 Penetapan Waktu Longgar
Waktu kelonggaran dibagi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Waktu longgar untuk kebutuhan pribadi
15
Merupakan kebutuhan mutlak setiap individu yang harus
dipenuhi. Kebutuhan ini antara lain: makan, minum, ke
kamar kecil, melaksanakan ibadah, dan berkomunikasi.
b. Waktu longgar untuk menghilangkan rasa lelah
Merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi karena jika tidak
maka produktifitas kerja akan menurun. Pekerja yang telah
mengalami fatigue dan dituntut untuk bekerja dengan
performansi normal, cenderung akan mengeluarkan usaha
yang lebih besar, hal ini menciptaka fatigue semakin
bertambah. Kebutuhan ini antara lain: istirahat, tidur, dan
lain-lain.
c. Waktu longgar karena hambatan-hambatan yang tidak bisa
dihindarkan
Merupakan kebutuhan mendadak yang pasti akan dialami
oleh pekerja. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja
pasti akan menemui hambatan yang menyebabkan ia harus
bertanya, meminta petunjuk kepada pengawas, dan lain
sebagainya. Hambatan tersebut juga dapat berupa kerusakan
mesin atau alat yang digunakan, sehingga menyebabkan
pekerja mau tidak mau harus memperbaiki mesin atau alat
tersebut.
Berdasarkan langkah-langkah tersebut terlihat bahwa pengukuran
kerja dengan jam henti (Stopwatch)merupakan cara pengukuran yang
objektif karena di sini waktu ditetapkan berdasarkan fakta yang
terjadi. Dalam metode ini berlaku asumsi-asumsi dasar seperti :
a. Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan harus sama dan
dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan
waktu baku ini untuk pekerjaan serupa.
b. Operator harus benar-benar memahami prosedur dan
metode pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran
kerja. Operator diasumsikan memiliki tingkat keterampilan
16
dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan
berikut.
c. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh
berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja
dilakukan.
3.1.8 Penyesuaian dan Kelonggaran
Pembakuan sistem berkaitan dengan pemberian penyesuaian dan
pemberian kelonggaran. Penyesuaian adalah faktor yang diberikan
terhadap suatu aktivitas atau kegiatan sebagai penilaian mengenai
ketidakwajaran yang mungkin terjadi saat pengamatan berlangsung.
Sedangkan kelonggaran adalah toleransi yang diberikan terhadap
pekerja dalam melakukan aktivitas kerja.
Penyesuaian dan kelonggaran berhubungan dalam perhitungan
waktu baku. Dimana penyesuaian berpengaruh terhadap perhitungan
waktu normal, dan kelonggaran berpengaruh terhadap perhitungan
waktu baku yang juga dipengaruhi oleh waktu normal. Secara tidak
langsung penyesuaian dan kelonggaran saling berhubungan dimana
kelonggaran berbanding lurus dengan penyesuaian (dalam perhitungan
waktu baku). Berikut adalah perhitungan waktu baku dengan adanya
penyesuaian dan kelonggaran :
Dalam praktikum ini digunakan tiga metode untuk menetapkan
penyesuaian dan kelonggaran antara lain :
a. Metode Schummard
Merupakan metode perhitungan penyesuaian dengan
memberikan patokan-patokan penelitian melalui kelas
performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai
sendiri-sendiri. Di sini pengukuran diberi patokan untuk
menilai performance kerja operator menurut kelas-kelas
superfast+, fast, fast-, excelent dan seterusnya.
17
Tabel 3.1 Tabel Penyesuaian Metode Schummard
KELAS PENYESUAIAN
Superfast 100
Fast + 95
Fast 90
Fast - 85
Excellent 80
Good + 75
Good 70
Good - 65
Normal 60
Fair + 55
Fair 50
Fair - 45
poor 40
b. Metode WestingHouse
Cara Westinghouse menggerakan penelitian pada 4 faktor
yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran
dalam bekerja, yaitu keterampilan (Skill), usaha (Effort) ,
kondisi kerja (Condition) dan kosistensi (Consistency).
Tabel 3.2 Tabel Penyesuaian Metode Westinghouse
FAKTOR KELAS LAMBANG PENYESUAIAN
Keterampilan Superskill A1 0,15
A2 0,13
Excellent B1 0,11
B2 0,08
Good C1 0,06
C2 0,03
18
Average D 0,00
Fair E1 -0,05
E2 -0,10
Poor F1 -0,16
F2 -0,22
Usaha Excessive A1 0,13
A2 0,12
Excellent B1 0,10
B2 0,08
Good C1 0,05
C2 0,02
Average D 0,00
Fair E1 -0,04
E2 -0,08
Poor F1 -0,12
F2 -0,17
Kondisi Kerja Ideal A 0,06
Excellent B 0,04
Good C 0,02
Average D 0,00
Fair E -0,03
Poor F -0,07
Konsistensi Ideal A 0,04
Excellent B 0,03
Good C 0,01
Average D 0,00
Fair E -0,02
Poor F -0,04
c. Metode penyesuaian Objektif
Cara objektif adalah cara yang memperhatikan 2 faktor
yaitu kecepatan kerja (p1) dan tingkat kesulitan pekerjaan
19
(p2). Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-
sama menentukan berapa harga p untuk mendapatkan waktu
normal. Pemberian score untuk kecepatan kerja:
Untuk faktor tingkat kesulitan pekerja didasarkan pada
spesifikasi jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing
spesifikasi pekerjaan memiliki skor masing-masing.
Tabel 3.3 Tabel Penyesuaian Metode Objektif
KEADAAN LAMBANG PENYESUAIAN
Anggota Badan Terpakai
Jari A 0
Pergelangan tangan dan kaki B 1
Lengan bawah, pergelangan tangan dan
jari
C2
Lengan atas, lengan bawah, dst D 5
Badan E 8
Mengangkat beban dari lantai dengan kaki E2 10
Pedal Kaki
Tanda pedal atau salah satu pedal dengan
sumbu di bawah kaki
F0
Satu atau dua pedal dengan sumbu di
bawah kaki
G5
Penggunaan Tangan
Kedua tangan saling bantu atau bergantian H 0
Kedua tangan mengerjakan gerakan yang
sama pada tahap yang sama
H218
Koordinasi Mata dengan Tangan
Sangat sedikit I 0
Cukup dekat J 2
20
Konstan dan dekat K 4
Sangat dekat L 7
Lebih kecil dari 0,04cm M 10
Peralatan
Dapat ditangani dengan mudah N 0
Dengan sedikit kontrol O 1
Perlu kontrol dan penekanan P 2
Perlu penanganan hati-hati Q 3
Mudah pecah, patah R 5
Berat Beban (Kg) LambangPenyesuaian
Tangan Kaki
0,45B-1
2 1
0,9B-2
5 1
1,35B-3
6 1
1,8B-4
10 1
2,25B-5
13 3
2,7B-6
15 3
3,15B-7
17 4
3,6B-8
19 5
4,05B-9
20 6
4,5B-10
22 7
4,95B-11
24 8
5,4B-12
25 9
5,85B-13
27 10
6,3B-14
28 10
21
BAB IV
STUDI KASUS
4.1. Perancangan Alat Pemotong Nenas yang Ergonomis untuk
Meningkatkan Produktivitas
Desa Kualu Nenas termasuk kawasan sentra industri keripik nenas
binaan Provinsi Riau dan Kabupaten Kampar, Dinas Pertanian Provinsi
Riau dan Kabupaten Kampar dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Riau. Saat ini proses pemotongan nenas masih bersifat manual,
walaupun sebenarnya telah ada alat pemotong nenas yang merupakan
bantuan dari Dinas Pertanian, namun alat tersebut tidak dimanfaatkan oleh
kelompok tani karena tidak efektif yaitu hasil potongan yang tidak bisa
dipakai. Pengerjaan manual dilakukan dengan menggunakan pisau dan
papan alas untuk memotong nenas yang merupakan bahan utama pembuat
keripik.
Dari hasil studi pendahuluan dengan menyebarkan kuisioner diketahui
mayoritas pekerja merasakan ketidaknyamanan dalam bekerja dengan
posisi duduk dan menggunakan alat pemotong pisau dan dari data yang
terkumpul diketahui dari proses pemotongan buah nenas tersebut banyak
yang timbul keluhan-keluhan sebagai berikut:
1. Hasil pemotongan buah nenas yang tidak homogen.
2. Pekerja merasa sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk memotong buah nenas dengan ketebalan yang homogen,
sehingga mudah muncul rasa bosan.
3. Pekerja membutuhkan konsentrasi dan ketelitian yang cukup
tinggi untuk melakukan pemotongan buah nenas dan resiko
tangan terluka akibat mata pisau sangat besar.
22
4. Pekerja sering merasakan nyeri atau sakit pada bagian leher, bahu,
punggung, pinggang, tangan, paha, dan kaki.
Penelitian ini bertujuan merancang alat pemotong nenas yang efisien
dan efektif menggunakan data antropometri seluruh pekerja. Menerapkan
langkah-langkah konsep perancangan produk, penelitian ini berupaya
menghasilkan sebuah alat pemotong nenas yang lebih baik dalam
meningkatkan produktivitas kerja.
Data antropometri seluruh pekerja pada Home industry nenas. Jumlah
seluruh pekerja yang bekerja pada Sentra industri keripik Nenas berjumlah
18 (delapan belas) orang. Data antropometri yang diperlukan adalah
sebagai berikut :
1. Tinggi popliteal (Tpo)
Cara pengukuran yaitu tinggi tubuh dalam posisi duduk yang
diukur dari lantai sampai dengan lutut bagian dalam.
2. Tinggi siku duduk (Tbd)
Cara pengukurannya yaitu ukur jarak vertikal tinggi siku dalam posisi
duduk.
3. Lebar telapak tangan (Ltt)
Cara mengukurnya yaitu dengan lebar tangan dalam posisi tangan
terbentang ke kanan kiri.
4. Panjang telapak tangan (Ptt)
Cara pengukurannya yaitu dengan mengukur panjang tangan dari
pergelangan tangan sampai dengan ujung jari.
Dalam penyusunan konsep produk ini, menghasilkan ukuran alat
pemotong yang akan dilakukan perancangan. Ukuran antropometri ini
dihasilkan oleh perhitungan persentil.
Alat pemotong nenas yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
beberapa komponen utama, yaitu:
1. Kerangka alat, terbuat dari besi baja profil siku 40 mm dengan
dimensi kerangka: panjang 40 cm, lebar 17 cm, dan tinggi 63.5 cm.
23
kerangka berfungsi untuk menumpang dan mendukung kontruksi
dari alat dengan kokoh.
2. Silinder Pemotong, terbuat dari bahan pipa stainlees steel dengan
diameter silinder 11.5 cm dan panjang 26.5 cm berfungsi sebagai
ruang pemotong.
3. Gagang pendorong buah, terbuat dari dari bahan pipa besi dengan
diameter 5.6 cm dan panjang 11. 63 cm dengan ketinggian 72 cm
dari lantai.
4. Pisau, terbuat dari bahan stainlees steel yang berbentuk persegi
dengan ukuran 13 cm x 2 cm terletak pada sebuah rumah pisau
dengan diameter 33 cm.
5. Motor Listrik, yang digunakan mempunyai tenaga 1/4 HP dengan
kecepatan 1400 rpm.
6. Pulley, yang digunakan pada alat ini yaitu pulluy jenis alur V
dengan diameter 7.5 cm pada motor listrik dan 24 cm pada bagian
yang akan digunakan pada rangkaian pemotong dengan jarak antara
kedua poros pulley 32 cm.
7. Penampung hasil potongan, terbuat dari plat stainlees steel dengan
panjang 51 cm, lebar 17 pada bagian pangkal dan 20 cm pada
bagian ujung.
Gambar 4.1 Rancangan Alat tampak depan dan samping
24
Berikut ini adalah perhitungan yang dilakukan untuk menentukkan
ukuran alat pemotong nenas
a. Tinggi alat
Diperoleh dengan menggunakan data tinggi popliteal + tinggi
siku duduk (tsd) (persentil 50th), persenti 50th digunakan agar
pekerja yang memiliki tinggi siku duduk yang rendah maupun
yang tinggi dapat dengan mudah menggunakan alat pemotong
nenas.
X Tpo = 48.83 cm
X Tsd = 23.00 cm
Tinggi alat = tinggi alas duduk + tinggi siku duduk (tsd) =
X Tpo + X Tsd = 48.83cm + 23.00cm = 71.83 cm
Sehingga tinggi alat hasil perancangan = 71.83 cm
b. Diameter gagang
Diperoleh dengan menggunakan data panjang telapak tangan
(Ptt) persentil 50th, persenti 50th digunakan agar pekerja yang
memiliki panjang telapak tangan yang pendek maupun yang
panjang dapat dengan mudah menggunakan alat pemotong
nenas.
X Ptt = 17.61 cm
SD tsd = 1.50 cm
Keliling lingkaran gagang = X (Ptt) = 17.61cm
Diameter ganggang hasil perancangan:
D = 17,61cm : 3,14 = 5,6cm
c. Lebar gagang
Diperoleh dengan menggunakan data lebar telapak tangan (Ltt)
persentil 95th. Persentil 95th untuk lebar telapak tangan digunakan
agar pekerja yang memiliki lebar telapak tangan yang kecil
maupun yang memiliki lebar telapak tangan besar dapat dengan
nyaman mendorong buah tanpa harus merasa kekecilan.
X Ltt = 9.78 cm
SD Ltt = 1.11 cm
25
Persentil 95th Ltt = X + (1.645 x SD) = 9.78 + (1.645 x
1.11) = 11.61 cm
Sehingga lebar gagang hasil perancangan = 11.61 cm
Berikut ini adalah tabel spesifikasi alat pemotong nenas denga ukuran
hasil pengukuran antropometri :
Tabel 4.1 Tabel Spesifikasi Alat Pemotong Nenas
Prinsip kerja alat pemotong nenas hasil rancangan adalah nenas yang
telah dikupas dan dipisahkan dari inti tengah buah nenas di masukkan ke
dalam silinder pemotongan. Dalam hal ini nenas yang masuk kedalam
silinder pemotongan dengan posisi vertical. Proses pemotongan dilakukan
dengan mendorong nenas ke mata pisau yang berbentuk persegi dengan
gaya pegas. Pisau pemotong dihubungakan ke sebuah pulley, untuk
menggerakkan mata pisau digunakan elektromotor dengan tenaga ¼ HP
dan kecepatan 1400 rpm. Nenas yang tertekan akan terpotong oleh mata
pisau sehingga jatuh ke penampungan hasil potongan.
Pengujian konsep dalam peneliti ini merupakan indikator
keberhasilan dalam perancangan alat pemotong nenas. Indikator
keberhasilan perancangan alat adalah melakukan perbandingan waktu
baku rata-rata pemotongan buah nenas menggunakan alat manual dengan
waktu baku rata-rata alat pemotong nenas hasil rancangan.
26
Waktu baku rata-rata proses pemotongan buah nenas dengan
menggunakan alat pemotong manual adalah sebesar 43.87 detik,
sedangkan waktu baku rata-rata proses pemotongan buah nenas
menggunakan alat pemotong hasi rancangan adalah sebesar 15.76 detik.
Dengan menggunakan alat pemotong nenas hasil rancangan dapat
mempersingkat waktu 28.11 detik atau sebesar 64.08%.
Efisiensi waktu ini diikuti dengan kehomogenan hasil potongan.
Besarnya kerusakan hasil dapat dihitung dengan membagikan berat nenas
yang rusak terhadap berat nenas awal. Berdasarkan pada hasil penelitian
yang dilakukan, diperoleh bahwa persentase kerusakan hasil pada alat
lama adalah 24.73%, sedangkan persentase kerusakan hasil pada alat
rancangan adalah 15.49%. Dengan demikian alat hasil rancangan dapat
menurunkan persentase kerusakan hasil potongan sebesar 37.36 %.
Efektifitas alat diperoleh dengan membagikan berat nenas yang
dipotong dengan waktu yang dibutuhkan untuk memotong nenas tersebut.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh efektifitas alat pemotong
nenas lama sebesar 14.65 kg/jam. Sedangkan efektifitas alat pemotong
nenas hasil rancangan sebesar 40.11 kg/jam. Dengan demikian alat hasil
rancangan dapat meningkatkan jumlah potongong sebesar 25.46 kg/jam
(173.79%).
Tabel 4.2 Tabel Perbandingan Alat saat ini dan Alat Hasil Rancangan
27
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Berikut ini adalah kesimpulan yang diperoleh untuk antropometri :
1. Antropometri adalah salah cabang ilmu ergonomi. Anthropometri
merupakan ilmu ergonomi yang berkaitan dengan pengukuran tubuh
manusia meliputi dimensi dan volume serta ukuran kekuata, kecepatan,
dan aspek gerakan tubuh lainnya.
2. Pengukuran Waktu Kerja adalah usaha menentukan lama kerja yang
dibutuhkan seorang Operator dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
yang spesifik pada tingkat kecepatan kerja normal dan dalam
lingkungan kerja terbaik. Dalam kasus ini metode yang digunakan
adalah stopwatch time study yang merupakan pengukuran kerja
langsung.
3. Sesuai dengan studi kasus, ilmu antropometri dan pengukuran waktu
kerja saling berkaitan. Ilmu antropometri digunakan sebagai ukuran
untuk merancang sebuah alat perbaikan dengan tujuan untuk
28
memperoleh kondisi ENASE bagi para pekerja sehingga dapat
meningkatkan produktivitas. Sedangkan pengukuran waktu kerja
digunakan untuk menguji dampak yang dihasilkan dengan adanya alat
tersebut melalui waktu baku dan unit standar.
DAFTAR PUSTAKA
Asisten. 2012. Modul Ergononomi Industri. Surakarta: Lab. Perancangan Sistem
Kerj dan Ergonomi Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret.
Asisten. 2013. Modul Analisis Perancangan Kerja. Surakarta: Lab. Perancangan
Sistem Kerj dan Ergonomi Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas
Maret.
Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung:
Penerbit ITB.
Nofirza,. Syahputra, Dedy. 2012. PERANCANGAN ALAT PEMOTONG NENAS
YANG ERGONOMIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS.
JITI, Vol XI, No. 1, Juni 2012
29
top related