abortus

36
BAB I PENDAHULUAN Abortus adalah berakhirnya masa kehamilan melalui cara apa pun sebelum janin mampu bertahan hidup. Abortus dapat terjadi secara spontan, yang biasa disebut abortus spontan atau keguguran (miscarriage). Abortus juga dapat dilakukan dengan tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, yang biasa disebut abortus provokatus (Cunningham et al, 2014). Abortus spontan terjadi pada 12 minggu pertama dengan jumlah kurang lebih 80 %. Kejadian. Penyebab abortus spontan dapat dibedakan menjadi faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu dapat disebabkan karena infeksi, penyakit debilitas kronik, kelainan endokrin, nutrisi, pemakaian obat dan faktor lingkungan, faktor imunologis, trombofilia herediter, gamet yang menua, trauma fisik, cacat uterus, serta serviks inkompeten. Faktor janin dapat disebabkan karena perkembangan zigot abnormal dan kelainan kromosom. 50-60 % abortus spontan dini disebabkan oleh kelainan kromosom (Cunningham et al, 2014). Abortus provokatus merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup. Indikasi dilakukannya abortus provokatus adalah apabila berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa wanita yang bersangkutan secara serius atau mengganggu kesehatan serius, kemungkinan besar menyebabkan lahirnya bayi dengan retardasi mental atau deformitas fisik berat, atau dapat dilakukan apabila kehamilan terjadi akibat

Upload: elma-laeni-barokah

Post on 17-Nov-2015

171 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

abortus

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Abortus adalah berakhirnya masa kehamilan melalui cara apa pun sebelum janin mampu bertahan hidup. Abortus dapat terjadi secara spontan, yang biasa disebut abortus spontan atau keguguran (miscarriage). Abortus juga dapat dilakukan dengan tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, yang biasa disebut abortus provokatus (Cunningham et al, 2014).Abortus spontan terjadi pada 12 minggu pertama dengan jumlah kurang lebih 80 %. Kejadian. Penyebab abortus spontan dapat dibedakan menjadi faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu dapat disebabkan karena infeksi, penyakit debilitas kronik, kelainan endokrin, nutrisi, pemakaian obat dan faktor lingkungan, faktor imunologis, trombofilia herediter, gamet yang menua, trauma fisik, cacat uterus, serta serviks inkompeten. Faktor janin dapat disebabkan karena perkembangan zigot abnormal dan kelainan kromosom. 50-60 % abortus spontan dini disebabkan oleh kelainan kromosom (Cunningham et al, 2014).Abortus provokatus merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup. Indikasi dilakukannya abortus provokatus adalah apabila berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa wanita yang bersangkutan secara serius atau mengganggu kesehatan serius, kemungkinan besar menyebabkan lahirnya bayi dengan retardasi mental atau deformitas fisik berat, atau dapat dilakukan apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest. Abortus provokatus dapat dilakukan dengan pembedahan atau dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan (medicinalis) (Cunningham et al, 2014).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. TAHAP PERKEMBANGAN JANINProses kehamilan adalah proses bertemunya sel telur dengan sel sperma hingga terjadi pembuahan. Proses kehamilan (gestasi) berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir. Usia kehamilan sendiri adalah 38 minggu, karena dihitung dari tanggal konsepsi (tanggal bersatunya sperma dengan telur), yang terjadi dua minggu setelahnya.Periode gestasi dibagi menjadi tiga periode penting yaitu :1. Periode Perkembangan Zigot dan BlastokistaFertilisasi terjadi di tuba falopii dan harus terjadi dalam beberapa menit atau tidak lebih dari beberapa jam setelah ovulasi. Sehingga, sperma harus ada di tuba falopii pada saat ovulasi. Biasanya kehamilan dapat terjadi saat 2 hari sebelum ovulasi atau pada hari ovulasi (Cunningham et al, 2014).Setelah terjadi fertilisasi di tuba falopii, ovum yang matang menjadi zigot yaitu sebuah sel diploid dengan 46 kromosom, yang kemudian akan mengalami segmentasi atau pembelahan (cleavage), menjadi blastomer. Saat zigot membelah menjadi dua sel, blastomer dan polar body selanjutnya mengelilingi zona pelusida. Zigot mengalami pembelahan secara lambat selama 3 hari saat masih di tuba falopii. Blastomer terus membelah sampai membentuk bola sel padat yang disebut morula. Morula akan memasuki cavum uteri 3 hari setelah pembuahan. Akumulasi cairan diantara blastomer di dalam morula menyebabkan terbentuknya blastokista (Cunningham et al, 2014). Empat sampai lima hari setelah fertilisasi, blastokista 58 sel berdiferensiasi menjadi massa sel dalam dan 53 sel menjadi trophoblast. Pada blastokista 58 sel dan sel luar disebut dengan trophectoderm yang dapat dibedakan dari massa sel dalam yang membentuk embrio. Enam sampai tujuh hari setelah fertilisasi, embrio akan menempel pada dinding uterus (Cunningham et al, 2014).

Gambar 1. Proses pembelahan zigot dan pembentukan blastokista 1. Periode EmbrionikPeriode embrionik dimulai sejak awal minggu ketiga setelah ovulasi atau fertilisasi, yang bersamaan dengan perkiraan waktu menstruasi berikutnya yang seharusnya dimulai. Pada periode embrionik di akhir minggu ke delapan, lempeng embrionik sudah terbentuk sempurna dan sebagian besar tes kehamilan yang mengukur human chorionic gonadotropin sudah memberikan hasil positif. Tangkai tubuh (body stalk) berdiferensiasi dan kantung korion berdiameter sekitar 1 cm. terdapat ruang antara vili sejati yang mengandung darah ibu dan vili yang berisi mesoderm korion angioblastik (Cunningham et al, 2014).

Gambar 2. Perkembangan Embrio Manusia1. Periode JaninPergantian dari periode embrionik ke periode janin terjadi pada 8 minggu setelah fertilisasi atau 10 minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir.1. Minggu ke 12 kehamilanPada akhir minggu ke 12 kehamilan, saat uterus mulai teraba diatas simphisis pubis, maka panjang ubun ubun bokong (crown-rump length) janin adalah 6-7 cm. pusat-pusat osifikasi telah tampak pada sebagian besar tulang janin. Jari tangan dan kaki mulai berdiferensiasi. Kulit dan kuku telah tumbuh. Disana-sini mulai muncul bakal rambut, genitalia eksterna telah mulai tanda-tanda definitive jenis kelamin pria atau wanita. Janin mulai melakukan gerakan spontan (Cunningham et al, 2014).1. Minggu ke 16 kehamilanPada akhir minggu ke 16, panjang ubun-ubun bokong telah mencapai 12 cm dan beratnya 110 gr. Jenis kelamin telah dapat ditentukan dengan tepat oleh pemeriksaan yang berpengalaman melalui inspeksi genitalia eksterna pada mingu ke 14 (Cunningham et al, 2014).1. Minggu ke 20 kehamilanPada akhir minggu ke 20 merupakan titik awal pertengahan kehamilan sesuai perkiraan dari hari pertama menstruasi terakhir. Berat janin sekarang kurang lebih 300 gram dan berat mulai meningkat secara linier. Kulit janin mulai kurang transparan, lanugo halus menutupi seluruh tubuhnya dan mulai tumbuh beberapa rambut kepala (Cunningham et al, 2014).1. Minggu ke 24 kehamilanPada akhir minggu ke 24, janin memiliki berat sekitar 630 gram. Kulit memperlihatkan keriput yang khas dan mulai terjadi penimbunan lemak. Kepala masih relative cukup besar, bulu mata dan alis biasanya sudah dapat dikenali. Periode kanalikular perkembangan paru , yaitu saat bronkus dan bronkiolus membesar, dan duktus alveolaris terbentuk. Janin yang lahir pada periode ini akan berusaha bernapas tetapi sebagian besar akan meninggal karenga sakus terminalis (tempat pertukaran gas) belum terbentuk (Cunningham et al, 2014).1. Minggu ke 28 kehamilanPada akhir minggu ke 28 panjang ubun-ubun bokong adalah sekitar 25 cm dan berat janin sekitar 1100 gram. Kulit tipis, merah, dan ditutupi oleh verniks kaseosa. Membrane pupil baru lenyap dari mata. Bayi yang lahir pada waktu ini, dapat menggerakan ekstrimitasnya dengan cukup energik dan menangis lemah. Bayi normal yang lahir pada usia ini memiliki kemungkinan 90 persen untuk bertahan hidup (Cunningham et al, 2014).1. Minggu ke 32 dan 36 kehamilanPada minggu ke 32 panjang ubun-ubun bokong adalah sekitar 28 cm dan berat janin sekitar 1800 gram. Permukaan kulit masih berwarna merah dan keriput. Sedangkan pada minggu ke 36 panjang ubun-ubun kepala sekitar 32 cm dan beratnya kurang lebih 2500 gram. Lemak subkutan mulai mengendap, sehingga tubuh menjadi lebih bulat, permukaan kulit yang keriput telah menghilang (Cunningham et al, 2014).1. Minggu ke 40 kehamilanJanin telah berkembang sempurna. Bayi telah aterm. Panjang ubun-ubun bokong sekitar 36 cm dan beratnya sekitar 3400 gram (Cunningham et al, 2014).

1. PENGERTIAN ABORTUSDefinisi abortus menurut National Center for Health Statistics, the Centers for Disease Control and Prevention, dan World Health Organization adalah terminasi kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau dengan berat janin kurang dari 500 gram. Kriteria ini, bagaimanapun, sesuatu yang kontradiksi karena rata-rata berat janin pada usia kehamilan 20 minggu yaitu seberat 320 gram, dimana berat janin 500 gram adalah rata-rata berat janin pada usia kehamilan 22 sampai 23 minggu (Cunningham et al, 2014).Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih daripada 20 minggu. Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita oleh ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi (Sastrawinata et al., 2005)Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat (Sastrawinata et al., 2005).

1. KLASIFIKASI ABORTUSKriteria abortus yang telah dipakai di dunia klinis selama beberapa decade terakhir adalah seperti berikut (Cunningham et al, 2014).:1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis, yang termasuk abortus spontan adalah abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkomplets (incomplete abortion), abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed abortion) . Abortus sepsis (septic abortion) diklasifikasikan dalam abortus yang memiliki komplikasi infeksi yang akan terjadi selanjutnya2. Abortus habitualis (Reccurent Abortion) adalah abortus yang terjadi secara berulang.3. Abortus provokatus (Induced Abortion) adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya. Dengan kata lain pengeluaran itu dimaksudkan bahwa keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia, baik melalui cara mekanik atau obat.Klasifikasi abortus menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005) adalahseperti berikut :1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis.1. Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu:1. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya : penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog.1. Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum.

1. ABORTUS SPONTAN1. Etiologi AbortusSecara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester pertama tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali kromosom berkurang (Cunningham et al., 2014).1. Faktor FetusBerdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50 hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti autosomal trisomy, monosomy X dan polyploidy .Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini. Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2014).

Gambar 3. Kelainan Kromosom pada Abortus Trimester Pertama1. Faktor IbuIbu hamil yang mempunyai riwayat keguguran memiliki risiko yang tinggi untuk terjadi keguguran pada kehamilan seterusnya terutama pada ibu yang berusia lebih tua. Pada wanita hamil yan mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturut-turut, risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar 50 persen (Berek, 2011). Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan nutrisi, alkohol, tembakau, deformitas uterus ataupun serviks, kesamaan dan ketidaksamaan immunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun fisik dapat menyebabkan abortus, meskipun bukti korelasi tersebut tidak selalu meyakinkan. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urelyticum dari traktus genitalis beberapa wanita yang mengalami abortus, mengarahkan pada hipotesis bahwa infeksi mycoplasma yang mengenai traktus genitalis, merupakan abortifasient. Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat ditimbulkan oleh penyakit sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang menyebabkan abortus, tetapi dapat mengakibatkan kematian janin dan persalinan prematur (Cunningham, et al 2014). Abortus sering disebabkan, mungkin tanpa alasan yang adekuat, kekurangan sekresi progesteron yang pertama oleh korpus luteum dan kemudian oleh trofoblast. Karena progesteron mempertahankan desidua, defisiensi relatif secara teoritis mengganggu nutrisi konseptus dan dengan demikian mengakibatkan kematian. Pada saat ini, tampak bahwa hanya malnutrisi umum yang berat merupakan predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita yang tidak merokok. Alkohol dinyatakan meningkatkan resiko abortus spontan, meskipun hanya digunakan dalam jumlah sedang (Sastrawinata et al., 2005).1. Faktor PaternalTranslokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigote mempunyai terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan abortus (Cunningham et al., 2014).

2. Patofisiologi AbortusMenurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:1. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa desidua.1. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan desidua.1. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan).1. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih lanjut.

3. Gambaran Klinis Abortus Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion) abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus (incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed abortion), abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion) (Cunningham et al., 2014)1. Abortus Iminens (Threatened abortion)Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapa mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus (Cunningham et al., 2014). Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata et al., 2005).2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005)3. Abortus Inkompletus (Incomplete Abortion)Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens (Cunningham, et al 2014)4. Abortus Kompletus (Complete Abortion)Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005). Pada abortus kompletus, lapisan terakhir endometrium yang mengelupas dapat terlihat sebagai kantong yang kempis. Apabila kantong kehamilan tidak bias diidentifikasi USG untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti abortus iminenes, kehamilan ektopik, kita dapat melihat dari pemeriksaan serum -hCG yang menurun sangat cepat (Connoly, 2013)5. Abortus Tertunda (Missed abortion)Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit (Cunningham et al., 2014)6. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis. Abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpu luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis (Silver, 2011).

7. Abortus Septik (Septic abortion)Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci (Daif, 2009)Diagnosa AbortusMenurut WHO setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua daripada tiga gejala seperti di bawah harus dipikirkan kemungkinan terjadinya abortus:0. Perdarahan pada vagina.0. Nyeri pada abdomen bawah.0. Riwayat amenorea.Ultrasonografi penting dalam mengidentifikasi status kehamilan dan memastikan bahwa suatu kehamilan adalah intrauterin. Apabila ultrasonografi transvagina menunjukkan sebuah rahim kosong dan tingkat serum hCG kuantitatif lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per L), kehamilan ektopik harus dipikirkan. Ketika ultrasonografi transabdominal dilakukan, sebuah rahim kosong harus menimbulkan kecurigaan kehamilan ektopik jika kadar hCG kuantitatif lebih besar dari 3.500 mIU per mL (3.500 IU per L). Rahim yang ditemukan kosong pada pemeriksaan USG dapat mengindikasikan suatu abortus kompletus, tetapi diagnosis tidak definitif sehingga kehamilan ektopik disingkirkan (Sastrawinata, 2005).Diagnosa abortus menurut gambaran klinis adalah seperti berikut:1. Abortus Iminens (Threatened abortion)1. Anamnesis perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau ringan.1. Pemeriksaan dalam fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan.1. Pemeriksaan penunjang hasil USG.1. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)1. Anamnesis perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi rahim.1. Pemeriksaan dalam ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam1. rahim, dan ketuban utuh (mungkin menonjol).1. Abortus Inkompletus atau abortus kompletus1. Anamnesis perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri atau kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.1. Pemeriksaan dalam ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan.1. Abortus Tertunda (Missed abortion)1. Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak.1. Pemeriksaan obstetri fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi jantung janin tidak ada.1. Pemeriksaan penunjang USG, laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin)Diagnosa abortus habitualis (recurrent abortion) dan abortus septik (septic abortion) adalah seperti berikut:1. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)1. Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali kongenital.1. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula thyroidea. 1. Abortus Septik (Septic abortion)1. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit.1. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya.1. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan dan leukositosis.1. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.

4. Penatalaksanaan AbortusPada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan abortus kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan. Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita, diberikan tonika dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya adalah operatif yaitu operasi Shirodkar atau McDonald (Sastrawinata., 2015)

1. ABORTUS PROVOKATUS1. Definisi Abortus provokatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis abortus (Nainggolan, 2006). Menurut Nainggolan (2006) dalam Kusmariyanto (2002), pengertian aborsi atau abortus provokatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya. Dengan kata lain pengeluaran itu dimaksudkan bahwa keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia, baik melalui cara mekanik atau obat.1. IndikasiAbortus elektif atau sukarela adalah pengakhiran kehamilan sebelum janin mampu hidup atas dasar permintaan wanita, dan tidak karena kesehatan ibu yang terganggu atau penyakit pada janin. Abortus terapeutik adalah pengakhiran kehamilan sebelum saatnya janin mampu hidup dengan maksud melindungi kesehatan ibu. Antara indikasi untuk melakukan abortus therapeutik adalah apabila kelangsungan kehamilan dapat membahayakan nyawa wanita tersebut seperti pada penyakit vaskular hipertensif tahap lanjut dan invasive karsinoma pada serviks. Selain itu, abortus terapeutik juga boleh dilakukan pada kehamilan akibat perkosaan atau akibat hubungan saudara (incest) dan sebagai pencegahan untuk kelahiran fetus dengan deformitas fisik yang berat atau retardasi mental (Cunningham et al., 2005). Kontraindikasi untuk melakukan abortus terapeutik adalah seperti kehamilan ektopik, insufiensi adrenal, anemia, gangguan pembekuan darah dan penyakit kardiovaskular (Trupin, 2002).1. Teknik abortus provokatusTeknik yang bisa digunakan baik pada trimester pertama maupun trimester kedua adalah dengan teknik pembedahan maupun dengan menggunakan obat-obatan. Teknik pembedahan yang biasa dilakukan antara lain (Cunningham et al, 2014):

Trimester pertamaTrimester kedua

Surgical 1. Dilatasi dan kuretase1. Aspirasi menstruasi1. Aspirasi vakum manual

1. Dilatasi dan kuretase1. Dilatasi dan evakuasi1. Dilatasi dan ekstraksi1. Histerektomi 1. Histerotomi

Medical Prostaglandin E2, F2, E1, dan analognya, cara pemberian : Intravagina Injeksi parenteral Oral Sublingual Antiprogesteron Methotrexate Variasi kombinasi diatas Oxytocin intravena Intraamnionic hyperosmotic fluid 20% saline 30% urea Prostaglandin E2, F2, E1 Injeksi intraamnion Injeksi ekstraovular Intravagina Injeksi parenteral Oral

Seluruh prosedur diatas didahului dengan pretreatment menggunakan hygroscopic cervical dilators. Hal ini bertujuan untuk melebarkan servix secara perlahan-lahan dan lembut sehingga dapat mengurangi trauma dari dilatasi mekanik (Newman, 2014). dilator hygroscopic dan obat-obatan yang digunakan untuk mematangkan serviks sering digunakan pada prosedur di trimester pertama. Dilator higroskopik adalah alat yang akan menarik air dari jaringan serviks dan juga digunakan untuk pematangan serviks pra induksi. Salah satu jenisnya didapat dari jenis Laminaria alga yang didapatkan dari dasar samudra. Jenis lainnya adalah Dilapan-S yang terbuat dari akrilik gel (Cunningham et al, 2014). Serviks yang telah dibersihkan difiksasi dengan tenakulum di bagian depan.kanalis servikalis secara hati-hati disonde tanpa memecahkan selaput ketuban untuk mengetahui panjangnya. Laminaria yang ukurannya sesuai dimasukan sampai ujungnya berada di ostium internum dengan menggunakan forceps tampon uterus. Setelah 4-6 jam, laminaria akan membengkak sehingga terjadi dilatasi serviks sehingga dapat dilakukan dilatasi mekanik dan kuretase (Cunningham et al, 2014).

Gambar 4. Pemasangan laminaria sebelum dilakukan dilatasi kuretase.Selain menggunakan alat, obat-obatan juga dapat digunakan untuk persiapan serviks. Obat-obatan yang paling sering digunakan adalah misoprostol (cytotec) (Tang,2013). Dosis yang digunakan adalah 400-600 g yang dapat diberikan secara oral, sublingual, atau dimasukan ke dalam fornix posterior. Obat lain yang dapat digunakan adalah progesterone antagonis mifepristone (Mifeprex). Dosisnya 200-600 g yang diberikan peroral. Pilihan lainnya adalah prostaglandin E2 dan F2 yang memiliki efek yang tidak diharapkan sehingga biasanya menjadi pilihan kedua.1. Surgical Abortion1. Dilatasi dan kuretasePendekatan transcervical untuk surgical abortion adalah dengan mendilatasikan serviks kemudian mengevakuasi kehamilan baik dengan menggores isi uterus (kuretase tajam), menyedot isi uterus (suction kuretase), atau keduanya. Kedua teknik kuretase ini direkomendasikan pada usia kehamilan 15 minggu. Komplikasi yang mungkin terjadi meningkat jika dilakukan setelah trimester pertama (Cunningham et al, 2014). Gambar 5. Suction kuretaseGambar 6. Sharp kuretase1. Dilatasi dan evakuasiDimulai saat umur kehamilan 16 minggu. Dilatasi servikal mekanik yang luas, dapat dilakukan dengan metal atau hygroscopic dilators, dihancurkan secara mekanik, dan mengevakuasi bagian-bagian fetus. Untuk melengkapi evakuasi fetus, dilanjutkan dengan kuretase menggunakan large-bore vacuum untuk membersihkan plasenta dan jaringan sisanya (Cunningham et al, 2014).1. Dilatasi dan ekstraksiCara ini mirip dengan dilatasi dan evakuasi. Bedanya, pada teknik ini kanul suction digunakan untuk mengevakuasi isi intracranial setelah melahirkan tubuh janin melalui serviks yang telah dilebarkan. Ekstraksi ini dapat mengurangi cedera uterus atau serviks dari alat atau tulang fetus. Prosedur ini biasa disebut partial birth abortion (Cunningham et al, 2014).1. Menstrual aspirationCara ini dilakukan satu sampai tiga minggu setelah pasien terlambat haid dan dengan hasil tes kehamilan yang positif. Cara ini menggunakan kanul Karman yang fleksibel 5 atau 6 mm yang ditambahkan dengan semprotan. Prosedur ini digunakan sebagai ekstraksi haid, induksi haid, haid instan, abortus traumatic dan mini-abortus (Cunningham et al, 2014).1. Manual vacuum aspirationCara ini mirip dengan menstrual aspiration tetapi digunakan untuk kegagalan di awal kehamilan atau terminasi kehamilan sampai umur kehamilan 12 minggu (Cunningham et al, 2014).

1. Histerotomi atau histerektomiPada perempuan dengan kehamilan trimester kedua yang menginginkan sterilisasi, dapat dipilih histerotomi dengan ligase tuba. Pada pasien dengan penyakit uterus dapat dipilih histerektomi sebagai terapi yang idel. Pada beberapa kasus dengan kegagalan induksi dengan obat-obatan pada trimester kedua, kedua cara ini dapat dipertimbangkan (Cunningham et al, 2014).1. Medical AbortionSaat ini hanya ada 3 obat yang digunakan untuk awal aborsi medis yang dipelajari secara luas. Obat-obatan ini digunakan baik sendiri maupun kombinasi. Obat-obatan tersebut antara lain :1. Antiprogestin mifepristone1. Antimetabolite methotrexate1. Prostaglandin misoprostolMifepristone dan methotrexate meningkatkan kontraksi uterus dengan membalikan inhibisi induksi progesterone, mengingat misoprostol secara langsung menstimulasi myometrium.

Gambar 8. Regimen untuk terminasi kehamilan trimester pertamaKontraindikasi abortus medisinalis adalah IUD in situ, anemia berat, koagulopati, atau penggunaan antikoagulan, serta pasien dengan penyakit hepar yang aktif, penyakit kardiovaskular, atau gangguan kejang yang tidak terkontrol. Misoprostol dapat mengurangi aktivitas glukokortikoid, sehingga perempuan dengan penyakit yang membutuhkan terapi glukokortikoid biasanya dieksklusikan (American College of Obstetricians and Gynecologist, 2009). Perempuan dengan insufisiensi renal, dosis methotrexate harus dimodifikasi dan harus diberikan secara hati-hati, atau lebih baik dipilih regimen lain (Kelly, 2006).Dengan regimen mifepristone atau misoprostol, pemberian mifepristone diikuti pemberian misoprostol dalam waktu bersamaan atau sampe 72 jam setelahnya. Gejala yang muncul biasanya nyeri abdomen, muntah, diare, demam, dan menggigil. Pada beberapa jam setelah pemberian misoprostol, dilakukan pemeriksaan dalam.jika kehamilan masih utuh, pemberian diulang satu sampai dua minggu kemudian. Beberapa memilih untuk mengulang dengan menggunakan dosis prostaglandin (Dickison, 2014). Sebaliknya, jika terjadi abortus incomplete pada evaluasi dengan USG, dapat dilanjutkan dengan suction kuretase. Komplikasiyang mungkin terjadi adalah perdarahan dan infeksi. Dengan regimen methotrexate, misoprostol diberikan 2-7 hari kemudian, dan akan dilihat lagi minimal 24 jam setelah pemberian misoprostol. 7 hari setelah pemberian methotrexate dilakukan pemeriksaanUSG. Jika, kehamilan masih utuk, dosis misoprostol yang lain diberikan. Dievaluasi setelah 7 hari, jika masih utuh dilanjutkan dengan suction kuretase (Cunningham et al, 2014).

Gambar 9. Regimen untuk trimester kedua (Ramsey, 2000)Prinsip metode noninvasive adalah pemberian oksitosin dosis tinggi melalui intravena. Selain itu, dapat menggunakan analog prostaglandin yang dapat diberikan secara oral, pervaginam, maupun parenteral (Cunningham et al, 2014).Oksitosin yang diberikan dengan dosis tinggi akan menyebabkan abortus pada trimester kedua sebanyak 80-90 persen kasus. Oksitosin diberikn dalam larutan isotonic (Cunningham et al, 2014).Prostaglandin E2 20 mg yang diberikan melalui fornix posterior vagina efektif untuk induksi aborsi di trimester kedua. Obat ini tidak lebih efektif dari oksitosin dosis tinggi karena lebih sering muncul efek samping seperti mual, muntah, demam dan diare. Pemberian obat ini disertai antiemetic seperti metoclorpamid, antipiretik seperti acetaminophen, dan antidiare seperti diphenoxylate atau atropine dapat mengurangi gejala yang muncul (Cunningham et al, 2014).Pemberian misoprostol (cytotec) sendiri juga efektif untuk terminasi kehamilan di trimester kedua (Cunningham et al, 2014).1. Konsekuensi abortus elektif1. Mortalitas ibuInduksi abortus yang legal oleh ahli ginekologi relative aman terutama jika dilakukan selama 2 bulan pertama kehamilan. Kematian hanya terjadi kurang dari 1 per 100.000 prosedur (Pazol, 2011). 1. Dampak pada kehamilan selanjutnyaData yang berhubungan dengan kesehatan maternal pada kehamilan berikutnya sangat sedikit. Dari beberapa penelitian, tidak ada dasar untuk terjadinya kelainan mental yang terlalu banyak. Terdapat beberapa data mengenai kesehatan reproduksi selanjutnya, meskipun rasio infertilitas atau kehamilan ektopik tidak meningkat. Kecuali jika terjadi infeksi pasca abortus, terutama yang disebabkan oleh clamydiae. Prosedur kuretase tajam multiple dapat meningkatkan resiko plasenta previa pada kehamilan berikutnya (Johnson, 2003).Hasil kehamilan berikutnya sama antara aborsi dengan menggunakan obat-obatan maupun tindakan pembedahan. Angka kejadian kehamilan ektopik, keguguran, dan persalinan preterm tidak berbeda secara signifikan antara terminasi dengan obat-obatan maupun pembedahan (Cunningham et al, 2014).

1. PEMBAHASAN JURNALPenelitiaan yang dilakukan oleh Virk dkk (2007) menunjukkan bahwa medical abortion, yang dibandingkan dengan surgical abortion, tidak berkorelasi dengan peningkatan resiko terjadinya kehamilan ektopik, abortus spontan, BBLR, atau kelahiran prematur pada kehamilan pertama pasca abortus. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian dari Bouyer dkk pada aspek kehamilan ektopik, dimana penelitian mereka menunjukkan hubungan signifikan antara medical abortion dan kehamilan ektopik. Sedangkan pada aspek lain yaitu BBLR dan kelahiran premature, hal ini konsisten dengan hasil studi kohort di Tiongkok, yang mengevaluasi hasil kehamilan pada wanita nulipara yang terdiri dari 3 kelompok, yaitu tidak memiliki riwayat abortus terinduksi, riwayat medical abortion menggunakan mifepristone, dan riwayat surgical abortion. Hasil penelitian di Tiongkok tersebut menunjukkan riwayat medical abortion sebelumnya tidak menigkatkan resiko terjadinya BBLR atau kelahiran premature, yang dibandingkan dengan kelompok yang tidak mempunyai riwayat abortus terinduksi maupun kelompok dengan riwayat surgical abortion (Virk, 2007).

BAB III KESIMPULAN

0. Abortus adalah terminasi kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau dengan berat janin kurang dari 500 gram.0. Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. 0. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.0. Secara umum terdapat tiga factor yang menyebabkan terjadinya abortus spontan yaitu, faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal.0. Terdapat beberapa data mengenai dampak abortus provokatus bagi kesehatan reproduksi selanjutnya, meskipun rasio infertilitas atau kehamilan ektopik tidak meningkat.0. Menurut Virk dkk, medical abortion, yang dibandingkan dengan surgical abortion, tidak berkorelasi dengan peningkatan resiko terjadinya kehamilan ektopik, abortus spontan, BBLR, atau kelahiran prematur pada kehamilan pertama pasca abortus.0. Menurut Bouyer dkk pada aspek kehamilan ektopik, menunjukkan hubungan signifikan antara medical abortion dan kehamilan ektopik.0. Hasil penelitian di Tiongkok menunjukkan riwayat medical abortion sebelumnya tidak menigkatkan resiko terjadinya BBLR atau kelahiran prematur.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologists: Misoprostol for postabortion care. Committee Opinion No. 427, February 2009

Cunningham, G.F et l. 2005. Obstetri William, edisi 22. Jakarta: EGC.

Cunningham, G.F et l. 2014. Obstetri William, edisi 24. Jakarta: EGC.

Connolly A, Ryan DH, Stuebe AM, et al. 2013: Reevaluation of discriminatory and threshold levels for serum -hCG in early pregnancy. Obstet Gynecol 121(1):65.

Daif JL, Levie M, Chudnoff S, et al. 2009 : Group A streptococcus causing necrotizing fasciitis and toxic shock syndrome after medical termination of pregnancy. Obstet Gynecol 113(2 Pt 2):504.

Dickinson J, Jennings B, Doherty D. 2014. Comparison of three regimens using mifepristone and misoprostol for second trimester pregnancy termination. Am J Obstet Gynecol 210:S36.

Johnson LG, Mueller BA, Daling JR. 2003. The Relationship Of Placenta Previa And History Of Induced Abortion. Int J Gynaecol Obstet 81:191.

Jonathan S. Berek et al. 2011. Berek and Novak's Gynecology. Department of Obstetrics and Gynecology Stanford University School of Medicine Stanford, California.

Kelly H, Harvey D, Moll S. 2006. A cautionary tale. Fatal outcome of Methotrexate Therapy Given for Management of Ectopic Pregnancy. Obstet Gynecol 107:439.

Pazol K, Zane SB, Parker WY, et al: Abortion surveillanceUnited States, 2008. MMWR 60(15):1, 2011

Prawirohardjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Ramsey PS, Owen J. 2000. Midtrimester cervical ripening and labor induction. Clin Obstet Gynecol 43(3):495.

Sastrawinata, Sulaiman. dkk.2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi Jakarta: EGC

Silver RM, Branch DW, Goldenberg R, et al. 2011 : Nomenclature for pregnancy outcomes. Obstet Gynecol 118(6):1402.

Virk, Jasveer. 2007. Medical Abortion and the Risk of Subsequent Adverse Pregnancy Outcomes N Engl J Med 2007;357:648-53.