uji toksisitas antitumor dengan mengunakan larva udang artemia salina l

68
Uji Toksisitas Antitumor dengan mengunakan Larva udang Artemia Salina L. PENGUJIAN MENGUNAKAN Artemia Salina Leach) BSLT (Brine Shrimp LethalityTest) merupakan salah satu metode skrining bahan yang berpotensi sebagai tanaman berkhasiat. Metode penelitian ini menggunakan larva udang (Artemia salina Leach.) sebagai bioindikator.Larva udang ini merupakan organism sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik (Parwatidan Simanjuntak, 1998). Telurnya memiliki daya tahan hidup selama beberapa tahun dalam keadaan kering. Telur udang dalam air laut akan menetas menjadi larva (nauplii) dalam waktu 24 - 28jam (Pujiati et al., 2002). Bila bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva udang, maka hal ini merupakan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa A. salina memiliki korelasi positif terhadap ekstrak yang bersifat bioaktif. Metoda ini juga banyak digunakan dalam berbagai analisis biosistim seperti analisis terhadap residu pestisida, mikoBul.Littro. Vol. XVII No. 1, 2006, 30 – 38 Pemilihan telur Artemia salina Leach

Upload: samuel-marulitua-tampubolon

Post on 15-Sep-2015

279 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

materi,,

TRANSCRIPT

Uji Toksisitas Antitumor dengan mengunakan Larva udang Artemia Salina L.

PENGUJIAN MENGUNAKAN Artemia Salina Leach)BSLT (Brine Shrimp LethalityTest) merupakan salah satu metode skrining bahan yang berpotensi sebagai tanaman berkhasiat. Metode penelitian ini menggunakan larva udang (Artemia salina Leach.) sebagai bioindikator.Larva udang ini merupakan organism sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik (Parwatidan Simanjuntak, 1998). Telurnya memiliki daya tahan hidup selama beberapa tahun dalam keadaan kering. Telur udang dalam air laut akan menetas menjadi larva (nauplii) dalam waktu 24 - 28jam (Pujiati et al., 2002). Bila bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva udang, maka hal ini merupakan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa A. salina memiliki korelasi positif terhadap ekstrak yang bersifat bioaktif. Metoda ini juga banyak digunakan dalam berbagai analisis biosistim seperti analisis terhadap residu pestisida, mikoBul.Littro. Vol. XVII No. 1, 2006, 30 38 Pemilihan telur Artemia salina LeachPemilihan telur udang dilakukan dengan merendam telur dalam aquadest selama satu jam. Telur yang baik akan mengendap sedangkan telur yang kurang baikPenyiapan larva Artemia Salina LeachPenyiapan larva udang dilakukan dengan menetaskan telur udang 48 jam sebelum dilakukan uji. Penetasan dilakukan dengan cara merendam telur tersebut dalam air laut secukupnya dengan menerangi bagian wadah yang tidak ditempati telurudang dengan sinar lampu.10Pembagian kelompok perlakuanPada penelitian ini larva udang dibagi dalam lima kelompok perlakuansecara acak, yaitu:a. Kelompok K adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak dengan konsentrasi 0 g/ml.b. Kelompok P1 adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak dengan konsentrasi 100 g/ml dalam media.c. Kelompok P2 adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak dengan konsentrasi 200 g/ml dalam media.d. Kelompok P3 adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak dengan konsentrasi 500 g/ml dalam media.e. Kelompok P4 adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak dengan konsentrasi 1000 g/ml dalam media.Pelaksanaan uji toksisitasPelaksanaan uji dilakukan dengan mula-mula menyamakan volume akhir ekstrak dengan perbandingan konsentrasi perlakuan 1:2:4:8 yang diencerkan dengan menambahkan air laut terlebih dahulu ke dalam masing-masing tabung uji sampai ekstrak buah pare larut, kemudian baru dimasukkan larva udang yang telah berumur 48 jam ke dalam seri tabung uji yang berisi ekstrak yang telah disiapkan masing-masing sebanyak 10 ekor sehingga volume dalam masing-masing tabung menjadi 5 ml. Tabung uji lalu diletakkan di bawah penerangan selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva udang yang mati.10 Kriteria standar untuk menilai kematian larva udang adalah bila larva udang tidak menunjukkan pergerakan selama beberapa detik observasi.23Data yang dikumpulkanData yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dari jumlah larva udang yang mati 24 jam setelah perlakuan pada tiap-tiap konsentrasi ekstrake.Laporan BSLT (Brine Shrimp Lethallity Test) BAB IPENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Toksisitas adalah efek berbahaya dari bahan kimia suatu obat pada organ target, berhubungan dengan kanker yang merupakan salah satu ancaman utama di bidang kesehatan. Guna mendukung pencarian obat kanker yang spesifik, saat ini banyak dilakukan penggalian dari bahan-bahan alam. Sekarang, kita dapat menggunakan tanaman sebagai obat kanker. Sehingga perlu dilakukan penelitian-penelitian yang berguna bagi pengembangan dalam pemanfaatan flora yang ada secara maksimal alam termasuk untuk pengobatan kanker.Dilakukan penelitian, guna mendukung pencarian obat kanker yang spesifik, dari bahan-bahan alam. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian-penelitian yang berguna bagi pengembangan dalam pemanfaatan flora yang ada secara maksimal alam termasuk untuk pengobatan kanker.Dalam mempelajari toksisitas yang paling awal dilakukan adalah dengan menggunakan kematian dari hewan percobaan sebagai suatu respon dari pengaruh suatu senyawa yang diuji. Angka kematian hewan percobaan dihitung sebagai Median lethal concenration.Metode pengujian BST dengan menggunakan Artemia salina dianggap memiliki korelasi dengan daya sitotoksik senyawa-senyawa antikanker, sehingga sering dilakukan untuk skrining awal pencarian senyawa antikanker. Metode ini memiliki keuntungan dimana hasil yang diperoleh lebih cepat (24 jam), tidak mahal, mudah pengerjaannya dari pengujian inilah efek toksik dapat diketahui atau diukur dari kematian larva karena pengaruh bahan uji dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. I.2 Maksud PraktikumMaksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami uji toksisitas dari suatu senyawa berdasarkan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST).

I.3 Tujuan PraktikumTujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui efek toksisitas dari hewan uji yaitu larva udang laut (Artemia Salina L) berdasarkan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).I.4 Prinsip PraktikumPenentuan efek toksisitas suatu senyawa bahan alam terhadap larva udang (Artemia Salina L) dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), dimana dimasukkan 10 ekor larva udang (Artemia Salina L) ke dalam vial yang telah berisi ekstrak n-heksan daun mengkudu (Morinda citrifolia) dan air laut sebagai kontrol dengan konsentrasi masing - masing 1, 10, 100, dan 1000 g. Kemudian diberikan 1 tetes ekstrak ragi sebagai sumber nutrisi. Vial-vial tersebut disimpan ditempat yang cukup mendapat sinar lampu. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan dengan melihat banyaknya jumlah larva udang (Artemia Salina L) yang mati.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1 Teori UmumKanker bukanlah istilah yang asing lagi tetapi sering menjadi momok dan sangat menakutkan bagi masyarakat. Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya mutasi gen sehingga mengalami perubahan baik bentuk,ukuran, maupun fungsi dari sel tubuh yang asli. Mutasi gen ini dipicu oleh keberadaan suatu bahan asing yang masuk kedalam tubuh diantaranya zat bahan tambahan makanan, radioaktif, oksidan, atau karsinogenik yang dihasilkan oleh tubuh sendiri secara alamiah (Griffiths,1993).Kanker dapat menyerang semua bagian tubuh. Berdasarkan organ-organ tubuh yang terserang, dikenal berbagai jenis kanker seperti kanker payudara, kanker mulut rahim, kanker otak, kanker hati, kanker paru-paru, kanker prostat, kanker kulit dan kanker usus (Mangan, 2003).Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (Sola dosis facit venenum: hanya dosis membuat racun, Paracelsus) (Tjay, 2002).Untuk obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk sediaan tak murni atau campuran dari beberapa zat aktif , metode spektrofotometer ultraviolet/ infrared, dan polarograf tidak dapat dilakukan. Obat-obat ini diukur dengan metode biologis, yaitu dengan bio-assay, dimana aktivitas ditentukan oleh organisme hidup (hewan, kuman) dengan membandingkan efek obat tersebut dengan efek suatu standar internasional (Tjay, 2002).Bila ditemukan suatu aktivitas farmakologik yang mungkin bermanfaat, maka senyawa yang lolos penyaringan ini akan diteliti lebih lanjut (Gunawan, 2007).Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek toksisnya pada hewan coba. Dalam studi farmakokinetik ini tercakup juga pengembangan teknik analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan metabolitnya dalam cairan biologik. Semuanya ini diperlukan untuk memperkirakan dosis efektif dan memperkecil resiko penelitian pada manusia (Gunawan, 2007).Ada beberapa kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi diantaranya (Mustchler, 1991) :1. Efek toksis akut, yang langsung berhubungan dengan pengambilan zat toksik.2. Efek toksik kronik, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit diterima tubuh dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terakumulasi mencapai konsentrasi toksik dan dengan demikian menyebabkan terjadinya gejala keracunan.Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis menetukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum). Sekarang dikenal banyak faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat racun, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali, atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka dosis yang adekuat dapat menimbulkan efek farmakoterapeutik (Gunawan, 2007).Efek toksik, atau toksisitas suatu obat dapat diidentifikasi melalui pemantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi, untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang diberikan. Untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik sempit, seperti antibiotika aminoglikosida dan antikonvulsi, batas terapeutik dipantau dengan ketat. Jika kadar obat melebihi batas terapeutik, maka efek toksik kemungkinan besar akan terjadi akibat dosis yang berlebih atau penumpukan obat (Kee, 1996).Angka kematian hewan coba dihitung sebagai Median Lethal Dose (LD50) atau Median Lathal Concentration (LC50). Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan coba secara inhalasi atau menggunakan media air. Kematian pada hewan percobaan digunakan sebagai pedoman untuk memperkirakan dosis kematian pada manusia (Cassaret, 1975).Belakangan ini telah banyak pengujian tentang toksisitas yang dikembangkan untuk pencarian produk alam yang potensial sebagai bahan antineoplastik. Metode pengujian tersebut antara lain Simple Brench-Top Bioassay (terdiri dari Brine Shrimp Lethality Test, Lemma Minor Bioassay dan Crown-Gall Potato Disc Bioassay) dan pengujian pada sel telur bulu babi (Anonim, 2012) :1. Dengan berdasarkan pada pemikiran bahwa efek farmakologi adalah toksikologi sederhana pada dosis yang rendah dan sebagian besar senyawa anti tumor adalah sitotoksik, maka Brine Shrimp Lethality Test dapat digunakan sebagai uji pendahuluan senyawa anti tumor. Senyawa yang mempunyai kemampuan membunuh larva udang diperkirakan juga mempunyai kemampuan membunuh sel kanker dalam kultur sel. Pengujian ini adalah pengujian letalitas yang sederhana dan tidak spesifik untuk aktifitas tumor, tetapi merupakan indicator toksisitas yang baik dan menunjukkan korelasi yang kuat dengan pengujian antitumor lainnya seperti uji sitotoksitas dan uji leukemia tikus. Karena kesederhanaan prosedur pengerjaan, biaya yang rendah serta korelasinya terhadap pengujian toksisitas dan pengujian antitumor menjadikan Brine Shimp Lethality Test sebagai uji hayati pendahuluan untuk aktivitas tumor yang sesuai dan dapat dilakukan secara rutin di Laboratorium dengan fasilitas sederhana. 2. Metode BST juga digunakan untuk mendeteksi keberadaan senyawa toksik dalam proses isolasi senyawa dari bahan alam yang berefek sitotoksik dengan menentukan harga LC50 dari senyawa aktif. Metode BST dapat digunakan dari berbagai system uji seperti uji pestisida, mitotoksin, polutan, anastetik, komponen seperti morfin, karsinogenik, dan ketoksikan dari hewan dan tumbuhan laut serta senyawa racun dari tumbuhan darat.3. Lemma Minor Bioassay terutama digunakan sebagai uji pendahuluan terhadap bahan yang dapat menghambat dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan pengujian ini dapat diamati bahwa senyawa anti tumor alami juga dapat menghambat pertumbuhan lemma, walaupun korelasinya dengan pengujian anti tumor lainnya kurang baik. Oleh karena pengujian ini lebih diarahkan untuk mencari herbisida dan stimulant pertumbuhan tanaman baru.4. Crown-Gall Potato Disc Bioassay merupakan metode pengujian toksisitas yang relatif cepat pengerjaannya, tidak mahal, tidak memerlukan hewan percobaan serta menunjukkan korelasi yang sangat baik dengan uji antitumor lainnya. 5. Pengujian pembelahan sel telur bulu babi dilakukan dengan mengamati pengamatan penghambatan pembelahan sel telur oleh suatu senyawa, diamati secara normal pembelahan sel telur tersebut terjadi dengan cepat. Keuntungan dari metode ini adalah pengerjannya yang relative cepat, tidak memerlukan kultur sel serta peralatan dengan metode khusus. Seperti sel kanker, embrio Bulu Babi juga mempunyai sensitivitas selektif terhadap obat sehingga pengujian dengan cara ini menjadi metode yang layak bagi penentuan bahan yang akan dievaluasi lebih lanjut.Walaupun semua sel bereproduksi selama embriogenesis, hanya sel sel tertentu yang terus melakukannya setelah beberapa bulan kelahiran bayi. Sel sel yang bereproduksi, seperti sel hati, kulit dan gastrointestinal, menduplikasi secara persis DNA mereka dan kemudian membelah menjadi dua sel anak. Sele bereproduksi melalui sebuah proses, yang disebut siklus sel. Sel sel yang tidak bereproduksi setelah lahir, misalnya sel otot skeletela, tidak menjalani siklus sel ini. Perjalanan siklus sel ini secara ketat dikontrol dan dapat dihentikan atau dimulai bergantung pada kondisi sel dan sinyal yang diterimanya, yang sebagian bahasannya diuraikan berikut ini. Sel sel yang bereproduksi biasanya melalui siklus sel dengan kecepatan yang sudah semestinya kecepatannya dapat ditambahkan atau dikurangi. Sel yang bereproduksi secara lambat, atau tidak sama sekali, menghabiskan sebagian besar waktu mereka pada stadium interfase tahap gap (G1 atau G2) (Corwin, 2009).Siklus sel dikontrol oleh konstribusi berbagai gen yang bererspon terhadap tanda pemadatan sel, cedera jaringan, dan kebutuhan untuk tumbuh. Secara umum, sel menjalani siklusnya jika distimulasi oleh faktor hormon dan pertumbuhan yang diekskresi oleh sel sel yang jauh, oleh faktor pertumbuhan yang diproduksi secara lokal, dan oleh isyarat kimia yang dilepaskan dari sel sekitarnya, termasuk sitokinin yang dihasilkan oleh sel imun dan sel radang. Isyarat eksternal ini bertindak mengikat reseptor spesifik yang ada di membran plasma sel target. Setelah terikat, kompleks reseptor mengaktifkan sistem penghantar kedua (Second Massenger system), yang mengirimkan sinyal pertumbuhan ke inti sel. Ketika sinyal mencapai inti sel. Protein tertentu yang ada di inti sel, yang disebut faktor transkripsi, mengaktifkan atau menginaktifkan gen khusus yang pada akhirnya menghasilkan protein yang mengontrol proliferasi sel. Gen yang diaktifkan jugan menghasilkan protein yang memberikan umpan balik terhadap setia tahap sinyal dan stimulasi penghantar untuk memperkuat untuk meminimalkan efek stimulasi awal (Corwin, 2009).Berikutnya akan diuraikan isyarat eksternal yang mengontrol pertumbuhan sel dan menyajikan contoh sistem penghantar kedua yang penting. Akhirnya akan disajikan dua kategori besar gen yang produksi akhirnya mengontrol siklus sel, yaitu gen supresor/penekan tumor dan proto onkogen. Proto onkogen adalah gen yang ditemukan di sel, yang ketika diaktifkan, merangsang sel untuk menjalani siklus sel untuk menjalani siklus sel sehingga menghasilkan pertumbuhan dan proliferasi sel. Gen ini dapat merangsang terjadinya siklus sel disemua tingkatan, termasuk (1) menghasilkan produksi yang membentuk reseptor membran untuk mengikat hormon dan bahan kimia perangsang pertumbuhan, (2) meningkatkan pertumbuhan protein penghantar kedua, termasuk protein ras, yang mentransfer sinyal pertumbuhan ke inti sel, dan (3) menghasilkan faktor transkripsi yang mengaktifkan gen vital yang mendorong pertumbuhan an sel (mis., keluarga gen myc) (Corwin, 2009).DIFERENSIASI SELSelama perkembangan, sel normal akan ber diferensiasi. Diferensiasi sel berarti bahwa suatu sel menjadi khusus dalam struktur dan fungsinya, dan berkumpul dengan sel selyang berdiferensiasi serupa. Sebagai contoh, sebagian sel embrionik ditakdirkan untuk menjadi sel retina, selain yang lain ditakdirkan untuk menjadi sel kulit atau jantung. Semakin tinggi diferensiasi sebuah sel, semakin jarang sel tersebut masuk ke siklus sel untuk bereproduksi, dan membelah. Sel sel saraf, yang tidak mengalami reproduksi, adalah sel yang berdiferensiasi tinggi. Sel yang jarang atau tidak pernah mengalami siklus sel tidak mungkin menjadi sel kanker, sedangkan sel yang sering menjalani siklus sel lebih mungkin cenderung mengalami kanker. Diferensiasi tampaknya terjadi akibat supresi selektif gen tertentu pada beberapa sel, sedangkan pada sel lain, gen yang sama tetap aktif. Diferensiasi setiap sel dan jaringan tampaknya mempengaruhi diferensiasi sel dan jaringan disekitarnya. Sel melepaskan faktor pertumbuhan khusus yang menuntun diferensiasi sel sekitar (Corwin, 2009).

II.2 Uraian Bahan1. Air Laut (http://gadangebookformaterialscience.blogspot.com) Komposisi :Air 96,5 %Garam 3,5 %Dalam 3,5 garam mengandung :a. Senyawa klorida 55 % wtb. Senyawa sulfat 7,7 % wtc. Sodium 30,6 % wtd. Calsium 1,2 % wte. Potassium 1,1 % wtf. Magnesium 3,7 % wtg. Lain-lain 0,7 % wt2. Air Suling (Dirjen POM, 1979)Nama Resmi : AQUA DESTILLATASinonim : Air suling, aquadestPemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.Kegunaan : Sebagai pelarut3. Ragi (Ditjen POM, 1979)Nama Resmi : Ekstrak ragiSinonim : Sari ragiPemerian : Kuning kemerahan, bau khasKelarutan : Larut dalam air, membentuk larutan kuning Penyimpanan : Dalam wadah tertrutup baik.Kegunaan : Sebagai sumber makanan Artemia salina4. N-heksan (Ditjen POM, 1995)Nama resmi : N-HEKSANASinonim : N-heksanRM/BM : C6H14 / 86,18Pemerian : Cairan jernih , mudah menguap berbau seperti eter lemah atau bau seperti potreleum.Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol mutlak, dapat campur dengan eter, dengan kloroform, benzena, dan sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapatKegunaan : Sebagai pelarut ekstrak

II.3 Uraian Tanaman II.3.1 Klasifikasi Mengkudu (plantamor.com)KlasifikasiKingdom : Plantae (Tumbuhan)Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)Sub Kelas : AsteridaeOrdo : RubialesFamili : Rubiaceae (suku kopi-kopian)Genus : MorindaSpesies : Morinda citrifolia L. II.3.2 Morfologi Mengkudu Tanaman ini tumbuh di dataran rendah hingga pada ketinggian 1500 m. Tinggi pohon mengkudu mencapai 3-8 m, memiliki bunga bongkol berwarna putih. Buahnya merupakan buah majemuk, yang masih muda berwarna hijau mengkilap dan memiliki totol-totol, dan ketika sudah tua berwarna putih dengan bintik-bintik hitam.II.3.3 Kandungan Kimia dan Kegunaan Zat nutrisi: secara keseluruhan mengkudu merupakan buah makanan bergizi lengkap. Zat nutrisi yang dibutuhkan tubuh, seperti protein, viamin, dan mineral penting, tersedia dalam jumlah cukup pada buah dan daun mengkudu. Selenium, salah satu mineral yang terdapat pada mengkudu merupakan antioksidan yang hebat. Berbagai jenis senyawa yang terkandung dalam mengkudu: xeronine, plant sterois,alizarin, lycine, sosium, caprylic acid, arginine, proxeronine, antra quinines, trace elemens, phenylalanine, magnesium, dll. Terpenoid. Zat ini membantu dalam proses sintesis organic dan pemulihan sel-sel tubuh. Zat anti bakteri.Zat-zat aktif yang terkandung dalam sari buah mengkudu itu dapat mematikan bakteri penyebab infeksi, seperti Pseudomonas aeruginosa, Protens morganii, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli. Zat anti bakteri itu juga dapat mengontrol bakteri pathogen (mematikan) seperti Salmonella montivideo, S . scotmuelleri, S . typhi, dan Shigella dusenteriae, S . flexnerii, S . pradysenteriae, serta Staphylococcus aureus. Scolopetin. Senyawa scolopetin sangat efektif sebagi unsur anti peradangan dan anti-alergi. Zat anti kanker. Zat-zat anti kanker yang terdapat pada mengkudu paling efektif melawan sel-sel abnormal. Xeronine dan Proxeronine. Salah satu alkaloid penting yang terdapt di dalam buah mengkudu adalah xeronine. Buah mengkudu hanya mengandung sedikit xeronine, tapi banyak mengandung bahan pembentuk (precursor) xeronine alias proxeronine dalam jumlah besar. Proxeronine adalah sejenis asam nukleat seperti koloid-koloid lainnya. Xeronine diserap sel-sel tubuh untuk mengaktifkan protein-protein yang tidak aktif, mengatur struktur dan bentuk sel yang aktif.

II.4 Uraian Hewan Coba Larva Udang (Artemia salina Leach) II.4.1 Klasifikasi (Mudjiman, 1998)Filum : ArthopodaDivisio : CrustaceaeSubdivisio : BranchiopodaOrdo : AnostracaFamili : ArtemiidaeGenus : ArtemiaSpecies : Artemia salina II.4.2 Morfologi (Mudjiman, 1998) Udang (Artemia salina) mengalami beberapa fase hidup, tetapi secara jelas dapat dilihat dalam tiga bentuk yang sangat berlainan, yaitu bentuk telur, larva (nauplii) dan artemia dewasa. Telur yang baru dipanen dari alam berbentuk bulat dengan ukuran 0,2-0,3 mm. Telur yang menetas akan berubah menjadi larva. Telur yang baru menetas ini berukuran kurang lebih 300 . Dalam pertumbuhannya larva mengalami 15 kali perubahan bentuk yang merupakan satu tingkatan hidup, setelah itu berubah menjadi artemia dewasa.Waktu yang diperlukan sampai menjadi artemia dewasa umumnya sekitar 2 minggu. Berbentuk silinder dengan panjang 12-15 mm. Tubuh terbagi atasl bagian kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat 2 tangkai mata, 2 antena dan dua antenula. Dada terbagi atas 12 segmen yang masing-masing mempunyai sepasang kaki renang. Perut ternagi atas 8 segmen. Dapat hidup dalam air dengan suhu 25o-30oC dan pH sekitar 8-9.II.4.3 Uraian Tentang Larva (Mudjiman, 1998)Telur-telur yang kering direndam dalam air laut yang bersuhu 25oC akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah burayak (larva) yang juga dikenal dengan istilah nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, burayak akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Burayak tingkat I dinamakan instar, tingkat II instar II, tingkat III Instar III, demikian seterusnya sampai Instar XV. Setelah itu berubahlah mereka menjadi artemia dewasa.Burayak yang baru saja menetas masih dalam tingkat Instar I bentuknya bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron (0,4 mm) dan beratnya 15 mikrogram. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung makanan cadangan. Oleh karena itu, mereka masih belum perlu makanan.Anggota badannya terdiri dari sungut kecil (antenula atau antena I dan sepasang sungut besar (antenna II). Dibagian depan diantara kedua sungut kecilnya terdapat bintik merah yang tidak lain adalah mata naupliusnya (oselus). Dibelakang sungut besar terdapat sepasang mandibula (rahang) dan rudimenter kecil. Sedangkan dibagian perur (ventral) sebelah depan terdapatlah labrum.Pada pangkal sungut besar (antena II) terdapat bangunan seperti duri yang menghadap ke belakang (gnotobasen seta) bangunan ini merupakan cirri khusus untuk membedakan burayak instar I, instar II dan instar III. Pada burayak instar I (baru menetas) gnotobasen setanya masih belum berbulu dan juga belum bercabang. Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi instar II. Lebih lama lagi akan berubah menjadi instar III.Pada tingkatan II, gnotobasen setanya sudah berbulu tapi masih belum bercabang. Sedangkan pada instar III, selain berbulu gnotobasen seta tersebut sudah bercabang II.Pada tingkatan instar II, burayak mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh karena itu, mereka mulai mencari makan, bersamaan dengan itu, cadangan makanannya juga sudah mulai habis. Pengumpulan makanannya dengan cara menggerak-gerakkan antena II-nya. Selain itu untuk mengumpulkan makanan antena II juga berfungsi untuk bergerak. Tubuh instar II dan instar III sudah lebih panjang dari instarI.Pada tingkatan selanjutnya, disebelah kanan dan kiri mata nauplius mulai terbentuk sepasang mata majemuk. Mula-mula masih belum bertangkai. Kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi bertangkai. Selain itu, dibagian samping badannya (kanan dan kiri) juga berangsur-angsur tumbuh tunas kakinya (torakopada). Mula-mula tumbuh dibagian depan kemudian berturut-turut disusul oleh bagian-bagian yang lebih ke belakang. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang, maka berakhirlah masa burayak, dan berubah menjadi artemia dewasa.II. 5 Prosedur Kerja (Anonim, 2012)1. Penyiapan LarvaSebanyak 50 mg telur Artemia salina Leach, direndam dalam 200 ml air laut pada kondisi pH 7-8 di bawah cahaya lampu dan suhu 25 C dan dilengkapi dengan aerator. Telur udang akan menetas setelah 24 jam dan menjadi larva. Larva yang telah berumur 2 hari (48 jam) digunakan sebagai hewan uji aktivitas ketoksikan.2. Pelaksanaan PengujianSampel uji yang telah ditimbang dilarutkan dengan n-heksana hingga diperoleh konsentrasi 1 mg/ml sebagai larutan persediaan. Dari sediaan tersebut dipipet ke dalam vial masing-masing 1, 10, 100, 1.000 l dengan menggunakan mikropipet. Kemudian pelarutnya diuapkan lalu ditambah 5 ml air laut. Untuk control tidak diberikan ekstrak n-heksan daun mengkudu hanya langsung diberikan air laut 5 ml ke dalam masing-masing vial yang berisi sampel uji dengan berbagai konsentrasi dimasukkan 10 ekor larva Artemia salina Leach dan volumenya dicukupkan sampai 10 ml dengan air laut. Ke dalam tiap vial ditambahkan 1 tetes suspensi ekstrak ragi (1 mg dalam 10 ml air laut) sebagai sumber makanan. Vial-vial uji kemudian disimpan di tempat yang cukup mendapat sinar lampu. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan terhadap jumlah larva yang mati. Untuk tiap sampel dilakukan pengulangan atau replikasi sebanyak 2 dan 3 kali.

BAB IIIMETODE KERJAIII.1 Alat Yang DigunakanAlat yang digunakan dalam praktikum BSLT adalah :a. Aeratorb. Batang pengaduk c. Corongd. Gelas ukur 10 mle. Kabelf. Lampu g. Mikropipet h. Pipet skala 1 ml i. Pipet tetesj. Seperangkat alat penetasan telur k. Spoit 5 mll. Statif & klemm. Timbangan kasarn. Topleso. VialIII.2 Bahan Yang DipakaiBahan yang dipakai dalam praktikum BSLT adalah : a. Air lautb. Air sulingc. Alumunium foild. Ragie. Kertas saringf. Plastikg. Sampel uji berupa ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia)h. Telur udang Artemia salina leachIII.3 Hewan Coba Hewan coba yang digunakan dalam praktikum BSLT adalah Larva udang (Artemia salina Leach)III.4 Cara KerjaIII.4.1 Penyiapan larvaa. Disiapkan alat dan bahanb. Sebanyak 50 mg telur Artemia salina Leach direndam dalam wadah yang berisi 200 ml air laut pada pH 7-8c. Kemudian diletakkan di bawah cahaya lampu yang telah dilengkapi dengan aerator pada suhu 25oC yang dilengkapi aeratord. Setelah didiamkan selama 24 jam sambil terus diamati, telur udang tersebut akan menetap dan menjadi larva.e. Larva yang telah berumur 48 jam, digunakan sebagai hewan uji aktivitas ketoksikan.III.4.2 Penyiapan BahanA. Pembuatan Ekstrak n-heksan daun mengkudu

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakanb. Ekstrak yang telah terbentuk ditimbang sebanyak 0,1 gram dan dilarutkan dalam 10 ml n-heksanc. Dimasukkan ke dalam vial.b. Pembuatan Suspensi Ragia. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakanb. Ditimbang ragi 0,1 grc. Ditambahkan dengan 10 ml air laut kemudian di homogenkand. Disimpan ragi tersebut pada gelas ukur dan siap digunakan.c. Pelaksanaan Pengujiana. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakanb. Ditararkan vial untuk 5ml dan 10mlc. Dimasukkan suspensi ekstrak n-heksan daun mengkudu 1%.d. Dari sediaan tersebut dipipet ke dalam vial masing-masing 1 l,10 l,100 l dan 1000 l dengan menggunakan mikropipet.e. Kemudian ekstrak n-heksan daun mengkudu diuapkan sampai kering .f. Ditambahkan air laut hingga 5 ml ke masing-masing vial .g. Untuk control tidak diberikan ekstrak n-heksan daun mengkudu hanya langsung diberikan air laut 5 ml .h. Kelima vial dengan konsentrasi yang telah berisi air laut dimasukkan 10 ekor larva Artemia salina Leach .i. Kemudian ditambahkan ragi sebanyak 1 tetes.j. Ditambahkan sampai 10 ml dengan air laut k. Disimpan vial-vial uji di tempat yang cukup mendapat sinar lampul. Hal yang sama dilakukan untuk replikasi 2 dan 3 kalim. Dilakukan pengamatan dalam 1x24 jam terhadap kematian larva .III.5 Perlakuan Hewan Coba

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakanb. Dipipet ke dalam ekstrak n-heksan daun mengkudu dengan menggunakan mikropipet kedalam masing-masing vial yang berisi sesuai konsentrasi yang telah ditetapkan yaitu 1 g/ml, 10 g/ml, 100 g/ml dan 1000 g/ml lalu dicukupkan volumenya hingga 10 mlc. Kedalam tiap vial ditambahkan dimasukkan 10 ekor larva udang (Artemia salina Leach) dan ditambahkan dengan ragi.d. Dicukupkan 10 ml air laute. Diinkubasi selama 1x 24 jamf. Diamati LC 50g. Dilakukan replikasi atau pengulangan sebanyak 2 dan 3 kaliBAB IVHASIL PRAKTIKUMIV.1 Data Pengamatan PerlakuanReplikasiKematian Larva% Kematian

1 gEkstrak n-heksan daun mengkudu1440%

24

34

10 gEkstrak n-heksan daun mengkudu1446,7%

26

34

100 gEkstrak n-heksan daun mengkudu1650%

25

34

1000 gEkstrak n-heksan daun mengkudu1873,3%

27

37

Kontrol air laut1223,3%

23

32

BAB VPEMBAHASANBrine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan metode yang menggunakan udang laut Artemia salina Leach yang mana diajukan sebagai suatu bioassay sederhana untuk penelitian produk alamiah. Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan uji pendahuluan suatu senyawa yang memiliki keuntungan dimana hasilnya yang diperoleh lebih cepat (24 jam), tidak mahal, mudah pengerjaannya dari pengujian lainnya karena tidak membutuhkan peralatan dan latihan khusus, sampel yang digunakan relatif sedikit. Efek toksik dapat diketahui atau diukur dari kematian larva karena pengaruh bahan uji.Toksisitas adalah efek berbahaya dari bahan kimia atau suatu obat pada organ target. Umumnya setiap senyawa kimia mempunyai potensi terhadap timbulnya gangguan atau kematian jika diberikan kepada organisme hidup dalam jumlah yang cukup.Adapun siklus hidup dari Artemia salina Leach, dimulai dari kista atau telur, kemudian menjadi embrio, embrio ini masih akan melekat pada kulit kista, setelah menjadi embrio dia akan menjadi nauplii, nauplii inilah yang berenang bebas dan memulai hidupnya, dan dalam fase ini mulai mencari makanan untuk dirinya sendiri. Setelah itu menjadi Artemia dewasa, setelah dewasa Artemia jantan dan Artemia betina bertemu dan mengalami perkembang biakan, dan lahirlah kembali kista ataupun telur.Alasan digunakannya larva udang dalam percobaan ini adalah karena larva udang merupakan general biossay sehingga semua zat dapat menembus masuk menembus dinding sel larva tersebut. Biossay adalah suatu pengujian tentang toksisitas pada suatu produk dalam rangka pencarian produk alam yang potensial yang biasanya menggunakan makhluk hidup sebagai sampel.LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau makhluk hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa sehingga dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker.Dalam percobaan kali ini digunakan 4 variasi konsentrasi yang berbeda masing-masing konsentrasi 1, 10, 100 dan 1000 g/ml untuk membandingkan toksisitas dan efek toksik yang ditimbulkan masing-masing konsentrasi tersebut. Setelah itu, untuk melihat pada konsentrasi berapakah larva udang mengalami LC50. Dan air laut sebagai kontrol dimaksudkan untuk melihat apakah respon kematian dari sampel dan bukan dari laut. Selain itu digunakan ekstrak n-heksan daun mengkudu karena tanaman tersebut memiliki khasiat sebagai obat antikanker.Dengan berdasarkan pada pemikiran bahwa efek farmakologi adalah toksikologi sederhana pada dosis yang rendah dan sebagian besar senyawa antitumor adalah sitotoksik, maka Brine Shrimp Lethality Test (BST) dapat digunakan sebagai uji pendahuluan senyawa antitumor. Senyawa yang mempunyai kemampuan membunuh larva udang diperkirakan juga mempunyai kemampuan membunuh sel kanker dalam kultur sel.Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka didapatkan nilai LC50 dari pengujian metode BST pada ekstrak n-heksan daun mengkudu yaitu 30,62 . Jika Diatas 30,62 bersifat toksik dibawah 27,07 tidak berefek.

BAB VIPENUTUPVI.1. KesimpulanBerdasarkan dari data pengamatan dapat diproleh kesimpulan bahwa Penggunaan ekstrak n-heksan daun mengkudu jika melebihi akan berefek toksik dan jika kurang dari tidak akan memberikan efek.VI.2. SaranSebaiknya di lab dipasang AC agar saat praktikum dapat berjalan lancar, tenang, damai.

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2012. Penuntun Farmakologi dan Toksikologi III. UMI: Makassar.Corwin, Elizabeth J, 2009. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.Gunawan, Sulistia Gan, 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.Griffits, E. J. F. , J. H. Miller, D. T. Suzuki., R. G. Lewontin, W. M. Gelbart. 1993. An Introduction to Genetic Analysis 5th ed. W. H. Preeman and Company. New York.Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. EGC: Jakarta.Mangan, Y. 2003. Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Agromedia Pustaka Jakarta.

Mayer et al. 1982. Deteksi toksisitas Kanker. http://cis/. nci. nih. gov/ fact/3-62 htm. Dikunjungi pada Mei 2012.

Mutschler. E., 1991. Dinamika Obat. ITB : Bandung

Tjay, Tan Hoan. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia: Jakarta.

www.plantamor.com

LAMPIRANSKEMA KERJA ANTIKANKER (BST) Ekstrak n-heksan daun mengkudu 200 mg/100 ml

Dilarutkan dan dibuat larutan stok (mg/ml)

Dipipet untuk mendapatkan konsentrasi 1, 10, 100, dan 1000 l/ ml.

Dimasukkan 10 larva ke vial yang berisi air laut 5 ml

Dimasukkan suspensi ragi sebanyak 2-3 tetes

Dicukupkan volumenya hingga 10 ml dengan air laut

Diamati setelah 24 jam. Dihitung LC50Uji BSLT Yunietha Lakhiafa

Toksisitas Akut Dengan BSLT ( Brine Shrimp Letality Test )

I. Tujuan Terampil dalam melakukan uji toksisitas akut dengan menggunakan metode BSLT Mengetahui cara perhitungan LD50 dengan metode BSLT Mampu melaksanakan pengujian toksisitas secara in vitro dengan menggunakan metode BSLT Mampu menetapkan LC50 sebagai parameter ketoksisan akut berdasarkan analisa probit. II. Landasan TeoriToksisitas dari suatu senyawa secara umum dapat diartikan kepada potensi dari suatu senyawa kimia untuk dapat menyebabkan kerusakan ketika senyawa tersebut mengenai atau masuk kedalam tubuh manusia. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat racun akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu yang singkat, dan bersifat kronis jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu yang panjang (karena kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit).Pengetahuan mengenai toksisitas suatu bahan kimia disimpulkan dengan mempelajari efek-efek dari pemaparan bahan kimia terhadap hewan percobaan, pemaparan bahan kimia terhadap organism tingkat rendah seperti bakteri dan kultur sel-sel dari mamalia di laboratorium dan pemaparan bahan kimia terhadap manusia.Untuk skrining dan fraksionasi fisiologi aktif dari ekstrak tanaman dapat di lakukan uji standar toksisitas akut (jangka pendek). Suatu metode yang digunakan secara luas dalam penelitian bahan alam untuk maksud tersebut adalah adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan salah satu cara yang cepat dan murah untuk uji aktifitas farmakologi dari ekstrak tanaman dengan menggunakan hewan laut yaitu larva udang Artemia salina Leach. Uji ini mengamati mortalitas larva udang yang di sebabkan oleh senyawa uji. Senyawa yang aktif akan menghasilkan mortalitas yang tinggi.Uji toksisitas dengan metode BSLT ini memiliki spectrum aktifitas farmakologi yang luas, prosedurnya sederhana, cepat dan tidak membutuhkan biaya yang besar, serta hasilnya dapat di percaya. Disamping itu metode ini sering dikaitkan dengan metode penapiasan senyawa antikanker. Dengan alas an-alasan tersebut, maka uji ini sangat tepat digunakan dalam penelitian bahan alam.Peranan antioksidan sangat penting dalam meredam efek radikal bebas yang berkaitan erat dengan terjadinya penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, jantung koroner, diabetes dan kanker yang didasari oleh proses biokimiawi dalam tubuh. Radikal bebas yang dihasilkan secara terus menerus selama proses metabolisme normal, dianggap sebagai penyebab terjadinya kerusakan fungsi sel-sel tubuh yang akhirnya menjadi pemicu timbulnya penyakit degeneratif. Reaksi radikal bebas secara umum dapat dihambat oleh antioksidan tertentu baik alami maupun sintetis. Sebahagian besar antioksidan alami berasal dari tanaman, antara lain berupa senyawaan tokoferol, karatenoid, asam askorbat, fenol, dan flavonoid. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi, oleh karena itu daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian. Salah satu organisme yang sesuai untuk hewan uji adalah brine shrimp (udang laut).Untuk mengetahui toksisitas ekstrak daun dalam penelitian ini digunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dan untuk mengetahui aktivitas ekstrak daun sebagai antioksidan digunakan metode DPPH (-1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Pengukuran antioksidan secara Efek peredaman radikal bebas DPPH merupakan metode pengukuran antioksidan yang sederhana, cepat dan tidak membutuhkan banyak reagen seperti halnya uji lain (xantin-xantin oksidase, metode Tiosianat, antioksidan total). Hasil pengukuran menunjukkan kemampuan antioksidan sampel secara umum tidak berdasar jenis radikal yang dihambat. Pada metode ini, DPPH berperan sebagai radikal bebas yang diredam oleh antioksidan dari bahan uji, dimana DPPH akan bereaksi dengan antioksidan tersebut membentuk 1,1,-difenil-2- pikril hidrazin. Reaksi ini menyebabkan terjadinya perubahan warna yang dapat diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada 515 nm, sehingga aktivitas peredaman radikal bebas oleh sampel dapat ditentukan.

Uji Toksisitas dengan Metode BSLT. Metode Meyer et al. digunakan untuk mempelajari toksisitas sampel secara umum dengan menggunakan telur udang (Artemia salina Leach). Penetasan Larva Udang, disiapkan bejana untuk penetasan telur udang. Di satu ruang dalam bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan, sedangkan di ruang sebelahnya diberi air laut. Kedalam air laut dimasukkan + 50-100 mg telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan aluminium foil, dan lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Diambil larva udang yang akan diuji dengan pipet.

Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT. Sebanyak 100 L air laut yang mengandung larva udang sebanyak 10-12 ekor dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji. Di tambahkan larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 L, dengan konsentrasi 10, 100, 200, 500 dan 1000 ppm. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan (triplikat). Larutan diaduk sampai homogen. Untuk kontrol dilakukan tanpa penambahan sampel. Larutan dibiarkan selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan masih hidup dari tiap lubang. Angka mati dihitung dengan menjumlahkan larva yang mati dalam setiap konsentrasi (3 lubang). Angka hidup dihitung dengan menjumlahkan larva yang hidup dalam setiap konsentrasi (3 lubang).Perhitungan akumulasi mati tiap konsentrasi dilakukan dengan cara berikut: akumulasi mati untuk konsentrasi 10 ppm = angka mati pada konsentrasi tersebut, akumulasi mati untuk konsentrasi 100 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 ppm + angka mati pada konsentrasi 100n ppm, akumulasi mati untuk konsentrasi 200 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 ppm + angka mati pada konsentrasi 100 ppm + angka mati pada konsentrasi 200 ppm. Akumulasi angka mati dihitung sampai konsentrasi 1000 ppm. Perhitungan akumulasi hidup tiap konsentrasi dilakukan dengan cara berikut: akumulasi hidup untuk konsentrasi 1000 ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm, akumulasi hidup untuk konsentrasi 500 ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm + angka hidup pada konsentrasi 500 ppm, akumulasi hidup untuk konsentrasi 200 ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm + angka hidup pada konsentrasi 500 ppm + angka hidup pada konsentrasi 200 ppm. Akumulasi angka hidup dihitung sampai konsentrasi 10 ppm. Selanjutnya dihitung mortalitas dengan cara: akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC50 < 1000 ppm untuk ektrak dan < 30 ppm untuk suatu senyawa.

III. Alat dan Bahan Kotak penetasan larva Mikro pipet 2-20 L Mikro pipet 20-200 L Wellplate Kaca pembesar Tabung reaksi Labu ukur kotak steroform

IV. Prosedur kerjaa.Penetasan larva

b.Orientasi konsentrasi

V. HASIL PENGAMATANAnalisis data BSCT dengan analisis ProbitKelasKonsentrasi ppmLog C (y)Hidupmati% kematianProbitLc 50

AEkstrak BINTARO100004-101008,7190-

10003-101008,7190

1002-101008,7190

101-101008,7190

10-101008,7190

0,1-1-101008,7190

BEkstrak Alpukat100004-101008,719026,4338 ppm

1000319906,2816

100246605,2533

10155505,000

1028805,8416

0,1-137705,5244

Ket :Digunakan regresi linierY = a + bxProbit = a + b (log C)a = 3,26715b = 1,21853r = 0,9271di hitung LC 50 ?LC 50 = (5-a)/bLC 50 = (5-3,26715)/1,21853LC 50 = 1,42216Antilog LC 50 = 26,4338 ppm

Analisis data BSCT dengan analisis Reed-MunchKelasKonsentrasi ppmhidupmatimati hiduptotalratio% kematianLC 50

BEkstrak Alpukat0,1111919456419/6429,680,6223 ppm

172342347642/7655,26

10131759278652/7968,6

100131776149076/9084,4

10001291051106105/10699,0

100000301350135135/135100

Di hitung :h= 50%-a/(b-a)h : ukuran jaraka : % yang menyebabkan kematian lebih kecil dari 50 %b : % yang menyebabkan kematian lebih besar dari 50 %

h = (50%-29,68%)/(55,26%-29,68%)

Di hitung :i = log kematian diatas 50% / kematian dibawah 50% i : log kenaikan dosisi = log 1/0,1i = log 10i = 1

Di hitung :g = h X ig : hasil kali dari ukuran jarak dan log kenaikan dosisg = 0,749 X 1g = 0,749DI hitung :y = g + log kematian lebih kecil dari 50 %y : hasil penjumlahan g dan log kematian kecil dari 50 %y = 0,749 + log 0,1y = 0,749 1y = - 0,206

LC 50 = anti log yLC 50 = anti log 0,206LC 50 = 0,6223 ppm

Analisis data BSCT dengan analisis FarmakopeKelasKonsentrasi ppmLog dosisHidupMati matiPi PiLC 50

BEkstrak Alpukat0,1-11119630,634,471,071 ppm

10723760,76

1011317560,56

10021317560,56

10003129960,96

100004030100100

Di hitung :m = a b ( Pi 0,5)Pi : % kematian terhadap % seluruh hewan yang dicobakan.m = 4 1 (4,47 0,5)m = 4 1 (3,97)m = 4 3,97m = 0,03

LC 50 = anti log mLC 50 = anti log 0,03LC 50 = 1,071 ppm

VI. PembahasanUji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) merupakan uji toksisitas yang digunakan sebagai uji permulaan untuk mengetahui aktivitas dari suatu zat atau senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak atau suatu isolat murni.Pada praktikum kali ini larva udang yang digunakan adalah jenis Artemia salina yang telah berumur 48 jam dan proses pembenihan telur udang yang digunakan adalah sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan dalam air garam dengan kadar 38% (38 gram dalam 1liter air) hal ini dilakukan sebagai simulasi dari habitat asli udang yaitu air laut.Adapun ekstrak yang digunakan adalah ekstrak buah alpukat dan bintaro yang dibuat larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu mulai dari 10000, 1000, 100, 10, 1 dan 0,1 ppm. Hal ini bertujuan untuk mengetahui LC50 dari masing - masing ekstrak tersebut dengan berbagai konsentrasi.Pada prakteknya dengan perlakuan yang sama yaitu larutan ekstrak yang dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 10 buah larva dengan 10 ml larutan (9 ml air garam dan ekstrak sebanyak 1 ml). Ekstrak bintaro menunjukkan hasil data yang error, hal ini ditunjukkan dengan adanya kematian pada semua larva udang di berbagai konsentrasi. Adapun untuk ekstrak alpukat menunjukkan hasil bahwa dengan naiknya konsentrasi maka larva udang yang mati semakin banyak, tetapi pada konsentrasi 1 dan 0,1 ppm tidak menunjukkan hal denmikian, sehingga data yang dipakai adalah pada konsentrasi 10000 sampai 100 ppm. Selain itu percobaan dilakukan triplo agar didapat data statistik yang baik sehingga, dapat dihitung secara statistik dari data tersebut.Dalam penentuan nilai LC50 ini dapat dilakukan dengan 3 cara/metode, yaitu :1. Perhitungan probit2. analisis Reed-Munch3. analisis FarmakopeDalam perhitungan dengan metode analisis probit, diperlukan tabel probit dan rumus regresi liniear untuk menentukan nilai a, b dan r. Kemudian dimasukkan dalam rumus X50 = (b-a)/b dan kemudian dapat ditentukan nilai LC50. Adapun hasil perhitungan dengan menggunakan metode ini menunjukkan hasil bahwa LC50 adalah 26,438 ppm.Sedangkan dalam perhitungan dengan metode analisis Reed-Munch sebelumnya harus diketahui jumlah larva yang mati dan hidup. Yang kemudian dihitung ukuran jarak (h) = (50%-a)/(b-a) , kenaikan dosis (i) = log kematian diatas 50 %/kematian dibawah 50% , nilai (g) = h X I , nilai (y) = g + log kematian lebih kecil dari 50 %, kemudian dapat ditentukan bahwa: nilai LC 50 = anti log yDengan menggunakan metode analisis Reed-Munch didapatkan hasil LC50 sebesar 22,54 ppm.Perhitungan data BSLT dengan metode yang ketiga yaitu dengan analisis Farmakope. Terlebih dahulu dicari nilai Pi dan sigma Pi untuk selanjutnya dimasukkan dalam rumus :m = a b ( Pi 0,5) Pi = % kematian terhadap % seluruh hewan yang dicobakana = dosis terendah yang dapat menyebabkan kematian 100%b = beda log dosis yang berurutanselanjutnya dapat ditentukan nilai LC 50 = anti log m. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai LC50 sebesar 26,3 ppm.Dari ketiga metode tersebut dapat diketahui bahwa didapatkan LC50 dengan perbedaan yang tak terlalu jauh yaitu 26,438 ppm, 22,54 ppm, dan 22,54 ppm sehingga hal ini menunjukkan bahwa ekstrak biji alpukat bersifat toksik terhadap larva udang karena LC 50 1000 g/mL, sedangkan suatu ekstrak dikatakan aktif apabila mempunyai LC 50 1000 g/mL.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan :1. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak semakin banyak larva udang yang mati.2. Nilai LC50 pada metode perhitungan analisis probit adalah 26,438 ppm,pada analisis Reed-Munch nilai LC50 adalah 26,438 ppm,dan pada analisis farmakope nilai LC50 adalah 26,3 ppm.3. Ekstrak biji bintaro tidak dapat dihitung LC50 nya karena pada berbagai konsentrasi larva udang mati semua.

VIII. Daftar PustakaAnonim. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Depkes RI : JakartaAnief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press : YogyakartaAnonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI : JakartaAnsel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press : JakartaErnst Mutschler, 1986, Dinamika Obat ; Farmakologi dan Toksikologi (terjemahan), ITB, BandungUJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK METANOL DAUN KESUM (Polygonum minus Huds) TERHADAP LARVA Artemia salina Leach DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

ACUTE TOXICITY TEST OF METHANOL EXTRACT OF KESUM LEAVES (Polygonum minus Huds) AGAINST Artemia salina Leach LARVAE USING BRINE SHRIMP LETHALITY TEST METHOD (BSLT)

Hadi Kurniawan*

*) Mahasiswa Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura, Pontianak

ABSTRAK

Daun Kesum (Polygonum minus Huds) merupakan salah satu kekayaan hayati Kalimantan Barat. Tanaman ini lazim digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional, namun belum ada penelitian untuk meneliti potensi toksisitas akut daun kesum. Tanaman ini mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ketoksikan akut ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang ditunjukkan dengan nilai LC50. Penelitian eksperimental ini menggunakan 300 ekor larva udang (Artemia salina Leach) yang dibagi menjadi 5 kelompok kontrol negatif dan 5 kelompok seri konsentrasi ekstrak, masing-masing terdiri dari 10 ekor larva dengan replikasi 3 kali untuk tiap kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan I (P1) diberi suspensi sediaan uji ekstrak metanol daun kesum dengan konsentrasi 100 ppm. Kelompok perlakuan II (P2), diberi suspensi sediaan uji dengan konsentrasi 250 ppm. Kelompok perlakuan III (P3) diberi suspensi sediaan uji dengan konsentrasi 500 ppm. Kelompok perlakuan IV (P4) diberi suspensi sediaan uji dengan konsentrasi 750 ppm, sedangkan untuk kelompok perlakuan V (P5) diberikan konsentrasi 1000 ppm. Data kematian Artemia salina Leach dianalisis dengan analisis probit untuk mengetahui nilai LC50. Hasil penelitian ini menunjukkan harga LC50 dari ekstrak metanol daun kesum adalah 137,465 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun kesum memiliki potensi toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach menurut metode BSLT yang ditunjukkan dengan harga LC50 < 1000 ppm.

Kata kunci: Uji Toksisitas Akut, Polygonum minus Huds, Artemia salina Leach, BSLT, LC50

ABSTRACT

Kesum leaf is one of biodiversities in West Kalimantan. It has been commonly used by community as traditional herb, unfortunately there hasnt been any research yet to measure its acute toxicity potency. This plant contains alkaloid and flavonoid compounds. The purpose of this research is to determine the potency of acute toxicity of methanol extract of kesum leaves against Artemia salina Leach larvae using Brine Shrimp Lethality Test method (BSLT) which is shown by LC50 value. This research was done by using 300 brine shrimps (Artemia salina Leach) were divided into 5 negative control groups, and 5 treatment groups, which contained 10 larvaes for each group with 3 times replication group. Treatment group I (P1) is a suspension which contained 100 ppm of methanol extract of kesum leaves, P2 group had 250 ppm consentration and P3 group had 500 ppm, P4 group had 750 ppm and P5 group had 1000 ppm consentration. The mortality of Artemia salina Leach was analyzed using probit analysis to know LC50 value. The result shows that LC50 value of methanol extract of kesum leaves is 137,465 ppm. It means that methanol extract of kesum leaves had acute toxicity potency against Artemia salina Leach larva according to BSLT method. It is indicated by LC50 value < 1000 ppm.

Key words: Acute Toxicity Test, Polygonum minus Huds, Artemia salina Leach, BSLT, LC50

PENDAHULUAN

Dewasa ini, walaupun obat-obat modern telah mendominasi pelayanan kesehatan formal, penggunaan obat tradisional tetap mendapat tempat yang penting bahkan terus berkembang. Obat tradisional tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita karena sudah lekat dengan budaya bangsa dan digunakan oleh segenap lapisan masyarakat. Sesuai standar mutu dari WHO, obat tradisional harus memenuhi beberapa persyaratan meliputi kualitas, keamanan, dan khasiat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002), untuk memenuhi persyaratan tersebut diperlukan upaya penegasan keamanan melalui uji praklinik yang meliputi uji ketoksikan dan aktivitas, yang jika syaratnya terpenuhi, maka dapat berlanjut ketahap uji klinik (Setyawati & Suyatna et al., 2007).Kalimantan Barat memiliki kekayaan sumber daya alam, diantaranya memiliki tanaman khas yang biasa digunakan oleh masyarakat Kalimantan Barat baik untuk bahan masakan maupun obat tradisional. Salah satu kekayaan hayati Kalimantan Barat yang potensial adalah tanaman kesum (Polygonum minus Huds). Tanaman ini tersebar di Kalimantan Barat serta dikenal luas oleh masyarakat. Daun kesum dimanfaatkan sebagai bumbu masakan atau penyedap rasa pada makanan bubur pedas. Pemanfaatan ini, karena kesum memberikan aroma yang sedap, rasa yang khas, dan nikmat. Tanaman ini dapat juga dimakan sebagai lalap.Secara tradisional air rebusan daun kesum digunakan untuk mengobati masalah pencernaan, menghilangkan ketombe di kepala dan sebagai minuman setelah bersalin (Wibowo, 2007; Azuan, 2010 & Globinmed, 2010). Mengingat pemanfaatan daun kesum berdasarkan pengalaman secara turun-temurun, maka perlu didukung oleh informasi ilmiah mengenai potensi toksisitas akut.Penelitian uji toksisitas akut ekstrak metanol daun kesum terhadap larva Artemia salina Leach menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun kesum ini dipilih mengingat masih kurangnya informasi ilmiah mengenai potensi toksisitas daun kesum. Metode BSLT dipilih karena metode ini sering digunakan untuk praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak tumbuhan karena sederhana, cepat, murah, mudah, dapat dipercaya, dan hasilnya representatif (Meyer et al., 1982). Uji toksisitas dengan menggunakan BSLT ini dapat ditentukan dari jumlah kematian Artemia salina Leach akibat pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam. Hasil uji dinyatakan sebagai LC50, dinyatakan bersifat toksik/aktif terhadap Artemia salina Leach bila ekstrak tumbuhan tersebut memiliki LC50 < 1000 g/mL dan berpotensi sitotoksik serta dapat dikembangkan sebagai antikanker (Meyer et al., 1982). Jika hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan bersifat toksik maka dapat dikembangkan ke penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi senyawa sitotoksik tumbuhan sebagai usaha pengembangan obat alternatif antikanker. Jika hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan tidak bersifat toksik maka dapat dikembangkan ke penelitian lebih lanjut untuk meneliti khasiat-khasiat lain dari ekstrak tersebut.Skrining fitokimia terhadap fraksi metanol daun kesum menunjukkan adanya senyawa-senyawa golongan flavonoid dan alkaloid. Adanya kandungan golongan senyawa flavonoid ditunjukkan dengan hasil uji positif dengan pereaksi shinoda test dan H2SO4, sedangkan adanya senyawa golongan alkaloid ditunjukkan dengan positifnya hasil uji dengan pereaksi Wagner, Dragendorf dan Mayer. Hasil penelitian uji antimikroba fraksi metanol dan dietil-eter daun kesum menunjukkan bahwa kedua fraksi bersifat aktif terhadap mikroba Bacilus subtilis dan Escherichia coli. Berdasarkan data uji antimikroba terhadap ekstrak yang diperoleh terhadap bakteri E. coli dan Basillus subtilis menunjukkan bahwa ekstrak nonpolar mampu menghambat pertumbuhan kedua bakteri dengan zona hambat masing-masing 1,40 cm dan 1,85 cm, sedangkan ekstrak polar mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan zona hambat masing-masing 2,10 cm dan 1,6 cm. Kedua fraksi bersifat bakteriostatik (Wibowo, 2007).Penggunaan pelarut metanol pada penelitian ini dikarenakan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wibowo (2007), bahwa sebanyak 2 kg daun kesum segar yang telah dibersihkan dan diblender kemudian dimaserasi dengan pelarut metanol selama 2 x 24 jam. Terhadap maserat yang didapat, kemudian dilakukan fraksinansi dengan dietil-eter, sehingga diperoleh fraksi dietil-eter dan metanol. Selanjutnya kedua fraksi dievaporasi hingga diperoleh ekstrak kental masing-masing sebanyak 0,4283 gram fraksi dietil-eter dan 10,4764 gram fraksi metanol. Dalam hal ini senyawa yang ditarik lebih banyak pada fraksi metanol yang mengandung senyawa-senyawa polar daripada fraksi dietil eter yang mengandung senyawa-senyawa non-polar. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan pelarut yang polar khususnya metanol.Berdasarkan latar belakang di atas dan karena belum adanya penelitian untuk meneliti potensi toksisitas akut daun kesum maka penelitian ini diusulkan dengan tujuan untuk mengetahui potensi ketoksikan akut ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang ditunjukkan dengan nilai LC50.

METODOLOGI

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun kesum (Polygonum minus Huds), telur udang Artemia salina Leach, metanol teknis (E. Merck), metanol p.a. (E. Merck), kloroform p.a. (E. Merck), amoniak p.a., H2SO4 2 M, reagen mayer, reagen dragendorff (E. Merck), HCl pekat p.a. (E. Merck), serbuk logam Mg (Reidel de Haen), DMSO 1 %, NaCl p.a., heksan p.a., etil asetat p.a, akuades dan ragi (Fermipan).Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah neraca analitik (Precisa XB 4200 C, Precisa XT 220 A), alat stainless, alat-alat gelas (Pyrex), pipet mikro (Rainin pipet lite SL-100 dan SL-1000), rotary evaporator (Heidolph), oven (memmert), hot plate (Schott Instruments), desikator, vortex (Maxi Mix II Barnstead Thermolyne Type 37600 Mixer), mikroskop (Zeiss Primo Star dilengkapi kamera dan program Axio Cam), indikator pH, termometer, lampu pijar/neon 40-60 watt, plat KLT/lempeng silika gel 60 GF254 (E. Merck), chamber, pipa kapiler, alat semprot, dan lampu UV 254 dan 366 nm.

CARA KERJA

Determinasi TanamanDeterminasi bertujuan untuk menetapkan kebenaran yang berkaitan dengan ciri-ciri morfologi secara makroskopis tanaman daun kesum (Polygonum minus Huds) terhadap kepustakaan. Identifikasi / determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Balai Penelitian dan Pengembangan Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI Bogor.

Preparasi SampelDaun kesum diambil di jalan Mahad Usman, Kelurahan Setapuk Besar, Kecamatan Singkawang Utara, Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. Penyiapan bahan ini dilakukan dengan memisahkan daun dari tangkainya, batang, dan akar lalu dibersihkan dari sisa-sisa tanah dan kotoran kemudian dicuci dengan air yang bersih dan mengalir. Bagian tumbuhan yang diambil adalah daun. Kemudian dikeringanginkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung yaitu dengan ditutupi kain hitam lalu diblender, kemudian disimpan dalam wadah tertutup. Serbuk daun kering akan digunakan untuk membuat ekstrak.

Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus Huds) dengan Cara MaserasiEkstraksi dilakukan secara maserasi. Simplisia daun kesum dengan derajat halus yang cocok sebanyak 600 gram dimasukkan ke dalam bejana kaca/toples, kemudian dituangi dan direndam dengan 1,4-1,8 L penyari metanol teknis, kemudian ditutup dan dibiarkan/didiamkan selama 24 jam sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama, maserat ditampung pada botol kaca, kemudian dimaserasi kembali hingga 5 hari terlindung dari cahaya dan tetap dilakukan pengadukan beberapa kali sehari. Setelah 5 hari sari diserkai, maserat dikumpul, ampas diperas, disaring dengan corong Buchner dan diambil filtratnya. Selanjutnya maserat yang masih bercampur dengan pelarut dievaporasi dengan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental daun kesum. Filtrat dituang dalam cawan penguap, kemudian diuapkan lebih lanjut pada hot plate. Untuk menghilangkan sisa pelarut metanol sisa residu diletakkan 24 jam di desikator berisi silika/pengering. Ekstrak kering kemudian ditimbang dan dihitung kadar dalam persen yang larut dalam metanol/dihitung rendemennya yakni perbandingan antara ekstrak yang diperoleh terhadap simplisia awal. Ekstrak kering yang diperoleh selanjutnya diuji fitokimia dengan uji reagen (skrining fitokimia) dilanjutkan dengan uji pemisahan dengan KLT berdasarkan kandungan golongan senyawa yang positif dari hasil uji reagen, kemudian diuji toksisitasnya dengan mengunakan larva udang Artemia salina Leach.

Pembuatan Air Laut Buatan (ALB)Siapkan air laut buatan dengan melarutkan 15 gram NaCl dalam 1 liter aqua (Harmita & Radji, 2008).

Penyiapan KontrolKontrol negatif yang digunakan untuk uji toksisitas pada larva udang Artemia salina Leach yaitu dibuat dengan dimasukkan pelarut (metanol p.a.) dan dikeringkan, lalu untuk masing-masing vial ditambahkan 1 mL air laut, 50 L dimetil sulfoksida (DMSO) 1 % 50 L, 10 ekor larva udang Artemia salina Leach dan 1 tetes (50 L) larutan ragi ke dalam vial, kemudian ditambahkan air laut buatan sampai volumenya menjadi 5 mL.

Uji Ketoksikan dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Penetasan Telur Artemia salina LeachTelur udang ditetaskan 2 hari sebelum dilakukan uji. Disiapkan bejana untuk penetasan telur udang. Wadah yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, bagian gelap dan terang kemudian ditambahkan air laut buatan. Satu ruang dalam bejana tersebut diberi penerangan dengan cahaya lampu pijar/neon 40-60 watt untuk menghangatkan suhu dalam penetasan agar suhu penetasan 25oC-31oC tetap terjaga dan merangsang proses penetasan, sedangkan di ruang sebelahnya diberi air laut buatan tanpa penyinaran ditutup dengan aluminium foil atau lakban hitam. Sebelum ditetaskan telur Artemia salina Leach sebanyak 50-150 mg terlebih dahulu dicuci yakni ditaburkan dan direndam pada wadah berisi akuades selama 1 jam, lalu ditiriskan sampai airnya tuntas, kemudian telur ditempatkan / direndam pada bagian gelap dari wadah berisi air laut buatan sekitar 300 mL. Telur udang yang terendam air laut buatan dibiarkan selama 2 x 24 jam sampai menetas menjadi benur (nauplius) yang matang dan siap digunakan dalam percobaan. Telur akan menetas dalam waktu 18-48 jam dan akan bergerak secara alamiah menuju daerah terang sehingga larva udang terpisahkan dari bagian telur atau kulit telur. Larva yang sehat bersifat fototropik dan siap dijadikan hewan uji setelah berumur 48 jam. Nauplius dipisahkan dari telurnya dengan dipipet ke dalam beker/vial yang berisi air laut buatan.

Persiapan Larutan Sampel yang Akan DiujiEkstrak yang akan diuji dibuat dalam konsentrasi 0, 100, 250, 500, 750, 1000 ppm dalam air laut buatan.

Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLTVial disediakan untuk tiap kelompok sesuai peringkat konsentrasi dengan masing-masing disediakan 5 vial dan direplikasi sebanyak 3 kali. Pada uji toksisitas ini dibuat larutan stok (induk) sebesar 1 % yaitu sebanyak 50 mg sampel dilarutkan dalam 5 mL metanol p.a. Dari stok 1 % diambil volume tertentu untuk membuat seri konsentrasi sampel sebesar 100 g/mL, 250 g/mL, 500 g/mL, 750 g/mL, dan 1000 g/mL, kemudian vial yang berisi larutan uji dikeringkan sampai semua pelarutnya menguap selama beberapa hari pada suhu kamar dalam desikator sehingga tidak berbau pelarut dan dapat ditunjukkan dengan proses pengeringan menghasilkan penimbangan yang konstan dengan bobot tetap (Adfa, 2005), kemudian ditambahkan DMSO 1 % 1-3 tetes (50-150 L) termasuk vial kontrol untuk melarutkan sampel kembali jika diperlukan (Kadarisman, 2000; Sutisna, 2000 cit Atmoko & Maruf, 2009; Adfa, 2007). Selanjutnya vial yang telah diisi sampel kemudian ditambah air laut buatan 1 mL dan divortex sekitar 30 menit (Indiastuti, 2008), kemudian 10 ekor larva udang Artemia salina Leach yang berumur 48 jam dimasukan dalam vial. Satu tetes ragi (0,6 mg/mL) dimasukkan ke dalam setiap vial sebagai makanan Artemia (Harmita & Radji, 2008), lalu ditambahkan air laut buatan sampai tanda batas volume 5 mL. Kontrol negatif (blanko) dilakukan cara kerja yang sama tanpa memasukan ekstrak daun kesum ke dalam vial. Vial-vial tersebut diletakkan di bawah penerangan. Jumlah Artemia salina Leach yang mati dalam tiap vial selama 24 jam dihitung dengan cara manual dan mikroskopik. Kriteria standar untuk menilai kematian larva udang adalah bila larva udang tidak menunjukkan pergerakan selama beberapa detik observasi (Astuti, 2006 cit Cahyadi, 2009). Cara manual yaitu dengan mengamati larva di dalam vial dengan bantuan lup, kemudian diamati dalam kaca arloji dengan bantuan cahaya. Jumlah nauplii yang mati dihitung dengan mengurangkan jumlah total nauplii pada tiap konsentrasi dengan jumlah nauplii yang masih hidup. Sedangkan cara mikroskopik adalah dilakukan pengamatan di bawah mikroskop.

Analisis ToksisitasEfek toksik diperoleh dari pengamatan dengan menghitung % kematian (mortalitas) larva Artemia salina Leach pada tiap konsentrasi. Jumlah Artemia salina Leach yang mati dalam tiap vial selama 24 jam dihitung. Persen kematian diperoleh dari hasil perkalian rasio dengan 100%, yaitu larva yang mati dibagi jumlah larva awal dikali 100% untuk tiap replikasi. Lalu dibandingkan dengan kontrol dan dilakukan analisis hasil sehingga diperoleh harga LC50.

Apabila pada kontrol ada yang mati, persen kematian ditetapkan dengan rumus Abbott (Meyer et al., 1982; Harmita & Radji,2008).

Dari persen kematian, dicari angka/nilai probit tiap kelompok hewan uji melalui tabel, menentukan log dosis tiap-tiap kelompok kemudian dibuat grafik dengan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit vs log konsentrasi, y = bx + a. Dimana y : angka probit dan x : log konsentrasi, kemudian ditarik garis dari harga probit 5 (= 50% kematian) menuju sumbu X, didapatkan log konsentrasi. Log konsentrasi diantilogkan untuk mendapatkan harga LC50 atau LC50 dapat juga dihitung dari persamaan garis lurus tersebut dengan memasukkan nilai 5 (probit dari 50 % kematian hewan coba) sebagai y sehingga dihasilkan x sebagai nilai log konsentrasi. LC50 dihitung dan diperoleh dari antilog nilai x tersebut (Priyanto, 2009). Metode analisis dilakukan dengan metode manual dan metode program analisis probit. Metode analisis probit manual menggunakan tabel probit untuk menaksir nilai probit dengan mengkonversi nilai persen kematian nauplii pada tiap konsentrasi ke nilai probit dalam tabel dengan mata, lalu regresi dihitung dengan cara manual menggunakan kalkulator, kemudian sebagai pembanding nilai LC50 dihitung menggunakan program analisis probit untuk memperkiraan regresi linear dan mengkonversi persen respon kematian keprobit secara otomatis, selanjutnya rata-rata nilai LC50 yang diperoleh melalui metode manual dan program analisis probit dibandingkan apakah berbeda signifikan atau tidak menggunakan uji dua sampel tidak berhubungan/uji t (Independent Samples T Test) program statistik SPSS 16 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan tanaman kesum (Polygonum minus Huds) yang diambil di jalan Mahad Usman, Kelurahan Setapuk Besar, Kecamatan Singkawang Utara, Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Sampel tanaman terlebih dahulu dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Balai Penelitian dan Pengembangan Botani, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI Bogor. Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan identitas tanaman yang digunakan sehingga kesalahan dalam pengambilan tanaman dapat dihindari dan kemurnian bahan dari tercampurnya dengan tanaman lain dapat terjaga. Berdasarkan surat keterangan dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor nomor 1069/IPH/1.02/If.8/VII/2011 tanggal 21 Juli 2011 menyatakan bahwa hasil identifikasi/determinasi tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kesum jenis Polygonum minus Huds. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun. Daun kesum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk simplisia kering karena kadar air yang lebih sedikit memudahkan cairan pengekstrak masuk ke dalam sel dan menarik zat aktif yang terkandung secara sempurna. Simplisia kering yang berwarna hijau ini dihaluskan menggunakan blender sehingga diperoleh serbuk. Pembuatan serbuk dapat mempermudah proses ekstraksi.Ekstraksi yang digunakan yaitu dengan ekstraksi maserasi. Serbuk kasar simplisia kering daun kesum sebanyak 600 gram diekstraksi dengan teknik maserasi selama 5 hari menggunakan pelarut/penyari metanol teknis dengan total pelarut 7 liter. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung untuk mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna. Ekstraksi dilakukan selama 5 hari sampai diperoleh filtrat berwarna pucat. Setelah waktu tersebut, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk kedalam cairan telah tercapai dan diharapkan dengan diperolehnya filtrat yang warnanya pucat senyawa-senyawa terekstrak secara maksimal. Pada proses maserasi dilakukan pengadukan berulang atau sesekali diaduk untuk memaksimalkan penyarian, sehingga permukaan pelarut masuk ke seluruh permukaan serbuk simplisia. Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar serbuk sampel sehingga tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam dan di luar sel. Pengocokan atau pengadukan dilakukan dengan harapan agar keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Setelah melalui proses maserasi didapat hasil dari maserasi atau maserat yang kemudian dilakukan pemekatan/evaporasi dengan rotary evaporator untuk menguapkan pelarut dan air yang masih tersisa sehingga didapatkan ekstrak kental dengan berat konstan. Ekstrak kering yang diperoleh sebanyak 34,18 gram yang berwarna hijau tua, sehingga diperoleh rendemen 5,7 % (b/b) dari berat sampel segarnya.Ekstrak daun kesum mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekunder yaitu flavonoid dan alkaloid. Kandungan flavonoid dan alkaloid ini diuji dengan skrining fitokimia menggunakan reagen dan uji fitokimia dengan KLT. Hasil identifikasi kandungan senyawa aktif berdasarkan uji skrining fitokimia dengan reagen dan KLT pada ekstrak metanol daun kesum, menunjukkan adanya senyawa alkaloid dan flavonoid.Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan uji pendahuluan / praskrining aktivitas biologis yang sederhana untuk menentukan toksisitas suatu senyawa atau ekstrak secara akut dengan menggunakan hewan coba larva udang (Artemia salina nauplii). Uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina Leach dengan metode BSLT ini dapat digunakan sebagai uji pendahuluan/praskrining pada penelitian senyawa-senyawa yang mengarah pada uji aktivitas sitotoksik. Korelasi antara uji toksisitas akut ini dengan uji sitotoksik adalah jika mortalitas terhadap Artemia salina Leach yang ditimbulkan memiliki harga LC50 < 1000 g/mL (ppm). Parameter yang ditunjukkan untuk menunjukkan adanya aktivitas biologi pada suatu senyawa pada Artemia salina Leach adalah jumlah kematian larva udang karena pengaruh pemberian senyawa dengan dosis yang telah ditentukan. Salah satu organisme yang sangat sesuai sebagai hewan uji untuk mengetahui bioaktivitas senyawa melalui uji toksisitas adalah brine shrimp (udang laut) dari jenis Artemia salina Leach. Uji ini menggunakan larva udang laut atau nauplii. Beberapa kelebihan dari uji bioaktivitas dengan brine shrimp lethallity test (BSLT) menggunakan larva udang Artemia salina Leach adalah cepat waktu ujinya, mudah, tidak memerlukan peralatan khusus, sederhana (tanpa teknik aseptik), murah (tidak perlu serum hewan), jumlah organisme banyak, memenuhi kebutuhan validasi statistik dengan sedikit sampel, hasilnya representatif dan dapat dipercaya (Meyer et al, 1982).Larutan ekstrak metanol daun kesum dibuat dengan konsentrasi 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, dan 1000 ppm serta sebagai pengontrolnya yaitu 0 ppm yaitu hanya pelarutnya tanpa penambahan ekstrak. Larutan kontrol berfungsi untuk menghilangkan pengaruh lain diluar ekstrak uji yang dapat menyebabkan kematian nauplius. Pada kontrol negatif hanya digunakan pelarut metanol untuk melihat pengaruh pelarut terhadap larva udang. Larva udang tidak ada yang mati disebabkan pelarut metanol telah diuapkan seluruhnya sehingga dalam penelitian ini murni pengaruh dari ekstrak tanpa dipengaruhi oleh pelarut. Sepuluh larva udang Artemia salina Leach digunakan sebagai hewan uji toksisitas dalam setiap konsentrasi masing-masing ekstrak. Perlakuan uji toksisitas ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan / replikasi (triplo) untuk mendapatkan keakuratan data dan data yang didapat baik, sehingga dapat dihitung secara statistik dari data yang diperoleh. Jika dilakukan simplo mungkin bisa terjadi kesalahan dan tidak ada data lain yang dapat dipakai.Larutan uji dibuat dari larutan induk/stok 1% (10.000 ppm) dengan memipet 50 L, 125 L, 250 L, 375 L, dan 500 L ekstrak ke dalam botol vial. Selanjutnya vial yang berisi larutan uji dikeringkan sampai semua pelarutnya menguap selama beberapa hari (1 pekan) pada suhu kamar dalam desikator sehingga tidak berbau pelarut dan dapat ditunjukkan dengan proses pengeringan menghasilkan penimbangan yang konstan dengan bobot tetap agar kematian larva tidak dipengaruhi oleh pelarutnya. Kontrol negatif dibuat dengan cara yang sama, yaitu dengan membuat larutan yang sama kecuali penambahan ekstrak. Larutan kontrol terdiri atas 5 mL air laut yang berisi pelarut metanol, DMSO 1 % 50 L, 10 ekor larva udang laut dan 1 tetes (50 L) larutan ragi ke dalam vial. Setelah 24 jam, jumlah larva udang yang mati untuk tiap-tiap konsentrasi dihitung dan dicatat.Pelarutan ekstrak dengan air laut sering menimbulkan masalah karena adanya perbedaan tingkat kepolaran, ekstrak sukar larut dengan air laut sehingga digunakan DMSO untuk membantu melarutkannya. DMSO digunakan sebagai surfaktan karena ekstrak tidak dapat larut dalam air laut. Surfaktan merupakan senyawa yang memiliki ujung hidrofilik dan hidrofobik sehingga dapat melarutkan ekstrak dengan air laut dengan cara menurunkan tegangan permukaan. Penggunaan DMSO 1 % sebanyak 1 tetes (50 L) berfungsi untuk membantu kelarutan. Dimetilsulfoksida (DMSO) merupakan cairan tak berwarna yang memiliki rumus (CH3)2SO merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa polar maupun non polar. Pada prosedur uji toksisitas pada penelitian ini digunakan air laut buatan sebagai media uji. Penggunaan air laut buatan ini untuk mengkondisikan bahwa air laut yang digunakan tidak terkontaminasi atau tercemar karena jika menggunakan air laut asli dikhawatirkan terdapat cemaran atau kontaminasi. Air laut yang digunakan adalah air laut buatan yang dibuat dengan cara melarutkan garam ke dalam air mineral. Air laut buatan dibuat dengan melarutkan 15 gram garam tiap 1 L air. Air yang digunakan untuk melarutkan garam adalah air mineral Aqua. Air mineral digunakan karena setelah dilakukan pra-pengujian pH air laut buatan mendekati pH yang baik untuk pertumbuhan yakni sekitar pH 6-7 menggunakan indikator pH. Pada penelitian ini digunakan 300 ekor larva uji. Rata-rata kematian larva untuk masing-masing kelompok perlakuan diperoleh dengan menghitung total jumlah kematian setiap kelompok perlakuan sebanyak 3 replikasi dan kemudian membaginya dengan jumlah replikasi.

Tabel 1. Pengaruh Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus Hudz) terhadap Kematian Larva Artemia salina Leach

Kelompok PerlakuanKonsentrasi ekstrakmetanol daun kesum (ppm)Jumlah Kematian Larva Artemia salina Leach pada setiap replikasi (Ekor)% Kematian

RIRIIRIIIRata-rata

P11004544,3343,3

P22507877,3373,3

P35009988,6786,7

P47509108990

P51000101099,6796,7

K000000

Kemudian untuk mempermudah pengamatan tentang pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun kesum terhadap kematian larva Artemia salina Leach dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus Huds) terhadap Kematian Larva Artemia salina Leach

Berdasarkan grafik di atas didapatkan bahwa konsentrasi 1.000 ppm menyebabkan rata-rata kematian larva tertinggi. Sedangkan pada konsentrasi 100 ppm menyebabkan rata-rata kematian larva terendah. Pada kelompok kontrol tidak didapatkan kematian larva. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan semakin tinggi jumlah kematian larva. Metode BSLT dilakukan dengan cara pemaparan larutan ekstrak senyawa yang diuji kepada larva Artemia salina Leach. Dengan kata lain, larutan ekstrak senyawa tersebut harus larut sempurna dalam media hidup larva Artemia salina Leach yaitu air laut buatan, sehingga konsentrasi sampel yang diperoleh menggambarkan konsentrasi sampel yang sebenarnya. Suatu senyawa dinyatakan mempunyai potensi toksisitas akut jika mempunyai harga LC50 kurang dari 1000 g/mL (ppm). LC50 (Lethal Concentration 50) merupakan konsentrasi zat yang menyebabkan terjadinya kematian pada 50 % hewan percobaan yaitu larva Artemia salina Leach. Pengujian terhadap ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) menunjukkan harga LC50 sebesar 137,465 g/mL atau ppm. Berdasarkan nilai LC50 yang diperoleh dapat dikatakan ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) pada percobaan ini bersifat toksik terhadap Artemia salina Leach sehingga memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada perlakuan dengan hewan coba larva Artemia salina Leach. Penelitian Meyer (1982), melaporkan bahwa suatu ekstrak menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam BSLT jika ekstrak dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Nilai LC50 dari ekstrak metanol yang lebih kecil dari 1000 ppm menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mempunyai potensi sitotoksik yang dapat dikembangkan sebagai sebagai antikanker. Uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina Leach atau Brine Shrimp Lethallity Test (BSLT) dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarah pada uji sitotoksik (Meyer et al, 1982).Selain menentukan nilai LC50 dengan metode manual, sebagai pembanding hasil perhitungan maka LC50 juga ditentukan menggunakan program analisis probit SPSS 16 for windows. Hasil dari analisis probit dengan menggunakan program probit menunjukkan harga LC50 dari ekstrak metanol daun kesum adalah 125,012 ppm. Untuk mengetahui hubungan antara nilai LC50 dengan metode manual dan metode program analisis probit maka dilakukan uji statistik. Uji normalitas dengan metode Shapiro-Wilk disimpulkan bahwa populasi data nilai LC50 metode manual dan nilai LC50 metode program analisis probit terdistribusi normal. Setelah uji normalitas dan uji homogenitas kemudian selanjutnya dilakukan pengujian statistik parametrik uji dua sampel tidak berhubungan / uji t (Independent Samples T Test). Uji t dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan yaitu apakah ada perbedaan nilai LC50 antara metode manual dan program analisis probit. Dari uji t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara rata-rata nilai LC50 metode manual dengan rata-rata nilai LC50 metode program analisis probit. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode manual dan metode program analisis probit menunjukkan hasil nilai LC50 rata-rata yang tidak berbeda signifikan yakni 137,465 ppm dengan metode manual dan 125,012 ppm dengan program analisis probit, sehingga dapat disimpulkan nilai LC50 yang diperoleh benar setelah dihitung dengan 2 metode penghitungan.

Gambar 2. Grafik Konsentrasi vs Probit Tiap Replikasi

Pada penelitian ini didapatkan bahwa ekstrak metanol daun kesum mempunyai potensi toksisitas akut. Hal tersebut berkaitan dengan senyawa yang terdapat dalam daun kesum yaitu alkaloid dan flavonoid, dimana pada kadar tertentu memiliki potensi toksisitas akut serta dapat menyebabkan kematian larva Artemia salina Leach. Mekanisme kematian larva diperkirakan berhubungan dengan fungsi senyawa alkaloid dan flavonoid dalam daun kesum yang dapat menghambat daya makan larva (antifeedant/pengelak makanan). Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya sehingga larva mati kelaparan (Rita, dkk., 2008; Nguyen & Widodo, 1999 cit Cahyadi, 2009). Fase yang digunakan dalam penelitian ini adalah fase nauplius karena pada saat itu Artemia berada pada fase yang paling aktif membelah secara mitosis yang identik dengan sel kanker yang juga membelah secara mitosis. Hal ini menyebabkan uji BSLT ini sering digunakan sebagai penelitian pendahuluan dari aktivitas antikanker. Aktivitas sitotoksik adalah aktivitas yang dapat menyebabkan kematian pada sel (Rang et.al., 2003 cit Kresnamurti, Tanpa tahun). Salah satu mekanisme kerja obat antikanker juga bersifat sitotoksik yaitu dengan cara menghambat pertumbuhan sel yang akhirnya menyebabkan kematian pada sel sedangkan mekanisme aktivitas sitotoksik pada Artemia salina belum diketahui secara pasti. Daya toksisitas suatu senyawa dapat diketahui dengan menghitung jumlah kematian larva Artemia salina dengan parameter lethal concentration 50 (LC50). Suatu ekstrak dinyatakan bersifat toksik menurut metode BSLT ini jika memiliki LC50 kurang dari 1000 g/mL (Meyer, et al. 1982). Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan bersifat toksik maka dapat dikembangkan ke penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi senyawa sitotoksik tumbuhan sebagai usaha pengembangan obat alternatif antikanker. Pengujian terhadap ekstrak metanol daun kesum menunjukkan harga LC50 sebesar 137,465 g/mL atau ppm, sehingga dapat dikatakan ekstrak metanol daun kesum dalam penelitian ini memiliki aktivitas sitotoksik atau memliki potensi toksisitas terhadap Artemia salina Leach menurut metode BSLT karena memiliki LC50 kurang dari 1000 ppm dan berkolerasi positif sebagai antikanker. Sesuai penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC50 dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti kanker, maka daun kesum dapat dilanjutkan penelitiannya sebagai obat antikanker di masa yang akan datang. Kandungan senyawa yang berpotensi dalam ektrak tanaman ini dapat diketahui berdasarkan hasil uji fitokimia/uji kandungan senyawa ekstrak. Hasil uji kandungan senyawa ekstrak dengan skrining fitokimia atau dengan reagen dan uji fitokimia dengan KLT menunjukkan pada ekstrak metanol daun kesum terdapat senyawa alkaloid dan flavonoid yang diduga berpotensi sitotoksik namun perlu dilakukan uji lebih lanjut.

KESIMPULAN

1. LC50 ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) adalah 137,465 ppm. 2. Ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) memiliki potensi toksisitas akut terhadap Artemia salina Leach dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) karena dihasilkan nilai LC50 kurang dari 1.000 ppm.3. LC50 ekstrak metanol daun kesum 137,465 ppm setara dengan 42,7 gram daun kesum basah.

SARAN

1. Replikasi sebaiknya dilakukan 5 kali sebagai antisipasi jika terdapat data pencilan (menyimpang).2. Hasil uji pendahuluan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menunjukkan ekstrak metanol daun kesum memiliki potensi toksisitas akut, sehingga perlu dilakukan pengujian bioaktivitas lebih lanjut terhadap tanaman ini.3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai profil metabolit sekunder yang berpotensi toksik dengan mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa sitotoksik yang terdapat dalam tanaman kesum sampai menentukan struktur molekul/senyawa aktif, kemudian dilakukan uji aktivitas antikanker serta dilakukan standarisasi untuk dikembangkan menjadi fitofarmaka sebagai usaha pengembangan obat alternatif antikanker.

DAFTAR PUSTAKA

Adfa, M., 2005, Survey Etnobotani, Studi Senyawa Flavonoid dan Uji Brine Shrimp Beberapa Tumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai di Propinsi Bengkulu, Gradien 1 (1): 43, 45-46.

Atmoko, T & A. Maruf, 2009, Uji Toksisitas dan Skrining Fitokimia Ekstrak Tumbuhan Sumber Pakan Orangutan Terhadap Larva Artemia salina L. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam VI (1): 39.Azuan, 2010, Kesum: Polygonum minus Huds, (Online) (http://herba.berita1.com/daun/kesum-polygonum-minus-huds dikunjungi [15 Februari 2011]).Cahyadi, R., 2009, Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia l.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST), [Skripsi], Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, hal: 1, 9-11, 13-17.

Globinmed, 2010, Kesum, (Online), (http: //www.globinmed.com / index.php?option = com_ content&view =article & id=79360:kesum&catid=798:k), dikunjungi [9 Maret 2011]).

Harmita & M. Radji, 2008, Buku Ajar Analisis Hayati, (Edisi III, Cetakan I), Dalam Manurung J., (Editor), Jakarta: EGC, hal: 42-43, 48, 76-78.

Indiastuti D.N., et al., 2008, Skrining Pendahuluan Toksisitas Beberapa Tumbuhan Benalu terhadap Larva Udang Artemia salina Leach, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 6 (2): 82.

Kresnamurti, A & T. Budiati, Tanpa Tahun. Perbandingan Uji Sitotoksik CNSL, Asam Anakardat dan Kardol dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test, Fakultas Farmasi Universitas Arilangga Surabaya dan Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Meyer, B.N., et al., 1982, Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active Plant Constituents, Planta Medica 45: 32-33.

Priyanto, 2009, Toksikologi: mekanisme, terapi antidotum, dan penilaian resiko, (Cetakan I), Dalam Sunaryo H., (Editor), Jakarta: Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, hal: 151-152, 157.

Rita W.S., dkk., 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa yang Berpotensi Sebagai Antitumor Pada Daging Buah Pare (Momordica charantia L.), Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Jurnal Kimia Vol. 2.

Setyawati, A., F.D. Suyatna, et al., 2007, Pengantar Farmakologi: farmakologi dan terapi, (Edisi V), Dalam Ganiswara S.G., Setiabudi R., Elysabeth, (Editor), Jakarta: Gaya Baru, hal: 1-24.Wibowo, M.A., 2007, Uji Antimikroba Fraksi Metanol dan Dietil-eter Daun Tanaman Kesum (Polygonum cf minus huds), (Online), (http://fisika.ub.ac.id/bss-ub/PDF%20FILES/BSS_292_1.pdf, dikunjungi [26 Februari 2011]), hal 1-6.