tugas itp emulsi
TRANSCRIPT
TUGAS ILMU TEKNOLOGI PANGAN
EMULSI
Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP, M.Si
disusun oleh
Ika Nindyas Ranitadewi
22030111130036
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
i
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi............................................................................................... i
Daftar Tabel ......................................................................................... ii
Daftar Gambar ..................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan.............................................................................. 1
Latar Belakang..................................................................................... 1
Rumusan Masalah ............................................................................... 1
Tujuan.................................................................................................. 2
Manfaat................................................................................................ 2
BAB II Pembahasan............................................................................. 3
Definisi Emulsi ..................................................................................... 3
Teori Emulsi ......................................................................................... 3
Tipe Emulsi .......................................................................................... 8
Teori Terbentuknya Emulsi .................................................................. 8
Kestabilan Fisis Emulsi ....................................................................... 11
Pembuatan Emulsi............................................................................... 14
Peralatan Mekanik untuk Emulsi.......................................................... 16
Pemilihan Emulgator ............................................................................ 21
Peneratap emulsi dalam teknologi pangan .......................................... 23
BAB III Penutup ................................................................................... 26
Kesimpulan .......................................................................................... 26
Saran ................................................................................................... 26
Daftar Pustaka ..................................................................................... 27
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Hubungan Nilai HLB dan Tipe Sistem ................................... 16
Tabel 2 Hubungan antara HLB dan Kelarutan dalam Air..................... 16
Tabel 3 Nilai HLB beberapa surfaktan / emulgator .............................. 22
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Emulsi dengan sabun mono dan polivalen........................ 5
Gambar 2. Lapisan ganda listrik pada antarmuka oil on water............ 6
Gambar 3 Emulsi tipe o/w ................................................................... 11
Gambar 4 Emulsi tipe w/o ................................................................... 11
Gambar 5 Proses Creaming................................................................ 12
Gambar 6 Proses Flokulasi ................................................................. 13
Gambar 7 Proses Koalesens............................................................... 13
Gambar 8 Proses Ostwald Ripening ................................................... 14
Gambar 9 Skema Homogenizer .......................................................... 18
Gambar10 Colloid mill dengan rotor dan stator ................................. 19
Gambar 11 Efek Elektromagnetik........................................................ 20
Gambar 12 Efek magnetostrriction...................................................... 20
Gambar 13 Efek mekanik ................................................................... 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari. Hal ini
disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan
untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara
homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar. Salah
satu sistem koloid yang ada dalam kehidupan sehari – hari dan dalam
industri adalah jenis emulsi.
Emulsi adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersinya dapat
berupa zat padat, cair, dan gas, tapi kebanyakan adalah zat cair
(contohnya: air dengan minyak). Pada umumnya emulsi kurang mantap,
kemantapan emulsidapat terlihat pada keadaannya yang selalu keruh
seperti; susu, santan, dsb. Untuk memantapkan emulsi, diperlukan zat
pemantap yang disebut emulgator.
2. Rumusan Masalah
1.1 Apakah emulsi itu?
1.2 Bagaimana teori tentang emulsi?
1.3 Apa saja tipe emulsi?
1.4 Bagaimana terjadinya emulsi?
1.5 Adakah kestabilan fisis emulsi?
1.6 Bagaimana pembuatan emulsi?
1.7 Apa saja peralatan untuk membuat emulsi?
1.8 Bagaimana penerapan emulsi dalam teknologi pangan?
2
3. Tujuan
3.1 Mengetahui definisi emulsi
3.2 Mengetahui teori tentang emulsi
3.3 Mengetahui tipe emulsi
3.4 Mengetahui bagaimana terjadinya emulsi
3.5 Mengetahui kestabilan fisis emulsi
3.6 Mengetahui pembuatan emulsi
3.7 Mengetahui alat pembuatan emulsi
3.8 Mengetahui penerapan emulsi dalam teknologi pangan
4. Manfaat
4.1 Mengetahui prinsip emulsi
4.2 Dapat menerapkan prinspi emulsi dalam teknologi pangan
3
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Emulsi
Emulsi adalah campuran dua zat yang saling melarut, salah satu zat
cair itu terdispersi (fase terdispersi) dalam zat cair lain (fase kontinyu)
dalam bentuk butir-butir yang sangat halus, emulsi adalah termodinamis
tidak stabil karena kontak yang kurang baik antara minyak dan molekul
air1, dan sebagai akibat struktur fisik mereka yang akan cenderung
berubah dari waktu ke waktu oleh berbagai mekanisme (misalnya,
creaming, flokulasi,dan peleburan)2.
2. Teori Emulsi
Bila air dan minyak dicampur dan digojok, akan terbentuk bermacam-
macam ukuran butiran tetesan. Tekanan terjadi pada antar muka sebab
dua fase yang tidak bercampur mempunyai kekuatan tarik yang berbeda
bagi molekul pada antarmuka. Molekul fase A akan ditarik ke dalam fase A
dan ditolak oleh fase B. Pada umumnya makin besar derajat
ketidakcampuran, makin besar tegangan antarmuka.
Contoh cairan hidrokarbon seperti Paraffin liquidium mempunyai
tegangan antarmuka terhadap air kira-kira 50 dyne/cm, sedangkan minyak
tumbuh-tumbuhan yang lebih polar mempunyai tegangan 23 dyne/cm.
Tegangan antarmuka pada permukaan cairan adalah kerja yang
dibutuhkan untuk menghasilkan a cm3 antarmuka.
Dispersi minyak dan air yang halus memerlukan luas kontak
antarmuka yang besar dan hasilnya membutuhkan kerja sama dengan
hasil tegangan antarmuka atau perubahan luas.
Dengan kata lain (Secara thermodinamik) kerja ini adalah tenaga
bebas antarmuka pada system. Tenaga antarmuka yang tinggi memberi
4
tetesan bentuk spheris (luas permukaan minimum untuk suatu volume)
lalu terjadi koalesens, dengan hasil berkurangnya jumlah butir tetesan. Ini
adalah alasan yang termasuk istilah ketidakstabilan thermodinamik dalam
definisi klasik emulsi.3
a. Stabilisasi butir tetesan
Ada dua alternatif untuk membentuk dispersi dan menjaga
integritasnya. Dengan menurunkan tegangan antarmuka, atau
mencegah terjadinya koalesen (bersatunya butir tetesan).
SAA membantu dalam membentuk emulsi dengan
mengabsorpsi pada antarmuka, dengan menurunkan tegangan
interfasial, dan bekerja sebagai pelindung agar butir-butir tetesan tidak
bersatu. Emulgator membantu terbentukanya emulsi dengan tiga jalan:
1. Penurunan tegangan antarmuka (stabilisasi thermodinamik)
Meskipun penurunan tegangan antarmuka menurunkan
tenaga bebas antarmuka yang terjadi pada dispersi, tetapi
peranan emulgator sebagai pelindung antarmuka adalah paling
penting. Ini dapat terliat karena suatu emulgator yang kurang
efisien yang kurang efisein atau tidak menurunkan tegangan
permukaan tetapi membentuk pelindung antarmuka yang baik
dapat mencegah koalesen, dan berguna sebagai emulgator.
2. Terbentuknya film antarmuka yang kaku (pelindung mekanik
terhadap koalesens)
Teori oriented wedge (monomolekuler), merupakan film
emulgator pada permukaan fase intern suatu emulsi adalah
merupakan dasar yang paling pentng. Emulgator sabun
monovalen akan membentuk emulsi w/o, karena gugus karboksil
yang hidrofil mempunyai diameter yang lebih besar dari rantai
hidrokarbon yang panjang dan bersifat hidrofob. Jadi emulgator
campuran biasanya lebih efektif dibanding emulgator tunggal.
5
Gambar 1. Emulsi dengan sabun mono dan polivalen
Sedang emulgator sabun polivalen, akan membentuk emulsi
w/o, karena rantai hidrokarbon diikat oleh ion polivalen (bivalen),
sehingga diameter rantai hidrokarbon lebih besar daripada gugus
karboksil.
Molekul yang amphiphilic akan mengatur dirinya pada
antarmuka air minyak dalam posisi yang menguntungkan bagian
liofil dalam fase minyak dan bagian hidrofob dalam fase aire. Juga
terlihat bahwa SAA bekehendak memusatkan diri pada antarmuka
oil=water sebagai film monomolekuler.
Bila konsentrasi emulgator cukup tinggi, akan terbentuk film
yang kaku antara fase tak tercampur yang bekerja sebagai
pelindung mekanis terhadap adhesi dan koalesen dari batir
tetesan emulsi. Terlihat dalam emulsi yang stabil dengan
surfaktan tunggal, molekul SAA tersusun rapat danmembentuk
gfilm antarmuka yang kuat.
Schulman dan Cookbain mendapatkan bahwa emulsi o/w
dengan campuran emulgator cetil-sulfat natrium dan colesterol
membentuk film yang kaku dan kuat dan emulsi akan stabil sekali
tetapi bila colesterol diganti dengan oleyl-alcohol maka hasilnya
emulsi kurang stabil. Bila dipakai oleat dan cetil alkojol dapat
diperoleh emulsi agakkurang stabil. Jadi film yang emulgatornya
ersusun rapat atau lapisan film emulgator yang kuat akan
menghasilkan emulsi yang stabil.
Emulgator campuran biasanya lebih efektif dibanding
emulgator tunggal. Ini disebabkan karena emulgator campuran
membungkus lebih rapat sehingga film yang terbentuk lebih kuat,
6
sehingga emulsi menjadi lebih stabil. Kebanyakan emulgator
membentuk gel yang kerapatannya sedang pada angtarmuka dan
meghasilkan film antarmuka yang stabil.
Terjadinya kulit antara minyak dan air yang telah diperiksa
secara mikroskopi. Telah pula diusahakan untuk mengukur sifat
mekanika dari film, juga terhadap film yang terbentuk oleh amfifil,
dengan mempelajari viskositas antarmuka. Sedikit diragukan
bahwa emulgator nonionik terutama gom menstabilkan emulsi
melalui film antarmuka.
3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik
dari partikel.
Seperti diketahui film antarmuka dapat mencegah terjadinya
koalesen butir tetesan melalui aksi pelindung, maka begitu pula
film tersebut dapat menyebabkan kekuatan tolak-menolak listrik di
antara butir-butir tetesan. Hal ini disebakan oleh adanya lapisan
ganda listrik yang timbul dari kelompok bermuatan listrik yang
menempatkan diri pada permukaan butir-butir teremulsi.
Sebagai contoh, pada kejadian o/w ermulsi dengan
emulgator sabun natrium. Tidak hanya molekul sutrfaktan
mengumpul pada antarmuka, tetapi juga karena bermuatan,
mereka menempatkan diri seperti pada gambar 2.
Rantai hidrokarbon masuk ke dalam tetes minyak,
sedangkan ujung yang bermuatan berhadapan dengan fase
kontinu air. Jadi, permukaan tetesan bermuatan negatid dari
karboksilat, sedangkan kation menempatkan diri dekat
permukaan, membentuk lapisan ganda muatan secara difus.
Gambar 2. Lapisan ganda listrik pada antarmuka oil on water
7
Potensial yang dihasilkan oleh lapisan ganda menimbulkan
efek tolak menolak antara butri-butir minyak, jadi dapat mencegah
kolaesen. Meskipun potensial listrik tolak menolak pada
antarmuka emulsi dapat dihitung,tetapi tidak dapat diukur
langsung untuk perbandingan dengan teori. Tetapi jumlah zeta
potensial yang dapat ditentukan. Zeta potensial emulsi distabilkan
dengan surfaktanberbanding menyenangkan dengan potensial
lapisan ganda yang dihitung. Dengan kata lain, perubahan zeta
potensial paralel dengan perubahan dalam potensial lapisan
ganda jika elektrolit ditambahkan.
Besarnyapotensial pada antarmuka dapat digunakan untuk
menghitung total tolak menolak antara butir-butir tetesan sebagai
fungsi dari jarak di antara butir-butir tetesan.
b. Interaksi butir-butir tetesan
Total potensial butir-butir tetesan antara duabutri tetesan adalah
fungsi jarak partikel. Potensial ini termasuk potensial tolak-menolak
listrik dan interaksi-interaksi lain, yaitu kekuatan interaksi Van der
Waals atau interaksi London.
Terlihat bahwa potensial tolak-menolak pada jarak besar adalah
kecil, lalu naik, jelas jika jarak antara butir-butir tetesan berkurang,
Pasa kiripuncak (peak) kekuatan tolak menolak turun dengan cepat ke
nol, dan koalesen butir-butir tetesan emulsi terjadi. Rintangan untuk
koalesen adalah tinggi dan mungkin tidak dapat diatasi oleh
pendekatan dua butir tetesan. Yang penting diperhatikan ialah bahwa
kurva mempunyai duaminima, danmerupakan minima pada pemisahan
dari kira-kira 5-14nm yang merupakan permulaan adhesi dari partikel
emulsi. Bila butir tetsan jatuhke dalam minima sekunder dari kurva
enesi potensial, mereka akan flokulasi. Kecilnya minima ini
menjelaskan mengapa flokulasi emulsimerupakan proses reversibel.
Diperkirakan bahwa flokulasi butir-butir tetesandapat tetap dalam
minima tersebut untuk waktu cukup lama, tetapi beberapa penyusunan
8
kembali dari senyawa surfaktan terjadi pada antarmuka. Hal ini
menimbulkan modifikasi potensial dan akan dapat terjadi koalesen.
3. Tipe Emulsi
Berdasarkan fase terdispersinya, dikenal dua jenis emulsi yaitu:
1. Emulsi tipe (o/w): emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase
minyakdidispersikan sebagai bulatan-bulatan ke seluruh fase kontinu
air. Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya bertipe o/w dan
membutuhkan zat pengemulsi (emulgator) o/w. Contoh: zat-zat yang
bersifat nonionic, akasia (gom), tragacanth, gelatin.
2. Emulsi tipe (w/o) : emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase minyak
bertindak sebagai fase kontinu. Emulsi farmasi w/o digunakan hampir
untuk semua penggunaan luar. Emulgator yang digunakan: sabun-
sabun polivalen (kalsium palmitat), span, kolesterol, tween.
Tetapi terdapat juga tipe emulsi multiple yaitu w/o/w atau o/w/o yaitu pada
titik balik perubahan tipe emulsi, dan hal ini hanya berlangsung sebentar.
Faktor-faktor yang menentukan apakah akan terbentuk emulsi w/o
atau o/w tergantung pada dua sifat kritis:
1. terbentuknya butir tetesan
2. terbentuknya rintangan antarmuka
Rasio fase volume, yaitu jumlah relatif minyak dan air, menentukan
jumlah relatif butir tetesan, dan menaikkan kemungkinan terjadinya
benturan, makin besar jumlah butir tetesan,makin kesempatan untuk
benturan. Biasanya fase ekstern dalam jumlah volume yang besar.
4. Teori Terbentuknya Emulsi
Tidak ada teori secara umum yang dapat dipakai sebagai teori
terbentuknya emulsi dan stabilitasnya, karena banyak faktor yang
berhubungan dengan terbentuknya dan stabilitas emulsi. Emulsi dapat
dibuat dengan menggunakan macam-macam emulgator yang masing-
9
masing tergantung dari cara kerja yang pada dasarnya berbeda-beda ntuk
terbentuknya emulsi yang stabil. Teori emulsi dapat berharga bila mampu
menjelaskan:
1. stabilitas emulsi
2. tipe emulsi yang terbentuk
Apabila menggojok campuran, dua zat cair yang tak tercampurkan
akanterjadi salah satu cairan terbagi menjadi butir-butir (tetesan) yang
kecil dalam cairan yang lain. Apabila penggojogan terhenti, maka butir-
butir cairan tersebut akan mengumpul menjadi satu, dan terjadi suatu
pemisahan.
Kegagalan dalam usahamencampur dua caitran tersebut
disebabkan kohesif antaramolekul dari masing-masing cairan terpisah
adalahlebih besar daripada kekuatan adhesif antara 2 cairan. Kekuatan
kohesif ini disebabkan adanya tegangan antarmuka pada batas antara dua
cairan tersebut.
Dengan menggojok, teganga antamuka dapat mudah dipecah
sehingga terjadi butir-butir tetes yang halus. Dengan mengusahakan
penurunan atau pembebasan efek tegangan antarmuka secara permanen,
maka akan terbentuk emulsi yang stabil.
Terlihat bahwa efek kekuatan ini (tegangan antarmuka) dapat
dibedakan dengan 3 cara :
1. Dengan penambahan substansi yang menurunkan tegangan
antarmuka antara 2 cairan yang tak tercampur.
2. Dengan penambahan substansi yang menempatkan diri
(menyusun) melintang di antara permukaan dari dua cairan, jadi
memegang mereka bersama-sama dengan kekuatan.
3. Dengan penambahan zat yang akan membentuk lapisan film di
sekeliling butir-butir fase dispers, jadi secara mekanis
melindungi mereka dari penggabungan tetes-tetes.
Sering dikemukakan mengenai 3 teori tentang terbentuknya emulsi:
1. Teori tegangan permukaan
10
Teori ini dapat menjelaskan bahwa emulsiterjadi bila
ditambahkan suatu substansi yang menurunkan tegangan
antarmuka di antara 2 cairan yang tak tercampur hingga
membikin mereka kurang saling tolakmenolak dan membuat
kemungkinan terjadinya sistem dua fase yang stabil.
2. Teori orientasi bentuk baji (oriented wedge)
Teori ini menjelaskan fenomena dari terbentuknya emulsi
dengan dasar adanya kelarutan selektif daribagian molekul
emulgator, dimana suatu bagian bersifat suka air/mudah larut
dalam air, sedang bagian yanglain tidak, yaitu bersifat suka
minyak/mudah larut dalam minyak. Teori ini disusunoleh
Langmuir adn teman-temannya.
Menurut teori ini, meolekul emulgator terdiri dari bagian
polar dan non polar. Dua cairan yang akan dibuat emulsi
berbeda pula muatannya. Emulgator akan mengatur dirinya
dalam antarmuka antara dua cairan tadi sedemikian rupa
sehingga ujung yang bermuatan dari molekul emulgator akan
tertarik oleh cairan yang lebih bermuatan, dan ujung molekul
emulgator yang tak bermuatan tertolak. Hal ini menyebabkan
moleku-molekul akan membentuk garis-garis kuraqng lebih
teratur. Karena ujung polar, haliniseperti pada sabun valensi
tunggal dianggap lebi besar ø-nya daripada rantai hidrokarbon,
maka lapisan film akan membuat garis bengkok melingkupi tetes
minyak, sehingga minyak merupakan fase intern.
Gambar 3 Emulsi tipe o/w
Lain contoh seperti pada sabun bivalen, maka diameter
ujung hidrokarbon akan lebih besar, karena 2 radikal
hidrokarbon akan mengikat satu ionmetal yang bivalen, maka
11
itulapisanfilmakan membengkok, demikian hingga tetes air akan
merupakan fase intern.
Gambar 4 Emulsi tipe w/o
3. Teori film plastik
Teori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengumpul
(mengendap) pada permukaan masing-masing butri tetesan dari
fase dispersi dalam bentuk film yang plastis. Lapisan ini
mencegah terjadinya kontakatauberkumpulnyabutir-butir tetes
cairan yang sama. Jadi efek emulgator adalah mekanis murni
dan tidak tergantung adanya tegangan muka.
Terjadinya tipeemulsi w/o atau o/w disebabkan karena
kelarutan selektif dari emulgator yang dipakai. Emulgator yang
larut dalam air akan membentuk emulsi tipe o/w, sedangkan
yang laurt dalam minyak akan membentuk emulsi tipe w/o
5. Kestabilan Fisis Emulsi
Hal yang paling penting dalam emulsi untuk farmasi dan kosmetik
adalah stabilisasi dari hasil produk. Stabilitas emulsi farmasi adalah sifat-
sifat tanpa adanya koalesens dari fase intern, creaming, dan terjaganya
rupa yang baik, bau, warna, dan sifat-sifat fisis lainnya. Peneliti
mendefinisikan ketidakstabilan fisis suatu emulsi ialah adanya agglomerasi
dari fase intern dan terjadi pemisahan produk.
a. Creaming
Creaming adalah terjadinya flokulasi dan konsentrasi daributri-
butir tetesan fase intern, kadang-kadang tidak dianggap sebagai
ketidakstabilan yang berat. Definisi lain, creaming adalah terpisahnya
emulsi menjadi dua lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung
12
butir-butir tetesan (fase disperse) lebih banyakdaripada lapisan yang
lain dibanding terhadap emulsi mula-mula.
Butiran-butiran dalam emulsi memiliki densitas yang berbeda-
beda yang menimbulkan kecenderungan mengalami proses
destabilisasi yang disebut creaming. Partikel-partikel dengan ukuran
kerapatan (densitas) kecil akan naik ke permukaan. Hasil akhir proses
akhir creaming adalah 2 jenis emulsi, yaitu :
1. Emulsi dengan fase internal lebih besar
2. Dengan fase eksternal lebih besar
Contoh creaming adalah susu non homogen, yaitu secara alami
susu akan membentuk krim lemak yang mengambang di permukaan
(kepala susu). Creaming tidak menyebabkan permasalahan stabilitas
yang serius, karena sesungguhnya tidak ada satu pun partikel dalam
sistem yang benar-benar menyatu. Creaming dapat di atasi dengan
cara agitasi/diaduk.
Gambar 5 Proses Creaming
b. Flocculation
Selama proses creaming, butiran-butiran fase internal bereaksi
dua arah membentuk ikatan lemah. Secara khusus hal ini disebabkan
oleh muatan permukaan yang tidak menandai pada misel, sehingga
terjadi pengurangan gaya repulsif di antara butiran-butiran fase
internal. Kedua partikel tersebut saling menggabung, tetapi tidak ada
perubahan ukuran. Kejadian dapat diilustrasikan seperti dua buah bola
bilyar yang saling disentuhkan. Pada saat keduanya bersentuhan
terbentuklah asosiasi. Akan tetapi asosiasi tersebut mudah dilepaskan
dengan memindahkan salah satu bola. Dengan mekanisme yang
sama, flocculation pada emulsi dapat dikembalikan dengan cara
13
mengagitasi sistem. Dengan demikian flocculation bukanlah ancaman
serius terhadap stabilisasi emulsi.
Gambar 6 Proses Flokulasi
c. Coallesence
Ketika dua butiran fase internal saling mendekat, keduanya dapat
bergabung membentuk partikel yang lebih besar. Proses ini
berlangsung 1 arah (irreversible), sehingga bisa menimbulkan masalah
serius pada stabilitas produk. Sejumlah partikel tertentu
yangmengalami coalescence dapat memisahkan kedua fase emulsi
secara sempurna.
Gambar 7 Proses Koalesens
d. Ostwald ripening
Fenomena ini seperti pada coalescence dimana partikel fase
internal cenderung bergabung membentuk ukuran seragam. Peristiwa
ini juga bisa menyebabkan pemisahan fase. Ostwald ripening terjadi
pada emulsi dimana droplet bertabrakan dengan yang lain dan
membentuk droplet yang lebih besar dan yang lebih kecil. Droplet
berukuran kecil akan semakin mengecil.
14
Gambar 8 Proses Ostwald Ripening
6. Pembuatan Emulsi
Tujuan pertama dalam pengemulsian adalah mereduksi fase
intwern menjadi butir-butir tetesan kecil. Ini dapat dilakukan dengan
tenaga luar yang merupakan sumber energi, dan energi ini diperoleh baik
dengan kerja tangan atau mesin.
Secara teoritis energi yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus
F= .
Jika 1ml Praraffin liq. terdispersi dalam butir-butir tetesan 0,01µ
(10-6 cm) dalam 1 ml air, luas permukaan butir tetesan Paraffin liq. naik
menjadi 600 m2 (6 x 106 cm2).
Tegangan antarmuka antara Paraffin liq. dan air adalah 57 dyne/cm
atau 57 erg/cm2).
Jadi berdasarkan rumusnya, kerja yang diperlukan untuk
mengemulsi adalah :
F = 57 erg/cm2 (6 x 106 cm2)
34 x 107 erg = 34 joule = 8 kalori
Dalam praktik, kerja yang diperlukan tidak sebanyak 8 kalori karena
ukuran butir-butir Paraffin liq. lebih dari 0.5µ.
a. Metode gom basah (metode Inggris)
Cara ini cocok untuk pembuatan emulsi dengan mucilagines atau gom
yang dilarutkan sebagai emulgator. Cara ini perlu dipakai meskipun
15
lambat dan tidak berdasarkan kenyataan seperti pada cara kontinental
kecuali kalau emulgator yang mau dipakai berupa cairan atau harus
dilarutkan dulu, seperti kuningtelur, Chondrus, dan Metilselulose.
Cara ini dilakukan seperti berikut, mucilago yang kental dibuat dengan
sedikit air, dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit dengan
diaduk cepat (trituration). Bila emulsi terlalu kental, air ditambahkan
lagi sedikit untuke memungkinkan diaduk, bila semua minyak sudah
masuk, ditambah air, sampai volume yang dikehendaki tercapai.
b. Metode gom kering (metode kontinental 4:2:1)
Metode kontinental ini khusus untuk emulsi dengan emulgator gom
kering. Emulsi pertama-tama (korpus emulsi) dibuat dengan 4 bagian
minyak, 2 bagian air, dan satu bagian gom, lalu sisa air dan bahan lain
ditambhakan. Metode ini juga disebut metode 4:2:1.
Minyak 4 bagiian dan gom 1 bagian diaduk dalam mortir bersih dan
kering sampai tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air
semuanya lalu diaduk sampai terjadi korpus emulsi. Tambahkan sirup,
dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit. Bila ada cairan alkohol,
hendaklah ditambahkan setelah diencerkan, sebab alkohol merubah
emulsi.
c. Metode HLB (Hydrophyl-lipophyl balance)
Guna alasan ekonomis perlu dicari emulgator yang murah, emulgator
yang penggunaanya sedikit mungkin untuk mendapat emulsi yang
stabil. Unutk memperoleh efisiensi emulgator, perlu diperhatikan sifat-
sifat dari emulgator untuk tipe sistem yang dipilih, apakah kondisi
ekstern dapat dimodifikasi dari pilihan tersebut.
Pada tahun 1933 Clayton telah membuat seri emulgator seimbang
yang telah dipatenkan. Dalam hal ini terdapat pengaruh terhadap sifat
surface aktif dari molekul mengenai sifat relatif hidrofil/lipofil.
Nilai HLB diberikan bagi tiap-tiap surface active agent (s.a.a.) dan
dihubungkan dengan perbandingan ukuran pemakaian yang
dikehendaki.
16
Daftar berikut menunjukkan nilai HLB yang dibutuhkan bagi
bermacam-macam tipe sistem.
Tabel 1 Hubungan Nilai HLB dan Tipe Sistem
Nilai HLB Tipe sistem
3-6 W/O emulgator
7-9 Wetting agent (zat pembasah)
8-18 M/A emulgator
13-15 Detergent (zat pembersih)
15-18 Solubilizer (penolong kelarutan)
Telah disusun pula hubungan yang mendekati antara HLB dan
kelarutannya dalam air.
Tabel 2 Hubungan antara HLB dan Kelarutan dalam Air
Aksi jika ditambah dalam air Jarak HLB
Tidak terjadi dispersi dalam air 1-4
Terjadi dispersi sedikit 3-6
Terjadi dispersi seperti susu setelah digojok baik-baik 6-8
Terjadi dispersi seperti susu yang stabil 8-10
Jernih sampai dispersi yang terang 10-13
Larutan yang terang 13+
7. Peralatan Mekanik untuk Emulsi
Kebanyakan metode yang dipakai untuk memecah fase intern
menjadi butir tetesan tergantung pada kekuatan (brute force) dan
membutuhkan beberapa macam pengadukan. Bila suatu cairan
disemprotkan dengan tekanan ke dalam cairan lain, maka cairan yang
disemprotkan akan pecah jadi butir tetesan.
Faktor yang memecah cairan yang disemprotkan tergantung pada
diameter mulut semprotan, kecepatan penyemprotan cairan, kerapatan
dan viskositas cairan tadi, serta tegangan antarmuka kedua cairan.
17
Pemecahan serupa menjadi butir-butir tetesan dapat terjadi bila
cairan dibiarkan mengalir di dalam cairan lain dengan mengaduk atau
memutar kuat-kuat. Mula-mula terjadi pemecahan cairan menjadi butir-
butir tetesan kasar dan bila diteruskan dengan kekuatan turbulen akan
terjadi deformasi butir tetesan dan selanjutnya akan pecah menjadi butir
tetesan yang lebih halus.
Bermacam-macam alat digunakan untuk mencegah cairan jadi
butir-butir tetesan dan mengemulsi. Peralatan inti dapat dibagi menjadi 4
kategori :
1. Pengaduk mekanis
Pengaduk terdiri dari bermacam-macam impeller yang dipasang
pada ujung batang sumbu yang berutar. Untuk memproduksi
emulsi dengan viskositas rendah cukup digunakan baling-baling
dengan ujung sederhana. Jika yang diproduksi emulsi dengan
viskositas sedang, digunakan pengaduk tipe turbin.
Untuk pemakaian khusus digunakan bilah kayuh, bilah rotasi
penghalang, atau bilah ketam.
Derajat pengadukan ditentukan oleh kecepatan rotasi pendorong,
tetapi model aliran cairan dan hasil efisiensi penyampuran
ditentukan oleh tipe pendorong, posisinya dalam wadah, adanya
pemecahan dan ukuran umum wadah.
Karena adanya bermacam-macam sifat alir dan kebutuhan
pencampuran yang efisien, maka :
a. Diperlukan pengadukan yang kuat pada sistem yang kental
b. Diperlukan butir tetesan yang halus
c. Harus dihindari terjadinya buih yang mungkin terbentuk
pada kecepatan gesek tinggi.
Dengan demikian penggunaan pengaduk terbatas.
2. Homogenizer
Dalam homogenizer dispersi dari kedua cairan terjadi karena
campuran dipaksa melalui saluran lobang kecil dengan tekanan
besar (lihat gambar 9)
18
Lubang saluran yang kecil dapat diatur dengan menekan katup
dengankatuo penekan yang berhubungan dengan per (pegas)
yang dihubungkan dengan sekrup. Karena butir-butir tetes melalui
saluran lubang kecil, maka butir-butir tetesan akan menjadi kecil
karena adanya gesekan hidrolisis dan turbulen.
Gambar 9 Skema Homogenizer
Homogenizer dapat tersusun menjadi lebih dari sekali terjadinya
pengemulsian dan memungkinkan emulsi kembali melalui
homogenizer lebih dari satu kali.
Homogenizer sangat berguna untuk cairan atau pasta karena
kecepatan melaluinya sedikit dipengaruhi viskositas. Tetapi harus
diingat bahwa proses homogenisasi menaikkan temperatur emulsi
dan memerlukan pendinginan setelah itu.
3. Colloid mill
Colloid mill terdiri atas rotor dan stator dengan permukaan
penggilingan berbentuk kerucut dimana ada jarak yang dapat
diatur antara 0,002-0,003 inchi. Kecepatan rotor berkisar antara
3000-20000 ppm. Materi yang digiling harus digiling sebelumnya
agar tidak merusak colloid mill.
Suspensi yang mengandung partikel ±100 mesh dimasukkan
dalam corong dan terlempar ke tepi oleh aksi sentrifuse. Efek
reduksi terjadi antara permukaan penggiling.
Colloid mill sering digunakan untuk membuat suspensi dan emulsi
dengan ukuran kurang dari 1 mikron. Colloid mill juga digunakan
19
untuk memperoleh derjat yang tinggi dispersi zat padat atau
cairan dalam cairan, biasanya dengan adanya zat pendispersi dan
tidak semata-mata untuk reduksi ukuran zat padat.
Gambar 10 Colloid mill dengan rotor dan stator
4. Ultrasonifiers atau ultrasonic devices
Woods dan Loomis dalam tahun 1927 telah dapat membuat
emulsi dengan penggunaan getaran ultrasonik, yaitu getasan
dengan frekuensi tinggi, 200000 putaran per detik. (Getaran tinggi
yang masih dapat terdengar oleh telingamanusia 15000 putaran
per detik). Getaran itu dapat diperoleh dengan cara :
a. Efek piezoelectric
Metode ini berdasarkan adanya kontraksi kristal dalam
medan listrik. Bila arus bolak-balik dengan frekuensi sama
dengan arah asli getaran kristal yang ditempatkan
melintang pada permukaan kristal akan menghasilkan
ayunan yang sangat kuat.
b. Efek elektromagnetik
Metode ini prinsipnya sama dengan terjadinya gelombang
suara oleh bergeraknya kumparan pengeras suara.
20
Gambar 11 Efek Elektromagnetik
c. Efek magnetostriction
Suatu logam ferrromagnit, biasanya nikel, panjangnya akan
berubah bila diletakkan dalam medan magnit. (GAMBAR
12) Bila medan magnit bolak balik dari frekuensi biasa
suatu batang logam ditempatkan, akan terjadi ayunan
dengan amplitudo yang besar. Ada keuntungannya bahwa
elemen yang berayun sendiri tidak berarus, maka dapat
langsung ditempatkan dalam air.
Gambar 12 Efek magnetostrriction
d. Efek mekanik
Prinsip bekerjanya sama dengan pada organ pipa.
Contohnya pada Pohlman whistle.
21
Gambar 13 Efek mekanik
Simpul pembantu dari bilah dipisahkan oleh jarak yang
sama dengan separo panjang gelombang dari getaran
sistem.
8. Pemilihan Emulgator
Golongan emulgator diseleksi terutama berdasarkan pada persyaratan
stabilitas shelf life, tipe emulsi yang dikehendaki, dan biaya emulgator.
Emulgator biasanya dibagi menjadi golongan sebagai berikut.
1. Surfaktan
Banyak surfaktan yang dapat diperoleh untuk dipakai dalam
pembuatan emulsi. Sehingga tidak mungkin menguraikan satu
persatu, hanya dapat disajikan penggolongan secara umum.
Dulu orang memilih emulgator berdasarkan perasaan dan perkiraan
mengenai perilaku hidrofil-lipofilnya dan tipe emulsi yang dihasilkan
degnan fase lipid atau air yang diberikan.
Untuk mensistematikkan pemilihan emulgator dengan pendekatan
hidrofil-lipofil. Griffin mengemukakan sistem Hydrophillic Lipophilic
Balance (HLB) dari surfaktan. Nilai HLB suatu emulgator dapat
ditentukan jika diketahui struktur formula surfaktan.
Dapat dikatakan bahwa surfaktan yang larut dalam minyak atau
terdispersi dalam minyak mempunyai nilai HBL rendah, sedang yang
terdispersi dalam air mempunyai nilai HLB tinggi.
22
Tabel 3 Nilai HLB beberapa surfaktan / emulgator
Surfaktan HLB
Etilen glikol distearat
Sorbitan tristearat
Propilen glikoil monostearat
Sorbitan sesquoileat
1,5
2,1
3,4
3,7
Tidak terjadi dispersi
Gliseril monostearat (non self emulsifiying)
Propilenglikol monolaurat
Sorbitan monostearat
Dietilen glikol monostearat
Gliserol monostearat (self emulsifiying)
3,8
4,5
4,7
4,7
5,5
Dispersi lemah (poor)
Dietilen glikol monolaurat
Span 40
Sucrose-dioleate
Polietilen glikol monooleat
Span 20
6,1
6,7
7,1
8,0
8,6
Dispersi seperti susu
(tak stabil)
Polioksietilen lauril eter
Tween 80
Polioksi etilen cetil eter
9,5
9,6
10,3
Dispersi seperti susu
(stabil)
Tween 65
Polioksi etilen glikol monooleat
Polioksi etilen glikol monostearat
Poloioksi etilen nonil fenol
10,5
11,4
11,6
13,0
Keruh tembus cahaya
sampai dispersi jernih
Tween 20
Tween 80
Tween 40
Natrii oleat
Kalii oleat
Natrii lauril sulfat
13,3
15,0
15,6
18,0
20,0
±40
Larutan jernih
23
2. Koloid hidrofil
Golongan ini digolongkan sebagai emulgator pembantu meskipujn
dapat pula digunakan sebagai emulgator secara sendirian.
Hidrokolloid adalah koloid yang memiliki afinitas terhadap air. Afinitas
hidrokoloid terhadap air adalah sifatnya dapat bereaksi dengan air,
larut atau dapat mengembang. Dapat berguna sebagai emulgator,
tetapi kegunaannya yang banyak adalah sebagai emulgator pembantu
atau zat pengental.
Tanah liat alam atau sintesis biasanya dipakai sebagai pembentuk
viskositasemulsi atau sebagai zat penyuspensi zat padat. Tanah liat
yang sering dipakai sebagai hidrokoloid adalah
3. Zat padat terbagi halus
Zat ini dapat dipakai sebagai emulgator baik, terutama bila
dikombinasi dengan surfaktan atau makromolekul yang menaikkkan
voskositas.Yang dipakai adalah zat anorganik padat polar seperti
hidroksida logamberat,tanah liat tertentu yang tidak mengembang, zat
pigmen, juga zat padat nonpolar seperti karbon, gliserilstearat. Zat
padat non polar bersifat dapat dibasahi oleh air lebih besar daripada
oleh minyak. Sebaliknya, zat padat nonpolar mudah dibasahi dengan
minyak.
9. Penerapan Emulsi dalam Teknologi Pangan
9.1 Margarin
Margarin adalah mentega buatan. Bisa dibuat dari minyak nabati,
atau minyak hewani. Bisa juga mengandung susu
saringan, garam dan pengemulsi. Margarin mengandung lebih
sedikitlemak daripada mentega, sehingga margarin banyak
digunakan sebagai pengganti mentega. Ada juga margarin rendah
kalori, yang mengandung lemak lebih sedikit.Margarin adalah salah
satu produk olahan dengan teknik emulsi. Lipid oksidasi sangat
sering terjadi di fase likuid, oksigen berfdifusi ke dalam minyak
melalui antarmuka makroskopik antara minyak dan air. Dalam emulsi
24
margarin (w/o) oksigen berdifusi dari udara secara langsung ke fase
kontinyu dari minyak dimana oksidasi terjadi.4 Untuk mengurangi
difusi bisa dengan penggunaan emulsifier yang bisa berpengaruh
terhadap antioksidan di dalamnya.4
9.2 Susu
Susu adalah emulsi lemak dalam air dengan pH 6.5-6.6, berat jenis
1,027-1,035 pada suhu 27oC, memiliki titik didih 100,17oC, titik beuk -
0,5 sampai -0,61oC, dan kekentalan 1,005 centipoise secara kimia. Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan
oleh kelenjar susu mamalia betina. Susu adalah sumber gizi utama
bagi bayi sebelum mereka dapat mencerna makanan padat. Susu
binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi berbagai produk
seperti mentega, yogurt, es krim, keju, susu kental manis, susu
bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia. Susu merupakan
produk pangan yang berwujud emulsi. Akan tetapi dalam proses
pengolahan susu masih tidak memperhatikan preheating phase yang
dapat merubah struktur dalam emulsi susu tersebut.5
9.3 Santan
Santan meripakan emulsi o/w dari endosperma kelapa yang sudah
tua baik dengan atau tanpa tambahan air.6 Emulsi dalam santan
secara natural telah distabilisasi oleh protein dalam kelapa (globulin,
albumin, fosfolipid). Akan tetapi emulsi ini tidak terlalu stabil dan bisa
terbentuk creaming.6 Untuk menambah stabilitas dari santan banyak
emulsifier ditambahkan dalam proses pengolahan, salah satunya
surface-active stabilizer yang telah dibuktikan dapat menstabilkan
emulsi santan.6
Minyak dalam santan terdapat dalam bentuk emulsi minyak air
dengan protein sebagai stabilisator emulsi. Air sebagai pendispersi
dan minyak sebagai fase terdispersi. Di dalam sistim emulsi minyak
air, protein membungkus butir-butir minyak dengan suatu lapisan tipis
sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung menjadi satu fase
kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase
25
kontinyu jika sistem emulsi di pecah dengan jalan merusak protein
sebagai pembungkkus butir-butir minyak. Dalam industri makanan,
peran santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan
aroma, cita rasa , flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil
olahan.
Minyak sayur juga menjadi komponen penting dalam emulsi dan bisa
mempengaruhi psikokimia dari emulsi. Stabilitas emulsi dapat
dihitung dari tingkat dimana creaming, flocculating, atau coalesense7.
Ketika minyak sayur terdispersi dalam sistem emulsi, perbedaan
besar terlihat pada gravitasi antara minyak dan air.
9.4 Mayones
Mayones adalah emulsi o/w dimana protein telur termasuk lipoprotein
berfungsi sebagai emulsifier.8 Telur itu sendiri berfungsi sebagai
emulsifier. Menurut berbagai studi, putih telur (albumen) lebih sedikit
berperan dibanding kuning telur. Mayones mempunyai tekstur tebal
karena tingginya volume fase internal dan droplet yang lebih kecil.
Oleh karena itu, tidak timbul untuk penstabilan melawan creaming.
Akan tetapi, diformulasi untuk kestabilan maksimum melawan
koalesens karena tetesan minyak dekat membran dibutuhkan di
sekitar droplet minyak. Dengan begitu, membran yang kuat dan tebal
dibutuhkanuntuk membentuk kestabilan emulsi dan mencegah
flokulasi.8
26
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Emulsi merupakan sistem koloid yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Emulsi adalah campuran dua zat yang saling melarut, salah satu
zat cair itu terdispersi (fase terdispersi) dalam zat cair lain (fase kontinyu)
dalam bentuk butir-butir yang sangat halus. Ada beberapa teori 3 teori
emulsi yaitu stabilisasi butir tetesan dan interaksi butir tetesan. Sedangkan
tipe emulsi ada 2 yaitu oil-on-water (o/w) dan water-on-oil (w/o). Teori
terbentuknya emulsi ada 3 yaitu teori tegangan permukaan, orientasi bentuk
baji, dan film plastik. Sedangkan kestabilan fisis emulsi ada beberapa
macam. Dan untuk mendukung kestabilan itu dibutuhkan emulgator.
Pembentukan emulsi menggunakan beberapa alat yang sudah dijelaskan.
Seangkan contoh makanan yang menggunakan emulsi adalah santan, susu,
mayones, dan margarin.
2. Saran
Dengan mengetahui konsep tentang emulsi, kita dapat
menerapkannya sesuai kebutuhan dan sesuai prinsipnya sehingga
penggunaanya tidak sia-sia atau salah teori.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Friberg, S. E. (1997). Emulsion stability. In S. E. Friberg, & K. Larsson
(Eds.), Food emulsions (pp. 1–55). New York: Marcel Dekker.
2. McClements, D. J. (2005). Food emulsions: Principles, practices and
techniques. Boca Raton, FL: CRC Press.
3. Anief, Mohammad. (1999). Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi dan Emulsi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
4. V. Filip, I.Hradkova, J. Smidrkal. Antioxidants in Margarine Emulsions.
Czech J. Food Sci. 2009; 27:9-11
5. Brygida E. Dybowska. Properties of Milk Protein Concentrate Stabilized oil-
in-water Emulsions. Journal of Food Engineering. 2008 Mar 11;88:507-
513
6. Nattapol Tangsuphoom, John N. Coupland. Effect of Surface-active
Stabilizers on the Microstructure and Stability of Coconut Milk
Emulsions. Food Hydrocolloids. 2008;22:1233-42
7. Hammed Mirhosseini, Chin Ping Tan. Physicochemical properties of
beverage emulsion as function of glycerol and vegetable oil contents.
Journal of Food, Agliculture & Environment. 2009;7(3&4):79-85
8. Gaurav Gaonkar, Rathna Koka, Ken Chen, Bruce Campbell. Emulsifying
functionality of enzyme-modified milk proteins in O/W and mayonnaise-
like emulsions. African Journal of Food Science. 2010 January;4(1):16-
25