torsio testiss

28
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadiratan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas referat "Torsio Testis" sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di bidang ilmu bedah dalam menyelesaikan pendidikan Dokter Muda di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Laporan kasus ini dibuat selain sebagai tugas, juga diharapkan dapat membantu teman sejawat yang ingin mengetahui tentang torsio testis dan juga membantu saya untuk mempelajari lebih dalam tentang penyakit tersebut. Selain itu saya mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2. dr. M. Jundi Agustoro Sp.B, selaku Kepala Bagian Ilmu Bedah RSUD Bangil dan pembimbing saya untuk tugas referat ini. 3. Semua pihak yang telah membantu saya dalam kelancaran tugas ini, serta seluruh dokter spesialis bedah dan beserta staff yang telah memberikan peranan dalam menyelesaikan tugas ini.

Upload: felicia-suwandi

Post on 23-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

Page 1: Torsio Testiss

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiratan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas referat "Torsio Testis" sebagai

salah satu syarat untuk mengikuti ujian di bidang ilmu bedah dalam

menyelesaikan pendidikan Dokter Muda di Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya.

Laporan kasus ini dibuat selain sebagai tugas, juga diharapkan dapat

membantu teman sejawat yang ingin mengetahui tentang torsio testis dan juga

membantu saya untuk mempelajari lebih dalam tentang penyakit tersebut.

Selain itu saya mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2. dr. M. Jundi Agustoro Sp.B, selaku Kepala Bagian Ilmu Bedah RSUD

Bangil dan pembimbing saya untuk tugas referat ini.

3. Semua pihak yang telah membantu saya dalam kelancaran tugas ini, serta

seluruh dokter spesialis bedah dan beserta staff yang telah memberikan

peranan dalam menyelesaikan tugas ini.

Referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan

segala masukan demi sempurnanya tugas ini. Akhir kata saya berharap semoga

tugas referat ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait.

Bangil, 24 Juli 2014

Penulis

Page 2: Torsio Testiss

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Makalah Ilmiah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

B. Definisi

C. Epidemiologi

D. Etiologi

E. Patofisiologi

F. Klasifikasi

G. Gejala Klinis

H. Pemeriksaan Fisik

I. Pemeriksaan Penunjang

J. Diagnosis Banding

K. Penatalaksanaan

L. Komplikasi

M. Prognosis

BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Torsio Testiss

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang

terpelintir sehingga mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari

vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididymis1. Torsio testis

merupakan suatu kegawat daruratan vaskuler yang murni dan memerlukan

tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu

yang singkat (sekitar 4 sampai 6 jam setelah onset nyeri) dapat

menyebabkan infark dari testis, yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi

testis (Siroky, 2004).

Diantara dari 400 pria yang berumur kuran dari 25 tahun hanya 1

yang menderita torsio testis, dan paling banyak diderita oleh anak laki-laki

pada masa pubertas dengan kisaran umur 12 sampai 20 tahun. Insiden

terbesar pada bayi berumur kurang dari 1 tahun dengan jenis torsi

ekstravaginal dan anak laki-laki pada masa pubertas dengan jenis torsi

intravaginal. Torsio testis jarang ditemukan diatas umur 25 tahun, namun

demikian tetap harus dipertimbangkan pada pasien dengan keluhan nyeri

di daerah skrotum (Purnomo, 2003).

B. Tujuan Makalah Ilmiah

1. Mempelajari dan memahami definisi pada torsio testis

2. Mempelajari dan memahami epidemiologi pada torsio testis

3. Mempelajari dan memahami klasifikasi pada torsio testis

4. Mempelajari dan memahami etiologi pada torsio testis

5. Mempelajari dan memahami patofisiologi pada torsio testis

6. Mempelajari dan memahami pemeriksaan penunjang torsio testis

7. Mempelajari dan memahami penatalaksanaan dan prognosis pada

torsio testis

Page 4: Torsio Testiss

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Testis adalah sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan

panjang 4 cm dari anterior ke posterior 3 cm dan lebar 2,5 cm dan berat

kurang lebih 20g. Testis memiliki bagian-bagian yakni extremtas superior,

extremitas inferior, facies lateralis, facies medialis, margo anterior

(convex), margo posterior (datar). Diliputi oleh tunika albuginea pada 2/3

anterior kecuali pada sisi dorsal dimana terdapat epididymis dan pedikel

vaskuler. Sedangkan epididymis merupakan organ yang berbentuk kurva

yang terletak di sekeliling bagian dorsal dari testis. Suplai darah arteri

pada testis dan epididymis berasal dari areteri renalis(Kusbiantoro, 2007).

Secara histologis, testis terdiri dari kurang lebih 250 lobuli dan tiap

lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. di dalam tubulus seminiferus terdapat

sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedang di antara tubuli seminideri

terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel sprematogonium pada proses

spematogenesis menjadi sel-sel spermatozoa. Sel-sel Sertolo berfungsi

memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut

sel-sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron

(Wilson & Hillegas, 2006).

Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis

disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi di epididimis. Setelah

matur, sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis

dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu

setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens dan

vesikula seminalis serta cairan prostat akan membentuk cairan semen

(Purnomo, 2003).

Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis

dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan

temperatur testis agar tetap stabil dan ideal, yaitu 2°C dibawah suhu

Page 5: Torsio Testiss

bagian dalam tubuh. Peningkatan suhu pada testis dapat mencegah

spermatogenesis dengan menyebabkan degenerasi sebagian besar sel-sel

tubulus seminiferus selai spermatogonia. Pada cuaca dingin, reflex

skrotum menarik testis mendekati tubuh untuk mempertahankan

perbedaan 2°C tersebut (Guyton & Hall, 2007).

Testis mendapat vaskularisasi dari beberapa cabang arteri, yaitu

arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri

deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika

yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang

meninggalkan testis berkumpul meninggalkan testis berkumpul

membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang

mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel (Purnomo, 2003).

B. Definisi

Torsio testis adalah terpeluntirnya funulus spermatikus yang

berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Banyak diderita

oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Disamping itu, tidak jarang

janin yang masih berada dalam uterus atau bayi baru lahir dapat menderita

torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan

testis baik unilateral maupun bilateral(Rupp TJ, 2006).

Torsio testis atau terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat

menyebabkan terjadinya strangulasi dari pembuluh darah, terjadi pada pria

yang jaringan di sekitar testisnya tidak melekat dengan baik ke scrotum.

Trstis dapat infark dan mengalami atrophy jika tidak mendapatkan aliran

darah lebih dari 6 jam.

C. Epidemiologi

Torsio testis ini sangat rawan terjadi pada usia dewasa muda

dengan kisaran usia 10-30 tahun tetapi jarang terjadi pada neonatus.

Puncaknya adalah pada usia 13-15 tahun karena testis yang membesar

sekitar 5-6 kali selama masa pubertas. Testis kiri lebih sering mengalami

Page 6: Torsio Testiss

torsi dibandingkan testis kanan, hal ini mungkin disebabkan oleh karena

secara normal spermatic cord kiri lebih panjang. Sedangkan insiden torsio

testis pada neonatus, 70% terjadi pada fase prenatal dan 30% terjadi

postnatal. Kencenderungan penurunan insiden torsio testis sendiri sesuai

dengan peningkatan usia. Penelitian menemukan bahwa 26% pasien

dengan torsio testis diatas usia 21 tahun.

D. Etiologi

Penyebab dari torsio testis masih belum diketahui dengan pasti.

Trauma terhadap scrotum bisa merupakan factor pencetus, sehingga torsio

harus dipertimbangkan pada pasien dengan keluhan nyeri setelah trauma

bahkan pada trauma yang tampak kurang signifikan sekalipun. Dikatakan

pula bahwa spasme dan kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos

bisa pula menjadi faktor pencetus.

Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis

dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Dalam salah satu

literatur disebutkan bahwa torsio testis dapat terjadi pada perubahan suhu

yang mendadak, seperti pada saat berenang, ketakutan, olahraga yang

berlebihan, pakaian yang tidak nyaman atau juga trauma. Selain karena

trauma, 50% kasus torsio testis terjadi pada saat tidur karena spasme otot

kremaster. Kontraksi otot ini karena testis kiri berputar berlawanan dengan

arah jarum jam dan testis kanan berputar searah dengan jarum jam. Aliran

darah terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan tersebut

menyebabkan iskemia testis. (Wilson & Hillegas, 2006)

Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan

volume testis yang biasanya sering dihubungkan dengan pubertas, tumor

testis, testis yang terletak pada posisi horizontal, riwayat kriptorkismus

dan pada keadaan dimana spermatic cord intracostal yang panjang

(Ringdahl & Teague, 2006).

Page 7: Torsio Testiss

E. Patofisiologi

Torsio testis terjadi dengan adanya kelainan penyangga testis yang

berupa insersi tunika vaginalis yang tinggi di funikulus spermatikus

sehingga funikulus dan testis dapat terpeluntir di dalam tunika

vaginalisnjika bergerak berlebihan. Akibat tangkai yang terpeluntir, terjadi

gangguan perdarahan testis mulai dari bendungan vena sampai iskemia

yang menyebabkan gangren. Keadaan insersi tinggi tunika vaginalis di

funikulus biasanya digambarkan sebagai lonceng dengan bandul yang

memutar atau 'bell-clapper' dan mengalami nekrosis dan gangren (Rupp

TJ, 2006).

Putaran torsi berkisar antara 180°-720°, namun derajat yang

menimbulkan oklusi pembuluh darah dimulai dari 450°-720° hingga

terjadinya iskemia pada arteri (Swiezwieski, 2007).

F. Klasifikasi

Terdapat dua jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu

intravagina dan ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam

tunika vaginalis dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada

spermatic cord di dalam skrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari

epididimis dan invesmen yang tidak komplet dari epididimis dan testis

posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari

skrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan

gambaran bentuk 'bell-clapper' deformitas, dan keadaan ini menyebabkan

testis mengalami rotasi pada cord sehingga mengakibatkankan adanya

potensi untuk terjadi torsi. Torsio ini sering terjadi pada usia remaja dan

dewasa muda (Rupp TJ, 2006).

Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpeluntir

pada axis vertikal sebagai akibat dari fiksasi yang inkomplet atau non-

fiksasi dari gubernakulum terhadap dinding skrotum, sehingga

Page 8: Torsio Testiss

menyebabkan rotasi yang bebas di dalam skrotum. Kelainan ini sering

terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.

G. Gejala Klinis

Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala

ini bisa timbul mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya

meningkat menurut derajat kelainan. Riwayat trauma didapatkan pada

20% pasien, dan lebih dari sepertiga pasien mengalami episode nyeri testis

yang berulang sebelumnya. Derajat nyeri testis umumnya bervariasi dan

tidak berhubungan dengan luasnya serta lamanya kejadian.

Odema dan eritema pada skrotum berangsur-angsur muncul. Dapat

pula timbul nausea dan vomiting, kadang-kadang disertai demam ringan.

Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan

terbakar saat berkemih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-

epidymitis.

Page 9: Torsio Testiss

Sedangkan pada masa prenatal, torsio testis memiliki tanda berupa

massa di skrotum yang berbentuk bulat dan keras dan pada pemeriksaan

traniluminasi bernilai negative (Jack W, 2003).

Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga

ditemukan nyeri perut bawah daerah inguinal. Jika testis yang mengalami

torsio merupakan undesendensus testis, maka gejala yang timbul

menyerupai hernia strangulata(Scott dkk, 1975).

H. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis

dengan penyebab akut skrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio

pada skrotum akan tampak bengkak dan hiperemis, letaknya lebih tinggi

dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral oleh karena adanya

kongesti vena dan karena pemendekan dari spematic cord. Kadang pada

torsio testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan atau

penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai

dengan demam (Purnomo, 2003).

Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi.

Biasanya nyeri tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis atau biasa

disebut dengan Prehn Sign (Ringdahl & Teague, 2006).

Hilangnya refleks kremaster merupakan pemeriksaan fisik yang

paling sensitif pada torsio testis. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas

sebesar 99% pada torsio testis(Ringdahl & Teague, 2006).

Page 10: Torsio Testiss

I. Pemeriksaan Penunjang

Pada umumnya, pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila

diagnosis torsio testis masih meragukan atau bila pasien tidak

menunjukkan bukti klinis yang nyata. Dalam hal ini diperlukan guna

menentukan diagnosa banding pada keadaan akut skrotum lainnya.

Urinalisis biasanya dilakukan untuk menyingkirkan adanya infeksi pada

traktus urinarius. Pemeriksaan darah lengkapdapat menunjukan hasil yang

normal atau peningkatan leukosit pada 60% pasien. Adanya peningkatan

protein fase akut atau biasa disebut C-Reactive Protein dapat membedakan

proses inflamasi sebagai penyebab akut skrotum (Rupp T.J, 2006).

Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio

testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan menggunakan

stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan nuclear scintigraphy.

Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah arteri

yang menuju testis sehingga dapat diketahui kelainan yang terjadi pada

testis dan pembuluh darahnya. Dan juga pemeriksaan ini menyediakan

informasi mengenai jaringan di sekitar testis seperti abnormalitas yang

terjadi pada skrotum, contohnya hematom, torsio appendiks dan hidrokel.

Pada torsio yang terjadi kurang dari 6 jam, testis yang terkena akan

menunjukan gambaran berupa sedikit pembesaran testis dengan sedikit

penurunan echogenicity. Setelah 24 jam, gambaran echogenicity menjadi

lebih heterogen, dan hilangnya tanda-tanda viabilitas dari testis. Kaput

epididimis menjadi membesar karena terjadi kekusutan pada arteri yang

berbeda serta terdapat gambaran spiral yang berliku-liku pada funikulus

spermatikus. Viabilitas dari testis dapat ditentukan dari echogenicity yang

normal, tidak adanya penebalan dinding skrotum dan ada atau tidaknya

hidrokel.

Sedangkan Nuclear Scintigraphy, pemeriksaan ini dilakukan bila

terdapat keragu-raguan dalam melihat aliran darah testis sehingga tidak

salah dalam membedakan torsio testis dengan kondisi lainnya. Gambaran

Page 11: Torsio Testiss

scan dapat dikatakan abnormal bila terdapat penurunan penangkapan

proton pada testis yang terkena. Itu menunjukan tidak adanya aliran darah

pada daerah tersebut. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 90-100%

dalam melihat aliran darah dalam testis (Swierzwieski, 2007).

J. Diagnosis Banding

1. Epididimis akut. Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan

torsio testis. Nyeri scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan

suhu, keluarnya nanah dari uretra, adanya riwayat coitus suspectus

(dugaan melakukan senggama dengan selain isterinya), atau pernah

menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan,

epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehn’s sign,

yaitu jika testis yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut

terkadang nyeri akan berkurang (Prehn’s sign positif), sedangkan

pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehn’s sign negative). Pasien

epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada

pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan

bakteriuria.

2. Hernia scrotalis incarserata. Pada anamnesis didapatkan riwayat

benjolan yang dapat keluar masuk ke dalam scrotum.

3. Hidrokel terinfeksi. Dengan anamnesis sebelumnya, sudah ada

benjolan di dalam skrotum.

Page 12: Torsio Testiss

4. Tumor testis. Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi

perdarahan di dalam testis.

5. Edema skrotum. Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis,

adanya pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung atau

kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik).

Perbedaan antara epididimitis, torsio dan tumor:

Epididimitis Tumor Torsio

Nyeri + - +++

Onset Cepat Lambat Mendadak

ISK + - -

Testis Normal Tumor Sulit diraba atau

dipisahkanEpididimitis Nyeri Normal

Funikulus Menebal Normal

K. Penatalaksanaan

1. Reduksi Manual

Pada waktu diagnosis torsio testis ditegakkan, makan

diperlukan tindakan pemulihan aliran darah ke testis secepatnya.

Biasanya keadaan ini memerlukan eksplorasi pembedahan. Pada

waktu yang sama ada kemungkinan untuk melakukan reposisi

testis secara manual sehingga dapat dilakukan oleh karena sering

menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.

Pada umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada

interval dari onset timbulnya nyeri hingga pasien datang. Jika

pasien datang dalam 4 jam timbulnya onset nyeri, maka dapat

diupayakan tindakan detorsi manual dengan anastesi lokal.

Prosedur ini merupakan terapi non-invasif yang dilakukan dengan

sedasi intravena menggunakan anastesi lokal (5ml Lidocain ata

Xylocaine 2%). Sebagian besar torsio testis terjadi ke dalam dan ke

arah midline, sehingga detorsi dilakukan keluar dan ke arah lateral.

Page 13: Torsio Testiss

Selain itu, biasanya torsio terjadi lebih dari 360°, sehingga

diperlukan lebih dari satu rotasi untuk melakukan detorsi penuh

terhadap testis yang mengalami torsio.

Tindakan non-operatif ini tidak menggantikan explorasi

pembedahan. Jika detorsi manual berhasil, maka selanjutnya tetap

dilakukan orchidopexy elektif dalam waktu 48 jam. Dalam literatur

disebutkan bahwa tindakan detorsi manual hanya memberikan

angka keberhasilan 26,5%. Sedangkan penelitian lain menyebutkan

angka keberhasilan pada 30-70% pasien.

2. Pembedahan

Dalam hal detorsi manual tidak dapat dilakukan atau bila

detorsi manual gagal dilakukan, maka tindakan eksplorasi

pembedahan harus segera dilakukan. Pada pasien dengan riwayat

serangan nyeri testir yang berulang serta dengan pemeriksaan

klinis yang mengarah ke torsio sebaiknya segera dilakukan

tindakan pembedahan. Hasil yang baik diperoleh bila operasi

dilakukan dalam 4 jam setelah timbulnya onset nyeri. Setelah 4

hingga 6 jam biasanya nekrosis menjadi jelas pada testis yang

mengalami torsio.

Eksplorasi pembedahan dilakukan melalui insisi skrotal

midline untuk melihat testis secara langsung dan guna menghindari

trauma yang mungkin ditimbulkan bila dilakukan insisi inguinal.

Tunika vaginalis dibuka hingga tampak testis yang mengalami

torsio. Selanjutnya testis direposisi dan dievaluasiviabilitasnya.

Jika testis masih viabel dilakukan fiksasi orchidopexy, namun

jikatestis tidak viabel maka dilakukan orchidectomy guna

mencegah timbulnyakomplikasi infeksi serta potensial autoimmune

injury pada testis kontralateral.Oleh karena abnormalitas anatomi

biasanya terjadi bilateral, maka orchidopexypada testis

kontralateral sebaiknya juga dilakukan untuk mencegah

terjadinyatorsio di kemudian hari.

Page 14: Torsio Testiss

L. Komplikasi

Torsio dari testis dan spermatic cord akanberlanjut sebagai salah

satukegawat daruratan dalam bidang urologi. Keterlambatan lebih dari 6-8

jam antaraonset gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi

manual akanmenurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga 55-

85%. Putusnya suplaidarah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan

menyebabkan atrofi testis.

Atrofi dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa bulan setelah

torsio dikoreksi.Insiden terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah

terjadi 8 jam atau lebih.Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio

testis meliputi :

Infark testis

Hilangnya testis

Infeksi

Infertilitas sekunder

Deformitas kosmetik

Page 15: Torsio Testiss

M. Prognosis

Jika torsio dapat didiagnosa secara dini dan dilakukan koreksi

segeradalam 5-6 jam, maka akan memberikan prognosis yang baik dengan

angka pertolongan terhadap testis hampir 100%. Setelah 6 jam terjadi

torsio dangangguan aliran darah, maka kemungkinan untuk dilakukan

tindakan pembedahanjuga meningkat.Namun, meskipun terjadi kurang

dari 6 jam, torsio sudah dapatmenimbulkan kehilangan fungsi dari testis.

Setelah 18-24 jam biasanya sudahterjadi nekrosis dan indikasi untuk

dilakukan orchidectomy. Orchidopexy tidak memberikan jaminan untuk

tidak timbul torsio di kemudian hari, meskipuntindakan ini dapat

menurunkan kemungkinan timbulnya hal tersebut.

Keberhasilan dalam penanganan torsio ditentukan oleh

penyelamatan testis yang segera serta insiden terjadinya atrofi testis,

dimana hal tersebut berhubungan secara langsung dengan durasi dan

derajat dari torsio testis. Keterlambatan intervensi pembedahan akan

memperburuk prognosis serta meningkatkan angka kejadian atrofi testis.

Page 16: Torsio Testiss

BAB III

PENUTUP

Dari referat ini bisa disimpulkan bahwa:

1. Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang

berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.

2. Torsio testis ini sangat rawan terjadi pada usia dewasa muda

dengan kisaran usia 10-30 tahun tetapi jarang terjadi pada

neonatus.

3. Terdapat dua jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu

intravagina dan ekstravagina torsio.

4. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio

testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan

menggunakan stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan

nuclear scintigraphy dan juga urinalisis.

5. Epididimis akut, hernia scrotalis incarserata, hidrokel terinfeksi,

tumor testis, edema skrotum adalah diagnosa banding dari torsio

testis.

6. Penatalaksanaan torsio testis pertama bisa dilakukan reduksi

manual setelah itu dilakukan pembedahan.

7. Keberhasilan dalam penanganan torsio ditentukan oleh

penyelamatan testis yang segera serta insiden terjadinya atrofi

testis.

Page 17: Torsio Testiss

DAFTAR PUSTAKA

Andik, Kusbiantoro. 2007. Torsio Testis.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.

Jakarta: EGC

Jack W. McAnich. 2003. Injuries to the Scrotum in Smith's General Urology.

Edisi 6.

Purnomo, Basuki P. 2003. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto. 8, 145-

148

Ringdahl.E. Teague.L. Testicular Torsion. American Family Physician Journal.

2006.

Rupp. T. J. Testicular Torsion. Department of Emergency Medicine. Thomas

Jefferson University. 2006.

Scott, Roy, Deane, R. Fletcher. 1975. Urology Illustrated. London and New

York: Churchill Livingston.

Siroky. M. B. Torsion of The Testis. Siroky. M.B, Oates. R. D, Babayan. R. K

(eds). Handbook of Urology: Diagnosis and Therapy, 3rd ed, Lippincot

William & Willkins; Philadelphia. 2004:369-72

Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:

EGC.

Stanley J. Swierzwieski. 2007. Testicular Pain/Scrotal Pain. Alvailable at:

http://www.urologychannel.com

Wilson, Lorraine M. Hillegas, Katheleen B. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.