thesis na rev.docx

Upload: herry-montzer

Post on 01-Jul-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    1/120

     

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1.  PendahuluanIndonesia merupakan wilayah yang memiliki konvergensi lempeng yang sangat rumit,

    dimana terdiri dari subduksi, collision, back-arc thrusting , back-arc  dan opening faults.

    Kompleksitas ini bila ditinjau dari sudut pandang geofisik menempatkan Indonesia sebagai

    salah satu daerah yang paling aktif di dunia. Tidak kurang dari 460 gempa dengan magnitudo

    M > 4.0 terjadi setiap tahunnya (Ibrahim, dkk., 1989). Banyak di antara gempa-gempa besar

    menimbulkan kerusakan yang sangat besar serta jumlah kematian yang sangat tinggi. (Latief,

    dkk, 2000). Banyak diantara gempa dangkal yang besar yang terjadi di bawah laut

    membangkitkan tsunami besar. Tsunami ini juga menimbulkan kerugian serta kematian jiwa

    yang cukup tinggi. Selain tsunami dibangkitkan oleh gempa, juga tsunami dapat ditimbulkan

    oleh erupsi gunung api bawah laut, dan tanah lonsor. Salah satu contoh tsunami yang

    dibangkitkan oleh aktivitas volkanik adalah tsunami yang ditimbulkan oleh erupsi GunungApi Krakatau 1883 di Selat Sunda yang menyebabkan korban jiwa manusia tidak kurang dari

    36.000 orang. Bencana gempa tsunami Aceh yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004

    dengan koraban jiwa tidak kurang dari 300.000 jiwa dimana 230.000 diantaranya adalah

    rakyat Indonesia serta Gempa Nias yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2005 dengan koraban

    tidak kurang dari 650 jiwa mempertegas bahwa NKRI adalah daerah rawan bencana gempa

    dan tsunami.

    Kompleksitas kondisi geologi dengan segala masalah yang akan ditimbulkannya

    kemudian diperburuk oleh kondisi tata ruang di Indonesia yang kurang sesuai dengan kondisi

    alami tersebut, hal ini dapat dilihat dari sebagian besar pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia

     berlokasi di wilayah pesisir, misalnya Jakarta, Medan, Banda Aceh, Surabaya, Makassar dan

    lain-lain. Selain itu menurut data statistik kependudukan, hampir 60% penduduk Indonesia

     bermukim di wilayah pesisir, sehingga resiko korban jiwa karena ancaman Tsunami sangat

     besar.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    2/120

     

    Kota Cilegon sebagai salah satu kota yang mempunyai tingkat kepadatan dan aktivitas

     perekokonomian yang cukup tinggi merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyairesiko bencana alam tsunami yang cukup tinggi. Posisi geografis Kota Cilegon yang berada di

    sepanjang pantai barat Pulau Jawa dengan karakter topografi yang cukup landai merupakan

    salah satu faktor yang menyebabkan Kota Cilegon mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi.

    Selain itu historikal data menunjukkan bahwa pernah terjadi tsunami disekitar pantai barat

     pulau Jawa ini pada tahun 1883 yang disebabkan oleh letusan gunung krakatau. menunjukkan

    adanya aktivitas tektonik disekitar perairan Kota Cilegon, hal ini diperkuat dengan kajian

    Geologi yang menyebutkan bahwa Kota Cilegon berhadapan dengan sesar aktif di Busur

    Sunda.

    Sehubungan dengan resiko bencana Tsunami di Kota Cilegon, maka perlu disusun

     perencanaan pembangunan wilayah yang kajian resiko bencana Tsunami sebagai salah satu

    faktor utama perencanaan. Salah satunya adalah dengan menyusun zonasi kawasan pesisir

    yang berbasis pada kajian mitigasi bencana alam Tsunami. Dimana pada perencanaan spatial

    ini mengatur keruangan yang ’ramah’ bencana dengan tingkat kerentanan wilayah

    (vulnerability) yang rendah serta ketahanan wilayah (capability) yang cukup tinggi. Hal ini

    diaplikasikan dengan menyusun zona-zona budidaya dan konservasi yang disesuaikan dengan

    tingkat kerentanan dan ketahanan wilayah, dalam hal ini adalah Kota Cilegon.

    1.2.  Perumusan MasalahDari latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalah yang menjadi latar belakang

     penelitian yaitu lokasi Kota Cilegon sebagai lokasi studi yang secara geografis dan geologi

     berada disekitar ancaman bencana tsunami dan pemanfaatan lahan eksisting Kota Cilegon

    dengan aktivitas ekonomi yang tinggi disekitar kawasan pantai.

    1.3.  TujuanTujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat resiko

     bencana alam tsunami di Kota Cilegon berdasarkan pengolahan data spasial serta data statistik

    kewilayahan.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    3/120

     

    1.4.  SasaranAdapun sasaran yang dicapai untuk dapat memenuhi tujuan diatas adalah:

      Mengidentifikasi ancaman bencana  Inventarisasi komponen kerentanan wilayah  Melakukan pemetaan kerentanan wilayah  Menyusun analisis resiko bencana alam tsunami  Melakukan analisis ambang batas (threshold analysis) berdasarkan analisis resiko

     bencana tsunami

    1.5.  Manfaat dan Relevansi PenelitianDengan mengetahui tingkat resiko bencana suatu wilayah, termasuk tingkat

    kerentanannya berdasarkan kriteria yang berkaitan dapat membantu dalam menyusun

     perencanaan wilayah agar dapat mengoptimalkan tujuan pembangunan fisik yang ditentukan.

    Pembangunan dan resiko bencana merupakan dua hal yang berlawanan akan tetapi satu sama

    lain berkaitan. Bencana merupakan faktor yang dapat menghambat atau bahkan

    menghancurkan hasil pembangunan yang telah dicapai, sebaliknya pembangunan yang tidak

     berdasarkan penilaian kondisi alamiah lingkungan akan menempatkan wilayah tersebut pada

    tingkar resiko bencana yang tinggi.

    Tingkat resiko bencana merupakan bagian dari penyusunan perencanaan tata ruang.

    Dengan mengetahui tingkat resiko bencana, proses perencanaan dan pelaksanaan

     pembangunan wilayah dapat diselaraskan dengan kondisi alami. Selain itu, pemahaman

    kerentanan serta tingkat resiko dijadikan sebagai dasar dalam melakukan deliniasi zona

    ambang batas untuk menentukan zona limitasi, kendala serta zona yang dapat dikembangkan

    sesuai dengan kondisi resiko bencana wilayah.

    1.6.  Batasan Masalah1.6.1.  Lokasi

    Lokasi studi adalah di Kecamatan Ciwandan dan Citangkil, Kota Cilegon. Secara

    geografis kedua kecamatan ini memiliki wilayah pantai yang berhadapan langsung dengan

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    4/120

     

    Selat sunda. Selain itu, hal lain yang memberikan penilaian lebih dalam penentuan lokasi

    kajian adalah nilai ekonomis dari kedua kecamatan ini, dimana hampir disepanjang wilayah pesisir kedua kecamatan ini merupakan lokasi industri yang termasuk kedalam kawasan

    industri zona 1 yang memegang peranan penting bagi perekonomian wilayah Kota Cilegon

    khususnya.

    1.6.2.  Ruang Lingkup KajianRuang lingkup kajian yang dilakukan dalam melakukan studi ini adalah sebagai berikut:

    a.  Kajian literatur mengenai kebencanaan disekitar lokasi pekerjaan b.

     Penyusunan kriteria kerentanan wilayah

    c.  Penentuan metoda pembobotan kriteriad.  Analisis spasial dari komponen faktor-faktor kerentanane.  Penilaian Resiko bencana wilayahf.  Penilaian umum kerugian yang ditimbulkan bencanag.  Kajian kebijakan melalui analisis ambang batas.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    5/120

     

    BAB 2 KAJIAN LITERATUR

    2.1.  TsunamiTsunami adalah gelombang panjang yang diakibatkan karena adanya perubahan dasar

    laut atau karena adanya perubahan badan air secara tiba-tiba dan impulsif yang disebabkan

    karena adanya gempa bumi, erupsi letusan gunung berapi, longsor di dasar laut, runtuhan

    gunung es dan jatuhan benda angkasa. Tsunami yang merupakan gelombang panjang pada

    istilah oseanografi atau kelautan, akan menjalar memasuki paparan benua dengan kecepatan

    yang semakin menurun tetapi dengan amplitudo gelombang yang semain tinggi. Dimana

    secara fisis umumnya Tsunami terdiri dari deretan gelombang yang mendekati pantai dengan

     perioda antara 5 s/d 9 menit.

    Seperti telah dijelaskan sebelumnya mengenai definisi Tsunami, diketahui bahwa

     penyebab terjadinya Tsunami adalah diakibatkan oleh faktor alam seperti gempa bumi,

    aktivitas vulkanik, longsor dan terjadinya jatuhan dahsyat. Untuk kasus kejadian Tsunami di

    Indonesia, hampir 90,5% kejadian Tsunami di Indonesia disebabkan oleh gempa bumi akibat

    aktivitas tektonik dasar laut; 8,6% akibat erupsi vulkanik; dan 1% disebabkan oleh longsor

     bawah laut. (Latief, 2000).

    Korban dan kerugian yang disebabkan oleh bencana Tsunami selain yang diakibatkan

    karena limpasan air yang naik ke daratan, hal lain yang menjadi ancaman adalah bencana

    ikutan (collateral hazzard ) akibat Tsunami misalnya adalah (Latief, 2000):

      Kebakaran  Angkutan sedimen  Gelombang, kecepatan arus yang tinggi, pergerakan dan impact  benda terapung

    Hal ini dapat dilihat pada kejadian Tsunami di Aceh (2004) dimana kerusakan dan

    kerugian selain disebabkan oleh limpasan air dengan volume yang besar naik ke daratan,

     penyebab lainnya adalah karena benturan benda-benda terapung yang merusak bangunan-

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    6/120

     

     bangunan yang dilewatinya, juga naiknya sedimen yang terangkut oleh massa air merusak

    lingkungan sekitar pantai sejauh limpasan air akibat Tsunami.

    Skala Intensitas Tsunami menurut Gerassimos Papadopoulos dan Fumihiko Imamura

    (2001), disusun berdasarkan:

    a.  Efek tsunami terhadap manusia b.  Efek tsunami terhadap obyek di pantai, misalkan perahu atau kapalc.  Kerusakan pada bangunan

    Secara umum, skala ini disusun berdasarkan tinggi tsunami itu sendiri, berikut skala

    intensitasnya sebagai berikut:

    1.   Not felt2.  Scarcely felt

    a.  tsunami dirasakan oleh sedikit orang di perahu kecil dan tidak teramati di pantai b.  tidak terasa pengaruhnyac.  tidak merusak

    3.  Weaka.  tsunami dirasakan oleh sedikit orang di perahu kecil dan teramati oleh beberapa

    orang di pantai

     b.  tidak terasa pengaruhnyac.  tidak menimbulkan kerusakan

    4.   Largely observeda.  tsunami dirasakan oleh semua perahu kecil dan terasa oleh beberapa orang di

    kapal besar

     b.   beberapa kapal kecil terbawa ke arah pantaic.  tidak terjadi kerusakan

    5.  Strong  (tinggi tsunami 1 meter)a.  tsunami terasa oleh semua kapal besar dan terlihat di pantai. Beberapa orang

    menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi

     b.   banyak perahu kecil yang bertubrukan dan kandas di pantai, terlihat jejak lapisan pasir di tanah dan terlihat genangan kecil

    c.  terlihat banjir di fasilitas terbuka seperti kebun/ taman di struktur dekat pantai6.  Slighly damaging  (2 m)

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    7/120

     

    a.   banyak orang ketakutan dan lari ke tempat yang lebih tinggi b.   banyak perahu kecil yang kandas di pantai dan bertabrakan diantaranyac.  kerusakan dan banjir di beberapa struktur kayu

    7.   Damaging  (3 m)a.   banyak orang ketakutan dan lari ke tempat yang lebih tinggi b.   banyak perahu kecil rusak. Beberapa kapal besar hanyut, obyek dengan berbagai

    ukuran hanyut. Lapisan pasir dan dan akumlasi kerikil tebawa ke darat. Beberapa

    karamba budidaya/aquakultur hanyut terbawa ombak.

    c.  Banyak bangunan kayu rusak, beberapa diantaranya hancur atau tersapu.Kerusakan pada tingkat 1 dan banjir pada sebagian gedung.

    8.   Heavily damaging  (4 m)a.  Semua orang menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi, beberapa di

    antaranya hanyut terbawa gelombang

     b.  Sebagian besar kapal kecil rusak dan yang lainnya hanyut tersapu gelombang.Beberapa kapal besar terdampar di darat dan rusak. Benda benda berukuran besar

    terbawa sampai ke darat. Erosi terjadi sepanjang pantai. Terjadi genangan dalam

    skala luas. Kerusakan pada hutan pantai, karamba apung untuk akuakultur hanyut

    dan sebagian rusak

    c.  Sebagian besar bangunan kayu tersapu atau rusak. Kerusakan pada beberapagedung tingkat dua. Sebagian beton bertulang rusak pada tingkat 1 dan terlihat

    adanya genangan.

    9.   Destructive (8 m)a.  Banyak orang tersapu gelombang b.  Sebagian besar perahu kecil hancur atau tersapu gelombang. Sebagian besar kapal

     besar kandas dan beberapa diantaranya hancur. Terjadi erosi di pantai dalam

    skala yang lebih luas. Terlihat penurunan tanah secara lokal. Kehancuran pada

    sebagian hutan pantai. Sebagian besar karamba akuakultur tersapu, sebagian besar

    rusak.

    c.  Kerusakan tingkat 3 pada gedung, beberapa bangunan beton bertulang rusak padalevel 2.

    10.  Very destructive (8 m)a.  Terjadi kepanikan pada massa sebagian besar orang tersapu gelombang

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    8/120

     

     b.  Sebagian besar kapal besar terbawa ke pantai, sebagian besar hancur danmenghantam gedung. Bongkahan kecil dari dasar laut terbawa gelombang kedarat. Mobil hanyut oleh gelombang. Terjadi tumpahan minyak, kebakaran mulai

    terjadi. Penurunan muka tanah terjadi dalam skala yang lebih luas.

    c.  Kerusakan level 4 pada banyak gedung, sebagian kecil beton bertulangmengalami kerusakan pada level 3. Breakwater  mengalami kerusakan.

    11.  Devastating  (16 m)a.  Kerusakan pada lifelines. Kebakaran meluas. Arus balik (backwash) membawa

    mobil dan obyek lain ke laut. Bongkahan besar dari dasar laut terbawa ke darat.

     b.  Kerusakan level 5 pada gedung. Sebagian kecil beton bertulang mengalamikerusakan level 4 dan sebagian besar mengalami kerusakan 3.

    12.  Completely devastating  (32 m)Semua gedung praktis hancur dan sebagian besar gedung beton bertulang mengalami

    kerusakan paling tidak level 3.

    2.2.  Indonesia sebagai Kawasan Ancaman TsunamiGempa bumi di Indonesia merupakan penyebab utama timbulnya tsunami dimana

     jumlah tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi mencapai 90.5% (95 kejadian) dari 105

    kejadian tsunami yang pernah terjadi di Indonesia, kemudian oleh erupsi volkanik 8.6% (9kejadian) dan oleh tanah longsor 1% ( Latief, dkk., 2000).

    Salah satu contoh tsunami yang dibangkitkan oleh aktivitas volkanik adalah tsunami

    yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Api Krakatau 1883 di Selat Sunda yang menyebabkan

    korban jiwa manusia tidak kurang dari 36.000 orang. Bencana gempa tsunami Aceh yang

    terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 dengan koraban jiwa tidak kurang dari 300.000 jiwa

    dimana 230.000 diantaranya adalah rakyat Indonesia serta Gempa Nias yang terjadi pada

    tanggal 28 Maret 2005 dengan koraban tidak kurang dari 650 jiwa mempertegas bahwa NKRI

    adalah daerah rawan bencana gempa dan tsunami.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    9/120

     

    Gambar 1  Tektonik Lempeng Asia Tenggara -termasuk Indonesia dan sekitarnya- (Hall,1997) 

    Indonesia dan sekitarnya merupakan daerah yang memiliki konvergensi lempeng yang

    sangat rumit, dimana terdiri dari subduksi, collision, back-arc thrusting , back-arc  and

    opening faults. Hasil dari kerumitan ini, bila ditinjau dari sudut pandang geofisik

    menempatkan Indonesia sebagai salah satu daerah yang paling aktif di dunia. Tidak kurang

    dari 460 gempa dengan magnitudo M > 4.0 terjadi setiap tahunnya ( Ibrahim, dkk., 1989) hal

    ini dapat dilihat pada gambar 2 sebelah kiri.

    Gambar 2  Plot gempa yang terjadi di Indonesia dari 1960-2000 (Triyoso, 2002), dan Pembagian Zona

    seismotektonik di Indonesia (Latief dkk, 2002)  

    Berdasarkan hubungan antara tsunami, aktivitas kegempaan dan karakteristik

    seismotektonik Indonesia seperti diperlihatkan pada gambar 2 disebelah kanan, wilayah

    Indonesia dapat dibagi ke dalam 6 zona seismotektonik (Latief, 2000) yaitu :

      Zona-A : Busur Sunda bagian Barat, terletak di sebelah Barat Laut Selat Sunda, antaralain Pulau Sumatera dan Pulau Andalas.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    10/120

     

      Zona-B : Busur Sunda bagian Timur, ternbentang antara Selat Sunda ke Timur sampaidengan Sumba, yang terdiri dari Pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa dan Pulau Sumba.

      Zona-C : Busur Banda, terletak di Lau Banda, antara lain Flores, Timor, KepulauanBanda, Kepulauan Tanimbar, Seram dan Pulau Buru.

      Zona-D : Selat Makassar.  Zona-E : Laut maluku, termasuk didalamnya Sangihe dan Halmahera;  Zona-F : Sebelah Utara Irian Jaya.

    Dari data-data tersebut terlihat dengan jelas bahwa sebagian kawasan di Indonesia

    mempunyai tingkat ancaman bencana alam Tsunami yang cukup tinggi, dan hampir sebagian

     besar kawasan pesisir Indonesia dihadapkan pada ancaman tersebut, kecuali pada beberapawilayah pesisir yang relatif terhindar dari ancaman bahaya Tsunami, yaitu sebagian pesisir

    Kalimantan Barat, pesisir utara Pulau Jawa dan Sebagian pantai Selatan Jawa Barat yang

    disebut sebagai Tsunami shadow area (Pusat Riset Tsunami –  KPPK ITB, 2002).

    2.3.  Potensi Bahaya Tsunami di Selat Sunda2.3.1.  Tatanan Tektonik

    Tatanan tektonik dan patahan dari gempa antar-lempeng (interplate) utama yang terjadi

    di sepanjang Sunda megathrust yang diberikan oleh Subarya, dkk (2006) seperti diperlihatkan

     pada Gambar 3. Bidang yang berwarna kuning memperlihatkan estimasi daerah patahan dari

    gempa-gempa subduksi yang terjadi antara 1797-2004. Bidang yang berwarna jingga

    meperlihatkan daerah patahan gempa Sumatra-Andaman 2004 dengan slip sekitar 5 m sampai

    dengan 10 m lebih. Gambaran tektonik disederhanakan dari gambar yang diberikan oleh

     Natawidjaja, dkk. (2002).

    Kecepatan relatif lempeng Australia (panah hitam) dan India (panah merah) terhadap

    Sunda dihitung berdasarkan model kinematik regional yang diberikan oleh Subarya dkk

    (2006) Sedangkan garis putus-putus adalah ketembalan sedimen dengan interval 2000 meter.

    Gambar inset memperlihatkan umur lantai samudra yang meningkat kea rah Utara dari 50 jt-

    tahun dimana daerah episenter berada pada tahun 80-120 juta-tahun pada posisi Kepulauan

    Andaman.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    11/120

     

    Gambar 3  Tatanan dan patahan-patahan dari gempa-gempa utama antar-lempeng yang terjadi di

    sepanjang Sunda megathrust (Subarya, dkk, 2006)  2.3.2.  Sejarah Tsunami yang Berpotensi Menjangkau Kawasan Selat Sunda

    Sejarah gempa utama yang pernah terjadi di pantai barat Sumatra dimana sebagian dari

    mereka ada yang menimbulkan tsunami seperti terlihat pada Tabel 1. 

    Tabel 1  List gempa-gempa subduksi utama di sepanjang sunda megathrust  

    Tahun Lokasi/Nama Magnitude Keterangan

    1797 Siberut/Padang 8.2 ada tsunami

    1833 Pagai/Bengkulu 9.0 ada tsunami

    1881 Andaman 7.9 Ada tsunami

    1881 Andaman >7.5 Ada tsunami

    1861 Padang 8.5 ada tsunami

    1907 Simeulue 7.6 Ada tsunami

    1935 Pini Island 7.7 Ada tsunami1941 Andaman 7.7 ?

    1984 Pulau Pini 7.2 Tdk ada tsunami

    2000 Enggano/Bengkulu 7.9 Tdk ada tsunami

    2002 Simeulue 7.2 Tdk ada tsunami

    2004 Aceh 9.2 Ada Tsunami (besar)

    2005 Nias/Sumut 8.7 Ada tsunami (kecil)

    2007 Bengkulu 7.9 Ada tsunami

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    12/120

     

    Sehubungan masih kurangnya data-data gempa di sekitar selat Sunda maka dalam

    analisis ini digunakan perioda ulang gempa berdasarkan data dari kejadian gempa-gempasubduksi yang terjadi di daerah subduksi sebelah barat Sumatera. Perhitungan perioda ulang

    momen magnitudo gempa (Mw) di sekitar Selat Sunda mengacu pada perhitungan perioda

    ulang di daerah dekat Banda Aceh seperti yang diberikan oleh Wayan dan Hendarto (2006)

     pada grafik berikut:

    Gambar 4  Perioda ulang momen magnitude gempa subduksi di pantai Barat Sumatera Dari grafik diatas memperlihatkan perioda ulang untuk gempa dengan momen

    magnitude yang akan ditinjau seperti Mw=7.0 adalah 25 tahunan, Mw=7.5 adalah 55 tahunan,

    Mw=8.0 adalah 120 tahunan, Mw=8.5 adalah 250 tahunan.

    Magnitudo-magnitudo yang ditinjau ini kemudian akan dihitung potensi tinggi tsunami

    yang dapat yang akan terjadi di kota Cilegon khususnya di daerah Ciwandan., dengan

    menggunakan model pembangkitan dan penjalaran serta rendaman tsunami.

    2.4.  Mitigasi BencanaBerdasarkan definisi terminologi ISDR (2004), yang dimaksud dengan mitigasi adalah

    tindakan atau langkah (struktural dan non-struktural) yang diambil dalam upaya untuk

    membatasi atau mengurangi dampak yang merugikan dari suatu bencana alam, degradasi

    lingkungan dan bencana teknologi. Berdasarkan definisi diatas maka hal yang dapat dilakukan

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    13/120

     

    dalam upaya mengurangi dampak dari bencana alam ini, khususnya tsunami menurut Kawata

    Yoshiaki ( Research Center for Disaster Reduction system, Kyoto University, 2001) yaitu:

    a.  Memahami resiko bencana (memahami mekanisme dari tsunami) b.  Memahami kerentanan wilayah (mengenali kelemahan dari sosial atau fisis wilayah).c.  Memahami countermeasures (early warning system, Peta rawan bencana dan lain-lain).

    Tiga hal yang disebutkan diatas merupakan pendekatan umum yang dapat dilakukan

    dalam upaya perencanaan untuk mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan oleh

     bencana. Selain tiga hal seperti telah disebutkan diatas, hal lain yang perlu diperhatikan

    adalah memahami ketahanan serta kerentanan wilayah. Ketahanan wilayah ini dapat berwujud

    dalam bentuk kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana atau juga dapat berbentuk

     perencanaan tata ruang yang ’ramah’ bencana alam, khususnya Tsunami.

    Selain pendekatan yang diperkenalkan oleh Yoshiaki Kawata (2001), pendekatan

    lainnya yang dapat dipergunakan untuk mengurangi dampak dari Tsunami diperkenalkan oleh

    Eddie N. Berdarnd (NOAA / Pasific Marine Environmental Laboratory, USA, 2001) yang

    dikenal sebagai TROIKA (Tsunami Reduction of Impact throught Three Key Action) yaitu:

    a.   Hazzard assessment, Memetakan tsunami innundation dengan sumber lokal atau sumber jauh menggunakan model matematis/numerik.

     b.   Mitigation, Mengelola kesiapan masyarakat dengan melakukan perencanaan tanggapdarurat, misalnya dengan menempatkan tanda-tanda peringata tsunami serta rute

     penyelamatan diri dan lain-lain.

    c.  Warning guidence, Mengembangkan sistem peringatan dini misalnya denganmenempatkan buoy, seismograf dan lain sebagai sensor identifikasi terjadinya tsunami,

    serta pengembangan SIG untuk media informasi dari peringatan dini.

    Hal selanjutnya yang harus diperhatikan dalam mitigasi bencana adalah mengenal

    istilah-istilah yang berkaitan dengan mitigasi, misalnya adalah bencana, kerentanan,

    ketahanan, resiko bencana dan lain sebagainya yang akan diuraikan pada bagian berikut ini.

    Secara umum bencana dapat didefinisikan sebagai kejadian luar biasa yang terjadi

    secara perlahan ataupun secara tiba-tiba, dimana masyarakat yang mengalaminya harus

    merespon dengan tindakan yang luar biasa. Menurut definisi ISDR (2004) yang dimaksud

    dengan bencana adalah “a serious disruption of the functioning of a community or a society

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    14/120

     

    causing widespread human, material, economic or environmental losses which exceed the

    ability of the affected community or society to cope using its own resources”  yang dapatditerjemahkan sebagai adanya gangguan yang luar biasa terhadap suatu tatanan masyarakat

    yang menyebabkan kerugian kepada masyarakat luas, baik berupa materi, maupun kerusakan

    lingkungan dan melebihi kemampuan dari masyarakat tersebut untuk mengatasi bencana yang

    menimpanya dengan sumberdaya yang dimiliki.

    Konsep pengertian bencana dapat diformulasikan dalam hubungan suatu persamaan

    Resiko Bencana (R) sebagai fungsi dari ancaman atau bahaya (A), kerentanan (K), dan

    kemampuan/ketahanan (m), dimana keterkaitan masing-masing faktor tersebut diperlihatkan

     pada persamaan berikut ini:

    R =m

     K  A 

    Dari persamaan diatas dapat ditarik kesimpulan umum bahwa Resiko bencana

    merupakan hasil dari tindakan langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan ancaman

    dan kerentanan yang bergantung pada kemampuan/ketahanan dari suatu tantangan lingkungan

     juga kemasyarakatannya dalam menghadapi dan menanggulani ancaman dan kerentanan

    tersebut.

    2.4.1.  Resiko (risk )Resiko dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang dapat menyebabkan kerugian

     baik itu berupa materi, korban nyawa, kerusakan lingkungan, atau secara umum dapat

    diartikan sebagai kemungkinan yang dapat merusak tatanan sosial, masyarakat dan

    lingkungan yang disebabkan oleh interaksi antara ancaman dan kerentanan.

    Indonesia sebagai suatu kawasan dimana tingkat ancaman bahaya dan kerentanan yang

    cukup tinggi serta kemampuan untuk bertahannya relatif cukup rendah maka Indonesia dapat

    dikatakan sebagai suatu kawasan dengan tingkat resiko bencana yang cukup tinggi. Tingkat

    resiko suatu wilayah bergantung hal-hal berikut ini:

      alam/geografi/geologi (kemungkinan terjadinya fenomena)  kerentanan masyarakat yang terpapar terhadap fenomena (kondisi dan

     banyaknya)

      kerentanan fisik daerah (kondisi dan banyaknya bangunan)

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    15/120

     

      konteks strategis daerah  kesiapan masyarakat setempat untuk tanggap darurat dan membangun kembali

    2.4.2.  Ancaman / Bahaya (hazard )Bahaya atau ancaman dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian atau kondisi yang

    dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian materi atau korban jiwa. Berdasarkan

    waktu kejadiannya, faktor bahaya dapat dibedakan menjadi (MPBI, 2004):

      Tiba-tiba/tidak terduga (gempa bumi, tsunami, dll)  Bertahap, terduga dan teramati (wabah penyakit, aktivitas gunung merapi, dll)  Periodik, terduga dan teramati (banjir, pasang surut, kekeringan, dll)

    Sedangkan yang dimaksud dengan ancaman adalah suatu kondisi, gejala atau aktivitas

    manusia yang berpotensi menimbulkan korban jiwa, kerugian materil, kerusakan tatanan

    sosial dan lingkungan. Contoh kejadian atau aktivitas yang dianggap sebagai ancaman

    misalnya: Penggundulan hutan, gempa bumi, tsunami, wabah penyakit, dll.

    2.4.3.  Faktor Kerentanan (Vulnerability )Kerentanan dapat artikan sebagai suatu kondisi yang menentukan bilamana bahaya alam

    ( Natural hazard ) yang terjadi dapat menimbulkan bencana alam ( Natural Disaster ).Kerentanan menunjukkan nilai dari potensi kerugian pada suatu wilayah akibat bencana alam,

     baik itu nilai lingkungan, materi, korban jiwa, tatanan sosial dan lainnya. Jenis-jenis

    kerentanan dapat dilihat berikut ini (PRNMB, DIKTI, 2004):

      Kerentanan sosial  Kerentanan kelembagaan  Kerentanan sistem  Kerentanan Ekonomi 

    Kerentanan Lingkungan  Kerentanan akibat praktik-praktik yang tidak bersifat sustainable development.

    Secara sederhana dapat disimpulakan bahwa ancaman “bahaya alam” akan menjadi

    “bencana alam” apabila terjadi pada suatu wilayah yang memiliki tingkat kerentanan yang

    tinggi.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    16/120

     

    Resiko pada dasarnya berkaitan dengan kondisi kerentanan dari faktor fisik, sosial,

    ekonomi dan lingkungan yang perlu dikaji dan diolah (ISDR, 2004). Sedangkan yangdimaksud dengan manajemen resiko dimana tujuan utamanya adalah untuk meminimalisir

    kerentanan terhadap ancaman yang ada melalui peningkatan individu (sdm), insitusional serta

    kapasitas sosial yang rentan.

    Akhir-akhir ini tumbuh ketertarikan yang cukup signifikan mengenai keterkaitan antara

     bencana dengan pembangunan. Pada awalnya beranjak pada keingintahuan pada dampak dari

     bencana terhadap pembangunan, lalu berkembang pada kebalikannya yaitu dampak dari

     pembangunannya terhadap bencana. Hal ini menunjukkan perhatian sosio-ekonomi dan

    lingkungan terhadap pemikiran kerentanan.

    Kerentanan merupakan gambaran dari kondisi fisis, sosial, ekonomi serta lingkungan,

    hal ini dibentuk secara kontinyu dari perilaku, kebiasaan, budaya, sosial-ekonomi dan

     pengaruh politik terhadap individu, rumah tangga, komunitas dan lingkungan.

    Pada Gambar 5  Interaksi Antara Faktor Kerentanan (ISDR, 2004),  diperlihatkan 4

    komponen yang merupakan faktor kerentanan yang berbeda, di tunjukkan oleh area irisan dari

    4 lingkaran tersebut memperlihatkan bahwa keempat aspek tersebut saling berinteraksi satu

    sama lainnya.

    Gambar 5  Interaksi Antara Faktor Kerentanan (ISDR, 2004) Berdasarkan definisi dari ISDR (2004), kerentanan dikelompokan menjadi 4 faktor,

    yaitu:

    Fisik

    Sosial

    Ekonomi

    Lingkungan

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    17/120

     

    a.  FisikFaktor kerentanan fisikal pada umumnya merujuk pada perhatian serta kelemahan atau

    kekurangan pada lokasi serta lingkungan terbangun. Hal ini dapat diartikan sebagai wilayah

    terbuka (exposure) atau tempat yang sangat rentan terkena bahaya ( placed in harm’s  way).

    Kerentanan fisik dapat ditunjukkan oleh misalnya tingkat kepadatan penduduk, permukiman

    terpencil, lokasi, desain serta material yang dipergunakan untuk infrastruktur dan perumahan,

    kondisi geomorfologi area terbangun serta elemen fisis lainnya.

     b.  Sosial

    Elemen yang berkaitan dengan faktor kerentanan sosial adalah yang berhubungandengan kehidupan individu, komunitas, dan masyarakat pada umumnya. Hal tersebut

    termasuk aspek yang berkaitan dengan tingkat melek huruf dan pendidikan, jaminan

    keamanan dan ketenangan, jaminan hak asasi manusia, sistem pemerintahan yang baik,

     persamaan sosial, nilai sosial positif, ideologi, dll. Selain itu isu gender, kelompok usia, akses

    ke fasilitas kesehatan juga merupakan elemen kerentanan sosial. Fasilitas fisik dalam

    komunits, seperti keterbatasan infrastruktur dasar, misalnya sediaan air bersih dan sanitasi,

    fasilitas kesehatan, hal tersebut juga dapat meningkatkan kerentanan sosial. Kearifan lokal

    serta kebiasaan atau tradisi dapat menjadi bagian untuk meningkatkan kapabilitas sosial.

    c.  EkonomiTingkat kerentanan ekonomi sangatlah bergantung pada status ekonomi dari

    masyarakat, komunitas serta tingkat diatasnya. Selain itu jumlah kaum miskin, komposisi

     jumlah perempuan yang tidak berimbang dan para manula juga akan meningkatkan

    kerentanan ekonomi, karena kelompok ini dianggap paling rentan apabila terjadi bencana,

    karena pada umumnya kelompok ini memiliki keterbatasan kemampuan dalam upaya

    recovery akibat bencana.

    Kerentanan ekonomi juga bergantung pada kondisi cadangan ekonomi dari masyarakat,komunitas atau level diatasnya, akses pada pendanaan, pinjaman dan asuransi. Ekonomi yang

    lemah pada umumnya akan meningkatkan tingkat kerentanan ekonomi. Selain itu

    keterbatasan akses terhadap Infrasturktur pendukung perekonomian seperti akses jalan,

     perbankan, pasar juga berpengaruh pada tingkat kerentanan ekonomi.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    18/120

     

    d.  Lingkungan (Ekologi)Aspek kunci dari kerentanan lingkungan termasuk didalamnya peningkatan penurunan

    sumberdaya alam serta status degradasi sumberdaya. Dengan kata lain kekurangan dari

    resilience  dalam sistim ekologi serta terbuka terhadap zat beracun serta polutan berbahaya,

    merupakan elemen penting dalam membentuk kerentanan lingkungan.

    Dengan meningkatnya kerentanan lingkungan seperti berkurangnya biodiversity,

     penurunan mutu tanah atau kelangkaan air bersih akan dengan mudahnya mengancam

     jaminan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi masyarakat yang bergantung pada produksi

    lahan, hutan serta lingkungan laut untuk mata pencahariannya. Lingkungan yang terpolusi

     juga meningkatkan ancaman resiko kesehatan.

    Sumberdaya alam yang semakin langka, menyebabkan terbatasnya pilihan bagi

    masyarakat, hal ini menyebabkan lemahnya resilience masyarakat terhadap kejadian bencana

    yang terjadi.

    2.4.4.  Faktor Ketahanan/kemampuan (Capacity )Faktor ketahanan merupakan faktor positif yang apabila dioptimalkan, maka faktor-

    faktor ini akan berperan dalam mengurangi efek bahaya yang dapat menimbulkan bencana.

    Ketahanan/kemampuan dapat didefinisikan sebagai kemampuan dan upaya dari masyarakat

    dalam mengelola dan menguasai sumberdaya untuk mengurangi, mencegah, meredam dan

    merespon serta memulihkan kembali sehubungan dengan bencana alam. Tipe-tipe kerentanan

    diperlihatkan berikut ini (Laporan PRNMB, DIKTI, 2004):

      Kelengkapan dan kesiapan fasilitas kesehatan dan tenaga medis  Kelengkapan dan kesiapan institusi Penanganan bencana  Ketersediaan cadangan logistik yang cukup  Kehidupan sosial ekonomi yang kondusif  Lingkungan fisik yang tidak terlalu padat

    Berdasarkan penyebabnya, bencana sendiri dibedakan atas dua jenis, yaitu:

    a.  Bencana alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh fenomena atau aktivitas alam, sepertiGunung meletus, Tsunami, gempa bumi, dll.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    19/120

     

     b.  Bencana ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh ulah atau aktivitas manusiayang dapat mempengaruhi berbagai bidang seperti kesehatan (wabah, epidemi, dll), Sosial(Kerusuhan, terorisme, konflik sipil, dll), ekonomi (inflasi, pengangguran, dll), politik

    (kudeta, kegagalan politik, dll), lingkungan (polusi, erosi, dll), kesalahan manusia

    (kebakaran, dll) serta bidang/aspek kehidupan manusia lainnya.

    Dari berbagai penjelasan diatas, untuk kasus di Indonesia, bencana alam terbesar yang

     pernah terjadi bebarapa waktu lalu adalah bencana Tsunami yang berpusat di sekitar Provinsi

    Aceh dan Nias, dimana pada kejadian ini korban jiwa dan kerugian materil serta kerusakan

    lingkungan menunjukkan tingkatan yang relatif tinggi.

    2.5.  Karakteristik Wilayah PesisirWilayah pesisir memiliki karakteristik yang unik, yang berbeda dengan wilayah daratan

    (terestrial/upland ). Terdapat tiga karakteristik unik dari ekosistem pesisir dan lautan yang

    membuat pengelolaannya lebih menantang daripada pengelolaan untuk ekosistem darat.

    Ketiga karakteristik itu adalah sebagai berikut (Diposapto, S., 2004):

    a.  Sistem lingkungan alam yang kompleks.Yang dimaksud dengan kompleks disini adalah sifat dari ekosistem disekitar pesisir,

    dimana sifat ini disebabkan oleh kondisi lingkungan wilayah pesisir yang unik, yakni terletak

    diantara (peralihan) ekosistem darat dan laut. Adapun yang dimaksud dengan ekosistem

     pesisir adalah mangrove, terumbu karang, lamun dan estuaria. Hal ini harus mendapatkan

     perhatian sehubungan dengan pengelolaan wilayah pesisir dikarenakan untuk masin-masing

    ekosistem tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa setiap

     perubahan (kerusakan) yang menimpa suatu ekosistem pesisir (mis: mangrove), maka pada

    gilirannya akan berdampak negatif terhadap ekosistem pesisir lainnya.

     b.  Sistem pemanfaatan serba-neka.Dalam suatu wilayah pesisir biasanya terdapat beberapa tipe unit lahan atau unit

     perairan yang memiliki karakteristik biogeofisik-kimiawi yang berbeda. Sebagai konsekuensi

    logis, suatu wilayah pesisir pada umumnya dapat dimanfaatkan untuk lebih dari dua jenis

    kegiatan pembangunan. Hal ini sering menyebabkan terjadinya konflik dalam pemanfaatan

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    20/120

     

    ruang maupun sumberdaya alam lebih sering terjadi di wilayah pesisir dari apada diwilayah

    daratan maupun lautan lepas.

    c.  KepemilikanIsu kepemilikan lahan (land tenure) dan alokasi sumberdaya (resource allocation)

    merupakan sumber utama konflik yang sering terjadi di wilayah pesisir dan laut. Perairan laut

    dan sumberdaya yang ada didalamnya merupakan milik bersama (common property

    resources), yang tidak dapat dimiliki oleh perorangan ( Private). Oleh karena itu, pemanfaatan

    sumberdaya alam pesisir biasanya mengikuti azas terbuka, dimana dalam hal ini siapa saja

     boleh memanfaatkan sumberdaya alam pesisir semaksimal mungkin.

    2.6.  Perencanaan Pembangunan dalam Kawasan Rawan BencanaSeperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya diatas, bahwa resiko bencana selain

    terkait dengan fenomena alam yang bersifat  given  juga sangat berhubungan dengan proses

     pembangunan yang dilakukan oleh manusia. Disatu sisi keberadaan ancaman bencana alam

    menempatkan pembangunan menjadi beresiko, tetapi disisi lain, pembangunan yang

    dilakukan oleh manusia dapat menimbulkan atau membangkitkan resiko bencana, tetapi

    sebaliknya ada juga pembangunan yang dilakukan oleh manusia yang dilakukan sesuai

    dengan karakter suatu kawasan dapat mengurangi resiko bencana. Berdasarkan pemikiran

    tersebut maka perencanaan pembangunan sebaiknya dilakukan untuk menghindari dan

    mengurangi ancaman bencana yang ada.

    Banyak kasus khususnya di Indonesia, dimana pembangunan wilayah tanpa melalui

     perencanaan yang baik dan menyeluruh dapat menimbulkan / memacu tingginya tingkat

    resiko bencana, khususnya untuk ancaman bencana Tsunami dikawasan pesisir. Pembangunan

    di kawasan pesisir yang tidak terencana dengan baik dan khas sebagai satu kawasan yang unik

    dapat meningkatkan tingkat kerentanan kawasan tersebut, dimana dengan semakin

     berkembangnya kawasan tersebut otomatis dibarengi oleh proses urbanisasi dan konversilahan yang tidak terkendali secara keseluruhan, sangat mengundang resiko bencana untuk

    kawasan tersebut. Misalnya konversi lahan mangrove yang seharusnya menjadi kawasan

    konservasi karena tekanan kebutuan dikonversi menjadi lahan budidaya baik itu untuk

     permukiman ataupun pertambakan. Secara langsung kondisi tersebut akan mempengaruhi

    tingkat kerentanan dan mengurangi tingkat ketahanan kawasan, dimana secara alami hutan

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    21/120

     

    mangrove yang tumbuh di tepi pantai ini meningkatkan ketahanan wilayah karena dapat

    mengurangi resiko khususnya bencana Tsunami. Hal ini dapat dilihat pada kasus bencanaTsunami di Aceh yang sebagian hutan mangrovenya terkonversi menjadi lahan budidaya,

    sehingga pada area tersebut mengalami kehancuran yang lebih hebat dibandingkan pada

     beberapa wilayah yang memiliki pertahanan green belt  mangrove yang mengalami kerusakan

    relatif ringan.

    Secara umum hubungan pembangunan dengan dengan resiko bencana (ISDR, 2004)

    dapat dilihat pada Tabel 2 matrik dibawah. Dari tabel tersebut dapat dilihat hubungan dan

    keterkaitan antara resiko bencana dengan pembangunan yang dilakukan baik itu

     pembangunan ekonomi maupun pembangunan sosial.

    Tabel 2  Matrik Hubungan Bencana dengan Pembangunan (Sumber : Living With Risk ISDR, 2003 ) 

    Pembangunan Ekonomi Pembangunan Sosial

    Bencana membatasi

    Pembangunan

    Menghancurkan aset-aset yang ada.Kehilangan kapasitas produksi, akses

     pasar atau input material. Kerusakaninfrastruktur transportasi,komunikasi dan energi. Kehilanganmatapencahariaan, tabungan danmodal-modal fisik

    Penurunan tingkat kesehatan atauinfrastruktur pendidikan serta SDM-nya. Kematian, migrasi dari pelakusosial utama yang menyebabkanhilannya sosial kapital.

    Pembangunan

    menyebabkan resiko

    bencana

    Pelaksanaan pembangunan tidak berkelanjutan yang menyebabkankerusakan lingkungan

    Pembangunan menimbulkan normakultur yang menumbuhkan isolasisosial atau eksklusi politik

    Pembangunan

    mengurangi resiko

    bencana

    Pembangunan teknologi dapatmengurangi resiko bencana, dandapat menekan tingkat kerentanan

    Membangun komunitas yang solidserta menciptakan kesempatan dalam

     pengambilan keputusan

    Berdasarkan guidline perencanaan pembangunan yang dikeluarkan oleh UNDP (2004),

    dijelaskan mengenai proses perencanaan pembangunan berdasarkan pertimbangan bencana

    dimana penanganannya dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:

    a.   Prospective disaster risk management, hal ini harus terintegrasi dalam perencanaan pembangunan berkesinambungan. Program pembangunan dan projek kerja harus

    diarahkan untuk mengurangi atau menekan tingkat kerentanan dan bencana.d.  Compensatory disaster risk management, (misalnya persipan atau respon dari bencana),

    terpisah dari perencanaan pembangunan umum dan lebih terfokus pada penekanan

    tingkat kerentanan dan penurunan tingkat bencana yang telah direncanakan masa lalu.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    22/120

     

    Selanjutnya pada guidline yang dikeluarkan oleh UNDP (2004), disebutkan juga fungsi

    dan elemen peraturan yang sebaiknya ada dalam penanganan bencana, yaitu:

    a.  Pelaksanaan Ekonomi termasuk didalamnya proses pembuatan keputusan yangmempengaruhi aktivitas perekonomian suatu wilayah dan hubungannya dengan sektor

    ekonomi lainnya

     b.  Pelaksanaan politik adalah proses pembuatan keputusan untuk memformulasikan sebuahkebijakan termasuk perencanaan dan kebijakan penekanan tingkat bencana

    c.  Pelaksanaan Administratif adalah implementasi sistem kebijakan serta kebutuhan akankeberadaan organisasi fungsional baik ditingkat pusat ataupun lokal. Pada kaitannya

     penekanan tingkat bencana adalah perencanaan guna lahan monitoring resiko lingkungan

    dan kerentanan manusia serta standar keselamatan

    Hal tersebut mengindikasikan bahwa kesiapan sehubungan dengan perencanaan wilayah

    dalam menghadapi ancaman bencana alam harus menyeluruh mulai dari perencanaan  spatial  

    seperti rencana pemanfaatan lahan sampai dengan perencanaan mitigasi bencana apabila

    terjadi bencana alam dan setelah terjadi bencana alam yang mencakup semua elemen

     perencanaan (manusia, sumber daya alam dan kebijakan), sehingga hal ini akan meningkatkan

    daya tahan wilayah dalam menghadapi bencana tersebut.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    23/120

     

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

    3.1.  Kerangka Pikir PenelitianKerangka pikir yang disusun dalam pengerjaan studi ini secara umum terdiri dari

     beberapa tahapan yaitu:

    1.  Identifikasi ancaman bencana alam (natural hazard )2.  Kajian Kerentanan Wilayah3.  Penyusunan Resiko Bencana4.  Identifikasi Kerugian akibat bencana serta deliniasi zona ambang batas (threshold )

    Untuk lebih jelasnya mengenai langkah-langkah pengerjaan diatas dapat dilihat pada

    diagram alir pada Gambar 6  berikut ini. Dari diagram alur kajian tersebut dapat terlihat

    urutan pengerjaan, dimana hal pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian

    literatur mengenai kondisi ancaman bencana yang ada, dalam hal ini adalah ancaman bencana

    gempa bumi serta bencana ikutannya berupa gelombang tsunami disekitar lokasi studi.Selanjutnya adalah menentukan kriteria tingkat ancaman bencana untuk mendapatkan

    informasi tingkat ancaman bencana terhadap lokasi studi, yang kemudian dilakukan pemetaan

    ancaman bencana di lokasi studi berdasarkan kriteria tersebut. Hal lain yang dilakukan adalah

    identifikasi kerentanan wilayah, dimana dalam mengidentifikasi kerentanan dilakukan

     berdasarkan faktor kerentanan yang akan dijelaskan kemudian. Selanjutnya dari faktor

    kerentanan wilayah tersebut diidentifikasi komponen untuk masing-masing faktor serta

    elemen ancaman untuk faktor kerentanan tersebut. Sebelum dilakukan pemetaan kerentanan,

    komponen serta elemen ancaman dari masing-masing faktor tersebut disusun kriterianya

    untuk kemudian dihitung bobot untuk masing-masing kriteria tersebut. Setelah terpetakanmasing-masing faktor kerentanan tersebut, kemudian dilakukan analisis spasial dengan

    menjumlahkan masing-masing suku faktor kerentanan tersebut untuk mendapatkan

    kerentanan total. Tahap selanjutnya adalah menyusun peta resiko dengan melakukan analisis

    spasial mengalikan suku ancaman bencana dengan suku kerentanan wilayah sehingga

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    24/120

     

    menghasilkan deliniasi area tingkatan resiko. Untuk lebih jelas mengenai proses teknis

     penyusunan peta resiko bencana akan dijelaskan selanjutnya.

    Identifikasi

    Ancaman Bencana

    (Hazard )

    Kajian Literatur

    Data Sejarah

    Kebencanaan

    Gempa Berpotensi Tsunami dan

    Modelling Penjalaran dan Rendaman

    Tsunami

    Pengkriteriaan Tingkat Ancaman

    Bencana Berdasarkan klasifikasi tinggi

    rendaman tsunami

    Analisis Kerentanan

    (Vulnerability )

    Pengolahan Data Spasial dan

    statistik

    Identifikasi Komponen Faktor

    Kerentanan serta elemen

    kebencanaan untuk masing-masing

    Faktor

    Pengkriteriaan

    Penyusunan bobot kriteria

    menggunakan metoda peringkat

    (rank sum)

    Penyusunan Bobot menggunakan

    metoda peringkat dan perbandingan

    kriteria ( pairwise)

    Analisis Resiko Bencana

    Overlay Tingkat Ancaman dengan

    Kerentanan

    H x V

    Kerentanan Total dengan

    menjumlahkan Kerentanan masing-

    masing faktor

    V = v1 + v2 + v3 + v4

    Identifikasi Kerugian berdasarkan

    Resiko Bencana

    Analisis dan Deliniasi Zona Ambang

    Batas (Threshold )

     

    Gambar 6  Diagram Alir studi

    3.2.  Identifikasi Ancaman BencanaMetode yang dilakukan untuk melakukan identifikasi ancaman bencana (hazard ) adalah

    dengan melakukan studi literatur mengenai sejarah kebencanaan yang terjadi disekitar lokasi

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    25/120

     

    studi. Untuk memenuhi informasi yang dipergunakan sumber data yang dijadikan acuan

     berupa katalog bencana berupa  software basis data kebencanaan ITDB yang dikembangkanoleh peneliti yang berasal dari Rusia, Gussiakov. Dari software  tersebut diperoleh informasi

    semua jenis bencana yang pernah tercatat, khususnya yang terkait dengan bencana gempa

     bumi serta bencana ikutannya, yaitu gelombang tsunami. Informasi yang diperoleh dari

    sumber data ini berupa tahun kejadian, intensitas bencana, area yang terkena dampak, serta

    informasi terkait lainnya.

    Sumber data lainnya yang dipergunakan sebagai bahan acuan dalam mengidentifikasi

    ancaman bencana di sekitar lokasi studi adalah hasil penelitian dan pekerjaan dari Pusat

    Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut (PPKPL  –   ITB) yang terpublikasikan dalam

    dokumen laporan pekerjaan Latihan Evakuasi Tsunami di Kota Cilegon, Banten, Kerja sama

    Kantor Kementrian Riset dan Teknologi dengan Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi

    Bandung, 2007, khususnya mengenai pemodelan penjalaran tsunami disekitar wilayah pantai

    Kota Cilegon.

    Untuk lebih jelas mengenai hasil dari kajian literatur untuk identifikasi hazard  di sekitar

    lokasi kajian akan dibahas pada bagian selanjutnya. Sedangkan penjelasan rinci mengenai

    metodologi studi literatur untuk bagian ini dapat dilihat pada diagram alir di Gambar 7. Dari

    diagram alir tersebut dapat dilihat bahwa tahap pertama yang dilakukan adalah kajian sejarah

    kegempaan disekitar lokasi studi. Tahap ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa lokasi

    studi memiliki tingkat ancaman terhadap gempa dan tsunami. Dari hasil kajian kegempaan

    tersebut kemudian dilengkapi dengan melakukan studi literatur terhadap hasil dari pemodelan

    matematis penjalaran dan genangan tsunami yang telah dilakukan oleh PPKPL  –  ITB, dimana

    hasil dari pemodelan ini kemudian menjadi bahan dalam melakukan identifikasi ancaman

     bencana tsunami dilokasi studi. 

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    26/120

     

    Kajian sejarah

    kebencanaan

    disekitar lokasi studi

    Basis Data

    Kebencanaan ITDB

    Data

    Kejadian

    Gempa bumi

    Data

    Kejadian

    Tsunami

    Pemodelan Matematis

    Penjalaran dan

    Rendaman Tsunami

    (PPKPL, 2007)

    Area Rendaman,

    tinggi rendaman,

    dan waktu tiba

    Posisi dan

    magnitude sumber

    gempatsunamigenic

    Kriteria

    pembobotan

    ancaman bahaya

    tsunami

    Peta Ancaman

    Bencana (Hazard )

     

    Gambar 7  Diagram Alir Identifikasi Ancaman Bencana alam disekitar Lokasi Studi Pada diagram alir di  

    3.3.  Kerentanan WilayahMetodologi dalam melakukan kajian kerentan wilayah adalah dengan melakukan

    kompilasi dari data sekunder yang ada, selanjutnya data dan informasi yang diperoleh daridata sekunder tersebut ditransformasi menjadi data keruangan. Adapun data yang

    dipergunakan terdiri dari 2 jenis data, yaitu berupa data keruangan ( spatial ) dan data yang

     bersifat kewilayahan, dalam hal ini terkait dengan unit analisis setingkat desa / kelurahan,

    dimana data ini berupa data statistik.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    27/120

     

    Untuk kepentingan kajian kerentanan, seperti telah disinggung sebelumnya bahwa

    semua data ditransformasi menjadi data  spatial , hal ini dilakukan agar selanjutnya dapatdilakukan analisis spatial  untuk data tersebut. Transformasi menjadi data spatial  disini adalah

    diberlakukan khususnya untuk data statistik yang pada awalnya berupa data tabulasi untuk

    unit desa kemudian di- spatial -kan kedalam data keruangan administrasi desa / kelurahan.

    Selanjutnya setelah semua data menjadi data  spatial , proses selanjutnya adalah

    mengelompokkan data menjadi 4 kelompok berdasarkan komponen kerentanan wilayah, yaitu

    kelompok data komponen kerentanan fisis, sosial  –   demografi, ekonomi, dan lingkungan

    (ISDR, 2004), untuk lebih jelasnya mengenai pembagian komponen kerentanan ini akan

    dibahas pada bagian selanjutnya. Untuk mendapatkan nilai kerentanan pada masing-masing

    komponen kerentanan tadi, dilakukan analisis  spatial   dengan menggunakan bantuan

     perangkat lunak pemetaan, yaitu dengan melakukan tumpang susun dari beberapa layer  data

    yang kemudian dilaukan operasi union atau penggabungan dua atau lebih layer data menjadi

    satu layer  data berdasarkan operasional penggabungan yang telah ditentukan.

    Adapun persamaan yang dipergunakan untuk memperoleh nilai kerentanan pada

    masing-masing kelompok komponen kerentanan seperti telah disebutkan sebelumnya dapat

    dilihat pada persamaan kerentanan (ADPC, 2004) berikut ini:

    V = V(A) + V(B) + V(C) + V(D) + V(...) ...................................... (1)

    V(a,A) = Si(wi.ei) dimana nilai i = 1,n ......................................... (2)

    Dimana:

    V(a,A)  adalah tingkat kerentanan untuk komponen kerentanan a (misal: kemiringan lahan),

     pada parameter kerentanan A (misal: parameter fisis).

    Wi = koefisien pembobotan

    ei = nilai vektorial untuk komponen kerentanan

    n = jumlah total komponen kerentanan untuk parameter A

    Pada persamaan 1 merupakan persamaan umum untuk memperoleh nilai kerentanan

    wilayah, sedang persamaan 2 merupakan persamaan yang dipergunakan untuk menghitung

    kerentanan masing-masing komponen yang telah disebutkan diatas. Pada persamaan 2

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    28/120

     

    terdapat suku Wi yaitu koefisien pembobotan, dimana nilai pembobotan ini diperoleh dari

    nilai rangking  / pengkelasan komponen parameter kerentanan a (misal: kemiringan), dimanamisalnya pada komponen kemiringan rangking  dikelompokkan berdasarkan range persentase

    tingkat kemiringan. Sedangkan nilai ei adalah nilai vektorial komponen kerentanan, yaitu nilai

    vektorial komponen kerentanan kemiringan terhadap komponen kerentanan lainnya pada

    kelompok parameter fisis, hal ini menunjukkan tingkat kerentanan satu komponen

    dibandingkan dengan komponen lainnya dalam satu kelompok parameter, misalnya parameter

    A, fisis. Nilai ini diperoleh dengan melakukan  paire wise atau perbandingan antar komponen

    kerentanan yang satu dengan yang lainnya dalam satu parameter.

    3.4.  Resiko Bencana AlamTahap selanjutnya adalah menyusun resiko bencana berdasarkan informasi yang

    diperoleh dari tahap sebelumnya yang telah diuraikan. Metodologi yang dilakukan dengan

    melakukan analisis keruangan, dimana data spatial  ancaman bencana dan kerentanan wilayah

    yang telah dihasilkan pada tahapan sebelumnya.

    Operasi tumpang susun yang dilakukan untuk mendapatkan nilai resiko bencana alam

    disesuaikan dengan persamaan umum dari resiko bencana (ISDR, 2004) berikut ini:

    R = H x V .......................................... (3)

    Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa operasi tumpang susur untuk mendapatkan nilai

    resiko adalah dengan melakukan operasi perkalian dari nilai ancaman bencanan (hazards)

    dengan nilai kerentanan (vulnerability). Seperti halnya untuk memperoleh nilai H dan V, nilai

    Resiko, R, juga diperoleh dengan melakukan analisis spatial  melalui bantuan perangkat lunak

     pemetaan.

    3.5.  Analisis Keruangan (Spatial Analysis )Salah satu metoda analisis keruangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

     proses tumpang susun atau overlay  antara dua atau lebih layer tematik untuk mendapatkan

    tematik kombinasi baru sesuai dengan persamaan yang dipergunakan, untuk lebih jelasnya

     proses tumpang susun ini dapat dilihat pada Gambar 8 dibawah.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    29/120

     

    Gambar 8  Proses Overlay pada Analisis Keruangan  Pada Gambar 8 terlihat bahwa terdapat empat layer  data tematik yang dioverlay yang

    untuk kemudian menghasilkan satu layer   tematik baru hasil kombinasi dari keempat layer  

    masukan. Dalam penelitian ini, metoda tumpang susun dilakukan dalam melakukan

     pengolahan data untuk memperoleh nilai kerentanan dan resiko seperti telah dijelaskan pada

     bagian sebelumnya.

    Tumpang susun data keruangan atau Overlay adalah salah satu prosedure analisis data

    spasial, dimana pada proses ini layer   dimodifikasi sesuai dengan yang diperlukan. Proses

    overlay  sendiri terdiri dari beberapa metoda, yaitu identity, intersect, union, update, erase,

    dan symmetrical difference. Metoda-metoda tersebut dijelaskan berikut ini:

       Identity bisa disebut juga sebagai menambah batas baru dengan sebuah featureline

    Gambar 9  Operasi Identity (sumber ArcGis)    Intersect  digunakan untuk mendapatkan daerah irisan

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    30/120

     

    Gambar 10  Operasi Intersect (sumber ArcGis)   Union adalah daerah gabungan antara dua feature.

    Gambar 11  Operasi Union (sumber ArcGis)   Update adalah membuat batas baru pada sebuah feature (input 1) dengan feature

    lain (input 2)

    Gambar 12  Operasi Update (sumber ArcGis)    Erase digunakan untuk menghapus.

    Gambar 13  Operasi Erase (sumber ArcGis)   Symmetrical Difference  dihunakan untuk mendapatkan daerah yang diluar

    daerah irisan (kebalikan dari intersect)

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    31/120

     

    Gambar 14   Operasi Symetrical Difference (sumber ArcGis)

    3.6.  Pengambilan Keputusan kriteriaTujuan dari pembobotan kriteria adalah untuk menyatakan tingkat kepentingan

     berdasarkan penilaian yang diberikan oleh pemberi keputusan. Pemberian bobot kepentingan

    untuk menghitung kriteria bergantung kepada:

       perubahan range variasi kepentingan terhadap perhitungan kriteria   perbedaan derajat kepentingan terhadap range variasi ini (Kirkwood dalam

    Malczewsky, 1999).

    Teknis metodologi yang dilakukan adalah dengan melakukan pembobotan kriteria yang

    ditentukan, dimana pada tahap pengolahan data akan dilakukan metoda peringkat (ranking

    methode) dan metoda perbandingan berpasangan ( pairwise comparison methode)

    3.6.1.  Metode Peringkat (Ranking methode )Metode ini merupakan metode paling sederhana untuk mengkaji bobot kepentingan

    dengan cara memberi peringkat sesuai urutan kepentingannya. Ada dua macam sistem

     peringkat, yaitu: Straight Ranking (1 = paling penting, 2 = kepentingan kedua, dst) dan

     Inverse Ranking (1 = paling tidak penting, 2 = kedua tidak penting, dst).

    Setelah suatu kriteria diberi peringkat, dilakukan beberapa prosedur untuk membuat

     pembobotan numerik dari informasi peringkat yang ada. Salah satu pendekatan yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah rank sum.

    Bobot rank sum dihitung dengan formula berikut:

     

    )1(

    1

      j

      jr n

    r nw

      (2.2)

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    32/120

     

    Dimana w j  adalah bobot normalisasi untuk kriteria j, n  adalah banyaknya kriteria yang

    diperhitungkan (k  = 1,2,…,n) dan r  j adalah posisi peringkat kriteria (Malczewski, 1999).

    3.6.2.  Metode Perbandingan Berpasangan (Pairwi se Comparison M ethode )Metode ini dikembangkan oleh Saaty (1980) dalam konteks pengerjaan analytical

    hierarchy process (AHP). Metode ini melibatkan perbandingan pairwise untuk menciptakan

    suatu matriks rasio (Malczewski, 1999).

    Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus

    dipahami, diantaranya adalah : dekomposisi, perbandingan komparatif, sintesis prioritas, dan

    logika konsistensi

    a.  DekomposisiDekomposisi adalah memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika

    ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakuikan terhadap unsur-unsurnya

    sampi tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga dihadapi beberapa tingkatan

    dari persoalan ini. Karena alasan inilah maka proses analisa ini dinamakan hirarki.

     b.  Perbandingan KomparatifMerupakan prinsip penilaian tentang kepentingan relatip dua elemen pada suatu tingkat

    tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP

    karena ini akan berpengaruh terhadap prioritas unsur-unsurnya. Hasil dari penilaian ini

     biasanya disajikan dalam bentuk matrikss yang disebut matriks pairwise comparison. Dalam

    melakukan justifikasi diperlukan orang yang memiliki pengertian menyeluruh tentang

    relevansi unsur-unsur yang dibandingkan terhadap kriteria atau tujuan yang

    dipelajari.Perbedaaan orang membuat judgement sangat mungkin menyebabkan perbedaan

     prioritas. Metode ini berpijak pada konsistensi, sehingga digunakan rumus  Eigent Value 

    dalam mencari Vector prioritas.

    Tahap terpenting dari AHP adalah penilaian perbandingan berpasangan, yang pada

    dasarnya merupakan perbandingan tingkat kepentingan antar komponen dalam suatu tingkat

    hirarki. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan sejumlah kombinasi elemen yang

    ada pada setiap hirarki sehinggga dapat dilakukan penilaian kuantitatif untuk mengentahui

     besarnya bobot setiap elemen. Saaty telah menyusun tabel skala pembandingan berpasangan

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    33/120

     

    seperti Tabel 3  Tingkat Penilaian Kelas pada Metoda Perbandingan Pairwise (Saaty, 1988)

    dibawah ini.

    Tabel 3  Tingkat Penilaian Kelas pada Metoda Perbandingan Pairwise (Saaty, 1988) 

    INTENSITASKEPENTINGAN

    DEFINISIVERBAL

    PENJELASAN

    1Kedua elemen sama

     pentingnyaKedua elemen yang sama terhadap tujuan

    3Elemen yang satu sedikitlebih penting dari padayang lain.

    Pengalaman dan pertimbangan sedikit memihak pada sebuah elemen dibanding elemen lainnya

    5

    Elemen yang mempunyaitingkat kepentingan yangkuat terhadap yang lain,

     jelas lebih penting dari

    elemen yang lain

    Pengalaman judgment secara kuat memihak padasebuah elemen dibandingkan elemen lainnya.

    7Satu elemen jelas lebih

     penting dari elemen yanglainnya.

    Satu elemen dengan disukai, dan dominasinyatampak dalam praktek.

    9Satu elemen mutlak lebihdari elemen lainnya

    Bukti bahwa satu element penting dari elementlainnya dalah dominan.

    2,4,6,8 Nilai-nilai tengah diantaradua pertimbangan yang

     berdampingan

     Nilai ini diberikan bila diperlukan adanya dua pertimbangan

    Kebalikan darinilai terbut diatas

    Bila komponen I mendapat salah satu nilai diatas(non zero), saat dibandingkan dengan elemen J,maka elemen J mempunyai nilai kebalikannya saatdibandingkan dengan elemen J

    e. 

    Sintesis Prioritas

    Synthesis of priority adalah mencari eigen vector   dari setiap matrikss  pairwise

    comparison  untuk memperoleh local priority.  Karena matriks setiap matriks  pairwise 

    terhadap pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan

    sintesa diantara prioritas lokal. Pengurutan element-element menurut kepentingan relatif

    melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. 

    f.  Logika KonsistensiKonsistensi memiliki dua makna. Pertama, bahwa objek-objek yang serupa

    dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, adalah tingkat hubungan

    antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

    Ada banyak cara untuk mencari vektor prioritas dari matrikss  pairwise comparison 

    dalam proses AHP, akan tetapi karena dan penekanan pada konsistensi menyebabkan

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    34/120

     

    digunakannya rumus eigen value. Dalam hal ini apabila diketahui elemen-elemen dalam suatu

    tingkat dalam suatu hierarki adalah C1, C2 …….. Cn dan bobot pengaruh mereka adalah W1 ,W2  W3  …………, Wn, serta dimisalkan aij  = Wi/W j  yang mana menunjukan kekuatan Ci

    dibandingkan Cj, maka marik dari a ij ini dinamakan matriks pairwise comparison yang diberi

    simbol “A”. 

    Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa “A” adalah matrikss reciprocal, sehingga A ji

    = 1/aij. Jika penilaian kita sempurna pada setiap perbandingan maka a ik  =aij, a jk  untuk semua

    i, j, k dan matrikss A dinamakan konsisten.

    Selanjutnya berdasarkan manipulasi matematika berikut ini maka :

    aij = wi/w j , dimana i,j = 1, …………, n 

    aij (wi/w j) = 1

    dimanai,j = 1, …………, n dengan konsekuensinya : 

    Rumus ini menjunjukan bahwa “w” merupakan eigen vektor dari matriks “A” dengan

    eigen value “n”. Jika aij  tidak didasarkan pada ukuran yang pasti (seperti w1, w2, ………w

    11) tetapi lebih pada penilaian subjektif, maka a ij akan menyimpang dari rasio w1, wj, yang

    sesungguhnya, sehingga aw = nw tidak terpenuhi lagi.

    Perubahan kecil pada aij  menyebabkan perubahan Z maksimum, penyimpangan Z

    maksimum dari n merupakan ukuran konsistensi. Indikator terhadap konsistensi diukur

    melalui Consistency Index (CI).

    CI = (max  –  n) / (n-1)

    AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian dengan menggunakan Consistency Ratio 

    (CR) yang dirumuskan sebagai berikut :

    CICR =

    Random Consistency Index (RI)

    Bila harga CR lebih kecil atau sama dengan 10 % (0,10) maka nilai tersebut akan menujukan

    tingkat konsistensi yang lebih baik dan dapat dipertanggung jawabkan, atau dapat dikatakan

    eigen value maksimum atau   maks diperoleh dari hasil pembobotan yang konsisten. Tetapi

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    35/120

     

     jika CR lebih besar dari 10 % (0,10) maka penilaian yang telah dibuat secara random perlu

    direvisi. Revisi yang berlebihan dengan maksud mendapatkan nilai konsisten yang baik, dapatmenyebabkan penyimpangan dari jawaban aslinya.

    Berikut ini akan diperlihatkan angka  Random Consistency Index  (RI) pada tabel

    dibawah ini:

    Tabel 4  Indeks Konsistensi Acak (Saaty, 1989) 

    N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    RI 0 0 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

    Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat konsistensi dari sebuah proses penilaian baru akan

    terlihat setelah melakukan penilaian diatas 2 kriteria, karena terlihat bahwa jumlah kriteria 1-2

    indeks konsistensi acak nilainya nol.

    3.6.3.  Teknik AnalisisTahap analisis merupakan tahapan ujung tombak dalam pekerjaan sistem informasi

    geografis. Analisis dalam hal ini akan memberikan solusi melalui pertanyaan basis data untuk

    setiap pertanyaan yang berkaitan dengan fungsi ruang. Analisis basis data biasa akan bekerja

    dengan baik bila konteks atribut yang dimiliki individu tersebut sama. Bila berbeda, maka

     pertanyaan basis data biasa tidak dapat memberikan solusinya. Untuk itu teknik analisis SIG

    ini diperlukan untuk memberikan solusi pertanyaan pada entitas yang berbeda-beda. Proses

    teknik analisis tersebut dikenal sebagai analisis tumpang susun (Eastman, 1992. dalam: Hadi,

    1998). 

    3.7.  Data PendukungData pendukung yang dipergunakan pada penelitian ini terdiri dari data spasial atau data

    keruangan, serta data atribut yang sebagian besar merupakan data yang bersifat statistikal

    yang berisi informasi dengan unit analisis administrasi desa. Untuk lebih jelas mengenai data

    yang dipergunakan dapat dilihat pada Tabel 5

    Tabel 5 Data yang dipergunakan 

    No Data Metoda

    Pengambilan

    data

    Penyedia data Tahun Keterangan

    1. Peta RBI Kota Cilegon Sekunder Bakosurtanal Arsip Tahun terbitan terbaru

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    36/120

     

    skala 1:25.000

    2. Peta LPI Kota Cilegon

    skala 1:25.000

    Sekunder Bakosurtanal Arsip Tahun terbitan terbaru

    3. Peta Geologi Sekunder Dinas Pertambangandan Geologi

    Arsip Tahun terbitan terbarudan skala terbesaryang tersedia

    4. Peta Topografi Sekunder Bakosurtanal Arsip Tahun terbitan terbarudan skala terbesaryang tersedia

    5. Peta Kelerengan Pengolahan Analisis spatial   updating Pengolahan dari PetaTopografi yangtersedia

    6. Peta Bathimetri Sekunder Dishidros,Bakosurtanal

    Arsip Tahun terbitan terbarudan skala terbesaryang tersedia

    7. Peta Tata guna lahan Sekunder Bappeda KotaCilegon

    2006 Skala terbesar yangtersedia

    8. Peta Jaringan Jalan Sekunder Dinas PekerjaanUmum kota Cilegon

    2005 Skala terbesar yangtersedia

    9. Peta Sarana Prasarana Sekunder Dinas PekerjaanUmum kota Cilegon

    2005 Skala terbesar yangtersedia

    10. RTRW Kota Cilegon Sekunder Bappeda KotaCilegon

    2006

    11 RDTR KecamatanCiwandan dan Citangkil,Kota Cilegon

    Sekunder Dinas Tata RuangKota Cilegon

    2007

    12. Kota Cilegon dalamAngka

    Sekunder BPS 2006

    13. Basis data TsunamiIndonesia

    Sekunder Pusat Riset TsunamiKPPKL ITB

    Arsip

    14. Peta Rendaman TsunamiKota Cilegon

    Pengolahan Analisis Model Numerik

    Simulasi Model Numerik

    Selain data tersebut diatas, pada pelaksanaan pengerjaan studi ini juga dilengkapi oleh

    data-data yang berupa hasil pelaporan pekerjaan pada instansi terkait yang berkaitan dengan

     pengerjaan studi ini.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    37/120

     

    BAB 4 PENGOLAHAN DATA

    4.1.  Ancaman Bencana AlamBerdasarkan definisi yang telah dijelaskan diawal bahasan, bahwa ancaman atau bahaya

     bencana merupakan suatu fenomena atau kejadian yang dapat menimbulkan kerugian, korban

    atau kehilangan, dimana waktu kejadiannya dapat berlangsung secara tiba-tiba atau memakan

    waktu yang cukup lama.

    Berdasarkan kajian literatur diketahui bahwa ancaman bencana alam yang mungkin

    menimbulkan bencana dengan kekuatan dan kerusakan yang besar, berasal dari gempa bumi

    yang bersumber pada zona subduksi lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia yang

    terletak relatif di sebelah barat daya lokasi studi. Informasi lainnya dapat dilihat dari peta

    geologi pada Gambar 15 yang memperlihatkan zona subduksi disekitar lokasi studi. Dari sisi

    geologi, zona subduksi atau daerah tumbukan antara dua lempeng ini merupakan salah satu

    sumber dibangkitkannya gempa bumi, dan gempa yang dibangkitkan di zona subduksi ini

     berpotensi membangkitkan bencana susulan setelah terjadi gempa, yaitu ancaman tsunami. 

    Gambar 15  Zona Subduksi disekitar Lokasi Studi

    Berdasarkan kajian pemodelan matematis yang dilakukan di Pusat Pengembangan

    Kawasan Pesisir dan Laut (PPKPL –  ITB, 2007) mengenai rambatan serta genangan tsunami

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    38/120

     

    yang dibangkitkan di zona subduksi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 15  diperoleh

    informasi mengenai jarak penetrasi genangan tsunami ke darat, serta perkiraan tinggi tsunamidi darat, kondisi ini dapat dilihat pada Lampiran 1  yang merupakan pendekatan melalui

    model matematis yang dikembangkan oleh PPKPL  –   ITB (2007). Untuk lebih jelas

    sehubungan dengan pemodelan matematis tsunami yang mana hasil simulasi dari perhitungan

    tsunami sources diperlihatkan pada  Gambar 16,  distribusi energi gelombang diperlihatkan

     pada Gambar 17,  waktu penjalaran tsunami serta tinggi tsunami disepanjang pantai dapat

    dilihat masing-masing pada Gambar 18 dan Gambar 19. 

    Gambar 16  Source Tsunami Sumber 2, Mw=8.0  Gambar 17   Distribusi Energi Tsunami, Sumber 2,Mw=8.0 

    Gambar 18  Tinggi maksimum Tsunami di,

    sepanjang pantai Sumber 2, Mw=8.0  

    Gambar 19  Waktu penjalaran tsunami, Sumber 2,

    Mw=8.0 

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    39/120

     

    Tinggi rendaman tsunami hasil model matematis tersebut kemudian dikelaskan

     berdasarkan tingkat ancaman yang telah disusun oleh Iida (1963) seperti terlihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 6  Klasifikasi Tingkat Ancaman tsunami berdasarkan tinggi rendaman (Iida, 1963)

    No Tinggi gelombang tsunami

    (m)

    Daya Rusak Peringkat Bobot

    1 >16 Sangat besar 1 0,2382 6 – 16 Besar 2 0,1903 2 – 6 Menengah 3 0,1434 0.75 – 2 Kecil 4 0,0955 < 0.75 Sangat Kecil 5 0,048

    4.2. 

    Penyusunan Kriteria Kerentanan

    Seperti telah disinggung pada bagian sebelumnya dan diperlihatkan pada  Gambar 5 

     bahwa Kerentanan wilayah berdasarkan uraian dari ISDR (2004) terbagi atas empat faktor,

    yaitu fisis, Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan. Untuk kepentingan studi ini, masing-masing

    faktor tersebut selanjutnya disusun kriteria untuk mendapatkan gambaran kerentanan yang

    dapat mewakili wilayah tersebut.

    4.2.1.  Kriteria Faktor Kerentanan FisisSecara garis besar berdasarkan deskripsi dari kerentanan fisis yaitu nilai-nilai negatif

    atau kekurangan dari lingkungan tempat tinggal atau kawasan terbangun, misalnya kondisi

    geologi, kemiringan, kepadatan bangunan, dll, maka kriteria yang diambil yaitu kondisi

    geologi, kondisi kelerengan, sempadan pantai dan sempadan sungai dari lokasi studi.

    Peta Geologi yang diperoleh dari lampiran RDTR Kota Cilegon, 2007, kemudian

    dikriteriakan berdasarkan jenis batuan seperti terlihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 7  Kriteria kerentanan fisis terhadap tsunami Berdasarkan Jenis Batuan /Susunan Geologi

    (Dita, 2004)

    No Jenis Batuan Sifat Peringkat Bobot

    1 Aluvium Sangat peka 1 0,333

    2 Kuarter Muda Peka 2 0,267

    3 Kuarter Tua Agak peka 3 0,200

    4 Sedimen Kurang peka 4 0,133

    5 Gamping Tidak peka 5 0,067

    Susunan geologi ini berkaitan dengan lingkungan kawasan terbangun, karena

    selanjutnya susunan geologi ini akan sangat terkait dengan daya tahan bangunan yang berdiri

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    40/120

     

    diatasnya, terutama apabila dikaitkan dengan ancaman bencana alam yang telah dibahas pada

     bagian sebelumnya. Seperti telah dibahas bahwa ancaman bencana alam di lokasi studi adalah bencana geologi, dengan ancaman utama adalah gempa bumi, maka pengaruh dari jenis

     batuan akan sangat berpengaruh terhadap ancaman bencana ini, seperti diketahui bahwa

    lapisan batuan merupakan media rambat energi dari gelombang gempa. Kaitannya dengan

     bencana ikutan dari gempa yaitu tsunami, susunan geologi ini juga sangat berpengaruh

    terhadap lingkungan bangunan yang ada diatasnya, dimana respon susunan geologi terhadap

    tsunami dapat dilihat pada Tabel 7. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jenis batuan yang

     paling rentan atau peka terhadap genangan tsunami adalah batuan aluvium, dimana secara

    fisik batuan ini misalnya berupa kerikil, pasir atau sejenisnya dimana ikatan antar butirnya

    tidak terlalu kuat. Sebaliknya jenis batuan gamping merupakan batuan yang relatif lebih tidak

     peka terhadap genangan tsunami ataupun ancaman utamanya yaitu gempa bumi.

    Komponen lainnya yang dijadikan sebagai komponen dari faktor kerentanan fisis adalah

    kemiringan lahan ( slope), data ini diperoleh dari hasil analisis data topografi. Adapun kriteria

    kerentanan dari data kemiringan lahan ini dapat dilihat pada Tabel 8. 

    Tabel 8  Kriteria Kerentanan Kemiringan Lahan (SK. Mentan 1981)

    No Jenis Kelerengan pantai Kemiringan (%) Kepekaan terhadap tsunami Bobot

    1 Datar 0 –  3 Sangat peka 5

    2 Landai 3 –  8 Peka 4

    3 Agak Curam 8 –  15 Agak Peka 3

    4 Curam 15 –  40 Kurang Peka 2

    5 Sangat Curam > 40 Tidak Peka 1

    Seperti halnya komponen geologi, kemiringan lahan ini juga berpengaruh pada

     bangunan yang berada diatasnya atau disekitarnya, karena apabila dihubungkan dengan

    ancaman yang ada berupa gempa bumi sebagai ancaman utama dan tsunami sebagai ancaman

    ikutan, kemiringan lahan berkontribusi untuk dapat menimbulkan kerusakan ikutan selain

    yang disebabkan karena goncangan atau rendaman saja, misalnya terjadinya longsor,

    likuifaksi, dan atau variabilitas tinggi rendaman tsunami di darat. Khusus untuk kepekaan

    terhadap tsunami pada Tabel 8  dapat dilihat bahwa semakin rendah persentase kemiringan

    lahan maka akan meningkatkan intensitas tinggi genangan tsunami di daratan, begitu juga

    sebaliknya, semakin curam maka dapat meredam tinggi rendaman tsunami.

    Dengan semakin pesatnya pembangunan wilayah, termasuk juga di sekitar Kota

    Cilegon, batasan limitasi arae pembangunan seperti sempadan pantai dan sempadan sungai

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    41/120

     

    mulai diabaikan. Akhir-akhir ini tekanan pembangunan fisik mulai menekan ke arah pantai

    dan sungai, dimana dari sisi lain, lokasi ini memiliki nilai yang cukup tinggi karena menempel pada sumber kehidupan, yaitu air, khususnya untuk wilayah sungai, dan kualitas ekonomi

    yang cukup tinggi untuk kawasan pantai, dimana biasanya dijadikan sebagai kawasan wisata.

    Disisi lain wilayah ini memiliki tingkat kerentanan yang tinggi, terutama untuk ancaman

     bencana tsunami, terutama untuk kawasan sempadan pantai, begitu juga dengan kawasan

    sempadan sungai, seperti diketahui bahwa sungai merupakan jalan “tol” bagi tsunami untuk

    menggenangi kawasan darat, sehingga sempadan sungai memiliki tingkat kerentanan yang

    tinggi seperti halnya kawasan sempadan pantai. Kriteria untuk kawasan sempadan ini

    diadaptasi dari Kepres No. 32 tahun 1990 mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung, dimana

    yang disebut sebagai sempadan pantai adalah jarak 100 m dari garis pantai pasang tertinggi,

    sedangkan untuk kriteria rangkin lainnya diadaptasi disesuaikan dengan jangkauan rendaman

    tsunami yang telah di bahas pada bagian sebelumnya. Keseluruhan dari pengkriteriaan

    komponen sempadan pantai dapat dilihat pada Tabel 9. 

    Tabel 9  Kriteria Kerentanan Kawasan Sempadan Pantai Untuk Faktor Kerentanan Fisis

    No Jarak Sempadan dari

    Garis Pantai

    Kerentanan Tsunami Bobot

    1 100 m Sangat rentan 1

    2 1 km Rentan 2

    3 2 km Kuran rentan 3

    4 > 2km Tidak rentan 4

    Seperti halnya pada sempadan pantai, pengkriteriaan sempadan sungai juga diadaptasi

    dari kepres yang sama, dimana disebutkan bahwa diluar pemukiman sempadan sungai berada

     pada area dengan jarak 50 m kanan dan kiri dan untuk sungai yang berada di kawasan

     pemukiman berjarak 100 m kanan dan kiri. Menimbang analisis spasial dilakukan pada skala

    kecil 1:50.000, maka diasumsikan sempadan sungai berjarak 50 m dengan mengambil asumsi

     jarak sempadan 50 m kanan dan kiri dimana ruas sungai yang dipetakan sebagian besar

     berada di luar kawasan pemukiman. Sedangkan untuk melengkapi kriteria kerentanan

    sempadan sungai diambil jarak tegak lurus dari pantai ambil asumsi yang sama dengan

    mendeliniasi tingkat kerentanan pada sempadan pantai. Selengkapnya kriteria kerentanan

    komonen sempadan sungai dapat dilihat pada Tabel 10. 

    Tabel 10  Kriteria Kerentanan Kawasan Sempadan Sungai

    No Jarak Sempadan Sungai

    Tegak Lurus Pantai

    Kerentanan Tsunami Peringkat Bobot

    1 1 km Sangat rentan 1 0,500

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    42/120

     

    2 2 km Rentan 2 0,333

    3 > 2 km Tidak rentan 3 0,167

    Selanjutnya setelah menentukan komponen dari faktor fisis serta pengkriteriaan untuk

    masing-masing komponen adalah menentukan elemen ancaman untuk faktor kerentanan fisis.

    Dimana elemen ancaman ini bisa terdiri dari satu atau lebih elemen ancaman yang berdampak

     pada faktor kerentanan fisis. Dari hasil pengkajian faktor fisis maka dipilih elemen ancaman

    yang berkontribusi pada kerusakan atau kerugian faktor fisis yaitu rendaman tsunami, erosi

    atau longsor dan likuifaksi atau tanah amblas. Untuk tingkat kontribusi dari masing-masing

    elemen ancaman tersebut terhadap faktor kerentanan fisis akan dibahas pada bagian

    selanjutnya.

    4.2.2.  Kriteria Faktor Kerentanan Sosial DemografiDalam proses manajemen resiko sangatlah penting untuk dapat mengidentifikasi

    kelompok masyarakat yang dianggap rentan (vulnerable group) agar dapat menekan kerugian

    atau kehilangan yang disebabkan oleh adanya bencana. Salah satu tujuan dari upaya mitigasi

    adalah untuk dapat menyelamatkan banyak nyawa dan menekan kerugian. Oleh karena itu

    identifikasi kelompok masyarakat rentan menjadi komponen dalam faktor kerentanan sosial

    demografi menjadi sangat penting. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maureen Fordham

    (2007) dalam artikel yang berjudul “Social Vulnerability and Capacity”

    (http://www.colorado.edu/hazards/o/archives/2007/nov07/NovObserver07.pdf ) disebutkan

     bahwa yang termasuk kedalam kelompok masyarakat rentan diantaranya adalah kaum

     perempuan, anak-anak, dan penduduk lanjut usia serta beberapa kelompok masyarakat

    lainnya. Menurut Fordham kelompok masyarakat rentan yang disebutkan diatas terkait

    dengan kemampuan dalam upaya penyelamatan ketika terjadinya bencana serta kemampuan

     pulih (recovery) setelah terjadinya bencana.

    Berdasarkan hal tersebut diatas maka komponen penyusun untuk menentukan

    kerentanan Sosial Demografi terdiri dari data statistik dengan lingkup administrasi desa /

    kelurahan. Komponen yang dimaksud adalah kepadatan penduduk, anak-anak, penduduk usia

    lanjut dan perempuan.

    Kriteria kerentanan untuk komponen kerentanan penduduk diambil berdasarkan

    klasifikasi kepadatan penduduk dari SNI 03-1733-2004 mengenai Perencanaan Lingkungan

    Perumahan di Perkotaan, klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. 

    http://www.colorado.edu/hazards/o/archives/2007/nov07/NovObserver07.pdfhttp://www.colorado.edu/hazards/o/archives/2007/nov07/NovObserver07.pdfhttp://www.colorado.edu/hazards/o/archives/2007/nov07/NovObserver07.pdf

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    43/120

     

    Tabel 11  Kriteria Kerentanan Kepadatan Penduduk  No Kepadatan (jiwa / ha) Kerentanan Peringkat Bobot1 < 150 Tidak rentan 3 0,167

    2 151 –  200 Rentan 2 0,333

    3 > 201 Sangat rentan 1 0,500

    Dari Tabel 11  terlihat bahwa semakin padat penduduk disuatu wilayah maka

    kerentanannya semakin tinggi, begitu juga sebaliknya, hal ini dikarenakan semakin padat

     penduduk dalam suatu wilayah, maka kawasan tersebut semakin rentan akan kehilangan

     banyak korban jiwa apabila terjadi bencana.

    Untuk komponen kerentanan komposisi jumlah anak-anak, lansia (lanjut usia) dan

     perempuan diklasifikasikan relatif terhadap jumlah total penduduk untuk masing-masingwilayah. Pengklasifikasikan disusun berdasarkan komposisi distribusi normal masing-masing

    komponen dalam total penduduk. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. 

    Tabel 12  Kriteria Kerentanan Kelompok Masyarakat Rentan (Vulnerable Group)

    No Persentase (%) Kerentanan Peringkat Bobot

    1 0 –  33,33 Tidak Rentan 3 0,167

    2 33,33 –  66,66 Rentan 2 0,333

    3 > 66,66 Sangat Rentan 1 0,500

    Dari Tabel 12  diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi persentse kelompok

    masyarakat rentan dalam jumlah penduduk di wilayahnya, maka berdasarkan keterangan dariFordham maka masyarakat di wialyah tersebut dapat dianggap memiliki kerentanan yang

    tinggi, begitu juga sebaliknya.

    Untuk komponen kerentanan faktor fisis, selain komponen yang lebih bersifat

    demografi atau kependudukan, komponen lainnya yang dianggap penting dalam faktor sosial

    demografi diantaranya adalah keberadaan asset infrastruktur jaringan sosial kemasyarakatan.

    Klasifikasi kerentanan dari asset infrastruktur sosial diadaptasi dari ADPC (2004) yang dapat

    dilihat pada tabel dibawah.

    Tabel 13  Kriteria Kerentanan Infrastruktur Utama Jaringan Sosial

    No Jenis Infrastruktur Peringkat Bobot

    1 Permukiman 1 0,286

    2 Perdagangan 2 0,238

    3 Transportasi 3 0,190

    4 Pendidikan 4 0,143

    5 Perkantoran 5 0,095

    6 Kesehatan 6 0,048

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    44/120

     

    Adapun elemen ancaman yang berkontribusi dari kemungkinan merugi atau kehilangan

    dari faktor sosial ekonomi adalah seperti telah disinggung diatas yaitu:

    a.  Kelompok masyarakat rentan (Vulnerable group) b.  Infrastruktur utama jaringan sosial

    Elemen ancaman vulnerable group  merepresentasikan kemungkinan kehilangan jiwa

    yang akan dialami suatu wilayah apabila terjadi bencana, berdasarkan keterangan dari

    Fordham bahwa vulnerable group ini berkaitan dengan kapabilitas ketika terjadi bencana dan

     pasca bencana. Sedangkan elemen ancaman asset infrastruktur diakaitkan dengan eksistensi

     jaringan sosial yang telah ada dalam suatu masyarakat. Kontribusi ancaman kerentanan dari

    kedua elemen tersebut akan dijelaskan melalui bobot ancaman yang akan dijelaskan pada

     bagian selanjutnya.

    4.2.3.  Kriteria Faktor Kerentanan EkonomiSecara sederhana, dampak dari suatu bencana dapat menimbulkan kerugian langsung

    (direct loss) berupa rusaknya asset infrastruktur, bangunan, korban jiwa dan lain sebagainya

    yang dapat dikonversikan dengan jelas, dan dapat juga menimbulkan kerugian atau

    kehilangan yang sifatnya tidak langsung atau tidak terhitung (indirect loss) misalnya

    terganggunya pergerakan barang dan jasa, dan lain sebagainya (ECLAC, 2003). Oleh karena

    itu penyusunan kriteria kerentanan untuk faktor ekonomi berdasarkan kemungkinan kerugian

    atau kehilangan yang langsung juga yang tidak langsung.

    Berdasarkan pertimbangan diatas dan uraian keterangan mengenai kerentanan faktor

    ekonomi dari ISDR (2004) yang menyebutkan bahwa kerentan faktor ekonomi bergantung

     pada status ekonomi individu masyarakat, komunitas dan tingkat diatasnya lagi, dengan kata

    lain bergantung pada perekonomian mikro dan makro. Disebutkan juga bahwa komponen

    kerentanan faktor ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu komponen demografi

    yang direpresentasikan oleh kelompok masyarakat rentan, dan komponen lainnya yaitu

     penggunaan lahan yang dikaitkan dengan komposisi mata pencaharian masyarakat dan

    kontribusi perekonomian wilayah.

    Pengkriteriaan kerentanan untuk komponen demografi seperti telah disebutkan diatas,

    sama dengan yang dilakukan pada pengkriteriaan kelompok masyarakat rentan pada faktor

    sosial seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. Selain rentan dalam kapabilitas evakuasi serta

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    45/120

     

    recovery, menurut Fordham kelompok ini juga meningkatkan kerentanan ekonomi karena

    kemampuan membangkitkan perekonomian baik mikro ataupun makro relatif lebih kecildibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya.

    Untuk pengkriteriaan penggunaan lahan, diklasifikasikan dengan menggunakan

     pendekatan kontribusi PDRB di Kota Cilegon sebagai asumsi nilai dari tiap penggunaan lahan

    terhadap perekonomian wilayah. Adapun distribusi kontribusi sektor ekonomi di Kota

    Cilegon dapat dilihat pada Tabel 14. 

    Tabel 14  Kontribusi sektor ekonomi pada PDRB ADH Konstan Kota Cilegon 2002 – 2005

    (Kota Cilegon dalam angka Tahun 2006)

    No. Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005*1. Pertanian 3,29 3,18 2,96 2,80 2,64 2,50

    2. Pertambangan dan Penggalian 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09

    3. Industri Pengolahan 64,16 63,90 63,49 63,39 63,27 62,96

    4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 9,13 10,90 11,16 11,15 10,93 11,01

    5. Bangunan 0,45 0,40 0,44 0,48 0,48 0,48

    6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 9,92 9,81 9,77 9,83 9,88 10,03

    7. Pengangkutan dan Komunikasi 8,57 9,21 9,07 8,88 8,59 8,58

    8. Keuangan, Persewaandan Jasa Perusahaan

    1,61 1,45 1,56 1,94 2,67 2,90

    9. Jasa-jasa 1,40 1,40 1,44 1,44 1,44 1,45

    PDRB ADH KONSTAN 98,63 100,35 100,00 100,00 100,00 100,00

    Dari Tabel 14 diatas terlihat bahwa kontribusi sektor industri terhadap perekonomian

    umum Kota Cilegon menduduki posisi utama. Dengan pertimbangan diatas, maka disusun

    kriteria penggunaan lahan, dimana klas yang diperhitungkan disesuaikan dengan data tata

    guna lahan yang ada di Kota Cilegon (sumber Dinas Tata Kota), adapun kriteria kerntanan

    komponen penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 15  Kriteria Kerentanan Komponen Penggunaan Lahan Untuk Faktor Ekonomi

    No Jenis Penggunaan Lahan Peringkat bobot

    1 Industri 1 0,238

    2 Sawah 2 0,190

    3 Perkebunan 3 0,143

    4 Hutan 4 0,095

    5 Rumput / Tanah kosong 5 0,048

    Kriteria diatas menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk lahan industri menduduki

     bobot paling tinggi sesuai dengan kontribusi sektor industri pada PDRB, demikian juga

    dengan area permukiman.  Selanjutnya diikuti oleh penggunaan lahan untuk pertanian dan

     perkebunan dengan nilai bobot 2. Sedangkan hutan diasumsikan memiliki nilai ekonomi yang

    relatif rendah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya.

  • 8/15/2019 Thesis na rev.docx

    46/120

     

    Elemen ancaman untuk faktor ekonomi yang terkait dengan komponen-komponen

    diatas adalah:

    a.  Vulnerable group b.  Penggunaan Lahan

    Perbedaan nilai elemen ancaman vulnerable group  yang terdapat pada faktor sosial

    demografi dan di faktor ekonomi adalah kontribusi tingkat kerugian/kehilangan terhadap

    elemen ancaman lainnya, sehingga hal ini berpengaruh pada nilati total kerentanan masing-

    masing faktor.

    4.2.4. 

    Kriteria Faktor Kerentanan Lingkungan

    Lingkungan dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari kondisi fisik (mencakup

    sumberdaya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral serta flora dan fauna yang ada di

    lingkungan sekitarnya baik itu di daratan, air dan udara) dengan kelembagaan (yang meliputi

    ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkunga