tesis vegf dan sflt-1

73
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklampsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. Sindrom ini ditandai oleh munculnya onset hipertensi, proteinuria, dan edema setelah 20 minggu kehamilan. Sebagai komplikasinya, preeklampsia dapat berakibat pada kejadian gagal ginjal, edema paru, dan koagulopati (Lam, 2005). Menurut American College of Obstetricans and Gynecologist (ACOG), preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi (tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg) disertai proteinuria (≥ 30 mg/liter urin atau ≥ 300 mg/24 jam) yang didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu (North, 1999). Preeklampsia juga dapat berkembang menjadi sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelets count) dan kejang (eklampsia). Preeklampsia hanya muncul dalam keadaan plasenta yang

Upload: novianingrum-ekarina-sudaryanto

Post on 22-Oct-2015

101 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tesis Vegf Dan Sflt-1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Preeklampsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan

perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. Sindrom ini ditandai

oleh munculnya onset hipertensi, proteinuria, dan edema setelah 20 minggu

kehamilan. Sebagai komplikasinya, preeklampsia dapat berakibat pada kejadian

gagal ginjal, edema paru, dan koagulopati (Lam, 2005). Menurut American

College of Obstetricans and Gynecologist (ACOG), preeklampsia didefinisikan

sebagai hipertensi (tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90

mmHg) disertai proteinuria (≥ 30 mg/liter urin atau ≥ 300 mg/24 jam) yang

didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu (North, 1999). Preeklampsia juga

dapat berkembang menjadi sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme,

low platelets count) dan kejang (eklampsia). Preeklampsia hanya muncul dalam

keadaan plasenta yang masih ada, dengan ataupun tanpa janin, seperti pada kasus

mola hidatidosa. Sebagai konsekuensinya, salah satu pengobatannya adalah

dengan mengeluarkan plasenta (terminasi kehamilan) yang dapat menurunkan

morbiditas secara signifikan.

Prevalensi preeklampsia berkisar antara 4,4-17,5%. Sementara itu, laporan

lain menyebutkan angka kejadiaan preeklampsia sebesar 5-7% dari ibu hamil

(Cuningham, 2005). Di Indonesia angka kejadian preeklampsia 3-10% dan

memberikan kontribusi sebesar 39,5% pada angka kematian ibu pada tahun 2001

1

Page 2: Tesis Vegf Dan Sflt-1

2

dan meningkat tajam menjadi 55,56% pada tahun 2002. Di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta kematian ibu hamil yang disebabkan oleh preeklampsia adalah 25 ibu

hamil dari 37 ibu hamil yang meninggal dari 1956 persalinan pada tahun 2008

(Sulistyowati, 2010).

Salah satu teori yang menjelaskan etiologi preeklampsia adalah teori

maladaptasi imun, yaitu adanya gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis

uterus sehingga terjadi aktivasi abnormal sel limfoid desidua, yang selanjutnya

menyebabkan peningkatan kadar spesies radikal bebas, neutrofil elastase, dan

sitokin, seperti tumor necrosis faktor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1) (Dekker,

1998). Dengan adanya peningkatan radikal bebas dan sitokin pada proses

plasentasi akan menyebabkan disfungsi endotel (endoteliosis) plasenta dan

sistemik. Keadaan ini mengakibatkan stres oksidatif sehingga terjadi

ketidakseimbangan antar faktor proangiogenik (Vascular Endothelial Growth

Faktor) VEGF, Placental Growth Faktor (PlGF, Tissue Growth Faktor β-

1/TGFβ-1) dan antiangiogenik (Soluble fms-like tyrosine kinase-1)sFlt-1 dan

Soluble Endoglin/sEng) (Karumanchi, 2008). Soluble fms-like tyrosine kinase-1

(sFlt-1) merupakan inhibitor endogen VEGF, yang akan meningkat sebelum onset

preeklampsia (Lam, 2008).

Meskipun telah terdapat kemajuan yang pesat dalam pemahaman mengenai

patogenesis preeklampsia, inovasi dalam proses deteksi dini dan penatalaksanaan

kasus preeklampsia masih kurang. Dengan demikian, preeklampsia masih tetap

menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di dunia. Kami

melakukan kajian terhadap data mengenai faktor angiogenik dan peran mereka

Page 3: Tesis Vegf Dan Sflt-1

3

dalam patogenesis preeklampsia serta dalam menentukan risiko perkembangan

penyakit tersebut. Deteksi lebih dini terhadap preeklampsia terbukti memberikan

efek positif dalam menurunkan angka morbiditas sehingga intervensinya pun

dapat dilakukan sedini mungkin (Chappell, 1999).

Ditemukannya faktor proangiogenik (Vascular Endothelial Growth

Faktor/VEGF) dan antiangiogenik (Soluble fms-like tyrosine kinase-1/sFlt-1)

membawa harapan baru bagi upaya deteksi dini preeklampsia pada wanita hamil.

Dengan membandingkan kadar VEGF dan sFlt-1 pada wanita hamil, yaitu antara

wanita hamil normal dan wanita preeklampsia, penelitian ini diharapkan mampu

mengetahui pengaruh dari VEGF dan sFlt-1 sebagai faktor risiko terjadinya

preeklampsia secara lebih dini sehingga penanganan untuk tujuan preventif dapat

diimplementasikan sejak awal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian, yaitu :

1. Apakah terdapat perbedaan kadar VEGF antara preeklampsia dengan

kehamilan normal?

2. Apakah terdapat perbedaan kadar sFlt-1 antara preeklampsia dengan

kehamilan normal?

Page 4: Tesis Vegf Dan Sflt-1

4

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis etiopatogenesis terjadinya preeklampsia terutama

yang berhubungan dengan kadar VEGF dan sFlt-1.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis perbedaan kadar VEGF pada preeklampsia

dibandingkan dengan kehamilan normal.

b. Untuk menganalisis perbedaan kadar sFlt-1 pada preeklampsia

dibandingkan dengan kehamilan normal

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pengetahuan tentang kadar VEGF dan sFlt-1

pada kehamilan, yaitu antara preeklampsia dengan kehamilan normal

sehingga dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Aplikatif

Menambah khasanah korelasi pemeriksaan klinis dan laboratoris

biomolekuler pada proses kehamilan sehingga dapat memberi masukan

dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas maternal dan

perinatal akibat preeklampsia.

Page 5: Tesis Vegf Dan Sflt-1

5

3. Manfaat Kedokteran Keluarga

Dengan mengetahui adanya perbedaan kadar VEGF dan sFlt-1 pada

kehamilan, yaitu antara Preeklampsia dengan kehamilan normal

diharapkan dapat dikembangkan usaha untuk melakukan deteksi dini

preeklampsia sehingga usaha preventif dapat direncanakan secara lebih

dini.

Page 6: Tesis Vegf Dan Sflt-1

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preeklampsia

1. Definisi dan Faktor Risiko

Preeklampsia menurut American College of Obstetricans and

Gynecologist (ACOG) adalah hipertensi (tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan

diastolik ≥ 90 mmHg) disertai proteinuria (≥ 30 mg/liter urin atau ≥ 300 mg/24

jam) yang didapatkkan setelah umur kehamilan 20 minggu (North, 1999).

Penyebab preeklampsia belum sepenuhnya diketahui. Beberapa faktor yang

dianggap berperan pada kejadian preeklampsia adalah gen, plasenta, respon imun,

dan penyakit vaskular pada ibu (Li, 2011).

Faktor risiko yang paling kuat untuk preeklampsia adalah primiparitas

dengan 75% kasus terjadi pada primigavida. Salah satu interpretasinya adalah

bahwa ibu mempunyai memori imunologi untuk kehamilan pertamanya dan

secara terminologi imunologi konvensional, kehamilan akan menginduksi

toleransi pada kehamilan berikutnya. Belum ada penjelasan yang memuaskan

mengapa kehamilan pertama berisiko preeklampsia dan mengapa kehamilan

berikutnya secara umum normal (Moffett, A., 2007).

Kurang lebih 40 sampai 50 persen wanita multipara yang didiagnosis

preeklampsia, mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

(Noori, M., 2007). Jika kondisinya mengharuskan persalinan sebelum usia

6

Page 7: Tesis Vegf Dan Sflt-1

7

kehamilan 32 minggu pada kehamilan sebelumnya, maka odds ratio untuk

terulangnya preeklampsia meningkat lebih dari 40%. Selanjutnya usia ibu lebih

dari 35 tahun juga meningkatkan kemungkinan preeklampsia, walaupun belum

ada penjelasan patogenesisnya (Sibai, 2000).

Predisposisi pewarisan dari maternal telah lama dicatat meningkatkan

risiko empat kali lipat mengalami preeklampsia berat jika wanita tersebut

mempunyai riwayat keluarga (Cincotta, 1998). Akhir-akhir ini penelitian berbasis

populasi besar memperlihatkan bahwa gen paternal juga berperan menjadi risiko

wanita mengalami preeklampsia (Moffett, A., 2007).

Penderita obesitas dengan Indeks Massa Tubuh [(IMT) (berat badan dalam

kilogram dibagi kuadrat dari tinggi badan dalam meter)] lebih dari 25 pada awal

kehamilan akan mengalami hipertensi dibandingkan dengan yang IMT-nya lebih

rendah, tetapi belum tentu menjadi hipertensi gestasional maupun preeklampsia

(Noori, M., 2007). Terjadi peningkatan risiko preeklampsia dari 4,3% pada

penderita dengan IMT kurang dari 19,8 kg/m2 menjadi 13,3% pada penderita

dengan IMT lebih dari 25 kg/m2 (Sibai, 2000).

Kehamilan multipel mempunyai dua kali risiko mengalami preeklampsia.

Sedangkan diabetes mellitus pragestasional juga merupakan faktor risiko lain

untuk preeklampsia, insidensinya berkisar antara 9% sampai dengan 66% pada

penderita dengan riwayat diabetik nefropati. Besarnya massa plasenta baik pada

kehamilan multipel maupun kehamilan dengan diabetes mellitus merupakan

penyebabnya (Noori, M., 2007).

Page 8: Tesis Vegf Dan Sflt-1

8

Penderita yang memiliki tekanan darah sistolik atau diastolik relatif

tinggi sebelum kehamilan 20 minggu, meningkatkan risiko preeklampsia. Sebagai

contoh, pada penelitian terhadap 13.000 wanita hamil trimester pertama dengan

tekanan darah sistolik 130 mmHg atau lebih, akan mempunyai kemungkinan

empat kali menjadi preeklampsia dibandingkan dengan wanita dengan tekanan

sistolik lebih rendah dari 110 mmHg. Tekanan darah diastolik dilaporkan

pengaruhnya sebagai faktor risiko lebih lemah dibandingkan tekanan darah

sistolik.

2. Patogenesis

Patogenesis preeklampsia sangat kompleks karena melibatkan beberapa

faktor genetik, imunologi dan faktor lingkungan yang saling berinteraksi.

Patogenesis preeklampsia secara umum terdiri dari dua tahapan proses. Tahap

pertama merupakan tahap asimtomatik yang ditandai perkembangan plasenta yang

abnormal selama trimester I yang mengakibatkan insufisiensi plasenta dan

pelepasan beberapa material plasenta ke dalam sirkulasi maternal. Tahap kedua

yaitu tahap simtomatik atau sindrom maternal yang ditandai oleh hipertensi,

gangguan ginjal, dan proteinuria (Karumanchi, 2008; Siddiqui, 2010, Li, 2011).

2.1. Tahap I: Abnormalitas Plasentasi

Preeklampsia hanya terjadi bila ada plasenta meskipun tidak ada fetus

misalnya pada mola hidatidosa. Preeklampsia akan sembuh dengan sendirinya

setelah plasenta diangkat. Pada kasus preeklampsia dengan kehamilan di luar

Page 9: Tesis Vegf Dan Sflt-1

9

kandungan, pengangkatan bayi saja tidak cukup, gejala preeklampsia akan tetap

ada sampai plasenta diangkat (Karumanchi, 2008).

Plasenta berperan utama dalam patogenesis preeklampsia. Uji patologi

plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia umumnya menunjukkan terjadinya

infark pada plasenta, penyempitan arteri dan arteriole karena sklerosis, yang

ditandai dengan adanya invasi endovaskular yang dangkal oleh sitotrofoblas dan

remodeling yang tidak memadai pada arteri spiral uterus (Karumanchi, 2008,

Siddiqui, 2010, Li, 2011).

Pada awal plasentasi, ekstravilli sitotrofoblas mempengaruhi uterus pada

makrofag desidua. Pada kehamilan normal invasi sitotrofoblas di arteri spiralis

menyebabkan down regulasi sel trofoblas yang akan mengadopsi fenotip sel

endotel. Proses ini dikenal sebagai pseudovaskulogenesis. Transformasi sel epitel

menjadi sel endotel ini akan memungkinkan peningkatan laju darah ke uterus

yang diperlukan untuk kelanjutan hidup janin selama dalam kandungan.

Transformasi ini juga diikuti oleh perubahan ekspresi molekul adhesi yang semula

merupakan karakter sel epitel (integrin α6/β5, αω/β3, dan E-chaderin) menjadi

bersifat adhesi yang diekspresikan oleh sel endotel (integrin α1/β1, αω/β3, platelet

endothelial cells adhesion molecule dan vascular endothelial-chaderin)

(Soleymanlou, 2005).

Trofoblas pada preeklampsia mengalami maltransformasi saat menginvasi

arteri spiralis. Hal tersebut menyebabkan abnormalitas plasentasi di mana invasi

sitotrofoblas pada arteri terbatas tidak sampai endotel, sangat dangkal dan tidak

Page 10: Tesis Vegf Dan Sflt-1

10

menyebar (Gambar 2.1). Diferensiasi abnormal plasenta ini merupakan awal

hipoksia yang pada akhirnya menyebabkan iskemia plasenta (Maynard, 2005;

Karumanchi, 2008).

Pada salah satu peristiwa perkembangan plasenta (plasentasi) adalah

pelebaran (remodeling) dari arteri spiralis uterus ibu yang menghantarkan darah

menuju plasenta. Proses ini sangat bergantung dari tipe sel plasenta yang

terspesialisasi, yaitu sitotrofoblas Ekstravillous (Extravillous cytotrophoblast

[EVT]), yang bersifat invasif. EVT bermigrasi menuju arteria spiralis dan

menggantikan lapisan endothelial dan merubah arteri spiralis yang sempit dan

memiliki resistensi tinggi menjadi melebar dan memiliki resistensi yang rendah,

sehingga meningkatkan kapasitas dari sirkulasi uteroplasentral dalam mendukung

pertumbuhan fetus. Pada preeklampsia, arteri spiralis hanya mengalami

remodelling secara parsial sehingga aliran darah ke plasenta lebih rendah

dibandingkan dengan kehamilan normal. Selama tahap awal plasentasi (sebelum

kehamilan 10-12 minggu), ketika EVT bermigrasi menuju arteria spiralis, mereka

membentuk plug dan menutupi arteri, mencegah aliran darah dari plasenta dan

menimbulkan lingkungan dengan oksigen rendah yang dibutuhkan untuk

organogenesis fetal dan perkembangan dari tipe sel plasenta lain. Pada minggu

13-14 gestasi, arteria spiralis mulai mengalami pelepasan plug dan remodelling,

menimbulkan peningkatan aliran darah dan konsentrasi oksigen (Li, 2011).

Abnormalitas plasentasi yang terjadi akan menimbulkan gangguan pada

oksigenasi sel trofoblast. Sel trofoblast pada penderita preeklampsia sangat rentan

terhadap pengaruh hipoksia yang berbeda dengan sel trofoblast normal, yang lebih

Page 11: Tesis Vegf Dan Sflt-1

11

tahan terhadap oksigen yang kurang. Sel sitotrofoblast seperti ini cenderung

mudah berkembang menjadi dasar patogenesis preeklampsia (Li, 2011). Hal ini

akan memacu sel trofoblast preeklampsia untuk mensekresikan berbagai mediator,

seperti sFlt-1 dan sEng yang akan dibahas dibawah. Hal ini akan menimbulkan

umpan balik positif yang memperparah preeklampsia (Gu, 2008).

Gambar 2.1. Perbandingan plasentasi kehamilan normal dan preeklampsia (Karumanchi, 2008).

DISFUNGSI ENDOTEL

Invasi trofoblas normal Invasi trofoblas pd desidua tidak adekuat dan gangguan pembentukan a.spiralis

Iskemia & inflamasi plasentaKehamilan

normal

Inflamasi sistemik

Apoptosis Radikal bebas

Pelepasan substansi toksik

PREEKLAMSIA

Page 12: Tesis Vegf Dan Sflt-1

12

2.2. Tahap II: Sindrom Maternal

Abnormalitas plasentasi sebagai akibat maltransformasi sitotrofoblas pada

arteri spiralis uterus yang menyebabkan pelepasan faktor-faktor antiangiogenik

tersekresi ke sirkulasi maternal dan mencapai puncaknya pada simptom klinis

preeklampsia yang dikenal dengan sindrom maternal (Li, 2011). Manifestasi

klinis preeklampsia antara lain glomerular endotheliosis, peningkatan

permeabilitas vaskular dan respon inflamasi sistemik yang mengakibatkan

kerusakan organ atau hipoperfusi. Manifestasi klinis biasanya terjadi setelah usia

kehamilan 20 minggu (Karumanchi, 2008).

Glomerular endotheliosis pada sindrom maternal ini disebabkan karena

sekresi antiangiogenik dibuktikan melalui penelitian dari Gu (2008), yang

menyatakan terjadinya endotheliosis pembuluh darah pada tikus yang disuntik

faktor anti-angiogenik yang disekresikan plasenta preeklampsia. Hal ini akan

menimbulkan efek pada pembuluh darah ibu secara sistemik.

Manifestasi klinis yang dijumpai meliputi hipertensi, proteinuria dan

sindrom fetal seperti pertumbuhan janin terhambat. Meskipun penelitian tentang

patogenesis preeklampsia sudah sangat ekstensif dilakukan, namun etiologinya

masih belum jelas. Patofisiologi yang dapat menjelaskan mekanisme yang

mengakibatkan perkembangan preeklampsia antara lain (Sibai, 2008):

Gangguan diferensiasi dan invasi trofoblas ke arteri spiralis

Disfungsi endotel arteri spiralis

Maladaptasi imunitas terhadap antigen paternal

Page 13: Tesis Vegf Dan Sflt-1

13

Respon inflamasi sistemik.

Pada sebuah penelitian yang dilakukan Siddiqui (2010), menyatakan jika

pada ibu hamil yang mengalami Preeklampsia, memiliki autoantibodi terhadap

reseptor Angiotensin I (AT1-AA) yang berperan dalam pathogenensis

preeklampsia. Dalam penelitian tersebut, AT1-AA ditemukan berperan dalam

meningkatkan fungsi kardiomiosit, sehingga memperkuat kontraksi jantung,

menimbulkan peningkatan sFlt-1, sehingga akan mempengaruhi proses

angiogenesis, meningkatkan Plasminogen Activator Inhibitor I (PAI-I), yang

berpengaruh menurunkan invasi trofoblas, dan peningkatan radikal bebas, yang

kesemuanya itu sinergi dalam memperparah gejala preeklampsia (Siddiqui, 2010).

2.3. Disfungsi Endotelial Sistemik

Data dari berbagai studi telah mengindikasikan bahwa disfungsi endotel

merupakan penyebab abnormalitas klinis pada preeklampsia. Secara spesifik,

hilangnya kontrol endotel pada tonus vascular menyebabkan hipertensi,

meningkatnya permeabilitas vaskuler glomerulus menyebabkan proteinuria dan

terganggunya ekspresi endotel faktor-faktor koagulasi menghasilkan koagulopati.

Selain itu,vasokonstriksi dan iskemia yang muncul dari cidera endotel dapat

menyebabkan disfungsi hati. Sampel biopsi ginjal dan pasien preeklampsia

menunjukan karakteristik pembengkakan sel endotel glomerulus yang menyebar,

yang dikenal sebagai “ endotheliosis glomerular”. Serum dari wanita peeklamsia

telah ditemukan menunjukan peningkatan data penanda (markers) cidera sel

endotel, seperti fibronektin, antigen faktor VIII dan trombomodulin. Studi in vitro

dengan sel-sel endotel pembuluh darah di sekitar pusar menunjukan bahwa serum

Page 14: Tesis Vegf Dan Sflt-1

14

pada pasien preeklampsia memicu aktivasi sel endotel. Disfungsi endotel

pembuluh arteri pada pasien dengan preeklampsia telah ditunjukan oleh

meningkatnya sensitivitas pressor dan abnormalitas pada vasodilatasi yang dipicu

aliran darah, bahkan sebelum munculnya onset penyakit tersebut. Meningkatnya

sensitivitas vaskuler terhadap Angiotensin II dan meningkatnya produksi

endotelin, serta berkurangnya produksi vasodilator yang berasal dari endothelium

seperti prostasiklin, juga telah dilaporkan ditemukan pada wanita dengan

preeklampsia (Karumanchi, 2005).

Studi terkini telah membuktikan adanya peningkatan ekspresi dan sekresi

sFlt-1 pada plasenta, yang merupakan antagonis faktor pertumbuhan endotel

vascular (Vascular Endothelial Growth Faktor [VEGF]) yang dihasilkan dan

bersirkulasi secara alami pada pasien preeklampsia ( Maynard, 2003 ).

Pendapat diatas juga diperkuat dengan penelitian Gu (2008), yang

menunjukkan sekresi dari sFlt-1 dan sEng yang berperan dalam antagonisasi

VEGF. Kedua zat tersebut disekresikan sitotrofoblas preeklampsia yang

diperparah pada penurunan kadar oksigen, dimana pada saat dikultur, sel

preeklampsia menunjukkan sekresi kedua zat tersebut secara lebih banyak.

2.4. Faktor Angiogenik pada Preeklampsia

Dahulu preeklampsia dikenal sebagai ”disease of theory”, karena begitu

banyak teori yang berusaha menjelaskan etiologi preeklampsia. Selain itu, strategi

manajemen preeklampsia yang ada masih bersifat suportif simtomatik dan

terminasi masih merupakan terapi definitif. Namun beberapa penelitian pada

Page 15: Tesis Vegf Dan Sflt-1

15

sepuluh tahun terakhir telah merubah paradigma tersebut, karena penemuan

mengenai prediktor preeklampsia mulai menunjukkan titik terang, ditemukannya

jalur molekular yang mengatur pseudo vaskulogenesis membuka potensi faktor-

faktor yang terlibat di dalamnya menjadi prediktor preeklampsia. Faktor-faktor

tersebut antara lain faktor angiogenik dan reseptornya (Davidson, 2004).

Diduga ketidakseimbangan antara faktor proangiogenik dan

antiangiogenik berhubungan erat dengan terjadinya perkembangan preeklampsia.

Beberapa penelitian yang sudah dipublikasikan menunjukkan bahwa terdapat

ketidakseimbangan antara faktor proangiogenik dan antiangiogenik yang

bersirkulasi pada saat sebelum onset preeklampsia (Barton, 2008).

Mamalia termasuk manusia memerlukan angiogenesis yang ekstensif

untuk memastikan jaringan kerja yang baik untuk menyuplai oksigen dan nutrisi

ke janin. Angiogenesis ini melibatkan berbagai macam faktor proangiogenik dan

antiangiogenik yang bekerja sama dalam perkembangan plasenta. Pada

preeklampsia terdapat dua protein antiangiogenik yang diproduksi secara

berlebihan sehingga menyebabkan peningkatan pada sirkulasi maternal yang

bertanggung jawab terhadap fenotipe preeklampsia yaitu soluble Fms-like tyrosine

kinase-1 (sFlt-1) dan soluble Endoglin (sEng). Faktor-faktor proangiogeniknya

adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Placental Growth Factor

(PIGF), dan Tissue Growth Factor β-1 (TGFβ-1). Soluble Fms-like tyrosine

kinase-1 (sFlt-1) merupakan inhibitor endogen VEGF dan PIGF yang mengatur

angiogenesis plasenta, sedangkan sEng merupakan reseptor yang bersirkulasi dan

Page 16: Tesis Vegf Dan Sflt-1

16

menghambat penandaan TGFβ-1 di dalam pembuluh darah (Gu, 2008, Varughese,

2010).

2.5. Vascular Endothelial Growth Faktor (VEGF)

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, VEGF memainkan peranan

yang sangat penting dalam patogenesis preeklampsia. Meski telah ditemukan

bahwa VEGF total mengalami sedikit kenaikan pada preeklampsia, namun VEGF

diikat oleh sFlt-1 pada preeklampsia. Seperti halnya pada PIGF, kondisi ini

mengakibatkan rendahnya kadar VEGF bebas atau VEGF bioaktif yang beredar

pada saat preeklampsia aktif. Namun demikian, karena VEGF mengikat sFlt-1

dengan afinitas yang lebih tinggi dibandingkan PIGF, penurunan VEGF terjadi

secara lebih signifikan di dalam serum wanita hamil, yang menyebabkan sangat

rendahnya konsentrasi VEGF bebas yang bersirkulasi (Varughese, 2010).

Konsentrasi peredaran VEGF bebas biasanya sebanyak <30 pg/mL dan

kebanyakan berada di bawah batas deteksi peralatan ELISA yang ada saat ini

(Lee, 2007). Oleh karena itu, sangat kecil kemungkinan VEGF serum dapat

berfungsi sebagai penanda skrining yang bermanfaat kecuali jika terdapat

peralatan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) yang cukup sensitif

untuk mendeteksi konsentrasi pikogram berdigit tunggal dengan reliabilitas yang

tinggi.

2.6. Faktor Antiangiogenik pada Plasenta Preeklampsia

Penelitian dilakukan dengan menggunakan chip microarray Affimetrix

yang membandingkan antara plasenta preeklampsia dan plasenta normal. Para

peneliti menemukan bahwa plasenta pada preeklampsia mengalami peningkatan

Page 17: Tesis Vegf Dan Sflt-1

17

ekspresi faktor antiangiogenik yaitu sFlt-1 dan mRNA ENG. Hasil penelitian ini

juga dipastikan dengan northern blotting dan immunostaining terhadap Eng.

Pemeriksaan untuk sEng kemudian lebih dikembangkan dan ditemukan hubungan

yang erat antara sEng dan sFlt-1 sesuai derajad keparahan penyakit. Para peneliti

lalu menggunakan sEng dan sFlt-1 untuk menginduksi preeklampsia pada tikus

hamil. Perlakuan tersebut menyebabkan perubahan tekanan darah, peningkatan

enzim hati, dan proteinuria. Percobaan selanjutnya menunjukkan bahwa sEng dan

sFlt-1 menghambat sinyal TGFβ-1 pada sel endotel dan menghambat aktivasi

TGFβ-1 yang dimediasi oleh Nitric Oxide Synthase (NOS) (Luft, 2006, Gu 2008).

Etiologi peningkatan konsentrasi sFlt-1 dan sEng pada preeklampsia

belum diketahui. Namun diperkirakan faktor genetik, hipoksia, dan imunologi

terlibat di dalamnya. Ekspresi sEng dan sFlt-1 meningkat sebagai respon terhadap

hipoksia yang dimediasi oleh hypoxia inducible factors 1 (HIF1). Selama

kehamilan normal plasenta relatif dalam keadaan hipoksia pada awal kehamilan.

Hipoksia kemudian menghilang seiring dengan peningkatan laju darah ke plasenta

selama trimester kedua. Penelitian pada preeklampsia baik sFlt-1 dan sEng

keduanya meningkat selama trimester 1 hingga trimester 2 pada preeklampsia

preterm, hal ini sangat berlawanan dengan kehamilan normal di mana kadar

keduanya tetap atau bahkan turun. Keadaan ini mendukung dugaan bahwa

hipoksia plasenta berperan penting dalam peningkatan produksi faktor

antiangiogenik pada wanita preeklampsia (Rana, 2007, Gu 2008).

Page 18: Tesis Vegf Dan Sflt-1

18

2.7. Soluble Fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1)

Soluble Fms-like tyrosine kinase-1 adalah protein anti-angiogenik sirkulasi

yang beraksi dengan mengikat reseptor yang didominasi PlGF dan VEGF,

sehingga mencegah interaksi PlGF dan VEGF dengan reseptor-reseptor

permukaan sel endotelial dan menyebabkan disfungsi endotelial. Selama

kehamilan normal terjadi kondisi proangiogenik, yaitu tingkat sFlt-1 adalah

rendah sampai dengan akhir trimester kedua dan tingkat VEGF adalah tinggi.

Pada saat usia kehamilan preeklampsia bertambah, tingkat sFlt-1 secara bertahap

akan meningkat sehingga keseimbangan akan bergeser menjadi melemahkan

VEGF. Peningkatan produksi sFlt-1 oleh plasenta preeklampsia menyebabkan

konsentrasi PIGF dan VEGF bebas yang bersirkulasi menjadi rendah, karena

terikat oleh sFlt-1. Hal ini menyebabkan proses angiogenesis plasenta terganggu.

(Davidson, 2004).

Produksi Flt1 melalui sekresi trofoblas secara endogen menghasilkan

potongan Flt-1 bersifat larut air yang disebut soluble Flt-1 (sFlt-1) yang

dilepaskan ke sirkulasi. Soluble Flt-1 merupakan bentuk Flt-1 yang kehilangan

domain sitoplasmik dan transmembran tetapi masih memiliki domain ligand-

binding (Krysiak, 2005).

Pada preeklampsia sFlt-1 berfungsi sebagai umpan selama perkembangan

plasenta dan mencegah VEGF berikatan dengan reseptornya. Percobaan pada

tikus hamil yang diinjeksi adenoviral yang kuat mengekspresikan sFlt-1, ternyata

Page 19: Tesis Vegf Dan Sflt-1

19

menyebabkan tikus mengalami hipertensi, proteinuria dan endoteliosis

glomerular (Luft, 2006).

Kadar sFlt-1 mengalami peningkatan pada keadaan preeklampsia. Pada

satu studi diketahui bahwa rata-rata konsentrasi serum sFlt-1 pada kehamilan

normal adalah 1,5 ± 0,22 ng/mL, pada preeklampsia ringan adalah 3,28 ± 0,83

ng/mL dan pada preeklampsia berat adalah 7,64 ± 1,5 ng/mL. Konsentrasi sFlt-1

akan menurun secara dramatis setelah melahirkan, baik pada preeklampsia

maupun pada yang normal (Lam, 2005).

Peran sFlt-1 dalam patogenesis preeklampsia memiliki nilai prediktif dan

implikasi diagnostik yang penting. Konsentrasi mulai meningkat mendekati akhir

trimester dua pada wanita yang nantinya mengalami preeklampsia. Empat

sampai lima minggu sebelum manifestasi klinis terdeteksi pertama kali. Seiring

dengan berjalannya waktu, manifestasi preeklampsia lebih nyata sebagai

peningkatan sFlt-1 dengan konsentrasi meningkat dua hingga empat kali

kehamilan normal dan terbesar pada preeklampsia berat (Karumanchi, 2008).

Pendapat ini diperkuat dengan penelitian Gu (2008), yang menunjukkan

peningkatan kadar sFlt-1 yang berperan sebagai faktor antiangiogenik, yang

muncul sebelum terjadinya onset preeklampsia.

B. Peranan VEGF dan sFlt-1 pada Kehamilan Normal

VEGF diketahui memiliki sifat parakrin di sel endotel seperti pada

plasenta, makrofag dan sel trofoblast yang berperan untuk mengawali

Page 20: Tesis Vegf Dan Sflt-1

20

vaskulogenesis plasenta. Namun demikian baik VEGF dan sFlt-1 dibutuhkan

untuk perkembangan awal plasenta (Geva, 2002).

sFlt-1 spesifik berasal dari sel endotel. Akan tetapi, di plasenta baik

sel endotel maupun non endotel mengekspresikan sFlt-1. sFlt-1 diekspresikan

oleh endotel villi plasenta dan mRNA Flt-1 ekpresinya tinggi di permukaan

dan kolom sitotrofoblas. Sedangkan proteinnya terlokalisir di trofoblas dan

extravillous trophoblast (EVT). Makrofag (sel Hofbauer) dan sel desidual

mengekspresikan VEGF sedangkan EVT mengekspresikan sFlt-1,

mengindikasikan bahwa VEGF berperan sebagai kemotraktan yang

menstimulasi invasi trofoblas. EVT menurun jumlahnya pada usia 24 minggu

kehamilan saat migrasi trofoblast selesai. Berkebalikan dengan monosit,

migrasi monosit dimediasi oleh sFlt-1. Penelitian akhir – akhir ini

menunjukkan bahwa pada sel endotel VEGF berperan sebagai stimulator

yang kuat untuk proliferasi sel, migrasi dan produksi aktifator plasminogen

yang dibutuhkan untuk degradasi proteolisis baik secara invivo dan invitro.

VEGF juga menginduksi permeabilitas mikrovaskuler (Ahmed, 2000,

Andraweera, 2012).

Pada awal kehamilan terdapat peningkatan jumlah leukosit dalam sel

desidua termasuk sel Natural Killer (NK) dan makrofag. Sel NK uterus yang

diisolasi pada trimester pertama desidua mensekresikan banyak VEGF dan

PlGF, sedangkan arteri spiralis yang belum teremodelisasi mengekpresikan

Kinase Insert Domain Receptor (KDR). Sel NK uterus merupakan sumber

utama dari faktor angiogenesis pada permukaan maternal fetal selama awal

Page 21: Tesis Vegf Dan Sflt-1

21

kehamilan dan berperan penting untuk remodeling vaskuler. VEGF berperan

pada awal vaskulogenesis plasenta dan angiogenesis bercabang yang

berlangsung sampai 24 minggu kehamilan. Setelah itu angiogenesis berganti

dari angiogenesis bercabang menjadi tidak bercabang yang diregulasi oleh

PlGF melalui ikatannya dengan sFlt-1. Selain itu VEGF juga berperan untuk

meregulasi remodeling arteri spiralis maternal.

Di plasenta VEGF dan PlGF dan dua reseptornya sFlt-1 dan KDR

diekspresikan berbeda selama kehamilan: VEGF dan KDR diekspresikan

lebih banyak selama awal kehamilan dan menurun pada kehamilan lanjut,

sedangkan PlGF dan sFlt-1 meningkat seiring usia kehamilan. Penurunan

VEGF seiring usia kehamilan menunjukkan adanya mekanisme regresi dari

jaringan kapiler selama pembentukan batang villus (Ahmed, 2000).

Terlokalisirnya VEGF, PlGF, KDR dan sFlt-1 di trofoblas dan di

permukaan sinsitiotrofoblas dari villi plasenta yang kontak langsung dengan

darah ibu dan beberapa fungsi endotel mengindikasikan adanya peranan

autokrin pada VEGF di sel trofoblas selain peranan parakrin pada sel endotel.

Selain memiliki aktifitas mitogen dan kemotaksis, VEGF juga menstimulasi

ekstravasasi cairan dan protein dari pembuluh darah dan memediasi

peningkatan kalsium serta pengeluaran Nitrit Oksida (NO) pada Human

Umbilical Vein Endothelial Cell (HUVEC). VEGF merangsang pengeluaran

NO melalui fosforalisi dengan sFlt-1. NO berpotensi sebagai vasodilator dan

mencegah agregasi platelet, sehingga mengindikasikan bahwa NO mungkin

meregulasi hemodinamis permukaan ibu dan anak, membantu dilatasi arteri

Page 22: Tesis Vegf Dan Sflt-1

22

maternal yang mensuplai intervillous space. sFlt-1 dan NO juga mampu

menekan sintesis DNA sel endotel dan trofoblas, sehingga NO dapat

menghambat vascular smooth muscle cells (VSMC) dan proliferasi sel

endotel. Selain itu defosforalisasi faktor transkripsi AP-1 di sel endotel,

menghambat aksi promoter VEGF, sehingga menurunkan regulasi mRNA

VEGF dan merupakan regulasi negatif dari NO (Ahmed, 2000; Geva, 2002;

Barut, 2010;).

Page 23: Tesis Vegf Dan Sflt-1

23

C. Kerangka Pikir

Faktor Maternal, Faktor Plasenta, dan Faktor Janin

Hypoxia-Inducible Factor (HIF)

Ketidakseimbangan VEGF, sFlt-1

VEGF

NO

Preeklampsia

Plasenta Hipoksia

Sel NK

Sel Desidua

Sel Houfbauer

: Yang diteliti

Sel Endotel Villi Plasenta

Membran Plasma

sFlt-1

Perfusi Uteroplasenta tidak adekuat

ANGIOGENESIS PATOLOGIS

Kegagalan pemanjangan, pencabangan dan dilatasi simpul kapiler arteri spiralis

Kegagalan pembentukan villi terminal

Janin Intrauterin

Page 24: Tesis Vegf Dan Sflt-1

24

Penjelasan Kerangka Pikir

Kondisi plasenta yang hipoksia melalui ekspresi HIF yang

berlebih meningkatkan kadar sFlt-1 diawal kehamilan yang seharusnya baru

meningkat pada akhir trimester dua yang menyebabkan terjadinya penurunan

kadar VEGF pada preeklampsia. Keadaan ini akan menyebabkan

angiogenesis yang patologis yang ditunjukkan adanya kegagalan

pemanjangan, percabangan dan dilatasi dari simpul kapiler arteri spiralis dan

kegagalan pembentukan villi terminal aliran darah fetoplasenta. Seluruh

kejadian tersebut memicu terjadinya suatu keadaan preeklampsia.

D. Hipotesis

Dari kerangka konsep penelitian di atas disusun suatu hipotesis bahwa pada

etiopatogenesis preeklampsia :

1. Terdapat penurunan kadar VEGF pada preeklampsia dibandingkan

dengan kehamilan normal

2. Terdapat peningkatan kadar sFlt-1 pada preeklampsia dibandingkan

dengan kehamilan normal

Penyakit kronis, maternal hipoksia, IMT yang rendah,

Kelainan plasenta, dll.

Hypoxia-Inducible Faktor (HIF)

Ketidakseimbangan VEGF, sFlt-1, PlGF, KDR

VEGF↓ ↓

NO

PREEKLAMPSIA

Plasenta Hipoksia

Sel NK

Sel Desidua

Sel Houfbauer

: Yang diteliti

Sel Endotel Villi Plasenta

Membran Plasma

sFlt-1

Perfusi Uteroplasenta tidak adekuat

ANGIOGENESIS PATOLOGIS

Kegagalan pemanjangan, pencabangan dan dilatasi simpul kapiler arteri spiralis

Kegagalan pembentukan villi terminal

Page 25: Tesis Vegf Dan Sflt-1

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan

Oktober 2012, dibagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr Moewardi Surakarta

dan Laboratorium Klinik Prodia Jakarta.

B. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional

menggunakan pendekatan Cross sectional dengan pendekatan uji klinis kadar

sFlt1 dan VEGF pada penderita Preeklampsia dan kehamilan normal.

VEGF ↓

PE

Kriteria inklusi sFlt-1 ↑Populasi Sampel

Kriteria eksklusi VEGF↑ Hamil Normal

sFlt-1↓

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian

25

Page 26: Tesis Vegf Dan Sflt-1

26

C. Subyek Penelitian

Pasien dengan Preeklampsia dan kehamilan normal di kamar bersalin

Kebidanan dan Kandungan RSU Moewardi Surakarta dari bulan Agustus 2012

sampai dengan bulan Oktober 2012, yang sesuai dengan syarat penerimaan

sampel (kriteria inklusi) yang telah menyatakan setuju untuk ikut dalam penelitian

setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian ini..

Kriteria inklusi :

Kriteria untuk Preeklampsia :

1. Ibu hamil usia 20-35 tahun

2. Pasien yang bersalin di RS.dr Moewardi Surakarta, yang memenuhi

kriteria Preeklampsia , baik pervaginam maupun perabdominal.

Sedangkan kriteria untuk Hamil normal:

1. Ibu hamil usia 20-35 tahun

2. Kehamilan aterm, janin tunggal hidup, intra uterin, memanjang,

presentasi kepala dimana selama antenatal care semenjak hamil sampai

melahirkan tidak ditemukan komplikasi bagi ibu dan janin/bayinya.

Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi untuk Preeklampsia :

1. Ibu hamil dengan penyakit kronis antara lain: kelainan

ginjal, kelainan jantung, hipertensi kronis, infeksi kronis, yang

merokok,dengan anemia, dengan / riwayat pecandu alkohol /morfin.

Page 27: Tesis Vegf Dan Sflt-1

27

2. Kehamilan kembar

3. Kematian janin dalam rahim

4. Ibu hamil dengan ketuban pecah dini, infeksi intrauterine dan infeksi lain

5. Adanya kelainan plasenta ( hemangioma plasenta dan plasenta previa ).

D. Besar Sampel

Perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus :

n = besar masing – masing kelompok sampel

Z = nilai studi normal yang besarnya tergantung

Bila = 0,05 Z = 1,96

Zβ = nilai studi normal yang besarnya bergantung β (power test)

Bila β = 0,05 Zβ = 1,89

Sehingga,

n = (1,96 + 1,89 )2

= 14,82 ≈ 15

(Pudjirahardjo,1993)

Dari rumus tersebut didapatkan besar sampel : 15 sampel untuk tiap

kelompok, yaitu 15 sampel untuk kelompok yang diteliti dan 15 sampel

untuk kelompok kontrol.

n = ( Z + Zβ )2

Page 28: Tesis Vegf Dan Sflt-1

28

E. Variabel Penelitian

Variabel bebas : Kadar sFlt1 dan Kadar VEGF

Variabel terikat : Preeklampsia

F. Definisi Operasional Variabel

1. Pasien dengan Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik sama atau di

atas 140 mmHg dan atau diastolik sama atau di atas 90 mmHg disertai

dengan proteinuria pada usia kehamilan di atas 20 minggu.

2. Kehamilan normal adalah kehamilan dimana selama antenatal cares

semenjak hamil sampai melahirkan tidak ada komplikasi bagi ibu dan

janin /bayinya ( kehamilan dengan janin tunggal, berat badan lahir 2500-

4000 gram dan dengan persalinan normal) .

3. Metode ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay) adalah suatu teknik

biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk

mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. Kadar

VEGF adan sFlt-1 ditunjukkan dengan angka nominal pada pemeriksaan

ELISA. Rerata dosis minimal yang dapat terdeteksi: VEGF: 9,0 pg/mL,

dan sFlt-1: 3,5 pg/mL.

G. Instrumen Dan Pengambilan Sampel

1. Alat :

- Spuit disposible 5 ml.

- Tabung reaksi.

Page 29: Tesis Vegf Dan Sflt-1

29

- Alat tulis kantor dan seperangkat komputer.

- Seperangkat alat untuk diagnosis Preeklampsia

2. Bahan :

- Reagen Human VEGF ImmunoassayQuantikine(R) DVE00.

- Reagen Human Soluble VEGF R1/Flt-1 Immunoassay Quantikine(R)

DRV 100.

- Kapas alkohol absolut 70%.

H. Proses Penelitian

1. Penderita yang memenuhi syarat penerimaan sampel diberikan penjelasan

mengenai tindakan yang akan dilakukan dan penderita menandatangani

persetujuan jika telah bersedia.

2. Dilakukan pengambilan darah vena cubiti sebanyak 10ml, selanjutnya 5

ml untuk pemeriksaan serum VEGF dan sFlt-1, 5 ml untuk pemeriksaan

SGOT, SGPT, Ureum, Creatinin, Hemoglobin, Angka leukosit dan protein

total. Untuk pemeriksaan gula darahsewaktu, SGOT, SGPT, Ureum,

Creatinin, Hemoglobin, Angka leukosit dan protein total langsung dilakukan

di laboratorium RS. Dr. Moewardi, sedangkan untuk pemeriksaan serum

VEGF dan sFlt-1langsung dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 2000-

3000 rpm selama 15 menit selanjutnya serum yang diperoleh disimpan

dalam lemari pendingin dengan suhu -20 ᵒC dan selanjutnya dikirim ke

Jakarta dengan menggunakan ice pack untuk mempertahankan suhu

Page 30: Tesis Vegf Dan Sflt-1

30

penyimpanan dilakukan pemeriksaan VEGF dan sFlt-1 di Laboratorium

Prodia Jakarta. Pemeriksaan kadar VEGF dan sFlt-1 serum dilakukan

dengan cara kuantitatif, menggunakan metode ELISA.

I. Pengolahan Dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari kadar serum VEGF dan sFlt-1 pada

preeklampsia dan kehamilan normal dikumpulkan dan dibandingkan

kemaknaannya secara statistik menggunakan uji t dengan menggunakan

SPSS versi 17.00 for windows.

Page 31: Tesis Vegf Dan Sflt-1

31

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

A. Hasil dan Analisis Penelitian

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah 30 ibu hamil aterm, janin tunggal dengan status

gizi baik yang melahirkan di Bagian Obstetri dan Ginekologi. RSUD Dr.

Moewardi, Surakarta yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu 15 orang ibu hamil

dengan preeklampsia dan 15 orang ibu hamil normal yang semuanya memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi.

Tabel 4.1 Sebaran dan Keragaman Data Subjek Penelitian

Variabel N Min Max Rerata SDUmur ibu (tahun) 30 22.00 41.00 33.06 5.58Umur kehamilan (minggu) 30 37.00 40.00 38.36 1.06Paritas 30 1.00 4.00 1.93 0.86Tekanan darah Sistole (mmHg) 30 110.00 190.00 150.66 33.49Tekanan darah diastole (mmHg) 30 70.00 100.00 82.33 10.40Haemoglobin (gr/dl) 30 9.80 12.50 10.91 0.60Ureum (mg/dl) 30 20.00 51.00 32.46 7.37Kreatinin (mg/dl) 30 0.20 0.90 0.58 0.19SGOT (U/I) 30 10.00 34.00 23.03 6.35SGPT (U/I) 30 10.00 36.00 18.60 6.41

Dari data diatas didapatkan bahwa rerata variabel umur ibu hamil adalah

33.06+5.58 tahun dengan umur kehamilan rerata berusia 38.36+1.06 minggu,

paritas rerata 1.93 + 0.86 kali, tekanan darah sistole rerata 150.66 + 33.49 mmHg,

tekanan darah diastole rerata 82.33+10.40 mmHg, kadar hemoglobin rerata 10.91

31

Page 32: Tesis Vegf Dan Sflt-1

32

+ 0.60 gr/dl, kadar ureum rerata 32.46+7.37 mg/dl, kadar kreatinin rerata 0.58

+0.19 mg/dl, SGOT rerata 23.03 + 6.35 U/I, dan SGPT dengan rerata 18.60 + 6.41

U/I. Lampiran 3.1

Analisis statistik mengunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

terhadap variabel penelitian umur ibu, umur kehamilan, paritas, tekanan darah

sistole, tekanan darah diastole, kadar hemoglobin, ureum, kreatinin, SGOT, dan

SGPT rerata sampel subjek penelitian pada kelompok preeklampsia dan kelompok

hamil normal tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (Kolmogorov-Smirnov

> 0.05).

Distribusi sampel pasien pada penelitian ini ditinjau dari umur ibu, umur

kehamilan, paritas, tekanan darah sistole, tekanan darah diastole, kadar

hemoglobin, ureum, kreatinin, SGOT, dan SGPT antara kelompok hamil normal

dan kelompok preeklampsia adalah homogen (Lavene’s tes didapatkan nilai p>

0.05). Uraian di atas tercantum dalam lampiran 3.2

Page 33: Tesis Vegf Dan Sflt-1

33

Tabel 4.2 Uji Beda Rerata Subjek Penelitian Menurut Kelompok Preeklampsia dan Kelompok Hamil Normal

Variabel Kelompok N Mean SD Nilai p

Umur ibu (tahun) Preeklampsia 15 29.13 4.06 0.00 *)

Normal 15 37.00 3.87

Umur kehamilan (minggu) Preeklampsia 15 38.26 1.09 0.61

Normal 15 38.46 1.06

Paritas Preeklampsia 15 1.86 0.99 0.68

Normal 15 2.00 0.75

Tekanan darah Sistole (mmHg) Preeklampsia 15 183.00 4.55 0.00 *)

Normal 15 118.33 7.94

Tekanan darah Diastole (mmHg) Preeklampsia 15 87.33 10.99 0.01*)

Normal 15 77.33 7.03

Haemoglobin (g/dl) Preeklampsia 15 10.82 0.49 0.41

Normal 15 11.00 0.70

Ureum (mg/dl) Preeklampsia 15 31.80 6.60 0.63

Normal 15 33.13 8.24

Kreatinin (mg/dl) Preeklampsia 15 0.58 0.13 0.92

Normal 15 0.58 0.23

SGOT (U/I) Preeklampsia 15 23.33 4.57 0.80

Normal 15 22.73 7.91

SGPT (U/I) Preeklampsia 15 16.46 4.91 0.06

Normal 15 20.73 7.16*) Nilai signifikansi p < 0.05

Dari hasil uji beda rata-rata kelompok preeklampsia dengan kelompok hamil

normal didapatkan hasil :

a. Tidak ada perbedaan yang bermakna untuk variabel umur kehamilan,

paritas, kadar Haemoglobin, Ureum, Kreatinin, SGOT, dan SGPT(nilai p

> 0,05). Digunakan uji t dengan asumsi tidak ada perbedaan varian kedua

kelompok, karena uji Levene menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

varian (p>0,05).

Page 34: Tesis Vegf Dan Sflt-1

34

b. Ada perbedaan yang bermakna untuk variabel umur ibu, tekanan darah

sistole dan tekanan darah diastole antara kelompok preeklampsia dan

kelompok hamil normal dengan nilai p=0,00 (p<0,05).

4.2. Kadar sFlt-1 pada Serum Preeklampsia dan Serum Hamil Normal

Dengan menggunakan metode ELISA kadar sFlt-1 pada serum, didapatkan

hasil rerata kadar sFlt-1 pada serum seperti tertera pada Tabel 4.3 Distribusi rerata

kadar sFlt-1 tampak lebih tinggi pada serum preeklampsia (4308.02+2718.15

pg/ml), dibandingkan dengan serum kehamilan normal (2302.07+1767.05 pg/ml).

Hasil interpretasi grafik menunjukkan bahwa kelompok serum pada kehamilan

preeklampsia mempunyai puncak lebih tinggi dibandingkan dengan serum

kehamilan normal (Gambar 4.1)

Tabel 4.3. Distribusi Rerata Kadar sFlt-1 pada Serum Kelompok Preeklampsia dan Kelompok hamil normal

KelompokBesar Sampel

(N)Distribusi Rerata Kadar sFlt-1

(pg/ml)P

NormalPreeklampsia

1515

2302.07+1767.054308.02+2718.15

0.02

Tabulasi hasil perhitungan distribusi rerata kadar sFlt-1 pada serum,

menunjukkan kenaikan distribusi rerata kadar sFlt-1 pada serum dari kelompok

hamil normal kekelompok preeklampsia.

Page 35: Tesis Vegf Dan Sflt-1

35

Gambar 4.1 Distribusi Rerata Kadar sFlt-1 pada Serum

Analisis variabel kadar sFlt-1 dengan menggunakan uji distribusi normal

(Kolmogorov-Smirnov) pada kelompok preeklampsia dan kelompok hamil

normal terdistribusi secara normal dengan nilai p=0.644 (p>0.05) untuk kelompok

preeklampsia dan p=0.068 (p>0.05) untuk kelompok hamil normal, sehingga

kadar sFlt-1 pada kelompok preeklampsia dan kelompok hamil normal adalah

homogen. Lampiran 3.3

Analisis uji t dengan menggunakan α=0.05 terbukti bahwa kadar sFlt-1

antara kelompok serum kehamilan normal dan preeklampsia terdapat perbedaan

yang signifikan dimana nilai p=0.023 (>0.05). Lampiran 3.4

4.3. Kadar VEGF pada Serum Preeklampsia dan Serum Hamil Normal

Dengan menggunakan metode ELISA kadar VEGF pada serum,

didapatkan hasil rerata kadar VEGF pada serum seperti tertera pada Tabel 4.4

Distribusi rerata kadar VEGF tampak lebih rendah pada serum preeklampsia

Page 36: Tesis Vegf Dan Sflt-1

36

(9,5267+1,019 pg/ml), dibandingkan dengan serum kehamilan normal

(17,4133±8,05436 pg/ml). Hasil interpretasi grafik menunjukkan bahwa

kelompok serum pada preeklampsia mempunyai puncak lebih rendah

dibandingkan dengan serum pada kehamilan normal (Gambar 4.2).

Tabel 4.4 Distribusi Rerata Kadar VEGF pada Serum Kelompok Preeklampsia dan Kelompok hamil normal

KelompokBesar Sampel

(N)Distribusi Rerata Kadar VEGF

(pg/ml)P

NormalPreeklampsia

1515

17,4133+8,054369,5267+1,019

0.001

Tabulasi hasil perhitungan distribusi rerata kadar VEGF pada serum,

menunjukkan penurunan distribusi rerata kadar VEGF pada serum dari kelompok

preeklampsia kekelompok hamil normal.

Gambar 4.2 Distribusi Rerata Kadar VEGF pada Serum

Normal

Page 37: Tesis Vegf Dan Sflt-1

37

Analisis variabel kadar VEGF dengan menggunakan uji distribusi normal

(Kolmogorov-Smirnov) pada kelompok preeklampsia dan kelompok hamil

normal terdistribusi secara normal dengan nilai p=0.111 (p>0.05) untuk kelompok

preeklampsia dan p=0.682 (p>0.05) untuk kelompok hamil normal, sehingga

kadar VEGF pada kelompok preeklampsia dan kelompok hamil normal adalah

homogen. Lampiran 3.2.

Analisis uji t dengan menggunakan α=0.05 terbukti bahwa kadar VEGF

antara kelompok serum kehamilan normal dan preeklampsia terdapat perbedaan

yang signifikan dimana nilai p=0.001 (p<0.05). Lampiran 3.4.

Page 38: Tesis Vegf Dan Sflt-1

38

BAB V

PEMBAHASAN

Preeklampsia hanya terjadi bila masih terdapat plasenta meskipun tidak

ada fetus misalnya pada mola hidatidosa. Preeklampsia akan sembuh dengan

sendirinya setelah plasenta diangkat. Pada kasus preeklampsia dengan

kehamilan di luar kandungan, pengangkatan bayi saja tidak cukup, gejala

preeklampsia akan tetap ada sampai plasenta diangkat. Oleh sebab itu

diasumsikan bahwa plasenta berperan utama dalam patogenesis preeklampsia.

Uji patologi plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia umumnya

menunjukkan terjadinya infark pada plasenta, penyempitan arteri dan arteriole

karena sklerosis yang ditandai dengan adanya invasi endovaskular yang

dangkal oleh sitotrofoblas dan remodeling yang tidak memadai pada arteri

spiralis uterus (Karumanchi, 2008).

Abnormalitas plasentasi sebagai akibat maltransformasi sitotrofoblas pada

arteri spiralis uterus yang menyebabkan pelepasan faktor-faktor antiangiogenik

tersekresi ke sirkulasi maternal dan mencapai puncaknya pada simptom klinis

preeklampsia yang dikenal dengan sindrom maternal. Manifestasi klinis

preeklampsia antara lain glomerular endotheliosis, peningkatan permeabilitas

vaskular dan respon inflamasi sistemik yang mengakibatkan kerusakan organ

atau hipoperfusi. Manifestasi klinis biasanya terjadi setelah usia kehamilan 20

minggu.

38

Page 39: Tesis Vegf Dan Sflt-1

39

Pada awal plasentasi, ekstravilli sitotrofoblas mempengaruhi uterus pada

makrofag desidua. Pada kehamilan normal invasi sitotrofoblas di arteri spiralis

menyebabkan down-regulation sel trofoblas yang akan mengadopsi fenotip sel

endotel. Proses ini dikenal sebagai pseudovaskulogenesis. Transformasi sel

epitel menjadi sel endotel ini akan memungkinkan peningkatan laju darah ke

uterus yang diperlukan untuk kelanjutan hidup janin selama dalam kandungan.

Penilitian ini mengambil sampel dari serum darah pada kehamilan

preeklampsia maupun pada kehamilan normal, dikarenakan kadar VEGF dan

sFlt-1 yang berasal dari sitotrofoblas disekresikan ke dalam sirkulasi darah.

Serum darah ibu merupakan material yang mudah didapatkan dan kurang

invasif, dimana cukup representatif dalam menggambarkan kadar VEGF dan

sFlt-1 pada penderita preeklampsia.

Dari hasil penilaian karakteristik antara kedua kelompok penelitian, tidak

didapatkan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok, hal ini dapat

diartikan faktor perancu antara kedua kelompok dapat diminimalisir, sehingga

murni membandingkan kadar VEGF dan sFlt-1 antara kedua kelompok.

Dari hasil penelitian ditemukan kadar VEGF pada kelompok preeklampsia

adalah 9,5267±1,019 pg/mL, sedangkan pada kelompok kehamilan normal

didapatkan kadar sebesar 17,4133±8,054 pg/mL. Dari penelitian ini, ditemukan

kadar VEGF lebih rendah pada kelompok preeklampsia dibandingkan dengan

kehamilan normal. Dari hasil uji t didapatkan perbedaan yang signifikan

(p=0.001) antara kedua kelompok.

Page 40: Tesis Vegf Dan Sflt-1

40

Penurunan kadar VEGF ini sesuai dengan teori dari patogenesis

preeklampsia, dimana terjadi penurunan kadar VEGF yang menyebabkan

terjadinya neovaskularisasi pada saat plasentasi. Hal ini mengakibatkan

kegagalan terbentuknya sirkulasi uteroplasental yang normal. Kegalan ini

ditandai dengan uji patologi plasenta yang menunnjukkan terjadinya infark

pada plasenta, arteriosklerosis, invasi sitotrofoblas yang dangkal, dan

remodelling yang tidak memadai pada arteri spiralis uterus pada pemeriksaan

patologi anatomi. Pada kehamilan normal, kadar VEGF lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok preeklampsia, sehingga proses plasentasi

berjalan normal, dan invasi trofoblast dan pembentukan sirkulasi uteroplasental

menjadi normal.

Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan iskhemia pada plasenta, yang

akan diikuti dengan pelepasan berbagai macam material dari plasenta, yang

pada akhirnya akan menimbulkan gejala seperti peningkatan tekanan darah,

Proteinuria, Endotheliosis glomerular, kelainan koagulasi, dan oedem cerebri

jika terjadi preeklampsia. Kesemuanya ini disebabkan karena peningkatan sFlt-

1 dan peningkatan Autoantibodi pada reseptor AT1.

Dari penghitungan kadar sFlt-1 pada kehamilan normal didapatkan sebesar

2.302,07±1.767,05 pg/mL, sedangkan pada kelompok preeklampsia

4.308,02±2.718,15 pg/mL. Dari penelitian ini ditemukan kadar sFlt-1 lebih

tinggi pada kelompok preeklampsia dibandingkan dengan normal. Dengan

menggunakan uji t, ditemukan perbedaan yang signifikan antara kedua

kelompok (p=0.02).

Page 41: Tesis Vegf Dan Sflt-1

41

Kadar sFlt-1 ditemukan lebih tinggi pada kelompok preeklampsia

dibandingkan dengan kehamilan normal menjelaskan peranan sFlt-1 pada

preeklampsia. sFlt-1 berperan di dalam menghambat interaksi VEGF dengan

sel endothel, mengakibatkan tidak adanya sinyal kepada endothel untuk

membentuk neovaskularisasi, hal ini menyebabkan terjadinya kegagalan

pembentukan sirkulasi uteroplasental yang semakin berat.

Dari hasil diatas, dapat disimpulkan jika terdapat perbedaan antara kadar

VEGF dan sFlt-1 pada preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal,

dimana kadar VEGF lebih rendah pada kelompok preeklampsia dan sFlt-1

lebih tinggi pada kelompok preeklampsia.

Penelitian sebelumnya, oleh Shakil (2004), mengatakan rasio relatif

VEGF pada sFlt-1 menurun 53% pada preeklampsia dibandingkan dengan

kehamilan normal, dimana terdapat hubungan yang berlawanan antara kadar

VEGF dan sFlt-1, sFlt pada preeklampsia memiliki aktivitas antiangiogenik

yang dapat mengikat semua VEGF, sehingga, kadar VEGF menurun pada

preeklampsia dan kadar sFlt meningkat.

Krysiak (2005), dari hasil penelitiannya menyatakan terdapat peningkatan

sFlt-1 pada preeklampsia, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan dari

kadar VEGF pada preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal.

Selain mempengaruhi faktor antiangiogenik pada serum, sFlt-1 juga

mempertahankan aktivasi neutrofil pada preeklampsia, sehingga menurunkan

kadar VEGF, dimana neutrofil berpengaruh pada patofisiologi preeklampsia.

Page 42: Tesis Vegf Dan Sflt-1

42

Young Kim (2007), kadar sFlt-1 meningkat secara signifikan pada

preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal, dimana kadar VEGF

lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal. Kadar dari sFlt-1 yang

tinggi akan berdampak pada penurunan VEGF yang bersifat angiogenik. Pada

penelitian ini disebutkan sensitivitas dan spesifisitas dari metode ini dalam

mendiagnosis preeklampsia sebesar 80.4% dan 78%.

Chen (2009), menyatakan jika preeklampsia terjadi dalam dua tahap, pada

tahap pertama, terjadi penurunan VEGF yang akan menimbulkan gangguan

endothelialisasi dan invasi dari arteri spiralis menuju miometrium,

menimbulkan peningkatan resistensi vaskular, hal ini akan diikuti pada tahap

kedua, dimana terjadi iskhemia pada plasenta, menimbulkan stress oksidatif

pada plasenta dan pelepasan protein seperti sFLt-1, prostaglandin, dan sitokin.

Kedua hal tersebut sinergis dalam memperberat preeklampsia.

Verugeese (2010), juga menunjukkan adanya peningkatan kadar sFlt-1

pada preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal, dimana

sebaliknya, terjadi penurunan kadar VEGF pada preeklampsia dibandingkan

dengan kehamilan normal. Pada penelitian ini juga ditemukan penurunan PlGF

yang bekerja sinergis dalam mempotensiasi efek VEGF dalam proses

plasentasi.

Dari seluruh penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan hasil

sama dengan hasil peenelitian ini, yaitu penurunan kadar VEGF pada

preeklampsia dan peningkatan kadar sFlt-1 pada preeklampsia Meskipun dari

hasil penelitian yang dilakukan Hunter (2000), didapatkan adanya peningkatan

Page 43: Tesis Vegf Dan Sflt-1

43

kadar VEGF pada preeklampsia dibandingkan kehamilan normal. Hal tersebut

dapat terjadi, kemungkinan karena peneliti melakukan penelitian terhadap

kadar VEGF pada usia kehamilan yang berbeda, untuk setiap kasus

preeklampsia.

Keterbatasan pada penelitian ini adalah:

Penelitian ini menggunakan serum darah sebagai bahan, dimana kadar VEGF

dan sFlt-1 lebih akurat apabila diukur dengan plasenta sebagai bahan

penelitian.

Page 44: Tesis Vegf Dan Sflt-1

44

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Terdapat penurunan kadar VEGF pada preeklampsia dibandingkan

dengan kehamilan normal.

2. Terdapat peningkatan kadar sFlt-1 pada preeklampsia dibandingkan

dengan kehamilan normal.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai perbandingan

kadar VEGF dan sFlt-1 antara kelompok preeklampsia dengan

kehamilan normal dengan pengambilan sampel penelitian

menggunakan plasenta.

2. Penggunaan analisis kadar VEGF dan sFlt-1 pada kelompok

kehamilan resiko tinggi untuk pencegahan terjadinya preeklampsia.

44

Page 45: Tesis Vegf Dan Sflt-1

45

DAFTAR PUSTAKA

Abdalla, H. I., Billett, A., Kan, A. K. (1998). Obstetric outcome in 232 ovum donation pregnancies dalam Moffett, A., Hiby, S., (2007), Immunologycal faktors and placentation: implicationsfor pre-eclampsia, Pre-eclampsia: Etiology and Clinical Practice,92

Brockelsby J, Hayman R, Ahmed A, Warren A, Johnson I, Baker P.VEGF via VEGF receptor-1 (Flt-1) mimics preeclamptic plasma in inhibiting uterine blood vessel relaxation in pregnancy: implications inthe patogenesis of PE. Lab Invest. 1999;;79:1101–1111.

Baker PN, Krasnow J, Roberts J, Yeo K. Elevated serum levels of VEGFin patients with PE. Obstet Gynecol. 1995;86:815– 821.

Barton, J.R., Sibai, B.M. (2008), Prediction and prevention of reccurent preeklampsia, Clinical expert series obstetric and gynecologic, 112:359-372

Burton, G. J., Hung, T. H. (2003), Hypoxiareoxygenation; a potential source of placental oxidatives stress in normal pregnancy and preeklampsia, Fetal Maternal Med. Rev., 14(2):97-117

Chappell, L. C., Seed, P. T., Briley, A. (2002), A longitudinal study of biochemical variables in women at risk of preeklampsia, American Journal Obstetric Gynecologic, 187(1), 127-136

Chen Yu. 2009. Novel Angiogenic Factors for Predicting Preeklampsia: sFlt-1, PIGF, and Soluble Endoglin. The Open Clinical Chemistry Journal, 2009, 2, 1-6

Cincotta dan Brennecke, (1998), Family history of preeklampsia as predictor preeklampsia in primigravidas dalam Moffett, A., Hiby, S., (2007), Immunologycal faktors and placentation: implications for pre-eclampsia, Pre-eclampsia: Etiology and Clinical Practice, 93

Concard, K.P, Benyo, D.F. (2006), Placental cytokines and the patogenesis of preeklampsia. Am J reprodImmunol ;37:240-249

Cunningham, F.G., Norman, G., Leveno, K.J., Gilstrap. (2005) William’s Obstetrics, 22th ed, 567-618

Davidson, J.M., Homuth, V., Jeyabalan A. Karumanchi, S.A. (2004), New aspect in phatophysiology of preeklampsia, 15:2440-2448

Page 46: Tesis Vegf Dan Sflt-1

46

Davidge, S. T. (1998), Oxidative stress and altered endothelial cell function in preeklampsia, Reproduction Endocrinology, 16(1), 65-73

Dekker, G.A., Sibai, Sibai, B.M. (1998), Ethiology and patogenesis of preeklampsia: current concept; 179:1359-1375

Duley, L., Meher, S., Abalos, E. (2006), Management of Preeklampsia, BMJ: 332:463-468

Emery. P.S. (2005), Hypertensive disorders of pregnancy: overdiagnosis is appropriate, Cleavland clinic journal of Medicine, 72(4):345-52

Evans PW, Wheeler T, Anthony F, Osmond C. A longitudinal study ofmaternal serum vascular endothelial growth faktor in early pregnancy.Hum Reprod. 1998;13:1057–1062.

Gibson P., Carson M. (2008), Hypertension and pregnancy, Medicine Ob/Gyn, Psyciatry and surgery, dalam Sulistyowati S. (2010), Ekspresi Protein MHC Klas Ib (HLA-G & Qa-2) yang Rendah Terhadap Profil Hsp-70, VCAM-1, dan MMP-9 pada Preeklampsia. Penelitian Pada IbuHamil dan Hewan Coba Mus Musculus dengan Model Disfungsi Endotel, 1

Gu Yang, Lewis David F., dan Wang Yuping. 2008. Placental Productions and Expressions of Soluble Endoglin, Soluble fms-Like Tyrosine Kinase Receptor-1, and Placental Growth Faktor in Normal and Preeclamptic Pregnancies. J Clin Endocrinol Metab 93: 260–266, 2008

Hunter Alyson, Aitkenhead Mark, Caldwell Carolyn, McCracken Geoffrey, Wilson David, Neil McClure. 2000. Serum Levels of Vascular Endothelial Growth Factor In Preeclamptic and Normotensive Pregnancy. Hypertension. 2000;36:965-969.

Krysiak, O., Bretschneider, A., Zhong, E., Webb, J., Hopp, H. (2005), Soluble vascular endothelial growth faktor receptor-1 (sFlt-1) mediates down regulation of Flt-1 and prevents activated netrophilis from women with preeklampsia from additional migration by VEGF, 97:1253-1261

Kupferminc MJ, Daniel Y, Englender T, Baram A, Many A, Jaffa AJ,Gull I, Lessing JB. Vascular endothelial growth faktor is increased inpatients with PE. Am J ReprodImmunol. 1997;38:302–306.

Lyall F, Greer IA, Boswell F, Fleming R. Suppression of serum vascularendothelial growth faktor immunoreactivity in normal pregnancy and PE.Brit J ObstetGynaecol. 1997;104:223–228.

Page 47: Tesis Vegf Dan Sflt-1

47

Lam, C., Liem, KH., Karumanchi, S.A. (2005), Circulating angiogenic faktors in patogenesis and prediction of preeklampsia, Hypertension, 46:1077-1085

Lim, J.H., Kim, S.Y., Park, S.Y., Yang, J.H., Kim, M.Y., Ryu, H.M. (2008), Effective prediction of preeklampsia by a combined ratio of angiogenesis-related faktors, Obstetric and Gynecologic, 111:1403

Li, D. K., Wi, S. (2000), Changing paternity and the risk of preeklampsia/eclampsia in the subsequent pregnancy dalam Moffett, A., Hiby, S., (2007) Immunologycal faktors and placentation: implicationsfor pre-eclampsia, Pre-eclampsia: Etiology and ClinicalPractice, 93

Li Ying, Puryer Michelle, Lin Eliane, Hale Kathryn, Salamonsen Lois A., Manuelpillai Ursula, Tong Stephen, Chan Weng, Wallace Euan M., and Guiying Nie. 2011. Placental HtrA3 Is Regulated by Oxygen Tension and Serum Levels Are Altered during Early Pregnancy in Women Destined to Develop Preeklampsia. J Clin Endocrinol Metab 96: 403–411, 2011.

Masuyama Hisashi, Nakatsukasa Hideki, Takamoto Norio, and Hiramatsu Yuji. 2007. Correlation between Soluble Endoglin, Vascular Endothelial Growth Faktor Receptor-1, and Adipocytokines in Preeklampsia. J Clin Endocrinol Metab 92: 2672–2679, 2007

Noori, M., Savvidou, M., Williams, D., (2007), Endothelial faktors dalam Pre-eclampsia: Etiology and Clinical Practice: 62

North, R.A. (1999), Classification and diagnosis of pre-eclampsia dalam Etiology and Clinical Practice, 244-245

Noris, M., Perico, N., Remuzzi, G.. (2005), Hypotesis of preeklampsia pathophysiology

Roeshadi, R. H. (2004), Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Hariadi R., Ilmu kedokteran fetomaternal Surabaya, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, POGI, 494-498

Roberts JM, Taylor RN, Musci T J, Rodgers GM, Hubel CA, McLaughlinMK. Preeklampsia: an endothelial cell disorder. Am J Obstet Gynecol.

1989;161:1200 –1204.

Sulistyowati S. (2010), Disertasi: Ekspresi Protein MHC Klas Ib (HLA-G & Qa-2) yang Rendah Terhadap Profil Hsp-70, VCAM-1, dan MMP-9 pada Preeklampsia. Penelitian Pada Ibu Hamil dan Hewan Coba Mus Musculus dengan Model Disfungsi Endotel, 2:26

Page 48: Tesis Vegf Dan Sflt-1

48

Shakil Ahmad dan Ahmed Asif. 2005, Elevated Placental Soluble Vascular Endothelial Growth Factor Receptor-1 Inhibits Angiogenesis in Preeklampsia. Circ Res. 2004; 95:884-891

Sharkey AM, Cooper JC, Balmforth JR, McLaren J, Clark DE,Charnock-Jones DS, Morris NH, Smith SK. Maternal plasma levels ofvascular endothelial growth faktor in normotensive pregnancies and inpregnancies complicated by PE. Eur J Clin Invest. 1996;26:1182–1185.

Siddiqui Athar H., Irani Roxanna A., Blackwell Sean C., Ramin Susan M., Kellems Rodney E., Xia Yang. 2010. Angiotensin Receptor Agonistic Autoantibody Is Highly Prevalent in Preeklampsia Correlation With Disease Severity. Hypertension. 2010;55:386-393.

Young Kim Shin, Mee Ryu Hyun, Hyug Yang Jae, Young Kim Moon, Yeol Han Jung, Oh Kim Joo, Hoon Chung Jin, Yeon Park So, Hee Lee Moon, dan Jin Kim Do. 2007. Increased sFlt-1 to PIGF Ratio in Women Who subsequently Develop Preeklampsia. J Korean Med Sci 2007; 22: 873-7

Verughese Betsy, Bhatla Neerja, Rani Kumar, Dwivedi SN, Dhingra Renu. 2010. Circulating Angiogenic Fator In Pregnancies Complicated by Preeklampsia. The National Medical Journal Of India vol. 23, No. 2, 2010