teori sub-surface flow system (sfs) wetlands disbatraksikan oleh smno.jursntnhfpub.2014

37
TEORI SUB-SURFACE FLOW SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Upload: guri

Post on 24-Feb-2016

53 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TEORI SUB-SURFACE FLOW SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014. - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

TEORI SUB-SURFACE FLOW SYSTEM (SFS) WETLANDS

Disbatraksikan olehSmno.jursntnhfpub.2014

Page 2: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Despite the fact that horizontal subsurface flow constructed wetlands have been in operation for several decades now, there is still no clear understanding of some of their most basic internal functioning patterns.

To fill this knowledge gap, Samsó dan García (2014) presented "The Cartridge Theory". This theory was derived from simulation results obtained with the BIO_PORE model and explains the functioning of urban wastewater

treatment wetlands based on the interaction between bacterial communities and the accumulated solids leading to clogging. In this paper we start by discussing some changes applied to the biokinetic model implemented in

BIO_PORE (CWM1) so that the growth of bacterial communities is consistent with a well-known population dynamics models. This discussion, combined with simulation results for a pilot wetland system, led to the introduction of "The Cartridge Theory", which states that the granular media of horizontal subsurface flow

wetlands can be assimilated to a generic cartridge which is progressively consumed (clogged) with inert solids from inlet to outlet. Simulations also revealed that bacterial communities are poorly distributed within the system

and that their location is not static but changes over time, moving towards the outlet as a consequence of the progressive clogging of the granular media. According to these findings, the life-span of constructed wetlands

corresponds to the time when bacterial communities are pushed as much towards the outlet that their biomass is not anymore sufficient to remove the desirable proportion of the influent pollutants.

Samsó, R. dan J.García . 2014. The Cartridge Theory: a description of the functioning of horizontal subsurface flow constructed wetlands for wastewater treatment, based on

modelling results. Sci. Total Environ., 473-474(March):651-658.

Page 3: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

.Numerical models are a means to increase the understanding of the processes occurring in the “black

box” constructed wetland. Once reliable models for constructed wetlands are available they can be also used for evaluating and improving existing design criteria.

Langergraber (2007) shows simulation results for outdoor experimental subsurface vertical flow constructed wetlands using CW2D, a multi-component reactive transport module developed to simulate transport and reactions of the organic matter, nitrogen and phosphorus in subsurface flow constructed wetlands. The surface area of the experimental vertical flow bed was 20 m2. The organic load applied was 27 g COD m− 2 d− 1 (corresponding to a specific surface area of 3 m2 per person). The aim of the

work is to calibrate the model for temperature dependency that has been implemented in CW2D. Water temperature during the investigation period varied between 4 °C and 18 °C. The measured effluent

concentrations during summer could be simulated using the standard CW2D parameter set when the flow model was calibrated well. However, the increasing effluent concentrations at low temperatures could not be simulated with the standard CW2D parameter set where temperature dependencies are

considered only for maximum growth, decay, and hydrolysis rates. By introducing temperature dependencies for half-saturation constants for the hydrolysis and nitrification processes it was possible

to simulate the observed behaviour (Langergraber , 2007).

Langergraber , G. 2007. Simulation of the treatment performance of outdoor subsurface flow constructed wetlands in temperate climates. Science of The Total Environment, 380(1–3): 210–219.

Page 4: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

.Cerezo, Suárez dan Abarca (2001) describes the results obtained in an experimental multi-stage

system of created wetlands in Mojacar, in semiarid SE Spain, operating from June to October 1997. We compare the removal efficiency of four different series of treatments each consisting of three

stages, using different flow rates of sewage, flow regimes, types of substrate and influents. Pretreated water from an anaerobic stabilization pond and treated water from the last pond of a lagoon system

were used, the latter to test the system's suitability as a complementary system for removing nitrogen and phosphorus. In spite of the initial high wastewater concentrations, the effluent conforms to the

strictest European norms (directive 91/271) for primary and secondary retention. A net treatment area of 2.3 m2/PE showed a high performance for SS (90–96%), COD (87%) and BOD5 removal (90%) during the early stages of operation; however, nutrient removal was lower than was expected as compared with other studies. The addition of iron to the substrate improved phosphorus retention

significantly (from 55 to 66%). The decrease of the net treatment area to 1.2 m2/PE did not significantly affect the wetland performance, with the exception of COD removal (78%). Series fed with treated water from the lagoon system (1.6 m2/PE) noticeably improved the quality of the effluent (average

values of 7 mg/l total-N and 3 mg/l total-P) (Cerezo, Suárez dan Abarca, 2001).

Cerezo, R.G., M.L Suárez dan M.R.V.Abarca. 2001. The performance of a multi-stage system of constructed wetlands for urban wastewater treatment in a semiarid region of SE Spain.

Ecological Engineering, 16(4): 501–517.

Page 5: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Akratos, Papaspyros dan Tsihrintzis (2009) mengkaji sistem jaringan saraf tiruan (ANNs) untuk memprediksi penghapusan nitrogen oleh lahan basah buatan (CWS) dengan sistem aliran bawah permukaan horizontal (HSF). Pengembangan JST didasarkan pada data eksperimen dari lima unit CW

berskala pilot. Pemilihan yang tepat komponen-komponen ANN dapat dicapai dengan menggunakan analisis komponen utama (PCA), yang

mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi penghapusan TN, yaitu Porositas Media, temperatur air limbah dan waktu tinggal hidrolik. Dua sistem jaringan saraf dianalisis: pertama hanya memasukkan tiga faktor yang dipilih dari PCA, dan yang ke dua melibatkan parameter meteorologi (yaitu,

tekanan udara, curah hujan, kecepatan angin, radiasi matahari dan kelembaban udara). Model pertama dapat memprediksi penghapusan TN secara agak memuaskan (R2 = 0,53), dan model ke dua menghasilkan prediksi yang lebih baik (R2 = 0.69). Dari penerapan ANNs, persamaan desain diturunkan untuk prediksi penyerapan TN, menghasilkan prediksi yang sebanding dengan hasil prediksi ANNs (R2 = 0,47). Untuk validasi hasil ANNs dan persamaan desain, digunakan data yang dari literatur dan

menunjukkan kinerja yang lebih memuaskan.

Akratos, C.S., J.N.E.Papaspyros dan A.V. Tsihrintzis. 2009. Total nitrogen and ammonia removal prediction in horizontal subsurface flow constructed wetlands: Use of artificial neural networks

and development of a design equation. Bioresource Technology, 100(2): 586–596.

Page 6: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Sebuah lahan basah buatan deegan aliran bawah permukaan horisontal (HSSF-CW) dibangun untuk memperbaiki kualitas air danau buatan di Beijing

dan penyelamatan satwa liar di pusat rehabilitasi, Beijing, Cina. Li et al. (2014) menggunakan Analisis Regresi Berganda (MRA) dan Artificial

Neural Networks (ANNs) termasuk Multilayer Perceptron (MLP) dan Radial Basis Function (RBF) untuk memodelkan kinerja pengolahan total fosfor (TP). Dalam rangka meningkatkan efisiensi Model, parameter input yang

dipilih sebagai konsentrasi influen TP, waktu retensi hidrolik, temperatur air limbah, bulan tahun, porositas, area, curah hujan dan evapotranspirasi

berdasarkan metode analisis komponen utama (PCA) dan analisis redundansi (RDA). Algoritma genetika dan cross-validasi digunakan untuk menemukan arsitektur jaringan yang optimal dan parameter ANNs. Kinerja

keseluruhan dari model divalidasi dengan menggunakan dataset yang berbeda-beda dari studi kasus selama tiga tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemodelan yang menggunakan parameter-parameter yang memadai

dan penting dapat menjadi alat yang efisien untuk memprediksi kinerja. Dengan membandingkan tiga model prediksi, model ANNs tampaknya lebih

efisien daripada model MRA dalam hal penghapusan TP dan Model RBF paling akurat dan efisien untuk memodelkan proses pengolahan TP dalam

sistem HSSF-CW.

Li, W. , L.Cui, Y. Zhang, M. Zhang, X. Zhao dan Y. Wang. 2014. Statistical Modeling of Phosphorus Removal in Horizontal Subsurface Constructed Wetland. Wetlands, 34(3):

427-437.

Page 7: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Penggunaan lahan basah buatan untuk pengolahan air limbah merupakan teknologi baru di Republik Ceko. Survei yang dilakukan oleh Vymazal (1996)

pada tahun 1993 mengungkapkan bahwa 28 sistem lahan basah buatan telah dibangun dan dioperasikan 1989. Selain itu, ditemukan bahwa 54

sistem lahan basah buatan masih dalam tahap desain. Survei ini dilakukan untuk mengidentifikasi parameter desain lahan basah buatan yang sudah ada

dan yang masih direncanakan. Semua lahan basah buatan yang telah ada merupakan sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan horisontal yang mengolah secara mekanis air limbah kota atau air limbah domestik.

Wilayah pengolahan sistem operasional berkisar antara 20 dan 6000 m2 dan populasi berkisar 4 - 1200. Tumbuhan Phragmites australis (Cav.) Trin. Ex Steud. paling sering digunakan dengan media tanamnya kerikil, pasir dan

campurannya. Efisiensi pengolahan yang tinggi dalam hal BOD5 dan padatan tersuspensi, sedangkan efisiensi penyerapan hara relatif rendah.

Vymazal, J. 1996. The use of subsurface-flow constructed wetlands for wastewater treatment in the Czech Republic. Ecological Engineering, 7(1): 1–14.

Page 8: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Fitoremediasi lahan basah buatan adalah tektik yang secara estetis, solar-driven, pasif berguna untuk membersihkan limbah termasuk logam, pestisida, minyak mentah, hidrokarbon polyaromatic, dan lindi TPA dan telah menjadi

sarana yang semakin diakui untuk meningkatkan kapasitas pengolahan sistem lahan basah buatan. Zhang, Zheng dan Sharp ( 2010) membahas

mekanisme fitoremediasi dalam sistem lahan basah buatan untuk mengurangi beban dari berbagai kontaminan, serta penerapan fitoremediasi sebagai teknologi ramah lingkungan dalam sistem lahan basah rekayasa di tingkat kedua laboratorium dan lapangan, diikuti dengan studi kasus aplikasi

skala penuh di Newfoundland, Kanada. Kajian ini diharapkan dapat membantu menambah kapasitas dan untuk memahami fitoremediasi dalam sistem lahan basah buatan, serta membangun kerangka kerja yang efektif

untuk aplikasi lebih lanjut.

Zhang,B.Y., J.S. Zheng dan R.G. Sharp . 2010. Phytoremediation in Engineered Wetlands: Mechanisms and Applications. Procedia Environmental Sciences, 2(..): 1315-1325. .

Page 9: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Pengolahan air limbah dan penggunaan kembali air limbah dalam sistem lahan basah buatan menawarkan cara alternatif yang murah, ramah

lingkungan , untuk sistem-sistem buatan yang umum digunakan. Salinitas air limbah sering meningkat, terutama di daerah kering dan semi-kering, dan

dapat membahayakan tanaman irigasi dari lahan basah. Shelef, Gross dan Rachmilevitch (2012) menemukan bukti kuat bahwa tanaman halohytic

mampu mengurangi salinitas air limbah dengan mengakumulasikan garam dalam jaringan tubuhnya. Bassia indica merupakan halohytik tahunan

dengan adaptasi toleransi garam yang unik. Tiga percobaan dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan B. indica dalam fitoremediasi garam sebagai

berikut: Sistem hidroponik dengan larutan garam campuran, lahan basah buatan aliran vertikal (RVFCW) dengan air limbah domestik, dan lahan basah

buatan aliran vertikal (VFCW) untuk mengolah air limbah peternakan kambing. Tanaman B. Indica berhasil tumbuh berkembang alam semua tiga sistem dan mengurangi salinitas air limbah sebesar 20-60% dibandingkan dengan sistem lahan basah yang tidak ditanami atau sistem lahan basah

yang ditanami dengan jenis tanaman lainnya. Penurunan salinitas ini disebabkan oleh akumulasi garam, terutama Na dan K, dalam daun tanaman.

Percobaan ini dilakukan dalam skala operasi, menunjukkan model pengolahan baru yang dapat digunakan untuk desalinasi hijau dalam sistem lahan basah buatan dengan fitoremediasi garam di daerah padang pasir dan

ekosistem lainnya (Shelef, Gross dan Rachmilevitch , 2012) .

Shelef, O., A. Gross dan S.Rachmilevitch. 2012. The use of Bassia indica for salt phytoremediation in constructed wetlands. Water Research, 46(13): 2012, 3967-3976.

Page 10: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Kehadiran merkuri dalam lingkungan perairan merupakan masalah yang menjadi perhatian oleh sebagian besar komunitas ilmiah dan organisasi kesehatan masyarakat di seluruh dunia, karena stabilitas dan toksisitas

logam berat ini. Fitoremediasi terdiri atas kelompok teknologi yang didasarkan pada penggunaan kejadian alami atau tanaman rekayasa genetika, untuk mengurangi, menghilangkan, menghancurkan atau

melumpuhkan polutan dan bekerja sebagai alternatif untuk menggantikan metode pengolahan limbah konvensional karena kelestariannya (biaya dan

energi untuk pemeliharaannya sangat rendah). Gomes, et al. (2014) melakukan percobaan skala pilot untuk mengevaluasi potensi macrophyte akuatik, Typha domingensis , dalam sistem lahan basah

buatan dengan aliran bawah permukaan untuk fitoremediasi air yang terkontaminasi merkuri. Efisiensi pengurangan konsentrasi logam berat di

lahan basah, dan serapan relatif logam oleh T. domingensis, bervariasi sesuai dengan waktu pemaparannya. Tingkat selanjutnya dari sistem ini

ternyata tujuh kali lebih tinggi dari garis kontrol, hal ini menunjukkan bahwa kinerjanya lebih baik dan mengurangi 99,6 ± 0,4% dari merkuri yang ada

dalam air yang terkontaminasi. Bila dibandingkan dengan spesies lainnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa T. domingensis mampu mengakumulasi

merkuri yang lebih tinggi (273.3515 ± 0,7234 mg/kg) dengan koefisien transfernya 7750,9864 ± 569,5468 L/kg (Gomes, et al., 2014) . Hasil studi ini

menunjukkan bahwa ada potensi besar dari macrophyte akuatik T. domingensis dalam sistem lahan basah buatan untuk fitoremediasi air yang

terkontaminasi merkuri.

Gomes, M.V.T., R.R.de Souza, V.S.Teles dan É. A. Mendes. 2014. Phytoremediation of water contaminated with mercury using Typha domingensis in constructed wetland. Chemosphere, 103(May):

2014 228-233.

Page 11: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Türker, Böcük dan Yakar (2013) melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan sistem lahan basah buatan polikultur berskala kecil dengan aliran bawah permukaan (PCW) untuk mengolah boron (B) air limbah

tambang boraks (Kırka, Turki) pada kondisi lapangan. Aplikasi ini merupakan salah satu metode pengolahan air limbah yang pertama dari jenis ini di Turki. Penelitian ini mengkaji bagaimana sistem lahan basah buatan dengan aliran

permukaan dapat digunakan untuk mengolah air limbah tambang pada kondisi lapangan. Suatu sistem lahan basah buatan bervegetasi dicoba

dnegan tanaman Phragmites australis dan Typha latifolia, dan air limbah tambang dialirkan melalui sistem lahan basah buatan ini. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa konsentrasi B dari air limbah tambang menurun 187-123 mg/ltr (rata-rata tingkat penghapusan 32%). Individu tanaman T.latifolia

menyerap boron total 250 mg/kg , sedangkan tanaman P. australis di PCW menyerap boron total 38 mg/kg selama periode penelitian (Türker, Böcük dan

Yakar , 2013) .

. Türker, O.C., H. Böcük dan A.Yakar. 2013. The phytoremediation ability of a polyculture constructed wetland to treat boron from mine effluent. Journal of Hazardous Materials, 252–253(May): 2013 132-

141.

Page 12: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Al-Baldawi, et al. (2013) melakukan percobaan yang terdiri atas 12 reaktor lahan basah buatan, beroperasi pada konsentrasi diesel berbeda-beda 0%,

0,1%, 0,175% dan 0,25% (Vdiesel / Vwater) dan tingkat aerasi (0, 1 dan 2 L / menit) untuk mengevaluasi pengaruh aerasi terhadap kinerja pengolahan air limbah selama 72 hari operasi. Sistem Lahan basah buatan dengan aliran

bawah permukaan (SSFCW) ditanami dengan tanaman asli Malaysia S. grossus. Penghapusan terbaik dari total hidrokarbon minyak bumi (TPH)

dalam air yang terkontaminasi minyak diesel dalam reaktor SSFCW sebesar 84,1%, 86,3% dan 88,3%, untuk konsentrasi diesel 0,1%, 0,175% dan 0,25%;

dengan aerasi 1 L / menit. Pasokan aerasi juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan populasi bakteri, hal ini menunjukkan bahwa

gabungan tanaman dan bakteri bersama-sama dengan aerasi merupakan pengolahan yang lebih baik untuk air yang terkontaminasi dengan diesel.

Menurut analisis statistik, aerasi 1 L / min adalah parameter operasi hemat biaya untuk menghilangkan TPH dalam air yang terkontaminasi diesel dengan menggunakan tanaman S. grossus (Al-Baldawi, et al. , 2013) .

Al-Baldawi, I.A.W., S.R.Sheikh Abdullah, F.Suja, N.Anuar dan I. Mushrifah. 2013. Effect of aeration on hydrocarbon phytoremediation capability in pilot sub-surface flow constructed wetland operation.

Ecological Engineering, 61(Part A, Dec.): 496-500..

Page 13: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Al-Baldawi, et al. (2013a) mengkaji dua jenis sistem aliran, aliran permukaan bebas (FSF) dan aliran bawah permukaan (SSF), untuk memilih

cara yang lebih baik untuk menyerap total-hidrokarbon petrolium (TPH) dengan menggunakan diesel sebagai model hidrokarbon dalam uji

fitotoksisitas bagi Scirpus grossus. Efisiensi penyerapan TPH untuk dua macam sistem aliran saling dibandingkan. Beberapa parameter air limbah,

termasuk suhu (T, ° C), oksigen terlarut (DO, mg/L), potensial oksidasi-reduksi (ORP, mV), dan pH dicatat selama percobaan. Selain itu, panjang keseluruhan tanaman, bobot basah, dan bobot kering juga dianalisis. Uji

fitotoksisitas menggunakan tanaman rumput S. grossus dilakukan selama 72 hari dengan konsentrasi diesel yang berbeda-beda (1%, 2%, dan 3%)

(Vdiesel / Vwater). Perbandingan antara dua sistem aliran menunjukkan bahwa sistem SSF lebih efisien daripada sistem FSF dalam menghilangkan

TPH dari air limbah sintetik, dengan efisiensi penyerapan rata-rata 91,5% dan 80,2%. Sistem SSF mampu mentolerir konsentrasi diesel yang lebih tinggi

daripada adalah sistem FSF (Al-Baldawi, et al., 2013a) .

. Al-Baldawi, I.A.W., S.R.Sheikh Abdullah, F. Suja, N. Anuar dan I. Mushrifah. 2013a. Comparative performance of free surface and sub-surface flow systems in the phytoremediation of hydrocarbons

using Scirpus grossus. Journal of Environmental Management, 130(Nov.): 2013, 324-330.

Page 14: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Davies et al. (2005) memilih pewarna azo, asam jeruk 7 (AO7), untuk mempelajari peran aktivitas peroksidase (POD) Phragmites australis (P.

australis) dalam degradasinya pada sistem lahan basah buatan dengan aliran vertikal (VFCW). Ekstrak tumbuhan mentah ternyata mampu mendegradasi

AO7 dan amina aromatik, setelah 120 jam kontak dengan H2O2, dan penyerapannya sebesar 40 mgAO7/liter.

Sistem VFCW ternyata cocok untuk mengolah limbah yang mengandung zat warna azo. Untuk konsentrasi limbah 130 mgAO7/liter, aktivitas POD

meningkat 2,1 kali lipat, 4,3 kali dan 12,9 kali lipat untuk daun, batang dan akar. Pada konsentrasi 700 mgAO7/ liter, penghambatan aktivitas POD

segera terjadi, tetapi kembali ke tingkat sebelumnya setelah dua hari. Beban AO7 organik sebesar 21 hingga 105 g COD m2 /hari, menunjukkan kondisi non-toksisitas, yang diharapkan mampu mencapai penyerapan sebesar 11 hingga 67 g COD m2 /hari. Efisiensi penghilangan (penyerapan) [AO7] dan TOC ternyata serupa (sekitar 70%), hal ini merupakan indikasi mineralisasi AO7. Siklus A3H ternyata cukup untuk mendegradasi AO7 dan kapasitas

sistem penyangga dari 5 hingga 25 menit per siklus ditunjukkan oleh kontrol tingkat penggenangan.

Davies,L.C., C.C. Carias, J.M. Novais dan S.M.Dias. 2005. Phytoremediation of textile effluents containing azo dye by using Phragmites australis in a vertical flow intermittent feeding constructed

wetland. Ecological Engineering, 25(5): 594-605..

Page 15: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Galletti, Verlicchi dan Ranieri (2010) meneliti akumulasi dan penghapusan Cu, Ni dan Zn dalam dua sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan horisontal

untuk pengolahan air limbah domestik, yang berbeda-beda bentuk, kehadiran tumbuhan dan kedalaman airnya.

Rata-rata tingkat persentase penyerapan yang sangat rendah untuk Cu (3% dan 9% dalam dua macam media tanam) dan lebih tinggi untuk Zn dan Ni (antara 25 dan 35%).

Pada kondisi air limbah dengan konsentrasi Zn yang lebih tinggi, ternyata tingkat penyerapannya 78-87%, hal ini sesuai dengan data literatur lainnya.

Selama puncak musim panen (Agustus), biomasa Phragmites australis (batang, daun dan bunga, akar dan rimpang) dianalisis dalam hal bobotnya dan konsentrasi logam

berat untuk menilai distribusi logam berat di antara jaringan tanaman. Tanaman berkontribusi untuk penyerapan total logam berat pada tingkat lebih rendah daripada media-tanamnya. Jaringan tanaman di atas tanah menyerap 34% Cu, 1,8% Ni dan

6,2% Zn%, dan setelah dipanen ternyata pembuangan limbahnya tidak menimbulkan masalah bagi lingkungan. Jika logam berat hadir pada konsentrasi lebih tinggi dalam

media-tanam dnegan aliran bawah permukaan horisontal, selama periode waktu tertentu, akumulasinya dalam media tanam memerlukan perawatan khusus untuk

menghindari pelepasan logam berat ke lingkungan di sekitarnya.

Galletti, A., P.Verlicchi dan E.Ranieri. 2010. Removal and accumulation of Cu, Ni and Zn in horizontal subsurface flow constructed wetlands: Contribution of vegetation and filling medium. Science of The

Total Environment, 408 (21): 5097-5105.

Page 16: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Fraser, Carty dan Steer (2004) menanam empat spesies tanaman lahan basah (Scirpus Validus, Carex lacustris, Phalaris arundinacea, dan Typha latifolia) secara

monokultur dan campuran empat spesies untuk membandingkan efektivitas penyerapan hara dalam sistem mikrokosmos lahan basah buatan aliran bawah permukaan yang

terkontrol. Jumlah N-total dan jumlah P-total dalam lindi tanah secara signifikan lebih tinggi dari

mikrokosmos tanpa tanaman dibandingkan dengan mikrokosmos yang ditanami. Jenis tanaman S. Validus ternyata paling efektif dan P. arundinacea paling tidak efektif dalam

menyerap N dan P dalam monokultur, dengan kapabilitas pengolahan yang serupa dengan mikrokosmos tanpa tanaman. Campuran empat spesies tanaman umumnya

sangat efektif menyerap hara, namun hasilnya tidak berbeda signifikan dengan perlakuan monokultur. Pada akhir musim tanam (Oktober) efisiensi pengolahan secara

signifikan lebih kurang dibandingkan dengan bulan sebelumnya, terutama untuk pengolahan tanpa tanaman.

Fraser, L.H., S.M.Carty dan D.Steer. 2004. A test of four plant species to reduce total nitrogen and total phosphorus from soil leachate in subsurface wetland microcosms. Bioresource Technology, 94(2): 185-

192.

Page 17: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan (SSFCW) pada saat ini sedang dievaluasi sebagai pilihan yang menjanjikan untuk menghilangkan As dari air minum. Masalah yang perlu dipertimbangkan adalah pemilihan jenis tanaman yang

mampu mengakumulasikan As , selain memilih substrat untuk material media-tanam yang mempunyai kapasitas besar menyerap As.

Zurita, et al. (20123) mengevaluasi penghapusan (penyerapan) total As pada sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan yang berisi substrat oksida besi

(tezontle) , baik tanpa tanaman dan ditanami dua jenis tanaman, Zantedeschia aethiopica dan Anemopsis californica , untuk fitoremediasi tanah tercemar As. Air tanah tercemar As rata-rata 34 ± 11 mg / L, digunakan dalam percobaan selama enam bulan. Total efisiensi penyerapan As selama tiga bulan pertama adalah 57,7 ± 7,1, 75,2 ± 7,1 dan 77,8 ± 7,1% pada perlakuan kontrol (tidak ditanami), perlakuan Z. aetiopica dan perlakuan A. californica. Sel-sel yang ditanami memiliki efisiensi penyerapan As lebih

besar dibandingkan dengan sel-sel yang hanya berisi substrat saja. Selama enam bulan, konsentrasi As dalam air limbah secara signifikan lebih rendah dalam perlakuan yang ditanami dibandingkan dnegan perlakuan tanpa tanaman, yaitu sebesar 23, 18 dan 18 mg / L, dalam perlakuan kontrol (tidak ditanami), perlakuan Z. Aetiopica dan

perlakuan A. californica. Hasil ini menunjukkan bahwa kehadiran tanaman (Z. aethiopica dan A. californica) meningkatkan penyerapan As dalam sistem lahan basah buatan

dnegan aliran bawah permukaan.

Zurita,F. C.L.Del T. Sánchez, M.G.Lomelí, A.R.Sahagún, O.A. C.Hernandez, G.R.Martínez dan J.R.White. 2012. Preliminary study on the potential of arsenic removal by subsurface flow constructed

mesocosms. Ecological Engineering, 47(October): 101-104.

Page 18: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Chen et al. (2014) mempelajari efisiensi penghapusan (penyerapan) dan kinetika desinfeksi hasil sisa (DBPs) dalam enam sistem SSF CWS skala laboratorium . Jenis

tanaman Typha latifolia dan seresahnya digunakan sebagai teknologi fitoremediasi dan sebagai substrat utama, untuk menghilangkan DBP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari 11 DBPs (kecuali kloroform dan 1, 1-dichloropropanone)

secara efisien dapat dihilangkan (> 90%) dalam enam SSF CWS dengan waktu retensi hidrolik 5 hari dan tidak ada perbedaan yang signifikan di antara sistem yang

dicobakan. Dalam kondisi rata-rata, penghapusan DBPs dalam SSF CWS mengikuti kinetika orde pertama dengan waktu paruh 1,0 - 770,2 jam. Efisiensi penyerapan

kloroform lebih tinggi pada sistem yang ditanami dibandingkan dengan sistem yang tidak ditanami , dan serapan tanaman menyumbang lebih dari 23,8% penyerapan.

Seresah tanaman sangat meningkatkan penyerapan trihalomethanes (THMs) dengan menyediakan substrat primer dan kondisi reduksi, dan pembentukan diklorometana mendukung biodegradasi anaerobik THMs melalui deklorinasi reduktif dalam SSF CWS. Trichloroacetonitrile benar-benar dihapus dalam waktu 10 jam dalam setiap

sistem dan hidrolisis dianggap proses dominan karena ada pembentukan hasil sisa hidrolisis secara cepat, yaitu berupa trichloroacetamide.

Chen, Y., Y.Wen, Z.Tang, L. Li, Y. Cai dan Q.Zhou. 2014. Removal processes of disinfection byproducts in subsurface-flow constructed wetlands treating secondary effluent. Water

Research, 51(March): 163-171.

Page 19: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Jenis vegetasi berpengaruh terhadap kinerja sistem lahan basah buatan (CWS) dalam mengolah air limbah yang mengandung hidrokarbon berkhlor. Chen et al. (2012)

mengkaji dua sistem skala pilot dengan aliran bawah permukaan horisontal (HSSF) CWS (dengan tanaman Phragmites australis dan tanpa tanaman) untuk mengolah air

tanah kaya sulfat yang tercemar dengan MCB (monochlorobenzene, sebagai hidrokarbon berkhlor rendah), (sekitar 10 mg /L), dan PCE (perkloroetilena, sebagai

hidrokarbon ber-khlor tinggi) (sekitar 2 mg /L).Dengan rata-rata beban MCB sebesar 299 mg /m2/hari, tingkat penyerapan 58 dan

208 mg /m2/hari dalam sistem lahahn basah buatan yang ditanami dan tanpa tanaman, setelah 4 m dari inlet. PCE hampir sepenuhnya dihapus pada kedua sistem lahan basah

dengan beban aliran rata-rata 49 mg/m2/hari. Namun demikian, metabolit toksik cis-1 ,2-DCE (dichloroethene) dan VC (vinil klorida) terakumulasi dalam lahan basah yang

ditanami; hingga 70% dan 25% dari PCE mengalami dekhlorinasi menjadi cis-1 ,2-DCE dan VC setelah 4 m dari inlet. Karena konsentrasi sulfat yang tinggi (sekitar 850

mg /L) dalam air tanah, tanaman menghasilkan karbon organik menyebabkan pembentukan sulfida (sampai 15 mg /L) dalam sistem lahan basah yang ditanami, hal

ini mengganggu penyerapan MCB meskipun tidak signifikan secara statistik.Peranan signifikan vegetasi dalam penyerapan MCB hidrokarbon berkhlor rendah,

mungkin karena jasad aerobik perombak MCB mendapatkan keuntungan dari oksigen yang dilepaskan oleh akar tanaman. Vegetasi juga mendorong deklorinasi PCE karena

tanaman menghasilkan karbon organik, dan berpotensi untuk memberikan donor elektron bagi proses deklorinasi.

. . Chen,Z., S. Wu, M. Braeckevelt, H.Paschke, M.Kästner, H.Köser dan P. Kuschk. 2012.Effect of vegetation in pilot-scale horizontal subsurface flow constructed wetlands treating

sulphate rich groundwater contaminated with a low and high chlorinated hydrocarbon. Chemosphere, 89(6): 2012, 724-731.

Page 20: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Air limbah pengolahan kulit sangat kompleks dan menyebabkan pencemaran air jika dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan yang memadai, terutama karena beban bahan

organik yang tinggi.Calheiros, Rangel dan Castro (2007) mempelajari kelangsungan hidup spesies tanaman yang berbeda dalam sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah

permukaan horizontal yang menerima air limbah. Lima unit percontohan bervegetasi dengan jenis tanaman Canna indica, Typha latifolia, Phragmites australis, Stenotaphrum

secundatum dan Iris pseudacorus, dan unit ke enam sebagai kontrol tanpa tanaman. Sistem pengolahan ini diperlakukan dnegan dua tingkat pembebanan hidrolik yang

berbeda, yaitu 3 dan 6 cm/hari. COD berkurang sebesar 41-73% untuk beban organik pada inlet 332 - 1602 kg /ha/hari , dan BOD5 berkurang 41-58% untuk beban organik inlet 218 - 780 kg /ha/hari. Penyerapan hara terjadi pada tingkat yang lebih rendah. Phragmites australis dan Typha latifolia adalah tanaman yang mampu tumbuh dan

berkembang dnegan berhasil. Meskipun tingkat penghapusan bahan organik dari air limbah cukup tinggi, namun selama 17 bulan operasi tidak ada perbedaan yang

signifikan dalam hal kinerja di antara unit-unit yang dipelajari.

Calheiros,C.S.C., A.O.S.S. Rangel dan P.M.L.Castro. 2007. Constructed wetland systems vegetated with different plants applied to the treatment of tannery wastewater. Water Research,

41(8): 1790-1798.

Page 21: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Secara umum, sistem lahan basah tampaknya menjadi metode yang potensial untuk mengatasi masalah sulfida pasca pengolahan anaerobik limbah digester, namun

pengalaman praktis masih tidak cukup dan pengetahuan tentang penghapusan polutan sulfida masih langka. Gonzalias, et al. (2007) mengkaji transformasi sulfur, terutama

dalam sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan horisontal (kedalaman 35 cm) pada kondisi laboratorium dengan menggunakan air limbah buatan.

Tanaman mempengaruhi tingkat penyerapan sulfida dan amonia. Konsentrasi sulfida dalam kisaran 1,5-2,0 mg /liter ditoleransi oleh tanaman dan dapat diserap secara

lengkap dalam model lahan basah yang ditanami. Konsentrasi sulfida > 2,0 mg/liter menyebabkan ketidakstabilan penyerapan sulfida dan nitrogen. Tingkat penghapusan

sulfida sebesar 94 mg sulfida /m2/hari dapat dicapai pada media tanam yang ditanami dengan waktu retensi hidrolik 2,5 hari. Sulfat mempengaruhi penyerapan sulfida. Dalam media-tanam kontrol yang ditanami penyerapannya hampir stabil pada kisaran 150-300 mg N /m2/hari, namun ada variasi waktu retensi hidrolik, konsentrasi sulfida dan sulfat

mempengaruhi laju penyerapan amonia dalam sistem yang ditanami (600-1400 mg N /m2/hari). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses-proses nitrifikasi, oksidasi

sulfida, denitrifikasi dan penyerapan sulfat dapat terjadi secara bersamaan dalam rizosfer lahan basah buatan yang disebabkan oleh dinamika gradien kondisi redoks

(aerobik-anaerobik) (Gonzalias, et al., 2007) .

Gonzalias, A.E., P.Kuschk, A.Wiessner, M.Jank, M. Kästner dan H. Köser. 2007. Treatment of an artificial sulphide containing wastewater in subsurface horizontal flow laboratory-scale constructed

wetlands. Ecological Engineering, 31(4): 2007, 259-268.

Page 22: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Seeger et al. (2013) melakukan penelitian dengan beberapa sistem lahan basah buatan skala pilot (CWS: media-tanamnya kerikil dengan perlakuan tanaman dan tanpa tanaman) dan sistem hidrofonik tanaman (beroperasi pada dua tingkat kedalaman air),

untuk mengolah tanah yang terkontaminasi BTEX, aditif bahan bakar MTBE dan amonium. Perilaku hidrodinamik dievaluasi dengan cara Metode momen temporal stopkontak kurva tracer (BTCS): Indeks hidrolik yang terkait dengan penghapusan kontaminan. Penyelidikan rinci aliran di dalam model CW berkerikil memungkinkan estimasi laju aliran dan beban kontaminan dalam CW. Hidrolika terbaik diamati pada sistem media kerikil yang ditanami (jumlah reaktor tangki adukan kontinyu N = 11.3,

angka dispersi = 0.04, Angka Peclet = 23). Sistem hidroponik tanaman menunjukkan N lebih rendah dan kecenderungan dispersi lebih nyata, dimana tabel air yang tinggi

sangat mengganggu karakteristik aliran dan efisiensi pengolahan. Penyerapan massa tertinggi dicapai oleh perlakuan tanaman pada tingkat rendah: 98% (544 mg /m2/hari),

78% (54 mg /m2/hari) dan 74% (893 mg /m2/hari1) untuk benzena, MTBE dan amonium-nitrogen. Dalam sistem CW perilaku aliran tergantung pada kedalaman,

penanaman, dan posisi tabung outlet menjadi faktor kunci sehingga laju aliran dan kontaminan relatif lambat di bawah zona media berpori berakar rapat dalam sistem

CW yang ditanami, dan aliran dasar yang cepat terjadi pada perlakuan tanpa tanaman (Seeger et al., 2013) .

. Seeger, E.M., U.Maier, P.Grathwohl, P.Kuschk dan M. Kaestner. 2013. Performance evaluation of different horizontal subsurface flow wetland types by characterization of flow behavior, mass removal

and depth-dependent contaminant load. Water Research, 47(2): 769-780.

Page 23: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Bindu, et al. (2008) melakukan penelitian tentang pengolahan air limbah berbasis makro-fita untuk menyelidiki efisiensi penyerapan hara oleh Colocasia esculenta, suatu jenis makrofita akuatik. Limbah domestik digunakan sebagai air limbah dalam penelitian ini. Terlepas dari penyerapan hara, stabilisasi bahan organik yang ada dalam air limbah juga dinilai dalam hal pengurangan COD. Tanaman yang dibudidayakan di air dangkal

didukung oleh media tanam kerikil dan air limbah dibiarkan mengalir melalui media tanam secara kontinyu dengan mode aliran bawah permukaan (ABP). Penelitian ini

dilakukan selama 20 hari dengan perubahan air limbah setiap hari ke-20 pada awalnya, dan setiap hari ke-5 pada tahap berikutnya. Kontrol LBB tanpa tanaman juga

dioperasikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem LBB dengan aliran bawah permukaan yang ditanami C. esculenta dapat menurunkan nitrat dan fosfat pada air

limbah, dan menurunkan kandungan bahan organik. Kualitas air yang diolah dari sistem dengan tanaman ternyata lebih baik dibandingkan dengan sistem tanpa tanaman. Jenis

C. esculenta ditemukan mampu bertahan pada konsentrasi COD setinggi 1.650 mg / liter (Bindu, et al., 2008) .

Bindu,T., V.P. Sylas, M. Mahesh, P.S. Rakesh dan E.V. Ramasamy. 2008. Pollutant removal from domestic wastewater with Taro (Colocasia esculenta) planted in a

subsurface flow system. Ecological Engineering, 33(1): 68-82.

Page 24: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Dalam sistem lahan basah buatan, pengetahuan tentang hubungan antara pola komunitas mikroba dengan keanekaragaman tumbuhan masih sangat kurang. Zhang et

al. (2010) melakukan kajian sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan vertikal sekala penuh (SVFCW, 1000 m2) dengan fokus pada pengolahan air limbah domestik. Produksi biomassa tanaman sangat berkorelasi dengan kekayaan spesies tanaman. Peningkatan kekayaan spesies tanaman meningkatkan karbon dan

nitrogen biomassa mikroba dan pemanfaatan asam amino pada Ecoplates, namun pemanfaatan amina / amida sangat terbatas. Analisis komponen utama (PCA)

menunjukkan bahwa keragaman dan profil fisiologis tingkat komunitas (CLPP) mikroba pada inkubasi 168 jam sangat tergantung pada ada atau tidak adanya spesies tanaman

dalam sistem SVFCW, tetapi tidak tergantung pada kekayaan spesies.

Zhang,C.B., J. Wang, W.L.Liu, S.X.Zhu, H.L.Ge, S.X. Chang, J. Chang dan Y. Ge. 2010. Effects of plant diversity on microbial biomass and community metabolic profiles in a full-scale

constructed wetland. Ecological Engineering, 36(1): 2010 62-68. .

Page 25: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Marchand dkk. (2010) mengintegrasikan pengetahuan tentang penyerapan logam dan metaloid dari air yang terkontaminasi dalam sistem lahan basah buatan dan

menawarkan agenda penelitian masa depan. Proses penyerapan logam dalam sistem lahan basah buatan juga dijelaskan, demikian juga peran dan dampak pada efisiensi

tanaman dalam sistem lahan basah buatan. Pengaruh ekotipe tanaman dan kelas tanaman (monokotil dan dikotil) dan ukuran sistem CW terhadap penyerapan logam

juga dianalisis. Tingkat penyerapan logam dalam sistem lahan basah buatan tergantung pada jenis unsur (Hg> Mn> Fe = Cd> Pb = Cr> Zn = Cu> Al> Ni> As), bentuk ioniknya, kondisi substrat, musim, dan jenis tanaman. Suatu indeks efisiensi pengolahan relatif (RTEI) diusulkan untuk mengukur dampak pengolahan terhadap penyerapan logam dalam sistem lahan basah buatan. Penelitian lebih lanjut diperlukan pada komponen-komponen kunci, seperti pengaruh ekotipe tanaman dan komunitas mikroba, untuk

meningkatkan efisiensi penyerapan logam dalam pengolahan air limbah.

Marchand,L., M. Mench, D.L. Jacob dan M.L.Otte. 2010. Metal and metalloid removal in constructed wetlands, with emphasis on the importance of plants and standardized

measurements: A review. Environmental Pollution, 158(12): 3447-3461. .

Page 26: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Akinbile, Yusoff dan Zuki (2012) mengevaluasi kinerja sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan dengan skala pilot untuk mengolah lindi dari

Sanitary Landfill (PBSL). Sistem lahan basah buatan ditanami tanaman Cyperus haspan dengan media-tanamnya pasir dan kerikil. Percobaan

dioperasikan selama tiga minggu waktu retensi dan selama eksperimentasi, influen dan sampel limbah diuji untuk mengukur pH, kekeruhan, warna, total

padatan tersuspensi (TSS), kebutuhan oksigen kimia (COD), kebutuhan oksigen biokimia (BOD5), amonia nitrogen (NH3-N), fosfor total (TP), total

nitrogen (TN) dan konsentrasi besi (Fe), magnesium (Mg), mangan (Mn) dan seng (Zn). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem lahan basah

buatan dengan tanaman C. haspan yang mampu menghapus 7,2-12,4% pH, 39,3-86,6% kekeruhan, 63,5-86,6% warna, 59,7-98,8% TSS, 39,2-91,8%

COD, 60,8-78,7% BOD5, 29,8-53,8% NH3-N, 59,8-99,7% P, 33,8-67,0% N, 34,9-59,0% Fe, 29,0-75,0% Mg, 51,2-70,5% Mn , dan 75,9-89,4% Zn

(Akinbile, Yusoff dan Zuki , 2012) . Pentingnya penyerapan polutan ini diwujudkan dalam kualitas air yang diperoleh pada akhir penelitian. Efisiensi

penyerapan yang tinggi dalam penelitian ini membuktikan bahwa air lindi dapat diolah secara efektif dengan menggunakan Sistem lahan basah buatan

aliran bawah permukaan dengan jenis tanaman C. haspan.

. Akinbile, C.O., M.S.Yusoff dan A.Z. A. Zuki. 2012. Landfill leachate treatment using sub-surface flow constructed wetland by Cyperus haspan. Waste Management, 32(7): 1387-1393.

Page 27: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Ji, Sun dan Ni (2007) melakukan penelitian untuk mengolah air limbah minyak berat dari Cina Liaohe Oilfield dalam sistem lahan basah buatan aliran permukaan (SFCW) dalam percobaan lapangan selama tiga tahun. Pengolahan air limbah ini menunjukkan

efisiensi yang tinggi , berarti penghapusan 80%, 93%, 88% dan 86% untuk COD, minyak, BOD dan TKN untuk tanaman # 1 ; dan 71%, 92%, 77%, dan 81% untuk COD,

minyak , BOD dan TKN, untuk tanaman # 2. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada tahun ke tiga operasi sistem, air limbah pemngolahan minyak memiliki dampak positif pada parameter kesehatan tanaman. Dengan demikian, tanaman ini dapat digunakan sebagai komponen sistem lahan basah buatan untuk mengolah air

limbah, dan sistem SFCW ini dapat beroperasi untuk waktu yang lama..

. Ji, G.D., T.H.Sun dan J.R.Ni. 2007. Surface flow constructed wetland for heavy oil-produced water treatment. Bioresource Technology, 98(2): 436-441.

Page 28: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Pencemaran arsenik dalam lingkungan perairan menjadi perhatian seluruh dunia karena toksisitas dan efek kronisnya terhadap kesehatan manusia. Kekhawatiran ini telah

menghasilkan peningkatan minat penggunaan teknologi pengolahan yang berbeda-beda untuk menghilangkan arsenik dari air yang terkontaminasi. Sistem lahan basah buatan adalah sistem alami hemat biaya yang berhasil digunakan untuk menghapus

berbagai polutan, dan telah menunjukkan kemampuannya untuk menghilangkan arsenik dalam air limbah. Lizama , Fletcher dan Sun ( 2011) mengkaji proses-proses

penghapusan arsenik, implikasinya untuk pengolahan air limbah dengan sistem lahan basah buatan, dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan kritis serta agenda

penelitian masa depan. Reaktivitas arsenik berarti bahwa spesies arsenik yang berbeda-beda dapat ditemukan dalam sistem lahan basah buatan, dipengaruhi oleh

vegetasi, mikroorganisme dan tipe media-tanam. Terlepas dari kenyataan bahwa serapan, presipitasi dan ko-presipitasi merupakan proses-proses utama yang

bertanggung jawab untuk menghilangkan arsenik, ternyata komunitas bakteri dapat memediasi proses ini dan dapat memainkan peran penting pada kondisi lingkungan

yang sesuai. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi spesiasi arsenik adalah pH, alkalinitas, suhu, oksigen terlarut, kehadiran spesies kimia lainnya (besi, belerang,

fosfat ), sumber karbon, dan substrat dalam sistem lahan basah buatan. Studi komunitas mikroba dan spesiasi arsenik dalam fase padat dengan menggunakan

teknik-teknik canggih dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang penghapusan arsenik .

. Lizama, A.K., T.D. Fletcher dan G. Sun. 2011.Removal processes for arsenic in constructed wetlands. Chemosphere, 84(8): 1032-1043.

Page 29: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Dan et al. (2013) mengkaji dua belas sistem lahan basah buatan skala pilot dengan konfigurasi yang berbeda-beda di lapangan untuk mengevaluasi penyerapan polutan

dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan sulfonamid (sulfadiazin, sulfapyridine, sulfacetamide, sulfamethazine dan sulfametoksazol) dan trimetoprim dari

air limbah domestik. Perlakuan yang dicobakan termasuk empat jenis aliran, tiga substrat, dua jenis tanaman dan tiga tingkat pembebanan hidrolik selama dua musim (musim panas dan musim dingin). Kebanyakan antibiotik dapat secara efisien dihapus

oleh lahan basah buatan; khususnya, sistem lahan basah buatan khusus untuk degradasi sulfapyridine. Jenis aliran merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam

penelitian ini, dan penyerapan terbaik sulfonamid dicapai pada sistem lahan basah buatan aliran vertikal bawah permukaan. Namun demikian, fenomena yang berlawanan

ditemukan pada penyerapan trimethoprim. Hubungan yang signifikan terjadi antara degradasi antibiotik dan suhu yang lebih tinggi dan potensial redoks, hal ini

menunjukkan bahwa jalur mikrobiologi merupakan rute degradasi yang paling mungkin untuk sulfonamid dan trimethoprim dalam sistem lahan basah buatan..

. Dan, A., Y. Yang, Y. Dai, C.Chen, S. Wang dan R.Tao. 2013. Removal and factors influencing removal of sulfonamides and trimethoprim from domestic sewage in constructed wetlands. Bioresource

Technology, 146(Oct.): 2013, 363-370.

Page 30: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Farnet, et al. (2009) menggunakan Solid-state 13C NMR untuk mengkaji transformasi bahan organik dalam sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan dari

limbah peternakan keju-susu sekala kecil pada kondisi iklim Mediterania. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio yang biasa digunakan untuk mengukur humification, (aromatisitas dan rasio Alkyl-C/O-Alkyl-C) dapat dianggap sebagai

indikator kimia yang relevan untuk transformasi bahan organik. Polisakarida diubah seluruhnya dalam sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan , sedangkan aromatik, fenolik dan senyawa alkil mengalami akumulasi. Selain itu, sinyal C-fenolik

dan sinyal O-Alkyl-C berkorelasi negatif dengan protease dan aktivitas β-galaktosidase , hal ini menunjukkan bahwa molekul yang tahan mengalami akumulasi.

Hasil ini berkorelasi dengan hasil pemurnian yang bagus: penurunan rata-rata COD sebesar 90.75% dan Total N-Kjeldahl sebesar 75.65% (Farnet, et al., 2009) . Dengan demikian sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan dapat dianggap sebagai teknologi yang efisien untuk memurnikan air limbah yang kaya bahan organik, seperti limbah keju-susu, dalam kondisi iklim yang drastis. Selain itu studi ini mengkaji fakta bahwa solid-state 13C NMR merupakan alat –bantu yang cocok untuk mengikuti

proses transformasi bahan organik.

Farnet, A.M., P. Prudent, F. Ziarelli, M. Domeizel dan R. Gros. 2009. Solid-state 13C NMR to assess organic matter transformation in a subsurface wetland under cheese-dairy farm effluents. Bioresource

Technology, 100(20): 4899-4902.

Page 31: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Vymazal (2009a) mengkaji penggunaan sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan horisontal (HF CWS) untuk pengolahan air limbah selama lebih dari 30 tahun. Kebanyakan HFCWS telah dirancang untuk mengolah air limbah kota atau air

limbah domestik. Metode HFCWS tidak hanya fokus pada polutan umum tetapi juga pada parameter khusus seperti obat-obatan, bahan kimia endokrin berbahaya atau

alkylbenzensulfonates linear (LAS). Metode HFCWS juga digunakan untuk mengolah banyak jenis air limbah. Aplikasi industri termasuk air limbah kilang minyak, industri kimia, industri pulp dan kertas, penyamakan kulit dan industri tekstil, rumah potong

hewan, dan industri penyulingan minuman anggur. Secara khusus, penggunaan Metode HFCWS menjadi sangat umum untuk pengolahan air limbah industri makanan

(misalnya, produksi dan pengolahan susu, keju, dan industri gula). Lahan basah buatan HF juga berhasil digunakan untuk mengolah air limbah dari pertanian (misalnya

peternakan babi dan peternakan unggas, limbah perikanan) dan berbagai jenis air limpasan (pertanian, bandara, jalan raya, rumah kaca, pembibitan tanaman). Metode HFCWS ini juga efektif digunakan untuk mengolah air lindi sampah. Selain digunakan sebagai satu kesatuan, Metode HFCWS juga digunakan dalam kombinasinya dengan

jenis-jenis lahan basah buatan dalam sistem hybrid (Vymazal , 2009a) .

Vymazal, J. 2009a. The use constructed wetlands with horizontal sub-surface flow for various types of wastewater. Ecological Engineering, 35(1): 1-17.

Page 32: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Outdoor shallow wetland mesocosms, designed to simulate surface constructed wetlands to improve lagoon wastewater treatment, were used to assess the role of macrophytes in the dissipation of

wastewater nutrients, selected pharmaceuticals, and antibiotic resistance genes (ARGs). Specifically, mesocosms were established with or without populations of Typha spp. (cattails), Myriophyllum sibiricum (northern water milfoil), and Utricularia vulgaris (bladderwort). Following macrophyte

establishment, mesocosms were seeded with ARG-bearing organisms from a local wastewater lagoon, and treated with a single pulse of artificial municipal wastewater with or without carbamazepine,

clofibric acid, fluoxetine, and naproxen (each at 7.6 μg/L), as well as sulfamethoxazole and sulfapyridine (each at 150 μg/L). Rates of pharmaceutical dissipation over 28 d ranged from 0.073 to

3.0 d− 1, corresponding to half-lives of 0.23 to 9.4 d. Based on calculated rate constants, observed dissipation rates were consistent with photodegradation driving clofibric acid, naproxen,

sulfamethoxazole, and sulfapyridine removal, and with sorption also contributing to carbamazepine and fluoxetine loss. Of the seven gene determinants assayed, only two genes for both beta-lactam

resistance (blaCTX and blaTEM) and sulfonamide resistance (sulI and sulII) were found in sufficient quantity for monitoring. Genes disappeared relatively rapidly from the water column, with half-lives ranging from 2.1 to 99 d. In contrast, detected gene levels did not change in the sediment, with the

exception of sulI, which increased after 28 d in pharmaceutical-treated systems. These shallow wetland mesocosms were able to dissipate wastewater contaminants rapidly. However, no significant

enhancement in removal of nutrients or pharmaceuticals was observed in mesocosms with extensive aquatic plant communities. This was likely due to three factors: first, use of naïve systems with an

unchallenged capacity for nutrient assimilation and contaminant removal; second, nutrient sequestration by ubiquitous filamentous algae; and third, dominance of photolytic processes in the

removal of pharmaceuticals, which overshadowed putative plant-related processes.

Cardinal, et al. (2014) mengkaji sistem mesokosmos lahan basah dangkal terbuka untuk mensimulasikan pengolahan air limbah laguna, dan menilai peran tumbuhan dalam disipasi hara yang

ada dalam air limbah, farmasi, dan gen resistensi antibiotik (ARG). Secara khusus, mesokosmos didirikan dengan atau tanpa populasi Typha spp. (Cattails), Myriophyllum sibiricum (utara Milfoil air), dan Utricularia vulgaris (bladderwort). Setelah pendirian macrophyte, mesocosms yang diunggulkan dengan organisme ARG-bantalan dari laguna air limbah setempat, dan diperlakukan dengan pulsa

tunggal dari air limbah kota buatan dengan atau tanpa carbamazepine, asam clofibric, fluoxetine, dan naproxen (masing-masing 7,6 mg / L), sebagai serta sulfamethoxazole dan sulfapyridine (masing-masing 150 mg / L). Tingkat disipasi farmasi lebih dari 28 d berkisar 0,073-3,0 d-1, sesuai dengan

waktu paruh dari 0,23-9,4 d. Berdasarkan konstanta laju dihitung, tingkat disipasi diamati konsisten dengan fotodegradasi mengemudi asam clofibric, naproxen, sulfamethoxazole, dan penghapusan sulfapyridine, dan dengan penyerapan juga berkontribusi terhadap carbamazepine dan kehilangan fluoxetine. Dari tujuh faktor penentu gen diuji, hanya dua gen untuk kedua resistensi beta-laktam

(blaCTX dan blaTEM) dan resistensi sulfonamide (Suli dan sulII) ditemukan dalam jumlah yang cukup untuk pemantauan. Gen menghilang relatif cepat dari kolom air, dengan waktu paruh berkisar 2,1-99 d. Sebaliknya, tingkat gen terdeteksi tidak berubah dalam sedimen, dengan pengecualian dari Suli, yang

meningkat setelah 28 d dalam sistem-farmasi diobati. Ini mesocosms lahan basah dangkal mampu menghilangkan kontaminan air limbah dengan cepat. Namun, tidak ada peningkatan yang signifikan dalam penghapusan nutrisi atau obat-obatan diamati pada mesocosms dengan komunitas tumbuhan

air yang luas (Cardinal, et al., 2014) . Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tiga faktor: pertama, penggunaan sistem naif dengan kapasitas tak tertandingi untuk asimilasi nutrisi dan penghapusan

kontaminan; kedua, nutrisi penyerapan oleh mana-mana lumut; dan ketiga, dominasi proses photolytic dalam penghapusan obat-obatan, yang dibayangi proses-pabrik yang berkaitan diduga.

. Cardinal,P., J.C. Anderson, J.C. Carlson, J.E. Low, J.K. Challis, S. A. Beattie, C.N. Bartel, A.D. Elliott, O.F. Montero, S.Lokesh, A.Favreau, T.A. Kozlova, C.W. Knapp, M.L. Hanson dan C.S. Wong. 2014.Macrophytes may not contribute significantly to removal of nutrients, pharmaceuticals, and antibiotic

resistance in model surface constructed wetlands. Science of The Total Environment, 482–483(June): 294-304.

Page 33: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

.Yadav, et al. (2010) meneliti penyerapan kromium dan nikel dari larutan dalam mikrokosmos lahan basah buatan menggunakan tanaman Canna

indica Lin. Pengaruh waktu retensi hidrolik yang berbeda (HRTs), konsentrasi logam awal dan ketebalan media-tanam kerikil terhadap penyerapan

kromium dan nikel dianalisis dalam penelitian ini. Penyerapan maksimum kromium dan nikel ternyata sebesar 98,3 (± 0,32) dan 96,2 (± 1,52)%, pada konsentrasi awal 10 mg/liter dan pada HRT 48 jam dan ketebalan media-

tanam kerikil 0,95 m. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan mekanisme penyerapan logam dan mobilitasnya dalam tanaman. Dalam

rangka untuk menggunakan kembali kerikil yang sudah jenuh, kemungkinan desorpsi juga dianalisis. Desorpsi kromium sebesar 35, 25 dan 33% dan desorpsi nikel sebesar 60, 98 dan 100% dari media-tanam kerikil dapat

dicapai dengan menggunakan larutan 0,50 mM EDTA, 0,1 M HNO3 dan 0,1 M CaCl2.

Yadav,A.K., N. Kumar, T.R. Sreekrishnan, S. Satya dan N.R.Bishnoi. 2010. Removal of chromium and nickel from aqueous solution in constructed wetland: Mass balance, adsorption–desorption and FTIR

study. Chemical Engineering Journal, 160(1): 122-128..

Page 34: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Liang et al. (2011) melakukan studi untuk membandingkan pertumbuhan, struktur komunitas, dan tingkat penghapusan hara , antara sistem lahan

basah monokultur dan lahan basah campuran, berdasarkan hipotesis bahwa hal ini tergantung pada spesies tanaman yang digunakan dalam sistem lahan

basah. Sistem lahan basah monokultur skala pilot dan sistem campuran dipelajari selama lebih dari 4 tahun. Sistem lahan basah monokultur memiliki

tinggi komunitas tanaman mirip dengan lahan basah campuran selama tahun-tahun awal , tetapi ketinggian tanaman ini lebih rendah dari lahan basah campuran selama tahun-tahun berikutnya. Sistem lahan basah

monokultur memiliki distribusi vertikal mirip biomassa di bawah tanah lebih dari 4 tahun, sedangkan lahan basah campuran menunjukkan perubahan yang signifikan dalam distribusi vertikal biomassa di bawah tanah dalam 2

tahun terakhir. Monokultur lahan basah memiliki biomasa tanaman bagian di atas tanah lebih ebsar dan biomassa daun yang sama di tahun-tahun

pertama, dan biomasa di atas tanah biomassa yang lebih kecil dan biomassa daun lebih kecil daripada lahan basah campuran selama dua tahun terakhir. Sistem lahan basah campuran ternyata lebih rendah tingkat removal NH4-N

pada tahun pertama, dan secara signifikan lebih tinggi tingkat removal NH4-N di tahun-tahun berikutnya, jika dibandingkan dengan sistem lahan basah

monokultur. Studi ini menunjukkan bahwa persaingan spesies tanaman dan pertumbuhan bagian tanaman di atas tanah menunjukkan perbedaan yang

signifikan antara sistem lahan basah buatan monokultur dan campuran dalam hal pertumbuhan tanaman, struktur komunitas, dan tingkat penghapusan

hara (Liang et al., 2011).

Liang,M.Q., C.F. Zhang, C.L. Peng, Z.L.Lai, D.F. Chen dan Z.H.Chen. 2011. Plant growth, community structure, and nutrient removal in monoculture and mixed

constructed wetlands. Ecological Engineering, 37(2): 309-316.

Page 35: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Kehadiran arsen dan logam berat dalam sumber-sumber air minum menimbulkan risiko kesehatan yang serius karena efek toksikologinya

bersifat kronis. Lahan basah buatan memiliki potensi untuk menghapus arsen dan logam berat yang ada dalam air limbah, tetapi masih sedikit sekali yang diketahui tentang efisiensi penyerapan polutan dan keandalan lahan basah

buatan untuk tugas ini. Allende, Fletcher Dan Sun (2011) meneliti penggunaan sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan vertikal

untuk menghilangkan arsenik, boron, tembaga, seng, besi dan mangan dari air limbah sintetis. Kerikil, batu kapur, zeolit dan sabut-kelapa digunakan

sebagai media-tanam yang basah. Media kerikil konvensional hanya menunjukkan kemampuan yang terbatas dalam menghilangkan arsenik, besi, tembaga dan seng; dan hampir tidak ada kemampuan dalam menghilangkan mangan dan boron. Sebaliknya, media alternatif pada lahan basah buatan: sabut-kelapa, zeolit dan batu kapur, menunjukkan efisiensi yang signifikan ( dalam hal penghapusan persentase dan tingkat massa per m3 volume

lahan basah buatan) untuk menghilangkan arsenik, besi, mangan, tembaga dan seng; kemampuannya untuk menghapus boron, juga lebih tinggi

dibandingkan dengan media kerikil (Allende, Fletcher Dan Sun, 2011).

Allende,K.L., T.D.Fletcher dan G.Sun. 2011. Enhancing the removal of arsenic, boron and heavy metals in subsurface flow constructed wetlands using different supporting

media. Water Sci. Technol., 63(11): 2612-2618.

Page 36: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

.Lim et al. (2003) melakukan penelitian untuk: (1) mengevaluasi kinerja lahan basah

buatan dalam menghilangkan Zn, Pb dan Cd, secara sendiri-sendiri , serta kombinasi Zn, Pb, Cd dan Cu ; (2) menyelidiki pola spesiasi logam terlarut yang dibedakan menurut pendeteksiannya dengan Metode anodik stripping voltametri (ASV) dan labilitasnya terhadap resin Chelex sepanjang jalur pengolahan air limbah yang mengandung logam dalam sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah

permukaan horisontal. Empat unit lahan basah buatan skala laboratorium ditanami tanaman rawa (Typha latifolia) yang dioperasikan di luar ruangan selama enam bulan. Tiga unit lahan basah buatan yang masing-masing diberi suplai air limbah domestik

diperkaya dengan Zn (II), Pb (II) dan Cd (II), sedangkan unit ke empat diperkaya dnegan kombinasi Zn (II), Pb (II), Cd (II) dan Cu (II).

Efisiensi penghapusan logam lebih dari 99% dapat dicapai untuk unit lahan basah buatan yang mengolah logam tunggal sendiri-sendiri atau kombinasinya asalkan

kapasitas penyerapan media tanam tidak terlampaui (Lim et al., 2003). Ketika mengolah kombinasi logam, efek antagonis, lebih signifikan untuk Pb dan Cd, pada

serapan logam sorptive media. Berdasarkan pola spesiasi logam, sistem lahan basah tampaknya mampu mempertahankan spesies logam As(V) yang labil pada tingkat yang

relatif rendah (<10%) sebelum media tanam menjadi ejenuh.

Lim, P.E., K.Y.Mak, N.Mohamed dan A.M.Noor. 2003. Removal and speciation of heavy metals along the treatment path of wastewater in subsurface-flow constructed wetlands.

Water Sci. Technol., 48(5): 307-13.

Page 37: TEORI SUB-SURFACE FLOW  SYSTEM (SFS) WETLANDS Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

Pencemaran arsenik dalam lingkungan perairan menjadi perhatian seluruh dunia karena toksisitas dan efek kronisnya terhadap kesehatan manusia. Lahan basah buatan

dianggap sebagai sistem alami hemat biaya dan berhasil digunakan untuk menghapus berbagai polutan, dan sistem ini telah menunjukkan kemampuannya untuk

menghilangkan arsenik dari air limbah.Lizama, Fletcher Dan Sun (2011) mengkaji proses-proses penghapusan arsenik,

membahas implikasi untuk lahan basah buatan, dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan kritis dan agenda penelitian masa depan. Reaktivitas arsenik

menunjukkan bahwa spesies arsenik yang berbeda-beda dapat ditemukan dalam sistem lahan basah, dipengaruhi oleh vegetasi, mikroorganisme dan media tumbuh

pendukungnya. Terlepas dari kenyataan bahwa serapan, curah hujan dan kopresipitasi merupakan proses-proses utama yang bertanggung jawab untuk menghilangkan

arsenik, bakteri dapat memediasi proses ini dan dapat memainkan peran penting pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Faktor yang paling penting yang

mempengaruhi spesiasi arsenik adalah pH, alkalinitas, suhu, oksigen terlarut, kehadiran spesies kimia lainnya (besi, belerang, fosfat ) , sumber karbon, dan substrat lahan

basah. Studi tentang komunitas mikroba dan spesiasi arsenik dalam fase padat dengan menggunakan teknik-teknik canggih dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang

penghapusan arsenik yang ada dlaam air limbah.

Lizama, A. K. , T.D.Fletcher dan G.Sun. 2011. Removal processes for arsenic in constructed wetlands . Chemosphere, 84(8):1032-43.