status pasien -...

28
1 STATUS PASIEN I. IDENTITAS Nama : An. A Jenis kelamin : laki-laki Usia : 8 tahun 9 bulan Tanggal lahir : 20 September 2005 Alamat : Sukoharjo RM : 01257649 Tanggal masuk : 7 Juni 2014 Tanggal periksa : 12 Juni 2014 II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama Nyeri dada B. Riwayat Penyakit Sekarang (autoanamnesis dan alloanamnesis) Kurang lebih 12 hari SMRS pasien panas, terutama tiap malam dan menurun di pagi dan siang hari. Diperiksakan ke dokter dan diberi obat penurun panas tapi keluhan tidak berkurang. Batuk (-), pilek (-), nyeri perut (-), keluar cairan dari telinga disangkal, nyeri saat BAK (-), BAK 3-5x/hari, warna kuning jernih, BAB 1x/hari konsistensi lunak warna kuning kecoklatan. Nafsu makan masih baik. Kejang disangkal. Kemudian pasien dibawa ke Puskesmas, dirawat inap dan dikatakan menderita sakit tipus. Kurang lebih 7 hari SMRS pasien masih panas. Panas sumer-sumer tidak berkurang dengan obat penurun panas. Keluhan disertai muntah 1 kali, berupa makanan yang dimakan, ¼ gelas belimbing, tidak ada darah. Juga mengeluh nyeri dada terutama saat beraktivitas. Keluhan BAB dan BAK disangkal. Pasien juga mengeluh sariawan dan nyeri telan sehingga nafsu makan mulai berkurang. Karena keluhan memberat pasien dirujuk ke rumah sakit swasta di Solo. Pasien mondok selama 5 hari, mendapat obat (tidak tahu obat apa) dan di infus. Keluhan panas berkurang. Karena terkendala biaya maka APS.

Upload: dothuy

Post on 13-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

1

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : An. A

Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 8 tahun 9 bulan

Tanggal lahir : 20 September 2005

Alamat : Sukoharjo

RM : 01257649

Tanggal masuk : 7 Juni 2014

Tanggal periksa : 12 Juni 2014

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Nyeri dada

B. Riwayat Penyakit Sekarang (autoanamnesis dan alloanamnesis)

Kurang lebih 12 hari SMRS pasien panas, terutama tiap malam dan menurun di

pagi dan siang hari. Diperiksakan ke dokter dan diberi obat penurun panas tapi

keluhan tidak berkurang. Batuk (-), pilek (-), nyeri perut (-), keluar cairan dari

telinga disangkal, nyeri saat BAK (-), BAK 3-5x/hari, warna kuning jernih, BAB

1x/hari konsistensi lunak warna kuning kecoklatan. Nafsu makan masih baik.

Kejang disangkal. Kemudian pasien dibawa ke Puskesmas, dirawat inap dan

dikatakan menderita sakit tipus.

Kurang lebih 7 hari SMRS pasien masih panas. Panas sumer-sumer tidak

berkurang dengan obat penurun panas. Keluhan disertai muntah 1 kali, berupa

makanan yang dimakan, ¼ gelas belimbing, tidak ada darah. Juga mengeluh

nyeri dada terutama saat beraktivitas. Keluhan BAB dan BAK disangkal. Pasien

juga mengeluh sariawan dan nyeri telan sehingga nafsu makan mulai berkurang.

Karena keluhan memberat pasien dirujuk ke rumah sakit swasta di Solo. Pasien

mondok selama 5 hari, mendapat obat (tidak tahu obat apa) dan di infus. Keluhan

panas berkurang. Karena terkendala biaya maka APS.

Page 2: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

2

1 hari SMRS pasien mengalami nyeri dada. Nyeri dada dirasakan semakin

memberat saat beraktivitas sedang, membaik saat diistirahatkan. Pasien mengaku

mudah lelah apabila beraktivitas sedang. Nafsu makan berkurang. Pasien lalu

dibawa ke Sp.A diberi obat aspilet 1x1 tab, cefadroxil, ibuprofen, dan satu jenis

lagi yang pasien tidak tahu namanya dan dirujuk ke IGD RSDM.

Di IGD RSDM pasien mengeluh nyeri dada, tidak demam, lemah, sariawan. BAK

(+) 2 jam sebelum ke IGD.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit dada sebelumnya : disangkal

Riwayat alopesia areata : (+) sejak usia 2,5 tahun

Riwayat nyeri tulang dan punggung : (+)

Riwayat iritasi bila kena sinar matahari : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat hipertensi : (+) dari ibu

Riwayat botak : disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan Rumah

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tinggal serumah dengan ayah

ibu dan kakak perempuannya. Ayah bekerja sebagai pedagang, ibu tidak bekerja.

Berobat menggunakan fasilitas BPJS non-PBI.

Rumah keluarga pasien berukuran 100 m2, sudah memiliki jamban sendiri, air

sehari-hari menggunakan air sumur. Air minum menggunakan air kemasan isi

ulang.

F. Riwayat Kehamilan dan Prenatal

Pasien merupakan anak kedua. Ibu pasien hamil saat berusia 28 tahun. Saat hamil

ibu pasien menyangkal pernah sakit. Rutin kontrol di bidan desa setempat.

Trimester pertama 1x, trimester kedua 2x, trimester ketiga 3x. Riwayat konsumsi

Page 3: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

3

obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal. Ibu

pasien rutin mengkonsumsi vitamin dan tablet besi dari bidan.

G. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir cukup bulan. Saat kelahiran ada riwayat KPD 1 hari, awalnya ibu

pasien dirawat bidan dan sempat diberi obat perangsang namun gagal. Akhirnya

pasien dirujuk ke rumah sakit dan proses persalinan ditangani dokter dengan

bantuan vakum. Pasien lahir dengan BBL 3700 gram, panjang badan 50 cm,

langsung menangis kuat, tidak biru, tidak ada kelainan bawaan lahir.

H. Riwayat Pemeriksaan Post Natal

Pasien rutin diperiksakan di posyandu desa setempat setiap bulan.

I. Riwayat Imunisasi

Menurut ibu pasien sudah mendapat imunisasi lengkap. Imunisasi dilakukan di

posyandu atau puskesmas desa setempat.

0 bulan : hep B, polio 0

1 bulan : BCG

2 bulan : DPT 1, polio 1

3 bulan : DPT 2, polio 2

4 bulan : DPT 3, polio 3

9 bulan : campak

Kesan imunisasi lengkap berdasarkan Kemenkes, tidak lengkap menurut IDAI

2014.

J. Riwayat Nutrisi

Pasien mendapat ASI hingga usia 2 tahun. Pasien sudah mendapat makanan

pendamping ASI sejak 0 bulan dengan pisang yang dilumatkan. Mulai diberikan

makanan menu keluarga sejak 10 bulan. Saat ini nafsu makan pasien dalam batas

normal, makan sehari 3 kali, nasi, sayur, lauk pauk, terkadang minum susu.

Kesan: kualitas dan kuantitas cukup

Page 4: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

4

K. Riwayat Tumbuh Kembang

BBL : 3700 gram ; PB : 50 cm

BB saat ini : 25,5 kg ; TB saat ini : 116 cm

Pasien bisa berjalan saat usia 11 bulan

Pasien mulai bisa berkata-kata 11 bulan

Saat ini pasien merupakan murid sekolah dasar negeri kelas 2. Pasien bisa

mengikuti pelajaran dengan baik dan dapat bergaul dengan teman sebayanya.

Kesan tumbuh kembang sesuai dengan umur seusianya.

L. Pohon Keluarga

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : pasien tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis, E4V5M6

VS : HR= 116 x/menit

RR= 30 x/menit

TD= 90/60 mmHg

T= 36,8 ºC

Kepala : mesocephal, tidak ada rambut, alis tidak tumbuh sempurna, bulu mata

(+/+), lingkar kepala 51 cm

I

II

III

An.A 8th9bl/25,5 kg

Tn. S 39 th Ny. K 38 th

An. P 16 th

th

Page 5: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

5

Mata : CA (-/-), SI (-/-), bulu mata (+), alis mata (+) bagian lateral belum

tumbuh

Hidung : NCH (-/-), sekret (-/-)

Telinga : secret (-/-)

Mulut : MB (+), sianosis (-), tonsil T2-T2 hiperemis (-/-), kripte melebar (+)

stomatitis (+)

Leher : KGB tidak ada pembesaran, JVP tidak meningkat

Thoraks : retraksi (-)

Cor : BJ I-II, interval normal, regular, bising (+) pericardial friction rub (+)

Pulmo : SDV (+/+), ST (-/-)

Abdomen : DP//DD, BU (+) normal, timpani, supel, hepar teraba 2 cm BACD dan

3 cm BPx, permukaan rata, tepi tumpul, konsistensi kenyal, nyeri tekan

(-), lien tidak teraba

Ekstremitas : akral dingin , CRT < 2 detik, ADP teraba kuat, bengkak sendi (-/-)

- -

- -

Oedem

- -

- -

Skor ACR:

- Serositis (+)

- Arthritis (+)

- Stomatitis (+)

Skor SLEDAI:

- Alopesia (2)

- Perikarditis (2)

- Demam lebih dari 38ºC (2)

- Arthritis (4)

Page 6: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

6

Status gizi:

BB= 25,5 kg ; TB= 126 cm

BB/U= 25,5/28 x 100%= 91,07 % = P25 (normal)

TB/U= 126/133 x 100%= 94,73% P10< TB/U<P25 (normal)

BB/TB= 25,5/25 x 100%= 102 % P50<BB/TB<P75 (normal)

Kesan gizi baik berdasarkan antropometri sesuai dengan Growth Chart CDC 2000.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan

Laboratorium

7 Juni

2014

9 Juni

2014

12 Juni

2014

Pemeriksaan Hasil Hasil Satuan Rujukan

Hb 11.5 9.7 g/dl 11.5-15.5

Hct 34 32 % 35-45

AL 42.1 31.5 ribu/ul 4.5-14.5

AT 715 532 ribu/ul 150-450

AE 4.58 4.01 juta/ul 4.00-5.20

MCV 73.3 80.3 /um 80.0-96.0

MCH 25.1 24.1 pg 28.0-33.0

MCHC 34.2 30 g/dl 33.0-36.0

RDW 12.3 14.9 % 11.6-14.6

HDW 6.7 2.2 g/dl 2.3-3.2

PDW 15 39 % 25-65

Eosinofil 0.4 0.6 % 0.00-4.00

Basofil 0.1 0.1 % 0.00-1.00

Netrofil 84.7 92.6 % 29.0-72.0

Limfosit 10.2 3.9 % 30.0-48.0

Monosit 4.6 2.3 % 0.00-5.00

HBsAg

non-

reactive

non-

reactive

LED 2 mm/jam 0-15

hs-CRP 16.31 mg/l <4.1

Anti streptolisin titer O 200-400 IU/ml <200

V. DAFTAR MASALAH

1. Nyeri dada

2. Sariawan

3. Tonsilitis kronis

4. Demam

5. Alopesia areata

Page 7: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

7

6. Hepatomegali

7. Leukositosis dengan neutrofilia

8. Trombositosis

9. EKG → menyokong perikarditis

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. DE : penyakit jantung didapat dd penyakit jantung rematik

DA : tsk dd kardiomiopati, miokarditis, perikarditis, iskemia miokard,

DF : NYHA II

2. Alopesia areata

3. Tsk SLE dd JRA

4. Tonsillitis kronis

VII. PLANNING

1. DL2, GDT, GDS, SGOT/SGPT, ureum/kreatinin, elektrolit, HBsAg, ASTO

2. Ro thorax → sudah di RS swasta di Solo

3. EKG

4. Echocardiografi

5. Cek urinalisis dan feses rutin

6. Usap tenggorok

7. Konsul bagian alergi-imunologi → ANA test, anti dsDNA

Page 8: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

8

Hasil planning:

1. Ro thorax

Kesimpulan : thorax dalam batas normal

2. EKG

Posisi jantung : normoaksis

Irama : sinus

Gangguan miokard: ST elevasi V2, V3, V4, V5, I, II ; ST depresi AVR, V1

Kesimpulan : tsk perikarditis dd iskemia miokard, miokarditis

3. Echocardiografi → dilated cardiomyopathy; PR dan TR mild

4. Pemeriksaan dsDNA hasil (-)

5. Pemeriksaan urinalisis: dalam batas normal

Page 9: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

9

6. Pemeriksaan feses rutin: tinja lunak, warna coklat, tidak ditemukan parasit

maupun jamur pathogen

7. Pemeriksaan usap tenggorok: ditemukan kuman gram positif coccus; organisme:

streptococcus, beta haemolytic

8. GDT: gambaran darah tepi dengan netrofilia absolute dan trombositosis reaktif

mengarah adanya proses infeksi

VIII. DIAGNOSIS KERJA

1. DE: penyakit jantung rematik

DA: dilated cardiomyopathy, PR dan TR mild

DF: NYHA II

2. Alopesia areata

3. Tonsillitis kronik e.c Streptococcus β haemolyticus

4. Gizi baik

IX. TATALAKSANA

1. O2 nasal 2 lpm

2. Diet jantung 1750 kkal/hari

3. Amoxicillin 25mg/kgBB → 3x500 mg p.o

4. Aspilet 1x1 tablet

5. Ibuprofen 3x250 mg p.o k/p

6. Furosemid 0,5 mg/kgBB → 2x12 mg p.o

7. Digoksin 2x0,025 mg p.o

8. Aldacton 2x12,5 mg p.o

X. MONITORING

KUVS/TD/4jam

BC/D/8jam

XI. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanam : dubia ad malam

Ad fungsionam: dubia ad malam

Page 10: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

10

XII. MONITORING

8 Juni 2014 12 Juni 2014 17 Juni 2014

S Sesak (-),

demam (-),

BAK (+), BAB (+) lancar

Nyeri tulang (+) pada

lengan dan punggung

Sesak (-),

demam (+),

BAK (+), BAB (+) lancar

Nyeri tulang (+) ↓↓ pada lengan dan

punggung

Sesak (-),

demam (-),

BAK (+), BAB (+) lancar

Nyeri tulang (-)

O CM,sakit sedang, gizi baik CM, sakit sedang, gizi baik CM, Sakit sedang, gizi baik,

T: 90/65 mmHg

HR :124x/menit (isi

cukup, tegangan kuat),

RR : 30x/menit,

t :36,30C.

kepala:mesocephal,

alopesia (+)

Mata: konjungtiva anemis

(-/-), sclera ikterik (-/-)

Mulut: MB (+), sianosis (-

), tonsil T2-T2 hiperemis (-

/-), kripte melebar (+),

sariawan (+)

Thorax : retraksi dinding

dada (-)

Pulmo : Pengembangan

dada simetris kanan kiri,

perkusi sonor-sonor, suara

dasar vesikuler (+/+), suara

tambahan (-/-)

Cor : bunyi jantung I dan II

normal, regular, bising (+)

pericardial friction rub

Abdomen:dinding perut

sejajar dinding dada, bising

usus (+) normal, timpani,

supel, hepar teraba 2 cm

BACD dan 3 cm BPx,

konsistensi kenyal, tepi

tajam, permukaan rata,

nyeri tekan (-)

Ext. Atas&bawah lembab

(-), akral dingin (-),

T: 90/60 mmHg

HR :120x/menit (isi cukup,

tegangan kuat),

RR : 30x/menit,

t :38,30C.

kepala:mesocephal, alopesia (+)

Mata: konjungtiva anemis (-/-),

sclera ikterik (-/-)

Mulut: MB (+), sianosis (-), tonsil

T2-T2 hiperemis (-/-), kripte

melebar (+), sariawan (+)

Thorax : retraksi dinding dada (-)

Pulmo : Pengembangan dada

simetris kanan kiri, perkusi sonor-

sonor, suara dasar vesikuler (+/+),

suara tambahan (-/-)

Cor : bunyi jantung I dan II normal,

regular, bising (+) pericardial

friction rub

Abdomen:dinding perut sejajar

dinding dada, bising usus (+)

normal, timpani, supel, hepar teraba

2 cm BACD dan 3 cm BPx,

konsistensi kenyal, tepi tajaml,

permukaan rata, nyeri tekan (-)

Ext. Atas&bawah lembab (-), akral

dingin (-), sianosis (-), CRT < 2”

ADP kuat

T: 90/60 mmHg

HR :110x/menit (isi cukup,

tegangan kuat),

RR : 30x/menit,

t :36,80C.

kepala:mesocephal, alopesia (+)

Mata: konjungtiva anemis (-/-),

sclera ikterik (-/-)

Mulut: MB (+), sianosis (-), tonsil

T2-T2 hiperemis (-/-), kripte

melebar (+), sariawan (+)

Thorax : retraksi dinding dada (-)

Pulmo : Pengembangan dada

simetris kanan kiri, perkusi sonor-

sonor, suara dasar vesikuler (+/+),

suara tambahan (-/-)

Cor : bunyi jantung I dan II

normal, regular, bising (+)

pericardial friction rub

Abdomen:dinding perut sejajar

dinding dada, bising usus (+)

normal, timpani, supel, hepar

teraba 2 cm BACD dan 2 cm BPx,

konsistensi kenyal, tepi tajam,

permukaan rata, nyeri tekan (-)

Ext. Atas&bawah lembab (-), akral

dingin (-), sianosis (-), CRT < 2”

ADP kuat

Page 11: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

11

sianosis (-), CRT < 2”

ADP kuat

Hasi

l

Lab/

Radi

ologi

1. Usap tenggorok ditemukan

kuman gram positif coccus,

organisme streptococcus beta

haemolytic

1. Urinalisis dan feses rutin dalam

batas normal

2. Anti ds-DNA (-)

3. Ekokardiografi: dilated

cardiomyopathy, PR dan TR

mild

Diag

nosis

1. DE: penyakit jantung

didapat dd PJR

DA: tsk perikarditis dd

iskemik myokard,

myokarditis

DF: NYHA II

2. Alopesia areata

3. Tonsillitis kronis

4. Tsk SLE dd JRA

5. Gizi baik

1. DE: penyakit jantung didapat dd

PJR

DA: tsk perikarditis dd iskemik

myokard, myokarditis

DF: NYHA II

2. Alopesia areata

3. Tonsillitis kronis e.c

Streptococcus β haemo lytics

4. Tsk SLE dd JRA

5. Gizi baik

1. DE: penyakit jantung rematik

DA: dilated cardiomyo pathy,

PR dan TR mild

DF: NYHA II

2. Alopesia areata

3. Tonsillitis kronis e.c

Streptococcus β haemo lytics

4. Gizi baik

Tera

pi

1. O2 nasal 2 lpm

2. Diet jantung 1750

kkal/hari

3. Aspilet 1x1 tablet p.o

1) O2 nasal 2 lpm

2) Diet jantung 1750 kkal/hari

3) Aspilet 1x1 tablet p.o

4) Ibuprofen 10mg/kgBB/8jam →

3x250 mg p.o

1) O2 nasal 2 lpm

2) Diet jantung 1750 kkal/hari

3) Aspilet 1x1 tablet p.o

4) Ibuprofen 10mg/kgBB/8jam →

3x250 mg p.o

5) Amoxicillin 3x500 mg p.o

6) Furosemid 0,5 mg/kgBB →

2x12 mg p.o

7) Digoksin 2x0,025 mg p.o

8) Aldacton 2x12,5 mg p.o

Plan 1) Ekokardiografi

2) Usap tenggorok

3) Konsul bagian alergi-

imunologi untuk tes

ANA dan anti dsDNA

1. Tunggu jadwal pemeriksaan

ekokardiografi

2. Cek LED, CRP, ASTO

3. Urinalisis dan feses rutin

Mon

itori

ng

1. KU/VS/TD/4 jam

2. BCD / 8jam

1) KU/VS/TD/4 jam

2) BCD / 8jam

1) KU/VS/TD/4 jam

2) BCD / 8jam

Page 12: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

12

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEMAM REUMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

A. Pendahuluan

Salah satu penyakit jantung didapat yang sering didapatkan adalah demam reumatik akut

(DRA) dan penyakit jantung reumatik (PJR). Setiap tahunnya rata rata ditemukan 55 kasus

dengan DRA dan PJR1Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-

15 tahun.2DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak usia 5 tahun

sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio ekonomi rendah dan

lingkungan buruk.3-7

DRA adalah penyakit usia muda, terutama anak anak sebelum masa pubertas. Usia

tersering DRA adalah 6-15 tahun dimana pada hampir 50% kasus ditemukan antistreptolisin O

lebih dari 200 U Todd, yang menunjukkan seringnya infeksi berulang pada rentang umur ini.

Insidensi jarang pada anak dibawah 5 tahun ataupun orang dewasa diatas 35 tahun. Seringnya

infeksi berulang pada masa remaja dan dewasa muda serta efek kumulatif dari infeksi berulang

ini diperkirakan menyebabkan penyakit jantung rematik 3-7

Pada banyak populasi kejadian DRA dan PJR sering pada wanita dengan alasan yang

beraneka ragam, antara lain peningkatan paparan terhadap streptokokus grup A melalui

mengasuh anak, ataupun kurang nya akses terhadap terapi pencegahan terhadap wanita pada

kebudayaan tertentu3-7

B. Mortalitas/Morbiditas

Keterlibatan jantung menjadi komplikasi terberat dari DRA dan menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Dengan 60% dari 470.000 kasus DRA pertahun akan

menambah jumlah kejadian PJR yang 15 juta jiwa. Penderita PJR akan berisiko untuk

kerusakan jantung akibat infeksi berulang dari DRA dan memerlukan pencegahan. Morbiditas

akibat gagal jantung, stroke dan endokarditis sering pada penderita PJR dengan sekitar 1.5%

penderita rheumatic karditis akan meninggal pertahun 3-7

Pada infeksi faringitis oleh streptokokus grup A 0.3% akan mengalami demam rematik,

dan 39% penderita DRA akan mengalami pankarditis yang disertai dengan insufisiensi katub,

gagal jantung, perikarditis bahkan kematian. PJR adalah komplikasi terberat dari DRA3-7

DRA dan PJR diperkirakan berasal dari respon autoimun, tetapi patogenesa pastinya

belum jelas.Di seluruh dunia DRA diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak anak dan dewasa

muda. 90.000 akan meninggal setiap tahunnya. Mortalitas penyakit ini 1-10% 3-7

Page 13: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

13

C. Patofisiologi

Patogenesis dari DRA tidak sepenuhnya diketahui.Walaupun sering streptokokus tidak

ditemukan pada jaringan jantung penderita DRA, tetapi ada hubungan yang cukup kuat bahwa

DRA adalah akibat respon imun yang berlebihan dari infeksi faring oleh streptokokus grup

A.Bukti yang mendukung misalnya wabah DRA selalu mengikuti epidemic streptokokal

faringitis dan demam scarlet, serta bila mendapat terapi yang adekuat pada infeksi streptokokal

faring ternyata menyebabkan penurunan insidensi DRA. Selain itu profilaksis dengan antibiotik

bisa mencegah rekuransi DRA, dan kebanyakan penderita DRA juga memiliki peningkatan titer

dari satu atau lebih ketiga antibodi streptokokal (Sterptolisin O, hyaluronidase, dan

streptokinase).3-7

Karakteristik DRA adalah lesi radang non supuratif pada persendian, jantung, jaringan

subkutan dan sistem saraf pusat. Resiko DRA setelah infeksi faringitis dengan streptokokus

grup A, sekitar 0.3-3%. Penelitian terbaru pada populasi aborigin di Australia mencurigai

kemungkinan DRA bisa diakibatkan infeksi kulit oleh streptokokus3-7

Ada 2 teori utama tentang terjadinya DRA akut

1. Merupakan efek dari toksin streptokokus grup A pada target organ seperti otot jantung,

katub jantung, synovium dan otak.

2. Merupakan respon abnormal sistem imun tubuh pada keadaan molekular mimikri dimana

respon sistem imun tubuh gagal membedakan antara kuman dengan jaringan tubuh sendiri

D. Gejala Klinis

DRA memiliki tampilan klinis yang sangat bervariasi dan tidak ada pemeriksaan yang

spesifik, sedangkan penegakkan diagnosa yang tepat sangat penting, bukan hanya untuk terapi

tetapi juga untuk pemberian profilaksis untuk pencegahan infeksi berikutnya.3-7

Onset dari DRA biasanya disertai dengan demam akut 2-4 minggu setelah

faringitis.Diagnosa utamanya klinis dan berdasarkan temuan dari beberapa gejala yang mulanya

ditetapkan didalam kriteria Jones.3-7

E. Diagnosis

Diagnosis DRA ditegakkan berdasarkan kriteria jones dan salah satu kriteria mayor

adalah karditis yang menunjukkan adanya keterlibatan katup jantung dan dapat diperkirakan

secara klinis dengan terdapatnya murmur pada pemeriksaan auskultasi, namun seringkali klinisi

yang berpengalamanpun tidak mendengar adanya murmur padahal sudah terdapat keterlibatan

katup pada pasien tersebut. Keterlibatan katup seperti ini dinamakan karditis/ valvulitis

subklinis.Saat ini, diagnosis DRA ditegakkan berdasarkan Kriteria Jones.namun dalam praktek

sehari- hari tidak mudah untuk menerapkankan hal tersebut. 8

Page 14: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

14

Untuk Diagnosa diperlukan : 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor

dan bukti infeksi oleh sterptokokus grup A. Kecuali bila ada chorea atau karditis maka bukti

infeksi sebelumnya tidak diperlukan8

Kriteria Jones telah mengalami beberapa revisi untuk meningkatkan nilai

spesifitasnya.Untuk negara negara resiko tinggi demam rematik.World Health Organization

(WHO) telah membuat kriteria yang lebih menitikberatkan pada sensitifitas dibandingkan

spesifitas8

Page 15: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

15

Manifestasi DRA bisa berupa variasi gejala yang bisa terjadi sendiri atau bersamaan8

F. Manifestasi DRA

Nyeri tenggorokan :

Hanya 35-60% penderita DRAyang ingat adanya infeksi saluran nafas atas pada

beberapa minggu sebelumnya. Kebanyakan tidak mengobati keluhannya.3,7

Polyarthritis :

Risiko artritis adalah 75% pada serangan pertama demam rematik, dan resiko ini

semakin meningkat dengan peningkatan usia. Artritis merupakan manifestasi utama pada 92%

usia dewasa. Artritis pada DRA biasanya simetris dan mengenai sendi utama seperti lutut, siku,

pergelangan tangan, dan pergelangan kaki. Beberapa sendi sekaligus bisa terkena biasanya

radang pada sendi lain akan mulai sebelum radang sendi sebelumnya mereda sehingga timbul

gambaran seolah-olah nyeri sendi berpindah pindah (migratory). Radang biasanya akan mereda

dalam hitungan hari sampai minggu dan umumnya sembuh sempurna.Pada keadaan yang sangat

jarang bisa terjadi periartikular fibrosis setelah rematik artritis yang disebut sebagai sendi

Jaccoud3,7

Atralgia yang merupakan suatu kriteria minor, juga sering menyebabkan seorang dokter

mendiagnosa sebagai DRA terutama jika terdapat kriteria minor yang lain, seperti febris dan

bukti adanya infeksi streptokukkus seperti ASTO.1

Sydenhamchorea

Terjadi pada 25% kasus DRAdan sangat jarang pada dewasa.Terutama pada anak

perempuan. Sydenham chorea pada DRA terutama karena molekular mimikri dengan

autoantibodi yang bereaksi terhadap ganglion otak.3-7

Insidensi sydenham chorea muncul dalam 1-6 bulan setelah infeksi streptokokus,

progresif secara perlahan dan memberat dalam 1-2 bulan.Kelainan neurologis berupa gerakan

involunter yang tidak terkoordinasi (choreiform), pada muka, leher, tangan dan kaki. Disertai

dengan gangguan kontraksi tetanik dimana penderita tidak bisa menggenggam tangan

pemeriksa secara kuat terus menerus (milk sign). 3-7

Kelainan lain yang bisa muncul gangguan berbicara, dan gangguan motorik halus.Bila

tidak ada riwayat keluarga berupa huntington chorea maka dengan munculnya chorea diagnosis

DRA hampir bisa dipastikan. Dan pengamatan melalui pola tulisan tangan bisa digunakan untuk

melihat perbaikan atau perburukan dari gejala ini.

Kelainan ini tidak permanen dan bisa sembuh spontan setelah 3-6 bulan walau gejala

bisa timbul lagi dalam 1 tahun pertama dan pada 20% penderita bisa hilang timbul sampai 2-3

tahun. 3-7

Page 16: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

16

Erythema marginatum

Muncul dalam 10% serangan pertama DRA biasanya pada anak anak, jarang pada

dewasa.Lesi berwarna merah, tidak nyeri dan tidak gatal dan biasanya pada batang tubuh, lesi

berupa cincin yang meluas secara sentrifugal sementara bagian tengah cincin akan kembali

normal. 3-7

Nodul subkutan

Nodul subkutan muncul beberapa minggu setelah onset demam rematik, dan biasanya

tidak disadari penderita karena tidak nyeri.Biasanya berkaitan dengan karditis berat, lokasinya

di permukaan tulang dan tendon, serta menghilang setelah 1-2 minggu.3-7Subkutaneous nodul

dan erytema marginatum adalah salah satu kriteria major pada ckiteria Jones, tetapi pada

kenyataannya sulit menetapkan kriteria ini.

Karditis

Frekuensi karditis 30-60% pada serangan pertama, dan sering pada anak anak.Karditis

adalah satu satunya komplikasi DRAyang bisa menimbulkan efek jangka panjang.Kelainannya

berupa pankarditis, yaitu mengenai perikardium, epikardium, miokardium dan endokardium.

Pada DRAsering terjadi pankarditis yang ditandai dengan perikarditis, myokarditis dan

endokarditis.3-7

Perikarditis ditandai dengan pericardial friction rub. Pada efusi perikard bisa didengar

adanya muffled sound, dan pulsus paradoks ( penurunan tekanan sistolik yang besar di saat

inspirasi)Karakterisitik miokarditis adalah infiltrasi sel mononuklear, vaskulitis dan perubahan

degeneratif pada interstisial conective tissue.

Bentuk endokarditis tersering adalah insufisiensi katub mitral.Katub yang sering terkena

adalah katub mitral (65-70%) dan katub aorta (25%).Katub trikuspid hanya terganggu pada 10%

dan hampir selalu berhubungan lesi pada katub mitral dan aorta.Sedangkan katub pulmonal

sangat jarang terlibat.Insufisiensi katub yang berat pada fase akut dapat menyebabkan gagal

jantung dan kematian (pada 1% penderita). Perlengketan pada jaringan penunjang katub akan

menghasilkan stenosis atau kombinasi antara stenosis dan insufisiensi yang muncul dalam 2-10

tahun setelah episode DRAakut. Perlengketan bisa terjadi pada tingkatan ujung bilah katub,

bilah katub dan chorda atau kombinasi dari ketiga tingkatan tersebut. 3-7

Bising jantung yang sering pada demam rematik3-7 :

- Bising mitral regurgitasi berupa bising pansistolik, high pitch, yang radiasi ke axilla. Tidak

dipengaruhi oleh posisi dan respirasi. Intensitas 2/6.

- Carey coombs bising : bising diastolik di apeks pada karditis yang aktif dan menyertai mitral

insufisiensi berat. Mekanismenya berupa relatif mitral stenosis yang diakibatkan dari volume

yang besar yang melalui katub mitral saat pengisian ventrikel.

Page 17: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

17

- Bising aorta regurgitasi : bising awal diastolik yang terdapat dibasal, dan terbaik didengar

pada sisi atas kanan dan kiri sternum saat penderita duduk miring kedepan. 3-7

Diagnosis karditis pada DRA ditegakkan apabila terdapat murmur baru yang tidak ada

sebelumnya, kardiomegali, gagal jantung, dan suara gesekan perikardial yang terdengar pada

saat auskultasi. Hal tersebut dibutuhkan ketrampilan klinis dari dokter yang melakukannya.

Juga ditemukannya karditis yang kadang tidak disertai dengan auskultasi serperti diatas

sehingga karditis tidak dapat didiagnosis dengan tepat secara klinis.1,3-7 Selain itu penemuan

murmur baru yang tidak ada sebelumnya kurang dapat dipercaya di negara yang sedang

berkembang, karena tidak adanya pemeriksaan kesehatan rutin selama masa bayi dan anak di

seluruh negara sehingga menyulitkan penemuan kelainan jantung sebelumnya.1Sehingga di

perlukan pemerikasaan penunjang lain untuk menegakkan diagnosis karditis pada DRA

Gagal jantung adalah manifestasi klinis dari keterlibatan katup pada DRA, sehingga

sering pasien dengan manifestasi klinis gagal jantung yang disertai febris dengan lekositosis dan

LED yang meningkat didiagnosa sebagai DRA, karena terdapat 1 kriteria mayor 1 dan 2 kriteria

minor. Regurgitasi katup mitral yang disertai febris pada anak anak jarang menyertai DRA

tetapi berhubungan dengan miokarditis karena virus dan lupus eritematous.1

G. Pemeriksaan Laboratorium3-7

Kultur tenggorokan merupakan gold standard untuk konfirmasi infeksi strptokokus grup A.

Pemeriksaan antigen cepat tidak sesenstif kultur tenggorokan, sehingga apabila hasilnya

negatif tetap perlu dilakukan kultur tenggorokan. Dengan spersifitasnya yang tinggi apabila

hasil pemeriksaan antigennya positif merupakan konfirmasi infeksi streptokokus grup A.

Pemeriksaan titer antibodi menggunakan antistreptolisin O (ASO), antistreptococcal DNAse

B (ADB) dan antistreptococcal hyaluronidase (AH).

i. ASO untuk mendeteksi antibodi streptokokus terhadap streptokokus lysin O,

peningkatan titer 2 kali lipat menunjukkan bukti infeksi terdahulu.

ii. Pemeriksaan antibodi ini harus berhati hati pada daerah dengan infeksi streptokokus

yang tinggi, karena kadar titer yang tinggi secara umum pada populasi tersebut.

Reaktan fase akut : C reactive protein (CRP) dan lanju endap darah akan meningkat pada

DRAakut, merupakan kriteria minor dari jones.

Kultur darah berguna untuk menyingkirkan infektif endokarditis, bakteremia dan infeksi

gonokokus.

Foto toraks

Pada pasien karditis dan gagal jantung foto thorak akan timbul kardiomegali3-7

Page 18: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

18

Elektrokardiografi

Kelainan yang terpenting adalah PR interval memanjang ( kriteria minor jones)tetapi

bukan bukti adanya karditis. Kelainan lain yang bisa muncul : Blok derajat 2 dan 3. Pada

penderita penyakit jantung rematik kronis bisa ditemukan pembesaran atrium kiri akibat dari

mitral stenosis. 3-7

Ekokardiografi

Ekokardiografi dapat disarankan dimasukkan dalam algoritma diagnosa DRA dengan

menambahkan pemeriksaan ekokardiografi untuk menegakkan kriteria mayor karditis1

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui peranan ekokardiografi pada karditis

subklinis9-11. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekokardiografi memiliki sensitifitas dan

spesifisitas yang cukup tinggi untuk mendeteksi adanya karditis subklinis. Sampai saat ini

penggunaan ekokardiografi untuk diagnosa DRA masih menimbulkan perdebatan.

Ekokardiografi memang memiliki sensitifitas yang cukup tinggi dalam mendeteksi adanya

regurgitasi katup, namun pemeriksaan tersebut sulit untuk membedakan antara regurgitasi

patologis atau fisiologis.Walaupun demikian beberapa negara telah memasukkan ekokardiografi

dalam algoritma diagnosis dan tatalaksana DRA. pemeriksaan ulang ekokardiografi juga

dilakukan untuk menentukan prognosa karena terdapat beberapa laporan yang menunjukkan

bahwa karditis subklinis dapat menetap selama 6 bulan sampai 8 tahun. 1

H. Terapi DRA8

Terapinya terbagi atas 4 bagian :

1. Terapi untuk streptokokus grup A, walaupun tidak meningkatkan prognosis dalam 1 tahun

tetapi bisa untuk mencegah penyebaran strain rematogenik

2. Terapi umum untuk episode akut :

Obat anti inflamasi digunakan untuk mengontrol artritis, demam dan gejala akut lainnya.

Salisilat adalah obat yang direkomendasikan. Steroid hanya digunakan apabila tidak berhasil

dengan salisilat.

Tirah baring terutama pada pasien dengan karditis

Chorea diatasi dengan asam valproat dan bila diperlukan diberi zat sedasi.

3. Gagal jantung disebabkan karditis diterapi sesuai terapi gagal jantung, dengan pengawasan

terhadap kemungkinan timbulnya aritmia

4. Profilaksis dengan penisilin, untuk penderita yang alergi penicilin bisa diberi eritromisin atau

sulfadiazin

Page 19: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

19

Terapi antibiotik

Penggunaan antibiotik pada pencegahan primer ( pengobatan infeksi faringitis) akan

menurunkan resiko DRA dan dianjurkan. Pencegahan sekunder bermanfaat untuk mencegah

infeksi berulang terutama pada penderita dengan riwayat DRAsebelumnya.Terapi profilaksis

mengikuti guidelineWHO.

Lamanya terapi

Bila tidak ada karditis : Diberikan minimal 5 tahun atau sampai usia 18 tahun (mana yang lebih

lama)

Bila karditis ringan (sudah sembuh) : Diberikan minimal 10 tahun atau sampai usia 25 tahun

(mana yang lebih lama)

Pada karditis berat atau perbaikan katub dengan operasi : Diberikan seumur hidup

Pencegahan Primer8

Tujuan dari pencegahan primer adalah eradikasi streptokokus grup A, penderita dengan

faringitis bakterial dan hasil test positif untuk streptokokus grup A harus diterapi sedini

mungkin pada fase supuratif. Obat yang diberikan adalah penicillin oral diberikan selama 10

hari, atau benzathine penicilin untk intravena.

Pencegahan sekunder8

Pencegahan sekunder diberikan segera setelah pencegahan primer. Metode terbaik untuk

mencegah infeksi berulang adalah benzatin penicilin (iv) yang diberikan terus menerus setiap 4

Page 20: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

20

minggu, dan pada daerah endemik disarankan setiap 3 minggu.Pemberian parenteral lebih

disukai karena kepatuhan lebih baik dibandingkan pemberian oral 2x/hari, dan pemberian oral

dianjurkan untuk pasien resiko rendah untuk infeksi berulang.

Komplikasi

Penyakit jantung rematik adalah komplikasi terberat dari DRA dan merupakan penyebab

terbesar dari mitral stenosis dan insufisiensi di dunia. Beberapa variabel yang mempengaruhi

beratnya kerusakan katub antara lain jumlah serangan DRAsebelumnya, lama antara onset

dengan pemberian terapi, dan jenis kelamin (penyakit ini lebih berat pada wanita dibandingkan

pria). Insufisensi katub akibat DRA akan sembuh pada 60-80% penderita yang menggunakan

profilaksis antibiotik.3-8

II. ALOPESIA AREATA

A. EPIDEMIOLOGI

Alopesia areata paling sering disebabkan oleh inflamasi akibat kerontokan rambut, yang

dipengaruhi kira-kira 4,5 juta orang di Amerika Serikat.11 Tergantung dari latar belakang suku dan

area dunia, prevalensi dari alopesia areata adalah 0,1-0,2%,12 dengan menghitung risiko seumur

hidup 2%. Alopesia areata mempengaruhi kedua-duanya baik anak maupun dewasa dan semua

warna rambut.13 Walaupun gangguannya tidak umum pada anak dibawah usia 3 tahun, sebagian

besar pasien relatif muda: hingga 66% lebih muda daripada usia 30 tahun, dan hanya 20% yang

lebih tua daripada usia 40 tahun. Pada umumnya tidak berpredileksi pada jenis kelamin, tapi lebih

ditemukan banyak pada laki-laki yang berpengaruh dalam satu studi yang termasuk dalam sebuah

kelompok subjek yang berusia 21 sampai 30 tahun.14 Dalam sebuah studi dari 226 pasien

masyarakat Cina dengan alopesia areata yang berusia 16 tahun, usia pertengahan onsetnya pada usia

Page 21: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

21

10 tahun, dan laki-laki:wanita rasionya 1.4:1; gangguan lebih berat pada anak laki-laki dan dengan

onset awal pada masa kanak-kanak.15

Alopesia areata dihubungkan dengan peningkatan segala risiko dari gangguan autoimun

lainnya (16%).16,17 Sebagai contoh, ini dihubungkan dengan lupus erythematosus pada 0,6%

pasien,18 vitiligo 4%,19 dan penyakit tiroid autoimmun 8-28%.20

B. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS

Manifestasi alopesia areata berupa kerontokan rambut membentuk kebotakan melingkar-

hingga kulit terlihat, terutama kulit kepala (Gb. 2 dan 3) dan pada region janggut (Gb. 3A).

Onsetnya biasanya cepat, dan penyakit dapat berkembang hingga semua rambut rontok dari kulit

kepala (alopesia areata universalis) (Gb. 2A, 2B, 2C). Variasi kelainan ini termasuk ophiasis,

dimana kerontokan rambut terjadi di occipital (Gb 3B), rambut cadaver (Gb 3C), nail pitting (Gb

3D, dan pertumbuhan rambut putih pada lesi awal alopesia (Gb 3E), sering membantu menegakkan

diagnosis. Hubungan antara area kerontokan rambut dengan gangguan autoimun, biasanya dengan

dermatitis atopik (pada 39% kasus), merupakan poin lebih untuk menegakkan diagnosis dengan

benar.

Jika diagnosis belum jelas setelah evaluasi klinis (Tb.1 dan Gb.3), mungkin kasus dengan

varian luas alopesia areata, biopsi kulit dapat dilakukan. Pada alopesia areata akut, pemeriksaan

histopatologi menunjukkan karakteristik “pola sarang tawon” padat, infiltrasi limfosit perifolikular

disekitar folikel rambut anagen; pada pasien dengan penyakit kronik, pola ini mungkin tidak

muncul.

Page 22: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

22

Gambar 2. Tipe Alopesia Areata dan manifestasi klinisnya

C. MANAJEMEN

Meskipun diagnosis alopesia areata biasanya mudah, namun penanganannya tidaklah

mudah. Terapi kuratif tidak tersedia, dan terdapat kekurangan dari percobaan jangka panjang yang

mengevaluasi terapi untuk alopesia areata dan pengaruh nyata terhadap kualitas hidup.21 Karena

seringnya hasil yang tidak memuaskan pada terapi yang sudah ada, beberapa dokter bergantung

pada tingkat remisi spontan yang tinggi pada pasien dan merekomendasikan wig jika remisi tidak

terjadi.21 Namun, pilihan terapi yang cukup bermanfaat namun terbatas masih ada untuk alopesia

areata akut, kronis dan kambuhan.21-24

Dokter memiliki dua pilihan prinsip manajemen utama: menggunakan regimen

immunosupresif (cenderung untuk pasien dengan alopesia areata akut dan progresif cepat) atau

strategi deviasi imun yang memanipulasi suasana inflamasi intrakutan (membantu bagi pasien

dengan jenis kambuhan atau kronis25,26). Pada saat ini, hanya dua pendekatan yang mencapai

tingkat pengobatan berbasis bukti (EBM): injeksi intralesi dengan glukokortikoid dan induksi

kontak alergi.25,26

Penatalaksanaan immunosupresif yang paling baik terdiri atas injeksi intradermal

triamcinolone acetonide (5 hingga 10 mg per milliliter) yang diberikan setiap 2 hingga 6 minggu.

Agen ini merangsang pertumbuhan lokal kembali pada 60 hingga 67% kasus. Efek sampingnya

meliputi nyeri, atrofi kulit lokal, dan depigmentasi, dan kekambuhan yang sering terjadi setelah

pengobatan dihentikan.27Glukokortikoid topikal poten juga digunakan secara luas, terutama pada

anak-anak dan dewasa dengan jumlah kerontokan kurang dari 50%.28 Glukokortikoid topikal

potensi tinggi dengan penutupan oklusif adalah yang paling bermanfaat dan menunjukkan

peningkatan pada 25% pasien yang terkena penyakit ini29; Namun, folikulitis yang diinduksi

glukokortikoid merupakan efek samping paling umum dari ini.30,31

Page 23: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

23

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Alopesia Areata

Gambar 3. Karakteristik Klinis dan Fitur Dermoskopik Alopesia Areata

Page 24: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

24

Minoxidil topical, sebuah fasilitator kanal kalium yang telah lama digunakan sebagai

stimulan pertumbuhan rambut pada alopesia androgenetik, dapat juga digunakan pada alopesia

areata, idealnya pada kondisi yang bersamaan dengan pengobatan lainnya, seperti dithranol cream

atau glukokortikoid oral.32 setelah penggunaan glukokortikoid oral selama 6 minggu, penggunaan

topikal minodoxil 2% dapat membantu mencegah atau menunda kekambuhan pada pasien yang

merespons terhadap glukokortikoid.32,33 agen topikal dan sistemik lainnya telah dicoba, namun

mereka belum menunjukkan manfaat terapi yang jelas.32,33

D. PATOBIOLOGI ALOPESIA AREATA

Peningkatan konsep patobiologi dapat membuka jalan pada manajemen dan hasil yang lebih

baik pada alopesia areata. Penting untuk dicatat bahwa penyakit ini merupakan gangguan siklus

folikel rambut yang bermakna ganda30; sel-sel inflamasi hanya menyerang folikel rambut anagen,

dimana kemudian mendorong pada fase catagen lebih cepat (gambar 1B).30,31 kedua karena distrofi

akibat inflamasi pada folikel, batang rambut tidak dapat lagi menempel pada kanal rambut dan

menjadi mudah dicabut32; namun, folikel rambut mempertahankan kapasitasnya untuk beregenerasi

dan melanjutkan siklus, sebagaimana pada alopesia areata— tidak seperti scarring alopecia—

dimana sel stem folikel rambut secara umum tidak dihancurkan.32maka, hilangnya rambut pada

penyakit ini pada prinsipnya bersifat reversibel.

Seperti kebanyakan penyakit autoimun lainnya, alopesia areata adalah gangguan inflamasi

kronis yang mudah kambuh dimana merujuk pada siklus kambuh pada penyakit ini. Juga, karena

tidak adanya infiltrate perifolikuler, tidak ada kerontokan rambut.29-33 Tantangan terapi utama

adalah untuk mengurangi infiltrat inflamasi yang sudah terjadi dan untuk mencegah timbulnya

kekambuhan dan penyebaran ke daerah folikel rambut yang masih sehat. Sayangnya, terapi yang

tersedia saat ini tidak terprediksi dan belum dapat memberi hasil yang memuaskan untuk

menjawab tantangan ini.33

E. IMUNOPATOLOGI DASAR

Pengetahuan dalam mekanisme imunopatologi pada alopesia areata dapat terbaik diperoleh

dari pemeriksaan lesi kulit. Meskipun sel-sel T CD4 + mendominasi numerik dalam infiltrate

perifolikular, Sel-sel T CD8+ tampaknya menjadi limfosit pertama untuk masuk ke epitel folikular

proksimal (Gambar 1B, 1C, dan 1E dalam Lampiran Tambahan).33-35Selain itu, jumlah sel NK dan

sel mast yang sangat meningkat di infiltrate perifolikular, meningkatkan pertanyaan apakah sel-sel

ini juga terlibat dalam patogenesis alopesia areata.34,35 Autoantibodi terhadap autoantigen folikel

sering ditemukan dalam serum dan kulit pasien dengan alopesia areata, 32,33 tetapi tidak ada bukti

bahwa mereka adalah patogenik.34

Page 25: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

25

Bahkan, dalam model murine dari alopesia areata, penyakit ini dapat ditransfer oleh sel T

CD8+ sendiri, 35 terutama setelah sel T telah terjadi kontak primer dengan autoantigen terkait

melanogenesis.34,35 Pemindahan sel T CD8+ bersama-sama dengan sel T CD4+ adalah cara yang

paling efektif dalam menginisiasi penyakit, paling banyak digunakan pada model murine,

35sedangkan transfer serum atau autoantibodi dari pasien dengan alopesia areata gagal untuk

memperoleh kebotakan.34Sebaliknya, deplesi sel-sel T CD8+ mengembalikan pertumbuhan rambut

pada model tikus alopesia areata.32 maka dari itu wajar untuk mempertimbangkan alopesia areata

adalah sebuah penyakit autoimun organ-spesifik CD8 + T-dependent-sel, (Tabel 2 di Lampiran

Tambahan).

F. TERAPI MASA DEPAN

Konsep patobiologi terakhir menginformasikan penelitian preklinik untuk mengembangkan

pilihan terapi alopesia areata yang lebih baik. Strategi terapi yang mengembalikan atau mencegah

imun khusus dalam rontoknya folikel rambut dan sebagai antagonis mediator NKG2D yang

berlebihan atau interaksi patogenik dari sel T CD8+ dengan autoantigen MHC kelas I yang

terpresentasi pada folikel rambut nantinya dapat menjadi manajemen yang lebih efektif dari kasus

ini. 30-35 Strategi terapi baru sekarang telah dikembangkan di penelitian preklinik yang di

deskripsikan pada bagian 3 pada lampiran tambahan.

Kelainan autoimun umum ini telah memberikan hasil yang baik, akses model yang mudah

dari penyakit yang dapat untuk menyelidiki prinsip-prinsip umum mengenai generasi, pemeliharan,

kolaps dan pemulihan imunitas khusus. 32-35 Pengetahuan yang diperoleh dari beberapa penelitian

mungkin juga dapat relevan kepada terapi penyakit autoimun lainnya yang mempunyai ciri

kolapsnya sel imun khusus, seperti multiple sklerosis, aborsi imunitas, dan uveitis autoimun.30-35

Page 26: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahayuningsih SE, Farrah A. Role of echoacardiography in diagnose of acute rhematic

fever Paediatrica Indonesiana Vol 50 no 2 (supplement) March 2010

2. Madyono B. Epidemiologi penyakit jantung reumatik di Indonesia. J Kardiol Indones

1995;200: 25-33

3. Turi, B.S.R.Z.G., Rheumatic Fever, in Braunwald’s Heart Disease A Textbook of

Cardiovascular Medicine, M.P.L. Eugene Braunwald, MD Robert O. Bonow, MD, Editor.

2007, Saunders Elsevier: Philadelphia

4. Alan Bisno, E.G.B., NK Ganguly, WHO Expert Consultation on Rheumatic Fever and

Rheumatic Heart Disease, inWHO technical report series. 2001,World Health Organization:

Geneva.

5. Flyer DC. Rheumatic fever. Dalam: Keane JF, Lock JE, Flyer DC. Nadas’ pediatric

cardiology.Edisi ke-2. Philadelphia: Elsevier; 2006. h. 387-400.

6. Mishra TK. Acute rheumatic fever and rheumatic heart disease: current scenario. JIACM.

2007;8(4):324-30.

7. WHO. Rhematic fever and rheumatic heart disease.-report of a WHO expert Consultation

[Online]. [Diunduh tanggal 15 Juni 2014]. Tersedia dari:

http://www.who.int/cardiovaskular_diseases/resources/trs 923/en/index.html.

8. Vijayalakshmi IB, Vishnuprabhu RO, Chitra N, Rajasri R, Anuradha TV. The efficacy of

echocardiographic criterions for the diagnosis of carditis in acute rheumatic fever. Cardiol

Young. 2008;18:586-92.

9. Marijon E, dkk. Prevalence of rheumatic heart disease detected by echocardiographic

screening. NEJM. 2007;357:470-6.

10. Carapetis JR, Mc Donald M,Wilson NJ. Acute rheumatic fever. Lancet. 2005;366:155-68.

11. Pascher F, Kurtin S, Andrade R. Assay of 0.2 percent fluocinolone acetonide cream for

alopesia areata and totalis: efficacy and side effects including histologic study of the ensuing

localized acneform response. Dermatologica 1970;141:193-202.

12. Tosti A, Piraccini BM, Pazzaglia M, Vincenzi C. Clobetasol propionate 0.05% under

occlusion in the treatment of alopecia totalis/universalis. J Am Acad Dermatol 2003;49:968

13. Kar BR, Handa S, Dogra S, Kumar B. Placebo-controlled oral pulse prednisolone therapy in

alopesia areata. J Am Acad Dermatol 2005;52:287-90.

14. Luggen P, Hunziker T. High-dose intravenous corticosteroid pulse therapy in alopesia

areata: own experience compared with the literature. J Dtsch Dermatol Ges 2008;6:375-8.

15. Goddard CJ, August PJ, Whorwell PJ. Alopecia totalis in a patient with Crohn’s disease and

its treatment with azathioprine. Postgrad Med J 1989;65:188-9.

Page 27: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

27

16. Farshi S, Mansouri P, Safar F, Khiabanloo SR. Could azathioprine be considered as a

therapeutic alternative in the treatment of alopesia areata? A pilot study. Int J Dermatol

2010;49:1188-93.

17. Schmoeckel C, Weissmann I, Plewig G, Braun-Falco O. Treatment of alopesia areata by

anthralin-induced dermatitis. Arch Dermatol 1979;115:1254-5.

18. Ohlmeier MC, Traupe H, Luger TA, B.hm M. Topical immunotherapy with

diphenylcyclopropenone of patients with alopesia areata — a large retrospective study on

142 patients with a self-controlled design. J Eur Acad Dermatol Venereol 2011 May 14

(Epub ahead of print).

19. Fenton DA, Wilkinson JD. Topical minoxidil in the treatment of alopesia areata. BMJ

1983;287:1015-7.

20. Price VH. Double-blind, placebo-controlled evaluation of topical minoxidil in extensive

alopesia areata. J Am Acad Dermatol 1987;16:730-6.

21. Messenger AG, Slater DN, Bleehen SS. Alopesia areata: alterations in the hair growth cycle

and correlation with the follicular pathology. Br J Dermatol 1986;114: 337-47.

22. Harries MJ, Paus R. The pathogenesis of primary cicatricial alopecias. Am J Pathol

2010;177:2152-62.

23. Ferran M, Calvet J, Almirall M, Pujol RM, Maymó J. Alopesia areata as another immune-

mediated disease developed in patients treated with tumour necrosis factor-α blocker agents:

report of five cases and review of the literature. J Eur Acad Dermatol Venereol

2011;25:479-84.

24. Agesta N, Zabala R, Díaz-Pérez JL. Alopesia areata during interferon alpha- 2b/ribavirin

therapy. Dermatology 2002; 205:300-1.

25. Kumar V, Pedroza LA, Mace EM, et al. The autoimmune regulator (AIRE), which is

defective in autoimmune polyendocrinopathy- candidiasis-ectodermal dystrophy patients, is

expressed in human epidermal and follicular keratinocytes and associates with the

intermediate filament protein cytokeratin 17. Am J Pathol 2011; 178:983-8.

26. Gregersen PK, Olsson LM. Recent advances in the genetics of autoimmune disease. Annu

Rev Immunol 2009;27:363- 91.

27. Duvic M, Hordinsky MK, Fiedler VC, O’Brien WR, Young R, Reveille JD. HLA-D locus

associations in alopesia areata: DRw52a may confer disease resistance. Arch Dermatol

1991;127:64-8.

28. Tazi-Ahnini R, Cork MJ, Wengraf D, et al. Notch4, a non-HLA gene in the MHC is

strongly associated with the most severe form of alopesia areata. Hum Genet 2003;112:403.

Page 28: STATUS PASIEN - kesumaislamkedokteran.comkesumaislamkedokteran.com/wp-content/uploads/2017/01/STATUS-PASIEN.pdf3 obat-obatan disangkal, konsumsi jamu-jamuan disangkal, dipijet disangkal

28

29. Tazi-Ahnini R, Cox A, McDonagh AJ, et al. Genetic analysis of the interleukin-1 receptor

antagonist and its homologue IL- 1L1 in alopesia areata: strong severity association and

possible gene interaction. Eur J Immunogenet 2002;29:25-30.

30. Sundberg JP, Silva KA, Li R, Cox GA, King LE. Adult-onset alopesia areata is a complex

polygenic trait in the C3H/HeJ mouse model. J Invest Dermatol 2004; 123:294-7.

31. Sun J, Silva KA, McElwee KJ, King LE Jr, Sundberg JP. The C3H/HeJ mouse and DEBR

rat models for alopesia areata: review of preclinical drug screening approaches and results.

Exp Dermatol 2008; 17:793-805.

32. Rodriguez TA, Fernandes KE, Dresser KL, Duvic M. Concordance rate of alopesia areata in

identical twins supports both genetic and environmental factors. J Am Acad Dermatol

2010;62:525-7.

33. Betz RC, K.nig K, Flaquer A, et al. The R620W polymorphism in PTPN22 confers general

susceptibility for the development of alopesia areata. Br J Dermatol 2008;158:389-91.

34. Kemp EH, McDonagh AJ, Wengraf DA, et al. The non-synonymous C1858T substitution in

the PTPN22 gene is associated with susceptibility to the severe forms of alopesia areata.

Hum Immunol 2006;67:535-9.

35. Martinez-Mir A, Zlotogorski A, Gordon D, et al. Genome wide scan for linkage reveals

evidence of several susceptibility loci for alopesia areata. Am J Hum Genet 2007;80:316:28.