skripsi peran pemerintah daerah dalam mencegah …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENCEGAH
PENAMBANGAN PASIR LIAR DI SUNGAI JENEBERANG
KECAMATAN PARANGLOE KABUPATEN GOWA
Oleh:
Muhammad Lukman Ijas
Nomor Induk Mahasiswa: 10561 05374 15
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
2
SKRIPSI
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENCEGAH PENAMBANGAN
PASIR LIAR DI SUNGAI JENEBERANG KECAMATAN PARANGLOE
KABUPATEN GOWA
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Dan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Administrasi Negara (S.Sos)
Disusun dan Diajukan Oleh:
Muhammad Lukman Ijas
Nomor Induk Mahasiswa: 10561 05374 15
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
3
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
4
5
6
7
ABSTRAK
Muh.Lukman Ijas, Mappamiring dan Hamrun. Peran Pemerintah DaerahDalam Mencegah Penambangan Pasir Liar Di Sungai Jeneberang KecamatanParangloe Kabupaten Gowa.
Peran pemerintah pada umumnya berupa penyediaan pelayanan umum,pengaturan dan perlindungan masyarakat serta pembangunan dan pengembangan.Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan danmenjelaskan peran pemerintah daerah dalam mencegah pertambangan pasir liar disungai jeneberang terkait dengan pelaksanaan, pengendalian, pemanfaatan,pemeliharaan, pengawasan dan penegak hukum terhadap peran Dinas LingkunganHidup Kabupaten Gowa.
Penelitian pertambangan pasir liar menggunakan jenis penelitian Kualitatifdengan tipe penelitian deskrpsi. Informan sebanyak 5 orang. Teknik pengumpulandata dengan wawancara mendalam, observasi langsung dan dokumentasi. Teknikanalisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan data.Keabsahan data yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.
Hasil penelitian pertambangan pasir liar menunjukan bahwa Pemerintah Daerahmelakukan kordinasi dengan pihak- pihak kepolisian maupun masyarakat setempatdan melakukan sosialisasi tentang perencanaan penambangan pasir liar kepadaKecamatan, Desa, Kelurahan. Adanya aktifitas tambang yaitu dilibatkannyamasyarakat sebagai pekerja untuk meningkatkan kebutuhan hidup masyarakat.Aktivitas tambang sangat perlu apalagi Pemerintah setempat yang sangat mengetahuikondisi wilayahnya harus sering berkoordinasi ketika ada yang tidak mengikutiaturan dan tidak memiliki surat izin penambangan, dan fungsi pengendaliandilaksanakan apabila ada penambang yang berlebihan dalam pengangkutan pasir,maka diperlukan pengendalian secara masif oleh aparat kepolisian. Seluruh kepalaperusahaan yang melakukan aktifitas tambang pasir di daerah aliran sungai telah diingatkan soal pemeliharaan lingkungan di daerah kawasan tambang dalam rangkaperbaikan dan pengaturan untuk kelestariannya. Dilakukan rutinitas dengankunjungan langsung keperusahaan, terkait dengan wewenang Dinas LingkunganHidup saling berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi agar penambangan pasir liardapat di atasi dengan efektif dan efesien. Ada aturan jelas mengenai sanksi bagipenambang yang terbukti melanggar. Merujuk UU Nomor 4 tahun 2009 danPeraturan Pemerintah.
Kata Kunci : Peran Pemerintah, Mencegah Pertambangan Pasir Liar
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran
Pemerintah Daerah Dalam Mencegah Penambangan Pasir Liar Di Sungai
Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa”.
Kami menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Mappamiring, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Hamrun,
S.IP,.M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya
membimbing dan mengarahkan kami, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
5. Ibu Dr. Fatmawati, M.Si selaku Penasehat Akademik.
9
6. Seluruh Dosen pengajar, staf, dan pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
7. Ucapan terima kasih kepada Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Polsek
Parangloe Kabupaten Gowa, sebagai tempat meneliti penulis yang telah
menerima dan membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir Skripsi ini.
8. Kedua Orang tua, Sahabat, Terkasih, Rekan Organisasi Perjuangan
HUMANIERA, Senior, dan Kamerad di kampus yang senantiasa memberikan
semangat dan bantuan, baik moril maupun materil.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan. Semoga karya skripsi ini sangat bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 19 Januari 2021
Muh.Lukman Ijas
10
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i
Halaman Pernyataan ......................................................................................... ii
Halaman Persetujuan ........................................................................................ iii
Halaman Penerimaan Tim ................................................................................. iv
Abstrak................................................................................................................. v
Kata Pengantar ...................................................................................................vi
Daftar Isi ..............................................................................................................viii
Daftar Tabel......................................................................................................... x
Daftar Gambar .................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................11
C. Tujuan Penelitian .............................................................................11
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu ........................................................................13
B. Penjabaran Konsep dan Teori .......................................................... 14
C. Kerangka Pikir .................................................................................25
11
D. Fokus Penelitian...............................................................................27
E. Deskripsi Fokus Penelitian .............................................................. 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Lokasi Penelitian .......................................................... 29
B. Jenis Dan Tipe Penelitian ................................................................ 29
C. Sumber Data ....................................................................................29
D. Informan Penelitian..........................................................................30
E. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 31
F. Teknik Analisis Data .......................................................................32
G. Pengabsahan Data ............................................................................33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian...............................................................35
B. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Peran Pemerintah Daerah dalam
Mencegah Tambang Pasir Liar di Sungai jeneberang Kecamatan
Parangloe Kabupaten Gowa.............................................................39
C. Upaya Pencegahan Untuk Menahan Aktivitas Penambangan Liar Yang
Tidak Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan. ..................62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................64
B. Saran.................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................69
LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Informan Penelitian...............................................................................30Tabel 4.1 DAS Koefisien Rejim Aliran ................................................................43Tabel 4.2 Pemanfaatan Lahan DAS Jeneberang ...................................................43Tabel 4.3 Sebaran Kawasan Budidaya Pada DAS Jeneberang .............................48Tabel 4.4 Status Tanah Pada Bagian Hilir DAS Jeneberang ................................51Tabel 4.5 Izin Usaha Pertambangan Tahun 2017 .................................................54Tabel 4.6 Izin Usaha Pertambangan Tahun 2018 .................................................56Tabel 4.7 Izin Usaha Pertambangan Tahun 2019 .................................................57Tabel 4.8 Data Potensi Tambang Kabupaten Gowa .............................................61
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pikir...................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sungai mempunyai manfaat atau nilai kegunaan yang sangat besar, sungai
adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengairan air mulai dari mata
air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengairannya
oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah RI No. 35 Tahun 1991). Sungai juga
dapat digunakan sebagai pegangan dalam pengelolaan, pengusahaan, pemeliharaan
dan pengamanan, agar manfaat sungai tetap terjaga kelestariannya (Peraturan
Pemerintah RI No. 35 Tahun 1991) Namun akhir-akhir ini penambangan pasir
mekanis sungai kian marak keberadaannya.
Penambangan yang dilakukan oleh manusia merupakan usaha untuk maksud
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hanya saja, proses penambangan yang dilakukan
selama ini, cenderung menjadi usaha eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan
yang pada akhirnya berdampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Salah satu yang marak saat ini adalah pertambangan tanpa izin. Kegiatan
pertambangan mengakibatkan berbagai perubahan lingkungan, antara lain perubahan
bentang alam, perubahan habitat flora dan fauna, perubahan struktur tanah, perubahan
pola aliran air permukaan dan air tanah dan sebagainya. Menurut pada mulanya
pertambangan tanpa izin (PETI) di hampir sebagian besar wilayah Negara Indonesia
dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang, sebagai usaha tambahan/ sampingan
di daerah- daerah yang diyakini berpotensi mengandung bahan galian intan, emas dan
timah. Kebutuhan ekonomi yang makin meningkat dan hasil usaha tambang yang
diperkirakan dapat memberikan harapan kehidupan lebih baik, membuat pelaku-
pelaku penambangan mengalihkan usaha sekunder ini menjadi usaha utama
(Herman,2006). Di Kabupaten Gowa, tambang mineral bukan logam merupakan
salah satu sumber PAD terbesar. Luas areal tambang mineral bukan logam seluas 271
ha yang terdapat di Kecamatan Bontomarannu, Kecamatan Pallangga, Kecamatan
Pattalassang, Kecamatan Pattallassang, Kecamatan Parangloe, dan Kecamatan
Manuju (Karim dkk; 2012).
Berdasarkan data dari dinas pertambangan energi dan mineral kabupaten Gowa
terdapat 23 titik lokasi penambangan pasir illegal yang masih menggunakan pompa/
mesin sedot. Kerusakan lingkungan dan bencana akan terus mengancam jika aktivitas
ini terus dilakukan bahkan akan semakin meningkat besaran dan intensitasnya jika
tidak dilakukan upaya pengelolaan dan pengendalian lingkungan yang berkelanjutan.
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di (PPLH) Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD) Kabupaten Gowa dan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Gowa
telah memberikan penyuluhan tentang dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas
yang dilakukan penambang pasir di wilayah tersebut, namun tetap saja kegiatan
penambangan terus dilakukan. Jalur komunikasi yang ditempuh berupa pertemuan
langsung dengan warga dinilai belum efektif.
Ada belasan titik penambangan pasir secara mekanis dan masih banyak lagi
keberadaannya. Penambangan ini semakin tidak terkendali dan semakin banyak
keberadaannya. Hampir di setiap pinggiran sepanjang aliran sungai terdapat atau
dijumpai penambang pasir secara mekanis. Banyak dampak yang ditimbulkan akibat
dari penambangan pasir secara mekanis di sungai baik dampak yang sudah terjadi
maupun dampak yang akan terjadi.
Dampak akan semakin parah apabila masalah penambangan pasir liar tidak
segerah diatasi dan tentunya meresahkan masyarakat sekitar atau pemukiman yang
berada disepanjang aliran sungai. Masalah ini harus segera diatasi untuk mencegah
dampak kerusakan yang parah. Apabila tidak segera diatasi, masalah ini akan menjadi
masalah yang kompleks bagi kehidupan masyarakat yang tinggal tidak jauh dari
aliran sungai. Banyak pihak yang harusnya terlibat untuk mencegah masalah ini
sehingga sangat miris dan menyebabkan dampak yang berujung penurunan tingkat
kualitas lingkungan hidup.
Menurut Adnan, selaku Bupati Gowa sesunguhnya Kabupaten Gowa Sudah
Memiliki Perda tentang tambang yang mangatur hanya Kecamatan Parangloe saja
yang dapat dijadikan kawasan pertambangan. Sehingga secara otomatis tambang-
tambang diluar Parangloe seperti Bontonompo, Bontonompo Selatan, Bajeng atau
Palangga ada liar karna melanggar perda. Dandim Gowa Letkol Arh Nur Subekhi
menambahkan akan berkomitmen membantu Kabupaten Gowa dalam penanganan
tambal ilegal. Termasuk jika ada keterlibatan oknum TNI AD di dalamnya. (Sindo
NEWS.com, 2018)
Adanya perizinan tambang di Parangloe ternyata masih menyimpang dari
aturan yang berlaku, aktivitas penambangan liar di sungai Jeneberang Kecamatan
Parangloe, Gowa berdampak ganda. Tak hanya merusak lingkungan juga menggerus
pendapatan atau pemasukan (menurun) Perusda Holding Company Gowa Mandiri
(HCGM), dimana yang punya izin (IUP) hanya Perusda. Aktivitas penambangan liar
di sungai Jeneberang memang sudah lama jadi sorotan, hanya saja, aparat berwenang
terkesan tertutup mata, polisi maupun instansi terkait Pemkab Gowa sekedar berjanji
tapi tidak ada bukti untuk melakukan tindakan janji senada juga dilontarkan kepala
satuan polisi Pamong Praja (Kasatpol PP).
Semua pelaku penambangan liar akan ditindak tegas, ini untuk memberikan
efek jera kepada semua pelaku. Semua pelaku yang terlibat akan diproses secara
hukum. Tambang-tambang liar ini perlu dihentikan, selain merusak lingkungan, juga
merusak infrastruktur jalan, membuat aspal hanya mampu berahan maksimal tiga
tahun.
Selama ini, sejumlah peraturan perundangan dibuat untuk menghadang laju
maraknya penambangan pasir liar. Diantaranya dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Gowa Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Gowa
Tahun 2012-2032 mengenai strategi pengembangan potensi pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf G bagian c mengendalikan penambangan
pasir, sungai, maupun gunung agar tidak berdampak pada kerusakan lingkungan. Di
tingkat nasional, pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang mineral dan pertambangan. Namun hal itu, tetap saja tidak berdaya,
membendung terus bergulirnya aksi penambangan pasir liar. Sanksi tegas berupa
hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda Rp 10 miliar tidak menjadi penghalang
bagi pelaku penambangan pasir untuk tetap beroperasi.
Sebagai upaya dalam kelestarian ekosistem lingkungan, maka pemerintah telah
menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana Pasal 1 ayat 1 menyatakan
bahwa Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain. Upaya untuk pengelolaan lingkungan hidup ditunjukkan pada ayat 2 yang
menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum. (Takdir Rahmadi, 2013)
Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL
wajib memiliki Izin Lingkungan (Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) barang siapa yang melanggar
dapat dikenai pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 109 ayat (1) UU
Nomor 32 tahun 2009 bahwa: "Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1),
dipidanakan dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)". Undang-undang tersebut
memberikan dukungan dalam upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam UUPPLH 2009 terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara
lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perbedaan
mendasar antara UUPLH 1997 dengan UUPPLH 2009 adalah adanya penguatan yang
terdapat dalam UUPPLH 2009 tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen
pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan
dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian prinsip-prinsip good governance.
Prinsip-prinsip tersebut adalah partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum,
transparansi, peduli pada stakeholder, berorientasi pada konsensus, kesetaraan,
efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategis.
Seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk maka meningkat
pula kebutuhan manusia terhadap kegiatan sehari hari seperti kebutuhan sandang,
pangan, papan, air bersih dan energi. Banyaknya peningkatan kebutuhan manusia
tersebut maka mengakibatkan eksploitasi terhadap sumber daya alam semakin tinggi
dan cenderung mengabaikan aspek-aspek lingkungan hidup. Pertambahan jumlah
penduduk dengan segala konsekuensinya akan memerlukan lahan yang luas untuk
melakukan aktivitas dan memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan akan berdampak
pada penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan. Salah satu
bentuk eksploitasi sumber daya alam adalah kegiatan penambangan. Kegiatan
penambangan banyak terjadi di wilayah Indonesia, salah satunya di Kabupaten Gowa.
Menurut jurnal Abdul Masyar yang berjudul Kolaborasi Pemerintah Dan
Swasta Dalam Pengelolaan Asset Publik Di Kota Makassar dapat dilihat hasil
penelitian yang menyatakan bahwa kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Makassar dengan pihak swasta dalam hal ini PT Tosan Permai Lestari dalam
berkolaborasi mengelola asset pemerintah memberikan dampak positif berupa
keuntungan secara win-win bagi kedua pihak termasuk kepada masyarakat Kota
Makassar. Bentuk kolaborasi yang dilakukan melalui model contracting out dalam
bentuk outsourching dimana pihak kedua dalam hal ini pihak swasta diberi hak
pengelolaan dengan segala hak dan kewajibannya untuk memanfaatkan, mengelola
sarana, menjaga ketertiban dan keamanannya dalam jangka waktu 30 tahun dan
setelah habis masa kontrak segala sarana dan fasilitas yang ada diserahkan kembali
kepada Pemerintah Kota Makassar.
Penggolongan bahan galian diatur dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 11
Tahun 1967, Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 Tentang
Penggolongan Bahan Galian. Pemanfaatan potensi alam di setiap daerah dapat
dilakukan untuk apa saja dan siapa saja, tetapi tetap ada aturan dan norma yang harus
ditaati dan disepakati. Galian C adalah bahan tambang yang biasanya digunakan
untuk pembangunan infrastruktur. Baik bangunan pribadi, swasta maupun
pemerintah. Salah satu contoh kongkrit galian C yang berasal dari sungai jeneberang
Kabupaten Gowa, “Penambangan Pasir Liar Di Sungai Jeneberang dan Implikasinya
terhadap Integrasi Masyarakat” Semua bahan galian C tersebut semuanya di
eksplorasi dan dikelola oleh pihak swasta. Pengelolaan oleh swasta tersebut tentunya
mendatangkan pemasukan bagi daerah, baik yang berhubungan langsung dengan
lokasi maupun pemerintah daerah. Bagi yang berhubungan langsung dengan lokasi,
seperti desa. Karena di lokasi galian C di daerah ini berada sangat dekat dengan
permukiman masyarakat (desa), maka biasanya pihak pengelola memberikan
kesempatan kepada masyarakat desa sekitar untuk mencari nafkah dengan bekerja
sebagai pekerja kasar “pengumpul pasir” di tambang galian C tersebut.
Dengan mengoptimalkan sumber daya alam, baik yang ada didarat atau pun
dilaut, hal itu akan memungkinkan peningkatan ekonomi masyarakat untuk lebih baik
lagi. Sebab, dimata dunia memang sudah memandang bahwa Indonesia mempunyai
kekayaan alam yang sangat berpotensi untuk kemajuan dan peningkatan ekonomi.
Pertambahan jumlah penduduk dengan segala konsekuensinya akan
memerlukan lahan yang luas untuk melakukan aktivitas dan memanfaatkan sumber
daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Eksploitasi sumber daya alam yang
berlebihan akan berdampak pada penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi
lingkungan. Salah satu bentuk eksploitasi sumber daya alam adalah kegiatan
penambangan. Pengetahuan masyarakat akan bahaya pertambangan terhadap pasir
yang berlebihan juga harus di sosialisasikan. Karena jika masyarakat tidak diberikan
arahan terhadap bahaya lingkungan akibat pertambangan yang berlebihan dari
tambang pasir maka kegiatan pertambangan akan semakin berkembang marak dan
tidak terkendali. Dalam pandangan ekonomi, sumber daya alam yang melimpah ini
menjadi potensial untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan mengelolanya.
Namun tetap dalam hal ini peran politik itu juga terlibat. Dimana ada irisan antara
kegiatan ekonomi dan politik dalam pengelolaan sumber daya alam ini. Syarat
membuka tambang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada umumnya dengan mengacu
kepada UU No 4 tahun 2009 yang berhak memberikan IUP adalah Bupati/Walikota
dalam satu wilayah Kabupaten/Kota, Gubernur apabila wilayah izin usaha
pertambangan berada pada lintas wilayah kabupaten dalam satu Provinsi setelah
mendapat rekomendasi Bupati/Walikota setempat dan Menteri apabila wilayah izin
usaha pertambangan (WIUP) berada pada lintas wilayah Provinsi dengan
mendapatkan rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota setempat sesuai
dengan peraturan perundang undangan. IUP ini diberikan kepada badan usaha
koperasi dan perseorangan. Persyaratan yang harus dipersiapkan oleh calon
pemegang IUP adalah persyaratan adminstratif, teknis, lingkungan dan finansial.
Luas area minimal ditambang oleh perusahaan adalah 5 hektar. IUP yang harus
diterbitkan ada empat jenis yaitu izin daerah mencakup izin prinsip dan izin analisis
mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sedangkan izin Provinsi mencakup izin
eksplorasi dan izin produksi.
Politik yang bisa diartikan sebagai upaya-upaya pemerintah untuk
mensejahterakan rakyat, berperan dan berwenang untuk mengatur pengelolaan
sumber daya alam Indonesia dan diperuntukan sepenuhnya bagi rakyat. Eksploitasi
merupakan kata untuk menjawab pernyataan tersebut, eksploitasi yang berlebihan
akan memberikan dampak negatif yang lebih banyak dibanding positifnya dari
kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Negara-negara yang kaya akan sumber
daya alam biasanya selalu terjebak dalam perumusan regulasi kebijakan pengelolaan
sumber daya alam yang buruk. Kebijakan yang tidak berkualitas itu bersumber dari
realitas bahwa kekayaan dengan mudah diperoleh dengan jalan menguras SDA.
Akhirnya, kebijakan ekonomi yang diproduksi fokus pada eksploitas danrente
ekonomi SDA untuk dijual, baik dalam pasar domestik maupun internasional, tanpa
menghitung kelayakan daya dukung lingkungan.
Peran pemerintah pada umumnya berupa penyediaan pelayanan umum,
pengaturan dan perlindungan masyarakat serta pembangunan dan pengembangan.
Sedangkan tugas dan fungsi pemerintah adalah membuat regulasi tentang pelayanan
umum, pengembangan sumer daya produktif, melindungi ketentraman dan ketertiban
masyarakat, pelestarian nilai-nilai sosiokultural, kesatuan dan pencapaian keadilan
dan pemerataan, pelestarian lingkungan hidup, penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan, mendukung pembangunan nasional dan mengembangkan
kehidupan bangsa, bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Pancasila serta menjaga
tegak, lestari dan utuhnya Negara Republik Indonesia.
Dilihat dari fungsi dan tugas pemerintah maka dalam mengoptimalkan
pencegahannya di perlukan penerapan good governance sebagai suatu tata
pemerintah yang baik yang di dalam pelaksanaanya didukung tiga pilar utama yakni
pemerintah, masyarakat, dan swasta. Prinsip tiga pilar tersebut dijabarkan sebagai
berikut: akuntabilitas, yaitu penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintah harus dapat di
pertanggung jawabkan. Transparansi, dalam penyelenggraannya, fungsi-fungsi
pemerintahan harus memiliki mekanisme yang jelas. Dan diinformasikan kepada
semua pihak.
Keterbukaan, dalam penyelenggaraannya, pemerintah harus bersifat terbuka
sehingga dapat menerima saran dan kritik dari pihak lain guna memperbaiki
penyelenggaraan fungsi-fungsinya.
Dari pemaparan di atas mengenai peran pemerintah daerah terhadap
penambangan liar dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak penambangan yang tidak
sesuai dengan kawasan titik koordinat yang ditentukan, sehingga penulis merasa
tertarik umtuk melaksanakan penelitian mengenai “Peran Pemerintah Daerah
dalam Mencegah Penambangan Pasir Liar di Sungai Jeneberang Kecamatan
Parangloe Kabupaten Gowa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana Peran Pemerintah Daerah dalam
mencegah Penambangan Pasir Liar di Sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe
Kabupaten Gowa?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Pemerintah
Daerah dalam mencegah Penambangan Pasir Liar di Sungai Jeneberang Kecamatan
Parangloe Kabupaten Gowa.
D. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari hasil penelitian ini yang dapat
membantu peneliti maupun unsur yang terkait di dalamnya, yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis sebagai bahan merumuskan ilmu tentang Peran Pemerintah
Daerah dalam mencegah Penambangan Pasir Liar di Sungai Jeneberang
Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa, serta sebagai bahan kajian untuk
mengembangkan peran pemerintah daerah dalam mengatasi penambangan liar
yang ada.
2. Manfaat Praktis sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan guna
unruk memberikan pemecahan masalah meningkatkan Peran Pemerintah
Daerah dalam mencegah Penambangan Pasir Liar di Sungai Jeneberang
Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji
penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan
penelitian dengan judul yang seperti judul penelitian penulis, namun penulis
mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian
pada penelitian penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa
jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.
Penelitian oleh Mahmudi penelitian dengan judul “Peran Pemerintah Desa
Terhadap Pos Pemberdayaan Keluarga Di Desa Brosot Kecamatan Galur Kabupaten
Kulon Progo ditinjau dari Inpres No. 3 Tahun 2010. Penelitian ini menjelaskan
implementasi inpres No. 3 Tahun 2010 Tentang peran pemerintah desa di Desa
Brosot Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo, hasil penelitian ini adalah
pemerintah desa mengimplementasikan Inpres No. 3 Tahun 2010 melalui POSDAYA
dengan berupaya penuh mewujudkan sumber daya manusia yang sehat demi
tercapainya keluarga sejahtera.
Penelitian oleh Harrison Papande Siregar dengan judul “Peran Pemerintah Desa
dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa pada Sector Industry kecil dan Rumah
Tangga Desa Tegalwaru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dimana dari hasil
penelitian ini adalah diemukan bahwa terdapat empat peran utama yang seharusnya
dapat dilakukan oleh pemerinta desa yaitu menfasilitasi pembinaan manajemen usaha
khusunya dari aspek keuangan, memasarkan hasil usaha dan menfasilitasi
pembentukan koperasi. Namun dari keempat hal tersebut hanya ditemukan dua peran
yang dilakukan yaitu menfasilitasi manajemen dan dan pembentukan koperasi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini peran pemerintah belum
optimal.
Penelitian oleh Rizky Akbar Prasojo, 2019. Dengan judul penelitian Peran
Pemerintah dalam Pembangunan Desa dimana dalam hasil penelitian menjelaskan
bahwa Pola kerjasama yang terjadi antara pemerintah dan masyarakat cenderung
bersifat mutualistik dimana kedua menyadari posisi dan perannya masing-masing.
Kemudian penelitian menurut Kasus Bumi dan Permai dengan judul Peran
Pemerintah Boyolali Dalam Pengelolaan Sampah Lingkungan Pemukiman Perkotaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa suatu penekanan dari pemerintah untuk
menyelesaikan untuk persoalan sampah perkotaan yang terdapat di lingkungan
permukiman perkotaan dengan beberapa regulasi yang cukup tegas dalam persolan
pengelolaan sampah perkotaan. Berdasarkan pemaparan hasil penelitian terdahulu
tersebut diatas menjadi salah satu rujukan sebagai tinjauan pustaka.
B. Penjabaran Konsep dan Teori
1. Teori Administrasi Pembangunan
Definisi administrasi pembangunan menurut beberapa ahli sebagai berikut.
Menurut Hiram S. Phillips (1968), administrasi pembangunan adalah “rather than the
traditional term of public administration toindicate the need for a dynamic process
designed particularly to meetrequirements of social and economic changes”.
Pernyataan ini berarti “lebih baik daripada masa tradisional administrasi publik untuk
menunjukkan kebutuhan terhadap suatu proses dinamis yang didesain secara khusus
untuk mendapatkan syarat perubahan sosialdan ekonomi”.
Menurut Mustopadidjaja (2015) administrasi pembangunan adalah “ilmu dan
seni” tentang pembangunan suatu sistem administrasi negara dilakukan sehingga
sistem administrasi tersebut mampu menyelenggarakan berbagai fungsi umum
pemerintahan dan pembangunan secara efisien dan efektif. Menurut J.B. Kristiadi
(2018), administrasi pembangunan adalah administrasi negara yang mampu
mendorong ke arah proses perubahan, pembaharuan, dan penyesuaian serta
pendukung suatu perencanaan.
Menurut Sondang P. Siagian (2000), administrasi pembangunan adalah seluruh
usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk memperbaiki tata kehidupan
bangsa tersebut dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Menurut Sondang P. Siagian (2007), administrasi pembangunan
mencakup dua pengertian, yaitu administrasi dan pembangunan. Administrasi adalah
keseluruhan proses pelaksanaan keputusan yang telah diambil dan diselenggarakan
oleh dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya,
sedangkan pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan
pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu
bangsa dan negara menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation-
building).
Edward W. Weidner (2011) lebih spesifik merumuskan administrasi
pembangunan sebagai berikut: Administrasi pembangunan menggambarkan sebagai
suatu pengembangan yang administratif dan administrasi dalam program
pengembangan. Menurut Paul Meadows (2016), dalam bukunya Motivationfor
Change and Development Administration, mendefinisikan administrasi pembangunan
sebagai berikut Administrasi pembangunan dapat didefinisikan sebagai kegiatan
mengatur masyarakat di bidang ekonomi dan perubahan sosial dalam hal menetapkan
kebijakan publik.
Bintoro Tjokrohamidjojo (2017) menegaskan bahwa administrasi pembangunan
mempunyai dua fungsi yaitu: pertama, penyusunan kebijakan penyempurnaan
administrasi negara (The Development Of Administration), meliputi bidang
organisasi, kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan, dan sarana-sarana
administrasi. Kedua, penyempurnaan administrasi untuk mendukung perumusan
kebijakan dan program-program pembangunan, serta pelaksanaannya secara efektif.
Aspek kedua ini dinamakan (Thea Dministration Of Development Process) atau
administrasi proses pembangunan.
Dari pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa administrasi
pembangunan adalah seluruh proses yang akan dilakukan oleh administrator dalam
upaya untuk mendorong dan untuk memberikan suatu pengawasan terhadap
masyarakat ke arah modernisasi dan kebaikan yang multi-dimensional secara terpadu
dan administratif.
2. Peran Pemerintah dalam Administrasi Pembangunan
Secara lebih jelas dan detail, peran pemerintah dalam pembangunan nasional
dikemukakan oleh Siagian (2000) yaitu pemerintah memainkan peranan yang
dominan dalam proses pembangunan. Peran yang disoroti adalah sebagai stabilisator,
innovator, modernisator, pelopor dan pelaksana sendiri kegiatan pembangunan
tertentu. Secara lebih rinci peran tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Stabilisator, peran pemerintah adalah mewujudkan perubahan tidak berubah
menjadi suatu gejolak sosial, apalagi yang dapat menjadi ancaman bagi
keutuhan nasional serta kesatuan dan persatuan bangsa. Peran tersebut dapat
terwujud dengan menggunakan berbagai cara antara lain: kemampuan selektif
yang tinggi, proses sosialisasi yang elegan tetapi efektif., melalui pendidikan,
pendekatan yang persuasive dan pendekatan yang bertahap tetapi
berkesinambungan.
2. Inovator, dalam memainkan peran selaku innovator pemerintah sebagai
keseluruhan harus menjadi sumber dari hal-hal baru. Jadi prakondisi yang harus
terpenuhi agar efektif memainkan peranannya pemerintah perlu memiliki
tingkat keabsahan legitimasi yang tinggi. Suatu pemerintahan yang tingkat
keabsahannya rendah, misalnya karena “menang” dalam perebutan kekuasaan
atau karena melalui pemilihan umum yang tidak jujur dan tidak adil, akan sulit
menyodorkan inovasinya kepada masyarakat. Tiga hal yang mutlak
mendapatkan perhatian serius adalah, penerapan inovasi dilakukan
dilingkungan birokrasi terlebih dahulu, inovasi yang sifatnya konsepsional,
inovasi sistem, prosedur dan metode kerja.
3. Modernisator, melalui pembangunan, setiap negara ingin menjadi negara yang
kuat, mandiri, diperlakukan sederajat oleh negara-negara lain. Untuk
mewujudkan hal tersebut, diperlukan antara lain: penguasan ilmu pengetahuan,
kemampuan dan kemahiran manajerial, kemampuan mengolah kekayaan alam
yang dimiliki sehingga memiliki nilai tambah yang tinggi, sistem pendidikan
nasional yang andal yang menghasilkan sumber daya manusia yang produktif,
landasan kehidupan politik yang kukuh dan demokratis, memiliki visi yang
jelas tentang masa depan yang diinginkan sehingga berorientasi pada masa
depan.
4. Pelopor, selaku pelopor pemerintah harus menjadi panutan (role model) bagi
seluruh masyarakat. Pelopor dalam bentuk hal-hal, positif seperti kepeloporan
dalam bekerja seproduktif mungkin, kepeloporan dalam menegakkan keadilan
dan kedisiplinan, kepeloporan dalam kepedulian terhadap lingkungan, budaya
dan sosial, dan kepeloporan dalam berkorban demi kepentingan negara.
5. Pelaksana sendiri, meskipun benar bahwa pelaksanaan berbagai kegiatan
pembangunan merupakan tanggung jawab nasional dan bukan menjadi beban
pemerintah semata, karena berbagai pertimbangan seperti keselamatan negara,
modal terbatas, kemampuan yang belum memadai, karena tidak diminati oleh
masyarakat dan karena secara konstitusional merupakan tugas pemerintah,
sangat mungkin terdapat berbagai kegiatan yang tidak bisa diserahkan kepada
pihak swasta melainkan harus dilaksanakan sendiri oleh pemerintah.
Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Siagian, (Blakely, 2001) dalam
Mudrajad Kuncoro (2004) menyatakan bahwa peran pemerintah dapat mencakup
peran-peran wirausaha (entrepreneur), koordinator, fasilitator dan stimulator:
1. Wirausaha (entrepreneur), sebagai wirausaha pemerintah daerah bertanggung
jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis. Pemerintah daerah dapat
memanfaatkan potensi tanah dan bangunan untuk tujuan bisnis. Tanah atau
bangunan dapat dikendalikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan konservasi
atau alasan-alasan lingkungan lainnya, dapat juga untuk alasan perencanaan
pembangunan atau juga dapat digunakan untuk tujuan-tujuan lain yang bersifat
ekonomi. Hal tersebut bisa membuka peluang kerja bagi masyarakat dan bisa
mensejahterakan perekonomian di sekitar.
2. Koordinator, pemerintah daerah dapat bertindak sebagai coordinator untuk
menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di
daerahnya. Perenanaan pengembangan pariwisata daerah atau perencanaan
pengembangan ekonomi daerah yang telah dipersiapkan di wilayah tertentu,
mencerminkan kemungkinan pendekatan di mana sebuah perencanaan disusun
sebagai suatu kesepakatan bersama antara pemerintah, pengusaha, dan
kelompok masyarakat lainnya.
3. Fasilitator, pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui
perbaikan lingkungan perilaku di daerahnya. Peran ini dapat meliputi
pengefisienan proses pembangunan, perbaikan prosedur perencanaan dan
penetapan peraturan.
4. Stimulator, pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan
pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan
mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan
menjaga agar perusahaan-perusahaan yang ada tetap berada di daerah tersebut.
Berbagai macam fasilitas dapat disediakan untuk menarik pengusaha, dalam
bidang kepariwisataan pemerintah daerah dapat mempromosikan tema atau
kegiatan khusus di objek wisata tertentu.
Pitana dan Gayatri (2005), mengemukakan pemerintah daerah memiliki peran
dalam pembangunan daerahnya sebagai:
1. Motivator, dalam pengembangan pembangunan, peran pemerintah daerah
sebagai motivator diperlukan agar tujuan yang ingin dicapai dalam dapat
berjalan. Investor, masyarakat, serta pemerintah yang bergerak di bidang
pembangunan merupakan sasaran utama yang perlu untuk terus diberikan
motivasi agar perkembangan pembangunan dapat berjalan dengan baik.
2. Fasilitator, sebagai fasilitator dalam suatu proses pembangunan peran
pemerintah adalah menyediakan segala fasilitas yang mendukung segala
program yang diadakan oleh Dinas atau instansi terkait Adapun pada
prakteknnya pemerintah bisa mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak,
baik itu swasta maupun masyarakat.
3. Dinamisator, dalam pilar good governance, agar dapat berlangsung
pembangunan yang ideal, maka pemerintah, swasta dan masyarakat harus dapat
bersinergi dengan baik. Pemerintah daerah sebagai salah satu stakeholder
pembangunan memiliki peran untuk mensinergiskan ketiga pihak tersebut, agar
diantaranya tercipta suatu simbiosis mutualisme demi perkembangan
pembangunan.
Adapun yang menjadi ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup menurut Takdir Rahmadi (2013) yaitu:
1. Perencanaan
2. Pemanfaatan
3. Pengendalian
4. Pemeliharaan
5. Pengawasan
6. Penegak hukum
3. Penambangan Liar
Tambang liar menjadi permasalahan tak berkesudahan di Indonesia. Hampir di
setiap daerah terjadi penambangan liar. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
(Babel) marak aktivitas tambang liar di DAS Perimping dan di Nusa Tenggara Timur
terjadi di Pantai Pede. Lebih parah lagi, di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat 24 ka-
bupaten dan kota yang memiliki aktivitas penambang liar.
Daerah Istimewa Yogyakarta di kawasan Kali Kuning, Wedomartani, Ngem-
plak terjadi penambangan pasir liar. Di Provinsi Sumatera Utara juga tak luput dari
aktivitas penambangan liar. Beberapa daerah di Kabupaten Deliserdang dan Karo
dapat dengan mudah ditemukan truk-truk yang antri untuk mengangkut tanah dari
beberapa daerah tambang ilegal. Kita mempertanyakan bagaimana pemerintah mela-
kukan pengawasan, sehingga aktivitas penambangan masih saja terus berlangsung.
Kondisi alam seperti tertutupi oleh keuntungan-keuntungan sesaat dari aktivitas
tambang liar.
UU No 4 Tahun 2009 secara jelas memberikan kewenangan kepada pihak yang
berwajib dalam hal ini kepolisian untuk mengeksekusi aktivitas pertambangan liar.
UU No 23 juga memberikan kewenangan kepada pemerintah Provinsi untuk mela-
kukan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan liar. Tetapi jika kita melihat di
Kecamatan Palangga Kabupaten Gowa di Provinsi Sulawesi Selatan, jelas UU ini tak
dijalankan.
Masyarakat dengan mudah dapat melihat aktivitas penambangan, khususnya
pasir, batu, dan tanah berlangsung dengan nyaman. Puluhan truk antri untuk me-
lakukan pengangkutan siang dan malam. Keamanan masyarakat sekitar dan pengguna
jalan pun tak dipedulikan. Jalan lintas yang dilewati banyak kendaraan dibiarkan
berlumpur. Lubang di jalan yang diakibatkan oleh perlintasan truk besar dibiarkan
menganga. Situasi ini tentu menimbulkan tandatanya, apakah memang sengaja ada
pembiaran terhadap aktivitas ini.
Kesepakatan atau pemufakatan untuk mengeruk isi bumi tanpa ijin seharusnya
tak dilakukan. Masyarakat jugalah yang ujung-ujungnya dirugikan. Bencana alam
datang silih berganti. Sedikit saja hujan turun, langsung terjadi longsor. Sedikit saja
kendaraan yang melintas dijalan, tanah langsung bergetar dan tak jarang retak. Banjir
bandang pun menjadi sering datang karena eksploitasi terhadap alam secara liar tak
berkesudahan.
Beberapa desa di daerah juga pernah tertimbun tanah dan menimbulkan korban
jiwa yang tak sedikit. Situasi yang sangat mengkhawatirkan ini seharusnya
menjadikan kita berubah untuk lebih mencintai alam kita. Alam harus disayangi
sehingga alam juga akan menyayangi kita. Bersahabat dengan alam tidaklah sulit,
asal kita mengertai bagaimana caranya. Banyaknya korban jiwa, dan korban materi
yang tak sedikit, seharusnya sedikit membuka mata hati kita untuk berbuat adil kepa-
da alam. Masyarakat memegang peran sentral terkait hal ini. Idealisme memang sa-
ngat diperlukan, sehingga masyarakat kedepan tak akan semakin dirugikan.
1. Sikap Masyarakat; Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa masyarakat lah
yang paling dirugikan jika terjadi bencana. Karenanya, masyarakat harus bersi-
kap yang baik terhadap alam. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan,
antara lain:
a. Berani Tegas, Kita harus jujur jika banyak pengusaha tambang liar yang
menghalalkan segala cara untuk mengamankan bisnisnya, sampai memberi-
kan imbalan dana kepada masyarakat. Jika ingin alam aman, maka
masyarakat harus tegas untuk menolak dan tegas untuk bersikap. Dengan
demikian langkah eksploitasi tidak akan terjadi.
b. Komitmen; Tambang-tambang liar tak jarang terjadi di tanah-tanah atau
lahan milik masyarakat sendiri. Masyarakat tergiur dengan imbalan atas
sewa tanah mereka, tanpa memperdulikan tanahnya mau dijadikan apa.
Kedepan, sebelum menyewakan atau menjual tanahnya, ada baiknya dengan
kesadaran peduli kedepan tanah tersebut mau jadi apa. Jika ada kemungkin-
an akan dimanfaatkan untuk tambang liar, maka baiknya dibatalkan
perjanjiannya.
c. Tak Merusak; Tak jarang masyarakat jugalah biang keladi dari terjadinya
bencana. Tanah sudah dieksplotasi, ditambah pula dengan melakukan
aktivitas ilegal lainnya. Ibarat pepatah, tanah sudah jatuh, tertimpa tangga
pula. Memang sulit untuk memberikan perhatian, namun kedepan harus
mencoba. Tak merusak akan membawa dampak lebih baik kedepan.
Masih banyak lagi sikap-sikap yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga alam
agar kondisinya baik dan normal, yetapi yang terpenting adalah kesadaran untuk tetap
menjaga alam tersebut. Tidak akan sulit asal semua kompak untuk melakukan hal-hal
yang positif terhadap alam. Tambang liar harus segera dibenahi agar tak semakin
merusak bumi dan alam ini. Cukuplah korban jiwa dan korban materi yang sudah
terjadi selama ini ke depan, kiranya tak perlu terjadi lagi.
2. Sikap Pemerintah dan Kepolisian
Pemerintah dan pihak keamanan dalam hal ini kepolisian merupakan faktor
penentu terhadap masa depan tambang liar. Ada beberapa poin yang dapat dilakukan
jika benar-benar ingin mengamankan tambang liar, seperti:
a. Mengacu ke UU; UU jelas melarang beroperasinya tambang liar. Jika
demikian, pemerintah dan kepolisian seharusnya dengan mudah dapat
mengambil tindakan. Cukup dengan komunikasi dan peringatan, maka
idealnya pertambangan dapat diberhentikan. Pertanyaannya apakah UU ini
dijalankan atau tidak. Kedepan kita berharap benar-benar dijalankan.
b. Tidak Korup; Beberapa hari lalu, Kadis Pertambangan provinsi Sumatera
Utara ditangkap OTT oleh Tim Saber Pungli. Ini merupakan bukti jika masih
terjadi praktek suap terkait dengan ijin tambang. Kedepan hal ini jangan
terjadi lagi, sehingga ijin tak sembarangan keluar untuk tambang yang tak
sesuai dengan aturan, apalagi membahayakan masyarakat.
Pemerintah dan kepolisian kedepan harus mampu bersikap tegas. Tambang liar
sifatnya hanya merusak. Merusak alam dan lingkungan, sehingga bencana dengan
mudah dapat terjadi. Kesepakatan jahat hendaknya dihindarkan. Pemerintah dan ke-
polisian juga manusia, yang tak akan luput dari yang namanya bencana. Karenanya,
mari bersama-sama untuk merawat bumi dan alam ini. Untuk tanah air dan daerah
kita yang semakin baik, aman, nyaman, dan tentram. Untuk Indonesia yang semakin
hebat dan bermartabat.
C. Kerangka Fikir
Percepatan pengentasan mengenai masalah-masalah sosial, pemerintah
mempunyai banyak upaya bermuara kepada kesejahteraan masyarakat salah satunya
upaya pencegahan penembangan pasir liar. Maraknya aktifitas penambangan pasir
liar pada umumnya di Kabupaten Gowa dan pada khususnya di Kecamatan Parangloe
bahwa adanya penyimpangan pada kawasan tambang yang tidak sesuai dari titik
koordinat perizinan nya membuat pemerintah daerah Gowa harus berperan
melakukan tindakan yang tegas, bertujuan agar tidak lagi terjadi penambangan pasir
yang tidak sesuai dengan perizinan yang ada.
Penulis menggunakan teori dari Takdir Rahmadi (2013), yang menjelaskan ada
enam indikator peran pemerintah dalam mencegah penambangan pasir liar yaitu
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum. Berikut bagan kerangka pikiran dibawah ini:
Bagan Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Peran Pemerintah Daerah DalamMencegah Penambangan Pasir LiarDiSungai Jeneberang Kecamatan
Somba Opu Kabupaten Gowa
Keberhasilan Pemerintah DalamMencegah Penambangan Pasir Liar
Menurut Teori Takdir Rahmadi(2013) Indikator:1. Perencanaan2. Pemanfaatan3. Pengendalian4. Pemeliharaan5. Pengawasan6. Penegakan Hukum
D. Fokus Penilitian
Penentuan fokus penelitian pada Peran Pemerintah Daerah dalam Mencegah
Penambangan Pasir Liar di Sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten
Gowa yaitu peran pemerintah, mencegah penambangan pasir liar, perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
E. Deskripsi fokus penelitian
Berdasarkan fukus penelitian di atas maka perlu diberikan deskripsi untuk
memberikan batasan terhadap fokus penelitian itu sendiri. Adapun fokus penelitian
ini adalah:
1. Peran pemerintah, pelaksanaan hak dan kewajiban yang dilakukan pemerintah
sesuai aturan perundang-undangan melalui kedudukannya untuk mewujudkan
seluruh kebutuhan masyarakat.
2. Pencegahan, upaya untuk menahan aktivitas penambangan liar yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Bentuk keterlibatan Pemerintah Daerah sebagai perencanaan dalam pencegahan
penambangan pasir liar di sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten
Gowa.
4. Bentuk keterlibatan Pemerintah Daerah sebagai pemanfaatan dalam pencegahan
penambangan pasir liar di sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten
Gowa.
5. Bentuk keterlibatan Pemerintah Daerah sebagai pengendalian dalam
pencegahan penambangan pasir liar di sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe
Kabupaten Gowa.
6. Bentuk keterlibatan Pemerintah Daerah sebagai pemeliharaan dalam
pencegahan penambangan pasir liar di sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe
Kabupaten Gowa.
7. Bentuk keterlibatan Pemerintah Daerah sebagai pengawasan dalam pencegahan
penambangan pasir liar di sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten
Gowa.
Bentuk keterlibatan Pemerintah Daerah sebagai penegak hukum dalam
pencegahan penambangan pasir liar di sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe
Kabupaten Gowa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan selama kurang lebih dua bulan yaitu setelah
dilaksanakan Seminar Proposal, adapun lokasi penelitian dilakukan di Sungai
Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa. Dalam hal ini di Kantor Bupati
Kabupaten Gowa serta kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa. Adapun
alasan penulis melakukan penelitian ini karena di Kabupaten Gowa terdapat
maraknya aktivitas penambangan pasir liar yang tidak sesuai perizinan.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif, dimana
penelitian ini berangkat dari data lapangan dan berusaha untuk menjawab pertanyaan
mengenai Peran Pemerintah Daerah dalam Mencegah Penambangan Pasir Liar di
Sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.
Penelitian ini dilaksanakan melalui tipe penelitian deskriptif yang dimaksudkan
untuk mengungkapkan suatu masalah atau peristiwa yang sifatnya terbatas serta ikut
memberikan gambaran obyektif dari kondisi obyek yang diteliti. Adapun masalah
yang diteliti yaitu mengenai Peran Pemerintah Daerah dalam Mencegah
Penambangan Pasir Liar di Sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten
Gowa.
C. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu sebagai berikut:
1. Data Primer, merupakan data yang didapatkan dari informan penelitian, yang
diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan dan wawancara secara
langsung kepada pihak yang terkait mengenai Peran Pemerintah Daerah dalam
Mencegah Penambangan Pasir Liar di Sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe
Kabupaten Gowa.
2. Data Sekunder, merupakan data pelengkap yang didapatkan dari informan,
buku-buku, internet, yang dianggap bisa memberikan informasi terkait Peran
Pemerintah Daerah dalam Mencegah Penambangan Pasir Liar di Sungai
Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.
D. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini ialah mereka yang dipilih secara purposive atau
sengaja karena dianggap mengetahui betul obyek penelitian dan dapat dipercaya serta
memiliki pengetahuan dan sumber informasi yang mendukung penelitian. Berikut ini
daftar informan penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Informan
No. Nama Jabatan Inisial Jumlah1. Muh. Syafaat
Suryaatmaja, APKepala BidangPengendalian,
Pencemaran danKerusakan Lingkungan
SS 1
2. Mahrum Salam Kepala Seksi HumasPolsek Parangloe
MS 1
3. M. Anto Masyarakat MA 14. Syafaruddin Masyarakat S 15. Nurdin Masyarakat N 1
Total 5
Berdasarkan petunjuk dari informan awal seperti rencana informan di atas
peneliti mengembangkan penelitian ke informan lainnya, begitu seterusnya sampai
penelitian dianggap cukup mendapatkan informasi yang dibutuhkan, proses penelitian
menggunakan Teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan
penilaian dari peneliti mengenai siapa- siapa saja yang pantas untuk dijadikan sampel,
oleh karena itu agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya larar belakang
pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud agar peneliti benar- benar bisa
mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan dari penelitian
(memperoleh data yang akurat).
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Penelitian yang digunakan dalam memperoleh data yang dibutuhkan
ialah menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam hal ini
sebagai penjaring data primer tentang bagaimana Peran Pemerintah Daerah dalam
Mencegah Penambangan Pasir Liar di Sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe
Kabupaten Gowa.
1. Observasi, merupakan proses pengambilan data di Badan Lingkungan Hidup,
serta instansi terkait lainnya, dalam penelitian ini dimana peneliti mengamati
kondisi yang berkaitan dengan obyek penelitian yaitu terkait perilaku organisasi
dan antar organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan perilaku kelompok
sasaran dalam mencegah penambangan pasir liar di Sungai Jeneberang
Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.
2. Wawancara mendalam dengan Badan Lingkungan Hidup serta beberapa
instansi terkait lainnya dengan menggunakan pedoman interview, terkait
perilaku organisasi dan antar organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan
perilaku kelompok sasaran yang berperan dalam mencegah penambangan pasir
liar di Sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.
3. Dokumentasi, yaitu proses mengumpulkan data melalui data atau informasi
dengan menggunakan buku, arsip kantor, surat kabar serta dokumen-dokumen
terkait peran pemerintah daerah dalam mencegah penambangan pasir liar di
Sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis interaktif yaitu proses analisis
yang dilaksanakan beriringan dengan proses pengumpulan data. Proses analisis data
ini menggunakan empat tahap yaitu:
1. Reduksi data, ialah merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan hanya
pada hal yang dianggap penting. Sehingga data yang telah direduksi akan
memberi gambaran yang jelas, dan akan lebih mempermudah seorang peneliti
untuk megumpulkan data selanjutnya, dan mencari data jika diperlukan.
2. Penyajian data, yaitu merupakan rakitan informasi yang sistematis dalam
bentuk uraian singkat, bagan, dan sejenisnya agar peristiwa lebih mudah
dipahami dan akan memberi adanya kemungkinan penarikan kesimpulan serta
pengambilan tindakan. Penyajian data, dapat memudahkan dalam memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja-kerja selanjutnya yang berdasarkan pada
pemahaman.
3. Verifikasi atau penarikan kesimpulan, dari hasil penyajian data tersebut harus
diamati, serta diuji kebenarannya, kekokohan dan kecocokannya yang demikian
sebagai validitasnya. Ketiga komponen berinteraksi sampai didapat suatu
kesimpulan yang benar. Maka diperoleh data yang akurat dalam bentuk
proposisi sebagai temuan dalam penelitian ini.
G. Pengabsahan Data
Pengabsahan data dilakukan untuk melihat keakuratan data dari penelitian.
Data-data yang benar akan menghasilakan penarikan kesimpulan yang benar,
begitupun sebaliknya. Dalam hal, penulis memilih teknik pengecekan keabsahan data
dengan menggunakan pendekatan triangulasi untuk mengungkapkan dan
menganalisis masalah-masalah yang dijadikan obyek penelitian, untuk menguji
keabsahan data peneliti akan menggunakan teknik triangulasi, yaitu:
1. Triangulasi sumber, adalah dilakukan untuk membandingkan dan menguji
kredibilitas data yang dilaksanakan dengan cara mengecek atau menguji data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, maksudya bahwa apabila data
yang diterima dari satu sumber meragukan, maka harus mengecek kembali ke
sumber lain, tetapi sumber data tersebut harus setara sederajatnya, kemudian
peneliti menganalisis data tersebut sehingga menghasilkan satu kesimpulan.
2. Triangulasi metode, adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilaksanakan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan metode/teknik
yang berbeda, yaitu yang awalnya menggunakan teknik observasi, maka
dilakukan lagi teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara kepada
sumber data yang sama dan juga melakukan teknik dokumentasi.
Triangulasi waktu, adalah untuk melakukan pengecekan data dengan cara
wawancara dalam waktu dan situasi yang berbeda. Seperti, yang awalnya
melakukan pengumpulan data pada waktu pagi hari dan data yang didapat,
tetapi mungkin saja pada waktu pagi hari tersebut kurang tepat karena mungkin
informasi dalam keadaan sibuk.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
1. Profil Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa
Lokasi Dinas Lingkungan Hidup Gowa terletak di Jl. Tumanurung Raya No.05,
Kelurahan Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.Kelurahan
Sungguminasa ini terletak di sebelah Selatan Ibukota Kabupaten dan merupakan
salah satu Kelurahan dari 14 Kelurahan yang ada di Wilayah Kecamatan Somba Opu.
Laporan Kinerja (LKj) Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa disusun
berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 mengenai Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan berpedoman pada Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun
2015. Penyusunan LKj Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa merupakan
bentuk komitmen terhadap aspek transparansi dan akuntabilitas serta
pertanggungjawaban atas kinerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa.
Pelaporan kinerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa melalui penyusunan
Laporan Kinerja (LKj) ini menjadi salah satu upaya yang dilakukan Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa untuk mendorong Tata Kelola Pemerintahan
yang baik. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa untuk terus meningkatkan
kapasitas kelembagaan agar kinerjanya dapat lebih ditingkatkan. Hasil evaluasi
capaian kinerja ini juga penting dan diperlukan sebagai pijakan bagi Dinas
Lingkungan Hidup di lingkungan pemerintah Kabupaten Gowa dalam perbaikan
pelayanan publik di tahun yang akan datang.
2. Visi Dan Misi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa
Rencana Strategis (RENSTRA) merupakan kerangka pembangunan strategis
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa untuk periode 5 tahun. Sebagai dokumen
perencanaan yang memuat penjabaran visi, misi, tujuan, sasaran dan program SKPD,
RENSTRA berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD). Sebagai arti dari kebijakan politik Gubernur sebagai Kepala Daerah yang
tertuang dalam RPJMD, RENSTRA menjadi pijakan bagi perencanaan strategis
SKPD, hingga ke tahap perencanaan tahunan. Sebagai berikut akan menguraikan visi
serta misi Bupati dan Wakil Bupati Gowa Terpilih yang menjadi acuan penetapan
tujuan dan sasaran Dinas Lingkungan Hidup dalam RENSTRA tersebut.
Visi Bupati dan Wakil Bupati Gowa tahun 2016 – 2021 adalah “Terwujudnya
Masyarakat yang Berkualitas, Mandiri dan Berdaya Saing dengan Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik” Yang dijabarkan melalui Misi sebagai berikut:
1) Dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia berbasis pada hak-hak
dasar, kesetaraan gender, nilai budaya dan agama.
2) Meningkatkan perekonomian daerah yang berbasis pada potensi unggulandan
ekonomi kerakyatan.
3) Meningkatkan pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada
interkoneksitas antar wilayah dan sektor.
4) Meningkatkan pengembangan wilayah kecamatan, desa dan kelurahan.
5) Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih dan
demokratis.
Misi yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Lingkungan Hidup
adalah pernyataan misi ke-2 yaitu “Meningkatkan perekonomian daerah yang
berbasis pada potensi unggulan dan ekonomi kerakyatan” dengan tujuan adalah
“Mengembangkan potensi sumber daya alam lokal dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan yang berkelanjutan”. Salah satu sasaran keberhasilan dari
tujuan tersebut adalah “Meningkatnya kualitas lingkungan hidup”.
3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan yang akan ingin dicapai adalah:
a. Menurunnya Beban Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup”
Sasaran yang dipilih adalah:
1) Menurunnya Tingkat Pencemaran Lingkungan” dengan indikator:
a) Indeks Kualitas Air pada angka 70 pada tahun 2021
b) Indeks Kualitas Udara pada angka 85 pada tahun 2021
2) Meningkatnya Upaya Pengelolaan Persampahan” dengan indikator:
a) Persentase penanganan sampah menjadi 61,50% pada tahun 2021
b. Meningkatnya Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup” Sasaran yang dipilih adalah:
1) Persentase Kecamatan yang mendapat Sosialisasi Pengelolaan
Lingkungan Hidup menjadi 100% pada tahun 2021
2) Persentase SKPD yang mendapat Sosialisasi Pengelolaan Lingkungan
Hidup menjadi 100% pada tahun 2021
3) Jumlah Sekolah yang mendapat penghargaan Adiwiyata Tingkat
Provinsi menjadi 40 pada tahun 2021
4. Strategi
Strategi merupakan suatu langkah-langkah yang berisikan program-program
indikatif dalam mewujudkan visi dan misi. Strategi merupakan pemikiran konseptual
analitis dan komprehensif tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk
memperlancar dan memperkuat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Berdasarkan tujuan dan sasaran, dan dengan memperhatikan faktor-faktor eksternal
dan internal yang mempengaruhi, maka ditempuh Strategi Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Gowa Tahun 2016 - 2021, adalah: “Peningkatan status baku mutu air,
penegakan hukum lingkungan, serta dengan penglibatan masyarakat dalam
pengelolaan persampahan”
5. Kebijakan
Kebijakan ditetapkan sebagai arah untuk memenuhi tugas pokok dan
kewajiban, dengan mengacu pada sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kebijakan
ialah suatu arah/tindakan yang harus dipedomani SKPD, dalam melaksanakan strategi
untuk mencapai tujuan Renstra SKPD. Kebijakan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Gowa Tahun 2016-2021 adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan pengawasan dan pemantauan status baku mutu air.
b. Pemenuhan penyelesaian kasus lingkungan.
c. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan.
B. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Peran Pemerintah Daerah dalamMencegah Tambang Pasir Liar Di Sungaijeneberang KecamatanPangangloe Kabupaten Gowa
Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa harus membentuk tim terpadu tentang
penanggulangan pertambangan tanpa izin dengan anggota yang terdiri dari instansi
terkait dan aparat penegak hukum dengan tugas menyusun dan merumuskan program
kegiatan pendataan, pelaksanaan, pemanfaatan, pencegahan, pengendalian,
pemeliharaan dan serta pengawasan dalam rangka penanggulangan pertambangan
tanpa izin.
Dinas Lingkungan Hidup harus melakukan tindakan secara prefentif dan
refresif yang berupa pengawasan sekaligus mensosialisasikan kepada masyarakat
yang melakukan penambangan tanpa izin. Pengurusan izin usaha penambangan yang
sangat sulit, berbelit-belit dalam pemberkasan yang membuat para penambang susah
untuk mengurus perizinan sehingga sikap acuh tak acuh menjadi salah satu faktor
penyebab adanya kegiatan penambang tanpa izin.
Pengawasan Refresif merupakan pengawasan yang dilakukan dengan
penindakan apabila terjadi penyimpangan. Penindakan ini dilakukan oleh pihak yang
berwenang dengan penyelesaiannya dirana hukum. Pengawasan refresif dilakukan
dengan cara pemberian teguran dan sanksi. Pengawasan refresif berupa teguran yaitu
peneguran yang dilakukan oleh pihak yang berwenang kepada penambang yang tidak
memiliki izin usaha penambangan. Tindakan ini dilakukan agar para pelaku mengerti
dan bias mentaati Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomr 12 Tahun 2011 Tentang
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batu Bara.
1. Perencanaan
Perencanaan ini meliputi semua perencanaan dari semua fungsi peran
Pemerintah dalam mencegah tambang pasir liar. Fungsi perencanaan ini adalah proses
mempersiapkan rangkaian keputusan dalam mengambil suatu tindakan pada waktu
yang akan datang agar tercapainya suatu tujuan.
Penulis berkesempatan melakukan wawancara dengan Kepala Bidang
Pengendalian pencemaran dan kerusakan di Kantor Dinas Lingkungan Hidup terkait
Proses Perencanaan dalam peran Pemerintah Daerah dalam mencegah penambangan
pasir liar di Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa adalah sebagai berikut:
“Selalu kordinasi karena ada namanya wilayah balikomplengan yaitu bagianwilayah sungai dan semua yang mempunyai kewenangan. Yang jelas itu kamisering berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Cuma memang tidak bisasecara full dan tidak setiap hari dan kami selalu melakukan sosialisasi tentangpenambangan pasir liar kepada camat-camat, keluarahan, desa dan wargasetempat bahkan kalua memang kita sempat singgah disitu bahkan dengan
kepolisiankami pernah turun sebagai tim pada saat ada pemeriksaan dansegalamacam terkait tambang pasir liar. Kalau perencanaan kami memangmerencanakan dalam setahun ini dengan anggaran yang terbatas lita anggarkanuntuk jalanan itu untuk masing-masing wilayah.” (Hasil wawancara denganBapak SS pada tanggal 23 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas informan tersebut menyatakan bahwa
selalu melakukan kordinasi dengan pihak-pihak kepolisian maupun masyarakat
setempat dan melakukan sosialisasi tentang perencanaan penambangan pasir liar
kepada Kecamatan, Desa, Kelurahan dan Kepolisian di Kecamatan Parangloe.
Hal ini sudah sesusai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal tersebut diatur dalam pasal 1
ayat (2). Yang dimana dalam upaya sistem dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah upaya pencemaran dan/
kerusakan lingkungan hidup yang termasuk perencanaan, penggunaan, pengendalian,
pengawasan, dan penegak hukum. Karena semua dilakukan berdasarkan PERDA
Kabepaten Gowa tentang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam pencegahan
tambang pasir liar. Sama halnya dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Bapak
SS. Untuk memperoleh informasi yang lebih jelas, peneliti melakukan wawancara
kembali dengan Kepala Seksi Humas Polsek Parangloe terkait proses perencanaan
adalah sebagai berikut:
“Dalam proses perencanaan yang paling utama dilakukan yaitu pengumpulandata kondisi tambang pasir liar, yang kedua menyusun strategi tentangbagaimana kita mencegah tambang illegal ini, selanjutnya menentukanperumusan rencana tahapan pelaksanaan, sebelum menentukan perencanaankami turun langsung kelapangan untuk melihat kondisi tambang liar, disini
kami lebih dominan menggunakan jangka pendek yang bisa berubah-ubahsetiap tahunnya.” (Wawancara dengan Bapak MS Pada Tanggal 28 Desember2020)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut terkait dengan perencanaan dapat
dipahami dan disimpulkan bahwa berkaitan dengan proses perencanaan yang paling
utama dilakukan yaitu pengumpulan data kondisi tambang pasir liar, yang kedua
menyusun strategi tentang bagaimana kita mencegah tambang ilegal ini, selanjutnya
menentukan perumusan rencana tahapan pelaksanaan, sebelum menentukan
perencanaan kami turun langsung kelapangan untuk melihat kondisi tambang liar,
disini kami lebih dominan menggunakan jangka pendek yang bisa berubah-ubah
setiap waktu. Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi penelitian dilapangan yang
menemukan bahwa hal yang disebutkan sesuai dengan yang peneliti amati.
Selanjutnya hasil wawancara dengan masyarakat Desa terkait indikator perencanaan
adalah sebagai berikut:
“Mengenai proses perencanaan pencegahan tambang liar yang ada diKecamatan Parangloe itu sangat merugikan pemerintah Kabupaten Gowa,apalagi kami sebagai masyarakat setempat sangat terganggu ketika kamiberkendaraan di jalan poros karena truk angkutan selalu lewat dan pasir yangmereka bawa itu tidak kering dan jalanan menjadi licin dan saya harappemerintah betul-betul melakukan perencanaan”. (Hasil Wawancara MA padatanggal 30 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut terkait dengan perencanaan
dapat disimpulkan bahwa masyarakat sangat prihatin terhadap maraknya
penambangan pasir liar di Kecamatan Parangloe karena merasa terganggu dengan
aktivitas pengendara mobil truk pengangkut pasir.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan secara keseluruhan
terkait dengan indikator perencanaan bahwa selalu melakukan kordinasi dengan
pihak- pihak kepolisian maupun masyarakat setempat dan melakukan sosialisasi
tentang perencanaan penambangan pasir liar kepada kacamatan, desa, kelurahan dan
kepolisian di kecamatan parangloe dan menyusun strategi tentang bagaimana kita
mencegah tambang illegal ini, selanjutnya menentukan perumusan rencana tahapan
pelaksanaan, sebelum menentukan perencanaan kami turun langsung kelapangan
untuk melihat kondisi tambang liar.
Persentase luas kawasan lindung DAS Jeneberang
Table. 4.1 DAS Kofisien Rejim Aliran
No Nama Luas(Ha)
PTH Nilai Skor KualifikasiPemulihan
1 Jeneberang 78285 87 PTH>70%
0,50 SangatRendah
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa
2. Pemanfaatan
Tabel. 4.2 Pemanfaatan Lahan DAS Jeneberang
No Pemanfaatan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)1 Badan Air 3415,51 42 Belukar 2750,29 43 Hutan 24883,03 324 Perkebunan 19843,79 255 Permukiman 5947,03 86 Pertambangan 126,67 0,27 Ruang terbuka 1657,82 28 Sawah 19660,18 25
9 Tambak 0,57 0,001TOTAL 78285,00 100
Sumber Data: Dinas Lingkungan Hidup Kabupatem Gowa Tahun 2019
Berdasarkan table di atas dapat disimpulkan Pemanfaatan lahan dominan pada
DAS Jeneberang yakni hutan dengan luas 24.883 hektar dan persentase luas 32%
terhadap total luas DAS Jeneberang. Pemanfaatan lahan sebagai hutan pada wilayah
hulu DAS ini telah sesuai dalam mendukung DAS sebagai kawasan resapan air.
Selain hutan, pemanfaatan lahan lainnya dengan luas yang besar terhadap total luas
DAS Jeneberang yakni lahan perkebunan dan sawah. Berdasarkan dengan indikator
tersebut terkait pemanfaatan, peneliti kemudian mewawancarai Kepala Bidang
Pengendalian, Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan adalah sebagai berikut:
“Manfaat hasil tambang sejatinya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat,bukan hanya pemilik industri tambang karena industri pertambangan mampumeningkatkan taraf ekonomi masyarakat disekitarnya secara signifikan, karenatingginya penyerapan sumber daya manusia dalam industri ini”. (Hasilwawancara SS pada tanggal 23 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa
pemanfaatan dari adanya aktifitas tambang yaitu dilibatkan nya masyarakat sebagai
pekerja untuk meningkatkan kebutuhan hidup masyarakat. Selanjutnya hasil
wawancara berikutnya dengan Kepala Seksi Humas Polsek Parangloe terkait
pemanfaatan adalah sebagai berikut:
“Sebenarnya aktifitas tambang pasir ini telah diikat oleh aturan tapi kebanyakanyang kami temukan dilapangan, banyak penambang yang melanggar karena diamenambang bukan pada tempatnya, karena biasanya bos nya ji yang tau ituaturan sedangkan penambang atau anak buahnya tidak mengerti kasian,
makanya sering kami maklumi dan kasih peringatan ke bos nya”. (Hasilwawancara MS pada tanggal 28 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut terkait dengan pemanfaatan
dapat disimpulkan bahwa jelas sudah ada aturan yang ditetapkan untuk pemanfaatan
tambang pasir, hanya saja pelanggaran yang terjadi dilapangan karena kurangnya
pemahaman terhadap aturan bagi penambang pasir nya. Hal tersebut sesuai dengan
hasil observasi peneliti dilapangan yang menemukan bahwa hal yang disebutkan di
atas sesuai dengan yang peneliti amati. Selanjutnya hasil wawancara berikutnya
dengan masyarakat Kecamatan Parangloe terkait pemanfaatan adalah sebagai berikut:
“Tidak adaji manfaatnya itu tambang pasir karena biasa kita yang kenadampaknya, kalau hujan deras khawatir meki semua dirumah takutki kebanjiranatau kena longsor”. (Hasil wawancara S pada tanggal 30 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut menyatakan bahwa masyarakat
sungguh khawatir terhadap dampak aktivitas tambang pasir liar, karena dampaknya
mengarah pada resiko bencana banjir dan tanah longsor.
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator
pemanfaatan ini dapat dipahami bahwa dengan adanya peran Pemerintah Daerah
dalam mencegah penambangan pasir liar ialah pemanfaatan dari adanya aktifitas
tambang yaitu dilibatkan nya masyarakat sebagai pekerja untuk meningkatkan
kebutuhan hidup masyarakat. Selanjutnya dari pihak kepolisian menyatakan dengan
jelas sudah ada aturan yang ditetapkan untuk pemanfaatan tambang pasir, hanya saja
pelanggaran yang terjadi dilapangan karena kurangnya pemahaman terhadap aturan
bagi penambang pasir nya. Berikut pemanfaatan ruang wilayah yaitu: Pemanfaatan
ruang wilayah kawasan lindung merupakan kawasan yang dilindungi dalam rangka
perlindungan dan pemeliharaan sumber daya alam, yang termasuk kawasan lindung
adalah hutan lindung dan hutan konservasi (cagar alam, suaka margasatwa, taman
buru, tahura, taman wisata alam, dan taman nasional dan kawasan lindung lainnya).
3. Pengendalian
Esensi pengendalian mempunyai alas an pengendalian yaitu DAS sebagai
daerah tangkapan air mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan
kebutuhan air bagi manusia, Untuk mengendalikan pemanfaatan ruang sekitar DAS
untuk mengurangi resiko degradasi lingkungan yang menjadi penyebab lahan kritis,
Perkembangan kawasan budidaya pada fungsi lindung dibagian hulu DAS perlu
dikendalikan agar tidak merusak fungsi utama, Pada bagian hilir DAS, perlu
pengendalian perkembangan permukiman agar dapat mengurangi dampak banjir.
Dampak jika tidak dikendalikan sebagai berikut:
a. DAS sebagai daerah tangkapan air mempunyai peranan yang penting
dalam menyediakan kebutuhan air bagi manusia
b. Untuk mengendalikan pemanfaatan ruang sekitar DAS untuk mengurangi
resiko degradasi lingkungan yang menjadi penyebab lahan kritis
c. Perkembangan kawasan budidaya pada fungsi lindung di bagian hulu DAS
perlu dikendalikan agar tidak merusak fungsi utama
d. Pada bagian hilir DAS, perlu pengendalian perkembangan permukiman
agar dapat mengurangi dampak banjir.
Berdasarkan dengan indikator tersebut terkait indikator pengendalian, peneliti
berkesempatan melakukan wawancara dengan Kepala Bidang Pengendalian,
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan adalah sebagai berikut:
“Bagaimana caranya pihak Pemerintah untuk mengendalikan adanya tambang-tambang pasir liar. Dan memangnya sangat massif kami liat tapi memang untukmasalah itu selalu kami kembalikan ke Pemerintah setempat. Kami selalumengkoordinasikan pada camat setempat dan juga tentunya camat dan pihakprovinsi menyampaikan kepada kami dan kami sama-sama turun langsungkelapangan untuk mengendalikan terkait adanya penambangan pasir liar diKecamatan Parangloe tetapi masih ada penambang pasir liar yang tidakmengikuti aturan dan tidak ada surat izin penambangan”. (Hasil wawancara SSpada tanggal 23 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut adalah pengendalian tentang
penambangan pasir liar di Kecamatan Parangloe, pengendalian terhadap aktivitas
tambang sangat perlu apalagi Pemerintah setempat yang sangat mengetahui kondisi
wilayahnya harus sering berkoordinasi ketika ada yang tidak mengikuti aturan dan
tidak memiliki surat izin penambangan. Selanjutnya hasil wawancara berikutnya
dengan Kepala Seksi Humas Polsek Parangloe terkait pengendalian adalah sebagai
berikut:
“Kami selalu mendapatkan informasi dari bawah dan itu cepat kami respon dantindaki, karena banyak juga biasanya penambang pasir yang kelewatan porsiyang harus dia ambil, makanya itu perlu dikendalikan”. (Hasil wawancara MSpada tanggal 28 Desember 2020)
Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa fungsi pengendalian
dilaksanakan apabila ada penambang yang berlebihan dalam pengangkutan pasir,
maka diperlukan pengendalian secara massif oleh aparat kepolisian. Selanjutnya hasil
wawancara berikutnya dengan masyarakat Kecamatan Parangloe terkait pengendalian
adalah sebagai berikut:
“Kalau soal pengendalian biasa kepala desa ji kita ajak komunikasi karenadisana ji semua masyarakat mengadu terhadap tambang ini. Ituji soal mobilyang masuk di sini yang biasa buat jalanan disini menjadi retak”. (Hasilwawancara N pada tanggal 30 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut berkaitan dengan pengendalian
dapat disimpulkan bahwa masyarakat melimpahkan penuh wewenang dan
kepercayaan kepada Pemerintah setempat dalam hal pengendalian. Pengaduan
keresahan masyarakat disampaikan langsung ke kepala desa setempat. Masalah yang
dihadapi ialah jalan retak akibat mobil pengangkut pasir yang kelebihan kapasitas.
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator
pengendalian ini dapat dipahami bahwa dengan adanya peran Pemerintah Daerah
dalam mencegah penambangan pasir liar ialah pengendalian terhadap aktivitas
tambang sangat perlu apalagi Pemerintah setempat yang sangat mengetahui kondisi
wilayahnya harus sering berkoordinasi ketika ada yang tidak mengikuti aturan dan
tidak memiliki surat izin penambangan, dan fungsi pengendalian dilaksanakan
apabila ada penambang yang berlebihan dalam pengangkutan pasir, maka diperlukan
pengendalian secara massif oleh aparat kepolisian.
Table. 4. 3 Sebaran kawasan budidaya pada DAS Jeneberang
No Nama Luas(Ha)
LKB Presentase Nilai Skor KualifikasiPemulihan
1 Jeneberang 78285 49988 43 45<PTH
0,75 Rendah
<70%Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa
4. Pemeliharaan
Berdasarkan dengan indikator tersebut terkait indikator pemeliharaan, peneliti
berkesempatan melakukan wawancara dengan Kepala Bidang Pengendalian,
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan adalah sebagai berikut:
“Pentingnya pemeliharaan apalagi tambangnya di daerah aliran sungai, karenapemeliharaan daerah aliran sungai itu sendiri dalam rangka perbaikan danpengaturan untuk kelestarian nya. Sangat diperlukan secara berkelanjutan,berskala dan berencana. Kalau kita sendiri ini selaku Pemerintah wajibmengingatkan kepada kepala perusahaan bahwa pentingnya kesadaranmemelihara lingkungan karena jika tidak kedepannya akan berdampak padakerusakan lingkungan dan terjadinya bencana alam”. (Hasil wawancara SS padatanggal 23 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut menyatakan bahwa Seluruh
kepala perusahaan yang melakukan aktifitas tambang pasir di daerah aliran sungai
telah di ingatkan soal pemeliharaan lingkungan di daerah kawasan tambang dalam
rangka perbaikan dan pengaturan untuk kelestariannya. Diperlukan secara
berkelanjutan, berskala, dan berencana. Selanjutnya hasil wawancara berikutnnya
dengan Kepala Seksi Humas Polsek Parangloe adalah terkait pemeliharaan sebagai
berikut:
“Fokus kami terhadap pemeliharaan lingkungan tetap pada apa yang telah diinstruksi Pemerintah ke kami, bahwa ada titik-titik koordinat lokasi yangmemang bukan dijadikan sebagai perizinan kawasan tambang. Lokasi yangsentral dalam menjaga kenormalan aliran air sungai agar tidak berdampak padapencemaran dan kerusakan”. (Hasil wawancara MS pada tanggal28 Desember2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut berkaitan dengan pemeliharaan
dapat dipahami dan disimpulkan bahwa pihak kepolisian dalam hal pemeliharaan
tetap menjalan sesuai aturan dan intruksi yang telah diberikan oleh Pemerintah
Daerah. Bahwa dalam menjaga kenormalan air sungai agar tidak berdampak pada
pencemaran dan kerusakan telah ditentukan titik-titik koordunat lokasi yang bukan
dijadikan sebagai kawasan perizinan menambang. Selanjutnya hasil wawancara
berikutnya dengan masyarakat Kecamatan Parangloe terkait pemeliharaan adalah
sebagai berukut:
“Harus memang kita pelihara dan jaga lingkungan ta, Pemerintah wajibmemberikan pelajaran terhadap kita ini dalam menjaga ekosistem danlingkungan hidup begitupula di daerah tambang agar tidak terjadi banjir danlongsor yang dampaknya nanti ke kita ji kembali”. (Hasil wawancara MA padatanggal 30 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut maka disimpulkan bahwa
Masyarakat mengharapkan Pemerintah memberikan edukasi ke masyarakat betapa
pentingnya dalam menjaga ekosistem dan lingkungan hidup sekitar agar mampu
mencegah dampak kerusakan lingkungan dan bencana alam.
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator
pemeliharaan ini dapat dipahami bahwa dengan adanya peran Pemerintah dalam
mencegah tambang pasir liar ialah Seluruh kepala perusahaan yang melakukan
aktifitas tambang pasir di daerah aliran sungai telah di ingatkan soal pemeliharaan
lingkungan di daerah kawasan tambang dalam rangka perbaikan dan pengaturan
untuk kelestariannya. Diperlukan secara berkelanjutan, berskala, dan berencana.
Pihak kepolisian dalam hal pemeliharaan tetap menjalankan sesuai aturan dan intruksi
yang telah diberikan oleh Pemerintah Daerah. Bahwa dalam menjaga kenormalan air
sungai agar tidak berdampak pada pencemaran dan kerusakan telah ditentukan titik-
titik koordunat lokasi yang bukan dijadikan sebagai kawasan perizinan menambang.
Maka dari itu dapat dilihat kerawanan bahaya bencana yang ada di kawasan Daerah
Aliran Sungai (DAS) Jeneberang sebagai berikut:
Status tanah yang dominan pada DAS Jeneberang di kawasan administrasi
Kabupaten Gowa yakni status tanah milik, dengan persentase 28%. Setelah tanah
milik, status tanah dengan persentase terbesar kedua yakni hutan produksi, dengan
persentase 20%.
Pada bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS), status tanah bervariasi dan di
dominasi oleh tanah hutan produksi. Selain tanah hutan produksi, tanah pada bagian
hulu DAS memiliki status tanah antara lain, tanah status hak milik, kawasan hutan,
hutan produksi terbatas, hutan lindung, tanah negara, taman wisata alam, dan hak
guna usaha. Sedangkan, pada bagian hilir DAS dapat diketahui status tanah dominan
yakni berstatus tanah milik. Status tanah lainnya pada bagian hilir DAS Jeneberang
yakni tanah Negara dan tanah hak guna usaha.
Table. 4.4 Status Tanah pada bagian hilir DAS Jeneberang
No Status Tanah Luas (Ha)Persentase
(%)1 Hak Guna Usaha (HGU) 258,86 0,32 Hutan Lindung 7656,55 10
3 Hutan Produksi 14622,36 204 Hutan Produksi Terbatas 5441,13 75 Jalan 322,72 0,46 Kawasan Hutan 6222,73 87 Saluran Irigasi 32,21 0,048 Sungai 1387,36 29 Taman Wisata Alam 3199,30 4
10 Tanah Milik 20768,29 2811 Tanah Negara 13429,75 1812 Waduk 1562,87 2
Total 74904,19 100Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa
5. Pengawasan
Sumber daya manusia meruakan faktor yang sangat mempengaruhi pengawasan
dalam suatu usaha pertambanganhal ini bias dilihat dari tingkat kemampuan,
pengetahuan dan keahlian yang dimiliki dalam melaksanakan suatu kegiatan atau
dalam proses teknis organisasi agar tercapai tujuan yang diharapkan. Keadaan
jumlah dari petugas pengawasan masih kurang, sehingga perlu ditambah, agar
mencapai tujuan yang diharapkan dan ditingkatkan sumber daya manusianya melalui
pelatihan atau kegiatan-kegiatan lainnya.
Partisipasi masyarakat merupakan faktor yang tidak kala pentingnya dalam
menentukan keberhasilan suatu kegiatan. Bentuk dari partisipasi masyarakat dalam
melaporkan penimpangan yang terjadi dalampertambangan masih kurang. Karena
masih banyak masyarakat yang menopang hidupnya dari pertambangan. Sehingga
mereka masih kurang peduli terhadap penyimpangan yang terjadi. Pengawasan
dibutuhkan dukungan dari masyarakat setempat untuk memudahkan suatu
pengawasan. Pelaporan dalam bentuk penyimpangan yang terjadi maka pemerintah
dengan mudah melakukan pengawasan secara efektif dan efesien. Partisipasi
masyarakat sangat diperlukan dalam memberikan suatu informasi demi tercapainya
suatu pengawasan yang efektif sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan
Dalam suatu organisasi apabila masyarakat dapat mengambil peran serta ikut
dalam suatu perencanaan, tetapi bukan semata mata agar tujuan itu tercapai seperti
yang diharapkan, tetapi juga diperlukan kesadaran dan kepedulian serta tanggung
jawab masyarakat terhadap lingkungan di Kecamatan Parangloe.
Pengawasan adalah salah satu upaya atau kegiatan untuk melakukan perbaikan
apabila hasil atau jasa yang sudah di tentukan berdasarkan standarisasi itu tidak
sesuai dengan hasil yang diharapkan, maka perlu diadakan perbaikan. Penulis
berkesempatan melakukan wawancara dengan Kepala Bidang Pengendalian
Pencemaran, dan Kerusakan Lingkungan dengan pertanyaan mengenai Pengawasan
terkait pengawasan adalah sebagai berikut:
“Kita melakukan pengawasan langsung dengan rutinitas kalau ada kitakunjungan misalnya ke suatu perusahaan melewati dengan wilayah tersebutjuga kita sebisa mungkin menanyakan tapi tidak secara langsung karena yangbisa menanyakan langsung itukan Provinsi tapi kami tetap pantau, terkaitkewenangan ini kami juga harus saling berkoordinasi dengan Provinsi tapiapapun itu karena kita di daerah kita punya tanggung jawab juga walaupun itumemang kewenangan itu sekarang ada di Provinsi, satu yang selalu kamilakukan yaitu ke Kecamatan- Kecamatan, Desa dan bahkan pernah di Desasempat berbicara dengan pimpinan BPD dan segala macam supaya apa yangterjadi di lingkungan itu bisa terpelihara”. (Hasil wawancara SS pada tanggal23 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut terkait pengawasan dapat dipahami dan
disimpulkan bahwa berkaitan dengan persoalan pengawasan yang dilakukan dengan
rutinitas dengan kunjungan langsung keperusahaan, terkait wewenang Dinas
Lingkungan Hidup saling berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi agar
penambangan pasir liar dapat diatasi dengan efektif dan efesien. Selanjutnya hasil
wawancara berikutnya dengan Kepala Seksi Humas Polsek Parangloe terkait
pengawasan adalah sebagai berikut:
“Kami sudah mengawasi dengan cara turun langsung kelokasi pertambangaapakah adayang menabang secara illegal atau tidak dan jika kami menemukanpenambang illegal maka kami memberi kanteguran jika tidak mendengar makakami memberikan sanksi dan kami memantau terus setiap wantu kami jugamelakukan koordinasi antar Kecamatan, Desa maupun pemerintah”. (Hasilwawancara MS pada tanggal 28 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut menyatakan bahwa
pengawasan dilakukan secara teratur dengan menegur ketika ada perusahaan yang
menambang secara ilegal dan di memberikan sanksi ketika tetap menambang tanpa
ada surat izin dari pemerintah. Hal tersebut sesuai hasil observasi peneliti dilapangan
yang menemukan bahwa hak yang disebutkan diatas sesuai dengan yang peneliti
amati. Selanjutnya hasil wawancara berikutnya dengan masyarakat Kecamatan
Parangloe terkait pengawasan adalah sebagai berikut:
“Memang kelihatan tidak ada pernah dilakukan pengawasan secara langsungterhadap perusahaan pertambangan pasir liar, entah disengaja atau tidak.Setahusaya juga katanya ada permainan antara pemilik tambang dengan oknumtertentu jadi bagaimana mau dilakukan pengawasan”. (Hasil wawancara Spadatanggal 30 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan terkait dengan pengawasan dapat
disimpulkan bahwa tidak pernah dilakukan pengawasan langsung terhadap
perusahaan tambang pasir liar dan kemungkinan ada oknum yang bermain sehingga
masih banyak penambang liar yang ada di Kecamatan Parangloe.
Kemudian ksimpulan secara keseluruhan terkait pengawasan dapat dipahami
dengan adanya peran Pemerintah Daerah dalam mencegah penambangan pasir liar
pengawasan yang dilakukan dengan rutinitas dengan kunjungan langsung
keperusahaan, terkait dengan wewenang Dinas Lingkungan Hidup saling
berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi agar penambangan pasir liar dapat di atasi
dengan efektif dan efesien dan pengawasan dilakukan secara teratur dengan menegur
ketika ada perusahaan yang menambang secara ilegal dan di memberikan sanksi
ketika tetap menambang tanpa ada surat izin dari pemerintah. Maka dari itu dapat
dilihat data- data pertambangan pasir yang mempunyai izin usaha pertambangan yang
ada di sungai Jeneberang Kecamatan Parangloe tahun 2017- 2019 sebagai berikut:
Table. 4.5 Izin Usaha Pertambangan Tahun 2017
No. Nama Perusahaan/Organisasi DataTeknis1 Cv. Basrah Surya Pratama Jenis komoditas= Tanah
UrugLokasi Pertambangan=TimbusengLuas Wilayah= 7,49 Ha
2 H. Muhammad Amir Zainuddin, SE Jenis Komoditas= BatuGunung
Lokasi Pertambangan=RomangloeLuas Wilayah= 5,19 Ha
3 Cv. Abyan Bumi Rezqilah Jenis Komoditas= TanahUrugLokasi Pertambangan=RomangloeLuas Wilayah= 43,51 Ha
4 Pt. Cadika Utama Jenis Komoditas= TanahUrugLokasi Pertambangan=BontorambaLuas Wilayah= 22,57 Ha
5 Pt. Cadika Utama Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=PabentenganLuas Wilayah= 20,22 Ha
6 Pt. Cadika Utama Jenis Komoditas= TanahUrugLokasi Pertambangan=PabentenganLuas Wilayah= 5 Ha
7 Perusahaan Daerah (Holding Company) GowaMandiri
Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=Borisallo-ManujuLuas Wilayah= 31,16 Ha
8 Pt. Geostone Khamilah Indonesia Jenis Komoditas= AndesitLokasi Pertambangan=BelaboriLuas Wilayah= 70,01 Ha
9 Ir. H. Baharuddin Said Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=JeneberangLuas Wilayah= 6,23 Ha
10 Ir. Panguriseng, MM Jenis Komoditas= BatuGunungLokasi Pertambangan=Dusun BelaboriLuas Wilayah= 45,23 Ha
11 Pt. Menara Indra Utama Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=Sungai Jeneberang
Luas Wilayah= 7,99 HaSumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa Tahun 2017
Table. 4.6 Izin Usaha Pertambangan Tahun 2018
1 Abd. Kadir Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=LannaLuas Wilayah= 5,28 Ha
2 Pt. Catur Sakti Perkasa Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=Manuju dan LannaLuas Wilayah= 19,97 Ha
3 Cv. Risma Jaya Jenis Komoditas= TanahUrugLokasi Pertambangan=BelaboriLuas Wilayah= 8,78 Ha
4 H. Ambo Angka Abbas Jenis Komoditas= BatuGunungLokasi Pertambangan=NirannuangLuas Wilayah= 5,18 Ha
5 Cv. Sinar Batu Tombongi Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=LanjobokoLuas Wilayah= 16,84 Ha
6 Abd. Kadir Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=LannaLuas Wilayah= 5,28 Ha
7 Cv. Bumi Raya Manipi Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=LanjobokoLuas Wilayah= 10,02 Ha
8 Pt. Bumi Sarana Beton Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=LanjobokoLuas Wilayah=7,49 Ha
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa Tahun 2018
Table. 4.7 Izin Usaha Pertambangan Tahun 2019
1 PT. Cipta Batu Tombongi Jenis Komoditas= SirtuLokasi Pertambangan=LanjubokoLuas Wilayah= 14,71 Ha
2 PT. Handal Pelita Utama Jenis Komoditas= TanahUrungLokasi Pertambangan=BelaboriLuas Wilayah= 69,9 Ha
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten GowaTahun 2019
Dari tahun 2017-2019 tercatat sebanyak 21 pertambangan yang memiliki izin,
yang tersebar di beberapa desa dan kelurahan sekitar aliran sungai Jeneberang.
6. Penegak hukum
Rumitnya pengurusan permohonan ijin usaha yang mendorong banyaknya
pertambangan pasir ilegal di Kabupaten Gowa. Bahkan banyak masyarakat yang
tidak tahu jika menambang harus memerlukan ijin usaha atau pun kontrak kerja
sehingga Penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi menjadi alternatif dan lebih
disukai daripada menggunakan hukum formal yang bersifat kaku dan dinilai salah
secara moral. Adanya “jarak” antara hukum Negara dengan kenyataan sosial yang
berlaku. 15 Langkah ini di ambil oleh para pelaku tambang di Kabupaten Gowa
karena adanya kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak terkait yang terlibat
langsung dalam penyelidikan dan pengawasan di lapangan diantaranya Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah menegaskan kewenangan pertambangan dan energi tidak lagi di
bawah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota, dan pengambil alihan kewenangan
itu tertuang dalam surat edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 120/253/SE/2015
dan surat edaran Menteri Energi dan Sumber daya Mineral RI Nomor
4.E/20/DjB/2015 tentang penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang
pertambangan mineral dan batubara (Minerba).
Maka dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa tidak lagi
memiliki wewenang sepenuhnya melayani perizinan sektor pertambangan dan tidak
lagi berwenang mengambil tindakan jika terjadi pelanggaran izin usaha
pertambangan. Berkurangnya tugas pokok Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Gowa dapat di manfaat para pengusaha melakukan kegiatan usaha pernambangan
secara ilegal khususnya tambang pasir liar yang banyak di jumpai di daerah-daerah
perbatasan Kabupaten Gowa. Penulis berkesempatan melakukan wawancar dengan
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, dan Kerusakan Lingkungan dengan
pertanyaan mengenai Penegak hukum adalah sebagai berikut:
“Menyangkut penegakan hukum pada persoalan tambang, apalagi kalau kitatemukan penambang liar, kita tetap merujuk undang-undang nomor 4 tahun2009 perlindungan mineral dan minerba. Didalam sudah diatur jelas soal sanksiyang diberikan kepada penambang jika terbukti melanggar. Juga mencakuppada Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan kegiatan usaha tambangpastinya ditekankan kepada seluruh pemilik perusahaan untuk melakukanreklamasi pasca melakukan tambang”. (Hasil wawancara SS pada tanggal 23Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan diatas terkait indikator penegakan
hukum bahwa sudah ada aturan jelas mengenai sanksi bagi penambang yang terbukti
melanggar. Merujuk UU Nomor 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah. Ditekankan
pula untuk melakukan reklamasi pasca melakukan tambang kepada perusahaan.
Dampak lainnya akibat adanya kegiatan pertambangan illegal tersebut yakni
adanya eksploitasi dengan cara penggalian yang tidak teerkendali sehingga
menimbulkan kerusakan lingkungan dan menganggu keseimbangan ekosistem alam,
dimana kegiatan penambangan tersebut dilakukan pada pinggiran sungai besar
maupun kecil yang memiliki produktivitas tinggi.
Hal tersebut dapat dapat meresahkan masyarakat karena kegiatan pertambangan
illegal yang dekat sarana/fasilitas umum serta mengancam rusaknya sarana dan
prasarana/infrakstruktur, seperti jalan dan jembatan, irigasi, pencemaran terhadap air,
pencemaran udara berupa debu, perubahan kontur, perubahan alur sungai akibat
penambangan pasir sungai, kebisingan oleh kendaraan pengangkut, dan sebagainya.
Disamping itu eks lokasi/konsesi galian tambang tersebut di tinggalkan begitu
saja oleh para pelaku penambang liar tanpa adanya upaya reklamasi yang
meninggalkan kubangan yang cukup luas dan dalam dan berpotensi menimbulkan
masalah kecelakaan (tenggelam) dengan korban jiwa anak dibawah umur serta
bencana alam lainnya. Selanjutnya hasil wawancara dengan Kepala Seksi Humas
Polsek Parangloe terkait penegak hukum adalah sebagai berikut:
“Kami dari kepolisian sudah melakukan sosialisasi/ penyuluhan hukummengenai ketentuan pidana tentang penambang illegal dalam UU Nomor 4Tahun 2009 dan kami menyebar untuk melakukan pemasangan spanduk ataupamflet di setiap desa dan kelurahan akan bahaya kegiatan pertambagan illegal
khususnya di Kecamatan Parangloe”. (Hasil wawancara MS pada tanggal 28Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut terkait penegak hukum dapat
disimpulkan dan dipahami bahwa pihak kepolisian melakukan upaya pencegahan
dengan melakukan sosialisasi/penyuluhan hukum tentang ketentuan pidana yang telah
diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dan memasang spanduk atau pamflet di tiap
kelurahan dan desa terkhususnya di Kecamatan Parangloe.
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator penegak
hukum ini dapat dipahami bahwa dengan adanya peran Pemerintah Daerah dalam
mencegah penambangan pasir liar sudah ada aturan jelas mengenai sanksi bagi
penambang yang terbukti melanggar. Merujuk UU Nomor 4 tahun 2009 dan
Peraturan Pemerintah. Ditekankan pula untuk melakukan reklamasi pasca melakukan
tambang kepada perusahaan. Pihak kepolisian melakukan upaya pencegahan dengan
melakukan sosialisasi/penyuluhan hukum tentang ketentuan pidana yang telah diatur
dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dan memasang spanduk atau pamflet di tiap
kelurahan dan desa terkhususnya di Kecamatan Parangloe.
Tabel 4.8. Data Potensi Tambang Kabupaten Gowa
No.Jenis Tambang
LokasiMineral Logam Mineral NonLogam
1. Emas, Perak Borongsapiri, Bulu Bincanai,Batu rappe, dan Bangkoa
2 Tembaga,Timah, Seng
Borongsapiri, Bulu Bincanai,Batu rappe, dan Bangkoa
3 Batubara Kampung botong, Sapaya, dan
Desa Gantaring4 Belerang (Sulfur) Bulukaca5 Batu Apung Tombolo dan Bulukaca6 Bentonit Danau Mawang7 Zeolit Biringbulu8 Oker Batubilaya dan Patalassang9 Kaolin Sapaya
10 Lempung Palangga, Bajeng danBontonompo
11 Pasir Dataran rendah dan sepanjangSungai Jeneberang
12 Batu Sungai Dataran rendah dan sepanjangSungai Jeneberang
13 Tanah Timbun Samata, Palangga, Patalassang,dan Bontomarannu
Sumber data: Dinas Lingkugan Hidup Kabupaten Gowa Tahun 2019
Berdasarkan data potensi tambang diatas telah membuktikan bahwa Kabupaten
Gowa merupakan daerah yang kaya akan hasil tambang baik mineral jenis logam, non
logam, maupun batuan. Disamping itu pula Kecamatan memiliki karakteristik bahan
tambang yang tergantung dari letak geografis baik yang berada di dataran tinggi
maupun yang berada di dataran rendah suatu Kecamatan yang ada di Kabupaten
Gowa.
C. Upaya Pencegahan Untuk Menahan Aktivitas Penambangan Liar YangTidak Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa penambangan ilegal
merupakan masalah yang sangat besar mengingat pertambangan ilegal dapat merusak
lingkungan hidup dan mengancam kemaslahatan masyarakat sekitar. Penulis
berkesempatan melakukan wawancara dengan Bidang Pengendalian Pencemaran, dan
Kerusakan Lingkungan upaya pencegahan adalah sebagai berikut:
“Melakukan sosialisasi Bersama LSM mengenai bahaya melakukanpertambangan tanpa izin dan melakukan pengawasan pada setiap aktivitaspertambangan dan juga kami memberikan penyuluhan pada masyarakat danpengusaha pertambangan tentang kesadaran lingkungan”. (Hasil wawancara SSpada tanggal 23 Desember 2020)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut dapat disimpulkan bahwa
Dinas Lingkungan Hidup melakukan sosialisasi, pengawasan dang penyuluhan
bersama LSM di Kecamatan Parangloe kepada masyarakat terkait penambang illegal
yang beraktivitas. Selanjutnya hasil wawancara dengan Kepala Seksi Humas Polsek
Parangloe terkait upaya pencegahan adalah sebagai berikut:
“Kami sudah melakukan operasi secara rutin terhadap aktifitas pertambangantanpaizin di setiap Desa dan Kelurahan di Kecamatan Parangloe dan kamimenindak pelaku penambang illegal berupa pidana, penjara dan denda sesuaidengan UU yang berlaku”. (Hasil wawancara MS pada tanggal 28 Desember2020)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa kepolisian
melakukan operasi secara rutin terhadap aktifitas penambang illegal dan menindak
pelaku penambang illegal berupa pidana, penjara dan denda sesuai dengan UU yang
berlaku.
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator dapat dipahami
bahwa dengan adanya peran Pemerintah Daerah dalam mencegah penambangan pasir
liar bahwa dinas lingkungan hidup melakukan sosialisasi, pengawasan dang
penyuluhan bersama LSM di Kecamatan Parangloe kepada masyarakat terkait
penambang illegal yang beraktivitas. kepolisian melakukan operasi secara rutin
terhadap aktifitas penambang illegal dan menindak pelaku penambang illegal berupa
pidana, penjara dan denda sesuai dengan UU yang berlaku.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pencegahan penambangan pasir liar
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perencanaan
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan secara keseluruhan
terkait dengan indikator perencanaan bahwa selalu melakukan kordinasi dengan
pihak- pihak kepolisian maupun masyarakat setempat dan melakukan sosialisasi
tentang perencanaan penambangan pasir liar kepada Kacamatan, Desa, Kelurahan dan
Kepolisian di Kecamatan Parangloe dan menyusun strategi tentang bagaimana kita
mencegah tambang illegal ini, selanjutnya menentukan perumusan rencana tahapan
pelaksanaan, sebelum menentukan perencanaan kami turun langsung kelapangan
untuk melihat kondisi tambang liar.
2. Pemanfaatan
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator
pemanfaatan ini dapat dipahami bahwa dengan adanya peran Pemerintah Daerah
dalam mencegah penambangan pasir liar ialah pemanfaatan dari adanya aktifitas
tambang yaitu dilibatkan nya masyarakat sebagai pekerja untuk meningkatkan
kebutuhan hidup masyarakat. Selanjutnya dari pihak kepolisian menyatakan dengan
jelas sudah ada aturan yang ditetapkan untuk pemanfaatan tambang pasir, hanya saja
pelanggaran yang terjadi dilapangan karena kurangnya pemahaman terhadap aturan
bagi penambang pasir nya.
3. Pengendalian
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator
pengendalian ini dapat dipahami bahwa dengan adanya peran Pemerintah Daerah
dalam mencegah penambangan pasir liar ialah pengendalian terhadap aktivitas
tambang sangat perlu apalagi Pemerintah setempat yang sangat mengetahui kondisi
wilayahnya harus sering berkoordinasi ketika ada yang tidak mengikuti aturan dan
tidak memiliki surat izin penambangan, dan fungsi pengendalian dilaksanakan
apabila ada penambang yang berlebihan dalam pengangkutan pasir, maka diperlukan
pengendalian secara massif oleh aparat kepolisian.
4. Pemeliharaan
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator
pemeliharaan ini dapat dipahami bahwa dengan adanya peran Pemerintah dalam
mencegah tambang pasir liar ialah Seluruh kepala perusahaan yang melakukan
aktifitas tambang pasir di daerah aliran sungai telah di ingatkan soal pemeliharaan
lingkungan di daerah kawasan tambang dalam rangka perbaikan dan pengaturan
untuk kelestariannya. Diperlukan secara berkelanjutan, berskala, dan berencana.
Pihak kepolisian dalam hal pemeliharaan tetap menjalankan sesuai aturan dan intruksi
yang telah diberikan oleh Pemerintah Daerah. Bahwa dalam menjaga kenormalan air
sungai agar tidak berdampak pada pencemaran dan kerusakan telah ditentukan titik-
titik koordinat lokasi yang bukan dijadikan sebagai kawasan perizinan menambang.
5. Pengawasan
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator pengawasan
ini dapat dipahami bahwa dengan adanya peran pemerintah daerah dalam mencegah
penambangan pasir liar pengawasan yang dilakukan dengan rutinitas dengan
kunjungan langsung keperusahaan, terkait dengan wewenang Dinas Lingkungan
Hidup saling berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi agar penambangan pasir liar
dapat di atasi dengan efektif dan efesien dan pengawasan dilakukan secara teratur
dengan menegur ketika ada perusahaan yang menambang secara ilegal dan di
memberikan sanksi ketika tetap menambang tanpa ada surat izin dari pemerintah.
6. Penegak Hukum
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan berkaitan dengan indikator penegak
hukum ini dapat dipahami bahwa dengan adanya peran Pemerintah Daerah dalam
mencegah penambangan pasir liar sudah ada aturan jelas mengenai sanksi bagi
penambang yang terbukti melanggar. Merujuk UU Nomor 4 tahun 2009 dan
Peraturan Pemerintah. Ditekankan pula untuk melakukan reklamasi pasca melakukan
tambang kepada perusahaan. Pihak kepolisian melakukan upaya pencegahan dengan
melakukan sosialisasi/penyuluhan hukum tentang ketentuan pidana yang telah diatur
dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dan memasang spanduk atau pamflet di tiap
kelurahan dan desa terkhususnya di Kecamatan Parangloe.
B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan saran-
saran terkait pencegahan penambangan pasir liar di Sungai Jeneberang Kecamatan
Parangloe sebagai berikut:
1. Bagi pihak pemerintah Kabupaten Gowa hendaknya lebih tegas dalam
menerapkan juga melaksanakan kebijakan tentang pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam serta dengan cepat dan tanggap dapat menindak
lanjuti berbagai permasalahan lingkungan secara fisik maupun sosial yang
timbul akibat aktivitas penambangan pasir di wilayah Kecamatan Parangloe.
2. Bagi perusahaan pertambangan pasir yang ada di Kecamatan Parangloe
hendaknya dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam terutama
bahan tambang pasir secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Selain itu
mematuhi setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku juga
melaksanakan kegiatan reklamasi dengan teratur. Sehingga dapat mengurangi
permasalahan lingkungan fisik maupun sosial yang timbul.
3. Bagi pihak dinas dan aparat kepolisian yang terkait yaitu Dinas Lingkungan
Hidup dan Polsek Parangloe agar lebih meningkatkan kinerjanya dalam hal
pengawasan pelaksanaan kegiatan penambangan pasir di wilayah Kecamatan
Parangloe.
4. Bagi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran
akan pentingnya eksploitasi sumber daya alam yang turut memperhatikan
kelestarian lingkungan agar dapat meminimalisir dampak negatif dari ekploitasi
sumber daya alam tersebut. Selain itu, bagi masyarakat yang melakukan
penambangan pasir secara manual hendaknya mengikuti prosedur dan peraturan
yang berlaku dengan tidak menambang pasir secara liar dan tidak bertanggung
jawab.
Bagi aparat penegak hukum agar lebih memassifkan koordinasi dan sosialisasi
tentang penyuluhan hukum.
69
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, S., & Sumantri, I. (2016). Administrasi Pembangunan: Teori danPraktek.
Bintoro Tjokroamidjojo. 1984. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta:LP3ES.
Herman. (2006). Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Dan Kemungkinan Alih StatusMenjadi Pertambangan Skala Rakyat. Bandung. Jurnal PSDG- BadanGeologi.
H.S. Phillips. 1986. Development Administration and the Alliance of Progress.International Review of the Administrative Science, Vol. XXIX, 1968.
Karim.dkk. (2012). Status Lingkungan Hidup Ekoregion Maminasata. Makassar.PPE Sulawesi dan Maluku.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi,Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga
Kristiadi, J. B. 1994. Administrasi Manajemen Pembangunan. LAN, Jakarta
Mustopadidjaja.AR & Bintoro, T. (1999) Administrasi Negara, Demokrasi DanMasyarakat Madani. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Kristiadi, JB, 1994. Revitalisasi Birokrasi dalam Meningkatkan Pelayanan Prima,Bisnis dan Birokrasi, Jurnal ilmu administrasi dan organisasi, nomor3/volume II/ September 1994, universitas Indonesia.
Kristiadi, J. B, 1998, Administrasi dan Manajemen Pembangunan, LAN, Jakarta.
Mahmudi, 2015 “Peran Pemerintah Desa Terhadap Pos PemberdayaanKeluarga Di Desa Brosot Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo.
Mahsyar, Abdul. "Public Private Partnership: Kolaborasi Pemerintah dan SwastaDalam Pengelolaan Aset Publik di Kota Makassar." Jurnal AdministrasiPublik 12.1 (2015).
Moestopadidjaja. 1997. Transformasi Manajemen Menghadapi GlobalisasiEkonomi. Birokrasi dan Globalisasi dalam Jurnal AdministrasiPembangunan. Vol. 1, No.1. 28-46.
Pitana dan Gayatri, 2005. Administrasi Pembangunan, Pustaka Setia Bandung.
Resky Akbar Prasojo, 2019. Peran Pemerintah Masyarakat Dalam PembangunanDesa
70
Tjokroamidjojo, Bintoro dan Mustopadidjaja (ed), 1993. Kebijaksanaan danAdministrasi Pembangunan. Lp3es, Jakarta.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1988. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan;Perkembangan Teori dan Penerapan, lp3es, Jakarta.
Siagian, Sondang P, 1982. Patologi Birokrasi, Bumi Aksara, Jakarta.
Siagian, SP, 1994, Patologi Birokrasi: Analisis, Identifikasi dan Terapinya, GhaliaIndonesia, Jakarta.
Siagian, Sondang P, 2000. Administrasi pembangunan, Pustaka Setia Bandung.
Siagian, Sondang P, 2007. Teori Pengembangan Organisasi, Bumi Aksara,Jakarta.
Siagian, Sondang P., 2003. Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi danStrateginya, Bumi Aksara, Jakarta.
Siregar Harrison Papande, 2015, Peran Pemerintah Desa Dalam PemberdayaanMasyarakat Desa Pada Sector Industry Kecil Dan Rumah Tangga DesaTegalwaru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Paul Meadows. 1987. Motivation for Change and Development Administration.Prentice-Hall Englewood Cliffs.
71
72
73
74
75
76
77
RIWAYAT HIDUP
Muh. Lukman Ijas, Lahir pada tanggal 02 Mei 1997.
Anak kedua dari dua bersaudara dan merupakan buah
kasih dari pasangan Ir. Addy Amiluddin dan A. Indah
Herlina, S.E.
Penulis menempuh Pendidikan Taman Kanak-Kanak di
TK Minasa upa dan tamat pada tahun 2003. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan Pendidikan tingkat sekolah dasar di SD Kartika
Wirabuana I dan tamat pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan Pendidikan tingkat sekolah menengah pertama di SMP Negeri 3
Makassar dan tamat pada tahun 2012. Kemudian melanjutkan Pendidikan tingkat
sekolah menengah atas di SMA Negeri 11 Makassar dan tamat pada tahun 2015.
Berkat usaha dan kerja keras yang disertai doa pada tahun 2021 penulis berhasil
lulus di jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar Program Strata Satu (S1). Penulis sangat
bersyukur diberi kesempatan oleh Allah SWT bisa menimba ilmu yang
merupakan bekal dimasa depan. Saat ini penulis berharap dapat mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh dengan baik dan membahagiakan kedua Orang tua serta
berusaha menjadi manusia yang berguna bagi Agama, Keluarga, Masyarakat,
Bangsa dan Negara.