skenario 3 tutorial d

58
RESUME TUTORIAL D BLOK 4 SKENARIO 3 NYERI Amalia Rizqia Afdalina 102010101036 Laksita Paramastuti 132010101002 Finty Arfian 132010101004 Sarah Marsa Tamimi 132010101012 Ni Nyoman Yuniasih 132010101024 Azmi Falah 132010101027 Ronni Handoyo 132010101029 Cicik Tri Juliani 132010101034 Emma Enggar Safitri 132010101047 Linda Sekar Arum 132010101061 Mudzakir Taufiqur R 132010101077 Boby Gunawan 132010101078 Faizah Giftari Fitriana 132010101089 Fauqi Amalia 132010101090 Desi Suryani Dewi 1320101010102

Upload: rizky-putra-ismeldi

Post on 04-Dec-2015

250 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

saraf pusat

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 3 Tutorial d

RESUME TUTORIAL D

BLOK 4

SKENARIO 3

NYERI

Amalia Rizqia Afdalina 102010101036

Laksita Paramastuti 132010101002

Finty Arfian 132010101004

Sarah Marsa Tamimi 132010101012

Ni Nyoman Yuniasih 132010101024

Azmi Falah 132010101027

Ronni Handoyo 132010101029

Cicik Tri Juliani 132010101034

Emma Enggar Safitri 132010101047

Linda Sekar Arum 132010101061

Mudzakir Taufiqur R 132010101077

Boby Gunawan 132010101078

Faizah Giftari Fitriana 132010101089

Fauqi Amalia 132010101090

Desi Suryani Dewi 1320101010102

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Skenario 3 Tutorial d

SKENARIO 3 : Nyeri

Sukma, 15 tahun, seorang siswi SMK jurusan tata busana,tiba-tiba

berteriak diruang prktik sekolah : “Aduuh...” saat jarinya tertusuk jarum

sewaktu praktik menjahit di sekolahnya. Tidak berhenti disitu saja, setelah

melihat darah yang keluar dari ujung jari telunjuknya, Sukma sontak

menangis histeris, tak sengaja tangannya terjepit meja ruang praktik dan

terlihat memar. Bu Ina, sang guru ketrampilan segera membawa Sukma ke

ruang UKS, dia memberi bebat pada ujung jari muridnya itu dan memberi

obat pereda nyeri untuk segera diminumkan.

Page 3: Skenario 3 Tutorial d

Klarifikasi Istilah

- Memar : pendarahan dalam jaringan yang tidak mengganggu

kontinuitas akibat trauma (KIK FKUI)

- Bebat : salah satu terapi non farmako yang diakibatkan oleh adanya

nyeri baik dari tusukan biasanya digunakan untuk menutupi luka

supaya darah bisa berhenti. Dilakukan dengan menutup bagian tubuh

yang cedara dengan bahan tertentu & tujuan tertentu

Page 4: Skenario 3 Tutorial d

Analisis Masalah

1. Sistem saraf tepi

a. Anatomi

b. Histologi

c. Fisiologi

2. Klarifikasi dan faktor yang menyebabkan nyeri

3. Fisiologi nyeri

4. Inflamasi akut dan kronik

5. Farmakologi Dasar NSAID

Page 5: Skenario 3 Tutorial d

1. Sistem saraf tepi

a. Anatomi

Kedua belas pasang saraf cranial meninggalkan otak dan kelua

melalui foramina pada cranium. Semua saraf ini didistribusikan ke

kepla dan leher, kecuali yang kesepuluh, yang mempersarafi juga

struktur-struktur di dalam thorax an abdomen. Saraf saraf cranial

diberi nama sebagai berikut :

I. N. olfactorius

II. N. opticus

III. N . okulomotorius

IV. N . trochlearis

V. N. trigeminus

VI. N. abducens

VII. N. facialis

Page 6: Skenario 3 Tutorial d

VIII. N. vestibulecochlearis

IX. N.glossopharyngeus

X. N. vagus

XI. N. accessories

XII. N. hypoglossus

N. olfactorius, N. opticus, dan N. vestibulecochlearis bersifat

sensoris murni, sedangkan N . okulomotorius, N . trochlearis, N.

abducens, N. accessories, dan N. hypoglossus bersifat motorik murni,

dan saraf cranial lainnya bersifat campuran.

No

.

Saraf

Kranial

Asal / Nervi Jalan ke basis

cranii

Daerah

persarafan

1. N.

olfactorius

(I)

Sel-sel penghidu di

region olfactoria

Pars cribiformis

os ethmoidali

Mukosa di bagian

paling atas dari

cavum nasi,

concha nasalis

superior dan

bagian paling

cranial septum

nasi

2. N. opticus

(II)

Ganglion opticus di

retina

Canalis opticus Retina

3. N.

oculomotor

ius (III)

Nucleus nervi

oculomotorii

(dua nucleus

utama dan satu

tambahan )

(ESU)

Nucleus

accessories

Fissura orbitalis

superior (bagian

medial, di

Anulus

tendineus)

Motorik :

M. levator

palpebrae

superior, Mm.

recti superior,

medialis, dan

inferior,

M. obliquus

Page 7: Skenario 3 Tutorial d

oculomotorii

(EVU) = ganglion

ciliare

inferior

Parasimpatik :

M. ciliaris,

M. sphincter

papillae (via

Ganglion

ciliare)

4. N.

trochlearis

(IV)

Nuclei nervi

trochlearis (ESU)

Fissura orbitalis

superior (bagian

lateral)

Motorik : M.

obliquus superior

5. N.

trigeminus

(V)

N.

ophtalmi

cus (V/1)

N.

maxilaris

(V/2)

N.

mandibul

aris

(V/3)

Nucleus

mesencephalicus

nervi trigemini

(ASU dan AVU)

Nucleus spinalis

nervi trigemini

(ASU dan AVU)

Nucleus

motorius nervi

trigemini (EVS)

N.

ophtalmicus

: fissure

orbitalis

superior

N.

maxilaris :

foramen

rotundum

N.

mandibulari

s : foramen

ovale

N.

ophtalmicus :

daerah kulit

muka di atas

mata

N. maxilaris :

daerah kulit di

bawah mata

sampai di atas

bibir

N.

mandibularis

: daerah wajah

di bawah bibir,

mulut, dan gigi

bawah

6. N.

abducens

(VI)

Nucleus nervi

abducentis (ESU)

Fissura orbitalis

superior (bagian

medial, di

Anulus

tendineus)

Motorik : M.

rectus lateralis

7. N. facialis Nucleus nervi Meatus Motorik : otot

Page 8: Skenario 3 Tutorial d

(VII) facialis (EVS)

Nucleus

salivatorius

superior (EVU)

Nucleus

solitaries (AVS)

acusticus

internus

ekspresi wajah

Sensorik : 2/3

anterior lidah

Parasimpatik :

glandula

lacrimalis,

glandula

nasales,

glandula

palatinae,

glandula

submandibular

is, glandula

sublingualis

8. N.

vestibuloco

chlearis

(VIII)

Nuclei cochleares

anterior dan

posterior (ASS)

Nuclei

vestibulares

medialis,

lateralis,

superior, dan

inferior (ASS)

Meatus

acusticus

internus

Sensorik :

- N. cochlearis :

organ

pendengaran

(organ corti)

- N. vestibularis :

organ

keseimbangan

9. N.

glossophar

yngeus (IX)

Nucleus

ambiguus (EVS)

Nucleus spinalis

nervi trigemini

(AVU)

Nucleus

solitarius (AVS)

Nucleus

salivatorius

Foramen

jugularis

Motorik : otot

faring (bagian

cranial), M.

levator veli

palatini,

M.

palatoglosus,

M.

palatopharyng

Page 9: Skenario 3 Tutorial d

inferior (EVU) eus, M.

stylopharynge

us

Sensibel :

mukosa faring,

tonsilla

palatine, 1/3

posterior lidah,

plexus

tympanicus,

membrane

tympani, sinus

caroticus

Sensorik : 1/3

posterior lidah

Parasimpatik :

glandula

parotidea,

glandulae

linguales

10. N. vagus (X) Nucleus

ambiguus (EVS)

Nucleus spinalis

nervi vagi (AVU)

Nucleus

solitarius (AVS)

Nucleus dorsalis

nervi vagi (EVU)

Foramen

jugularis

Motorik : otot

faring (bagian

kaudal), M.

levator veli

palatine, M.

uvulae, otot

laring

Sensibel : Dura

mater fossa

cranii

posterior,

bagian dalam

Page 10: Skenario 3 Tutorial d

Meatus

acusticus

internus

Sensorik : akar

lidah

Parasimpatik :

organ di leher,

thorax, dan

abdomen

11. N.

accessories

(XI)

Nucleus

ambiguus (EVS)

Nucleus nervi

accessorii (EVS)

Foramen

jugularis

Motor : M.

sternocleidomast

oideus, M.

trapezius

12. N.

hypoglossu

s (XII)

Nucleus nervi

hypoglossi

Canalis

hypoglossus

Motorik : otot

dalam lidah, M.

styloglossus, M.

hyoglossus,

M. genioglossus

a) Otonom

Otonom (involunter) mengendalikan seluruh respons involunter pada

otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf

melalui dua jalur :

a. SARAF SIMPATIS

Terdapat pada spinal chord pada daerah thorakal dan lumbal

Keluar dari torakal dan lumbal menuju ganglion kolateral simpatis

mempunyai serabut praganglion yang pendek, sedangkan serabut

postganglion memiliki bentuk yang panjang

Serabut preganglio terletak pada kornus intermediolateral medula

spinalis. Serabut-serabutnya berjalan melewati radiks anterior

medula menuju saraf terkait.

Page 11: Skenario 3 Tutorial d

Serabut postganglion berasal dari salah satu ganglia rantai simpatis

atau salah satu ganglia perifer yang berjalan menuju organ tujuan.

Ss.simpatis mengontrol organ-organ viseral secara involunter

Ss,simpatis meningkatkan respons-respons yang mempersiapkan

tubuh unuk melakukan aktivitas yang berat dalam menghadapi situasi

stres atau darurat.

Pembagian segmen serabut saraf simpatis yaitu

o Serabut medula spinalis pada segmen T-1 melewati rantai

simpatis naik untuk berakhir di daerah kepala.

o Serabut medula spinalis pada segmen T-2 berakhir di daerah

leher.

o Serabut medula spinalis pada segmen dari T-3, T-4, T-5, T-6

berakhir di daerah thoraks.

o Serabut medula spinalis pada segmen T-7, T-8, T-9, T-10, T-11

ke arah abdomen.

o Serabut medula spinalis pada segmen L-1 dan L-2 ke daerah

tungkai.

a. SARAF PARASIMPATIS

Keluaran cranial divisi parasimpatik mempersarafi struktur visera di

kepala melalui nervus okulomotorius, fasialis dan glosofaringeus ,serta

struktur dalam toraks dan abdomen bagian atas melalui saraf vagus.

Keluaran sacral mempersarafi organ panggul melalui cabang pelvis saraf

spinal S2 dan S4. Serabut praganglion kedua keluaran tersebut berakhir di

neuron pascaganglion pendek yang terletak pada atau dekat struktur organ

tersebut.

Secara garis besar saraf parasimpatis dapat diuraikan sebagai berikut:

Serabut-serabut parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat

melalui saraf cranial III, VII, IX, dan X.

Serabut saraf lainnya meninggalkan dari bagian paling bawah medula

spinalis melalui saraf sakral 2 dan 3, kadang 1 dan 4.

Page 12: Skenario 3 Tutorial d

75% serabut saraf parasimpatis terdapat pada nervus vagus yang

menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke jantung, paru-

paru, esofagus, lambung, seluruh usus halus, setengah bagian

proksimal kolon, hati, kandung empedu, pankreas, ginjal dan bagian

atas ureter.

Saraf cranial III menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke

sfingter pupil dan otot siliaris mata.

Saraf cranial VII menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke

kelenjar lakrimalis, nasalis dan submandibularis.

Saraf cranial IX menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke

kelenjar paroti

Mendominasi dalam situasi yang tenang, rileks; mendorong aktifitas

“rumah tangganya” sendiri.

Dalam system saraf parasimpatis dan simpatis, semua

neuronpreganglion bersifat kolinergik (menghasilkan Asetilkolin).

Semua atau hampir semua neuron postganglion dari system

parasimpatis bersifat kolinergik. Sebaliknya, sebagian besar neuron

postganglion simpatis bersifat adregenik. Jadi, semua ujung terminal

saraf parasimpatis menyekresi asetikolin, sedangkan sebagian besar

ujung saraf simpatis menyekresi norepinefrin. Oleh karena itu

asetilkolin disebut transmitter parasimpatis dan norepinefrin disebut

transmitter simpatis.

Pleksus merupakan jaring jarring syaraf yang keluar dari rami

ventral syaraf spinalis.

Terdiri dari 5 pleksus yaitu pleksus cervicalis C 1-4 yang terdiri

dari : Auricularis magnus, oksipitalis minor, tranversus colli, dan

supraclavicularis yang mempersarafi kulit kepala, leher dan thorax.

Page 13: Skenario 3 Tutorial d

o Pleksus brakialis C5-TH 1 yang terdiri dari : Nervous

medianus, ularis dan radialis yang mempersyarafi

lengan atas, otot leher dan bahu.

o Pleksus lumbalis L 1-4 yang terdiri dari : Nervous

ilioinguinalis, femoralis dan genitor femoralis yang

mempersyarafi daerah pelvis, paha dan tungkai bawah.

o Pleksus Sakalis S 1-3 yang mempersyarafi ekstremitas

bawah dan yang terakhir pleksus Koksis S 5 yang

mempersyarafi daerah koksis.

b. Histologi

Sistem saraf tepi meliputi semua jaringan saraf di luar sistem saraf

pusat yang berfungsi antara lain yaitu menerima rangsang, menghantarkan

informasi sensorik, dan membawa perintah motorik ke jaringan dan sistem

perifer. Setiap berkas sarafnya berhubungan dengan pembuluh darah dan

jaringan ikat.

Berdasar fungsinya, saraf tepi dibagi menjadi dua yaitu saraf aferen

(neuron somatik), saraf eferen (neuron motorik) dan interneuron. Saraf

aferen berfungsi menghantarkan informasi sensorik dari reseptor (somatik

dan viseral) di jaringan atau organ perifer menuju ke sistem saraf pusat.

Sedangkan saraf eferen berfungsi membawa perintah motorik ke otot

atau kalenjar. Sistem saraf motorik dibagi menjadi sistem saraf motorik

somatik dan sistem saraf motorik otonom (sistem saraf motorik viseral).

Sistem saraf motorik somatik berfungsi mengontrol kontraksi otot secara

sadar (volunter) dan involunter yang dapat berupa respons sederhana dan

otomatis atau dapat juga berupa gerakan kompleks luar kesadaran yang

biasa disebut juga dengan gerak refleks. Sedangkan sistem saraf motorik

otonom (viseral) berfungsi mengontrol kontraksi otomatis otot polos, otot

jantung dan sekresi kalenjar tanpa disadari. Saraf motorik ini terdiri dari

saraf simpatis dan parasimpatis yang bekerja secara antagonis. Saraf

Page 14: Skenario 3 Tutorial d

interneuron berfungsi menganalisis dan mengkoordinasi keluaran motorik

yang berada di antara neuron sensorik dan motorik.

Unit fungsional dasar dari sistem saraf disebut neuron. Neuran terdiri

dari 3 bagian yaitu badan sel (soma/perikaryon), dendrit dan axon. Soma

adalah sitoplasma yang mengelilingi inti sel (nukleus) dari sel saraf,

didalamnya terdapat sitoskeleton (neurofilamen, neurotubulus, neurofibril)

dan organel-organel sel (mitokondria, ribosom, retikulum endoplasma).

Kumpulan soma (kelompok soma) yang berada di sistem saraf tepi disebut

ganglion. Soma memiliki juluran-juluran sitoplasma yang kemudian akan

menjadi dendrit dan axon. Dendrit adalah bagian penerima input neuron

yang berukuran pendek dan bercabang-cabang. Axon adalah bagian yang

menyampaikan impuls menggunakan potensial aksi ke neuron lain, otot dan

kalenjar. Axon berukuran panjang dan silinder tipis. Sitoplasma axon berisi

neurofibril, neurotubulus, vesikel, lisosom, mitokondria dan beberapa enzim.

Percabangan axon disebut axon kolateral. Selain itu terdapat suatu tempat

bertemunya satu neuron dengan neuron lain yang disebut sinaps. Sinaps

antara neuron dan otot disebut neuromuscular junction sedangkan sinaps

antara neuron dan kelenjar disebut neuroglandular junction.

Page 15: Skenario 3 Tutorial d

Jenis neuron berdasarkan strukrur pada sistem saraf tepi ada tiga

jenis yaitu:

1. Unipolar (pseudounipolar) : dendrit dan axon bersambungan

sedangkan soma berada di satu sisi.

2. Bipolar : pada soma terdapat dua juluran (prosesus) yaitu 1

dendrit dan 1 axon. Sedangkan soma berada di antara keduanya.

3. Multipolar : pada soma terdapat banyak prosesus yang terdiri dari

banyak dendrit dan 1 axon.

Page 16: Skenario 3 Tutorial d

Selain neuron juga terdapat neuroglia yang berfungsi member support

dan merawat neuron. Pada sistem saraf tepi terdapat dua jenis neuroglia

yaitu sel Schwann (neurolemmosit) dan sel satelit. Sel Schwann

(neurolemmosit) menutupi semua akson perifer baik yang bermielin maupun

yang tidak (hanya saraf motorik otonom saja yang tidak bermielin). Sel satelit

berfungsi mensupport badan sel dan berada di sekeliling badan sel.

- GANGLION SPINAL

Sel body neuronnya (sel saraf) disebut sel ganglion:

Inti: Open Face Type (OFT)

Sitoplasma: Nissl bodies

Khusus untuk ganglion spinal:

Inti kebanyakan di tengah

Sel satelit banyak

Sediaan: ganglion spinal atau medulla spinalis

Sel-sel ganglion spinal bentuknya bulat karena merupakan sel body neuron

yang pseudo-unipoler.

Page 17: Skenario 3 Tutorial d

- GANGLION OTONOM

Sel-sel ganglion ini bisa bulat tetapi bisa juga bersegi banyak.

Sel body neuron multipoler

Intinya kebanyakan eksentris

Sel-sel satelit hanya sedikit

Terdapat sebagian ganglion intra-mural (di dalam organ-organ tubuh

yang bersangkutan)

Paling mudah ditemukan di dalam dinding usus sebagai pleksus mienterikus

Auerbach (di antara 2 lapisan otot polos) dan plexus sub-mukous Meissner.

Page 18: Skenario 3 Tutorial d

a. Jaringan Ikat Pembungkus

Jaringan ikat pembungkus saraf ada 3 yaitu, endoneurium,

perineurium, epineurium.

1. Endoneurium

Endoneurium merupakan lapisan terdalam yang mengelilingi satu

akson. Lapisan ini tersusun atas lapisan jaringan ikat longgar,

sedikit fibroblast dan serat kolagen. Di daerah distal akson,

endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya menyisakan sedikit

serat retikuler yang menyertai basal lamina sel Schwann.

Endoneurium berhubungan erat dengan neurolema, walaupun ia

dipisahkan oleh lamina basal yang mengelilingi sel neurolema.

2. Perineurium

Perineurium merupakan selaput pembungkus satu fasikulus

yang tersusun atas jaringan ikat padat kolagen yang tersusun

secara konsentris, serta sel-sel fibroblast. Di bagian dalam

perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang

direkatkan melalui zonula okludens; serta dikelilingi oleh

Page 19: Skenario 3 Tutorial d

lamina basal yang menjadikan suatu barrier (sawar) materi

bagi fasikulus.

Di dalam epineurium serat-serat saraf tergabung membentuk

fasikulus.

Bila ditelusuri ke sentral, perineurium merupakan lanjutan

membrane araknoid-pia dari susunan saraf pusat.

Fungsi dari perineurium itu sendiri sebagai sawar terhadap

keluar masuknya materi dari fasikulus saraf.

3. Epineurium

Menyelimuti beberapa fasikulus yang bersatu membentuk

saraf

Tersusun dari fibrolas dan serat kolagen yang terutama

tersusun secara longitudinal dan sedikit serat elastis

Berisi pembuluh darah utama (besar) untuk saraf

Ketebalan epineurium bervariasi, paling tebal di daerah dura

yang dekat dengan SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-

saraf ke arah distal.

c. Fisiologi

Refleks

Gerak refleks adalah suatu gerakan spontan yang berlangsung secara

otomatis sebagai tanggapan terhadap suatu rangsangan

Karakteristik refleks

o Dapat diramalkan, artinya jika satu kali terjadi respons dari satu

organ terhadap rangsang spesifik, kita bisa meramalkan bahwa

jika diberi rangsang spesifik yang sama, responnya akan sama

pula.

o Mempunyai tujuan tertentu

o Pada refleks terdapat reseptor tertentu dan respons terhadap

rangsang terjadi pada efektor tertentu.

Page 20: Skenario 3 Tutorial d

o Refleks memerlukan waktu antara stimulus dan mulainya terjadi

respons pada efektor.

o Umumnya spontan

o Mempunyai fungsi sebagai pelindung dan pengatur dan sangat

penting dalam tingkah laku hewan.

o Respons yang terus menerus menyebabkan terjadinya kelelahan.

Mekanisme gerak refleks

Impuls ganglion radix posterior cornu posterior medulla

spinalis interneuron cornu anteriorsel saraf motorik organ

motorik

Refleks adalah respons otomatis terhadap stimulus tertentu yang

menjalar pada rute yang disebut lengkung refleks. Kerja dari refleks

sebagian besar adalah proses tubuh yang involunter (misalnya,

denyut jantung, pernapasan, aktivitas pencernaan, dan pengaturan

suhu) dan respon otomatis (misalnya sentakan akibat suatu stimulus

nyeri atau sentakan pada lutut).

Semua lengkung (jalur) refleks terdiri atas komponen:

1. Reseptor adalah ujung distal dendrite, yang menerima stimulus

Fungsi utamanya adalah mentransduksikan energi lingkungan dan

mengubahnya  menjadi aksi potensial pada saraf sensori.

Sebagai contoh adalah reseptor dari  retina mentransduksikan

cahaya, pada kulit akan mentransduksikan panas, dingin, tekanan,

dan stimulus cutaneous lainnya.

2. Jalur aferen melintas di sepanjang ssebuah neuron sensorik sampai

ke otak atau medulla spinalis. Saraf ini membawa aksi potensial dari

reseptor ke CNS. Saraf ini memasuki medula spinalis dari akar dorsal.

Page 21: Skenario 3 Tutorial d

3. Bagian pusat adalah sisi sinaps yang berlangsung dalam substansi

abu-abu. Impuls dapat di transmisi dan diulang rutenya, atau

dihambat pada bagian ini. Pada gerak refleks, biasanya ada lebih dari

satu sinapsis. Walaupun ada sedikit monosinapsis seperti yang

datang dari gelendongan otot.

4. Jalur eferen melintas di sepanjang akson neuron motorik sampai ke

efektor, yang akan merespon impuls eferen sehingga menghasilkan

aksi yang khas. Saraf  ini membawa aksi potensial dari CNS ke target

(efektor) organ. Saraf motorik meninggalkan spinal cord melewati

akar ventral.

5. Efektor dapat berupa otot rangka, otot jantung, otot polos atau

kelenjar yang merespons. Biasanya organ yang memberikan gerak

refleks adalah otot atau iris mata

Jenis refleks

Refleks paling simpel adalah lengkung reflex ipsilateral monosinaptik

atau dua neuron, disebut juga refleks peregangan.

Page 22: Skenario 3 Tutorial d

Ipsilateral artinya kedua neuron berterminasi di sisi yang sama pada

tubuh.

Monosinaptik artinya hanya ada 1 sinaps yang terjadi antara neuron

sensorik dan neuron motorik.

Reflex patellar atau knee-jerk merupakan salah satu contoh reflex

peregangan yang dipakai dalam pemeriksaan neurologis.

Refleks polisinaptik atau reflex multisinaptik

Refleks polisinaptik paling sedikit ada tiga neuron, dua sinaps dengan

satu interneuron

Refleks sentakan / reflex fleksor

Terjadi akibat stimulus nyeri, bersifat melindungi dan berlangsung

dalam tubuh sama banyaknya dengan refleks peregangan.

Refleks ekstensor bersilangan

Page 23: Skenario 3 Tutorial d

Berkaitan erat dengan refleks fleksor, merupakan ekstensi lengan

secarakontralateral yang terjadi akibat fleksi lengan pada sisi

ipsilateral.

Jenis sambungan dan kompleksitas membedakan dua bentuk

sirkuit refleks: refleks monosinaptik dan polisinaptik. Pusat-pusat

supraspinal bisa memodifikasi refleks-refleks polisinaptik. Sisi kiri

gambar: sirkuit reflek milik refleks monosinaptik, bineoural,

propioseptif (refleks regang khas seperti refleks sentakan lutut

[(patellar)], dll., secara bersama-sama dinamakan refleks tendon

dalam atau miotaktik). Sisi kanan gambar: sirkuit refleks kompleks

milik refleks polineuronal (refleks withdrawal atau fleksor khas

dicetuskan oleh reseptor-reseptor kulit dan mencakup refleks

abdomen, cremaster, refleks telapak kaki, dll.)

Jenis Refleks

Gambar 1. Contoh Refleks

Page 24: Skenario 3 Tutorial d

Refleks dapat dikelompokkan dalam berbagai tujuan reflek

berdasarkan hal-hal berikut:

1.      Berdasarkan pada letak reseptor, yaitu terdiri atas:

o Refleks ekstroseptive : timbul karena rangsangan pada

tempat reseptor permukaan tubuh

o Refleks interoreseptive (viseroreseptive) : timbul

karena rangsangan pada alat dalam atau pembuluh

darah misalnya dinding kandung kemih dan lambung.

o Refleks proreseptive : timbul karena rangsangan pada

reseptor otot rangka, tendon, dan sendi untuk

keseimbangan sikap.

2.      Berdasarkan pada bagian saraf pusat, yaitu:

o Refleks spinal : melibatkan neuron di medulla spinalis

o Refleks bulbar : melibatkan neuron di medulla

oblongata

o Refleks kortikal : melibatkan neuron korteks serebri

3.      Berdasarkan dari jenis atau ciri jawaban, yaitu:

o Refleks motorik : efektornya berupa otot dengan

jawaban berupa reaksi/kontraksi otot.

o Refleks sekretorik : efektornya berupa kelenjar dengan

berupa jawaban berupa peningkatan/penurunan

sekresi kelenjar.

o Refleks vasomotor : efektornya berupa pembuluh darah

dengan jawaban berupa vasodilatasi/vasokonstruksi.

4.      Dilihat dari timbulnya refleks, yaitu :

o Refleks tak bersarat : refleks yang dibawa sejak lahir,

bersifat mantap, tidak pernah berubah dan dapat

ditimbulkan bila ada rangsangan yang cocok misalnya

menghisap jari pada bayi

Page 25: Skenario 3 Tutorial d

o Refleks bersarat : didapat selama pertumbuhan

berdasarkan pengalaman hidup, memerlukan proses

dan bersifat individual.

5.      Berdasarkan jumlah neuron yang terlibat, yaitu :

o Refleks monosinaps : melalui satu sinaps dan dua

neuron (satu neuron aferen dan satu neuron eferen)

yang langsung berhubungan pada saraf pusat,

contohnya refleks regang.

o Refleks polisinaps : memalui beberapa sinaps, terdapat

beberapa interneuron yang menghubungkan neuron

aferen dengan neuron eferen. Semua refleks lebih dari

satu sinaps kecuali refleks regang (muscle stretch

reflex)

6. Refleks-refleks yang penting bagi neurologi klinis

o refleks superfisial (kulit dan lendir),

o refleks tendon dalam (miotatik),

o refleks viseral (organik),

o refleks patologik (abnormal)

7. Berdasarkan CNS

o Refleks segmental adalah refleks yang hanya melewati

sebagian kecil dari CNS. Contohnya adalah refleks

peregangan otot dan refleks cahaya pada pupil karena hanya

menggunakan segmen kecil dari medulla spinalis atau

brainstem.

o Refleks intersegmental. Refleks ini menggunakan multiple

segmen dari CNS. Contohnya adalah respons propriosepsi

karena aksi potensial saraf sensori jauh memasuki spinal

cord dan belum akan berjalan kembali ke cerebral cortex

sebelum responsi motorik dihasilkan. Respon motorik

kembali melalui rute intersegmental yang sama.

Page 26: Skenario 3 Tutorial d

2. Klarifikasi dan faktor yang menyebabkan nyeri

♣ Jenis Nyeri dan ciri-cirinya

Terdapat dua jenis nyeri yaitu nyeri cepat dan nyeri lambat.

Perbedaan dari keduanya adalah kecepatan hantaran impulsnya yang

sangat ada kaitannya dengan neuron penghantarnya. Pada nyeri

cepat, disalurkan ke medulla spinalis oleh serat A- (A-delta) danδ

dirasakan hanya dalam waktu 0,1 detik. Sedangkan pada nyeri lambat

disalurkan oleh serat aferen C dan dirasakan dalam waktu 1 detik.

Perbedaan kecepatan hantaran ini disebabkan oleh perbedaan

histologi dari serat A- dengan serat C. Pada serat A- , neuronnyaδ δ

bergaris tengah kecil (diameter kecil) dan sedikit mielin. Sedangkan

pada serat C, neuronnya tidak bermielin dan diameter lebih kecil dari

serat A- . Ada dan tidaknya mielin inilah yang menyebabkan adanyaδ

perbedaan kecepatan antara keduanya. Neuron yang memiliki mielin

memiliki kecepatan menghantar impuls lebih cepat daripada neuron

yang tidak memiliki mielin. Selain itu pengaruh diameter pada axon

juga mempengaruhi kecepatan hantaran impuls. Semakin besar

diameternya maka akan semakin cepat hantaran impulsnya.

Nyeri cepat dan lambat

Traktus neospinotalamikus untuk rasa nyeri cepat

Serabut rasa nyeri cepat type Aα terutama dilalui oleh rasa nyeri

mekanik dan nyeri suhu akut. Serabut ini berakhir pada lamina I

(lamina marginalis) pada kornu dorsalis dan di sini merangsang

neuron pengantar kedua dari traktus neospinotalamikus. Neuron ini

akan mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang terletak di dekat

sisi lain medula spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya

berbelok naik ke otak dalam kolumna anterolateralis. Selain itu

kecepatan dalam rangsangan ini dipengaruhi oleh neurotransmiter

yang digunakan yaitu glutamat, serta adanya selaput bermielin

Page 27: Skenario 3 Tutorial d

sepanjang saraf perifer Aα yang membuat rangsangan ini sangat

cepat.

Traktus Paleospinotalamikus Untuk Menjalankan Nyeri Lambat-

Kronik

Jaras Paleospinotalamikus adalah sistem yang jauh lebih tua, dan

menjalarkan rasa nyeri terutama dari serabut nyeri type C lambat-

kronik perifer, walaupun jaras ini menjalarkan beberapa sinyal dari

serabut tipe Aα juga. Dalam jaras ini, serabut-serabut perifer berakhir

di dalam medual spinalis hampir seluruhnya di lamina II dan III kornu

dorsalis, yang bersama-sama disebut Substansia Gelatinosa seperti

yang digambarkan oleh serabut radiks dorsalis tipe C paling lateral.

Sebagian besar sinyal kemudian melewai satu atau lebih neuron

serabut pendek tambahan di dalam kornu dorsalisnya sebelum

terutama memasuki lamina V, juga di kornu dorsalis. Di sini neuron-

neuron terakhir dalam rangkaian merangsang akson-akson panjang

yang sebagian besar menyambungkan serabut-serabut dari jaras rasa

nyeri cepat, yang mula-mula melewati komisura anterior ke sisi

berlawanan dari medula spinalis, kemudian naik ke otak dalam jaras

anterolateral. Neurotransmiter yang digunakan dalam jaras ini diduga

menggunakan subtansi P.

Page 28: Skenario 3 Tutorial d

♣ Nyeri termasuk jaras ascenden. Pada dasarnya jaras ascenden

terbagi menjadi dua. Yaitu

1. Sistem kolumna dorsalis lemniskus medialis

Menjalarkan sinyal naik ke kolumna dorsalis medspin, lalu

setelah sinyal tersebut bersinaps dan menyilang ke sisi

berlawanan dalam medulla, sinyal tersebut akan naik

melalui lemniskus medialis di batang otak menuju

Contohnya : sensasi raba, sensasi terhadap sinyal gerakan

pada kulit,

2. Sistem anterolateral

Menjalarkan modalitas sensasi yang sangat luas, sehingga

system anterolateral menimpulskan rasa nyeri, sensasi

hangat. Sensai geli maupun gatal.

Berdasarkan lama durasi :

1. Nyeri akut :

Nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan. Nyeri akut

biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik. Nyeri

berlangsung singkat, biasanya kurang dari 6 bulan. Intensitas nyeri dari

sedang sampai parah.

2. Nyeri kronik :

Nyeri kronik dapat berlangsung terus menerus. Biasanya bisa

menetap dari 6 bulan afau lebih. Intensitas nyeri mulai dari sedang sampai

parah.

Berdasarkan lokasi :

1. Nyeri somatik superfisial :

Nyeri kulit biasanya terjadi di kulit atau jaringan subkutus. Stimulus

penyebab nyeri bisa berupa stimukus mekanik, suhu, kimiawi, atau listrik.

Page 29: Skenario 3 Tutorial d

2. Nyeri somatik dalam :

Nyeri simatik dalam mengacu pada nyeri yang berasal dari tendoh,

ligametum, tulang, sendi, dan arteti. Nyeri yang dirasakan cenderung difus

atau nenyebar.

3. Nyeri visera :

Merupakan nyeri yang menyerang organ-organ tubuh. Reseptor nyeri

visera lebih jarang dan terletak di dinding otot polos organ berongga

4. Nyeri alih :

Merupakan nyeri yang terjadi pada organ visceral yang seakan akan

dirasakan pada daerah kulit. Nyeri Alih ini diakibatkan karena terdapat

hubungan sinaps monosinaptik yang terdapat pada daerah cornu posterior

medulla spinalis yaitu antara neuron sensoris pembawa nyeri pada organ

visceral dengan neuron sensoris pada reseptor kulit sehingga jika terjadi

nyeri pada organ visceral maka nyeri tersebut akan dialihkan pada daerah

kulit.

Faktor yang mempengaruhi nyeri :

a. Usia

Definisi nyeri pada orang dewasa dan anak berbeda. Terkadang

anak belum bisa mengungkapkan rasa nyeri. Pada orang

dewasa biasanya jika sudah patologis dan mengalami

kerusakan fungsi.

b. Jenis kelamin

Contoh : laki-laki tidak boleh menangis dimana wanita

menengis di waktu yang sama

c. Budaya

Nilai latar belakang budaya mempengaruhi ekspresi seseorang

menentukan tingkat nyeri

d. Ansietas (kecemasan)

e. Pengalaman lalu tentang nyeri

Page 30: Skenario 3 Tutorial d

f. Efek plasebo

Efek yang terjadi ketika seseorang berespon terhadap

pengobatan karena pengobatan berhasil.

g. Keluarga & support sosial

h. Kehadiran orang terdekat terkadang mempengaruhi respon

terhadap nyeri

i. Pola koping

Sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga

3. Fisiologi nyeri

♣ Mekanisme nyeri

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan

jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus

noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan

mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan

korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem

nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang

membantu perbaikan jaringan yang rusak.

Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan

kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non

noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan

menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan

dan menghilangkan respon inflamasi.

1. Sensitisasi Perifer

Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan

lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan

komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun,

Page 31: Skenario 3 Tutorial d

sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor.

Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor

(nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor

menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor

sensitizers)33,34 .

Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang

aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara

berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang

menyebabkan sensitisasi akan muncul secara bersamaan, penghambatan

hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan menghilangkan

sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang

dan berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau

inflamasi

2. Sensitisasi Sentral

Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di

sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer

bertanggung jawab terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah

cidera. Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik

dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu

oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian

terjadi perubahan molekuler neuron (transcription dependent) 33 .

Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf,

dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan

jaringan). Dalam beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan

terjadi aliran sensoris yang masif kedalam medulla spinalis, ini akan

menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis menjadi

hiperresponsif. Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri

Page 32: Skenario 3 Tutorial d

akibat stimulus non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera

juga akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri33.

3. NOSISEPTOR (RESEPTOR NYERI)

Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot,

persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung

jawab terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu

(panas, dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor

tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk

melampaui ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah

perambatan sinyal acak (skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi

nyeri3,28,35,36.

Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal

interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat

yang lebih tinggi pada batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor

sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor

nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa

menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang

berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula

datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut berhubungan dengan

kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada saat beraktifitas

kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit

bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit3,28,36.

Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda.

Nosiseptor C tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus

panas atau dingin, dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak

(kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas

nociceptor-like. Serat –serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk

transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar

Page 33: Skenario 3 Tutorial d

terjadi inflamasi dan produk-produknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau

sensasi terbakar karena sentuhan ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-

beta3,28,36.

Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain

hanya sebagai reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada

keadaan yang potensial merusak. Banyak stimulus yang sifatnya merusak

(memotong, membakar, kepitan) tidak menghasilkan nyeri bila dilakukan

pada struktur viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia, regangan mesenterik,

dilatasi, atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini

biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan

untuk mempertahankan fungsi.

Mekanisme Potensial Reseptor

Untuk menimbulkan potensial reseptor, bermacam reseptor dapat

dirangsang dengan salah satu caara berikut ini:

1. Dengan perubahan reseptor secara mekanis, yang akan meregangkan

reseptor membran dan membuka kanal-kanal ion

2. Dengan pemberian suatu bahan kimia pada membran sehingga bahan

ini nantinya juga akan membuka kanal-kanal ion

3. Dengan mengubah suhu membran yang akan mengubah permeabilitas

membran

4. Dnegan efek radiasi elektromagnetik seperti cahaya yang diberikan

pada reseptor visual retina yang secara langsung atau tidak langsung

mengubah sifat-sifat reseptor membran yang memungkinkan

lewatnya ion-ion melalui kanal membran

Keempat cara perangsangan pada reseptor tersebut pada

umumnya sesuai dengan berbagai jenis reseptor sensorik yang telah

diketahui. Pada semua keadaan, penyebab utama perubahan potensial

membran adalah adanya perubahan pada permeabilitas membran

Page 34: Skenario 3 Tutorial d

reseptor yang akan memungkinkan ion-ion berdifusi dalam junlah yang

lebih bayak atau lebih sedikit melewati membran dan dengan demikian

akan mengubah potensial transmembran

Pada Hubungan Potensial Reseptor dengan Potensial Aksi

Bila potensial reseptor meningkat sampai di atas nilai ambang

untuk menimbulkan potensial aksi pada serat saraf yang melekat pada

reseptor, potensial aksi akan timbul. Semakin besar peningkatan

potensial reseptor di atas nilai ambangnya, semakin besar frekuensi

potensial aksi.

4. PERJALANAN NYERI (NOCICEPTIVE PATHWAY)

Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks

yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat

proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan

persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya

nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri)1,3,30,37.

A. Proses Transduksi

Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada

ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia,

suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung

saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri,

merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena

trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa

prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan

sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat

mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi

nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer1,3,30,35,37.

Page 35: Skenario 3 Tutorial d

B. Proses Transmisi

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan

proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke

medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum

diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke traktus

spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan

dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan

nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut

saraf disini mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter

besar dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan

somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri

C. Proses Modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat

(medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem

analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang

masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang

dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin,

noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla

spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup

untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah

yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap

orang1,3,30,35,37.

D. Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,

transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses

subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada

thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik.

Page 36: Skenario 3 Tutorial d

4. Inflamasi akut dan kronik

♣ Inflamasi akut

Inflamasi akut merupakan respon segera dan dini terhadap jejas yang

dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas. Sesampainya di

tempat jejas, leukosit membersihkan setiap mikroba yangmenginvasi dan

memulai proses penguraian jaringannekrotik.

Proses ini memiliki dua komponen utama :

Perubahan vaskular: perubahan dalam kaliber

pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatanaliran darah

(vasodilatasi) dan perubahan strukturalyang memungkinkan protein

plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatnn permeabilitas

vaskular).

Berbagsi kejadian yang terjadi pada sel: emigrasi

leukosit dari mikrosirkulasi dan akumulasinya di fokus jejas

(rekrutmen dan aktivasi selular).

Rentetan bertingkat (kaskade) kejadian pada inflamasi akut

diintegrasikan oleh pelepasan lokal mediator kimiawi. Perubahan vaskular

dan rekrutmen sel menentukan tiga dari lima tanda lokal klasik inflamasi

akut: panas (kalor), merah (rubor), dan pembengkakan

(tumor). Dua gambaran kardinal tambahan pada inflamasi akut, yaitu

nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi (functio laesa), terjadi akibat perluasan

mediator dan kerusakan yang diperantarai leukosit.

Perubahan Vaskular

Perubahan pada Kaliber dan Aliran Pembuluh Darah. Perubahan ini

dimulai relatif lebih

cepat setelah jejas terjadi, tetapi dapat berkembang dengan kecepatan

yang beragam, bergantung pada sifat dan keparahan jejas asalnya.

Setelah vasokonstriksi sementara (beberapa detik), terjadi

vasodilatasi arteriol, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dan

Page 37: Skenario 3 Tutorial d

penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran darah kapiler selanjutnya.

Pelebaran pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna merah

(eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi akut.

Selanjutnya, mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel,

mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan

ekstravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih

terkonsentrasi dengan baik sehingga meningkatkan viskositas darah dan

memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik perubahan ini digambarkan

oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati oleh

eritrosit. Proses tersebut dinamakan stasis.

Saat terjadi stasis, leukosit (temtama neutrofil) mulai keluar dari

aliran darah dan berakumulasi disepanjang permukaan endotel pembuluh

darah. Proses ini disebut dengan marginasi. Setelah melekat pada sel endotel

(lihat bahasan selanjutnya) leukosit menyelip di antara sel endotel tersebut

danbermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan

interstisial.

ACUTE CHRONIC

Flush (capillary dilatation), flare

(arteriolar dilatation), and weal

(exudation, edema)

Little sign-fibrosis

Neutrohils Lymphocytes

Vascular damage Neo-vascularisation

More exudation No/less exudation

Little or no fibrosis Much fibrosis

5. Farmakologi Dasar NSAID

♣ NSAID

Page 38: Skenario 3 Tutorial d

NSAID (non steroid anti inflammatory drug) merupakan suatu

kelompok obat yang heterogen, secara kimia. Obat-obat ini ternyata memiliki

banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Sebagian besar

efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan bisintesis

prostaglandin.

Berdasarkan sifat selektifnya terhadap enzim siklooksigenase, NSAID

dibagi menjadi COX-1, COX-2, COX-3.

1. COX-1

Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan

berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan

khususnya ginjal., saluran cerna dan trombosit. Di mukosa

lambung aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat

sitoprotektif. Tromboksan A2 yang disintesis trombosit oleh COX-

1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi

otot polos. Contoh obatnya seperti piroksikam, Ibuprofen, asam

salisilat

Page 39: Skenario 3 Tutorial d

2. COX-2

COX-2 mempunyai fungsi fisiologis yaitu pada ginjal, jaringan

vaskuler, dan pada proses perbaikan jaringan. Prostasiklin yang

disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskuler melawan efek

dari tromboksan A2 yang disintesis trombosit oleh COX-1

sehingga menyebabkan penghambatan agregasi trombosit,

vasodilatasi, dan efek anti proliferatif. Contoh obatnya adalah :

Meloksikam

3. COX-3

Salah satu contohnya adalah paracetamol dengan hambatan

biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungan rendah kadar

peroksid yaitu di hipotalamus. Oleh karena itu COX-3 tidak punya

efek anti inflmasi.

♣ Efek Farmakodinamik

Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti

inflamasi, dengan derajat yang berbeda-beda. Misalya parasetamol bersifat

anti piretik dan analgesik tetapi sifat anti inflamasinya sangat rendah.

Efek analgesik

Obat ini hanya efektif terhdap nyeri dengan intensitas rendah sampai

sedang seperti sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari

integumen, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek

analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat, tetapi bedanya

NSAID tidak menimbulkan efek ketagihan dan tidak menimbulkan efek

sentral yang merugikan.

Efek Antipiretik

Obat ini hanya menurunkan suhu badan hanya pada saaat demam.

Tidak semuanya bersifat sebagai anti piretik karena bersifat toksik bila

digunakan secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan anti reumatik

lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik.

Page 40: Skenario 3 Tutorial d

Efek Anti inflamasi

NSAID terutama yang baru, lebih banyak dimanfaatkan sebagai anti

inflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti artritis

reumatoid, osteoartritis dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa

obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan

penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau

mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini.

♣ Efek Samping

Efek samping yag paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung

atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat

perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-

masing obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah: (1) iritasi

yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke

mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan

lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2.

Kedua prostaglandin ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan

fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus

usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi pada

pemberian parenteral.

Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan

biosintesis tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.

Efek ini dimanfaatkan untuk terapi profilaksis trombo-emboli.

Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, berperan

dalam gangguan homeostasis ginjal. Pada orang normal tidak banyak

mempengaruhi fungsi ginjal.

Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas. Mekanisme ini

bukan suatu reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam

arakhidonat ke arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien.

Kelebihan leukotrien inilah yang mendasari terjadinya gejala tersebut

Page 41: Skenario 3 Tutorial d

♣ Mekanisme kerja obat analgetik.

o Obat analgetik bekerja di dua tempat :

1. Di sentral

Dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis

medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan

pelepasan transmitter dan perangsangan saraf spinal

tidak terjadi.

2. Di perifer

Dengan menghambat pelepasan mediator sehingga

aktifitas enzim Cox terhambat dan sintesa

prostaglandin tidak terjadi.

Obat analgetik ini memblok aksi dari enzim Cox dengan menurunkan

produksi mediator prostaglandin, sehingga menimbulkan dua efek yaitu :

1. Positif (analgesia, antiinflamasi)

2. Negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi renal, dan

pendarahan)

NSAID penghambat COX-3

COX-3 merupakan derivat dari COX-1. NSAID ini hanya dapat

diaktifkan pada sistem saraf pusat yaitu tepatnya di hipothalamus

(bagian dari otak yang berperan dalam mengatur nyeri dan

temperatur). Contoh dari NSAID penghambat COX-3 adalah

parasetamol. Parasetamol hanya aktif pada lingkungan yang rendah

kadar asam peroksidanya (H O ). Sehingga, parasetamol hanya bisa₂ ₂

menghambat sintesis Prostaglandin pada sistem saraf pusat

(hipothalamus) yang rendah kadar peroksidanya dan tidak pada

perifer. Pada perifer terdapat asam peroksida dengan kadar tinggi

akibat aktifitas leukosit yang mem-fagositosis patogen.