s53436-deny eva tri pambudi.pdf

101
UNIVERSITAS INDONESIA Analisa Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Diameter 0.028 Inchi pada Mesin Pendingin Autocascade dengan Empat Campuran Refrigeran Hidrokarbon SKRIPSI Deny Eva Tri Pambudi 0806329962 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JANUARI 2012 Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Upload: tranthien

Post on 12-Jan-2017

247 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisa Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Diameter 0.028 Inchi pada

Mesin Pendingin Autocascade dengan Empat Campuran Refrigeran

Hidrokarbon

SKRIPSI

Deny Eva Tri Pambudi

0806329962

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

DEPOK

JANUARI 2012

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 2: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisa Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Diameter 0.028 Inchi pada

Mesin Pendingin Autocascade dengan Empat Campuran Refrigeran

Hidrokarbon

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Deny Eva Tri Pambudi

0806329962

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

DEPOK

JANUARI 2012

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 3: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

ANALISA PENGARUH PANJANG PIPA KAPILER DIAMETER 0,028 INCHI

PADA MESIN PENDINGIN AUTOCASCADE DENGAN 4 CAMPURAN

REFRIGERAN HIDROKARBON

yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada

Program Studi Teknik Mesin Universitas Indonesia, adalah hasil karya saya sendiri

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan

benar.

Skripsi ini merupakan bagian dari skripsi yang dikerjakan bersama dengan saudara

Fitra Didik Nugroho (0806330112) dengan judul: PENGARUH KOMPOSISI

REFRIGERAN TERHADAP TEMPERATUR PADA SISTEM PENDINGIN

BERTINGKAT AUTOCASCADE RAMAH LINGKUNGAN. Sehingga terdapat

kesamaan pada sebagian buku skripsi ini.

Nama : Deny Eva Tri Pambudi

NPM : 0806329962

Tanda Tangan :

Tanggal : 04 Januari 2012

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 4: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Deny Eva Tri Pambudi

NPM : 0806329962

Program Studi : Teknik Mesin

Judul Skripsi : Analisa Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Diameter 0.028

inchi pada Mesin Pendingin Autocascade dengan Empat

Campuran Refrigeran Hidrokarbon

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr.-Ing. Ir. Nasruddin M.Eng.

( )

Penguji : Dr. Ir. Muhammad Idrus Alhamid

( )

Penguji : Ir. Budihardjo Dipl. Ing

( )

Penguji : Lubi Rahardiyan S.T. M.Eng.

( )

Ditetapkan di : Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok

Tanggal : 04 Januari 2012

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 5: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat,

hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat

waktu. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin pada Fakultas

Teknik Universitas Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada :

1. Dr.-Ing. Ir. Nasruddin M.Eng.selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Darwin Rio Budi Syaka dan Muhamad Yulianto selaku mahasiswa S3 di

Laboratorium Teknik Pendingin dan Tata Udara program studi Teknik Mesin

yang telah menularkan ilmu dan pengalamannya.

3. Ayah dan Ibu tercinta, atas dukungan spiritual, moral dan materil yang

diberikan tanpa hentinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Fitra didik Nugroho dan Surya Fikri U selaku partner partner dalam membuat

Autocascade v3 hingga selesainya skripsi ini.

5. Ardi Yuliono atas bimbingan dan bantuannya sehingga kami dapat

melanjutkan penelitian Autocascade hingga generasi ketiga.

6. Teman – teman jurusan Teknik Mesin dan Teknik Perkapalan, khususnya

angkatan 2008 yang telah bersama – sama mengukir kisah perjalanan hidup di

FT UI.

7. Para sahabat dan semua pihak yang telah membantu dalam bentuk doa yang

tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah disebutkan di atas. Semoga skripsi ini membawa manfaat untuk

perkembangan ilmu pengetahuan.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 6: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

vi

Depok, 4 Januarin 2011

Deny Eva Tri Pambudi

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 7: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

vii

HALAMAN PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang beretanda tangan di bawah

ini:

Nama : Deny Eva Tri pambudi

NPM : 0806329962

Program Studi : Teknik Mesin

Departemen : Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free

Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Analisa Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Diameter 0.028 inch pada Mesin

Pendingin Autocascade dengan Empat Campuran Refrigeran Hidrokarbon”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalty noneksklusif

ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola

dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir

saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 04 Januari 2012

Yang menyatakan,

Deny Eva Tri Pambudi

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 8: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

viii UNIVERSITAS INDONESIA

Abstrak

Nama : Deny Eva Tri Pambudi

Program Studi : Teknik Mesin

Judul : Analisa Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Diameter 0.028

inci pada Mesin Pendingin Autocascade dengan Empat

Campuran Refrigerant Hidrocarbon

Ilmu Pengobatan dan biomedis dalam perkembangan penelitianya memerlukan

cold storage yang mampu mencapai temperatur -80oC. Untuk mencapai

temperatur rendah tersebut digunakan sistem refrigerasi autocascade. Selama ini

sistem refrigerasi autocascade menggunakan refrigeran yang mengandung zat

perusak ozon atau penyebab pemanasan global. Karena itu, diperlukan alternatif

refrigeran alamiah yang ramah lingkungan diantaranya yaitu hidrokarbon.

Sistem refrigerasi Autocascade memiliki karakteristik yang tergantung pada

refrigeran dan komponen dari sistem terutama alat ekspansi yang dalam hal ini

digunakan pipa kapiler maka dari itu dilakukan penelitian optimalisasi variasi

panjang pipa kapiler pada mesin pendingin autocascade dengan campuran

refrigeran hidrokarbon. Penelitian ini menginvestigasi sistem refrigerasi

autocascade yang menggunakan empat campuran refrigeran dan variasi panjang

pipa kapiler dengan diameter 0.028 inch. Refrigeran yang digunakan adalah

Butana, propane, etana, dan metana dengan komposisi campuran 29%

butana,50% propane, 19,3% etana, dan 1.7% metana.Variasi panjang pipa

kapiler yang dilakukan pada dua titik ekspansi adalah dengan mengkombinasikan

antara panjang 15 m dengan 2 m. Penelitian ini menunjukkan bahwa temperatur

evaporasi terendah diperoleh pada kombinasi panjang pipa kapiler pada ekspansi

I adalah 2 m dan ekspansi II adalah 2 m.

Kata kunci : Autocascade, pipa kapiler, Hidrokarbon

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 9: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

ix UNIVERSITAS INDONESIA

Absract

Name : Deny Eva Tri Pambudi

Study Program : Mechanical Engineering

Title : Influence Analysis 0f The Capillary Tube Length of 0.028

Inches in Diameter on The Autocacade Refrigeration

System With Four Hydrocarbon Mixture Refrigerant

Medical and biomedical sciences in the development treatment require cold

storage capable of reaching -80 ° C temperatures. To achieve such a low

temperature refrigeration systems used autocascade. During this autocascade

refrigeration systems using refrigerants that contain ozone-depleting substances

or the cause of global warming. Hence, it needs alternatives that are

environmentally friendly natural refrigerants among which hydrocarbons.

Autocascade refrigeration systems have characteristics that depend on the

refrigerant and the components of the system, especially the expansion device

used in this case the capillary tube from the optimization study was carried out

capillary tube length variation in engine cooling autocascade with a mixture of

hydrocarbon refrigerants. This study investigates autocascade refrigeration

system that uses a mixture of four refrigerant and variations of the length of the

capillary tube with a diameter 0028 inch. Refrigerant used is butane, propane,

ethane, and methane with a mixture composition of 29% butane, 50% propane,

19,3% ethane, and 1.7% metana.Variations of capillary tube length is done

between two points of expansions that combine 15 m and 2 m lengt. This study

shows that the lowest evaporation temperature obtained on a combination of

capillary tube length of the expansion I is 2 m and expansion II is 2 m.

Key word : Autocascade, Capilary tube, Hydrocarbon

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 10: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

x UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

Abstrak .................................................................................................... viii

Absract ...................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

BAB 1 ........................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................... 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH ...................................................................... 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN ........................................................................... 2

1.4 BATASAN MASALAH ........................................................................... 3

1.5 METODE PENELITIAN .......................................................................... 3

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN ................................................................. 5

BAB 2 ........................................................................................................ 6

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 6

2.1 SISTEM PENDINGIN .............................................................................. 6

2.2 SIKLUS REFRIGERASI CASCADE ..................................................... 12

2.3 SISTEM REFRIGERASI AUTOCASCADE ......................................... 13

2.4 SIKLUS MESIN PENDINGIN AUTOCASCADE ................................ 19

2.5 SELEKSI PANJANG PIPA KAPILER .................................................. 21

2.6 SELEKSI REFRIGERAN ....................................................................... 23

2.7 DESAIN SEPARATOR .......................................................................... 29

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 11: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

xi UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 3 ...................................................................................................... 31

RANCANGAN ALAT UJI DAN PROSEDUR PENGUJIAN ............................. 31

3.1 RANCANGAN ALAT UJI ..................................................................... 31

3.2 TES KEBOCORAN ................................................................................ 41

3.3 VACUUM SYSTEM .............................................................................. 41

3.4 CHARGING SYSTEM ........................................................................... 42

3.5 TAHAPAN PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA ................... 43

BAB 4 ...................................................................................................... 44

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA ................................................ 44

4.1 DATA PERCOBAAN ............................................................................. 44

4.1.1 Percobaan Panjang Kapiler 15exp1-15exp2(evap) .......................... 44

4.1.2 Percobaan Panjang Kapiler 15exp1-2exp2(evap) ............................ 45

4.1.3 Percobaan Panjang Kapiler 2exp1-15exp2(evap) ............................ 45

4.1.4 Percobaan Panjang Kapiler 2exp1-2exp2(evap) .............................. 46

4.2 KARAKTERISTIK DATA HASIL PERCOBAAN ............................... 47

4.2.1 Temperatur Masuk Evaporator (Keluar Expansi II) ........................ 47

4.2.2 Temperatur Keluar Evaporator ........................................................ 48

4.2.3 Temperatur Masuk Heat Exchanger................................................. 48

4.2.4 Temperatur Suction .......................................................................... 49

4.2.5 Temperatur Discharge ...................................................................... 50

4.2.6 Temperatur Keluar Kondenser ......................................................... 51

4.2.7 Temperatur Keluar Expansi I ........................................................... 52

4.2.8 Temperatur Keluar Heat Exchanger................................................. 52

4.2.9 Tekanan Discharge ........................................................................... 53

4.2.10 Tekanan Suction ............................................................................... 54

4.3 PENGOLAHAN DAN ANALISA HASIL PERCOBAAN ................... 56

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 12: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

xii UNIVERSITAS INDONESIA

4.3.1 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Masuk

Evaporator ...................................................................................................... 56

4.3.2 Pengaruh Panjang Pipa kapiler Terhadap Temperatur Keluar

Evaporator ...................................................................................................... 58

4.3.3 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Masuk Heat

Exchanger ....................................................................................................... 59

4.3.4 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Suction ....... 61

4.3.5 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Discharge ... 63

4.3.6 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Tehadap Temperatur Keluar

Kondenser ...................................................................................................... 65

4.3.7 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Keluar

Expansi .......................................................................................................... 66

4.3.8 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Keluar Heat

Exchanger ....................................................................................................... 68

4.3.9 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Tekanan Suction ........... 69

4.3.10 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Tekanan discharge ........ 71

4.3.11 Pengaruh Temperatur Suction dan Tekanan Suction Terhadap

Temperatur dan Tekanan Discharge .............................................................. 72

4.3.12 Pengaruh Temperatur dan Tekanan Discharge Terhadap Temperatur

Keluar Kondenser........................................................................................... 75

4.3.13 Pengaruh Temperatur Keluar Kondenser dan Tekanan Discharge

Terhadap Temperatur Keluar Ekspansi I ....................................................... 76

4.3.14 Pengaruh Temperatur Keluar Heat Exchanger dan Tekanan

Discharge Terhadap Temperatur Keluar Ekspansi II (Masuk Evap) ............. 78

KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 80

5.2 KESIMPULAN ....................................................................................... 80

5.3 SARAN ................................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 81

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 13: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

xiii UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN ...................................................................................................... 83

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 14: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

xiv UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus Refrigerasi Kompresi Uap ................................................... 6

Gambar 2.2. Manual expansion valve ................................................................. 9

Gambar 2.3. Pipa kapiler ................................................................................... 10

Gambar 2.4. Automatic Expansion Valve ......................................................... 10

Gambar 2.5. Thermostatic Expansion Valve .................................................... 11

Gambar 2.6. Float Expansion Valve ................................................................. 12

Gambar 2.7. Electronic Expansion Valve ......................................................... 12

Gambar 2.8. Two Stage Cascade Refigeration Cycle ....................................... 13

Gambar 2.9. Sistem pendingin autocascade ...................................................... 15

Gambar 2.10. Skema Mesin Pendingin Autocascade ......................................... 19

Gambar 2.11. Diagram Siklus Mesin Pendingin Autocascade ........................... 20

Gambar 2.12. Diagram T-x Campuran Zeotropes ............................................... 26

Gambar 2.13. Diagram T-x Campuran Azeotropes ............................................ 27

Gambar 2.14. Diagram p-h Campuran Zeotropes ............................................... 28

Gambar 2.15. Skema separator vertical (Roberto Bubbico) ............................... 29

Gambar 3.1. Skema Alat Uji ............................................................................. 31

Gambar 3.2. Kompresor .................................................................................... 32

Gambar 3.3. Heat Exchanger ............................................................................ 33

Gambar 3.4. kondenser ...................................................................................... 34

Gambar 3.5. Separator ....................................................................................... 35

Gambar 3.6. Shut off Valve .............................................................................. 35

Gambar 3.7. Penempatan Filter Dryer .............................................................. 36

Gambar 3.8. Oil separator ................................................................................. 37

Gambar 3.9. Box Pendingin (Evaporator) ......................................................... 37

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 15: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

xv UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 3.10. Presure gauge ............................................................................... 38

Gambar 3.11. Penempatan Pressure Transmitter ................................................ 39

Gambar 3.12. Data Akuisisi (DAQ) .................................................................... 40

Gambar 3.13. Power Supply DC ......................................................................... 41

Gambar 3.14. Pompa Vakum .............................................................................. 42

Gambar 4.1. Grafik data hasil percobaan dengan panjang pipa kapiler 15 m

ekspansi I dan 15 m ekspansi II (evaporator)......................................................... 45

Gambar 4.2. Grafik data hasil percobaan dengan panjang pipa kapiler 15 m

ekspansi I dan 2 m ekspansi II (evaporator)........................................................... 45

Gambar 4.3. Grafik data hasil percobaan dengan panjang pipa kapiler 2 m

ekspansi I dan 15 m ekspansi II (evaporator)......................................................... 46

Gambar 4.4. Grafik data hasil percobaan dengan panjang pipa kapiler 2 m

ekspansi I dan 2 m ekspansi II (evaporator)........................................................... 46

Gambar 4.5. Grafik temperatur masuk evaporator ............................................ 47

Gambar 4.6. Grafik temperatur keluar evaporator ............................................ 48

Gambar 4.7. Grafik temperatur masuk Heat Exchanger ................................... 49

Gambar 4.8. Grafik temperatur suction ............................................................. 50

Gambar 4.9. Grafik temperatur Discharge ........................................................ 50

Gambar 4.10. Grafik temperatur keluar kondenser ............................................. 51

Gambar 4.11. Grafik temperatur keluar expansi I ............................................... 52

Gambar 4.12. Grafik temperatur keluar expansi I ............................................... 53

Gambar 4.13. Grafik tekanan discharge .............................................................. 54

Gambar 4.14. Grafik tekanan suction .................................................................. 55

Gambar 4.15. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature masuk

evaporator ...................................................................................................... 56

Gambar 4.16. Grafik perbandinagn panjang pipa kapiler terhadap temperature

masuk evaporator ................................................................................................... 57

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 16: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

xvi UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.17. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature keluar

evaporator ...................................................................................................... 58

Gambar 4.18. grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar evaporator .................................................................................................... 59

Gambar 4.19. grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature masuk

Heat Exchanger ...................................................................................................... 60

Gambar 4.20. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

masuk Heat Exchanger ........................................................................................... 60

Gambar 4.21. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

suction ...................................................................................................... 62

Gambar 4.22. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

suction ...................................................................................................... 62

Gambar 4.23. grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

discharge ...................................................................................................... 64

Gambar 4.24. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

discharge ...................................................................................................... 64

Gambar 4.25. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature keluar

condenser ...................................................................................................... 65

Gambar 4.26. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar condenser..................................................................................................... 66

Gambar 4.27. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature keluar

Ekspansi I ...................................................................................................... 67

Gambar 4.28. Grafok perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar Ekspansi I .................................................................................................... 67

Gambar 4.29. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature keluar

Heat Exchanger ...................................................................................................... 68

Gambar 4.30. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar Heat Exchanger ........................................................................................... 69

Gambar 4.31. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap tekanan suction . 70

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 17: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

xvii UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.32. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap tekanan

suction ...................................................................................................... 70

Gambar 4.33. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap tekanan discharge71

Gambar 4.34. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap tekanan

discharge ...................................................................................................... 72

Gambar 4.35. Grafik pengaruh tekanan dan temperature suction terhadap

temperatur discharge .............................................................................................. 73

Gambar 4.36. Grafik pengaruh tekanan dan temperature suction terhadap

tekanan discharge ................................................................................................... 73

Gambar 4.37. Grafik perbandingan tekanan dan temperature suction terhadap

temperatur discharge .............................................................................................. 74

Gambar 4.38. Grafik perbandingan tekanan dan temperature suction terhadap

tekanan discharge ................................................................................................... 74

Gambar 4.39. Grafik pengaruh tekanan dan temperature discharge

terhadaptemperatur keluar condenser .................................................................... 75

Gambar 4.40. Grafik pengaruh tekanan dan temperature discharge terhadap

temperatur keluar condenser .................................................................................. 76

Gambar 4.41. Grafik pengaruh tekanan discharge dan temperature keluar

koondenser terhadap temperature keluar ekspansi I .............................................. 77

Gambar 4.42. Grafik perbandingan tekanan discharge dan temperature keluar

koondenser terhadap temperatur keluar expansi I .................................................. 77

Gambar 4.43. Grafik pengaruh tekanan discharge dan temperature keluar

koondenser terhadap temperatur masuk evaporator ............................................... 78

Gambar 4.44. Grafik perbandingan tekanan discharge dan temperature keluar

koondenser terhadap temperatur masuk evaporator ............................................... 78

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 18: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

xviii UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pemilihan Refrigeran Autocascade (Missimer, 1996).................. 24

Tabel 2.2 Nilai K ......................................................................................... 29

Tabel 4.1 Pengujian Variasi Panjang Pipa Kapiler ...................................... 44

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 19: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

1

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebutuhan akan organ-organ tubuh di dunia kedokteran untuk

dicangkokkan ke pasien maupun untuk melakukan kegiatan penelitian untuk

pengobatan semakin meningkat. Kegiatan pengobatan dan penelitian biomedis

membutuhkan cold storage untuk menyimpan spesimen biomedis seperti sel

induk (stem cells), sperma, darah dan organ-organ lainnya dalam jangka waktu

yang cukup lama. Organ-organ tersebut membutuhkan ruang pendingin yang

mampu mencapai temperatur -130oC atau lebih rendah yang disebut Ultra low

cold storage (Aprea, 2009).

Pada umumnya untuk mencapai -130oC dilakukan dengan nitrogen cair

bertemperatur -196oC, namun ini tidak praktis dan mahal karena perlu pengisian

ulang nitrogen cair secara berkala. Untuk mengatasi hal tersebut harus dibuat

suatu mesin pendingin ultra low yang mampu menggantikan nitrogen cair dan

untuk itu diusulkan menggunakan mesin pendingin autocascade. Mesin pendingin

autocascade menggunakan satu kompresor untuk mencapai -40oC s/d -180

oC

(Missimer, 1996), dengan hanya digunakannya satu kompresor membuat mesin

pendingin autocascade memiliki bentuk yang sederhana, handal, hemat energi dan

murah (Yu, 2007).

Penelitian yang dilakukan Chen (2007) dengan mesin pendingin

autocascade membuktikan bahwa mesin pendingin ini mampu mencapai

temperatur -120ºC, kemudian Apprea (2009) dengan menggunakan dua separator

bisa mencapai temperatur -150ºC. Akan tetapi percobaan tersebut masih

menggunakan campuran refrigeran CFC atau HFC yang segera dilarang karena

dapat merusak lingkungan. Penelitian pendahuluan simulasi dan eksperimental

mesin pendingin cascade dua tingkat dengan refrigeran ramah lingkungan telah

terbukti mampu mencapai -80oC (Nasruddin, 2008 & 2009), sehingga bila

dilakukan penelitian lebih lanjut akan mencapai temperatur lebih rendah dari -

100oC dengan mesin pendingin autocascade. Mempertimbangkan hal tersebut,

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 20: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

2

UNIVERSITAS INDONESIA

untuk memenuhi kebutuhan penelitian dan pengobatan bidang biomedis akan

ultra low cold storage, maka perlu dilakukan penelitian dalam rangka

mengembangkan prototype ultra low cold storage menggunakan mesin pendingin

autocascade dengan refrigeran ramah lingkungan.

Pada percobaan sebelumnya mesin pendingin autocascade dengan

menggunakan refrigeran hidrokarbon menunjukkan bahwa temperatur terendah

yang di inginkan belum tercapai, temperatur yang dapat tercapai pada percobaan

tersebut hanya mencapai -40oC (Davied Sapan, 2009). Kemudian tahun

selanjutnya didapat hasil -680

C tetapi tekanan dischargenya masih terlalu tinggi

dan temperaturnya tidak stabil. Oleh karena, itu perlu dilakukan perancangan

ulang untuk mendapatkan hasil yang lebih optimum dan lebih stabil.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam meningkatnya kebutuhan akan cold storage untuk kegiatan

pengobatan dan penelitian biomedis maka dibutuhkan alat pendingin yang bisa

mencapai temperatur rendah atau ultra low storage. Dan dengan mesin pendingin

yang ramah terhadap lingkungan serta hemat energi, untuk itu digunakan sistem

refrigerasi autocascade dengan menggunakan refrigeran hydrocarbon. Karena

perubahan kondisi mesin pendingin membuat komposisi campuran disetiap bagian

mesin pendingin ikut berubah dalam hal ini mempengaruhi stabilitas mesin

pendingin itu sendiri. Karena itu, metode coba-coba biasanya digunakan dalam

menyelesaikan permasalahan ini. Begitu juga dilakukan percobaan dengan

berbagai variasi panjang pipa kapiler agar mendapatkan temperatur yang di

inginkan. Variasi panjang pipa kapiler yang akan kami jadikan percobaan adalah

15 m dan 2 m dengan diameter dalam pipa 0.028 in.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk :

Mempelajari karakteristik sistem refrigerasi autocascade dengan

menggunakan refrigeran alternatif sehingga dihasilkan temperatur

evaporasi yang sangat rendah

Menganalisa kinerja sistem refrigerasi autocascade dengan melakukan

variasi panjang pipa kapiler.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 21: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

3

UNIVERSITAS INDONESIA

1.4 BATASAN MASALAH

Hal yang akan dibahas dalam makalah ini adalah nilai dari COP serta

kecendrungan parameter-parameter yang mempengaruhi nilai COP dari sistem

refrigerasi autocascade, dengan asumsi dan batasan sebagai berikut :

Refrigeran yang digunakan adalah butane, propane, ethane dan

methane

Variasi panjang pipa kapiler 15 meter dan 2 meter dengan diameter

0.028 inchi

Komposisi campuran refrigerant 87 g butane, 150 g propane, 58

ethane, dan 5 gram methane.

1.5 METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Studi literatur merupakan proses pengumpulan informasi yang

berkaitan dengan materi bahasan yang berasal dari buku–buku, jurnal

yang berasal dari dosen maupun perpustakaan.

2. Modifikasi Sistem Refrigerasi Autocascade

Modifikasi ini meliputi rancang ulang sistem pemipaan, penambahan

alat ukur dan tekanan, pergantian kompressor dan evaporator.

3. Peralatan

Proses ini meliputi persiapan dan pembelian terhadap alat-alat yang

dibutuhkan untuk melakukan pengujian diantaranya pipa tembaga,

kawat las, pressure gage, panel pressure, pressure transmitter, isolator

dinding pipa (armalflek), perekat armalflek, panel listrik, kabel-kabel,

satu set komputer, NI (DAQ), timbangan digital, pompa vakum, Botol

minum sebagai isolasi evaporator dan refrigerant.

4. Perbaikan Alat uji

Pada tahap ini meliputi perbaikan, penggantian, dan penambahan alat

uji. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan dan meningkatkan

kondisi alat, sehingga pengujian dapat dilakukan dan data yang

diperoleh lebih akurat, perbaikkan dilakukan pada bagian-bagian

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 22: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

4

UNIVERSITAS INDONESIA

seperti sambungan pipa, isolator dinding pipa, penambahan alat ukur

tekanan dan temperatur.

5. Kalibrasi alat uji

Kalibrasi adalah membandingkan alat ukur yang akan kita gunakan

dengan alat ukur standar, sebelum pengujian dilakukan dilakukan

kalibrasi terhadap alat ukur tekananan dan temperatur agar data yang

dihasilkan nantinya lebih akurat.

6. Pengecekan sistem

Setelah semua alat terpasang pada sistem proses selanjutnya adalah

pengecekan yang meliputi tes kebocoran, vakum, dan pengetesan

kelistrikan

7. Pengujian sistem

Pengujian dilakukan dengan memantau data dari alat ukur seperti

thermocouple, pressure transmitter melalui data akuisisi (NI Lab view)

untuk mengetahui karakteristik refrigeran secara keseluruhan. Proses

pengujian ini meliputi pengambilan data pada alat ukur.

8. Analisa dan Kesimpulan Hasil Pengujian

Data yang telah diolah, kemudian dianalisa terhadap grafik yang

diperoleh. Dari analisa tersebut akan diperoleh kesimpulan terhadap

proses pengujian sistem refrigerasi autocascade.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 23: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

5

UNIVERSITAS INDONESIA

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Agar laporan tugas akhir ini memiliki struktur yang baik dan tujuan

penulisan dapat tercapai dengan baik, maka penulisan skripsi ini mengikuti

sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini berisi tentang latar belakang yang melandasi penulisan

skripsi, perumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan

masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Bab ini menjelaskan tentang teor-teori yang mendasari penelitian

ini. Dasar teori meliputi: dasar teori tentang sistem refrigerasi dan

dasar pemilihan refrigeran. Dasar teori yanng ada dikutip dari

beberapa buku dan referensi lain yang mendukung dalam penulisan

ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang deskripsi alat pengujian yang digunakan,

metode persiapan, dan metode pengambilan data yang dilakukan.

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Bagian ini berisikan tentang hasil data yang diperoleh dari proses

pengujian, serta berisian tentang analisa dari data yang telah

diperoleh yang nantinya dapat ditarik kesimpulan dari analisa

tersebut

BAB V KESIMPULAN

Bab ini tentang kesimpulan dari hasil data dan analisa percobaan

dan beberapa saran yang diberikan untuk perbaikan pada

percobaan yang akan datang.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 24: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

6

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SISTEM PENDINGIN

Sistem pendingin atau refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari

ruangan bertemperatur tinggi dan memindahkan kalor tersebut ke suatu media

tertentu yang memiliki temperatur lebih rendah serta menjaga kondisi tersebut

sesuai yang dibutuhkan. Pada sistem refrigerasi membutuhkan kemampuan

perpindahan kalor (panas) dari suatu fluida tertentu untuk proses pendinginan.

Fluida yang digunakan dalam siklus refrigerasi sebagai penukar kalor disebut

refrigeran. Refrigeran berguna untuk menyerap panas (heat) pada temperatur yang

rendah. Untuk menurunkan dan menjaga temperatur suatu substansi, sistem

refrigerasi harus mampu secara terus menerus menyerap panas dan kemudian

membuang atau memindahkan panas tersebut dari sistem. Hal ini dilakukan

dengan beberapa langkah berbeda yang disebut sebagai siklus refrigerasi.

Gambar 2.1. Siklus Refrigerasi Kompresi Uap

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 25: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

7

UNIVERSITAS INDONESIA

Ada dua jenis sistem refrigerasi, yaitu sistem refrigerasi kompresi uap

dan sistem refrigerasi absorsi. Siklus pendingin yang paling sering digunakan

yaitu siklus kompresi uap (vapor-compression refrigeration cycle). Siklus ini

merupakan siklus tertutup dan bekerja secara terus menerus atau continue. Siklus

ini menggunakan refrigeran untuk mentransfer panas melalui sistem. Siklus

kompresi uap mempunyai 4 (empat) proses, yaitu :

1. Penyerapan panas

Refrigeran dalam bentuk liquid menyerap atau mengambil panas dari

sumber panas. Penyerapan panas menyebabkan refrigeran berubah fase

dari liquid (cair) menjadi vapour (uap). Dalam fase uap, refrigeran juga

menerima panas dan temperaturnya juga akan meningkat. Jadi pada proses

ini refrigeran berubah fase dari cair dengan temperatur rendah menjadi uap

dengan temperatur tinggi.

2. Kerja

Refrigeran ditambahkan energi agar dapat melangkah maju menuju proses

selanjutnya pada siklus refrigerasi. Langkah ini disebut juga langkah

kompresi, refrigeran dalam bentuk uap dikompresi. Hal ini dapat

menyebabkan meningkatnya tekanan dan temperatur refrigeran.

3. Pembuangan panas

Dengan tekanan dan temperatur yang meningkat kemudian dipindahkan

atau dibuang. Pada proses ini refrigeran membuang panas yang telah

diserap pada tingkat heat absorption. Selama proses ini terjadi refrigeran

berubah fase dari uap dengan temperatur tinggi menjadi fase cair dengan

temperatur rendah kembali.

4. Ekspansi

Refrigeran dalam fase cair diekspansi yang menyebabkan tekanan menjadi

turun. Setelah prose ekspansi, refrigeran dengan fase liquid berada dalam

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 26: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

8

UNIVERSITAS INDONESIA

kondisi tekanan dan temperatur rendah, sehingga liquid sekarang dapat

memulai siklus kembali.

Pada siklus refrigerasi mempunyai beberapa komponen pokok, yaitu :

1. Kompresor

Kompresor merupakan salah satu komponen penting dalam sistem

refrigerasi. Fungsi dari kompresor adalah untuk menaikkan tekanan dan

temperatur refrigeran dari tekanan dan temperatur rendah menjadi tekanan

dan temperatur tinggi, refrigeran dalam fase uap dikompresikan pada alat

ini. Dengan adanya kompresi ini, maka terjadi perbedaan tekanan antara

sisi keluar (discharge) dengan sisi masuk (suction) yang menyebabkan

refrigeran dapat mengalir dalam sistem refrigerasi. Tingkat suhu yang

harus dicapai tergantung pada jenis refrigeran dan suhu lingkungannya.

2. Kondenser

Kondenser adalah suatu alat penukar kalor dimana refrigeran melepas atau

membuang kalor ke media pendingin seperti udara atau air. Refrigeran

didalam kondenser berada pada keadaan uap super panas melepas kalor

sehingga berubah menjadi cair. Untuk membuang kalor yang terkandung

dalam refrigeran yang berada didalam coil condenser diperlukan cooling

medium. Sebuah kondenser harus mampu membuang kalor tersebut ke

cooling medium yang digunakan oleh kondensernya. Sesuai dengan jenis

cooling medium yang digunakan maka kondenser dapat dibedakan

menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Air cooled condenser , menggunakan media udara sebagai

pendinginnya.

b. Water cooled condenser, menggunakan media air sebagai

pendinginnya.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 27: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

9

UNIVERSITAS INDONESIA

c. Evaporative condenser , menggunakan media campuran air dan

udara sebagai pendinginnya.

3. Alat Ekspansi

Refrigeran pada fase cair dari kondenser yang akan diuapkan di evaporator

dikontrol oleh alat ekspansi. Refrigeran berbentuk liquid diekspansi yang

menyebabkan fasenya berubah menjadi campuran cair jenuh & uap (a

saturated liquid-vapor mixture) dan tekanannya turun. Ketika terjadi

penurunan tekanan, temperaturnya juga turun. Fungsi Expansion valve

adalah:

(1) Untuk mengatur laju aliran masa refrigeran.

(2) Untuk menjaga perbedaan tekanan antara tekanan kondensasi dan

tekanan evaporasi tetap konstan.

Ada 6 (enam) macam alat ekspansi, yaitu :

(1) Manual Expansion Valve

Beban pendinginan yang diinginkan diatur melalui katup ekspansi

yang diatur secara manual

Gambar 2.2. Manual expansion valve

(2) Capillary Tubes (Pipa kapiler)

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 28: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

10

UNIVERSITAS INDONESIA

Pipa kapiler adalah pipa panjang dengan diameter kecil dan konstan,

berfungsi untuk menurunkan tekanan.

Gambar 2.3. Pipa kapiler

(3) Automatic Expansion Valve (AEV)

Disebut juga katup ekspansi tekanan konstan, dimana katup

digerakkan oleh tekanan didalam evaporator, supaya menjaga tekanan

didalam evaporator konstan.

Gambar 2.4. Automatic Expansion Valve

(4) Thermostatic Expansion Valve (TEV)

Jumlah aliran refrigeran diatur secara otomatik yang menyesuaikan

dengan beban pendinginannya. Dengan sensor temperatur yang

dipasang setelah evaporator maka jumlah aliran refrigeran dapat diatur

secara otomatik.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 29: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

11

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.5. Thermostatic Expansion Valve

(5) Float Type Expansion Valve :

a) High side float valve

Pelampung diletakkan pada bagian sisi tekanan tinggi dari sistem,

yaitu pada saluran cairan (liquid line).

b) Low side float valve

Pelampung diletakkan pada bagian sisi tekanan rendah dari sistem,

yaitu didalam tabung evaporator.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 30: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

12

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.6. Float Expansion Valve

(6) Electronic Expansion Valve

Jumlah aliran refrigeran diatur secara automatik menyesuaikan beban

pendinginannya.dengan mengunakan arus listrik dan sensor yang

dipasang setelah evaporator.

Gambar 2.7. Electronic Expansion Valve

4. Evaporator

Evaporator memiliki fungsi untuk menyerap kalor dari suatu ruangan

kedalam sistem refrigerasi. Refrigeran yang berada pada keadaan

campuran cair jenuh dan uap menyerap kalor sehingga berubah menjadi

uap. Heat transfer dapat terjadi karena temperatur refrigeran yang lebih

rendah daripada temperatur disekitar evaporator.

2.2 SIKLUS REFRIGERASI CASCADE

Untuk meningkatkan kinerja dari dari vapor compression refrigeration

cycle sederhana dilakukan modifikasi. Salah satunya dengan menambah siklus

pendingin (minimal dua atau lebih) yang bekerja dalam satu series. Siklus ini

dinamakan cascade refrigeration cycle. Sistem cascade merupakan sistem

refrigerasi yang terdiri dari dua model siklus refrigerasi satu tingkat yang identik.

Yang pertama sering disebut sebagai siklus temperature tinggi (High Stage) dan

yang lainnya disebut siklus temperature rendah (Low Stage). Penggunaan siklus

ini banyak diaplikasikan dibidang industri yang pada dasarnya ditujukan untuk

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 31: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

13

UNIVERSITAS INDONESIA

mencapai temperatur evaporator yang sangat rendah. Untuk mencapai temperatur

yang sangat rendah tersebut maka dibutuhkan pula perbedaan tekanan yang sangat

tinggi, yang berarti kerja kompresor yang semakin berat. Kompresor yang

memiliki perbedaan tekanan yang sangat tinggi memiliki efisiensi yang buruk atau

rendah. Hal ini mengakibatkan efisiensi dari sistem refrijerasi juga menjadi

rendah. Untuk itulah diciptakan sistem refrigerasi yang terdiri dari dua tingkat

yang disebut cascade dimana kerja kompresi ditopang oleh dua kompresor dengan

perbedaan tekanan yang berbeda. Dengan sistem ini selain bisa menghasilkan

temperatur yang sangat rendah juga menghasilkan sistem refrigerasi yang lebih

efisien. Hal ini bisa dilihat pada gambar 2.2 dimana dengan sistem cascade kerja

kompresor dapat dikurangi, sedangkan kapasitas pendinginan dapat ditingkatkan.

Hal ini menyebabkan meningkatnya COP dari sistem refrigerasi cascade ini.

Compressor 1

Condenser

Expansion 1

Heat Exchanger

Compressor 2

Evaporator

Expansion 2

High System

Low System

Gambar 2.8. Two Stage Cascade Refigeration Cycle

2.3 SISTEM REFRIGERASI AUTOCASCADE

Konsep mesin pendingin autocascade pertama kali diperkenalkan pada

1946 oleh Ruhemann. Untuk mencapai temperatur yang sangat rendah, mesin

pendingin Autocascade umumnya jauh lebih kecil dibanding mesin pendingin

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 32: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

14

UNIVERSITAS INDONESIA

sejenis dan dapat menggunakan kompresor yang umumnya dipakai pada mesin

pendingin konvensional (Stegmann, 2000). Sistem autocascade memiliki minimal

sebuah separator dan heat exchanger. Separator berfungsi untuk memisahkan

campuran refrigeran yang memiliki fase cair dan gas sedangkan heat exchanger

berfungsi untuk mengkondensasikan refrigeran yang berfase gas dan

mengevaporasikan refrigeran yang berfase cair.

Dibawah ini, memperlihatkan gambar skema sederhana mesin pendingin

autocascade dengan satu separator yang menggunakan campuran dua refrigeran.

Didalam kompresor campuran refrigeran dikompresi, kemudian masuk kedalam

kondenser. Didalam kondenser refrigeran yang memiliki titik didih tinggi

dicairkan akan tetapi refrigeran yang memiliki titik didih lebih rendah masih tetap

berupa uap. Kemudian mengalir ke separator, refrigeran dalam bentuk cair dan

uap dipisahkan, kemudian uap refrigeran yang mempunyai titik didih lebih rendah

ini diembunkan dalam alat penukar kalor cascade oleh refrigeran yang memiliki

titik didih tinggi melalui alat ekspansi, dan refrigeran yang mempunyai titik didih

rendah dalam keadaan cair dilewatkan melalui alat ekspansi kedua dan amsuk

kedalam evaporator dengan temperatur rendah dimana spesimen yang akan

didinginkan ditempatkan. Kemudian. kedua refrigeran tersebut kembali ke

kompresor melalui saluran hisap (suction) kompresor. Melalui proses yang

sederhana ini tercetuslah gagasan bahwa apabila diinginkan temperatur yang lebih

rendah (bahkan hingga kondisi Cryogenic) dapat dicapai secara efisien jika ada

lebih banyak refrigeran dalam campuran dan beberapa tingkatan perpindahan

kalor sebelum mencapai evaporator suhu rendah.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 33: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

15

UNIVERSITAS INDONESIA

compressor

Condenser

Filter Dryer

Expansion 1

Heat Exchanger

Evaporator

Expansion 2

Separator

Gambar 2.9. Sistem pendingin autocascade

Mesin pendingin autocascade adalah mesin pendingin yang bekerja

berdasarkan penggunaan campuran refrigeran yang berbeda titik didihnya

(zeotropis), dimana campuran ini tidak bercampur menjadi satu. Secara teknis,

mesin pendingin autocascade memiliki kelebihan antara lain rasio kompresi

rendah dan efisiensi volumetric tinggi. Namun demikian, dalam mendisain

komponen mesin pendinginnya, sangat dipengaruhi komposisi campuran

refrigeran yang digunakan (ASHRAE handbook, 2006). Naer dan Rozhentsev

(2002) menggunakan campuran hidrokarbon dengan komposisi (massa) : butane

(66,2%), ethane (18,1%) dan methane (15,7%) dapat mencapai -73oC s/d -183

oC.

Sebagian besar mesin pendingin autocascade digunakan sebagai mesin

pendingin untuk cold storage temperatur sangat rendah. Cold storage dengan

mesin pendingin autocascade ini umumnya tersedia dalam satu paket lengkap.

Sehingga komponen-komponen mesin pendingin autocascade yang digunakan

biasanya spesifikasinya tidak tersedia dipasaran. Stegmann (2000) memaparkan

beberapa faktor yang menentukan pemilihan komponen sebuah mesin pendingin

temperatur yang sangat rendah diantaranya adalah pemilihan kompresor, penukar

kalor dan separator serta isolasi yang digunakan.

Mesin pendingin autocascade dapat menggunakan kompresor dari jenis

hermetic atau semi-hermetic tergantung dari refrigeran yang digunakan. Naer dan

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 34: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

16

UNIVERSITAS INDONESIA

Rozhentsev (2002) meneliti penerapan campuran hidrokarbon dalam mesin

pendingin kecil dan mesin ultra low, dengan mesin pendingin autocascade

separator tunggal menggunakan sebuah kompresor hermetic 400 W yang

menghasilkan daya pendinginan 5 W pada temperatur sekitar –170oC. Sebuah

kompresor semi-hermetic 2 hp digunakan Du et al (2008) juga pada mesin

pendingin autocascade separator tunggal guna mengevaluasi karakteristik

campuran R23/R134a. Dari keterangan tersebut baik kompresor hermetic atau

semi-hermetic mulai 400 W hingga 1500 W (2 hp) dapat digunakan pada mesin

pendingin autocascade.

Pada penukar kalor cascade proses perpindahan kalor yang terjadi adalah

kondensasi (pengembunan) pada salah satu fluida dan pada fluida lain terjadi

evaporasi (penguapan) sehingga perbedaan temperatur antara kedua fluida

senantiasa konstan. Namun demikian menentukan nilai koefisien perpindahan

kalor rata-rata laten (dengan perubahan fasa) jauh lebih rumit dibandingkan

sensible (tanpa perubahan fasa) karena berkaitan dengan variabel-variabel seperti

geometri sistem, viskositas, kerapatan dan konduktivitas thermal (Kreith, 1994).

Hal ini jelas menimbulkan kesulitan dalam mendisain penukar kalor cascade yang

digunakan. Penelitian terhadap penukar kalor cascade menggunakan campuran

refrigeran non-azeotropis (zeotropis) dilakukan oleh Gong, Luo, Wu dan Zhou

(2002) memperlihatkan profil temperatur penukar kalor sangat dipengaruhi

komposisi campuran refrigeran. Selain itu kapasitas kalor spesifik penukar kalor

lawan arah lebih besar dibandingkan dengan yang searah. Dengan demikian disain

penukar kalor cascade berupa penukar kalor aliran lawan arah dimana ukurannya

tergantung dari komposisi campuran refrigeran yang digunakan.

Serupa dengan penukar kalor, disain separator juga ditentukan oleh

komposisi refrigeran yang digunakan. Hal ini mengingat fungsi separator sebagai

alat untuk memisahkan cairan refrigeran yang memiliki titik didih tinggi dengan

uap refrigeran bertitik didih rendah. Juga tidak boleh dilupakan yaitu disain alat

ekspansi. Apprea dan Maiorino (2009) menggunakan mesin pendingin

autocascade dua separator dengan campuran 7 refrigeran menunjukkan adanya

kesulitan dalam mendisain penukar kalor dan pipa kapiler (alat ekspansi) yang

sesuai. Hal ini terjadi karena perubahan kondisi mesin pendingin membuat

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 35: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

17

UNIVERSITAS INDONESIA

komposisi campuran di setiap bagian mesin pendingin ikut berubah dan hal ini

mempengaruhi stabilitas mesin pendingin itu sendiri. Karena itu, metode coba-

coba biasanya digunakan dalam menyelesaikan permasalah ini.

Pada percobaan Missimer (1997), melakukan pemilihan refrigeran

pengganti refrigeran CFC pada mesin pendingin autocascade dengan

menggunakan refrigeran HFC. Dan untuk mencapai temperatur -40oC sampai

dengan -180oC kandidat refrigeran yang dipilih adalah R32, R134a, R152a dan

R23. Lain halnya dengan yang dilakukan oleh Kim dan Kim (2002), mereka

menyelidiki kemampuan mesin pendingin autocascade dengan menggunakan

campuran refrigeran zeotropis R744-R134a dan R744-R290. Hasil percobaan

mereka menunjukkan bahwa ketika komposisi R744 dalam campuran refrigeran

bertambah maka efek pendinginnya juga ikut bertambah, namun kinerja (diukur

dalam Coefficient of Performance/ COP) berkurang seiring dengan naiknya

tekanan kompresor dalam mesin pendingin.

Kemudian penelitian mengenai pengaruh komposisi campuran refrigeran

zeotropis juga dilakukan oleh Du et al (2008) pada mesin pendingin autocascade

dengan separator tunggal pada beberapa variasi campuran refrigeran R23 dengan

R134a. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa selama operasi kosentrasi

R23 dalam mesin pendingin selalu berubah-ubah dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, hal ini dapat mempengaruhi stabilitas mesin pendingin. Selain itu

diketahui juga bahwa kinerja (COP) mesin pendingin autocascade tergantung pada

beberapa faktor seperti proses pemisahan uap dan cairan diseparator, besarnya

kemampuan penukaran kalor di alat penukar kalor dan campuran refrigeran kerja

yang digunakan. Kemudian untuk mengurangi rendahnya kinerja mesin pendingin

autocascade, Yu, Zhao dan Li (2007) telah melakukan penambahan ejector pada

pertemuan antara dua refrigeran R23-R134a sebelum masuk ke kompresor. Dalam

simulasi yang mereka lakukan diindikasikan bahwa penambahan ejector ini akan

mengurangi rasio kompresi hingga 25,8% dan meningkatkan kinerja (COP)

hingga 19,1% dibandingkan mesin pendingin autocascade tanpa ejector.

Penelitian mesin pendingin autocascade yang mencapai temperatur lebih

rendah dari -100oC yang dilakukan oleh Chen (2007) dengan menggunakan

separator tunggal dengan komposisi campuran R50(19%)-R23(30%)-R600a(51%)

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 36: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

18

UNIVERSITAS INDONESIA

mampu mencapai temperatur -123,7oC. Apprea dan Maiorino (2009)

menggunakan dua separator dengan menggunakan campuran 7 refrigeran yakni

R507-R245a-R116-R23-R14-R740-R290 mampu mencapai temperatur yang lebih

rendah yaitu -150oC. Hasil percobaan yang mereka lakukan menunjukkan adanya

kesulitan dalam mendisain penukar kalor dan pipa kapiler (alat ekspansi) yang

sesuai. Walaupun kinerja-nya (COP) sangat rendah, namun mesin pendingin

autocascade yang mereka buat mampu beroperasi dalan jangka waktu yang lama

tanpa mengalami masalah.

Penelitian-penelitian mesin pendingin autocascade yang disebutkan diatas

masih menggunakan campuran refrigeran CFC atau HFC yang segera dilarang

karena merusak lingkungan. Sehingga, perlu dicari pengganti yang diarahkan pada

refrigeran alamiah yang memiliki sifat thermofisik yang baik adalah hidrokarbon

(Cox, 2007). Naer dan Rozhentsev (2002) meneliti penerapan campuran

hidrokarbon dalam mesin pendingin kecil dan mesin ultra low, dalam salah satu

percobaannya menggunakan mesin pendingin autocascade satu separator.

Penelitian mereka menunjukkan bahwa mesin pendingin kecil dengan satu

kompresor dapat mencapai temperatur -73oC s/d -183

oC.

Penelitian pendahuluan simulasi dan eksperimental pada mesin pendingin

cascade dua tingkat dengan campuran refrigerant hidrokarbon terbukti mampu

mencapai -80oC (Nasruddin, 2008 & 2009), sehingga bila dilakukan penelitian

lebih lanjut menggunakan mesin pendingin autocascade akan dapat mencapai

temperatur ultra low lebih rendah dari -100oC. Penelitian sebelumnya

menggunakan tiga campuran refrigeran hidrokarbon. Campuran tersebut

menunjukkan bahwa sistem tidak stabil, sehingga pada penelitoian selanjutnya

digunkan empat campuran refrigeran hidrokarbon untik mencapai temperatur

yang lebih rendah dan sistem akan lebih stabil. Campuran tersebut terdiri dari

metana, etana, propana, dan butana. Lebih lanjut lagi, bagaimana pemilihan

refrigeran tersebut dilkukan dibahas pada bagian selanjutnya yaitu pemilihan

refrigeran. Dari keadaan tersebut maka penelitian ini akan difokuskan pada

pengembangan mesin pendingin autocascade dengan menggunakan campuran

empat refrigerant hidrokarbon dalam rangka pembuatan ultra low cold storage

untuk aplikasi dibidang biomedis. Agar kinerja dari mesin pendingin autocascade

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 37: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

19

UNIVERSITAS INDONESIA

lebih optimal maka dilakukan percobaan lebih lanjut dengan melakukan

percobaan berbagai variasi panjang pipa kapiler dengan campuran refrigeran

hidrokarbon. Variasi panjang pipa kapiler yang akan kami jadikan percobaan

adalah 15 dan 2 m dengan diameter dalam pipa 0.028 inch.

2.4 SIKLUS MESIN PENDINGIN AUTOCASCADE

Berikut ini skema dan siklus teoritis mesin pendingin autocascade dapat

dilihat pada gambar dibawah :

compressor

Condenser

Filter Dryer

Expansion 1

Heat Exchanger

Evaporator

Expansion 2

Separator

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1-

Gambar 2.10. Skema Mesin Pendingin Autocascade

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 38: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

20

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.11. Diagram Siklus Mesin Pendingin Autocascade

Dari gambar dapat dijelaskan pada proses 1-2 campuran refrigeran

zeotropes yang terdiri dari methane, ethane dan butane dalam kondisi gas masuk

ke kompresor, campuran ini dikompresikan sehingga tekanan dan temperaturnya

naik. Kemudian pada proses 2-3 masing-masing refrigeran tadi dalam bentuk gas

dikondesasikan oleh kondenser, karena memiliki temperatur titik kondensasi yang

berbeda sehingga terbentuk campuran yang memiliki dua fase yaitu gas (methane

dan ethane) dan cair (butane dan propane).

Pada proses 3-6 dapat dijelaskan bahwa terjadi pemisahan campuran

refrigeran antara metana, etana, propane, dan butana di separator. Refrigeran yang

berfase gas akan mengalir menuju heat exchanger, campuran refrigeran yang

mengalir ke proses ini yaitu metana dan etana karena memiliki titik kondensasi

yang rendah. Dan pada proses 6-7, dimana campuran refrigeran yang berfase gas

yang masuk ke dalam heat exchanger didinginkan oleh campuran refrigeran yang

sudah menyatu kembali yaitu metana, etana, propana, dan butana yang berfase

campuran gas dan cair, sehingga campuran refrigeran metana dan etana yang

berfase gas tadi mengalami perubahan fase yaitu campuran gas dan cair.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 39: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

21

UNIVERSITAS INDONESIA

Proses 7-8 campuran refrigeran metana dan etana yang dalam kondisi cair

diekspansikan oleh pipa kapiler kedua sehingga fasenya berubah menjadi

campuran antara gas dan cair. Dan pada proses 8-9 campuran refrigeran metana

dan etana dalam fase gas dan cair masuk kedalam evaporator, pada prose ini

belum dapat mengubah campuran metana dan etana kedalam bentuk fase gas.

Selanjutnya pada proses 9-10 campuran refrigeran metana dan etana yang berfase

cair dan gas mengalir ke dalam heat exhanger bercampur dengan refrigeran

propana dan butana. Proses 10-1 refrigeran dengan temperatur rendah masuk ke

heat exchnger untuk mendinginkan refrigeran metana dan etana.

Pada proses 3-4 terjadi proses pemisahan campuran antara metana, etana,

propana dan butana di separator, campuran refrigeran yang berfase cair akan

mengalir ke bawah menuju ke pipa kapiler pertama, pada sistem ini butane dan

propana yang sudah terkondensasikan menjadi cair akan mengalir ke pipa kapiler

pertama. Selanjutnya pada proses 4-5 butane dan propana yang dalam kondisi cair

diekspansikan oleh pipa kapiler pertama sehingga fasenya berubah menjadi

campuran cair dan gas, dimana tekanan dan temperatur juga turun.

Kemudian proses 5-10, terjadi proses percampuran kembali antara metana,

etana, propana, dan butana dan masuk ke heat exchanger sehingga menghasilkan

campuran metana, etana, propana, dan butana yang berfase cair dan gas. Dan

selanjutnya pada proses 10-1 campuran refrigeran metana, etana dan butana yang

bersatu kembali dimana fasenya campuran cair dan gas terevaporasi oleh

campuran metana dan etana yang berfase gas yang berasal dari separator,

campuran metana, etana, propana, dan butana mengalami perubahan fase menjadi

gas dan kembali masuk ke kompresor untuk dikompresikan serta siklus dimulai

kembali.

2.5 SELEKSI PANJANG PIPA KAPILER

Pipa kapiler (Capillary Tube) merupakan salah satu dari alat ekspansi, yang

digunakan untuk menurunkan dan ketika tekanan turun maka temperaur yang

terjadi juga turun. Penurunan tekanan dari refrigeran di pengaruhi oleh gerakan

aliran liquid dalam pipa, yang akan membatasi aliran refrigeran. Pipa kapiler yang

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 40: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

22

UNIVERSITAS INDONESIA

kami gunakan sebagai bahan percobaan memiliki diameter 0.028 inch. Dengan

variasi panjang kapiler yang berbeda-beda, maka dari percobaan ini akan

diketahui panjang kapiler dengan kinerja yang paling optimal.

Dari persamaan dibawah ini, maka akan diketahui berapa panjang kapiler

dengan kinerja yang paling optimal untuk sistem pendingin autocascade, adalah

sebagai berikut :

Menentukan factor friction (Chunlu Zhang and Guoliang Ding,2004) :

f = C1.Re-C2

(2.9)

Dimana : f = factor friction capillary tube

C1 = empirical constants (0.23)

C2 = empirical constants (0.216)

Re = bilangan Reynolds

Menentukan slope :

1/1063.11

)/1063.1(72.05

72.05

inin

inin

pp

pp (2.10)

Dimana : = slope

Pin = tekanan pada phase cair (Pa)

Menghitung panjang pipa kapiler :

outout

tpout

out

tpin

in

pp

Gf

D

p

p

f

D

Gf

pDL

1ln1

1

1

2

1ln

21222

(2.11)

Dimana : L = panjang pipa kapiler(m)

D = dimater pipa kapiler (m)

pin = tekanan masuk (Pa)

pout = tekanan keluar (Pa)

G = mass flux (kg s-1

.m-2

)

fin = friction factor inlet

ftp = friction factor two phase

= slope

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 41: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

23

UNIVERSITAS INDONESIA

2.6 SELEKSI REFRIGERAN

Fluida yang digunakan dalam siklus refrigerasi sebagai penukar kalor

disebut refrigeran. Refrigeran ini berfungsi menyerap kalor/panas dengan cara

evaporasi pada tekanan dan temperatur rendah dari suatu daerah dan

membuangnya dengan kondensasi pada tekanan dan temperatur tinggi. Pemilihan

refrigeran merupakan kompromi antara beberapa sifat-sifat termodinamik yang

saling berlawanan.

Suatu refrigeran harus memenuhi beberapa persyaratan, sebagian dari

persyaratan tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan kemampuannya

pada perpindahan kalor. Stabilitas kimia pada beberapa kondisi tertentu saat

digunakan merupakan karakteristik yang paling penting. Beberapa sifat yang

berhubungan dengan keamanan refrigeran seperti tidak mudah terbakar (non-

flammable) dan tidak beracun saat digunakan merupakan sifat yang juga

dibutuhkan. Harga, ketersediaan, efisiensi, dan kecocokan dengan pelumas

kompressor dan bahan-bahan dari komponen-komponen sistem refrigerasi juga

harus diperhatikan. Pengaruh refrigeran terhadap lingkungan apabila refrigeran

tersebut bocor dari suatu sistem harus pula dipertimbangkan.

Berdasarkan protokol Montreal dan Kyoto terdapat dua kriteria yang harus

dipenuhi suatu jenis refrigeran agar dapat digunakan secara aman dan komersial.

Dua kriteria tersebut adalah ODP (Ozone Depletion Potential) merupakan nilai

yang menunjukan potensi suatu jenis refrigeran terhadap kerusakan ozon dan

GWP (Global Warming Potential) merupakan nilai yang menunjukan potensi

suatu jenis refrigeran terhadap pemanasan global. Oleh karena itu perlu dicari

refrigeran alternatif baru yang diarahkan pada penggunaan refrigeran-refrigeran

alamiah semisal karbondioksida (CO2), ammonia atau hidrokarbon.

Alternatif penggunaan golongan refrigeran HFC (Hydro-fluoro-carbon)

seperti R508B dan R508A untuk menggantikan R13 untuk jangka panjang kini

sedang dipertanyakan. Hal ini berkaitan dengan kontribusi HFC terhadap efek

rumah kaca (Wu, 2007). Oleh karena itu, untuk jangka panjang perlu dicari

refrigeran alternatif baru bebas terhadap zat halogen yang diarahkan pada

penggunaan refrigeran-refrigeran alamiah seperti hidrokarbon.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 42: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

24

UNIVERSITAS INDONESIA

Menurut Cox (2007), sebagai refrigeran, hidrokarbon memiliki kinerja yang

sangat baik. Kinerja yang baik refrigeran hidrokarbon merupakan gabungan

parameter-parameter yang berikut itu :

Rasio kompresi yang rendah (dalam kaitan dengan tekanan pengisapan

(suction) tinggi dan rendahnya tekanan discharge pada temperatur

operasi)

Tingginya angka pemindahan kalor yang pada alat penukar kalor

(karena properti yang baik dari cairan fluid thermal dan transport)

Berkurangnya kerugian tekanan pada sistem (karena rendahnya

densitas dan viskositas refrigeran)

Hidrokarbon tidak tertandingi oleh refrigeran HFC dalam semua aspek

selain dari flammabilatas(mudah terbakar). Hanya hal inilah yang mencegahnya

untuk digunakan secara luas. Namun demikian karena rendahnya refrigeran

hidrokarbon yang digunakan pada alat ini hanya sedikit, maka resiko

flammabilatas(mudah terbakar) juga dapat dikurangi.

Tabel 2.1 Pemilihan Refrigeran Autocascade (Missimer, 1996)

Kode

Refrigeran Nama

Formula

Kimia

Massa

Molekul

Titik

Didih

(oC)

O.D.P

728 Nitrogen N2 28,01 -195,8 0

740 Argon A 39,95 -185,9 0

50 Methane CH4 16,04 -161,5 0

14 Tetrafluoromethane CF4 88,01 -127,9 0

1150 Ethylene C2H4 28,05 -103,7 0

170 Ethane C2H6 30,07 -88,8 0

503 R23/R13 azeotrope 40,1/59,% 87,5 -88,7 0,30

23 Trifluoromethane CHF3 70,02 -82,1 0

13 Chorotrifluoromethane CClF3 104,47 -81,4 0,50

116 Perfluoromethane C2F6 138,01 -78,3 0

32 Difluoromethane CH2F2 52,02 -51,8 0

125 Pentafluoromethane CHF2CF2 120,03 -48,6 0

502 R22/R115 azeotrope 48,8/51(%) 111,60 -45,6 0,29

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 43: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

25

UNIVERSITAS INDONESIA

290 Propane C3H8 44,10 -42,1 0

22 Chlorodifluoromethane CHClF2 86,48 -40,8 0,05

12 Dichlorodifluoromethane CCl2F2 120,93 -29,8 1,00

134a 1,1,1,2-

tetrafluoromethane

CH2FCF3 102,03 -26,2 0

152a Difluoroethane CH3CHF2 66,05 -25,0 0

134 1,1,2,2-

tetrafluoromethane

CHF2-

CHF2

102,03 -19,8 0

124 2-Chloro-1,1,1,2-tetraF-E CHClFC3 136,50 -12,0 0,02

142b 1-Chloro-1,1-difluoroE CH3CClF3 100,50 -9,8 0,06

600 Butane C4H10 58,13 -0,5 0

114 Dichlorotetrafluoroethane CClF2-

CClF2

170,94 3,8 0,8

11 Trichlorofluoromethane CCl3F 137,38 23,8 1,00

123 Dichlorofluoromethane CHCl2-

CF3

152,91 27,6 0,02

141b Dichlorofluoroethane CCl2FCH3 116,95 32,0 0,10

- Pentane (normal) C5H10 72,15 36,2 0

113 Trichlorofluoroethane CCl2F-

CClF2

187,39 47,6 1,08

Beberapa kemungkinan refrigeran yang dapat di gunakan dalam mesin

pendingin autocascade telah dilakukan oleh Missimer (1996) dapat dilihat pada

Tabel 2.2. Untuk mencapai temperatur ultra low dengan menggunakan mesin

pendingin autocascade, memerlukan campuran tiga jenis refrigeran yang berbeda

titik didihnya.

Campuran refrigeran secara luas dapat digolongkan ke dalam dua kelompok

berdasarkan perubahan suhu selama proses kondensasi atau penguapan yaitu :

1. Campuran Zeotrope

Contoh campuran zeotropes antara nitrogen dan methane. Pada saat nitrogen

memiliki fraksi 0,5 , campuran dalam keadaan superheated vapor pada titik a,

saturated vapor pada titik b, saturated liquid pada titik c dan subcooled liquid

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 44: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

26

UNIVERSITAS INDONESIA

pada titik d. Komposisi equilibrium dari vapor dan liquid akan berbeda pada

wilayah 2 fase. Contohnya saat fraksi dari vapor pada keadaan equilibrium

dengan liquid pada titik c akan lebih besar dari 0,5 (titik f), saat fraksi dari

liquid pada keadaan equilibrium dengan vapor pada titik b akan lebih kecil

dari 0,5 (titik e). Sehingga campuran zeotropes didefinisikan sebagai

campuran dimana fraksi dari coexisting phase tidak sama.

Gambar 2.12. Diagram T-x Campuran Zeotropes

2. Campuran Azeotrope.

Contoh campuran azeotropes antara R23 dan R13. Gambar dibawah ini

menunjukkan variasi identik dari bubble dan dew point temperatures dari

sebuah campuran azeotropes . Glide dari refrigeran menjadi nol saat fraksi

R23 dalam campuran sebesar 0,42. Fraksi dari fase vapor dan liquid memiliki

nilai yang sama pada kondisi tersebut. Campuran azeotropes biasanya

digunakan untuk constant-temperature refrigeration.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 45: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

27

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.13. Diagram T-x Campuran Azeotropes

Pedoman untuk memilih komponen-komponen dari suatu campuran adalah

sebagai berikut (sumber : Cryogenic Mixed Refrigerant Processes, G.

Venkatarathnam hal 130) :

1. Memilih Refrigeran pertama yang memiliki temperatur titik didih pada

tekanan 1,5 bar lebih rendah dari suhu pendingin yang diinginkan. Contoh

nitrogen dapat digunakan untuk temperatur antara 80oK sampai 105

K,

R14 antara 150 K sampai 180

K.

2. Memilih Refigeran kedua yang memiliki titik didih sekitar 30 K-60

K di

atas refrigeran pertama dan yang tidak menunjukkan sifat liquid-liquid

immiscibility pada temperatur rendah dengan refrigeran pertama. Contoh

methane dengan argon.

Memilih refrigeran ketiga yang menunjukkan sifat liquid-liquid immiscibility

pada temperatur rendah dengan cairan pertama dan titik didih sekitar 30oK di atas

refrigeran kedua. Contoh Ethylene menunjukkan sifat liquid-liquid immiscibility

dengan nitrogen pada temperatur rendah

Diagram p-h dibawah ini menunjukkan bahwa campuran diatas merupakan

campuran zeotropes.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 46: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

28

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.14. Diagram p-h Campuran Zeotropes

Komposisi refigeran yang dipilih sebagai percobaan adalah:

1. Komponen pertama yang kami pilih adalah Metana karena memiliki

temperatur titik didih yang lebih rendah. Titik didih yang dimiliki

refrigeran Metana adalah -161,5oC

2. Komponen kedua adalah Etana, karena memiliki titik didih kedua terendah

dibandingkan etana yaitu sebesar -88.8oC

3. Komponen kedua adalah Propana, karena memiliki titik didih kedua

terendah dibandingkan propana yaitu sebesar oC.

4. Komponen keempat adalah Butana, karena memiliki titik didih tertinggi,

titik didih yang dimiliki Butana adalah sebesar -0.5oC.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 47: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

29

UNIVERSITAS INDONESIA

2.7 DESAIN SEPARATOR

Gambar 2.15. Skema separator vertical (Roberto Bubbico)

Berikut adalah proses penrhitungan separator vertical (Roberto Bubbico. Gas-

Liquid Separator):

1. Memilih Kv berdasarkan konfigurasi bejana

Tabel 2.2 Nilai K

2. Menghitung kecepatan maksimum gas, (Uv)

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 48: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

30

UNIVERSITAS INDONESIA

3. Menghitung cross-sectional area dan diameter, (A dan Dv)

4. Membulatkan kenaikan D dalam 6 inci (0.152 m) untuk D lebih dari 30

inci (0.762 m). Jika D kurang dari 30 in (0.762 m), gunakan pipa standar

5. Memilih liquid-phase surge time, (ts)

6. Menghitung ketinggian liquid-level

7. Menghitung ketinggian total separator

8. Jika L/D < 3.0, hitung ulang L hingga L/D > 3.0. Jika L/D > 5 gunakan

separator horisontal.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 49: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

31

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 3

RANCANGAN ALAT UJI DAN PROSEDUR PENGUJIAN

3.1 RANCANGAN ALAT UJI

Pada pengujian ini alat sistem pendingin autocascade berada di

Laboratorium Teknik Pendingin lantai 3 Departemen Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Indonesia (DTM FTUI). Untuk melalukan pengujian ini maka

dilakukan berbagai modifikasi untuk meningkat kinerja dari alat tersebut dari

pergantian evaporator dan pipa kapiler. Data diperoleh dengan menggunakan data

akuisisi (NI Lab View).

Gambar 3.1. Skema Alat Uji

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 50: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

32

UNIVERSITAS INDONESIA

Berikut adalah komponen-komponen dari mesin pendingin autocascade :

Kompresor

Kompresor merupakan salah satu bagian terpenting dari sistem pendingin.

Kompresor ini berfungi untuk meningkatkan tekanan dan temperatur dari

refrigeran selain itu juga untuk menghisap refrigeran setelah melalui katup

ekspansi. berikut ini data dari kompresor yang digunakan :

Merek : Tecumseh

Type : Hermetic/Raciprocating

Daya : 0.75 hp

Refrigeran : R22

Voltage/ Hz : 240/ 50

Lubrican : Syntetic

Dimensi : panjang 19 cm, lebar 12.5 cm, tinggi 30 cm

Gambar 3.2. Kompresor

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 51: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

33

UNIVERSITAS INDONESIA

Oli Kompresor

Oli kompresor berfungsi untuk melumasi bagian-bagian dalam kompresor

untuk mengurangi gesekan yang terjadi. Jenis oli yang kami gunakan adalah

Syntetic. Oli ini digunkan karena kompresor yang digunakan adalah untuk

refrigerant R22, dan tidak dilkukan penggantian oli setelah pembelian.

Autocascade Heat Exchanger

Heat exchanger berfungsi sebagai alat penukar kalor, dimana terdapat 2 heat

exchanger pada sistem ini yang pertama berfungsi sebagai condensor dan heat

exchanger kedua berfungsi sebagai evaporator, data dari autocascade yang

digunakan adalah :

Type : Shell and coil

Material : Tembaga

Dimensi : - Pipa dalam : > diameter : 1 1/8 inch

> panjang : 500 cm

- Pipa luar : > diameter : 2 1/2 inch

> panjang : 500 mm

Gambar 3.3. Heat Exchanger

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 52: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

34

UNIVERSITAS INDONESIA

Kondenser

Kondenser berfungsi untuk membuang kalor dan mengubah wujud

refrigeran dari gas menjadi cair dan juga suatu alat untuk membuat kondensasi

bahan pendingin gas dari kompresor dengan temperature tinggi dan tekanan

tinggi, berikut ini data dari kondenser yang digunakan :

Type : Tubes and fins air coooled

Material : Besi

Dimensi : panjang 20 cm, lebar 10 mm tinggi 20 cm

Gambar 3.4. kondenser

Separator

Separator berfungsi untuk memisahkan campuran refrigeran berdasarkan

karakteristik refrigeran. Kami menggunakan 3 campuran refrigeran hydrocarbon

yaitu butane, ethane dan methane, data dari separator yang digunakan adalah :

Material : Tembaga

Dimensi : diameter 2 1/8 inch, panjang 20 cm

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 53: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

35

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 3.5. Separator

Shut Off Valve

Shut-off valve adalah aksesoris yang digunakan sebagai keran buka tutup

aliran refrigeran. Shut-off valve pada sistem ini digunakan untuk memasukkan

refrigeran.

Gambar 3.6. Shut off Valve

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 54: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

36

UNIVERSITAS INDONESIA

Filter Dryer

Filter dryer merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menyaring partikel-

partikel kecil seperti serpihan logam, plastic, dan debu serta benda asing lain yang

dapat membahayakan kompresor. Selain itu alat ini juga bermanfaat untuk

menangkap uap air yang dapat menghambat proses perpindahan kalor serta

membahayakan kompressor, filter dryer ditempatkan setelah condenser.

Gambar 3.7. Penempatan Filter Dryer

Alat Ekspansi

Pada alat ini menggunakan 2 pipa kapiler dengan ukuran ø 0.028 in. Katup

ekspansi adalah alat yang digunakan untuk mengatur laju aliran refrigeran dengan

menurunkan tekanan dan temperatur dari refrigerant sehingga terjadi perubahan

fase dai cair menjadi gas.

Oil separator

Sistem autocascade memilki part berupa oil sparator yang berfungsi

memisahkan oli refrigeran setelah keluar dari kompresor. Oil sparator akan

memisahkan oli dan oli akan kembali ke kompresor ketika ada tarikan dari

kompresor

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 55: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

37

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 3.8. Oil separator

Sight Glass

Sight glass adalh alat yang digunakan untuk melihat fasa refrigeran. Hal

ini diperlukan untuk pemantauan keadaan refrigeran. Pada sistem autocascade

digunkan sight glas untuk memantau pemisahan refrigeran.

Box pendingin (Evaporator)

Pada pengujian ini menggunakan box pendingin sebagai tempat

penyimpanan barang yang akan didinginkan. Di dalam box ini terdapat evaporator

yang mana fungsinya kebalikan dari condenser, tidak untuk membuang kalor

kepada udara disekitarnya tetapi untuk mengambil kalor dari udara sekitarnya.

Gambar 3.9. Box Pendingin (Evaporator)

Berikut ini instrumen-instrumen yang digunakan pada mesin pendingin

autocascade :

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 56: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

38

UNIVERSITAS INDONESIA

Pressure Gauge

Pressure gauge berfungsi untuk mengukur tekanan pada sistem, dipasang

pada suction dan discharge.

Gambar 3.10. Presure gauge

Pressure Transmitter

Pressure transmitter berfungsi untuk mengukur tekanan dan dapat langsung

terbaca hasil pengukurannya melalui data akuisisi yang disambungkan ke

komputer, dipasang pada sauction dan discharge.

1. Merek : Druck

Arus : 4-20 mA

Ranges tekanan : 40 bar absolut

2. Merek : Siemens

Arus : 4-20 mA

Ranges Tekanan : 16 bar absolut

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 57: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

39

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 3.11. Penempatan Pressure Transmitter

Thermocouple

Thermocouple berfungsi untuk mengukur temperatur. Pada sistem ini kami

menggunakan 8 titik pengukuran temperatur.

Tipe : Tipe K

Bahan : Cromnel Alumnel

Ranges Temperatue : -269 oC sampai dengan +1260

oC

Data akuisisi (NI DAQ)

Alat ini berfungsi untuk mengukur parameter-parameter

(temperatur/tekanan) yang ada pada sistem dengan berbasis komputer, dimana

hasil pengukuran ditampilkan melalui monitor komputer.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 58: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

40

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 3.12. Data Akuisisi (DAQ)

Untuk pengukuran tekanan pada DAQ ini menggunakan signal dari arus

sedangkan pengukuran temperatur dengan menggunakan signal tegangan.

Power Supply DC

Power supply DC berfungsi sebagai sumber energi dari data akuisisi.

Sumber listrik arus bolak balik (AC) yang berasal dari PLN diubah ke arus DC.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 59: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

41

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 3.13. Power Supply DC

3.2 TES KEBOCORAN

Setelah semua komponen sudah terpasang dengan baik (komponen sistem

pendingin beserta alat ukur), maka terlebih dahulu dilakukan tes kebocoran

dengan tujuan agar pada saat dijalankan sistem berjalan dengan baik tanpa

mengganggu kinerja sistem. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

Pastikan unit dalam keadaan off (tidak ada listrik yang mengalir)

Sistem diisi dengan karbondioksida atau nitrogen sehingga sistem memiliki

tekanan ± 13 bar

Kebocoran terjadi apabila tekanannya menjadi turun dan dapat dilihat

melalui NI Lab View (DAQ) pada monitor komputer atau pressure gauge.

Sistem pemipaan di tes dengan menggunakan busa sabun untuk mengetahui

adanya kebocoran atau tidak

Tandai setiap tempat yang menjadi indikasi kebocoran untuk diperbaiki

3.3 VACUUM SYSTEM

Setelah dipastikan tidak ada kebocoran dalam sistem maka proses

selanjutnya adalah melakukan evakuasi system menggunakan pompa vakum,

langkah ini dimaksudkan untuk memastikan sistem tidak mengandung uap air.

Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :

Pastikan unit dalam keadaan off (tidak ada listrik yang mengalir)

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 60: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

42

UNIVERSITAS INDONESIA

Hubungkan selang manifold gauge pada suction kompresor dan pompa

vakum

Start pompa vakum hingga pada jarum pada pressure gauge menunjukan

angka dibawah 1 bar (± 30 menit) menandakan kondisi sistem dalam

keadaan vakum.

tutup katup manifold gauge dan pompa vakum

stop pompa vakum

Gambar 3.14. Pompa Vakum

3.4 CHARGING SYSTEM

Setelah proses pengvakuman dengan menggunakan pompa vakum selesai

maka dilanjutkan dengan pengisian refrigeran ke dalam sistem sesuai dengan

kebutuhan. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :

Pastikan unit dalam keadaan off (tidak ada listrik yang mengalir)

Hubungkan selang manifold gauge pada suction kompresor dan tabung

refrigerant

Shut off valve dalam keadaan tertutup

Flash refrigerant beberapa saat

Kencangkan selang manifold gauge pada suction kompresor

Menyalakan sistem (kompresor maupun data akuisisi)

Buka perlahan-lahan shut off sambil memperhatikan pembacaan

timbangan sesuai kebutuhan massa refrigeran yang diinginkan.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 61: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

43

UNIVERSITAS INDONESIA

Refrigeran pertama yang dimasukkan adalah butane

Refrigeran kedua yang dimasukkan adalah propana

Refrigeran ketiga yang dimasukkan adalah ethane

Refrigeran keempat yang dimasukkan adalah methane

3.5 TAHAPAN PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA

Setelah semua proses persiapan selesai (tes kebocoran, proses

pengvakuman, dan charging system) maka pengmbilan data bisa dilakukan.

Adapun prosedur pengambilan data ini adalah sebagai berikut :

Menyalakan semua kelistrikan

Mengaktifkan NI (DAQ) untuk membaca parameter-parameter yang ingin

diukur

Memanggil data file yang akan digunakan setelah itu dijalankan programnya dan

secara otomatis data akan terekam di komputer. Durasi pengambilan data ± 2 jam

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 62: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

44

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 4

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

4.1 DATA PERCOBAAN

Pada percobaan sistem pendingin autocascade digunakan komposisi

campuran refrigeran hidrokarbon yaitu butane 28.33%, propane 48.86%, ethane

18.89%, dan methane 3.9% dengan total masa charging adalah 300g. Kemudian

percobaan dilakukan dengan melakukan berbagai macam variasi panjang pipa

kapiler dengan diameter 0.028 inch, dimana panjang pipa kapiler tersebut adalah 2

m dan 15 m. variasi ini dilakukan untuk masing-masing expansi, yaitu expansi I

dan expansi II (sebelum evaporator). Letak alat expansi dapat dilihat pada gambar

3.1.

Tabel 4.1 Pengujian Variasi Panjang Pipa Kapiler

Pengujian Pipa Kapiler Expansi I Pipa Kapiler Expansi II

1 15 m (15exp1) 15 m (15exp2(evap))

2 15 m (15exp1) 2 m (2exp2(evap))

3 2 m (2exp1) 15 m (15exp2(evap))

4 2 m (2exp1) 2 m (2exp2(evap))

4.1.1 Percobaan Panjang Kapiler 15exp1-15exp2(evap)

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 63: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

45

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.1. Grafik data hasil percobaan dengan panjang pipa kapiler 15 m

ekspansi I dan 15 m ekspansi II (evaporator)

Percobaan dengan menggunakan kombinasi panjang kapiler 15 m ekspansi

I dan 15 m ekspansi II menunjukkan bahwa sistem dapat mencapai

keadaan yang steady. Keadaan yang steady tercapai pada temperatur

evaporator. Temperatur evaporator dalam keadaan steady adalah -440C

4.1.2 Percobaan Panjang Kapiler 15exp1-2exp2(evap)

Gambar 4.2. Grafik data hasil percobaan dengan panjang pipa kapiler 15 m

ekspansi I dan 2 m ekspansi II (evaporator)

Percobaan dengan menggunakan kombinasi panjang kapiler 15 m ekspansi

I dan 2 m ekspansi II menunjukkan bahwa sistem dapat mencapai keadaan

yang steady. Temperatur evaporato padapercobaan ini adalah -620C.

4.1.3 Percobaan Panjang Kapiler 2exp1-15exp2(evap)

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 64: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

46

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.3. Grafik data hasil percobaan dengan panjang pipa kapiler 2 m

ekspansi I dan 15 m ekspansi II (evaporator)

Percobaan dengan menggunakan kombinasi panjang kapiler 2 m ekspansi I

dan 15 m ekspansi II menunjukkan bahwa sistem dapat mencapai keadaan

yang steady. Keadaan yang steady tercapai pada temperatur evaporator -

41.60C

4.1.4 Percobaan Panjang Kapiler 2exp1-2exp2(evap)

Gambar 4.4. Grafik data hasil percobaan dengan panjang pipa kapiler 2 m

ekspansi I dan 2 m ekspansi II (evaporator)

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 65: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

47

UNIVERSITAS INDONESIA

Percobaan dengan menggunakan kombinasi panjang kapiler 2 m ekspansi I

dan 2 m ekspansi II menunjukkan bahwa sistem dapat mencapai keadaan

yang steady. Keadaan yang steady tercapai pada temperatur evaporator -

640C. Percobaan ini mencapai temperatur evaporator paling rendah.

4.2 KARAKTERISTIK DATA HASIL PERCOBAAN

Untuk mengetahui karakter dari sistem autocascade yang telah dilkukan

percobaan dibuat grafik untuk membandingkan data pada setiap titik pengambilan

data untuk empat kombinasi panjang pipa kapiler.

4.2.1 Temperatur Masuk Evaporator (Keluar Expansi II)

Gambar 4.5. Grafik temperatur masuk evaporator

Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa kombinasi pipa kapiler

15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2 mencapai temperatur yang

steady lebih lama dibandingkan kombinasi pipa kapiler 15exp1-

2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap). Sealin itu pencapapaian temperatur

untuk kombinasi pipa kapiler 15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap)

lebih rendah dibandingkan 15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-

15exp2(evap). Kombinasi pipa kapiler 2exp1-2exp2(evap) adalah

kombinasi paling optimum untuk pencapaian temperatur evaporator yaitu

rata-rata di titik steady -64.090C. Dari percbaan ini dapat dilihat bahwa

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 66: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

48

UNIVERSITAS INDONESIA

pipa kapiler expansi II ,sebelum masuk evaporator, yang memiliki panjang

2 meter mencapai temperatur paling optimum. Hal ini dikarenakan laju

aliran refrigeran dengan pipa kapiler 2 m yang menuju evaporator lebih

banyak dibandingkan ketika menggunakan pipa kapiler 15 meter.

4.2.2 Temperatur Keluar Evaporator

Gambar 4.6. Grafik temperatur keluar evaporator

Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa kombinasi pipa kapiler

15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2 tidak dapat mencapai temperatur

yang steady dibandingkan kombinasi pipa kapiler 15exp1-2exp2(evap) dan

2exp1-2exp2(evap) yang mampu mencapai temperatur steady dalam waktu

sekitar 500 detik. Sealin itu pencapapaian temperatur untuk kombinasi

pipa kapiler 15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap) lebih rendah

dibandingkan 15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2(evap). Seperti

grafik temepratur masuk evaporator untuk pencapain temperatur optimum

kombinasi 15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2(evap) lebih lama

dibandingkan kombinasi pipa kapiler 15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-

2exp2(evap) yang mampu mencapai temperatur steady dalam waktu

sekitar 500 detik.

4.2.3 Temperatur Masuk Heat Exchanger

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 67: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

49

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.7. Grafik temperatur masuk Heat Exchanger

Dari gambar 4.7 dapat dilihat bahwa kombinasi pipa kapiler

15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2(evap) tidak dapat mencapai

temperatur yang steady dibandingkan kombinasi pipa kapiler 15exp1-

2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap) yang mampu mencapai temperatur

steady. Sealin itu pencapapaian temperatur untuk kombinasi pipa kapiler

15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap) lebih rendah dibandingkan

15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2. Seperti grafik temepratur masuk

evaporator untuk pencapain temperatur optimum kombinasi 15exp1-

15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2(evap) lebih lama dibandingkan

kombinasi pipa kapiler 15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap) yang

mampu mencapai temperatur steady dalam waktu sekitar 500 detik.

Keadaan ini adalah imbas dari pecapaian sebelum-sebelumnya.

4.2.4 Temperatur Suction

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 68: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

50

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.8. Grafik temperatur suction

Dari gambar 4.8 dapat dilihat bahwa semua kombinasi pipa kapiler

untuk mencapai temperatur suction yang steady membutuhkan waktu yang

hampir sama. Temperatur suction yang paling rendah dicapai kombinas

pipa kapiler 2exp1-2exp2(evap) dan berurutan 15exp1-15exp2(evap),

2exp1-15exp2(evap), dan yang tertinggi dicapai kombinasi untuk

kombinasi pipa kapiler 2exp1-15exp2(evap).

4.2.5 Temperatur Discharge

Gambar 4.9. Grafik temperatur Discharge

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 69: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

51

UNIVERSITAS INDONESIA

Dari gambar 4.9 dapat dilihat bahwa temperatur discharge untuk

semua kombinasi tidak pernah mencapai steady terkecuali pada kombinasi

pipa kapile 15exp1-2exp2(evap). Pencapaian temperatur discharge

berkebalikan dengan temperatur suction dimana Temperatur yang paling

tinggi dicapai kombinas pipa kapiler 2exp1-2exp2(evap) dan berurutan

15exp1-15exp2(evap), 2exp1-15exp2(evap), dan yang terendah dicapai

kombinasi untuk kombinasi pipa kapiler 2exp1-15exp2(evap). Jika dilihat

maka temperatur suction tidak memberikan pengaruh terhadap temperatur

dischage.

4.2.6 Temperatur Keluar Kondenser

Gambar 4.10. Grafik temperatur keluar kondenser

Dari gambar 4.10 dapat dilihat bahwa temperatur keluar kondenser

untuk kombinasi 15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2(evap) mencapai

steady pada waktu yang sama yaitu sekitar 2000 detik, untuk kombinasi

2exp1-2exp2(evap) mencapai steady dalam waktu yang paling singkat

yaitu sekiytar 300 detik dan kombinasi pipa kapiler 15exp1-2exp2(evap)

membutuhkan waktu yang paling lama sekitar 3000 detik. Jika dilihat

pencapaian temperatur kondenser tidak ada hubungan dengan pencapaian

temperatur dischage. Temperatur kondenser memiliki hubunngan dengan

temperatur ambien dan flowrate refrigeran. Namun jika dilihat lebih jauh

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 70: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

52

UNIVERSITAS INDONESIA

kombinasi yang memilki panjang kapiler paling pendek, flowrte yang

terjadi paling tinggi, memilki temperatur kondenser paling rendah. Maka

yang paling berpengaruh pada temperatur kondenser untk sistem ini adalah

temperatur ambien.

4.2.7 Temperatur Keluar Expansi I

Gambar 4.11. Grafik temperatur keluar expansi I

Dari gambar 4.11 dapat dilihat bahwa kombinasi pipa

kapiler15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap) mencapai temperatur

keluar expansi yang steady. Sedangkan kombinasi pipa kapiler 15exp1-

15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2 temperatur keluar expansi I cukup

berfluktuasi. Sealin itu pencapapaian temperatur untuk kombinasi pipa

kapiler 15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap) lebih rendah

dibandingkan 15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2(evap). Kombinasi

pipa kapiler 2exp1-2exp2(evap) adalah kombinasi paling optimum untuk

pencapaian temperatur keluar ekspansi I yaitu rata-rata di titik steady -

200C.

4.2.8 Temperatur Keluar Heat Exchanger

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 71: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

53

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.12. Grafik temperatur keluar expansi I

Dari gambar 4.12 dapat dilihat bahwa kombinasi pipa

kapiler15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap) mencapai temperatur

keluar expansi yang steady. Sedangkan kombinasi pipa kapiler 15exp1-

15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2 temperatur keluar expansi I cukup

berfluktuasi. Sealin itu pencapapaian temperatur untuk kombinasi pipa

kapiler 15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap) lebih rendah

dibandingkan 15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2(evap). Kombinasi

pipa kapiler 2exp1-2exp2(evap) adalah kombinasi paling optimum untuk

pencapaian temperatur keluar ekspansi I yaitu rata-rata di titik steady -

200C.

4.2.9 Tekanan Discharge

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 72: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

54

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.13. Grafik tekanan discharge

Dari gambar 4.13 dapat dilihat bahwa kombinasi pipa

kapiler15exp1-2exp2(evap) tekanan pada discherge mencapai titik steady

di nilai 19 bar. Sedangkan kombinasi 2exp1-2exp2(evap) tekanan pada

discharge mencapai titik steady dinilai 21 bar. Sedangkan kombinasi pipa

kapiler 15exp1-15exp2(evap) dan 2exp1-15exp2 tekanan discharge dinilai

20 bar. Untuk mencapai titik steady tekanan pada discharge untuk setiap

kombinasi melalui titik tertinggi kemudian turun dan mencapai titik

steady. Tekanan tertinggi pada discharge adalah 26 bar. Namun hanya

bertahan beberapa detik.

4.2.10 Tekanan Suction

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 73: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

55

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.14. Grafik tekanan suction

Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa kombinasi pipa

kapiler15exp1-2exp2(evap) dan 2exp1-2exp2(evap) tekanan suction lebih

tinggi dibandingkan dengan kombinasi pipa kapiler 15exp1-15exp2(evap)

dan 2exp1-15exp2. Untuk mencapai titik steady untuk setiap kombinasi

membutuhkan waktu yang sama. Tekanan pada suction kombinasi pipa

kapiler 15exp1-2exp2(evap) adalah 1.97 bar, 2exp1-2exp2(evap) adalh

2,18 bar, 15exp1-15exp2(evap) adalh 1.56 bar, dan 2exp1-15exp2(evap)

adalah 1,43 bar. Kombinasi pipa kapiler 2exp1-2exp2(evap) adalah

kombinasi paling tinggi tekanan suctionnya. Dengan semakin besar

tekanan suction maka flowrate pada sistem akan semakin besar pula.

Sedang tekanan suction paling rendah adalah kombinasi 2exp1-

15exp2(evap).

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 74: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

56

UNIVERSITAS INDONESIA

4.3 PENGOLAHAN DAN ANALISA HASIL PERCOBAAN

4.3.1 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Masuk

Evaporator

ANOVA Dua Arah: Temperatur Masuk Evaporator Terhadap

expansi I, expansi II (evap)

Source DF SS MS F P

expansi I 1 0.061 0.061 0.01 0.933

expansi II (evap) 1 407.812 407.812 74.96 0.073

Error 1 5.440 5.440

Total 3 413.314

S = 2.332 R-Sq = 98.68% R-Sq(adj) = 96.05%

152

-40

-45

-50

-55

-60

-65

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tem Masuk EvapData Means

Gambar 4.15. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

masuk evaporator

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 75: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

57

UNIVERSITAS INDONESIA

152

-40

-45

-50

-55

-60

-65

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tem Masuk EvapData Means

Gambar 4.16. Grafik perbandinagn panjang pipa kapiler terhadap temperature

masuk evaporator

Dari perhitungan anova dan grafik main effect serta grafik interaksi

antara panjang pipa kapiler ekspansi I dan ekspansi II (masuk evap)

terhadap temperature evap dapat diketahui bahwa panjang pipa kapiler

yang berpengaruh adalah pada ekspansi II (masuk evap). Jika kita lihat

ketika pipa kapiler ekpansi I dilakukan variasi seperti gambar 4.15 maka

grafik main effects yang terjadi adalah datar. Hal ini menunjukkan bahwa

variasi panjang pipa kaliler tidak mempengaruhi temperature masuk

evaporator. Sedangkan jika kita lihat ketika dilkukan variasi maka grafik

main effects menunjukkan bahwa panjang pipa kapiler ekspansi II sangat

berpengaruh terhadap temperature masuk evaporator. Semakin panjang

pipa kapiler pada ekspansi II maka temperature yang dihasilkan akan

semakin tinggi dan sebaliknya jika semakin pendek maka temperature

yang dihasilkan pada temperature evaporator akan semakin rendah.

Sedangkan pada gambar 4.16 kombinasi yang menunjukkan temperature

terendah adalah panjang pipa kapiler ekspansi I adalah 2 meter dan pipa

kapiler ekspansi II adalah 2 meter dengan temperature masuk evap adalah

-640C. sedangkan pada pipa kapiler ekspansi II dengang panjang 15 meter

hasil yang dicapai di atas -450C.

Dari hasil percobaan ini menunjukkan bahwa yang paling

berpengaruh adalah panjang pipa kapiler pada ekspansi II. Semakin

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 76: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

58

UNIVERSITAS INDONESIA

pendek panjang pipa kapiler pada ekspansi II maka temperature masuk

evap akan semakin rendah hal ini dikarenakan flow rate yang dihasilkan

pada pipa kapiler ekspansi II yang pendek lebih besar dibandingkan pipa

kapiler ekspansi II yang lebih panjang.

4.3.2 Pengaruh Panjang Pipa kapiler Terhadap Temperatur Keluar

Evaporator

ANOVA Dua Arah: Temperatur Keluar Evaporator terhadap expansi

I, expansi II (evap)

Source DF SS MS F P

expansi I 1 82.68 82.68 0.69 0.558

expansi II (evap) 1 1688.10 1688.10 14.13 0.166

Error 1 119.50 119.50

Total 3 1890.29

S = 10.93 R-Sq = 93.68% R-Sq(adj) = 81.03%

152

-20

-30

-40

-50

-60

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tem Keluar EvapData Means

Gambar 4.17. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar evaporator

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 77: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

59

UNIVERSITAS INDONESIA

152

-10

-20

-30

-40

-50

-60

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tem Keluar EvapData Means

Gambar 4.18. grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar evaporator

Gambar 4.17, main effect panjang pipa kapiler ekspansi I dan

ekspansi II (masuk evap) terhadap temperature keluar evap, dapat

diketahui bahwa panjang pipa kapiler yang paling berpengaruh adalah

pada ekspansi II (masuk evap). Meskipun pada grafik tersebut ada

kemringan namun pengaruh tersebut tidak sebesar pengaruh ekpansi II.

Sedangkan jika kita lihat pada gmbar 4.18 maka dapat dilihat bahwa

interaksi antara panjang pipa kapiler pada ekspansi I dan ekpansi II akan

memilki karakteristik pencapain yang mendekati dengan temperature

evaporator. Maka dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa panjang pipa

kapiler pada ekspansi II akan mempengarui teperatur keluar evaporator

yang nilainya akan mengikuti karakter dari nilai temperature masuk

evaporator

4.3.3 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Masuk

Heat Exchanger

ANOVA Dua Arah: Temperatur Masuk Heat Exchanger terhadap

expansi I, expansi II (evap)

Source DF SS MS F P

expansi I 1 27.53 27.53 5.49 0.257

expansi II (evap) 1 2116.74 2116.74 421.8 0.031

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 78: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

60

UNIVERSITAS INDONESIA

Error 1 5.02 5.02

Total 3 2149.29

S = 2.240 R-Sq = 99.77% R-Sq(adj) = 99.30%

152

0

-10

-20

-30

-40

-50

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tem Masuk HEData Means

Gambar 4.19. grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

masuk Heat Exchanger

152

0

-10

-20

-30

-40

-50

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tem Masuk HEData Means

Gambar 4.20. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

masuk Heat Exchanger

Gambar 4.19, main effect panjang pipa kapiler ekspansi I dan

ekspansi II (masuk evap) terhadap temperature masuk heat exchanger,

dapat diketahui bahwa panjang pipa kapiler yang paling berpengaruh

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 79: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

61

UNIVERSITAS INDONESIA

adalah pada ekspansi II (masuk evap). Grafik ini memiliki karakteristik

yang mendekati grafik pada temperature keluar evaporator. Sedangkan jika

kita lihat pada gmbar 4.20 maka dapat dilihat bahwa interaksi antara

panjang pipa kapiler pada ekspansi I dan ekpansi II akan memilki

karakteristik pencapain yang mendekati dengan temperature evaporator.

Namun jika teliti lebih lanjut aka nada perbedaan di kombinasi panjang

pipa kapiler ekspansi I 15 meter dan ekspansi II 2 meter memiliki

temperature msuk heta exchabger lebih rendah dibandingkan kombinasi

ekspansi I 2 meter dan ekspansi II 2 meter. Hal ini dapat terjadi karena

adanya refrigerant yang masuk dari ekspansi I dimana akan memberikan

karakter yang berbeda ketika dilkukan perbedaan kombinasi panjang pipa

kapiler. Maka dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa panjang pipa

kapiler I dan pipa kapiler ekspansi II akan mempengarui teperatur masuk

heat exchanger.

4.3.4 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Suction

ANOVA Dua Arah: Temperatur Suction terhadap expansi I, expansi II (evap) Source DF SS MS F

P

expansi I 1 1.3204 1.3204 0.32

0.671

expansi II (evap) 1 24.1493 24.1493 5.91

0.248

Error 1 4.0872 4.0872

Total 3 29.5569

S = 2.022 R-Sq = 86.17% R-Sq(adj) = 58.52%

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 80: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

62

UNIVERSITAS INDONESIA

152

28

27

26

25

24

23

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tem SuctData Means

Gambar 4.21. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

suction

152

29

28

27

26

25

24

23

22

21

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tem SuctData Means

Gambar 4.22. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

suction

Gambar 4.21, main effect panjang pipa kapiler ekspansi I dan

ekspansi II (masuk evap) terhadap temperature keluar evap, dapat

diketahui bahwa panjang pipa kapiler yang paling berpengaruh adalah

pada ekspansi II (masuk evap). Grafik ini memiliki karakteristik yang

mendekati grafik pada temperature keluar evaporator, namun gradient

kemiringan pada main effect ekspansi I berkebalikan. Sedangkan jika kita

lihat pada gmbar 4.22 maka dapat dilihat bahwa interaksi antara panjang

pipa kapiler pada ekspansi I dan ekpansi II akan memilki karakteristik

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 81: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

63

UNIVERSITAS INDONESIA

pencapain yang mendekati dengan temperature masuk evaporator. Jika kita

bandingkan dengan temperature masuk heat exchanger maka nilai

temperature pada kombinasi pipa kapiler ekspansi I 15 meter dan ekspansi

II 2 meter nilainya temperaturnya lebih rendah dibandingkan kombinasi

ekspansi I 2 meter dan ekspansi II 2 meter maka hasilnya akan

bekebalikan lagi. Hal ini dipengaruhi oleh panjang pipa kapiler pada

ekspansi I. jika ekspansi I lebih pendek maka aliran refrigerant pada sistem

yang bertemperatur tinggi akan lebih banayak dibadingkan dengan yang

lebih panjang. Hal ini akan mempengaruhi jumlah refrigerant yang masuk

pada sistem temperature rendah. Dengan keadaan seperti ini maka flow

rate antara kombinasi tersebut kan memberikan dampak yang berbeda

padatemperatur suction. Pipa kapiler ekspansi I pendewk mebuat

refrigerant yang mengalir di sistem temperature rendah lebih sedikit

sehingga proses pendinginan tidak mebutuhkan perbedaan temperature

yang siknifikan antara temperature maduk heat exchanger dan temperature

suction. Maka dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa panjang pipa

kapiler pada ekspansi II dan ekspansi I akan mempengarui teperatur

suction yang nilainya akan mengikuti karakter dari nilai temperature

masuk evaporator.

4.3.5 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur

Discharge

ANOVA Dua Arah: Temperatur Discharge terhadap expansi I,

expansi II (evap)

Source DF SS MS F

P

expansi I 1 4.479 4.479 0.07

0.833

expansi II (evap) 1 298.581 298.581 4.82

0.272

Error 1 61.989 61.989

Total 3 365.049

S = 7.873 R-Sq = 83.02% R-Sq(adj) = 49.06%

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 82: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

64

UNIVERSITAS INDONESIA

152

82.5

80.0

77.5

75.0

72.5

70.0

67.5

65.0

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tem DiscData Means

Gambar 4.23. grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

discharge

152

85

80

75

70

65

60

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tem DiscData Means

Gambar 4.24. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

discharge

Dari gambar 4.23 yaitu grafik pengaruh panjang kapiler ekspansi I

dan ekspasi II meberikan gambaran bahwa pengaruh tang terjadi adalah

berkebalikan dari pencapaian temperature pada titik-titik sebelumnya.

Namun jika kita lihat dari grafik hubungan antara kombinasi pipa kapioler

terhadap temperature discharge maka akan didapatkan hasil yang

menunjukkan bahwa pengaruh panjanng pipa kapiler kan berkebalikan

terhadap temperature discharge dibandingkan dengan temperature

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 83: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

65

UNIVERSITAS INDONESIA

sebelumnya. Namun tidak semuanya berkebalikan. Maka dapat di analisa

bahwa panjang pipa kapiler pada ekpansi II mempengaruhi temperature

discharge.

4.3.6 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Tehadap Temperatur Keluar

Kondenser

ANOVA Dua Arah: Temperatur Keluar Kondenser terhadap expansi

I, expansi II (evap)

Source DF SS MS F

P

expansi I 1 2.44647 2.44647 2.33

0.369

expansi II (evap) 1 0.16092 0.16092 0.15

0.762

Error 1 1.04892 1.04892

Total 3 3.65630

S = 1.024 R-Sq = 71.31% R-Sq(adj) = 13.94%

152

32.5

32.0

31.5

31.0

30.5

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tem Keluar KondData Means

Gambar 4.25. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar condenser

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 84: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

66

UNIVERSITAS INDONESIA

152

33.0

32.5

32.0

31.5

31.0

30.5

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tem Keluar KondData Means

Gambar 4.26. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar condenser

Gambar 4.35 dan 4.26 menunjukkan grafik yang lain dari pada

yang lain. Jika kita hubungkan setiapa grafik dan temperature sebelumnya

maka tidak aka nada hubungan antara temperature keluar condenser

tehadap temperature yang lain. Hal ini dikarenakan temperature keluar

condenser sangat erat hubungannya dengan temperature lingkungan.

Meskipun flow rate dari sistem juga mempengaruhi dari hasil percobaan

menunjukkan bahwa fow rate yang dihasilkan oleh kombinasi panjang

pipa kapiler tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada temperature

keluar condenser, sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang pipa kapiler

pada ekspansi I dan II tidak mempengaruhi temperature keluar kondenser

4.3.7 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Keluar

Expansi I

ANOVA Dua Arah: Temperatur Keluar Expansi I versus expansi I,

expansi II (evap)

Source DF SS MS F P

expansi I 1 0.568 0.568 0.13 0.779

expansi II (evap) 1 617.943 617.943 142.2 0.053

Error 1 4.345 4.345

Total 3 622.856

S = 2.085 R-Sq = 99.30% R-Sq(adj) = 97.91%

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 85: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

67

UNIVERSITAS INDONESIA

152

5

0

-5

-10

-15

-20

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tem Keluar Exp IData Means

Gambar 4.27. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar Ekspansi I

152

10

5

0

-5

-10

-15

-20

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tem Keluar Exp IData Means

Gambar 4.28. Grafok perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar Ekspansi I

Dari perhitungan anova dan grafik main effect serta grafik interaksi

antara panjang pipa kapiler ekspansi I dan ekspansi II (masuk evap)

terhadap temperature evap dapat diketahui bahwa panjang pipa kapiler

yang paling berpengaruh adalah pada ekspansi II (masuk evap). Jika kita

bandingkan dengan grafik pada temperature masuk evaporator maka akan

memilki karakteristik yang sama. Dari hasil percobaan ini menunjukkan

bahwa yang paling berpengaruh adalah panjang pipa kapiler pada ekspansi

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 86: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

68

UNIVERSITAS INDONESIA

II. Semakin pendek panjang pipa kapiler pada ekspansi II maka

temperature keluar ekspansi I akan semakin rendah dan sebaliknya.

4.3.8 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Temperatur Keluar

Heat Exchanger

ANOVA Dua Arah: Temperatur Keluar Heat Exchanger terhadap

expansi I, expansi II (evap)

Source DF SS MS F P

expansi I 1 6.61 6.61 1.16 0.477

expansi II (evap) 1 2597.28 2597.28 455.23 0.030

Error 1 5.71 5.71

Total 3 2609.59

S = 2.389 R-Sq = 99.78% R-Sq(adj) = 99.34%

152

20

10

0

-10

-20

-30

-40

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tem Keluar HEData Means

Gambar 4.29. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar Heat Exchanger

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 87: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

69

UNIVERSITAS INDONESIA

152

20

10

0

-10

-20

-30

-40

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tem Keluar HEData Means

Gambar 4.30. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap temperature

keluar Heat Exchanger

Dari perhitungan anova dan grafik main effect serta grafik interaksi

antara panjang pipa kapiler ekspansi I dan ekspansi II (masuk evap)

terhadap temperature evap dapat diketahui bahwa panjang pipa kapiler

yang paling berpengaruh adalah pada ekspansi II (masuk evap). Jika kita

bandingkan dengan grafik pada temperature masuk evaporator maka akan

memilki karakteristik yang sama. Dari hasil percobaan ini menunjukkan

bahwa yang paling berpengaruh adalah panjang pipa kapiler pada ekspansi

II. Semakin pendek panjang pipa kapiler pada ekspansi II maka

temperature keluar heat exchanger akan semakin rendah dan sebaliknya.

4.3.9 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Tekanan Suction

ANOVA Dua Arah: Temperatur Suction terhadap expansi I, expansi

II (evap)

Source DF SS MS F P

expansi I 1 1.3204 1.3204 0.32 0.671

expansi II (evap) 1 24.1493 24.1493 5.91 0.248

Error 1 4.0872 4.0872

Total 3 29.5569

S = 2.022 R-Sq = 86.17% R-Sq(adj) = 58.52%

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 88: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

70

UNIVERSITAS INDONESIA

152

2.1

2.0

1.9

1.8

1.7

1.6

1.5

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tek SucData Means

Gambar 4.31. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap tekanan suction

152

2.2

2.1

2.0

1.9

1.8

1.7

1.6

1.5

1.4

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tek SucData Means

Gambar 4.32. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap tekanan

suction

Gambar 4.31 menunjukkan pengaruh masing-masing panjang pipa

kapiler tehadap tekanan suction. Dari gambar tersebut dapat diketahui

bahwa panjang pipa kapiler yang paling berpengaruh adalah pada ekspansi

II (masuk evap). Grafik pengruh panjang pipa kapiler pada ekspansi II

memiliki gradient yang sangat mencolok dibandingkan dengan grafik

pengruh anjang pipa kapiler ekspansi I. Semakin panjang pipa kapiler pada

ekspansi II maka tekanan pada suctionakan semakin rendah dan sebaliknya

jika semakin pendek maka tekanan suction akan semakin tinggi.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 89: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

71

UNIVERSITAS INDONESIA

Sedangkan pada gambar 4.32 kombinasi yang menunjukkan tekanan

tertinggi pada suction adalah panjang pipa kapiler ekspansi I adalah 2

meter dan pipa kapiler ekspansi II adalah 2 meter dengan temperature

masuk evap adalah -640C. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan suction

yang semakin besar akan menghasilkan flowrate yang semakin besar pula.

Sehingga dari hasil percobaan dapat dianalisa yaitu panjang pipa kapiler

pada ekspansi II akan mempengarui tekanan suction yang

mengindikasikan besarnya flow rate pada sistem.

4.3.10 Pengaruh Panjang Pipa Kapiler Terhadap Tekanan discharge

Two-way ANOVA: Tek Disc versus expansi I, expansi II (evap)

Source DF SS MS F P

expansi I 1 2.26255 2.26255 1.16 0.476

expansi II (evap) 1 0.00015 0.00015 0.00 0.994

Error 1 1.94804 1.94804

Total 3 4.21074

S = 1.396 R-Sq = 53.74% R-Sq(adj) = 0.00%

152

21.5

21.0

20.5

20.0

152

expansi I

Me

an

expansi II (evap)

Main Effects Plot for Tek DiscData Means

Gambar 4.33. Grafik pengaruh panjang pipa kapiler terhadap tekanan discharge

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 90: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

72

UNIVERSITAS INDONESIA

152

22.0

21.5

21.0

20.5

20.0

19.5

19.0

expansi II (evap)

Me

an

2

15

expansi I

Interaction Plot for Tek DiscData Means

Gambar 4.34. Grafik perbandingan panjang pipa kapiler terhadap tekanan

discharge

Gambar 4.33 menunjukkan pengaruh masing-masing panjang pipa

kapiler tehadap tekanan Discharge. Dari gambar tersebut dapat diketahui

bahwa panjang pipa kapiler yang berpengaruh adalah pada ekspansi I.

Grafik pengruh panjang pipa kapiler pada ekspansi I memiliki gradient

yang sangat mencolok dibandingkan dengan grafik pengruh anjang pipa

kapiler ekspansi I. Semakin panjang pipa kapiler pada ekspansi I maka

tekanan pada dischargenya semakin rendah dan sebaliknya jika semakin

pendek maka tekanan dischareg akan semakin tinggi. Sedangkan pada

gambar 4.34 kombinasi kombinasi antara pipa kapiler ekspansi I dan

kapiler ekspansi II menunjukkan bahwa panjang pipa kapiler ekspansi I

dan II tidak menunjukkna pengaruh yang siknifikan terhadap tekan

discharge. Hal ini dapat dilihat dari pola interaksi antara panjang pipa

kapiler ekspansi I dan pipa kapiler ekspansi II tidak menunjukkan suatu

hubungan yang sebanding atau berkebalikan. Sehingga dari hasil

percobaan dapat dianalisa yaitu panjang pipa kapiler pada ekspansi II dan

ekspansi I tidak meberikan pengaruh signifikan terhadap tekanan

discharge.

4.3.11 Pengaruh Temperatur Suction dan Tekanan Suction Terhadap

Temperatur dan Tekanan Discharge

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 91: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

73

UNIVERSITAS INDONESIA

28.424227.551724.659121.4884

85

80

75

70

65

60

2.186541.973291.560961.45323

Tem Suct

Me

an

Tek Suc

Main Effects Plot for Tem DiscData Means

Gambar 4.35. Grafik pengaruh tekanan dan temperature suction terhadap

temperatur discharge

28.424227.551724.659121.4884

22.0

21.5

21.0

20.5

20.0

19.5

19.0

2.186541.973291.560961.45323

Tem Suct

Me

an

Tek Suc

Main Effects Plot for Tek DiscData Means

Gambar 4.36. Grafik pengaruh tekanan dan temperature suction terhadap

tekanan discharge

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 92: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

74

UNIVERSITAS INDONESIA

2.186541.973291.560961.45323

85

80

75

70

65

60

Tek Suc

Me

an

21.4884

24.6591

27.5517

28.4242

Tem Suct

Interaction Plot for Tem DiscData Means

Gambar 4.37. Grafik perbandingan tekanan dan temperature suction terhadap

temperatur discharge

2.186541.973291.560961.45323

22.0

21.5

21.0

20.5

20.0

19.5

19.0

Tek Suc

Me

an

21.4884

24.6591

27.5517

28.4242

Tem Suct

Interaction Plot for Tek DiscData Means

Gambar 4.38. Grafik perbandingan tekanan dan temperature suction terhadap

tekanan discharge

Dari gambar 4.35 menunjukkan bahwa hubungan antara teperatur

suction dan temperature discharge berkebalikan, yaitu ketika temperature

suction rendah maka temperature discharge tinggi dan sebaliknya. Hal ini

menunjukka bahwa pada sistem ini temperature suction tidak meberikan

pengaruh terhadap temperature discharge. Sedangkan pada grafik tekanan

suction terhadap temperature discharge memilkiki hubungan yang

sebanding, yaitu semakin besar tekanan suction maka akan semakin besar

temperature discharge. Mak dari grafik ini dapat diketahui bahwa tekanan

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 93: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

75

UNIVERSITAS INDONESIA

suction memberikan pengaruh terhadap temperature discharge. Pada grafik

interaksi, gambar 4.37, juga mnunjukkan bahwa tekanan suction

memberiakan pengaruh terhadap temperature discharge.

Gambar 4.36 grafik tekanan dan temperature suction terhadap tekanan

discharge menunjukkan bahwa tidak ada hubungan anatara temperature

dan tekanan suction terhadap tekanan discharge. Hal ini juga diperkuat

pada gambar 4.48 grafik interaksi tekanan dan temperature suction

terhadap tekanan discharge.

4.3.12 Pengaruh Temperatur dan Tekanan Discharge Terhadap

Temperatur Keluar Kondenser

85.867075.877366.471260.7142

33.0

32.5

32.0

31.5

31.0

30.5

22.031120.623320.514819.1312

Tem Disc

Me

an

Tek Disc

Main Effects Plot for Tem Keluar KondData Means

Gambar 4.39. Grafik pengaruh tekanan dan temperature discharge

terhadaptemperatur keluar condenser

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 94: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

76

UNIVERSITAS INDONESIA

22.031120.623320.514819.1312

33.0

32.5

32.0

31.5

31.0

30.5

Tek Disc

Me

an

60.7142

66.4712

75.8773

85.8670

Tem Disc

Interaction Plot for Tem Keluar KondData Means

Gambar 4.40. Grafik pengaruh tekanan dan temperature discharge terhadap

temperatur keluar condenser

Gambar 4.39, hubungan temperature dan tekanan discharge

terhadap temperature keluar condenser, menunjukkan bahwa temperature

discharge tidak memilki pengaruh terhadap teperatur condenser. Meskipun

temperature keluar condenser memilki hubungan berbanding terbalik

terhadap tekanan discharge pada gambar teresebut, hal ini tidak

menunjukkan adanya pengaruh antara tekanan discharge terhadap

temperature keluar condenser. Sehingga dapat diketahui bahwa yang

mempenagrui temperature keluar condenser adalah temperature

lingkungan.

4.3.13 Pengaruh Temperatur Keluar Kondenser dan Tekanan

Discharge Terhadap Temperatur Keluar Ekspansi I

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 95: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

77

UNIVERSITAS INDONESIA

32.984831.559531.019630.3966

10

5

0

-5

-10

-15

-20

22.031120.623320.514819.1312

Tem Keluar Kond

Me

an

Tek Disc

Main Effects Plot for Tem Keluar Exp IData Means

Gambar 4.41. Grafik pengaruh tekanan discharge dan temperature keluar

koondenser terhadap temperature keluar ekspansi I

22.031120.623320.514819.1312

10

5

0

-5

-10

-15

-20

Tek Disc

Me

an

30.3966

31.0196

31.5595

32.9848

Kond

Tem Keluar

Interaction Plot for Tem Keluar Exp IData Means

Gambar 4.42. Grafik perbandingan tekanan discharge dan temperature keluar

koondenser terhadap temperatur keluar expansi I

Gambar 4.41 dan gamabr 4.42 menunjukkan bahwa tekanan

discharge dan temperature keluar condenser tidak memberikan pengaruh

terhadap temperature keluar ekspansi I. hal ini menunjukkan bahwa

temperature dari titik keluar ekspansi I hanya dipengaruhi oleh panjang

pipa kapiler kombinasi anatara kapiler ekspansi I dan kapiler ekspansi II.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 96: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

78

UNIVERSITAS INDONESIA

4.3.14 Pengaruh Temperatur Keluar Heat Exchanger dan Tekanan

Discharge Terhadap Temperatur Keluar Ekspansi II (Masuk

Evap)

19.298314.3396-34.0538-34.2353

-40

-45

-50

-55

-60

-65

22.031120.623320.514819.1312

Tem Keluar HEM

ea

nTek Disc

Main Effects Plot for Tem Masuk EvapData Means

Gambar 4.43. Grafik pengaruh tekanan discharge dan temperature keluar

koondenser terhadap temperatur masuk evaporator

22.031120.623320.514819.1312

-40

-45

-50

-55

-60

-65

Tek Disc

Me

an

-34.2353

-34.0538

14.3396

19.2983

Keluar HE

Tem

Interaction Plot for Tem Masuk EvapData Means

Gambar 4.44. Grafik perbandingan tekanan discharge dan temperature keluar

koondenser terhadap temperatur masuk evaporator

Gambar 4.43 dan 4.44 menunjukkan bahwa temperature keluar

heat exchanger meberikan pengruh terhadap temperature keluar ekspansi

II (masuk evap). Sedangkan tekanan discharge yang nilainya tidak terlalu

berbeda tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sehingga dapat

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 97: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

79

UNIVERSITAS INDONESIA

diketahui bahwa selain panjang pipa kapiler temperature keluar heat

exchanger dan tekanan discharge juga memberikan pengruh terhadapa

temperature yang dicapai pada keluar ekspansi II ( masuk evaporator).

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 98: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

80

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 KESIMPULAN

1. Temperatur terendah yang dapat dicapai pada masuk evaporator pada

sistem autocascade dengan campuran refrigerant 87 g butane, 150 g

propana, 58 g etana, dan 5 g metana adalah kombinasi pipa kapiler

dngan panjang 2 m pada ekspansi I dan 2 m pada ekspansi II (evap).

Temperature terendah adalah -640C.

2. Pada percobaan sistem autocascade dengan campuran refrigerant

tersebut di atas panjang pipa kapiler yang berpengaruh terhadap

temperatur masuk evaporator adalah pada ekpansi II (evap). Untuk

panjang pipa kapiler ekspansi I tidak berpengaruh.

3. Pada percobaan sistem autocascade dengan campuran refrigerant

tersebut diatas semakin pendek pipa kapiler pada ekspansi II (evap) akan

semakin besar tekanan suction dan sebaliknya. Sedangkan panjang pipa

kapiler ekspansi I tidak memberikan pengeruh yang signifikan pada

tekanan suction

5.3 SARAN

1. Menentukan dimensi pipa kapiler pada katup ekspansi 1 agar proses

pendinginan dapat tercapai.

2. Menggunakan oil separator agar oli tidak mengalir kedalam sistem

Mengganti separator agar kerja sistem lebih maksimal.

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 99: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

81

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

Aprea. C, Maiorino. A, 2009, Autocascade refrigeration system: Experimental

result in achieving ultra low temperature, International Jurnal Of Energy

Research, DOI : 10.1002/er.1492

ASHRAE Handbook, 2006, Refrigeration System and Applications (SI),

American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning

Engineer, Atlanta, Georgia.

Bubbico, Roberto. Gas-Liquid Separators . Departmen of Chemical Engineering

University of Rome

Chen. Guangming, 2007, Research of Refrigeration in Zhejiang University,

Presentation Institute Of Refrigeration And Ultra lows Zhejiang University

P.R China, Warwick, 26 April 2007

Chunlu Zhang, Guoliang Ding, Approximate Analytic Solution of Adiabatic

Capillary Tube, International Journal of Refrigeration, 27 (2004) : 17-24

Cox.N, 2007, Working towards more environmentally friendly Refrigerant

Blends, 12th European Conference, Milano, Italy, Juni 8 – 9, 2007

Darwin Rio Budi Syaka, Nasruddin, 2008, Analisa Thermodinamika Pemilihan

Refrigeran Pada Sistem Refrigerasi Cascade, Seminar Nasional Tahunan

Teknik Mesin (SNTTM)-VII, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Sam Ratulangi, Menado, 4 – 6 November.

Dimoplon, W, 1978, Finding The Length Of Helical Coil, Chemical

Enggineering, p. 177

Du. Kai, Zhang. Shaoqian, Xu. Weirong, Niu. Xiofeng, 2008, A study on the

cycle characteristics of an auto-cascade refrigeration system, International

Jurnal Of Refrigeration, 33 (2008):240-245

Gong. M.Q, Luo. E.C, Wu. J.F, Zhou.Y, 2002, On the temperature distribution in

the counter flow heat exchanger with multicomponent non-azeotropic

mixtures, Ultra lows, 42 (2002):729-804

Kharagpur, Refrigeration and Air Conditioning, EE IIT, India, 2008

Kim. S.G, Kim. M.S, 2001, Experiment and simulation on the performance of an

autocascade refrigeration system using carbon dioxide as a refrigerant,

International Jurnal Of Refrigeration, 25 (2002):1093-1101

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 100: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

82

UNIVERSITAS INDONESIA

Kreith. Frank, alih bahasa Arko Prijono, 1994,”Prinsip-prinsip Perpindahan

Panas”, edisi ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta

Missimer. Dale J, 1996, Refrigerant conversion of Auto-Refrigerating Cascade

(ARC) systems, International Jurnal Of Refrigeration, Vol. 20, No.3, pp

:201-207

Naer. Vjacheslav, Rozhentsev. Andrey, 2002, Application of hydrocarbon

mixtures in small refrigerating and ultra low machines, International Jurnal

Of Refrigeration, 25 (2002):836-847

Venkatarathnam, G, 2008, Cryogenic Mixed Refrigerant Processes,

www.springer.com/series/6086

Yu. Jianlin, Zhao. Hua, Li. Yanzhong, 2008, Application of an ejector in

autocascade refrigeration cycle for the performance improvement,

International Jurnal Of Refrigeration, 31 (2008):279-28

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012

Page 101: S53436-Deny Eva Tri Pambudi.pdf

83

UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN

Analisa pengaruh..., Deny Eva Tri Pambudi, FT UI, 2012